makalah nmr fixx
DESCRIPTION
tugas kuliahTRANSCRIPT
SPEKTROSKOPI
NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE (NMR)
Disusun Oleh Kelompok I:1. Fitrianingsih2. Muhammad Abi Praja3. Handoyo Isti Wibowo4. Aulia Rahman Hakim5. Zaitun AlawiyahPROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013/2014SPEKTROSKOPI
NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE
(NMR)Di dalam kegiatan belajar ini Anda akan mempelajari konsep-konsep dasar,
instrumentasi, dan penerapan spektroskopi NMR. Mungkin beberapa teori yang telah
Anda pelajari sebelumnya masih berguna untuk memahami konsep-konsep
spektroskopi NMR dan MS, oleh karena itu pelajarilah kegiatan belajar ini dengan
seksama.
Konsep-konsep dasar spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR)
Pada tahun 1945, duo group Sarjana Fisika Purcell, Torry, dan Pound
(Havard University) dan Block, Hansen, dan Packard (Stanford University)
menemukan fenomena dari inti, seperti Anda ketahui kebanyakan inti (uang
mempunyai proton dan elektron) memiliki medan magnet. Di dalam medan magnet
yang kuat inti-inti dianggap berorientasi spesifik dengan tenaga potensial yang sesuai.
Block dan Purcell menemukan cara-cara untuk mengetahui sejumlah kecil dari tenaga
yang diserap atau dipancarkan, seperti kalau inti-inti loncat dari tenaga satu ke tenaga
lainnya. Dari penemuan tersebut maka sejak Tahun 1950 Resonansi Magnetik Inti
(NMR) mulai dipandang sebagai persoalan kimia yang penting.
Kedudukan spin inti
Seperti Anda ketahui beberapa inti atom berkelakuan seperti magnet apabila mereka berputar. Inti seperti H, C6, O8, N7 mempunyai spin, sedangkan 12C6
dan 16O8 tidak mempunyai spin. Inti yang mempunyai spin, jumlah spinnya tertentu
dan ditentukan dengan bilangan beraturan spin inti (I) sebesar (2I + 1), yang berkisar
dengan perbedaan +I hingga I. Kedudukan spin individu sesuai dengan urutan :
-I, (-I + 1), (I - 1), I
Sebagai contoh proton (1H1) mempunyai bilangan kuantum spin I = maka ia
mempunyai kedudukan spin (2 (1/2) + 1) = , sehingga kedudukan spin dari intinya
adalah : - dan + .
Untuk klor I 3/2, maka terdapat kedudukan spin (2 (3/2) + 1) = 4, sehingga
kedudukan spin dari intinya adalah : -3/2, -1/2, +1/2, dan +3/2. untuk inti dengan I =
0 tidak menunjukkan sifat-sifat magnet dan tidak akan memberikan sinyal dalam
NMR. Bilangan kuantum spin dari beberapa inti dapat dilihat dalam Tabel 9.
Tabel 9. Bilangan kuantum spin dan bilangan inti yang umum Cl17 1 0 1/2 1 0 5/2 1/2 1/2 3/2
2 3 0 2 3 0 6 2 2 4 kedudukan spin Bila tidak ada medan magnet yang diberikan, semua kedudukan spin dari
suatu inti mempunyai tenaga yang sama, dan semua kedudukan spin akan selalu
mempunyai tenaga populasi yang sama. Beberapa inti dapat dipelajari dengan NMR,
namun pembicaraan kita dibatasi dengan inti 1H1 (proton).
Momen Magnet Inti
Inti mempunyai massa muatan. Di dalam beberapa inti muatan ini berputar
pada sumbu inti dan akibat perputaran inti menghasilkan suatu dipol magnet sepasang sumbu yang mempunyai moment magnet (m). Perputaran muatan inti H akan
menghasilkan medan magnet yang mempunyai moment magnet (m) dan ini dapat
dianalogkan sebagai magnet yang sangat kecil. Bila medan magnet luar (Ho)
dikenakan terhadapnya maka magnet kecil tersebut berusaha untuk menyesuaikan
moment magnetnya sepanjang arah medan magnet yang diberikan.
