makalah pemetaan pesisir
DESCRIPTION
Makalah Pemetaan PesisirTRANSCRIPT
MAKALAH
PEMETAAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Oleh :
Surya Tri Prasongko
1125046
TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2014
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
1. Pemetaan Wilayah Pesisir.................................................................................................1
1.1. Demografi dan Kependudukan..................................................................................1
1.1.1. Masyarakat Pesisir dan Struktur Sosial Nelayan.....................................................1
1.1.2. Konsep Masyarakat Maritim...................................................................................1
1.1.3. Konsep Masyarakat Pantai......................................................................................3
1.1.4. Struktur dan Stratifikasi Sosial Nelayan..................................................................4
1.2. Habitat Flora dan Fauna............................................................................................6
1.3. Fisik Lingkungan.......................................................................................................8
1.4. Hidro Oseanografi......................................................................................................9
1.4.1. Defenisi Oseanografi................................................................................................9
1.4.2. Parameter Fisika Oseanografi................................................................................10
1.4.3. Pasang Surut..........................................................................................................11
1.4.4. Arus........................................................................................................................13
1.4.5. Kedalaman Perairan (Batimetri)............................................................................14
2. Pemetaan Pulau-Pulau Kecil...........................................................................................17
2.1. Batasan Luasan........................................................................................................17
2.2. Ekosistem Laut sebagai variable utama...................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iii
ii
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
1. Pemetaan Wilayah Pesisir
1.1. Demografi dan Kependudukan
1.1.1. Masyarakat Pesisir dan Struktur Sosial Nelayan
Secara historis-kultural, timbulnya pranata masyarakat pesisir atau
masyarakat pantai dimana komunitas masyarakatnya dominan kaum
nelayan, dapat dijelaskan melalui beberapa fase yang meliputi munculnya
masyarakat maritim, adanya tatanan masyarakat pantai dan mobilitas kaum
nelayan sebagai pendukung budaya maritim.
1.1.2. Konsep Masyarakat Maritim
Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat
bahwa Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber
hayatinya maupun non hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu
dibuktikan dengan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif.
Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara maritim
dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 46 tahun
yang lalu kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat tidak pernah
mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Munculnya tatanan masyarakat maritim sebagai suatu komunitas tradisional
berawal dari kebangkitan kerajaan maritim di Sulawesi Selatan yang sangat
berpengaruh di Kawasan Timur Indonesia pada abad XV – XVII.
Setidaknya, ada tiga ciri utama pola dasar pembentukan kehidupan budaya
masyarakat maritim yaitu kultur laut (tas‘ akkajang), tradisi agraris (pallaon
ruma) dan mobilitas pasar (pasa-maroae) atau pedagang. Ketiga pola ini erat
hubungannya dengan ekologi, letak geografis dan tatanan sosial-budaya
masyarakat maritim.
Bila tasi’ akkajang dominan dalam aktivitas masyarakat, maka pranata-
pranata yang tumbuh dalam masyarakat mengarah ke kultur laut. Dalam
suasana seperti ini, ritual-ritual yang erat hubungannya dengan laut tumbuh
dan menjadi pesat. Ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, adat, mistik, hukum
1
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
yang erat hubungannya dengan dunia kemaritiman tumbuh dengan
pesatnya.
Secara historis pertumbuhan masyarakat semacam ini dapat ditemukan pada
daerah-daerah pesisir Sulawesi Selatan yang mendapat pengaruh dari
kerajaan Gowa, kerajaan Makassar pada abad XVI – XVII. Bila aktivitas
“pallaon-ruma” mewarnai kegiatan masyarakat, maka pranata-pranata yang
tumbuh pun merujuk ke tradisi agraris. Pada masyarakat ini ditemukan
ritual-ritual agraris. Ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, adat, mistik, hukum
dan lain-lainnya yang berkaitan erat dengan pertanian tumbuh pesat. Basis
agraris ini dipengaruhi oleh kerajaan Bone, Sidenreng dan Soppeng yang
merupakan kerajaan agraris Bugis dan sangat berpengaruhi di daerah
pedalaman Sulawesi Selatan pad abad ke XV – XVII.
