melon terolah minimal
DESCRIPTION
melon terolah minimalTRANSCRIPT
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengolahan minimal merupakan suatu proses secara minimal dengan maksud
untuk mempertahankan karakteristik kesegaran bahan tetapi memberikan
kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen. Proses penanganan pada pengolahan
minimal meliputi pembersihan, pencucian, sortasi, penghilangan bagian-bagian
yang tidak dikehendaki termasuk pengupasan, pemotongan, pengirisan menjadi
bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang spesifik sesuai komoditas (Shewfelt,
1987). Namun, perlakuan pada proses pengolahan menyebabkan produk terolah
minimal mudah mengalami penurunan mutu karena terjadinya peningkatan
produksi etilen, peningkatan laju respirasi, kehilangan air, dan kerusakan akibat
mikroorganisme. Salah satu contoh penurunan mutunya yaitu penurunan umur
simpan pada buah terolah minimal (Baeza, 2007).
Pengolahan minimal dapat dijumpai pada buah-buahan, contohnya pada buah
melon terolah minimal. Melon (Curcumis melo L.) saat ini merupakan salah satu
buah yang banyak disediakan dalam setiap jamuan makan sebagai hidangan
pencuci mulut. Kelemahan yang ditemui pada buah potong melon yaitu singkatnya
masa simpan yang dimiliki. Kesegaran buah melon yang dapat dipertahankan
apabila buah tersebut telah dikupas dan terpotong hanya bertahan kurang lebih 2
hari pada suhu kamar. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan kadar air yang
menyebabkan melon akan terlihat keriput dan penampilannya menjadi kurang
menarik, perubahan kandungan gula dan juga perubahan kadar vitamin C. Oleh
-
2
karena itu, diperlukan sebuah alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi
kerusakan di atas dan untuk mempertahankan kualitas buah melon terolah minimal.
Pelapisan buah menggunakan edible coating merupakan salah satu alternatif
yang dapat digunakan untuk meminimalisir penurunan mutu buah terolah minimal.
Edible coating adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang dapat
dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat
terhadap transfer massa (misalnya kelembapan, oksigen dan zat terlarut) dan atau
sebagai pembawa atau carrier bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet
untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan (Krochta,1992). Metode
yang paling umum dilakukan edible coating adalah pencelupan, dimana produk
yang akan digunakan dicelupkan pada larutan yang digunakan sebagai bahan
coating (Miskiyah et al. 2011). Bahan dasar pembentuk edible coating yaitu pati.
Pati merupakan bagian dari karbohidrat yakni jenis polisakarida yang banyak
dimanfaatkan sebagai sumber energi. Salah satu tanaman yang memiliki potensi
sebagai bahan dasar pembentuk edible coating adalah talas (Colocasia esculenta).
Talas di Indonesia merupakan bahan makanan yang cukup populer dan
produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang
dan Malang) yang merupakan sentra produksi talas. Pemanfaatan talas selama ini
hanya sebagai bahan makanan cemilan, misalnya keripik. Padahal di negara lain
seperti Amerika Serikat, Hawai, Jepang dan Columbia talas telah dijadikan
berbagai komoditas industri antara lain biscuit, roti dan pasta talas. Oleh karena itu,
penelitian ini difokuskan pada penggunaan pati talas sebagai salah satu sumber pati
alternatif dalam pembuatan bahan edible coating karena talas mempunyai
-
3
kandungan pati sebesar 80 % (kadar amilosa 5,55 % dan kadar amilopektin 74,45
%) (Rahmawati et all. 2012).
Edible coating berbasis pati dapat ditambahkan bahan lain, salah satunya
yaitu plasticizer berupa sorbitol. Sorbitol adalah plasticizer yang cocok digunakan
pada edible coating berbasis pati, karena sruktur molekul glukosa yang mirip
dengan unit rantai pati, serta meningkatkan perubahan interaksi rantai polimer
(Embuscado, M. dan Kerry C. H. 2009). Penambahan sorbitol sebagai plasticizer
berfungsi untuk mengurangi kerapuhan, meningkatkan fleksibilitas bahan,
menghindari dari keretakan, meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan
zat terlarut, dan meningkatkan elastisitas pada edible coating.
Penggunaan edible coating berbasis pati talas diharapkan akan memberikan
keuntungan pada hasil penanganan produk buah melon terolah minimal, sehingga
dapat melindungi kualitas buah selama masa simpan dan dapat mengurangi
kerusakan akibat proses pengolahan minimal pada buah melon. Kandungan pati
talas yang tinggi sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dengan
penambahan sorbitol sebagai plasticizer yang digunakan, maka penelitiaan tentang
pengaruh penggunaan edible coating berbasis pati talas pada buah melon terolah
minimal perlu dilakukan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan pati
talas sebagai bahan edible coating dengan tambahan sorbitol sebagai plasticizer
terhadap kualitas penyimpanan buah melon terolah minimal.
-
4
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mempelajari pengaruh penggunaan edible coating pada buah melon terolah
minimal selama masa penyimpanan.
2. Mengetahui konsentrasi pati talas dan sorbitol sebagai plasticizer yang paling
baik dalam pembuatan edible coating.
3. Mengevaluasi buah melon selama masa penyimpanan dengan mengukur susut
bobot, kadar air, uji kekerasan, total padatan terlarut, warna serta uji
organoleptik.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai
acuan dalam upaya peningkatan umur simpan buah potong melon terolah minimal,
serta memberikan informasi mengenai cara untuk mempertahankan mutu serta
umur simpan buah potong melon terolah minimal dengan menggunakan edible
coating berbahan dasar pati talas dan memberikan informasi kepada masyarakat
bahwa pati talas dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan edible coating.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Edible Coating
Pelapis edibel adalah lapisan tipis dan kontinu yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai
penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid dan zat
terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif dan atau untuk
meningkatkan penanganan makanan (Krocha, et al.,1992). Edible coating dapat
melindungi produk segar dan dapat juga memberikan efek yang sama dengan
modified atmosphere storage dengan menyesuaikan komposisi gas internal.
Keberhasilan edible coating untuk buah tergantung pada pemilihan film atau
coating yang memberikan komposisi gas internal yang dikehendaki sesuai untuk
produk tertentu (Park, 2002).
Komponen pelapis edibel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu
hidrokoloid, lipid dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok
diantaranya adalah protein, alginat, pektin, pati dan polisakaridanya. Lipid yang
cocok adalah lilin, asilgliserol dan asam lemak. Pelapis campuran dapat berbentuk
bilayer, di mana lapisan yang satu hidrokoloid bercampur dalam lapisan hidrofobik
(Paramawati, 2001).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengaplikasi edible coating yaitu :
menurunkan permukaan bahan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat
dihindari, memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga permukaan menjadi
mengkilat, mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah,
-
6
mengurangi kontak dengan oksigen dengan bahan sehingga oksidasi dapat dihindari
(ketengikan dapat dihambat), sifat asli produk seperti flavour tidak mengalami
perubahan, dan memperbaiki penampilan produk (Santoso et al. 2004).
Julianti dan Nurminah (2007) menyatakan bahwa, aplikasi dari edible film
atau edible coating dapat dikelompokkan atas kegunaanya, yaitu :
1. Sebagai kemasan primer dari produk.
Contohnya adalah pada permen, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis,
daging dan produk laut.
2. Sebagai Barrier
Gelam Kum yang direaksikan dengan garam mono atau dwivalen yang
membentuk film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan
Barrier yang baik untuk absorpsi minyak pada bahan pangan yang digoreng,
sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di
Jepang bahan ini digunakan untuk menggoreng tempura.
3. Sebagai pengikat (Binding)
Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi
bumbu yaitu sebagai pengikat atau andesit dari bumbu yang diberikan agar
dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi
lemak pada bahan yang dengan penambahan bumbu.
4. Sebagai pelapis (Glaze)
Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-
produk bakery, yaitu untuk menggantikan pelapisan dengan telur.
-
7
Edible coating yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbahan dasar
polisakarida berupa pati talas yang ditambah bahan lain yaitu sorbitol sebagai
plasticizer dan bahan pengental CMC (Carboxymethylcellulose). Larutan edible
coating tersebut kemudian diaplikasikan dengan teknik pencelupan pada buah
melon yang terolah minimal yang dikemas dengan plastik wrap serta disimpan pada
suhu dingin untuk memperpanjang umur simpannya.
B. Pati
Bahan dasar edible coating salah satunya adalah polisakarida. Golongan
polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuatan edible coating
adalah pati dan turunannya, selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil
selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin ekstrak ganggang laut (alginat,
karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), xanthan, dan kitosan (Gennadios
dan Weller 1990). Aplikasi polisakarida biasanya dikombinasikan dengan beberapa
bahan tambahan seperti resin, plasticizers, surfaktan, minyak, lilin (waxes), dan
emulsifier yang memiliki fungsi memberikan permukaan yang halus dan mencegah
kehilangan uap air (Krochta et al. 1994).
Edible coating/film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan
lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan,
penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap
oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible
coating/film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel
-
8
yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO sehingga dapat menurunkan
tingkat respirasi pada buah dan sayuran (Krochta et al.1994).
Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan
pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi dengan mengontrol
komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal. Keuntungan lain coating
berbahan dasar polisakarida adalah memperbaiki tekstur dan warna, meningkatkan
stabilitas selama penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat
kebusukan (Krochta et al. 1994).
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam,
bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat
pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang
cukup kuat. Namun, edible coating berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu
resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah
karena sifat hidrofilik pati dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat mekanisnya
(Garcia, 2011). Tanaman talas mempunyai kandungan pati yang tinggi, sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu sumber alternatif untuk bahan dasar pembuatan
edible coating.
C. Talas (Calocasia esculenta)
Talas (Calocasia esculenta) merupakan salah satu tanaman umbi umbian
yang mengandung karbohidrat tinggi yang banyak digemari masyarakat. Talas
merupakan tanaman pangan berupa herba menahun. Talas juga merupakan sumber
pangan yang penting karena selain merupakan sumber karbohidrat, protein dan
-
9
lemak, talas juga mengandung beberapa unsur mineral dan vitamin sehingga dapat
dijadikan bahan obat-obatan. Sebagai pengganti nasi, talas mengandung banyak
karbohidrat dan protein yang terkandung dalam umbinya, sedangkan daunnya
dipergunakan sebagai sumber nabati (Prihatman, 2000).
