mkl no. 27 muh. nanang itb - kntj 07 hpji

27
Potensi Penerapan Electronic Road Pricing pada Kota Metropolitan di Indonesia (Kasus Kota Jakarta) Muhammad Nanang Prayudyanto HPJI: B-1438 Mahasiswa Pasca Sarjana S3 Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung. Telp: (022)-2508519, Fax: (022)-2530689 [email protected] [email protected] Ofyar Z. Tamin, Prof.DR.Ir. Staf Pengajar Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung. Telp: (022)- 2508519, Fax: (022)-2530689 [email protected] Abstrak Munculnya gejala perubahan pendekatan pemecahan masalah kemacetan transportasi perkotaan dari predict & provide menjadi predict & prevent, memunculkan fenomena baru, ERP. Sebagai tools strategi untuk mengurangi intensitas perjalanan (TDM), penerapan ERP (Electronic Road Pricing) menuai keberhasilan dan juga kegagalan di beberapa kota-kota di dunia. ERP yang menganut sistem pembayaran atas biaya transport yang dikeluarkan secara full cost, memberikan revenue bagi pemerintah (daerah) untuk dapat dikembalikan lagi menjadi instrument pelayanan angkutan bagi penduduk miskin. Keputusan pemberlakuan ERP mengandung konsekuensi perubahan pola perjalanan transport (trip distribution), pola pemilihan moda (modal split) dan pola pembebanan perjalanan (trip assignment). Investasi ERP termasuk untuik pembangunan sistem jaringan harus dipertimbangkan secara lebih rinci. Pada beberapa kota-kota metropolitan di Indonesia, pembatasan lalu- lintas telah ditetapkan, namun strategi yang tepat untuk mencapai maksud tersebut belum secara jelas diuraikan. Kajian ini membahas potensi penerapan strategi ERP di Jakarta, termasuk dampak sisi transportasi, investasi dan sosial. Kata kunci: ERP, TDM, Jakarta. Latar Belakang Sejak tahun 1990-an mulai dirasakan pentingnya pembatasan lalu-lintas, khususnya untuk kota-kota besar di Eropa, sebab pertumbuhan lalu-lintas yang tidak dikendalikan M.NanangP - Ofyar Z Tamin 1

Upload: pramudo

Post on 08-Jun-2015

517 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

assessment of ERP in developing city

TRANSCRIPT

Page 1: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Potensi PenerapanElectronic Road Pricing pada Kota Metropolitan di Indonesia

(Kasus Kota Jakarta)

Muhammad Nanang Prayudyanto HPJI: B-1438

Mahasiswa Pasca Sarjana S3Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10, Bandung. Telp: (022)-2508519, Fax: (022)-2530689

[email protected]@students.itb.ac.id

Ofyar Z. Tamin, Prof.DR.Ir. Staf Pengajar Fakultas Teknik

Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10, Bandung. Telp: (022)-2508519, Fax: (022)-2530689

[email protected]

Abstrak

Munculnya gejala perubahan pendekatan pemecahan masalah kemacetan transportasi perkotaan dari predict & provide menjadi predict & prevent, memunculkan fenomena baru, ERP. Sebagai tools strategi untuk mengurangi intensitas perjalanan (TDM), penerapan ERP (Electronic Road Pricing) menuai keberhasilan dan juga kegagalan di beberapa kota-kota di dunia. ERP yang menganut sistem pembayaran atas biaya transport yang dikeluarkan secara full cost, memberikan revenue bagi pemerintah (daerah) untuk dapat dikembalikan lagi menjadi instrument pelayanan angkutan bagi penduduk miskin.

Keputusan pemberlakuan ERP mengandung konsekuensi perubahan pola perjalanan transport (trip distribution), pola pemilihan moda (modal split) dan pola pembebanan perjalanan (trip assignment). Investasi ERP termasuk untuik pembangunan sistem jaringan harus dipertimbangkan secara lebih rinci.

Pada beberapa kota-kota metropolitan di Indonesia, pembatasan lalu-lintas telah ditetapkan, namun strategi yang tepat untuk mencapai maksud tersebut belum secara jelas diuraikan. Kajian ini membahas potensi penerapan strategi ERP di Jakarta, termasuk dampak sisi transportasi, investasi dan sosial.

Kata kunci: ERP, TDM, Jakarta.

Latar BelakangSejak tahun 1990-an mulai dirasakan pentingnya pembatasan lalu-lintas, khususnya untuk kota-kota besar di Eropa, sebab pertumbuhan lalu-lintas yang tidak dikendalikan (unrestrained demand) akan menghadapi persoalan pendanaan dan dampak lalu-lintas yang sangat berat, khususnya dirasakan oleh masyarakat dan lingkungan sekitar. Membiarkan lalu-lintas tumbuh sampai pada tingkat dimana kemacetan terjadi secara merata dan kontinyu, telah menimbulkan inefisiensi secara ekonomis. Kondisi kemacetan tersebut akan menyebabkan dampak sosial dan lingkungan, menimbulkan polusi udara dan suara serta kondisi tidak nyaman bagi pejalan kaki dan pemakai jalan, termasuk pengguna angkutan umum. Persoalan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Eropa ini telah menyebabkan tekanan terhadap 2 kebijakan yang harus berjalan bersamaan, yaitu: perbaikan pelayanan sistem angkutan umum dan pembatasan penumpang.Salah satu alasan yang melatarbelakangi pembatasan penumpang adalah efisiensi ekonomi. Untuk melakukan perbaikan dalam efisiensi ekonomi dilakukan kebijakan melalui road pricing. Pendekatan yang dilakukan adalah apabila tarif perjalanan belum memenuhi biaya total perjalanan (full cost of journey) maka kekurangannya akan ditanggung oleh seluruh masyarakat. Full cost mencakup biaya perjalanan pribadi (mencakup biaya didalam kendaraan, biaya bahan bakar, parkir, dll) serta biaya sosial yang dibebankan oleh pemakai jalan kepada masyarakat (mencakup tambahan kemacetan dan kecelakaan, serta dampak lingkungan).Alasan lain yang bersifat non ekonomi adalah kebutuhan terhadap penanganan kemacetan sebagai akibat dari keterbatasan pendanaan untuk menangani seluruh persoalan kemacetan

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 1

Page 2: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

akibat dibiarkan tumbuh secara alami tanpa pengendalian.