Bila aktivitas pasa’ maroae atau pa’ balu-balu lebih dominan dalam
masyarakat maritim, maka aturan-aturan atau adat istiadat yang menyangkut
perdagangan/jual beli (bicaranna pabalue) menjadi ketentuan yang sangat
dipatuhi oleh masyarakat. Kondisi masyarakat semacam ini berada di bawah
pengaruh kerajaan Wajo yang hingga sekarang dikenal sebagai negeri asal
para pedagang Bugis.
Konsep budaya maritim, tidak hanya terbatas pada masalah tasi’ akkajang
tetapi juga sangat erat hubungannya dengan pasa’ maroae atau pa’ balu-balu
yang dilakukan melalui pelayaran dan lintas laut. Corak niaga semacam ini
disebut passompe atau perniagaan laut.
Kompleksitas perwujudan budaya yang berhubungan dengan laut, dapat
dilihat dari dua sisi. Pertama, tradisi besar kemaritiman, diwakili kaum
bangsawan, orang-orang baik (tubaji), dan orang-orang kaya
(tukalumannyang), para pemilik modal, serta penduduk perkotaan di pesisir
pantai. Kedua, tradisi kecil kemaritiman diwakili rakyat biasa atau nelayan,
para sawi (klien). Pada tradisi besar kemaritiman ditemukan kompleksitas
budaya yang mencakup; ide-ide gagasan-gagasan, nilai-nilai, aturan-aturan,
tindakan-tindakan, dan aktivitas serta benda-benda hasil karya yang
berhubungan dengan laut, baik secara langsung atau tidak langsung. Secara
2
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
harfiah dapat dikatakan bahwa filsafat, seni, mistik, arsitektur, birokrasi,
perang dan lain-lain bersumber dari tradisi besar. Dengan demikian, tampak
adanya perbedaan antara kebudayaan maritim dan kebudayaan nelayan.
Nelayan acap kali diasosiasikan dengan kemiskinan dan karenanya budaya
nelayan atau kebiasaan masyarakat pesisir diidentikkan dengan kemiskinan
atau budaya orang miskin. Meskipun tak dapat disangkali bahwa pendukung
kebudayaan maritim adalah kaum nelayan, tetapi nelayan hanyalah
kelompok masyarakat pemangku “abiasang jemma tebbe” (little tradition)
dari masyarakat bahari. Jaringan aktivitasnya sangat terbatas pada
penangkapan ikan, sistem pengetahuan yang berkembang pun berhubungan
erat dengan penangkapan ikan dan sumberdaya laut, sementara jaringan
sosial-nya sangat terbatas pada network pinggawa-sawi (patron-klien).
Sedangkan Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian (BPLPP)
Departemen Pertanian mengartikan nelayan sebagai pengelola usaha
penangkapan ikan yang sebagian atau seluruh pendapatannya diperoleh
dengan jalan melakukan penangkapan ikan di laut atau perairan umum.
1.1.3. Konsep Masyarakat Pantai
Konsep mengenai masyarakat pantai dapat didekati melalui upaya
pemanfaatan sumberdaya alam oleh penduduknya dan kompleksitas
perwujudan budaya masyarakat. Berdasarkan hasil penelaahan dasar
(baseline study) yang dilakukan oleh Fachruddin dkk., ditemukan beberapa
tipe desa-desa pantai di Sulawesi Selatan melalui pendekatan pemanfaatan
sumberdaya alam, yaitu:
a. Desa pantai tipe bahan makanan, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai
petani sawah khususnya sawah padi.
3
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
b. Desa pantai tipe tanaman industri, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai
petani tanaman industri terutama kelapa.
c. Desa pantai tipe nelayan / empang, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai
penangkap ikan laut / pemeliharaan ikan darat.
d. Desa pantai niaga dan transportasi, yaitu desa-desa pantai yang
sepanjang tahun dapat ditempati oleh perahu-perahu layar.
Sedangkan pendekatan kompleksitas perwujudan budaya masyarakat pantai
sangat berkaitan dengan kultur laut (tasi’ akkajang) yang mendapat
pengaruh dari maritime great tradition.
