teknik peledakan

Upload: ama-millaeo

Post on 09-Oct-2015

199 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

  • Teknik Peledakan

    1 | P a g e

    1. PENDAHULUAN

    Operasi peledakan merupakan salah satu kegiatan pada penambangan

    bijih untuk melepaskan batuan dari massa batuan induknya. Demikian pula

    halnya dengan tambang batubara. Peledakan di tambang batubara umumnya

    diterapkan pada lapisan penutup (overburden), namun demikian dapat pula

    diterapkan pada lapisan batubaranya. Pada saat ini peledakan terhadap

    lapisan batubara sudah jarang dilakukan terutama pada tambang batubara

    bawah tanah, karena dari pengalaman dibeberapa tempat banyak

    mengundang bahaya yang tidak saja memusnahkan peralatan produksi,

    bahkan juga terhadap tenaga kerjanya. Kebakaran tambang batubara akibat

    peledakan memang relatif mudah terjadi, khususnya pada tambang batubara

    bawah tanah, karena batubara terbentuk dari kayu-kayu purba yang secara

    fisik mudah terbakar. Perencanaan peledakan merupakan suatu tahapan

    pemberaian bahan galian dan dibuat agar diperoleh suatu teknik peledakan

    yang ekonomis, efisien dan ramah lingkungan. Oleh sebab itu sasaran utama

    dari perencanaan peledakan adalah mempersiapkan sejumlah bahan peledak

    dan asesorisnya agar diperoleh ukuran fragmentasi yang sesuai dengan

    proses selanjutnya dan memenuhi target produksi. Disamping itu harus pula

    dipersiapkan cadangan bahan peledak dalam gudang yang setiap enam bulan

    sekali yang harus habis dan diisi ulang dengan bahan peledak baru.

  • Teknik Peledakan

    2 | P a g e

    2. GEOMETRI PELEDAKAN Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda

    walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa

    batuan yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik

    maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya

    retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas

    dan sebagainya. Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu-

    ledakan (blastability). Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa

    didominasi struktur geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak

    yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu

    dibanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak

    tersebut dinamakan specific charge atau Powder Factor (PF) yaitu jumlah

    bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton produksi batuan (kg/m3 atau

    kg/ton). Dengan demikian makin keras suatu batuan pada daerah tertentu

    memerlukan PF yang tinggi agar tegangan batuan terlampaui oleh kekuatan

    (strength) bahan peledak.

    (1) GEOMETRI PELEDAKAN JENJANG

    Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang

    telah diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse

    (1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980),

    Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan

    batasan konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan,

    terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak,

    kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Disamping itu produsen

    bahan peledak memberikan cara coba-coba (rule of thumb) untuk menentukan

    geometri peledakan, diantaranya ICI Explosive, Atlas Powder Company, Sasol

  • Teknik Peledakan

    3 | P a g e

    SMX Explosives Engineers Field Guide dan lainlain. Gambar 1 memperlihatkan

    geometri peledakan dan cara menghitung dimensi geometri peledakan

    tersebut diperlihatkan di bawah ini dan dapat digunakan sebagai acuan.

    Gambar 1. Geometri peledakan jenjang

    (2) RANCANGAN MENURUT R.L. ASH

    Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak dengan

    mempertimbangkan konstanta KB yang tergantung pada jenis atau grup

    batuan dan bahan peledak. Konstanta KB dihitung dirumuskan sbb:

    Di mana: KB = Konstanta burden

    KBstd = Konstanta yang tergantung jenis batuan dan bahan peledak

    (lihat Tabel 1)

  • Teknik Peledakan

    4 | P a g e

    Selanjutnya dimensi geometri peledakan dihitung sebagai berikut:

    Burden (B), ft = ( )

    12

    Kedalaman lubang ledak (L) = KL x B ; KL antara 1,5 4

    Subdrilling (J) = KJ x B ; KJ antara o,2 0,4

    Stemming (T) = KT x B ; KT antara o,7 1,0

    Spasi (S) ; KS untuk mengukur spasi tergantung pada kondisi retakan

    (joints) di sekitar lokasi yang akan diledakkan, jumlah bidang bebas

    dan sistem penyalaan (firing) yang diterapkan.

