mutlaq

9
NAMA : SHINTA ARI HERDIANA NIM : 1001120553 MATA KULIAH : USHUL FIQH MUTLAQ DAN MUQAYYAD PENGERTIAN MUTLAQ Mutlaq secara bahasa artinya tidak terikat, kebalikan muqayyad. Secara istilah mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrad di dalamnya. Contoh firman Allah berikut ini : : ادلة ج م لا( اَ ّ اسَ مَ تَ يْ نَ اِ لْ بَ قْ نِ مٍ ! ةَ بَ قَ رُ ر يِ رْ حَ تَ - ق واُ ل اَ ا قَ مِ لَ ونُ ودُ عَ يَ ّ مُ 6 ثْ مِ هِ اَ سِ- نْ نِ مَ ونُ رِ ه اَ = ظُ يَ ن يِ - ذَ ّ الَ و3 ) “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.” Lafadz “raqabah” (hamba sahaya) termasuk lafadz mutlaq yang mencakup semua jenis raqabah(hamba sahaya) tanpa diikat atau dibatasi sesuatu yang lain. Maksudnya bisa mencakup raqabah laki-laki atau perempuan, beriman atau tidak beriman. Jika dilihat dari segi cakupannya, maka lafadz mutlaqadalah sama dengan lafadz ‘am. Namun keduanya tetap memiliki perbedaan yang prinsip, yaitu lafadz‘am mempunyai sifat syumuli (melingkupi) atau kulli (keseluruhan) yang berlaku atas satuan- satuan, sedangkan keumuman dalam lafadz mutlaq bersifat badali (pengganti) dari keseluruhan dan 1

Upload: shinta-herdiana

Post on 11-Jun-2015

312 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mutlaq

NAMA : SHINTA ARI HERDIANA

NIM : 1001120553

MATA KULIAH : USHUL FIQH

MUTLAQ DAN MUQAYYAD

PENGERTIAN MUTLAQ

Mutlaq secara bahasa artinya tidak terikat, kebalikan muqayyad. Secara istilah

mutlaq adalah lafadz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrad di

dalamnya. Contoh firman Allah berikut ini :

: المجادلة ) ا ماس� ت ي ن أ ل� قب م�ن ة� قب ر ح ر�ير� فت �وا قال �ما ل ع�ود�ون ي �م� ث �ه�م ائ �س ن م�ن ون �ظاه�ر� ي �ذ�ين (3وال

“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa

yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua

suami isteri itu bercampur.”

Lafadz “raqabah” )hamba sahaya( termasuk lafadz mutlaq yang mencakup semua

jenis raqabah)hamba sahaya( tanpa diikat atau dibatasi sesuatu yang lain. Maksudnya bisa

mencakup raqabah laki-laki atau perempuan, beriman atau tidak beriman.  Jika dilihat dari

segi cakupannya, maka lafadz mutlaqadalah sama dengan lafadz ‘am. Namun keduanya tetap

memiliki perbedaan yang prinsip, yaitu lafadz‘am mempunyai sifat syumuli )melingkupi(

atau kulli )keseluruhan( yang berlaku atas satuan-satuan, sedangkan keumuman dalam

lafadz mutlaq bersifat badali )pengganti( dari keseluruhan dan tidak berlaku atas satuan-

satuan tetapi hanya menggambarkan satuan yang meliputi.

Hukum yang datang dari ayat yang berbentuk mutlaq, harus diamalkan berdasarkan

kemutlaq-annya, sebagaimana contoh ayat 3 surat al-Mujadalah di atas. Dengan demikian

kesimpulan hukumnya adalah bahwa seorang suami yang men-dzihar istrinya kemudian ingin

menarik kembali ucapannya, maka wajib memerdekakan hamba sahaya, baik yang beriman

ataupun yang tidak beriman.

Pengertian Muqayyad

Muqayyad secara bahasa artinya sesuatu yang terikat atau yang diikatkan kepada

sesuatu. Pengertian secara istilah ialah suatu lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu yang

1

Page 2: Mutlaq

terikat dengan suatu seperti sifat. Contohnya ialah lafadz “raqabah mukminah” )hamba

sahaya yang beriman( yang terdapat dalam firman Allah :

  : النساء ) ة� م�ؤ م�ن ة� قب ر ح ر�ير� فت + خطأ +ا م�ؤ م�ن ل قت (93ومن

“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia

memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman”.

Kata “raqabah” )hamba sahaya( dalam ayat ini memakai qayid atau ikatan

yaitu mukminah. Maka ketentuan hukum dari ayat ini ialah siapa pun yang melakukan

pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang tanpa sengaja, maka dikenai denda

atau diyat, yaitu harus memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Oleh karena itu, setiap ayat yang  datang dalam bentuk muqayyad, maka harus diamalkan

berdasarkanqayid yang menyertainya, seperti ayat raqabah di atas.

