malaria
DESCRIPTION
pengertian tentang malariaTRANSCRIPT
REFERAT
KESEHATAN MATA MASYARAKAT
Oleh :
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2010
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada pidato Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Peringatan Hari
Malaria Sedunia Ke-2 Pada tanggal 25 April 2009 : ”Sampai tahun 2007, 80%
Kabupaten/Kota di Indonesia masih endemis malaria. Jumlah kasus yang dilaporkan
pada tahun 2008 sebanyak 1.624.930 orang.jumlah ini mungkin lebih besar dari keadaan
yang sebenarnya karena lokasi yang endemis malaria adalah desa-desa yang terpencil
dengan sarana transportasi yang sulit dan akses pelayanan kesehatan masih rendah.
Menurut perhitungan para ahli ekonomi kesehatan dengan jumlah kasus tersebut sudah
dapat menimbulkan kerugian sebesar 3,3 triliun rupiah.” 6
Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di
daerah Indonesia bagian timur. Di daerah trasmigrasi dimana terdapat campuran
penduduk yang berasal dari daerah yang endemis dan tidak endemis malaria, di daerah
endemis malaria masih sering terjadi letusan kejadian luar biasa (KLB) malaria Oleh
karena kejadian luar biasa ini menyebabkan insiden rate penyakit malaria masih tinggi
di daerah tersebut.3
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih tergolong berisiko malaria
serta sering mengalami kejadian luar biasa (KLB). Ini bisa dilihat dari jumlah penderita
malaria pada dua tahun terakhir; pada tahun 2006 terdapat sekitar dua juta kasus malaria
klinis, sedangkan tahun 2007 menjadi 1,7 juta kasus. Jumlah penderita positif malaria
(hasil pemeriksaan mikroskop) tahun 2006 sekitar 350 ribu kesakitan dan tahun 2007
sekitar 311 ribu kesakitan. Daerah endemis malaria tinggi, sebagian besar berada di
wilayah timur Indonesia, yang umumnya merupakan daerah terpencil dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan yang kurang baik serta transportasi dan
komunikasi yang relatif sulit; sedangkan di Pulau Jawa dan Bali, malaria berada pada
kantong-kantong di daerah pantai dan pegunungan.5,8,9
Akibat dari perpindahan penduduk dan arus transportasi yang cepat, penderita
malaria bisa dijumpai di daerah yang tidak ada penularan. Seperti di Jakarta, walaupun
tidak ada penularan malaria, tidak jarang ditemukan penderita malaria dan bahkan
2
sampai ada penderita yang meninggal karena tidak pasti diagosanya dan terlambat atau
salah pengobatan. 4
Setiap dokter yang bekerja di Indonesia perlu memahami penyakit malaria,
mampu mendiagnosa, mengobati, mengetahui komplikasi dan penanganannya, serta
dapat memberi nasehat mengenai pencegahannya. 4
Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010, Pembangunan Kesehatan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yaitu untuk
mewujudkan manusia sehat, produktif dan mempunyai daya saing tinggi. Salah satu ciri
bangsa maju adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan tinggi.
Dengan memahami epidemiologi penyakit malaria diharapkan dapat dilakukan
pemberantasan yang tepat, sehingga eliminasi penyakit malaria di Indonesia dapat
terwujud.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari:
Epi : atas, pada
Demos : rakyat
Logos : ilmu
Maka epidemiologi sebenarnya berarti: ”ilmu mengenai hal-hal yang terjadi
pada rakyat”. Ruang lingkup epidemiologi yang semula mempelajari penyakit menular
lambat laun diperluas, sehingga epidemiologi menjadi ”ilmu yang mempelajari factor-
faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada rakyat”. (1)
Definisi epidemiologi lainnya ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat,
penyebab, pengendalian dan factor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi
penyakit, kecacatan dan kematian dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi
pemberian cirri pada distribusi status kesehatan, penyakit atau kesehatan masyarakat
lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan,
perilaku, waktu, tempat, orang dan sebagainya.7
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan P.
malariae, P. vivax, P. falciparum dan P. ovale. Penularan malaria dilakukan oleh
nyamuk betina dari tribus Anopheles. Dari sekitar 400 spesies nyamuk anopheles telah
ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dan 24 diantaranya ditemukan di
Indonesia. Selain itu gigitan nyamuk malaria dapat ditularkan secara langsung melalui
transfuse darah atau jarum suntik yang tercemar dari ibu hamil kepada bayinya.1
Epidemiologi malaria ialah ilmu yang mempelajari factor-faktor yang
menentukan distribusi malaria pada masyarakat dan memanfaatkan pengetahuan
tersebut untuk menanggulangi penyakit tersebut.1
4
2.2 Penyakit Malaria
2.2.1 Siklus Hidup Plasmodium spp
Siklus hidup semua spesies parasit malaria pada manusia adalah sama, yaitu
mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan
kembali ke nyamuk lagi. Siklus hidup tersebut terdiri dari siklus seksual (sporogoni)
yang berlangsung pada nyamuk Anopheles spp. betina, dan siklus aseksual yang
berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit (erythrocytic schizogony) dan
fase yang berlangsung di dalam parenkim sel hepar (exo- erythrocytic schizogony).
A. Siklus pada manusia
Pada saat nyamuk Anopheles spp. betina yang infektif menghisap darah
manusia, sporozoit yang berada di dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam
peredaran darah selama lebih kurang 30 menit. Setelah itu, sporozoit akan masuk ke
dalam sel hepar dan menjadi trophozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon
hati yang terdiri dari 10,000 – 30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini
disebut sebagai siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih dua
minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel heti selama berbulan-bulan samapi
bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunutas tubuh menurun, hipnozoit ini akan
kembali aktif dan menimbulkan kekambuhan (relaps).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 – 30 merozoit, tergantung
spesisnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit
yang terinfeksi oleh skizon akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel
darah merah lainnya. Siklus ini dikenal sebagai silkus eritrositer.
Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
B. Siklus pada nyamuk Anopheles spp. betina.
Apabila nyamuk Anopheles spp betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina akan melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang menjadi ookinet kemudian
5
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk, ookinet akan
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan
siap ditularkan ke manusia.
Gambar 2.1 Siklus Hidup Plasmodium Spp
2.2.2 Gejala Klinis
Penyakit malaria yang ditemukan berdasarkan gejala-gejala klinis dengan gejala
utama demam mengigil secara berkala dan sakit kepala kadang-kadang dengan gejala
klinis lain sebagai berikut :
• Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
• Nafsu makan menurun.
• Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
• Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan
plasmodium Falciparum.
6
• Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
• Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
• Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang
menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia)
serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.
• Gejala klasik malaria merupakan suatu paroksisme biasanya terdiri atas 3 stadium
yang berurutan yaitu :
1. Stadium dingin (cold stage).
2. Stadium demam (Hot stage).
3. Stadium berkeringat (sweating stage).
Ketiga gejala klinis tersebut diatas ditemukan pada penderita berasal dari daerah
non endemis yang mendapat penularan didaerah endemis atau yang pertama kali
menderita penyakit malaria. 3
Di daerah endemis malaria ketiga stadium gejala klinis di atas tidak berurutan
dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita sehingga definisi malaria
klinis seperti dijelaskan sebelumnya dipakai untuk pedoman penemuan penderita di
daerah endemisitas. Khususnya di daerah yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium
serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrisik). Masa inkubasi
ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada
plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi
ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan
tingkat imunitas penderita. 3
Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi.
Penularan bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya
tergantung pada jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas
penerima arah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium
falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan
plasmodium maJariae setelah 40 hari lebih. 3
Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species
parasit adalah sebagai berikut :
• Plasmodium Falciparum 12 hari.
• Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovale 13 -17 hari.
7
• Plasmodium malariae 28 -30 hari.
Beberapa strain dari Plasmodium vivax mempunyai masa inkubasi yang jauh
lebih panjang yakni sampai 9 bulan. Strain ini terutama dijumpai didaerah Utara dan
Rusia nama yang diusulkan untuk strain ini adalaJl plasmodium vivax hibernans. 3
Gejala Klasik dari malaria meliputi :
1. Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi
gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan
selimut yang tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-
biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering
terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. 3
2. Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi –jadi
dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat
hasil dan suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium ini berlangsung
antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah
matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah. 3
Pada plasmodium vivax dan P. ovate sison-sison dari setiap generasi menjadi
matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari
serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada
plasmodium malariaa, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P.
ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan demam di ikuti oleh periode laten
yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang
kemudian timbul pada penderita. 3
3. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat
tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah
suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur
merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4
8
jam. Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita,
tergantung pada species parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal
ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk
berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga
menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. 3
Gejala mungkin berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya
ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadang–kadang
gejalanya mirip kholera atau dysentri. Black water fever yang merupakan gejala berat
adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi
merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-
muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya
dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan
infeksi yang cukup berat.3
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita
tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat berpergian ke
daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif. 2
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah tepi untuk
menegakkan diagnosis. Pemeriksaan pada saat penderita demam akan meningkatkan
ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan darah yang dapat dilakukan melalui: 2
a. Preparat Tetes Darah Tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah
cukup banyak untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah
tipis.
b. Preparat Tetes Darah Tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium jika dengan preparat darah tebal
sulit ditemukan. 2
9
2.2.4 Pengobatan
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya obat ACT (Artemisinin base
Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama
karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain
itu juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit.
Juga efektif juga terhadap semua spesies P. falciparum, P. vivax maupun lainnya.2
Golongan Artemisinin
Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam bahasa Cina
sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk dalam kelompok seskuiterpen lakton mempunyai
beberapa formula seperti : artemisin, artemeter, asam artelinik, dan dihidroartemisin.
Beberapa obat golongan Artemisin ialah: 2
1. Artesunat
Hari ke-I: 2 mg/KgBB, 2x sehari, hari ke-II-V: dosis tunggal.
2. Artemeter
4 mg/kg dibagi 2 dosis hari ke-I, 2 mg/kg/hari untuk 6 hari
3. Artemisinin
20 mg/kgBB dibagi 2 dosis pada hari ke-I, 10 mg/kg untuk 6 hari.
Pengobatan ACT (Artemisin base Combination Therapy)
Pengobatan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya
rekrudesensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisninin dengan
mengkombinasikan dengan obat antimalaria yang lain, dan hal ini disebut ACT
(Artemisin base Combination Therapy). Kombinasi ini berupa kombinasi dosis tetap
(fixed dose) dan kombinasi dosis tidak tetap (non-fixed dose). 2
Dari kombinasi yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi dan artesunat
+ amodiakuin dengan nama dagang “Artesdiaquine” atau Artesumoon. Dosis orang
dewasa yaitu artesunate (50mg/tablet) 200mg pada hari I-III (4 tablet). Untuk
Amodiaquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 1 ½ tablet hari ke-III.
Sedangkan ACT kombinasi tidak tetap, misalnya:2
Artesunate + mefloquine
Artesunate + amodiaquine
Artesunate + kloroquine
10
Artesunate + pyronaridine
Artecom + Primaquine
Obat Non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah
dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik
terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di
beberapa daerah menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-
pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan.
Obat non-ACT antara lain:2
a. Kloroquin difosfat/Sulfat
Dosis 25mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5
mg /kgBB pada hari III.
b. Kina Sulfat
1 tablet 220 mg, dosis 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P.
Falciparum maupun P. Vivax.
c. Primakuin
1 tablet 15 mg, dipakai untuk pengobatan pelengkap atau radikal terhadap P.
