pemeriksaan koh

Upload: miko-akmaroza

Post on 15-Jul-2015

441 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    1/8

    ARTIKEL ASLIMikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat JalanPenyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo SurabayaTahun 2003-2005(Superfic ia l M ycosis in M ycology D ivision - O ut Patient C lin ic ofDermatovenereology Dr. Soetom o G eneral H ospita l Surabaya in 2003-2005)Afif Nurul Hidayati, Sunarso Suyoso, Desy Binda P , Emilian SandraDep/SMF Kesehatan Kulit dan KelaminFK UNAIR/RS UD Dr. SoetomoSurabaya

    ABSTRAKLatar belakang: te1ah dilakukan penelitian retrospektif mikosis superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat [alan (URDPenyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005. Thjuan: untuk mengetahui gambaran penderitaserta penegakan diagnosis mikosis superfisiaIis yang meliputi: jumlah kasus baru, distribusi menurut jenis kelamin, umur,jenis penyakit, pemeriksaan laboratorium dengan KOH + tinta Parker, serta pemeriksaan kultur. Hasil: Dalam kurun waktuantara 2003--2005 didapatkan kasus baru mikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya tahun 2003 sebesar 12,7%, tahun 2004 sebesar 14,4%, dan tahun 2005 sebesar 13,3%. Kesimpulan: Kasusmikosis superfisialis masih cukup banyak diderita oleh penduduk Indonesia yang merupakan negara tropis.Kata kunci: mikosis superfisiaIis, pitiriasis versikolor, kandidiasis superfisialis, KOH, tinta Parker

    ABSTRACTBackground: A retrospective study of superficial mycosis had been done at Dermato-Venereology Out Patient Clinic Dr.Soetomo General Hospital Surabaya from January 2003 to December 2005. The aim: the aim of study is to know the morbidityof superficial mycosis and distribution patterns of age, sex, disease, KOH + Parker's ink, and culture examinations. Result:the incidence of superficial mycosis is 12.7% in 2003, 14.4% in 2004, and 13.3% in 2005. Conclusion: this result shows thatsuperficial mycosis is still a problem in Indonesia as a tropical country.Key words: superficial mycosis, pityriasis versicolor, superficial candidiasis, KOH, Parker ink

    PENDAHULUANMikosis superfisialis adalah infeksi jamur

    superfisial yang disebabkan oleh kolonisasi jamur atauragi.! Penyakit yang termasuk mikosis superfisialisadalah dermatofitosis, pitiriasis versikolor, dankandidiasis superfisialis.':" Derrnatofitosis adalahpenyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamurdermatofit yangmenyerang jaringanyangmengandungkeratin seperti stratum komeum epidermis, rambut,dan kuku. Penyebab dermatofitosis adalah spesiesdariMicrosporum , T r ic hophyton , dan Epidermophyton. 1-4Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksijamur superfisial kronis pada kulit yang disebabkanoleh Mala ss e zi a f ur fu r atau P i ty ro s po rum o rbi cu la r e.3,4

    Pengarang Utama 5 SKP. Pengarang Pembantu 1SKP(SK PB!DI No. 318/PB/A.7/06/1990)

    Kandidiasis superfisialis merupakan infeksi primerdan sekunder pada kulit dan mukosa dari genusCand ida , terutama karena spesies Can di da a lb ic a ns .Kandidiasis superfisialis yang sering dijumpai yaitumengenai liparan-lipatan kulit seperti inguinal, aksila,lipatan di bawah dada (kandidiasis intertriginosa),daerah popok/d iaper , paronikia, onikcmikosis,dan mengenai mukosa (kandidiasis oral, vaginitis,balanitis). 3-5

    Mikosis superfisialis cukup banyak dideritapenduduk negara tropis. Indonesia merupakan salahsatu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dankelembaban tinggi, merupakan suasanayangbaik bagipenumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukanhampir di semua tempat.4,5

    1

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    2/8

    Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Vol. 21 No.1 April 2009

    Di Indonesia angka yang tepat teratasi, insidensirnikosis superfisialisbelurn ada.' Insidensi di berbagairurnah sakit pendidikan di Indonesia tahun 1998bervariasi. 5

    Penelitian retrospektif ini karni buat untukrnengetahui garnbaran rnikosis superfisialis di URJ(Unit Rawatjalan) Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDDr. Soetorno tahun 2003 sarnpai dengan 2005.

