non conventional bleaching.docx

26
TEORI 1. Pulp Bleaching (Pemutihan Pulp) Tujuan utama proses pemutihan adalah untuk : a.Meningkatkan derajat putih pulp, sehingga pulp tersebut sesuai untuk dibuat sebagai kertas dengan jenis tertentu b.Proses pemutihan pulp tidak hanya membuat pulp menjadi lebih putih atau cerah, tetapi juga membuatnya stabil sehingga tidak menguning atau kehilangan kekuatan dan derajat putih selama penyimpanan c.Mendapatkan pulp yang mempunyai sifat fisik dan sifat kimia sesuai yang diinginkan Pemutihan pulp kimia biasanya dilakukan dengan beberapa tahap yang disingkat dengan simbol-simbol sebagai berikut: a.Klorinasi (C) : reaksi dengan gas klor dalam media asam b.Ekstraksi yang bersifat basa (E) : pelarutan hasil reaksi dengan NaOH c.Hipoklorinasi (H) : reaksi dengan hipoklorit dalam larutan basa d.Klor Dioksida (D) : reaksi dengan ClO 2 dalam media asam e.Peroksida (P) : reaksi dengan peroksida dalam media alkali f.Oksigen (O) : reaksi dengan oksigen pada tekanan tinggi dalam med ia alkali

Upload: agnes-sartika

Post on 25-Oct-2015

191 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

TEORI

1. Pulp Bleaching (Pemutihan Pulp)

Tujuan utama proses pemutihan adalah untuk :

a. Meningkatkan derajat putih pulp, sehingga pulp tersebut sesuai untuk dibuat sebagai

kertas dengan jenis tertentu

b. Proses pemutihan pulp tidak hanya membuat pulp menjadi lebih putih atau cerah,

tetapi juga membuatnya stabil sehingga tidak menguning atau kehilangan kekuatan dan

derajat putih selama penyimpanan

c. Mendapatkan pulp yang mempunyai sifat fisik dan sifat kimia sesuai yang diinginkan

Pemutihan pulp kimia biasanya dilakukan dengan beberapa tahap yang disingkat

dengan simbol-simbol sebagai berikut:

a. Klorinasi (C) : reaksi dengan gas klor dalam media asam

b. Ekstraksi yang bersifat basa (E) : pelarutan hasil reaksi dengan NaOH

c. Hipoklorinasi (H) : reaksi dengan hipoklorit dalam larutan basa

d. Klor Dioksida (D) : reaksi dengan ClO2 dalam media asam

e. Peroksida (P) : reaksi dengan peroksida dalam media alkali

f. Oksigen (O) : reaksi dengan oksigen pada tekanan tinggi dalam

media alkali

g. Ozon (Z) : reaksi dengan ozon dalam media asam

h. (Dc) atau (CD) : campuran gas klor dan klordioksida

(Setiawan, 2010)

2. Conventional Bleaching

Saat ini bahan pemutih yang banyak digunakan dalam pemutihan pulp adalah

senyawa yang mengandung klor. Bahan yang mengandung klor ini, merupakan bahan

yang tidak ramah lingkungan. Oksidasi bahan organik oleh senyawa ini bisa

menghasilkan senyawa-senyawa yang berbahaya seperti kloroform dan kloronitrometana.

Kloroform merupakan racun bagi organ-organ vital seperti jantung, ginjal maupun hati.

Kloroform telah dipastikan sebagai zat karsinogenik serta sangat beracun. Beberapa

penelitian tentang dampak negatif dari pemakaian senyawa klor pada proses pemutihan

telah dilakukan.

Telah dilakukan penelitian untuk mengamati limbah bleaching pulp yang

menggunakan ClO2. Limbah yang dikumpulkan dari berbagai jenis kayu menunjukkan

Page 2: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

semuanya mempunyai potensi mempengaruhi kehidupan ikan yang ada di sekitarnya.

Selain itu, telah dilakukan pula kajian tentang reaksi samping yang terjadi pada proses

pemutihan dengan menggunakan bahan yang mengandung khlorin. Klorin akan bereaksi

dengan senyawa organik dalam kayu membentuk senyawa toksik, misalnya dioksin.

Dioksin ditemukan tidak hanya dalam air limbah, tapi dalam produk yang dihasilkan.

Meskipun konsentrasi dioksin dalam air limbah sangat kecil tapi bila masuk dalam rantai

makanan konsentrasinya akan menjadi berlipat karena adanya proses biomagnifikasi

(Fuadi dan Sulistya, 2008).

