narasi bid. sosial dan budaya
DESCRIPTION
SecretTRANSCRIPT
-
BAB VIII
PEMBANGUNAN SOSIAL DAN BUDAYA
A. UMUM
Sesuai dengan Propenas 20002004, pembangunan sosial dan budaya merupakan bagian integral dari prioritas pembangunan
nasional keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat,
meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Prioritas pembangunan ini dilaksanakan melalui pembangunan bidang
agama, bidang pendidikan, serta bidang sosial dan budaya.
Tujuan pembangunan di bidang sosial dan budaya adalah untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya
kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi
perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Sasaran umum
yang akan dicapai adalah meningkatnya usia harapan hidup,
menurunnya laju pertumbuhan penduduk, menurunnya angka
kelahiran total, menurunnya angka kematian kasar, meningkatnya
ketahanan sosial dan budaya, meningkatnya kedudukan dan peranan
perempuan, meningkatnya partisipasi aktif pemuda, serta
meningkatnya pembudayaan dan prestasi olahraga. Untuk mencapai
tujuan dan sasaran tersebut, telah dilaksanakan berbagai kebijakan dan
program-program pembangunan di bidang sosial dan budaya, yang
-
VIII 2
meliputi bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, termasuk
kependudukan dan keluarga berencana; kebudayaan; kedudukan dan
peranan perempuan; serta pemuda dan olah raga.
Secara garis besar arah kebijakan pembangunan sosial dan
budaya adalah sebagai berikut.
Di bidang kesehatan adalah peningkatan mutu sumber daya
manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan
paradigma sehat, serta peningkatan mutu lembaga dan pelayanan
kesehatan.
Di bidang kesejahteraan sosial meliputi pengembangan
ketahanan sosial, peningkatan apresiasi terhadap penduduk lanjut usia
dan veteran, peningkatan kepedulian terhadap penyandang masalah
sosial, serta peningkatan aksesibilitas fisik dan nonfisik bagi
penyandang cacat.
Di bidang kependudukan dan keluarga berencana yaitu:
peningkatan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,
penurunan angka kematian, peningkatan kualitas program keluarga
berencana serta pengembangan dan keserasian kebijakan
kependudukan dengan memperhatikan aspek kependudukan dan
lingkungan sebagai sentral pembangunan.
Di bidang kebudayaan dan pariwisata adalah pengembangan
dan pembinaan kebudayaan nasional, perumusan nilai-nilai budaya
Indonesia, pengembangan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya,
pengembangan kebebasan berkreasi dalam berkesenian,
pengembangan dunia perfilman Indonesia, pelestarian apresiasi nilai
kesenian dan kebudayaan tradisional, perwujudan kesenian dan
kebudayaan tradisional Indonesia sebagai wahana pengembangan
pariwisata, dan pengembangan pariwisata dengan pendekatan sistem
yang utuh berdasarkan pemberdayaan masyarakat.
Di bidang kedudukan dan peranan perempuan meliputi:
peningkatan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan
-
VIII 3
berbangsa dan bernegara, dan peningkatan kualitas peran dan
kemandirian organisasi perempuan.
Di bidang pemuda dan olahraga meliputi: penumbuhan budaya
olahraga, peningkatan usaha pembibitan dan pembinaan olahraga
prestasi, pengembangan iklim kondusif bagi pengembangan generasi
muda, pengembangan minat dan semangat kewirausahaan di kalangan
generasi muda, dan pelindungan bagi generasi muda dari narkoba.
Sementara itu, hasil-hasil yang dicapai, permasalahan dan
tantangan, serta rencana tindak lanjut pembangunan sosial dan budaya
dapat diuraikan sebagai berikut.
Dalam pembangunan bidang kesehatan, hasil pelaksanaan
pembangunan kesehatan antara lain dapat dilihat dari status kesehatan
dan gizi masyarakat serta pola penyakit. Status kesehatan dan gizi
masyarakat antara lain dapat dinilai melalui berbagai indikator
kesehatan seperti angka kematian bayi, angka kematian balita, angka
kematian ibu melahirkan, usia harapan hidup, dan keadaan gizi
masyarakat. Angka kematian bayi (AKB) telah menurun dari 46 per
1.000 kelahiran hidup (SDKI 1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran
hidup (SDKI 2003). Angka kematian balita menurun dari 79 per 1.000
kelahiran hidup (SDKI 1997) menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup
(SDKI 2003). Sementara itu angka kematian ibu melahirkan (AKI)
mengalami penurunan dari 334 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI
1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2003). Sejalan
dengan penurunan angka kematian bayi, usia harapan hidup
meningkat dari 63 tahun (1990) menjadi 66 tahun (2002-2003),
sementara itu, angka kurang gizi pada balita telah menurun dari
sekitar 30 persen (1998) menjadi 27,5 persen (2003).
Hasil pelaksanaan program pembangunan kesehatan pada tahun
2003 berdasarkan indikator kinerja Propenas antara lain adalah: (1)
cakupan universal child immunization (UCI) di tingkat desa mencapai
80 persen; (2) angka kesembuhan penyakit tuberkulosis (TB) paru
mencapai sekitar 85 persen; (3) cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan sekitar 70 persen; (4) cakupan pelayanan antenatal,
postnatal dan neonatal sekitar 80 persen; (5) persentase keluarga yang
-
VIII 4
mengkonsumsi garam beryodium dengan cukup sebesar 78,5 persen;
(6) keluarga yang menggunakan air bersih di perkotaan dan perdesaan
mencapai 80 persen; dan (7) keluarga yang menggunakan jamban
yang memenuhi syarat kesehatan di perkotaan dan perdesaan
mencapai 68 persen.
Pencapaian kondisi kesehatan seperti dijelaskan di atas antara lain
dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas
pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga
kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan.
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi antara lain adalah
pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan oleh fasilitas
kesehatan yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat,
terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Selain itu sistem
rujukan pelayanan kesehatan perorangan di rumah sakit belum dapat
berjalan dengan optimal. Ketersediaan, mutu, keamanan obat dan
perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum dapat
dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu obat asli
Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik
meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Dalam hal pengawasan
terhadap keamanan dan mutu obat dan makanan permasalahan yang
dihadapi antara lain adalah lemahnya dukungan peraturan perundang-
undangan, kemampuan sumber daya manusia, standardisasi, penilaian
hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik,
produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.
Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada
hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Dalam hal
pendanaan, pembiayaan kesehatan per kapita di Indonesia terendah di
antara negara ASEAN. Dalam aspek manajemen pembangunan
kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan,
permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya sinkronisasi kegiatan
antara pusat dan daerah, peningkatan kapasitas sumber daya manusia
(SDM) daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem
informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan
serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
-
VIII 5
Rencana tindak lanjut pembangunan kesehatan yang akan
ditempuh antara lain: (1) meningkatkan upaya promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan; (2)
meningkatkan upaya pemeliharaan, perlindungan/keselamatan,
peningkatan kesehatan dalam rangka peningkatan status kesehatan dan
status gizi terutama keluarga miskin dan kelompok rentan; (3)
meningkatkan upaya pencegahan dan penyembuhan penyakit; (4)
meningkatkan upaya lingkungan sehat di kawasan pariwisata, industri,
perumahan dan permukiman serta perbaikan sarana sanitasi dasar
untuk permukiman kumuh dan keluarga miskin; (5) meningkatkan
kualitas, keterjangkauan, dan pemerataan pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama bagi
keluarga miskin, kelompok rentan dan penduduk di daerah terpencil,
perbatasan dan rawan bencana/konflik; (6) meningkatkan upaya dan
kecepatan penanggulangan masalah kesehatan akibat terjadinya
wabah, Kejadian Luar Biasa (KLB), konflik dan bencana; (7)
meningkatkan upaya pemerataan dan profesionalisme sumber daya
manusia kesehatan; (8) meningkatkan upaya percepatan pelaksanaan
desentralisasi bidang kesehatan serta peningkatan manajemen
pembangunan kesehatan; (9) meningkatkan perumusan
kebijakan/program pembangunan kesehatan berdasarkan hasil
penelitian dan pengembangan kesehatan; (10) meningkatkan upaya
penyediaan dan pemanfaatan obat esensial; (11) menjamin mutu,
keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk terapetik/obat, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, dan produk pangan yang
beredar; dan (12) melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen,
sekaligus untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia di bidang
farmasi, obat bahan alam, kosmetika dan makanan.
Dalam pembangunan kesejahteraan sosial, selama kurun
waktu empat tahun ini telah dilakukan berbagai upaya perbaikan
kesejahteraan sosial bagi para penyandang masalah kesejahteraan
sosial (PMKS). Dalam hal pemberdayaan keluarga miskin, sekitar
371,1 ribu KK miskin, termasuk perempuan rawan sosial ekonomi dan
Komunitas Adat Terpencil (KAT), telah mendapatkan bimbingan
sosial, motivasi, dan bimbingan usaha disertai dengan pemberian
modal usaha. Sekitar 9,3 ribu KK miskin di lingkungan kumuh
perkotaan telah mendapatkan bantuan bahan bangunan rumah dan
-
VIII 6
peralatan guna perbaikan rumah. Penanggulangan masalah pengungsi
juga telah berhasil dilaksanakan melalui pemberian bantuan tanggap
darurat dan pemulangan pengungsi ke tempat asal semula, ataupun
relokasi bagi yang tidak dapat kembali. Penanganan anak terlantar
termasuk anak jalanan juga telah diupayakan melalui upaya
pemberdayaan. Hingga 2003, sekitar 192,4 ribu anak terlantar dan
142,3 ribu anak jalanan telah mendapatkan pelayanan pemberdayaan
sosial. Pelayanan rehabilitasi juga telah diberikan bagi penyandang
cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, wanita tuna
susila, gelandangan, pengemis, dan bekas narapidana. Selain itu,
sekitar 30 ribu lanjut usia telah menerima santunan sosial.