  • Teknik Peledakan

    5 | P a g e

    Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan sebagai

    berikut:

    a) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B

    seperti pada Gambar 2.

    b) Bila orientasi antar retakan mendekati 60o sebaiknya S = 1,15 B dan

    menerapkan interval waktu long-delay (lihat Gambar 3).

  • Teknik Peledakan

    6 | P a g e

    c) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden

    (S/B) dirancang seperti pada Gambar 4 dan 5 dengan pola bujursangkar

    (square pattern).

  • Teknik Peledakan

    7 | P a g e

    d) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka sistem penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 6 dan 7.

  • Teknik Peledakan

    8 | P a g e

    (3) RANCANGAN MENURUT C.J. KONYA

    Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan

    jenis bahan peledak yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya ialah:

    Dimana B = burden (ft), De = diameter bahan peledak (inci), e =

    berat jenis bahan peledak dan r = berat jenis batuan. Spasi ditentukan

    berdasarkan system delay yang direncanakan yang kemungkinannya adalah:

    Instantaneous single-row blastholes

    Sequenced single-row blastholes

    Stemming (T): - Batuan massif, T = B

    - Batuan berlapis, T = 0,7B

    Subdrilling (J) = 0,3B

    Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2

    aspek, yaitu (1) efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast,

    flyrock, dan getaran tanah; dan (2) biaya pengeboran. Tinggi jenjang (H)

    dan burden (B) sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan

    dan ratio H/B (yang dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi

    memberikan respon berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan

    getaran tanah yang hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.

  • Teknik Peledakan

    9 | P a g e

    Tabel 2. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio

    Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara sederhana dengan

    menggunakan Peraturan Lima (Rule of Five), yaitu ketinggian jenjang

    (dalam feet) Lima kali diameter lubang ledaknya (dalam inci), seperti

    terlihat pada Gambar 8.

    Contoh:

    Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk memotong tebing yang akan

    digunakan jalan raya. Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena alat yang akan

    digunakan kecil, maka fragmentasi harus sesuai dengan ukuran peralatan

    tersebut. Terdapat 2 unit alat bor yang masing-masing bisa membuat lubang

    ledak berdiameter 5 inci dan 77

    8 inci. Rancang geometrinya agar

    pembongkaran tebing berhasil.

  • Teknik Peledakan

    10 | P a g e

    Penyelesaian

    Untuk memperoleh fragmentasi yang baik, pilih ratio H/B = 3 dari Tabel 2.

    Bahan peledak yang digunakan mempunyai densitas 0,85 gr/cc dan batuan

    yang akan diledakkan densitasnya 2,65 ton/m3. Data tersebut digunakan

    untuk mencari diameter bahan peledak (De).

    H/B = 3; dengan H = 30 ft diperoleh B = 30/3 = 10 ft.

    Dengan menggunakan rumus diperoleh diameter

    bahan peledak, yaitu:

    Untuk parameter geometri lainnya, misalnya spasi, subdrilling dan

    stemming, dihitung dengan rumus pada halaman 8.

    (4) RANCANGAN MENURUT ICI-EXPLOSIVES

    Menyarankan bahwa dalam merancang peledakan jenjang yang

    pertama dipertimbangkan adalah tinggi jenjang (H) dan diameter lubang

    ledak (D), yaitu :

    (1) Tinggi jenjang (H): disesuaikan dengan kondisi batuan setempat,

    peraturan yang berlaku dan ukuran dari alat muat yang akan

    digunakan. Atau secara empiris H = 60D 140D.