Adapun konsep pengertian masyarakat pesisir yang digunakan dalam studi
ini adalah konsep masyarakat pesisir di perkotaan tipe nelayan dimana
sebagian besar penduduknya bermata-pencaharian pokok sebagai nelayan.
1.1.4. Struktur dan Stratifikasi Sosial Nelayan
Munculnya teknologi penangkapan ikan terutama penguasaan alat-alat
penangkapan ikan yang bersifat individu dan dapat diwariskan atau
diperjual belikan berakibat terbentuknya hubungan pemilikan yang lebih
kongkret. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi diferensiasi hubungan
antara nelayan dengan pemilik alat penangkap ikan dan perahu, lalu
berkembang menjadi suatu struktur dan berlanjut menjadi suatu pelapisan
sosial baru.
Istilah-istilah menyangkut struktur dan pelapisan sosial nelayan dari
berbagai studi sangat beragam dan spesifik. Meskipun demikian pada
dasarnya terdapat kesamaan pengertian yang secara umum dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama, Ponggawa yaitu para pemilik modal, alat penangkap ikan dan
perahu yang biasanya menangani bagi hasil dan pemasarannya.
4
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
Kedua, Juragan yaitu nelayan yang menyewa alat penangkap ikan dan
perahu ataukah memimpin operasi penangkapan ikan di laut.
Ketiga, Sawi yaitu nelayan yang tidak bermodal dan hanya menawarkan
tenaganya untuk jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Selain itu, terdapat pula nelayan mandiri atau nelayan tradisional yang
terdiri atas nelayan pancing, nelayan patorani yang menggunakan jaring
khusus untuk penangkapan ikan terbang pada musim teduh, dan nelayan
parengge yang melakukan penangkapan ikan pada malam hari saja terutama
di bulan purnama dengan memakai rengge atau gaek yaitu sejenis pukat.
Habitat masyarakat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan
masayarakat diantaranya:
a) Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir
yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok
ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern
dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan
dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah
tangkapannya.
b) Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt
pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.
Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui
pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya
dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.
Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat
pesisir perempuan.
c) Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan
yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari
mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan
mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk
usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal
(ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
5
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
d) Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan
kelompok masyarakat nelayan buruh.
(sumber : http://antropologifisip.blogspot.com/2013/01/kajian-masyarakat-
maritim.html)
1.2. Habitat Flora dan Fauna
Karakteristik dari ekosistem pesisir adalah mempunyai beberapa jumlah
ekosistem yang berada di daerah pesisir. Contoh ekosistem lain yang ikut
kedalam wilayah ekosistem pesisir adalah ekosistem mangrove, ekosistem
lamun ( seagrass ), dan ekosistem terumbu karang. Dari ekosistem pesisir
ini, masing masing ekosistem mempunyai sifat- sifat dan karakteristik yang
berbeda beda. Berikut merupakan penjelasan dari ekosistem pesisir dan
faktor pendukungnya :
1.Pasang Surut
Daerah yang terkena pasang surut itu brmacam – macam antara lain gisik,
rataan pasang surut. Lumpur pasang surut, rawa payau, delta, rawa
mangrove, dan padang rumput (sea grass beds). Rataan pasut adalah suatu
mintakat pesisir yang pembentukannya beraneka, tetapi umumnya halus,
pada rataan pasut umumnya terdapat pola sungai yang saling berhubungan
dan sungai utamanya halus, dan masih labil. Artinya Lumpur tersebut dapat
cepat berubah apabila terkena arus pasang. Pada umumnya rataan pasut
telah bervegetasi tetapi belum terlalu rapat, sedangkan lumpur pasut belum
bervegetasi.
2.Estuaria
Menurut kamus (Oxford) eustaria adalah muara pasang surut dari sungai
yang besar. Batasan yang umum digunakan saat sekarang, eustaria adalah
suatu tubuh perairan pantai yang semi tertutup, yang mempunyai hubungan
bebas dengan laut terbuka dan didalamnya ait laut terencerkan oleh air
tawar yang berasal dari drainase daratan. Eustaria biasanya sebagai pusat
permukiman berbagai kehidupan. Fungsi dari eustaria cukup banyak antara
6
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
lain : merupakan daerah mencari ikan, tempat pembuangan limbah, jalur
transportasi, sumber keperluan air untuk berbagai industri dan tempat
rekreasi.
