new modernism sunnah taufiq shidqy a. amir firmansyah …

15
NEW MODERNISM SUNNAH TAUFIQ SHIDQY A. Amir Firmansyah ABSTRAK Modernisasi sunah diperlukan sepanjang sama sebagaimana modernisasi al-Qur’an dalam arti modernisasi pemahaman ayat-ayat dan hadis tentang masalah sosial bukan masalah akidan dan hukum. Interpretasi ayat dan hadis sosial selalu berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga Islam selalu relevan sepanjang zaman dan tempat. Pada umumnya, pemikiran new moderism sunah dimunculkan dari pendapat minoritas ulama sunni yang secara internal yang terjadi kontra dengan pendapat dengan mayoritas, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disisi lain, pemikiran new modernism sunah tampak tidak ilmiah, bahkan adakalanya timbul dari asumsi yang tidak jelas. Misalnya kritik internal diduga belum dilakukan oleh para ulama. Pengembangan pemikiran para new moderism dengan cercaan sebagian periwayat, cercaan terhadap para ulama dan matan sunah tidak ilmiah dan tidak etis, karena hanya tumbah dari ketidaktahuan mereka tentang ulumul hadis dan emosional semata dengan mengikuti cara orientalis yang tidak etis dan moralis.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NEW MODERNISM SUNNAH TAUFIQ SHIDQY

A. Amir Firmansyah

ABSTRAK

Modernisasi sunah diperlukan sepanjang sama sebagaimana modernisasi al-Qur’an dalam arti

modernisasi pemahaman ayat-ayat dan hadis tentang masalah sosial bukan masalah akidan

dan hukum. Interpretasi ayat dan hadis sosial selalu berkembang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga Islam selalu relevan sepanjang

zaman dan tempat. Pada umumnya, pemikiran new moderism sunah dimunculkan dari

pendapat minoritas ulama sunni yang secara internal yang terjadi kontra dengan pendapat

dengan mayoritas, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disisi lain, pemikiran new

modernism sunah tampak tidak ilmiah, bahkan adakalanya timbul dari asumsi yang tidak

jelas. Misalnya kritik internal diduga belum dilakukan oleh para ulama. Pengembangan

pemikiran para new moderism dengan cercaan sebagian periwayat, cercaan terhadap para

ulama dan matan sunah tidak ilmiah dan tidak etis, karena hanya tumbah dari ketidaktahuan

mereka tentang ulumul hadis dan emosional semata dengan mengikuti cara orientalis yang

tidak etis dan moralis.

BABI

PENDAHULUAN

Sejarah perkembangan umat Islam tebagi menjadi tiga, yaitu masa klasik 650-1250 M,

masa pertengahan 1250-1800 M dan masa modern 1800 sampai sekarang.1 Adapun sejarah

perkembangan ingkar sunah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan modern. Menurut

M. Mustafa Azami, sejarah ingkar sunah klasik terjadi pada masa Syafi’i abad ke-2 H/ 7 M

kemudian hilang dari peredarannya selama kurang lebih 11 abad. Kemudian pada abad

modern, ingkar sunah timul kembali di India dan mesir dari abad ke-19 M/13 H hingga

sekarang.

Pada masa pertengahan ingkar sunah tidak muncul kembali, kecuali barat mulai

meluaskan kolonialismenya ke negara-negara Islam. Perbedaan pandang berbagai sekte

klasik dalam silam tentang sunah diangkat kembali oleh oreintalis untuk meracuni pemikiran

umat Islam.

Gejala timbulnya ingkar sunah awal di mesir modern beriringan dengan perkembangan

modernisasi yang dipelopori oleh para reformis seperti Muhammad Abduh (w. 1905 M) dan

murid-muridnya diantaranya Muhammad Rashid Ridla (w. 1935 M) yang membawa

pengaruh besar bagi perkembangan kebebasan berfikir dan berijtihad setelah mengalami

stagnasi sekian lama.2 Namun diantara pengikut mereka ada yang berlebihan dalam

memahami isu dibukanya kembali kebebasan ijtihad tersebut, sehingga menyimpang dari

prinsip dasar ijtihad dan persyaratannya sebagaimana yang oleh Muhammad Abduh padahal

beliau sendiri tidak mengingkarinya.

