makalah paling fix - internal audit
TRANSCRIPT
MAKALAH
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Internal Audit
Dosen Pembing: Ibu Ismawati Haribowo,SE.,M.Si
Disusun oleh;
1. Umi Basiroh (1110082000021)2. Isna Fauziah (1110082000094)3. Mia Nurul Hikmawati (1110082000099)4. Leonita Mahardika (1110082000107) 5. Rizqi Awaliya Nikmah (1110082000123)6. Diah Augraheni (1110082000124)
Kelas Audit B AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Good Corporate Governance-Internal Audit|i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M/1433 H
KATA PENGANTAR
Assalaamu ‘alaikum Wr. Wb.
Puji syukur Kehadirat Allah SWT, penguasa alam semasta, yang
telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk tetap teguh
dalam menjalankan kewajiban sebagai hamba-Nya dan telah
mnecurahkan rahmat dan hidayah kepada penulis yang dengan
karunia-Nya ini, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Good Corporate Governance ”
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada teladan umat
manusia, pemimpin teringgi umat islam,pemberi safaat dihari
akhir,rasulullah saw. Beserta para sahabat dan penerusnya
sampai hari kiamat. Aamiin
Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan partisipasi
dari semua pihak, baik berupa saran dan motivasi yang bersifat
moril bantuan material, penulisan buku ini tidak mungkin
terwujud sebagaimana mestinya. Karena itu, suatu kewajiban
penulis untuk mengucapkan terimma kasih kepada semua pihak.
Ucapan terimakasih yang pertama, penulis sampaikan kepada
DOSEN yang telah membimbing penulis yang dengan ketulusan
dan kegairahannya berkenan mengoreksi,mengarahkan, dan
membimbing dalam penulisan makalah ini.
Penghargaan yang sangat tulus penulis persembahkan kepada
ayahanda dan ibunda yang telah mendidik dan membina penulis
sehingga dapat menempuh pendidikan tinggi.
Good Corporate Governance-Internal Audit|ii
Ucapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada
teman-teman kelas Akuntansi 2a yang memberi saran, motivasi
dan memberikan kritik-kritiknya selama pembuatan makaalah
ini.
Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan
kekeliruan, kami kira makalah ini jauh dari kesempurnaan. Kritik
dan saran konstruktif sangat diharapkan guna kesempurnaan
penulisan ini. Akhirnya kepada teman-teman dan pihak-pihak
yang tidak mungkin dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuannya, penulis ucapkan terimakasih. Semoga
Allah SWT membalas segala amal kebaikannya. Aamiin
Ciputat, 7 Juni 2013
Penulis
Good Corporate Governance-Internal Audit|iii
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ................................................................ ii
Daftar isi.........................................................................
iv
BAB I,
PENDAHULUAN ........................................................ 5
BAB II,
PEMBAHASAN ......................................................... 9
A. Sejarah Timbulnya
GCG ........................................... 9
B. Sejarah lahirnya GCG dan
Perkembangannya ................. 12
C. Pengertian
GCG ...................................................... 15
D. Arti Penting
GCG ..................................................... 17
E. Konsep
GCG ........................................................... 18
F. Tujuan
GCG ........................................................... 19
G. Peran Penerapan
GCG .............................................. 20
1. Landasan-Landasan
Teori…................................... 21
Good Corporate Governance-Internal Audit|iv
2. Manfaat dan Faktor Penerapan
GCG........................ 24
3. Peranan GCG Dalam Pengembangan Perusahaan
....... 27
H. Hubungan GCG dengan Audit
Internal ......................... 30
I. Jurnal Peranan Auditor Internal dalam Menunjang
Pelaksanaan Good Corporate
Governance.................... 42
BAB III, PENUTUP ............................................................
43
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................
44
Good Corporate Governance-Internal Audit|v
BAB I
PENDAHULUAN
Corporate Governance menjadi suatu isu dan concern di dunia usaha atau
lembaga publik yang serius dibicarakan diseluruh dunia akhir-akhir ini. Deretan
peristiwa yang dialami dunia bisnis dan kolapsnya perekonomian suatu negara
telah menjadi pendorong penerapan “mandatory” atau secara paksa
praktik corporate governance di segala aspek. Pemerintah Indonesia melalui
Kementrian BUMN telah menerbitkan Surat Keputusan No.
Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan GCG di
BUMN. Sejak itu, Pertamina langsung bergerak menyusun langkah-langkah
berupa tahapan pelaksanaan implementasi GCG dengan Tim Corporate
Governance BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembagunan) sebagai
mitra kerja sekaligus sebagai konsultan.
Tim Pengembangan dan Penerapan Praktik-Praktik (TP3) GCG di
Pertamina didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Utama Nomor
055/C00000/2004-S0 tanggal 1 Nopember 2004, dengan agenda utama
mensosialisasikan GCG sekaligus melaksanakan Diagnostic Self Assessment GCG
diseluruh tingkatan baik di pusat maupun daerah. Kerja keras telah membuahkan
hasil yang sangat berarti yaitu dapat dilaksanakannya self assessment atas
implementasi GCG di Pertamina selama 3 tahun terakhir dengan nilai capaian
skor secara korporat adalah 55,73 (2004), 62,45 (2005), dan 62,86 (2006) dari
skor 100.
Keberhasilan implementasi governance sangat dipengaruhi oleh prinsip-
prinsip yang mendasarinya, dan bukan pada pemilihan nilai-nilai strategis dalam
organisasi. Secara umum prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga/unit usaha
sangat bervariasi (biasanya diringkas menjadi 9 item), namun Pertamina
mengadopsi 5 prinsip, yaitu transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian
(independence), dan kewajaran (fairness).
Good Corporate Governance-Internal Audit|6
Dengan mengimplementasikan GCG, masyarakat dan stakeholder akan
memberikan penilaian apakah insentif atau penalti. Insentif berupa “trust”
sedangkan penanti berupa rusaknya image atau reputasi Pertamina atas kualitas
implementasi Good Governance. Terkait dengan penilaian tersebut yang tentunya
sangat menentukan kinerja keuangan dalam jangka panjang, kita berharap peran
yang lebih besar dari profesi akuntansi secara umum dan internal auditor
khususnya. Di tengah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap profesi
auditor terkait dengan berbagai kasus manipulasi dan kolusi, maka internal auditor
harus melakukan perubahan mindset dan keluar dari kemapanan melalui
peningkatan peran yang lebih besar dalam penegakkan governance.
Sejak akhir dekade ’90-an fungsi dan peran audit intern telah memasuki
orientasi baru dari peran tradisionalnya sebagai polisi atau pihak yang terkesan
mencari kesalahan pihak lain dalam organisasi tanpa rekomendasi solusi, kearah
fungsi dan peran yang baru sebagai mitra dan atau konsultan intern sehingga
keberadaan audit intern diapresiasi secara positif sebagai problem solver danagent
of change.
Dimana fokus kerja audit intern telah bergeser dari fungsi mendeteksi
pengendalian usaha menjadi pemberi solusi bagi penyempurnaan pengendalian
usaha. Reformasi peran tersebut memerlukan komitmen yang kuat dari
manajemen dan stakeholderuntuk menciptakan sound business practices dan good
governance. Di sisi lain, audit intern harus mampu menjawab tantangan tersebut
dengan meningkatkan kualitas kerjanya sehingga keberadaannya dapat
memberikan nilai tambah yang signifikan efisien dan efektif.