MetodologiMakalah ini disusun menggunakan metodologi berdasarkan kajian literatur, pengumpulan data primer dan sekunder serta analisis dan kesimpulan.

Landasan TeoriPada saat ini di banyak negara, mulai timbul kesadaran bahwa pertumbuhan demand kendaraan pribadi yang tidak dibatasi, akan menimbulkan permasalahan jika diakomodasikan dalam bentuk suplai. Membiarkan lalu-lintas tumbuh dengan sebebasnya ternyata telah mengakibatkan kemacetan yang tinggi dan secara ekonomis, perjalanan yang dilakukan menjadi tidak efisien. Kemacetan yang tinggi akan membuat persoalan dampak sosial dan lingkungan (polusi udara dan suara), mempersempit pelayanan angkutan umum serta membuat perjalanan pejalan kaki menjadi tidak nyaman. Di negara maju muncul desakan kuat, bukan saja dari luar tetapi dari institusi resmi negara seperti RCEP (Royal Commission on Environmental Pollution, Inggris) yang menyatakan perlunya dilakukan pembatasan pertumbuhan kendaraan bermotor (Travel Demand Management, TDM) melalui pembayaran (pricing) dan penggunaan angkutan umum.

TDM menurut Ohta (1998) merupakan usaha untuk memperkecil kebutuhan akan transportasi sehingga pergerakan yang ditimbulkannya masih berada dalam syarat batas kondisi sosial, lingkungan dan operasional. Pergeseran paradigma kebijakan transportasi perkotaan, menurut Ohta, dapat dijelaskan dalam dua buah skema yang menggambarkan perbedaan antara pendekatan konvensional dan pendekatan TDM (gambar 1).

Gambar 1 Situasi Transportasi Saat Ini (Ohta, 1998)

Secara umum, kebijakan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan TDM adalah:1. Melakukan pergeseran waktu perjalanan, pada lokasi tujuan yang sama.2. Melakukan pergeseran rute atau lokasi yang berbeda, pada waktu perjalanan yang

sama.3. Melakukan pergeseran moda, pada lokasi dan waktu perjalanan yang sama.4. Melakukan pergeseran lokasi tujuan, pada lokasi, waktu dan moda transportasi yang

sama.

Tabel 1. Kebijakan Umum TDM

KEBIJAKAN STRATEGI TEKNISPERGESERAN WAKTU

Strategi jam masuk/keluar kantor/sekolah

Mengarahkan agar kegiatan yang terjadi tidak bersamaan waktunya

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 2

Page 3: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Batasan waktu pergerakan angkutan barang

Kendaraan berat pengangkut barang dapat bergerak pada waktu-waktu tertentu.

PERGESERAN RUTE ATAU LOKASI

Road Pricing Electronic Road PricingArea Licensing System

Jalan khusus angkutan umum

BuswayTruck Only LaneBicycle Lane

PERGESERAN MODA

Pembatasan Jumlah Keterisian kendaraan pribadi

“3 in 1”Car Poooling

Peningkatan pelayanan Angkutan umum

MRT (Subway)Monorail

Pengembangan moda telekomunikasi

e-mail, faksimili dan internet

PERGESERAN LOKASI TUJUAN

Pembangunan tata guna lahan

Pergerakan diarahkan pada satu atau beberapa lokasi yang berdekatanPenyebaran sentra-sentra perjalanan

Sumber: disarikan dari Tamin (2000).

Definisi ERP

Electronic Road Pricing merupakan sebagian dari strategi pengendalian lalu-lintas dengan menetapkan biaya atas pergerakan lalu-lintas pada arah tertentu, pada waktu tertentu dan untuk keterisian jumlah penumpang tertentu, yang dikenal dengan Congestion Charging. Congestion Charging (CC) dimaksudkan sebagai kebijakan penerapan biaya (pricing) terhadap para pengguna jalan untuk mengendalikan perjalanan (demand) pada saat terjadinya kondisi kemacetan pada jaringan jalan perkotaan. CC beranggapan bahwa kemacetan terjadi karena penerapan pembiayaan yang kurang tepat (imperfect pricing), sehingga dengan penerapan CC diharapkan terjadi keseimbangan antara demand (kebutuhan) dengan supply (ketersediaan) perjalanan. CC juga dilakukan untuk mengurangi intensitas dampak negatif perjalanan kendaraan bermotor yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih parah.

Penerapan CC, yang dikembangkan berdasarkan teori ekonomi, bukan merupakan satu hal yang baru. Kajian terhadap implementasi CC telah dilakukan di beberapa negara, dengan kesimpulan:

1. Dari beberapa alternatif pemberlakuan CC yang telah diterapkan di Amerika Serikat, dengan mengembangkan (i) pembedaan pajak kendaraan (differential fuel taxation), (ii) pajak karyawan (employee tax), (iii) pajak parkir (parking tax), (iv) tiket harian (daily licences), dan (v) pembiayaan langsung (direct pricing), maka alternatif terbaik adalah menggunakan direct pricing. (Kendrick, 1982).

2. CC untuk kota London, yang paling efektif dengan menggunakan sistem pembiayaan berbasiskan wilayah (di pusat kota London), waktu (jam-jam kerja) dan penggunaan izin tambahan (supplementary licences).