    (2) Burden (B) antar baris; B = 25D 40D

    (3) Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S); S = 1B 1,5B

    (4) Subgrade (J); J = 8D 12D

    (5) Stemming (T); T = 20D 30D

    (6) Powder Factor (PF);

  • Teknik Peledakan

    11 | P a g e

    Burden dan spasi, butir (2) dan (3), dapat berubah tergantung pada sekuen

    penyalaan yang digunakan, yaitu:

    i. Tipe system penyalaan tergantung pada bahan peledak yang dipilih

    dan peraturan setempat yang berlaku.

    ii. Delay antar lubang sepanjang baris yang sama disarankan minimal 4

    ms per meter panjang spasi.

    iii. Delay minimum antara baris lubang yang berseberangan antara 4 ms

    8 ms per meter. Dikhawatirkan apabila lebih kecil dari angka ms

    tersebut tidak cukup waktu untuk batuan bergerak ke depan dan

    konsekuensinya bagian bawah setiap baris material akan tertahan.

    iv. In-hole delay direkomendasikan untuk meledak terlebih dahulu

    sampai seluruh surface delay terpropagasi seluruhnya.

  • Teknik Peledakan

    12 | P a g e

    (5) RANCANGAN MENURUT ANDERSON

    Geometri Peledakan

    Untuk mencapai target produksi pembongkaran over burden tiap

    peledakan dilakukan pemboran dan peledakan yang terdiri dari burden,

    spacing, subdrilling, stemming dan kedalaman lubang bor. ( Lihat

    Gambar 1 )

    Formula geometri peledakan yang digunakan penulis adalah formula

    berdasarkan teori Anderson.

    A. Burden

    Burden adalah jarak terdekat antara bidang bebas (free face) dengan

    lubang tembak atau ke arah mana batuan yang diledakkan akan

    terlempar (Fragmentasi atau arah hamburan material yang

    diledakkan).

  • Teknik Peledakan

    13 | P a g e

    Besarnya burden dipengaruhi oleh factor koreksi batuan yang akan

    diledakkan dan factor koreksi bahan peledak yang digunakan serta

    besarnya diameter bit, secara teoritis besarnya burden dapat ditentukan dengan

    persamaan yang dikemukakan oleh Anderson :

    Dimana : B = Burden ( Feet, meter )

    h = Kedalaman Lubang Tembak ( meter )

    d = Diameter Lubang Tembak

    Gambar 10. Geometri Peledakan

    B = 0,11 . atau B = 0,1 .

  • Teknik Peledakan

    14 | P a g e

    Keterangan : H = Tinggi Lubang Tembak

    J = Subdrilling

    Pc = Tinggi Isian ANFO

    T = Tinggi Stemming

    L = Tinggi Jenjang

    B. Spacing

    Spacing adalah jarak antara lubang-lubang bor dirangkai dalam satu

    baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall, biasanya spacing

    tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, dan

    delay. Besarnya spacing dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

    S = 1,25 B ( 36 )

    Besarnya spacing ratio ( Ks ) menurut waktu delay yang dipergunakan

    adalah sebagai berikut :

    Long interval delay Ks = 1

    Short periode Ks = 1 2

    Normal Ks = 1,25 1,8

    Prinsip dasar penentuan spacing adalah sebagai berikut :

    Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row) diledakan secara

    sequence delay maka Ks =1, maka S = B

    Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row) diledakan secara

    simultan (serentak), maka Ks = 2 jadi S = 2B

    Apabila dalam banyak baris (multiple row) lubang-lubang bor

    dalam satu baris diledakan secara sequence delay dan lubang-

    lubang bor dalam arah lateral dari baris yang berlainan di ledakan

    secara simultan maka pemborannya harus dibuat squard

    arregement.

  • Teknik Peledakan

    15 | P a g e

    Apabila dalam multiple row lubang-lubang bor dalam satu baris yang

    satu dengan yang lainnya di delay, maka harus digunakan staggered

    pattern.

    Besarnya spacing dipengaruhi oleh Burden, diameter lubang ledak dan

    struktur bidang batuan. Penentuan bisanya spacing pada spacing ratio

    yang biasanya ditentukan ( 1 1,5 meter ). Atau dapat dituliskan

    dengan persamaan sebagai berikut :

    S = ( 1,0 1,5 ) B

    Dimana : S = Spacing ( meter )

    B = Burden ( meter )

    C. Stemming

    Stemming ( T ) adalah bagian dari lubang ledak yang tidak diisi

    dengan bahan dengan material hasil pemboran ( Cutting ).