Di lain pihak, perusahaan mengandalkan fungsi audit intern untuk
membantu memastikan bahwa proses manajemen risiko, lingkup pengendalian
secara keseluruhan dan efektivitas kinerja dari proses usaha telah konsisten
dengan ekspektasi manajemen. Auditor yang di masa lalu bertindak pasif dan
hanya berorientasi pada audit kepatuhan, maka tuntutan peran saat ini adalah
sebagaibusiness partner sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi
Good Corporate Governance-Internal Audit|7
risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Terlepas dari reputasinya yang sempat terpuruk oleh berbagai kasus kolapsnya
beberapa perusahaan terkemuka seperti kasus ENRON atau WORLD.COM yang
melibatkan peran auditor, maka profesi internal auditor semakin hari semakin
dihargai dalam organisasi.
Perubahan paradigma dan perannya dalam organisasi yang
memandang business unit atau auditee-nya sebagai customer daripada obyek telah
merubah cara pandang auditor dari kesan “cop” menjadi “coach”. Dengan
perubahan peran tersebut, tuntutan internal auditor juga semakin berat, auditor
dituntut sebagai “resource center” dan memberikan berbagai layanan yang
meberikan nilai tambah bagi organisasi, dan bukan lagi sebagai “cost center”.
Dengan demikian, cara pandang business unit juga berubah, tidak lagi
menganggap auditor sebagai polisi organisasi namun sebagai business
partner yang menjadi bagian internal dari suatu manajemen risiko, sistem
pengendalian dan governance process.
Terkait dengan pencapaian Good Corporate Governancedan kaitannya
dengan peranan internal auditor sebagai salah satu profesi di bidang akuntansi
yang merupakan jantung dari keseluruhan proses bisnis juga internal auditorlah
yang merupakan garda terdepan dalam penerapan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance (GCG) di Pertamina.
Maka dengan demikian terjadi pergeseran peranan internal auditor saat ini,
yaitu dari sekadar pelaksana fungsi “penilai (appraisal)” pelaksana kepatuhan
yang cenderung memperlakukanauditee sebagai objek, ke arah peran “penjamin
(assurance)” melalui perannya sebagai konsultan. Sehingga dalam pelaksanaan
audit tidak sekedar dituntut menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi
bagian dari solusi dan memberikan usulan perbaikan.
Selain itu, dari “detector” yang bersifat expose ke arah “pencegahan”.
Internal auditor terlibat dan berperan aktif memantau aktivitas sesuai bisnis unit
dan memberikan peran konsultatif dalam pelaksanaan proses operasi perusahaan.
Good Corporate Governance-Internal Audit|8
Dari “operation” ke “strategy”. Internal auditor lebih berorientasi pada
strategi tujuan perusahaan dan bekerja “hand to hand” dengan unit bisnis. Dari
peran pengendalian yang sebelumnya dikatakan apabila telah mampu membantu
efisiensi operasi suatu bisnis unit melalui pencegahan penyimpangan atas sistem
dan prosedur yang telah ditetapkan, bergeser ke arah pengendalian risiko melalui
deteksi dini, pengelolaan risiko dan implementasi aspek Good Corporate
Governance.
Good Corporate Governance-Internal Audit|9
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Timbulnya Good Corporate Governance
Corporate Governance dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan ‘pengendalian perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga
yang menterjemahkan dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan
bahasa Indonesia ini belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan
istilah aslinya saja, yaitu Corporate Governance.
Tata-kelola atau governance memang lain dengan pengelolaan atau
manajemen sebagaimana nanti dapat dilihat dari rumusan pengertian atau
definisinya. Semua perusahaan membutuhkan suatu kerangka-kerja tata-kelola
yang meliputi misi yang akan dicapai dan aturan-aturan serta konvensi yang jelas
untuk pedoman pencapaian misi tersebut.
1. Pemicu Timbulnya Corporate Governance
Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan
baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa
berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif
lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun
juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan
pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang
menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa,
sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang
dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan
bersama.
Selalu ada potensi konflik antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan,
antara pemilik saham majoritas dan minoritas, antara pekerja dan pimpinan
perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan lingkungan, potensi
kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat setempat, antara
Good Corporate Governance-Internal Audit|10
perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya
gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan.
Pada tahun 1992 misalnya masyarakat industri otomotif Jepang mengkritik
industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi pada para
eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat
sebesar rata-rata 6,7% sedangkan nilai pemegang saham pada waktu yang sama
merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan suatu tata-kelola perusahaan yang jelas
dan bertanggung jawab.
Tadinya paham corporate governance hanya berkembang di negara-negara
berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi segera pula berkembang di
negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas,
lengkap dan tertulis? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut
dilaksanakan dengan konsisten atau tidak? Kedua hal tersebutlah yang
menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu
perusahaan.
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi
bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital
serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan
pertanggungjawaban, baik itu tindakan bisnis, tindakan dalam dunia olah raga dan
sebagainya, bahkan juga tindakan dalam perang. Bagi Indonesia, good corporate
governance dewasa ini merupakan salah satu persyaratan yang diminta oleh IMF
yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia.
2. Elemen Corporate Governance
Tidak ada model yang baku mengenai corporate governance, karena bisa
sangat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, tergantung dari
jenis organisasi, besar kecilnya organisasi, dan budaya organisasi. Di sisi ekstrim
yang satu, ada jenis perusahaan publik di mana model corporate governancenya
Good Corporate Governance-Internal Audit|11
sangat dipengaruhi oleh peraturan yang ketat, sedangkan di lembaga keagamaan,
sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan tradisi.
Namun ada semacam aturan atau elemen umum yang perlu dikembangkan
oleh setiap bagian organisasi atau perusahaan yaitu sebagai berikut:
1. Ada identitas untuk setiap bagian.
2. Ada definisi dari tujuannya.
3. Bagaimana tujuan tersebut dicapai.
4. Kriteria keanggotaan atau kepemilikan.
5. Bagaimana bagian tersebut diatur.
6. Bagaimana bagian tersebut saling berhubungan.
7. Bagaimana kinerja bagian tersebut diukur.
8. Bagaimana pengaturan penghentian keanggotaan/kepemilikan.
3. Corporate Governance Modern
Cikal bakal corporate governance modern adalah apa yang dapat ditimba
dari pengalaman skandal Watergate di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari
berbagai investigasi yang dilakukan oleh para penyidik, para legislator
berkesimpulan bahwa rupanya terdapat tidak cukup pengawasan yang dilakukan
oleh perusahaan untuk menghindari pemberian kontribusi politik ilegal dan
penyuapan pegawai pemerintah federal.
Pengalaman ini menyebabkan penyempurnaan Foreign and Corrupt
Practice Act tahun 1977. Ini kemudian diikuti dengan usulan Securities and
Exchange Commision Amerika Serikat pada tahun 1979 untuk mengharuskan
pelaporan keuangan internal. Pada tahun 1985, setelah terjadi kegagalan bisnis
oleh perusahaan keuangan yang sangat terkenal yaitu Savings and Loan,
terbentuklah Komisi Treadway.
Tugas utama Komisi ini ialah mengidentifikasi sebab-sebab utama dari
kesalahan interpretasi dari laporan keuangan dan memberikan rekomendasi untuk
Good Corporate Governance-Internal Audit|12
menghilangkan atau mengurangi kesalahan tersebut. Tahun 1987, Komisi
Treadway mengeluarkan laporan yang berisi rekomendasi perlunya suatu
lingkungan pengawasan yang mencukupi seperti komite audit independen dan
obyektif, perlunya kriteria untuk audit internal, perlunya laporan keuangan yang
diumumkan secara publik, dan sebagainya.