Diantara tokoh ingkar sunah di mesir antara lain, Taufiq Shidqi (w.1920), Ahmad

Amin(w 1954), Mahmud Abu Rayyah, Ahmad Subhi Mansur.

Dalam makalah sederhana ini, penulis mencoba mengungkapkan biografi Taufiq Shidqi,

bagaimana sepak terjang beliau dalam pemahaman terkait ingkar sunah, dalil apa saja yang

beliau pakai untuk ingkar terhadap sunah. Diungkapkan juga mengenai analisis kritik

terhadap Taufiq Shidqi yang dikatakan sebagai seorang pemikir new moderism dalam sunah.

1 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)

13-14. 2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagi Aspek (jakarta: UI-Press, 1985), 83.

BAB II

PEMBAHASAN

1. BIOGRAFI TAUFIQ SHIDQI

Taufiq Shidqi adalah salah seorang dokter yang bertugas disalah satu lembaga

kemasyarakatan di Kairo, mesir. Ia dilahirkan pada 19 september 1881 M. Pada masa

usia remaja masuk ke maktab untuk mempelajari al-Qur’an dan menghafalnya, sejak itu

ia telah tampak kecenderungan pada masalah yang bersifat religius dan realisasinya

dalam ilmu modern. Kemudian ia menamatkan sekolah dasar tahun 1896 M, sekolah

menengah tahun 1900 M, sekolah kedokteran tahun 1904 M.

Adapun kariernya sejak menyelesaikan studi kedokteran tahun 1904 M, daingkat

menjadi dokter disebuah rumah sakit di Qashar al-‘Ayniy , kemudian dimutasi ke rumah

sakit Thu>ra> (1905). Ia naik pangkat lebih tinggi 1913 M dan dimutasi ke lembaga

pemasyarakatan Mesir 1914 M dan meningal pada 1920 M setelah terserang penyakit

tifus gawat.3

Pada awal abad 20-an ada seorang dokter berkebangsaan mesir bernama Taufiq

Shidqi (w.1920) banyak menulis tentang pembaruan agama, diantaranya pemikiran

sunnah. Dia berusaha menghabiskan waktunya untuk mendalami dua ilmu ilmu

kedokteran dan syara’, dasar-dasar ilmu keislaman dan ilmu hadis, ia banyak menulis

artikel ilmiah berwawan pembaharuan di berbagai majalah dan koran harian, seperti al-

manna>r, al-muayyad dll

Diantara artikel yang amat penting yaitu; al-Islam Huwa al-Qur’a>n Wahdah yang

terbit dua kali, yang pertama sebagai opini publik dan kedua tanggapan terhadap al-

Naskh Fi al-Syara>i al-Ilahiyah. Artikel yang ditulisnya mengundang perhatian para

kritikus dibelahan dunia Islam.4

Pemikiran Taufiq Shidqi tentang sunah dinilai para ulama sunah sebagai pemikiran

yang kontroversional dan sebagai pengingkar sunnah. Penilaian ini didasarkan pada

penolakan terhadap kehujjahan sunah yang dikodifikasikan dan diriwayatkan.

Menurutnya bahwa Islam hanyalah al-Qur’an satu-satunya. Ia juga dinilai sebagai

pengingkar sunnah pertama di abad modern, sejak terjadi pengingkaran awal masa klasik

yang berhadapan dengan syafi’i (w. 203 H) yang disebut radd al-sunnah. Sebagian

ulama lain seperti Rasyid Ridha sendiri menilainya sebagai pembaharu dalam sunnah.

3 M. Rasyid Ridla, Tarjamah Al-Thalib Taufiq Shidqi, al-Manar 483-485.

4 M. Rasyid Ridla, Majalah Al-Manar (Mesir: Mathba’ah al-Manar, 1928), 492-494.

Hal tersebut dimaklumi karena bisa jadi akibat pengaruh beberapa hal. Diantaranya

pengaruh gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Muhammad Abduh dan M. Rasyid

Ridha. Kemudian oleh sebagian penganutnya modernisasi dipahami secara berlebihan,

sementara wawasan keislaman dalam agama dan sunah belum terpenuhi.