Proton, 1H mempunyai bilangan kuantum putaran 1/2 , kedudukan spinnya
2, jadi kemungkinan orientasinya yaitu parallel ( ) dan anti parallel ( ) terhadap
medan magnet luar. Dua keadaan tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 40
berikut :
spin spin 1/2 arah medan magnet
yang digunakan (Ho)
Gambar 40. Kedudukan dua spin dari proton
Apabila tidak ada pengaruh medan magnet, setiap proton mempunyai tenaga
putaran yang sama dan putaran-putarannya mempunyai arah orientasi seimbang. Oleh
karena ada medan magnet, putaran-putaran proton diarahkan baik parallel atau anti
parallel terhadap medan dan perbedaan tenaga diantara dua orientasi ini sebanding
dengan medan magnet luar :
DE = k Ho ; k = h. g/2p
DE = perbedaan tenaga diantara dua orientasi
g = tetapan untuk inti tertentu
Ho = kuat medan magnet luar
H = tetapan Planck
Penyerapaan Tenaga
Coba Anda perhatikan diagram berikut :
Spin +1/2
DE Spin -1/2
(a) (b)
Medan yang digunakan
(a) Kedudukan spin sebelum ada medan magnet Ho
(b) Kedudukan spin setelah ada medan magnet Ho
Dengan adanya perbedaan energi akibat proton diletakkan pada medan
magnet Ho, maka timbul perbedaan energi yang disebut DE makin besar kuat medan
diperlukan energi tinggi. DE adalah energi yang diperlukan untuk mengadakan Flip
(dari kedudukan energi rendah ke kedudukan energi tinggi). Energi ini diberikan oleh
radiasi elektromagnetik pada suatu daerah frekuensi ( diperlukan 14092 gauss =
radiasi elektromagnetik 60x106 cycles perdetik atau 60 MHz). Hubungan antara
frekuensi dari radiasi v dengan kuat medan magnet (Ho) adalah :
= g Ho
2 p
= 2 m Ho/ h
g = ratio gyromagnetik (untuk proton g = 26,750)
= frekuensi dari radiasi
m = tetap untuk tiap inti
Ho = kuat medan magnet
H = konstanta Planck
Mekanisme serapan (resonansi)
Untuk memudahkan Anda memahami sifat transisi spin inti, maka kiranya
analoggi mainan gasingan anaak-anak dapat digunakan. Tenaga diserap oleh proton
karena kenyataannya bahwa mereka mulai berputar miring dalam medan magnet yang
digunakan. Karena pengaruh medan gravitasi bumi, maka gasing mulai bergoyang
sekitar sumbunya. Hal tersebut terjadi pula pada inti yang berputar akibat pengaruh
medan magnet yang digunakan. Bila medan magnet diberikan, inti akan mulai presesi
sekitar sumbu putarnya sendiri dengan frekuensi anguler (sudut w). Frekuensi saat
proton presesi adalah berbanding lurus dengan kekuatan medan magnet yang
digunakan. Jika medan magnet yang digunakan adalah 14.100 Gauss, maka frekuensi
presisi dari proton adalah sekitar 60 MHz. Karena ini mempunyai muatan, maka
presisi menghasilkan getaran medan listrik dengan frekuensi yang sama. Jika
gelombang frekuensi radio dari frekuensi yang sama ini digunakan terhadap proton
yang berputar, maka tenaga dapat diserap. Bila frekuensi dari komponen medan
listrik yang bergetar dari radiasi yang datang tepat sama dengan frekuensi dari medan
listrik yang dihasilkan oleh inti yang berputar, dua medan dapat digabung dan tenaga
dapat dipindahkan dari radiasi yang datang ke inti, sehingga menyebabkan muatan
berputar, keadaan ini disebut resonansi, dan dikatakan inti beresonansi dengan
gelombang elektromagnetik yang datang.
Pergeseran kimia dan perlindungan
Kegunaan yang besar dari resonansi magnet inti adalah karena tidak setiap
proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang sama. Hal ini disebabkan
karena proton dikelilingi elektron dan menunjukkan adanya perbedaan lingkungan
elektronik antara satu proton dengan proton lainnya. Di dalam medan magnet,
perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang
melawan medan magnet yang digunakan. Besarnya perlindungan ini tergantungg
pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang
mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan melawan medan
yang digunakan, sehingga inti merasakan medan magnet yang mengenainya menjadi
lebih kecil dan inti akan mengalami presisi pada frekuensi yang lebih rendah.
Perbedaan frekuensi resonansi antara proton yang satu dengan yang lainnya
sangat kecil dan sangat sukar untuk mengukur secara tepat frekuensi resonansi dari
setiap proton. Untuk memudahkan hal tersebut, maka digunakan senyawa standar
yang ditambahkan ke dalam larutan yang akan diukur, dan frekuensi resonansi setiap
proton dalam cuplikan diukur relatif terhadap frekuensi resonansi dari proton-proton
senyawa standar. Senyawa standar yang umum digunakan adalah tetrametilsilan atau
TMS ((CH3)4 Si). TMS dipilih sebagai senyawa standar, karena proton-proton dari
gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan senyawa yang lainnya.
