makalah kesling sbs
TRANSCRIPT
Makalah Kelompok
SICKBUILDING SYNDROME
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
MUHAMMAD ABADI FACHRI LATIF MUH. MAULIDIN SYAMSUL BAHRI MUKMIN JAMUDDIN
2009
1
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dari
segala nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman yang berjudul SICK BUILDING SYNDROME, yang
mana makalah ini merupakan bagian dari segala proses pembelajaran kami di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia, khususnya pada mata kuliah
Kesehatan Lingkungan Pemukiman.
Selanjutnya kami sebagai tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang sudah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini baik dari kelas LI atau L2.
Kami sadari bahwa makalah ini mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat diri pribadi
dan bagi siapa saja yang membacanya terutama untuk mencapai derajat kesehatan yang
baik di kalangan mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Makassar, 6 April 2009
TimPenulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG…………………………………… 1
B. PERUMUSAN MASALAH……………………………… 3
C. TUJUAN………………………………………………….. 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. KELUHAN PENYAKIT YANG DIRASAKAN
KARYAWAN
1. Masa Kerja dan Lama Tinggal di Ruangan ber –AC… 4
2. Sumber Pencemar Udara Ruangan…………………… 4
3. Gangguan Kesehatan Karyawan……………………… 5
B. KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DALAM
RUANGAN HUBUNGANNYA DENGAN SBS…………. 6
C. PENGARUH KUALITAS FISIK DAN
KUALITAS MIKROBIOLOGI TERHADAP
GANGGUAN KESEHATAN……………………………... 10
D. SOLUSI ………………………………………………………... 10
BAB III : PENUTUP
KESIMPULAN……………………………………………… 12
SARAN………………………………………………………. 13
DAFTAR KEPUSTAKAAN
.
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
World Health Organization (WHO) telah menentukan beberapa "features" yang
umumnya terdapat pada Sick Building Syndrome yaitu biasanya bangunan tersebut
dilengkapi dengan sistem Air Conditioning, menggunakan bahan finishing textiel di
dalam gedung, gordijn, karpet, dan dinding luar tertutup rapat (air tight). Kemungkinan
terjadinya Sick Building Syndrome dapat juga disebabkan oleh air borne pollutant,
seperti chemical pollutants, debu dari luar dan dalam ruangan serta kontaminasi
mikroorganisme, odours yang digunakan dalam ruangan, fresh air supply yang kurang
memadai, Sebagai pekerja kantoran, setiap orang pasti banyak menghabiskan
waktu dalam ruangan di sebuah gedung perkantoran bertingkat, berkarpet,
berdinding kaca serta full AC. Sepintas udara di ruangan kantor yang sejuk
memang terlihat bersih. Padahal, justru dalam ruangan seperti inilah kesehatan
orang kantoran justru sering terganggu kelembaban nisbi yang terlalu rendah dan hal-
halyang bersifat psikologis
Penggunaan Air Conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti
ventilasi alami dapat meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja, namun
AC yang jarang dibersihkan akan menjadi tempat nyaman bagi mikroorganisme
untuk berbiak. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas udara dalam ruangan
menurun dan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang disebut
sebagai Sick Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS).
Banyaknya aktivitas di gedung meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan.
Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap
manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat.
Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara
kontinu dapat mengeluarkan bahan polutan. Kadar gas-gas SO2, CO2, dan O2 di
dalam ruangan tidak dipengaruhi oleh keberadaan AC. Bahan partikulat dapat
dikurangi secara signifikan oleh AC dengan filter yang efektif. Kadar pollen di
dalam ruangan dapat berkurang secara signifikan dengan adanya AC. Jumlah
bakteri dan spora di gedung dengan AC kemungkinan akan lebih sedikit daripada
gedung tanpa AC, walaupun sampai saat ini hal tersebut masih diperdebatkan.