3. CC untuk Singapura telah dilakukan beberapa kali perubahan metoda. Singapore Area Licensing (SAL) diterapkan tahun 1975, dan mengalami beberapa perubahan sebagai respons pelayanan yang lebih baik. SAL mengadopsi pembatasan wilayah di pusat kota pada pagi hari (1978), diperluas untuk seluruh jalm kerja kantor dengan pembedaan biaya pada jam puncak dan non-puncak (1993), diubah dengan menggunakan Electronic Road Pricing- ERP (1993). ERP dilakukan dengan sistem “entry licensing” atau “point based charge”. (PBC).

4. Dalam implementasinya, penerapan CC di berbagai kota di dunia ternyata tetap memerlukan adanya penegakan hukum untuk memonitor dan mengendalikan sistem pembayaran (charging) (London, 1995).

5. Teknologi diperlukan untuk mengintegrasikan sistem pengumpulan biaya (fee-

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 3

Page 4: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

collection system) dengan penegakan hukum sehingga diperoleh ketelitian dan keandalan yang tinggi (accuracy and reliability), menjaga kerahasiaan transaksi masing-masing pengendara, dan keamanan terhadap pencolengan (vandalisme). Singapura memutuskan menggunakan transponder dengan sistem electronis cash dengan smart cards. (SAL, 1995).

Kendaraan yang akan masuk dalam wilayah ERP akan dikenali dengan sensor yang diletakkan pada gantry (portal) di setiap pintu masuk. Pada kendaraan terdapat alat berupa kartu bayar yang nantinya akan secara otomatis berkurang sesuai dengan penggunaannya karena menggunakan wilayah ERP tersebut. Proses ERP bagi kendaraan yang masuk ke wilayah ERP dilakukan dalam 4 tahap: (1) Perekaman terhadap kendaraan sebelum kendaraan masuk ke portal, (2) Proses penghitungan besarnya charging yang dikenakan terhadap kendaraan, sesaat sebelum kendaraan masuk ke portal, (3) Proses pendebeten sebagai akibat biaya yang dikenakan, (4) Proses verifikasi atau penyesuaian terhadap data kendaraan sesaat kendaraan akan masuk ke portal kedua, (5) Proses pemotretan yang dilakukan terhadap kendaraan jika terdapat ketidaksesuaian dengan data base, dan (6) Kendaraan keluar dari portal kedua. Kendaraan yang masuk dalam wilayah ERP akan diverifikasi dengan sistem pendataan (data base) yang memungkinkan dilakukannya cross check antara pencatatan pada detector dengan data base yang ada. Kendaraan yang dicurigai tidak memiliki kesesuaian dilakukan pemotretan dari belakang di gantry kedua. Dari berbagai strategi CC asumsi dasar yang dijadikan sebagai acuan adalah:

Aksesibilitas dan mobilitas pusat kota harus tetap dipertahankan untuk menjaga pertumbuhan perekonomian

Kebijakan yang akan diterapkan mudah untuk dilaksanakan dan diawasi. Kebijakan yang akan diterapkan tidak membutuhkan subsidi.

Tabel 2. Perubahan Kinerja Pusat Kota Akibat Paket Kebijakan ALSPARAMETER 1975 1978 1983

Penduduk Mukim 220.000(dari 2,3 juta)*)

178.000(dari 2,4 juta)

153.000(dari 2,5 juta)

Tenaga Kerja 200.000(dari 0,83 juta)

224.000(dari 0,94 juta)

270.000(dari 1,1 juta)

Retail(juta m2)

0,17(dari 0,25)

0,20(dari 0,40)

0,60(dari 1,00)

Perkantoran(juta m2)

0,50(dari 0,70)

1,10(dari 1,40)

1,70(dari 2,20)

Hotel(kamar)

6.100(dari 8.200)

7.410(dari 12.562)

10.800(dari 17.175)

*) dari seluruh wilayah Singapura. Sumber: OECD, 1988

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 4

Page 5: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Gambar 2. Ilustrasi Proses ERP

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 5

Page 6: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

AAnntteennnnaa CCoonnttrroolllleerr

EECCSS SSiittee CCoonnttrroolllleerr

DDeetteeccttoorr CCoonnttrroolllleerr

AAnntteennnnaa CCoonnttrroolllleerr

AAVVIIDD CCoonnttrroolllleerr

CCoommmmss.. CCoonnttrroolllleerr

Central Computer

System

Local Controller Housing

Sumber: ERP Singapura

Teori Penerapan ERPPenerapan ERP akan merubah pola bangkitan perjalanan, pola sebaran perjalanan, pola pemilihan moda dan pembebanan perjalanan. Respons penerapan ERP adalah i) membayar ERP, ii) merubah waktu perjalanan, iii) merubah rute perjalanan, iv) menggunakan moda lain, v) menggunakan fasilitas park-and-ride, vi) meningkatkan keterisian penumpang didalam kendaraan atau vii) membatalkan perjalanannya.

“From a review of the previous Hong Kong ERP study and other worldwide experience, the most likely responses of travellers to ERP are identified as paying the road pricing charge, changing the time of travel, changing the route taken, switching to other modes, switching to use Park and Ride facility, increasing vehicle occupancy for ERP cost sharing and suppressing of trip making”.(Wheway & Cheuk, 1999).

……………………. (1)

dimana:

Pij(Z) probabilitas alternatif Z dipilih untuk perjalanan dari zone i ke zone j,faktor penyesuaianfaktor utilitas untuk alternatif Z dan k.

Untuk setiap pilihan alternatif, faktor utilitasnya didefinisikan tersendiri, sehingga:Untuk pilihan dengan menggunakan ERP, faktor utilitasnya adalah:

…………….………... (2)

dimana utilitas untuk pilihan menggunakan ERP

travel time dari i ke j dari network kendaraan pribadi;travel time dari i ke j dari network angkutan umum;

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 6

Page 7: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

travel cost dari i ke j dari network kendaraan pribadi;

Sedangkan untuk pilihan menggunakan pergeseran waktu, fungsi utilitasnya didefinisikan sebagai:

................ (3)

dimana utilitas untuk pergeseran waktu;waktu untuk pergeseran waktu;konstanta perubahan akibat pergeseran waktu;

demikian, seterusnya sampai keseluruh tujuh pilihan alternatif didefinisikan semuanya.

