pancasila sebagai ideologi

91
MODUL BAHAN AJAR PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN ETIKA POLITIK SESPIM POLRI 2015

Upload: chyndshine

Post on 15-Sep-2015

251 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Pancasila sebgaai ideologi adalah kumpulan gagasan dan ide yang menjadi pedoman dalam menjalankan segala sendi-sendi kehidupan

TRANSCRIPT

MODUL

BAHAN AJAR

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN ETIKA POLITIK

SESPIM POLRI2015

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA DAN ETIKA POLITIK

PENDAHULUAN Pancasila sebagai hasil pemikiran filosofik sudah barang tentu mengandung sejumlah kebenaran filosofik, dengan demikian memiliki sejumlah nilai nilai kebenaran yang dikembangkan lebih lanjut dalam pemikiran keilmuan sehingga menumbuh kembangkan sejumlah konsep dan teori keilmuan. Dari kajian keilmuan Pancasila sebagai filsafat berbangsa dan bernegara, memiliki kedudukan strategis sebagai sumber nilainilai dasar bernegara dan berbangsa. Dengan demikian kedudukannya sebagai dasar negara seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945. Adalah berfungsi pula sebagai ideologi, yaitu cara pandang untuk membangun dan menjalankan negara. Seperti lazimnya setiap negara memiliki ideologi berupa nilai nilai dasar yang dijadikan semangat dalam membangun dan penyelenggaraan kehidupan bernegara. Setiap negara memiliki ideologi sesuai dengan cara pandang dari bangsanya. Berbagai ragam ideologi, dapat dibedakan dari sumbernya, proses perumusannya serta model penggunaan dan implementasinya. Unsur tersebut membentuk karakteristik ideologi tersebut, Pancasila selain sebagai dasar negara, juga memiliki kedudukan sebagai ideologi negara. Dilihat dari sifat dan karakteristik ideologi, maka Pancasila dapat dikategorikan sebagai ideologi terbuka yang memiliki kekuatan untuk memberikan landasan semangat visi dalam membangun dan menyelenggarakan negara untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian memiliki kekuatan aktualisasi dalam berbagai perubahan. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana gambaran Pancasila sebagai ideologi terbuka dan bagaimana kekuatan dan implikasinya terhadap hak dan kewajiban warga negara dan secara khusus terhadap penyelenggaraan tugas pokok POLRI Sementara itu Pancasila selain kedudukannya sebagai dasar negara, dalam kaitannya dengan hukum adalah merupakan sumber hukum, demikian dalam perspektif etika adalah merupakan etika politik Indonesia. Hal ini berkaitan dengan landasan atau Pedoman tingkah laku seperti pengambilan keputusan para penyelenggara Negara dan pelaksana pemerintahan. Selain itu tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa Pancasila sebagai sumber nilai. Menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa yang lain Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia Dengan kata lain, Pancasila sebagai paradigma pembangunan yaitu sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas, arah, tujuan dari perkembangan perubahan dan proses berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai landasan pembangunan politik yang prakteknya menghindarkan praktek politik tidak bermoral dan tidak bermartabat sebagai bangsa yang memiliki cita-cita moral dan budi pekerti yang luhur Pancasila sebagai paradigma pembangunan, moral norma dan hukum, seperti dalam setiap perumusan peraturan perundang-undangan nasional yang harus selalu memperhatikan dan menampung aspirasi rakyat. Pancasila sebagai landasan pembentukan hukum yang aspiratif.Kajian lainnya yang penting berkenaan dengan Pancasila sebagai Etika Politik. Nilai -Nilai dasar yang terkandung pada filsafat Pancasila sebagai nilai dasar pembentukan etika politik. Setelah mempelajari modul ini yang memuat pembelajaran pemahaman tentang konsep -konsep dan teori- teori yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka, dan Pancasila sebagai Etika Politik diharapkan dapat mengidentifikasi makna hakiki sejumlah konsep dan teori- teori tersebut guna pengembangannya dalam peningkatan kinerja profesional POLRI sesuai dengan TRIBRATA, CATUR KARYA dan TUGAS POKOK POLRI. Oleh karena itu secara khusus setelah mempelajari modul ini, Anda dapat melakukan hal-hal sebagai berikut;

1. Mengidentifikasi sejumlah konsep dan teori yang berkaitan dengan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. 2. Memetakan sejumlah konsep- konsep dan teori-teori yang terkait pada Pancasila sebagai Etika politik landasan sistem politik Indonesia, kaitannya dengan peningkatan kinerja profesional POLRI sesuai dengan Kode Etik Polri yang bersumber Tribrata, Catur karya dan Tugas pokok Polri Materi Modul ini disusun menjadi 2 kegiatan Pembelajaran sebagai berikut;untuk:KONSEP PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA1. PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN KODE ETIK POLRI

A. Tujuan Pembelajaran

Secara umum, setelah mempelajari secara mendalam melalui pemecahan masalah materi modul ini, diharapkan dapat memahami makna Pancasila sebagai Ideologi terbuka dan Etika Politik dan Implikasinya terhadap penegakan Kode Etik Polri sesuai dengan semangat dan nilai Tribrata dan Tugas Pokok Polri. Secara khusus dapat memiliki pemahaman tentang; makna ideologi, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa, Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, Pancasila sebagai Etika politik dan sumber Kode etik, Tribrata dan Tugas Pokok Polri

B. Petunjuk Pembelajaran 1. Pelajari secara seksama Tujuan Pembelajaran dan konsep-konsep pokok materi bahan ajar,2. Pelajari secara kritis setiap masalah dan atau mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah dilengkapi jawaban sementara atas pertanyaan tersebut yang selanjutnya dijadikan bahan diskusi dalam pembelajarannya. 3. Bentuk kelompok diskusi sesuai dengan kepentingan dan tujuan pembelajaran an 4. Lakukan diskusi dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam pemecahan masalah yang dipilih berkait sebagai bahan dalam pengembangan Mind Mapping peningkatan pengetahuan dan penghayatan. Kode Etik, Tribrata, dan Tugas pokok untuk pengembangan profesional Polri.

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

1. Makna Ideologi

Untuk dapat memahami tentang makna Pancasila terbuka, perlu dipahami terlebih dahulu tentang pengertian ideologi dan ideologi terbuka. Pertama Perlu dipelajari tentang pengertian ideologi. Terdapat sejumlah pengertian ideology, ditemukan dalam kajian kepustakaan, dikemukakan para pakar, antara lain A.S. Hornby mengatakan bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan politik atau yang dipegangi oleh seorang atau sekelompok orang. Sementara itu Soerjono Soekanto menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama. Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideologi sebagai suatu sistem pemikiran yang dapat dibedakan menjadi ideologi tertutup dan ideologi terbuka. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa Ideologi Pancasila adalah sebuah pemikiran berupa keyakinan yang menyeluruh akan kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa ditransformasikan menjadi ideologi negara dalam posisi sentralnya sebagai dasar negara Indonesia dengan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya (Suwarma AM :2004). Apakah makna dari Pancasila sebagai ideologi ? Perlu dipahami bahwa makna Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila itu menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujud kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-Kemanusiaan, yang ber-Persatuan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan. Selanjutnya perlu Dipahami bahwa Pancasila sebagai ideologi nasional selain berfungsi sebagai cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama, karena itu juga berfungsi sebagai sarana pemersatu masyarakat yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat.

2. Konsep Ideologi Terbuka

Seperti telah dipahami bahwa ideologi terdiri dari ideologi yang bersifat terbuka dan ideologi yang bersifat tertutup, bagaimana dengan ideologi terbuka ? Ideologi terbuka, mengapa dinyatakan sebagai ideologi terbuka? Hal ini berkenaan Indonesia sebagai negara yang dihadapkan kepada dinamika masyarakat yang tengah melaksanakan pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat. Demikian pula negara dalam keadaan bergerak membangun dinamika politik untuk mencapai tujuannya. Ideologi sebagai sebuah pemikiran harus memiliki kemampuan untuk memberikan landasan dan arah memecahkan masalah yang timbul dalam perubahan tersebut. Sementara itu ideologi terbuka memberikan koridor untuk memunculkan pemikiran dari seluruh warga negara. Dalam arti membangun partisipasi berdasarkan pemahaman yang tinggi sehingga melahirkan rasa memiliki ideologi dan kesadaran berideologi atas keyakinan akan kebenarannya. Dengan demikian ideologi terbuka memperoleh dukungan dari seluruh warga negara dalam implementasinya, sehingga memiliki kekokohan membentuk jati diri karakter kokoh untuk menjalani kehidupan bernegara. agar dalam peran sentralnya sebagai dasar dan ideologi negara dan berbangsa sesuai dengan nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya dalam memecahkan masalah bernegara dan berbangsa. Di lain pihak dalam kenyataan di dunia ini bangkrutnya atau gagalnya sebuah ideologi antara lain karena tertutup tidak memberikan koridor bagi tumbuhnya pemikiran aktualitasnya, sehingga gagal tidak dapat memberikan landasan motivasi dan inspirasi dalam menghadapi perubahan masyarakatnya. Di samping itu Pengalaman sejarah politik masa lampau bernegara dalam menjalani percaturan kehidupan dunia Internasional, keberhasilannya sangat ditentukan oleh kekuatan ideologi. Sementara itu kekuatan ideologi sangat ditentukan oleh dukungan dan kecerdasan warga sebagai subyek ideologi bangsanya, yang ditentukan ternyata memberikan petunjuk bahwa ideologi memiliki kekuatan dikarenakan sifatnya sebagai ideologi terbuka. Demikian pula cita-cita bertekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai ideologi dapat diperbaharui terus yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan bernegara, Bagaimana sifat keterbukaan tersebut? Perlu Dipahami bahwa ideologi yang kuat memiliki daya fleksibilitas sehingga mampu mengantisipasi, menghadapi dan melakukan perubahan untuk masa depan. Ideologi terbuka memiliki kekuatan untuk itu karena bersumber pada kebenaran filosofis yang kokoh dan bersumber pada kebenaran yang transendental, Sehingga memiliki daya tahan. bila dibandingkan dengan ideologi tertutup. tidak akan terpengaruh dengan berbagai perubahan yang terjadi karena sifat nilainya yang transendental itu, Namun keterbukaan ini bermakna kepada warga negara Indonesia untuk terus secara terbuka pemikirannya ke arah memperkuat keyakinan kebenaran, komitmen untuk berbuat dan bertindak atas dasar dan pertimbangan nilai dan moral. Bagaimana implikasinya? Perlu disadari bahwa keterbukaan adalah untuk memperkokoh niat komitmen, atau tekad maka dengan demikian menyikapi ideologi bersifat terbuka, hendaknya tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan dan kebenarannya. Namun ada batas-batas keterbukaan dimaknai dalam kerangka stabilitas yang dinamis dan mengambil jarak dengan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi negara, misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme sekularisme dan ideologi lainnya. Perlu diperhatikan bahwa terdapat tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas. Perlu Dipahami bahwa Dimensi Realitas nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Ideologi terbuka mengandung sifat dimensi realitas ini dalam dirinya. Sedangkan dimensi idealisme maknanya ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan menuntut daya dukung yang kuat dari seluruh warga negara. Warga negara sebagai subyek pendukung ideologi, yang akan membentuk identitas politiknya. Ideologi bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas. Bagaimana dengan dimensi fleksibilitas? ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bersifat dinamis, demokratis.