Sesuai dengan perkembangan di Amerika Serikat tersebut, di Inggris
dibentuk COSO (Committee of Sponsoring Organisations). Laporan COSO pada
tahun 1992 menyatakan suatu kerangka kerja pengawasan, yang sebetulnya sudah
dikembangkan dalam empat laporan sebelumnya yaitu laporan Cadbury,
Rutteman, Hampel dan Turnbull.
B. Sejarah Lahirnya Good Corporate Governance dan Perkembangannya
di Indonesia
Bermula dari usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa
Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan
bagi emiten yang tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris
independen dan membentuk komite audit pada tahun 1998, Corporate Governance
(CG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan public di Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan
(Letter of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong
terciptanya iklim yang lebih kondusif bagi penerapan CG. Pemerintah Indonesia
mendirikan satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai
Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara
Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Nomor:
KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas pokok KNKCG merumuskan dan menyusun
rekomendasi kebijakan nasional mengenai GCG, serta memprakarsai dan
memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia.
Good Corporate Governance-Internal Audit|13
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun
2001, pedoman CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris
Independen dan Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif. Pada tahun
2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan
Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004
tentang pemebentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang
memperluas cakupan tugas sosialisasi Governance bukan hanya di sektor
korporasi tapi juga di sector pelayanan public.
KNKG pada tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah di
terbitkan pada tahun 2001 agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman
GCG tahun 2001 hal-hal yang dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan
transparansi, sedangkan hal-hal yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG
tahun 2006 adalah:
1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan
masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk
melaksanakan GCG.
2. Pedoman pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku.
3. Kelengkapan Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan
komisaris (komite audit, komite kebijakan risiko, komite nominasi dan
remunerasi, komite kebijakan corporate governance);
4. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal
dalam kerangka penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko,
pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab sosial;
5. Kewajiban perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain
pemegang saham seperti karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta
pengguna produk dan jasa.;
6. Pernyataan tentang penerapan GCG;
7. Pedoman praktis penerapan Pedoman GCG;
Good Corporate Governance-Internal Audit|14
Secara strategis tahapan mengenai implementasi CG di Indonesia melalui
beberapa-tahap:
1. Pemberdayaan dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance
berjalan secara efektif. Dewan komisaris yang menjalankan prinsip-prinsip
CG dapat secara efektif bekerja sesuai dengan peraturan dan best practices
yang ada dalam dunia bisnis. Independensi komisaris diperlukan dalam
rangka mewujudkan fungsi check and balance sebagai perwujudan dari
asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini selain pedoman komisari
independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG, pihak otoritas
Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan penunjukan
komisaris independen.
2. Memperbanyak agen-agen perubahan melalui program sertifikasi
komisaris dan direktur. Melalui institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris
dan direktur materi CG disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi
prinsip CG dalam mengelola korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur
Indonesia (LKDI) sebagai lembaga pelatihan dan sertifikasi kedirekturan
yang di naungi oleh KNKG telah menjalankan fungsinya sejak tahun 2001
untuk menciptakan agen-agen perubahan didalam perusahaan yang
konsisten menerapkan prinsip CG. Selain LKDI tercatat juga IICD dan
lembaga-lembaga universitas yang turut serta dalam upaya menciptakan
agen-agen perubahan.
3. Memasukkan asas-asas GCG kedalam pearturan perundangan seperti
UUPT, UUPM, Peraturan Perundangan mengenai BUMN, Peraturan
Perundangan mengenai Perbankan khususnya yang terkait dengan asas
transparansi, akuntabilitas, dan fairness.
4. Penyusunan Pedoman-Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan
Governance.
5. Sosialisasi dan implementasi pedoman-pedoman diantaranya berupa
kewajiban assessment di Perbankan dan BUMN.
Good Corporate Governance-Internal Audit|15
Secara keseluruhan penegakan aturan untuk penerapan CG belum ada
sanksi yang memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak menerapkannya,
namun di sektor perbankan telah dicoba untuk dimasukkan beberapa hal yang
terkait dengan kewajiban Bank dalam menerapkan CG yang berujung pada sanksi
bagi bank-bank yang tidak mengikuti aturan tersebut.
C. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Pengertian Corporate Governance menurut Turnbull Report di Inggris
(April 1999) yang dikutip oleh Tsuguoki Fujinuma adalah sebagai berikut.
“Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as
its principal aim the management of risks that are significant to the fulfilment of
its business objectives, with a view to safeguarding the company’s assets and
enhancing over time the value of the shareholders investment”.
Berdasarkan pengertian di atas, corporate governance didefinisikan
sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan
utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham
dalam jangka panjang.
Sebagai sebuah konsep, Good Corporate Governance (GCG) ternyata tak
memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui
apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report mengeluarkan definisi
tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan
stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan
kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Good Corporate Governance-Internal Audit|16
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG.
Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun
ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya
mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung
jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah
dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai
tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan
proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-
nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG
mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency,
Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee
on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan
suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus
mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis
dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai
saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan
para stakeholder lainnya.
Di Indonesia sendiri istilah corporate governance sering diartikan sebagai
tata kelola perusahaan. Menurut pasal 1 surat keputusan Menteri BUMN No.
117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN
menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder)
lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate
Governance merupakan:
Good Corporate Governance-Internal Audit|17
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran
dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.
2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan
yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
4. GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih,
transparan dan profesional (BTPP). Implementasi prinsip-prinsip GCG
secara konsistem di perusahaan akan menarik minat para investor, baik
domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang
akan mengembangkan usahanya, seperti melakukan investasi baru maupun
proyek ekspansi.
D. Arti penting Good Corporate Governance (GCG)
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan
perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat
sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement) .
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
Good Corporate Governance-Internal Audit|18
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif
dan bertanggung jawab.
E. Konsep GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Implementasi prinsip-prinsip GCG menyangkut pengembangan dua aspek
yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: perangkat keras (hardware) dan
pernagkat lunak (software). Hardware yang lebih bersifat teknis mencakup
pembentukan atau perubahan struktur dan sistem organisasi. sedangkan software
yang lebih bersifat psikososial mencakup perubahan paradigma, visi, misi, niali
(values), sikap (attitude) dan etika keprilakuan (behavioral ethics). Dalam praktik
nyata di dunia bisnis, sebagian besar perusahaan ternyata lebih menekankan pada
aspek hardware seperti penyusunan sistem dan prosedur serta pembentukan
struktur organisasi. Hal ini merupakan hal yang wajar, karena aspek hardware
hasilnya lebih mudah dilihat dan dapat dilakaukan lebih cepat dibandingkan aspek
software.
Menurut ahli dari Indonesian institute for corporate governance (IICG),
menyatakan dalam GCG tersirat secara implisit bahwa sebuah perusahaan
bukanlah mesin pencetak keuntungan bagi pemiliknya, melainkan sebuah entitas
untuk menciptakan nilai bagi semua pihak yang berkepentingan. Selain itu
perusahaan bukanlah sekedar mesin yang mengubah input menjadi output
melainkan lembaga insani, sebuah masyarakat yang punya nilai cita-cita, jati diri
dan tanggung jawab sosial. Konsp GCG mencerminkan pentingnya sikap berbagi,
peduli dan melestarikan. Semua hal itu menyangkut aspek kejiwaan dari GCG.