Di luar dampak buruk yang ditimbulkan oleh penggunaan senyawa klor untuk

pemutihan pulp, bahan kimia ini tetap saja banyak digunakan sebagai bahan pemutih

karena keunggulan yang dimilikinya. Keunggulan penggunaan senyawa klor pada

pemutihan pulp, antara lain:

a. Klor telah banyak digunakan pada proses pemutihan pulp karena sifat-sifatnya yang

reaktif, efektif dan menghasilkan pulp dengan sifat fisik dan derajat putih tinggi

b. Disamping itu harga klor yang relatif murah membuatnya sangat menarik dan sulit

digantikan dengan bahan-bahan kimia yang lain

3. Non-Conventional Bleaching

Teknologi pembuatan pulp dan kertas yang bersifat ramah lingkungan

(environmentally friendly) berkembang sangat pesat. Aspek lingkungan yang dominan

pada industri pulp dan kertas terletak pada proses pemutihan (Setiawan, 2010). Adsorbable

Organic Halide (AOX) telah digunakan sebagai parameter yang menyatakan tingkat

pencemaran yang berbahaya dan digunakan di seluruh dunia. AOX telah menjadi ukuran

yang berlaku bagi bahan organik terklorinasi, dan digunakan untuk memantau serta

mengatur buangan (limbah) dari pabrik pulp Kraft (Noton, 1990).

Dari tahun ke tahun, proses bleaching pulp terus mengalami perbaikan yang dilakukan

dengan pencarian bahan alternatif atau bleaching agent yang terbaik yang ramah terhadap

lingkungan. Proses bleaching atau pemutihan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan

ini disebut dengan non-conventional bleaching atau pemutihan non-konvensional. Berikut

ini adalah diagram evolusi urutan proses pemutihan pulp selama 40 tahun terakhir, yaitu

dari tahun 1970 sampai dengan 2010 (Hart dan Rudie, 2012)

Page 3: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Gambar 3.1 Evolusi Urutan Proses Pemutihan Pulp Selama 40 Tahun Terakhir

(Hart dan Rudie, 2012)

Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa urutan proses pemutihan pulp selama 40 tahun

terakhir memang terus mengalami perubahan. Pada awal tahun 1970 bahan kimia pemutih

yang digunakan pada urutan pemutihan adalah klorin, NaOH, hipoklorit, dan klordioksida.

Pada tahun 1995 mulai diterapkan TCF (Totally Chlorine Free) bleaching atau pemutihan

tanpa menggunakan klorin. Bahan kimia yang digunakan adalah oksigen, agen pengkelat,

ozon, dan hidrogen peroksida. Contoh agen pengkelat adalah phenantroline, asetil aseton,

porphyrins, dan yang paling banyak digunakan adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetra

Acetate) dan DTPA (Diethylene Triamine Pentaacetic Acid) (Hart dan Rudie, 2012). Agen

pengkelat (dikenal juga sebagai agen eksekusi) dapat menghambat reaksi logam berkatalis

yang tidak diinginkan dengan membentuk kompleks dengan ion logam. Struktur yang

dihasilkan, yang disebut kelat, menonaktifkan ion logam dan mencegahnya bereaksi

dengan komponen lain pada sistem (DOW, 2011). Sedangkan pada tahun 2010

Di masa mendatang, Indonesia merupakan salah satu produsen pulp dan kertas yang

potensial karena keunggulan komparatif yang dimiliki. Salah satu kendala yang dihadapi

industri ini adalah proses pembuatan, terutama pada tahap pemutihan, yang masih

menggunakan senyawa khlorin yang terbukti sangat berbahaya bagi lingkungan. Dengan

semakin kuatnya tekanan untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan, maka perlu

dicari pilihan pengganti terhadap teknologi yang digunakan saat ini (Batubara, 2006).

Sum

bu A

cak

– Ta

npa

Nila

i

Tahun

Page 4: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Alternatif penurunan jumlah Adsorbable Organic Halogen (AOX, antara lain adalah

dengan:

a. Memperbaiki sistem pengulitan (debarking)

b. Delignifikasi berlanjut pada digester

c. Delignifikasi oksigen

d. Perbaikan ekstraksi pada pemutihan pulp dengan menambahkan oksigen atau

peroksida

e. Pemakaian enzim

f. Substitusi klordioksida ditingkatkan sampai 100%

g. Teknologi ECF (Elemental Chlorine Free)

h. Teknologi TCF (Totally Chlorine Free)

i. Teknologi TEF (Totally Effluent Free)

(Setiawan, 2010)

2.4 Jenis-Jenis Non-Conventional Bleaching

1. ECF (Elemental Chlorine Free) Bleaching

ECF adalah teknologi proses pemutihan pulp, dimana tidak digunakan lagi klor bebas