Falciparum dan P. Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis
tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. Vivax dosisnya 15 mg/hari
selama 14 hari yaitu membunuh gamet dan hipnozoit.
d. Sulfadoksin-Pirimetamin
1 tablet mengandung 500 mg sulfadoksin dan 25 pirimetamin, dosis orang
dewasa ialah 3 tablet dosis tunggal.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Epidemiologi
Terdapat hal-hal penting yang harus diuraikan dalam mempelajari epidemiologi
malaria. Hal-hal tersebut ialah hubungan antara host (pejamu), agent (penyebab), dan
environment (lingkungan). Hubungan tersebut dapat diuraikan secara ringkas sebagai
berikut :10
1. Dalam epidemiologi, terdapat tiga faktor yang harus selalu diperhatikan dan
diselidiki hubungannya yaitu (1) host (manusia); (2) agent (penyebab
11
penyakit); dan (3) environment (lingkungan). Manusia disebut sebagai
immediate host (pejamu sementera), sedangkan nyamuk malaria disebut
sebagai definitive host (pejamu tetap).
2. Selain ketiga komponen di atas, terdapat sejumlah pertanyaan penting yang
harus selalu diingat, yaitu sebagai berikut :
What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)? Apakah
ada wabah, kejadian luar biasa, atau ada peningkatan jumlah
suatu penyakit?
Where : Di mana kejadian terjadi atau berlangsung? Apakah di
perkotaan, pedesaan, pegunungan?
When : Bilamana kejadian tersebut berlangsung? Apakah insidental,
sepanjang tahun, atau pada musim-musim tertentu?
Who : Siapakah yang terkena penyakit tersebut? Bagaimana dengan
umur dan jenis kelaminnya? Apakah ia pendatang? dan lain
sebagainya.
Seperti yang telah disebutkan di atas, penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh
tiga faktor yang dikenal sebagai host, agent, dan environment. Penyebaran malaria
terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas saling mendukung. Secara skematis,
ketiga faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 2.1 Hubungan Antara Host, Agent, dan Enviroment
HOST
AGENT ENVIRONMENT
2.3.1 Host
2.3.1.1 Manusia sebagai intermediate host (pejamu sementara)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena
penyakit malaria. Bagi host ada beberapa factor intrinsic yang mempengaruhi derajat
kerentanan pejamu terhadap penyebab.1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan mempunyai
respons imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, tetapi apabila mengenai kaum ibu
12
hamil maka akan menyebabkan anemia yang lebih berat, berat badan lahir rendah,
abortus, lahir prematur dan kematian janin intrauterin.1
Ras atau suku bangsa, pada orang yang mempunyai Haemoglobin S (Hb S)
tinggi ternyata tahan terhadap infeksi P.faciparum. Penelitian menunjukkan bahwa Hb
S menghambat perkembangbiakan P.falciparum pada waktu invasi sel darah merah
maupun pada waktu pertumbuhannya.10
Kekurangan enzym Glukose 6 phospate dehydrogenase (G6PD) ternyata dapat
memberi perlindungan terhadap infeksi P.falciparum yang berat. Keuntungan dari
kurangnya enzym ini ternyata merugikan dari segi pengobatan penderita dengan obat-
obatan golongan sulfonamide dan primakuin dimana dapat terjadi hemolisa darah. 10
Kekebalan/imunitas terhadap penyakit malaria adalah adanya kemampuan tubuh
manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembangbiakannya. Kekebalan ada dua macam yaitu kekebalan alamiah (natural
immunity) yaitu kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu dan
kekebalan yang didapat (acquired immunity) yang juga terbadi menjadi dua jenis yaitu
kekebalan aktif (active immunity) merupakan penguatan dari mekanisme tubuh sebagai
akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi dan kekebalan pasif (passive
immunity) yaitu kekebalan yang didapat dari pemindahan antibodi atau zat-zat yang
berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau melalui pemberian serum dari seseorang
yang kebal penyakit. 10
Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis
malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.
Keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada
beberap studi yang menunjukkan pada anak yang bergizi baik justru lebih sering
mendapat kejang dan malaria cerebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk.
Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat
dibandingkan anak bergizi baik.1
2.3.1.2 Nyamuk sebagai definitive host (pejamu tetap)
13
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles. Dari
lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung
sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Gambar 2.2 Peta Penyebaran Nyamuk Anopheles spp di Dunia
Tabel 2.1. Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia
Pulau Irian Jaya Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi
14
A. aitkenii * * * *A. umbrosus * * * *A. beazai * * * *A. letifer * *A. roperi * *A. barbirostris * * * * *A. vanus * *A. bancrofti *A. sinensis *A. nigerrimus * * * *A. kochi * * * *A. tesselatus * * * *A. leucoshyrus * *A. balabacensis * *A. punctulatus *A. farauti *A. koliensis *A. aconitus * * * *A. minimus * * * *A. flavirostris * * * *A. sundaicus * * * *A. subpictus * * * * *A. annularis * * * *A. maculatus * * * *
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa
juga hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Anopheles jarang
ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di dataran
rendah.1
Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, antara lain
ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas tertentu (An. sundaicus, An.
subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air bersih di pegunungan (An.
maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti). 1
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti
suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya. 1
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut:
1) Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
3) Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).
15
4) Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi
efektif).
5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian
menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies. 1
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istrahat nyamuk
Anopheles dapat dikelompokkan menjadi: 1
1) Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan.
2) Eksofilik : suka tinggal diluar rumah.
3) Endofagi : menggigit dalam rumah/bangunan.
4) Eksofagi : menggigit diluar rumah/bangunan.
5) Antroprofili : suka menggigit manusia.
