pbl blok 19 “tetralogy of fallot”

19
“Tetralogy of Fallot” Penyakit Jantung Bawaan dengan Sianosis Shienowa Andaya Sari 102012445 /E8 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Pendahuluan Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Perkembangannnya sudah dimulai dari dalam kandungan hingga lahir. Tetapi tidak semua orang mempunyai jantung yang normal. Ada beberapa yang mempunyai kelainan-kelainan. Kelainan-kelainan jantung pada anak dibagi menjadi dua golongan yaitu penyakit jantung bawaan (PJB) dan penyakit jantung didapat. Penyakit jantung bawaan PJB terbagi alagi menjadi PJB dengan sianosis dan PJB tanpa sianosis. Berdasarkan pada kasus yang didapat, maka pembahasan akan lebih mengarah kepada PJB dengan sianosis. Apabila terjadi kelainan atau gangguan pada jantung maka akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Tinjauan pustaka ini dibuat agar mahasiswa mampu mendiagnosis penyakit PJB dengan sianosis dengan tepat, serta dapat memberikan pengobatan dengan cepat dan tepat pada anak yang menderita PJB dengan sianosis, dan juga dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi pada anak yang menderita PJB dengan sianosis. Isi 1. Anamnesis 1

Upload: shansabelle

Post on 12-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Penyakit Jantung Bawaan dengan Sianosis

TRANSCRIPT

Tetralogy of Fallot Penyakit Jantung Bawaan dengan SianosisShienowa Andaya Sari102012445 /E8Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida [email protected]

PendahuluanJantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Perkembangannnya sudah dimulai dari dalam kandungan hingga lahir. Tetapi tidak semua orang mempunyai jantung yang normal. Ada beberapa yang mempunyai kelainan-kelainan. Kelainan-kelainan jantung pada anak dibagi menjadi dua golongan yaitu penyakit jantung bawaan (PJB) dan penyakit jantung didapat. Penyakit jantung bawaan PJB terbagi alagi menjadi PJB dengan sianosis dan PJB tanpa sianosis. Berdasarkan pada kasus yang didapat, maka pembahasan akan lebih mengarah kepada PJB dengan sianosis. Apabila terjadi kelainan atau gangguan pada jantung maka akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Tinjauan pustaka ini dibuat agar mahasiswa mampu mendiagnosis penyakit PJB dengan sianosis dengan tepat, serta dapat memberikan pengobatan dengan cepat dan tepat pada anak yang menderita PJB dengan sianosis, dan juga dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi pada anak yang menderita PJB dengan sianosis. Isi1. AnamnesisSebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis terlebih dahulu. Seperti kasus pada umumnya begitu pula PJB dengan sianosis yaitu pada kasus PJB dengan sianosis yang perlu ditanyakan adalah identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pemakaian obat, riwayat immunisasi, lingkungan sosial dan pertanyaan yang dapat diajukan untuk dapat mengetahui diagnosis.1Agar mendapatkan informasi yang jelas maka kita harus bertanya sesuai keluhan utama dan keluhan penyerta lain agar mendapatkan informasi yang lebih akurat untuk menegakan diagnosis. Pada kasus didapatkan keluhan utama berupa seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dibawa ibunya ke IGD dengan keluhan tiba-tiba bertambah biru setelah menangis. Dalam kasus tersebut anamnesis yang dilakukan berupa alloanamnesis yaitu menanyakan informasi kepada wali yg bersangkutan. Tubuh bertambah biru menandakan terjadinya sianosis pada anak laki-laki tersebut.Keluhan penyerta pada kasus tidak spesifik tetapi diketahui bahwa terdapat riwayat penyakit dahulu yaitu kebocoran jantung pada anak tersebut. Hal ini diketahui pada saat anak laki-laki tersebut mempunyai keluhan serupa yaitu pada saat buang air besar tiba-tiba bertambah biru. Diketahui pula pada saat bayi bila menyusui hanya sebentar-sebentar dan cepat lelah.Setelah keluhan yang menyertai riwayat penyakit, pada anak-anak penting untuk ditanyakan bagaimana riwayat imunisasinya apakah sudah lengkap atau belum agar mengetahui apakah penyakit yang diderita berhubungan atau tidak dengan lengkap tidaknya imunisasi. Kemudian pada saat melakukan anamnesis pastikan bahwa semua informasi yang dapat membantu dalam menegakan diangnosis telah didapatkan.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien adalah melihat keadaan umum dan kesadaraan, pemeriksaan tanda-tanda vital serta melakukan pemeriksaan rongga toraks berupa inspeksi, palpasi, dan auskultasi.1,2Pemeriksaan Keadaan Umum dan Tanda-tanda VitalPertama-tama tentu dalam pemeriksaan harus menilai keadaan umum pasien, termasuk bagaimana kesadarannya, keadaan gizi, dan apakah penderita dalam keadaan distress atau tidak. Kemudian perhatikan apakah ada malar flush atau tidak karena pada curah jantung yang berkurang dan berlangsung kronis terlihat gambaran pipi kebiru-biruan akibat dilatasi kapiler dermis. Keadaan seperti ini akan tampak pada stenosis mitral dengan komplikasi hipertensi pulmonal. Lihat pada anak terjadi sianosis atau tidak, dimana sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang disebabkan kadar reduced hemoglobin lebih dari 5% di kapiler kulit.3 Setelah melihat keadaan umum pasien selanjutnya pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, frekuensi napas, suhu, dan nadi. Pada kasus didapatkan hasil tampak sakit berat, anak sianosis, dan diaforetik. Hasil tanda-tanda vital yaitu nadi 150 kali permenit, nafas 52 kali permenit, suhu 36,3o C.Pemeriksaan ToraksInspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Lihat pada kulit toraks apakah terdapat benjolan, pelebaran kapiler (spider nevi), peruahan warna kulit dan sebagainya. Selain itu lihat bentuk toraks bentuk simetris atau asimetris, perhatikan deformitas yang tampak apabila terlihat adanya deformitas, seperti pectus excavatum (Funnel chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dan sebagainya. Amati dinding toraks pada saat pasien melakukan inspirasi serta ekspirasi apakah toraks simetris atau asimetris antara kanan dan kiri. Serta lihat juga apakah denyut dari apex cordis terlihat atau tidak.1 Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Perabaan dilakukan pada permukaan toraks, dan sela iga pasien diminta untuk melaporkan apakah pada perabaan terasa nyeri atau tidak, selain itu perhatikan apakah denyut apex cordis teraba atau tidak serta lihat bagaiman posisinya.1Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi normal pada paru akan terdengar suara sonor pada kedua lapangan paru, kecuali daerah jantung. Pada perkusi batas antara jantung dan paru akan terdengar suara redup atau pekak di lapang toraks.Bila pada perkusi terdengar pekak (dullness) pada salah satu bagian paru, maka hal ini dapat disebabkan adanya cairan atau jaringan solid yang mengganti jaringan paru, misalnya pada pneumonia lobaris dimana alveoli penuh dengan cairan dan sel darah, dapat pula efusi pleura hemotoraks dan lain-lain. Bila suara perkusi terdengar hipersonor, dapat terdengar pada keadaan dimana paru-paru dipenuhi lebih banyak udara, seperti pada asma.1 Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop bertujuan untuk mendengarkan adanya bising abnormal maupun normal. Auskultasi dilakukan pada jantung dan juga paru. Pada jantung perhatikan bunyi jantung pertama dan kedua apakah terpisah secara normal atau tidak, kemudian adakah bunyi tamabahan seperti gallop, murmur sistolik, murmur diastolik, gesekan (rub), klik, serta bruit karotis.1 Pada paru perhatikan bunyi seperti wheezing, ronchi, crackles, stridor, friction rub, dan lain-lain.1 Dalam kasus tetralogy of fallot (TOF) murmur sistolik ejeksi grade 2-4/6 di intrcostae 2. Hasil dari pemeriksaan fisik toraks didapatkan suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-, suara jatung 1-2 murni regular, terdengar murmur sistolik ejeksi grade 2/6 di ICS 2. Pada ekstremitas didapati clubbing finger.3. DiagnosisSeperti yang telah kita ketahui diagnosis terbag menjadi diagnosis kerja (working diagnosis) dan diangnosis banding (differential diagnosis). Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu tetralogy of fallot (TOF). Sedangkan diagnosis bandingnya berupa atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel, atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel, atresia trikuspid, hypoplastic left heart syndrome, transposisi arteri komplet arteri besar (transposition of the great arteries, TGA), total anomalus pulmonary venous return (TAPVR), trunkus arteriosus persisten (Persisten TA).Diagnosis Kerja Tetralogy of fallot (TOF) merupakan PJB dengan sianosis yang paling terkenal, klinis menunjukan 4 kelainan anatomi yaitu ventricular septal defect (VSD), stenosis pulmonal, deviasi katup aorta kanan sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta (overriding aorta), dan hipertrofi ventrikel kanan.3,4 Gejala KlinisBeratnya stenosis dan besarnya VSD menentukan gambaran klinis. Gambaran sianosis hanya dapat terlihat setelah menangis, minum, dan stress. Serangan anoksia merupakan bahaya pertama. Segera setelah bangun atau setelah menangis keras, terjadi sianosis jelas setelah itu pucat dan kemudian pingsan. Penyebab serangan ini masih belum diketahui. Salah satu teori hiperventilasi menyebabkan meningginya aliran balik. Serangan anoksia sering didahului oleh permulaan tangis yang kuat. Pada saat menangis mekanisme ini menimbulkan berkurangnya aliran darah ke paru sehingga mengakibatkan serangan tersebut.3 Pada 1/3 bayi akan terlihat sangat sianosis segera setelah lahir. Terkadang sianosis baru timbul setelah berumur 6 bulan. Sianosis serta gejala dispnea dan hipernpea baru timbul pada akhir umur 1 tahun yang makin bertambah jelas dengan bertambahnya usia. Sianosis yang terus-menerus pada anak akan menunjukan jari-jari tabuh. Anak dengan keadaan TOF yang berat sering jongkok (squatting) pada keadaan tertentu hal ini merupakan gejala khas dari TOF.3,4Pertumbuhan dan perkembangan anak golongan sianosis ringan atau sedang tidak berbeda dengan teman sebayanya tetapi tidak sedikit yang mengalami gangguan pertumbuhan. Tetapi gangguan akan terlihat sekali pada anak dengan sianosis berat. Kelainan ortopedi berupa skoliosis sangat menyolok dan khas untuk TOF.3 Diagnosis BandingAtresia Pulmonal dengan Defek Septum VentrikelAtresia pulmonal dengan defek septum ventrikel adalah bentuk kelainan TOF berat. Pada keadaan ini bayi tampak sangat sianosis segera setelah lahir, kadang-kadang dengan duktus yang tertutup atau konstriksi.4 Sianosis akan terlihat lebih dini (hari pertama lahir). Tidak terdengar bising pada daerah jalan keluar ventrikel kanan, namun mungkin terdengar bising di daerah jalan keluar bagian anterior atau posterior. Bila terlihat banyak kolateral maka sianosis tidak terlihat. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung (pada umur bayi).4 Terapi dilakukan dengan mempertahankan duktus arteriosus persisten dengan infuse prostaglandin E, sebelum tindakan operasi.4Atresia Pulmonal tanpa Defek Septum VentrikelAtresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel merupakan kelainan jantung bawaan yang sangat jarang, dikelompokan menjadi dua jenis yaitu dengan orifisium tricuspid kecil dan ventrikel kanan juga kecil, dan dengan insufiensi tricuspid dan ventrikel kanan yang besar. Hemodinamika yang terjadi darah masuk ventrikel kanan dalam jumlah kecil melalui sinusoid miokardium ke pembuluh koroner dan aorta, tetapi sebagian besar regurgitasi ke atrium kanan melalui katup tricuspid yang inkompeten. Aliran darah ke paru tergantung pada persistensi duktus arteriosus.4Diagnosis dapat ditegakan bila sianosis terlihat jelas pada bayi segera setelah lahir dan tampak makin jelas selama masa neonatus. Terapi mempertahankan duktus arteriosus tetap terbuka dengan infuse prostaglandin E, sebelum tindakan operasi.4

