modul teknik peledakan
DESCRIPTION
penjelasan mengenai teknik peledakan dengan dua versi.TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.....................................................................................2
A. Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan....................................2
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam merancang peledakan.....4
1. Peubah yang tidak dapat dikendalikan............................................4
a) Geologi...................................................................................4
b) Struktur Diskontinuitas..........................................................5
c) Sifat dan Kekuatan batuan.....................................................6
d) Pengaruh Air tanah................................................................7
e) Kondisi Cuaca........................................................................7
2. Peubah yang dapat dikendalikan.....................................................8
a) 2.2.2.1 Kemiringan Lubang Ledak........................................8
b) 2.2.2.2 Pola Pemboran..........................................................9
c) 2.2.2.3 Diameter Lubang Ledak............................................10
d) 2.2.2.4 Geometri Peledakan menurut Teori R.L.Ash.............12
e) 2.2.2.5 Geometri Peledakan menurut Teori C.J.Konya.........16
f) 2.2.2.6 Pola Peledakan..........................................................23
g) 2.2.2.7 Waktu Tunda..............................................................24
h) 2.2.2.8 Sifat Bahan Peledak...................................................26
i) 2.2.2.9 Pengisian Bahan Peledak...........................................29
C. Hasil Peledakan.....................................................................................30
1. Target Produksi...............................................................................30
2. Tingkat Fragmentasi Batuan............................................................31
3. Efek Peledakan................................................................................33
a) Getaran Tanah.......................................................................33
b) Batu Terbang.........................................................................37
c) Ledakan Udara.......................................................................38
Drilling and Blasting
PENDAHULUAN
Salah satu metode pemberaian pada batuan adalah metode pemboran dan
peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk menghancurkan,
melepas ataupun membongkar batuan dari batuan induknya, untuk memenuhi
target produksi dan memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumpukan
material (muckpile) yang siap untuk dimuat ke dalam alat angkut.
Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan
pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari
kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi
batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan
selanjutnya. Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan
sebagai bongkah, sehingga diperlukan upaya pemecahan ulang agar batuan
tersebut bias digunakan.
Untuk dapat mencapai tujuan di atas, diperlukan kontrol dan pengawasan
terhadap faktor yang dapat mempengaruhi suatu operasi peledakan.
A. Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan
Pada prinsipnya, pecahnya batuan akibat energi peledakan dapat dibagi dalam
3 tahap, yaitu : dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading
(gambar 1).
1. Proses pemecahan batuan tingkat I (dynamic loading)
Pada saat bahan peledak diledakkan di dalam lubang ledak, maka terbentuk
temperatur dan tekanan yang tinggi. Hal ini mengakibatkan hancurnya batuan di
sekitar lubang ledak serta timbulnya gelombang kejut (shock wave) yang
merambat menjauhi lubang ledak dengan kecepatan antara 3000 – 5000 m/detik,
sehingga menimbulkan tegangan tangensial yang mengakibatkan adanya rekahan
menjari mengarah keluar di sekitar lubang ledak.
2 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Gambar 1 : Proses pecahnya batuan akibat peledakan
2. Proses pemecahan batuan tingkat II (quasi-static loading)
Tekanan yang meninggalkan lubang ledak pada proses pemecahan tingkat II
adalah positif. Apabila shock wave mencapai bidang bebas (free face) akan
dipantulkan kemudian berubah menjadi negatif sehingga menimbulkan
gelombang tarik (tensile wave). Karena gelombang tarik ini lebih besar dari
kekuatan tarik batuan, maka batuan akan pecah dan terlepas dari batuan induknya
(spalling) yang dimulai dari tepi bidang bebasnya.
3 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
3. Proses pemecahan batuan tingkat III (release of loading)
Karena pengaruh tekanan dan temperatur gas yang tinggi maka retakan
menjari yang terjadi pada proses awal akan meluas secara cepat yang diakibatkan
oleh kekuatan gelombang tarik dan retakan menjari. Massa batuan yang ada di
depan lubang ledak akan terdorong oleh terlepasnya kekuatan gelombang tekan
yang tinggi dari dalam lubang ledak, sehingga pemecahan batuan yang sebenarnya
akan terjadi. Umumnya batuan akan pecah secara alamiah mengikuti bidang –
bidang yang lemah, seperti kekar dan bidang perlapisan.
B. Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam merancang peledakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan peledakan dapat dikelompokkan
dalam dua kategori yaitu peubah yang dapat dikendalikan (controllable variable)
dan tidak dapat dikendalikan (uncontrollable variable). (Gambar 2)
1. Peubah yang tidak dapat dikendalikan
Adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia,
hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah. Yang termasuk faktor-
faktor ini adalah :
a) Geologi
Batuan yang menyusun kerak bumi dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.
Proses terbentuknya suatu jenis batuan berbeda dengan jenis batuan lain.
Tiap-tiap tipe batuan tersusun dari mineral-mineral dalam berbagai
komposisi, ukuran, tekstur, dan struktur yang berlainan. Batuan yang
trsingkap dipermukaan bumi akan mengalami proses pelapukan dan proses
pelapukan untuk tiap-tiap batuan juga berbeda. Hal ini sangat berpengaruh
pada sifat fisik dan mekanik dari batuan. Batuan yang masih segar
umumnya mempunyai kekuatan yang lebih besar, dan akan berkurang
sejalan dengan proses pelapukan yang dialami.
4 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Gambar 2 : Peubah Terkendali dan Tidak Terkendali Dalam Rancangan Peledakan
b) Struktur Diskontinuitas
Sejauh menyangkut penggalian, massa batuan dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu segar dan lapuk. Untuk batuan segar, sifat diskontinuitas
berperan penting, karena melalui zona diskontinuitas ini proses pelapukan
akan berlangsung secara intensif. Diskontinuitas ini dapat berupa kekar,
5 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
retakan, sesar, dan bidang bidang perlapisan. Kekar merupakan
rekahanrekahan dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan
yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau
pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana pergeseran dianggap
sama sekali tidak ada. Struktur kekar ini sangat penting diketahui dan
merupakan pertimbangan utama dalam operasi peledakan, dengan adanya
struktur kekar ini maka energi gelombang tekan dari bahan peledak akan
mengalami penurunan yang disebabkan adanya gas-gas hasil reaksi
peledakan yang menerobos melalui rekahan, sehingga mengakibatkan
penurunan daya tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan
daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang diledakkan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya bongkah pada batuan hasil peledakan
bahkan batuan hanya mengalami keretakan.
c) Sifat dan kekuatan batuan
Sifat batuan yang penting untuk dipertimbangkan dalam rangka
perbaikan fragmentasi hasil peledakan antara lain :
• Sifat fisik : bobot isi
Pada umumnya bobot isi batuan digunakan sebagai petunjuk kemudahan
batuan untuk dipecahkan dan dipindahkan. Untuk volume batuan yang
sama, batuan yang berat memerlukan energi yang lebis besar untuk
membongkarnya
• Sifat mekanik : cepat rambat gelombang, kuat tekan dan kuat tarik.