4
Berdasarkan riset yang dilakukan Institut Nasional Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (NIOSH) AS pada tahun 1997, sebanyak (52%) penyakit
pernapasan yang terkait dengan sick building syndrome bersumber dari kurangnya
ventilasi dalam gedung serta dan kinerja AC gedung yang buruk. Perlu diketahui
bahwa suhu AC di dalam gedung bertingkat biasanya kelewat dingin, yaitu
berkisar antara 20-23 derajat celsius. Nah, rekayasa suhu udara inilah yang
membuat bakteri-bakteri merugikan seperti Chlamydia, Escheriachia dan
Legionella spleluasa bergerilya di saluran pernapasan. Sisanya, 17% disebabkan
pencemaran zat kimia yang ada di dalam gedung. Seperti mesin foto kopi,
pengharum ruangan, larutan pembersih, atau bahan kain pelapis dinding.
Sistem ventilasi adalah masalah pergerakan udara dimana udara dalam
ruangan selalu mengalir sehingga udara yang buruk selalu berganti dengan udara
yang bersih. Dengan udara yang selalu bergerak diharapkan kondisi udara di
dalam ruangan akan bertambah baik, meliputi kenyamanan dan kualitasnya.
Ventilasi yang dimaksud disini adalah proses pemasukan udara (bersih) dan
pengeluaran udara yang berkualitas buruk atau kurang baik dari dalam ruangan.
Ventilasi dapat berjalan secara alami (natural) ataupun mekanikal (buatan) dengan
menggunakan bantuan alat. Dengan ventilasi alami, pemasukan dan pengeluaran
udara berjalan secara alamiah tanpa mengunakan alat. Sehingga banyak
tergantung pada kekuatan angin dan perbedaan tekanan udara serta temperatur di
luar dan di dalam ruangan. Angin yang menerpa bangunan akan mengakibatkan
tekanan positif (+) pada bidang penerima angin datang, dan mengakibatkan
tekanan negatif (-) pada bidang yang berlawanan dan pada bidang samping. Hal
ini menyebabkan udara masuk ke dalam bangunan melalui lubang-lubang
ventilasi dari berbagai tekanan positif ke arah tekanan negatif. Aliran udara dalam
ruang juga dapat terjadi\ karena perbedaan temperatur udara yang mengakibatkan
perbedaan tekanan secara vertikal. Kedua pola ini dapat diatur dala perancangan
ruang-ruang yang harus saling mendukung dan tidak saling berlawanan. Besarnya
tekanan angin pada bangunan tergantung pada banyak faktor, yaitu kecepatan
angin itu sendiri, ukuran dan bentuk geometri dari bangunan dan sudut datangnya
5
angin. Lubang ventilasi dan penempatannya harus dirancang demikian agar dapat
memenuhi kebutuhan pengaturan udara dalam ruang.
B. PERUMUSAN MASALAHPermasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengaruh kualitas
udara di ruangan ber –AC serta mikroorganisme udara terhadap gangguan
kesehatan karyawan di Perkantoran yaitu sebagai berikut:
1. Apakah macam keluhan penyakit yang dirasakan karyawan di ruangan ber-
AC?
2. Bagaimana kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan ber –AC dan adakah
hubungan antara sistem ventilasi dalam ruangan dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroorganisme?
3. Apakah ada pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap
gangguan kesehatan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengidentifikasi macam keluhan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan
ber –AC
2. Mengetahui perbandingan kualitas udara yang mengguanakan pengontrol
Udara (Air Conditioning) maupun yang tidak.
3. Mengidentifikasi kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan dan gangguan
paparan di ruangan kerja ber-AC pada gedung bertingkat dengan gangguan
kesehatan serta untuk menghubungkan sistim sirkulasi udara dengan
tumbuhnya mikroorganisme di dalam ruang yang udaranya dikondisikan dan
ruang dengan ventilasi alam.