Atresia TrikuspidAtresia tricuspid sebagai akibat kegagalan perkembangan/pembentukan katup tricuspid sehingga tidak terdapat hubungan antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Aliran darah vena sistemik harus melewati septum atrium ke bagian kiri jantung.4 Hemodinamika yang terjadi tergantung dari kelainan penyerta. Dasarnya pada semua kasus, aliran darah sistemik harus melewati septum atrium ke atrium kiri selanjutnya ke ventrikel kiri, darah akan bercampur darah dari pulmonal ke sistemik, sedangkan sirkulasi paru tergantung kelainan yang menyertainya.4Pasien dengan atresia tricuspid sebagian besar menunjukan sianosis sedang-berat, biasanya dalam minggu I-II kehidupan secara progresif. Serangan hipoksia terjadi pada masa bayi.4Hypoplastic Left Heart Syndrome Hypoplastic left heart syndrome merupakan malformasi obstruksi bagian kiri jantung dengan hipoplasia hebat pada ventrikel kiri. Sering disertai hipoplasia dan atresia katup mitral atau stenosis aorta. Kebanyakan meninggal pada masa neonatus.4Aliran darah ke jantung kiri tidak mungkin terjadi baik pada masa fetal maupun setelah lahir. Darah yang masuk aorta merupakan campuran darah sistemik dan venous return paru, sehingga selalu ada sianosis. Setelah lahir, darah dari ventrikel kanan terus ke paru dan sirkulasi sistemik.4Seringkali bayi takipnea setelah lahir yang kemudian memburuk dalah 48-72 jam. Akan terlihat sianosis dan tampak gejala gagal jantung. Terapi yang dilakukan berupa operasi.4 Transposisi Arteri Komplet Arteri Besar (transposition of the great arteries, TGA)Merupakan posisi abnormal dari arteri besar yaitu aorta berasal dari bagian anterior ventrikel kanan dan a. pulmonali dari bagian posterior ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan darah vena sistemik masuk ke aorta, sedangkan darah v. pulmonalis yang kaya O2 kembali lagi ke paru. Pada masa fetal, dengan adanya foramen ovale dan duktus arteriosus memberikan efek yang minimal. Pada masa neonatus kelangsungan hidup tergantung dari adanya jalan pintas berupa defek septum atrium, defek septum ventrikel, persistensi duktus arteriosus atau kolateral bronkopulmonal.4Klinis bergantung pada adanya pencampuran adekuat antara sirkulasi sistemik dan paru, dan apakah terdapat stenosis pulmonal. Apabila pencampuran hanya melalui foramen ovale atau duktus arteriosus yang kecil maka keadaan tidak adekuat dan bayi akan tampak sianosis. Sianosis akan tampak pada minggu pertama, dan menjadi progresif apabila duktus arteriosus menutup sehingga terjadi gagal jantung. Bayi menjadi sesak nafas dan sering mengalami pneumonia. Pertumbuhan menjadi lambat, squatting sering terjadi. Bunyi jantung 1 terdengar normal, sedang bunyi jantung 2 terdengar tunggal dan keras. Tidak terdengar bising jantung kecuali jika terdapat stenosis pulmonal atau defek septum ventrikel.4Terapi yang dilakukan yaitu katerisasi jantung, koreksi operasi komplit, koreksi operasi paliatif atau operasi untuk meringankan ketidaknyamanan, koreksi anatomis.4Total Anomalous Pulmonary Venous Return (TAPVR)Pada kelainan ini drainase ke-4 v. pulmonalis yang seharusnya ke atrium kiri secara abnormal langsung atau tidak langsung bermuara ke atrium kanan.4 Teradapat beberapa tipe TAPVR yaitu tippe supradiafragmatik dan tipe infradiafragmatik. Tipe supradiafragmatik dibagi menjadi suprakardiak yaitu vena pulmonalis bermuara ke v. cava superior, v. inominata kiri, v. azigos. Kemudian kardiak yaitu v. pulmonalis bermuara ke atrium kanan, sinus koronarius. Sedangkan TAPVR tipe infradiafragmatik yaitu v. pulmonalis bermuara ke v. kava inferior, v. porta, atau v. hepatica.4Kriteria diagnosis pada hari pertama kehidupan menunjukan siansois dengan gejala kongesti berupa dispnea, takipnea, dan retraksi. Pada auskultasi terdengar bunyi jantung II yang keras dan split lebar namun tidak ada bising. Terapi yang harus dilakukan adalah operasi segera.4Trunkus Arteriosus Persisten (Persisten TA)Kelainan berupa keluarnya pembuluh darah tunggal dari jantung yang menampung aliran darah dari kedua ventrikel, yang masuk darah sistemik paru dan koroner. Pada masa bayi sewaktu tahanan vascular paru masih rendah gejala klinis pada trunkus arteriosus dapat mirip dengan defek septum ventrikel yang besar. Terjadi dispnea, sering mengalami infeksi saluraana nafas, pertumbuhan juga terganggu. Bila aliran darah paru meningkat maka akan didapatkan pulsus seler yaitu denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat tinggi dan turun cepat sekali. Kemudian akan didapati bunyi jantung 1 normal, bunyi jantung ke-2 tunggal, bising ejeksi systole dengan klik ejeksi, juga sering didapatkan bisisng diastolic flow murmur. Pada sebagian kasus terdengar bising kontinyu bila terdapat stenosis pulmonal.4Terapi bila ada gagal jantung yaitu ditangani terlebih dahulu gagal jantungya. Kemudian koreksi total pada umur 6 bulan.4

4. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis yang telah ditegakan dapat dipastikan dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis PJB dengan sianosis yaitu radiologi berupa foto toraks, elektrokardiogram (EKG), ekokardigrafi, kateterisasi.4Pada kasus TOF hasil foto toraks akan menunjukan ukuran jantung bisa normal, paru oligemik atau kurang volume darah, aorta asenden menonjol, segmen pulmonal cekung, apex terangkat keatas memberikan gambaran seperti sepatu bot.5Elektrokardiogram (EKG) adalah pengukuran arus listrik jantung yaitu dengan melihat interpretasi dari gelombang P, komplek QRS, dan gelombang T yang dihasilkan. Pada TOF elektrokardiogram menunjukan gelombang P tajam dengan ampitudo normal, dapat disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan.5Ekokardiograf sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan yang pertama. Sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung dan informasi yang berkaitan dengan penyebab terjadinya disfungsi jantung dengan segera.6 Akan memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.5Kateterisasi jantung yang juga dikenal dengan coronary angiogram, slang yang bersifat fleksibel (kateter) dimasukan melalui vena perifer (femoralis atau brachialis) ke dalam sisi kanan jantung atau dari arteri perifer (femoralis atau brachialis) kedalam sisi kiri jantung. Dengan kateterisasi tersebut ruang jantung dapat di visualisasi serta dapat mengukur tekanan ruang dan kandungan oksigen jantung serta dapat terlihat gerakan katup.7 Karena prosedur invasif, komplikasi seperti robeknya pembuluh darah mungkin saja terjadi.