(Cl2) tetapi masih digunakan klor dalam bentuk senyawa (ClO2) sebagai bahan kimia pemutih

utamanya Menurut Ibnusantosa (1994), pada pemutihan ECF, bahan kimia yang digunakan

adalah klordioksida sebagai pengganti klor. Tahapan pemutihan ECF yang biasa digunakan

adalah DEDED, D(Eop)D(Ep)D, DD(Eop)DD, DEDD, dan DD(Eop)D. Tahap DEDD adalah

yaitu tahap delignifikasi untuk melarutkan atau menghilangkan lignin dengan dioksida klorin

(D) menggunakan bahan kimia ClO2, dan tahap ekstraksi dengan NaOH (E). Dari beberapa

tahapan tadi terlihat dalam metode ECF, klor tidak digunakan lagi sebagai bahan kimia

pemutih utama tetapi diganti dengan klordioksida. Substitusi ClO2 pada tahap klorinasi

pemutihan sistem ECF merupakan teknologi yang efektif untuk memperbaiki kinerja unit

pemutihan. Perbaikan yang dilakukan yaitu dengan efisiensi delignifikasi, dimana ClO2

hanya bereaksi dengan lignin sehingga mengurangi kerusakan yang terjadi pada karbohidrat

dan terhindarnya degradasi selulosa. Selain itu ClO2 dipakai untuk mencapai derajat putih

akhir yang tinggi tanpa penurunan kekuatan pulp yang berarti dan dapat menekan kadar

polutan dioxin dan furan seminimum mungkin (Hadipernata, dkk., 2010).

Pada urutan bleaching dengan ECF, penambahan pada tahapan pemutihan memiliki

arti bahwa kecerahan tertentu dapat dicapai dengan sedikit saja senyawa pemutih kimia atau

dalam kata lain tingkat kecerahan yang lebih tinggi dapat diperoleh. Terlepas dari jumlah

Page 5: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

tahapan pemutihan, jumlah senyawa kimia pemutih yang ditambahkan ke tahap pertama

(secara umum berhubungan dengan bilangan Kappa) juga berpengaruh pada hasil pemutihan.

Semakin tinggi target kecerahan pada urutan tertentu, maka semakin tinggi bilangan Kappa

pada tahap pertama agar dapat meminimalkan penggunaan senyawa kimia.

Namun, sistem pemasakan dan delignifikasi oksigen memiliki pengaruh yang besar

terhadap bilangan Kappa yang dibutuhkan karena proses ini mengatur pemutihan pulp.

Pengenalan tahap Post Oxygen (PO) atau tahap ozon pada urutan ECF mengartikan bahwa

konsumsi klor dioksida yang dibutuhkan untuk mencapai kecerahan tertentu dapat jauh

dikurangi jauh. Contoh urutan tersebut adalah (Ze) DD dan Q (OP) D (PO) (METSO, 2009).

Proses pemutihan dengan sistem ini tidak memakai klor dalam bentuk elemen (Cl2).

Hipoklorit (NaOCl) juga tidak diperbolehkan karena akan membentuk kloroform dalam air.

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam pemutihan ini, antara lain: D (ClO2), senyawa ini

menggantikan klor (Cl2), E adalah NaOH, O adalah O2, P adalah H2O2. Kadang-kadang dapat

dikombinasikan dengan ozon (O3) (Setiawan, 2010).

2. TCF (Total Chlorine Free) Bleaching

TCF merupakan teknologi pemutihan tanpa menggunakan klor pada setiap tahapan

pemutihannya. Sebagai pengganti klorin pada konsep TCF biasanya digunakan oksigen atau

ozon. Proses pemutihan dengan sistem ini tidak memakai klor dalam bentuk elemen (Cl2)

maupun dalam bentuk senyawa (NaOCl dan ClO2). Bahan-bahan kimia yang digunakan

dalam pemutihan ini antara lain: Z (O3) (ozon): senyawa ini menggantikan peran D, E adalah

NaOH, O adalah O2, P adalah H2O2 dan Q adalah chelating agent atau agen pengkelat

(Setiawan, 2010)

Pada pemutihan TCF dengan hidrogen peroksida dan oksigen sebagai bleaching

agents, sebagai contoh, urutan Q(PO) atau Q(OP)Q(PO), kecerahan maksimum yang dapat

dicapai dapat meningkatkan bilangan Kappa lebih dulu dari pemutihan. Bahan apabila

bilangan Kappa setelah delignifikasi oksigen rendah, misalnya 10, biasanya tidak mungkin

mencapai tingkat kecerahan yang lebih tinggi dari 85% berdasarkan International Standard

Operating (ISO) untuk pulp softwood. Solusi yang efektif untuk mencapai kecerahan yang

lebih tinggi adalah dengan mengenalkan tahap pemutihan dengan ozon di antara tahap

delignifikasi oksigen dan tahap PO, misalnya urutannya menjadi (Zq)(PO) or Q(OP)(Zq)(PO)

(METSO, 2009).