Oleh karena itu bila kita mengukur suatu senyawa, maka resonansi dari protonnya
dicatat dalam pengertian berapa jauh dalam Hz mereka digeser dari proton-proton
TMS. Untuk menyatakan pergeseran kimia, biasanya digunakan skala delta (d) yang
didefinisikan sebagai berikut :
d = (sp std) x 106 ppm
std
dimana v sp dan v std adalah masing-masing frekuensi sampel dan standar (TMS).
Satuan skala d adalah part permilion (ppm). Bila nilai d = 1,00 berarti bahwa punck
muncul bagian perjuta atau part permilion dibawah medan puncak TMS. Jika
spektrum diukur pada 60 MHz (60 x 106 Hz), maka ppm sama dengan 60 Hz dibawah
medan TMS. Satuan lain yang juga biasa digunakan adalah tau (t), dimana
t = (10 - d). Spektrofotometer NMR biasanya mencatat dari harga d yang tinggi ke
harga yang rendah.
Dalam suatu molekul, proton-proton dengan lingkungan yang sama akan
menyerap tenaga yang berbeda pula. Proton dengan lingkungan yang sama dikatakan
ekuivalen . Jumlah sinyal dalam spektrum NMR dapat menerangkan pada kita berapa
banyak proton-proton yang ekuivalen yang terkandung dalam suatu molekul.
Sedangkan kedudukan sinyal akan membantu menerangkan kepada kita jenis proton-
proton dalam suatu molekul, apakah aromatik, alfiatik, primer, sekunder, tersier,
benzil, vinil, asitilen, berdekatan dengan halogen atau gugus lainnya.
Contoh :
CH3 - CH2-Cl CH3- CHCl- CH3 CH3- CH2- CH2-Cl
a b a b a a b c
Sinyal NMR 2 Sinyal NMR 2 Sinyal NMR 3
Demikian pula untuk senyawa fenil aseton, akan terdapat 3 tipe proton yang berbeda,
yaitu :
H H
H -CH - C - CH O
H H
5 proton 2 proton 3 proton
(d 7,2) (d 3,6) (d 2,1)
Sehingga spektrofotometer NMR akan memberikan sinyal sebagai berikut :
Namun demikian, karena adanya spin-spin coupling (perjodohan spin)
kebanyakan spektra NMR tidaklah menunjukkan puncak yang single tetapi akan
bergerombol.
Contoh :
1. -CH CH2
(a) (b)
Signal Hb digeser ke upfield atau downfield tergantung spin Ha searah atau
berlawanan dengan medan magnet. Separuh molekul Ha berspin dan separuh
berspin ; Hb akan terlihat doublet bukan singlet. Dua Hb memecah signal Ha, ada 4
kedudukan spin untuk dua Hb :
: : :
ditengah ada 2 kedudukan spin berefek sama, maka signal Ha dipecah menjadi triplet
dengan perbandingan 1 : 2 : 1
2. CH CH3
(a) (b)
Hb akan nampak sebagai doublet karena efek dari Ha, sedang Ha akan
nampak sebagai kuartet karena efek dari 3 Hb yang dilukiskan sebagai berikut :
: : : : : : :
____ ______________ ______________ ____
1 3 3 1
intensitas yang diperoleh 1 : 3 : 3 : 1
Pemecahan (splitting) mencerminkan lingkungan dari proton-proton yang
menyerap tidak terhadap elektron-elektron tetapi terhadap proton-proton yang
berdekatan. Seperti pada contoh no.1 medan magnet yang mengenai sebuah proton
sekunder pada keadaan tertentu akan sedikit dianaikkan atau sedikit diturunkan oleh
pengaruh spin dari proton tersier yang berdekatan. Dinaikkan kalau proton tersier
searah dengan medan magnet yang diberika atau diturunkan jika proton tersier
berlawanan arah dengan medan yang diberikan, sehingga separuh dari molekul
serapan oleh sebuah proton sekunder digeser sedikit kearah downfield dan separuh
molekul lain digeser ke upfield. Signal dipecah menjadi 2 puncak disebut doublet
dengan intensitas puncak yang sama. Secara umum sekelompok dari n proton yang
ekuivalen akan memecah signal NMR menjadi n + 1 puncak. Intensitas relatif dari
hokum n + 1 digambarkan oleh segitiga Pascal sebagi berikut :
1 singlet n = 0
1 1 singlet n = 1
1 2 1 singlet n = 2
1 3 3 1 singlet n = 3
1 4 6 4 1 singlet n = 4
1 5 10 10 5 1 singlet n = 5
dan seterusnya.