Sedangkan permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi
dalam pencapaian indikator kinerja pembangunan kesejahteraan sosial
antara lain adalah sulitnya memprediksi waktu kejadian bencana alam
maupun bencana sosial, data mengenai bencana juga masih belum
akurat dan tidak tepat waktu (up-to-date). Di samping itu, sarana dan
prasarana bagi penyelenggaraan kegiatan pelayanan, rehabilitasi, dan
re-integrasi masih jauh dari memadai, serta masih sangat terbatasnya
jumlah SDM di bidang kesejahteraan sosial yang profesional. Selain
itu, beragamnya indikator dan kriteria penyandang masalah
kesejahteraan sosial juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan
program kesejahteraan sosial, terutama dalam penentuan sasaran,
monitoring dan evaluasi kinerja.
Tindak lanjut yang diperlukan di antaranya adalah: meningkatkan
jangkauan dan kemampuan pelaku pembangunan kesejahteraan sosial
dari unsur masyarakat sebagai sumber dan potensi kesejahteraan sosial;
meningkatkan intensitas sosialisasi ke daerah dan semua pihak terkait
dalam pembangunan kesejahteraan sosial; meningkatkan sistem
pendataan dan pelaporan, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan
menyusun standardisasi pembangunan dan pelayanan sosial termasuk
standardisasi kelembagaan Unit Pelaksana Teknis (Panti, Pusat
Rehabilitasi, dan Balai Diklat).
Dalam pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana, jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus
meningkat meskipun laju pertumbuhannya semakin menurun.
-
VIII 7
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah
penduduk Indonesia sebesar 179,4 juta jiwa dan 206,2 juta jiwa,
dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49 persen pada periode
1990-2000, atau lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode
1980-1990 (1,97 persen). Keberhasilan dalam pengendalian
pertumbuhan penduduk ditunjukkan dengan menurunnya tingkat
kelahiran yang cukup bermakna. Pada tahun 1997, angka kelahiran
total (TFR) diperkirakan 2,8 anak per wanita usia reproduksi, dan
telah turun menjadi 2,6 anak pada tahun 2002 (Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia-SDKI, 2002). Penurunan TFR ini antara lain
merupakan akibat dari meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi
(prevalensi) pada pasangan usia subur. Angka prevalensi 57 persen
pada tahun 1997, telah meningkat menjadi 60 persen pada tahun 2002
(SDKI 2002-03). Guna penataan dan pengembangan sistem informasi
administrasi kependudukan, telah dilakukan ujicoba di 13
Kabupaten/Kota di 6 propinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Bali, dan Sulawesi Utara). Di samping itu, telah disusun
dukungan peraturan perundang-undangan berupa penyusunan RUU
Administrasi Kependudukan dan naskah akademis perlindungan data
pribadi penduduk.
Permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi di bidang
kependudukan dan keluarga berencana antara lain adalah masih
tingginya kenaikan jumlah penduduk secara absolut. Meskipun telah
terjadi penurunan fertilitas yang cukup bermakna, namun secara
absolut pertambahan penduduk Indonesia meningkat sekitar 3 sampai
4 juta jiwa per tahun. Apabila penanganan masalah kependudukan
tersebut tidak ditangani dengan baik, maka dapat berakibat pada
semakin beratnya upaya pemenuhan pelayanan sosial dasar penduduk.
Demikian pula, menurunnya tingkat kelahiran telah membawa
perubahan pada struktur penduduk menurut kelompok umur. Proporsi
penduduk usia muda telah menurun, penduduk usia produktif
meningkat, dan penduduk usia lanjut juga meningkat. Sebagai
dampaknya, rasio beban ketergantungan menurun dan struktur
penduduk Indonesia cenderung semakin menua. Sementara itu, tertib
administrasi kependudukan belum dilaksanakan secara menyeluruh.
-
VIII 8
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: meningkatkan
hasil dari pelaksanaan pemberdayaan keluarga melalui pembinaan
usaha ekonomi produktif keluarga; peningkatan kualitas dan kuantitas
kegiatan advokasi, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan
konseling; meningkatkan akses dan kualitas pelayanan; peningkatan
partisipasi pria dalam ber KB serta peningkatan partisipasi dan
kemandirian masyarakat agar program dapat dilaksanakan secara lebih
efektif dan efisien, mempercepat terbitnya UU Administrasi
Kependudukan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat melalui
sosialisasi dan advokasi dalam bidang administrasi informasi
kependudukan.
Dalam pembangunan kebudayaan, hasil yang dicapai program
pelestarian dan pengembangan kebudayaan antara lain: (1)
penyelenggaraan temu budaya dan dialog budaya; (2) penyebarluasan
informasi budaya; (3) penulisan sejarah Indonesia; (4)
penyelenggaraan festival seni pertunjukan; (5) pengiriman misi
kesenian ke luar negeri; (6) pemugaran dan pemeliharaan Benda
Cagar Budaya; (7) pembangunan lanjutan Museum Nasional; (8)
bantuan kepada organisasi/lembaga seni dan budaya; (9) pembinaan
perfilman nasional; (10) preservasi dan alih media pustaka langka; dan
(11) pengembangan minat baca masyarakat.
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan
kebudayaan adalah ketahanan budaya yang masih rentan, antara lain
ditinjau dari disorientasi tata nilai, keterbatasan sikap kritis terhadap
nilai budaya, krisis identitas, dan lemahnya kemampuan dalam
mengelola keragaman budaya. Rapuhnya ketahanan budaya dapat
mengancam integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sementara itu, globalisasi telah mengakibatkan masuknya
arus informasi yang sangat beragam dan nyaris tanpa batas
dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap budaya bangsa menjadi
semakin rentan.
Untuk menjawab permasalahan dan tantangan tersebut, kebijakan
pembangunan kebudayaan diarahkan pada upaya sebagai berikut: (1)
mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia
yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional
-
VIII 9
yang mengandung nilai-nilai universal termasuk kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya
kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa;
(2) merumuskan nilai-nilai kebudayaan Indonesia, sehingga mampu
memberikan rujukan sistem nilai terhadap totalitas perilaku kehidupan
ekonomi, politik, hukum dan kegiatan kebudayaan dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas
berbudaya masyarakat; (3) mengembangkan sikap kritis terhadap
nilai-nilai budaya dalam rangka memilah-milah nilai budaya yang
positif dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan bangsa
di masa depan; (4) mengembangkan kebebasan berkreasi dalam
berkesenian untuk mencapai sasaran sebagai pemberi inspirasi bagi
kepekaan rasa terhadap totalitas kehidupan dengan tetap mengacu
pada etika, moral, estetika dan agama, serta memberikan perlindungan
dan penghargaan terhadap hak cipta dan royalti bagi pelaku seni dan
budaya; (5) mengembangkan dunia perfilman Indonesia secara sehat
sebagai media kreatif yang memuat keberagaman jenis kesenian untuk
meningkatkan moralitas agama serta kecerdasan bangsa, pembentukan
opini publik yang positif dan peningkatan nilai tambah secara
ekonomi; (6) melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan
tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra
kesenian untuk merangsang berkembangnya kesenian nasional yang
lebih kreatif dan inovatif, sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan
nasional; dan (7) menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional
Indonesia sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata nasional
dan mempromosikannya ke luar negeri secara konsisten sehingga
dapat menjadi wahana persahabatan antarbangsa.
Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, hasil-hasil
utama yang dicapai sampai dengan tahun 2004 antara lain adalah
pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) pada 38 program
pembangunan nasional sehingga menjadi responsif gender. Program-
program tersebut meliputi pembangunan hukum, ekonomi
(ketenagakerjaan, pertanian, dan koperasi dan usaha kecil menengah),
politik, pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, kesejahteraan
sosial, dan lingkungan hidup, serta pengembangan kegiatan khusus
untuk peningkatan kualitas hidup perempuan.
-
VIII 10
Permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam
pembangunan pemberdayaan perempuan adalah nilai sosial budaya
masyarakat yang masih bersifat patriarkhi, dan keterbatasan data
terpilah menurut jenis kelamin, sehingga menyebabkan tidak
teridentifikasinya permasalahan dan kebutuhan yang dihadapi laki-laki
dan perempuan secara tepat pada setiap bidang dan program
pembangunan.
Tindak lanjut yang diperlukan dalam menghadapi permasalahan
dan tantangan tersebut antara lain adalah melakukan pengarusutamaan
gender pada semua bidang dan program pembangunan baik di tingkat
nasional maupun di tingkat daerah, termasuk meningkatkan
pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan gender, dan
mengembangkan data terpilah menurut jenis kelamin.
Dalam pembangunan olahraga, hasil-hasil utama yang telah
dicapai adalah terumuskannya konsep kebijakan yang mendukung
perkembangan olahraga nasional dan pedoman mekanisme pembinaan
olahraga dan kesegaran jasmani; dan tersusunnya Rancangan Undang-
Undang Olahraga untuk mendukung perkembangan olahraga nasional,
dan tersusunnya Sport Development Index (SDI). Selain itu, untuk
meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga telah
dilaksanakan pembinaan olahraga di kalangan pelajar termasuk pelajar
penyandang cacat, organisasi olahraga dan masyarakat; dan
meningkatnya jumlah pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga
yang mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan standar
kompetensi; serta meningkatnya jumlah dan mutu bibit olahragawan.
Selanjutnya, untuk meningkatkan prestasi olahraga termasuk olahraga
bagi penyandang cacat telah berhasil ditingkatkan pembinaan peserta
didik dalam cabang olahraga prestasi, dan meningkatnya
penyelenggaraan kompetisi olahraga secara berjenjang dan
berkesinambungan. Sedangkan dalam pembangunan pemuda, hasil-
hasil yang telah dicapai adalah tersusunnya data dan informasi
kepemudaan; meningkatnya kemampuan manajerial usaha muda;
meningkatnya jumlah wirausahawan muda yang mengikuti pelatihan
keterampilan dan manajemen; terlaksananya upaya untuk
meningkatkan peran aktif pemuda dalam penanggulangan narkoba,
HIV/AIDS, kriminalitas termasuk tawuran di kalangan pelajar dan
-
VIII 11
pemuda; dan terlaksananya upaya untuk meningkatkan pemahaman
dan penghormatan terhadap supremasi hukum dan HAM.