3. Bio-Bleaching

Page 6: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Di alam terdapat tiga kelompok jamur yang dapat menguraikan komponen kayu

(lignoselulosa) yaitu pelapuk coklat (brown rot), pelapuk putih (white rot) dan pelapuk lunak

(soft rot). Pengelompokan jamur pelapuk ini didasarkan pada hasil proses pelapukan. Jamur

pelapuk coklat menghasilkan sisa hasil pelapukan berwarna coklat sedangkan jamur pelapuk

putih menghasilkan sisa hasil pelapukan yang berwarna putih. Ketiga jenis jamur tersebut

memiliki karakteristik yang berbeda. Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan

mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan kehilangan selulosa. Sifat ini

menguntungkan sehingga dapat digunakan pada proses delignifikasi yaitu pemutihan pulp

(Risdianto, dkk., 2007).

Pada tahun 1986, pertama kali muncul laporan bahwa enzim endoxylanase mampu

mengurangi bahan-bahan kimia yang diperlukan pada proses bleaching pulp kraft. Banyak

peneliti telah merekomendasikan penelitian dan pengembangan teknologi ini ke arah

komersialisasi. Sedikitnya ada dua penjelasan mengenai bagaimana xylanase mampu

meningkatkan proses bleaching pulp. Model pertama yang diajukan adalah bahwa mereka

meningkatkan akses dari bahan kimia bleaching ke serat-serat pulp dengan menghilangkan

xylan yang terendapkan. Serat yang terbuka (uncoated fibers) ternyata lebih rentan terhadap

bahan kimia bleaching dan ekstraksi lignin.

Secara esensial, model ini mengusulkan bahwa xylan secara fisik menjebak lignin dan

kromofor dalam matriks pulp. Model kedua yang diajukan adalah bahwa hemiselulase

membebaskan kromofor dan lignin dari matriks pulp selulosik melalui pemecahan ikatan

kovalen antara hemiselulosa dan lignin. Agaknya berdasarkan usulan penjebakan fisik,

diketahui bahwa lignin dan kromofor yang tersisa terikat secara kimiawi di dalam pulp. Bukti

terakhir mendukung peran xylanase dalam pemecahan ikatan lignin dengan karbohidrat. Pada

perombakan hemiselulosa, terjadi peningkatan kromofor yang cukup tinggi. Selama proses

pulping kraft, asam metilglukuronat dan komponen hemiselulosa lainnya terpecah menjadi

satuan-satuan asam kromofor yang tetap terikat pada rantai utama xylan. Terdapat banyak

jenis hasil perombakan dan kondensasi yang belum terdokumentasi dengan baik. Produk hasil

perombakan lignin dan hemiselulosa dapat bereaksi silang (cross-react) dengan xylan dan

terikat ke dalam matriks hemiselulosa.

Hidrolisis hemiselulosa dapat melepaskan ikatan antara kromofor dan lignin, namun

penghilangan xylan, tidaklah disarankan karena akan mengurangi hasil pulp, dan jika

dilakukan secara ekstrim maka penghilangan xylan akan mengurangi kekuatan pulp (pulp

strength). Sehingga tujuan utama penggunaan enzim dalam proses bleaching adalah tidak

menghilangkan xylan secara keseluruhan, hanya melepaskan kromofor dan lignin. Alasan

Page 7: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

penggunaan enzim-enzim dalam proses pulping dan bleaching adalah untuk meningkatkan

spesifikasi dan keuntungan baik secara ekonomis maupun lingkungan.

Mekanisme enzim xylanase adalah melakukan pemindahan ganda (double

displacement mechanism) yang akan mengikat intermediet reaktif. Hal ini memudahkan

enzim xylanase untuk melakukan reaksi transglycosylasis. Dalam proses bleaching pulp,

penggunaan enzim xylanase mampu mengurangi kebutuhan bahan kimia untuk bleaching.

Secara komersial saat ini sudah tersedia jenis enzim aktif yang termostabilalkalin dan mampu

meningkatkan kemampuan akses pulp serta pelepasan kromofor. Tujuan lain adalah

menghilangkan warna, dan bukan xylan. Dan jika kita mengawasi pelepasan kromofor, kita

dapat memperoleh peningkatan implementasi teknologi ini pada industri pulp (Batubara,

2006).

