net.docx

17
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK ( N.E.T ) I. PENDAHULUAN I.1. DEFINISI Nekrolisis epidermal toksik atau Lyell's syndrome merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut yang ditandai dengan nekrolisis luas dan epidermis yang terlepas dan dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisum dan mata. (1) Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit sindrom Stevens-Johnson. Perbedaannya hanya pada tingkat keterlibatan permukaan kulit. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa. (2) Pada Stevens-Johnson Syndrome (SJS) epidermal detachment meliputi kurang dari 10% luas permukaan kulit tubuh ; transitional SJS-TEN ditentukan dengan epidermal detachment antara 10 sampai 30 % ; dan TEN detachment lebih dari 30 %. (2, 3) I.2. EPIDEMIOLOGI 1

Upload: steni-christine-rantelembang

Post on 02-Oct-2015

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAANNEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK ( N.E.T )

I. PENDAHULUAN1.1. DEFINISINekrolisis epidermal toksik atau Lyell's syndrome merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut yang ditandai dengan nekrolisis luas dan epidermis yang terlepas dan dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisum dan mata. (1) Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit sindrom Stevens-Johnson. Perbedaannya hanya pada tingkat keterlibatan permukaan kulit. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa. (2)Pada Stevens-Johnson Syndrome (SJS) epidermal detachment meliputi kurang dari 10% luas permukaan kulit tubuh ; transitional SJS-TEN ditentukan dengan epidermal detachment antara 10 sampai 30 % ; dan TEN detachment lebih dari 30 %. (2, 3)

1.2. EPIDEMIOLOGIKejadian di seluruh dunia adalah 0,4 sampai 1,2 kasus per 1 juta penduduk per tahun. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. NET dapat mengenai semua kelompok usia tetapi lebih umum pada orang tua, kemungkinan karena meningkatnya jumlah obat yang dikonsumsi oleh orang tua. (2)1.3. ETIOLOGIEtiologi NET sama dengan Syndrome Steven Johnson. NET juga dapat terjadi akibat reaksi graft versus host, infeksi (virus,jamur,bakteri,parasit), dan sepertiga kasus nekrolisis epidermal toksika disebabkan oleh suatu reaksi terhadap suatu obat. (1) Hubungan antara intake obat dan onset penyakit ini merupakan faktor yang sangat penting. SJS dan TEN umumnya dimulai kurang dari 8 minggu tapi lebih dari 4 hari sejak intake obat pertama kali. Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah :

Medication and the risk of Toxic Epidermal Necrolysis

High RiskLower RiskDoubtful RiskNo Evidance of Risk

AllopurinolAetic acid NSAIDs (e.g., diclofenac)Paracetamol (acetaminophen)Aspirin

SulamethoxazoleAminopenicillinsPyrazolone analgesicsSulfonylurea

SulfadiazineCephalosporinsCorticosteroidsThiazide diuretics

SulfapyridineQuinolonesOther NSIADs (except aspirin)Furosemide

SulfadoxineCyclinsSertralineAldactone

SulfasalazineMacrolidesCalcium chanel blockers

Carbamazepine Blckers

LamotrigineAngiotensin-converting enzyme inhibitor

PhenobarbitalAngiotensin II receptor antagonists

PhenytoinStatins

PhenylbutazoneHormones

NevirapineVitamins

Oxicam NSAIDs

Thiacetazone

Sumber : Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology (1, 2)

1.4. PATOGENESISPatogenesisnya belum jelas. Ada yang menganggap bahwa N.E.T. merupakan bentuk berat Sindrome Stevens-Johnson karena pada sebagian para penderita SJS penyakitnya berkembang menjadi NET. Keduanya dapat disebabkan oleh alergi obat dengan spectrum yang hampir sama. Anggapan lain N.E.T. berbeda dengan SJS karena pada N.E.T tidak didapati kompleks imun yang beredar seperti pada Sindrome Stevens-Johnson dan eritema multiformis. Gambaran histologiknya juga berlainan. NET dipercaya merupakan immune-related cytotoxic reaction yang menghancurkan keratinosit yang mengekspresikan sebagai antigen asing. TEN menyerupai reaksi hipersensitivitas dengan karakteristik reaksi lambat pada pajanan pertama dan reaksinya meningkat cepat pada pajanan ulang.(2, 4) Adanya bukti yang mendukung beberapa jalur immunopatologik yang mengacu pada apoptosis keratinosit, sebagai berikut : Aktivasi Fas-ligand pada membran keratinosit death receptormediated apoptosis (2, 4) Pelepasan protein dekstruktif (perforin and granzyme B) dari sitotoksik T limfosit akibat interaksi dengan sel yang mengekspresikan major histocompatability complex (MHC) class I.(2, 4) Produksi berlebih dari T cell dan/atau macrophage-derived cytokines (interferon-, tumor necrosis factor- [TNF-], and various interleukins). (2, 4) Drug-induced secretion of granulysin dari CTLs, natural killer cells, dan natural killer T cells. (2, 4)