Asal mula tanaman ini berasal dari daerah Asia Tenggara, menyebar ke China
dalam abad pertama, ke Jepang, ke daerah Asia Tenggara lainnya dan ke beberapa
pulau di Samudra Pasifik, terbawa oleh migrasi penduduk. Di Indonesia talas bisa
di jumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai
pegunungan di atas 1000 m dpl, baik liar maupun di tanam (Purwono dan Heni,
2007).
Gambar 1. Talas
Talas mempunyai kandungan pati sebesar 80 % (kadar amilosa 5,55 % dan
kadar amilopektin 74,45 %). Kandungan pati talas lebih tinggi dibandingkan
dengan pati jagung 71,3% dan pati singkong 72,17%, namun tidak lebih tinggi
dibandingkan dengan pati beras 78,9 - 85,18 % (Rahmawati et all. 2012). Oleh
-
10
karena itu, talas yang mengandung kadar pati yang tinggi dapat dijadikan sebagai
salah satu bahan dasar pembuat edible coating berbasis pati.
D. Komposisi Edible Coating
Komposisi dalam edible coating dapat ditambahkan bahan lain untuk
meningkatkan efektivitasnya. Bahan yang dapat ditambahkan pada pembuatan
larutan edible coating antara lain plasticizer dan CMC (Carboxymethylcellulose).
Plasticizer adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang
ditambahkan dengan maksud untuk mengurangi kerapuhan serta mampu
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan film, terutama jika disimpan pada suhu
rendah (Kester dan Fennema, 1989). Gliserol dan sorbitol merupakan plasticizer
yang efektif karena memiliki kemampuan untuk mengurangi ikatan hidrogen
internal pada ikatan intermolekuler. Plasticizer ditambahkan pada pembuatan
edible film untuk mengurangi kerapuhan meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan
film terutama jika disimpan ada suhu rendah. Beberapa jenis plasticizer yang dapat
digunakan dalam pembuatan edible film adalah gliserol, lilin lebah, polivinil
alkohol dan sorbitol (Julianti dan Nurminah, 2007).
Sorbitol merupakan polialkohol berkarbon enam yang terdapat dalam
makanan. Sorbitol memiliki kadar kemanisan 60 % kemanisan sukrosa, dan
memiliki rumus C6H8(OH)6 (Pudjaatmaka, 2002). Wittaya (2013) menyatakan
bahwa dalam penelitian yang telah dilakukan menunjukkan film yang yang dibuat
menggunakan sorbitol sebagai plasticizer memberikan kuat tarik tertinggi daripada
film yang menggunakan polietilen glikol dan gliserol. Kemampuan sorbitol dalam
-
11
menstabilkan kadar air dapat melindungi produk dari pengeringan dan
mempertahankan kesegaran produk selama proses penyimpanan serta sorbitol
sangat stabil dan tidak reaktif secara kimia.
Bahan lain dalam larutan edible coating selain plasticizer yang perlu
ditambahkan yaitu bahan pengental untuk menstabilkan, merekatkan, atau
mengentalkan bahan lain yang dicampur dalam air. Pengental yang digunakan yaitu
CMC (Carboxymethil cellulosa) yang merupakan bahan pengental buatan. CMC
(Carboxymethil cellulosa) merupakan eter polimer selulosa linier dan berupa
senyawa amnion yang bersifat biodegradebel, tidak berbau, tidak berwarna, tidak
beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air, memiliki rentang pH 6,5-8,0
(Fennema, 1996).
Turunan selulosa yang dikenal sebagain Carboxymethil cellulose (MC) sering
dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya
pada pembuatan es krim. Pemakaian CMC Kam memperbaiki tekstur dan kristal
laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC yang banyak dipakai pada industri
makanan adalah garam Na Carboxymethil cellulose yang dalam bentuk murninya
disebut Kum selulosa. Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas
larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimumnya adalah 5, dan apabila
pH terlalu rendah (
-
12
mengakibatkan lapisan yang terbentuk tidak merata, juga akan memperlama waktu
pengeringan produk serta dapat mengakibatkan fermentasi anaerobik (Latifah,
2009).
E. Melon (Curcumis melo L.)
Buah melon merupakan salah satu jenis buah segar dengan kandungan
vitamin C yang cukup tinggi. Awalnya yakni sebelum tahun 1980, buah melon
hadir di Indonesia sebagai buah impor. Kemudian banyak perusahaan agrobisnis
yang mencoba menanam melon untuk dibudidayakan daerah Cisarua (Bogor) dan
Kalianda (Lampung) dengan varietas melon dari Amerika, Taiwan, Jepang, Cina,
Prancis, Denmark, Belanda dan Jerman (Siswanto, 2010).
Buah melon sangat bervariasi, baik bentuk, warna kulit, warna daging buah
maupun berat atau bobotnya. Bentuk buah melon antara bulat, bulat oval sampai
lonjong atau selindris. Warna kulit buah antara putih susu, putih krem, hijau krem,
hijau kekuning-kuningan, hijau muda, kuning, kuning muda, kuning jingga hingga
kombinasi dari warna lainnya. Bahkan ada yang bergaris-garis, totol-totol, dan juga
struktur kulit antara berjala (berjaring), semi berjala hingga tipis dan halus
(Rukmana, 1994).
Buah melon bersifat cepat matang dan mudah rusak, sehingga teknik
penyimpanan yang baik adalah diruang dingin, baik berupa penyimpanan suhu
dingin maupun lemari pendingin. Penyimpanan suhu dingin bertujuan untuk
mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tak diinginkan sehingga
mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen
-
13
selama mungkin. Proses pendinginan dapat mengurangi atau menghentikan sama
sekali aktivitas penyebab pembusukan (Rukmana, 1994).
Masalah utama dalam penyimpanan buah melon pada suhu kamar adalah
penurunan kualitas akibat menurunnya berat serta nilai gizi seperti vitamin C dan
kadar gula. Hal ini disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi yang
berlangsung cepat dan terus menerus (Siswanto, 2010). Salah satu faktor penyebab
kerusakan bahan pangan adalah suhu, hal ini dikarenakan suhu dapat
mempengaruhi kelayuan dan laju kehilangan air, laju respirasi dan kecepatan reaksi
biokimia serta laju pertumbuhan mikroba (Budaraga, 1998). Oleh karena itu,
penggunaan edible coating dapat digunakan pada buah melon terolah minimal
untuk memperlambat laju respirasi.
F. Buah Terolah Minimal
Buah terolah minimal merupakan suatu proses secara minimal dengan
maksud untuk tetap mempertahankan karakteristik kesegarannya tetapi
memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen. Proses penanganan
tersebut meliputi pembersihan, pencucian, sortasi, penghilangan bagian-bagian
yang tidak dikehendaki termasuk pengupasan, pemotongan, pengirisan menjadi
bagian yang lebih kecil dengan bentuk yang spesifik sesuai komoditas. Dengan
demikian buah terolah minimal tetap memberikan kenampakan segar, cepat
disajikan dan siap santap. Mendasarkan pada urutan proses penanganan yang
sederhana untuk tetap mempertahankan kesegaran buah, istilah minimally
-
14
processed sering disebut : lightly processed, partially processed, fresh processed
atau preprepared (Shewfelt, 1987).
Masalah yang dihadapi oleh buah terolah minimal adalah terjadinya
perubahan fisiologi yang tidak dikehendaki karena hilangnya keutuhan sel akibat
pengupasan dan pengirisan (Rolle dan Chism, 1987). Adanya perlukaan sel akibat
pengupasan dan pengirisan akan meningkatkan metabolisme dan laju respirasi serta
terganggunya sistem kerja enzim sehingga menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi
yang tidak dikehendaki seperti terbentuknya warna cokelat akibat senyawa fenol.
Hal ini terjadi karena substrat pencoklatan yang terdapat dalam sel mengalir keluar,
selanjutnya kontak dengan O2 udara akan mengaktifkan enzim polifenol oksidasi
sehingga terjadi reaksi pencoklatan (Lehninger, 1982). Buah terolah minimal pada
dasarnya masih harus diikuti dengan tahapan pasca pengolahan minimal yang
sifatnya mengawetkan dan menjaga kestabilan produk, seperti penyimpanan pada
suhu rendah, pengemasan atau reduksi Aw.
-
15
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Pasca Panen,
Program Studi Teknik Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah melon dan umbi talas
yang diperoleh dari Pasar Wage Purwokerto. Bahan-bahan kimia yang diperlukan
adalah sorbitol, CMC dan aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu label, tissue kering, isolasi
hitam, double tipe, blender (penghancur), kain saring, alat pengering, pemanas
(kompor gas), panci, pengaduk, Penetrometer, Refraktometer, timbangan,
thermometer, Color Reader, sterofoam dan alat-alat lainnya.
C. Variasi Perlakuan
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental
menggunakan dua faktor, yaitu lama penyimpanan serta perlakuan penambahan
bahan plasticizer, yaitu sorbitol dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan
uji statistik menggunakan pengujian hipotesis komparatif yaitu dengan uji F taraf
1% dan dilanjutkan uji DMRT (Dunchans Multiple Range Test) taraf 1% apabila
berpengaruh nyata. Kontrol dari penelitian ini adalah melon terolah minimal tanpa
edible coating. Faktor perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
-
16
1. Konsentrasi sorbitol
G0 = kontrol
G1 = konsentrasi sorbitol 1,5%
G2 = konsentrasi sorbitol 2%
G3 = konsentrasi sorbitol 2,5%
G4 = konsentrasi sorbitol 3%
2. Waktu penyimpanan melon
T0 = penyimpanan hari ke-0 (nol)
T1 = penyimpanan hari ke-2
T2 = penyimpanan hari ke-4
T3 = penyimpanan hari ke-6
T4 = penyimpanan hari ke-8
Kombinasi perlakuan percobaan yang diperoleh sebanyak 25 variasi
percobaan dengan ulangan sebanyak 3 kali yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Kombinasi perlakuan percobaan.
