meningitis

27
BAB III MENINGITIS TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mahasiswa kepaniteraan klinik mampu menyimpulkan dan merencanakan penatalaksanaan penyakit Meningitis dengan benar. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Mahasiswa kepaniteraan klinik mampu menjelaskan , membuat diagnosa dan memberi terapi pendahuluan pada pasien dengan panyakit Meningitis DEFINISI Meningitis adalah reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Meningitis disebut juga arachnoiditis atau leptomeningitis adalah suatu infeksi yang mengenai arakhnoid, piameter, dan cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, atau fungi, dan pathogen spesifik yang terlibat dalam proses infeksi ini bergantung pada banyak faktor, khususnya umur dan status imun tubuh. EPIDEMIOLOGI Jumlah kasus bervariasi dan semua tergantung letak geografi dan usia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Thailand, Afrika, kasus Meningitis lebih banyak. Daerah iklim tropis juga banyak berpengaruh terhadap mudah berkembangnya kuman-kuman di alam bebas, yang sewaktu-waktu dapat mengancam manusia. Di seluruh dunia, terdapat 600.000 kasus per tahun, 75.000 dengan gangguan pendengaran berat, dan terdapat 25.000 kasus baru per tahun. Dan pada 70% kasus pada anak usia dibawah 5 tahun.

Upload: fajar-tea-jie

Post on 14-Jul-2016

14 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Neuro

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis

BAB III MENINGITIS

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Mahasiswa kepaniteraan klinik mampu menyimpulkan dan merencanakan penatalaksanaan penyakit Meningitis dengan benar.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Mahasiswa kepaniteraan klinik mampu menjelaskan , membuat diagnosa dan memberi terapi pendahuluan pada pasien dengan panyakit Meningitis

DEFINISI

Meningitis adalah reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa.

Meningitis disebut juga arachnoiditis atau leptomeningitis adalah suatu infeksi yang mengenai arakhnoid, piameter, dan cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel yang dapat terjadi secara akut ataupun kronis. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, atau fungi, dan pathogen spesifik yang terlibat dalam proses infeksi ini bergantung pada banyak faktor, khususnya umur dan status imun tubuh.

EPIDEMIOLOGI

Jumlah kasus bervariasi dan semua tergantung letak geografi dan usia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Thailand, Afrika, kasus Meningitis lebih banyak. Daerah iklim tropis juga banyak berpengaruh terhadap mudah berkembangnya kuman-kuman di alam bebas, yang sewaktu-waktu dapat mengancam manusia.

Di seluruh dunia, terdapat 600.000 kasus per tahun, 75.000 dengan gangguan pendengaran berat, dan terdapat 25.000 kasus baru per tahun.

Dan pada 70% kasus pada anak usia dibawah 5 tahun.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Meningen adalah sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat. Meningen tersusun atas unsur kolagen dan fibril yang elastis serta cairan serebrospinal. Meningen terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu durameter, arachnoid dan piameter. Fungsi utama meningen dan kelenjar serebrospinal adalah untuk melindungi sistem saraf pusat.

Page 2: Meningitis

Gambar 3.1. Lapisan Meningen

a. DuramaterDura mater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar durameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.

Pada duramater dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan limfe. Lapisan dalam dura mater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid.

b. ArachnoidLapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu suatu lapisan yang berhubungan dengan dura mater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan lapisan tersebut dengan pia mater. Ruangan di antara

Page 3: Meningitis

trabekula membentuk ruang subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal dan sama sekali dipisahkan dari ruang subdural.

Pada beberapa daerah, arachnoid melubangi dura mater, dengan membentuk penonjolan yang membentuk trabekula di dalam sinus venous dura mater. Bagian ini dikenal dengan vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke darah sinus venous.

Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai leptomeninges. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.

Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut sisterna.

c. PiamaterPiameter adalah membran yang sangat lembut dan tipis. Lapisan ini melekat pada otak. Piamater mengandung sedikit serabut kolagen dan membungkus seluruh permukaan sistem saraf pusat dan vaskula besar yang menembus otak.

Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. (8,10, 11)

Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel.

Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.

Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik.

CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah

Page 4: Meningitis

atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior.

Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah.

Gambar 3.2. Rongga-rongga ventrikel otak

Page 5: Meningitis

Gambar 3.3. Sirkulasi likuor

ETIOLOGI

Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

VirusJenis virus yang sering sebagai etiologi meningoesfasilitis antara lain : enterovirus (poliovirus,coxsackievirus A dan B, echo virus), mumps virus, lymphocytic virus. Disebutkan yang tersering yaitu echovirus dan coxsackievirus.

Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis diantaranya :1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).

Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

2. Neisseria meningitidis (meningococcus).Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

3. Haemophilus influenzae (haemophilus).Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga

Page 6: Meningitis

bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

4. Listeria monocytogenes (listeria).Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).

5. Bakteri lainnya yang juga dapat menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium tuberculosis.

Protozoa : toksoplasmosis, malaria Mikoses : blastomikosis, dll. Riketsia

PATOGENESA

Terjadinya suatu infeksi selaput otak dapat melalui beberapa cara yaitu :a. Hematogen atau bakteriemia dari infeksi di nasofaring, faringitis, tonsilitis, peneumonia,

infeksi gigib. Secara langsung melalui : robeknya durameter pada fraktur basiskranii, tindakan bedah

kepala implantasi benda asing (inplan cochlea), VP-Shunt, deep brain stimulation, dan lumbal pungsi.

c. Fokus didekat kepala misalnya : sinus, mastoid, furunkel dihidung dan didekat orbita masuk melalui kavernosus. Biasanya merupakan menigitis yang purulen.

d. Melalui laminakribiformis pada rhinorhoea kronis atau rekuren.e. Perluasan lanngsung dari infeksi yang mengenai telinga tengah, sinus para nasalis, kulit

kepala atau muka.f. Melalui faring : terutama virus yang tetap berada di faring, bila daya tahan tubuh menurun

dapat masuk ke otak.

GEJALA KLINIS

Terjadinya meningitis dapat akut, maupun kronis (misalnya TBC). Secara klinik tampak :- Gejala dini : sering dikenal sebagai trias meningitis yaitu :

Demam Sakit kepala/ muntah Kaku kuduk

- Gejala lanjut : Siezure (kejang) Kelumpuhan saraf kranial Tuli Stupor dan tanda neurologi fokal

Demam timbul karena interleukin 1 dan bakterial pirogen dilepaskan dalam cairan serebrospinalis dan mempengaruhi hipotalamus. Sedangkan nyeri kepala terjadi sekunder karena iritasi serabut-serabut

Page 7: Meningitis

yang iritatif nyeri pada selaput otak di daerah servikal dan radiks servikal. Iritasi pada radiks saraf kemungkinan juga sebagai dasar patofisiologi timbulnya tanda Kernig dan Brudzinki.

PEMERIKSAAN KLINIS

Setelah diagnosis dibuat, segera bedakan antara bakteri, virus dan fungus. Lumbal pungsi merupakan penunjang yang lebih jelas untuk membedakan jenis meningitis ini. Pemeriksaan lumpal pungsi (LP) merupakan “Diagnosa Pasti” untuk meningitis dan pada pemeriksaan LP ada indikasi dan kontraindikasi.

Kontraindikasi LP :a. Tekanan intrakranial yang meningkat (papiledema) merupakan kontraindikasi absolutb. Radang pada tempat yang akan ditusukc. Kondisi umum dengan Hemodynamic or Pulmonary Instabilityd. Coagulopathy atau thrombocytopenia berat dikhawatirkan terjadi pendarahan

Pada pemeriksaan hasil LP yang harus diobservasi adalah sbb : 1. Tekanan

Biasanya tekanan agak meningkat 2. Warna

Warna yang xanthocrome menunjukkan adanya infeksi kokus 3. Sel

Jumlah sel meningkat. Dilihat fraksi mana yang meningkat, mononuclear atau polinuklear. Mononuclear yang meningkat biasanya terdapat pada meningitis serosa (TBC, virus, atau jamur), sedangkan polinuklear yang meningkat terdapat pada meningitis purulenta (coccus).

4. ProteinBiasanya meningkat pada semua radang baik coccus, bakteri lain atau virus

5. Glukosa Glukosa akan menurun pada infeksi tbc dan kokkus. Untuk menghindari salah tafsir, maka pada saat yang sama harus dilakukan pengukuran glukosa darah. Normal perbandingan glukosa darah disbanding likuor adalah 10:6 pada infeksi virus glukosa akan normal atau meningkat.

6. KulturTerdiri dari kultur edia agar-agar, glukosa, plasma, dll.

MENINGITIS TUBERKULOSA

DEFINISI

Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit infeksi susunan saraf pusat yang mengenai piameter, ruang subaraknoid yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.

Pada anak-anak, dihasilkan dari bakteriemia yang mengikuti fase inisial dari tuberkulosis paru primer.