4. Peracid Bleaching

Peracid saat ini digunakan di pabrik pulp dengan menyuling asam perasetat, Paa. Asam

perasetat dapat mengurangi bilangan kappa dan meningkatkan kecerahan dan terutama

digunakan dalam urutan pemutihan TCF (Totally Chlorin Free). Asam perasetat kurang

sensitif terhadap logam transisi daripada dengan menggunakan hidrogen peroksida.

Sejauh ini, treatment dengan peracid telah dilakukan secara bertahap pada tahap-tahap

bleaching yang ada. Tidak ada peralatan khusus yang diperlukan, selain penyimpanan dan

mendistribusikan sistem peracid tersebut. Salah satu kelemahan dengan bahan kimia ini

pemutihannya membutuhkan biaya yang sangat besar (METSO, 2009).

5. Dithionite Bleaching

Natrium ditionit adalah bahan kimia pemutihan yang bersifat reduktif. Hal ini juga

dikenal sebagai natrium hidrosulfit. Pemutihan reduktif sangat penting tidak hanya untuk

pemutihan pulp, tetapi juga untuk menghilangkan warna dari kertas daur ulang yang

berwarna dan kertas karbon. Banyak pewarna yang digunakan untuk memberi warna pada

kertas secara efektif yang dihancurkan oleh bahan kimia pemutihan reduktif. Natrium ditionit

yang diketahui efektif untuk penghilangan warna dan dapat menghapus banyak jenis

pewarna. Sebagian besar pewarna bersifat asam dan penghilangan warna permanen secara

langsung dengan natrium ditionit karena merusak kelompok azo. Beberapa pewarna dasar

dihilangkan warnanya sementara. Ditionit kadang-kadang digunakan dalam kombinasi

dengan agen oksidasi, karena beberapa pewarna yang tidak reaktif dengan oksidasi kimia

dapat bereaksi dengan beberapa agen pereduksinya.

Page 8: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Natrium ditionit terurai dengan cepat bila terkena udara. Bila terkena air, dalam

bentuk padat akan melepaskan gas sulfur, bersifat korosif terhadap peralatan dan bangunan.

Apabila dalam wujud larutan berair biasanya disimpan dalam tangki tertutup dengan alur

nitrogen. Natrium ditionit umumnya diberikan dalam bentuk bubuk kering. Produk-produk

komersial mungkin berisi stabilisator, buffer (fosfat, karbonat), dan kelat.

Natrium formiat dihasilkan dari karbon monoksida dan natrium hidroksida. Ditionit

juga dapat diproduksi di tempat dengan menggunakan Borol dengan proses Ventron. Borol

adalah campuran dari 12% borohidrida (NaBH4), 40% natrium hidroksida (NaOH) dan air

48%. Dithionite diproduksi oleh reaksi Borol dengan air sulfur dioksida atau natrium bisulfat.

NaBH4 + 8NaHSO3 → 4Na2S2O4 + NaBO2 + 6H2O

Natrium ditionit terdapat dalam larutan pemutih dengan bahan aktif sekitar 85% (Bajpai,

2005).

6. Formamidine Sulphinic Acid (FAS)

FAS telah menjadi kunci yang digunakan untuk mencerahkan dan warna stripping

dari serat sekunder dengan menggunakan. Kemampuan FAS sebagai langkah yang efektif

dalam pengurangan substansial warna dalam warna filtrat. Berbagai jenis aplikasi seperti

pada mesin pembuatan pulp, bleaching tower atau penyebar seperti yang adea pada gambar

2.2. FAS adalah senyawa yang rendah-bau, zat pereduksi berupa kristal dan dapat digunakan

pada semua jenis sampah kertas untuk daur ulang. Penggunaannya sebagai bahan pemutih

pertama kali diusulkan dalam industri tekstil. Proses ini dipatenkan oleh Suss dan Kruger

(1983) dengan mengusulkan kondisi pemutihan untuk pulp mekanis dan pulp serat sekunder

yang dapat diterapkan dalam proses tunggal dan proses dua tahap dengan bahan kimia

pemutih lainnya. FAS berisi thiocarbamide sulfur dioksida menurut analisis struktur sinar X-

ray. Bentuk material pada suhu rendah di bawah kondisi asam pH netral dalam reaksi dari

dua molekul hidrogen peroksida dan satu molekul thiocarbamide. FAS berbentuk bubuk

putih yang berwarna agak kuning, tidak berbau, dan tidak mudah terbakar. FAS juga dikenal

sebagai tiourea dioksida. FAS teroksidasi oleh oksigen atmosfer seperti semua mengurangi

bahan kimia pemutihan, tetapi dibandingkan dengan dithionite,FAS jauh lebih rentan. Hal ini

memungkinkan jangkauan yang lebih luas kemungkinan aplikasi untuk pemutihan tidak

hanya sebagai tahap pemutihan terpisah, tetapi juga dalam kombinasi dengan tahap lain dari

operasi pengolahan pulp. FAS juga memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah

Page 9: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

dibandingkan dengan ditionit. Hal ini memiliki efek positif pada beban sulfat dari loop putih-

air. Tingkat sulfat dalam pemutihan limbah dapat dikurangi sebanyak 75%. Akibatnya,

kerentanan korosi dari peralatan dan instrumen lebih rendah. Juga, produksi bau yang tidak

banyak karena hidrogen sulfida yang lebih rendah (Bajpai, 2005).

Gambar 2.2 Aplikasi Penggunaan FAS dalam Proses Pembuatan Pulp

(Bajpai 2005)

2.5 Proses Non-Conventional Bleaching

1. ECF (Elemental Chlorine Free) Bleaching

Dalam urutan tahap pemutihan ECF (Elemental Chlorin Free), penambahan tahapan

pemutihan yang berarti bahwa tingakt kecerahan tertentu dapat diperoleh dengan bahan kimia

pemutih yang sedikit dan/atau tingkat kecerahan yang lebih tinggi dapat dicapai. Terlepas

dari jumlah tahap pemutihan, jumlah bahan kimia pemutih yang ditambahkan ke tahap

pertama (sering disebut sebagai bilangan Kappa) juga mempengaruhi hasil pemutihan.

Semakin tinggi tingkat kecerahan dengan urutan tertentu, semakin tinggi diperlukan faktor

kappa dalam tahap pertama yang dibutuhkan untuk meminimalkan jumlah bahan kimia yang

digunakan. Namun, proses pemasakan dan sistem delignifikasi oksigen memiliki pengaruh

yang besar terhadap faktor kappa yang dibutuhkan untuk pemutihan sebagai proses untuk

mengatur pemutihan pulp. Pengenalan tahap (PO) atau tahap ozon di urutan ECF berarti

bahwa konsumsi klor dioksida yang dibutuhkan untuk mencapai kecerahan tertentu dapat

jauh dikurangi. Contoh urutan tersebut yaitu (Ze) DD dan Q (OP) D (PO) (METSO, 2009).

Urutan tahap pemutihan D (OP) DP saat ini menjadi urutan standar ECF untuk kayu

lunak dan kayu keras dengan proses kraft pada pabrik pulp.

Page 10: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Gambar 2.3 Urutan Pemutihan Pulp D (OP) DP Standar ECF untuk Kayu Lunak dan Keras

(METSO, 2009)

Urutan light ECF dengan (Ze) DD adalah lebih efektif biaya dan salah satu alternatif

yang ramah lingkungan untuk urutan ECF standar. Peralatan yang sama dapat digunakan

untuk pemutihan TCF urutan (ZQ) PP.

Gambar 2.4 Urutan Light ECF dengan (Ze) DD

(METSO, 2009)

Urutan pemutihan dengan tahap Q (OP) D (PO) merupakan alternatif urutan light ECF.

Peralatan yang sama dapat digunakan untuk pemutihan TCF urutan Q (OP) Paa (PO).

Gambar 2.5 Urutan Pemutihan Pulp dengan Tahap Q (OP) D (PO)

(METSO, 2009)

Secara sederhana, diagram alir proses ECF bleaching dapat digambarkan seperti di bawah

ini.

Page 11: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Gambar 2.6 Diagram Proses ECF Bleaching

(Setiawan, 2010)

2. TCF (Total Chlorine Free) Bleaching

Dalam pemutihan pulp dengan TCF (totally cholin free) pemutihan dengan hidrogen

peroksida dan oksigen hanya sebagai agen pemutihan, misalnya pada urutan pemutihan Q

(PO) atau Q (OP) Q (PO), kecerahan maksimum yang dapat dicapai meningkat dengan

turunnya bilangan Kappa sebelum pemutihan. Bahkan jika bilangan kappa setelah

delignifikasi oksigen rendah, misalnya sekitar 10, biasanya tidak mungkin untuk dapat

mencapai kecerahan yang lebih tinggi dari sekitar 85% ISO untuk pulp kayu lunak. Sebuah

solusi yang efektif untuk menghasilkan kecerahan yang lebih tinggi adalah untuk

menggunakan pemutihan tahap ozon antara tahap delignifikasi oksigen dan (PO) tahap,

misalnya urutan menjadi (ZQ) (PO) atau Q (OP) (ZQ) (PO) (METSO, 2009).