6) Zoofili : suka menggigit binatang. 1
Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3
km dari tempat perkembangbiakan. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa
terbawa sampai 30 km. Nyamuk Anopheles dapat terbawa pesawat terbang atau kapal
laut dan menyebarkan malaria ke daerah yang non endemik. 1
2.3.2 Parasit Plasmodium sebagai penyebab (agent)
Agar dapat hidup terus, parasit penyebab penyakit malaria harus berada dalam
tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan
betina pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri
dengan sifat-sifat spesies nyamuk Anopheles yang antropofilik agar sporogoni
memungkinkan sehingga dapat menghasilkan sporozoit yang infektif. 1
Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan hal
ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. P.falciparum mempunyai
masa infeksi yang paling pendek, akan tetapi menghasilkan parasitemia yang paling
tinggi. Gametosit P.falciparum baru berkembang setelah 8—15 hari sesudah masuknya
parasit ke dalam darah. P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia
yang rendah, gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama
daripada P.falciparum. Walaupun begitu, sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati
16
dapat berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi
sumber terjadinya relaps. 1
Tabel 2.2 Karakteristik Spesies Plasmodium
No Karakteristik P.falciparum P.vivax P.ovale P.malariae
1 Siklus eksoeritrositik primer
(hari) 5- 7 8 9 14-15
2 Siklus aseksual dalam darah
(hari) 48 48 50 72
3 Masa prepaten (hari) 6-25 8-27 12-20 18-59
4 Masa inkubasi (hari) 7-27 13-17 14 23-69
5 Keluarnya gametosit (hari) 8-15 5 5 5-23
6 Jumlah merozoit per sizon
jaringan 30-40.000 10 15 15
7 Siklus sporogoni dalam
nyamuk (hari) 9-22 8-16 12-14 16-35
Sumber: Bruce-Chwatt1
Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis
tidak dapat dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin
tidak dapat menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola
terjadinya relaps juga berbeda menurut geografisnya. P.vivax dari daerah Eropa Utara
mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan P.vivax dari daerah Pasifik Barat
(antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya resistensi
terhadap obat anti malaria juga berbeda menurut strain geografis parasit. Pola resistensi
di Irian Jaya juga berbeda dengan di Sumatera dan Jawa.1
2.3.3 Faktor lingkungan (environtment)
2.3.3.1 Lingkungan fisik
Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi
malaria. Pengaruh suhu ini berbeda untuk setiap spesies. Pada suhu 26,7°C masa
inkubasi intrinsik adalah 10—12 hari untuk P.falciparum, 8—11 hari untuk P.vivax, 14
—15 hari untuk P.malariae dan P.ovale. 1
17
a) Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam tubuh nyamuk. Suhu yang
optimal berkisar antara 20—30°C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin
rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. 1
b) Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk meskipun tidak
berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 63% yang terdapat di Punjab,
India, merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.
Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk akan menjadi lebih aktif dan lebih
sering menggigit, sehingga penularannya akan semakin meningkat. 1
c) Hujan
Pada umunya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan akan terjadi
epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh hujan terhadap perkembangan
nyamuk tergantung kepada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis
tempat perindukan. 1
d) Ketinggian
Secara umum transmisi malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini disebabkan turunnya suhu rata-rata. Akan tetapi hal ini dapat
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino. 1
e) Angin
Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut
menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia. 1
f) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda
tergantung spesiesnya. A.sundaicus lebih suka tempat yang teduh, sedangkan
A.barbirostris dapat hidup baik pada tempat yang teduh maupun yang terang. 1
g) Arus air
A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya mengalir lambat atau
statis, sedangkan spesies lainnya ada yang menyukai aliran air yang deras dan
ada yang menyukai air yang tergenang. 1
18
h) Kadar garam
A.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12—18% dan
tidak akan berkembang pada kadar garam lebih dari 40%. 1
2.3.3.2 Lingkungan biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva. Hal ini disebabkan karena mereka dapat menghalangi
sinar matahari atau juga dapat melindungi larva dari serangan makhluk hidup lainnya.
Adanya jenis ikan pemakan larva atau jentik seperti ikan kepala timah (Panchax spp),
nila, mujair, dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah.
Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan
nyamuk pada manusia apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah. 1
2.3.3.3 Lingkungan sosial budaya
Dalam keberhasilan usaha pencegahan penyakit malaria, aspek sosial budaya ikut
berperan karena timbul dan hilangnya suatu penyakit dipengaruhi juga oleh aspek sosial
budaya yang ada di masyarakat. Aspek sosial budaya yang erat hubungannya dengan
penyakit yang disebabkan oleh parasit meliputi kebiasaan, kepercayaan, nilai tradisi,
sikap, pengetahuan, dan persepsi masyarakat tentang penyakit atau sakit.
Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran
masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk
memberantas malaria a.l. dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu,
memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan
manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan
pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering mengakibatkan perubahan
lingkungan yang menguntungkan penularan malaria (‘man-made malaria’).1
Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi faktor penting untuk
meningkatkan angka kejadian malaria. Arus pariwisata dan perjalanan dari daerah
endemis dapat mengakibatkan meningkatnya kasus malaria yang diimpor. 1
19
2.3.4 Penilaian Situasi Malaria
Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan surveilans
(pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus
menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data
yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangan yang setepat-tepatnya.1
Pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection)
oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case
Detection) oleh petugas khusus seperti PMD (Pembantu Malaria Desa) di Jawa-Bali. Di
daerah luar Jawa-Bali yang tidak pernah mengalami program pembasmian malaria dan
tidak mempunyai PMD sehingga pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan, penularan
malaria dilakukan melalui survey malariomatrik (MS), mass blood survey (MBS), mass
fever survey (MFS) dan lain-lain. 1
Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter sebagai berikut:
a. Annual Parasite Incidence (API)
API =Kasus malaria yang dikonfirmasikan dalam 1 tahun
x1000Jumlah penduduk daerah tersebut
Kasus malaria ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan dengan
pemeriksaan mikroskopik. 1
b. Annual Blood Examination Rate (ABER)
ABER = Jumlah sediaan darah yang diperiksa
x100Penduduk yang diamati
ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk
menilai API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu
berarti penurunan insidens. Penurunan API berarti penurunan insidens bila
ABER meningkat
c. Slide Positivity Rate (SPR)
SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR
baru bermakna bila ABER meningkat. 1
d. Parasite Formula (PF)
20
PF adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai
PF tertinggi disebut spesies yang dominan. Interpretasi dari masing-masing
dominansi adalah sebagai berikut: 1
1. P. falciparum dominan:
penularan masih baru/belum lama
pengobatan kurang sempurna/rekrudesensi
2. P. vivax dominan:
transmisi dini yang tinggi dengan vector yang paten (gametosit P.
