otomikosis fix
DESCRIPTION
unggah muluTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pada telinga bagian luar atau yang sering disebut sebagai otitis
eksterna (OE) memiliki beberapa penyebab seperti bakteri dan jamur. Dua
penyebab ini terkadang sulit dibedakan karena memiliki keluhan yang hampir
sama dan tidak spesifik. Hal ini menyebabkan pengobatan dari infeksi itu sendiri
sering tidak tepat sasaran. Kesalahan pengobatan dari otitis eksterna (OE) oleh
bakteri akan merugikan penderita karena dapat menyebabkan bertambah
banyaknya jamur penyebab infeksi.1
Otomikosis sebagian besar disebabkan oleh organisme komensal normal
dari kulit liang telinga yang tidak bersifat patogen pada kondisi normal. Namun
beberapa keadaan dapat menggeser keseimbangan antara bakteri dan jamur di
liang telinga. Beberapa faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya
otomikosis, antara lain kebiasaan penggunaan alat pembersih telinga, dermatitis,
hygiene yang baruk, individu dengan immunocompromised, penyakit telinga
sebelumnya, penggunaan berkepanjangan dari obat antibiotik tetes telinga,
antibiotik spektrum luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi.2
Penegakan diagnosis otomikosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan tambahan berupa otoskopi, mikrobiologi, tes KOH, dan kultur.
Penatalaksanaan otomikosis tersedia dalam preparat dengan tingkat efektifitas
yang cukup tinggi mencapai 50-100%.3 Namun, penyakit ini sering menjadi
tantangan bagi para klinisi karena angka rekurensi yang tinggi, menyebabkan
penyakit ini sulit diatasi.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga
2.1.1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5–3
cm.3
Gambar 1. Anatomi telinga
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya
sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan
bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga.3
2
Serumen terdiri dari lemak (46-73%), protein, asam amino, ion-ion
mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak
jenuh rantai ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh
sehingga menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi
hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable,
kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Otomikosis sendiri
merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian luar,
yang terkadang disebabkan oleh ketiadaan serumen.3
2.1.2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
- Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius
- Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
- Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
- Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
- Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontalis, kanalisfasialis, tingkap lonjong (oval window) dan tingkap
bundar ( round window) dan promontorium.3
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
pars flaksida (membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa ( membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,yaitu lapisan
yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier
di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam
telinga saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran
timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes
terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar
tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk
3
dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga
tengah.3
2.1.3. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran danvestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi sirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut elikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.3
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak
skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli
disebut dengan membrane vestibuli (Reissner’s membrane), sedangkan
dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ
corti. Pada skala mediaterdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk organ
corti.3
2.1.4. Fisiologi Pendengaran
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi
pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang
dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaranvdan perkalian perbandingan luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke
stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala
4
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadiny adefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis. 3
2.2. Otomikosis
2.2.1. Definisi
Otomikosis atau otitis eksterna fungi adalah infeksi akut, subakut, dan
kronik pada epitel skuamosa dari kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan
filamen jamur. Komplikasi otomikosis dapat mencapai ke telinga tengah dan
kavitas terbuka mastoid.4,5,6
2.2.2. Prevalensi
Prevalensi tertinggi terjadi pada area tropis dan subtropis yang hangat,
lembab, dan berdebu. Kasus ini merupakan 5-20% dari kasus otitis eksterna.
Otomikosis unilateral dilaporkan pada 90% dari kasus dan tidak penunjukan
sisi mana yang lebih sering terjadi.7
2.2.3. Etiologi
Infeksi jamur di liang telinga berhubungan dengan kelembaban yang
tinggi di suatu daerah. Jamur yang menyebabkan otomikosis pada umumnya
adalah spesies jamur saprofit yang berlimpah di alam dan bentuk itu adalah
bagian dari flora komensalis dari meatus akustikus eksternus (MAE) yang
sehat. Jenis jamur yang paling sering adalah Pityrosporum dan Aspergillus (A.
niger, A. flavus, A. funigatus, A. terreus), Candida albikans, dan C.