Urutan pemutihan pulp Q (PO) berguna untuk semibleached TCF pulp, yaitu sekitar

80-85% untuk kayu lunak dan 85-88% ISO untuk pulp kayu keras.

Gambar 2.7 Urutan Pemutihan Pulp Q (PO)

(METSO, 2009)

Page 12: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Untuk tahap pemutihan TCF dengan kecerahan penuh dengan urutan (ZQ) (PO) merupakan

salah satu alternatifnya.

Gambar 2.8 Urutan Pemutihan Pulp (ZQ) (PO)

(METSO, 2009)

Urutan pemutihan pulp Q (OP) ZQ (PO) dapat memproduksi pulp kayu lunak sepenuhnya

telah dikelantang

Gambar 2.9 Urutan Pemutihan Pulp Q (OP) ZQ (PO)

(METSO, 2009)

2.6 Keunggulan Proses Non-Conventional Bleaching

Keuntungan dari proses non-conventional bleaching ini yaitu lebih ramah bagi

lingkungan, karena tidak menggunakan senyawa bahan kimia yang mengandung klorin.

Selain itu lebih sedikit mengkonsumsi energy, yield yang diperoleh besar, masalah limbah

dapat ditangani, dapat diterapkan untuk pemutihan pada pulp dari kayu lunak dan kayu keras.

2.7 Kelemahan Proses Non-Conventional Bleaching

Kelemahan dari proses no-conventional bleaching adalah bahan kimia yang

digunakan lebih mahal, proses pemutihan pulp berlangsung lebih lambat terutama pada

pemutihan pulp (bleaching) dengan menggunakan mikroorganisme (bio-bleaching).

Page 13: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

PENUTUP

Prosedur pemutihan kimia yang kompleks digunakan untuk mengolah pulp kayu

terutama untuk menghapus lignin, yaitu komponen berwarna serat kayu. Lignin memberikan

kekuatan bantalan beban mekanik untuk tanaman ada dalam jumlah besar di kayu dengan

kandungan pada kayu lunak 26-32% dan kayu keras 20-28%. Lignin adalah polimer fenolik

kompleks yang pada dasarnya acak dalam struktur secara keseluruhan.

Bleaching non konvensional adalah proses pemutihan yang tidak menggunakan bahan

kimia yang mengandung klorin, dimana zat ini sangat berbahaya bagi lingkungan. Contohnya

adalah menggunakan senyawa-senyawa Cl2, ClO2, dan NaOCl. Maka digunakan bahan kimia

yang bebas dari senyawa klorin, misalnya bleaching dengan menggunakan proses ECF

(Elemental Chlorin Free), TCF (Totally Chlorin Free), Peracid Bleaching, Dithionite

Bleaching, Formamidine Sulphinic Acid (FAS), dan Bio-Bleaching. Penggunaan teknologi

Page 14: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

pemutihan pulp secara konvensional ini belum banyak diterapkan pada industry besar, namun

secara perlahan. Misalnya dengan menambahkan unit pemutihan pulp non konvensional pada

urutan pemutihan.

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan singkat

ini. Tulisan ini membahas mengenai Non-Conventional Bleaching pada industri pulp dan

kertas dan dibuat sebagai tugas dari mata kuliah Teknologi Pulp dan Kertas yang diampu oleh

Dr. Ir. Taslim, Msi.

Sangat disadari, bahwa dalam penyusunan tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu saran-saran dan masukan-masukan positif sangat diharapkan demi penyempurnaan

tulisan ini di masa-masa yang akan datang. Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-

besarnya jika dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Dan semoga paparan singkat

dalam tulisan ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, Mei 2013

Page 15: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Penyusun

PENDAHULUAN

Kegiatan utama dalam industri pulp dan kertas adalah proses pulping (proses

pembuatan pulp) dan proses bleaching (proses pemutihan pulp). Saat ini sebagian besar

teknologi pulping yang digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia adalah proses

kraft atau proses sulfat yang memang merupakan proses paling banyak digunakan di seluruh

dunia, sedangkan untuk bleaching banyak menggunakan Cl2 (klorin).

Proses kraft diakui mempunyai banyak segi positif, antara lain mampu mengolah

semua jenis bahan baku dengan berbagai macam kualitas dan dapat menghasilkan pulp

dengan kualitas yang sangat prima. Di lain pihak, proses konvensional ini juga mempunyai

beberapa kelemahan, salah satunya adalah kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan.