Ideologi terbuka memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat relevansinya dari masa ke masa. Perlu dipahami bahwa sebagai ideologi terbuka, adalah untuk memperkokoh sifat ideologi tersebut dan kemudian merefleksi bukan pada substansi ideologi akan tetapi pada sikap perbuatan yang memperkokoh daya dukung masyarakat subyek pendukung Ideologi terbuka. Dengan demikian warga negara memiliki sikap politik keterbukaan berpikir untuk menilai dan memperkokoh keyakinan terhadap ideologi tersebut. Di sinilah perlunya pembelajaran terus menerus untuk memperkokoh sistem nilai menjadi karakter warga negara, implikasinya terhadap pendidikan politik untuk mampu membelajarkan warga negara sebagai kompetensi dasar bagi pembelajaran sebagai warga negara yang baik yang ber- Etika politik. untuk memperkokoh keyakinan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsanya.Untuk memperkuat pemahaman perlu dipelajari perbedaannya dengan sifat ideologi tertutup, Ideologi tertutup, merupakan sebuah sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: ideologi itu merupakan cita-cita kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat, diciptakan oleh seseorang atau kelompok dan ditafsirkan dan dimaknai tunggal oleh penciptanya. Implementasinya penuh daya paksa dengan atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat. Sedangkan isinya tidak hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras diajukan dengan mutlak. Sedangkan sosialisasi dilakukan secara indoktrinasi dengan menggunakan kekuasaan negara.Di lain pihak Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral yang tumbuh dan berkembang dari budaya masyarakat itu sendiri, tidak diciptakan oleh seseorang atau kelompok sehingga dasarnya bukan keyakinan ideologis perorangan atau sekelompok orang, melainkan hasil pemikiran filosofis kebenaran hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya merupakan nilai dasar memiliki sumber secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional. Utoyo Usman dan Alfian (199 :2) dalam buku Pancasila sebagai ideologi mengungkapkan kaitannya dengan keunggulan sebagai ideologi terbuka ...pengembangan pemikiran Pancasila dan UUD 1945 yang relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan tuntutan perubahan jaman, tetapi tetap berada dalam kerangka paradigma atau kandungan hakikatnya yang sesungguhnya. Sejalan dengan itu pengembangan pemikiran itu bukanlah dimaksudkan untuk merubah atau merevisi apalagi menggantinya. Justru yang ingin dicapai untuk memperkuat, mempermantap dan mengembangkan penghayatan. Pancasila sebagai ideologi terbuka, memberikan kesempatan untuk dilakukan pemikiran dalam rangka memperkokoh dalam implementasinya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suatu ideologi terbuka mengandung semacam dinamika pemikiran filsafat internal yang memungkinkannya untuk memperbaharui diri dan maknanya dari waktu ke waktu sehingga isinya tetap relevan dan komunikatif sepanjang jaman. Perlu dipahami bahwa terdapat sejumlah ideologi runtuh tak memiliki makna fungsional ketika dihadapkan kepada dinamika perubahan yang sangat cepat dalam berbagai kehidupan, terlebih dengan dukungan informasi teknologi. Dan ideologi yang merupakan ciptaan seseorang dan bersifat tertutup, merupakan ideologi yang sangat rentan tertinggal oleh perubahan tatanan lingkungannya, mengakibat tidak lagi memiliki relevansi dan daya dukung sebagai etika politik yang memadai.Pancasila Sebagai Ideologi TerbukaSeperti telah dipahami bahwa ideologi terdiri dari ideologi yang bersifat terbuka dan ideologi yang bersifat tertutup, bagaimana dengan ideologi Pancasila? Ideologi Pancasila adalah merupakan ideologi terbuka, mengapa dinyatakan sebagai ideologi terbuka? Hal ini berkenaan Indonesia sebagai negara yang dihadapkan kepada dinamika masyarakat yang tengah melaksanakan pembangun an nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat. Pancasila sebagai sebuah pemikiran harus memiliki kemampuan untuk memberikan landasan dan arah memecahkan masalah yang timbul dalam perubahan tersebut. Di lain pihak dalam kenyataan di dunia ini bangkrutnya atau gagalnya sebuah ideologi antara lain karena tertutup tidak memberikan koridor bagi tumbuhnya pemikiran aktualitasnya, sehingga gagal tidak dapat memberikan landasan motivasi dan inspirasi dalam menghadapi perubahan masyarakatnya. Di samping itu Pengalaman sejarah politik masa lampau bernegara memberikan petunjuk bahwa ideologi Pancasila memiliki kekuatan dikarenakan sifatnya sebagai ideologi terbuka. Demikian pula cita-cita bertekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional. Bagaimana sifat keterbukaan tersebut? Perlu Dipahami bahwa substansi nilai Pancasila tidak akan terpengaruh dengan berbagai perubahan yang terjadi karena sifat nilainya yang transendental, Namun keterbukaan ini bermakna kepada warga negara Indonesia untuk terus secara terbuka pemikirannya ke arah memperkuat keyakinan kebenaran, komitmen untuk berbuat dan bertindak atas dasar dan pertimbangan nilai dan moral Pancasila. Bagaimana implikasinya? Perlu disadari bahwa keterbukaan adalah untuk memperkokoh niat komitmen, atau tekad maka dengan demikian menyikapi Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka, tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan dan tetap dalam, namun ada batas-batas keterbukaan dalam kerangka Stabilitas nasional yang dinamis dan mengambil jarak dengan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme sekularisme dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Demikian pula sifat keterbukaan tersebut memperhatikan sifat ideologi itu sendiri. Ada tiga dimensi sifat ideologi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas. Perlu Dipahami bahwa Dimensi Realitas nilai yang terkandung dalam dirinya, bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi realitas ini dalam dirinya. Sedangkan dimensi idealisme: maknanya ideologi itu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi realitas. Bagaimana dengan dimensi fleksibilitas? ideologi itu memberikan penyegaran, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bersifat dinamis, demokratis. Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena memelihara, memperkuat relevansinya dari masa ke masa. Perlu dipahami bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka, adalah untuk memperkokoh sifat ideologi tersebut dan kemudian merefleksi bukan pada substansi ideologi akan tetapi pada sikap perbuatan yang memperkokoh daya dukung masyarakat subyek pendukung Ideologi terbuka. Dengan demikian warga negara memiliki sikap politik keterbukaan berpikir untuk menilai dan memperkokoh keyakinan terhadap ideologi tersebut. Di sinilah perlunya pembelajaran terus menerus untuk memperkokoh sistem nilai menjadi karakter warga negara, implikasinya terhadap pendidikan politik untuk mampu membelajarkan warga negara sebagai kompetensi dasar bagi pembelajaran sebagai warga negara yang baik yang ber Etika politik. untuk memperkokoh keyakinan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsanya.Untuk memperkuat pemahaman perlu dipelajari kembali esensi perbedaannya dengan sifat ideologi tertutup, Ideologi tertutup, merupakan sebuah sistem pemikiran tertutup. Ciri-cirinya: merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat; atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat; isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. Di lain pihak Ideologi terbuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional. 3. Pancasila Ideologi Terbuka dalam Perspektif Sistem Politik IndonesiaBagaimana penjelasan secara harfiah tentang sistem ? Sistem berasal dari bahasa Latin dan Yunani, istilah "sistem" diartikan sebagai menggabungkan, untuk mendirikan, untuk menempatkan bersama. istilah sistem berasal dari bahasa Yunani; sistem, yang disebut sistem mempunyai pengertian sebagai berikut. (1) Suatu hubungan yang tersusun atas sekian banyak bagian dan, (2) Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur. Jadi, sistem itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Sistem digunakan sebagai pendekatan, yaitu pendekatan sistem mempelajari sesuatu sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari subsistem sub sistim yang terkait menjadi satu kesatuan dalam membangun mekanisme mencapai tujuan dan keberadaannya. Juga sering digunakan kepada sifat berpikir, berpkir sistem yang runtut komprehensif dalam memecahkan suatu masalah, hingga menyentuh bagian-bagian terkait secara mendetil sehingga ditemukan kebenaran secara sistemik. Dalam studi sistem kenegaraan semestinya menggunakan pendekatan sistem dan berpikir sistem untuk memperoleh pemahaman menyeluruh meliputi berbagai bagian terkait dengan membangun dan menjalankan organisasi negara. Perlu dipahami tentang pengertian sistem politik? Pengertiannya antara lain dikemukakan oleh David Easton (1984:395) yang mengemukakan bahwa sistem sebagai sebuah teori, yaitu Teori sistem adalah suatu model yang menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit (yang bisa saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh, organisasi pemerintah).Dengan demikian dalam kerangka studi ini sistem kenegaraan adalah studi tentang negara secara sistemik, meliputi seluruh subsistemnya, fugsi serta mekanisme dalam mencapai tujuannya. Selanjutnya perlu dipahami bahwa David Easton juga mengemukakan ciri-cirinya antara lain : (1) Sistem mempunyai batas yang di dalamnya ada saling hubungan fungsional yang terutama dilandasi oleh beberapa bentuk komunikasi. (2) Sistem terbagi ke dalam sub-sub sistem yang satu sama lainnya saling melakukan pertukaran (seperti antara desa dengan pemerintah daerah atau antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat) (3). Sistem bisa membuat kode, yaitu menerima informasi, mempelajari dan menerjemahkan masu kan (input) ke dalam beberapa jenis keluaran (output). Sementara itu Carl. D. Friedrich dalam buku man and his Government mengemukakan definisi sistem, yaitu : Apabila beberapa bagian yang berlainan dan berbeda satu sama lain membentuk suatu kesatuan, melaksanakan hubungan fungsional yang tetap satu sama lain serta mewujudkan bagian-bagian itu saling tergantung satu sama lain. Sehingga kerusakan suatu bagian mengakibatkan kerusakan keseluruhan, maka hubungan yang demikian disebut sistem. System is an organized scheme or method (Sistem adalah kumpulan skema atau metode David Easton dalam karyanya A System Analysis of Political Life (dalam Susser, 1992:189) mencoba menggambarkan kemungkinan melihat kehidupan politik dari terminologi sistem. Sistem adalah konsep simulasi dari totalitas. Untuk melihat kehidupan sosial, sistem dapat bermakna kenyataan sosial yang terintegrasi dari kompleksitas berbagai unit yang ada serta bersifat interdependensiPendekatan sistem dalam studi sistem kenegaraan didasarkan atas paradigma bahwa perubahan unit-unit sosial akan menyebabkan perubahan pada unit-unit lainnya dalam satu totalitas. Demikian aplikasi studi sistem kenegaraan, yang meliputi input proses, output, dimana menempatkan infrastruktur sebagai input yang berproses lewat mekanisme sistem menjadi output berupa suprastruktur yang juga untuk mencapai melakukan kerja hubungan tatacara menjalankan pemerintahan dan hak kekuasaan negara. Seluruh komponen dalam sistem politik tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi. Sementara itu hubungan kesesuaian antara negara dan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat, Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan. Di lain pihak Pancasila dilihat dari konsep politik dan bernegara, memiliki kedudukan sebagai ideologi berbangsa dan bernegara. Dalam rangka hidup berpolitik dan bernegara, setiap bangsa di dunia ini membangun ideologi, antara ideologi tumbuh sesuai dengan jaman dan konteks kebangsaan dan cita-cita politiknya. Indonesia membangun ideologi Pancasila yang hasil pemikiran filsafat dalam menentukan dasar negara. Bagaimana Fungsi utama ideologi dalam masyarakat menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi dalam masyarakat. Tampak jelas bahwa Pancasila sebagai ideologi mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka. Perhatikan pendekatan sistem dalam mempelajari Sistem kenegaraan berikut ini;Gambar 1:2Dasar Negara dan Sistem Politik