Kecepatan rambat gelombang tiap batuan berbeda. Batuan yang massif
mempunyai kecepatan perambatan gelombang yang tinggi, berkaitan
dengan hal tersebut, penggunaan bahan peledak yang mempunyai
kecepatan detonasi yang tinggi dapat memberikan hasil fragmentasi yang
baik. Kuat tekan dan kuat tarik juga dapat digunakan sebagai petunjuk
kemudahan batuan untuk dipecahkan. Batuan pada dasarnya lebih kuat
atau tahan terhadap tekanan dari pada tarikan, hal ini dicirikan oleh kuat
tekan batuan lebih besar dibandingkan dengan kuat tariknya.
6 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
d) Pengaruh air tanah
Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi
stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan kedalam lubang ledak.
Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan
reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau
bahkan isian akan gagal meledak (misfire). Misalnya ANFO yang dapat
larut dalam air , tidak dapat digunakan untuk zona peledakan yang banyak
airnya. Untuk mengatasi pengaruh air, dapat menggunakan pompa untuk
mengeluarkan air tersebut dari lubang ledak kemudian membungkus bahan
peledak menggunakan plastik.. Penutupan pada lubang ledak pada saat
hujan juga merupakan salah satu cara mengurangi pengaruh air. Alternatif
lain dalam mengatasi adanya pengaruh air dalam lubang ledak adalah
dengan menggunakan bahan peledak yang tahan terhadap air atau dengan
kata lain bahan peledaka tersebut mempunyai ketahanan terhadap air
(water resistence) yang sangat baik., contohnya emulsi, watergel atau
slurries.
e) Kondisi cuaca
Kondisi cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap kegiatan
pembongkaran batuan, hal ini berkaitan dengan jadwal waktu kerja efektif
rata–rata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian dan
penyambungan rangkaian lubang ledak dilakukan pada cuaca normal, dan
harus dihentikan ketika cuaca mendung (akan hujan) apalagi disertai kilat,
dan hal ini sangat membahayakan apabila mengunakan metode pelakan
listrik, karena kilatan dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga akan
terjadi peledakan prematur. Pada daerah tropik, semakin banyak hari hujan
berarti jumlah jam kerja efektif untuk operasi peledakan menjadi semakin
pendek. Semuanya itu demi kelancaran proses peledakan dan disamping
itu akan menjamin keamanan para pekerja.
2. Peubah yang dapat dikendalikan
7 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia
dalam merancang suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang
diharapkan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
a) Kemiringan Lubang Ledak
Kemiringan lubang ledak secara teoritis ada dua, yaitu lubang ledak
tegak dan lubang ledak miring. Rancangan peledakan yang menerapkan
lubang ledak tegak, maka gelombang tekan yang dipantulkan oleh bidang
bebas lebih sempit, sehingga kehilangan gelombang tekan akan cukup
besar pada lantai jenjang bagian bawah, hal ini dapat menyebabkan
timbulnya tonjolan pada lantai jenjang. Sedangkan pada peledakan dengan
lubang ledak miring akan membentuk bidang bebas yang lebih luas,
sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan dan kehilangan
gelombang tekan pada lantai jenjang menjadi lebih kecil (Gambar 3).
Gambar 3: Pemboran dengan lubang ledak tegak dan lubang ledak miring
Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kedua sistem tersebut
adalah sebagai berikut:
Keuntungan dari lubang ledak miring adalah:
• Fragmentasi dari tumpukan hasil peledakan yang dihasilkan lebih baik,
karena ukuran burden sepanjang lubang yang dihasilkan relative
seragam.
8 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
• Mengurangi kemungkinan missfire yang disebabkan oleh cut off dari
pergerakan burden.
• Dinding jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relatif lebih rata.
• Mengurangi terjadinya pecah berlebihan pada batas baris lubang ledak
bagian belakang (back break)
• Powder factor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan
untuk menghancurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisisen.
• Produktifitas alat muat tinggi karena tumpukan hasil peledakan
(muckpile) lebih rendah dan seragam.
Kerugian dari lubang ledak miring adalah sebagai berikut:
• Kesulitan dalam penempatan sudut kemiringan yang sama antar lubang
ledak serta dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang
ledak.
• Mengalami kesulitan dalam pengisian bahan peledak.
• Pada pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk akan
semakin besar.
Keuntungan lubang ledak tegak adalah sebagai berikut :
• Pemboran dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih akurat
• Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika
dibanding dengan lubang ledak miring.
Kerugian lubang ledak tegak adalah sebagai berikut:
• Kemungkinan timbulnya tonjolan pada lantai jenjang (toe) besar
• Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang (back break) dan
getaran tanah lebih besar.
• Lebih banyak menghasilkan bongkah pada daerah di sekitar stemming.
b) Pola Pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola dalam pemboran untuk
menempatkan lubang – lubang ledak secara sistematis. Pola pemboran ada
2 macam, yaitu : Pola pemboran sejajar (parallel pattern) dan Pola
pemboran selang – seling (staggered pattern) Pola pemboran sejajar
adalah pola pemboran dengan penempatan lubang ledak dengan baris
9 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
(row) yang berurutan dan sejajar dengan burden. Sedangkan pola
pemboran selang – seling merupakan pola pemboran yang penempatan
lubang – lubang ledaknya selang – seling setiap kolomnya (gambar 4)
Gambar 4 : Pola pemboran
Pada kondisi di lapangan, pola pemboran sejajar lebih mudah dalam
pembuatan dan pengaturannya, namun fragmentasi yang dihasilkan kurang
seragam, sedangkan untuk pola pemboran selang – seling fragmentasi
yang dihasilkan lebih seragam walaupun lebih sulit dalam pengaturan di
lapangan. Menurut hasil penelitian pada peledakan batuan yang kompak
dan homogen, menunjukkan bahwa produktivitas dan tingkat fragmentasi
hasil peledakan menggunakan pola pemboran selang – seling lebih baik
dibandingkan dengan pola pemboran sejajar. Hal ini disebabkan karena
pada pola pemboran selang – seling, energi yang dihasilkan terdistribusi
lebih optimal dalam batuan.