    Tujuan penelitian adalah untuk merigetahuigarnbaran urnurn rnikosis superfisialis di DivisiMikologi URJ Penyakit Kul it dan KelaminRSUD Dr. Soetorno Surabaya periode 2003-2005(3 tahun), yang rneliputi: kasus baru, distribusi jenispenyakit, distribusi urnur penderita, distribusi kelarninpenderita, distribusi waktu, distribusi geografis,garnbaran penegakan diagnosis.Penelitian dilakukan secara retrospektif denganmelihat catatan rnedik kasus rnikosis superfisialis diDivisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan KelarninRSUD Dr. SoetornoSurabayaselarnaperiode 1Januari2003-31 Desernber 2005.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Jurnlah kasus baru rnikosis superfisialisrnenernpati urutan ke-3 setelah dermatitis dan aknedalarn daftar 10penyakit terbanyak di URJ PenyakitKulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabayatahun 2003-2005. Kasus baru rnikosis superfisialisdari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 sernakinmenurun, hal tersebut kernungkinan disebabkankarena sernakin meningkatnya kesadaran masyarakattentang polahidup yangbersih dan sehat dan sernakin

    Grafik 1. Perbandingan Kasus Baru MikosisSuperfisialis Divisi Mikologi denganKasus Baru URJ Penyakit Kulit danKelamin RSUD Dr. Soetomo SurabayaPeriode 2003-2005.

    2

    I l1IURJ Peny. Kul it . .. Kelam inIIIMikosis superfisialis

    O . 2000 4000 6000 IlOOO lai)1)(l 12000 14000 !~ 1800020000

    Grafik 2. Perbandingan Kasus Baru MikosisSuperfisialis Divisi Mikologi denganKasus Baru dan Lama URJ PenyakitKulit dan Kelarnin RSUD Dr. SoetornoSurabaya Periode 2003-2005.

    Grafik 3. Perbandingan Kasus Baru MikosisSuperfisialis dengan Kasus Baru danLama Divisi Mikologi URJ PenyakitKulit dan Kelamin RSUD Dr. SoetomoSurabaya Periode 2003-2005.

    Grafik 4. Perbandingan Kasus Baru MikosisSuperfisialis dengan Kasus Baru BukanMikosis Superfisialis di Divisi MikologiURJ Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode2003-2005.

    banyaknya tempat pelayanan kesehatan sehinggakasus yang datang keDivisi Mikologi URJ Kulit danKelarnin sernakin menurun.

    t

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    3/8

    A n ik el A sli Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat jalan Penyakit Kulit dan Kelarnin< RSUD Dr. Soetorno Surabaya Tahun 2003-2005

    Kasus baru mikosis superfisialis dibandingkankasus barn URJ Kulit Kelamin pada tahun 2003 sebesar12,7%, tahun 2004 sebesar 14,9%, dan tahun2005sebesar 13,3%. Insidensi dermatomikosis terhadapseluruh kasus dermatosis di berbagai rumah sakitpendidikan dokter di Indonesia menunjukkan angkayang bervariasi, dari yang terendah 2,3% (Yogyakarta)tahun 1996 hingga yang tertinggi 39,2% (Denpasar)tahun 1997.5 Hal tersebut mungkin disebabkan karenasistem pencatatan yang kurang akurat atau pasienenggan berobat ke rurnah sakit besar, dan cenderungmemilih berobat ke fasilitas pengobatan lainnya.V

    a P versfkolor DermatofitosisIII Kandidiasis superfisialis

    Grafik 5. Distr ibusi Jenis Penyakit MikosisSuperfisialis.