2. PEMIKIRAN TAUFIQ SHIDQI

Diantara pemikiran Taufiq Shidqi dalam sunah yang dimuat dalam majalah al-

manar sebgai berikut:

a. Sunah hanya untuk umat Islam pada masa nabi dan bangsa Arab saja, bagi bangsa

selain arab yang ingin memahami harus mempelajari bahasa Arab, kondisi, tradisi,

sejarah, dan istilah bangsa Arab.5

b. Al-Qur’an telah jelas karena ayat-ayat yang global (mujmal) dijelaskan oleh antar

ayat-ayat yang berkaitan. Sedang ayat-ayat mutlak dibatasi seperti yang dilakukan

Nabi pada masanya.6

c. Sunnah ditolak karena melebihi al-Qur’an yang tidak disebut di dalamnya.7

d. Taufiq Shidqi juga menolak interpretasi kata al-h}ikmah dalam beberapa ayat al-

Qur’an, misalnya QS. Al-Baqarah 151 dengan arti sunah sebagaimana yang

diinterpretasikan oleh ulama sunni. Menurutnya, al-hikmah diartikan mauidzah,

adab, berilmu dan masyarakat madani.8

e. Bilangan rakaat shalat menurut Taufiq Shidqi minimal dua rakaat, sesuai dengan

keteranga dalam al-Nisa’ 100-101, kemudian boleh ditambah sesuai dengan

kondisinya.9

f. Dalam al-Qur’an tidak ada satu ayatpun perintah membunuh orang murtad, dalam

beragama tidak ada paksaan QS al-Baqarah 256 dan al-Kahfi 29. Hukuman bunuh

bagi yang mengganti agama Islam (murtad)10

g. Diantara mereka hanya menghitung 17 hadith, sebagian lagi ber pendapat hanya

satu hadith, bahkan sebagian lagi berpendapat satu hadith dan itu saja maudhu’.

h. Al-Qur’an dipelihara tuhan sedang sunnah tidak, sebagaimana dalm surat al-Hijr:

9

i. Sunnah tidak ditulis dan tidak dibubukan sejak masa Nabi saw.

5 Taufiq Shidqy, Al-Isla>m Huwa Al-Qur’a>n Wahdah, Al-Manar (Mesir: Maktabah al-Manar,1907), XII/ 914.

6 Taufiq Shidqi, Tarjamah Al-Talib, 492-494.

7 Ibid, 906, 907 dan 914.

8 Ibid, 908-909.

9 Ibid, 918-920.

10 Taufiq Shidqi, Al-Isla>m Huwa Al-Qur’a>n Wahdah, 9/523.

j. Al-Qur’an telah sempurna tidak perlu disempurnaka lagi sebagimana keterangan

al-An’am 37.11

Kesimpulannya, Taufiq Shidqy menolak kehujahan sunnah sebagai salah satu

dasar hukum Islam setelah al-Qur’an.

3. ANALISIS KRITIS TERHADAP PEMIKIRAN TAUFIQ SHIDQI

Untuk memudahkan analisis dan kritik beberapa pemikiran tersebut dapat

diringkas menjadi delapan pokok masalah:

1. Sunnah hanya berlaku pada masa nabi dan bagi bangsa Arab

Taufiq Shidqi mengatakan bahwa, sunah hanya untuk umat Islam pada

masa Nabi dan bangsa Arab saja, berdasarkan firman Allah:

Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya (QS

Ibrahim 14:4)

Bagi selain arab yang ingin memahami harus mempelajarinya.12

Permasalahanya sekarang apakah nabi diutus untuk orang sezaman nabi

saja dan terbatas pada orang Arab saja? Ataukah nabi diutus kepada seluruh

manusia baik pada mereka yang hidup masa nabi sampai hari kiamat dan tidak

dibatasi bangsa Arab saja? Rasyid Ridha mengemukakan, bahwa telah dimaklumi

secara pasti tidak ada perselisihan dikalangan para ulama bahwa Nabi Muhammad

diutus kepada seluruh manusia baik bangsa Arab ataupun non Arab pada masa

Nabi dan seterusnya sampai hari kiamat disegala tempat dan zaman, kecuali ada

dalil yang menunjukkan kekhususannya.13

Surat Ibrahim 14:4 tersebut tidak menujukkan bahwa zona wilayah

kerasulan nabi Muhammad, akan tetapi untuk pada rasul umat terdahulu. Lihat

saja redasinya tidak ada kata yang menunjuukkan kekhususan nabi Muhammad.