c) Diameter Lubang Ledak
Pemilihan diameter lubang ledak tergantung pada tingkat produksi
yang diinginkan. Pemilihan ukuran lubang ledak secara tepat sangat
penting untuk memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan
10 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
biaya rendah. Diameter lubang ledak berpengaruh pada penentuan jarak
burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya
(Gambar 5)
Faktor – faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak
antara lain :
• Volume massa batuan yang akan dibongkar
• Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
• Fragmentasi yang diinginkan
• Mesin bor yang tersedia (hubungannya dengan biaya pemboran)
• Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan
Gambar 5 : Pengaruh diameter lubag ledak terhadap burden
Diameter lubang ledak berpengaruh terhadap panjang stemming. Untuk
menghindari getaran tanah dan batuan terbang (flyrock), maka lubang
ledak yang berdiameter besar harus mempunyai stemming yang panjang.
Sedangkan jika lubang ledak berdiameter kecil maka stemming yang
digunakan menjadi lebih pendek, agar tidak terjadi bongkah pada hasil
peledakan. Jika stemming terlalu panjang, maka energi ledakan tidak
mampu menghancurkan batuan pada daerah di sekitar stemming tersebut.
Diameter lubang ledak juga dibatasi oleh tinggi jenjang. Untuk tinggi
jenjang tertentu terdapat batas minimum diameter lubang ledak tertentu
pula, apabila batas minimum ini tidak tercapai maka akan terjadi
penyimpangan berlebihan yang bersifat merusak, yaitu pemecahan yang
tidak merata disepanjang lantai jenjang serta akan menyebabkan getaran
tanah.
11 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
d) Geometri peledakan menurut teori R.L.Ash.
R.L.Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri
peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh di
berbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda.
Sehingga R.L. Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empirik yang
dapat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan
batuan.
Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang tembak dengan bidang
bebas yang panjangnya tergantung pada karakteristik batuan. Menentukan
ukuran burden merupakan langkah awal agar fragmentasi batuan hasil
peledakan, vibrasi, airblast dapat memuaskan. Burden diturunkan
berdasarkan diameter lubang tembak atau diameter mata bor atau diameter
dodol bahan peledak. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967)
mendasarkan pada acuan yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan
standar dan bahan peledak standar.
Batuan standar adalah batuan yang mempunyai berat jenis atau densitas
160 lb/cuft (2,00 ton/m3 ), tidak lain dari densitas batuan rata-rata.
Bahan peledak standar adalah bahan peledak yang mempunyai berat
jenis (SG) 1,2 dan kecepatan detonasi (Ve) 12.000 fps (4.000 m/det).
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak standar, maka digunakan
burden ratio (Kb) yaitu 30. Tetapi bila batuan yang akan diledakkan tidak
sama dengan batuan standar dan bahan peledak yang digunakan bukan
pula bahan peledak standar, maka harga Kb-standar itu harus dikoreksi
menggunakan faktor penyesuaian (adjustment factor).
B = Kb x De
12 ft ................................................................................(1)
atau
B = Kb x De
39,3 ft..................................................................................(2)
12 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Jika :
De = diameter lubang tembak
B = burden
Kb = burden ratio
Keterangan :
Bobot isi batuan standar (Dst) = 160 lb/cuft
Bahan peledak :
SG std = 1,2
Vestd (VODstd) = 12000 fps
Kbstandard = 30
Maka :
Kbkoreksi = 30 x Af1 x Af2.................................................................................(3)
Af1 = adjusment factor untuk batuan yang diledakkan
Af2 = adjusment factor untuk handak yang dipakai
Dengan :
Af1 = (Dstd
D)
1/3....................................................................................................................................................(4)
D = bobot isi batuan yang diledakkan
Af2 = (SG .Ve2
SG std . Vestd2 )
1 /3..................................................................................................................................(5)
SG = BJ bahan peledak yang dipakai
Ve = VOD bahan peledak yang dipakai
Jadi
B = Kbterkoreksi x De
39,3 m..........................................................................(6)
Jarak burden yang baik adalah jarak dimana energi ledakan bisa
menekan batuan secara maksimal sehingga pecahnya batuan sesuai dengan
fragmentasi yang direncanakan dengan mengupayakan sekecil mungkin
terjadinya batuan terbang, bongkah, dan retaknya batuan pada batas akhir
jenjang.
Spacing (S)
13 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Spacing adalah jarak antar lubang tembak dirangkai dalam satu baris
dan diukur sejajar terhadap bidang bebas.
S = Ks x B.............................................................................................(7)
Keterangan :
Ks = spacing ratio (1,0 – 2,0)
B = burden (m)
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran
batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari
ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan
tonjolan (stump) diantara dua lubang tembak setelah peledakan.
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing
adalah sebagai berikut :
Peledakan serentak, S = 2 B
Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B
Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B
Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 B - 1,8 B
Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang tembak
dalam baris yang sama, S = 1,15 B
Stemming (T)
Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak diisi
bahan peledak, tetapi diisi material seperti tanah liat atau material hasil
pemboran (cutting).
Fungsi stemming adalah :
Meningkatkan confinning pressure dari gas hasil peledakan.
Menyeimbangkan tekanan di daerah stemming.
Mengontrol kemungkinan terjadinya airblast dan flyrock
Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan dulu stemming
ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming dengan burden. Biasanya
Kt standar yang dipakai 0,70 dan ini cukup untuk mengontrol airblast,
flyrock dan stress balance. Apabila Kt < 1 maka akan terjadi. Untuk
menghitung stemming dipakai persamaan :
14 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
T = Kt . B..............................................................................................(8)
Keterangan :
T = Stemming (m)
Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0)
B = Burden (m)
Subdrilling (J)
Subdrilling merupakan kelebihan panjang lubang ledak pada bagian
bawah lantai jenjang. Subdrilling dimaksudkan agar jenjang terbongkar
tepat pada batas lantai jenjang sehingga didapat lantai jenjang yang rata
setelah peledakan. Panjang subdilling dipengaruhi oleh struktur geologi,
tinggi jenjang dan kemiringan lubang ledak. Panjang subdrilling diperoleh
dengan menentukan harga subdrilling ratio (Kj) yang besarnya tidak lebih
kecil dari 0,20. Untuk batuan massive biasanya dipakai Kj sebesar 0,3.