    Penelitian ini menunjukkan insidensi terbanyakadalah dermatofitosis. Menurm Budimulja'' mikosissuperfisialis yang banyak dijumpai adalah pitiriasisversikolor, kandidosis, dan dermatofi tosis.Dibeberapa rumah sakit insidensi kandidiasis kutisdapat melampaui insidensi pitiriasis versikolor(Ujungpandang, Medan, Denpasar). Berbedadengan laporan Budimulja Jakarta tahun 1989 danDhiana dkk tahun 1994 di Semarang yakni pitiriasisversikolor menempati urutan pertama disusul dengandermatofotosis dan kandidiasis kutis'

    Ditinjau dari masing-rnasing kasus, pitiriasisversikolor merupakan kasus yang paling ban yakdijumpai dari seluruh kasus mikosis superfisialis.Pitiriasis versikolor merupakan penyakit infeksi jamursuperfisial pada kuli t yang disebabkan oleh Malassez iafurfur yang tersebar di seluruh dunia, terutama banyakditernukan pada daerah tropis dan subtropis dengantemperatur dan kelembaban relatif tinggi.i Pen yak ittersebut banyak diternukan pada penderita dengansosial ekonomi rendah dan berhubungan denganburuknya higiene perorangan, Faktor predisposisisangat berperan pada terjadinya pi tiriasis versikolon/antara lain genetik, pemakaian kortikosteroid atauantibiotika iangka paniang, gizi kurang, dan banyakkeringa t.9Prevalensi pi tiriasis vers ikolor seki tar 50%

    pada daerah tropis yang bersuhu hangat dan lembab.Faktor lingkungan (kelembaban kulit) dan faktorsuseptibilitas individual (kecenderungan genetik,penyakit lain yang mendasari, malnutrisi) berperanpada patogenesis pitiriasis versikolor.'? Faktor-faktor tersebut banyak didapatkan di Indonesiayang merupakan daerah tropis sehingga insidensipitiriasis versikolor masih tinggi. Selain hal itu,banyaknya kasus yang ditemukan dapat terjadi karenapenyakit tersebut memberikan keluhan yang tidakberarti sehingga jarang yang datang berobat pada saatpenyakit masih dini. Alasan malu atau kosmetik jugabisa merupakan penyebab keterlarnbatan penderitauntuk mencari pengobatan, pada umumnya penderitabaru akan berobat ke pusat kesehatan saat penyakitnyasudah meluas.

    Di N ational Skin C en tre Singapura pada tahun1999-2003 d idapatkan 12 903 kasus mikosissuperfisialis. Kasus yang paling banyak adalahtinea pedis (27,3%), kernudian pitiriasis versikolor(25,2%), dan tinea kruris (13,5%). Kandidiasis jugasering didapatkan dengan kasus terbanyak adalahkarididiasis intertriginosa. Tinea kapitis iarangdidapatkan. Kasus onikomikosis mulai meningkat."Di Bangkok, Thailand pada tahun 1986, dari penderitaperempuan kasus yang banyak didapatkan adalahtinea korporis (29%), tinea kruris (23%), dan tineapedis (16%). Sedangkan pada penderita laki-lakiadalah tinea kruris (39%), tinea korporis (28%), dantinea pedis (14%),12Di K im itsu C h uo H o sp ita l, Tokyo,Iepang, kasus derrnatofitosis yang terbanyak adalahtinea pedis (64,2%), diikuti tinea unguium (14,6%)dan tinea korporis (11,9%).13 Banyaknya kasus tineapedis di beberapa negara Asia tersebut mungkindisebabkan karena keb iasaan pemakaian sepatutertutup dalam aktivitas atau pekerjaan sehari-hari,hal tersebut berkaitan dengan banyaknya industri dinegara-negara tersebut.