BAB II
6
PEMBAHASAN
A. KELUHAN PENYAKIT YANG DIRASAKAN KARYAWAN
1. Masa Kerja dan Lama Tinggal di Ruangan ber –AC
Karyawan yang bekerja kurang dari lima tahun sebesar 78,65 % dan sisanya
(21,35 %) telah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Lama tinggal dalam ruangan ber
-AC rata-rata tiap harinya sangat bervariasi yaitu antara 6-8 jam sebesar 67,42 %,
antara 2-5 jam sebesar 31,46 % sedangkan sisanya 1,12 % berada di ruangan ber -
AC selama kurang dari 2 jam
Kualitas udara dalam ruangan ber -AC sangat ditentukan oleh sistem
sirkulasi dan aktivitas yang dilaksanakan. Pencemaran udara dalam ruangan dapat
terjadi karena berbagai aktivitas seperti merokok, penggunaaan alat atau bahan
pembersih ruangan, mesin fotokopi yang menghasilkan asap dan debu dalam
ruangan. Seseorang yang terpapar dengan polutan ters ebut dalam waktu yang lama
akan mengalami keluhan yang lebih besar dibandingkan dengan yang terpapar
kurang dari 2 jam/hari.
2. Sumber Pencemar Udara Ruangan
Dari 89 karyawan, yang merasakan gangguan akibat asap sebesar 31,46 %
dan karyawan yang merasakan gangguan akibat bau-bauan yang tidak sedap yaitu
sebesar 69,66 %. Gangguan akibat asap yang dirasakan karyawan berasal dari asap
rokok, sedangkan gangguan bau yang dirasakan karyawan berasal dari bau tempat
sampah yang berasal dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan yang
terlalu menyengat.
Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari
dalam gedung dengan sumber pencemaran diantaranya : aktivitas dalam ruangan,
frekuensi keluar masuk ruangan yang tinggiehingga memungkinkan masuknya
polutan dari luar kedalam ruangan, penggunaan pengharum ruangan, asap rokok,
penggunaan pestisida dan pembersih ruangan, mesin fotokopi, sirkulasi udara yang
kurang lancer, suhu dan kelembaban udara yang tidak nyaman.
3. Gangguan Kesehatan Karyawan
7
Lima gangguan kesehatan tertinggi yang dirasakan karyawan berdasarkan
data yang diperoleh menurut frekuensi dan waktu terjadinya gangguan adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan kesehatan berupa mata gatal sebanyak 66 karyawan. Gangguan
yang terjadi berdasarkan fre kuensinya adalah 45 karyawan menyatakan
kadang-kadang sedangkan 21 karyawan menyatakan jarang. Gangguan
berdasarkan waktu terjadinya dalah siang hari sebanyak 32 karyawan,
pagi hari sebanyak 21 karyawan, sedangkan sore hari sebanyak 13
karyawan.
2. Gangguan kesehatan berupa kulit kering sebanyak 64 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 28 karyawan
mengatakan sering, 25 karyawan mengatakan kadang - kadang dan 11
karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya
adalah se panjang hari kerja sebanyak 23 karyawan, sore hari dan pagi
hari masing -masingsebanyak 20 karyawan, sedangkan pagi hari
sebanyak 1 karyawan. Gangguan kesehatan berupa sakit kepala sebanyak
59 karyawan. gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 29
aryawan menyatakan kadang-kadang, 28 karyawan menyatakan jarang,
dan 2 karyawan menyatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu
terjadinya adalah siang hari sebanyak 28 karyawan, sore hari sebanyak 15
karyawan, pagi hari 14 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 2
karyawan.
3. Gangguan kesehatan berupa mata pedih sebanyak 52 karyawan.
Gangguan yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 27 karyawan
mengatakan kadang-kadang, 13 karyawan mengatakan sering, dan 12
karyawan mengatakan jarang. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya
adalah sore hari sebanyak 15 karyawan, pagi hari dan sepanjang hari
kerja masing –masing sebanyak 12 karyawan, sedangkan siang hari
sebanyak 13 karyawan.