Hubungan Kj dengan burden diekspresikan dengan persamaan sebagai
berikut :
J = Kj . B...............................................................................................(9)
Keterangan :
J = Subdilling (m)
Kj = Subdilling ratio (0,2 – 0,4)
B = Burden (m)
Kedalaman lubang ledak (H)
Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari panjang
stemming dengan panjang kolom isian (PC) bahan peledak. Kedalaman
lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat
muat) dan pertimbangan geoteknik. Menurut R.L.Ash, kedalaman lubang
ledak berdasarkan pada hole depth ratio (Kh) yang harganya berkisar
antara 1,5 – 4,0.
Hubungan kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai
berikut :
H = Kh . B....................................................................................(10)
Keterangan :
15 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
H = Kedalaman lubang ledak (m)
Kh = Hole dept ratio (1,5 – 4)
B = Burden (m)
Panjang Kolom Isian (PC)
Panjang kolom isian merupakan hasil pengurangan dari kedalaman
lubang ledak dengan panjang stemming.
Persamaan :
PC = H – T...................................................................................(11)
Keterangan :
PC = Panjang kolom isian (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)
e) Geometri peledakan menurut teori C.J.Konya.
Perhitungan geometri peledakan menurut Konya (1990) tidak hanya
mempertimbangkan faktor bahan peledak, sifat batuan dan diameter
lubang ledak tetapi juga memperhatikan faktor koreksi terhadap posisi
lapisan batuan, keadaan struktur geologi serta koreksi terhadap jumlah
lubang ledak yang diledakkan. Faktor terpenting untuk dikoreksi menurut
Konya (1990) adalah masalah penentuan besarnya nilai burden (B).
Burden (B)
Pemilihan nilai burden yang tepat merupakan keputusan yang
terpenting dalam rancangan peledakan. Burden adalah jarak tegak lurus
antara lubang ledak terhadap bidang bebas terdekat dan merupakan arah
pemindahan batuan (displacement) akan terjadi.
Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang harus
diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, bobot isi batuan dan struktur
geologi dari batuan tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak maka
akan semakin besar jarak burden, karena dengan diameter lubang ledak
yang semakin besar maka bahan peledak yang digunakan akan semakin
banyak pada setiap lubangnya sehingga akan menghasilkan energi ledakan
yang semakin besar. Sedangkan apabila densitas batuannya yang semakin
16 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
besar, maka agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan dengan
memperkecil ukuran burden, sehingga fragmentasi batuan yang dihasilkan
akan baik. Sedangkan struktur geologi batuan digunakan sebagai factor
koreksi pada penentuan burden. Untuk faktor koreksi berdasarkan geologi
batuan dapat dibagi kedalam 2 konstanta yaitu Kd yang merupakan koreksi
terhadap posisi lapisan batuan dan Ks yaitu koreksi terhadap struktur
geologi batuan dilihat pada tabel (Tabel 2.1).
Tabel 1 : Koreksi posisi lapisan batuan dan struktur geologi
Dalam penentuan panjang burden berdasarkan rumusan Konya sebagai
berikut :
B = [( 2SG eSGr )+1,5]De.........................................................................(12)
B = 3,15 De ( SG eSGr )
0,33
................................................................(12)
B = 0,67 De ( StvSGr )
0,33
................................................................(12)
dengan :
B1 = Burden (m)
SGe = Berat jenis bahan peledak
SGr = Berat jenis batuan
De = Diameter lubang ledak (mm)
Sedangkan perhitungan koreksi burden digunakan rumusan
dibawah ini :
B2 = Kd x Ks x Kr x B1.................................................................................................................(13)
17 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
dengan :
B1 = Burden awal (m)
B2 = Burden terkoreksi (m)
Kd = Faktor koreksi berdasarkan struktur geologi batuan
Ks = Faktor koreksi berdasarkan orientasi perlapisan
Kr = Faktor koreksi berdasarkan jumlah baris peledakan, yaitu Kr = 1
jika terdapat satu atau 2 baris dan Kr = 0,9 jika terdapat 3 baris
atau lebih.
Spasi (S)
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan
di dalam satu baris (row). Apabila jarak spasi terlalu kecil akan
menyebabkan batuan hancur menjadi halus, disebabkan karena energi
yang menekan terlalu kuat, sedangkan bila spasi terlalu besar akan
menyebabkan banyak bongkah atau bahkan batuan hanya mengalami
keretakan dan menimbulkan tonjolan diantara dua lubang ledak setelah
diledakkan, hal ini disebabkan karena energi ledakan dari lubang yang satu
tidak mampu berinteraksi dengan energi dari lubang lainnya. Penerapan
jarak spasi harus mempertimbangkan perbandingannya dengan burden
agar didapat pencakupan energi peledakan yang cukup untuk mendapatkan
hasil fragmentasi yang kita inginkan. Perbandingan jarak spasi dengan
burden (S/B) pada pola peledakan dan penyebaran energinya dapat dilihat
pada Gambar 6.
Untuk memperoleh jarak spasi maka digunakan rumusan sebagai
berikut :
1. Serentak tiap baris lubang ledak
a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)
H < 4B, S = ( H + 2B) / 3.......................................................(14)
b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)
H = 4B, S = 2B........................................................................(15)
2. Beruntun dalam tiap baris lubang ledak
a. Untuk tinggi jenjang rendah (low benches)
18 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
H < 4B, S = ( H + 7B ) / 8.......................................................(16)
b. Untuk tinggi jenjang yang besar (high benches)
H = 4B, S = 1,4B.....................................................................(17)
Gambar 6 : Pengaruh Perbandingan Spasi/burden Terhadap Fragmentasi
Stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang ledak,
yang letaknya di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah
agar terjadi keseimbangan tekanan dan mengurung gas-gas hasil ledakan
sehingga dapat menekan batuan dengan energi yang maksimal. Disamping
itu stemming juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi batuan
terbang (flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast) saat peledakan.
Untuk penentuan tinggi stemming digunakan rumusan seperti yang tertera
berikut ini :
T = 0,7 x B........................................................................................(18)
dengan :
T = Stemming (m)
B = Burden (m)
Ada dua hal yang berhubungan dengan stemming yaitu :
a) Panjang Stemming
19 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Secara teoritis, stemming berfungsi sebagai penahan agar energi
ledakan terkurung dengan baik sehingga dapat menekan dengan
kekuatan yang maksimal.