    Kelompok umur yang terbanyak menderitamikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ PenyakitKulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabayatahun 2003-2005 adalah kelompok umur 25-44tahun, merupakan kelornpok usia produktif yangbanyak mempunyai faktor predisposisi, misalnyapekerjaan basah, trauma, dan banyak berkeringat,sehingga risiko untuk menderita mikosis superfisialislebih besar dibandingkan dengan kelompok umurlainnya. Sedangkan kelompok usia yang palingjarang .menderita rnikosis superfisialis di DivisiMikologi URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDDr. Soegomo Surabaya adalah kelompok usia

    3

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    4/8

    Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Vol. 21 No.1 April 2009

    1-4 tahun yang merupakan golongan balita yangsedikit mempunyai faktor risiko.

    Grafik 6. Distribusi Kelompok Umur dan JenisKelamin Kasus Bam Mikosis SuperfisialisDivisi Mikologi URI Penyakit Kulit danKelamin RSUD Dr. Soetomo SurabayaPeriode 2003-2005.

    Kasus baru mikosis superfisialis di DivisiMikologi URI Penyakit Kulit dan Kelamin RSUDr. Soetomo Surabaya, secara umum jumlah penderitaperempuan lebih banyak dibandingkan penderitalaki-laki.

    D istribusi waktu kasus mikosis superfisialis tahun2003,2004, dan 2005 menunjukkan gambaran yangkurang khas, Hal tersebut bisa didapatkan karena padatahun-tahun tersebut pergantian musim di Indonesiasering tidak berjalan dengan normal selain disebabkanpenderita mencari pengobatan saat penyakitnya sudahdiderita agak lama tidak pada saat baru menderita.

    Grafik 7. Distribusi Wakm Kasus Baru MikosisSuperfisialis Divisi Mikologi URIPenyakit Kulit dan Kelamin RSUDr. Soetomo Surabaya periode 2003--2005.

    4

    Grafik 8. Distribusi Geografis Penderita BaruMikosis Superfisialis di Divisi MikologiURI Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya Peri ode2003-2005.

    Grafik 9. Hasil Pemeriksan Laboratorium KOH20% + rima Parker Kasus Baru MikosisSuperfisialis di Divisi Mikologi URIPen yakit Kulit dan Kelamin RSUDr. Soetomo Surabaya Periode2003-2005:

    Dari seluruh kasus mikosis superfisialis yangdatang ke Divisi Mikologi URI Penyakit Kulit danKelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2003-2005 86,5% berasal dad Surabaya. Penderita yangberasal dari luar Surabaya meliputi daerah pesisirpantai seperti Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Tuban,Bojonegoro, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang,Jember, Banyuwangi, Tulung Agung, P. Madura(Kamal, Bangkalan, Sumenep, Sampang, Pamekasan),serta daerah dataran yang lebih tinggi seperti Malang,Kediri, Nganjuk, Magetan, Ponorogo, Mojokerto.

    Pada tahun 2003 pemeriksaan KOH 20% + tintaParker kasus pitiriasis versikolor yang rnenuniukkanelemen jamur berbentuk hifa dan spora ( sp ag h etti a ndm e a t b a ll s) menunjukkan hasil positif yang paling besar(87,1 %), diikuti dermatofitosis (86,0%), kemudiankandidiasis (77,0%). Sedangkan pemeriksaan KOH20% + tinta Parker pada sam kasus onikomikosismenunjukkan hasil yang negatif .

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    5/8

    Artihel Asli Mikosis Superfisial!s di Divisi Mikologi Unit Rawat jalan Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetorno Surabaya Tahun 2003-2005

    Pad a tahun 2004 pemeriksaan KOH 20% dantinta Parker pada kasus pitiriasis versikolor jugamenun jukkan hasil positif yang paling besar (91,7%),diikuti oleh dermatofitosis (83,4%), kemudiankandidiasis (73,6%). Dua kasus onikomikosispemeriksaan KOH 20% + tinta Parker menunjukkanhasil negatif.