8
4. Gangguan kesehatan berupa bersin sebanyak 51 karyawan. Gangguan
yang terjadi berdasarkan frekuensinya adalah 25 karyawan mengatakan
kadang-kadang, 19 karyawan mengatakan jarang, dan 7 karyawan
mengatakan sering. Gangguan berdasarkan waktu terjadinya adalah siang
hari sebanyak 19 karyawan, pagi hari sebanyak 14 karyawan, sore hari s
ebanyak 10 karyawan, dan sepanjang hari kerja sebanyak 8 karyawan.
Gangguan kesehatan yang paling sedikit dirasakan karyawan adalah mual
sebanyak 19 karyawan dengan frekuensi terjadinya gangguan adalah 15
karyawan menyatakan jarang dan 4 karya
B. KUALITAS MIKROBIOLOGI UDARA DALAM RUANGAN
Kualitas Mikrobiologi Udara Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri
atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup
terutama adalah jamur dan bakteri. Penyebaran bakteri, jamur, dan virus pada
umumnya terjadi melalui sistem ventilas i. Sumber bioaerosol ada 2 yakni yang
berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari
manusia, terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan
yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu i nfeksi, alergi, dan
iritasi.. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi (humidifier)
yang terdistribusi keseluruh ruangan dapat menyebabkan reaksi yang berbagai
ragam seperti demam, pilek, sesak nafas dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka,
1998).
Total koloni kuman pada lantai I adalah 1675 CFU/m3 udara sedangkan
lantai II adalah 1387,5 CFU/m 3 udara. Jika dibandingkan dengan Standar Baku
Mutu Kep.MenKesehatan RI No : 261 /MENKES/SK/II/1998 dimana angka
kuman adalah kurang dari 700 koloni/m3 udara, maka kedua ruangan berada di
atas standar. Hasil pengukuran total koloni bakteri pada lantai I (6,87 CFU/menit)
lebih tinggi dibandingkan lantai II (3,21 CFU/menit) dan sebagian besar berjenis
gram negatif batang. Hasil pengukuran totalkoloni jamur pada lantai II adalah
1,94 CFU/menit dan pada lantai II adalah 0,87 CFU/menit. Jika dibandingkan
dengan standar NH&MRC dimana total koloni jamur adalah 150 CFU/m 3 udara,
maka kedua ruangan tersebut masih berada di bawah standar. Pada usap AC
9
ditemukan gram positif batang dan gram negatif batang. Pencemar yang bersifat
biologis terdiri atas berbagai jenis mikroba patogen, antara lain jamur, metazoa,
bakteri, maupun virus. Penyakit yang disebabkannya seringkali diklasifikasikan
sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air-borne diseases) (Soemirat,
2002).
Pencemaran udara yang terjadi di dalam ruang karena pengaruh benda-
benda dan bahan-bahan di dalam ruangan serta perilaku aktifitas pengguna
ruangan seperti memasak, merokok, penerangan dsb. Bahan sintetis masa kini
yang sering digunakan sebagai bahan finishing interior dan mikroorganisme yang
terbawa oleh debu di dalam ruang berperan besar menyebabkan beberapa
gangguan kesehatan terutama alergi dan asma, yang sebenarnya berasal dari
pencemaran debu biogenik, yaitu debu/partikulat yang mengandung
mikroorganisme, baik itu tungau (sering disebut dust mites) maupun jamur (mold)
dan bakteri (Legionella pneumophilla).
Tabel I. Surnber Kontaminan Pencemar Udara Dalam Ruang
10
Mikroorganisme yang berada di dalam ruang dapat bertambah banyak
karena adanya faktor yang mendukung pertumbuhannya, yaitu kelembaban udara,
yang berkaitan erat dengan musim yang terjadi pada saat itu. Kelembaban ruang
yang berkisar antara 25 - 75% sangat mempengaruhi pertumbuhan spora jamur.