Perlakuan Lama Penyimpanan
T0 T2 T4 T6 T8
G0 G0 T0 G0 T2 G0 T4 G0 T6 G0 T8
G1 G1 T0 G1T2 G1 T4 G1 T6 G1 T8
G2 G2T0 G2 T2 G2 T4 G2 T6 G2 T8
G3 G3 T0 G3 T2 G3 T4 G3 T6 G3 T8
G4 G4 T0 G4 T2 G4 T4 G4 T6 G4 T8
-
17
D. Variabel dan Pengukuran
Variabel yang diamati dan diukur pada penelitian ini adalah:
1. Susut bobot
Nilai susut bobot diperoleh dari persentase antara penurunan berat bahan awal
hingga akhir penyimpanan. Digunakan persamaan sebagai berikut :
% =( )
100%................................(1)
2. Kadar air
Kadar air sampel ditentukan dengan cara dikeringkan dengan oven sampai
kadar air di bawah 20%, penentuan kandungan air (SNI 01-2891-1992). Kadar
air dihitung dengan menggunakan sampel 2 gram lalu dikeringkan dalam oven
suhu 105oC selama 15 jam. Kandungan air dihitung dengan rumus :
Kandungan air = W1W2
W0 x 100%.........................................................(2)
W1 = berat cawan + sampel sebelum di keringkan
W2 = berat cawan + sampel sesudah di keringkan
W0 = berat sampel
3. Kekerasan
Pengukuran tekstur (kekerasan) sampel dilakukan secara objektif
menggunakan metode destruktif. Alat yang digunakan yaitu penetrometer
(fruit hardness tester). Nilai tekanan yang ditunjukkan oleh penetrometer
mempunyai satuan kg sehingga perlu dikonversi menjadi kg/mm2 dengan
rumus sebagai berikut:
P = F/A....................................................................................................(3)
-
18
Keterangan :
P = Tekanan (kg/mm2)
F = Gaya (kg)
A = luas permukaan (mm2)
4. Total padatan terlarut
Alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut
adalah Refractometer. Refractometer yang digunakan adalah Refractometer
digital dengan range 0-32Brix. Sampel yang akan dianalisa diperas dan cairan
yang diperoleh diteteskan pada prisma pengukur refraktometer. Total padatan
terlarut dibaca dengan satuan Brix.
5. Warna
Perubahan warna diukur menggunakan untuk mendeteksi warna (Color Reader
Minolta CR-10). Nilai warna yang diperoleh dan diolah yaitu berupa data Lab
dengan ketentuan sebagai berikut:
L = kecerahan warna (0 = gelap; 100 = cerah)
a* b* = kecenderungan warna
a* (+) = merah
a* (-) = hijau
b* (+) = kuning
b* (-) = biru
-
19
6. Uji organoleptik
Pengujian dilakukan terhadap penampakan secara umum yaitu warna, serta
rasa daging buah melon. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala yang
terdiri dari 5 tingkat kesukaan, yaitu warna (sangat hijau, hijau, agak hijau,
agak kuning, dan kuning), tekstur (sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras,
dan keras), dan rasa (agak asam, netral, agak manis, manis, dan sangat manis).
Penilaian terhadap nilai kesukaan dilakukan oleh 15 orang panelis yang
dianggap mewakili konsumen.
7. Laju perubahan mutu dan titik puncak variabel pengukuran
Data observasi penelitian dianalisis secara grafis menggunakan persamaan
kuadrat kemudian dicari laju penurunan mutu (Persamaan 4) dan titik puncak
(Persamaan 5) pada masing-masing variabel menggunakan turunan pertama
dari rumus:
y = ax2 + bx + c
dY
dX = 2ax + b.......................................................................................................(4)
dY
dX = 0
0 = 2ax +b
x = b
2a .............................................................................................................(5)
-
20
E. Analisis Data
1. Menghitung data menggunakan rumus-rumus (1) sampai (5).
2. Menganalisis hubungan antara perlakuan penelitian terhadap susut bobot,
kadar air, kekerasan, total padatan terlarut, warna buah melon secara grafis
selama masa penyimpanan.
3. Menganalisis hubungan antara perlakuan penelitian terhadap tingkat
penerimaan konsumen (panelis) pada buah secara grafis dengan cara
menghitung selisih data tiap pengamatan.
4. Menganalisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan menggunakan analisis
statistik yaitu dengan uji F.
5. Menghitung penurunan mutu dan titik puncak maksimal tiap variabel
pengukuran dari persamaan matematis yang diperoleh.
F. Garis Besar Pelaksanaan Penelitian
1. Penelitian pendahuluan
a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Membuat pati umbi talas untuk bahan dasar edible coating. Cara membuat
pati umbi talas yaitu umbi dikupas dan dibersihkan terlebih dahulu,
kemudian direndam air garam selama 30 menit agar tidak gatal apabila
dipegang. Umbi talas yang sudah dipotong kecil-kecil dicampur dengan
sedikit air 500 ml kemudian dimasukkan ke dalam blender dan
dihaluskan sampai terbentuk seperti bubur. Umbi yang sudah jadi bubur
kemudian disaring dan diperas untuk memisahkan pati dan ampasnya
-
21
menggunakan kain kasa. Setelah disaring, campuran air dan pati umbi talas
diendapkan selama 12 jam sehingga endapan pati dari umbi talas dan air
terpisa. Endapan pati dikeringkan menggunakan pengering cabinet dryer
selama 2 jam. Pati yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Pati talas kering.
c. Menetukan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating yaitu dengan
variasi pati 1% (b/v) CMC 0,5% (b/v); pati 1% (b/v) CMC 1% (b/v); pati
2% (b/v) CMC 0,5% (b/v) dan pati 1% (b/v) CMC 1% (b/v). Larutan yang
dipilih dinilai secara subjektif berdasarkan viskositas, yaitu tidak terlalu
encer dan tidak terlalu kental. Secara visual konsentrasi pati dan CMC
yang tidak terlalu encer dan kental adalah larutan pati 2% (b/v) CMC 0,5%
(b/v).
2. Penelitian utama
a. Membuat larutan edible coating dengan konsentrasi sorbitol 1,5% (v/v),
2% (v/v), 2,5% (v/v) dan 3% (v/v). Teknik pembuatan larutan edible
coating mengacu pada Latifah (2009) dengan modifikasi yang dapat
dilihat pada Lampiran 4.
-
22
b. Mengaplikasikan pada buah melon dengan metode pencelupan.
c. Menyimpan pada suhu 13-15 oC.
d. Pengukuran data pengamatan
Buah yang telah dibersihkan selanjutnya diukur kadar airnya dengan
cara pengeringan menggunakan oven, berat awal buah untuk mengetahui
susut bobot selama penyimpanan, kekerasan dengan penetrometer,
intensitas warna menggunakan Color Reader Minolta CR-10.
e. Penyimpanan buah
Buah yang telah diukur pada pengamatan pertama selanjutnya
disimpan dalam sterofoam kemudian disimpan selama 8 hari pada suhu
refrigerasi (13-15oC). Setiap hari dilakukan pengukuran variabel
penelitian pada tiap perlakuan.
Gambar 3. Penyimpanan melon
-
23
f. Pengamatan
1) Susut bobot
Berat buah ditimbang setelah waktu penyimpanan berakhir, susut bobot
buah diperoleh dari persentase antara penurunan berat bahan awal
hingga akhir penyimpanan.
Gambar 4. Pengukuran susut bobot melon
2) Kadar air
Sampel potongan buah sebanyak 1-2 gram diletakkan pada cawan dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 15 jam hingga
diperoleh massa konstan dan didinginkan dalam desikator selama 15-
30 menit untuk mendinginkan sampel yang akan diuji kadar airnya.
-
24
Gambar 5. Pengukuran kadar air melon
3) Kekerasan
Pengamatan kekerasan dilakukan dengan menusukkan jarum
penetrometer daging buah melon yaitu hasil pengukuran tekanan
kemudian dihitung rata-ratanya dalam satuan kg/mm2.
Gambar 6. Alat pengukur kekerasan melon
-
25
4) Total padatan terlarut
Pengamatan Total padatan terlarut dilakukan dengan cara memeras
buah untuk didapatkan sari buahnya lalu teteskan pada kaca
refraktometer. Nilai kadar gula terlihat pada lensa yaitu perbatasan garis
biru dan putih pada salah satu sisi refraktometer.
Gambar 7. Pengukuran total padatan terlarut melon
5) Warna
Pengamatan warna untuk semua perlakuan dengan menggunakan alat
Color Reader Minolta CR-10. Data hasil pengukuran kemudian
dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.
-
26
Gambar 8. Pengukuran warna melon
6) Uji organoleptik
Pengujian dilakukan terhadap penampakan secara umum yaitu warna,
serta rasa daging buah melon, dilakukan oleh 15 orang panelis tidak
terlatih yang dianggap mewakili penerimaan tingkat konsumen.
-
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi edible coating dengan
menggunakan pati talas dan variasi konsentrasi sorbitol yang berbeda memberi
pengaruh terhadap beberapa parameter yang diamati. Pengaruh pada aplikasi edible
coating berbasis pati talas pada buah melon terolah minimal dengan variasi
konsentrasi sorbitol sebagai plastizer terhadap parameter yang diamati dapat
dijelaskan di bawah ini.
A. Perubahan Susut Bobot Melon
Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu terukur yang dapat
digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan pada penelitian ini selama masa
penyimpanan. Susut bobot diperoleh dari selisih antara berat awal produk dengan
berat akhir selama masa penyimpanan.
Selama penyimpanan dan proses pematangan buah tetap melakukan proses
metabolik yaitu respirasi dan transpirasi yang dapat menyebabkan kehilangan air
dan bahan organik lain sehingga terjadi susut bobot buah. Hartuti (2006)
menjelasakan bahwa kehilangan berat pada buah dan sayuran yang disimpan,
terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan
kehilangan karbon selama respirasi. Kelembaban relatif yang rendah dapat
mempercepat penguapan terutama pada suhu yang tinggi, sedangkan kehilangan
berat akibat respirasi tidak dapat dihindarkan karena bahan setelah dipanen masih
hidup dan akan melakukan proses pernafasan. Kehilangan air selama penyimpanan
tidak hanya menurunkan bobot, tetapi dapat menurunkan mutu dan menimbulkan
-
28
kerusakan. Grafik perubahan susut bobot buah melon selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik observasi susut bobot buah melon tiap perlakuan selama
penyimpanan.