    Hasil yang sama juga terjadi pada tahun 2005,pemeriksaan KOH 20% + tinta Parker kasus pitiriasisversikolor menunjukkan hasil positif yang paling tinggi(87,1%), diikuti dermatofitosis (86,0%), kernudiankandidiasis (77,0%). Sedangkan pemeriksaan KOH20% + tinta Parker pada satu kasus onikomikosismenunjukkan hasil yang positifberupa blastospora.Seharusnya diagnosis onikomikosis disesuaikanpemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan KOH +tinta Parker yang ditemukan.

    Hasil pemeriksaan laboratorium dengan KOH20% + tinta Parker pada kasus baru pitiriasis versikolordi Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya se1ama tahun 2003-2005didapatkan hasil negatif yaitu tidak ditemukannyaelemen jamur yaitu sebesar 11,6% (2003), 8,3% (2004),dan 12,9% (2005).Jika pada pemeriksaan dengan KOH20% hanya dijumpai blastospora saja, maka dikatakankasus tersebut tidak dapat didiagnosis sebagai pitiriasisversikolor, oleh karena spora yang ada merupakangolongan flora yang sering ditemukan pada kulit danhidup sebagai saprofit di permukaan kulit rnanusia.l"Sedangkan bentuk fila men hifa (miselial) merupakanfase patogen yang tidak dapat ditemukan pada kulitnormal atau pada kultur.1O ,1 5 Namun apabila dijumpaiblastospora saja pada pemeriksaan KOH 20% + tintaParker pada kasus baru tetap didiagnosis sebagaipitiriasis versikolor. Iika secara klinis menunjukkangambaran pitiriasis versikolor tetapi pengobatannyabelum adekuat yang diketahui dari anamnesis bahwapenderita telah berobat atau mengobati sendiripenyakitnya di mana pengobatannya belum memenuhisyarat untuk dikatakan sembuh.

    Pada pene1itian ini, hasil yang negatif padapemeriksaan KOH 20% + tinta Parker untuk kasusbaru dermatofitosis di Divisi Mikologi URJ PenyakitKulit dan Ke1amin RSUD Dr. Soetomo Surabayadidapatkan sebesar 21,9% (2003),16,3% (2004), dan16,0% (2005). Tingginya hasil pemeriksaan yangnegatif tersebut kemungkinan disebabkan karenapenderita sudah mengobati sendiri dengan obat-obatan topikal seperti antijamur topikal maupunkortikosteroid topikal atau kemungkinan lain

    pengambilan bahan pemeriksaan yang tidak padadaerah yang mengandung elemen jamur atau mungkinkarena pada satu penderita bisa terdapat lebih darisatu diagnosis mikosis superfisialis, namun padapemeriksaan elemen jamumya dilakukan hanya padasalah satu diagnosis saja.

    Sedangkan pada penelitian ini ditemukan hasilpemeriksaan KOH 20% + tinta Parker yang negatifpada kasus baru kandidiasis di Divisi Mikologi URJPenyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. SoetornoSurabaya yaitu 27,7% (2003),26,4% (2004), dan 23,0%(2005).

    Elemen jamur terbanyak yang dijumpai padapemeriksaan KOH 20% + tinta Parker untuk kasusbaru dermatofitosis di Divisi Mikologi URJ PenyakitKulit dan Ke1amin RSUD Dr. Soetomo Surabayaadalah bentuk hifa sebesar 39,9% (2003), 48,7% (2004),dan 40,9% (2005). Elemen jamur dermatofita yangdijumpai pada pemeriksaan langsung dengan KOHberupa filamen yang panjang, bercabang, dan berseptadengan diameter 3-8 J - L atau filamen yang lebih pendekdan lebih bundar.16-18 Filamen tersebut tampak sebagaigaris sejajar yang memiliki indeks bias yang berbedadengan sekitarnya dan pada jarak tertentu dipisahkanoleh sekat (septa). 19 Elemen jamur dennatofit lain yangumum dijumpai yaitu berupa deretan spora di ujunghifa/chains of rectanguler spores (arthrospora). 16-19