5
parapsilosis (yeast-like fungi) juga sering. Kadang-kadang juga ditemukan
Phycomycetes, Rhizopus, Actinomyces, dan Penicillium.8,9
Pada penelitian pasien otomikosis Kumar (2005) didapatkan prevalensi
penyebabnya Aspergillus fumigates (34,14%), Candida Albicans (11%),
Candida pseudotropicalis (1,21%) dan Mucor sp. (1,21%). Beberapa peneliti
melaporkan adanya organisme penyebab lainnya seperti Penicillium sp dan
spesies lain seperti Candida seperti C.parapsilosis, C.gulliermondi dengan
berbagai persentasi.10
2.2.4. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi otomikosis adalah kebiasaan penggunaan alat
pembersih telinga, dermatitis, kurangnya kebersihan, individu dengan
immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya, penggunaan
berkepanjangan dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum luas,
steroid, dan terpapar dengan kemoterapi. Selain itu, sering juga menyerang
pasien yang melakukan mastoidektomi open cavity dan mereka yang
menggunakan alat bantu dengar. 2,11
Otomikosis dapat terjadi karena hilangnya proteksi lipid atau asam dari
telinga. Kegagalan dari mekanisme pertahanan dari telinga (perubahan pada
lapisan epitel, perubahan PH, perubahan kualitas dan kuantitas serumen,
infeksi bakteri, alat bantu dengan atau prosthesis hearing, trauma yang
ditimbulkan sendiri (membersihkan telinga menggunakan Q-tips, berenang,
atau neoplasma). Host dengan immunocompromised lebih rentan menderita
otomikosis. Pasien dengan diabetes, lymphoma atau AIDS dan pasien yang
menjalani atau mendapatkan kemoterapi atau terapi radiasi memiliki resiko
tinggi untuk terjadinya komplikasi dari otomikosis. 12,13,14
2.2.5. Patofisiologi
Serumen memiliki bahan antimikotik, bakteriostatik, dan perangkap
serangga. Serumen terdiri dari lipid (46-73%), protein, asam amino bebas, dan
ion mineral yang juga mengandung lisozim, imunoglobulin dan asam lemak.
6
Asam lemak rantai panjang terdapat pada kulit yang tidak rusak dapat
mencegah pertumbuhan bakteri. Karena ia memiliki komposisi hidrofobik,
serumen memiliki kemampuan menghambat air, membuat permukaan kanal
tidak permeabel dan mencegah maserasi dan kerusakan epitel.8
Pada hasil penelitian didapatkan C. Albicans dan C. parapsilosis dan
jamur mycelia yang lainnya adalah bagian dari flora normal dari MAE dan
terkadang berubah menjadi patogen karena pengaruh beberapa faktor.
Mikroorganime normal ditemukan pada MAE seperti Staphylococcus
epidermis, Corrynebacterium sp, Bacillus sp, Gram-positive cocci
(Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, non-patogen micrococci), Gram
negative bacilli (Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli, Haemophilus
influenza, Moraxella catharalis, dll) dan jamur mycelia dari genus Aspergillus
dan Candida sp. Mikroorganisme komensal ini tidak patogen hingga
keseimbangan antara bakteri dan jamur terjaga. 4,11
Beberapa faktor yang menyebabkan transformasi jamur saprofit menjadi
patogen antara lain:
1. Faktor lingkungan (panas, kelembaban) biasa didapatkan pasien pada saat
musim panas dan gugur.
2. Perubahan pada epitel yang menutupi (penyakit dermatologi, mikro
trauma)
3. Peningkatan PH pada MAE (mandi).
Ozcan et al (2003) mendapati perenang memiliki faktor predisposisi untuk
otomikosis.
4. Pergeseran kualitas dan kuantitas serumen.
5. Faktor sistemik (perubahan imunitas, penyakit yang melemahkan,
kortikosteroid, antibiotik, sitostatik, neoplasia).
Jackman et al (2005) mendapati ofloxacin berkontribusi dalam
perkembangan otomikosis.