    Fungsi stemming adalah untuk mengurung gas yang terbentuk pada

    saat peledakan dan untuk mencegah terjadinya flyrock (batuan

    yang beterbangan dari suatu peledakan) yang tinggi pada saat

    peledakan. Pengisian stemming harus padat dan rapat agar dapat

    menghindari terjadinya air blast yang akan mengakibatkan

    tekanan peledakan pada lubang ledak berkurang.

    Panjang isian stemming tergantung pada stemming ratio ( 0,5 1,0 )

    dan burden yang digunakan. Stemming dapat ditentukan dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    T = ( 0,5 1,0 ) B

    Dimana : T = Stemming ( meter )

  • Teknik Peledakan

    16 | P a g e

    D. Sub Drilling

    Sub Drilling adalah penambahan kedalaman pada suatu lubang bor di

    luar rencana lantai jenjang. Penggunaan sub drilling dimaksudkan

    agar batuan dapat terbongkar tepat pada suatu kedalaman yang

    ditentukan atau dengan kata lain batuan dapat terbongkar secara full

    face sebagaimana yang diharapkan. Apabila batuan tidak terbongkar

    secara full face akan mengakibatkan lantai jenjang yang tidak rata

    atau adanya tonjolantonjolan (toes) akan menyulitkan setelah

    dilakukan peledakan terutama pada kegiatan pemuatan dan

    pengangkutan.

    Untuk menghitung sub drilling, perlu diketahui struktur batuan yang

    akan diledakkan sehingga dapat menentukan sub drilling ratio. Sub

    drilling ratio yang digunakan pada tambang terbuka / Surface Mining

    ( 0,2 0,3 ). Dalam kondisi batuan tertentu, seperti banyaknya crack

    tidak perlu menggunakan banyak sub drilling.

    Sub drilling dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

    J = ( 0,2 0,3 ) B

    Dimana : J = Sub Drilling ( meter )

    E. Kedalaman Lubang Bor

    Secara teoritis, kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada

    burden. Hal ini untuk mencegah terjadinya over break atau

    cratering. Di samping itu juga diperhitungkan alat bor yang dipakai.

    H = Kh x B

    Dimana : Kh = Hole Depth Ratio

    H = Kedalaman Lubang Bor ( meter )

  • Teknik Peledakan

    17 | P a g e

    (6) MENURUT ANDERSEN EQUATION (MINING I, 1984)

    B = C L . D

    Dimana :

    C = 3,5 NG dan ANFO

    D = diameter bahan peledak (meter)

    L = panjang hole (meter)

    (7) MENURUT JUKKA NAAPURI (SURFACE DRILLING AND

    BLASTING, 1987)

    V =

    ) E/V ( f c

    s P 33

    d

    Dimana :

    d = hole diameter (mm)

    P = charging density (kg/dm3)

    s = weight strength of explosive;

    = 1 ~ 1,4

    f = inclination factor;

    vertical holes f = 1

    inclination 3 1 f = 0,9

  • Teknik Peledakan

    18 | P a g e

    E/V = spacing-burden ratio

    E = 1,25 V ; E = spacing (m) ; V = burden (m)

    c = rock constant ( calculated from constant c )

    = 0,4 kg/m3 (relatively easy to blast)

    when V 1,4 m, c = c + 0,75

    when V 1,4 m, c = 0,07 / V + c

    a. Spacing (m) = Burden x 1,15

    b. Stemming (m) = Burden x 0,7

    c. Relatif Confinement (RC) =

    )(

    )600()000.210(

    PeledakBahanDiameterxakBahanPeledEnergiABS

    xPeledakBahanDiameterxTimbunanPanjang

    d. Distribusi Energi (%) = %100x)TerasKetinggian

    imbunanPanjangPen(1

    e. Subdrilling (m) = Burden x 0,3

    f. Panjang lubang bor (m) = tinggi teras + subdrilling

    g. Panjang kolom isian bahan peledak (m) = panjang lubang bor -

    stemming

    h. Kepadatan pengisian (kg/m) = 0,000785 x densitas bahan

    peledak x (diameter bahan peledak)2

    i. Energi bahan peledak (kj/lubang) = berat bahan peledak x AWS

    energi bahan peledak

    j. Volume ledakan (Bcm/lubang) = tinggi teras x burden x spacing

    k. Massa ledakan (ton/lubang) = volume ledakan x densitas batuan

    (g/cc)