Untuk nabi Muhammmad diutus kepada seluruh manusia, sebagaimana firman

Allah surat al-A’raf 7:158 dan Saba’ 34: 28

11

Taufiq Shidqi, Al-Nakh Fi Al-Syara’ al-Ilahiyah, al-Manar, 516. 12

Taufiq shidqi, Al-Isla>m Huwa Al-Qur’a>n Wahdah 9/914. 13

M. Rasyid Ridla, Al-Mannar, 9/926.

Katakanlah: hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua

(QS. Al-A’raf 7: 158)

Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya

sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi

kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba, 34: 28)

Taufiq Shidqi, kalau mengakui sunnah hanya berlaku pada masa nabi saja,

bagi umat setelah nabi hanya menggunakan al-Qur’an dan ijtihat penguasa

setempat.

Permasalahan sunah berlaku bagi siapa dan pada masa nabi saja atau

berlaku pada masa-masa berikutnya sangat erat kaitannya dengan fungsi kerasulan

Muhammad. Apakah nabi diutus untuk orang sezaman saja dan terbatas pada

orang arab saja. Ataukah nabi diutus kepada seluruh manusia baik pada mereka

yang hidup masa nabi sampai hari kiamat dan tidak dibatasi bangsa Arab saja.

Hal ini kemudian terbantahkan dengan dua ayat diatas bahwa nabi diutus

untuk seluruh umat dalam kaitannya ia menjadi nabi terakhir, sehingga sampai

kiamat, nabi muhammadlah yang diberi amanat untuk membawa peringatan.14

2. Makna al-h}ikmah dalam al-Qur’an bukan sunnah

Dalam ayat 131 surat al-Baqarah:

14

Abbul Majid Khon, Pemikiran Modern Dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadis (Jakarta: Kencana, 2011),

282.

Sebagaimana kami telah mengutus kepadmu rasul di antara kamu yang

membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan

mengajarkan kepadamu al-kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa

yang belum kamu ketahui (QS 2: 151)

Taufiq Shidqi menolak makna al-h}ikmah diartikan sunah sebagaimana

pemaknaan para ulama ahli tafsir pada umumnya. Menurutnya, al-h}ikmah

diartikan mau’dzah, adab, berilmu, dan masyarakat madani sebagaimana

keterangan sebelumnya.

Kata al-hikmah pada ayat tersebut diartikan sunnah yang menjelaskan

maksud Allah yang belum diterangkan oleh teks al-Qur’an melalui lisan nabi.15

Al-shafi’i memilih al-hikmah diartikan sunah sebagaimana periwayatan Qatadah.

Alasan ulama al-shafi’iyah karena pertama, Allah menyebutkan dalam ayat itu,

membacakan al-kita>b. Kedua, mengajarkannya, kemudian dihubungkan dengan

kata al-h}ikmah berart ia di luar al-kitab yakni sunah rasul.16

Kata al-h}ikmah diartikan sunah lebih kuat, karena diperkuat dengan ayat lain

misalnya surah al-ahzab/33:34

Dan ingatlah apa yang dibacakan dirumahmu (istri-istri nabi) dari ayat-ayat Allah

dan hikmah (sunah nabimu). Sesungguhnya Allah maha lembut lagi maha

mengetahui

Rasulullah saw mengajarkan sunah kepada mereka sebagimana mengajarkan

al-kita>b. Demikian juga para sahabat belajar al-kita>b dan sunnah dari

Rasulullah saw secara bersama-sama. Dan mereka bergantian menemani beliau

agar tidak luput dari sunnah.