Keterbukaan Pancasila adalah untuk memperkokoh niat komitmen, atau tekad maka dengan demikian menyikapi Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka, tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan dan tetap dalam, batas-batas keterbukaan dalam kerangka memperkokoh Stabilitas nasional yang dinamis dan mengambil jarak dengan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila, misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme sekularisme dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Selanjutnya perhatikan pendapat Alfian dalam tulisannya Pancasila sebagai Ideologi (1996: 190) mengemukakan bahwa berbicara Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik tentunya yang dimaksudkan adalah bagaimana peran dan fungsi Pancasila sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa kita. Selanjutnya dijelaskan bahwa relevansi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik bangsa kita antara lain terletak pada kualitas yang terkandung di dalam dirinya Di samping itu relevansinya terletak pada posisi komperatifnya dengan ideologi-ideologi lain sehingga bangsa kita yang meyakininya memahami dan menghayati betul mengapa Pancasila adalah ideologi yang terbaik untuk dipakai sebagai landasan sumber nilai dan sekaligus tujuan dalam membangun dirinya. Sumber semangat yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945: terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik politik dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut.

Simpulan 1. Ideologi tertutup diciptakan oleh seseorang dan kelompok lebih bersifat operasional untuk mengubah dan mengarahkan perubahan, didasarkan atau penafsiran tunggal tertutup dari pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di lingkungannya. Sosialisasinya dilakukan secara indoktrinasi dengan menggunakan kekuasaan dan paksaan, penaatannya atas dasar kewajiban yang dipaksakan dan membangun sistem otoriter.2. Ideologi terbuka merupakan hasil pemikiran filsafat untuk kepentingan bernegara dan berbangsa, merupakan nilai-nilai dasar yang diyakini kebenarannya dan disepakati bersama dirumuskan dan dimufakati atas nama bangsa, Disepakati atas keyakinan dan kebenaran bersumber dari nilai-nilai transendental, sebab dirumuskan bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang tumbuh dan perkembangan dalam kehidupan berbangsa. Nilai nilai dasar yang dapat memberikan landasan mengubah dan mengarahkan perubahan, memberikan koridor penafsiran implementatif kreatif dari seluruh warga masyarakat sebagai subyek pendukungnya komunikatif atas pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di lingkungannya. Sosialisasinya atas kesadaran warga negara melalui proses pendidikan dan pembelajaran dalam membangun dan pemahaman dan kesadaran atas dasar keyakinan dan kebenarannya dan ketepatannya, sebagai sumber inspirasi dan identitas politik sebagai warga negara yang baik. Diimplementasikan melalui pembentukan, nilai, moral dan etika politik dalam membangun sistem politik.3. Pancasila sebagai ideologi terbuka, sebab Pancasila hasil pemikiran filsafat politik berbasis kepada keberagaman untuk kepentingan membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Berisi nilai-nilai yang bersumber dari nilai transendental Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersumber dari kehidupan keberagaman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang teruji dalam pengalaman berbangsa dan bernegara. Mengandung nilai-nilai dasar yang memberikan sumber bagi pengembangan nilai dan moral, norma hukum dalam pembentukan sistem hukum dan politik. Sebagai etika politik dirumuskan bersama merupakan hasil pemikiran filsafat untuk kepentingan bernegara dan berbangsa. Merupakan nilai-nilai dasar yang diyakini kebenarannya dan disepakati bersama dirumuskan dan dimufakati atas nama bangsa, sepakati atas keyakinan dan kebenaran bersumber dari nilai-nilai transendental. Dirumuskan bersumber dari nilai-nilai kebenaran yang tumbuh dan berkembangan dalam kehidupan berbangsa. Nilai nilai dasar yang dapat memberikan landasan mengubah dan mengarahkan perubahan, memberikan koridor penafsiran implementatif dari seluruh warga masyarakat sebagai subyek pendukungnya komunikatif atas pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di lingkungannya. Sosialisasinya atas kesadaran warga negara melalui proses pendidikan dan pembelajaran dalam membangun dan pemahaman dan kesadaran atas dasar keyakinan dan kebenarannya dan ketepatannya, sebagai sumber inspirasi dan identitas politik sebagai warga negara yang baik. Diimplementasikan melalui pembentukan, nilai, moral dan etika politik dalam membangun sistem hukum dan politik Indonesia. Sosialisasi dan implementasi atas dasar kesadaran dalam akan kebenaran dan keyakinannya sebagai sumber inspirasi arah pembangunan Negara dan Bangsa. Membangun dukungan warga negara sebagai subyek dalam membangun kecerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kehidupan pemerintahan berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam perwakilan dan permusyawaratan.4. Sikap warga negara dalam Keterbukaan Pancasila sebagai adalah untuk memperkokoh niat komitmen, atau tekad maka dengan demikian menyikapi Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka, tetap dalam kerangka mempertahankan keyakinan. Sementara itu batas-batas keterbukaan dalam kerangka memperkokoh Stabilitas nasional yang dinamis dan mengambil jarak dengan ideologi lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Misalnya ideologi marxisme, leninisme, komunisme liberalisme sekularisme dan ideologi lainnya yang bertentangan dengan nilai- nilai dasar Pancasila.

TUGAS PEMBELAJARAN Diskusikan dalam kelompok tema dan masalah sebagai berikut;

1. Kemukakan pengertian makan dan peran Ideologi dalam membangun kehidupan bernegara dan berbangsa, tunjukkan bahwa keberhasilan bangsa dalam membangun negaranya sangat ditentukan oleh kekuatan ideologinya dan kecerdasan warga negara dalam mendukung ideologi negaranya.2. Kemukakan perbedaan teoritik antara Ideologi tertutup dan Ideologi terbuka serta keunggulan dan kelemahan dari dua jenis ideologi tersebut 3. Kemukakan alasan mengapa ideologi terbuka dipandang lebih baik dari pada ideologi tertutup dalam kaitannya dengan mengatasi berbagai masalah dan tantangan dalam membangun negara dan bangsa dalam percaturan global dan hubungan antar ideologi berbagai negara dan bangsa dalam tataran internasional.4. Identifikasi Pancasila sebagai ideologi terbuka dari aspek, sumber kebenaran, cara berpikir menemukan kebenaran, proses perumusan, nilai-nilai dasar dan transendental, peran sebagai ideologi dalam perspektif perubahan.5. Kemukakan keunguan Pancasila terbuka dalam perspektif memperkokoh sistem pembangunan profesionalisme POLRI sebagai subyek pendukung ideologi dalam peningkatan mutu pelaksanaan TUGAS POKOK POLRI.