Jarak antara garis pada multiplet adalah konstan untuk suatu tipe dan ini
disebut tetapan perjodohan (coupling constant) ditulis J dengan satuan Herz (Hz).
Harga J tergantung dari struktur dan inti nantinya bisa dipakai untuk membuktikan
suatu struktur.
Contoh : Senyawa etil vinil eter
H3C CH2 O Hc e d C = C Ha Hb
Data pengamatan :
Chemical sift Ha Hb Hc Hd He
(d ppm) 6,4 3,9 4,1 3,7 1,2
coupling constant Jab Jac Jbc Jdc
7 14,5 2 7
Bagaimana menentukan coupling constant?
Perhatikan gambar berikut :
Andaikan jarak antara dua puncak seperti terlihat diatas adalah 1,5 ppm. Kemudian
misalnya satu skala ppm pada kertas spektrum NMR menyatakan 5 Hz, maka
besarnya tetapan perjodohan (coupling constant) adalah :
J =1,5 x 5 = 7,5 Hz
Jadi pada dasarnya, tetapan kopling adalah besarnya jarak antara dua puncak dalam
satuan Hz. Selanjutnya beberapa tetapan kopling diberikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Beberapa Tetapan Perjodohan
Dari Tabel 10 terlihat bahwa besarnya tetapan perjodohan dipengaruhi oleh
jarak, yaitu menurun dengan bertambahnya jarak. Proton yang terletak pada karbon
yang bersebelahan menunujukkan pemisahan yang cukup besar (J = 6 8 Hz).
Sedangkan proton yang terletak berjauhan hampir tidak dipengaruhi kehadiran proton
lainnya (J = 0 1 Hz). Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 10 tersebut tetapan
perjodohan dapat dipakai untuk membedakan isomer-isomer cis-trans atau kedudukan
subtituen orto, meta, dan para pada cincin benzena.
Instrumentasi spektroskopi NMR
Komponen spektrofotometer NMR terdiri dari, tempat, sampel, celah
magnet, ossilator radio frekuensi, detektor radio frekuensi, audio amplifier, pencatat
(recorder). Skema alat spektrofotometer NMR dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 41. Skema alat spektrofotometer NMR
Tempat sampel
Tempat sampel berupa tabung gelas yang berbentuk silindris, diletakkan
diantara dua kutub magnet. Sampel dilarutkan dalam pelarut tak mengandung proton
seperti CCl4, CDCl3, D2O atau acetonitril dan sejumlah kecil TMS ditambahkan
sebagai standar internal, kemudian dimasukkan kedalam tempat sampel. Sampel
kemudian diputar sekitar sumbunya untuk mengusahakan agar semua bagian dari
larutan terkena medan magnet yang sama.
Celah magnet
Magnet terdiri dari dua bagian, magnet pokok mempunyai kekuatan sekitar
14.100 Gauss, dan ia ditutup oleh potongan-potongan kecil kutub elektromagnet.
Pada celah magnet terdapat kumparan yang dihubungkan dengan ossilator frekuensi
radio (RF) 60 MHz.
Ossilator frekuensi radio
Ossilator frekuensi radio akan memberikan tenaga elektromagnetik sebesar
60 MHz melalui kumparan yang dihubungkan pada celah sampel. Kumparan
selanjutnya memberikan tenaga elektromagnetik yang digunakan untuk mengubah
orientasi perputaran proton. Kebanyakan spektrofotometer NMR menggunakan sinyal
frekuensi RF tetap dan mengubah-ubah kekuatan medan magnet untuk membawa
setiap proton mengalami resonansi.
Detektor radio frekuensi
Kumparan detektor berada tegak lurus dengan kumparan ossilator RF. Bila
ada tenaga yang diserap, kumparan detektor tidak menangkap tenaga yang diberikan
oleh kumparan ossilator RF. Bila sampel menyerap tenaga, maka putaran inti akan
menghasilkan sinyal frekuensi rasio pada bidang kumparan detektor, dan alat
memberikan respon ke pencatat sebagai sinyal resonansi atau puncak.
Pencatat
Pencatat berfungsi untuk menangkap sinyal resonansi atau puncak. Sebelum
sinyal sampai ke pencatat biasanya dilewatkan terlebih dahulu ke audio amplifier
untuk menggandakan sinyal, sehingga menjadi lebih nampak.