Dengan demikian, jelas bahwa perubahan menuju praktik GCG yang lebih
baik haruslah mencakup perubahan pada dimensi teknis (sistem dan struktur) dan
aspek psikososial (paradigma, visi dan nilai-nilai) organisasi. Dalam perubahan
dimensi psikososial perusahaan peran kepemimpinan sangatlah penting.
Kepemimpinan dalam hal ini berperan besar dalam menumbuhkan aspirasi,
Good Corporate Governance-Internal Audit|19
menanamkan nilai serta menumbuhkan idealisme dan kesadaran akan tujuan pada
anggota perusahaan.
Terlepas dari model dan sistem yang digunakan oleh sebuah korporasi,
perangkat tata kelola (governance) dari suatu organisasi sebagai sistem yang
terbuka terdiri atass struktur tata kelola, mekanisme tata kelola dan prinsip-prinsip
tata kelola. Ketiga perangkat ini berjalan sebagai siatu kesatuan dalam bentuk
sistem tata kelola yang berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Efektivitas perangkat tata kelola ini dinilai dari seberapa jauh sistem dimaksud
mampu memberikan hasil tata kelola yang diharapakan.
F. Tujuan Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
A. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi
yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang
saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang
elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
B. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil,
dan dapat dipertanggungjawabkan
C. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan
stakeholders.
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan
menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari
penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat,
maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar
internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara
konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan
sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain acuan yang disusun sendiri,
Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Good Corporate Governance-Internal Audit|20
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata
Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan
dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran
manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan
yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
G. Peranan Penerapan Good Corporate Governance
Ekonomi yang melanda Asia Timur pada akhir tahun 1997 telah memicu
terjadinya diskusi tentang pentingnya sistem tatakelola dalam suatu
negara. Iskandar dan Chamlou (2000) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang
terjadi di kawasan asia tenggara dan negara lain bukan hanya akibat faktor
ekonomi makro namun juga karena lemahnya Good Corporate Goverance (GCG)
yang ada di negara-negara tersebut'seperti lemahnya hukum' standar akuntansi dan
pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, pasar modal yang masih
under-regulated, lemahnya pengawasan komisaris, dan terabaikannya hak
minoritas. Hal ini berarti bahwa GCG tidak saja berakibat positif bagi pemegang
saham, namun juga bagi masyarakat yang lebih luas yang berupa pertumbuhan
ekonomi nasional. Karena itulah berbagai lembaga-lembagaekonomi dan
keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund sangat
berkepentingan terhadap penegakan corporate governance (CG) di negara-negara
penerima dana, karena mereka menganggap bahwa CG merupakan bagian penting
sistem pasar yang efisien.
Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB
2000)menyimpulkan bahwa di negara-negara Asia' termasuk Indonesia' kondisi
yang sering terjadi adalah (a) tidak berfungsinya mekanisme pengawasan dewan
komisaris untuk melindungi kepentingan pemegang saham dan (b) belum
dilakukannya pengelolaan perusahaan secara profesional Menurut Crosby, praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di negara-negara Asia telah menjalar secara
sistemik dan menjadi semacam budaya. Konglomerasi yang dijalankan oleh
kelompok-kelompok kepentingan yang memiliki link dengan institusi-institusi
Good Corporate Governance-Internal Audit|21
keuangan yang besar bahkan dengan negara' menutupkemungkinan bagi
pengawasan pihak luar.
Para konglomerat dengan memanfaatkan koneksi tingkat tinggi mereka
dan jaminan pemerintah' dapat mengakses utang dari luar tanpa melalui proses
kontrol yang memadai. Sementara para investor' kreditor' para pemegang saham
minoritas baik dari dalam maupun luar negeri tidak diberi wewenang untuk
memonitor perusahaan. Hal ini akan menghasilkan over-investment yang menj
erat korporasikorporasi tersebut dan menghancurkan kepercayaan pasar
(Swa' 2005). Buruknya peleksanaan corporate governance dapat meningkatkan
risiko berinvestasi yang berimplikasi pada rendahnya minat investor atau kreditur
untuk menyalurkan investasi atau kreditnya.
1. Landasan-Landasan Teori
Dua teori utama yang terkait dengan corporate
governance adalah stewardship theory dan agency theory. Stewardship
theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa
manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh
tanggung jawab memiliki, integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah
yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang
saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen
sebagai dapatdipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan
publik pada umumnya maupun shareholders pada khususnya.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson,
seorang professor dari Harvard, memandang bahwa manajemen perusahaan
sebagai ‘agents’ bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh
kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan
bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan
dalam stewardship model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency
theorymemandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya
Good Corporate Governance-Internal Audit|22
maupun shareholders pada khususnya. Dengan demikian, “managers could not be
trusted to do their job – which of course is to maximize shareholder value’
(Tricker, Opcit).
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respons lebih
luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai
pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu
pada agency theory di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan
dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh
kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Upaya ini
menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus
dikeluarkan sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang
timbul karena ketidakpatuhan setara dengan peningkatan biaya enforcement-nya.
Agency costs ini mencakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang
saham; biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang
transparan, termasuk biaya audit yang independen dan pengendalian internal; serta
biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai kepemilikan pemegang saham
sebagai bentuk‘bonding expenditures’ yang diberikan kepada manajemen dalam
bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk tujuan menyelaraskan kepentingan
manajemen dengan pemegang saham. Meskipun demikian, potensi untuk
munculnya agency problem tetap ada karena adanya pemisahan antara
kepengurusan dengan kepemilikan perusahaan, khususnya di perusahaan-
perusahaan publik.
Bagaimanaperbandingankegiatanantaracorporate governance dan corporat
e management memperlihatkan bahwa corporate governance sangat terkait dengan
aspek pengawasan dan akuntabilitas, sementaracorporate management terkait
dengan keputusan-keputusan dan pengendalian eksekutif serta manajemen
operasional. Sementara itu, titik temu atau irisan antara keduanya dalam banyak
hal terwujud dalam pengambilan keputusan-keputusan strategik perusahaan
Good Corporate Governance-Internal Audit|23
Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa
dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak
luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar
hal itu, lewat prinsipresponsibility ini juga diharapkan membantu peran
pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja
pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme
pasar.
Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang
dijabarkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka kerja legal, institutional,
dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut
antara adalah:
1. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang
saham harus dilindungi dan difasilitasi.
2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing
harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya
dilanggar.
3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para
pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan
perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif antara perusahaan dan
para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama
menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.
4. Disklosur dan transparansi: Disklosur atau pengungkapan yang tepat
waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk
situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.
Good Corporate Governance-Internal Audit|24
5. Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan
Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan
efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta
akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan
dan pemegang saham.
2. Manfaat dan Faktor Penerapan GCG
Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui
sepervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya,
berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih,
2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite
audit, serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang
memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks
and balances di perusahaan.
Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah
semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan
investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan
karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan
terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’
di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat
dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang,
maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah
itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal
asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan
investor domestik terhadap perusahaan. Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG
juga dapat:
1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita
Good Corporate Governance-Internal Audit|25
perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing),
ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya
hal tersebut.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari
pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas
dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil
seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra
perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan)
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai
strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya
mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat
maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan.
Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka
panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan
sekaligus pilar pemenang era persaingan global. Akan tetapi, keberhasilan
penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang
memegang peranan, faktor eksternal dan internal.