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN KODE ETIK POLRI

A. Pendahuluan Bagaimana konsepsi sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila ?, Dapat dijelaskan bahwa sistem kenegaraan yang dibangun berdasarkan nilai moral yang terdapat dalam falsafah Pancasila. Dalam sistem kenegaraan ini Pancasila sebagai landasan filosofik negara sedangkan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam membangun sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila, teori, konsep bernegara dipilih yang sesuai dengan nilai kebenaran Pancasila. Dengan demikian Sistem ini dibangun atas landasan konstitusional yang memuat normanorma yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu Negara Indonesia adalah wujud pemikiran konsepsi bernegara berdasarkan Pancasila. Untuk memahami sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila, hendaknya diawali dengan mempelajari Pancasila dari sudut filsafat dan etika, sehingga dapat ditemukan nilai-nilai dan moral yang terkandung dalam Pancasila sebagai filsafat berbangsa dan bernegara. Oleh karena semakin jelas bahwa dalam rangka pembelajaran, diperlukan kemampuan untuk melakukan studi etika politik untuk mengidentifikasi jenis mutan moralitas dan norma yang bersumber dari Pancasila. Terutama untuk memahami sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila tersebut baik secara filosofis, teoretik dan konseptual. Oleh karena itu studi tentang sistem kenegaraan ini, semestinya didasarkan atas kajian filsafat etika Pancasila, serta nilai norma teori dan paham konstitusi (constitusionalisme) seperti dirumuskan secara normatif konstitusional dalam UUD 1945. Mengapa demikian? Karena nilai-nilai dan moral yang bersumber dalam Pancasila dijadikan dasar moral membangun sistem kenegaraan. Selanjutnya perlu dipahami tentang bagaimana bubungan antara nilai, moral dan norma, ini diperlukan karena akan banyak ditemukan dalam kajian ini, dan untuk memperoleh pemaknaan yang benar. Perlu diketahui bahwa antar nilai moral dan norma ketiganya saling berkaitan dan berhubungan sebab akibat. Kedudukan nilai sebagai sumber moral dan norma, dalam arti tidak mungkin ada moral tanpa landasan nilai. Sedangkan norma adalah aturan atau kaidah yang dibangun berdasarkan moral dan nilai. Artinya tidak mungkin ada norma yang dibangun tanpa landasan moral. Pengertian moral memperjelas mana yang baik dan yang buruk, yang kemudian diwujudkan secara rinci dalam kaidah yang memberikan petunjuk jelas apa yang harus diperbuat dan apa yang harus tidak boleh diperbuat dan diperkuat dengan memuat jenis serta bentuk sangsi manakala norma tersebut dilanggar. Untuk kepentingan pembelajaran masalah tersebut di atas, bahasan ini berisi uraian berkaitan dengan mengidentifikasi muatan moral (morality) dan norma Dalam sistem Kenegaraan Berdasarkan Pancasila. Selanjutnya mempelajari keseluruhan kajian filosofis untuk dapat mengidentifikasi muatan moral (morality) dan norma dalam sistem kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Mengidentifikasi muatan moral (morality) dan norma dalam sistem sosial kultural Pancasila .

B. Pengertian Etika Politik Pancasila Bagaimana dengan Etika politik Pancasila? Etika politik Pancasila adalah etika yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, yang diperlukan untuk menciptakan mekanisme sistem politik, yang merupakan kekuatan politik dalam wujud semangat penyelenggara negara. Sebab semangat ini muncul sebagai kekuatan etika berbangsa dan bernegara, kedudukan Pancasila sebagai sumber etika tersebut. Perlu dipahami bahwa etika politik bagian dari filsafat politik, yang memberikan landasan etika terhadap sistem politik, agar sesuai dengan nilai dan tujuan bernegara dan berbangsa. Etika, atau filsafat moral menurut (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik itu? Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Perlu dipahami bahwa nasionalisme kita hanya akan berkembang dengan subur di alam demokrasi ini, bila Pancasila dijadikan acuan dalam etika politik. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan terjadi terlebih akan lebih kuat bila bersumber dari nilai-nilai Ketuhanan. Ini merupakan prasyarat dasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan politik demokratis yang berbasis etika dan moralitas. Bandingkan dengan penjelasan pengertian moral yang Frank J. Navran yang dikutip dari http://www. navran.com/ article-values-morals-ethics. mengartikan bahwa Morals are values which we attribute to a system of beliefs, typically a religious system, but it could be a political system of some other set of beliefs. These values get their authority from something outside the individual- a higher being or higher authority (e.g. society). In the business world we often find ourselves avoiding framing our ethical choices in moral terms for fear that doing so might prove offensive (lacking in respect or compassion) to some. Perlu dipahami bahwa etika politik sangat diperlukan terutama dalam melakukan berbagai tindakan politik. Diperlukan penguatan etika terhadap pelaku politik agar tidak mengalami kehancuran. Akibatnya fungsi perlindungan terhadap rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaan publik yang lemah acap kali melemahkan kondisi, budaya, pendidikan politik. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini kebutuhan sistem politik, dapat disebabkan melemahnya dimensi etika politik. Sementara perselisihan terjadi tidak terselesaikan mengakibatkan kekaburan dan kekacauan sistem nilai. yang disebabkan etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.Perlu dipahami bahwa melemahnya etika politik bisa terjadi dalam janji kampanye berbeda dengan pelaksanaannya dengan. Artinya rakyat warga negara hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik kurang percaya pada aktor dan lembaga politik. Keadaan kita sungguh-sungguh kehilangan daya untuk memperbarui dirinya. Etika politik yang berpijak pada Pancasila dapat menyelamatkan hancur karena politik identik dengan uang. Uang menjadi penentu segala-galanya dalam ruang publik.Dalam politik yang memiliki kekokohan etika politik, maka tidak akan ada kebabblasan, seperti dirasakan sebagai salah satu kelemahan reformasi adalah kebabblasan, yang berakibat serba boleh, karena orientasi perubahan lebih kuat dan amat membeci sistem yang lama tanpa menguji yang bahwa yang baru lebih baik. Dengan demikian dikhawatirkan terjadi kemunduran etika politik para elite dalam setiap prilaku politiknya membuat. Perlu dipahami Pelemahan etika politik para aktor dan elite politik adalah salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatis mendalam perilaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian. Implikasinya perlu dikembangkan kekuatan sistem politik, dengan cara memperkuat nilai dasar etika politik berdasarkan pada nilai-nilai transedental Pancasila. Ketika melemahnya etika politik maka akan muncul prilaku politik yang merendahkan martabat politik dan aktor politiknya. Munculnya kasus politik seperti, money politic, serangan pajar, mahar politik, mafia politik, calo kekuasaan atau jabatan. Atau upaya politik yang menghalalkan berbagai cara lainnya.Perlu dipahami bahwa jika ditarik logika yang ada di kepala masing-masing kelompok, nyaris tidak ada yang namanya kepentingan bersama untuk bangsa. Yang ada hanyalah kebersamaan fatamorgana. Seolah-olah kepentingan bersama, padahal itu hanyalah kepentingan-kepentingan kelompok yang terkoleksi. Hampir tidak ada kesepakatan di mata para politisi kita tentang akan dibawa ke mana bangsa ini, karena semua merasa benar sendiri, dan tidak pernah mau menyadari di balik pendapat yang ia nyatakan, mengandung kekurangan yang bisa ditutup oleh pendapat kelompok lain. Prinsip menerima kebenaran pendapat lain sudah mati, dan tertimbun oleh arogansi untuk menguasai kelompok lain.Memang benar alam raya ini penuh dengan perbedaan. Demikian pula politik, penuh dengan perbedaan pendapat. Tapi di Indonesia perbedaan pendapat justru menjadi penghalang untuk mencapai visi bersama bangsa. Betapa sedih melihat ketika demokrasi yang kita rasakan dibangun oleh para elite dengan cara manipulatif dan penuh rekayasa untuk menjatuhkan lawan. Bagaimana masalahnya? Yang menjadi masalah antara lain ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktek keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, dari pada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum. Karena itulah, di samping aturan legal formal berupa konstitusi, politik berikut prakteknya perlu pula dibatasi dengan etika politik. Etika politik digunakan membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang diperlukan dan mana yang dijauhi.Bagaimana sifat dari etika politik? Etika politik yang bersifat umum dan dibangun melalui karakteristik masyarakat bersangkutan amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Jadi etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka acapkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan. Akibatnya ada dua hal pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif. Semua serba boleh, bukan saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh, karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah. Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabai kan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, run away) menuju ke arah jualbeli menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.