Page 8: Meningitis

Pada orang dewasa, dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer. Meningitis tuberkulosa selalu merupakan sekunder dari penyakit tuberkulosa pada organ lainnya.

Fokus primer biasanya terdapat di paru-paru, namun dapat juga terjadi di kelenjar limfe, tulang, sinus nasalis, GI tract, atau organ-organ lainnya. Onset biasanya sub akut.(1, 2, 3)

EPIDEMIOLOGI

Puncak insiden pada usia 0-4 tahun di daerah prevalensi tinggi, pada orang dewasa di daerah prevalensi rendah. Faktor resiko diantaranya :

o Infeksi HIV o imunosupresio diabetes mellitus o alkoholisme

PATOFISIOLOGI

Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3–6 bulan setelah infeksi primer.

Meningitis tuberkulosa, pada umumnya mempunyai fokus infeksi di organ lain. Pada anak-anak infeksi primer di paru, sedangkan pada dewasa dari mastoid tuberkulosis, spondilitis tuberkulosis, serta organ lain. Penyebarannya melalui kelenjar regional dan ductus thoracicus ke dalam sirkulasi (hematogen), kemudian organisme mengadakan infasi ke dalam SSP yang kemudian berkembang menjadi eksudat kaseosa.

Meningitis tuberkulosa tidak berkembang secara akut dari penyebaran tuberkel bacilli ke meningen secara hematogen, melainkan merupakan hasil dari pelepasan tuberkel bacilli ke dalam rongga subarakhnoid dari lesi kaseosa subependimal. Selama fase inisial dari infeksi, sejumlah kecil tuberkel berukuran seperti biji tersebar di dalam substansi otak dan meningen. Tuberkel-tuberkel ini cenderung membesar dengan bersatu dan tumbuh besar, dan biasanya caseating, lembut dan membentuk eksudat.

Eksudat kaseosa ini dapat masuk ke ruang subarakhnoid sehingga terjadi meningitis. Eksudat ini mempunyai predisposisi di dasar otak. Eksudat ini dapat pula mencapai meningen sehingga terbentuk meningitis circumsript, yang dibatasi oleh kapsul sehingga membentuk tuberkuloma. Kemungkinan lesi kaseosa untuk menyebabkan meningitis ditentukan dari kedekatan jarak lesi dengan rongga subarakhnoid dan kecepatan enkapsulasi fibrosa berkembang akibat resistensi imun dapatan. Foci caseosa subependymal dapat terus tak bergejala selama berbulan-bulan bahkan tahunan tetapi kemudian dapat menyebabkan meningitis melalui pelepasan bacilli dan antigen tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid.Penyebaran dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak seperti proses dinasofaring, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis, otitis media,

Page 9: Meningitis

mastoiditis, trombosis sinus, kavernosus, atau spondilitis, penyebarang kuman dalam ruang subaraknoid, menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid., CSS, ruaang subaraknoid dan ventrikulus.

Akibat reaksi radang ini adalah terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di dalam ruang subaraknoid saja, tetapi teruatama terkumpul di dasar tengkorak. Eksudat juga meyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di bawahnya, sehingga proses sebenarnya adalah moningo-ensefalitis.Eksudat kaseosa ini mempunyai predileksi di daerah basal otak, sehingga dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada akuaductus sylvii dan ruang subarakhnoid sekitar batang otak menyebabkan hidrosefalus, papil edema dan peningkatan tekanan intrakranial. Pada ruang subarakhnoid tampak adanya keradangan pembuluh darah (arteritis), terutama pada adventitia dan tunika media yang dapat menyebabkan trombosis dengan akibat terjadinya infark multipel di otak.

Page 10: Meningitis

Gambar 3.4. Patofisiologi Meningitis Tuberkulosa

GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis meningitis tuberkulosa dapat berupa sindroma meningitis akut memberikan gejala koma, peningkatan tekanan intrakranial, kejang dan defisit neurologis fokal atau berupa slowly progressive dementing illness.

Ketika infeksi berupa sindroma meningitis akut, tanda dan gejala karakteristiknya adalah nyeri kepala, malaise, meningismus, papil edema, muntah, bingung, kejang, dan defisit saraf kranial. Pasien dirawat

Page 11: Meningitis

dengan letargi atau stupor dapat menjadi koma dalam hitungan hari. Demam dapat muncul, dapat pula tidak muncul.

Meningitis tuberkulosa dapat pula tampak sebagai slowly progressive dementing illness dengan defisit memori dan perubahan perilaku yang khas pada penyakit lobus frontalis, berupa abulia, dan inkontinensia urin dan fecal.