    Elemen jamur terbanyak yang dijumpai padapemeriksaan KOH 20% + tinta Parker untuk kasusbaru kandidiasis di Divisi Mikologi URJ PenyakitKulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabayaadalah blastospora yaitu sebesar 52,2% (2003), 53,8%(2004),58,0% (2005). Jamur Candida merupakan jamurdimorfik, yang bentuknya tergantung lingkungannya.Bentuk "mould" atau bentuk pseudohifa/hifa ditemukanpada penyakit, karenanya bentuk ini dianggapsebagai bentuk patogen. Sedangkan bentuk ragiatau blastospora merupakan bentuk istirahat yaitusebagai saprofit.2,20,21 Pada pemeriksaan mikroskopikakan tampak jamur Candida dalam bentuk sel ragi(yeast form), berupa sel-sel tunas berbentuk lonjong(blastospora), pseudohifa sebagai sel-sel mernanjangseperti sosis yang tersusun bersambung-sambung danhifa yang bersepta.F

    Diagnosis tinea kapitis dan pitiriasis versikolordengan pemeriksaan lampu Wood juga dilakukan diDivisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya, namun tidak tercatatsecara teratur pada rekam mediknya sehingga tidakdapat dilaporkan.

    5

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    6/8

    Berkala Ilmu KesehatanKulu &Kelamin Vol. 21 No.1 April 2009

    Posit if19(37.3%)

    Negati f52 (67.3%)

    Grafik 10. Jumlah Pemeriksaan Kultur

    Diagnosis mikosis superfisialis di tegakkanberdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaanmikologi langsung(KOH + tinta Parker). Pemeriksaankultur/biakan tidak selalu dikerjakan, hanya dilakukanpada kasus-kasus dermatofitosis dan kandidosistertentu atau pada penelitian. Idealnya penegakandiagnosis mikosis superfisialis berdasarkan klinis,pemeriksaan KOH, kultur dan bila perlu pemeriksaanhistopatologis'

    Kasus-kasus mikosis superfisialis yang dikulturselama tahun 2003-2005 di Divisi Mikologi URJPenyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. SoetomoSurabaya adalah sebanyak 51 kasus atau sekitar2% dari seluruh kasus baru mikosis superfisialis.Dari jumlah yang diperiksa tersebut, hasil kulturyang positif sebesar 37,3%, hasil negatif sebanyak62,7%. Pemeriksaan kultur jamur ini dilakukanbila hasil pemeriksaan dengan sediaan langsungKOH + tinta Parker negatif, sedangkan secara klinismasih meragukan. Dari hasil kultur yang tumbuhdidapatkan spesies yang terbanyak ditemukan adalahT. mentagrophy tes sebanyak delapan kasus (15,7%)yang terdiri dari empat kasus tinea kruris, duakasus tinea korporis, dan dua kasus tinea unguium.

    Grafik 11. Hasil Pemeriksaan Kultur

    6

    T . rub ru m sebanyak tuiuh kasus (13,7%) pada tigakasus tinea korporis, tiga kasus tinea kruris, dan satukasus tinea kruris et korporis. C. albicans sebanyakempat k as us ( 7, 8% ) yang terdiri atas tiga kasus kandidaonikia dan satu kasus kandidiasis kutis. MenurutRippon penyebab tinea korporis yang sering dijumpaiadalah T. rubrum, T.menta g ro p hy te s, M . a u do u nii, danM . ca nis. Penyebab tinea kruris yaitu T.mentagrophy tes ,T. rubrum, serta E./ loccosum.2