C. Etika Politik dan Budaya Politik PancasilaBagaimana pengertian budaya politik? Terdapat sejumlah definisi tentang budaya politik, di antaranya yang mengartikan bahwa Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat dalam hubungannya dengan kehidupan bernegara dan berbangsa. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Intinya budaya politik terletak pada keberhasilan membagi politik sehingga menjadi partisipasi politik yang tinggi adil dan harmoni dalam berbagai sistem dan lembaga politik pada suatu negara tertentu. Perhatikan definisi yang dikemukakan Almond dan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki. Dengan orientasi itu pula mereka menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan mereka di dalam sistem politik. Budaya politik tumbuh dan berkembang apabila dalam proses politik terjadi partisipasi politik yang tumbuh atas kesadaran politik, sehingga menghasilkan partisipasi warganegara yang tinggi dengan semangat untuk mencapai tujuan bernegara, yang didasarkan atas nilai-nilai transendental memiliki kekuatan lahir batin, yaitu negara Indonesia. Perlu diingat bahwa salah satu peran etika politik adalah untuk membangun budaya politik berdasarkan nilai nilai Pancasila melalui proses pembelajaran yang demokratis. Pengertian lain dapat dijumpai dalam definisi terutama untuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk lebih memahami secara teoritis tentang bahwa budaya politik dimaknai sebagai aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain. Dalam definisi dikemukakan makna budaya politik sangat luas, namun sangat kuat perhatiannya terhadap kecerdasan warga negara untuk melakukan pertimbangan nilai politik berdasarkan hasil penalarannya. Pengertian lain lebih menukik pada dimensi substansinya dikemukakannya bahwa Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek generiknya. Yang pertama menekankan pada isi atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan, utopis, terbuka, atau tertutup. Definisi yang terakhir ini bila dikaitkan dengan peran Pancasila sebagai dasar bernegara, maka aspek generik politik Indonesia adalah mewujudkan kehidupan bernegara berdasarkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan bernegara dengan keberhasilannya mewujudkan tujuan negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945.Bagaimana arah pengembangan budaya politik Indonesia? Dapat dijelaskan bahwa tidak dapat dimungkiri, sebagai bangsa, Indonesia begitu majemuk. Aneka kelompok, baik yang mengikat diri secara kultural, ideologis maupun religiusitas, berkejaran dalam jagat ke-Indonesiaan. Sehubungan dengan itu, persoalan krusial yang belum terpecahkan sejak fakta pendirian bangsa ini adalah mewujudkan tatanan hidup bersama secara rasional. Sebuah wujud koeksistensi di tengah kemajemukan tanpa dicemari fakta-fakta irasional, seperti kekerasan, manipulasi, kebohongan, hegemoni, dan sebagainya. Budaya demokrasi sebagai budaya politik dibangun dalam tatanan idealistik dan praksis, sering terjadi kesenjangan, ruang inilah yang kemudian dijadikan bahan bagi peningkatan kualitas dan pertumbuhan budaya politik tersebut. Pelaksanaan demokrasi yang tidak lagi konsisten dengan idenya, maka akan dikoreksi dan diperbaiki sehingga memiliki nilai demokratis yang lebih baik. Demokrasi menjadi pilihan yang dikembangkan oleh sejumlah negara maju, termasuk negara adikuasa, yang memiliki kehendak untuk ditularkan kenegaraan lainnya. Pancasila memiliki peran yang strategis untuk mengisi demokrasi agar sesuai dengan nilai-nilai politik yang telah melembaga dan membudaya dalam kehidupan bernegara bangsa Indonesia. Model demokrasi yang ideal adalah demokrasi Pancasila di mana Pancasila dijadikan sumber nilai dalam berbagai rancang bangun sistem politik, juga dalam implementasi dan mekanisme sistem politik tersebut.Terdapat sejumlah upaya bagaimana budaya politik ditumbuhkan, namun demikian perlu dimaknai bahwa budaya politik semestinya tumbuh dan berkembang sebagai buah terbaik dari pemikiran dan praktek politik. Untuk itu sering kita saksikan. Perhatikan sebuah kritik terhadap fenomena budaya politik Pada Zaman Orde Baru; Sering dilakukan kuliah-kuliah kering tanpa persatuan dan kesatuan, toleransi, dan kebersamaan. Ide-ide yang gegap-gempita di ruang-ruang penataran, namun miskin secara praksis. Hasilnya, etika politik dan sosial pecah berantakan. Demokrasi diajukan ke meja hijau. Demokrasi dituduh meriuh-rendahkan kehidupan politik yang dulu senyap-sejuk. Disintegrasi Itulah retorika magis yang membuka pintu bagi aparatur untuk turun tangan. Pertikaian sosial hanya bisa diredam dengan tangan besi. Tidak ada jalan lain. Budaya politik tumbuh sejalan dengan proses politik yang mengedepan sebagai demokratisasi, dengan menghormati kondisi pluralistik dan distribusi politik ditutup demi ketertiban dan keamanan sehingga terjadi pembungkaman ideologis seperti dilakukan pada jaman Orde Baru, pasca reformasi kembali mendapatkan ruang keterbukaan. Inilah gambaran bagaimana dinamika kehidupan politik yang kemudian best practice akan membentuk budaya politik sesuai dengan perkembangan dan kematangan politik. Budaya politik akan tumbuh apabila partisipasi politik dimiliki oleh warga negara, sehingga memunculkan seni politik dalam dinamika politik. Dari sisi inilah diperlukan reformasi yang dapat meluruskan prosedur-prosedur politik yang melenceng dari garis demokrasi yang ideal sehingga memiliki kekuatan daya transformasi menjadi Demokrasi Pancasila yang memiliki karakter kebangsaan. Di sinilah koridor etika politik memiliki peran strategis dalam memberikan warna bagi prilaku dan kehidupan politik. Seperti tampak dalam membangun budaya politik demokrasi dengan unsur unsur sentuhannya seperti; Pemilu multipartai dilangsungkan secara jurdil lima tahun sekali. Presiden dipilih langsung. Masa jabatannya dibatasi dua kali. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif berfungsi proporsional dan maksimal, dan sebagainya. Namun demikian perlu di perhatikan bahwa budaya politik berkait dengan adanya jaminan akan kebebasan berekspresi, berserikat, dan menjalankan syariat agama. Sebaliknya mampu mencegah digunakannya kebebasan berekspresi dijadikan jalan untuk mengobarkan sentimen anti-etnis atau agama tertentu. Bagaimana demokrasi bisa seiring dengan etika politik. Satu-satunya jalan adalah terwujudnya apa yang disebut budaya demokratis (democratic culture). Demokrasi tanpa dibarengi budaya demokratis semestinya tumbuh berkembang dengan menguatnya komitmen terhadap nilai-nilai yaitu etika politik yang terdapat dalam Pancasila. Hal ini diperlukan pencerdasan warga negara yang memiliki kemampuan membangun komitmen dirinya terhadap nilai-nilai dasar Pancasila. Budaya demokrasi akan tumbuh manakala berpusat pada pencerdasan partisipasi warga negara, merekalah yang berdaulat, tidak dibalik di mana yang berdaulat itu penguasa pangreh semestinya direh. Dengan menempatkan nilai-nilai Ketuhanan sebagai sumber etika politik dan demokrasi, maka akan cepat bangsa membangun budaya politiknya secara produktif.Kaitannya dengan budaya demokrasi sebagai bagian dari budaya politik, Dimensi ini menuntut setiap warga negara dipandang sebagai subyek politik yang setara dalam melibatkan diri secara politis. Melibatkan diri dalam hal ini bukan saja sebagai subyek politik akan tetapi menjadi aktor politik atau politik yang terlibat dalam proses-proses politik, tetapi juga sebagai partisipan aktif. Untuk itu, peluang warga negara untuk mempengaruhi proses-proses politik harus dijamin setara. Di sinilah peran dan kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai etika politik untuk dioptimalkan dan diperankan untuk membangun budaya politik Pancasila. Implikasinya pengembangan program mesti sarat dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Perlu dipahami bawa Budaya politik yang mengandung dua komponen pokok. Pertama, kemandirian dan kedua, nalar publik. Budaya adalah struktur. Kebiasaan yang berulang dan menghasilkan pola yang dihayati bersama. Pola kultural yang belum sepenuhnya lepas dari masyarakat kita adalah pola-pola feodalisme. Struktur dan kultural feodalisme amat bersebrangan dengan kultur kemandirian. Kultur politik yang menggantungkan segalanya pada kekuasaan dan melemahkan inisiatif publik. Perhatikan bahwa manakala kekuasaan diagungkan, maka kekuatan nonpemerintah diremehkan. Politik ditafsirkan sebagai ajang cari makan dan status. Karier yang bagus berarti kaya materi dan status sosial yang kian meninggi.Logikanya pun menjadi politik praktis: perebutan dan aksentuasi kekuasaan. Padahal civil society berpijak pada logika politik yang berbeda. Logika politik civil society bukan politik praktis, tetapi politik emansipatoris. Artinya, politik guna membela hak dan membebaskan warga negara dari ketergantungan politis lewat konsistensi dan advokasi. Sasarannya adalah naiknya posisi tawar masyarakat dan menciptakan budaya kemandirian yang proaktif.Bagaimana Demokrasi yang beretika Pancasila? Perlu dipahami bahwa pendekatan transendental dalam membangun penalaran politik dari tatanan hidup bersama. Untuk itu, nalar publik mesti dijadikan sarana kekuatan ideologi politik ketika berhadapan dengan eksistensi dan kekuatan ideologi lain. Membudayakan pencerdasan politik warga negara bukan perkara ringan. Dalam masyarakat yang sebagian besar masih dikungkung nilai-nilai primordial, nalar politik yang dipakai masih bersifat privat. Nalar yang cenderung tertutup, sektarian, dan tidak sulit bahkan tidak bisa menerima perbedaan. Sasarannya bukan mencari kepentingan, tetapi efektifitas dan kesuksesan. Kelompok atau individu lain dipandang sekadar sebagai sarana, bukan sebagai subyek diskursif yang setara. Kondisi inilah yang menuntut perlunya revitalisasi pendidikan Pancasila, dan mengaktualisasikan Pancasila sebagai sumber Etika politik dan pendidikan politik.Bagaimana membangun sebuah kultur demokratis? Tidak ada jalan lain kecuali menggelar strategi kebudayaan demokratis itu sendiri. Kaitannya dengan membangun sistem pendidikan politik yang menjadikan prinsip kemerdekaan otonom dan kemampuan berpikir politik kenegaraan dari warga negara sebagai pijakan konseptual. Sistem yang berfokus pada upaya membangun kapasitas warga negara sebagai individu-individu memiliki otonom dan kemampuan kritis dan serta semangat partisipasi atas tanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Otonom bukan berarti egosentris. Karena itu, pembelajaran nilai politik harus menekankan perjumpaan, pengenalan, dan pemahaman yang lain (the others). Strategi pedagogis ini tentu berkait serta dengan jangka panjang. Strategi yang amat menentukan orientasi masa depan kualitas demokrasi.Dalam teori politik, etika politik bukanlah sekadar gagasan himbauan moral yang naif bila dikaitkan dengan kehidupan politik praktis seperti sinyalemen adagium di atas. Minimum ada tiga prinsip yang secara metodologis dapat dijadikan untuk mengukur muatan etika politik dari sebuah politik atau pun kebijakan publik. Prasyarat pertama adalah prinsip kehati-hatian (principle of prudence), sebuah prinsip yang mempertanyakan secara kritis tentang latar belakang berikut pemihakan dari sebuah tindakan ataupun kebijakan dari para pemegang kunci kekuasaan politik. Dalam prinsip ini, sebuah tindakan yang memiliki motif untuk memihak kepentingan lebih luas dibanding dengan kepentingan sempit partai golongan atau kepentingan diri sendiri akan memiliki nilai etika yang jauh lebih tinggi dan terpuji.Prinsip kedua adalah prinsip tatakelola (principle of governance) yang berhubungan dengan masalah etika di dalam proses pengambilan keputusan ataupun penentuan tindakan. Prinsip ini menyangkut penilaian terhadap standar-standar yang digunakan di dalam menentukan sebuah tindakan ataupun kebijakan. Kesadaran akan pentingnya akuntabilitas, transparansi dan soladiritas, secara otomatis, akan melahirkan perilaku dan keputusan yang jauh lebih etis.Prinsip yang ketiga adalah prinsip pilihan rasional (principle of rational choice) yang secara metodologis menimbang secara seksama atas manfaat dan biaya (costs and benefits) dari sebuah tindakan ataupun kebijakan dalam rangka kepentingan umum. Sebuah tindakan atau keputusan yang memiliki manfaat yang sangat tinggi dan signifikan bagi kepentingan umum jauh lebih etis dibanding tindakan yang hanya melayani kepentingan pribadi ataupun kepentingan manuver partai politik yang sesaat.Dalam kehidupan politik sehari-hari, baik biaya (costs) maupun manfaat (benefits) tidak selalu hadir dalam bentuk fisik-material. Namun juga kedua aspek tersebut dapat diurai dalam bentuk nilai-nilai simbolik seperti trust, stabilitas, solidaritas, ataupun loyalitas. Dari uraian tersebut, kita perlu mengingatkan pentingnya muatan etika politik sebagai acuan bersama bagi jagat perpolitikan kita. Selanjutnya bagaimana kedudukan Pancasila dikaitkan dengan moral politik ? bertitik tolak dari pengertian moral politik yang memuat tentang kebenaran berkait dengan pengambilan keputusan menentukan sikap dan perbuatan dalam kerangka berbangsa dan bernegara, selanjutnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang diperkuat posisinya sebagai dasar negara dan sumber politik, maka sangat jelas kedudukannya sebagai sumber norma. sebagai dasar negara adalah merupakan suatu kesatuan utuh nilai-nilai budi pekerti atau moral. Oleh karena itu Pancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian Pancasila juga merupakan moral berbangsa dan bernegara, yaitu moral yang hendaknya dijadikan dasar untuk membangun kehidupan bernegara. Selain itu Pancasila merupakan gagasan fundamental tentang kehidupan manusia, di mana nilai-nilai tersebut melekat pada kodrat setiap individu. Dari sebab itu kelima nilai Pancasila itu berlaku bagi perseorangan maupun sebagai masyarakat. Dengan demikian Pancasila merupakan sumber moral politik kebenaran yang akan dijadikan dasar untuk melakukan kehidupan bernegara adalah merupakan sumber moral bagi moral bernegara. Moral politik ialah keseluruhan norma dan pengertian yang menentukan baik atau buruknya sikap dan perbuatan politik warga negara. Yang dimaksudkan dengan norma adalah prinsip atau kaidah yang memberikan perintah kepada warga negara untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan bersama dalam kerangka ,mencapai tujuan bernegara. Dengan memahami norma politik (kaidah bernegara), warga negara memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya memahami apa yang harus atau wajib dilakukannya dan apa yang harus dihindari.