Susut bobot buah potong melon juga semakin meningkat seiring dengan
lamanya waktu penyimpanan. Rata-rata total susut bobot terbesar terdapat pada
buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu
7,77%. Rata-rata susut bobot terendah terjadi pada pada buah potong melon yang
dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu 5,2%. Rendahnya susut
bobot pada buah yang dilapisi sorbitol lebih rendah ini sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Harahap (2009), dimana semakin tinggi konsentrasi sorbitol maka
susut bobot akan semakin tinggi. Hal ini dapat terjadi karena adanya perombakan
gula melalui respirasi pada bahan. Proses ini akan merombak glukosa yang terdapat
pada bahan untuk menghasilkan energi. Glukosa yang ada lambat laun akan habis
dan buah akan menjadi busuk akibat tidak adanya glukosa sebagai cadangan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Susu
t B
ob
ot
(%)
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
29
makanan, sehingga buah akan mengalami susut akibat perombakan glukosa. Hasil
prediksi secara grafis dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik observasi dan prediksi nilai susut bobot tiap perlakuan selama
penyimpanan.
Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap susut bobot. Persamaan matematis dan laju perubahan nilai susut bobot
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persamaan matematis, koefisien korelasi dan laju perubahan susut bobot
melon.
Perlakuan Persamaan
matematis
Koefisien korelasi
(R2)
dY/dX Error
rata-
rata
G0 y = 1,2903x R = 0,9405 1,2903 4,982
G1 y = 1,2454x R = 0,9251 1,2454 5,280
G2 y = 1,3279x R = 0,9279 1,3279 12,764
G3 y = 1,924x R = 0,9916 1,924 4,264
G4 y = 1,3199x R = 0,9676 1,3199 9,489
Tabel 13 menunjukkan koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai
susut bobot terbesar yaitu terjadi pada perlakuan edible coating dengan variasi
sorbitol 2,5% (G3) dengan nilai yaitu R2 = 0,9916, hal ini menunjukkan kolerasi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Susu
t B
obot
Hari Ke-
KONTROL
SORBITOL1,5%
SORBITOL2%
SORBITOL2,5%
SORBITOL3%
-
30
sangat kuat antara susut bobot terhadap waktu penyimpanan. Laju perubahan susut
bobot selama penyimpanan diperoleh dari turunan pertama (dY/dX) pada
persamaan masing-masing perlakuan. Perlakuan G1 (sorbitol 1,5%) mengalami
penurunan susut bobot paling rendah yaitu sebesar 1,2454% tiap waktu
penyimpanan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 8 hari penyimpanan pada
masing-masing perlakuan di ketahui bahwa, rata-rata susut bobot yang terjadi pada
buah potong kontrol yang tidak dilapisi tidak lebih tinggi dibandingkan dengan
buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% (G1)
yang merupakan perlakuan terbaik karena mampu menghambat laju kehilangan air
susut bobot yang relatif lebih kecil. Hal ini dapat terjadi karena bahan dasar dalam
pembuatan edible coating adalah pati yang merupakan hidrokoloid yang memiliki
sifat hidrofilik, yaitu penghalang yang buruk terhadap uap air. Pemotongan pada
pengolahan minimal dapat menyebabkan luka pada buah yang dapat mempercepat
penguapan air. Kandungan air pada buah lebih banyak diserap oleh hidrokoloid
sehingga susut bobotnya lebih tinggi dibandingkan buah melon yang tidak dilapisi
edible coating. Julianti & Nurminah (2007) menjelaskan bahwa susut bobot pada
buah yang diberi edible coating relatif rendah karena edible coating mampu
mencegah kehilangan air dari dalam buah. Edible coating merupakan barrier yang
baik terhadap air dan oksigen.
-
31
B. Perubahan Kadar Air Melon
Perubahan kadar air buah potong melon selama penyimpan dapat dilihat pada
Gambar 11 berikut ini :
Gambar 11. Grafik observasi kadar air buah melon tiap perlakuan selama
penyimpanan.
Kadar air buah melon potong dapat dilihat pada gambar diatas mengalami
peningkatan pada hari ke 0 sampai hari ke 4 namun pada hari ke 6 buah melon
mengalami penurunan kadar air. Peningkatan ini diduga terjadi karena proses
pematangan buah yang terjadi karena aktivitas enzim dan pemecahan senyawa-
senyawa sehingga menyebabkan jumlah air dalam buah bertambah. Selanjutnya
buah mengalami penurunan kadar air selama penyimpanan. Rata-rata total kadar
air terbesar terdapat pada buah potong melon yang tidak dilapisi edible coating
yaitu 94,26%. Rata-rata total kadar air terendah terjadi pada pada buah potong
melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3% yaitu 93,08%.
Hasil uji sidik ragam taraf 1% menunjukkan bahwa pelapisan edible coating
pada buah potong melon tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air selama
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
0 2 4 6 8 10
Kad
ar A
ir
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
32
penyimpanan. Hal ini senada dengan penelitian Septiana (2009), dimana perlakuan
coating tidak mampu menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating
seharusnya menghambat penurunan kadar air. Pelapisan edible coating dapat
menurunkan laju respirasi dan transpirasi buah yang selanjutnya menghambat
penurunan kadar air. Hal ini dapat terjadi karena bahan dasar pembuat edible
coating pati yang memiliki sifat hidrofilik, yaitu penghalang yang buruk terhadap
uap air (Latifah, 2009), sehingga menunjukkan pelapisan edible coating pada
penelitian ini kurang efektif dalam menghambat penurunan kadar air. Winarti
(2012) menambahkan bahwa sifat mekanik lapisan coating dari pati juga kurang
baik karena mempunyai elastisitas yang rendah. Untuk meningkatkan
karakteristiknya, biasanya pati dapat dicampur dengan biopolimer yang bersifat
hidrofobik atau bahan tahan air seperti kitosan. Hasil prediksi secara grafis dapat
dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Grafik observasi dan prediksi nilai kadar air melon tiap perlakuan
selama penyimpanan.
Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar air melon hasil observasi tidak jauh
berbeda dengan hasil prediksi dari persamaan matematis yang diperoleh.
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
0 2 4 6 8 10
Kad
ar A
ir
Hari Ke-
Kontrol
Sorbitol 1,5%
Sorbitol 2%
Sorbitol 2,5%
Sorbitol 3%
-
33
Persamaan matematis, nilai R2. Persamaan matematis nilai kadar air dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kadar air melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
rata-rata
G0 y = -0,1765x2 + 1,8729x + 91,002 R = 0,9948 0,11
G1 y = -0,0499x2 + 0,7298x + 92,806 R = 0,39 1,67
G2 y = -0,0717x2 + 0,7871x + 92,624 R = 0,9861 0,08
G3 y = -0,0757x2 + 0,7479x + 93,03 R = 0,8606 0,25
G4 y = -0,0953x2 + 0,9442x + 91,607 R = 0,9829 0,08
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai kadar air terbesar yaitu
terjadi pada perlakuan yang tidak dilapisi edible coating dengan nilai yaitu R2 =
0,9948 dengan persamaan y = -0,1765x2 + 1,8729x + 91,002, hal ini menunjukkan
kolerasi sangat kuat antara kadar air terhadap waktu penyimpanan. Laju perubahan
dan titik puncak kadar air ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju perubahan dan titik puncak kadar air melon.
Perlakuan dY/dX Titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 1,1669 -0,5981 5,31
G1 0,4304 -0,0686 7,31
G2 0,5003 -0,2167 5,49
G3 0,4451 -0,3119 4,94
G4 0,563 -0,39 4,95
Perlakuan G1 dengan variasi sorbitol 1,5% mengalami penurunan kadar air
paling rendah yaitu sebesar 0,0686%. Titik puncak mencapai kadar air minimal
terlama yaitu pada hari ke-8 pada perlakuan G1. Penurunan kadar air terbesar yaitu
pada perlakuan kontrol (G0), hal ini disebabkan karena buah tidak dilapisi edible
coating. Edible coating merupakan barrier yang baik terhadap air dan oksigen,
sehingga mampu mencegah kehilangan air dari dalam buah. Qanytah (2004)
menjelaskan bahwa penurunan kadar air terjadi karena hilangnya air akibat buah
-
34
masih mengalami respirasi dan transpirasi selepas panen yang menyebabkan air
keluar melalui pori-pori permukaan buah. Penguapan cairan di ruang-ruang antarsel
menyebabkan sel menyusut sehinggga ruang antarsel menyatu dan zat pektin saling
berikatan. Sedangkan kenaikan kadar air terjadi karena perubahan komposisi
penyusun dinding sel maupun komponen makro lainnya pada saat pematangan
sehingga buah mengalami pelunakan.
C. Perubahan Kekerasan Melon
Hasil pengukuran menunjukkan nilai kekerasan pada buah potong melon
semakin menurun selama penyimpanan. Perubahan kekerasan buah potong melon
selama penyimpan dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini :
Gambar 13. Grafik observasi kekerasan melon tiap perlakuan selama
penyimpanan
Rata-rata total kekerasan terbesar terdapat pada buah potong melon yang
dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3% yaitu 0,41 kg. Rata-rata kekerasan
terendah terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan
variasi sorbitol 1,5% yaitu 0,36 kg. Latifah (2009) menjelaskan bahwa penggunaan
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 2 4 6 8 10
Kek
eras
an
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
35
pati yang memiliki sifat hidrofilik akan menyerap air lebih banyak sehingga kadar
air yang terkandung dalam buah menurun yang mengakibatkan nilai kekerasan
menurun pula.
Hasil uji sidik ragam taraf 1% juga menunjukkan bahwa pelapisan edible
coating pada buah potong melon berpengaruh nyata terhadap kekerasan selama
penyimpanan dengan nilai F sebesar 2,48%. Hasil pengujian rata-rata
menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) diperoleh bahwa
perlakuan terbaik untuk kekerasan buah potong melon selama penyimpanan yaitu
pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 3%.
Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil prediksi
nilai kekerasan selama penyimpanan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 14
berikut ini.
Gambar 14. Grafik observasi dan prediksi nilai kekerasan melon tiap perlakuan
selama penyimpanan.