Jenisjenis bakteri yang pathogen pada manusia yang banyak terdapat di dalam
ruangan adalah jenis Legionella. Bakteri berasal dari soil borne yang kemudian
masuk ruangan saat penggalian atau saat pembangunan.
Hasil pengamatan mikroorganisme udara yang dibiakkan pada cawan petri
menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroorganisme pada ruang yang
menggunakan AC lebih sedikit dibandingkan mikroorganisme dari ruangan yang
tidak menggunakan AC (tabel 3). Batas jumlah koloni yang digunakan sebagai
standar kualitatif banyak-sedikit adalah 20 koloni dalam satu cawan petri, sesuai
dengan ketentuan yang umum digunakan oleh WHO untuk mikroorganisme udara
(Godish, 1991).
Tabel 3. Jumlah Koloni Mikroorganisme Udara Pada Lokasi Penelitian
Dari tabel 3 di atas diketahui bahwa mikroorganisme udara pada ruang yang
menggunakan AC lebih sedikit dibanding yang tidak ber AC, yaitu antara 3 -15 koloni (<
11
20 koloni) per cawan petri. Sedangkan pada ruang yang tidak menggunakan AC jumlah
koloni percawan petri adalah 24 - 43 koloni (> 20 koloni). Untuk memudahkan analisa
maka jumlah koloni dikelompokkan menjadi kategorik dengan batas pembagian 20
koloni sesuai dengan ketentuan yang umum dipakai
Untuk pertumbuhan optimal, mikroorganisme memerlukan lingkungan yang
memadai. Pada ruangan yang tidak menggunakan pengontrol udara maka pengaruh udara
luar sangat berperan, seperti temperature dan kelembaban. Maka temperatur dan
kelembaban ruang tergantung pada temperature dan kelembaban udara luar. Pada musim
hujan temperatur udara relatif rendah dan kelembaban sangat tinggi, sehingga merupakan
media sangat baik untuk tumbuhnya mikroorganisme. Tetapi pada ruang yang
menggunakan air conditioning (AC) temperatur dan kelembaban diatur dengan alat
tersebut, sehingga kondisi udara menjadi media yang kurang menguntungkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Oleh sebab itu jumlah dan jenis mikroorganisme yang
teridentifikasi pada cawan petri tidak banyak. Berbeda halnya dengan sampel yang
diambil dari ruang non-AC, jumlah dan jenis mikroorganisme bervariasi. Lingkungan
(termasuk di dalamnya mahluk hidup) adalah suatu sistem yang saling terkait dan
mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini antara temperatur dan kelembaban adalah
variabel yang sangat berkaitan erat dan keduanya saling mempengaruhi. Sehingga dalam
analisa ditinjau kemungkinan adanya interaksi antara kedua variabel ini. Hasil analisa
semua variable yang termasuk kriteria inklusi dan kemungkinan adanya interaksi antar
variabel tersebut ditampilkan pada tabel 4.
Table 4. Hasil analisa statistik antara jumlah koloni mikroorganisme udara
dengan digunakannya sistem ventilasi dalam ruang (AC dan non-
AC)
12
Dari tabel tersebut diketahui variabel yang mempunyai pengaruh terbesar
terhadap keberadaan mikroorganisme udara adalah system sirkulasi. Artinya
dengan sirkulasi yang baik dimana udara dapat bergerak atau bertukar maka
mikroorganisme akan berkurang jumlahnya.Sebaliknya jika sirkulasi buruk
dimana udara relatif tidak bergerak atau ada pergerakan tetapi sedikit dan tidak
mampu mengganti udara berkualitas buruk dengan udara bersih/segar maka
kemungkinan akan mengandung mikroorganisme lebih besar, dengan probabilitas
mencapai 9613 kali sesuai tabel 4 di atas. Angka ini berarti pada ruangan yang
menggunakan AC ataupun ventilasi alami, jika sirkulasi udara buruk maka
mikroorganisme akan tetap dapat tumbuh, asalkan temperatur dan kelembaban
memenuhi syarat. Dalam hal ini temperature tinggi (jumlah koloni banyak) dan
13
temperature rendah (jumlah koloni sedikit). Sebagai urutan tingkat faktor peran
dalam pertumbuhan mikroorganisme dalam ruang sebagai berikut:
1. sirkulasi udara (baik -buruk) (resiko relatif = 9613,15)
2. temperature (resiko relatif = 37,56)
3. sistem ventilasi (ada -tidak ada AC) (resiko relatif = 16,01)
4. kelembaban udara (resiko relatif = 4,78)
E. PENGARUH KUALITAS FISIK DAN KUALITAS MIKROBIOLOGI
TERHADAP GANGGUAN KESEHATAN
Hasil perhitungan dengan menggunakan uji statistik regresi logistik terlihat bahwa
ada dua variabel yang signifikan terhadap terjadinya gangguan kesehatan, yaitu:
1. Jamur berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa iritasi
hidung, artinya semakin banyak jumlah koloni jamur dalam ruangan
mempunyai resiko 16,463 kali lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi
hidung.