    l. Powder factor (kg/bcm) = LedakanVolume

    PeledakBahanBerat

  • Teknik Peledakan

    19 | P a g e

    Powder factor (kg/ton) = LedakanMassa

    PeledakBahanBerat

    Powder factor (ton/kg) = PeledakBahanBerat

    LedakanMassa

    m. Faktor energi (Kj/ton) = DiledakkanYangMassa

    PeledakBahanEnergi

    n. Efek decoupling pada tekanan peledakan

    Presentase reduksi pada lubang basah =

    8,1

    1

    LedakanLubangDiameter

    PeledakBahanDiameter

    Presentase reduksi pada lubang kering =

    6,2

    1

    nbangLedakaDiameterLu

    akBahanPeledDiameter

    o. Prakiraan getaran secara umum

    V = K ( R/Q0,5)-1,6

    Dimana :

    V = kecepatan partikel tertinggi (mm/detik)

    K = konstanta pengungkungan lokasi berkisar antara

    500 untuk relief yang baik hingga 5000 untuk

    relief yang kurang baik

    R = jarak dari lokasi peledakan (m) hingga titik tujuan

    Q = berat bahan peledak maksimum setiap periode

    delay 8 ms

    p. Sedangkan untuk penentuan Spacing (S), Subdrilling (J),

    Stemming (T), Tinggi Jenjang (H) dan Panjang kolom isian

    bahan peledak (PC) menurut pendekatan RL. Ash, C.J. Konya,

    Anderson Formula dan Langefors adalah sama, kecuali

  • Teknik Peledakan

    20 | P a g e

    penentuan Subdrilling pada Langefors Formula menggunakan J

    = KJ x Bmax. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

    Dimana : E = KS x B

    J = KJ x B

    T = KJ x B

    H = L J

    q. Powder Factor (PF), Equivalen Volume (Eq) & Length To Burden

    Ratio (L/B)

    Powder Factor (PF), Equivalen Volume (Eq) dan Length to

    Burden Ratio (L/B) merupakan suatu parameter yang digunakan

    untuk mengukur tingkat efektifitas dari kegiatan peledakan

    berdasarkan Geometri peledakan yang telah direncanakan.

    Adapun persamaan-persamaan dari ketiga parameter di atas

    adalah sebagai berikut :

    E

    W PF E = N x PC x de

    Dimana :

    PF = Powder Factor, Ton/kg

    W = Batuan yang terbongkar, Ton

    E = Jumlah bahan peledak yang digunakan, kg

    N = Jumlah Blast Hole

    PC = Panjang kolom isian bahan peledak, m

    de = Loading density, kg/m

  • Teknik Peledakan

    21 | P a g e

    HN

    W Eq

    Dimana :

    Eq = Equivalen volume, Ton/m

    W = Batuan yang terbongkar, Ton

    (8) DYNO BLAST DINAMICS FORMULA (EFFICIENT

    BLASTING TECHNIQUES)

    84

    PeledakBahan Diameter x 1,8 Batuan Densitas

    2 Peledak xBahan Densitas

    B

    (9) RANCANGAN MENURUT LONGEFORS-KIHLSTROM

    B = 1,36 21 R . R . lb

    Lb = 7,85 d2 x P

    E = L03,01000

    De

    B = Bmax E

    Dimana :

    B = Burden, m

    Bmax = Burden maximum, m

    d = diameter lubang tembak

    P = packaging degree (kg/liter)

  • Teknik Peledakan

    22 | P a g e

    = 0,8 kg/liter untuk ANFO

    R1 = 1,00 koreksi untuk kemiringan lubang = 3 1

    R2 = Koreksi rock constan yang harganya C = 0,4

    Jadi nilai R2 = 1,00

  • Teknik Peledakan

    23 | P a g e

    3. FRAGMENTASI BATUAN

    Dua prinsip yang harus diaplikasikan dengan tepat untuk mengontrol

    ukuran fragmentasi batuan. Perhitungan yang tepat harus diaplikasikan pada

    lokasi yang strategis dalam massa batuan. Energi juga harus dilepaskan pada

    waktu yang tepat untuk memenuhi terjadinya interaksi yang tepat.