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 2 4 6 8 10
Kek
eras
an
Hari Ke-
Kontrol
Sorbitol 1,5%
Sorbitol 2%
Sorbitol 2,5%
Sorbitol 3%
-
36
Gambar 14 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap kekerasan. Persamaan matematis nilai kekerasan dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kekerasan melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
Rata-rata
G0 y = -0,0121x + 0,4567 R = 0,2302 9,46
G1 y = -0,0171x + 0,4333 R = 0,1171 32,95
G2 y = 0,0074x2 0,0717x + 0,4833 R = 0,94 3,44
G3 y = 0,0045x2 0,0496x + 0,4833 R = 0,6182 8,54
G4 y = 0,0046x2 0,0486x + 0,49 R = 0,617 7,45
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai kekerasan terbesar yaitu
terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2,5%
dengan nilai yaitu R2 = 0,94, hal ini menunjukkan kolerasi sangat kuat antara
kekerasan terhadap waktu penyimpanan. Hal ini senada dengan penelitian Septiana
(2009), dimana buah dengan edible coating mengalami kelunakan tekstur yang
lebih lambat. Hal ini karena pelapisan dengan edible coating mampu menghambat
proses transpirasi yang selanjutnya menghambat kehilangan air dan kelunakan
tekstur. Laju perubahan dan titik puncak kekerasan melon ditampilkan pada Tabel
6.
Tabel 6. Laju perubahan dan titik puncak kekerasan melon.
Perlakuan dY/dX Titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 - -0,0121 -
G1 - -0,0171 -
G2 0,0319 -0,0421 4,84
G3 0,0134 -0,0316 5,51
G4 0,0158 -0,0302 5,28
Berdasarkan tabel 7, perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 3% kekerasan
paling rendah yaitu sebesar 0,0158%. Pengukuran terhadap kelima perlakuan dalam
-
37
penelitian ini didapat kesimpulan buah potong yang dilapisi edible coating dengan
variasi sorbitol 3% memiliki nilai rata-rata terbesar. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi tersebut oksigen yang masuk ke jaringan lebih sedikit sehingga enzim-
enzim yang terlibat dalam proses respirasi dan pelunakan jaringan kurang aktif.
Rudito (2005) menyatakan bahwa laju respirasi yang kecil pada edible coating
menyebabkan penundaan kematangan dan mengurangi degradasi tekstur selama
penyimpanan.
D. Perubahan Total Padatan Terlarut Melon
Berdasarkan data pengamatan (Lampiran 8) dapat dilihat perubahan pada
nilai total padatan terlarut mengalami kenaikan dan penurunan. Perubahan total
padatan terlarut buah potong melon selama penyimpan dapat dilihat pada Gambar
15.
Gambar 15. Grafik observasi kadar brix melon selama penyimpanan.
Berdasarkan Gambar 15 diatas dapat dilihat bahwa nilai total padatan terlarut
pada hari ke-0 cenderung mengalami penurunan dan mengalami kenaikan pada hari
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 2 4 6 8 10
Tota
l P
adat
an T
erla
rut
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
38
ke-2 sampai hari ke-6 dan kemudian mengalami penurunan kembali. Rata-rata nilai
kadar brix terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi edible coating
dengan variasi sorbitol 3% yaitu 3,41oBrix. Rata-rata nilai kadar brix terendah
terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan variasi
sorbitol 2% yaitu 2,39oBrix. Harahap (2009) menjelaskan dalam penelitiannya,
bahwa semakin tinggi konsentrasi sorbitol maka total asam dari bahan akan
semakin menurun. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah karena selama
proses respirasi terjadi proses perombakan karbohidrat menjadi gula-gula yang
lebih sederhana seperti sukrosa, fruktosa, dan galaktosa. Hal ini diperkuat oleh
Paramawati (2001), dimana semakin tinggi konsentrasi sorbitol sebagai zat
pemlastis maka semakin tebal edible coating yang dihasilkan sehingga terjadi
respirasi anaerob dalam buah yang mengakibatkan kadar gula meningkat.
Hasil uji sidik ragam taraf 1% juga menunjukkan bahwa pelapisan edible
coating pada buah potong melon berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut
selama penyimpanan. Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk total padatan terlarut
buah potong melon selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang
dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 2%. Tabel anova dan dan hasil uji
DMRT dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil prediksi nilai kadar brix selama
penyimpanan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 16 berikut ini.
-
39
Gambar 16. Grafik observasi dan prediksi total padatan terlarut tiap perlakuan
selama penyimpanan.
Gambar 16 menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap total padatan terlarut. Persamaan matematis dan koefisien kolerasi nilai
total padatan terlarut dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persamaan matematis dan koefisien korelasi total padatan terlarut melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
Rata-rata
G0 y = 0,0792x2 - 0,565x + 3,3333 R = 0,7866 7,868
G1 y = 0,0465x2 - 0,2923x + 2,9333 R = 0,5426 10,615
G2 y = -0,0378x2 + 0,3212x + 2,0333 R = 0,4485 9,988
G3 y = -0,0103x2 + 0,1918x + 2,1 R = 0,2427 21,206
G4 y = 0,0503x2 - 0,4429x + 4,0333 R = 0,2634 10,203
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan nilai total padatan terlarut
terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang tidak dilapisi edible coating dengan
dengan nilai yaitu R = 0,7866, hal ini menunjukkan kolerasi sangat kuat antara
total padatan terlarut terhadap waktu penyimpanan. Selain secara grafis, penurunan
total padatan terlarut dapat dianalisis menggunakan laju penurunan (dY/dX) dan
titik puncak maksimal seperti pada Tabel 8.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 2 4 6 8 10
Tota
l P
adat
an T
erla
rut
Hari Ke-
Kontrol
Sorbitol 1,5%
Sorbitol 2%
Sorbitol 2,5%
Sorbitol 3%
-
40
Tabel 8. Laju perubahan dan titik puncak total padatan terlarut melon.
Perlakuan dY/dX Titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 0,3854 -0,8132 3,566919192
G1 0,2657 -0,1993 3,143010753
G2 0,17 -0,208 4,248677249
G3 0,1094 - 9,310679612
G4 0,2613 -0,2417 4,402584493
Berdasarkan Tabel 8, penurunan kadar brix terendah yaitu pada perlakuan G1
dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu sebesar 0,1993 oBrix setelah mencapai titik
puncaknya pada hari ke-4. Pada perlakuan G3 tidak terdapat nilai penurunan untuk
kadar brix karena belum mengalami penurunan pada titik puncaknya. Pengamatan
selama 8 hari menunjukkan bahwa total padatan terlarut akan meningkat hingga
buah mencapai fase klimakteriknya dan akan menurun kembali setelah puncak
klimakterik berakhir. Hal ini diperkuat oleh Hidayah (2009), bahwa
meningkatnya nilai TPT menunjukkan bahwa kandungan gula semakin banyak
seiring dengan lamanya penyimpanan. Secara umum apabila buah-buahan
menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat dan kandungan asamnya
akan menurun. Keadaan ini berlaku untuk buah klimakterik.
E. Perubahan Warna Melon
Pengamatan terhadap perubahan warna pada sema sampel jambu biji
dilakukan dengan menggunakan Color Reader Minolta CR-10. Sistem warna
yang digunakan adalah Hunters Lab Colometric System. Sistem notasi warna
Hunter dicirikan dengan tiga nilai yaitu L (Lightness), a (Fedness), dan b
(Yellowness). Untuk L sebagai kecerahan, dapat diukur dengan kisaran nilai 1-100.
Semakin besar nilai L maka semakin tinggi tingkat kecerahan melon. Notasi a*
-
41
(redness) dengan kisaran dari nilai (-80)-(+100) menunjukkan dari hijau ke merah.
Apabila skala menunjukkan nilai negatif maka sampel yang diuji menunjukkan
kecenderungan warna hijau. Apabila skala menunjukkan nilai positif maka sampel
yang diuji menunjukkan kecenderungan warna merah. Notasi b* (yellowness)
dengan kisaran nilai (-70)-(+70) menunjukkan dari biru ke kuning. Apabila skala
menunjukkan nilai negatif maka sampel yang diuji menunjukkan kecenderungan
warna biru. Apabila skala menunjukkan nilai positif maka sampel yang diuji
menunjukkan kecenderungan warna kuning.
1. Kecerahan warna (L)
Berdasarkan data pengamatan dan uji sidik ragam taraf 1% pada Lampiran
9 menunjukkan bahwa pelapisan edible coating buah potong melon
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan selama penyimpanan.
Grafik perubahan kecerahan warna buah melon selama penyimpanan dapat dilihat
pada Gambar 17.
Gambar 17. Tingkat Kecerahan Melon Selama penyimpanan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 2 4 6 8 10
Nli
ali
L
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
42
Gambar 17 menujukkan bahwa secara umum nilai kecerahan pada tiap
perlakuan mengalami penurunan dan peningkatan, semakin tinggi nilai L maka
tingkat kecerahan buah melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun
sebaliknya. Hal ini dikarenakan melon terolah minmal merupakan buah klimakterik
yang masih mengalami respirasi dan transpirasi sehingga akan terjadi kenaikan
perubahan warna pada fase klimakterik dan kembali menurun pada fase senescene.
Rata-rata nilai kecerahan terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi
edible coating dengan variasi sorbitol 1,5% yaitu 63,64%. Rata-rata nilai kecerahan
terendah terjadi pada pada buah potong melon yang dilapisi edible coating dengan
variasi sorbitol 2,5% yaitu 56,41%.
Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk kecerahan buah potong melon
selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang dilapisi edible coating
dengan variasi sorbitol 2,5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan edible
coating dapat mempertahankan kecerahan pada melon. Menurut penelitian
Mardiana (2008), buah belimbing yang diberi edible coating dapat
mempertahankan kecerahannya hingga hari terakhir pengamatan pada hari ke-21.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya coating dapat menunda degradasi zat
warna selama penyimpanan. Budi dan Bambang (1995) memperkuat bahwa
hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning
hingga merah (karotenoid). Karotenoid merupakan senyawa stabil dan tetap ada
dalam jaringan bahkan saat senesenpun terjadi. Karotenoid tersembunyi karena
-
43
adanya klorofil. Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat dilihat pada Lampiran
9.
Kecerahan prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta
kecerahan melon pada hari tertentu. Nilai kecerahan prediksi dicari
menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada Gambar 18.