Bentuk ini merupakan bentuk meningitis tuberkulosa yang banyak ditemukan. Defisit saraf kranialis dan konvulsi juga terjadi pada meningitis tuberkulosa subakut. Kadang ada riwayat anorexia, batuk, berkeringat pada malam hari dan penurunan berat badan dalam waktu beberapa hari sampai beberapa bulan, akibat perkembangan gejala infeksi susunan saraf pusat.

Klinis dibagi dalan 4 fase:a. Fase I: Tanda rangsangan meningen +, kesadaran baik, saraf otak tidak terganggu (gejala

fokal negative)b. Fase II: Tanda rangsangan meningen ++, kesadaran baik, terdapat gangguan saraf otak

(N.VI dan N.VII) kadang-kadang didapatkan hemiparesis (oleh karena arteritis, eksudat yang menekan pedunkulus serebri, hidrosefalus)

c. Fase III: Tanda rangsangan meningen +, kesadaran menurun, terdapat gangguan saraf otak (gejala fokal positif), kejang

d. Fase IV: Seperti fase III, terdapat koma serta syok.

Manifestasi klinis dibagi atas 3 stadium: Stadium I (inisial)

Predominan gejala gastrointestinal, tanpa manifestasi kelainan neurologis. Pasien tampak apatis atau iritabel, disertai nyeri kepala intermiten.Stadium prodomal berlangsung lebih kurang 2 minggu sampai 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat subakut, sering panas atau kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, tak adah gairah, mudah tersinggung, cengeng, tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis,. Gejala-gejala tadi lebih sering terlihat pada anak kecil. Anak yang lebih besar mengetahui nyeri kepala, tak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah, pola tidur terganggu,. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan sangat gelisah.

Stadium II Pasien tampak mengantuk, disorientasi disertai tanda rangsang meningeal. Refleks tendon meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki. Saraf kranialis VII, IV, VI dan III terlibat. Dapat ditemukan tuberkel pada koroid.Gejala-gejala terlihat lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal terutama pada anak kecil dan bayi. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku dan timbul opostitinus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif menyebabkan si anak berteriak dan menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Terdapat gangguan nervi kranialis, antara lain N.II,III,IV,VI,VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat terjadi defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil.

Page 12: Meningitis

Stadium III Pasien koma, pupil terfiksasi, spasme klonik, pernafasan irreguler disertai peningkatan suhu tubuh. Hidrosefalus terdapat pada dua pertiga kasus dengan lama sakit 3 minggu.Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur dan terdapat gangguan pernafasan dalam bentuk cheyne-stokes atau kussmaul. Gangguan miksi berupa retensi atau inkontinensia urin. Didapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin menurun sampai koma yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya. (1,3)

Ensefalopati tuberkulosa juga dijelaskan sebagai sindroma konvulsi, stupor atau koma, gerakan involunter, paralysis, dan spasme atau rigiditas deserebrasi dengan atau tanpa gejala klinis meningitis atau kelainan CSS pada meningitis tuberkulosa.

Secara patologis tampak edema difus dari cerebral white matter dengan hilangnya neuron dalam gray matter, leukoencephalopathy hemorrhagic, atau encephalomyelitis demyelinating pasca infeksi. Sindroma ini terutama tampak pada anak dengan tuberkulosis milier atau diseminata.

Tanda dan Gejala Meningitis Tuberkulosa

Gejala Tanda Klinis

Prodormal :Anoreksia Adenopati Penurunan berat badan Suara tambahan pada auskultasi paruBatuk Tuberkel koroidalKeringat malam hari Demam ( paling tinggi pada sore hari )

Rigiditas nuchalPapil edema

CNSDefisit neurologis fokalTuberculin skin test ( + )

Tabel 3.1. Tanda dan gejala Meningitis TB

DIAGNOSA

Diagnosa meningitis tuberculosa ditegakkan berdasarkan ditemukannya : 1. Anamnesa

Gejala klinis sakit kepala, panas yang tidak tinggi (subfebril) dan kaku kuduk yang timbul setelah 1-3 minggu.Adanya riwayat demam kronis, nyeri kepala yang hebat, dapat pula berlangsung akut, kejang, jenis kejang, penurunan kesadaran, lamanya, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang. Riwayat penurunan berat badan, imunisasi BCG, kontak dengan pasien TB dewasa.