2. Kuman berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kesehatan berupa mual,
artinya semakin banyak jumlah koloni kuman dalam ruangan mempunyai
resiko 1,008 kali lebih besar untuk dapat terjadinya mual.
Variabel lainnya yang tidak signifikan, belum tentu tidak memberikan
pengaruh terhadap gangguan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu : banyaknya factor yang berpotensi mempengaruhi kualitas
udara lingkungan kerja, gangguan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan
dapat merupakan gejala-gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya gangguan
kesehatan tersebut dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998) menyatakan
bahwa intensitas pengaruh berbagai faktor yang dapat mempengaruhi lingkungan
kerja tergantung lokas dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun
faktor - faktor tersebut selalu ada dalam lingkungan kerja.
SOLUSI
Dari berbagai permasalahan diatas, maka solusi yang tepat untuk memecahkan
permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
14
1. Memberdayakan seluruh manajer dan pekerja/karyawan untuk
meningkatkan kebersihan lingkungan kerja melalui penataan
ruangan kerja, penataan arsip dan berkas dalam lemari sesudah
bekerja, dan kebersihan peralatan kerja termasuk budaya
membersihkan ruangan setiap hari dan perangkat AC secara
berkala.
2. Dalam membangun gedung perlu memperhatikan penggunaan finishing
material (terutama interior) yang mudah dibersihkan dari debu dan
polutan.
3. Mengatur letak lubang ventilasi yang tepat termasuk pintu dan jendela
atau lainnya, yaitu dari arah datangnya angin yang segar sehingga dapat
meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.
4. Untuk mendapatkan kualitas udara yang baik dan nyaman, pengaturan
tata letak (block plan) bangunan perlu mempertimbangkan arah angin
segar dengan kandungan polutan udara yang minim.
5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis mikroorganisme
patogen yang ada di ruangan mengingat jumlah koloni kuman yang
melebihi standar baku mutu dan banyaknya karyawan yang
mengalami gangguan kesehatan, sehingga dapat ditetap kan
standar baku mutu kualitas mikrobiologi udara dalam ruangan.
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap, kualitas mikrobiologi
udara dan gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan di dalam ruangan ber -AC,
hubungan antara sistem ventilasi dalam ruangan dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme, dan pengaruh antara kualitas udara di ruangan ber - AC terhadap
gangguan kesehatan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sumber pencemar udara ruangan yang dirasakan oleh karyawan berupa
asap dan bau-bauan yang tidak sedap. Sumber pencemar asap tersebut
berasal dari asap rokok, sedangkan sumber pencemar bau-bauan berasal
dari bau sampah dari kantin, bau minyak wangi dan pengharum ruangan
yang terlalu menyengat.
2. Gangguan kesehatan yang dirasakan karyawan berurutan dari yang
terbanyak adalah iritasi kulit (75,28 %), iritasi mata (74,36 %), iritasi
hidung (73,03 %), gangguan saraf (66,29 %), gangguan saluran pernafasan
(46,07 %), mual (21,35 %).