Gambar 18. Grafik observasi dan prediksi kecerahan selama penyimpanan
Gambar 18 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap kecerahan. Persamaan matematis dan koefisien kolerasi nilai
kecerahan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Persamaan matematis dan koefisien korelasi kecerahan melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
Erat-rata
G0 y = -0,3331x2 + 3,6704x + 56,5 R = 0,3865 3,45
G1 y = -0,6372x2 + 7,2854x + 49,433 R = 0,8997 2,69
G2 y = -0,4395x2 + 5,6068x + 45,533 R = 0,5204 5,80
G3 y = -0,4054x2 + 5,2914x + 44,4 R = 0,636 4,88
G4 y = -0,5008x2 + 5,3854x + 49,967 R = 0,6451 3,65
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kecerahan terbesar
yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating dengan dengan variasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nila
i L
Hari Ke-
G0
G1
G2
G3
G4
-
44
sorbitol 1,5% (G1) yaitu R = 0,8997. Nilai R terbesar menunjukkan kesesuaian
hasil pengukuran dengan hasil prediksi. Laju perubahan (dY/dX) dan waktu
mencapai titik puncak nilai L melon terdapat pada Tabel 10.
Tabel 10. Laju perubahan dan titik puncak kecerahan melon.
Perlakuan dY/dX titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 2,338 -0,993 5,51
G1 4,7366 -1,6354 5,72
G2 2,9698 -1,4252 6,38
G3 2,859 -1,195 6,53
G4 3,3822 -1,6258 5,38
Tabel 10 menunjukkan G0 mengalami peningkatan nilai L terkecil yaitu
2,338 sampai pada titik puncaknya. Hal ini dikarenakan bahan edible coating dapat
menahan melon mengalami respirasi dan transpirasi yang cepat sehingga dapat
terjadi kenaikan perubahan warna pada fase klimakteriknya. Titik puncak terlama
pada perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 2,5% dimana nilai L akan meningkat
sampai hari ke-8, sehingga perlakuan G3 dapat memepertahankan kecerahan melon
dalam waktu yang lebih lama.
2. Kehijauan warna (a-)
Berdasarkan data pengamatan dan uji sidik ragam taraf 1% pada Lampiran
10 menunjukkan bahwa pelapisan edible coating buah potong melon
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kehijauan warna pada buah potong
melon selama penyimpanan. Peningkatan nilai a (-) menunjukkan peningkatan
warna hijau pada jambu melon. Grafik perubahan nilai kehijauan (a-) melon
selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19.
-
45
Gambar 19. Tingkat Kehijauan Melon Selama penyimpanan
Gambar 19 diatas menujukkan bahwa secara umum nilai hijau pada perlakuan
yang dilapisi edible coating mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena proses
perubahan warna dari hijau ke kuning yaitu terjadi penurunan klorofil dimana daya
serap cahaya menurun seiring dengan lamanya masa penyimpanan dan terjadi
kenaikan pigmen karotenoid (Hidayah, 2009). Semakin tinggi nilai L maka tingkat
kecerahan buah melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun sebaliknya.
Rata-rata nilai kehijauan terbesar terdapat pada buah potong melon yang dilapisi
edible coating dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu 4,91%. Rata-rata nilai kehijauan
terendah terjadi pada pada buah potong melon yang tidak dilapisi edible coating
yaitu 4,19%. Hal ini menunjukkan pelaisan edible coating pada buah potong melon
dapat mempertahankan warna hijau pada buah potong melon.
Hasil pengujian rata-rata menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk nilai kehijauan buah potong
melon selama penyimpanan yaitu pada buah potong melon yang dilapisi edible
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nil
ai A
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
46
coating dengan variasi sorbitol 2,5%. Tabel anova dan dan hasil uji DMRT dapat
dilihat pada Lampiran 10.
Warna hijau prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta
warna hijau buah potong melon pada hari tertentu. Nilai warna hijau prediksi
dicari menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada Gambar 20.
Gambar 20. Grafik observasi dan prediksi warna hijau selama penyimpanan
Gambar 20 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap nilai warna hijau. Persamaan matematis nilai warna hijau dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Persamaan matematis dan koefisien korelasi warna hijau melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
Rata-rata
G0 y = -0,0106x2 - 0,102x + 4,8333 R = 0,7544 6,76
G1 y = -0,0819x2 + 0,724x + 3,8333 R = 0,3966 7,69
G2 y = -0,046x2 + 0,6165x + 2,9333 R = 0,8168 5,68
G3 y = -0,0522x2 + 0,5632x + 3,8 R = 0,0683 14,55
G4 y = -0,0222x2 + 0,1928x + 4,4667 R = 0,2356 5,12
0
1
2
3
4
5
6
7
0 2 4 6 8 10
Nila
i a(-
)
Hari Ke-
G0
G1
G2
G3
G4
-
47
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kehijaun pada buah
potong melon terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible coating
dengan dengan variasi sorbitol 2% (G2) yaitu R = 0,8168, hal ini menunjukkan
kedekatan yang sangat besar antara nilai a(-) terhadap variabel waktu dengan hasil
observasi dan prediksi. ersamaan matematis yang diperoleh dapat digunakan untuk
menghitung penurunan atau perubahan nilai a(-) selama penyimpanan seperti pada
Tabel 12.
Tabel 12. Laju perubahan dan titik puncak warna hijau melon.
Perlakuan dY/dX Titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 - -0,1868 -
G1 0,3964 -0,4226 2,210012
G2 0,3405 -0,1195 3,350543
G3 0,2857 -1,1018 1,014775
G4 0,104 -0,118 2,171171
Penurunan warna hijau terkecil yaitu pada perlakuan G4 dengan variasi
sorbitol 3%. Sedangkan untuk mencapai titik puncak terlama yaitu pada perlakuan
G2 dengan variasi sorbitol 2%. Pada buah kontrol penurunan terjadi terus menerus
hingga hari terakhir sehingga tidak mencapai titik puncaknya. Untuk nilai a(-) pada
buah potong melon mengalami penurunan selama penyimpanan, hal ini
dikarenakan buah mengalami kematangan dengan ditandai munculnya warna
kuning. Semakin rendah laju perubahan nilai a(-) maka penurunan warna hijau
melon semakin rendah. Berubahnya warna buah melon dari hijau menjadi kuning-
oranye disebabkan oleh terdegradasinya klorofil menjadi pigmen lainnya.
Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan atau munculnya pigmen kuning
hingga merah (Budi dan Bambang, 1995).
-
48
3. Kekuningan warna (b+)
Nilai kekuningan untuk masing-masing perlakuan yang terjadi pada buah
potong melon selama masa simpan mengalami perubahan yang fluktuatif seperti
yang terlihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Tingkat Kekuningan Melon Selama penyimpanan
Berdasarkan Gambar 21, nilai b+ buah potong melon selama
penyimpanan mengalami perubahan yang bervariasi. Perubahan ini terjadi
karena adanya degradasi pigmen dalam buah yang merupakan tanda
kematangan buah. Winarno dan Aman (1981) menjelaskan bahwa kematangan
buah ditandai dengan peristiwa degradasi pigmen klorofil sehingga
kandungannya dalam buah menurun dan karotenoid semakin nyata. Rata-rata
kekuningan warna buah potong melon selama 8 hari penyimpanan yang paling
tinggi terjadi pada buah yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol
1,5% yaitu 15,44, sedangkan yang paling rendah yaitu pada bauh yang dilapisi
edible coating dengan variasi sorbitol 2% yaitu 13,67.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nil
ai B
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
49
Hasil analisis keragaman taraf 1 % pada Lampiran 11 menunjukkan
bahwa perlakuan lama penyimpanan sangat nyata terhadap perubahan
kekuningan buah polong melon. Hasil Duncan 1% memperlihatkan adanya
pengaruh yang sangat nyata dari perlakuan penggunaan edible coating pada
buah potong melon dengan variasi sorbitol 2% karena memilki peringkat
pertama dari kelima perlakuan yang ada.
Warna kuning prediksi perlu dicari untuk mengetahui umur simpan serta
warna kuning buah potong melon pada hari tertentu. Nilai warna kuning
prediksi dicari menggunakan model kuadratik secara grafis seperti pada
Gambar 22.
Gambar 22. Grafik observasi dan prediksi warna kuning selama penyimpanan
Gambar 22 menunjukkan terdapat korelasi antara waktu penyimpanan
terhadap nilai warna kuning. Persamaan matematis nilai warna hijau dapat
dilihat pada Tabel 12.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nila
i B
Hari Ke-
G0
G1
G2
G3
G4
-
50
Tabel 13. Persamaan matematis dan koefisien korelasi warna kuning melon.
Perlakuan Persamaan matematis
Koefisien
korelasi (R2)
Error
Rata-rata
G0 y = -0,0422x2 + 0,2291x + 14,8 R = 0,0748 6,78
G1 y = -0,2286x2 + 2,1259x + 12,233 R = 0,5175 5,70
G2 y = -0,2746x2 + 2,9023x + 8,5333 R = 0,9014 3,88
G3 y = -0,155x2 + 2,1104x + 9,8333 R = 0,4621 10,02
G4 y = -0,2449x2 + 2,5248x + 9,4 R = 0,6794 6,59
Koefisien korelasi antara waktu penyimpan dan tingkat kekuningan pada
buah potong melon terbesar yaitu terjadi pada perlakuan yang dilapisi edible
coating dengan dengan variasi sorbitol 2% (G2) yaitu R = 0,9014, hal ini
menunjukkan kedekatan yang sangat besar antara nilai b(+) terhadap variabel waktu
dengan hasil observasi dan prediksi. Persamaan matematis yang diperoleh dapat
digunakan untuk menghitung penurunan atau perubahan nilai b(+) selama
penyimpanan seperti pada Tabel 13.
Tabel 14. Laju perubahan dan titik puncak warna kuning melon.
Perlakuan dY/dX Titik puncak
Kenaikan Penurunan Hari ke-
G0 0,1447 -0,2773 1,36
G1 1,94302 - -
G2 1,8039 -0,9421 2,64
G3 1,1804 -0,3696 3,40
G4 1,5452 -0,9038 2,58
Kenaikan warna kuning terkecil pada melon yaitu pada perlakuan G0 sebesar
0,1447 hingga mencapai titik puncaknya. Sedangkan untuk mencapai titik puncak
terlamanya yaitu pada perlakuan G3 dengan variasi sorbitol 2,5%. Nilai kekuningan
atau b(+) mengalami peningkatan tiap harinya ini dapat disebabkan karena buah
mengalami proses kematangan.
-
51
F. Uji organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen
terhadap umur simpan buah potong melon yang dilapisi edibel coating berdasarkan
penilaian panelis dengan tiga parameter mutu yaitu warna, tekstur dan rasa. Panelis
yang dijadikan sampel berjumlah 15 orang.