Adapun al-h}ikmah dalam surat ali-Imran 3: 48 tersebut memang tidak diartikan

sunah. Sebagian ahli tafsir membeberkan al-kita>b diartikan tulisan, al-h}ikmah

benar dalam perkataan dan perbuatan atau diartikan sunah para nabi.17

Bukan

menjadi sifat terhadap kitab taurat, karena dalam tata bahasa sifat itu disebutkan

setelah yang disifati.18

15

Al-Qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an (Beirut: Da>r al-fikr, 1987), 231. 16

Muhammad bin Idris Al-shafi’i, Risalah (Kairo: Da>r al-Turath, 1979),78. 17

Muhammad Ali al-S}a>bu>ni>, S}afwat Al-Tafa>si>r (Beirut: Da>r al-Fikr, 1969), 202. 18

Abdul Majid Khon, 284

Dari beberapa keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa boleh saja kata

al-h}ikmah diinterpretasikan dengan berbagai arti berdasarkan dalil yang jelas,

tetapi sekalipun yang di artikan dengan arti sunah tidak menunjukkan kewajiban

menjadikan sunah sebagai hujah. Kewajiban kehujahan sunah berdasarkan ayat-

ayat yang menyuruh patuh kepada rasul sebagai realisasi iman kepadanya.19

3. Rakaat shalat

Bilangan rakaat salat menurut Taufiq Shidqi minimal dua rakaat, sesuai

dengan keteranga dalam surat al-Nisa>’ 102-102

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu

mengqasar shalatmu, jika kamu takut diserang orag-orang kafir.

Sesungguhnyaorang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu. Dan apabila kamu

berada di tengah-tengah mereka, lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-

sama mereka, maka hendakah segolongan dari mereka berdiri(salat) besertamu

dan menyandang senjata.

19

Ibid 284.

Salat dilaksanakan nabi secara mutawatir dan dimaklumi oleh para sahabat,

mereka melihat bagaimana cara nabi melaksanakan salat, jumlah bilangan salat

sehari-semalam dan jumlah rakaatnya. Salat yang disebut dalam ayat tersebut

adalah salat dalam keadaan perang. Ia mempunyai hukum dan cara tersendiri

karena darurat, tidak sama dengan dalam keadaan biasa disamping bolehnya

meringkas salat. Bahkan dalam surat al-Baqarah 2:239 Allah berfirman:

Bila kamu dalam keadaan takut bahaya, maka salatlah sambil berjalan atau

berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah.

Sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu

ketahui.

Bentuk salat dalam keadaan lari atau naik diatas kendaraan, berarti tidak

ada rukuk dan sujud. Jika Taufiq Shidqi berkesimpulan dari surat al-Nisa’ 101-

102 bahwa salat dalam keadaan takut, minimal satu rakaat bagi ma’mum dan dua

rakaat bagi imam. Dan dalam keadaan aman minimal dua rakaat. Mengapa tidak

mengambil kesimpulan dari surat al-Baqarah 2:239 bahwa kewajiban salat

minimal tanpa ruku’ dan sujud, jadi salat dalam keadaan takut tidak dapat

disamakan dengan keadaan aman, ia mendapat keringanan dari syara’.20

4. Sunah Tidak Boleh Kontradiksi Dengan Al-Qur’an.

Menurut Taufiq Shidqi sunah yang melebihi dari al-Qur’an atau yang tidak

disebut dalam al-Qur’an ditolak. Mislanya hukum bunuh bagi orang murtad, dan

hukum rajam terhadap pezina muh}s}a>n. Memang terjadi adanya pro kontra

dikalangan para ulama tentang status sunah sebagai sumber hukum yang berdiri

sendiri atau sunah menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur’an.

Dua pendapat tersebut dapat dikompromikan bahwa pada prinsipnya pendapat

yang kontra itu mengakui adanya hukum baru yang dibina sunah yang tidak

terdapat dalam al-Qur’an secara tegas.

Dengan demikian hanya retorika yang berbeda, pendapat pertama mengakui

sunah menetapkan hukum sendiri yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Adapun

pendapat kedua, memahami sunah dikandung secara tersirat dalam teks atau

kaedah al-Qur’an.

