nyeri dada.docx
TRANSCRIPT
Nyeri dada adalah keluhan yang paling banyak dirasakan oleh para pasien dan penderita
panyakit jantung koroner. Nyeri dada juga bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab,
bisa dari otot atau tulang, jantung, paru-paru, saluran pencernaan, atau bisa pula karena
masalah psikologis. Dan semoga yang sedikit ini tentang nyeri dada / sakit dada bisa
memberikan tambahan pengetahuan kesehatan bagi kita semua.
Nyeri karena masalah penyakit paru-paru atau kelainan paru biasanya berkaitan dengan
tarikan napas, dan disertai dengan keluhan-keluhan lain seperti demam, batuk, atau sesak.
Nyeri saat menarik nafas panjang contohnya.
Gejala nyeri khas untuk keluhan penyakit jantung adalah nyeri dada kiri yang digambarkan
seperti tertimpa benda berat, ditekan, atau diremas, nyeri berlangsung 2-5 menit, menjalar ke
bahu kiri dan kedua lengan terutama pada permukaan tangan dan lengan bawah. Nyeri juga
dapat menembus ke punggung, dasar dari leher, rahang, gigi, dan ulu hati. Nyeri yang
demikian disebut dengan Angina.
Berikut beberapa pengertian nyeri dada diantaranya yaitu :
1. Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain)
2. Nyeri dada ( sakit dada ) akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena
lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan
parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)
3. Nyeri koroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran
darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
miokard.
Penyebab nyeri dada bisa karena faktor dari cardial dan juga non kardial.
1. Faktor Dari Kardial yaitu :
1. Koroner
2. Non Koroner
2. Faktor Dari Non Kardial yaitu :
1. Pleural
2. Gastrointestinal
3. Neural
4. Psikogenik (Abdurrahman N, 1999)
Tanda gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
Nyeri ulu hati
Sakit kepala
Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
Diaforesis / keringat dingin
Sesak nafas
Takikardi
Kulit pucat
Sulit tidur (insomnia)
Mual, Muntah, Anoreksia
Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
Kelemahan
Wajah tegang, merintih, menangis
Perubahan kesadaran
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pemeriksaan dan juga keluhan nyeri dada ini
adalah dengan :
1. EKG 12 lead selama episode nyeri. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan :
Takhikardi / disritmia. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q
Patologis
2. Laboratorium. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH. Fungsi hati : SGOT, SGPT.
Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung
Demikian tadi sahabat sedikit mengenai nyeri dada dan semoga bisa berguna serta
memberikan manfaat. Dan selanjutnya akan kita bahas mengenai askep nyeri dada pada
postingan berikutnya.
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN NYERI DADA
A. Pengertian
Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan
seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain).
Nyeri Coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai
aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme
miokard.
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan
paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru
tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 1996)
B. Etiologi
Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan seperti
ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas
atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura
perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada
pleuritik dapat disebakan oleh Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau
radang subdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar
ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
a. Kardial
Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang menjalar ke
aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering ke lengan kiri.
Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid
dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral
akan terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat
menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula
spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem
somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02 miokard tidak dapat
dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung
akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
1. Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang timbul
waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin
atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi
simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
2. Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini
dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang
timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
3. Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri,
lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada
hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa
jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa
ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal yang
dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sisttolik dan mid
sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan diagnose.
Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
b. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas diafragma.
Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal, tetapi dapat menyebar ke
epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul pada aktu
menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
Nyeri hilang bila penderita duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat
menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.
Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan
punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis
c. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan resiko tinggi
untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada depan yang hebat timbul
tiba- tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi
lebih tajam dan lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung
lokasi dan luasnya pendesakan.
d. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan nyeri
esofageal. Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke punggung, bahu dan kadang
– kadang ke bawah ke bagian dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.
Perforasi ulkus peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang – kadang dapat
menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada
posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto
gastrointestinal secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan
gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
e. Muskuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas fisik, berbeda
halnya nyeri angina yang terjadi waktu exercis. Seperti halnya nyeri pleuritik. Neri dada
dapat bertambah waktu bernafas dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar
sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
f. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa tidak enak di
dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut mati. Gangguan emosi tanpa adanya klealinan
objektif dari organ jantung dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik
miokard.
g. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis dapat
menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada emboli paru akut nyeri
dada menyerupai infark miokard akut dan substernal. Bila disertai dengan infark paru sering
timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh
nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama
pada kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.
C. Patofisiologi
Terjadi penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction,
isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan
tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja
disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang
masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan
adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan
kebutuhan oksigen miokard Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan
miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal.
Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat
iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
terjadi. Sebagai akibat sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal
jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinami ini tidak statis. Bila makin tenang fungsi jantung
akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya
iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akan menjadi akinetik, karena
terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi.
Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark
meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit tersering dan terjadi terutama pada menit-menit
atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah :
Nyeri ulu hati
Sakit kepala
Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
Diaforesis / keringat dingin
Sesak nafas
Takikardi
Sesak nafas
Kulit pucat
Sulit tidur (insomnia)
Mual, Muntah, Anoreksia
Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
Kelemahan
Wajah tegang, merintih, menangis
Perubahan kesadaran
E. Pemeriksaan penunjang
a. EKG 12 lead selama episode nyeri
- Takhikardi / disritmia
- Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
- Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat perlu dilakukan.
Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit jantung koroner yang berat. EKG
bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau depresi ST dan T
yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
Gambaan EKG IMA
Gambaran EKG angina pectoris
b. Laboratorium
Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
Fungsi hati : SGOT, SGPT
Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
Profil Lipid : LDL, HDL
c. Foto Thorax
d. Echocardiografi
e. Kateterisasi jantung
F. Terapi / penatalaksanaan
a. Pengobatan
i. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri epikardial tanpa
mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard. Dilatasi terjadi pada arteri yang normal
maupun yang abnormal juga pada pembuluh darah kolateral sehingga memperbaiki aliran
darah pada daerah isomik. Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari
nitrat long-acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu
keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek hemodinamik
atau anti-angina. Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat kemampuannya terbatas dan
harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan jenis semprot oral reaksinya lebih cepat
sedangkan jenis buccal mencegah angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi
ii. Beta bloker
Beta –Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian besar
penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi denyut jantung, kontasi
miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis
obat lain walaupun dosis pemberian hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan
akan tetapi tidak boleh diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi
dan gagal jantung.
iii. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner, Nifedipin
dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek nitrat oral dan
memperbaiki toleransi exercise. Merupakan pilihan obat tambahan yang bermanfaat terutama
bila dikombinasi dengan beta-bloker sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping
beta bloker. Efek anti angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh
dosis beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di samping
sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat ditambahkan nifedi-pin. Atau
kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-
antagonis yang tidak merangsang tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan
angina maka penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah sakit. Biasanya
keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-bloker akan tetapi dosis harus
disesuaikan untuk mencegah hipertensi. Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil
tetapi bila keluhan menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin harus dihentikan
bila tekanan darah turun. Biasanya kelompok ini harus segera dilakukan arteriografi koroner
untuk kemudian dilakukan bedah pintas koroner atau angioplasti.
iv. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan antikoagulan.
Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita angina tak stabil selama lebih dari
2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak
fatal pada penderita angina tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering
diberikan daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak stabil secara
praktis dapat disimpulkan sebagai berikut:
Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama fase akut
maupun sesudahnya
Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum mendapat pengobatan,
beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada kontra indikasi. Tidak ada pemberian
kombinasi beta-bloker dengan ca-antagonis diberikan sekaligus pada permulaan
pengobatan.
Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat ditambah
dengan nifedipin.
Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.
b. Pembedahan
Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun pengobatan
dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat memeperpanjang masa hidup
penderita, keadaan tersebut belum dapat dibuktikan pada kelompok penderita tertentu
terutama dengan penyakit koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri
dengan risiko kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas exercise
pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan pada 90% penderita
selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu 6% pertahun. Kekambuhan yang
lebih cepat biasanya disertai dengan penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi
sedangkan penutupan yang lebih lama terjadi setelah 5 – 12 tahun sering karena adanya graft
ateroma yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap baik
dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas pembedahan tidak lebih dari
2% akibat risiko yang besar pada penderita angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang
buruk. Resiko meninggi pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat
terutama pada kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan graft
dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20 tahun. Morbiditas
pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan perubahan neuropsikiatrik sementara
dan insidens stroke 5%. Akan tetapi kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti
semula.
Pathways
Suplai O2 dan nutrisi jaringan menurun
Nyeri dada
Metabolism anaerob
Perubahan perfusi jaring asam laktat meningkat
Fatique
Intoleransi aktivitas
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
NYERI DADA
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
- Bagaimana kepatenan jalan nafas
- Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
- Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
b. Breathing
- Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
- Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?
- Apakah ada bunyi nafas tambahan?
c. Circulation
- Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
- Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
- Apakah ada penurunan kesadaran?
- Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
2. Pengkajian Sekunder
Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner) :
a. Lokasi nyeri
Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner : mulai dari sternal menjalar ke
leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulna)
b. Sifat nyeri
Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik/rasa terbakar, dll.
c. Ciri rasa nyeri
Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d. Kronologis nyeri
Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
e. Keadaan pada waktu serangan
Apakah timbul pada saat-saat / kondisi tertentu
f. Faktor yang memperkuat / meringankan rasa nyeri misalnya sikap/posisi tubuh, pergerakan,
tekanan, dll.
g. Gejala lain yang mungkin ada atau tidaknya hubungan dengan nyeri dada.
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji
adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda: Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau
komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
- Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
5. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
6. Neurosensori:
Gejala:
· Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
· Perubahan mental
· Kelemahan
7. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
· Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin.
· Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan,
rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen,
punggung, leher.
· Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
· Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
· Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan
lansia.
Tanda:
· Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
· Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
· Menarik diri, kehilangan kontak mata
· Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna
kulit/kelembaban, kesadaran.
8. Pernapasan:
Gejala:
· Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
· Batuk produktif/tidak produktif
· Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
· Peningkatan frekuensi pernapasan
· Pucat/sianosis
· Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
· Sputum bersih, merah muda kental
9. Interaksi sosial:
Gejala:
· Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
· Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
· Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
· Menarik diri dari keluarga
10. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
· Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
· Riwayat penggunaan tembakau
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan kenyamanan nyeri (nyeri akut) b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan
arteri, inflamasi jaringan
2. Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) b.d penurunan aliran darah
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme
jaringan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Prinsip-prinsip Tindakan :
1. Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler
2. Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead
3. Mengobservasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin,
Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.
5. Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien
6. Mengambil sampel darah
7. Mengurangi rangsang lingkungan
8. Bersikap tenang dalam bekerja
9. Mengobservasi tanda-tanda komplikasi
DX. 1
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi,
intensitas, durasi), catat setiap respon
verbal/non verbal, perubahan hemo-
dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan
tunjukkan perhatian yang tulus kepada
klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas
dalam/perlahan, distraksi, visualisasi,
1. Nyeri adalah pengalaman subyektif yang
tampil dalam variasi respon verbal non
verbal yang juga bersifat individual
sehingga perlu digambarkan secara rinci
untuk menetukan intervensi yang tepat.
2. Menurunkan rangsang eksternal yang
dapat memperburuk keadaan nyeri yang
terjadi.
3. Membantu menurunkan persepsi-respon
nyeri dengan memanipulasi adaptasi
fisiologis tubuh terhadap nyeri.
bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-
Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol
(Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin
(Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti
verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
4. Nitrat mengontrol nyeri melalui efek
vasodilatasi koroner yang meningkatkan
sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui
efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-
indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai
untuk menurunkan nyeri hebat pada fase
akut atau nyeri berulang yang tak dapat
dihilangkan dengan nitrogliserin.
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang
dapat meningkatkan sirkulasi koroner dan
kolateral, menurunkan preload dan kebu-
tuhan oksigen miokard. Beberapa di
antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
DX. 2
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan
mental yang tiba-tiba seperti bingung,
letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi
perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi,
kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi
napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia,
penurunan bising usus, mual-muntah,
distensi abdomen dan konstipasi)
1. Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh
curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau
emboli sistemik.
2. Penurunan curah jantung menyebabkan
vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan
oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan
penurunan denyut nadi.
3. Kegagalan pompa jantung dapat
menimbulkan distres pernapasan. Di
samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut
menunjukkan komplokasi tromboemboli
paru.
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran
urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
(gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik
yang diperlukan:
Hepari / Natrium Warfarin (Couma-
din)
Simetidin (Tagamet), Ranitidin
(Zantac), Antasida.
Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
4. Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
menimbulkan disfungsi gastrointestinal
5. Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan
fungsi ginjal dan organ lainnya.
6. BJ urine merupakan indikator status hidrsi
dan fungsi ginjal.
7. Penting sebagai indikator perfusi/fungsi
organ.
Heparin dosis rendah mungkin diberikan
mungkin diberikan secara profilaksis pada
klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi
atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan asam
lambung, mencegah ketidaknyamanan
akibat iritasi gaster khususnya karena
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru,
trombolitik merupakan pilihan utama
(dalam 6 jam pertama serangan IMA)
untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.
DX. 3
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD
sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan
keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan
klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.
1. Menentukan respon klien terhadap
aktivitas.
2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
3. Manuver Valsava seperti menahan napas,
menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia,
penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan peningkatan
tekanan darah.
4. Keterlibatan dalam pembicaraan panjang
dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang
bersifat terapeutik.
5. Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai
dengan kemampuan kerja jantung.
6. Menggalang kerjasama tim kesehatan
dalam proses penyembuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, N.1999. Anamnesa dan pemeriksaan Jasmani Sistem Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I.
Jakarta: FKUI
Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Hudak&Gallo. 1995. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.