Membawa Hukum Mutlaq kepada Muqayyad

Apabila nash hukum datang dengan bentuk mutlaq dan pada sisi yang lain dengan

bentukmuqayyad, maka  menurut ulama ushul ada empat kaidah di dalamnya, yaitu:

1. Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan hukum yang ada

dalammuqayyad.   Maka dalam hal ini  hukum yang ditimbulkan oleh ayat

yang mutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada hukum ayat yang

berbentuk muqayyad. Contoh:

a. Ayat mutlaq:

Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan, yaitu:  

: المائدة ) ز�ير� ن خ� ال ح م� ول والد�م� ة� ت مي ال �م� ك ي عل مت (3ح�ر9

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah  daging babi...”

Ayat ini menerangkan bahwa darah yang diharamkan ialah meliputi semua darah

tanpa terkecuali, karena lafadz “dam” )darah( bentuknya mutlaq tidak diikat oleh sifat

atau hal-hal lain yang  mengikatnya.

Adapun sebab ayat ini ialah “dam” )darah( yang di dalamnya mengandung hal-

hal bahaya bagi siapa yang memakannya, sedangkan hukumnya adalah haram. 

2

Page 3: Mutlaq

b. Ayat Muqayyad:

Surat al-An’am ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam” )darah( yang

diharamkan.

: األنعام ) ف�وح+ا مس دم+ا و أ ة+ ت مي �ون ك ي ن أ �ال� إ ط عم�ه� ي � طاع�م على م+ا م�حر� �لي� إ �وح�ي أ ما ف�ي ج�د�

أ ال ق�ل

145)

 “Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu,

sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau

makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir”.

Lafadz “dam” )darah( dalam ayat di atas  berbentuk muqayyad, karena diikuti

olehqarinah atau qayid yaitu  lafadz “masfuhan” )mengalir(.  Oleh karena itu  darah

yang diharamkan  menurut ayat ini ialah  “dam-an masfuhan” )darah  yang mengalir(.

Sebab dan hukum antara ayat al-An’am ayat 145 ini  dengan  surat al-Maidah

ayat 3 adalah sama yaitu masalah darah yang diharamkan.

Berdasarkan kaidah bahwa “Apabila sebab dan hukum yang terdapat dalam

ayat yang mutlak sama dengan sebab dan hukum yang terdapat pada ayat yang

muqayyad, maka pelaksanaan hukumnya ialah yang mutlak dibawa atau ditarik

kepada muqayyad.” Dengan demikian hukum yang terdapat dalam ayat 3 surat al-

Maidah yakni darah yang diharamkan  harus dipahami darah yang mengalir

sebagaimana surat al-An’am ayat 145.

2. Jika sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum keduanya berbeda,

maka dalam hal ini yang mutlaq tidak bisa ditarik kepada muqayyad. Contoh:

a. Ayat mutlaq :

Surat al-Maidah ayat 6 tentang tayammum, yaitu:

.... : (.... المائدة ه� م�ن �م د�يك ي وأ �م �و�ج�وه�ك ب ح�وا فام س +ا 9ب طي صع�يد+ا م�م�وا ي (6فت

“Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu

dan tanganmu dengan tanah...”

Lafadz “yad” )tangan( dalam ayat di atas berbentuk mutlaq karena tidak ada

lafadz lain yang mengikat lafadz “yad” )tangan(. Dengan demikian kesimpulan

dari ayat ini ialahkeharusan menyapukan tanah ke muka dan kedua tangan, baik itu

3

Page 4: Mutlaq

hingga pergelangan tangan atau sampai siku, tidak ada masalah. Kecuali jika di

sana ada dalil lain seperti hadits yang menerangkan tata cara tayammum oleh Nabi

yang memberikan contoh mengusap tangan hanya sampai pergelangan tangan.

b. Ayat Muqayyad:

Surat al-Maidah ayat 6 tentang wudhu’, yaitu:

اف�ق� مر ال �لى إ �م ك د�ي ي وأ �م و�ج�وهك �وا ل فاغ س� ة� الص�ال �لى إ �م ق�م ت �ذا إ �وا آمن �ذ�ين ال Lها ي أ ا :  ي (6المائدة...)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,

Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku...”

Lafadz “yad” )tangan( dalam ayat ini berbentuk muqayyad karena ada lafadz

yang mengikatnya yaitu “ilal marafiqi” )sampai dengan siku(. Maka berdasarkan ayat

tersebut mencuci tangan harus sampai siku.