4. Pancasila Sumber Etika Politik, Kode Etik dan Tribrata dan Tugas Pokok POLRI Perlu dipahami bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar negara kita. Sebagai sebuah bangsa yang bernegara perlu memiliki ideologi yang kokoh atas dasar keberagaman dan perbedaan sebagai realitas sosiologis. Karena pada dasarnya sebagai individu memiliki ideologi sendiri-sendiri baik secara individu maupun kelompok. Begitu juga negara membutuhkan dasar sebagai landasan untuk membuat perangkat lunak sistem apakah itu berupa konstitusi, undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya yang menjadi turunannya. Ideologi bangsa dan dasar negara yang terangkum dalam Pancasila adalah nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan dan disetujui oleh para pendiri bangsa dan negara ini. Sebelum lahir dan ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara memang pernah ada wacana Piagam Jakarta untuk diusung menjadi dasar negara yang substansinya berbeda dalam hal sila pertama, di mana silanya tersebut merumuskan tentang penerapan menjalankan syariat Islam bagi penganutnya. Akan tetapi wacana ini tidak dapat diterima dan diterapkan karena akan menimbulkan perpecahan bangsa, maka sila tersebut tidak digunakan sebagai dasar negara.Pancasila dengan sila-silanya yang mengandung nilai-nilai luhur dan universal adalah dasar landasan yang ideal karena mampu menampung segala macam aspirasi nilai yang ada dan beragam di Indonesia. Penduduk Indonesia memang penduduk yang beragama Islam terbesar dan bahkan juga di dunia, akan tetapi toleransi umat Islam Indonesia cukup besar untuk tidak menjadikannya negara Islam, karenanya Pancasila sebagai dasar negara yang ada sekarang ini sudah dianggap cukup untuk mengakomodir semua kepentingan umat masing-masing agama yang ada di Indonesia. Bagaimana sistimatika Pancasila? Dapat dijelaskan bahwa sebagai dasar negara memiliki urutan-urutan yang sistematis dari tiap-tiap silanya; dimulai dari spirit ketuhanan yang menjadi dasar utama dan paling tinggi yang terletak pada sila pertama hingga sampai pada tujuan bernegara yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada sila terakhir. Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya Ketuhanan Yang Maha Esa Adalah dasar negara, sila kesatu yang mendasari dasar lainnya. berketuhanan yang dianut masing-masing umat beragama yang ada, itu artinya bangsa Indonesia bukan bangsa dan negara yang menganut atheisme. Bagaimana esensi dari Nilai-nilai ketuhanan ? dijelaskan bahwa nilai-nilai Ketuhanan adalah modal yang akan menjadikan manusia Indonesia beradab seperti yang disebutkan dalam sila kedua. Kemudian dengan kemanusiaan tersebut diharapkan akan ada persatuan bangsa dalam satu negara seperti disebut dalam sila ketiga. Dengan modal bingkai persatuan tersebut rakyat Indonesia bermusyawarah dengan cara perwakilan melalui wakilnya yang memiliki hikmah kebijaksanaan untuk memperjuangkan rakyat, seperti dalam sila keempat. Dan sebagai tujuan terakhir yakni keadilan sosial bagi sebesar-besarnya kepentingan seluruh rakyat Indonesia, dalam sila kelima. Di sini nampak oleh kita betapa hebatnya urutan-urutan yang disusun oleh para pendiri bangsa dan negara ini dalam menentukan dasar negara hingga tujuan akhirnya.