Ketika ERP Singapura (1998) diberlakukan, volume lalu-lintas yang masuk ke kawasan pembatasan turun sampai 20-24% dari 271.000 kendaraan per hari menjadi 206.000 dan 216.000. dengan penurunan volume, tingkat kecepatan menjadi meningkat dari 30-35 km/jam menjadi 40-45 km/jam. Terjadi peningkatan kecepatan kendaraan rata-rata sebesar 22%. Aplikasi ERP juga didukung dengan kebijakan VQS (Vehicle Quota System) yang mengatur pertumbuhan jumlah kendaraan secara nasional sesuai kapasitas jaringan jalan melalui aturan fiskal dan izin pembelian kendaraan baru dilakukan dengan mekanisme tender.

Potensi ERP di JakartaPerkembangan populasi Jabodetabek berdasarkan kajian studi menunjukkan tingkat pertumbuhan yang terus meninggi. Sementara itu, tingkat pendapatan penduduk berdasarkan hasil survai HI (households interview) menunjukkan bahwa tingkat penduduk yang berpendapatan rendah mencapai 49,5%, sedang mencapai 43,9% dan berpendapatan tinggi mencapai 6,6%, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga berdasarkan Pendapatan

KELOMPOK PENDAPATAN

RENDAH(< Rp 1 juta/bl)

SEDANG(antara 1-4 juta/bl)

TINGGI( > Rp 4 juta/bl)

Batas Pendapatan < Rp. 1 juta Rp. 1 juta - Rp. 4 juta > Rp. 4 juta

Jumlah Rumah Tangga 2.478.000 2.440.000 366.000

Persentase Jumlah RT 49,5 % 43,9 % 6,6 %

Rata-rata Pendapatan Rp. 709.000 Rp. 1.875.000 Rp. 6.129.000Sumber: SITRAMP, 2003

Wilayah kota Jakarta dalam proyeksi kedepan diperkirakan akan mengalami pertambahan penduduk yang kecil sekitar 0,10% per tahun, jauh dibawah rata-rata nasional. Bahkan wilayah Jakarta Pusat akan mengalami pertumbuhan penduduk yang negatif sekitar –0,89% per tahun atau dengan kata lain, penduduk Jakarta Pusat akan berkurang secara merata setiap tahun sebesar 0,89%.

Penggunaan Joki “3 in 1”Untuk mengetahui sikap mereka terhadap sistem pengendalian lalu-lintas dengan “3 in 1” yang telah diterapkan sejak tahun 1992, dilakukan wawancara terhadap para pengguna joki yaitu

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 7

Page 8: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

mereka yang mempunyai pilihan menggunakan jasa orang lain untuk dapat masuk ke kawasan “3 in 1”. Mereka yang menggunakan joki harus mengeluarkan biaya tertentu untuk membayar para joki ke tempat tujuan yang dikehendakinya didalam kawasan “3 in 1”.

Besar biaya yang dikeluarkan oleh pengguna joki bervariasi antara Rp. 3.000 sampai dengan Rp. 10.000. Rata-rata biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 5.789. Ditinjau dari jarak tempuh yang mereka pergunakan, range jarak berada antara 3-14 km. Dengan menghitung biaya joki per jarak tempuh, diperoleh rata-rata biaya per km mencapai Rp. 793/km sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Biaya Joki per km

0 500 1000 1500 2000 2500

4

4

5

5

4

5

5

5

14

13

Jara

k T

emp

uh

(km

)

Bayar Joki (Rp/km)

Berdasarkan pengamatan atas frekuensi penggunaan joki, para pengguna joki menyatakan bahwa mereka menggunakan joki paling sedikit 1 kali dan paling banyak 4 kali sepekan, dengan rata-rata 2 kali sepekan.

Apakah mereka merasa keberatan dengan pengeluaran mereka terhadap para joki? Survai yang dilakukan menunjukkan bahwa 63,2% dari mereka tidak keberatan dengan biaya tersebut, sedangkan yang merasa keberatan mencapai 38,8%.

Ketika pemerintah menginstruksikan larangan penggunaan joki, bagaimana sikap mereka? Ternyata mereka akan memilih untuk menggunakan angkutan umum yang memadai, dalam hal ini monorel (57,90%) dan busway (26,30%). Hal ini menunjukkan bahwa para pengguna joki yang notabene adalah pemakai kendaraan pribadi akan beralih ke moda angkutan umum yang mempunyai pelayanan yang baik. Sedangkan mereka yang tetap akan menggunakan kendaran pribadi untuk menembus kawasan pembatasan mencapai 15,8 %.

Gambar 4. Alternatif bagi Pengguna Joki jika Larangan Joki Diterapkan

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 8

Page 9: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Monorel, 57.90% Busw ay, 26.30%

Tetap+, 15.80%Lain2, 5.30%Tetap, 0%

Penelitian dilakukan untuk melihat dampak kebijakan “3 in 1” terhadap pelaku dunia usaha, memberikan informasi bahwa para pelaku bisnis di kawasan Kota merasakan bahwa akibat kebijakan “3 in 1” usaha mereka yang mengalami penurunan mencapai 25%, sedangkan mereka yang merasakan adanya peningkatan justru lebih banyak, mencapai 41,67%. Adapun mereka yang melihat tidak ada perubahan apapun mencapai sepertiganya atau 33,33%.