    Kuznetsov equation :

    x = A (VO /Q)0.8 Q0.167

    dimana :

    x = ukuran fragmentasi, cm

    A = faktor batuan = 1 untuk batuan sangat lemah

    7 untuk batuan sedang

    10 untuk batuan keras, banyak retakan

    13 untuk batuan keras, kurang retakan

    VO = volume batuan yang hancur per lubang tembak (m3), diperoleh

    dari burden x spacing x tinggi jenjang.

    Q = berat bahan peledak (kg)

  • Teknik Peledakan

    24 | P a g e

    Kuznetsov dan Rosin Rammler (Kuz-Ram) Model :

    x = A (V/Q)0.8 Q0.17 (E/115)-0.63

    dimana :

    x = ukuran fragmentasi, cm

    A = spacing/burden ratio

    V = volume batuan yang hancur per lubang tembak (m3)

    Q = berat bahan peledak (kg)

    E = RWS (relative weight strength) bahan peledak (ANFO =

    100; TNT = 115).

    Menurut Longefors :

    Bila dilihat dari ratio spacing dengan burden (S/B) maka :

    S/B > 1,25 menghasilkan fragmentasi kecil

    S/B < 1,25 menghasilkan fragmentasi besar

    Stemming (T) jika bernilai sama dengan burden (T=B) akan mampu

    mengurung gas-gas (air blast) serta mendapatkan stress balance,dan

    bila :

    T > B, resiko terjadi fly rock akan bertambah

    T > B, menghasilkan lebih banyak bongkah-bongkah (boulders)

  • Teknik Peledakan

    25 | P a g e

    4. JUMLAH BAHAN PELEDAK

    (1) BATAS WAKTU PENIMBUNAN BAHAN PELEDAK

    Bahan peledak yang ditimbun atau disimpan dalam gudang bahan

    peledak dibatasi jumlahnya karena beberapa alasan, antara lain:

    Target produksi perusahaan yang menentukan kapasitas gudang

    Kestabilan kimia bahan peledak dipengaruhi oleh lingkungan udara di

    dalam dan disekitar gudang yang akan membuat bahan peledak rusak

    Peraturan yang berlaku, bahwa izin Pembelian dan Penggunaan (P2)

    berlaku hanya 6 bulan.

    Dari tiga batasan di atas dapat ditentukan bahwa waktu maksimum

    penyimpanan bahan peledak dalam gudang hanya 6 bulan, artinya bahwa

    bahan peledak dalam gudang harus habis sampai batas waktu 6 bulan dan

    kemudian gudang diisi ulang oleh bahan peledak baru.

    Permohonan P2 untuk bahan peledak yang baru dapat dilakukan 1 2

    bulan sebelum masa pakai bahan peledak lama berakhir. Permohonan

    dilayangkan kepada Direktorat Teknik Pertambangan Umum (DTPU), Dirjen

    Sumber Daya Mineral dan Batubara, Departemen Energi dan Sumber Daya

    Mineral yang akan memberikan rekomendasi pembelian bahan peledak baru

    dan ditujukan kepada Kepala Kepolisian Repulik Indonesia. Setelah

    mendapat rekomendasi dari DTPU, berkas permohonan yang dilampiri

    rakomendasi dari DTPU diajukan kepada kepolisian, mulai dari Posek,

    Polres, Polwil, Polda dan terakhir Mabes Polri di Jakarta.

    Setelah mendapat Surat Izin P2 dari Mabes Polri

    (biasanyaditandatangi oleh Direktur Intelijen Polri), maka pembelian bahan

    peledak baru ke PT. Dahana atau produsen bahan peledak lainnya dapat

    dilakukan.