Penerapan spektroskopi NMR
Dalam menginterpretasi spektrum NMR, ada empat langkah yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Jumlah sinyal, yang menerangkan kepada kita ada berapa macam perbedaan dari
proton-proton yang terdapat dalam molekul.
2. Kedudukan sinyal, yang menerangkan kepada kita sesuatu tentang lingkungan
elektronik dari setiap macam proton.
3. Intensitas sinyal, yang menerangkan kepada kita berapa banyak proton dari setiap
macam proton yang ada.
4. Pemecahan (splitting) dari sebuah sinyal menjadi beberapa puncak, yang
menerangkan kepada kita tenang lingkungan dari sebuah proton dengan lainnya
yaitu proton-proton yang berdekatan.Sebagai contoh dari uraian tersebut, maka
perhatikan spektra NMR dari toluene; p-exilen, dan mesitelen.
Gambar 42. Spektra NMR dari (a) Toluena; (b) p-Xilena; dan (c) Mesitilena
Dalam ketiga spektra tersebut terlihat adanya dua puncak serapan. Dalam
setiap proton proton dari cincin menunjukkan serapan low field, yang karakteristik
dari proton-proton aromatik dan untuk ketiga jenis senyawa tersebut mempunyai
pergeseran kimia yang hampir sama yaitu pada d 7,17; 7,05; dan 6,79. setiap senyawa
di atas, proton-proton rantai samping cukup dekat dengan cincin, yang memberikan
pengaruh kecil terhadap gejala deshielding dari elektron-elektron phi hingga serapan
terjadi sekitar down field dari proton-proton alkil pada umumnya, yaitu pada d2,32;
2,30; dan 2,15.
Sekarang kita perhatikan intensitas relatif dari masing-masing serapan. Dari
ketinggian puncak-puncak secara kasar kita melihat bahwa puncak high field untuk
proton-proton rantai samping lebih kecil daripada puncak low field dari proton-proton
aromatik. Perbandingan yang didasarkan pada luasan dibawah puncak, menunjukkan
bahwa puncak-puncak untuk proton-proton rantai samping dan proton-proton
aromatik mempunyai harga dengan perbandingan 3 : 5 untuk Toluene; 3: 2 untuk p-
Xilena; dan 3:1 untuk mesitilena. Keadaan ini merupakan gambaran yang umum dari
semua spektra NMR. Luas dibawah sinyal NMR adalah berbanding langsung dengan
jumlah proton yang menimbulkan sinyal.
Sebuah spektrum NMR menunjukkan sebuah sinyal untuk setiap jenis proton
dalam suatu molekul. Namun jika kita perhatikan ternyata kebanyakan dari spektrum
NMR jauh lebih kompleks. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari lingkungan proton
sekitar. Sebagai contoh adalah spektra yang ditunjukkan oleh tiga senyawa berikut :
CH2Br CHBr2 CH3 - CHBr2 CH3 CH2Br
1,1,2-tribomoetana 1,1-dibromoetana Etil bromide
Setiap senyawa hanya mengandung dua macam proton, sehingga seharusnya terdapat
dua puncak. Tetapi kenyataannya masing-masing mempunyai puncak sebanyak lima,
enam, dan tujuh. Spektrum dari masing-masing senyawa tersebut dapat dilihat dalam
Gambar 43.
Gambar 43. Spektra NMR dari (a) 1,1,2-tribomoetana, (b) 1,1-
dibromoetana, dan (c) Etil bromida.
Hal yang sama terjadi pada spektra isopropilbromida (Gambar 44). Serapan
oleh enam proton metil Ha muncul sebagai upfield, dipecah menjadi sebuah doublet
oleh proton tunggal Hb yang berdekatan. Proton tunggal Hb muncul pada down field
dipecah menjadi septet oleh enam proton Ha.
Gambar 44. Spektrum NMR Isopropilbromida
Daftar Pustaka:
1. Dasli Nurdin. (1986). Eludasi Struktur Senyawa Organik. Bandung : Angkasa.
2. Garry D. Christian. (1971). Analitical Chemistry 2nd Edition. New York : John
Wileys & Sons.
3. Kealey, D. and Haines, P.J. (2002). Analytical Chemistry. Oxford, UK: BIOS
Scientific Publishers Ltd.
4. Khopkar SM. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
5. Larry G Hargis. (1988). Analytical Chemistry. Principles And Technigues.
New Jersey : Prentice Hall Inc.
6. Pecsok and Shield. (1968) Modern Methods of Chemical Analysis. New York
: John Wiley & Sons.