20

M. Rashid Ridla, al-Manar, IX/927-928.

Hadis disebut juga sebagai taqri>r yakni penguat terhadap al-Qur’an, apa

yang disampaikan al-Qur’an dijelaskan dalam hadis dengan tidak ada perbedaan,

baik kandungan maupun bentuk global dan terperincinya.21

Dasar pemikiranya, kewajiban umat Islam mengikuti hadis s}ah}ih} adalah

kewajiban taat kepada rasul yang diperintahkan al-Qur’an, sebagaiman firman

Allah:

Dan tidaklah patut bagilaki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan

yang mu’minah, apabila Allah dan rasulnya telah menetapka suatu perkara, akan

ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang

mendurhakai Allah dan rasulnya maka sungguh ia telah sesat dengan sesat yang

nyata(al-ahzab 33:36)

Ayat 26 surat al-Baqarah dan ayat 29 Al-Kahfi diatas yang dijadikan dasar

penolakan sunah Taufiq Shidqi tidak berkaitan dengan hukum murtad, ia

berkaitan dengan dakwah secara umum. Jadi nabi dan para da’i setelahnya tidak

boleh memaksa seseorang untuk memasuki agama Islam, mereka hanya

tabligh/menyampaikan dan keimanan terserah padanya.22

5. Kelangkaan hadith mutawatir.

Memang ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa hadis mutawatir

sedikit, karena sulitnya menempuh persyaratan yang ketat. Diantara mereka ada

yang hanya menghitung 17 hadis, sebagian lagi berpendapat hanya satu hadis,

bahkan sebagian berpendapat hanya satu hadis dan itu juga dinilai maud}u’.

Pendapat inilah salah satunya, yang dijadikan senjata ingar sunah sunah

membuang seluruh hadis.23

Namun meski demikian, hadis tetap merupakan elemen pentng dalam ajaran

Islam, mengingat hadis adalah ijithad nabi Muhammad yang tidak mungkin tanpa

petunjuk dari Allah. Hingga dikatakan bahwa wahyu pada dasarnya terbagi

menjadi dua, yakni wahyu yang tertulis dan mengandung mu’jizat saat dibaca dan

wahyu yang diriwayatkan berupa hadis nabi yang berasal dari Allah, oleh karena

itu, menurut ‘Ajjaj al-Khatib mendasari pentingnya posisi hadis atas empat hal,

21

Must}a>fa> al-Siba’i, Al-Sunnah Wa Maka>nuha Fi Al-Tashri’ Al-Isla>mi> (Kairo: Da>r al-Sala>m, 2000),

414. 22

Abdul Majid Khon, 288. 23

Ibid,

yaitu: berdasarkan keimanan, berdasar perintah al-Qur’an, berdasar dalil dari

hadis sendiri dan berdasar ijma’ ulama.24

6. Sunnah Tidak Terpelihara

Taufiq Shidqi berpendapat bahwa hanya al-Qur’an yang dipelihara tuhan

sedang sunah tidak, sebagaimana dalam surat al-Hijr 15: 9.

Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya.

Maksud pemeliharaan al-Qur’an dalam surat al-Hijr yakni sunah sebagai

penjelas (mubayyin) dan al-Qur’an sebagai yang dijelaskan (mubayyan). Secara

logis pemeliharaan mubayyan terhenti pada pemeliharaan mubayyin karena

keduanya sebagai wahyu dari sumber yang sama yaitu Allah. Sunah sebagai

benteng al-Qur’an yang kuat dan sebagai penjelas baginya. Sehingga al-qur’an

dapat terpelihara dari interpretasi dan penakwilan yang hanya disesuaikan dengan

ra’yu dan hawa nafsu.25

Pemeliharaan sunah memang berbeda dengan pemeliharaan al-Qur’an.