6. Riwayat otitis bakterialis, otitis media supuratif kronis (OMSK) dan post
bedah mastoid. Kontaminasi bakteri dari kulit MAE awalnya terjadi pada
OMSK atau otitis media eksternus. Kerusakan pada permukaan epitel
7
adalah media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kerusakan
epitel juga menyebabkan penurunan sekresi apokrin dan glandula serumen
dimana mengubah lingkunga MAE menjadi cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme (pH normal 3-4).
7. Dermatomikosis dapat menjadi faktor resiko untuk rekurensi karena
autoinokulasi menjadi mungkin di antara bagian-bagian dari tubuh.
8. Kondisi dan kebiasaan sosial. Penutup kepala tradisional contohnya dapat
meningkatkan kelembaban dari kanal telinga dan menciptakan lingkungan
yang ideal untuk pertumbuhan jamur. 12,16,17
Jamur sangat banyak pada tanah atau pasir yang mengandung bahan
organik yang membusuk. Materi ini cepat mengering pada kondisi tropis dan
tertiup oleh angin sebagai partikel debu yang kecil. Spora jamur yang
menyebar melalui udara terbawa oleh uap air, suatu fakta bahwa adanya
hubungan antara tingginya jumlah infeksi dengan monsoon, dimana terjadi
peningkatan kelembapan relatif hingga 80%.
Jamur mengakibatkan inflamasi, eksfoliasi epitel superfisial, massa
debris yang mengandung hifa, supurasi, dan nyeri. Karakteristik yang paling
banyak ditemukan pada pemeriksaan telinga adalah munculnya debris tebal
berwarna putih keabu-abuan yang sering dikenal sebagai “wet blotting paper”. 17,18
Jamur tidak pernah menonjol keluar dari MAE, bahkan pada kasus
kronis sekalipun. Hal ini dikarenakan jamur tidak menemukan kebutuhan
nutrisinya di luar MAE. Hasil penelitian terbaru didapatkan pertumbuhan
Aspergillus ditemukan paling banyak pada temperatur 370C, sebuah fakta
bahwa kondisi klinis ini didukung oleh predileksi dari jamur untuk tumbuh di
sepertiga dalam dari MAE.19
2.2.6. Gambaran Klinis
Gejala dari otitis eksterna bakteri dan otomikosis sering sulit dibedakan.
Bagaimanapun pruritus merupakan karakteristik paling sering dari infeksi
mikosis dan juga tidak nyaman di telinga, otalgia (nyeri telinga), rasa penuh di
8
liang telinga, rasa terbakar pada telinga, ottorhoea, hilangnya pendengaran,
tinnitus, keluarnya cairan tetapi sering juga tanpa keluhan.17,20
Pytirosporum menyebabkan terbentuknya sisik yang menyebabkan
terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan perdisposisi
otitis eksterna bakterialis maupun furunkel. Demikian pula dengan jamur
Aspergillus. Jamur ini terkadang didapatkan di liang telinga tanpa adanya
gejala apapun kecuali rasa tersumbat dalam telinga, atau dapat berupa
peradangan yang menyerang epitel kanalis atau gendang telinga dan
menimbulkan gejala-gejala akut. Kadang-kadang didapatkan pula Candida
albicans. 20
Pada otoskopi sering ditemukan mycelia yang dapat menegakkan
diagnosis. MAE menjadi eritem dan debris jamur tampak putih, abu-abu, atau
hitam. Pasien biasanya tidak ada perbaikan signifikan dengan pengobatan
antibiotik. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan preparasi KOH atau
positifnya kultur jamur. 21
Karakteristik pemeriksaan fisik dari infeksi jamur pada umumnya
terlihat hifa halus dan spora (conidiophores) tampak pada Aspergillus,
Candida, ragi, mycelia dengan karakteristik putih ketika bercampur dengan
serumen menjadi kekuningan. 18
Infeksi kandida dapat lebih sulit dideteksi secara klinis karena
kurangnya penampakan karakteristik layaknya Aspergillus seperti otorrhea
dan tidak respon terhadap antimikroba. Otomikosis oleh kandida biasanya
diidentifikasi oleh kultur mikroorganisme.6
2.2.7. Pemeriksaan Laboratorium
Morfologi dari koloni dapat membedakan antara yeast-like dan
filamentous fungi. Mayoritas koloni dengan krim putih, halus, dan kasar
adalah ragi atau, sangat jarang, yeast-like colonies dari jamur dismorfik.