vivax timbul pada hari 2-3 parasitemia, sedangkan P. falciparum
baru pada hari ke-8) 1
pengobatan radikal kurang sempurna sehingga timbul rekurens
3. P. malariae dominan:
kita berhadapan dengan vektor yang berumur panjang (P. malariae
mempunyai siklus sporogoni yang paling panjang dibandingkan
spesies lain) 1
e. Penderita demam/klinis malaria unit-unit kesehatan yang belum mempunyai
fasilitas laboratorium dan mikroskopis dapat melakukan pengamatan terhadap
penderita demam atau gejala klinis malaria. Nilai data akan meningkat bila
disertai pemeriksaan sediaan darah (dapat dikirim ke laboratorium terdekat).
Hasil pengamatan dinyatakan dengan proporsi pengunjung ke unit kesehatan
tersebut (mis. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu) yang menderita demam
atau gejala klinis malaria. Meskipun hasilnya tidak sebaik penggunaan
parameter a. s/d d., proporsi yang meningkat sudah bias menunjukkan
kemungkinan adanya wabah/kejadian luar biasa dan mengambil tindakan yang
diperlukan. 1
Survei malariometrik (MS) biasanya dilakukan di daerah yang belum
mempunyai program penanggulangan malaria yang teratur, terutama di luar Jawa-
Bali.
Pada MS dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut:
1. Parasite Rate (PR)
21
PR adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung parasit
malaria pada saat tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya adalah
golongan 2-9 tahun dan 0-1 tahun. PR kelompok 0-1 tahun mempunyai
arti khusus dan disebut Infant Parasite Rate (IPR) dan dianggap sebagai
indeks transmisi karena menunjukkan adanya transmisi lokal. 1
2. Spleen Rate (SR)
SR menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar,
biasanya golongan umur 2-9 tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa,
hal ini harus dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa dinyatakan
berdasarkan klasifikasi Hacket sebagai berikut: 1
H.0 : tidak teraba (pada insipirasi maksimal)
H.1 : teraba pada insipirasi maksimal
H.2 : teraba tapi proyeksinya tidak melebihi garis horisontal yang ditarik
melalui pertengahan arcus costae dan umbilicus pada garis
mamilaris kiri.
H.3 : teraba di bawah garis horisontal melalui umbilicus
H.4 : teraba di bawah garis horisontal pertengahan umbilicus-symphisis
pubis
H.5 : teraba di bawah garis H.4
3. Average Enlarged Spleen (AES)
AES adalah rata-rata pembesaran limpanya dapat diraba. Indeks ini
diperoleh dengan mengkalikan jumlah limpa yang membesar pada tiap
ukuran limpa (menurut Hacket) dengan pembesaran limpa pada suatu
golongan umur tersebut. AES bermanfaat untuk mengukur keberhasilan
suatu program pemberantasan. AES seharusnya menurun lebih cepat
daripada SR bila endemisitas menurun. 1
Survei-survei lain yang dapat dilaksanakan untuk menilai situasi malaria
adalah:
1. Mass Blood Survey (MBS)
Pada MBS seluruh penduduk di suatu daerah tertentu diperiksa darahnya.
Hasilnya adalah parasite rate (PR) dan parasite formula (PF). 1
2. Mass Fever Survey (MFS)
22
Pada MFS semua penduduk yang menderita demam atau menderita
demam dalam waktu sebulan sebelum survey diperiksa darahnya. Ini
dilaksanakan bila MBS tidak bias dilaksanakan karena keterbatasan biaya,
tenaga, dan waktu. 1
3. Survey Entomologi
Survei ini sama penting dengan survey malariometrik terdahulu. Tanpa
mengetahui sifat-sifat (bionomic) vector setempat tidak akan dapat disusun
upaya pemberantasan yang berhasil. Parameter penting yang perlu
diketahui adalah a.l: Man Biting Rate (gigitan nyamuk per hari per orang),
Parous Rate (nyamuk yang telah bertelur), Sporozoit Rate (nyamuk
dengan sporosoit dalam kelenjar liurnya), Human Blood Index (nyamuk
dengan jumlah darah manusia dalam lambungnya), Mosquito Density
(jumlah nyamuk yang ditangkap dalam 1 jam), Inoculation Rate (man
biting rate x sporozoit rate) 1
4. Survey Lingkungan
Data mengenai lingkungan seperti data meteorologi dan demografi harus
diusahakan dari instansi lain di luar kesehatan. Yang penting diketahui
adalah data tentang tempat-tempat perindukan nyamuk, baik yang alamiah
maupun yang buatan manusia. 1
5. Survei-survei lain
Sesuai dengan kebutuhan program penanggulangan malaria, perlu
dilakukan studi/survey khusus seperti misalnya:1
o studi resistensi parasit terhadap berbagai obat malaria
o survei prevalensi defisiensi G6PD pada masyarakat daerah tertentu
(misalnya bila primakuin akan digunakan sebagai profilaksis)
o studi resistensi vector terhadap berbagai insektisida yang akan dipakai.
o studi mengenai aspek social-budaya, a.l ‘health seeking behaviour’
yang berkaitan dengan penyakit malaria
o studi sero-epidemiologi. Adanya berbagai metode serologi (ELISA,
IFAT, dll) untuk mengukur antibody terhadap berbagai stadium parasit
malaria memungkinkan diadakannya studi sero-epidemiologi untu
23
melengkapi data malariometrik yang ada dan memahami transmisi serta
perkembangan imunitas penyakit malaria dengan lebih baik.