Apabila peledakan menerapkan stemming yang terlalu pendek,
maka akan mengakibatkan pecahnya energi ledakan terlalu mudah
mencapai bidang bebas sebelah atas sehingga menimbulkan batuan
terbang dan energi yang menekan batuan tidak maksimal, serta
fragmentasi batuan hasil peledakan secara keseluruhan kurang baik.
Pada jenjang yang terbentuk juga akan timbul retakan yang melewati
batas jenjang (overbreak).
Sedangkan stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan
energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi fragmentasi batuan pada
bagian batas stemming keatas akan menjadi bongkah, karena energy
ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan
backbreak.
b) Jenis dan ukuran material stemming.
Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan
hasil peledakan dan pemilihan bahan stemming yang tepat sangat
penting jika kita ingin meminimalkan panjang stemming. Apabila
bahan stemming terdiri dari bahan-bahan halus hasil pemboran (cutting
pemboran), maka kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang ledak
sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong
stemming tersebut keluar, dengan demikian energi yang seharusnya
terkurung dengan baik dalam lubang ledak akan hilang keluar
bersamaan dengan terbongkarnya stemming. Untuk mengatasi tersebut
diatas maka digunakan bahan yang memiliki karakteristik susunan
butir saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material
stemming adalah :
Sz = 0,05 x De............................................................................(19)
dengan :
20 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
De = Diameter lubang ledak (mm)
Sz = Ukuran material stemming (mm)
Subdrilling (J)
Subdrilling adalah tambahan kedalaman pada lubang bor di bawah
lantai jenjang yang dibuat dengan maksud agar batuan dapat terbongkar
sebatas lantai jenjangnya. Jika panjang subdrilling terlalu kecil maka
batuan pada batas lantai jenjang (toe) tidak lengkap terbongkar sehingga
akan menyisakan tonjolan pada lantai jenjangnya, sebaliknya bila panjang
subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan getaran tanah dan secara
langsung akan menambah biaya pemboran dan peledakan.
Dalam penentuan tinggi subdrilling yang baik untuk memperoleh
lantai jenjang yang rata maka digunakan rumusan sebagai berikut :
J = 0,3 x B...................................................................................(20)
dengan :
J = Subdrilling (m)
B = Burden (m)
Kedalaman Lubang Ledak (H)
Dalam penentuan kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan
dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik
Pada prinsipnya kedalaman lubang ledak merupakan jumlah total antara
tinggi jenjang dengan besarnya subdrilling, yang dapat ditulis sebagai
berikut:
H = L+ J.........................................................................................(21)
dengan:
H = Kedalaman lubang ledak (m)
L = Tinggi jenjang (m)
J = Subdrilling (m)
Panjang Kolom Isian (PC)
Panjang kolom isian merupakan panjang kolom lubang ledak yang
akan diisi bahan peledak. Panjang kolom ini merupakan kedalaman lubang
ledak dikurangi panjang stemming yang digunakan.
21 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
PC = H – T......................................................................................(22)
dengan :
PC = Panjang kolom isian (meter)
H = Kedalaman lubang ledak (meter)
T = Stemming (meter)
Tinggi Jenjang (L)
Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan
lubang bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh
terhadap hasil peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu
terbang dan getaran tanah. Hal ini dipengaruhi oleh jarak burden.
Berdasarkan perbandingan tinggi jenjang dan jarak burden yang
diterapkan (stiffness ratio), maka akan diketahui hasil dari peledakan
tersebut (Tabel 2). Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan stiffness
ratio digunakan rumus sebagai berikut :
L = 5 x De.............................................................................................(23)
dengan :
L = Tinggi jenjang minimum (ft)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
Sedangkan dari segi perlapisan batuan, untuk mendapatkan
fragmentasi batuan yang baik, diterapkan arah lubang ledak yang
berlawanan arah dengan bidang perlapisan batuan karena energi ledakan
akan menekan batuan secara maksimal.
Tabel 2 : Potensi yang terjadi akibat stiffnes ratio (L/B)
f) Pola Peledakan
22 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang –
lubang ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis berikutnya
ataupun antar lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang
diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan batuan (gambar 2.8), pola
peledakan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk kotak.
b. “ V “ Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke
depan.
c. Corner Cut, yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan batuannya
kesalah satu sudut dari bidang bebasnya.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Pola peledakkan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi
secara serentak untuk semua lubang ledak.
b. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan
peledakan dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris
lainnya.
Gambar 7 : Pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan
g) Waktu Tunda
23 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang
depan dengan baris dibelakangnya atau antar lubang ledak dengan
menggunakan delay detonator.
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan
perbedaan waktu peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh
peledakan secara beruntun.
Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda ialah :
Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik
Mengurangi timbulnya getaran tanah, flyrock dan airblast.
Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya.
Arah lemparan dapat diatur.
Batuan hasil peledakan (muckpile) tidak menumpuk terlalu tinggi.
Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi
jumlah batuan yang meledak dalam waktu yang bersamaan, dan
memberikan tenggang waktu pada material yang dekat dengan bidang
bebas untuk dapat meledak secara sempurna serta untuk menyediakan
ruang atau bidang bebas baru bagi baris lubang ledak berikutnya.
1. Waktu tunda antar lubang ledak
Untuk menghitung besarnya waktu tunda dalam lubang ledak yang
berada dalam satu baris, dapat digunakan persamaan berikut sesuai dengan
Tabel 3.
tH = TH x S.............................................................................................(24)
Dimana :
tH = Waktu tunda antar lubang ledak (ms)
TH = Konstanta waktu tunda
S = Spasi (m)
Tabel 3 : Waktu tunda antar lubang ledak
24 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
2. Waktu tunda antar baris
Detonator tunda digunakan untuk peledakan beruntun antar baris
lubang ledak, maka persamaan yang digunakan untuk menentukan waktu
tunda adalah sebagai berikut :
tr = TR x B............................................................................................(25)
Dimana :
tr = waktu tunda (ms)
TR = konstanta waktu antar baris.
B = Burden (m)
Konstanta waktu tunda didasarkan pada hasil peledakan yang
diinginkan. Nilai konstanta waktu tunda dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 : Waktu tunda antara baris
h) Sifat Bahan Peledak
25 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Bahan peledak adalah suatu rakitan yang terdiri dari bahan – bahan
berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena
suatu aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi
dengan kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas
serta tekanan yang sangat tinggi.