5. EtiologiPenyebab dari PJB dengan sianosis yaitu tetralogy of fallot merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada masa embrio. Faktor eksogen seperti lingkungan. Diferensiasi bentuk jantung akan sempurna pada akhir bulan kedua kehamilan.3 Apabila selama dua bulan pertama ibu menderita penyakit (mis. Rubella), minum oabt-obatan, terpapar sinar x pada trimester pertama kehamilan, atau penyakit virus lain, talidomid, hipoksia dapat mempengaruhi perkembangan jantung pada masa embrio.4 Faktor endogen juga berpengaruh pada perkembangan sistem kardiovaskular seperti penyakit genetic dan sindroma tertentu. Walaupun faktor genetik mempunyai peranan kecil, beberapa keluarga mempunyai insiden PJB yang tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada angota keluarga yang sama.3,4 Terkadang kelainan jantung berhubungan dengan jenis kelamin. Pada anak laki-laki banyak terdapat aortic stenosis (AS), koarktasio aorta, tetralogy of fallot (TOF), sedangkan pada anak perempuan yaitu persisten duktus arteriosus (PDA), arterial septal defect (ASD), dan pulmonary stenosis (PS). Tetapi bisa juga gabungan keduanya atau multifaktorial antara eksogen dan endogen.5