Filamentous fungi cenderung tumbuh membentuk debu, helaian, untaian,
berudu, atau lipatan yang terlihat dengan rentang berbagai warna seperti putih,
kuning, hijau, biru kehijauan, hitam, dll.8
9
2.2.8. Diagnosis Banding
Otomikosis terkadang sulit dibedakan dari otitis eksterna terutama otitis
eksterna difusa. Infeksi campuran kadang terjadi. Biasanya isolasi bakteri
terdiri dari negative coagulase staphylococci, pseudomonas sp.,
Staphylococcus aureus, E. coli, dan Klebsiella sp. Infeksi jamur dapat juga
berkembang dari OMSK. 23
2.2.9. Penatalaksanaan
Pengobatannya adalah dengan membersihkan liang telinga. Larutan
asam asetat 2% dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga
yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang
telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga obat
anti jamur yang dibagi menjadi tipe non-spesifik dan spesifik.
1. Nonspesifik
1) Boric acid adalah medium asam dan sering digunakan sebagai
antiseptik dan insektisida. Dapat diberikan bila penyebabnya adalah
Candida Albicans.
2) Gentian Violet
3) Castellani’s paint (acetone, alkohol, fenol, fuchsin, resocinol)
4) Cresylate (merthiolate, M-cresyl acetate, propyleneglycol, bric acid,
dan alkohol)
5) Nystatin adalah antibiotik makrolid polyene yang dapat menghambat
sintesis sterol di membran sitoplasma. Keuntungan dari nistatin adalah
tidak diserap oleh kulit yang intak. Dapat diresepkan dalam bentuk
krim, salep, atau bedak. Efektif hingga 50-80%.
6) Azole adalah agen sintetis yang mengurangi konsentrasi ergosterol,
sterol esensial pada membran sitoplasma normal. 22,24,25
2. Spesifik
10
1) Cotrimoxazole
Cotrimoxazole digunakan secara luas sebagai topikal azole. Efektif
hingga 95-100%. Clotrimoxazole memiliki efek bakterial dan ini adalah
keuntungan untuk mengobati infeksi campuran bakteri-jamur.
Clotrimazole tersedia dalam bentuk bubuk, lotion, dan solusio dan telah
dinyatakan bebas dari efek ototoksik.11
2) Ketokonazole dan Fluconazole
Ketokonazole dan fluconazole memiliki spektrum luas. Ketokonazole
(2% krim) efektif hingga 95-100% melawan Aspergillus dan C.
Albicans. Fluconazole topikal efektif hingga 90% kasus.
3) Miconazole 2% krim
Miconazole 2% krim adalah imidazole yang digunakan selama lebih
dari 30 tahun untuk pengobatan penyakit superfisial dan kulit. Agen ini
dibedakan dari azole yang lainnya dengan memiliki dua mekanisme
dalam aksinya. Mekanisme pertama adalah inhibisi dari sintesis
ergosterol. Mekanisme kedua dengan inhibisi dari peroksida, dimana
dihasilkan oleh akumulasi peroksida pada sel dan menyebabkan
kematian sel. Efektif hingga 90%.
4) Bifonazole Solusio 1%
Obat ini memiliki potensi sama dengan klotrimazol dan miconazole.
Efektif hingga 100%.