1.5. BOX 40-1 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS OF EPIDERMAL NECROLYSIS (EN)Most LikelyLimited EN (StevensJohnson syndrome)Erythema multiforme majorVaricellaWidespread ENAcute generalized exanthematous pustulosisGeneralized bullous fixed drug eruptionConsiderParaneoplastic pemphigusLinear immunoglobulin A bullous diseasePressure blisters after comaPhototoxic reactionGraft-versus-host diseaseAlways Rule OutStaphylococcal scalded skin syndromeThermal burnsSkin necrosis from disseminated intravascular coagulation or purpura fulminansChemical toxicity (e.g., colchicine intoxication, methotrexate overdose)DIAGNSOSIS BANDING

Sumber : Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 2009 (1)

1.6KOMPLIKASIKomplikasi Nekrolisis Epidermal Toksik yaitu : Infeksi sistemik dan septisemia, syok dan gagal multi-organ (MODs), nekrosis tubular akut, pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya, Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi; dyspareunia, nyeri dan perdarahan, pneumonia atau respiratory failure.(1, 5)

II. DIAGNOSIS2.1. ANAMNESIS a.Anamnesis umumTanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaanTanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan utama). Untukheteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan pengantar. (6)b.Anamnesis terpimpin Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul, apakah hilang timbul, menetap, dimana lokasi awalnya dan kemudian muncul dimana. (6) Tanyakanlah apakah disertai demam atau tidak(6) Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak.(6) Tanyakan apakah bercak kulit ini ada hubungannya dengan gigitan serangga atau luka(trauma).(6) Tanyakanlah apakah bercak kulit ini disertai kram atau nyeri. Jika ada tanyakanlah: Kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau tidak.(6) Sifat nyeri atau kram: ringan, sedang, berat; intermitten atau terus menerus; lebih tinggi pada pagi,sore atau malam hari; serangan dengan interval tertentu; hanya pada satu tempat atau terasa seperti semutbergerak.(6) Apakah ada sakit tulang-tulang, artralgia, mialgia, anoreksia dan malaise.(6) Nyeri tekan pada lengan dan atau kaki.(6) Luka di telapak tangan atau kaki.(6) Tanyakanlah apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu.(6) Tanyakanlah riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal.(6) Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala yang sama.(6) Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter.(6)2.2.GEJALA KLINIS N.E.T. umumnya terdapat pada orang dewasa. Pada umumnya N.E.T. merupakan penyakit yang berat dan sering menyebabkan kematian karena gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis. Gejalanya mirip Sindrome Steven Johnson. (2)Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodromal. Penderita tampak sakit berat dengan demam tinggi, mialgia, cephalgia, dan kesadaran menurun. Kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemudian banyak timbul vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Kelainan pada kulit dapat disertai kelainan pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam. Kelainan semacam itu dapat pula terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti pada syndrome Steven Johnson.(2) Pada N.E.T. yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Gambaran klinisnya menyerupai kombustio. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolski positif pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis mudah dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan, yakni pada punggung dan bokong karena biasanya penderita berbaring. Pada sebagian para penderita kelaina kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat terlepas (onikolisis). (2)Pada organ tubuh dapat terjadi perdarahan traktus gastrointestinal, trakeitis, bronkopneumonia, udem paru, emboli paru, gangguan keseimbangan cairan & elektrolit, syok hemodinamik & kegagalan ginjal. (2)

Pada penyakit ini terlihat adanya trias kelainan berupa :1. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.(2)2. Kelainan selaput lendir di orifisiumKelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar bernafas.(2)3.Kelainan mata Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Lebih dari 80% pasien memperlihatkan adanya kelainan yang melibatkan konjungtiva, ulserasi kornea, uveitis anterior dan synechiae.(2)

Sumber : Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 2009(2)

2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Hal yang terpenting yaitu adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Semua kasus yang dicurigai NET harus dilakukan biopsi kulit dan hapusan immunofluoresensi harus dipertimbangkan jika diduga pemphigus / pemphigoid. Laboratorium didapatkan adanya leukositosis, peningkatan enzim transaminase serum, albuminuria, gangguan fungsi ginjal, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi TBC dan bronkopneumonia. Pemeriksaan histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit lapisan suprabasal dan pada lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis, kecuali stratum korneum, dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis. (1, 3, 7)

Sumber : Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 2012 (1)

Selain itu digunakan Scorten test yaitu 7 tingkatan untuk menilai tingkat keparah penyakit dan dihitung dalam 24 jam sejak pasien masuk dan pada hari ke 3.(1, 8) Dan juga Nikolskys sign yaitu dilakukan penekanan pada kulit yang eritematosa. Nikolskys sign positif jika pada kulit yang eritematous ditekan dan digeser, maka kulit akan terkelupas. (2, 8)