6. PatofisiologiSeperti yang kita ketahui bahwa TOF mempunyai 4 kelainan anatomi yaitu ventricular septal defect (VSD), stenosis pulmonal, deviasi katup aorta kanan sehingga kedua ventrikel bermuara ke aorta (overriding aorta), dan hipertrofi ventrikel kanan. Derajat stenosis pulmonal sangat menentukan gambaran kelainan, pada obstruksi ringan tidak terdapat sianosis, sedangkan pada obstruksi berat sianosis sangat nyata. (Gambar 1)

Gambar 1. Skema Sirkulasi Intrakardial pada TOF.3Perhatikan bahwa darah vena seluruhnya tertampung di ventrikel kanan kemudian masuk ke aorta tanpa membebani ventrikel kiri, sehingga timbul hipertrofi ventrikel kanan sedangkan ventrikel kiri lebih kecil.3 Umumnya obstruksi terbatas hanya sampai pada bagian jalan keluar ventrikel kanan, disertai atau tidak dengan kombinasi PS valvular dan kadang dengan annulus ostium pulmonalis yang sempit atau stenosis cabang a. pulmonalis. Pada keadaan berat, maka bagian septum krista supra-ventrikularis pindah ke atas tempat mekanisme sfingter yang kuat di bagian jalan keluar ventrikel kanan. Hipertrofi akan terjadi terus menerus pada sfingter ini sehingga terjadi penyempitan jalan keluar ventrikel kanan.3,4 VSD umumnya besar dan sering terletak dibagian atas septum ventrikel, di sebelah kanan bawah katup aorta dan di bawah krista supraventrikularis. Basis aorta terhadap VSD berpindah kearah ventral, kadang-kadang membuat bentuk sedemikian sehingga ada transposisi sebagian aorta. Hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari obstruksi ventrikel kanan.3

7. EpidemiologiPenyakit jantung bawaan yang terbanyak didapat di negara maju. Bayi dengan kelainan jantung bawaan yang 20 tahun lalu meninggal, kini dapat ditolong dengan operasi. Frekuensi PJB bervariasi pada bermacam-macam umur. Terbanyak pada masa bayi dan pra-sekolah. Kelainan ini merupakan presentase terkecil pada kelainan jantung orang dewasa. Kematian pada bayi lahir dengan PJB adalah 80% pada umur tahun pertama, sepertiga daripada jumlah ini meninggal pada minggu pertama dan separuhnya pada umur satu atau dua bulan pertama.3