5) Itraconazole
Itraconazole memiliki efek in vitro dan in vivo melawan spesies
Aspergillus 22,24
Bentuk salep lebih memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
dengan formula tetes telinga karena dapat bertahan di kulit untuk waktu
yang lama. Salep lebih aman pada kasus perforasi membran timpani karena
akses ke telinga tengah sedikit diakibatkan tingginya viskositas. Penggunaan
11
cresylate dan gentian violet harus dihindari pada pasien dengan perforasi
MT karena memiliki efek iritasi pada mukosa telinga tengah.22
Serta menghentikan penggunaan antibiotik topikal bila dicurigai
sebagai penyebabnya. Pada pasien immunocompromised, pengobatan
otomikosis harus lebih kuat untuk mencegah komplikasi seperti hilangnya
pendengaran dan infeksi invasif ke tulang temporal.25
Otomikosis terkadang sulit diatasi walaupun telah diobati dengan
pengobatan yang sesuai. Maka dari itu perlu ditentukan apakah kondisi ini
akibat penyakit otomikosis itu sendiri atau berhubungan dengan gangguan
sistemik lainnya atau hasil dari gangguan immunodefisiensi yang
mendasari.26
Pengobatan lain selain medikamentosa yaitu menjaga telinga tetap
kering dan mengarahkan pada kembalinya kondisi fisiologis dengan
mencegah gangguan pada MAE.27
2.2.10. KOMPLIKASI
Perforasi membran dapat terjadi sebagai komplikasi dari otomikosis
yang bermula pada telinga dengan membran timpani intake. Insiden perforasi
timpani pada mikosis ditemukan menjadi 11%. Perforasi lebih sering terjadi
pada otomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Kebanyakan
perforasi terjadi pada bagian malleus yang melekat pada membran timpani.
Mekanisme dari perforasi dihubungkan dengan trombosis mikotik dari
pembuluh darah membran timpani, menyebabkan nekrosis avaskuler dari
membran timpani. Enam pasien pada grup immunocompromised mengalami
perforasi timpani. Perforasi kecil dan terjadi pada kuadran posterior dari
membran timpani. Biasanya akan sembuh secara spontan dengan pengobatan
medis. Namun, walaupun jarang jamur dapat menyebabkan otitis eksterna
invasif, terutama pada pasien immunocompromised. Terapi antifungal
sistemik yang adekuat sangat diperlukan pada pasien ini. 26
12
BAB III
KESIMPULAN
Otomikosis atau otitis eksterna fungi adalah infeksi akut, subakut, dan
kronik pada epitel skuamosa dari kanalis auditorius eksterna oleh ragi dan filamen
jamur. Komplikasi otomikosis dapat mencapai ke telinga tengah dan kavitas
terbuka mastoid. Sebagian besar disebabkan oleh organisme komensal normal dari
kulit liang telinga yang tidak bersifat patogen pada kondisi normal.3,4,5
Beberapa faktor predisposisi yang dapat mencetuskan terjadinya otomikosis,
antara lain kebiasaan penggunaan alat pembersih telinga, dermatitis, hygiene yang
baruk, individu dengan immunocompromised, penyakit telinga sebelumnya,
penggunaan berkepanjangan dari obat antibiotik tetes telinga, antibiotik spektrum
luas, steroid, dan terpapar dengan kemoterapi. 2
Gejala dari otitis eksterna bakteri dan otomikosis sering sulit dibedakan.
Bagaimanapun pruritus merupakan karakteristik paling sering dari infeksi mikosis
dan juga tidak nyaman di telinga, otalgia (nyeri telinga), rasa penuh di liang
telinga, rasa terbakar pada telinga, ottorhoea, hilangnya pendengaran, tinnitus,
keluarnya cairan tetapi sering juga tanpa keluhan.
Penatalaksanaan otomikosis adalah dengan membersihkan liang telinga.
Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes
telinga yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga
obat anti jamur yang dibagi menjadi tipe non-spesifik dan spesifik.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Kelainan Telinga
Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dll. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 7. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. 2012. P 66-8
2. Guiterrez P.H, Alvavez S.J. Sanudo E C G, Sanchez C R., Valdezate I, A V
Garcia L M G. Presumed diagnosis –Otomycosis: A Sutdy of 415 patients.
Acta Otorhinolaryngol Esp 2005; 56:181-86.
3. Soetirto, I. Hendarmin, H. Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung – Tenggorok Kepala Leher. Eds
6. Jakarta : FK UI. 2007
4. Guitterez PH, Alvarez Sj, Sanudo et al. Presumed diagnosis: Otomycosis. A
study 451 patients. Acta Otorinolaringol Esp 205; 56: 181-6
5. Carney AS. Otitis externa and otomycosis. In: Gleeson MJj Jones NS, Clarke
R, et al. (eds). Scott-Brown’s Otolaryngology, Head and Surgery, vol 3, 7 th
edn. London: Hodder Arnold Publishers; 2008:3351-7
6. Ho T, Vrabec JT, Yoo D, Coker NJ. Otomycosis: Clincal feaures and
treatment implications. Otolaryngol-Head Neck Surg. 2006;135:787-91.