Sifat – sifat bahan peledak yang mempengaruhi hasil peledakan antara lain
meliputi :
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan suatu bahan peledak adalah ukuran yang dipergunakan untuk
mengukur energi yang terkandung pada bahan peledak dan kerja yang
dapat dilakukan oleh bahan peledak tersebut. Kekuatan dinyatakan dalam
persen (%) dengan Straigth Nitroglycerin Dynamite sebagai bahan peledak
standard yang mempunyai bobot isi (spesific gravity) sebesar 1,2 dan
kecepatan detonasi (VOD) 12.000 fps. Pada umumnya semakin besar
bobot isi dan kecepatan detonasi suatu bahan peledak maka kekuatannya
juga semakin besar.
2. Kecepatan Detonasi (Velocity of Detonation = VOD)
Kecepatan detonasi adalah kecepatan gelombang detonasi yang melalui
sepanjang kolom isian bahan peledak, yang dinyatakan dalam meter/detik.
Kecepatan detonasi suatu bahan peledak tergantung pada beberapa faktor,
yaitu bobot isi bahan peledak, diameter bahan peledak, derajat
pengurungan, ukuran partikel dari bahan penyusunnya dan bahan – bahan
yang terkandung dalam bahan peledak.
Untuk peledakan pada batuan keras digunakan bahan peledak yang
mempunyai kecepatan detonasi tinggi sedangkan pada batuan lunak
digunakan handak dengan kecepatan detonasi rendah. Kecepatan detonasi
bahan peledak komersial adalah antara 1.500 – 8000 m/s.
3. Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan adalah ukuran besarnya sifat peka bahan peledak untuk mulai
beraksi dan menyebarkan reaksi peledakan ke seluruh isian. Jika diameter
bahan peledak cukup besar maka perambatan reaksinya akan lebih mudah
26 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
karena permukaan bahan peledak lebih luas, sedangkan tingkat
pengurungan cenderung memusatkan tenaga reaksinya mengarah
sepanjang isian dan menghindari penyebaran tenaga reaksi. Bahan peledak
yang sensitif belum tentu bagus, namun bahan peledak yang mudah
penyebaran reaksinya dan tidak peka adalah lebih menguntungkan dan
lebih aman.
4. Bobot Isi Bahan Peledak
Bobot isi bahan peledak adalah perbandingan antara berat dan volume
bahan peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi dapat dinyatakan
dalam beberapa cara, yaitu:
a) Berat jenis (SG), tanpa satuan.
b) Stick count (SC), yaitu jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32
cm yang terdapat dalam satu doos seberat 22,68 kg.
c) Loading density (de), yaitu berat bahan peledak per meter panjang
isian yang dinyatakan dalam kg/m.
Pada umumnya bahan peledak yang mempunyai bobot isi tinggi akan
menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.
5. Tekanan Detonasi
Tekanan detonasi adalah penyebaran tekanan golombang ledakan dalam
kolom isian bahan peledak, dinyatakan dengan kilobar (kb). Tekanan
akibat ledakan di sekitar dinding lubang ledak intensitasnya tergantung
pada jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD), derajat
pengurungan, jumlah dan temperatur gas hasil ledakan. Tekanan akibat
ledakan akan terjadi di sekitar dinding lubang ledak kemudian tersebar ke
segala arah. Intensitasnya dipengaruhi oleh :
Jenis bahan peledak (kekuatan, bobot isi, VOD)
Tingkat/derajat pengurungan.
Jumlah dan temperatur gas hasil ledakan.
6. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan terhadap air suatu bahan peledak adalah kemampuan bahan
peledak itu dalam menahan rembesan air dalam waktu tertentu tanpa
27 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
merusak, mengurangi, merubah kepekaannya. Ketahanan ini dinyatakan
dalam jam.
Sifat ini sangat penting dalam kaitannya dengan kondisi kerja, sebab untuk
sebagian besar jenis bahan peledak, adanya air dalam lubang ledak
mengakibatkan ketidakseimbangan kimia dan memperlambat reaksi
pemanasan. Disamping itu, air dapat melarutkan sebagian kandungan
bahan peledak sehingga menyebabkan bahan peledak rusak.
7. Sifat Gas Beracun
Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas,
yaitu smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya
mengandung uap air (H2O) dan asap berwarna putih (CO2). Sedangkan
fumes bewarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yang terdiri
dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (NOx). Fumes terjadi
karena tidak terjadi kesimbangan oksigen dalam pembakaran, hal ini
dikarenakan bahan peledak tersebut dalam keadaan rusak. Terlepas dari
macam bahan peledak yang digunakan, terjadinya fumes dapat ditekan
sekecil mungkin dengan cara penyimpanan bahan peledak secara benar,
pengangkutan yang baik sesuai dengan prosedur dan penyalaan yang
sempurna pada waktu menggunakannya.
i) Pengisian bahan Peledak
Jumlah pemakaian bahan peledak sangat mempengaruhi terhadap hasil
peledakan, terutama dengan tingkat fragmentasi yang dihasilkan. Hal yang
berpengaruh dalam pengisian bahan peledak dalam lubang ledak yaitu :
1. Konsentrasi Isian (loading density)
Konsentrasi isian merupakan jumlah isian bahan peledak yang
digunakan dalam kolom isian (PC) lubang ledak. Untuk menghitung
lubang ledak maka harus ditentukan dulu jumlah isian bahan peledak tiap
meter panjang kolom isian (loading density). Untuk menghitung loading
density dapat digunakan rumusan sebagai berikut
de = 0,508 De2 : (SG).....................................................................(26)
Dimana :
28 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
de = loading density (kg/m)
De = diameter lubang ledak (inchi)
SG = specific gravity bahan peledak yang digunakan
Sehingga jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang
ledak dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
E = de x PC..........................................................................................(27)
Dimana :
E = jumlah bahan peledak tiap lubang ledak (kg)
De = loading density dari bahan peledak yang digunakan (kg/m)
PC = panjang kolom isian (m)
2. Powder Factor (Pf)
Powder factor atau specific charge merupakan perbandingan antara
jumlah bahan peledak yang digunakan terhadap jumlah batuan yang
diledakkan.
Pf = E / V..............................................................................................(28)
Dimana :
Pf = powder factor (kg / ton)
E = berat bahan peledak yang digunakan (kg)
V = berat batuan yang diledakkan (m3)
Nilai powder factor dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri
peledakan, struktur geologi, dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Pada tabel 5 dapat diketahui hubungan antar densitas batuan dengan nilai
powder factor, dan pada tabel 6 diketahui hubungan powder factor dengan
beberapa jenis batuan.
Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak akan mengakibatkan jarak
stemming menjadi kecil sehingga menyebabkan terjadinya batuan terbang
(flyrock) dan ledakan tekanan udara (airblast). Sedangkan bila pengisian
terlalu kecil maka jarak stemming menjadi besar sehingga menimbulkan
bongkah dan backbreak di sekitar dinding jenjang.
29 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
C. Hasil Peledakan
1. Target Produksi
Target produksi merupakan jumlah batuan yang diledakkan yang dihitung dari
luas area dan kedalaman lubang ledaknya. Persamaan umum yang digunakan
untuk menentukan target produksi peledakan adalah :
V = B x S x L........................................................................................(29)
dengan :
V = Berat batuan yang diledakkan (m3)
B = Burden (m)
L = Tinggi jenjang (m)
S = Spacing (m)
Perhitungan produksi peledakan / bulan :
= 100 %
(100 %−% pembongkaran) x sasaran produksi...............................(30)
Perhitungan produksi pembongkaran / peledakan :
= produksi peledakan /bulanjumlah peledakan /bulan
......................................................(31)
Perhitungan panjang jenjang :
P = V
(r × B × L ×dr ) (32)
Di mana :
P = panjang jenjang (m)
V = sasaran produksi (ton)
r = jumlah baris
B = burden (m)
L = tinggi jenjang (m)
Dr = densitas batu granit 2,62 ton / m
Penentuan jumlah lubang tembak :
N = r [ PS ] ......................................................................(33)
Di mana :
30 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
P = panjang jenjang,meter
N = jumlah lubang tembak
r = jumlah baris
2. Tingkat Fragmentasi Batuan
Tingkat fragmentasi batuan merupakan tingkat pecahan material dalam
tertentu sebagai hasil dari proses peledakan. Untuk memperkirakan distribusi
fragmentasi batuan hasil peledakan secara teori dapat digunakan persamaan
Kuznetsov (1973), sebagai berikut :
X = A x [ PS ]
0,8
x Q0,17 x ( E / 115)-0,63.......................................................................................(34)
Dimana :
X = rata – rata ukuran fragmentasi (cm)
A = faktor batuan (Rock Factor)
V = volume batuan yang terbongkar (m3)
Q = jumlah bahan peledak ANFO (kg) pada setiap lubang ledak
E = Relative Weight Strenght bahan peledak, untuk ANFO = 100
Untuk menentukan faktor batuan (RF), terlebih dahulu dilakukan pembobotan
batuan berdasarkan nilai Blastability Index (BI). Parameter yang digunakan dalam
pembobotan batuan dapat dilihat pada tabel 2.7.
Nilai Blastability Index (BI) dan faktor batuan (RF) dicari dengan persamaan
sebagai berikut :
Nilai Blastibility Index (BI) :
BI = 0,5 x ( RMD + JPS + JPO + SGI + H )........................................(35)
Nilai Rock Faktor (RF) :
RF = 0,12 x BI......................................................................................(36)
Untuk menentukan fragmentasi batuan hasil peledakan digunakan persamaan
Roslin – Ramler , yaitu :
Rx = e−(X /Xc )n...........................................................................................................................................................(37)
31 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Xc = X
(0,693)1 /n ..........................................................................................(38)
Dimana :
Rx = prosentase material yang tertahan pada ayakan (%)
X = ukuran ayakan (cm)
n = indeks keseragaman
Besarnya n didapatkan dengan persamaan berikut :
n = [2,2−14BDe ] [1−W
B ] [1+ (A−1)2 ] PC
L ..........................................(39)
Dimana :
B = Burden
De = Diameter bahan peledak (mm)
W = standar deviasi dari keakuratan pemboran (m)
A = ratio perbandingan spasi dengan burden
PC = panjang isian (m)
L = tinggi jenjang (m)
Tabel 5 ; Pembobotan massa batuan untuk peledakan
Nilai “n” mengindikasikan tingkat keseragaman distribusi ukuran
fragmentasi hasil peledakan. Nilai “n” umumnya antara 0,8 sampai 2,2
32 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
dimana semakin besar nilai “n” maka ukuran fragmentasi semakin
seragam sedangkan jika nilai “n” rendah mengindikasikan ukuran
fragmentasi kurang seragam.
3. Efek Peledakan
Efek peledakan yang dimaksud adalah pengaruh adanya peledakan terhadap
lingkungan sekitarnya yang berkaitan dengan keamanan. Efek peledakan yang
ditimbulkan adalah getaran tanah, batu terbang dan suara ledakan.
a) Getaran Tanah
Getaran tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elestis. Sesuai
dengan sifat elastis material maka bentuk dan volume akan kembali pada
keadaan semula setelah tidak ada tegangan yang bekerja. Kegiatan
peledakan akan menghasilkan gelombang seismik yaitu gelombang yang
menggambarkan penjalaran energi melalui bumi yang padat (medium).
Gelombang ini dapat dirasakan dalam bentuk getaran (vibrasi).
Dua faktor prinsip yang mempengaruhi tingkat getaran hasil ledakan
suatu muatan bahan peledak yaitu ukuran (jumlah) muatan dan jarak.
Apabila muatan ditambah maka tingkat getaran akan bertambah, tetapi
hubungan ini bukan merupakan hubungan yang sederhana, misalnya
muatan dua kali lipat jumlahnya tidak menghasilkan getaran yang dua kali
lipat. Begitu juga dengan pengaruh jarak terhadap tingkat getaran, apabila
jarak dari tempat peledakan bertambah maka getaran akibat peledakan
semakin kecil.
