measurement of foaming properties foaming capacity and foam stability are

5
Salah satu cara mempertahankan mutu telur supaya dapat tahan lama adalah dengan cara melakukan perendaman atau pelapisan dengan berbagai larutan seperti air kapur, larutan air garam dan filtrat nabati yang mengandung tannin. Bahan-bahan seperti karet, sabun, gelatin, asam belerang, semuanya adalah bahan penutup kulit telur prinsip pengawetan telur dalam bentuk utuh adalah dengan menutup pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroorganisme, dan juga untuk mencegah terjadinya penguapan dan keluarnya gas dari dalam telur. lama perendaman hanya dapat memperlambat proses penguapan dan hilangnya CO2 dari dalam telur yang berakibat penurunan kekentalan putih telur dapat diperlambat, namun tidak mempengaruhi daya busa telur. Faktor yang mempengaruhi daya busa rendah karena tingginya kadar lysozime dan daya busa akan menjadi baik akibat ovomucin yang mengencer, kemudian daya busa akan berkurang kembali karena pengaruh masuknya asam lemak dari kuning telur keputih telur. ovomucin akan mengencer dan putih telur yang encer akan menghasilkan busa yang lebih banyak dari pada telur yang baru ditelurkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa telur yang baru ditelurkan daya busanya kurang dikarenakan tingginya kadar lysozyme, tetapi daya busanya akan semakin baik setelah tiga hari penyimpanan dan akan turun kembali setelah disimpan karena masuknya

Upload: r-ajeng-ayuningtias

Post on 04-Jul-2015

113 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Measurement of Foaming Properties Foaming Capacity and Foam Stability Are

Salah satu cara mempertahankan mutu telur supaya dapat tahan lama

adalah dengan cara melakukan perendaman atau pelapisan dengan berbagai

larutan seperti air kapur, larutan air garam dan filtrat nabati yang mengandung

tannin. Bahan-bahan seperti karet, sabun, gelatin, asam belerang, semuanya

adalah bahan penutup kulit telur prinsip pengawetan telur dalam bentuk utuh

adalah dengan menutup pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroorganisme,

dan juga untuk mencegah terjadinya penguapan dan keluarnya gas dari dalam

telur. lama perendaman hanya dapat memperlambat proses penguapan dan

hilangnya CO2 dari dalam telur yang berakibat penurunan kekentalan putih telur

dapat diperlambat, namun tidak mempengaruhi daya busa telur.

Faktor yang mempengaruhi daya busa rendah karena tingginya kadar

lysozime dan daya busa akan menjadi baik akibat ovomucin yang mengencer,

kemudian daya busa akan berkurang kembali karena pengaruh masuknya asam

lemak dari kuning telur keputih telur. ovomucin akan mengencer dan putih telur

yang encer akan menghasilkan busa yang lebih banyak dari pada telur yang baru

ditelurkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa telur yang baru ditelurkan daya busanya

kurang dikarenakan tingginya kadar lysozyme, tetapi daya busanya akan semakin

baik setelah tiga hari penyimpanan dan akan turun kembali setelah disimpan

karena masuknya asam lemak dari kuning telur ke albumen sehingga membatasi

daya busa albumen.

Busa merupakan sistem koloid di mana gelembung udara terdispersi

dalam fasa cair dan padat. Dengan kekuatan mekanik (blender atau perangkat

cambukan) atau gelembung gas melalui suatu larutan protein, protein telur

bersentuhan dengan permukaan udara-air yang teradsorpsi pada permukaan dan

mulai tersebar. protein telur cenderung untuk melepaskan ikatan hidrofobik

mereka ke fase udara, sedangkan bagian hidrofilik tetap dalam kontak dengan fase

cair (air). Busa yang baik yang memiliki kemampuan untuk dengan cepat

menyerap permukaan antara udara-air selama pengocokan dan cepat membentuk

sebuah film permukaan stabil di sekitar gelembung udara yang dapat melawan

gravitasi dan tekanan mekanis.

Kapasitas pembusaan dan stabilitas pembusaan merupakan parameter

yang umum digunakan untuk mengevaluasi sifat pembusaan. Kemampuan

Page 2: Measurement of Foaming Properties Foaming Capacity and Foam Stability Are

berbusa dari protein biasa dinyatakan dalam overrun, yang mengacu pada jumlah

luas permukaan yang dibentuk oleh protein.