2. Pemeriksaan klinis

Page 13: Meningitis

Pemeriksaan rangsangan selaput otak hasilnya positif dan kadang disertai gangguan saraf otak serta pada pemeriksaan fundus okuli didapatkan choroids tubercle

Pada pemeriksaan LCS: - Cairan likuor jernih- Tekanan meningkat- Jumlah sel meningkat terutama mononuclear- Kadar protein meningkat antara 80-400 mg, tetapi dapat meningkat sampai 1000

mg/ml, jika terjadi blok parsial atau komplit pada ruang subarakhnoid spinal- Kadar glukosa menurun sampai dibawah 40 mg/100 ml.- Klorida menurun dibawah 600 mg %- Dicari tanda khas meningitis tuberculosa yaitu Pellicle (likuor dibiarkan dalam

semalam, maka akan tampak bentukan sepeti sarang laba-laba). Pemeriksaan foto thoraks didapatkan gambaran tuberkulosa paru. Pada CT scan / MRI tampak adanya gambaran tuberkuloma. Bisa juga terdapat penebalan

basal meningen, infark, cerebral oedema.

3. Adanya kontak dengan penderita tuberkulosa aktif Abnormalitas CSS yang klasik ada pada meningitis tuberkulosa adalah:

1. Peningkatan tekanan pembukaan2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl3. Jumlah sel leukosit antara 10-500 sel/mm³ dengan limfosit predominan4. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)

Abnormalitas CSS yang ditemukan pada meningitis tuberkulosa:1. Peningkatan jumlah leukosit antara 10-500 sel/mm³ dengan limfosit predominan2. Peningkatan konsentrasi protein antara 100-500 mg/dl3. Penurunan konsentrasi glukosa (< 50% gula darah)4. Kultur positif pada 75 % kasus membutuhkan 3-6 minggu untuk tumbuh5. Penurunan konaentrasi klorida 6. Rasio bromida serum/cairan serebrospinal yang rendah7. Assay asam tuberculostearic positif

Bacterial Viral Fungal Tuberculosa

Opening pressure N / tinggi N N / tinggi Tinggi

Jumlah sel (/mm3) 1,000-10,000 < 300 20-500 50-500

PMN (%) >80 <20 <50 ~20

Protein (mg/dl)Sangat Tinggi

(100-500)N Tinggi Tinggi

Glucose < 40 normal usually < 40 < 40

Gram stain 60-90 % positive negative negative AFB stain (+) in 40-80%

Kultur (% positif) 70-85 25 25-50 50-80

Page 14: Meningitis

Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan CSS

Kriteria Diagnosis (Ogawa) :

1. Definite : BTA ditemukan dalam LCS ( kultur atau biopsi)2. Probable :

a. Pleositosis pada LCSb. Perwarnaan BTA (-)c. Diikuti dari salah satu dibawah ini:

i. Tes tuberkulin (+)ii. Adanya TB dluar SSP atau ada TB paru aktif atau terpapar TB sebelumnya

iii. LCS Glukosa < 40 mg%iv. LCS protein > 60 mg%

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. (4) Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan Microbacterium Tuberculosa dalam kultur Cairan Serebro Spinal.(1,4) Namun pemeriksaan kultur Cairan Serebro Spinal ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderitaPemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk meningitis tuberkulosa:1. Tuberculin skin test2. Foto roentgen: adenopati hilar, ,infiltrasi nodular lobus atas, pola milier3. Computed tomography atau Magnetic Resonance Imaging: hidrosefalus & basilar meningeal

enhancement pasca kontras4. Pemeriksaan cairan serebrospinal: limfositik pleositosis, pewarnaan tahan asam dan kultur5. Pemeriksaan mata untuk koroid tuberkel6. Pewarnaan urin dan sputum dan kultur untuk bakteri tahan asam

Terapi

A. Terapi umum Tirah baring total, cegah dekubitus Pemberian cairan yang adekuat, terutama untuk penderita shock Terapi 5B

1. Blood : tensi harus dipertahankan normal2. Brain : apabila tekanan intrakranial meningkat diberi mannitol/kortikosteroid3. Breathing : pernafasan harus bebas4. Bowel : kalori harus dipertahankan sesuai keadaan penderita5. Bladder : hindari infeksi kandung kemih

Terapi simptomatik : antikonvulsan, analgetik, dll.