  • Teknik Peledakan

    26 | P a g e

    (2) PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN PELEDAK

    Untuk menghitung jumlah bahan peledak, baik untuk sekali peledakan

    maupun yang ditimbun dalam gudang selama 6 bulan, perlu diketahui

    terlebih dahulu target produksi peledakan yang ditentukan oleh perusahaan.

    Cara menghitungnya dapat diterapkan salah satu atau kombinasi dari

    ketentuan yang telah diuraikan dalam bab Geometri Peledakan. Untuk contoh

    berikut digunakan cara dari C.J. Konya yang dikombinasikan dengan cara

    lain.

    Contoh :

    Untuk mencapai target produksi batubara 2 juta ton per tahun perlu

    dikupas overburden (o/b) sebanyak 7 juta bcm (karena Stripping Ratio

    = 3 : 1) . Densitas o/b hasil pengujian rata-rata 2,5 ton/m3 dan bahan

    peledak yang akan digunakan adalah ANFO dengan densitas 0,85

    gr/cc. Alat bor yang dimiliki Tamrock type Drilltech D25K yang mampu

    membuat lubang berdiameter 4 - 6 inci. Fragmentasi hasil peledak

    harus baik, artinya sesuai dengan dimensi bucket alat muat, airblast,

    flyrock dan getaran kurang. Alat muat mampu menjangkau sampai 12

    m. Tahapan perhitungan sebagai berikut:

    a) Target produksi = 7 juta bcm/12 = 584.000 bcm/bulan. Perlu diingat

    bahwa yang dimaksud produksi adalah o/b yang harus dibuang.

    Apabila peledakan dilakukan setiap hari dengan hari kerja rata-rata

    per bulan 30 hari, maka

    Produksi per peledakan= 584.000 bcm/30 = 19.470 bcm/peledakan

    b) H/B = 3; apabila H efektif = 12 m 36 ft, maka B = 36/3 = 12 ft.

    Dengan menggunakan rumus diperoleh

  • Teknik Peledakan

    27 | P a g e

    c) Parameter geometri peledakan lainnya dihitung sbb:

    T = B = 12 ft 4 m ; T= 4 m

    J = 0,3B = 0,3 x 12 = 4 ft 1 m ; J = 1 m

    L = H + J = 12 + 1 = 13 m ; L = 13 m

    PC = L T = 13 4 = 11 m ; PC = 11 m

    Spasi ditentukan dengan mempertimbangkan sekuen peledakan, H

    dan B dan hasilnya adalah:

    H = 12; B = 4 dan 4B = 16; karena H < 4B, maka

    S = 5 m

    d) Jumlah lubang ledak yang harus dibuat:

    Vl = B x S x H = 4 x 5 x 12 = 240 bcm/lub.

    e) Cara cepat untuk menentukan jumlah bahan peledak adalah dengan

    memanfaatkan Loading Density pada Tabel 3.

    Untuk diameter 5,5 inci dan densitas bahan peledak 0,85 gr/cc

    diperoleh Loading Density = 13,08 kg/m.

    Jumlah bahan peledak diperlukan:

    o Untuk PC =11 m/lub, maka bahan peledak = 11 x 13,08 =

    143,88 kg/lub.

    o Dengan n = 139 lubang, jadi total bahan peledak (We):

    We = 81 x 143,88 = 11.654,28 kg/peledakan

    o Kebutuhan bahan peledak selama 6 bulan:

    We 6 bln = 6 x 30 x 11654,28 = 2.097.770,4 kg/6 bulan.

    f) Powder Factor

  • Teknik Peledakan

    28 | P a g e

    Dari pengalaman dalam operasi rutin (bukan tahap development)

    diperoleh bahwa PF yang ekonomis berkisar antara 0,2 0,3

    kg/bcm, jadi PF di atas terlalu besar dan mengakibatkan pemborosan

    bahan peledak serta biaya peledakan. PF di atas dapat dikurangi

    dengan memodifikasi geometri peledakan, terutama spasi dan

    burden. Yang menjadi patokan keberhasilan peledakan pada

    akhirnya adalah ukuran fragmentasinya yang harus sesuai dengan

    proses selanjutnya, antara lain ukuran mangkok (bucket) alat muat

    atau sebagai umpan crusher.

    g) Misalnya dilakukan modifikasi terhadap S, B dan penghematan

    bahan peledak menjadi b sebagai berikut :

    Vl = B x S x H = 5 x 7 x 12 = 420 bcm/lub.