Latar belakang jawaban mereka ketika ditelusuri lebih jauh mengenai antisipasinya sebagai pengusaha menunjukkan jawaban yang lebih tegas, yaitu bahwa mereka sebagian besar memiliki usaha di tempat lain (75%). Sebagai pengusaha, mereka terlatih untuk melakukan

antisipasi setiap persoalan bisnis secara cepat. Dengan jawaban tersebut, mereka menyatakan tidak sepenuhnya hanya mengandalkan bisnisnya di wilayah kota, tetapi mereka memiliki usaha di tempat lain.

Gambar 5. Dampak Kebijakan 3 in 1 Setelah Operasional Busway

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 9

Kondisi Usaha

Naik 41.67%

Tetap33.33%

Turun25.00%

Page 10: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Sikap Pengguna Jalan terhadap Penerapan KPL

Sebagai bentuk menjaring sikap pengguna kendaraan pribadi ketika nanti diterapkan kebijakan “3 in 1”, dilakukan penelitian terhadap sikap mereka kelak. Diajukan pertanyaan apakah yang akan mereka lakukan jika pemerintah daerah memberlakukan kebijakan “3 in 1” di kawasan tempat mereka sehari-hari melakukan aktivitas bisnisnya. Jawaban mereka disajikan dalam gambar 6.

Gambar 6. Alternatif Pengguna Jalan Akibat Penerapan KPL

Pilihan KPL

Alih AU45.00%

Ttp-pool2.50%

Ttp-Ptgn10.00%

Ttp25.00%

Mblktr2.50%

Spdm15.00%

Catatan:

Alih AU : berpindah ke angkutan umumTTp-pool : tetap dengan mobil pribadi tetapi menggunakan pool parkirTTp-Ptgn : tetap dengan mobil pribadi tetapi berangkat dengan patunganTtp : tetap dengan mobil pribadi masuk ke KPLMblktr : menggunakan mobil kantorSpdm : beralih ke sepeda motor

Mereka menyatakan bahwa pilihan untuk berpindah ke angkutan umum merupakan pilihan yang paling baik (45%), sedangkan mereka yang bertahan dengan kendaraan pribadi mencapai 37,5%. Mereka yang tetap bertahan itu akan memilih untuk parkir di luar KPL menggunakan sistem pooling, atau berangkat bersama-sama rekan kerja (patungan) dan mereka ada juga yang akan tetap memilih untuk membayar biaya kemacetan (charging).

Persepsi mereka yang saat ini menggunakan kendaraan pribadi terhadap kenaikan parkir sebagai upaya pembatasan lalu-lintas menunjukkan bahwa kenaikan tarif parkir merupakan upaya yang masih dapat mereka terima. Intensitas kenaikan tarif parkir berdasarkan penjaringan terhadap pendapat responden ditunjukkan dalam gambar 7.

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 10

Page 11: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Gambar 7. Kenaikan Tarif Parkir

Kemauan Bayar Parkir Maksimal

1rb44.12%

5rb38.24%

10rb17.65%

>10rb0.00%

Dalam persepsi pengguna jalan, kenaikan yang masih sangat diterima apabila maksimal Rp. 1.000 per hari. Namun mereka yang menyatakan kenaikan Rp. 5.000 masih bisa diterima mencapai 38,24%, bahkan jikapun kenaikan itu mencapai Rp. 10.000, sebanyak 17,65% dari responden menyatakan masih bisa menerimanya.

Jika KPL diterapkan, bagaimana sikap responden terhadap besaran charging? Berdasarkan wawancara responden, sebanyak lebih dari 70% responden menerimanya jika besaran charging berada pada level Rp. 3.000 ke bawah. Mereka sepakat karena memang latar belakang ekonomi yang sedang sulit akibat kenaikan harga BBM serta kemungkinan PHK yang diperkirakan akan terjadi pada awal tahun 2006.

Gambar 8. Sikap Responden terhadap Besaran Charging

Kemauan Charge Maksimum

<3rb73.53%

3-5rb20.59%

6-8rb5.88%

>8rb0.00%

Pada tingkat charging Rp. 3-5.000 ternyata 20,59% responden masih bisa menerimanya. Yang menarik, tidak ada satu responden pun bersedia menerima tarif charging lebih besar dari Rp. 8.000.

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 11

Page 12: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Sebagai gambaran responden adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan sarjana (71,4%), pasca sarjana (14,3%) dan sisanya SLTA. Jabatan mereka saat ini adalah Manajer Perusahaan/ kantor pemerintah /BUMN (53,6 %), pimpinan (10,7%) dan sisanya merupakan staf (35,7%). Dari sisi pengeluaran yang dilakukan, 40,0% mereka adalah yang mengeluarkan biaya BBM per hari lebih dari Rp. 50.000, sedangkan yang mengeluarkan BBM sebanyak Rp 41-50.000 mencapai 31,43%, dan sisanya mengeluarkan biaya yang lebih sedikit. Dalam sisi pengeluaran untuk biaya tol, setiap hari mereka mengeluarkan biaya Rp.6-10.000 (40,0%), sedangkan yang lain mengeluarkan biaya Rp.3-5.000 (22,9%) dan sisanya lebih sedikit dari keduanya.

Kebutuhan Investasi Kawasan pembatasan lalu-lintas dengan menggunakan sistem ERP dipilih sebagai alat untuk pengendalian secara otomatis. Pembangunan infrastruktur ERP dikembangkan dalam satu sistem komunikasi dedicated short-range radio communication menggunakan peralatan yang terdiri dari:

Cash Card, yaitu peralatan yang terdapat didalam kendaraan atau IU (in-vehicle unit) yang dilengkapi dengan smart card.

Gerbang ERP, yaitu berupa control point yang berlokasi pada wilayah kordon dan ruas jalan sebagai pintu-pintu masuk ke wilayah pembatasan lalu-lintas.

Pusat pengendalian, merupakan alat pengendali yang sekaligus memantau setiap penjuru wilayah pembatasan lalu-lintas.