Permasalahan dan tantangan program pembangunan pemuda dan
olahraga adalah: lemahnya sumber daya manusia di bidang
pemanduan bakat; lemahnya manajemen olahraga; kurang intensifnya
upaya-upaya pembibitan; menurunnya pembinaan dan kurangnya
penerapan dan pemanfaatan iptek secara tepat dan benar dalam
olahraga; minimnya sarana dan prasarana umum untuk berolahraga
sehingga masyarakat enggan berolahraga; kurangnya kompetisi
olahraga baik dalam skala nasional maupun regional; masih rendahnya
tingkat pendidikan di kalangan pemuda; minimnya ruang-ruang publik
bagi kalangan pemuda untuk mengekspresikan dirinya.
Tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda dan
olahraga adalah: melaksanakan peningkatan kapasitas (capacity
building) di bidang pembangunan olahraga; mengembangkan olahraga
rekreasi, olahraga lanjut usia, olahraga penyandang cacat, dan
olahraga tradisional; melakukan pembinaan olahraga usia dini, kelas
olahraga, klub olahraga pelajar dan mahasiswa, dan kelompok berlatih
olahraga; melakukan bimbingan dan kompetisi olahraga pelajar secara
berjenjang dan teratur dalam rangka menanamkan disiplin, nilai-nilai
sportivitas, dan menggali bakat olahraga; meningkatkan kepedulian
masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya dukungan
pendanaan olahraga terutama olahraga prestasi; meningkatkan
keterampilan dan keahlian tenaga kerja pemuda; mengembangkan
kewirausahaan pemuda; meningkatkan partisipasi lembaga
kepemudaan dalam pembangunan ekonomi; memperluas kesempatan
pemuda terdidik untuk berpartisipasi dalam pembangunan di
pedesaan; mengembangkan jaringan kerjasama pemuda antardaerah,
antarpropinsi dan antarbangsa; meningkatkan peran aktif pemuda
dalam penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba, minuman
keras (miras), penyebaran penyakit HIV/AIDS serta penyakit menular
seksual, dan kriminalitas di kalangan pemuda.
-
VIII 12
B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Pembangunan bidang sosial budaya yang telah dilaksanakan pada
tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dikelompokkan dalam
program pembangunan kesehatan dan kesejahteraan sosial;
kebudayaan dan pariwisata; kedudukan dan peranan perempuan; serta
pemuda dan olahraga dengan uraian sebagai berikut.
1. Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
1.1 Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk: (1) mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang sehat yang mendukung tumbuh kembang
anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sehat,
dan memungkinkan interaksi sosial, serta melindungi masyarakat
dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga
tercapai derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
yang optimal; dan (2) memberdayakan individu, keluarga dan
masyarakat dalam bidang kesehatan untuk memelihara,
meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri dan
lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan
produktif.
Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) tersusunnya kebijakan
dan konsep peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal,
regional dan nasional dengan kesepakatan lintas sektoral tentang
tanggung jawab perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan; (2)
terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, dan
budaya masyarakat dengan memaksimalkan potensi sumberdaya
secara mandiri; (3) meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat untuk memelihara lingkungan sehat; (4)
meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap
air bersih yang memenuhi kualitas bakteriologis dan sanitasi
lingkungan di perkotaan dan perdesaan; (5) tercapainya
-
VIII 13
permukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat
kesehatan di perdesaan dan perkotaan termasuk penanganan
daerah kumuh; (6) terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat-
tempat umum termasuk sarana dan cara pengelolaannya; (7)
terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai
dan kondusif untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung
perilaku hidup sehat; (8) terpenuhinya persyaratan kesehatan di
tempat kerja, perkantoran, dan industri, termasuk bebas radiasi;
(9) terpenuhinya persyaratan kesehatan di seluruh rumah sakit
dan sarana pelayanan kesehatan lain termasuk pengolahan
limbah; (10) terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi
udara oleh industri maupun sarana transportasi; (11) menurunnya
tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja
pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-
produknya untuk keamanan konsumen; (12) meningkatnya
perwujudan kepedulian perilaku hidup bersih dan sehat dalam
kehidupan bermasyarakat; (13) menurunnya prevalensi perokok,
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
(NAPZA), serta meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok, dan
bebas NAPZA di sekolah, tempat kerja dan tempat-tempat umum;
(14) menurunnya angka kematian dan kecacatan akibat
kelahiran/persalinan, kecelakaan dan rudapaksa; (15) menurunnya
prevalensi dan dampak gangguan jiwa masyarakat; (16)
meningkatnya keterlibatan dan tanggung jawab laki-laki dalam
kesehatan keluarga; dan (17) berkembangnya sistem jaringan
dukungan masyarakat, sehingga pada akhirnya, kebutuhan
masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dapat meningkat.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, arah
kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1)
meningkatkan promosi hygiene dan sanitasi di tingkat individu,
keluarga, dan masyarakat; (2) meningkatkan mutu lingkungan
perumahan dan permukiman termasuk pengungsian; (3)
meningkatkan hygiene dan sanitasi tempat-tempat umum dan
pengelolaan makanan; (4) meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja; (5) meningkatkan wilayah/kawasan sehat
termasuk kawasan bebas rokok; (6) meningkatkan kepedulian
terhadap perilaku hidup bersih dan sehat; (7) meningkatkan
-
VIII 14
kepedulian terhadap proses perkembangan dini anak; (8)
meningkatkan upaya anti tembakau dan NAPZA; (9)
meningkatkan pencegahan kecelakaan dan rudapaksa; (10)
meningkatkan upaya kesehatan jiwa masyarakat; dan (11)
memperkuat sistem jaringan dukungan masyarakat sesuai dengan
potensi dan budaya setempat.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil pelaksanaan program yang dicapai secara umum
menunjukkan kecenderungan meningkat antara lain meliputi:
(1) persentase keluarga menggunakan jamban yang
memenuhi syarat kesehatan meningkat dari 61,5 persen pada
tahun 2001 menjadi 68 persen pada tahun 2003; (2)
persentase keluarga menggunakan air bersih di perkotaan dan
perdesaaan mencapai 77,2 persen pada tahun 2001 menjadi
80 persen pada tahun 2003. Hasil pencapaian indikator
kinerja lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) rendahnya
akses masyarakat terhadap lingkungan permukiman dan
kualitas air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan
sehingga menyebabkan masih tingginya resiko dan gangguan
kesehatan akibat penyebaran penyakit berbasis lingkungan;
(2) rendahnya kondisi sanitasi perumahan, ancaman vektor
penyakit, rawan terhadap pencemaran lingkungan, rawan
keracunan makanan akibat rendahnya hygiene dan sanitasi
makanan; (3) belum optimalnya dukungan kebijakan dan
manajemen program perilaku bersih dan sehat; (4) belum
optimalnya kerjasama lintas program dan lintas sektor; dan
(5) terbatasnya dukungan sumber daya kesehatan, terutama
sumber pendanaan promosi kesehatan.
-
VIII 15
iii. Tindak Lanjut
Berdasarkan permasalahan dan tantangan yang dihadapi,
rencana tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi:
(1) menyusun kerangka kebijakan kesehatan lingkungan,
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; (2)
mengembangkan media promosi kesehatan dan teknologi
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE); (3) menumbuhkan
dan mengembangkan model promosi kesehatan menurut
spesifik daerah;(4) mengembangkan jejaring dan kemitraan
dengan pihak lintas sektor, swasta, dan lembaga swadaya
masyarakat; (5) mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat dan generasi muda; (6) meningkatkan
kemampuan tenaga pengelola program promosi kesehatan;
(7) meningkatkan kemampuan upaya kesehatan lingkungan;
(8) meningkatkan kemampuan kewaspadaan dini, investigasi
dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (9)
meningkatkan jejaring dan kemitraan dalam upaya kesehatan
lingkungan; dan (10) meningkatkan dukungan administrasi
dan operasional program.
1.2 Program Upaya Kesehatan
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan dan
mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna serta
terjangkau oleh segenap anggota masyarakat. Sasaran umum
program ini adalah tersedianya pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan baik pemerintah maupun swasta yang didukung oleh
peranserta masyarakat dan sistem pembiayaan pra upaya.
Perhatian utama diberikan pada pengembangan upaya kesehatan,
sesuai masalah setempat, yang mempunyai daya ungkit tinggi
terhadap peningkatan derajat kesehatan.
