measurement of foaming properties foaming capacity and foam stability are
TRANSCRIPT
Salah satu cara mempertahankan mutu telur supaya dapat tahan lama
adalah dengan cara melakukan perendaman atau pelapisan dengan berbagai
larutan seperti air kapur, larutan air garam dan filtrat nabati yang mengandung
tannin. Bahan-bahan seperti karet, sabun, gelatin, asam belerang, semuanya
adalah bahan penutup kulit telur prinsip pengawetan telur dalam bentuk utuh
adalah dengan menutup pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroorganisme,
dan juga untuk mencegah terjadinya penguapan dan keluarnya gas dari dalam
telur. lama perendaman hanya dapat memperlambat proses penguapan dan
hilangnya CO2 dari dalam telur yang berakibat penurunan kekentalan putih telur
dapat diperlambat, namun tidak mempengaruhi daya busa telur.
Faktor yang mempengaruhi daya busa rendah karena tingginya kadar
lysozime dan daya busa akan menjadi baik akibat ovomucin yang mengencer,
kemudian daya busa akan berkurang kembali karena pengaruh masuknya asam
lemak dari kuning telur keputih telur. ovomucin akan mengencer dan putih telur
yang encer akan menghasilkan busa yang lebih banyak dari pada telur yang baru
ditelurkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa telur yang baru ditelurkan daya busanya
kurang dikarenakan tingginya kadar lysozyme, tetapi daya busanya akan semakin
baik setelah tiga hari penyimpanan dan akan turun kembali setelah disimpan
karena masuknya asam lemak dari kuning telur ke albumen sehingga membatasi
daya busa albumen.
Busa merupakan sistem koloid di mana gelembung udara terdispersi
dalam fasa cair dan padat. Dengan kekuatan mekanik (blender atau perangkat
cambukan) atau gelembung gas melalui suatu larutan protein, protein telur
bersentuhan dengan permukaan udara-air yang teradsorpsi pada permukaan dan
mulai tersebar. protein telur cenderung untuk melepaskan ikatan hidrofobik
mereka ke fase udara, sedangkan bagian hidrofilik tetap dalam kontak dengan fase
cair (air). Busa yang baik yang memiliki kemampuan untuk dengan cepat
menyerap permukaan antara udara-air selama pengocokan dan cepat membentuk
sebuah film permukaan stabil di sekitar gelembung udara yang dapat melawan
gravitasi dan tekanan mekanis.
Kapasitas pembusaan dan stabilitas pembusaan merupakan parameter
yang umum digunakan untuk mengevaluasi sifat pembusaan. Kemampuan
berbusa dari protein biasa dinyatakan dalam overrun, yang mengacu pada jumlah
luas permukaan yang dibentuk oleh protein.
Konsentrasi protein, ketebalan lapisan film, kekuatan ionic, pH, suhu
dan adanya komponen lain dalam system, selain sifat fisik-kimia protein,
merupakan semua parameter yang mempengaruhi sifat berbusa dari telur.
Kontaminasi silang antara putih telur dengan lipid dari kuning telur dapat sangat
mengurangi kemampuan berbusa. Selain itu, peningkatan konsentrasi protein
umumnya menyebabkan pembentukan lapisan fim yang lebih tebal sehingga
menghasilkan busa yang lebih stabil.
Kualitas busa juga merupakan fungsi dari kualitas awal putih telur,
kondisi penyimpanan, umur telur, dan latar belakang genetic ayam penghasil.
Hammershoj Qvist (2001) melaporkan bahwa busa overrun albumen yang tipis
menurun secara nyata sesuai dengan usia ayam, sedangkan overrun busa yang
dibentuk dari albumen yang tebal tidak terpengaruh secara signifikan. Volume
pengocok dan kadar albumen berkorelasi negatif selama waktu penyimpanan
meningkat.
Struktur dan fungsi berhubungan diantara perubahan penyesuaian
protein dan sifat busa yang diamati. Sifat busa yang dilaporkan dipengaruhi oleh
1. Hidrofobisitas permukaan protein (peningkatan permukaan hidrofobik
biasanya menigkatkan kemampuan pembentukan busa).
2. Muatan densitas protein (kelebihan muatan dapat menyebabkan penolakan
sehingga daya busa menjadi buruk)
3. Fleksibilitas protein (peningkatan fleksibilitas menebabkan lebih cepat
membentuk busa)
Perlakuan pendahuluan pada telur utuk meningkatkan daya busa telur
dapat dilakukan dalam berbagai cara, yaitu :
Pemisahan putih dengan kuning telur,
Pasteurisasi pada putih telur menunjukkan hasil waktu pengocokan yang lebih
lama untuk mencapai pembentukan busa dibandingkan dengan putih telur
yang tidak dipasteurisasi. Hal ini telah melekat pada hubungan denaturasi
irreversible ovomucin dengan lisozim. Solusi untuk meningkatkan suhu
denaturasi dari protein putih telur dan untuk mempertahan sifat pembusaan
dengan diberi tambahan ion-ion logam seperti (Fe, Cu, Al, dll) dan garam
fosfor dan asam sitrat selama pasteurisasi.
Kato et al. (1994) melaporkan bahwa pemanasan putih telur dalam aliran
kering (7,5% ka pada suhu 80oC selama 10 hari) dapat meningkatkan busa
bubuk dan stabilitas busa sebanyak empat kali lipat tanpa kehilangan daya
larut. Analisis yang dilakukan oleh peneliti yang sama menunjukkan kenaikan
fleksibilitas mulekuler dan sifat permukaan hidrofobik dapat menjelaskan
pemaparan secara cepat dan peningkatan interaksi intermolekuler, kontrobusi
terhadap formasi dari lapisan film kohesif yang kuat.
Modifikasi dari sifat pembusaan, untuk meningkatkan sifat pembusaan dari
telur, investigasi telah dipertimbangkan terhadap modifikasi dari putih telur
kering. Selama proses spray-drying putih telur padat menurunkan kemampuan
pembusaan dan stabilitas pembusaan secara significan, proses karboksilasi
cendrung untuk meningkatkan sifat pembusaan. Akibat dari hidrolisis secara
enzimatis pada sifat pembusaan putih telur telah diuji dengan penggunaan
papain ataupun protease-pepton. Sama dengan sifat pembekuan protein pada
putih telur yang telah digunakan pada pendekatan panas pada proses
denaturasi. Beberapa pengujian telah menunjukan sifat pembusaan protein
dapat ditingkan kan saat pemanasan persis dibawah suhu denaturasi pada salah
satu tahap pengeringan atau pada pelarutan.