8. PenatalaksanaanPenatalaksanaan atau terapi yang dilakukan dapat berupa terapi farmakologi terbagi menjadi dua yaitu terapi medikamentosa dan tindakan operasi.Terapi MedikamentosaBila anak dengan serangan anoksia segera diberikan O2 melalui masker 5-8L/menit, posisi knee chest, morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB, dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama setelah 4 jam. Berikan infuse cairan rumatan bila anak dalam keadaan berat yaitu bila ada anemia koreksi dengan transfuse darah. Diberikan pula obat-obat beta bloker yaitu propanolol untuk mengurangi kontraktilitas miokard. Propanolol mulai dengan i.v dala infuse dosis 0,001-0,015 mg/kgBB dapat diulang dengan dosis dan cara yang sama setelah 6-8 jam. Selanjutnya p.o. dosis 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis dalam 3-4 dosis maksimum 1,5 mg/kgBB/hari.3,4Tidakan OperasiTindakan operasi merupakan suatu keharusan bagi pederita TOF. Apabila anak asimtomatik tanpa sianosis dilakukan pada umur 8-12 tahun. Anak asimtomatik dengan sianosis ringan bila mungkin dilakuakan pada umur 6-8 tahun. Sedangkan simtomatik dengan sianosis pada bayi dilakukan bertahap dan segera.3,49. KomplikasiBerikut ini adalah konsekuensi dari hemodinamik TOF yaitu hipoksia berat dan kematian mendadak dari disritmia. Komplikasi lain dapat terjadi setelah anastomosis blalock taussig yaitu pendarahan, emboli atau thrombosis serebri, gagal jantung kongestif, hemtoraks, sianosis persisten, kerusakan nerves frenikus, efusi pleura.810. PrognosisTanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tetapi semua bergantung pada besarnya kelainan. Ancaman anak dengan TOF adalah abses otak pada umur sekitar 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leuksitosis memberikan kecurigaan akan adanya abses otak. Jika pada bayi TOF terdapat gangguan neurologis, maka cenderung untu didiagnosis thrombosis pembuluh darah otak daripada abses otak. Anak dengan TOF cenderung menderita pendarahan banyak, karena berkurangnya trombosit dan fibrinogen. Kemungkinan timbulnya endokarditis selalu ada.3KesimpulanSkenario yang didapat kali in adalah seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dibawa ibunya ke IGD RS karena tiba-tiba bertambah biru setelah menangis. Keluhan serupa pernah terjadi sbelumnya saat pasien habis BAB, kurang lebih saat berusia 2 tahun. Saat itu ibu segera melarikan anaknya ke puskesmas terdekat dan setelah diperiksa dokter mendiagnosis anak menderita kebocoran jantung, namun sampai saat ini anak belumpernah mendapat pemeriksaan lengkap. Keluhan sering batuk dan pilek sejak kecil tidak ada, namun saat bayi bila menyusui hanya sebentar-sebentar dan cepat lelah. Pasien lahir spontan, ditolong oleh bidan, saat lahir langsung menangis dan tidak biru. Anak tersebut didiagnosis menderita tetralogy of fallot (TOF). Karena gejala klinis yang dialami anak tersebut sesuai dengan gejala klinis pada TOF. Pada anak yang menderita TOF maka anak akan terlihat sianosis sehabis menangis atau stress, dan pada pernafasan anak mengalami takipnoe. Kemudian hasil auskultasi murmur sistolik ejeksi grade 2-4/6 di intrcostae 2 sama seperti pada anak pada auskultasi ditemukan terdengar murmur sistolik ejeksi grade 2/6 di ICS 2. Pemeriksaan ekstremitas juga menunjukan clubbing finger yang juga merupakan salah satu gejala dari TOF. Apabila anak mengalami anoksia maka hal ini menandakan anak dalam keadaan bahaya harus ditangani dengan segera. Maka dri penjelasan diatas hipotesis dibenarkan.Daftar Pustaka1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.h.22-5.2. Ward PT, Jeremy. At a glance sistem respirasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.47.3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia; 2007.h.705-31.4. Garna H, Hamzah ES, Nataprawira HMD, Prasetyo D. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran; 2007.h.278-84.5. Ghanie A. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II: penyakit jantung kongenital pada dewasa. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Interna Publishing; 2009.h.1779-89.6. Nurachman E. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.h.100-2.7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.467-9.8. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatri. Edisi 5. Jakarta: Penerbit BUku Kedokteran EGC; 2009.h.645-6.12