Sistem Data Base, yang merupakan pendukung pengendalian data kendaraan sekaligus mendukung deteksi pada gerbang ERP.

Dalam sistem data base in-vehicle unit (IU), setiap nomor IU berlaku untuk setiap nomor regristrasi kendaraan. IU terdiri atas satu slot untuk menerima smart card yang berisi satu jumlah rupiah tertentu. Cash card dapat dipergunalkan kembali setelah diisi ulang (reusable) dan untuk memudahkan pengisiannya dapat ditempatkan pada lokasi strategis seperti di lokasi ATM atau di pompa bensin. IU mempunyai backlit liquid crystal display, yang menunjukkan nilai rupiah ketika kartu cash card dimasukkan kedalamnya. Iu juga mampu menunjukkan nilai saldo rupiah yang masih terdapat didalamnya setelah kendaraan masuk ERP dan direduksi dengan biaya charging.

Dengan berbagai moda yang masuk dalam sistem lalu-lintas ke wilayah ERP, maka IU menyediakan berbagai jenis untuk setiap moda, yaitu Sedan dan sejenisnya, Taksi, Kendaraan boks barang (truk ringan) dan sejenisnya, Truk berat, Bus kota, Sepeda motor, dan Kendaraan khusus, seperti ambulans, pemadam kebakaran dan mobil patroli. Setiap kendaraan dikenakan charging yang berbeda sesuai dengan nilai smp (satuan mobil penumpang). Setiap IU untuk setiap moda memiliki warna tertentu yang berbeda, sehingga illegal switching dapat dihindarkan. IU dilekatkan di kendaraan di dash board dengan pelindung dan baut yang cukupo kuat untuk mencegah dipindah-pindah ke kendaraan lainnya.

Pengendalian gerbang ERP dilakukan melalui local controller yang terdapat tidak jauh dari lokasi gerbang. Data dari local controller kemudian dikirim ke pusat pengendalian menggunakan diginet telephone lines. Pusat pengendalian ini menerima data mengenai semua transaksi ERP, mencatat setiap kesalahan dalam operasi peralatan sekaligus secara digital mengirimkan data para pelanggar, para pengguna jalan yang melakukan kesalahan atau ketidaktahuan. Perhitungan biaya investasi pembangunan ERP terdiri atas:

Biaya gantry dan perlengkapannya Biaya IU (in-vehicle unit) Biaya smart card Biaya infrastruktur Control Room

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 12

Page 13: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Biaya system ERP Biaya pematangan lahan Biaya rambu dan marka Pelatihan Sumber Daya Manusia Biaya sosialisasi

Perhitungan biaya gantry, yang terdiri dari pengadaan material, perlengkapan dan galian disajikan pada Tabel 4. Rekapitulasi seluruh biaya ERP disajikan dalam Tabel 4. Dalam perhitungan tersebut, diperkirakan kebutuhan investasi pembangunan ERP mencapai Rp. 459 milyar.

Tabel 4. Kebutuhan Investasi Satu Buah GantryLokasi Wilayah : Propinsi DKI Jakarta

Harga Satuan Total Harga

(Rp.) (Rp.)A. PENGADAAN MATERIAL

1 1/6 Inch CCD Colour Camera 8 set 7,000,000.00 56,000,000.00 Auto iris & zoom Lens 7.5-200mm F 1,2 1/2 MZO

2 Camera Protective Housing 8 set 2,000,000.00 16,000,000.00 3 Mounting of Camera 8 unit 3,000,000.00 24,000,000.00 4 Pan and tilt unit 8 set 5,000,000.00 40,000,000.00 5 Power supply unit 8 set 10,000,000.00 80,000,000.00 6 Color video monitor 21 inch LCD 2 unit 7,000,000.00 14,000,000.00 7 Control panel 2 unit 7,000,000.00 14,000,000.00 8 Software ERP 1 unit 60,000,000.00 60,000,000.00 9 Tiang Kamera dan sensor 1 unit 200,000,000.00 200,000,000.00

10 Cabinet Rack 19" for all component in control room 1 set 50,000,000.00 50,000,000.00 11 Detector Controller 8 set 10,000,000.00 80,000,000.00 12 Antenna Controller 16 set 10,000,000.00 160,000,000.00

B. PERLENGKAPAN1 Directly Burried 4 Core FO, Single Mode 3,000 m 55,000.00 165,000,000.00 2 UC Pembungkus Kabel Serat Optik 5 unit 3,087,000.00 15,435,000.00 3 Pipa PVC type AW diameter 3" 1,100 btg 83,300.00 91,630,000.00

D. GALIAN DAN PERBAIKAN GALIAN1 Galian dan Perbaikan Galian Taman 120 m 31,000.00 3,720,000.00 2 Galian dan Perbaikan Galian Conblok 2,500 m 60,425.00 151,062,500.00 3 Galian dan Perbaikan Galian Aspal 80 m 238,425.00 19,074,000.00 4 Pengeboran Jalan Lengkap Pipa Aw 4" 350 m 270,000.00 94,500,000.00 5 Handhole 30 bh 346,200.00 10,386,000.00

1,344,807,500.00 134,480,750.00

1,479,288,250.00

Jumlah A…DPPN 10%

Jumlah Total

No Uraian Pekerjaan Volume

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 13

Page 14: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Tabel 5. Resume Biaya Pembangunan ERPNo Diskripsi Volume

Harga Satuan (Juta Rp)

Total (Juta Rp)