III. PENATALAKSANAAN Pengobatan Simptomatik : Fluid replacement secepatnya : Tujuan Mengatur dan mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.(2) Suhu ruangan dipertahankan 28 30 oC cegah hipotermi.(2) Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi protein & rendah garam.(2) Debridement ekstensif dan agresif tidak dianjurkan.(5) Konsultasi disiplin ilmu lain : THT, mata, penyakit dlm, gigi dan mulut, dll. Mata diperiksa oleh ophthalmologist setiap hari, beri artificial tears, tetes mata antibiotik, dan vitamin A setiap 2 jam sekali selama fase akut dan cegah synechiae. Mulut berkumur dengan larutan antiseptik atau antifungal beberapa kali sehari.(5) Perawatan kulit melindungi dermis yang terbuka dan mencegah pelepasan epridermis lebih lanjut dengan cara menjaga kebersihan tubuh. (5) Manajemen nyeri diberikan Anxiolytics untuk penderita dengan kecemasan tinggi ditambah paracetamol untuk mengatasi nyeri. (9)

Pengobatan Spesifik : Kortikosteroid masih kontroversial, beberapa penelitian menyatakan penggunaan pada fase akut dapat mencegah perluasan penyakit, dan penelitian lain menyatakan steroid tidak menghentikan progresivitas penyakit dan bahkan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan efek samping, terutama sepsis. (10) Intravenous Immunoglobulin gunakan high-dose dikarenakan adanya fas-mediated cells death. (5) Cyclosporin A agent immunosupresif kuat; mekanismenya dengan mengaktivasi Th2 sitokine, inhibisi CD8+ sitotoksik, dan anti-apoptosis dengan inhibisi Fas-L, nuclear factor dan TNF-. (4) Plasmapheresis/Hemodialysis tujuannya untuk mengeluarkan medikasi penyebab, metabolitnya, atau mediator inflamasi (sitokin), tapi tidak direkomendasikan karena kurangnya bukti dan risiko yang berhubungan dengan kateter intravaskular. (4) Anti-TNF agents anti-TNF monoclonal antibodi telah berhasil dipakai untuk mengobati beberapa pasien, tapi pada penggunaan thalidomide dihentikan karena dilaporkan banyaknya kematian. (1, 3, 10)

Pengobatan sisa-sisa gejala. Karena keterlibatan dari kulit, mata dan selaput lendir (mulut, pencernaan, paru, genital, serta kemih), tindak lanjut dan pengobatan sisa-sisa gejala harus interdisipliner. Perhatian khusus harus diberikan untuk pencegahan komplikasi ocular . Rujukan awal ke dokter mata adalah wajib untuk penilaian tingkat keterlibatan mata dan pengobatan yang tepat dengan steroid topikal. Hasil visual dilaporkan secara signifikan lebih baik pada pasien yang menerima perawatan ophtalmological tertentu selama minggu pertama. Beberapa komplikasi ocular memiliki latar belakang inflamasi dan kadang-kadang harus diberikan steroid tetes mata dan / atau pelumasan yang luas dari mata untuk mencegah perkembangan yang mengarah pada kebutuhan transplantasi kornea. (4)PROGNOSISJika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk. Luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia.. (3)

DAFTAR PUSTAKA

1.L. Valeyrie-Allanore, Roujeau J-C. Epidermal Necrolysis (StevensJohnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis). In: Golds LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 8 ed: Hill Mc-Graw; 2012. p. 642-54.2.Fitzpatrick TB. Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 6ed. New York: Hill Mc-Graw; 2009. 597-602 p.3.Tiwari P, Panik R, Bhattacharya A, Ahirwar D, Chandy A. Toxic Epidermal Necrolysis: an update. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. 2013;3(2):85-92.4.Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson syndrome. Harr and French Orphanet Journal of Rare Diseases. 2010:4-8.5.Yim H, Park JM, Cho YS, Kim D, Hur J, Chun W, et al. A Clinical Study of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis: Efficacy of Treatment in Burn Intensive Care Unit. J Korean Surg Soc. 2010;78:133-9.6.Taking history. Your Dermatology Pocket Guide: Common skin conditions explained. 2011:10-1.7.Breathnach SM. Erythema Multiforme, StevensJohnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's textbook of Dermatology. 8 ed2010. p. 69.70-69.71.8.Khalifian S, Ibrahim Z, Lilo MT, Milner SM. Toxic Epidermal Necrolysis. Interesting Case Series. 2014.9.Lehloenya R. Management of Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Current Allergy & Clinical Immunology. 2007;20:124-8.10.Slentz DH, Hemmati HD. Management of Stevens-Johnson Syndrom and Toxic Epidermal Necrolysis. Ophttalmic Pearl. 2013;8:37-8.

4