    PeneIitian ini menunjukkan bahwa spesies yangterbanyak diternukan dari pemeriksaan kultur adalahT . men tag roph yt es , kemudian T . ru bru m, selanjutnyaC. albicans. Hal Ini sesuai dengan penggolonganekologi dari spesies T.mentagrophy tesvar . mentagrophy testermasuk zoofilik, spesies T . m entagroph ytes var.interdiguale, T. rubrum, dan E. floccosum termasukantropofilik, sedangkan spesiesM.gypseum termasukgeofilik,2 di mana penularan dermatofitosis padaman usia secara berurutan mulai dari yang paling banyakterjadi dari hewan (zoofiIik) ke manusia, dari manusialainnya (antropofilik), serta dari tanah (geofilik) kemanusia.' Namun hasil kul tur yang didapatkan daripenelitian ini belum mencerminkan jumlah yangsebenarnya dari masing-rnasing spesies tersebut,karena pemeriksaan kultur bukan pemeriksaan rutindi Divisi Mikologi URJ Penyakit Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya dan pemeriksaan kulturdilaksanakan apabila dijumpai kasus yang gambaranklinisnya meragukan dan hasil pemeriksaan denganKOH 20% + tinta Parker negatif.

    Pembuktian dengan biakan dari M . furfurpada pitiriasis versikolor tidak dilakukan karenapemeriksaan dengan KOH merupakan go ld s tand a rdselain dapat juga dilakukan pemeriksaan denganmenggunakan Lampu Wood.lO

    Di Singapura spesies yang tersering menyebabkanmikosis superfisialis adalah T. rubrum; kecualitinea pedis banyak disebabkan oleh T. interdigitaledan onikomikosis pada jari kaki adalah spesiesCand ida+: Di Malaysia pada tahun 1993-2000 dari576 dermatofitosis yang dilakukan pemeriksaankultur didapatkan 10spesies yang teriden tifikasi yairuE. f loccosum (0,7%), M . a ud ou in ii (1,1 %), M . g yp seu m(0,3%) , T. concentricum (3,5%), T. equ in um (0 ,2%),T. mentagrophytes (36,1 %), T . rubrum (53,8%),T.uerrucosum (0,2%), T.violaceum (1,0%).22Di Bangkok

    , (Thailand) tahun 1986 berhasil mengisolasi 4 spesiespenyebab dermatofitosis yaitu T. rub ru m (66% ),T. mentagrophy tes (15%), E . flo cc os um (13%), danM . gypseum (6%).12 Di Kim itsu Chuo Hospital,Tokyo, Jepang pada tahun 1994-1999 dari 1 610

    f

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    7/8

    Artikel Asli Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat J alan Penyakit Kulit dan Kelamin. RSUD Dr. Soetomo SurabayaTahun 2003-2005

    spesies yang diisolasi didapatkan T. r ub rum (57 ,7% ),T.mentagrophy tes (40,4%),M. gypseum (0,6%),M. canis(0 ,5%) , E. f loccosum (0,5%), T.v ioa le c um ( 0, 3%). 13KESIMPULAN

    Te1ah di1akukan penelitian di Divisi MikologiURJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. SoetomoSurabaya selama tahun 2003 sampai dengan 2005,ternyata kasus mikosis superfisialis masih cukupbanyak, dengan kasus terbanyak yang dijumpaiadalah pitiriasis versikolor, disusul dengan tineakruris, kemudian tinea korporis. Tinea imbrikatatidak pernah ditemukan pada tahun 2003-2005.Perbandingan angka kesakitan mikosis superfisialispada perempuan lebih besar daripada laki-Iaki.Kelompok umur terbanyak yang menderita mikosissuperfisialis ialah kelompok usia produktif yaitu 25-44tahun. Sedangkan kelompok usia yang paling sedikitmenderita mikosis superfisialis adalah kelompokbalita yaitu usia 1-4 tahun.