Begitu juga penggunaan klorin sebagai bahan pemutih telah menjadi menjadi persoalan yang

Page 16: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

serius dan merupakan titik berat permasalahan dalam industri pulp dan kertas, dampak

negatif yang ditimbulkannya adalah berupa senyawa kloro organik yang berbahaya bagi

lingkungan sekitar.

Tuntutan masyarakat akan teknologi bersih semakin meningkat, baik di tingkat

nasional maupun internasional, tentu saja tidak bisa diakomodasi dengan menggunakan

proses kraft dan bleaching yang menggunakan klorin. Bahkan, ada sinyalemen bahwa

masyarakat internasional untuk tidak membeli pulp apabila dalam proses produksinya tidak

menggunakan teknologi bersih. Agar produksi pulp yang dihasilkan dapat diterima di pasar

internasional, maka harus dilakukan usaha-usaha pencarian teknologi alternatif yang lebih

aman terhadap lingkungan. Penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang pulp telah

banyak dilakukan dengan tujuan menjawab permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh

industri ini, baik penelitian dalam teknologi pembuatan pulp maupun dalam teknologi

pemutihan pulp. Salah satu usaha untuk menanggulangi masalah lingkungan pada proses

bleaching adalah dengan mengganti tehnik pemutihan konvensional (yang menggunakan

klorin). Teknologi pemutihan non konvensional ini mulai dikembangkan dengan

pengurangan pemakaian klorin dalam bentuk ECF (Elemental Chlorin Free) atau tanpa

menggunakan klorin sama sekali (TCF/Total Clorin Free) yaitu dengan mengunakan oksigen

peroksida dan ozon sebagai oksidator pengganti klorin. Teknologi pemutihan lain yang tidak

menggunakan klorin adalah dengan menggunakan jamur (biobleaching) dan penggunaan

enzim, walaupun kedua teknologi ini masih dalam skala pilot projet dan sebagian lainnya

masih dalam taraf penelitian dan pengembangan dalam skala laboratorium. Tulisan ini akan

menguraikan secara singkat teknologi non-conventional bleaching yang ramah lingkungan.

Page 17: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

DAFTAR PUSTAKA

A. Fuadi dan H. Sulistya. Pemutihan Menggunakan Hidrogen Peroksida. Reaktor, Vol 12 no

2. Hal 123‐128

D. Fengel dan G. Wegener. 1995. Kayu; Kimia, Ultrastruktur, Reaksi – reaksi. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari : Wood ; Chemistry, Ultrastructure,

Reacions

Dr David J. Saul. 2002. Enzymatic Bleaching Of Wood Pulp. School of Biological Sciences.

University of Auckland. Private Bag 90219. Auckland. New Zealand.

J.P. Casey. 1980. Pulp and Paper Chemistry and Chemical Technology. 3rd edition Vol. I A.

New York : Willey Interscience Publisher

Kyosti.V. Sarkanen. Pulping Conference. Tappi J. 51(10), 449, New York, 1979

Page 18: NON CONVENTIONAL BLEACHING.docx

Hendro Risdianto, Tjandra Setiadi, Sri Harjati Suhardi, dan Wardono Niloperbowo. 2007.

Pemilihan Spesies Jamur dan Media Imobilisasi Untuk Produksi Enzim

Lignolitik.Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses

Herbert Holik. 2006. Handbook of Paper and Board. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.

KGaA. ISBN 3-527-30999-3.

METSO, Bleaching of Chemical Pulp, Edisi Satu, Metso Corporation, Melbourne, 2009

Mulyana Hadipernata, Agus Budiyanto, Sutedja Wiraatmadja dan Andoyo Sugiharto. 2010.

Efisiensi Proses Pemutihan Pulp Kraft RDH dengan Metode ECF. Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB, Bogor

Peter W. Hart dan Alan W. Rudie. The Bleaching of Pulp, 5th Edition. Tappi Press, USA,

2012

Ridwanti Batubara. 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan. Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian.Universitas Sumatera Utara Ravi Dutt Yadav, Smita Chaudhry,

Saurabh Sudha Dhiman. 2009. Biopulping and its Potential to Reduce Effluent Loads

from Bleaching of Hardwood Kraft Pulp. Research and Development Division.

Ballarpur Industries Limited (BILT). Yamuna Nagar. India.

Rinaldi. 2004. Pengaruh Etanol dalam Pembuatan Pulp Soda dari Kulit Waru Laut (Hibiscus

tiliaceus L.). Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Yusup Setiawan, 2010. Peranan Polimer Selulosa Sebagai Bahan Baku Dalam

Pengembangan Produk Manufaktur Menuju Era Globalisasi. Balai Besar Pulp dan

Kertas. Bandung