2.3.5 Malaria Di Masyarakat
Adanya malaria di masyarakat dapat dibedakan sebagai endemik atau epidemik.
Penggolongan lain adalah stable dan unstable malaria menurut Mac-Donald. Malaria di
suatu daerah dikatakan endemik bila insidensnya menetap untuk waktu yang lama.1
Berdasarkan spleen rate (SR) pada kelompok 2-9 tahun, endemisitas malaria di
suatu daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1
1. hipoendemik : SR 10%
2. mesoendemik : SR 11-50%
3. hiperendemik : SR 50%
4. holoendemik : SR 75% (dewasa : 25%)
Di daerah holoendemik, SR pada orang dewasa rendah karena imunitas tinggi
yang disebabkan transmisi tinggi sepanjang tahun. Epidemi atau kejadian luar biasa
(KLB) malaria adalah terjadinya peningkatan jumlah penderita atau kematian karena
malaria yang secara statistik bermakna bila dibandingkan dengan waktu sebelumnya
(periode 3 tahun yang lalu). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya epidemic
(KLB) malaria adalah: 1
1. Meningkatnya kerentanan penduduk. Hal ini sering disebabkan pindahnya
penduduk yang tidak imun ke suatu daerah yang endemik, misalnya pada proyek
transmigrasi, proyek kehutanan, pertambangan, dsb.
2. Meningkatnya reservoir (penderita yang infektif). Kelompok ini mungkin tanpa
gejala klinik namun darahnya mengandung gametosit, misalnya transmigran yang
‘mudik’ atau berkunjung dari daerah endemik ke kampong asalnya yang sudah
bebas malaria.
3. Meningkatnya jumlah dan umur (longevity) dari vektor penular. Hal ini bisa
disebabkan perubahan iklim/lingkungan atau menurunnya jumlah ternak sehingga
nyamuk zoofilik menjadi antropofilik.
4. Meningkatnya efektivitas dari vektor setempat dalam menularkan malaria.
24
Kemungkinan masuknya penderita malaria ke daerah dimana dijumpai adanya
vektor malaria disebut ‘malariogenic potential’, yang dipengaruhi oleh dua factor,
yaitu: receptivity dan vulnerability. 1
Receptivity adalah adanya vektor malaria dalam jumlah besar dan terdapatnya
factor-faktor ekologis yang memudahkan penularan. Vulnerability menunjukkan suatu
daerah malaria atau kemungkinan masuknya seorang atau sekelompok penderita malaria
dan atau vektor yang telah terinfeksi. 1
Dalam pembahasan penyakit malaria di suatu daerah, perlu dipertanyakan asal-
usul infeksinya:
o Indigenous : bila transmisi terjadi setempat atau lokal.
o Imported : bila berasal dari luar daerah.
o Introduced : kasus kedua yang berasal dari kasus imported.
o Induced : bila kasus berasal dari tranfusi darah atau suntikan, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja.
o Relaps : kasus rekrudesensi (kambuh dalam 8 minggu) atau rekurensi
(kambuh dalam lebih dari 24 minggu)
o Unclassified : asal-usulnya tidak diketahui atau sulit dilacak
Malaria di suatu daerah bersifat stable apabila transmisi di daerah tersebut tinggi
tanpa banyak fluktuasi selama bertahun-tahun, sedangkan malaria bersifat unstable
apabila fluktuasi transmisi dari tahun ke tahun cukup tinggi. Malaria yang unstable
lebih mudah ditanggulangi daripada malaria yang stable. 1
2.3.6 Penyebaran Malaria Di Dunia
Malaria adalah penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas, yakni antara
garis bujur 60° di utara dan 40° di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara yang
beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah
sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria
berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika
Sub-Sahara. Wilayah di dunia yang kini sudah bebas dari malaria adalah Eropa,
Amerika Utara, sebagian Timur Tengah, sebagian besar Karibia, sebagian besar
Amerika Selatan, Australia, dan Cina. Malaria menurunkan status kesehatan dan
25
kemampuan bekerja penduduk dan menjadi hambatan penting untuk pembangunan
social dan ekonomi.1
Penduduk yang paling berisiko terkena malaria adalah anak balita, wanita hamil
dan penduduk non-imun yang mengunjungi daerah endemic malaria seperti pekerja
migran (khususnya kehutanan, pertanian, pertambangan), pengungsi, transmigran, dan
wisatawan. Situasi malaria di Asia Tenggara dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.1
Suatu masalah penting yang mempersulit penanggulangan malaria ialah
berkembangnya resistensi terhadap klorokuin khususnya dari P. falciparum di sebagian
besar wilayah endemik malaria. Resistensi P. vivax terhadap klorokuin juga telah
dilaporkan di Papua New Guinea, Irian Jaya, Pulau Nias, dan beberapa daerah lainnya.