1. Warna
Warna merupakan kriteria penting penerimaan konsumen terhadap suatu
produk. Grafik uji warna buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada
Gambar 23 dan data nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 23. Uji organoleptik warna buah potong melon
Dari Gambar 23 terlihat bahwa penilaian untuk warna buah potong melon
keseluruhan meningkat selama penyimpanan. Untuk perubahan warna pada
buah potong melon kontrol, terlihat lebih rendah daripada buah potong melon
yang dilapisi edible coating tiap harinya. Pada hari ke-0 dan hari ke-8 perlakuan
G1 memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 2,73 dan 3,46 dengan kriteria warna
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 2 4 6 8
War
na
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
52
buah melon agak hijau hingga hijau dan hari ke-2, 4 dan 6 pada perlakuan G4
memilki nilai tertinggi yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,40 sampai
3,93 dengan kriteria dari agak hijau hingga agak kuning. Berdasarkan Lampiran
14 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada buah potong melon
dengan konsentrasi sorbitol 3% yaitu 3,60 dengan kriteria dari agak hijau
hingga agak kuning. Hal ini menujukkan bahwa pemberian edible coating
dengan variasi sorbitol 3% ternyata dapat mempertahankan warna buah potong
melon sebagaimana buah segarnya. Pada penelitian Alsuhendra (2011)
menunjukkan hal yang senada dimana panelis memberikan nilai yang paling
tinggi untuk buah potong melon dan stroberi yang dilapisi edible coating
dengan variasi sorbitol tertinggi yaitu 2% dengan spesifikasi warna cerah.
2. Tekstur
Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa buah potong melon kontrol
dinilai paling rendah dibandingkan buah potong yang dilapisi edible coating.
Grafik uji tekstur buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada Gambar
24 dan data nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 12.
-
53
Gambar 24. Uji organoleptik tekstur buah potong melon
Penilaian panelis pada hari ke-0 dan ke-8 perlakuan G1 dan G3 memiliki
nilai yang lebih tinggi yaitu 3,13 dan 3,60 dengan kriteria tekstur buah melon
agak lunak dan agak keras, hari ke-2 pada perlakuan G2 juga memilki nilai
tertinggi yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,87 dengan kriteria agak
keras dan pada hari ke-4 dan ke-6 pada perlakuan G3 memilki nilai tertinggi
yang diberikan panelis yaitu dengan nilai 3,8 dengan kriteria agak keras.
Berdasarkan Lampiran 12 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada
buah potong melon dengan konsentrasi sorbitol 2,5% yaitu 3,71 dengan kriteria
agak keras. Hal ini menujukkan bahwa pemberian edible coating dengan variasi
sorbitol 2,5% ternyata dapat mempertahankan tekstur buah potong melon
sebagaimana buah segarnya. Hasil penilaian panelis pada penelitian Alsuhendra
(2011), menunjukkan bahwa buah potong kontrol baik stroberi maupun melon
dinilai paling rendah oleh panelis atau memiliki tekstur yang lunak. Sedangkan
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
0 2 4 6 8
Tek
stur
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
54
panelis memberi nilai yang tinggi pada buah potong melon dengan perlakuan
yang diberi sorbitol paling banyak dengan kriteria tekstur antara agak keras.
3. Rasa
Pada penilaian mutu rasa buah potong melon, panelis diminta untuk
menilai rasa dengan menggunakan 5 skala. Skala mutu tersebut adalah 1 (agak
asam), 2 (netral), 3 (agak manis), 4 (manis) dan 5 (sangat manis). Grafik uji rasa
buah potong melon selama penyimpanan disajikan pada Gambar 18 dan data nilai
organoleptik warna dapat dilihat pada Lampiran 25.
Gambar 25. Uji organoleptik rasa buah potong melon
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa penialai panelis pada hari
ke-0 dan ke-4 pada perlakuan G0 memiliki nilai tertinggi yaitu 3,53 dan 3,07
dengan kriteria warna agak manis hingga manis. Pada hari ke-2 dan hari ke-6
sampai ke-8 perlakuan G4 memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 3,27.
Berdasarkan Lampiran 12 diperoleh bahwa rata-rata terbesar diperoleh pada
buah potong melon dengan konsentrasi sorbitol 3% yaitu 3,18 dengan kriteria
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 2 4 6 8
Ras
a
Hari Ke-
G0 G1 G2 G3 G4
-
55
agak manis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian edible coating dengan
variasi sorbitol 3% ternyata dapat mempertahankan rasa buah potong melon
sebagaimana buah segarnya. Berdasarkan hasil penilaian panelis pada
penelitian Alsuhendra (2011), rasa buah potong stroberi dan melon yang diberi
edible coating lebih baik dibandingkan dengan rasa buah potong kontrol.
Dimana panelis menilai rasa pada buah potong stroberi dan melon kontrol
adalah spesifik buah mulai berkurang dan mulai muncul rasa asam.
-
56
G. Pembahasan Umum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan edible coating berbasis
pati talas pada buat terolah minimal melon dengan variasi sorbitol berpengaruh
sangat nyata terhadap nilai susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan
warna pada buah melon, hal ini menunjukkan dengan adanyanya pelapisan
edible coating dapat mempengaruhi nilai susut bobot, kekerasan, total padatan
terlarut dan juga warna. Namun penggunaan edible coating dengan variasi
sorbitol pada buah melon ini tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air
pada buah melon terolah minimal, karena nilai kadar air pada buah melon yang
dilapisi edible coating tidak mengalami perbedaan antara buah yang tidak
dilapisi dengan buah yang diberi edible coating.
Buah melon terolah minimal yang dilapisi edible coating dengan variasi
sorbitol 3 % memiliki nilai kekerasan dan total padatan terlarut yang tertinggi.
Untuk nilai kecerahan dan nilai kehijauan pada buah melon yang dilapisi edible
coating dengan variasi sorbitol 2,5% jauh lebih baik digunakan dibandingkan
dengan penambahan sorbitol dengan konsentrasi lainnya, sedangkan untuk nilai
kekuningan pada buah melon yang dilapisi edible coating dengan variasi
sorbitol 2%.
Analisis secara grafis laju perubahan parameter mutu buah melon selama
masa penyimpanan menunjukkan laju penurunan tingkat kekerasan dan kecerahan
pada buah melon yang terkecil terjadi pada buah melon yang tidak dilapisi edible
coating dan peningkatan laju untuk nilai warna kekuningan juga terjadi pada buah
melon yang tidak dilapisi edible coating. Peningkatan susut bobot buah melon yang
-
57
terkecil terjadi pada buah yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5%.
Penurunan laju perubahan mutu terkecil untuk kadar air dan total padatan terlarut
terjadi pada buah melon yang dilapisi edible coating dengan variasi sorbitol 1,5%
serta penurunan terkecil untuk nilai wana kehijauan terjadi pada buah melon yang
dilapisi dengan variasi sorbitol 3%.
Tingkat penerimaan konsumen terhadap umur simpan buah potong melon
yang dilapisi edibel coating berdasarkan penilaian panelis dengan tiga parameter
mutu, yaitu warna, tekstur dan rasa. Dari ketiga parameter mutu diperoleh untuk
pelapisan dengan variasi sorbitol 2,5% (G3) dan 3% (G4) memiliki tingkat
penerimaan konsumen yang tinggi. Untuk uji organoleptik warna dan rasa yaitu
dengan kriteria warna hijau kekuningan dan rasa agak manis yaitu dengan variasi
sorbitol 3%. Sedangkan untuk nilai uji organoleptik tekstur pelapisan buah potong
melon dengan variasi sorbitol 2,5% yaitu dengan kriteria tekstur agak keras.
-
58
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelapiasan edible coating berbasis pati talas pada buah melon terolah minimal
dengan variasi sorbitol sebagai plasticizer berpengaruh nyata terhadap susut
bobot, kekerasan, total padatan terlarut dan warna, tetapi tidak berpengaruh
nyata terhadap kadar air buah potong melon selama penyimpanan.
2. Konsentrasi sorbitol sebagai plasticizer yang paling baik dalam pembuatan
edible coating untuk mempertahankan susut bobot yaitu dengan konsentrasi
1,5%; kekerasan yaitu dengan konsentrasi 3%; total padatan terlarut yaitu
dengan konsentrasi sorbitol 2%; L kecerahan melon yaitu dengan konsentrasi
2,5%; nilai a- (kehijauan) yaitu dengan konsentrasi 2,5%; dan untuk nilai b+
(kekuningan) yaitu dengan konsentrasi 2%.
3. Tingkat penerimaan konsumen pada buah potong melon yang dilapisi edible
coating menunjukkan bahwa untuk pelapisan dengan variasi sorbitol 3%
mempunyai nilai yang tinggi untuk uji organoleptik warna dan rasa yaitu
dengan kriteria warna hijau kekuningan dan rasa agak manis. Sedangkan untuk
nilai uji organoleptik tekstur pelapisan buah potong melon dengan variasi
sorbitol 2,5 memiliki tingkat penerimaan konsumen yang tinggi yaitu dengan
kriteria tekstur agak keras.
-
59
B. Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pelapis yang terbaik dengan
menggunakan sumber pati yang berbeda selain talas atau menggunakan bahan lain
selain pati untuk pembuatan edible coating sebagai bahan dasarnya atau
penambahan bahan seperti senyawa lipid karena dapat mengurangi sifat hidrofilik
pati yang tidak dapat menghambat kehilangan kadar air atau kitosan yang memilki
sifat anti mikroba untuk memperbaiki karakteristik dari pati dan juga penggunaan
plastizicer jenis lainnya, karena di Indonesia sendiri sudah cukup banyak penelitian
mengenai edible coating namun kurang dikembangkan. Padahal dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan alami termasuk
pengawet, penggunaan edible coating ini dapat semakin tinggi karena semakin
banyak produk terolah minimal yang dijual di pasar.
-
60
DAFTAR PUSTAKA
Alsuhendra, Ridawati dan Agus Imam. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating
Terhadap Susut Bobot, p H, dan Karakteristik Organoleptik Buah Potong
Pada Penyajian Hidangan Dessert. Jurnal Fakultas Teknik Universitas Negeri
Jakarta. Baeza, R. 2007. Comparison of Technologies to Control the Physiological,
Biochemical and Nutritional Changes of Fresh-cut Fruit. Report. Food
Science Graduate Program College of Agriculture, Kansan State University.