B. Terapi spesifikTerapi khusus meningitis TB

- INH 400 mg/hari (dewasa)- Streptomisin 1gr/ hari- Rifampisin 600 mg/hari

Page 15: Meningitis

- Pirazinamid 20mg/kgBB/hari (± 1gr/hari)

Keempat obat diatas diberikan sampai sel menjadi normal (2 bulan), kemudian diteruskan dengan INH dan Rifampisin selama 6 sampai 9 bulan. Etambutol sudah tidak digunakan untuk meningitis TB, oleh karena pada anak-anak sering menyebabkan atrofi nervus opticus, yang pada anak dengan kesadaran menurun sulit dideteksi.

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.

Nama Obat Dosis harian Dosis berkala 3X

BB<50 kg BB>50 kg Seminggu

Isoniazid/INH (H)Paling baik menembus sawar darah otak

300 mg 400 mg 600 mg

Rifampisin ®Profilaksis meningitis oleh karena Meningokokus/Haemophylus infuenza

450 mg 600 mg 600 mg

Pirazinamid (Z) 1500 mg 2000 mg 2-3 gStreptomisin (S) i.m 750 mg 1000 mg 1000 mgEtambutol (E) 1000 mg 1500 mg 1-1,5 gEtionamid (T) 500 mg 750 mg -

Tabel 3.3. Obat-obat tuberkulostatik

Pengobatan yang diberikan pada pasien meningitis tuberkulosa adalah pengobatan kategori I yang ditujukan terhadap :

- kasus tuberkulosis paru baru dengan sputum BTA positif - penderita TB paru, sputum BTA negatif, roentgen positif dengan kelainan paru luas- kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat separti meningitis, tuberkulosis diseminata,

perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologist, kelainan paru yang luas dengan BTA negative, tuberkulosis usus, tuberkulosis genitourinarius

- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan BTA menjadi negative, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4 macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap intensif cukup diberikan 3 macam obat saja yaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis pemberian Isoniazid, Rifampisin, dan Pirazinamid akan memberikan efek bakterisid yang terbaik.

- Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien dengan tuberkulosis berat (meningitis, tuberkulosis diseminata, spondilitis dengan gangguan neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (6R7H7 atau 7 R7H7).

Pemberian steroid

Page 16: Meningitis

Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan peningkatan tekanan intrakranial, kortikosteroid dapat menguntungkan, karena patofisiologi koma dan peningkatan tekanan intracranial sama pada kedua penyakit itu. Pada pasien dengan presentasi meningitis yang subakut, kortikosteroid mungkin sedikit menguntungkan bila edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial bukan merupakan etiologi dari komplikasi neurologis.

Deksametason menurunkan edema otak, menurunkan resistensi outflow CSS, menurunkan produksi sitokin inflamasi, menurunkan jumlah leukosit, sehingga masa inflamasi di ruang subarakhnoid berkurang, dan meminimalisasi kerusakan di sawar darah otak. Deksametason direkomendasikan pada kasus meningitis tuberkulosa dengan telah adanya salah satu komplikasi di bawah ini :

1. Penurunan kesadaran;2. Papiledema;3. Defisit neurologis fokal; dan atau4. Tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O

Dosis deksametason adalah 10 mg bolus intravena kemudian 4x 5mg intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.KOMPLIKASI

Meningitis tuberkulosa dapat memberikan berbagai macam komplikasi seperti berikut:• Kelumpuhan saraf otak

Proses patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat tebal dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus, terutama berkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat di sekeliling fossa interpedunkularis, fissure silvii; meliputi kiasma optikus dan meluas di sekitar pons dan serebelum. Secara mikroskopis, awalnya eksudat terdiri dari leukosit polimorfonuklear, eritrosit, makrofag dan limfosit disertai timbulnya fibroblast dan elemen jaringan ikat. Eksudat yang tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah pada basis otak dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan saraf otak yang tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV dan N VII, dan bahkan dapat terjadi pada N VIII dan N II.

Kerusakan pada N II berupa kebutaan, dapat disebabkan oleh lesi tuberkulosisnya sendiri yang terdapat pada N Optikus atau karena penekanan pada kiasma oleh eksudat peradangan atau karena akibat sekunder dari edema papil atau hidrosefalusnya. Neuropati optic ialah istilah umum untuk setiap kelainan atau penyakit yang mengenai saraf optic yang diakibatkan oleh proses inflamasi, infiltrasi, kompresi, iskemik, nutrisi maupun toksik. Neuropati optic toksik dapat terjadi karena paparan zat beracun, alcohol, atau sebagai akibat komplikasi dari terapi medikamentosa. Gejala klinisnya antara lain adanya penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (mulai dari penurunan tajam penglihatan yang minimal sampai maksimal tanpa persepsi cahaya), gangguan fungsi visual berupa kelainan lapang pandang. Pada pengobatan tuberkulosis dapat terjadi neuropati optic, yang paling sering karena Etambutol, tetapi Isoniazid dan Streptomisin juga dapat menyebabkan hal tersebut.