3.Hutan Mangrove
Hutan mangrove dapat diketemukan pada daerah yang berlumpur seperti
pada rataan pusat, Lumpur pasut dan eustaria, pada mintakat litoral.
Agihannya terutama di daerah tropis dan subtropis, hutan mangrove kaya
tumbuhan yang hidup bermacam – macam, terdiri dari pohon dan semak
yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Species mangrove cukup banyak 20
– 40 pada suatu area dan pada umumnya dapat tumbuh pada air payau dan
air tawar. Fungsi dari mangrove antara lain sebagai perangkap sedimen dan
mengurangi abrasi.
4.Padang Lamun (Sea Grass Beds)
Padang lamun cukup baik pada perairan dangkal atau eustaria apabila sinar
matahari cukup banyak. Habitanya berada terutama pada laut dangkal.
Pertumbuhannya cepat kurang lebih 1.300 – 3.000 gr berat kering/m2/th.
Padang lamun ini mempunya habitat dimana tempatnya bersuhu tropis atau
subtropics. Ciri binatang yang hidup di padang lamun antara lain:
a. Yang hidup di daun lamun
b. Yang makan akar canopy daun
c. Yang bergerak di bawah canopy daun
d. Yang berlindung di daerah padang lamun
5. Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem dengan tingkat
keanekaragaman tinggi dimana di Wilayah Indonesia yang mempunyai
sekitar 18% terumbu karang dunia, dengan keanekaragaman hayati tertinggi
di dunia (lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis
7
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
ikan, 590 jenis karang batu, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-
udangan) merupakan ekosistem yang sangat kompleks.
Dapat hidup pada kedalaman hingga 50 meter, memerlukan intensitas
cahaya yang baik untuk dapat melakukan proses fotosintesis, salinitas 30-
35ppt merupakan syarat batas untuk terumbu karang dapat hidup disuatu
perairan. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal banyak biota, letaknya
yang berada diujung/bibir pantai juga bermanfaat sebagai pemecah
gelombang alami. Keindahannya dengan warna-warni ikan dan karang
membuat terumbu karang dapat menjadi obyek wisata air, baik snorkeling
ataupun selam.
(sumber : http://terangi.or.id)
1.3. Fisik Lingkungan
Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna
strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan
sebagai salah satu pilar ekonomi nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang
telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai kesempatan, juga
mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah :
Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau
60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km
dari garis pantai. Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal
perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan dating.
Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah
Kabupaten berada di pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah
masing-masing daerah otonomi tersebut memiliki kewenangan yang lebih
luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar
mulai dari Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung
berbagai asset sosial (Social Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki
nilai ekonomi dan financial yang sangat besar.
8
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi
terhadap pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain
itu, pada wilayah ini juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future
resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini
belum dikembangkan secara optimal, antara lain potensi perikanan yang
saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan.
Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen
(exporter) sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik.
Hal ini menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-
produk sektor industri Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%)
Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir
dan lauatan yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a)
pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan
dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik
penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang diakui duniadengan
keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan
“ecotaurism”.
Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity
laut tripis dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia
terdapat di Indonesia.
Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan
antar Negara maupun antar daerah yang sensitive dan memiliki implikasi
terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
1.4. Hidro Oseanografi
1.4.1. Defenisi Oseanografi
oseanografi berasal dari kata ocean yang berarti laut dan graphy yang
berarti gambaran, deskripsi. Sehingga oseanografi mempunyai arti
gambaran tentang lautan. Oseanografi itu sendiri bukan ilmu murni tetapi
9
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
didukung oleh berbagai macam cabang ilmu seperti kimia oseanografi,
fisika oseanografi, biologi oseanografi serta geologi oseanografi (Hutabarat
dan Evans, 1984).
Bagian penting dari gambaran oseanografi suatu perairan laut adalah
deskripsi dari penyebaran atau distribusi spasial maupun temporal dari
parameter suhu dan salinitas. Pengamatan suhu dan salinitas ini merupakan
parameter yang tak dapat ditinggalkan dalam hampir setiap penelitian di
laut (Nontji, 1987).
Bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi
dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala
fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti diketahui
bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair yang
disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu
bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup
penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer. Nontji, (1987).
Hutabarat dan Evans (1985), pada bagian lain menjelaskan bahwa
oseanografi adalah studi ilmiah mengenai bumi yang ditutupi oleh air dan
lingkunganya. Sasarannya adalah memperluas pengertian manusia
mengenai semua aspek kelautan, sifat antara tingkah laku air, flora dan
fauna dalam alam laut, interaksi udara diatasnya serta bentuk dan struktur
air laut itu sendiri.
1.4.2. Parameter Fisika Oseanografi
Fisika oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan
antara sifat – sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi
antara lautan dengan atmosfer dan daratan. Hal ini termasuk kejadian-
kejadian pokok seperti terjadinya tenaga pembangkit pasang dan
gelombang, iklim dan sistem- sistem arus yang terdapat di lautan dunia
(Hutabarat dan Evans, 1984).
Dahuri dkk (2008) mengemukakan bahwa kondisi oseanografi fisika di
kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam
10
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
seperti terjadinya pasang surut, arus, gelombang, kondisi suhu dan salinitas
serta angin. Fenomena- fenomena ini memberikan ciri khas/karakter pada
kawasan pesisir dan lautan. Sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisika
perairan yang berbeda- beda.
1.4.3. Pasang Surut
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai
naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-
benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Lebih jauh Dronkers (1964) menjelaskan pasang surut laut merupakan suatu
fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari
benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh
benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi.
Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding
terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari,
gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat
daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi bumi menarik air laut
ke arah bulan dan matahari menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari (Priyana,1994)
Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air
yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi
matahari memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil.
11
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama
periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya
pembangkit pasang surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di
sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat
diketahui, yaitu :
a. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali pasang
dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
b. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali
pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
c. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila
bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal,
dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) merupakan pasut yang
hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini
terdapat di Selat Karimata
b. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama
dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
c. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide Prevailing-
Diurnal), merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan
satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut
yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu.
d. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide Prevailing
Semi- Diurnal), merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai
Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Beberapa alat pengukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
12
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
a. Tide Staff. Alat ini berupa tiang yang telah diberi skala dalam meter
atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di
lapangan. Tide Staff (tiang berskala) merupakan alat pengukur pasut paling
sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka
laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat
dari kayu, alumunium atau bahan lain yang dicat anti karat.
b. Tide gauge, Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka
laut secara mekanik dan otomatis. Alat ini memiliki sensor yang dapat
mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam
komputer.
c. Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya
sistem satelit Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri
mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi
lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati
perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip dasar satelit Altimetri
adalah dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmitter), penerima
pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem
ini, altimeter radar yang dibawah oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa
gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut
dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
1.4.4. Arus
Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga
menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi
diseluruh lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1984). Sistem arus laut utama
dihasilkan oleh beberapa daerah angin secara terus menerus, berbeda satu
sama lain dengan berubah-ubah. Arus ini juga mempengaruhi penyebaran
organisme laut dan juga menentukan pergeseran daerah biografi melalui
perpindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya. Angin
dapat mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan
arus horizontal yang lamban yang mampu mengangkut suatu volume air
13
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan (Nybakken, 1992). Arus
permukaan merupakan percerminan langsung dari pola angin. Jadi arus
permukaan digerakkan oleh angin dan air dilapisan bawahnya ikut terbawa.
Karena disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang di sebabkan
oleh perputaran bumi (Romimohtarto dan Juana, 2002).
Faktor – faktor pembangkit arus permukaan adalah sebagai berikut
(Hutabarat dan Evans, 1984):
1. Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya.
Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga
sisi dan oleh arus equatorial counter dari sisi ke empat. Batas-batas ini
menghasilkan aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air
mengarah dalam bentuk bulatan.
2. Gaya coriolis. Gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air dimana
gaya ini akan membelokkan arah arus dari arah yang lurus. Gaya ini timbul
sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
3. Perbedaan tekanan. Pada umumnya air di daerah tropik dan sub tropik
lebih tinggi daripada daerah kutub. Walaupun perbedaan ini kecil, namun
dapat menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan air yang berakibat air
akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah.