Manhattan, Kansas. Budaraga, I. K. 1998. Pengkajian respirasi Buah Mangga dan Salak Terolah
Minimal Selama Penyimpanan. Thesis Magister. Program Teknologi Pasca
Panen, IPB, Bogor. Budi, B. Santoso dan Bambang S.P. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen
Tanaman Hortikultura. Eastern University Project Indonesia Australia
AusAID. Embuscado, M. d
an Kerry C. H. 2009. Edible Films And Coatings For Food Applications. Springer. Fennema, O. 1996. Food Chemistry. Third Edition. New York. Chemical
Publishing Company Inc. Garcia, N.L. 2011. Effect of glycerol on the morphology of nanocomposites made
from thermoplastic starch and starch nanocrystals. Carbohydrate Polymers
coating krom wheat and corn proteins. Food Technol. Gennadios, A. and Weller C. L. 1990. Edible Films and Coating from Wheat and
Corn Proteins. J Food Tecnol. 44(10) : 63-69. Harahap, A. P. 2009. Pelapisan Melon Menggunakan Film Edibel dari Pati Ubi
Kayu dengan Penambahan Sorbitol sebagai Zat Pemlastis. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hartuti, N. 2006. Penanganan Segar pada Penyimpanan Tomat Dengan Pelapisan
Lilin untuk Memperpanjang Masa Simpan. Balai Penelitian Tanama Sayuran.
Bandung. Hasanah, U. 2009. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya sebagai Edible Coating untuk
Memperpanjang Umur Simpan Paprika (Capcisum annum var. Sunny).
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hidayah, N.N. 2009. Sifat Optik Buah Jambu Biji (Psidium Guajava) ang Disimpan
Dalam Toples Plastik Menggunakan Spektrofotometer Reflektans Uv-Vis.
-
61
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Julianti, E. dan M. Nurminah. 2007. Buku Ajar Teknologi Pengemasan.
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas Sumatra
Utara. Kester, J. J. and O. R. Fennema. 1989. Edible Film and Coating : A review. Food
Technology. 40(12) : 47-59. Krochta, J. M. 1992. Edible Coating and Film to Improve food Quality. Technomic
Publ. Co. Inc. Pennsylvania, USA. Latifah. 2009. Pengaruh Edible Coating Pati Ubi Jalar Putih (Ipomoea batatas L.)
Terhadap Perubahan Warna Apel Potong Segar (Fresh-Cut Apple). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Lehninger, A.L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publ. Inc. London. Mardiana, K. 2008. Pemanfaatan Gel Lidah Buaya Sebagai Edible Coating Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.). Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB. Bogor. Miskiyah, Widaningrum dan C. Winarti . 2011. Aplikasi Edible Coating Berbasis
Pati Sagu dengan Penambahan Vitamin C pada Paprika : Preferensi
Konsumen dan Mutu Mikrobiologi. J. Hort. 21(1) : 68-76. Paramawati, R. 2001. Penentuan Komposisi Atsmosfer Penyimpanan Suhu Salak
Segar Terbungkus Lapis Edibel. Thesis Magister. Program Studi Teknologu
Pasca Panen. IPB, Bogor. Park, H. J. 2002. Edible coatings for fruits dalam Fruit and vegetable processing,
Improving quality, ed. Wim Jongen, CRC Press, Boca Raton. Prihatman, K. 2010. Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk). Jakarta. Deputi
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi. Pudjaatmaka, A. H. 2002. Kamus Kimia. PT Balai Pustaka, Jakarta.
Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Penebar Swadaya, Jakarta. Qanytah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dengan Perlakuan Precooling dan Penggunaan Giberelin Selama
Penyimpanan. Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahmawati, W., Yovita, A.K. dan N. Aryanti. 2012. Karakteristik Pati Talas
(Colocasia Esculenta (L.) Schott) Sebagai Alternatif Sumber Pati Industri
Di Indonesia. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 1(1) :347-351.
-
62
Rolle, R. S. and G. W. Chism. 1987. Physiological consequences of minimally
processed fruits and vegetable. J. Food Quality. 10(3): 157-1678.
Rudito. 2005. Perlakuan Komposisi Gelatin dan Asam Sitrat Dalam Edible Coating
yang Mengandung Gliserol Pada Penyimpsnsn Tomat. Program Studi
Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan. Politeknik Pertanian Negeri
Samarinda. Rukmana, R. 1994. Budidaya Melon Hibrida. Kanisius, Yogyakarta. Santoso, B. D., et al. 2004. Kajian Teknologi Edible Coating dari Pati dan
Aplikasinya untuk Pengemas Primer Lempok Durian.J. Teknol. Dan Industri
Pangan. 15(3):239-252. Septiana, Eveline. (2009). Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati
Pagu dengan Penambahan Minyak Sereh Pada Paprika (Capsium nnuum var
athena). Skripsi. Fakultas Teknologi, Pertanian Institut Pertanian Bogor. Shewfelt, R. L. 1987. Quality of minimally processed fruits and vegetables. Food
Quality. 10(3): 143-156. Siswanto. 2010. Meningkatkan Kadar Gula Melon. Program Studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian. UPN Veteran, Jawa Timur. Widyaningsih, S. et al. 2012. Pengaruh Penambahan Sorbitol Dan Kalsium
Karbonat Terhadap Karakteristik Dan Sifat Biodegradasi Film Dari Pati Kulit
PIsang. Molekul. 7(1) : 69-81. Winarno F. G. dan Aman M. 1981. Fisiologi Lepaspanen. Jakarta. Sastra Hudaya. Winarno, F. G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarti, Christina., et la. 2012. Teknologi Produksi Dan Aplikasi Pengemas Edible
Coating Antimikroba Berbasis Pati. J. Litbang Pert. Vol 31 No. 3 september
2012 : 85-93. Wittaya, T. 2013. Influence of Type and Concentration of Plasticizers On the
Properties of Edible Film From Mung Bean Proteins. KMITL Science and
Technology Journal vol 13, no.1.
-
63
Lampiran 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian.
Pembuatan pati talas sebagai bahan dasar edible coating
Penentuan konsentrasi pati dan CMC untuk edible coating
Pati 1% (b/v)
CMC 0,5%
(b/v)
Pati 1% (b/v)
CMC 1%
(b/v)
Pati 2% (b/v)
CMC 0,5%
(b/v)
Pati 2% (b/v)
CMC 1%
(b/v)
Penilaian kenampakan secara subjektif terhadap viskositas
(tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer)
Konsentrasi
pati dan CMC
yang
diinginkan
Pembuatan larutan edible coating
Penambahan
sorbitol 1,5%
(v/v)
Penambahan
sorbitol 2%
(v/v)
Penambahan
sorbitol 2,5%
(v/v)
Penambahan
sorbitol 3%
(v/v)
Kontrol
Kadar air Susut bobot Tekstur Warna Total padatan terlarut
-
64
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan pati talas.
Talas segar dan
bersih
Disortasi
Dicuci bersih
Dipotong-potong
Diblender Air
Diperas
Disaring dengan kain
Disortasi Ampas
Diendapkan selama 12 jam
Pati talas basah
Dikeringkan dengan oven 40oC
Pati talas kering kasar
Digiling
Diayak dengan pengayak 100 mesh
Pati talas kering
-
65
Lampiran 3. Diagram alir pembuatan larutan edible coating (Latifah, 2009).
Pati (2 gram)
Diaduk manual menggunakan gelas pengaduk
Diaduk dengan magnetic stirrer skala 8 selama 15 menit
CMC (1 gram)
gram)
Air destilata (197 ml)
Dipanaskan sampai suhu 85oC, sambil diaduk
Degassing dengan pompa vakum sampai tidak ada gelembung lagi
Gliserol 15% (v/b
pati)
Larutan edible coating
-
66
Lampiran 4. Diagram alir pembuatan larutan edible coating modifikasi.
Pati
Diaduk menggunakan mixer skala 1
CMC Akuades
Sorbitol
Dipanaskan sampai suhu 85oC, sambil diaduk dengan magnetic stirrer
Larutan edible coating
-
67
Lampiran 5. Data susut bobot melon selama penyimpanan.
Tabel 15. Data pengamatan susut bobot
kode sampel m cawan m awal + cawan m akhir + cawan susut bobot
G0T0 2,64 65,9 65,9 0
G1T0 3,03 49,58 49,58 0
G2T0 3,01 49,27 49,27 0
G3T0 3,02 47,05 47,05 0
G4T0 2,89 48,81 48,81 0
G0T2 2,91 59,75 57,52 3,732217573
G1T2 3 51,89 49,85 3,931393332
G2T2 2,71 48,41 46,41 4,131377815
G3T2 2,73 32,83 31,62 3,685653366
G4T2 2,8 50,53 48,6 3,81951316
G0T4 3,04 57,83 54,32 6,069514093
G1T4 3,08 48,85 46,6 4,60593654
G2T4 2,72 53,56 50,11 6,44137416
G3T4 3,24 37,99 34,78 8,449591998
G4T4 2,77 46,31 43,71 5,614338156
G0T6 2,98 66,3 61,94 6,576168929
G1T6 2,98 56,52 51,73 8,47487615
G2T6 3,02 56,04 51,69 7,762312634
G3T6 3,04 36,51 32,14 11,96932347
G4T6 3,13 50,38 46,75 7,205240175
G0T8 3,12 58,73 52,59 10,45462285
G1T8 2,96 60,52 55,05 9,038334435
G2T8 2,87 56,79 51,2 9,843282268
G3T8 2,97 39,22 33,44 14,73737889
G4T8 3,11 50,79 45,39 10,63201418
jumlah 73,77 1280,36 1206,05 147,1744642
rata-rata 2,9508 51,2144 48,242 5,886978567
-
68
Lampiran 6. Data kadar air melon selama penyimpanan.
Tabel 16. Data pengamatan kadar air melon selama penyimpanan
KODE
SAMPEL
KA
RATA2 JUMLAH A B C
G0T0 91,42293507 91,53666441 90,04559271 91,00173073 273,0051922
G1T0 92,66603169 92,76280468 92,98882682 92,80588773 278,4176632
G2T0 92,14896215 92,9373147 92,7853512 92,62387602 277,8716281
G3T0 93,25158786 92,96594547 92,87341872 93,03031735 279,0909521
G4T0 91,48776299 92,1043714 91,2286538 91,6069294 274,8207882
G0T2 93,99530884 94,49606862 93,90720058 94,13285935 282,398578
G1T2 94,38285842 95,8325368 73,03513475 87,750176