APLIKASI INSTRUMEN NUCLEAR MAGNETIC RESONANCEStudi NMR 13C dan 1H dari Interaksi Eugenol dan, Fenol, dan Triethyleneglycol dimetakrilat dengan Fosfolipid Liposom sebagai System Model untuk membran odontoblast
Untuk memperjelas mekanisme interaksi eugenol dengan membran odontoblast dibandingkan dengan fenol dan triethyleneglycol dimetakrilat ( TEGDMA ) , kami menggunakan ghdipalmitoylphosphatidylcholine ( DPPC ) liposom sebagai sistem model untuk membran odontoblast . ' Resonansi magnetik nuklir spektroskopi 1H dan 13C ( NMR ) digunakan sebagai pendekatan spektroskopi dalam studi interaksi ini . Tidak ada sinyal dari 1H dan 13C disebabkan eugenol dalam DPPC / eugenol liposom yang diamati , menunjukkan bahwa mobilitas eugenol itu sangat terganggu oleh DPPC dan eugenol yang tidak berdifusi dari liposom setelah digabungkan. Perubahan pergeseran kimia disebabkan oleh fenol antara keadaan bebas dan liposom DPPC / fenol tidak ditemukan, menunjukkan fenol yang berada dalam fase cair atau dekat pada permukaan liposom , interaksi yang mencolok lebih lemah dibandingkan dengan eugenol . Sinyal yang disebabkan oleh TEGDAMA dalam liposom DPPCI TEGDMA dibagi menjadi dua puncak : bidangg puncak yang lebih rendah ( TEGDMA bebas ) dan bidang yang lebih tinggi ( membran terikat TEGDM ) . TEGDMA dengan grup ethyleneglycol nampak diaktifkan pada liposom sebagai agen surfaktan.PENDAHULUAN
Eugenol (4-alil-2-methoxyphenol) diterapkan untuk dentin sebagai komponen campuran zinc oxide / eugenol (ZOE) dan banyak digunakan dalam kedokteran gigi untuk pulp capping tidak langsung, tambalan sementara, dan sealer saluran akar. Ini telah ditunjukkan dalam studi sebelumnya yang saat ZOE diterapkan untuk dentin utuh, adalah biokompatibel dengan pulp, tapi bahan ini tidak sesuai dalam hal berhubungan langsung dengan pulp (Glass dan Zander, 1949; Selzer dan Bender, 1975;. Schmalz et al, 1986 ). Ada banyak pengamatan menunjukkan efek racun dari ZOE bila diterapkan secara langsung ke jaringan lunak atau sel-sel dalam kultur (Beagrie et al, 1972;. Imai et al, 1982.). Demikian pula, monomer metakrilat telah terbukti menjadi racun untuk pulp (Cotton, 1979).
Studi kami didasarkan pada hipotesis bahwa efek toksik eugenol atau monomer metakrilat pada pulpa mungkin sangat dikurangi jika senyawa ini sangat terikat dengan protein dan lipid dalam tubulus dentin. Kami sebelumnya meneliti monomer mengikat eugenol dan metakrilat dengan serum albumin dan menunjukkan bahwa eugenol memiliki afinitas yang lebih besar untuk konstituen serum ini (Fujisawa dan Masuhara, 1980, 1981). Namun, dalam pertimbangan efek toksik pada pulp yang disebabkan oleh lipid-molekul sedikit terlarut seperti eugenol, efek racun yang telah diamati dapat terutama diatur oleh interaksi bahan-bahan gigi dengan lapisan odontoblast sebagai fase lipid dalam tubulus dentin .
Karena pulp adalah jaringan kompleks yang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraselular berlimpah, kami telah menggunakan DPPC liposom sebagai model membran plasma odontoblast. Fosfolipid liposom saat ini sudah banyak dipelajari sebagai membran Model, karena unit ini terdiri dari bilayer lipid (Sessa dan Weismann, 1968; Fujisawa et al, 1982.). Dengan demikian, studi tentang
interaksi bahan gigi dengan liposom fosfolipid dapat meningkatkan pemahaman kita tentang interaksi bahan gigi dengan membran odontoblast, tulang punggung yang dianggap bilayer fosfolipid.