Konsentrasi protein, ketebalan lapisan film, kekuatan ionic, pH, suhu

dan adanya komponen lain dalam system, selain sifat fisik-kimia protein,

merupakan semua parameter yang mempengaruhi sifat berbusa dari telur.

Kontaminasi silang antara putih telur dengan lipid dari kuning telur dapat sangat

mengurangi kemampuan berbusa. Selain itu, peningkatan konsentrasi protein

umumnya menyebabkan pembentukan lapisan fim yang lebih tebal sehingga

menghasilkan busa yang lebih stabil.

Kualitas busa juga merupakan fungsi dari kualitas awal putih telur,

kondisi penyimpanan, umur telur, dan latar belakang genetic ayam penghasil.

Hammershoj Qvist (2001) melaporkan bahwa busa overrun albumen yang tipis

menurun secara nyata sesuai dengan usia ayam, sedangkan overrun busa yang

dibentuk dari albumen yang tebal tidak terpengaruh secara signifikan. Volume

pengocok dan kadar albumen berkorelasi negatif selama waktu penyimpanan

meningkat.

Struktur dan fungsi berhubungan diantara perubahan penyesuaian

protein dan sifat busa yang diamati. Sifat busa yang dilaporkan dipengaruhi oleh

1. Hidrofobisitas permukaan protein (peningkatan permukaan hidrofobik

biasanya menigkatkan kemampuan pembentukan busa).

2. Muatan densitas protein (kelebihan muatan dapat menyebabkan penolakan

sehingga daya busa menjadi buruk)

3. Fleksibilitas protein (peningkatan fleksibilitas menebabkan lebih cepat

membentuk busa)

Perlakuan pendahuluan pada telur utuk meningkatkan daya busa telur

dapat dilakukan dalam berbagai cara, yaitu :

Pemisahan putih dengan kuning telur,

Pasteurisasi pada putih telur menunjukkan hasil waktu pengocokan yang lebih

lama untuk mencapai pembentukan busa dibandingkan dengan putih telur

yang tidak dipasteurisasi. Hal ini telah melekat pada hubungan denaturasi

irreversible ovomucin dengan lisozim. Solusi untuk meningkatkan suhu

denaturasi dari protein putih telur dan untuk mempertahan sifat pembusaan

Page 3: Measurement of Foaming Properties Foaming Capacity and Foam Stability Are

dengan diberi tambahan ion-ion logam seperti (Fe, Cu, Al, dll) dan garam

fosfor dan asam sitrat selama pasteurisasi.

Kato et al. (1994) melaporkan bahwa pemanasan putih telur dalam aliran

kering (7,5% ka pada suhu 80oC selama 10 hari) dapat meningkatkan busa

bubuk dan stabilitas busa sebanyak empat kali lipat tanpa kehilangan daya

larut. Analisis yang dilakukan oleh peneliti yang sama menunjukkan kenaikan

fleksibilitas mulekuler dan sifat permukaan hidrofobik dapat menjelaskan

pemaparan secara cepat dan peningkatan interaksi intermolekuler, kontrobusi

terhadap formasi dari lapisan film kohesif yang kuat.

Modifikasi dari sifat pembusaan, untuk meningkatkan sifat pembusaan dari

telur, investigasi telah dipertimbangkan terhadap modifikasi dari putih telur

kering. Selama proses spray-drying putih telur padat menurunkan kemampuan

pembusaan dan stabilitas pembusaan secara significan, proses karboksilasi

cendrung untuk meningkatkan sifat pembusaan. Akibat dari hidrolisis secara

enzimatis pada sifat pembusaan putih telur telah diuji dengan penggunaan

papain ataupun protease-pepton. Sama dengan sifat pembekuan protein pada

putih telur yang telah digunakan pada pendekatan panas pada proses

denaturasi. Beberapa pengujian telah menunjukan sifat pembusaan protein

dapat ditingkan kan saat pemanasan persis dibawah suhu denaturasi pada salah

satu tahap pengeringan atau pada pelarutan.