4. Perbedaan densitas. Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh
perbedaan densitas dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman
berbeda-beda perbedaan ini timbul terutama diakibatkan oleh perbedaan
suhu dan salinitas.
1.4.5. Kedalaman Perairan (Batimetri)
Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan
studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri
umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur
(contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau
14
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi
permukaan.
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra.
Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel
yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya
dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap
tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan
kapal dan arus.
Tak ada kawasan di muka bumi ini yang unik gambaran relief
(topografi) dasar lautnya seperti perairan laut nusantara kita. Dalam
kawasan yang terbatas ini boleh dikatakan semua tipe topografi dasar laut
bisa ditemukan seperti paparan yang dangkal, depresi yang dalam dengan
berbagai bentuk basin atau cekung, berbagai bentuk elevasi berupa dasar
laut, gunung bawah laut (seamount), terumbu karang dan sebagainya. Tetapi
topografi yang menakjubkan ini kadang-kadang kurang memberikan kesan
yang berarti bagi banyak orang, karena wujudnya tidak bisa terlihat
langsung dengan nyata (Nontji, 1987).
Pemetaan batimetri secara umum dapat menggunakan dua metode dasar,
yaitu:
• Metode Mekanik
Metode mekanik disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman
secara langsung. Metode ini efektif digunakan untuk perairan yang sangat
dangkal atau rawa. Instrumen yang digunakan adalah tongkat ukur atau
rantai ukur yang dilakukan dengan bantuan wahana apung. Bentuk tongkat
ukur mirip dengan rambu ukur yang dipakai untuk pengukuran sipat datar.
Sedangkan rantai ukur, karena fleksibilitas bentuknya, biasanya dipakai
untuk pengukuran kedalaman yang rata-rata lebih dalam dibanding dengan
tongkat ukur. Pada ujung rantai ukur digantungkan pemberat untuk
menghindari sapuan arus perairan dan menjaga agar rantai senantiasa relatif
tegak. Pengukuran kedalaman dengan metode mekanik efektif digunakan
15
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
untuk pemetaan pada batas daerah survei yang relatif tidak luas dengan
skala yang cukup besar.
• Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut
dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik
suara (frekuensi, pulsa, intensitas), faktor lingkungan/medium, kondisi
target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem
akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem
aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar
(Sound Navigation And Ranging) berupa sinyal akustik yang diemisikan
dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal
selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke
dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur
kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari
data temperatur, salinitas dan tekanan). Salah satu alat pengukuran
kedalaman yaitu Fishfinder yang merupakan teknologi pendeteksian bawah
air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument).
Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan
pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah
1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik,
sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya
transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu. Kemudian
disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara,
kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan.
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian
suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan
diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali
menjadi energi listrik, lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang
cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal
processor dan echo integrator. Prosesnya didukung oleh peralatan lainnya
16
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
yaitu komputer, GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software
program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk
bermacam-macam kegunaan yang diinginkan. Bila dibandingkan dengan
metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi ini memiliki
kelebihan, yaitu informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara
cepat (real time). Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data
statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly),
karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara
(underwater sound).
Teknologi ini juga dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa
hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini
untuk berbagai keperluan antara lain adalah eksplorasi bahan tambang,
minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal
(shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi
(sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal
wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan
perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour). Saat ini,
fishfinder memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan
perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish
stock assessment (Supangat, 2003).