    Dengan n = 46 lubang, jadi total bahan peledak (We):

    o We = 46 x 140 = 6440 kg/peledakan

    o Kebutuhan bahan peledak selama 6 bulan:

    We 6 bln = 6 x 30 x 6440 = 1.159.200 kg/6 bulan.

    h)

    (3) JUMLAH PERLENGKAPAN PELEDAKAN

    Disamping bahan peledak utama; misalnya ANFO, heavy-ANFO,

    emulsi, dan watergel (slurry), perlu dihitung juga jumlah perlengkapan

    peledakan lainnya. Perlengkapan peledakan adalah bahan-bahan yang

    diperlukan dalam sistem peledakan dan sifatnya habis pakai (hanya dipakai

    sekali peledakan saja). Jenis perlengkapan peledakan tergantung pada sistem

  • Teknik Peledakan

    29 | P a g e

    peledakan yang diterapkan, apakah peledakan menggunakan detonator biasa,

    detonator listrik, nonel, detonating cord atau kombinasinya. Paling tidak

    perlengkapan peledakan pokok yang diperlukan seperti diuraikan dibawah

    ini.

    a) Bila menggunakan detonator biasa

    Primer (booster + detonator biasa) sebanyak lubang yang akan

    diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang

    ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.

    Panjang sumbu api (safety fuse) sesuai keperluan.

    Plastic Igniter Cord (PIC) dan konektornya. PIC ada dua jenis, yaitu (1)

    Fast PIC dengan kecepatan rambat sekitar 30 cm/detik pasangannya

    adalah Bean Connector dan (2) Slow PIC dengan kecepatan rambat hanya

    3 cm/detik dengan pasangan Slotted Connectors.

    b) Bila menggunakan detonator listrik

    Primer (booster + detonator listrik) minimal sebanyak lubang yang

    akan diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang

    ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.

    Panjang kabel sambungan, yaitu connecting wire.

    c) Bila menggunakan detonator nonel

    Primer (booster + detonator nonel) minimal sebanyak lubang yang

    akan diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang

    ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.

    Trunkline delay untuk sistem tunda di permukaan (surface delay).

    Lead-in-line tube atau sebuah detonator listrik atau detonator biasa

  • Teknik Peledakan

    30 | P a g e

    d) Bila menggunakan detonating cord

    Primer (booster + detonating cord) sebanyak lubang yang akan

    diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang

    ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.

    Panjang sumbu ledak (detonating cord) sesuai keperluan.

    Sebuah detonator listrik, biasa atau nonel (salah satu saja) digunakan

    sebagai pemicu ledak detonating cord.

  • Teknik Peledakan

    31 | P a g e

    Daftar Pustaka

    1. Ash, R.L., Design of Blasting Round, Surface Mining, B.A. Kennedy,

    Editor, Society for Mining, Metallurgy, and Exploration, Inc, 1990, pp.

    565 - 584.

    2. , Handbook of Blasting Tables, ICI Explosives Australia Operations Pty

    Ltd, Sydney, 1989, 36 pp.

    3. Jimeno, C. L., cs, Drilling and Blasting of Rocks, A.A. Balkema,

    Nederlands, 1987, pp. 191 216 4. Konya, C.J dan Walter, E.J, Surface

    Blast Design, Prentice Hall, New Jersey, U.S.A, pp. 105 217

    5. Langefors, U. dan Kihlstrom, B., The Modern Technique of Rock Blasting,

    John Wiley & Sons, Sydney, 1978, pp. 117 - 178.

    6. , Surface Shot Design and Shot Calculations, Atlas Powder Company,

    Texas, U.S.A, 18 pp.

    7. Naapuri, Jukka Surface Drilling And Blasting, Tamrock, 1987.

    8. Olofsson, Stig O, Applied Explosives Technology For Construction And

    Mining, Applied Explosives Technology, 1988, Sweden.