pemeliharaan sunah melalui penyampaian nabi saw kemudian diterima dan diingat

sahabat untuk disampaikan kepada yang belum tahu. Begitu seterusnya kepada

generasi berikutnya. Sebagaimana Allah memelihara al-Qur’an dengan

tumbuhnya pada hufaz} yang andal dari generasi ke generasi, Allah juga

memelihara sunah dengan perhatian para hufaz} yang dapat dipercaya thiqah yang

telah mengahabiskan usianya untuk memeliti dan memeriksanya dari sesama

thiqah sampai kepada rasulullah, sehingga dapat diketahui mana yang s}ah}i>h}

dan mana yang tidak s}ah}i>h}. Sunah dipelihara tuhan di dalam dada para

sahabat dan tabiin kemudian dihimpun dan dikodifikas sampai sekarang.26

7. Larangan Penulisan Sunah Pada Masa Nabi

Sunah tidak ditulis dan tidak dibukukan sejak nabi Muhammad. Tidak

benar jika pada masa awal Islam tidak terdapat tulisan sunnah sebagaimana

sangkaa ingkar sunah. Banyak bukti yang menunjukkan, misalnya surat-surat

24

‘Ajjaj al-Khatib, Us}ul Al-Hadi>th: Ulumuhu Wa Must}alah}uhu (Beirut: Da>r al-Fikr, 2008), 25-31. 25

Muhammad Zuhri, Hadis Nabi: Telaah Historis Dan Metodologis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), 54. 26

Abdul Majid Khon, 290

dakwah yang ditujukan kepad para tokoh bangsa dan para raja, kesepakatan dan

perdamainan. S}ahi>fah ibn umar, s}ahi>fah Ali .dll

Pada mulanya memang menulis sunah terlarang karena khawatir campur

aduk dengan penulian al-Qur’an, disisi lain SDM yang mampu menulis dan

membaca sangat minim, sementara perhatian mereka masih pada al-Qur’an

karena ia sumber pokok utama, akan tetapi setelah tidak ada kekhawatiran itu

nabi mengizinkannya. Larangan menulis untuk umum, akan tetapi bagi orang-

orang tertentu ada yang diperbolehkan menulisnya. Misalnya Abu Shah karena

hafalannya kurang, atau seperti Ibnu Umar karena tulisannya bagus tidak ada

kehawatiran campuraduk dengan al-Qur’an atau terjadi adanya proses nasikh

mansukh.27

memahami larangan Rasul untuk menulis hadith seperti laporan Abu Said

al-Khudri, yang menyatakan Rasul bersabda : “janganlah anda menulis (sesuatu)

dari saya. Barang siapa yang telah terlanjur menulis, maka hapuslah.

Ceritakanlah (segala sesuatu) dari saya; demikian tidak apa-apa”, sebagai

larangan penulisan ha>dits yang tidak professional, sebab saat itu dikhawatirkan

akan bercampur dengan al-Qur’an.28

8. Kesempurnaan Al-Qur’an Tidak Memerlukan Sunnah

Menurut Taufiq Shidqi, al-Qur’an telah sempurna tidak perlu

disempurnakan lagi sebagaimana surat al-An’am 37. Ayat yang dijadikan

pedoman Taufiq Shidqi tidak tepat karena maksud al-kitab dalam surat tersebut

menurut pakar tafsir diartikan lawh mahfuz} bukan al-Qur’an atau kalau ingin

dimaksudkan demikian lebih tepat menggunakan dalil surat an-Nahl 16:89 yang

ditakwilkan bahwa al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dan

hukum-hukumnya. Penjelasana al-Qur’an secara mujmal dan yang pokok saja.

Adapun penjelasan secara terperinci baik yang menyangkut masalah agama atau

masalah furu’iyah dijelaskna oleh sunah atau diserahkan kepada nabi untuk

menjelaskannya.

Pendapat Taufiq Shidqi, bahwa al-Qur’an telah jelas karena mujmalnya

dijelaskan oleh antar ayat-ayat yang berkaitan, sedang mutlaknya dibatasi

penguasa setempat sebagaimana yang dilakukan nabi pada masanya, memang ada

27

Abdul Majid Khon, 291. 28

DR. Mahmud at-Tahhan, Ushu>l al-Takhrij wa Dirasah al-Asa>nid.Terj. Imam Ghazali Sa’id, (Surabaya:

diantama, 2007) xxvii.

benarnya. Namun seluruhnya tidak demikian, ada yang perlu penjelasan nabi

sebagai penerima wahyu dari globalisasi ayat, misalnya tentang waktu shalat lima

waktu, bacaan salam shalat29

dan lain-lain atau pembatasan kemutlakan ayat,

seperti ayat pemotongan tangan pencuri sampai mana batas pemotongan ini

dengan sunah, yaitu pada batas pergelangan tangan, atau mengkhususkan ayat

yang umum serta ayat tentang pencuri yang memenuhi syarat pemotongan

tangan, nilai barang yang dicuri harus telah mencapai ukuran satu nisab dan

tersimpat ditempatnya.