3. Kelembaban udara dan kecepatan aliran udara di lokasi penelitian
melebihi Standar Baku Mutu Kep.Men.Kesehatan RI No : 261/
MENKES/SK/II/1998, sedangkan untuk suhu udara ruangan masih berada
pada suhu nyaman kerja yang berarti tidak melebihi Standar Baku Mutu
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 261 /MENKES/SK/II/1998.
4. Terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) secara statistik antara
jumlah koloni mikroorganisme pada ruangan ber-AC dan ruangan tidak
ber-AC (ventilasi alami) dengan kemungkinan adanya mikroorganisme
pada ruangan tanpa AC adalah 1 0,8x lebih besar dari pada ruangan yang
menggunakan AC.
16
5. Sirkulasi udara berperan terhadap jumlah koloni mikroorganisme. Lokasi
yang mempunyai sirkulasi udara buruk kemungkinan untuk mengandung
mikroorganisme udara sebesar 2,98x lebih tinggi dibandingkan lokasi
dengan sirkulasiudara baik, pada ruang tanpa AC maupun ruang ber-AC
6. Menurut urutan besarnya pengaruh terhadap jumlah koloni
mikroorganisme udara pada ruang ber AC dan tanpa AC adalah sirkluasi
udara, temperatur udara, sistem ventilasi (ber- AC/ tanpa AC) dan
kelembaban. Dari estimasi model menunjukkan bahwa ruangan yang
menggunakan AC mempunyai probabilitas untuk tidak terdapat
mikroorganisme udara sebesar 96%.
SARAN
Dari berbagai permasalahan diatas, maka saran yang dapat kami beikan
untuk seyogyanya dapat menyelesaikan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan kualitas udara yang baik dan nyaman, pengaturan tata letak
(block plan) bangunan perlu mempertimbangkan arah angin segar dengan
kandungan polutan udara yang minim.
2. Mengatur letak lubang ventilasi yang tepat termasuk pintu dan jendela atau
lainnya, yaitu dari arah datangnya angin yang segar sehingga dapat
meningkatkan kualitas udara dalam ruangan.
3. Diusahakan agar tiap titik (sudut) di dalam ruangan selalu ada pergerakan atau
sirkulasi udara, kalau perlu dengan alat bantu seperti fan, air conditioning,
ventilasi dan lain-lain
4. Memasukkan sinar matahari pagi ke dalam ruangan satu atau dua jam secara
periodik, karena sinar ultra violet di kenal sebagai antiseptik, dapat membunuh
mikroorganisme
5. Membersihkan secara periodik filter pada sistem HV AC untuk mencegah
masuknya dan bersarangnya mikroorganisme dan polutan yang lain di dalam
ruangan
6. Memberdayakan seluruh manajer dan pekerja/karyawan untuk
meningkatkan kebersihan lingkungan kerja melalui penataan ruangan
kerja, penataan arsip dan berkas dalam lemari sesudah bekerja, dan
17
kebersihan peralatan kerja termasuk budaya membersihkan ruangan setiap
hari dan perangkat AC secara berkala.
7. Monitoring kesehatan dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk
mengetahui sejak dini gangguan ke sehatan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Corie I.P, dkk : 2004; Pengaruh Kualitas Udara. Dosen di Bagian Kesehatan
Lingkungan FKM UNAIR. www.google.com
Yatim Faizal : 2004; Artikel; Sickbuilding Syndrome, building realeted, illeness,
and Legionellosis: “Penyakit akibat tempat Kerja yang Kurang Mnedukung”.
Media Litbang Kesehatan Vol.XII NO.3 2002 www.google.com
Moerdjoko, 2004: Kaitan Sistem Ventllasi Bangunan Dengan Keberadaan
Mikroorganisme udara, Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Jurusan Arsitektur; Universitas Trisakti. www.google.com”
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals//
18