-
VIII 16
Sasaran yang akan dicapai adalah (1) menurunnya angka
kesakitan penyakit demam berdarah dengue (DBD) menjadi
kurang dari 5 per 100.000 penduduk; angka kesakitan malaria
menurun 75 persen dari kondisi tahun 2000; angka kesembuhan
penyakit tuberculosis (TB) paru lebih dari 85 persen; prevalensi
human immunodeficiency virus (HIV) kurang dari 1 persen;
angka kematian pneunomia balita menurun menjadi 3 per 1000;
angka kematian diare pada balita menurun menjadi 1,25 per 1000;
eliminasi penyakit kusta; pencapaian Universal Child
Immunization (UCI) 90 persen; dan eradikasi polio; serta
mencegah masuknya penyakit-penyakit baru seperti Ebola, dan
radang otak; (2) menurunnya kejadian penyakit tidak menular
seperti penyakit jantung, stroke, gangguan mental, dan kematian
akibat kecelakaan; (3) meningkatnya rasio tenaga dan fasilitas
pelayanan kesehatan dibanding penduduk; terjangkaunya 90
persen masyarakat di daerah rawan kesehatan oleh pelayanan
kesehatan; dan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan; (4) meningkatnya persentase fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan yang memenuhi standar baku mutu
(quality assurance), dan meningkatnya kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan; (5) meningkatnya penggunaan
obat secara rasional; (6) meningkatnya cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 69,0 persen; cakupan
penanganan komplikasi kasus obstetri minimal 20 persen dari
seluruh persalinan; cakupan pembinaan kesehatan balita dan anak
usia pra-sekolah menjadi 80 persen, cakupan pelayanan antenatal,
postnatal, dan neonatal menjadi 90 persen; (7) menurunnya angka
kematian akibat perubahan kondisi matra seperti angka kematian
jemaah haji dan pengungsi; (8) berkembangnya pelaksanaan
sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB), pencegahan
dan penanggulangan bencana secara terpadu dan melibatkan
peran serta aktif masyarakat; dan (9) berkembangnya pelayanan
kesehatan rehabilitasi bagi kelompok penderita kecacatan, dan
pelayanan kesehatan bagi kelompok lanjut usia.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, arah kebijakan
program ini dituangkan dalam kegiatan pokok meliputi: (1)
meningkatkan pemberantasan penyakit menular dan imunisasi;
-
VIII 17
(2) meningkatkan upaya pemberantasan penyakit tidak menular;
(3) meningkatkan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan
yang terdiri atas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan
kesehatan rujukan; (4) meningkatkan pelayanan kesehatan
penunjang; (5) membina dan mengembangkan pengobatan
tradisional; (6) meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi;
(7) meningkatkan pelayanan kesehatan matra; (8)
mengembangkan survailans epidemiologi; dan (9) melaksanakan
penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil pelaksanaan program yang dicapai pada tahun
2001 dan 2003 antara lain meliputi: (1) cakupan imunisasi
Universal Child Immunization (UCI) mencapai 72,9 persen
dan 80 persen; dan (2) cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan 68 persen dan 70 persen. Hasil pelaksanaan
program lainnya berdasarkan indikator kinerja pada tahun
2000 sampai dengan tahun 2004 dapat dilihat pada matriks
terlampir.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) terdapatnya
kantong-kantong endemis beberapa penyakit menular pada
daerah resiko tinggi; (2) perubahan lingkungan dan pola
penyakit; (3) terjadinya emerging diseases seperti demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikunguya, SARS,
serta penyakit-penyakit re-emerging diseases seperti malaria dan TBC; (4) rendahnya akses masyarakat terhadap
lingkungan permukiman dan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan sehingga menyebabkan masih
tingginya resiko dan gangguan kesehatan akibat penyebaran
penyakit menular berbasis lingkungan; (5) pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala
-
VIII 18
karena fasilitas kesehatan seperti puskesmas belum
sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat, terutama
terkait dengan biaya dan jarak transportasi; (6) sistem
rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum dapat
berjalan dengan optimal; (7) terbatasnya dukungan sumber
daya kesehatan, terutama kualitas dan pemerataan tenaga
kesehatan; dan (8) belum optimalnya dukungan sistem
informasi kesehatan, termasuk pencatatan dan pelaporan
terutama di daerah.
iii. Tindak Lanjut
Dengan mempertimbangkan permasalahan dan
tantangan tersebut di atas, rencana tindak lanjut yang akan
ditempuh adalah melalui pelaksanan program upaya
kesehatan masyarakat, upaya kesehatan perorangan, serta
program pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Melalui program upaya kesehatan masyarakat akan
ditempuh kegiatan antara lain: (1) menyusun kerangka
kebijakan upaya kesehatan masyarakat; (2) melaksanakan
advokasi, sosialisasi dan koordinasi upaya kesehatan
masyarakat; (3) memberikan dukungan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dasar dengan meningkatkan jangkauan
dan mutu pelayanan terutama bagi penduduk miskin dan
masyarakat rentan di daerah terpencil dan perbatasan; (4)
melaksanakan pembinaan dan fasilitasi upaya kesehatan
masyarakat; (5) melaksanakan perumusan peraturan dan
kebijakan teknis dan pembinaan pelayanan kesehatan kerja;
dan (6) meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
Sedangkan program upaya kesehatan perorangan
meliputi kegiatan antara lain: (1) menyusun kerangka
kebijakan upaya kesehatan perorangan; (2) memberikan
pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin di RS dan
pelayanan rujukan lainnya; (3) melakukan advokasi dan
sosialisasi kebijakan upaya kesehatan perorangan; (4)
-
VIII 19
melakukan fasilitasi dan pembinaan dalam penyelenggaraan
kegiatan upaya kesehatan perorangan; (5) melakukan kajian
dan monitoring dan evaluasi kegiatan upaya kesehatan
perorangan; (6) melengkapi sarana, prasarana dan alat UPT
vertikal; (7) memberikan bantuan/dukungan pada RS afiliasi
dan RS satelit pendidikan dan daerah terpencil dan
pemekaran; dan (8) memberikan dukungan administrasi dan
operasional program.
Selanjutnya melalui program pencegahan dan
pemberantasan penyakit, akan dilaksanakan kegiatan antara
lain: (1) menyusun kerangka kebijakan pencegahan dan
pemberantasan penyakit serta kesehatan matra; (2)
meningkatkan kemampuan pencegahan dan pemberantasan
penyakit serta kesehatan matra; (3) meningkatkan
kemampuan kewaspadaan dini, investigasi dan
penanggulangan kejadian luar biasa (KLB); (4)
meningkatkan jejaring dan kemitraan dalam pencegahan,
pemberantasan penyakit dan kesehatan matra; dan (5)
meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
1.3 Program Perbaikan Gizi Masyarakat
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan kemandirian
keluarga dalam upaya perbaikan status gizi; (2) meningkatkan
pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan
menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih; dan (3)
meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan bermutu
untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.
Sasaran yang akan dicapai program ini adalah (1)
menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita menjadi 20
persen; (2) menurunnya prevalensi gangguan akibat kurang
yodium (GAKY) berdasarkan total goitre rate (TGR) pada anak
-
VIII 20
menjadi kurang dari 5 persen; (3) menurunnya anemia gizi besi
(AGB) pada ibu hamil menjadi 40 persen, dan kurang energi
kronis (KEK) ibu hamil menjadi 20 persen; (4) tidak ditemukan
kurang vitamin A (KVA) klinis pada balita dan ibu hamil; (5)
mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih, menjadi kurang
dari 10 persen; (6) menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah;
(7) meningkatnya jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi
garam beryodium menjadi 90 persen; (8) meningkatnya
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif menjadi 80 persen; (9)
meningkatnya pemberian makanan pendamping ASI yang baik
mulai usia bayi 4 bulan; (10) tercapainya konsumsi gizi seimbang
dengan rata-rata konsumsi energi sebesar 2.200 kkal per kapita
per hari dan protein 50 gram per kapita per hari; dan (11)
sekurang-kurangnya 70 persen keluarga telah mandiri sadar gizi.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas, arah
kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1)
meningkatkan penyuluhan gizi masyarakat; (2) menanggulangi
gizi kurang dan menekan kejadian gizi buruk pada balita serta
menanggulangi KEK pada wanita usia subur termasuk ibu hamil
dan ibu nifas; (3) menanggulangi GAKY; (4) menanggulangi
anemia gizi besi; (5) menanggulangi KVA; (6) meningkatkan
penanggulangan kurang gizi mikro lainnya (misalnya calsium,
zinc, dan lain-lain); (7) meningkatkan penanggulangan gizi lebih;
(8) melaksanakan fortifikasi dan keamanan pangan; (9)
memantapkan pelaksanaan sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG); (10) mengembangkan dan membina tenaga gizi; (11)
melaksanakan penelitian dan pengembangan gizi; (12)
melaksanakan perbaikan gizi institusi (misalnya sekolah, RS,
perusahaan, dan lain-lain); dan (13) melaksanakan perbaikan gizi
akibat dampak sosial, pengungsian, dan bencana alam.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai pelaksanaan program pada
tahun 2001 dan 2003 berdasarkan indikator kinerja antara
-
VIII 21
lain: (1) prevalensi gizi kurang pada balita adalah 26,1 persen
dan 27,5 persen; (2) prevalensi ibu hamil kurang energi
kronik (KEK) 20,1 persen dan 16,7 persen; (3) prevalensi ibu
hamil anemia gizi besi (AGB) 40,1 persen dan 45 persen; (4)
prevalensi balita yang mengalami kekurangan vitamin A
(KVA) 0,33 persen; (5) rumah tangga yang mengkonsumsi
garam yodium 64 persen dan 78,5 persen; dan (6) pemberian
air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi 0 4 bulan sebesar 52 persen dan 53 persen. Hasil pencapaian indikator kinerja
lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program ini antara lain meliputi: (1) belum
optimalnya pelaksanaan kebijakan desentralisasi, khususnya
di bidang perbaikan gizi; (2) tingkat pendapatan sebagian
besar kelompok masyarakat yang masih rendah; dan (3)
perubahan pola makan dan pola hidup yang tidak mendukung
upaya perbaikan gizi
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang akan dilaksanakan antara lain
meliputi: (1) menyusun kerangka kebijakan perbaikan gizi
masyarakat; (2) meningkatkan pemberdayaan keluarga; (3)
memantau dan mempromosikan pertumbuhan anak; (4)
meningkatkan pendidikan gizi; (5) melaksanakan
suplementasi gizi; (6) melaksanakan fortifikasi bahan
makanan; (7) melaksanakan pelayanan gizi; (8)
melaksanakan surveilens gizi; (9) meningkatkan
penganekaragaman konsumsi pangan; dan (10)
meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
-
VIII 22
1.4 Program Sumber Daya Kesehatan
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah kebijakan
Program ini bertujuan untuk (1) meningkatkan jumlah, mutu
dan penyebaran tenaga kesehatan; (2) meningkatkan jumlah,
efektifitas, dan efisiensi penggunaan biaya kesehatan; dan (3)
meningkatkan ketersediaan sarana, prasarana, dan dukungan
logistik pada sarana pelayanan kesehatan yang semakin merata,
terjangkau dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sasaran yang akan dicapai adalah: (1) tersusunnya kebijakan
dan rencana pengembangan tenaga kesehatan masyarakat dan
pemerintah di semua tingkat; (2) meningkatnya pendayagunaan
tenaga kesehatan yang ada dan pengembangan pembinaan karier
seluruh tenaga kesehatan; (3) meningkatnya fungsi lembaga
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan yang mengutamakan
pengembangan peserta didik dalam rangka meningkatkan
profesionalisme; (4) meningkatnya persentase penduduk yang
menjadi peserta sistem pemeliharaan kesehatan dengan
pembiayaan pra upaya; (5) meningkatnya jumlah badan usaha
yang menyelenggarakan upaya sistem pembiayaan pra upaya; (6)
tersedianya jaringan pemberi pelayanan kesehatan paripurna yang
bermutu, baik pemerintah maupun swasta, sesuai dengan
kebutuhan sistem pembiayaan pra upaya; (7) meningkatnya
jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan sistem pembiayaan pra upaya
yang menyelenggarakan pelayanan paripurna dan bermutu; (8)
tersedianya peralatan kesehatan baik medik maupun non medik
yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat; dan (9)
tersedianya perbekalan kesehatan yang memadai baik jenis
maupun jumlahnya, yang sesuai dengan permasalahan setempat
dan kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, arah kebijakan
program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1) meningkatkan
perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; (2)
meningkatkan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan; (3)
-
VIII 23
mengembangkan sistem pembiayaan pra-upaya; dan (4)
mengembangkan sarana, prasarana dan dukungan logistik
pelayanan kesehatan.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil pelaksanaan program yang telah dicapai pada
tahun 2001 dan 2003 antara lain meliputi: (1) penduduk yang
menjadi peserta sistem pembiayaan pra-upaya 20 persen dan
21,8 persen; dan (2) proporsi tenaga kesehatan dibandingkan
jumlah penduduk mencapai 85,64 per 100.000 penduduk dan
120,46 per 100.000 penduduk. Hasil pencapaian indikator
kinerja lainnya dapat dilihat pada matriks terlampir.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program antara lain meliputi: (1) rendahnya
kualitas tenaga kesehatan; (2) belum optimalnya pelaksanaan
kebijakan pemerataan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Hal ini terlihat dari rasio tenaga kesehatan dengan penduduk
yang masih jauh dari target dan variasi antar daerah masih
ada kesenjangan; (3) perencanaan sumber daya tenaga
kesehatan selama ini masih dilakukan berdasarkan kebutuhan
pemerintah, belum mengakomodasi kebutuhan dan potensi
masyarakat, serta kurang berorientasi pada paradigma sehat,
globalisasi serta kebutuhan spesifik daerah; (4) sistem
penempatan, penghargaan dan sanksi serta peningkatan
karier belum tertata dengan baik; (5) pendidikan dan
pelatihan tenaga kesehatan belum menghasilkan lulusan yang
sesuai dengan kebutuhan, dan (6) sistem informasi sumber
daya manusia kesehatan masih terfragmentasi sehingga
belum mendukung perencanaan, pendayagunaan dan
pengadaan tenaga kesehatan.
-
VIII 24
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (1)
menyusun kerangka kebijakan sumber daya kesehatan dan
organisasi profesi; (2) meningkatkan perencanaan dan
pendayagunaan tenaga kesehatan melalui penetapan jenis,
jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pembangunan kesehatan, pemerataan,
pemanfaatan di dalam dan luar negeri dan pembinaan SDM
kesehatan; (3) meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan
SDM kesehatan melalui penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan
kualifikasi yang dibutuhkan; (4) mengembangkan sistem
pembiayaan dan jaminan pemeliharaan kesehatan; dan (5)
meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
1.5 Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Tujuan program ini adalah: (1) melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan obat, psikotropika,
narkotika, zat adiktif (NAPZA) dan bahan berbahaya lainnya; (2)
melindungi masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi,
makanan dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan; (3) menjamin ketersediaan, keterjangkauan
dan pemerataan obat yang bermutu yang dibutuhkan masyarakat;
dan (4) meningkatkan potensi daya saing industri farmasi
terutama yang berbasis sumber daya alam dalam negeri.
Sasaran program ini adalah (1) terkendalinya penyaluran obat
dan NAPZA; (2) teramankannya masyarakat dari penyalahgunaan
dan kesalahgunaan obat dan narkoba; (3) dicegahnya
penyalahgunaan NAPZA; (4) dicegahnya resiko atau akibat
samping penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai dampak
pengelolaan yang tidak memenuhi syarat; (5) terjaminnya mutu
-
VIII 25
produk farmakes yang beredar; (6) terhindarnya masyarakat dari
informasi penggunaan farmakes yang tidak objektif dan
menyesatkan; (7) tercapainya tujuan medis penggunaan obat
secara efektif dan aman sekaligus efisiensi pembiayaan obat; (8)
diterapkannya Good Regulatory Practice; (9) terlaksananya Good
Management Practice (GMP) melalui peningkatan pelayanan
perizinan/registrasi yang profesional dan tepat waktu; (10)
terakuinya kemampuan pengujian PPOM/BPOM dalam sistem
Akreditasi Internasional; (11) meningkatnya potensi daya saing
industri nasional menghadapi globalisasi; (12) terjaminnya mutu
sarana cara produksi obat yang baik (CPOB), pengadaan dan
penyaluran produk farmasi dan alat kesehatan (farmakes) yang
beredar; (13) terjaminnya kecukupan obat esensial generik bagi
pelayanan kesehatan dasar di sektor publik; dan (14) terjaminnya
mutu pengelolaan obat di kabupaten/kota dalam rangka
desentralisasi.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran program, kebijakan
program diarahkan melalui kegiatan pokok yaitu: (1)
meningkatkan pengamanan bahaya penyalahgunaan dan
kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan
bahan berbahaya yang lain; (2) meningkatkan pengamanan dan
pengawasan makanan dan bahan tambahan makanan (BTM); (3)
meningkatkan pengawasan obat, obat tradisional, kosmetika dan
alat kesehatan termasuk pengawasan terhadap promosi/iklan; (4)
meningkatkan penggunaan obat rasional; (5) menerapkan obat
esensial; (6) mengembangkan obat asli Indonesia; (7) membina
dan mengembangkan industri farmasi; (8) meningkatkan mutu
pengujian laboratorium pengawasan obat dan makanan (POM);
(9) mengembangkan standar mutu obat dan makanan; dan (10)
mengembangkan sistem dan layanan informasi POM.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil pelaksanaan program antara lain meliputi: (1)
pengamanan terhadap bahaya penyalahgunaan dan
-
VIII 26
kesalahgunaan obat, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
(NAPZA) mencapai 100 persen dari kasus yang diproses
pada tahun 2003; (2) pemeriksaan terhadap 65 persen sarana
produksi dan distribusi farmakes dalam rangka Good
Management Practice (GMP) tahun 2003; (3) penerapan
konsepsi obat esensial (Daftar Obat Esensial
Nasional/DOEN) sebagai instrumen untuk mengendalikan
penggunaan obat yang lebih rasional dan cost effective; (4) penetapan daftar obat dan harga patokan tertinggi obat
pelayanan kesehatan dasar sebagai pedoman bagi
kabupaten/kota dalam pengadaan obat; dan (5) pengadaan
buffer stock obat generik essensial untuk menanggulangi
kekosongan obat di kabupaten/kota akibat bencana alam,
kerusuhan sosial, wabah dan sebagainya. Di samping itu pada
tahun 2003 melalui program kompensasi pengurangan
subsidi bahan bakar minyak (PKPS-BBM) telah
direalisasikan pengadaan obat untuk keluarga miskin. Hasil
pelaksanaan program berdasarkan indikator kinerja dapat
dilihat pada matriks pencapaian indikator kinerja.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program antara lain meliputi: (1) ketersediaan,
mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum
optimal serta belum dapat dijangkau dengan mudah oleh
masyarakat; (2) obat asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya
dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki
sangat besar; (3) lemahnya dukungan peraturan perundang-
undangan dalam pengawasan obat dan makanan; (4)
terbatasnya kemampuan sumber daya manusia; dan (5)
belum optimalnya standardisasi, penilaian hasil penelitian
produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk
terapetik/obat, dan sistem informasi.
-
VIII 27
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi upaya
peningkatan program obat dan perbekalan kesehatan,
pengawasan obat dan makanan, serta pengembangan obat asli
Indonesia.