(sumber : http://manajimensumberdayaperairan.blogspot.com)
2. Pemetaan Pulau-Pulau Kecil
2.1. Batasan Luasan
Pengertian pulau kecil menurut Undang-Undang 27 Tahun 2007 adalah
pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu
kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya. Di samping kriteria
utama tersebut, beberapa karakteristik pulau-pulau kecil adalah secara
ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas
fisik yang jelas dan terpencil dari habitat pulau induk, sehingga
17
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
bersifat insular; mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan
keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu
mempengaruhi hidroklimat; memiliki daerah tangkapan air (catchment
area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen
masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-
pulau kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
(sumber : http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/)
2.2. Ekosistem Laut sebagai variable utama
Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena
didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan
keamanan serta adanya ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati
tinggi yaitu terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), dan
hutan bakau (mangrove). Ketiga ekosistem tersebut saling berinteraksi baik
secara fisik, maupun dalam bentuk bahan organik terlarut, bahan organik
partikel, migrasi fauna, dan aktivitas manusia. Selain potensi terbarukan
pulau-pulau kecil juga memiliki potensi yang tak terbarukan seperti
pertambangan dan energi kelautan serta jasa-jasa lingkungan yang tinggi
nilai ekonomisnya yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan
kepariwisataan, media komunikasi, kawasan rekreasi, konservasi dan jenis
pemanfaatan lainnya.
(sumber : http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/)
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya
Pulau merupakan daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi oleh air
dan selalu ada di atas air pada saat air pasang (UNCLOS, 1982 dalam
Asriningrum, 2004)
Pulau-pulau kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil
atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
ekosistemnya (Undang-undang RI No. 27 Tahun 2007).
18
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
Alternatif batasan pulau kecil dikemukakan pada pertemuan CSC (1984)
yang menetapkan pulau kecil adalah pulau dengan luas area maksimum
5.000 km2.
Selanjutnya berlandaskan pada kepentingan hidrologi (ketersediaan air
tawar), ditetapkan batasan pulau kecil sebagai pulau dengan ukuran kurang
dari 1.000 km2 atau lebarnya kurang dari 10 km.
Batasan ini mengalami perubahan UNESCO (1991) yang memberikan
batasan sebagai pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000
km2.
Dari segi luasnya, UNESCO (1994) menetapkan bahwa pulau-pulau yang
luasnya kurang dari 200 km tergolong pulau kecil, sedangkan yang luasnya
kurang dari 100 km2 tergolong pulau sangat kecil.
Definisi lainnya menyebutkan, pulau kecil adalah ruang daratan yang
berelevasi di atas muka air pasang dari perairan yang mengelilinginya
dengan luas kurang dari 100 km2 (BBPT-Proyek Pesisir USAID 1998).
kriteria pembatasan pulau kecil sebagai berikut :
a. Secara Ekologis
• Habitat/ Ekosistem pulau kecil cenderung memiliki spesies endemik yang
tinggi dibandingkan proporsi ukuran pulaunya.
• Memiliki resiko lingkungan yang tinggi, misalnya akibat pencemaran dan
kerusakan akibat aktivitas transportasi laut dan aktivitas penangkapan
ikan, akibat bencana alam seperti gempa tsunami.
• Keterbatasan daya dukung lingkungan pulau (ketersediaan air tawar dan
tanaman pangan
b. Secara Fisik
1) Terpisah dari pulau besar
2) Bentuk gugusan atau sendiri
3) Tidak mampu mempengaruhi hidroklimat laut
4) Luas pulau tidak lebih dari 10.000 km2
19
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
5) Rentan terhadap perubahan alam dan atau manusia seperti bencana
angin badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, fenomena
kenaikan permukaan air laut (sea level rise) dan penambangan
c. Secara Sosial – Budaya – Ekonomi
1) Ada pulau yang berpenduduk dan tidak
2) Penduduk asli mempunyai budaya dan sosial ekonomi yang khas
3) Kepadatan penduduk sangat rendah (1-2 orang per hektar)
4) Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar
(pulau induk, kontinen)
5) Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia
6) Aksesibilitas (sarana, jarak, waktu) rendah atau maksimal satu kali
sehari. Jika aksesibilitasnya tinggi maka keunikan pulau lebih muda
Potensi Sumberdaya Hayati Pulau-pulau Kecil
Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif kalsium karbonat
(CaCO3)
Manfaat terumbu karang :
1. Manfaat langsung (sebagai habitat bagi sumberdaya ikan, batu karang,
pariwisata, wahana penelitian
2.manfaat tidak langsung (sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman
hayati)
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut.
Fungsinya :
1. Sebagai produsen detritus dan zat hara.
2. Mengikat sedimen.
3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan
memijah bagi beberapa jenis biota laut.