1. Faktor Eksternal
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari
luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di
antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya
supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
Good Corporate Governance-Internal Audit|26
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government
menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat
menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata
lain, semacam benchmark (acuan).
d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di
masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif
berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG
secara sukarela.
e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan
implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi
yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai
perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan
dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi
kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
2. Faktor Internal
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan
praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud
antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di
perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu
pada penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-
kaidah standar GCG.
Good Corporate Governance-Internal Audit|27
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan
untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan
publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung
penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas,
dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan
3. Peranan Good Corporate Governance Dalam Pengembangan Perusahaan
Publik
Indonesia terperosok dalam krisis ekonomi beberapa tahun silam,
makagood corporate governance menjadi bagian untuk pembenahan dan
pengembangan pengelolaan perusahaan. Setiap emiten, direksi dan komisaris
harus dengan tulus dan ikhlas bersedia setiap gerak dari usaha mereka, telah
mencerminkan prinsipprinsip good corporate governance tersebut. Adapun untuk
dapat menilai dunia usaha di Indonesia saat ini adalah ;
1. Ketertutupan diri pengusaha, baik pemilik maupun manager.
2. Tidak mempergunakan kaedah-kaedah usaha dengan baik dalam
mengerjakan usaha melainkan lebih menyenangi lobi.
3. Kurangnya kesiapan menjadi enterpreneur yang mampu membawanya ke
dunia usaha murni.
Hal ini membawa enterpreneur jauh dari good corporate
governance, sehingga tingkat kepercayaan dan kekuatan yang diterima dari relasi
usaha rendah, oleh sebab itu mudah terombangambing gelombang perekonomian
global, saatsituasi usaha bekerja dalam kondisi perekonomian baik memang
Good Corporate Governance-Internal Audit|28
pengaruh ini tidak tampak namun apabila kondisi perekonomian kurang baik
maka kehancuran perusahaan tidak dapat terelakkan lagi.
Secara formal good corporate governance hanya ditujukan untuk
perusahaan yang mempunyai status perusahaan publik, khususnya emiten yang
telah menyerap dana dari masyarakat dan telah memiliki saham publik yang
sifatnya minoritas dan independent dan secara sederhana dapat dilukiskan sebagai
bentuk dari pelaksaan tanggung jawab antara perusahaan sebagai badan hukum,
direksi dan komisaris sebagai pengurus dengan para pemegang saham. Caranya
dengan menjalankan ketentuan Anggaran Dasar (AD) dalam rangkaian kewajiban
untuk transparansi, bertanggung j awab, adil dan akuntabel.
Board of Directors harus mampu dan mau secara tulus dan ikhlas
menerapkan good corporate governance maka secara otomatis akan mempunyai
kekuatan dan daya tahan terpaan serta ancaman dari faktor-faktor internal dan
eksternal perusahaan.
Good corporate governance telah memiliki nilai-nilai positif untuk
menjaga konsistensi serta profesionalisme perusahaan dalam melakukan berbagai
macam tindakan guna menuju kearah kinerja yang hebat. Apabila perusahaan
tidak mau bekerja dengan menerapkan good corporate governance maka berbagai
potensi negatif akan bersarang dan berkembang untuk merusak moral dan etika
kerja dari sumber daya manusianya secara total.
Sebagian besar perusahaan yang mengalami oleng atau tidak stabil,
disebabkan oleh sikap dan cara pengelolaan yang tidak menerapkan nilai-
nilaigood corporate governance secara tepat pada waktu-waktu yang krusial.
Untuk menjaga agar perusahaan oleng, maka semua kekuatan sumber daya
perusahaan secara keseluruhan dan utuh harus mampu menjaga efektivitas,
efisiensi dan produktivitas dari asset–liability–equity perusahaan, termasukcash
flow dan profit perusahaan dalam keseimbangan yang tepatdengan cara-cara
pengelolaan yang patuh padapenerapan prinsip-prinsipgood corporate governance.
Good Corporate Governance-Internal Audit|29
Ketika perusahaan mengalami kegagalan dalam bekerja dengan
menerapkangood corporate governance, maka sistem pengendalian perusahaan
sulit mengukur semua resiko secara baik, sistem keuangan perusahaan akan
menjadi tidak konsisten, para pelanggan beserta stakeholders lainnya akan merasa
bosan dengan etika dan moral pelayanan yang kurang baik dan tidak
menyenangkan, serta ada beberapa hal lain yang dapat menyebabkan perusahaan
berada dalam genggaman potensi negatif, dan semua itu akan menggerogoti
daya saing, cash flow, sumber daya manusia, produksi serta jasa perusahaan,
sehingga perusahaan akan sulit untuk bernafas dengan baik yang artinya
perusahaan sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau diambang kehancuran.
Peranan penerapan good corporate governance sangat penting untuk
meningkatkan daya saing perusahaan dalam kompetisi pasar global yang sudah
ketat sekali. Dengan melalui penerapan good corporate governance perusahaan
akan mempunyai kemampuan dan kekuatan dalam menciptakan pertumbuhan
maupun perkembangan bisnis sesuai target yang telah direncanakan.
Penerapan good corporate governance yang berintikan pada budaya
korporasi adalah merupakan sikap profesionalisme yang beretika dan bermoral
tinggi, sehingga semua kekuatan manusia korporasi tidak lagi melakukan
politik praktis di dalam perusahaan, melainkan bersatu padu untuk meningkatkan
kualitas perusahaan menjadi kuat, kokoh dan lebih sehat serta dapat
mengembangkan perusahaan.
Peranan good corporate governance selain dapat membuat
perusahaan menjadi kuat dan kokoh dari terpaan segala macam badai krisis
multidemensi, yang secara pasti tidak akan menggerogoti semua potensi hebat
dari perusahaan, good corporate governance juga selalu menjaga dan dapat
mengendalikan semua kewajibankewajibannya kepada para pemegang
saham maupunstakeholders lainya seperti gaji karyawan, biaya-biaya opersional
rutin, biaya bunga pinjaman, baik biaya- biaya tetap maupun biaya- biaya tidak
tetap lainnya, dengan melalui sistem dan kultur atau budaya korporasi yang
Good Corporate Governance-Internal Audit|30
terkaitdengan etika dan moral serta nilai-nilai penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance dengan tepat, bersih dan sehat.
Adapun yang menjadi rahasia keberhasilan dari implementasi good
corporate governance adalah terletak pada kepemimpinan yang kuat, tangguh dan
mempunyai daya tahan untuk bekerja dalam organisasai perusahaan yang
serbaberwarna-warni, sebab akar good corporate culture juga terletak pada sikap
dan perilaku pimpinan perusahaan. Kepemimpinan yang sanggup memberikan
motivasi dan meyakinkan pada setiap sumber daya manusia perusahaan, untuk
tetap mempunyai semangat tinggi dalam kerja sama serta saling menghargai dan
menjaga rasa hormat diantara mereka dengan kesabaran tinggi dan kerja
kerastiada henti. Kepemimpinan yang dapat memberikan contoh-contoh positif
dalam proses implementasi good corporate governance adalah merupakan
pemimpin yang secara sepenuh hati mengabdikan pada keselamatan serta
kelangsungan hidup perusahaan, dan mereka adalah sebagai pemimpin yang tidak
egois dengan kepentingan pribadinya sendiri tetapi selalu bekerja demi
kepentingan visi serta misi perusahaan.
H. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Pendirian suatu organisasi sudah tentu ada tujuan yang hendak dicapai.