1 Biaya Gantry 41 1,345 55,137

2 Biaya In Vehicle Unit 150,000 1 150,000

3 Biaya Smart Card 1,500,000 0.1 150,000

4 Biaya Infrastruktur Control Room 1 30,000 30,000

5 Biaya System ERP 1 1,000 1,000

6 Biaya Pematangan Lahan 41 400 16,400

7 Biaya Rambu dan Marka 41 100 4,100

8 Pelatihan SDM 100 10 1,000

9 Biaya Sosialisasi 1 10,000 10,000Total 417,637PPN 41,764Total dengan PPN 459,401

Pendapatan dari Charging Perkiraan pendapatan yang diperoleh dari congestion charging dihitung berdasarkan perkiraan jumlah arus volume lalu-lintas yang masuk ke kawasan ERP dan perkiraan besaran charging yang harus dibayarkan oleh setiap pengguna jalan yang memasuki wilayah tersebut. Dalam Tabel 6. dijelaskan perkiraan jumlah volume lalu-lintas yang masuk dalam satu wilayah pembatasan (area pricing) dan pembatasan jalan (road pricing). Dengan mengasumsikan besaran charging sebesar Rp. 4.000 dan Rp. 8.000, maka besaran pendapatan yang potensial dapat diperoleh oleh pemerintah propinsi DKI Jakarta mencapai Rp. 142 milyar per tahun sejak tahun 2007.

Tabel 6. Arus Lalu Lintas ke Kawasan Pengendalian Lalu LintasARUS MASUK KAWASAN

No Jalur Paralel Pintu Masuk Arus Masuk

Pagi Vol. Kendr.

Pribadi Pagi Arus Masuk

Sore Vol. Kendr. Pribadi Sore

Arus Masuk Harian

Charge Total A

Charge Total B

(smp/ jam) (kend/ jam) (smp/ jam) (kend/ jam) (smp) (Rp J uta) (Rp J uta) 1 Jl. Gunung Sahari Jl.Angkasa 2,485 880 1,924 681 3,122 12.5 25.0 2 Jl. Gunung Sahari Jl.Sutomo 2,285 809 2,672 946 3,510 14.0 28.1 3 Jl. Gunung Sahari Jl. Dr. Wahidin - - - - - - 0.0 4 Jl. Gunung Sahari Jl. Jayakarta/ Industri 2,766 979 2,574 911 3,781 15.1 30.2 5 Jl. Gunung Sahari Jl.Mangga Besar 3,342 1,183 3,561 1,261 4,887 19.5 39.1 6 Jl. Senen Jl. Atrium 4,685 1,658 3,308 1,171 5,659 22.6 45.3 7 Jl. Senen Jl. Kwitang 1,059 375 800 283 1,316 5.3 10.5 8 Jl. Mangga Dua Jl.P.Jayakarta 1,230 435 1,206 427 1,725 6.9 13.8 9 Jl. Mangga Dua Jl.Sebelah Eka Jiwa 200 71 53 19 179 0.7 1.4

10 Jl. Gajah Mada Jl. Mangga Besar 1,313 465 1,739 615 2,160 8.6 17.3 11 Jl. Gajah Mada Jl. Sukarjo WP 1,205 427 1,124 398 1,649 6.6 13.2 12 Jl. Gajah Mada Jl.Suryopranoto 1,768 626 2,251 797 2,845 11.4 22.8 13 Jl. Gajah Mada Jl.KH.Hasyim Asyhari 1,756 622 1,069 378 2,000 8.0 16.0 14 Jl. Gajah Mada Jl. Juanda 2,607 923 2,882 1,020 3,886 15.5 31.1 15 Jl. Thamrin Jl. Kebon Sirih 1,759 623 1,453 514 2,273 9.1 18.2 16 Jl. Thamrin Jl. Medan Merdeka Selt 2,118 750 2,514 890 3,279 13.1 26.2 17 Jl. Thamrin Jl. Wahid Hasyim 1,150 407 1,762 624 2,062 8.2 16.5 18 Jl. Diponegoro Jl. Cokroaminoto 1,982 701 1,736 614 2,632 10.5 21.1 19 Jl. Diponegoro Jl. Taman Suropati 2,231 790 2,726 965 3,510 14.0 28.1 20 Jl. Diponegoro Jl. Pegangsaan 675 239 432 153 784 3.1 6.3 21 Jl. Kramat Jl. Raden Saleh 1,357 480 1,183 419 1,798 7.2 14.4 22 Jl. Imam Bonjol Jl. Agus Salim 1,231 436 1,543 546 1,964 7.9 15.7

Jumlah 39,201 13,877 38,510 13,632 55,019 220.1 440.2

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 14

Page 15: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Tabel 7. Perkiraan Pendapatan dari Congestion Charging ERPAsumsi:

Charging Tahunan 142,143 ERP Mulai Diterapkan Tahun 2007(Rp.Juta) Tarif Rp.4.000

Charging Tahunan 284,286 Tahun 2010

(Rp.Juta) Tarif Rp.8.000 Total Charge 522,393 (Rp. Juta) Tarif Rp.4.000

Total Charge 1,044,787 (Rp. Juta) Tarif Rp.8.000

Tahun 2020

Total Charge 4,453,049 (Rp. Juta) Tarif Rp.4.000

Total Charge 8,906,097 (Rp. Juta) Tarif Rp.8.000

Evaluasi Ekonomis (B/C Ratio)Untuk menghitung kelayakan investasi ERP dilakukan pembahasan terhadap kinerja benefit (pendapatan) dan cost (pengeluaran). Tabel 8. menjelaskan hasil perhitungan tingkat investasi dan pendapatan selama masa perhitungan sejak tahun 2007 sampai tahun 2020.