7. Ahmed Z, Hafeez A, Zahid T, Jawaid MA, Mutiullah S, Marfani MS.
Otomycosis: clinical presentation and management. Pak J Otolaryngol
2010;26:78-80.
8. Gutierrez P, Alvarez J, Sanudo E, et al. Presumed diagnosis: Otomycosis. A
study of 451 patients. Acta Otorrinolaringol Esp 2005;56:181-6.
9. Lawani AK. External & middle ear: Diseases of the external ear. In: Lawani
AK ed. Current diagnosis & treatment, Head & Neck Surgery. 2nd ed. Mc
Graw Hill’s-Lange. Chapter 47.
10. Kumar A. Funal spectrum in Otomycosis patients. JK science 2005;7:152-5.
11. Pradhan B, Tuladhar N, Amatya R, et al. Prevalence of otomycosis In
outpatient deepartment of otolaryngology in Tribhuvan University TMAEhing
Hospital, Kathmandu, Nepal. Ann Otol Rhinol Laryngol 2003; 112: 384-387.
14
12. Jadhav VJ, Pal M, Mishra GS. Etiological significance of Candida Albicans in
otitis externa. Mycopathologia 2003;156(4):313-15.
13. Pontes Z, Silva A, Lima. Etomycosis: a retrospective study. Braz J
Otorhinolaringol 2009; 75(3):367-70.
14. Viswanatha. B et al. Otomycosis in immunocompetent and
immunocompromised patients: comparative study and literature review, ENT
Journal 2012 Mar; 91(3):114-21.
15. Romsaithonng S. Long-term follow-up of otomycosis and its treatment with
bifonazole. International short course training in research methodology &
biostatistics 2011:18
16. Ozcan K, Ozcan M, Karaarsian A, Karaarsian F. Otomycosis in Turkey;
Predisposing Factors, Etiology and Therapy. J Laryngol & Otol 2003; 117:39-
42.
17. Jackman A, Ward R, April M, Bent J. Topical antibiotik induced otomycosis.
Int J Ped Otorhinolaringol 2005; 69: 857-60.
18. Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, Mathur MD. Otomycosis a
clinicomycologic study. ENT J 2000;79:606-9.
19. Munguia R, Daniel SJ. Ototopical antifungal and otomycosis: a rivew. Int J
Pediatr Otorhinolaryngol 2008;72:453-9
20. Dorko E, Jenca A, Orensak M, et al. Otomycosis of candidal origin in eastern
Slovakia. Folia Microbial 2004; 49(5): 601-4.
21. Satish HS, Viswanatha B, Manjuladevi M. A Clinical Study of Otomycosis.
IOSR Journal of Dental and Medical Sciences 2013; 5 (2):57-62.
22. Lee Kj. Infection of the ear. In: Lee Kj, editor. Essential otolaryngology Head
& Neck surgery. New York: McGraw Hill;2003:p.462-511.
23. Probst R, Grevers G, Iro H. Ear: External ear. In: Psrobst R, Grevers G, Iro
Heinrich editors. Basic otorhinolaryngology: a step by step learning guide.
Thieme New York, 2006. P:2007-26.
24. Munguia R, Daniel Sj. Ototpical antifungals and Otomycosis: A review. Int J
Ped Otorhinolaryngol 2008; 72:453-9
15
25. Fothergill AW. Miconazole: a hisrorical perspective. Expert Rev Anti Infect
Ther 2006;4(2):171
26. Carney AS. Otitis externa and otomycosis. In: Gleeson MJj Jones NS, Clarke
R, et al. (eds). Scott-Brown’s Otolaryngology, Head and Surgery, vol 3, 7 th
edn. London: Hodder Arnold Publishers; 2008:3351-7.
16