Apalagi menyangkut organisasi bisnis yang pastinya ada peluang untuk meraup
keuntungan dari usahanya tersebut. Dapat diawali dengan melakukan riset pasar
untuk membuat pemetaan agar mendapat informasi yang lengkap dan gambaran
yang jelas terkait ruang lingkup bisnisnya.
Selanjutnya semua itu tertuang dlam visi dan misi peusahaan. Visi dan
misi tersebut merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha
yang akan dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat
tercapai dengan keberdaan sistem tatakelola perusahaan yang baik GCG (Good
Corporate Government). GCG ini menjadi acuan suatu korporasi dalam
menjalankan operasional hariannya agar berjalan lancar. Dalam Undang-undang
Good Corporate Governance-Internal Audit|31
No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good Corporate Governance harus
mencerminkan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Transparency (Keterbukaan Informasi)
Yaitu keterbukaan yang diwajibkan oleh Undang-Undang seperti misalnya
mengumukan pendirian PT dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
ataupun Surat Kabar. Serta keterbukaan yang dilakukan oleh perusahaan
menyangkut masalah keterbukaan informasi ataupun dalam hal penerapan
management, dan keterbukaan informasi kepemilikan Perseroan yang akurat, jelas
dan tepat waktu baik kepada share holders maupun stakeholder.
Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus
menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan,
diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi
lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara
akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi
penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. Audit yang dilakukan atas
informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang
saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang
saham dapat ditingkatkan.
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah
satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam
melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi
kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan
dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar.
Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, dalam
manajemen.
Good Corporate Governance-Internal Audit|32
2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur,
sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. apabila prinsip ini diterapkan
secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan
wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan
dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan
perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang
saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib
memberikan nasihat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan dapat tercapai.
Pemegang saham bertanggung atas keberhasilan pembinaan dalam rangka
pengelolaan perusahaan.
3. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Adanya keterbukaan informasi dalam bidang financial, dalam hal ini ada
dua pengendalian yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan
operasional perusahaan, sedangkan komisaris melakukan pengawasan terhadap
jalannya perusahaan oleh Direksi, termasuk pengawasan keuangan. Sehingga
sudah sepatutnya dalam suatu perseroan, Komisaris Independent mutlak
diperlukan kehadirannya. Sehingga adanya jaminan tersedianya mekanisme, peran
dan tanggungjawab jajaran manajemen yang professional atas semua keputusan
dan kebijakan yang diambil sehubungan dengan aktivitas operasional perseroan.
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang
berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan
hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang
sehat. Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat
“HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat
sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang
Good Corporate Governance-Internal Audit|33
dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi
Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan
tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha,
pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya
memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.
Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat
umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi
masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa
terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan
memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi
perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha
karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.
4. Fairness (Kewajaran)
Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan
yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum
dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor – khususnya
pemegang saham minoritas – dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk
kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi
orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN,
atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali
saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau
pengambil-alihan perusahaan lain.
Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik
dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang
saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan
kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan
Good Corporate Governance-Internal Audit|34
di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin
perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar
bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-
undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta
efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan
atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan
perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara
(litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan
dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-
ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas
dari kewajiban yang harus dibayarkannya.
Kalau menurut Undang-undang No 40 Tahun 2007 prinsip-prinsip Good
Corporate Governance hanya ada empat. Tetapi ada juga yang mengatakan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance ada lima. Tambahannya yaitu
independency (kemandirian).
5. Independency (Kemandirian)
Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa
ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain,
prinsip ini menuntut bertindak secara mandiri sesuai peran dan fungsi yang
dimilikinya tanpa ada tekanan. Tersirat dengan prinsip ini bahwa pengelola
perusahaan harus tetap memberikan pengakun terhadap hak-hak stakeholders
yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
Prinsip GCG yang paling relevan dengan pengembangan sistem dan
mekanisme internal perusahaan adalah accountability. Berdasarkan prinsip ini,
pertama-tama masing-masing komponen perusahaan, seperti komisaris, direksi,
internal auditor dituntut untuk mengerti hak, kewajiban, wewenang dan tanggung
Good Corporate Governance-Internal Audit|35
jawabnya. Hal tersebut penting sehingga masing-masing komponen mampu
melaksanakan tugas secara professional.
Dengan demikian masing-masing pihak baik Direksi maupun Komisaris
perlu mengamankan investasi dan aset perusahaan. Dalam hal ini Direksi harus
memiliki sistem dan pengawasan internal, yang meliputi bidang keuangan,
operasional, risk management dan kepatuhan (compliance). Sedangkan Komisaris
menjaga agar tidak terjadi mismanagement dan penyalahgunaan wewenang oleh
Direksi dan para pejabat eksekutif perusahaan.
I. Hubungan Good Corporate Governance dengan Audit Internal
Konsep Good Corporate Governance (GCG) adalah konsep yang sudah
saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia,
karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari
unsure-unsur RUPS, direksi dan komisaris dapat terjalin hubungan dan
mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang
harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.
Arti GCG secara awam: “Mengurus Perusahaan Secara Baik”. GCG
merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat
dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard
definition), maupun ditinjau dari “nilai-nilai” yang terkandung dari mekanisme
pengelolaan itu sendiri (soft definition). GCG dari segi soft definitionyang mudah
dicerna, sekalipun orang awam, yaitu: Komitmen, Aturan Main, Serta Praktik
Penyelenggaraan Bisnis Secara Sehat dan Beretika.
Berdasarkan hasil penelitian, terjadinya skandal bisnis (business gate),
misalnya Enron, Worldcom, Tyco, Global Crosing ternyata salah satunya
disebabkan prinsip-prinsip GCG tidak dijalankan secara sungguh-sungguh,
konsekuen dan konsisten. Respon pihak Pemerintah, BUMN, perusahaan swasta
maupun perusahaan multinasional sangat positif atas upaya mewujudkan GCG
tersebut. Perusahaan yang tidak mengimplementasikan GCG, pada akhirnya dapat
Good Corporate Governance-Internal Audit|36
ditinggalkan oleh para investor, kurang dihargai oleh masyarakat (publik) dan,
dapat dikenakan sanksi apabila berdasarkan hasil penilaian ternyata perusahaan
tersebut melanggar hukum.
Perusahaan seperti ini akan kehilangan peluang (opportunity) untuk dapat
melanjutkan kegiatan usahanya (going concern) dengan lancar. Namun sebaliknya
perusahaan yang telah mengimplementasikan GCG dapat menciptakan nilai
(value creation) bagi masyarakat (publik), pemasok (supplier), distributor,
pemerintah, dan ternyata lebih diminati para investor sehingga berdampak secara
langsung bagi kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Dan dalam mendorong
terwujudnya GCG di perusahaan internal auditor dapat melaksanakan perannya
sebagai berikut :
Mendorong transparansi (transparency) dan integritas (integrity) dalam pelaporan
keuangan (financial reporting) perusahaan.
1. Mendorong akuntabilitas (accountability) dalam pengelolaan aset
perusahaan.
2. Mendorong pertanggungjawaban (responsibility) perusahaan kepada
public melalui Corporate Social Responsibility /CSR, Community
Development atau Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL).
3. Mendorong independensi (independency) perusahaan terhadap pihak-
pihak terkait, termasuk pemegang saham minoritas.
4. Mendorong kewajaran (fairness) dalam pengadaan barang & jasa termasuk
dipastikannya tidak ada pelanggaran terhadap UU anti monopoli &
persaingan usaha yang sehat.