Semua yang telah disebutkan di atas adalah hanya dalam bentuk teorinya, namun yang lebih penting dari itu yakni pada prakteknya. Nilai-nilai luhur yang menjadi ideologi bangsa dan dasar negara tersebut banyak terabaikan dan justru kita seperti berada dalam ideologi lainnya seperti misalnya ideologi kapitalisme dan liberalisme, padahal ideologi tersebut tidak sesuai dengan jiwa bangsa kita dan dasar negara kita. Oleh karena itu restorasi yang perlu dilakukan itu adalah bagaimana agar seluruh sistem yang ada di negara kita dikembalikan dan disesuaikan kepada fitrah Pancasila dan bukan mengadopsi dan mengadaptasikan sistem yang ada di negara lain yang belum tentu cocok dengan jiwa dasar atau karakter asli bangsa kita mulai dari sistem yang paling tinggi sampai kepada turunan-turunannya. Karena nilai-nilai Pancasila itu yang paling utama diterapkan adalah untuk dalam sistem yang dibuat oleh para penyelenggara negara untuk diberlakukan di negara kita bukan untuk konsumsi rakyat seperti yang pernah terjadi di zaman orde baru dalam menggalakkan Pancasila kepada rakyat dengan berbagai program yang dibuat ketika itu, sementara penyelenggara negaranya ketika itu banyak yang tidak mengindahkan Pancasila, sehingga trauma seperti itu hingga sekarang masih ada di sebagian rakyat kita. Oleh karena itu bukan teori-teori dan pemahaman tentang Pancasila itu yang perlu dikembangkan, karena kita pada umumnya sudah tahu dan paham dengan dasar negara kita itu, yang perlu adalah bagaimana agar Pancasila atau nilai-nilai yang ada di dalamnya itu di adaptasi dalam sistem yang ada di negara kita sampai kepada sistem yang terendah sekalipun. Konsep etika politik yang perlu dipelajari lebih mendalam antara lain pengertian humaniora dan hubungannya dengan humanistik dan nilai -nilai Pancasila. Kemudian kedudukan Pancasila dalam kaitannya dengan konsep humaniora dan humanistik. Selanjutnya tentang makna Etika Pancasila dan hubungannya dengan etika politik dan sistem politik. Kemudian pengertian, tujuan, konsep pendidikan Humaniora dan kedudukan Pancasila dari konsep pendidikan Humaniora. Selanjutnya masalah makna Pancasila sebagai ideologi, dan cara memperkokoh ideologi tersebut, dilanjutkan dengan mengapa perlu Pendidikan Nilai dan bagaimana implikasinya terhadap Pendidikan dan pembelajaran dan Bagaimana masalah melaksanakan etika politik Pancasila dalam praktek kehidupan nyata berbangsa dan bernegara.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Etika politik sangat diperlukan terutama dalam mengkaji bagaimana tindakan politik, etika politik memperkuat kualitas tindakan dan pelaku politik dalam membentuk kebijakan politik, agar mampu mem perkuat posisi bangsa dan negara tidak mengalami kehancuran. Pancasila sebagai sumber etika politik di Indonesia, peranannya untuk memperkuat sistem dan mekanisme politik sesuai dengan nilai- nilai dasar Pancasila. Etika politik Pancasila adalah etika yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, yang diperlukan untuk menciptakan mekanisme sistem politik, yang merupakan kekuatan politik dalam wujud semangat penyelenggara negara. Sebab semangat ini muncul sebagai kekuatan etika berbangsa dan bernegara, kedudukan.Pendidikan humaniora adalah bagian dari sosialisasi etika politik Pancasila merupakan pendidikan Pancasila yang berorientasi untuk mendidik manusia menjadi manusia seutuhnya. Prinsip pendidikan humaniora bertujuan membuat manusia lebih manusiawi atau untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia sebagai makhluk Tuhannya Pendekatan humaniora berkaitan dengan eksistensi dan peran Kebudayaan, yang merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat Bahwasanya manusia diberkahi adanya akal dan budi daya yang menyebabkan cara dan pola hidup yang berbeda di antara keduanya. Dan dengan adanya akal dan qolbu sebagai potensi alat berpikir, manusia adalah sebagai pengemban nilai-nilai moral baik yang bersifat material maupun spiritual. Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, pesertadidik telah mampu mencapai aktualisasi diri secara optimal. Teori humanistik cenderung bersifat elektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal tujuannya tercapai. Pancasila sebagai filsafat politik berbasis keagamaan yang Sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Ditinjau dari disiplin ilmunya, pada prinsipnya ilmu politik merupakan cabang ilmu filsafat dengan memadukan nilai epistemologis agama dan kaidah moral (etika dan axiologi) dalam berbagai analisis, sistem, perilaku, praktek dan aktivitas politik sejak zaman kuno sampai zaman pertengahan. Itulah sebabnya substansi dan esensi politik sebetulnya etika itu sendiri dalam perspektif yang lebih luas. Praktek politik sejak zaman Renaissance sampai dewasa ini lebih condong kepada pendekatan pragmatis dan realitas tanpa banyak mempertimbangkan nilai luhur agama dan norma etika politik. Nilai-nilai luhur moral Pancasila sebagai dasar negara sekaligus filsafat politik Indonesia akan memudar apabila tidak diamalkan dan diintegrasikan dalam semua aktivitas politik dan pemerintahan negara.Pendidikan nilai etika politik Perlu dibentuk dan dilaksanakan atas dasar ada upaya konstan dalam regenerasi dan pengembangan SDM untuk seluruh WNI dengan titik beratnya pada aspek afectif membangun kesadaran dan etika politik (tanpa mengabaikan komponen cognitive dan psycho motor), yakni transformasi karakter dan pembentukan perangkat menurut paradigma Ketuhanan Yang maha Esa, sehingga baik generasi muda sebagai kandidat-kandidat pemegang tampuk kekuasaan negara maupun para pemerintah dan kaum politisi yang sedang berkuasa sekarang dapat tampil sebagai ikon-ikon teladan dan terpercaya sebagai panutan rakyat.

Etika Politik Pancasila dan Etika kelembagaan POLRIBagaimana Hubungannya etika politik, dengan Tribrata, kode etik dan Catur Prasetya? Dapat dijelaskan bahwa Polri adalah merupakan bagian dari suprastruktur politik yang merupakan bagian dari sistem politik Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. agar dalam melaksanakan fungsi dan perannya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia atau yang dianggap sebagai wilayah negara republik Indonesia tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka wilayah negara Republik Indonesia dibagi dalam daerah hukum menurut kepentingan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagaimana yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah wilayah kepolisian dibagi secara berjenjang mulai tingkat pusat yang biasa disebut dengan Markas Besar Polri yang wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia yang dipimpin oleh seorang Kapolri yang bertanggung jawab kepada Presiden, kemudian wilayah di tingkat Provinsi disebut dengan Kepolisian Daerah (Polda) yang dipimpin oleh seorang Kapolda yang bertanggung jawab kepada Kapolri, di tingkat Kabupaten disebut dengan Kepolisian Resot (Polres) dipimpin oleh seorang Kapolres yang bertanggungjawab kepada Kapolda, dan di tingkat Kecamatan ada Kepolisian Sektor ( Polsek) dengan pimpinan seorang Kapolsek yang bertanggungjawab kepada Kapolres, dan di tingkat Desa atau Kelurahan ada Pos Polisi yang dipimpin oleh seorang Brigadir Polisi atau sesuai kebutuhan menurut situasi dan kondisi daerahnya. Untuk dapat melaksanakan tugas pokok diperlukan landasan nilai-nilai dasar yang kokok, nilai-nilai tersebut bersumber dari etika politik. Untuk itu Polri merumuskan TRIBRATA dan KODE ETIK POLRI sebagai pelembagaan etika politik pada organisasi Polri yang kemudian dirumuskan dalam Kode Etik Polri yang ditegakan di lingkungan Polri dengan dukungan Komisi Polisi nasional. Perhatikan secara mendalam TRIBRATA sebagai berikut ;Kami Polisi Indonesia :1. Berbakti Kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2. Menjunjung Tinggi Kebenaran, Keadilan dan Kemanusiaan dalam menegakkan Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 3. Senantiasa Melindungi, Mengayomi dan Melayani Masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Jika dianalisis nilai nilai yang terkandung dalam TRIBRATA, di atas adalah merupakan nilai- nilai etika politik yang bersumber dari Pancasila. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TRIBRATA merupakan perwujudan dan pelembagaan etika politik Pancasila. Di samping itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan substansi dan fungsional pelembagaan antara TRIBRATA dengan ETIKA Politik Pancasila. TRIBATA dirumuskan bersumber dari Etika Politik Pancasila untuk kepentingan membangun Etika Polri seperti dilembagakan dalam KODE ETIK POLRI. Lebih lanjut Etika Politik Pancasila dalam TRIBRATA, dalam bentuk nilai karakter dan kehormatan Sebagai Insan Bhayangkara dalam CATUR PRASETYA yaitu sebagai berikut:Sebagai Insan Bhayangkara, Kehormatan Saya adalah Berkorban demi Masyarakat dan Negara Untuk : 1. Meniadakan Segala Bentuk Gangguan Keamanan2. Menjaga Keselamatan Jiwa Raga, Harta Benda dan Hak Asasi Manusia 3. Menjamin Kepastian berdasarkan Hukum 4. Memelihara Perasaan Tentram dan Damai Dengan demikian Tribrata dan Catur Prasetya berisi nilai-nilai instrumental yang bersumber pada nilai-nilai dasar Etika Politik Pancasila dan kemudian dilembagakan pada KODE ETIK POLRI dan dukungan lembaga internalnya dan eksternalnya seperti Komisi Kepolisian NasionalSelanjutnya Bagaimana Hubungannya dengan Tugas pokok Polri? Tugas pokok Polri diatur dalam Tugas Pokok Polri menurut UU No 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai anggota Polri wajib memahami secara benar dan mendalam, tidak sekedar diketahui tetapi secara mendalam dapat diperoleh makna dan nilai-nilai hakiki sehingga dapat dijadikan semangat dalam melaksanakan tugas pokok kita tersebut, dalam pelaksanaan tugas sehari, dan memiliki kemampuan berpikir inovatif untuk peningkatan kinerja profesional sebagai anggota Polri. Tugas Pokok Polri dalam Bab III pasal 13 UU no 2 Tahun 2002, Tugas dan Wewenang Polri :1. Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (HarKamTibMas)2. Menegakkan Hukum (Penegakan Hukum)3. Memberikan Perlindungan, Pengayoman , dan Pelayanan kepada Masyarakat (Melindungi Mengayomi dan Melayani Masyarakat) Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Polri melakukan:1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;2. menyelenggaraan segala kegiatan dalam menjamin keamanan ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;3. membina masyarakat untuk meningkatkan parsipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;4. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;5. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;6. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk bentuk pengamanan swakarsa;7. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;8. menyelenggarakan indentifiksi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingn tugas kepolisian;9. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;10. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;11. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkungan tugas kepolisian; serta12. melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang dalam pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.Agar dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian sebagaimana tersebut di atas dapat berjalan dengan baik, pelaksanaan tugasnya itu dapat dipatuhi, ditaati, dan dihormati oleh masyarakat dipatuhi dalam rangka penegakan hukum, maka oleh Undang-undang Polri diberi kewenangan secara umum yang cukup besar antara lain;1. menerima laporan dan/atau pengaduan;2. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum;3. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyekit msyarakat;4. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;5. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;6. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;7. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;8. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;9. mencari keterangan dan barang bukti;10. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;11. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;12. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;13. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.Selain kewenangan umum yang diberikan oleh Undang-Undang sebagaimana terebut di atas, maka di berbagai Undang-Undang yang telah mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara ini dalam Undang-Undang itu juga telah memberikan Kewenangan kepada Polri untuk melaksanakan tugas sesuai dengan perundangan yang mengaturnya tersebut antara lain;1. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;2. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;3. memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;4. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;5. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;6. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;7. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengaman swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;8. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;9. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;10. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;11. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.Dalam bidang penegakan hukum publik khususnya yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang di atur dalam KUHAP, Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam rangka menciptakan keamanan dalam negeri, maka dalam proses penanganan perkara pidana Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, telah menetapkan kewenangan sebagai berikut;1. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;2. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;3. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;4. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;6. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;7. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;8. mengadakan penghentian penyidikan;9. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;10. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yng disangka melakukan tindak pidana;11. memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai neri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan12. mengadakan tindakan lain menurut hukum yng bertanggung jawab, yaitu tindakan penyelidik dan penyidik yang dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut;1) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;2) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;3) harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;4) pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa, dan5) menghormati hak azasi manusia.5. TUGAS DISKUSI KELOMPOK