Kerusakan pada N VIII umumnya lebih sering karena keracunan obat streptomisinnya dibandingkan karena penyakit meningitis tuberkulosanya sendiri.

• Arteritis

Page 17: Meningitis

Infiltrasi eksudat pada pembuluh darah kortikal atau meningel menyebabkan proses inflamasi yang terutama mengenai arteri kecil dan sedang sehingga menimbulkan vaskulitis.

Secara mikroskopis, tunika adventitia pembuluh darah mengalami perubahan dimana dapat ditemukan sel-sel radang tuberkulosis dan nekrosis perkejuan, kadang juga dapat ditemukan bakteri tuberkulosis. Tunika intima juga dapat mengalami transformasi serupa atau mengalami erosi akibat degenerasi fibrinoid-hialin, diikuti proliferasi sel sub endotel reaktif yang dapat sedemikian tebal sehingga menimbulkan oklusi lumen.

Vaskulitis dapat menyebabkan timbulnya spasme pada pembuluh darah, terbentuknya thrombus dengan oklusi vascular dan emboli yang menyertainya, dilatasi aneurisma mikotik dengan rupture serta perdarahan fokal. Vaskulitis yang terjadi menimbulkan infark serebri dengan lokasi tersering pada distribusi a. serebri media dan a. striata lateral.

• HidrosefalusHidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dari meningitis tuberkulosa dan dapat saja terjadi walaupun telah mendapat terapi dengan respon yang baik. Hampir selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup lebih dari 4-6 minggu. Hidrosefalus sering menimbulkan kebutaan dan dapat menjadi penyebab kematian yang lambat.

Perluasan inflamasi pada sisterna basal menyebabkan gangguan absorpsi CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans dan dapat pula terjadi hidrosefalus obstruksi (hidrosefalus non komunikans) akibat dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang mengelilingi batang otak, edema pada mesensefalon atau adanya tuberkuloma pada batang otak atau akibat oklusi foramen Luschka oleh eksudat.

Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi pada meningitis tuberkulosa. Adanya blok pada sisterna basalis terutama pada sisterna pontis dan interpedunkularis oleh eksudat tuberkulosis yang kental menyebabkan gangguan penyerapan CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara lain ialah ataksia, inkontinensia urin dan demensia. Dapat juga terjadi hidrosefalus non komunikans (obstruktif) akibat penyumbatan akuaduktus atau foramen Luschka oleh eksudat yang kental.

Gejala klinisnya ialah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial seperti penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah, papiledema, refleks patologis (+) dan parese N VI bilateral.

• ArakhnoiditisAdalah suatu proses peradangan kronik dan fibrous dari leptomeningen (arakhnoid dan pia mater). Biasanya terjadi pada kanalis spinalis. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi karena tuberkulosa, terjadi sebelum maupun sesudah munculnya gejala klinis meningitis tuberkulosis. Bila tuberkel submeningeal pecah ke dalam rongga subarakhnoid, akan menyebabkan penimbunan eksudat dan jaringan fibrosa sehingga terjadi perlengketan di leptomeningen medulla spinalis.

Gejala klinis timbul akibat adanya kompresi local pada medulla spinalis atau terkenanya radiks secara difus.

Page 18: Meningitis

Arakhnoiditis spinal paling sering mengenai pertengahan vertebra thorakalis, diikuti oleh vertebra lumbalis dan vertebra servikalis. Biasanya perlekatan dimulai dari dorsal medulla spinalis. Gejala pertama biasanya berupa nyeri spontan bersifat radikuler, diikuti oleh gangguan motorik berupa paraplegi atau tetraplegi.

Gangguan sensorik dapat bersifat segmental di bawah level penjepitan. Kemudian dapat terjadi retensi kandung kemih. Pemeriksaan penunjang untuk arakhnoiditis dapat dengan mielografi. Bisa didapatkan blok parsial atau total, dapat juga memberikan gambaran tetesan lilin.

• SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon)

SIADH adalah peningkatan anti diuretic hormon (arginine vasopressin) yang berhubungan dengan hiponatremia tanpa terjadinya edema maupun hipovolemia. Pengeluaran ADH tidak sejalan dengan adanya hipoosmolalitas.