Sebab dari ayat di atas adalah sama dengan ayat mutlaq yang sebelumnya

yaitu keharusan bersuci untuk mendirikan shalat, akan tetapi hukumnya

berbeda. Ayat mutlaq sebelumnya menerangkan keharusan menyapu dengan tanah,

sedang ayat muqayyadmenerangkan keharusan mencuci dengan air. Maka ketentuan

hukum yang ada pada ayatmutlaq tidak bisa ditarik kepada yang muqayyad.

Artinya, ketentuan menyapu tangan dengan tanah tidak bisa dipahami sampai siku,

sebagaimana ketentuan wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan sampai

siku. Dengan demikian ayat mutlaq danmuqayyad berjalan sesuai dengan ketentuan

hukumnya sendiri-sendiri tidak bisa dijadikan satu.

3. Jika sebab yang ada pada mutlaq dan muqayyad berbeda, tetapi hukum keduanya sama,

maka yang mutlaq tidak bisa dipahami dan diamalkan sebagaimana

yang muqayyad. Contoh:

a. Mutlaq

Surat al-Mujadalah ayat 3 tentang kafarah dzihar yang dilakukan seorang

suami kepada istrinya.

: المجادلة ...) ا ماس� ت ي ن أ ل� قب م�ن ة� قب ر ح ر�ير� فت �وا قال �ما ل ع�ود�ون ي �م� ث �ه�م ائ �س ن م�ن ون �ظاه�ر� ي �ذ�ين وال

3)

4

Page 5: Mutlaq

“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak

menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan

seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.”

Lafadz “raqabah” )hamba sahaya( dalam masalah dzihar ini

berbentuk mutlaqkarena tidak ada lafadz yang mengikatnya. Sehingga seorang suami

yang sudah terlanjur men-dzihar istrinya dan ingin ditarik ucapannya, maka sebelum

mencampurinya harus memerdekan hamba sahaya atau budak, baik yang beriman

ataupun yang tidak.

b. Muqayyad

Surat an-Nisa’ ayat 92 tentang kafarah qatl )pembunuhan(  yang tidak sengaja, yaitu :

: النساء ) ة� م�ؤ م�ن ة� قب ر ح ر�ير� فت + خطأ +ا م�ؤ م�ن ل قت (92ومن

“dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia

memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.”

Lafadz “raqabah” )hamba sahaya( dalam ayat ini

berbentuk muqayyad dengan diikat lafadz “mukminah” )beriman(, maka hukumnya

ialah keharusan untuk memerdekakan hamba sahaya yang beriman.  Karena sebabnya

berbeda, satu masalah kafarah dzihar dan yang lain kafarah qatl, walaupun hukumnya

sama-sama memerdekakan hamba sahaya, namun tetap diamalkan sesuai dengan

ketentuannya masing-masing. Ayat mutlaq berjalan berdasarkan kemutlaq-annya,

sedang yangmuqayyad berjalan berdasarkan kemuqayyadannya.

4. Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan hukum yang

ada padamuqayyad, maka yang mutlak tidak bisa dipahami dan diamalkan sebagaimana

yangmuqayyad. Contoh:

a. Mutlaq

Masalah had pencurian yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 38 yang berbunyi :

�ه� الل م�ن اال+ ك ن ا ب س ك �ما ب اء+ جز ه�ما د�ي ي أ فاق طع�وا ار�قة� والس� ار�ق� : والس� (38المائدة)

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan

dari Allah.”

5

Page 6: Mutlaq

Lafadz “yad” dalam ayat di atas berbentuk mutlaq, yakni keharusan

memotong tangan tanpa diberi batasan sampai daerah mana dari tangan yang harus

dipotong.

b. Muqayyad

Masalah wudhu’ yang dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 6, yaitu:

: المائدة ) اف�ق� مر ال �لى إ �م ك د�ي ي وأ �م و�ج�وهك �وا ل فاغ س� ة� الص�ال �لى إ �م ق�م ت �ذا إ �وا آمن �ذ�ين ال Lها ي أ ا (6ي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,

maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku.”

Lafadz “yad” dalam ayat wudhu’ ini berbentuk muqayyad karena diikat

dengan lafadz “ilal marafiqi” )sampai dengan siku(. Ketentuannya hukumnya adalah

kewajiban mencuci tangan sampai siku.

Dari dua ayat di atas terdapat lafadz yang sama yaitu lafadz “yad”. Ayat

pertama  berbentukmutlaq, sedangkan yang kedua berbentuk muqayyad. Keduanya

mempunyai sebab dan hukum yang berbeda. Yang mutlaq berkenaan dengan

pencurian yang hukumannya harus potong tangan. Sedangkan

yang muqayyad berkenaan masalah wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan

sampai siku. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang mutlaq tidak bisa dipahami

menurut yang muqayyad.

  

6