pembahasan koflok

3
Pada praktikum koagulasi flokulasi pada limbah jamu ini, dilakuk penggunaan koagulan tawas dan PAC. Hal ini, bertujuan untuk mengetah tawas dan PAC sebagai koagulan terhadap parameter-parameter air bersih s pH, DHL, TDS, ketinggian endapan, dan kekeruhan. Menentukan dosis optimum tawas da PAC untuk mengurangi kekeruhan limbah jamu. Limbah jamu yang digunakan berwarna kuning kecoklatan dengan kek awal limbah ….. dan pH …. . Limbah tersebut mengalami penurunan kekeruhan setelah adanya penambahan variasi koagulan PAC maupun alumunium sulfat (tawas grafik , didapatkan bahwa penurunankekeruhanterus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin tinggi. mesikpun di be terjadi fluktuasi. Hal ini disebabkan karena pengotor pengotor at tersebut bermuatan negative sedangkan koagulan tawas dan PAC bermuata Sehingga, koloid dan koagulan tersebut saling tarik – menarik karena adanya muatan tersebut dan membentuk flok flokyang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhan pada limbah jamu Namun, pada beberapa saat penambahan PAC terjadi kenaikan nilai kekeruhan. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak sem proses pengadukan sehingga masih ada pengotor yang membentuk flok-flok. Limbah jamu yang digunakan berwarna kuning kecoklatan dengan kekeruhan awal limbah adalah 194,41 NTU dan pH 5,02. Limbah tersebut mengalami penurunan kekeru adanya penambahan variasi koagulan alumunium sulfat (tawas). Pada grafik 4 bahwa penurunan kekeruhan terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pengotor – pengotor atau koloid lim bermuatan negative sedangkan koagulan tawas bermuatan positif. Sehingga, koloid da tersebut saling tarik – menarik karena adanya perbedaan muatan tersebut dan membentuk flok flok yang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhanpada limbah jamu. Namun pada konsentrasi koagulan tawas 20 mg/L, kekeruhan sempat mengalami kenaikan. H disebabkan tidaksempurnanya prosespengadukan sehinggamasih ada pengotoryang membentuk flok – flok.

Upload: timothy-houston

Post on 09-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koflok

TRANSCRIPT

Pada praktikum koagulasi flokulasi pada limbah jamu ini, dilakukan variasi penggunaan koagulan tawas dan PAC. Hal ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh tawas dan PAC sebagai koagulan terhadap parameter-parameter air bersih seperti pH, DHL, TDS, ketinggian endapan, dan kekeruhan. Menentukan dosis optimum tawas dan PAC untuk mengurangi kekeruhan limbah jamu. Limbah jamu yang digunakan berwarna kuning kecoklatan dengan kekeruhan awal limbah .. dan pH . . Limbah tersebut mengalami penurunan kekeruhan setelah adanya penambahan variasi koagulan PAC maupun alumunium sulfat (tawas). Pada grafik , didapatkan bahwa penurunan kekeruhan terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin tinggi. mesikpun di beberapa saat terjadi fluktuasi. Hal ini disebabkan karena pengotor pengotor atau koloid limbah tersebut bermuatan negative sedangkan koagulan tawas dan PAC bermuatan positif. Sehingga, koloid dan koagulan tersebut saling tarik menarik karena adanya perbedaan muatan tersebut dan membentuk flok flok yang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhan pada limbah jamu Namun, pada beberapa saat penambahan PAC dan tawas terjadi kenaikan nilai kekeruhan. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak sempurnanya proses pengadukan sehingga masih ada pengotor yang membentuk flok-flok.

Limbah jamu yang digunakan berwarna kuning kecoklatan dengan kekeruhan awal limbah jamu adalah 194,41 NTU dan pH 5,02. Limbah tersebut mengalami penurunan kekeruhan setelah adanya penambahan variasi koagulan alumunium sulfat (tawas). Pada grafik 4.1, didapatkan bahwa penurunan kekeruhan terus terjadi akibat adanya penambahan koagulan dengan dosis yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pengotor pengotor atau koloid limbah tersebut bermuatan negative sedangkan koagulan tawas bermuatan positif. Sehingga, koloid dan koagulan tersebut saling tarik menarik karena adanya perbedaan muatan tersebut dan membentuk flok flok yang menyebabkan menurunnya nilai kekeruhan pada limbah jamu. Namun pada konsentrasi koagulan tawas 20 mg/L, kekeruhan sempat mengalami kenaikan. Hal ini dapat disebabkan tidak sempurnanya proses pengadukan sehingga masih ada pengotor yang membentuk flok flok. Berdasarkan grafik 4.1 tersebut, maka dosis optimum koagulannya adalah 30 mg/L. Sedangkan pada grafik 4.4, pada dosis koagulan 30 mg/L didapatkan bahwa limbah jamu setelah adanya penambahan koagulan tawas dan flokulan poliakrilmida 0,1% memiliki nilai kekeruhan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena flokulan berperan sebagai pengikat antara flok yang satu dengan flok yang lain sehingga flok flok tersebut bersatu menjadi flok flok yang lebih besar dan memungkinkan dapat mengendap lebih cepat.Perubahan pH pada proses koagulasi juga mempengaruhi nilai kekeruhan limbah. Sehingga, perubahan pH juga diamati untuk menentukan dosis optimum koagulan. Pada grafik 4.2, didapatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi koagulan maka pH yang didapatkan pun semakin rendah. Hal ini dikarenakan koagulan tawas yang bersifat asam sehingga membuat pH limbah semakin menurun. Sedangkan pada grafik 4.5, didapatkan bahwa pH limbah meningkat setelah adanya penambahan flokulan poliakrilmida 0,1 mg/L. Tinggi endapan hasil proses pengendapan pada kerucut imhoff pada grafik 4.3 yang didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi koagulan maka akan semakin rendah tinggi endapan yang didapat. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi koagulan, maka akan semakin tinggi endapan yang didapat. Sedangkan pada grafik 4.5 setelah adanya penambahan flokulan, didapatkan bahwa semakin tinggi nilai konsentrasi koagulan maka akan semakin tinggi endapan yang didapat. Dari hasil percobaan yang didapat, tinggi endapan limbah sebelum adanya penambahan flokulan lebih besar dibandingkan tinggi endapan pada limbah setelah adanya penambahan flokulan. Hal ini dapat disebabkan karena pH limbah yang semakin asam seiring penambahan konsentrasi koagulan sebelum adanya penambahan flokulan. Sehingga, koagulan mulai memasuki pH yang tidak optimum pada proses koagulasi yang menyebabkan gagalnya pembentukan flok sehingga koagulan menjadi pengotor dan mengakibatkan buruknya kualitas air yang dihasilkan serta tingginya endapan yang didapat. Namun setelah adanya penambahan flokulan, pH limbah pada konsentrasi koagulan 30 mg/L meningkat sehingga pH koagulan masih dalam rentang pH optimum proses koagulasi. Sehingga, dosis optimum koagulan tawas yang diambil adalah 30 mg/L.Gagalnya percobaan pada proses koagulasi dikarenakan literature tentang pH optimum koagulan tawas yang didapat dari berbagai sumber berbeda beda. Hal ini menyebabkan pada saat pH limbah mulai memasuki 4,9 , kogulan tidak lagi berfungsi sebagai pembentuk flok malah sebaliknya yakni menjadi pengotor. Hal ini dapat diantisipasi dengan melakukan proses netralisasi sebelum percobaan dimulai sehingga rentang pH pada saat proses berlangsung berada pada rentang yang diinginkan.