Tugas dan Latihan Lakukan diskusi kelompok untuk membahas masalah berikut ini.1. Kemukakan pengertian dan peranan etika politik dalam perspektif pelembagaan nilai-nilai politik dalam memperkokoh sistem nilai berbangsa dan bernegara2. Kemukakan pengertian Pancasila sebagai Etika Politik Indonesia, dan peran dan fungsinya dalam membangun dan memperkokoh sistem politik Indonesia3. Diskusikan mengapa Pancasila dinyatakan sebagai Etika Politik Pancasila dan bagaimana hubungannya dengan KODE ETIK POLRI, TRIBRATA, CATUR PRASETYA dan TUGAS POKOK POLRI.4. Lakukan diskusi untuk membangun Mind Mapping bagi peningkatan mutu pelaksanan Tugas pokok Polri. Identifikasi masalah kepolisian selama ini yang tengah terjadi di dan kemungkinan di masa mendatang dan tentukan faktor penyebabnya dalam Perspektif Etika Politik dalam menegakkan Kode Etik berdasarkan Tribrata dan Catur Prasetya untuk meningkatan mutu layanan POLRI dalam menjalankan Tugas Pokoknya.Pelajari wacana terlampir berjudul Reformasi Kepolisian Menuju Pelayanan Berkualitas. Gunakan format berikut ; FORMAT MIND MAPPING

Masalah Yang dihadapi PolriBerkaitan dengan Pelembagaan (KODE ETIK, TRIBRATA, CATUR KARYA) TUGAS POKOK POLRIFaktor-Faktor Penyebab MasalahPemecahan Masalah dan Tindakan Profesional

Wacana

Reformasi Kepolisian Menuju Pelayanan yang BerkualitasHENDARDI (Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Jakarta)Hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia (TII) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2008, sama-sama meletakkan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai institusi yang rentan tingkat korupsinya. Baik TII maupun KPK sama-sama menemukan fakta bahwa tingkat suap di institusi penegak hukum ini marak terjadi. Hasil survey ini menegaskan bahwa 10 tahun kepolisian sejak dipisahkan dari ABRI (sekarang TNI) dan pencanangan reformasi kepolisian masih belum mampu mengubah kultur kinerjanya secara maksimum. Lingkaran institusi kepolisian, termasuk para pemerhati institusi Polri, sejatinya memaknai temuan-temuan ini sebagai tantangan untuk melakukan perbaikan sistemik dan berkelanjutan, sehingga cita-cita menjadikan institusi Polri sebagai institusi yang mandiri, profesional, dan bekerja untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dapat terwujud.Bukan Soal PersepsiGambaran hasil survei adalah cerminan yang terpantul dari persepsi masyarakat yang selama ini menyaksikan atau bahkan berurusan langsung dengan institusi Polri. Tapi apa yang terrekam bukan saja soal persepsi tapi merupakan gambaran yang mengafirmasi dan menegaskan capaian kurang baik kinerja institusi kepolisian, khususnya dalam bidang penegakan hukum.Di samping sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, institusi Polri juga merupakan punggawa penegakan hukum di Indonesia. Dari institusi kepolisian inilah penegakan hukum dimulai. Bahkan termasuk kasus-kasus korupsi. Meskipun telah lahir KPK, kewenangan institusi ini untuk melakukan penyidikan tetap melekat dan tidak diambil alih. Tapi justru pada kasus-kasus korupsi inilah kinerja penyidikan yang dilakukan Polri menunjukkan kinerja yang berbanding lurus dengan persepsi publik tentang buruknya pelayanan institusi kepolisian. Alih-alih menjadi penyelamat uang negara yang dikorup para pejabat, institusi Polri malah lebih suka berkompromi dengan pelaku kejahatan kerah putih ini. Tidak jarang, oknum-oknum kepolisian bahkan menjadi bagian dan atau lebih suka disuap daripada memproses pelaku tersebut ke jalur hukum. Praktik buruk semacam ini kerap masih terjadi di daerah-daerah.Harus diakui, institusi Polri juga telah mencatatkan sejumlah prestasi yang menggembirakan. Polri telah berhasil membangun komunikasi politik kepolisian dengan publik cukup baik. Apresiasi publik terhadap Polri pun tumbuh seiring keberhasilan Polri mengungkap sejumlah kasus penting, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Polri juga mendapat apresiasi positif baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional oleh karena keuletan dan keberhasilan sementaranya dalam mengungkap kasus pembunuhan Munir. Terungkapnya jaringan terorisme juga merupakan prestasi tersendiri. Demikian juga Polri telah teruji independensinya dalam mengawal setiap proses politik di tengah hajatan massal Pilkada di seluruh propinsi dan kabupaten/ kota di Indonesia. Tidak hanya independen di hadapan para kontestan, Polri juga mampu menciptakan situasi kondusif di tengah gegap gempita Pilkada.Kemampuannya berdiri di atas kepentingan masyarakat dalam mengawal Pilkada adalah modal kuat untuk menjaga dan mengembangkan netralitas Polri pada Pemilu 2009. Posisi tegas Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat adalah cita-cita yang niatkan dalam reformasi kepolisian, sehingga mampu menyediakan layanan yang berkualitas.Polri juga mampu mengembangkan dan memperkuat citra polisi sebagai polisi sipil. Akseptasi publik pada Polri dan akomodasi Polri pada aspirasi masyarakat sangat terlihat. Kemitraan Polri dengan masyarakat dalam program Pemolisian Masyarakat (Polmas) maupun kerjasama kondusif dalam mengungkap suatu peristiwa kejahatan.Tetap Harus DiperkuatSejumlah prestasi dan segenap catatan buruk yang telah melekat pada institusi Polri adalah pemicu bagi kepolisian untuk terus berinovasi, berkarya, dan meningkatkan kualitas layanan. Tugas utama yang harus dilakukan adalah merawat capaian yang telah berhasil sembari mengembangkan prestasi itu tidak hanya meningkat secara kuantitatif tapi secara kualitatif juga menjadi semakin berbobot. Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik maksimum, institusi Polri harus mampu menjawab sejumlah tantangan. Persepsi publik yang negatif terhadap kinerja kepolisian harus dijawab dengan kinerja anti suap, sigap bertindak, dan profesionalisme kerja penyidikan dalam menangani sebuah kasus kejahatan. Polisi profesional adalah polisi yang bekerja dengan keahlian dan tanggung jawabnya. Kerja penyidikan yang selama ini hanya mengandalkan sejumlah diskresi yang dimiliki kepolisian harus digenapi dengan keahlian penyidikan, penguasaan holistik atas berbagai produk hukum, dan kepekaan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.Tantangan lain yang harus dijawab oleh institusi Polri antara lain pertama, konsisten menegaskan institusi Polri sebagai institusi yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai aparat keamanan dan penegak hukum. Bukan institusi politik yang sering kali keruh dan bias memandang persoalan dan selalu diukur dengan kepentingan diri dan atau otoritas politik yang membahawahinya. Keteguhan memposisikan diri adalah modal diri dan modal institusi yang kuat untuk bertindak profesional, berintegritas, dan imparsial.Kedua, institusi Polri harus mampu menjawab keraguan publik terhadap Polri yang belum sepenuhnya berkomitmen pada penegakan hak asasi manusia. Sebagai bagian dari elemen negara, Polri dituntut komitmennya untuk menghormati dan melindungi hak asasi manusia, khususnya hak-hak sipil dan politik. Kewajiban Polri adalah memastikan tidak terjadinya berbagai tindakan kekerasan yang menimpa masyarakat dan tidak munculnya kekerasan dalam penyidikan atau dalam pemberian layanan kepolisian yang menimpa masyarakat. Peristiwa dugaan pembiaran yang dilakukan oleh kepolisian, sebagaimana terjadi di Sumatera Utara, telah menewaskan Ketua DPRD Sumut (3/2/2009). Tindakan pembiaran semacam ini dalam hukum HAM bisa dikualifikasi sebagai pelanggaran by omission.Ketiga, meningkatkan kinerja pengawasan internal dan pemeranan Komisi Kepolisian Nasional secara proporsional dalam rangka memastikan peningkatan transparansi dan penghapusan praktik korupsi di tubuh Polri. Polri harus mengembangkan transparansi perencanaan dan melaporkannya secara periodik kepada publik, sehingga mampu menepis segenap tuduhan yang dialamatkan kepada kepolisian. Polri juga harus sudah memulai mengembangkan sistem pertanggung- jawaban publik secara terbuka melalui pelibatan pemerhati kepolisian dan elemen masyarakat untuk melakukan pengawasan atau mengevaluasi kinerjanya secara independen.Sejumlah pekerjaan rumah lain yang selama ini sudah sering dikeluhkan seperti penindakan disiplin aparat yang melanggar hukum, peningkatan kesejahteraan aparat, peningkatan sumber daya manusia, perubahan kultur militer menuju kultur sipil; dan transparansi dalam tata kelola pelayanan, juga menuntut respons sistemik dari institusi Polri.Tantangan-tantangan di atas adalah merujuk pada kewajiban Polri secara internal. Karena persoalan eksternal terkait dengan landasan hukum, penegasan politik pemisahan Polri dan TNI, plus bleid reformasi Polri, sebenarnya sudah cukup menjadi landasan pijak reformasi kepolisian. Sekarang waktunya bekerja dan berbenah diri memberikan layanan yang berkualitas