Melalui program obat dan perbekalan kesehatan,
kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)
menyusun kerangka kebijakan obat dan perbekalan
kesehatan; (2) menerapkan penggunaan obat esensial melalui
pengembangan, monitoring dan evaluasi daftar obat esensial
secara berkala, serta merevitalisasi pemasyarakatan konsepsi
obat esensial generik pada fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah maupun swasta; (3) meningkatkan penggunaan
obat rasional antara lain mencakup pengembangan dan
penerapan pedoman pengobatan yang rasional di berbagai
tingkat pelayanan, pemberdayaan komite farmasi dan terapi
di rumah sakit serta pendidikan dan pelatihan; (4)
melaksanakan pengadaan buffer stock obat dan perbekalan
kesehatan sangat esensial untuk pelayanan kesehatan dasar,
obat-obatan jangka panjang yang tidak terjangkau oleh daya
beli masyarakat dan orphan drugs (obat-obatan langka) serta memfasilitasi daerah dalam penyediaan obat-obatan,
alat-alat medis, peralatan terapi medis dan perbekalan
kesehatan; (5) meningkatkan kemampuan manajemen
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
pelayanan kesehatan dasar; (6) meningkatkan
profesionalisme tenaga farmasi melalui pelaksanaan jabatan
fungsional apoteker dan asisten apoteker; (7)
memberdayakan masyarakat dalam penggunaan obat, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga melalui
komunikasi, informasi dan edukasi terhadap resiko
penggunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan; (8)
membina dan mengembangkan industri farmasi nasional; (9)
membina dan mengembangkan standar mutu obat, obat
tradisional, kosmetika, alat kesehatan, perbekalan kesehatan,
produk komplemen dan produk pangan; dan (10)
-
VIII 28
meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
Melalui program pengawasan obat dan makanan,
kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)
menyusun kerangka kebijakan di bidang pengawasan obat
dan makanan; (2) meningkatkan kinerja evaluasi produk
sebelum beredar; (3) meningkatkan efektifitas upaya inspeksi
melalui pengambilan sampling dan pengujian laboratorium
produk beredar, termasuk penegakan hukumnya; (4)
memantapkan pelaksanaan sistem monitoring label dan iklan
produk beredar, termasuk rokok; (5) memantapkan dan
menerapkan sistem standar dan regulasi terkini di bidang
obat dan makanan termasuk bahan berbahaya lainnya; (6)
memantapkan dan menerapkan sistem jamian mutu
laboratorium di lingkungan Badan POM; (7) meningkatkan
efektifitas pelaksanaan surveilan keamanan pangan, kosmetik
dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) termasuk
monitoring harga obat; (8) memantapkan pelaksanaan
investigasi, dan memperkokoh jaringan kerjasama lintas
sektor dalam pemberantasan obat palsu dan produk illegal,
termasuk penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, prekursor, serta penertiban peredaran obat
keras; (9) mengembangkan sistem informasi obat dan
makanan termasuk informasi keracunan dan sistem layanan
pengaduan konsumen; (10) meningkatkan profesionalisme
SDM dan menerapkan proses pembelajaran dalam organisasi
yang berkelanjutan; (11) meningkatkan komunikasi,
informasi, dan edukasi masyarakat terhadap resiko
penggunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan; (12)
meningkatkan sarana dan prasarana kerja yang semakin
lengkap mendukung lingkungan kerja yang kondusif; (13)
meningkatkan manajemen dan dasar hukum operasional
POM; (14) meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah
daerah di bidang pengawasan produk obat dan makanan yang
beredar; dan (15) meningkatkan dukungan administrasi dan
operasional program.
-
VIII 29
Melalui program pengembangan obat asli Indonesia,
kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain meliputi: (1)
menyusun kerangka kebijakan pengembangan obat asli
Indonesia; (2) mendorong dan memfasilitasi pengembangan
dan penelitian tanaman obat unggulan mulai dari uji pre-
klinik termasuk toksisitas, uji klinis dan pengembangan
formulasi produk jadi; (3) memperkokoh jaringan kerjasama
antar lembaga penelitian dan industri terkait; (4)
mengembangkan monografi dan standar mutu, baik simplisia
maupun ekstraknya termasuk penyusunan farmakope herbal
Indonesia; (5) mengembangkan data base tanaman obat
mencakup survey etno-farmacognosi, pemetaan budidaya
tanaman obat serta penggunaan simplisia; (6) meningkatkan
promosi pemanfaatan obat bahan alam Indonesia; dan (7)
meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program.
1.6 Program Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Tujuan program ini adalah agar penyelenggaraan upaya
kesehatan sesuai dengan tujuan, kebijakan, dan strategi yang telah
ditetapkan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan dan manajemen
sumberdaya yang efektif dan efisien yang didukung oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan, sehingga dapat tercapai
pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas. Sumberdaya
tersebut terdiri dari sumberdaya tenaga, pembiayaan, fasilitas,
ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi. Sumberdaya yang
mendukung tercapainya tujuan, kebijakan, dan strategi tersebut
berasal dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.
Sasaran yang akan dicapai adalah (1) terciptanya kebijakan
kesehatan yang menjamin tercapainya sistem kesehatan yang
efisien, efektif, berkualitas, dan berkesinambungan; (2)
terciptanya kebijakan kesehatan yang mendukung reformasi
-
VIII 30
bidang kesehatan; (3) tersedianya sumberdaya manusia di bidang
kesehatan yang mampu melakukan berbagai kajian kebijakan
kesehatan; (4) berjalannya sistem perencanaan kesehatan melalui
pendekatan wilayah dan sektoral dalam mendukung
desentralisasi; (5) terciptanya organisasi dan tatalaksana di
berbagai tingkat administrasi sesuai dengan azas desentralisasi
dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik; (6) tertatanya
administrasi keuangan dan perlengkapan yang efisien dan
fleksibel di seluruh jajaran kesehatan; (7) terciptanya mekanisme
pengawasan pengendalian di seluruh jajaran kesehatan; (8)
tersusunnya berbagai perangkat hukum di bidang kesehatan
secara menyeluruh; (9) terlaksananya inventarisasi, kajian dan
analisis secara akademis seluruh perangkat hukum yang berkaitan
dengan penyelenggaraan upaya kesehatan; (10) tersedianya
perangkat hukum guna dilaksanakannya proses legislasi dan
mitigasi dalam penyelesaian konflik hukum bidang kesehatan;
(11) tersedianya informasi kesehatan yang akurat, tepat waktu,
dan lengkap sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan
dalam pengelolaan pembangunan kesehatan, serta menyediakan
informasi untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
program kesehatan dan meningkatkan kewaspadaan di semua
tingkat administrasi; dan (12) tersusunnya kebijakan dan konsep
pengelolaan program mendukung desentralisasi.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran program, arah kebijakan
program dituangkan dalam kegiatan pokok: (1) mengembangkan
kebijakan program kesehatan; (2) mengembangkan manajemen
pembangunan kesehatan; (3) mengembangkan hukum kesehatan,
termasuk penyempurnaan UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan dan penyusunan RUU tentang Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat serta RUU tentang Praktek Kedokteran;
(4) mengembangkan sistem informasi kesehatan; dan (5)
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
-
VIII 31
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil pelaksanaan program yang telah dicapai pada
tahun 2001 dan tahun 2003 antara lain meliputi: (1)
penetapan peraturan perundangan yang menjadi kebijakan
program kesehatan sebanyak 62 peraturan dan 56 peraturan;
(2) penelitian bidang kesehatan sebanyak 221 penelitian dan
199 penelitian, antara lain mencakup studi kebijakan,
penelitian bidang pelayanan teknologi kesehatan, bidang
pemberantasan penyakit menular, bidang ekologi, bidang
farmasi dan obat tradisional, bidang gizi dan makanan, survei
kesehatan nasional, riset operasional intensifikasi
pemberantasan penyakit menular, riset pembinaan kesehatan;
dan (3) publikasi ilmiah hasil penelitian sebanyak 103 dan
174 artikel. Hasil pencapaian indikator lainnya dapat dilihat
pada matriks.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program ini antara lain: (1) belum optimalnya
pelaksanaan kebijakan dan manajemen pembangunan
kesehatan pada era desentralisasi dan otonomi daerah (2)
kurangnya sinkronisasi kegiatan antara pusat dan daerah; (3)
terbatasnya dukungan sumber daya kesehatan terutama dalam
perencanaan, sistem informasi, dan terbatasnya pemahaman
terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi
kesehatan. Rendahnya pembiayaan kesehatan menjadi salah
satu faktor yang menghambat percepatan peningkatan derajat
kesehatan. Pembiayaan kesehatan di Indonesia selama 10
tahun rata-rata 2,2 persen dari PDB, hal ini masih jauh dari
anjuran WHO yakni 5 persen dari PDB; (4) belum
optimalnya pemanfaatan hasil penelitian; dan (5)
pengembangan sistem informasi dan manajemen kesehatan
masih terfragmentasi, terutama di tingkat daerah.
-
VIII 32
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain meliputi: (1)
mengembangkan kebijakan melalui pengkajian kebijakan,
peningkatan kemampuan tenaga dan kelembagaan; (2)
mengembangkan manajemen pembangunan kesehatan
melalui penyusunan sistem perencanaan dan penganggaran,
pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan
penyempurnaan administrasi keuangan; (3) melaksanakan
perumusan peraturan perundang-undangan, pelayanan
pertimbangan dan bantuan hukum serta pembinaan organisasi
dan tata laksana; (4) melaksanakan penyusunan dan evaluasi
akuntabilitas kelembagaan; (5) mengembangkan sistem
informasi kesehatan melalui pengaturan sistem informasi
yang komprehensif dan pengembangan jaringan kerjasama;
(6) meningkatkan dukungan administrasi dan operasional
program; (7) menyusun kerangka kebijakan penelitian dan
pengembangan kesehatan (litbangkes); (8) melakukan
penelitian dan pengembangan perilaku dan pemberdayaan
masyarakat, lingkungan sehat serta gizi dan makanan; (9)
melakukan pengembangan manajemen litbangkes; (10)
melakukan penelitian dan pengembangan kebijakan dan
manajemen pembangunan kesehatan; (11) menyebarluaskan
hasil litbangkes; (12) meningkatkan sumber daya tenaga
peneliti; (13) mengembangkan sarana dan prasarana
penelitian; dan (14) meningkatkan dukungan administrasi
dan operasional program.
1.7 Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Tujuan program ini adalah untuk mengembangkan
kesadaran, kemampuan, tanggung jawab, dan peran aktif
masyarakat dalam menangani permasalahan sosial di
lingkungannya, serta memperbaiki kualitas hidup, dan
kesejahteraan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
-
VIII 33
Sasaran kinerja program ini adalah: (1) terpenuhinya hak-hak
anak untuk tumbuh kembang; (2) terlindunginya anak, lanjut usia,
dan perempuan dari tindak kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan
salah; (3) tersedianya pelayanan sosial dan kemudahan untuk
mengakses fasilitas umum bagi penduduk lanjut usia, veteran, dan
penyandang cacat; (4) meningkatnya kemampuan penyandang
cacat agar dapat melakukan fungsi sosialnya secara layak dan
menjadi sumber daya manusia yang produktif; (5) terlindunginya
hak-hak penyandang cacat ganda untuk hidup secara wajar; (6)
terpeliharanya nilai-nilai kearifan penduduk lanjut usia dan
veteran secara berkesinambungan pada generasi muda dan
masyarakat umum; (7) pulih, terbebas, dan berdayanya anak
nakal dan korban narkotika dari kenakalan dan penyalahgunaan
narkoba; (8) pulihnya kemauan dan kemampuan tuna susila untuk
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar; (9) mandirinya fakir
miskin dan kelompok rentan sebagai sumber daya produktif; (10)
meningkatnya kemampuan masyarakat termasuk dunia usaha
untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam penyelamatan
penyandang masalah sosial, korban akibat bencana, termasuk
korban kerusuhan sosial, dan warga masyarakat yang bermukim
di daerah rawan bencana; (11) meningkatnya pendayagunaan
potensi dan sumber-sumber sosial masyarakat dalam mencegah
dan menangani permasalahan sosial; dan (12) dikembangkannya
program jaminan, perlindungan, dan asuransi sosial.
Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok
yang meliputi: (1) memberdayakan anak terlantar termasuk anak
jalanan; (2) menyebarkan informasi tentang hak-hak anak serta
perlindungan sosial bagi anak perempuan dan lanjut usia yang
diperlakukan salah; (3) menetapkan peraturan perundang-
undangan dan menyediakan kemudahan akses pelayanan sosial
dan fasilitas umum bagi lanjut usia, veteran, dan penyandang
cacat; (4) memberikan santunan bagi lanjut usia dan veteran; (5)
melakukan rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi penyandang
cacat; (6) melakukan rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan
korban penyalahgunaan narkotika; (7) melakukan rehabilitasi
sosial bagi tuna sosial; (8) memberdayakan perempuan rawan
sosial ekonomi, keluarga miskin, dan komunitas adat terpencil;
-
VIII 34
(9) memberikan bantuan bagi korban bencana baik bencana alam
maupun akibat ulah manusia; (10) meningkatkan jumlah dan
kemampuan tenaga kesejahteraan sosial masyarakat (TKSM),
relawan sosial, organisasi sosial kemasyarakatan, LSM, karang
taruna, organisasi kepemudaan, lembaga-lembaga perlindungan
sosial, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dan kelompok-
kelompok tingkat lokal; (11) melakukan penyuluhan sosial bagi
masyarakat dan dunia usaha; (12) memberikan penghargaan bagi
pihak-pihak yang berperan aktif menyelenggarakan pelayanan
sosial; (13) meningkatkan sumbangan sosial masyarakat; dan (14)
mengembangkan program jaminan, perlindungan, dan asuransi
kesejahteraan sosial.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004
adalah: (1) pemberdayaan bagi sekitar 204,1 ribu anak
terlantar dan 149,4 ribu anak jalanan; (2) rehabilitasi dan
perlindungan sosial bagi sekitar 63 ribu penyandang cacat
atau hanya sekitar 17 persen dari estimasi tahun 2002, yaitu
sekitar 367 ribu orang; (3) pemberdayaan bagi sekitar 340,9
ribu KK keluarga fakir miskin dari sekitar 16,7 juta jiwa fakir
miskin dan 20,2 ribu Komunitas Adat Terpencil (KAT),
melalui upaya kelompok usaha bersama (KUBE) dan
pemberdayaan KAT; (4) rehabilitasi tuna sosial bagi sekitar
10,6 ribu orang, yang terdiri dari wanita tuna susila,
gelandangan, pengemis, dan bekas narapidana; (5)
rehabilitasi sosial bagi sekitar 9,4 ribu anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika; (6) sekitar 1 juta pengungsi dari
1,2 juta jiwa (Bakornas PBP 2002) mendapatkan bantuan
tanggap darurat, dan sekitar 9 ribu KK mendapatkan bantuan
pemulangan ke daerah asal dan sebagian kebutuhan sarana
perumahan; (7) sekitar 48,9 ribu orang lanjut usia terlantar
mendapatkan bantuan pelayanan kesejahteraan sosial; (8)
sekitar 18 ribu TKSM, 3 ribu orsos dan LSM, dan 4 ribu
Karang Taruna terlibat dalam pencegahan dan
-
VIII 35
penanggulangan masalah-masalah sosial; dan (9) pengkajian
pengembangan dan uji coba program jaminan, perlindungan,
dan asuransi kesejahteraan sosial.
Selain itu telah pula dilakukan sosialisasi mengenai hak-
hak anak, dan perlindungan bagi perempuan, anak, dan
pekerja migran korban tindak kekerasan, memberikan
bantuan sosial bagi korban tindak kekerasan, melakukan
penyuluhan sosial kepada masyarakat dan dunia usaha, dan
membantu pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan
dan kejuangan.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program adalah: (1) belum akuratnya populasi
anak terlantar dan anak jalanan, serta adanya pola musiman,
berpengaruh terhadap terjadinya fluktuasi yang besar
terutama pada event-event tertentu yang menyulitkan
pendataan dan penanganannya; (2) data tentang jumlah
penyandang cacat yang mandiri belum optimal, di samping
belum tersedianya fasilitas dan tenaga rehabilitasi yang
memadai; (3) jumlah dan kemampuan tenaga kerja sosial
masyarakat (TKSM) dan relawan sosial lainnya belum
memadai dalam menangani permasalahan sosial termasuk
tenaga pelayanan sosial bagi KAT; (4) entry-barrier yang
tinggi dari penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS)
menjadi penghambat utama dalam penanganan masalah
rehabilitasi wanita tuna susila, gelandangan dan pengemis,
dan bekas narapidana; (5) rehabilitasi sosial bagi anak nakal
dan korban penyalahgunaan narkotika memerlukan waktu
yang relatif lama dan ancaman re-lapse tetap tinggi setelah
direhabilitasi; (6) sulitnya memprediksi waktu kejadian yang
terkait dengan masalah bencana, belum tertatanya sistem
pendataan dan informasi kejadian bencana alam dan sosial,
dan terbatasnya SDM untuk pelaksanaan kegiatan tanggap
darurat; (7) kurangnya koordinasi yang lebih baik antara
instansi terkait dan dunia usaha, dalam pemberian bantuan
-
VIII 36
kesejahteraan sosial bagi lansia terlantar; (8) lemahnya
jaringan kerja antara TKSM, orsos, LSM, dan Karang
Taruna; dan (9) belum ditemukannya model perlindungan
sosial dalam bentuk asuransi sosial yang dapat bertahan dan
berkembang (sustainable) bagi penduduk miskin.
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah: (1)
pendataan yang sistematis dan berkelanjutan mengenai
jumlah dan kondisi anak terlantar dan anak jalanan serta pola
dan fluktuasinya; (2) pendataan jumlah penyandang cacat
baik yang belum mandiri maupun sudah mandiri dan
penintegrasian mekanisme pendataan dengan sistem survai
dan sensus nasional, serta peningkatan ketersediaan fasilitas
dan tenaga rehabilitasi yang memadai bagi penyandang cacat
di semua propinsi; (3) peningkatan jumlah dan kemampuan
tenaga kerja sosial masyarakat (TKSM) dan relawan sosial
lainnya terutama untuk memberikan pelayanan sosial bagi
KAT; (4) peningkatan sosialisasi, KIE, dan konseling
mengenai pelayanan rehabilitasi sosial terutama pada
komunitas dan keluarga yang dekat dengan target rehabilitasi
(wanita tuna susila, gelandangan dan pengemis) dan
sosialisasi re-integrasi dan de-stigmatisasi kepada masyarakat
mengenai bekas narapidana; (5) peningkatan kerjasama
dengan organisasi sosial, keagamaan, dan kesehatan dalam
penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal dan
korban penyalahgunaan narkotika, dan peningkatan sarana
dan tenaga rehabilitasi; (6) pengembangan sistem data dan
informasi terutama mengenai waktu kejadian bencana
terutama bencana alam agar dapat menyediakan data dan
informasi secara akurat dan up-to-date, dan pelatihan SDM
cadangan pada semua propinsi untuk pelaksanaan kegiatan
tanggap darurat bencana alam dan sosial; (7) peningkatan
koordinasi dengan Departemen Kesehatan, LSM, dan dunia
usaha, dalam pemberian bantuan kesejahteraan sosial bagi
lansia terlantar dan peningkatan promosi gerakan
kesetiakawanan sosial; (8) fasilitasi upaya penguatan jaringan
-
VIII 37
kerja TKSM, orsos, LSM, dan Karang Taruna; dan (9)
pengembangan model perlindungan sosial dalam bentuk
asuransi sosial yang dapat bertahan dan berkembang
(sustainable) bagi penduduk miskin.
1.8 Program Peningkatan Kualitas Manajemen dan
Profesionalisme Pelayanan Sosial
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan
alternatif-alternatif intervensi di bidang kesejahteraan sosial,
peningkatan kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan
tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, serta penetapan
standardisasi dan legislasi pelayanan sosial.
Sasaran kinerja program ini adalah: (1) terumuskannya
alternatif intervensi pelayanan sosial; (2) meningkatnya
kemampuan dan kompetensi pekerja sosial dan tenaga
kesejahteraan sosial masyarakat; (3) meningkatnya
pendayagunaan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih dalam
menyelenggarakan pelayanan sosial; (4) tersedianya data dan
informasi kesejahteraan sosial; dan (5) terumuskannya
standardisasi legislasi pelayanan sosial.
Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok
yang meliputi: (1) melakukan penelitian dan pengembangan
kesejahteraan sosial; (2) melakukan perencanaan, pendayagunaan,
pelatihan, dan pendidikan tenaga kesejahteraan sosial; (3)
menyusun standardisasi pelayanan sosial; (4) meningkatkan
kualitas tenaga dan lembaga pelayanan sosial; (5)
mengembangkan sistem informasi kesejahteraan sosial; dan (6)
mengembangkan sistem legislasi kesejahteraan sosial.