29

Hamma>dah ‘Abbas Mutawali, Al-Sunnah Al-Nabawiyyah Wa Maka>Nuha> Fi Tashri> (Kairo: Da>r al-

Qaumiyah li al-T}aba>iyah wa al-Nashr, 1965), 143.

BAB III\

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Taufiq Shidqi adalah seorang pemikir new moderism yang berada di Mesir yang

mencoba menganalisa keterkaitan sunah dan al-Qur’an dari kacamata modern, bahwa

Islam sebagai ajaran hanya memerlukan al-Qur’an saja sebagai pedoman kehidupan.

2. Pendapat Taufiq Shidqi dikenal juga sebagai ingkar sunah yang pada mulanya terjadi

ketika barat meluaskan kolonialismenya ke negara-negara Islam, beririgan dengan

perkembangan reformis seperti M Abduh dan Rasyid Ridla yang membawa pengaruh

besar bagi perkembanga dunia Islam, khusunya di Mesir.

3. Penulis tidak sependapat dengan Analisis Taufiq Shidqi, karena kembali kepada al-

Qur’an bahwa umat Islam diperintahkan untuk patuh kepada Allah dan Rasulnya,

Rasulpun dalam menyampaikan dan melaksanakan perintah tidak luput dari apa yang

digariskan oleh Allah.

B. Saran

1. Dalam rangka memperkuat persepsi tentang status sunah sebagai dasar hukum Islam,

hendaknya kepada semua umat Islam mempelajari ilmu Dira>yah dan Riwa>yah,

sehingga mampu memahaminya secara fungsional, maupun mendeteksi dan meneliti

kesahihan periwayatan sanad dan matan.

2. Umat Islam yang memiliki kemampuan hendaknya terus mengadakan penelitian

sunah, baik dalam buku-buku induk sunah maupun yang lain, sehingga dapat

diketahui dan dapat diinformasikan mana yang sahih.

3. Makalah masih terbuka lebar untuk dianalisis, penulis mengharapkan kontribusi

untuk mendapatkan pemahaman yang lebih konprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Khatib(al), ‘Ajjaj Us}ul Al-Hadi>th: Ulumuhu Wa Must}alah}uhu. Beirut: Da>r al-Fikr,

2008.

Majid Khon, Abbul. Pemikiran Modern Dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu Hadis, Jakarta:

Kencana, 2011.

Mutawali, Hamma>dah ‘Abbas Al-Sunnah Al-Nabawiyyah Wa Maka>Nuha> Fi Tashri>,

Kairo: Da>r al-Qaumiyah li al-T}aba>iyah wa al-Nashr, 1965.

Nasution, Harun. Pembaruan Dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan, Jakarta: Bulan

Bintang, 1984.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagi Aspek, Jakarta: UI-Press, 1985.

Qurtubi (al), Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, Beirut: Da>r al-fikr, 1987.

Ridla, M. Rasyid. Tarjamah Al-Thalib Taufiq Shidqi, al-Manar .

Ridla, M. Rasyid. Majalah Al-Manar , Mesir: Mathba’ah al-Manar, 1928.

Shidqy, Taufiq. Al-Isla>m Huwa Al-Qur’a>n Wahdah, Al-Manar, Mesir: Maktabah al-

Manar,1907.

S}a>bu>ni> (al), Muhammad Ali. S}afwat Al-Tafa>si>r , Beirut: Da>r al-Fikr, 1969.

Shafi’i (al), Muhammad bin Idris. Risalah, Kairo: Da>r al-Turath, 1979.

Siba’i (al), Must}a>fa>. Al-Sunnah Wa Maka>nuha Fi Al-Tashri’ Al-Isla>mi>, Kairo: Da>r

al-Sala>m, 2000.

Tahhan(al),Mahmud. Ushu>l al-Takhrij wa Dirasah al-Asa>nid.Terj. Imam Ghazali Sa’id,

Surabaya: Diantama, 2007.

Zuhri, Muhammad. Hadis Nabi: Telaah Historis Dan Metodologis, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2003.