Selain itu dengan berlakunya Sarbanes Oxley Act (SOA) pada tahun 2002
mempunyai pengaruh yang sangat besar pada auditor internal, terutama pada
perusahaan . Walaupun pemberlakuan peraturan ini di Amerika, tetapi karena
lingkup bisnis Amerika terdapat di seluruh dunia, maka SOA dalam konteks
auditor intenal juga akan berpengaruh ke seluruh dunia. SOA pada bagian 404
tentang manajemen penilaian pengendalian internal,mengharuskan laporan
Good Corporate Governance-Internal Audit|37
tahunan yang memuat laporan internal control yang menyatakan tanggung jawab
manajemen untuk menerapkan dan menjaga kecukupan sistem intenal control,
termasuk assessment atas efectivitas prosedur internal control pada setiap akhir
tahun buku.
Auditor intenal mempunyai kewajiban untuk mereview dan memberi
penilaian (assess) atas efectivitas control.Fungsi audit internal yang aktif
menemukan kelemahan terhadap kepatuhan akan mendorong langkah
perbaikan,sehingga top manajemen dapat mengambil alih masalah tersebut dan
segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan sehingga Good Corporate
Governance ( GCG ) dapat terwujud. GCG sebagai tata kelola perusahaan juga
tidak akan lepas dari penerapan prinsip-prinsip corporate governance. Prinsip-
prinsip tersebut bersifat universal sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau
perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang
berlaku di negara masing-masing..Penerapan GCG oleh perusahaan wajib
dievaluasi untuk mengetahui area-area yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan,
menyesuaikan dengan perubahan peraturan dan praktik terbaik mengenai GCG
terkini. Pedoman GCG, pedoman perilaku, dan kebijakan-kebijakan perusahaan
perlu dipahami oleh para karyawan, sehingga perlu diberikan sosialisasi atas
langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan perusahaan sehubungan dengan
penerapan GCG.Serangkaian strategi bagi fungsi audit internal dan organisasinya
dalam melaksanakan evaluasi terhadap aktivitas governance, berkonsentrasi pada
area sebagai berikut:
1. Lingkungan governance – budaya, struktur, dan kebijakan yang menjadi
dasar bagi governance yang baik.
2. Proses governance – kegiatan-kegiatan khusus yang mendukung
lingkungan governance.
Akan tetapi dalam perkembangannya, dalam penerapan prinsip GCG yang
tidak sungguh –sungguh juga terjadi karena banyak praktik – praktik yang
memberikan peluang bagi organisasi dalam melakukan berbagai penyelewengan
Good Corporate Governance-Internal Audit|38
dan korupsi,dan accounting choice merupakan salah satu cara dalam creative
accounting practices (Mulford dan Comiskey, 2002) yang sering digunakan untuk
melakukan penyelewengan. Dalam kasus Enron, perusahaan menerapkan creative
accounting untuk hal-hal seperti off balance sheet SPEs, timing of revenue
recognition and estimation of value of merchant investment. Dengan pemilihan
metode akuntansi, perusahaan secara kreatif dapat merancang tampilan kinerja
yang diinginkan manajemen sebagaimana yang terjadi dalam income smoothing
(Moses, 1997).Realita menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam
mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam
permintaan dan penawaran.(Tanzi, 1998).
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, pengawasan memainkan peranan
yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan tugas dan pencapaian
tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas. Berbagai penelitian dalam
pengawasan menyimpulkan bahwa prinsipal (pemberi amanah) menginginkan jasa
pengawasan dalam rangka mengurangi permasalahan tersebut yang juga disebut
sebagai konflik keagenan (Chow, 1981; Simunic, 1980; DeAngelo, 1981 dan
Watts & Zimmerman, 1983).
Pengawasan merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan
organisasi modern. Fungsi pengawasan diperlukan untuk membantu setiap
manajemen yang bertanggung jawab pada suatu aktivitas atau kegiatan, untuk
mencapai tujuan organisasi dengan cara yang paling sejalan dengan kepentingan
organisasi. Dengan kondisi yang semakin turbulence yang mendorong complexity
dan chaos (Sanders, 1998) dan tuntutan akan social acceptance yang semakin
besar, kualitas jasa dan produk menjadi indikator kinerja yang harus dicapai
organisasi.
Pengawasan dituntut untuk memberi added value dalam proses
pembentukan dan pencapaian nilai organisasi. Fungsi pengawasan terdiri dari
beberapa kegiatan, di antaranya adalah kegiatan pemeriksaan (audit). Pemeriksaan
Good Corporate Governance-Internal Audit|39
(audit), sebagai salah satu kegiatan dalam fungsi pengawasan,menurut the
American Accounting Association adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-
pernyataan kegiatan dan kejadian ekonomi. Hal ini diperlukan untuk menentukan
tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan serta mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dan transparansi, kegiatan audit
sangat esensial. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang
terkait dengan organisasi. Untuk itulah keseluruhan proses audit harus dilakukan
secara berhatihati dan konsisten dengan kaidah-kaidah profesi. Proses audit
melalui prosedur yang berjenjang, dan setiap tahapan akan melibatkan judgmen
auditor atas suatu kejadian atau fakta.Dalam menjalankan tugas-tugas auditnya
auditor menggunakan keahliannya dalam pengumpulan bukti-bukti termasuk
dengan judgmen. Menurut Kida (1984) auditor membuat judgment dalam
mengevaluasi pengendalian intern, menilai risiko audit, merancang dan
mengimplementasikan pemilihan sampel dan menilai serta melaporkan aspek-
aspek ketidakpastian.
Auditor secara eksplisit maupun implisit memformulasikan suatu
hipotesis terkait dengan tugas-tugas judgemen mereka. Setelah hipotesis itu
dibingkai, kemudian mereka mencari data untuk menguji hipotesis-hipotesis
(dugaan-dugaan) yang diformulasikan. Sebelum tahun 1900, audit difokuskan
untuk memenuhi kebutuhan akan independent check pada balance sheet audit.
Auditor melaksanakan berbagai tugas audit, termasuk di dalamnya pengamatan
pada pemeriksaan fisik barang, verifikasi dan inspeksi dokumentasi yang
mendukung angka – angka dalam neraca, konfirmasi pada pihak ketiga, dan
lainnya. Untuk memenuhi audit ini, auditor harus memahami metode pembukuan
(bookkeeping) dan prosedur pencatatannya. Pada akhir abad ke-19, akuntansi dan
auditing mengalami perubahan yang cukup radikal, dikarenakan masyarakat barat
Good Corporate Governance-Internal Audit|40
berpindah dari sistem pertanian ke sistem industri. Perubahan ini berpengaruh
pula pada akuntansi dan auditing pada saat sekarang ini, terutama dalam hal
pengambilan keputusan oleh manajemen berdasarkan informasi laporan
keuangan.Lebih jauh, guna memelihara hubungan antara masyarakat anggota
organisasi dengan manajemen, pelaksanaan kegiatan audit dipandang sebagai
pendekatan atau solusi yang paling ekonomis dan praktis (Wallace, 1987). Fungsi
yang dimaksudkan disini diharapkan dapat menjadi kepanjangan tangan dan mata
masyarakat untuk menilai dengan kompetensi khusus tindakan dan laporan yang
disampaikan oleh manajemen.Karena itu, dewasa ini sukar ditemukan organisasi
sosial dan ekonomi yang berorientasi pada hak-hak demokrasi anggotanya yang
eksis tanpa lembaga audit.