Resistensi terhadap sulfodoksin/pirimetamin dan meflokuin juga telah ditemukan di
berbagai daerah Asia Tenggara dan Amerika Selatan.1
Tabel 2.3 Situasi malaria di Asia Tenggara pada tahun 1996.1
Negara Insidens (ribu) P. falciparum (%) Penduduk Berisiko (juta)Bangladesh 125 43.8 100Bhutan 16 45.1 0.4India 2,850 38.6 850Indonesia 100 65.9 100Myanmar 59 85.5 42Nepal 7 9.5 14Sri Lanka 143 21.5 10Thailand 88 58.6 40
2.3.7 Pemberantasan Malaria
2.3.7.1 Pemberantasan Malaria Di Dunia
Tujuan dari pemberantasan malaria adalah menurunkan angka kesakitan dan
kematian sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Antara tahun 1959 dan 1968, Indonesia, sesuai dengan
kebijaksanaan WHO yang diputuskan dalam World Health Assembly (WHA) 1955,
melaksanakan program pembasmian malaria di Jawa-Bali. Program pembasmian ini
pada permulaannya sangat berhasil, namun kemudian mengalami banyak hambatan,
baik yang bersifat administrative maupun teknis, sehingga pada tahun 1969 ditinjau
kembali oleh WHA. Meskipun pembasmian tetap menjadi tujuan akhir, cara-cara yang
26
ditempuh disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing negara dan
wilayah.1
Perbedaan antara program pembasmian dan pemberantasan malaria dapat dilihat
pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Perbedaan antara program pemberantasan dan pembasmian malaria 1
Pemberantasan Pembasmian
1. Tujuan Menurunkan malaria
sehingga tidak menjadi
masalah kesehatan
Menghentikan transmisi malaria
dan menghilangkan reservoir
malaria
2. Jangkauan Tidak seluruh wilayah
transmisi malaria
Seluruh wilayah yang
mempunyai transmisi malaria
3. Waktu Tidak terbatas Terbatas (sekitar 8 tahun)
4. Biaya Relatif kecil namun terus
menerus
Relatif besar namun tidak terus
menerus
5. Manajemen/
standar pengelolaan
Harus baik Harus sempurna
6. Penemuan khusus Sesuai kemampuan Sangat penting/mutlak perlu
7. Evaluasi Survey malariometrik ACD
bukan keharusan
Harus membuktikan tidak
adanya kasus indigenous.
ACD mutlak perlu.
Pembasmian malaria berlangsung dalam 4 fase:
1. Fase persiapan: pengenalan wilayah, penyediaan tenaga, bahan, alat, kendaraan.
2. Fase penyerangan: penyemprotan rumah dengan insektisida yang mempunyai
efek residual disertai dengan PCD dan ACD.
3. Fase konsolidasi: fase ini dimulai dari API (Annual Parasite Incidence) kurang
dari 1%. Kegiatan terpenting ialah PCD dan ACD. Fase ini berakhir bila
selama 3 tahun berturut-turut tidak ditemukan lagi kasus malaria indigenous.
4. Fase pemeliharaan (maintenance): fase ini dapat berjalan beberapa tahun untuk
mempertahankan hasil yang dicapai sampai dinyatakan bebas malaria oleh tim
WHO setelah beberapa syarat dipenuhi, a.l. berfungsinya suatu jaringan
pelayanan kesehatan primer.1
27
Untuk pelaksanaan program pembasmian malaria dibutuhkan suatu organisasi
tersendiri yang disebut KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria) yang
mempunyai unit sampai di desa. Sejak tahun 1968 KOPEM telah dibubarkan dan
program pemberantasan malaria diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan umum
yang ada. 1
Program pemberantasan malaria dapat didefinisikan sebagai usaha terorganisasi
untuk melaksanakan berbagai upaya menurunkan penyakit dan kematian yang
diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi masalah kesehatan yang utama. 1
Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan unutk mengurangi malaria ialah:
1. Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles
(pemakaian kelambu, penjaringan rumah, replen, obat nyamuk, dsb)
2. Membunuh nyamuk dewasa (dengan menggunakan berbagai insektisida)
3. Membunuh jentik (berbagai antilarva) baik secara kimiawi (larvisida)
maupun biologik (ikan, tumbuhan, jamur, bakteri)
4. Mengurangi tempat perindukan (source reduction)
5. Mengobati penderita malaria
6. Pemberian pengobatan pencegahan (profilaksis)
7. Vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial) 1
Konferensi Malaria Global yang dihadiri semua menteri kesehatan di dunia yang
diadakan di Amsterdam pada tahun 1992 telah menetapkan Strategi Global
Pemberantasan Malaria sebagai berikut: 1
Menyediakan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat.
Merencanakan dan melaksanakan upaya preventif yang selektif dan
berkesinambungan (sustainable), termasuk pengendalian vektor.
Menemukan secara dini, menanggulangi atau mencegah wabah malaria,
dan
Meningkatkan kemampuan lokal di bidang penelitian dasar dan terapan
agar dimungkinkan terlaksananya penilaian keadaan malaria secara tepat,
khususnya faktor ekologis, sosial ekonomik penyakit malaria. 1
Para pengelola kesehatan di setiap tingkat harus dapat menyesuaikan strategi ini
pada tingkat lokal dan para petugas kesehatan harus mendapat pendidikan tambahan
untuk menghadapi malaria secara efektif. 1
28
Direktur Jenderal WHO, Dr. Gro Harlem Bruntland telah mengambil inisiatif
‘Roll Back Malaria’ untuk meningkatkan pembangunan pelayanan kesehatan dan
kerjasama intersektoral dalam rangka pemberantasan malaria. Para pemimpin dunia
juga telah bersepakat untuk mengurangi kematian malaria sampai setengahnya dalam
tahun 2010 dan separuhnya lagi dalam tahun 2015. 1
2.3.7.2 Sejarah Pemberantasan Malaria Di Indonesia
Laporan pertama mengenai malaria dibuat oleh dokter-dokter militer pada
permulaan abad ke-19. Laporan kemudian adalah tentang adanya wabah malaria seperti
di Cirebon pada tahun 1852-1854. Pemberantasan terutama dilaksanakan dengan obat
kina. Studi mengenai malaria yang lebih lengkap berasal dari permulaan abad ke-20,
khususnya mengenai malaria pada pekerja perkebunan di Sumatera Utara.4
Sebelum tahun 1925, Jakarta dan sekitarnya, kota-kota di pantai utara Jawa serta
beberapa daerah perkebunan serta persawahan di Jawa Barat merupakan daerah
endemik malaria. 4
Pada tahap awal (1919-1927) pemberantasan malaria dilaksanakan dengan
perbaikan sanitasi lingkungan untuk mengurangi perindukan nyamuk anopheles yang
terpenting (species sanitation) serta pengobatan dengan kina. Untuk keperluan tersebut
telah dibentuk Biro Malaria Pusat yang bersama Dinas Pekerjaan Umum mengadakan
pemberantasan malaria melalui pengaturan irigasi dan pengaturan saluran air (drainase).