Resonansi magnetik nuklir (NMR) spektroskopi adalah salah satu metode yang paling yang kuat untuk mempelajari interaksi ini (Fujisawa et al., 1983). Penelitian yang diuraikan di bawah digunakan 1H dan 13C spektroskopi untuk meneliti derajat dan sifat interaksi eugenol dengan DPPC liposom dibandingkan dengan fenol, yang merupakan salah satu kelompok fungsional eugenol, dan triethyleneglycol dimetakrilat (TEGDMA), yang banyak digunakan sebagai monomer dalam sistem resin.BAHAN DAN METODE
L--dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC, Sigma Co), 3 - (trimethylsilyl) garam natrium propionat (TMSPA, Merck Co), dan deuterium oksida (D20, Merck Co) yang digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut. Eugenol (Kobayashi Koryo Co, Jepang), TEGDMA (Shin Nakamura Co, Jepang), dan fenol (Wako Junyaku Co, Jepang) digunakan setelah pemurnian dengan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
Persiapan DPPC / eugenol, DPPCIphenol, dan DPPCI TEGDMA liposomes.-Campuran DPPC / eugenol (2:1 atau 4:1, rasio molar) dilarutkan dalam kloroform, kemudian diuapkan dalam kondisi vakum sampai kering dalam tabung sampel NMR. Untuk campuran kering yang mengandung 50 mg DPPC, 0,5 mL D20 ditambahkan. Campuran pada permukaan tabung diguncangkan dalam pusaran mixer dan kemudian disonikasi bawah nitrogen selama satu jam dari bathtub-jenis sonikator. DPPC / fenol (1:1, rasio molar) dan DPPC / TEGDMA (2:1 atau 4:1, rasio molar) liposom multilayer disiapkan dengan cara yang sama dengan yang dijelaskan di atas.
Spectrum spektroskopi NMR. -1 H dan 13C NMR diukur pada suhu 30 C pada spektrometer JEOL JNM-GX 270 , masing-msaing pada 270 dan 67,8 MHz. Pergeseran kimia () dari eugenol, resonansi fenol, dan TEGDMA dinyatakan dalam ppm bidang bawah dari standar eksternal, TMSPA. Akurasi h dan c adalah masing-masing 0,01 dan 0,1 ppm. Kimia 13C menggeser perbedaan ( c) antara pergeseran kimia senyawa pada D20 dan senyawa yang terikat membran yang dihitung.
Eugenol-ZnO system.-Eugenol dan seng oksida (ZnO, Wako Murni Chemical Co, Jepang) dimasukkan ke D20 dan disonikasi selama 10 menit pada 13C. Spektrum 13C eugenol jenuh dan ZnO diukur segera setelah persiapan.
HASIL
Struktur eugenol , fenol , dan TEGDMA dan Sistem penomoran ditunjukkan pada Gambar . 1 . Spektra 1H eugenol dan liposom DPPC / eugenol dan fenol dan liposom DPPC / fenol masing-masing ditunjukkan pada Gambar . 2 dan 3. Tidak ada sinyal karena eugenol muncul di DPPC / liposom eugenol (Gambar 2B ) , tapi tiga sinyal ( 3,27 , 1,94 , dan 0,92 ppm ) karena DPPC dihasilkan dari protonasi nya N + ( CH3 ) 3 , ( CH2 ) 14 , dan sambungan CH3 ( data tidak ditampilkan ) . Demikian pula, ketika liposom dibangun dengan rasio 2:1 molar diteliti , hanya sinyal yang disebabkan oleh DPPC yang terdeteksi , tidak ada sinyal yang disebabkan oleh eugenol yang diamati ( data tidak ditampilkan ) . Sinyal itu karena fenol dalam DPPC / fenol ( 1:1) liposom yang luas dibandingkan dengan fenol bebas dalam D2O (Gambar 3A dan 3B ) , namun , perubahan dalam pergeseran kimia tidak diamati . Data NMR menunjukkan bahwa eugenol memiliki interaksi kuat dengan lipid bilayer dari DPPC , sedangkan fenol memiliki interaksi lemah. Umumnya , jika tidak semua , fenol muncul tidak dimasukkan ke dalam DPPC liposom .
pergeseran kimia 13C dari eugenol dan liposom DPPC / eugenol dan fenol dan liposom DPPC / fenol dalam D20 ditunjukkan padamasing-masing Tabel 1 dan 2. Perbedaan pergeseran kimia ( c) dari eugenol antara eugenol bebas dan sistem eugenol-ZnO tidak diamati. Oleh karena itu, eugenol dan ion kompleks seng tidak terbentuk pada D20, menunjukkan bahwa CH3O-Zn ikatan koordinasi seng eugenolate adalah mudah dihidrolisis menjadi seng hidroksida dan eugenol pada kondisi cair. Sinyal 13C karena eugenol tidak diamati dalam Liposom DPPC / eugenol disusun baik dari 2:1 atau 04:01 campuran molar, menunjukkan bahwa mobilitas eugenol adalah sangat terganggu oleh bilayer DPPC liposom. Sebaliknya, perubahan ALC karena fenol tidak diamati (Tabel 2), menunjukkan bahwa fenol menempatkan di fase cair atau dekat permukaan luar dari DPPC liposom.