-
VIII 38
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004
adalah: (1) sekitar 17 ribu TKSM, 3 ribu orsos dan LSM, dan
4 ribu Karang Taruna mendapatkan peningkatan kemampuan
dalam hal pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah
sosial; (2) 20 penelitian telah dirampungkan dan
diaplikasikan dalam bentuk model pelayanan kesejahteraan
sosial termasuk model manajemen, bantuan dan rehabilitasi
sosial; (3) data dan informasi perkiraan dan berdasarkan studi
telah dapat diakses masyarakat namun masih terbatas pada
media tertentu; dan (4) 5 naskah peraturan perundang-
undangan bidang kesejahteraan sosial telah disusun dalam
rangka penyesuaian dengan kebutuhan penanganan masalah-
masalah sosial yang tidak diskriminatif.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program antara lain adalah: (1) terbatasnya
tenaga pelatih/pengajar yang memiliki kualifikasi dan
kualitas tinggi, serta terbatasnya sarana dan fasilitas untuk
mendukung peningkatan kemampuan TKSM, orsos, LSM,
dan Karang Taruna dalam hal pencegahan dan
penanggulangan masalah-masalah sosial; (2) terbatasnya
media informasi yang dapat diakses masyarakat luas
terutama penduduk miskin dan dukungan dunia usaha di
bidang media massa; dan (3) dinamika permasalahan sosial
di masyarakat belum dapat diikuti dengan ketentuan
peraturan perundangan sebagai penunjang perangkat hukum
yang melindungi PMKS.
iii. Tindak Lanjut
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka tindak lanjut
yang diperlukan adalah: (1) peningkatan jumlah tenaga
-
VIII 39
pelatih/pengajar dengan kualitas tinggi dan peningkatan
sarana dan fasilitas untuk mendukung peningkatan
kemampuan TKSM, orsos, LSM, dan Karang Taruna dalam
hal pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah sosial;
(2) peningkatan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah
daerah dalam rangka pengembangan model pada skala yang
lebih besar hingga skala nasional; (3) peningkatan cakupan
dan pilihan media informasi yang dapat diakses masyarakat
luas terutama penduduk miskin dan sosialisasi dan promosi
pada dunia usaha di bidang media massa dalam rangka
peningkatan dukungannya; dan (4) peningkatan koordinasi
dengan instansi pemerintah, LSM, dan anggota legislatif
yang terkait dalam rangka percepatan proses penyusunan
perundang-undangan bidang kesejahteraan sosial yang sesuai
dengan kebutuhan penanganan masalah-masalah sosial yang
tidak diskriminatif.
1.9 Program Pengembangan Keserasian Kebijakan Publik Dalam
Penanganan Masalah-masalah Sosial
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian
kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial ke
arah terwujudnya ketahanan sosial masyarakat dan terlindunginya
masyarakat dari dampak penyelenggaraan pembangunan dan
perubahan sosial yang cepat melalui wadah jaringan kerja.
Sasaran kinerja program adalah terumuskannya dan
terlaksananya kebijakan penanganan masalah-masalah sosial
dalam keselarasan antara pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat melalui wadah jaringan kerja.
Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok
yang meliputi: (1) melakukan identifikasi dan inventarisasi data
dan informasi mengenai masalah-masalah sosial; (2) melakukan
pengkajian dan analisis data dan informasi mengenai masalah-
-
VIII 40
masalah sosial; (3) merumuskan besaran masalah dalam
penanganan masalah-masalah sosial; (4) melakukan pengkajian
kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial; (5)
menyampaikan rekomendasi kebijakan publik pada instansi yang
terkait: (6) merumuskan kebijakan publik dalam penanganan
masalah-masalah sosial; (7) melaksanakan kebijakan publik dan
melakukan sosialisasi kebijakan publik dalam penanganan
masalah-masalah sosial; dan (8) melakukan pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan publik dalam penanganan
masalah-masalah sosial.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004
adalah: (1) identifikasi, inventarisasi, dan analisis data dan
informasi masalah-masalah sosial; (2) pengkajian dan
perumusan besaran masalah dalam penanganan masalah-
masalah sosial; dan (3) pengkajian dan perumusan kebijakan
publik dalam penanganan masalah-masalah sosial, antara lain
tentang diskriminasi, pelestarian nilai-nilai sosial, jaminan
sosial masyarakat, peningkatan kesadaran masyarakat
mengenai masalah kenakalan remaja dan perlindungan hak.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaan program adalah: (1) bervariasinya data dan
informasi masalah-masalah sosial sehingga menyulitkan
dalam inventarisasi dan analisis kebijakan; dan (2) sulitnya
perumusan kebijakan publik dalam penanganan masalah-
masalah sosial yang dipengaruhi oleh perubahan
ketatanegaraan dan perkembangan permasalahan sosial.
-
VIII 41
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) penetapan
sumber-sumber data dan informasi masalah-masalah sosial
yang resmi guna memudahkan inventarisasi dan analisis data
dan informasi; (2) penetapan kriteria dan batasan dalam
perumusan besaran masalah-masalah sosial melalui
kesepakatan bersama dalam koordinasi lintas instansi dan
wilayah; dan (3) peningkatan kerjasama dengan instansi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta LSM terkait
dalam perumusan kebijakan publik dalam penanganan
masalah-masalah sosial secara terpadu.
1.10 Program Pengembangan Sistem Informasi Masalah-masalah
Sosial
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis data dan
informasi yang diperlukan untuk bahan penentuan kebijakan
masalah-masalah sosial, membangun sistem informasi yang
diperlukan sebagai alat peringatan dini, dan meningkatkan fungsi
dan koordinasi jaringan informasi kelembagaan dalam upaya
pembentukan keterpaduan pengendalian masalah-masalah sosial.
Sasaran kinerja program adalah: (1) tersusunnya sistem
pengelolaan data dan informasi masalah-masalah sosial; (2)
terwujudnya mekanisme penyelenggaraan sistem informasi
masalah-masalah sosial; dan (3) teridentifikasinya berbagai
indikator strategis masalah-masalah sosial.
Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok
yang meliputi: (1) mengembangkan sistem informasi masalah
sosial; (2) membangun pusat informasi dan layanan masyarakat;
dan (3) melakukan pengkajian masalah laten bangsa.
-
VIII 42
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai selama kurun waktu 2001-2004
adalah: (1) pengembangan sistem informasi masalah-masalah
sosial; (2) pembangunan pusat informasi dan layanan
masyarakat; dan (3) pengkajian masalah laten bangsa.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanan program adalah: (1) terbatasnya jumlah SDM
yang memiliki kompetensi untuk mendukung pembangunan
dan pemeliharaan, serta manajemen pusat informasi dan
layanan masyarakat; dan (2) masih lemahnya koordinasi
lintas sektor dan lintas wilayah dalam mengkaji masalah-
masalah laten bangsa.
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan adalah: (1) penyusunan
kriteria PMKS dan indikator kinerja penanganan masalah-
masalah sosial yang baku, terutama dalam hal kemiskinan,
kecacatan, keterlantaran, dan ketuna-sosialan dengan
melibatkan instansi pemerintah pusat dan daerah serta LSM
terkait agar tercapai kesepakatan bersama dapat lebih mudah
diaplikasikan di lapangan/daerah; (2) peningkatan jumlah
SDM dengan kompetensi yang sesuai dan memadai untuk
mendukung pembangunan dan pemeliharaan dan manajemen
pusat informasi dan layanan masyarakat; dan (3) peningkatan
koordinasi lintas sektor dan lintas wilayah dalam pengkajian
dan perumusan kebijakan penanganan masalah-masalah laten
bangsa.
-
VIII 43
1.11 Program Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Kependudukan
a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian
kebijakan kependudukan di berbagai bidang pembangunan.
Sasaran kinerja program ini adalah (1) terumuskannya dan
terlaksananya kebijakan kependudukan bagi peningkatan
kualitas, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan
mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi dengan daya
dukung alam dan daya tampung lingkungan, serta pengembangan
informasi dan administrasi kependudukan; dan (2)
terumuskannya dan terlaksananya kebijakan kependudukan yang
serasi antara kebijakan kependudukan nasional dengan kebijakan
kependudukan daerah dan wilayah.
Arah kebijakan program dituangkan dalam kegiatan pokok
yang meliputi: (1) melakukan pengkajian, pengembangan, dan
penyediaan data dan informasi kependudukan yang akurat setiap
saat dan lengkap serta menggambarkan karakteristik penduduk
baik pada tingkat makro maupun mikro; (2) melakukan
pengkajian kebijakan pembangunan kependudukan dalam aspek
kuantitas, kualitas, dan mobilitas; (3) melakukan pengkajian dan
penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur
perkembangan dan dinamika kependudukan yaitu kuantitas,
kualitas, dan mobilitas penduduk di semua tingkat wilayah
administrasi; (4) melakukan pengkajian dan pengembangan
kebijakan dan pranata hukum tentang informasi dan administrasi
kependudukan, termasuk registrasi penduduk; (5) melakukan
advokasi dan sosialisasi kebijakan kependudukan serta
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan kependudukan;
(6) meningkatkan jumlah tenaga peneliti kependudukan yang
berkualitas; (7) menyusun Rencana Aksi Nasional tentang
penghapusan eksploitasi seksual komersial anak dan
perdagangan anak; (8) menyusun Program Nasional bagi Anak
-
VIII 44
Indonesia (PNBAI); dan (9) membentuk Komisi Perlindungan
Anak.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai sampai tahun 2004 adalah: (1)
terumuskannya analisis kependudukan berdasarkan hasil
proyeksi/prakiraan penduduk tingkat nasional dan daerah
termasuk analisa lanjutannya; (2) terumuskannya hasil
kajian peningkatan pelayanan di bidang administrasi
kependudukan, catatan sipil, kuantitas, kualitas, dan
persebaran penduduk; (3) terumuskannya kebijakan dan
sistem administrasi kependudukan termasuk standardisasi
dokumen kependudukan; (4) terumuskannya sistem
penomoran penduduk termasuk Nomor Induk
Kepe