Untuk mengetahui besarnya ground vibration yang timbul akibat
kegiatan peledakan, dapat menggunakan teori yang dikemukakan oleh
George Berta (1990). Teori ini mempertimbangkan beberapa faktor antara
lain : faktor impedansi, faktor coupling, faktor perubahan, jumlah bahan
peledak yang digunakan, energi perunit massa bahan peledak, jarak, bobot
isi batuan, kecepatan seismik dan tipe kelompok batuan. Dari beberapa
faktor tersebut kemudian dibuat rumusan perhitungan yaitu sebagai berikut
:
1) Faktor impedansi (η2)
33 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
η1 = 1 – ( Ic−Ir)2
(Ic+ Ir)2 ......................................................................(40)
dengan :
η1 = Faktor impedansi
Ic = Impedansi bahan peledak
Ir = Impedansi batuan
Jika impedansi batuan mendekati impedansi bahan peledak, maka
faktor impedansi akan mendekati harga 1, akan tetapi pada umumnya
selalu lebih kecil dari 1, ini artinya bahwa tidak semua energi yang
dihasilkan akan diteruskan pada batuan. Nilai impedansi untuk bahan
peledak dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan nilai impedansi untuk batuan
dapat dilihat pada Tabel 2.9
2) Faktor coupling (η2) :
Faktor coupling dalam hal ini merupakan fungsi dari “coupling ratio”
atau perbandingan antara diameter lubang ledak dengan isian bahan
peledak (ɸfɸc) dimana besaran coupling ratio ini akan menurunkan
tekanan gas hasil peledakan yang dengan sendirinya akan memperkecil
energi yang diteruskan pada batuan. Faktor coupling dinyatakan oleh
persamaan sebagai berikut :
η2 = 1
eɸf /ɸ c−(e−1 ) .....................................................................(40)
dengan :
η2 = Faktor coupling
ɸf = Diameter lubang ledak
ɸc = Diameter isian bahan peledak
e = 2,72
dari persamaan diatas, maka secara otomatis η2 akan mendekati harga
1 jika ɸc mendekati harga ɸf akan turun dengan besarnya coupling ratio.
Pemanfaatan fenomena tekanan dinamik sebagai fungsi dari coupling ratio
dalam teknologi peledakan dikenal dengan istilah “decoupling” yaitu
34 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
dengan meningkatkan copling ratio, atau dengan kata lain menggunakan
cartridge dengan diameter yang lebih kecil dari diameter lubang ledak.
3) Faktor breake (η3)
Faktor breake ini menyatakan besarnya perubahan energi dari bahan
peledak yang diubah menjadi getaran, yang diperkirakan sekitar 40%. Jadi
besarnya faktor perubahan (η3) adalah 0,40 jika peledakan dilakukan
terbuka (berhubungan dengan udara luar) dan jika didalam tanah η3 < 0,40.
4) Kelompok batuan
Kelompok dari tiap-tiap batuan ini dibagi dalam 3 kelompok
berdasarkan karakteristik atau sifat-sifat kekerasan dari batuan tersebut,
yaitu batupasir dan kerikil, aluvial kompak, batuan keras dan batuan beku
yang kompak.
Tabel 6 : Data karakteristik bahan peledak
Tabel 7 : Tipe kelompok batuan
35 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Dari faktor-faktor tersebut diatas dengan beberapa penelitian yang
telah dilakukan oleh “Berta” dalam usaha menetukan hubungan antara
faktor-faktor tersebut maka tingkat getaran tanah dapat dicari dengan
persamaan sebagai berikut :
V = √QR
√ η1 ×η2 ×η3 × ε× 106
5 Kf × log R × ᴫ× ρr × C ...........................................(42)
dengan :
V = Getaran tanah (m/s)
Q = Jumlah bahan peledak yang digunakan per delay (kg)
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju (m)
ε = Energi perunit massa (j/kg)
ρr = Bobot isi batuan (g/cm3)
C = Kecepatan gelombang seismik (m/s)
Dari tipe kelompok batuan diatas dapat ditentukan besarnya frekwensi
getaran yang dihasilkan oleh kegiatan peledakan. Frekwensi disini adalah
untuk menetukan besarnya perambatan gelombang pada batuan, yaitu
dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
F = (Kf log R)-1...................................................................................................................................................(43)
dengan :
F = Frekuensi (Hz)
Kf = Tipe kelompok batuan
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju, (m)
b) Batu Terbang
Batu terbang (flyrock) yaitu batu yang terlempar secara liar pada saat
terjadi peledakan. Fly rock dapat terjadi oleh beberapa sebab, yaitu :
1) Burden dan spasi yang tidak cukup
36 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
2) Jumlah isian terlalu banyak
3) Pengaruh struktur geologi, seperti kekar, retakan dan sebagainya
Penempatan lubang bor yang tidak tepat
4) Stemming yang tidak cukup, baik itu panjang maupun ukuran material
stemming.
5) Kesalahan pola penyalaan dan waktu tunda
6) Lantai jenjang yang kotor
Lundborg et al. (1975) mengemukakan teorinya dalam menghitung
jarak maksimum flyrock yang terjadi pada fragmentasi batuan pada kondisi
optimum. Gambar 2.9 memperlihatkan hubungan antara jarak maksimum
lemparan batuan dengan specific charge (q) yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Lmax = 143 D (q – 0,2)........................................................................(44)
dengan :
Lmax = Jarak lemparan maksimum (m)
D = Diameter lubang ledak (inchi)
q = Specific charge (kg/m)
Gambar 8 : Hubungan Jarak Maksimum Lemparan Batuan dengan Specific Charge
4. Ledakan udara
Ledakan udara (air blast) adalah gelombang tekanan yang dirambatkan
di atmosfer dengan kecepatan di atas kecepatan suara di udara. Airblast
tidak terdengar seperti biasa, tetapi merupakan gelombang tekanan yang
terjadi pada atmosfir yang terindikasi oleh suara frekuensi tinggi, frekuensi
rendah bahkan yang tidak terdengar sekali pun. Kerusakan karena air blast
37 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
dan gangguan langsung yang diakibatkannya berhubungan dengan rencana
peledakan, cuaca, kondisi lapangan dan reaksi manusia. Pada kondisi
cuaca tertentu dan rencana peledakan yang kurang sempurna dapat
menghasilkan air blast yang merambat sampai jarak jauh. Efek Airblast
terhadap manusia dan struktur bangunan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 9 : Efek Air Blast Terhadap Manusia dan Struktur Bangunan
Airblast diukur dengan satuan dB (decibels) atau psi (pounds per squareinch).
Persamaannya :
dB = 20 log (P/Po)...............................................................................(45)
P = 3,3 (R / Q1/3)-1/2 ...............................................................................(46)
dengan :
dB = Level suara (KPa)
P =Overpressure (KPa)
Po = Overpressure paling lemah yang dapat terdengar (2.10-8Kpa)
R = Jarak titik ledak ke sensor yang dituju (m)
Q = Jumlah bahan peledak yang digunakan per delay (kg)
38 | D r i l l i n g & B l a s t i n g
Gambar 10 : Logika diagram alir perancangan peledakan
39 | D r i l l i n g & B l a s t i n g