Dengan demikian,audit merupakan fungsi yang sangat instrumental dalam
perwujudan manajemen yang dapat beroperasi dengan good corporate
governance.Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain:
(1) meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi,
(2) menjaga kepercayaan publik kepada profesi,
(3) mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi.
Dengan lingkup aktivitas profesi akuntan yang semakin luas, tentunya
memiliki implikasi yang luas pula salah satunya adalah tantangan bagaimana
akuntan mampu mengembangkan kualitas profesinya. Sebab untuk dapat
melaksanakan aktivitas.Dalam konteks ini, untuk mengimbangi luasnya lingkup
aktivitas profesi akuntan,maka keahlian-keahlian atau pengetahuan berikut perlu
dimiliki para akuntan.
Pertama pengetahuan tentang hukum bisnis. Tujuannya adalah, agar para akuntan
mampu mengidentifikasi perilaku-perilaku bisnis (seperti monopoli, kartel,
oligopoli, dansebagainya).
Good Corporate Governance-Internal Audit|41
Kedua, pemahaman tentang ekonomi industri. Pemahaman ini diperlukan agar
para akuntan mampu mengidentifikasi struktur industri serta posisi entitas dalam
industri.
Secara institusi, dengan adanya tuntutan yang begitu besar terhadap peran
akuntan dalam mewujudkan good governance, IAI perlu menata kembali aktivitas
yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian seperti
tersebut di atas, melalui berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan,
secara legalitas IAI juga perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam
konteks ini, jika selama ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan
IAI masih mengacu pada catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya
klausul-klausul kualitatif, ikut tercakup dalam standar.
Dengan demikian, bagi IAI kini sudah saatnya untuk mempertimbangkan
membuat suatu standar agar klausul-klausul kualitatif menjadi bagian dalam
pelaporan keuangan yang terpublikasi. Sementara itu, pertimbangan penentuan
opini terhadap sebuah laporan keuangan, juga sudah tidak relevan lagi jika hanya
didasarkan pada kewajaran laporan keuangan, tetapi juga termasuk di dalamnya
perlu dipertimbangkan klausul-klausul kualitatif yang terjadi pada perusahaan,
seperti kewajaran transaksi.
Dengan tuntutan yang sedemikian besarnya terhadap auditor, maka perlu
dipersiapkan auditor yang mampu memenuhi harapan semua pihak tersebut.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh auditor mencakup kemampuan untuk
menggambarkan posisi keuangan dan kinerja keuangan pemerintah, apakah telah
disajikan secara wajar serta di dukung dengan bukti-bukti yang handal.
Audit Internal memegang peranan yang cukup penting dalam terwujudnya
Good Corporate Goverment ( GCG ) hal ini terkait erat dengan fungsi dan tugas
dari internal audit untuk aktif dalam menemukan kelemahan terhadap kepatuhan
dan mendorong langkah perbaikan,sehingga top manajemen dapat mengambil
Good Corporate Governance-Internal Audit|42
alih masalah tersebut dan segera melaksanakan langkah – langkah perbaikan
sehingga Good Corporate Governance ( GCG ) dapat terwujud.
Selain itu tugas pengawasan yang dilakukan oleh audit internal
memainkan peranan yang penting dalam monitoring implementasi pelaksanaan
tugas dan pencapaian tujuan yang tercantum dalam anggaran entitas.Pengawasan
merupakan fungsi yang tidak terpisah dari pengelolaan organisasi modern.Akan
tetapi dalam perkembangannya, dalam penerapan prinsip GCG yang tidak
sungguh –sungguh juga terjadi karena banyak praktik – praktik yang memberikan
peluang bagi organisasi dalam melakukan berbagai penyelewengan dan korupsi.
Realita yang terjadi menunjukkan ketidakberdayaan profesi akuntan dalam
mewujudkan good governance, yang dipicu dengan terjadinya korupsi dalam
permintaan dan penawaran. Olek karena itu sebagai sebuah institusi auditor IAI
dalam membantu mewujudkan good governance, perlu menata kembali aktivitas
yang dilakukan para anggotanya. Selain membekali berbagai keahlian, melalui
berbagai program Pendidikan Profesi Berkelanjutan, secara legalitas IAI juga
perlu memperkuat landasan bagi profesi akuntan. Dalam konteks ini, jika selama
ini standar akuntansi dan auditing yang telah ditetapkan IAI masih mengacu pada
catatan keuangan (kuantitatif) semata, maka kini saatnya klausul-klausul
kualitatif, ikut tercakup dalam standar.Dengan demikian, bagi IAI kini sudah
saatnya untuk mempertimbangkan membuat suatu standar agar klausul-klausul
kualitatif menjadi bagian dalam pelaporan keuangan yang terpublikasi.Sehingga
diharapkan kedepannya dengan segala perbaikan dalam penerapan prinsip GCG,
perbaikan terhadap kompetensi dan kapabilitas serta peraturan pengawasan audit
internal dapat mendukung sepenuhnya terhadap nterwujudnya Good Corporate
Governance.
J. Jurnal Peranan Auditor Internal dalam Menunjang Pelaksanaan Good
CorporateGovernance
Jurnal terlampir.
Good Corporate Governance-Internal Audit|43
BAB III
PENUTUP
Saat ini terjadi pergeseran paradigma, auditor yang dahulu bertindak pasif
sekarang telah menjadi business partner pada perusahaan-perusahaan sebagai
pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada
kinerja perusahaan secara keseluruhan.Dengan demikian, cara
pandang business unit juga berubah, tidak lagi menganggap auditor sebagai polisi
organisasi namun sebagai business partner yang menjadi bagian internal dalam
sebuah manajemen.
Terkait dengan pencapaian Good Corporate Governance dan kaitannya
dengan peranan internal auditor garda terdepan dalam penerapan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance (GCG) di Pertamina. Auditor berperan
sebagai pencegah bukan lagi sebagai penilai perusahaan dimana mencari-mencari
kesalahan dari perusahaan tersebut.
Auditor juga membantu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
dan bekerja "hand in hand" dengan unit bisnis. Auditor mampu melakukan
pengendalian terhadap penyimpangan atas sistem dan prosedur yang telah
ditetapkan sesuai dengan aspekGood Corporate Governance.
Good Corporate Governance-Internal Audit|44
DAFATAR PUSTAKA
IASB-FASB Update Report to the Financial Stability Board Plenary on Accounting Convergence [April 5, 2012]
en.wikipedia.org/wiki/corporate_governance
Kuncoro, Mudrajat. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Erlangga: Yogyakarta
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007).
Azhar Maksum, Pidato Pengukuhan Guru Besar: Tinjuan atas Good Corporate Governance di Indonesia, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatra Utara, 2005).
Crown Dirgantoro, Manajemen Stratejik: Konsep, Kasus,dan Implementasi, (Jakarta: Grasindo, 2001).
Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001).
http://www.blogger.com/commentiframe.g?blogID=5507137554223710716&postID=5507656754725282296&blogspotRpcToken=4617031
http://rson-r-son.blogspot.com/2009/01/good-corporate-governance.htm
http://aldianegara.wordpress.com/2012/01/23/tugas-kuliah-good-corporate-governance/
http://sarilovely.blogspot.com/2009/11/peranan-penerapan-good-corporate.html
paksis.files.wordpress.com/2008/01/gcg-dan-pns.doc
www.elearning-ujb.net/.../00-2411-7401Dyah%20Permata%20Budi%20Asri.doc
http://yogya-indonesia.blogspot.com/2006/09/good-corporate-governance.html
Good Corporate Governance-Internal Audit|45