Pasien diduga SIADH jika konsentrasi urin > 300 mOsm/kg dan didapatkan hiponatremi tanpa adanya edema, hipotensi orthstatik, atau tanda-tanda dehidrasi. Semua penyebab hiponatremi lain harus sudah disingkirkan.

SIADH merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada meningitis tuberkulosis. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena reaksi peradangan lebih banyak pada basis otak atau basil TBC sendiri “host response” terhadap organisme penyebab.

Terjadi peningkatan produksi hormon antidiuretik dengan akibat terjadi retensi cairan yang dapat menimbulkan tanda-tanda intoksikasi cairan.

Kriteria diagnostik :1. kadar serum natrium <135 mEq/L2. Osmolalitas serum <280 mOsm/L3. Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya > 18 mEq/L)4. Rasio osmolalitas urin/serum meninggi hingga 1,5-2,5 : 15. Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal6. Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi

Penderita biasanya normovolemik.

• SekueleDapat terjadi sekuele hemiparesis spastik, ataksia, dan paresis saraf cranial persisten. Pada 50 % anak dengan kejang pada saat meningitis dapat meninggalkan sekuele gangguan kejang. Atrofi N. Optikus dapat terjadi dengan gangguan visual yang bervariasi sampai buta total. Syringomielia dapat terjadi komplikasi pada masa konvalesen sebagai akibat dari vaskulitis pembuluh darah medulla spinalis karena mielomalasia iskemik.

Berbagai gangguan endokrin dapat terjadi sebagai akibat dari arteritis atau kalsifikasi dan infark selanjutnya pada proksimal hipotalamus dan kelenjar pituitary.

PROGNOSIS

Page 19: Meningitis

Prognosis meningitis TB tergantung dari :- Umur : pada ekstremitas of life (<3 bulan, >60 tahun), prognosis lebih jelek.- Kecepatan diagnosis dan penanganan yang tepat maka prognosis lebih baik. Pada fase I dapat

diharapkan sembuh sempurna dengan terapi adekuat. Pada fase III dan IV bila sembuh akan menimbulkan kecacatan.

Bila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.

Prognosis ditentukan oleh kapan pengobatan dimulai dan pada stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan dewasa diatas 40 tahun mempunyai prognosis yang jelek.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gomersall. 2008. TB Meningitis.(Online), ( www.dreugermedical.com, diakses pada tanggal 26 Agustus 2010 )

2. R Kumar, A Dwivedi, P Kumar, N Kohl, 2009. Tuberculous Meningitis in BCG Vaccinated and Unvaccinated Children. (Online), ( http://jnnp.bmj.com, diakses tanggal 26 Agustus 2010)

3. Harsono, dkk, 2005, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Page 20: Meningitis

4. Diederik van de Beek, 2009. Community-Acquired Bacterial Meningitis in Adults. (Online), (www.bmj.com, diakses pada tanggal 26 Agustus 2010 )

5. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosa. Depkes RI6. Leonard JM,DesPrez RM. Tuberculosis of the Central Nervous System. Dalam:Aminoff

MJ,editor. Neurology and General medicine.New York:Churchill Livingstone,1995;703-14. (Online), ( http://neurology.multiply.com/journal/item/1, diakses pada tanggal 26 Agustus 2010)

7. Roos KL. Nonviral Infections. Dalam: Goetz CG. Textbook of Clinical Neurology. Philadelphia: Saunders,2003; 929-31. (Online), (http://neurology.multiply.com/ journal/item/1, diakses pada tanggal 26 Agustus 2010)

8. Adams & Victor's. 2000. Principles Of Neurology 7th edition9. Depkes. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis10. WHO. 1997. TB a Clinical Manual for South East Asia11. Wikipedia. Meninges. 2010. (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Meninges, diakses tanggal

29 Agustus 2010)12. Gomersall, Charles. 2010. TB Meningitis. (Online),(http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8 /TB-

meningitis.htm, diakses tanggal 29 Agustus 2010)13. Japardi, iskandar.,dr. 2002. Cairan Serebrspinal. (Online),(http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/1973/1/bedah-iskandar%20japardi64.pdf, diakses tanggal 29 Agustus 2010)

14. Bahrudin, Moch,dr. 2008. Dasar-Dasar Neurologi : Meningitis dan meningoencephalitis. Malang

15. Bahrudin, Moch,dr. 2010. Kedaruratan Neurologi : Infeksi Susunan Saraf Pusat : Diagnosis Meningitis Akut. Malang