Tabel 8. Evaluasi Ekonomi ERP

Tahun ke

Awal ThnInvestasi &

Pemeliharaan (Rp. Juta)

Pendapatan (Rp. Juta)

Present Value (Rp. Juta)

Cumulative (Rp. Juta)

1 2007 459,401 - (459,401) (459,401) 2 2008 45,940 142,143 87,457 (371,944) 3 2009 45,940 142,143 79,507 (292,437) 4 2010 45,940 142,143 72,279 (220,159) 5 2011 45,940 142,143 65,708 (154,451) 6 2012 45,940 142,143 59,734 (94,716) 7 2013 45,940 142,143 54,304 (40,412) 8 2014 45,940 142,143 49,367 8,955 9 2015 45,940 142,143 44,879 53,834

10 2016 45,940 142,143 40,799 94,634 11 2017 229,701 142,143 (33,757) 60,877 12 2018 45,940 142,143 33,719 94,595 13 2019 45,940 142,143 30,653 125,248 14 2020 45,940 142,143 27,867 153,115

1,240,383 1,847,859 153,115 Total

Berdasarkan hasil perhitungan evaluasi ekonomi, untuk masa pelaksanaan ERP tahun 2007 dengan masa evaluasi sampai tahun 2020, dengan asumsi:

Biaya investasi Rp. 459 milyar Pemeliharaan 10% per tahun, dengan pemeliharaan besar setiap 10 tahun Tingkat suku bunga diperkirakan 10% per tahun Pendapatan per tahun sebesar Rp. 142 milyar,

maka berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh kesimpulan bahwa: Masa pengembalian kembali (break event) diperkirakan selama 7 tahun. Tingkat B/C ratio diperkirakan mencapai 1,49.

Pola PembiayaanPola pembiayaan yang akan dikembangkan untuk mendanai ERP dapat dilakukan dengan berbagai pola yaitu:

Pemerintah propinsi sebagai perencana, pembangun sekaligus operator ERP secara 100%,

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 15

Page 16: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

Pemerintah propinsi mengajak sektor swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan gantry dan control room

Pemerintah propinsi mengajak swasta dalam pengoperasian ERP. Pemerintah propinsi mengundang investor menanamkan modalnya dengan perjanjian

masa konsesi tertentu. Pemerintah propinsi mengajukan pinjaman investasi kepada lembaga donor dengan

pengembalian dari pendapatan ERP.

Gambar 9. Lokasi Pembatasan Lalu Lintas di Jakarta

Kesimpulan1. ERP berpotensi sebagai alat

pengendali manajemen lalu-lintas, sekaligus sebagi instrumen pembiayaan infrastruktur transportasi.

2. para pemakai jalan di Jakarta yang saat ini menggunakan ”3 in 1” diperkirakan akan beralih menggunakan angkutan umum (45%) dan 37,5% tetap menempuh ke kewasan KPL dengan membayar biaya charging.

3. Biaya charging yang realistis untuk Jakarta diperkirakan sekitar Rp. 3000 sekali masuk kawasan.

4. Penerapan ERP diperkirakan akan dipergunakan oleh 13.877 kend/jam waktu pagi dan 13.632 kend/jam pada waktu sore.

5. Penerapan ERP akan memberikan nilai B/C sebesar 1,49 dengan nilai investasi Rp.

459 milyar. Break event diperkirakan akan tercapai dalam waktu 7 tahun.

Daftar Pustaka1. Al-Qur’an2. Hadits Rasulullah saw3. Bappenas-JICA (2003), Sitramp, Jakarta4. Dinas Perhubungan (2005), Studi Pengembangan Kawasan Pembatasan Lalu

Lintas, Jakarta.5. Fergusson,E, (2000) Auckland Regional Travel Demand Management Strategy,

Auckland Regional Council.6. Harun,ASL, Henry,A, Maizir,I (ITB) (2001) Kajian Alternatif Pendanaan Jalan (Road

Fund) Di Sumatera Barat, Simposium FTSPT, Denpasar.7. Kendrick, M (1997) Transport In The Urban Environment, The Institute of Highways

& Transportation, London.8. Ohta, K. (1998) TDM Measures Toward Sustainable Mobility, Journal of

International Association of Traffic and Safety Sciences.

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 16

RA

SU

NA

SA

ID

M M

AN

SY

UR

WAHD HASY IM

HASY IM ASY HARI

ZAINUL ARIFIN

MANGGA BESAR

MANGGA DUABUDI MULIA

ME

RD

EK

A B

T

MERDEK A UT

K B SIRIH

TA

NA

H T

ING

GI

J UANDA

SURY O PRANOTO

MH

TH

AM

RIN

PENJ ERNIHAN

TE

UK

U U

MA

R

CO

KR

O A

MIN

OT

O

DIPONEGORO

MARINATAMA

MASPION PLAZA

GAMBAR

LOK ASI K AWASAN PEMBATASAN LALU L INTAS

SK ALA

TANPA SK ALA

DINAS PERHUBUANGAN PROPINSI DK I J AK ARTA

Pembatasan J alan

P intu Masuk Pmbatasan K awasan

MERDEK A SEL

Page 17: Mkl No. 27 Muh. Nanang Itb - Kntj 07 Hpji

9. Prayudyanto, MN (2007), Proposal Penelitian, Program Pasca Sarjana ITB, Bandung.

10. Prayudyanto, MN (2006), Seminar Topik Pilihan, Program Pasca Sarjana ITB, Bandung.

11. Prayudyanto, MN dan Tamin, OZ (2006), Kajian Perbandingan Penerapan Travel Demand Management Di Singapura- London, FSTPT-IX, Malang.

12. Prayudyanto, MN dan Tamin, OZ (2006),Metoda Maksimum Profit dan Minimum Cost untuk Mengkaji Alokasi Transportasi Barang, FSTPT IX, Malang.

13. Tamin, OZ. (2000) Perencanaan & Permodelan Transportasi, Penerbit ITB.14. Tamin, OZ (2006) Rindu Bandung Bebas Macet, Pikiran Rakyat, Bandung. 15. Victoria Transport Policy Institute (2005) Transportation Elactisities: How Prices

And Other Factor Affect Travel Behaviour, TDM Encyclopedia.16. Wheway & Cheuk (1999), Implementation Of Road Pricing Model With The

Emme/2 Macro Language, Wilbur Smith Associates Limited, Hong Kong.

M.NanangP - Ofyar Z Tamin 17