20
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
hutan mangrove
fungsi ekologis : sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, penyerap
limbah dan penahan abrasi
fungsi ekonomis : sebagai penyedia kayu, bahan baku obat-obatan, sebagai
habitat bagi bermacam-macam binatang seperti binatang laut
perikanan
Perikanan yang terdapat di pulau-pulau kecil adalah spesiea yang
menggunkan karang sebagai habitatnya, seperti : kerapu, napoleon, kima
raksasa (Tridacna gigas)
komoditas seperti ini dapat dikatakan sebagai komoditas spesifik pulau
kecil.
Potensi Sumber Daya Alam
Nir Hayati Pulau – Pulau Kecil
Pertambangan
1. Aktivitas pertambangan banyak dilakukan di negara-negara pulau kecil
di dunia maupun di Indonesia pada propinsi tertentu.
2. Pemanfaatan potensi mineral di kawasan pulau-pulau kecil harus
dilakukan dengan perencanaan yang ketat dan dilakukan secara
berkelanjutan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
1. Struktur batuan dan geologi pulau-pulau kecil di Indonesia adalah
struktur batuan tua yang diperkirakan mengandung deposit bahan-bahan
tambang/mineral penting seperti emas, mangan, nikel dan lain-lain.
2. Beberapa aktivitas pertambangan baik pada tahap penyelidikan umum,
eksplorasi maupun eksploitasi di pulau-pulau kecil antara lain : timah di
P. Kundur, P. Karimun (Riau); nikel di P. Gag (Papua), P. Gebe
(Maluku Utara), P. Pakal (Maluku); batubara di P. Laut, P. Sebuku
21
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
(Kalsel); emas di P. Wetar, P. Haruku (Maluku) dan migas di P. Natuna
(Riau).
kelautan
1.Dengan luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan darat maka
potensi energi kelautan memiliki prospek yang baik sebagai energi alternatif
2.Sumberdaya kelautan yang mungkin digunakan untuk pengelolaan pulau-
pulau kecil adalah Konversi Energi Panas Samudera/Ocean Thermal Energy
Conversion (OTEC), Panas Bumi (Geothermal), Ombak dan Pasang Surut.
Pulau-pulau kecil memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai
ekonomisnya yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan
kepariwisataan, media komunikasi, kawasan rekreasi, konservasi dan jenis
pemanfaatan lainnya.
Kawasan pulau-pulau kecil merupakan aset wisata bahari yang sangat besar
yang didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang mempunyai
hubungan sangat dekat dengan terumbu karang (Coral Reef), khususnya
hard corals.
Kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni, secara logika akan
memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang
dimilikinya.
Potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan satu kesatuan dengan
potensi wisata perairan laut.
Wisata terestrial di pulau-pulau kecil misalnya TN Komodo (NTT), sebagai
lokasi Situs Warisan Dunia (World Herritage Site) merupakan kawasan
yang memiliki potensi darat sebagai habitat komodo, serta potensi
keindahan perairan lautnya di P. Rinca dan P. Komodo.
22
Makalah “Pemetaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil”
Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB sebagai Taman Buru
(TB), dengan kawasan hutan yang masih asri untuk wisata berburu dan
wisata bahari (diving).
Pulau-pulau kecil merupakan suatu prototipe konkrit dari suatu unit
kesatuan utuh dari sebuah ekosistem yang terkecil.
Salahsatu komponennya yang sangat signifikan adalah komponen
masyarakat lokal. Masyarakat ini sudah lama sekali berinteraksi dengan
ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat
pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan kearifan tradisional
(local wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas wisata yang
tinggi.
(sumber : https://www.facebook.com/notes/vera-sewuri/ekosistem-pulau-
pulau-kecil/10151661974523724)
23
DAFTAR PUSTAKA
http://antropologifisip.blogspot.com/2013/01/kajian-masyarakat-maritim.html)
http://terangi.or.id)
http://manajimensumberdayaperairan.blogspot.com)
http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/)
http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/)
https://www.facebook.com/notes/vera-sewuri/ekosistem-pulau-pulau
kecil/10151661974523724)
iii