Spektrum 1H TEGDMA dan DPPC / TEGDMA liposom ditunjukkan pada Gambar. 4. Dalam rangka untuk menentukan mengapa masing-masing sinyal spektrum 1H dari TEGDMA terbagi menjadi bidang bawah dan bidang puncak yang lebih tinggi (Gambar 4B), kami meneliti perubahan dalam pergeseran kimia TEGDMA antara DPPC / TEGDMA liposom dan TEGDMA bebas di D20, menggunakan tabung sampel NMR dengan kapiler koaksial (lihat Gambar. 5). Sinyal itu karena TEGDMA bebas di D20 yang disebabkan oleh bidang puncak yang lebih rendah, tetapi dari TEGDMA yang disusun ke dalam liposom yang dikaitkan dengan puncak bidang tinggi. Membran terikat TEGDMA dihitung dari area di bawah puncak spektrum 1H Gambar. 4B, itu menunjukkan sekitar 40%.
Nilai c TEGDMA disebabkan oleh sinyal dari C3 dan C4 secara signifikan lebih besar daripada yang disebabkan oleh C1, C2, C5, C6, dan C7, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai-nilai C3 dan C4 adalah 1,8-3,6, sedangkan yang dari C1, C2, C5, C6, dan C7 berasal dari negatif 0,2 sampai 0,5 ppm. Pergeseran besar C3 dan C4 ditafsirkan dengan efek medan antarmolekul (Batchelor et al., 1973). Disarankan dari ini bahwa C = C ikatan rangkap antara C3 dan C4 dari TEGDMA berada pada bilayer dari DPPC, sedangkan karbon lainnya menemukan di permukaan luar dari liposom.PEMBAHASAN
Kami telah meneliti sebelumnya, dengan cara pemindaian diferensial kalorimetri (DSC), eugenol yang menghasilkan dampak yang besar menurunkan suhu fase transisi (Tm) dan penurunan entalpi (H) dari DPPC liposom, sedangkan fenol memiliki efek yang lebih kecil pada Tm dan H. Hal ini menunjukkan bahwa eugenol mungkin memiliki interaksi kuat dengan rantai asil dari DPPC dibandingkan dengan fenol (Fujisawa et al., 1987). Juga, dalam liposom DPPC / eugenol, sinyal 13C (56,8 dan 33,0 ppm) karena DPPC dihasilkan masing-masing dari karbon N + (CH3) 3 dan (CH2) 14 dari DPPC, sedangkan yang fenol tidak terlihat. Hal ini menunjukkan bahwa eugenol meningkatkan fluiditas membran dengan menggeser Tm ke suhu yang lebih rendah.
Dalam percobaan ini, tidak ada sinyal yang disebabkan oleh eugenol muncul dalam liposom DPPC / eugenol , menunjukkan bahwa sebagian besar eugenol ini dimasukkan ke dalam lapisan ganda lipid liposom . Hal itu disimpulkan dari data NMR dan DSC bahwa interaksi kuat dari eugenol dengan liposom adalah karena interaksi hidrofobik antara gugus alil nya ( - CH2 - CH = CH2 ) dan asil rantai DPPC dibandingkan hydrogen ikatan OH fenolik dengan bagian dari phosphorylcholine dari DPPC . Jadi, ketika eugenol dimasukkan ke dalam lipid bilayer biomembran , mungkin tidak berdifusi ke sekitarnya fase cair . Baru-baru ini , Hume ( 1984) menunjukkan bahwa penerapan ZOE dalam persiapan rongga memberikan 10 mmol / L eugenol dalam dentin yang berdekatan , yang mengalami penurunan dalam konsentrasi sampai 0,1 mmol / L atau kurang dekat antarmuka pulp- dentin . Berbeda dengan eugenol , fenol menembus dari dasar rongga pada pulpa melalui tubulus dentin ( Thomas , 1941 ) . Meskipun kondisi eksperimental dari dua studi yang sangat berbeda , perbedaan-perbedaan dalam partisi dapat dijelaskan oleh hasil kami dari analisis NMR.
Kami sebelumnya telah mempelajari solubilisasi dan stabilisasi dari lesitin-kolesterol liposom multi-bilayered diinduksi oleh turunan fenol (Fujisawa et al., 1982). Efek pelarut dari eugenol pada liposom lebih kuat dibandingkan dengan fenol. Namun, eugenol menunjukkan efek stabilisasi hanya pada konsentrasi yang lebih rendah (