Penimbunan dan penyaluran genangan air dan lagun ternyata member hasil yang baik.
Pengaturan irigasi dan pola tanam padi, misalnya di lembah Cihea, Jawa Barat, ternyata
juga efektif. 4
Setelah Perang Dunia ke-2, dibuat beberapa uji coba dengan penyemprotan DDT
di rumah yang hasilnya cukup memuaskan, maka tahap berikut (1951-1959) adalah
pemberantasan dengan menggunakan insektisida. Pada tahun 1958 ada 18 juta
penduduk yang dilindungi dengan penyemprotan rumah dengan DDT. 4
Sesuai dengan kebijakan WHO, upaya pemberantasan ditingkatkan menjadi
pembasmian malaria (1959-1968) yang bertujuan untuk menghentikan transmisi malaria
di seluruh Indonesia pada tahun 1970. Kegiatan dimulai dengan dibentuknya organisasi
vertikal khusus, yaitu KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria). Kegiatan
KOPEM dimulai di Jawa-Bali dan Lampung dan mencakup 2/3 dari penduduk
29
Indonesia. Dengan bantuan luar negeri (USAID dan WHO), operasi pembasmian
(penyemprotan rumah dan pencarian serta pengobatan penderita secara aktif) berjalan
lancer. 4
Pada puncak kegiatan KOPEM, yaitu tahun 1965, seluruh penduduk Jawa, Bali,
dan Lampung telah terlindung dan dicapai Slide Positivity Rate (SPR) sebesar 0,15%.
Hasil tersebut sangat menggembirakan bila diingat bahwa dalam tahun 1956 Dr.
Leimena memperkirakan di Indonesia ada 30 juta penderita malaria dan 120.000
kematian akibat malaria. 4
Akibat perubahan politik di Indonesia, bantuan luar negeri dihentikan dan kegiatan
pembasmian malaria mengalami kemunduran sejak 1965. Angka SPR meningkat lagi
dan pada tahun 1968 SPR menjadi 0,52%, dan strategi pembasmian ditinggalkan dan
diganti strategi pemberantasan. Penyemprotan rumah dilakukan lebih selektif dan
cakupan pengobatan diperluas, KOPEM direorganisasi dan diintegrasikan ke dalam
struktur organisasi pelayanan kesehatan umum yang ada. Pada masa peralihan yang
sulit ini situasi malaria di daerah eks KOPEM bertambah buruk dan API (Annual
Parasite Incidence) dan SPR meningkat menjadi 4,4% dan 4,7% pada tahun 1973. 4
Kegiatan pemberantasan di Jawa-Bali kemudian diarahkan untuk mempersempit
penyebaran fokus malaria dan di luar Jawa-Bali, khususnya di Indonesia Bagian Timur
difokuskan pada daerah prioritas (transmigrasi dan wilayah pembangunan), sedangkan
di daerah lainnya ditingkatkan fasilitas untuk pengobatan. Ketergantungan pada
insektisida makin dikurangi (sejak 1992, DDT tidak boleh dipakai lagi) dan
penyemprotan rumah dilaksanakan lebih selektif. Surveilans ditingkatkan dengan
mengikutkan peran serta masyarakat dan lintas sektor disertai kasus malaria dan
pemberantasan jentik dengan penanganan lingkungan. 4
2.3.8 Pencegahan dan Vaksin Malaria
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang non
imun, khususnya pada turis nasional dan internasional. Oleh karenanya sangat
dianjurkan melakukan tindakan pencegahan dengan cara :1) tidur dengan kelambu
sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup pestisida: permethrin) 2)
Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents): gosok, spray, asap,
elektrik , 3)Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau
30
menggunakan proteksi (baju lengan panjang atau stocking), 4) Memproteksi tempat
tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Bila akan menggunakan profilaksis maka harus diketahui sensitivitas
Plasmodium di tempat tujuan. Bila masih sensitif kloroquin maka dapat diberikan 2
tablet klorokuin (250 mg klorokuin difosfat) setiap minggu, 1 minggu sebelum
berangkat dan 4 minggu setelah tiba kembali. Bila resisten terhadap klorokuin maka
dapat diberikan doksisiklin 100mg/hari atau mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2
tablet/minggu ditambah proguanil 200mg/hari.
Vaksinasi terhadap malaria masih dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan
ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing
bentuk stadium pada daur plasmodium.
31
BAB III
KESIMPULAN
Epidemiologi malaria ialah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran malaria
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Terdapat hal penting yang harus diuraikan
dalam mempelajari epidemiologi malaria, yakni hubungan antara host (pejamu), agent
(penyebab penyakit), dan environment (lingkungan).
Host merupakan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia sebagai pejamu
sementara, dan nyamuk sebagai pejamu tetap. Agent berupa parasit genus Plasmodium
yang hidup di dalam tubuh manusia dan tubuh nyamuk. Environment adalah tempat
dimana manusia dan nyamuk berada.
Untuk melakukan penilaian situasi malaria terhadap suatu daerah, dilakukan
suatu kegiatan berupa surveilans epidemiologi. Surveilans epidemiologi tersebut dapat
dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case Detection) oleh fasilitas-fasilitas
kesehatan, atau ACD (Active Case Detection) oleh petugas khusus seperti PMD
(Pembantu Malaria Desa).
Butuh DAFTAR PUSTAKANYA ??? (teksbook lho...)
Disertai DAFTAR ISI. . .
SMS ja di 02291339839
Atau [email protected]
(UCAPAN TERIMAKASIH DISESUAIKAN DENGAN PENAWARAN ANDA
PERTAMA KALI, TENANG AJA JANGAN TAKUT MAHAL.. ALA
KADARNYA AJA KOK.. SAYA GAK MURNI JUALAN KOK, KONTAK JA
DULU VIA EMAIL ATAU SMS JA)
Salam TS
Dari Dr. Mantap si joki makalah
32