    Penderi ta mikosis superfisialis yang berasaldari Surabaya sebanyak 86,5%, sedangkan sisanya14,5% berasal dari berbagai daerah di Jawa Timuryang meliputi daerah pesisir pantai hingga daerahpegunungan.Pada pemeriksaan KOH + tinta Parker, elemenjamur yang terbanyak ditemukan pada pitiriasisversikolor adalah spora dan hifa (sp ag he tti an dm e at b a lls ), pada dermatofitosis ditemukan elemenjamur berupa hifa dan arthrospora, sedangkanpada kandidiasis ditemukan elemen jamur berupablastospora. Pemeriksaan kultur dilakukan padasemua kasus yang gambaran klinisnya meragukandan pemeriksaan dengan KOH 20% + tinta Parkermenunjukkan hasil yang negatif, yaitu sebanyak51 kasus (atau 1,96% dari seluruh kasus baru mikosissuperfisialis se1ama tahun 2003-2005), dengan hasilkultur positif(ada pertumbuhan jamur) sebanyak 19kasus (37,3%), sedangkan sisanya sebanyak 31 kasus(62,7%) tidak menunjukkan adanya pertumbuhanjamur. Spesies yang ditemukan pada pemeriksaankultur yang positif ada pertumbuhan [amur adalahT.mentagrophy tes (15,7%), T . ru br um (13,7%), dan C.albicans (7,8%).SARAN

    Dari penelitian retrospektif yang telah dilakukan,beberapa saran yang bisa dipertimbangkan untukpelayanan di Divisi Mikologi URJ Kulit dan KelaminRSUD Dr. Soetomo Surabaya adalah sebagai berikut:

    sistem pencatatan penderita di Divisi MikologiURJ Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo tahun2003-2004 dilakukan tidak pada kartu rekam medikpenderita melainkan pada buku kunjungan yangmemberikan informasi terbatas tentang penderita,sedangkan pada tahun 2005 pencatatan penderitamemakai sistem komputerisasi yang bisa memberikandata lebih lengkap tentang penderita, Hal tersebutmenyebabkan kesulitan pengambilan dan evaluasidata dari masing-masing sistem dengan kelengkapandata yang berbeda, data ten tang Pemeriksaan LampuWood yang dilakukan pada pitiriasis versikolor dantinea kapitis sebaiknya dilengkapi sehingga bisadievaluasi hasilnya. Karena berbagai keterbatasanpemeriksaan kultur hanya dilakukan pada sedikitkasus (1,92%). Untuk keperluan pengobatan danpenelitian, sebaiknya pemeriksaan kultur lebih seringdilakukan pada supaya bisa dievaluasi atau dipero1ehinformasi yang lebih mencenninkan spesies dari kasusmikosis superfisialis di Divisi Mikologi URJ KulitKelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Sebaiknyadiagnosis onikomikosis disesuaikan setelah diketahuijamur penyebabnya. Apabila dari pemeriksaanKOH + Tinta Parker atau kultur te1ah ditemukanmaka didiagnosis disesuaikan dengan hasil yangdidapatkan tidak hanya sebagai onikomikosis.KEPUSTAKAAN

    1. Nelson MM, Martin AG, Heffernan ME Superficialfungal infection: Dermatophytosis, onychomycosis,tinea nigra, piedra. In: Freedberg 1M, Eisen AZ,WolffK, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors.Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 6'hed. New York: McGraw-Hill Inc; 2003. p. 1989-2005.

    2. Rippon JW Rippon Medical Mycology.The pathogenicfungi and the pathogenic actinornycetes. 3rded.Philadelphia: WB Saunders Company; 1988. p. 154-9,169-85.

    3. Hay RJ, Moore M. Mycology. In: Champion RH,Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editors,Rook/Wilkinson/Ebling. Textbook of dermatology.6'h ed.Oxford: Blackwell Scientific Publication; 1998.p. 1277-376.

    4. Zuber TJ, Ba'ddam K. Superficial fungal infectionof [he skin. Postgraduate Medicine 2001 Jan; 109(1).Available from: URL: http:Uwww.pos[graduated.com/issues/200l/O1 01lzuber.htrn

    5. Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis diIndonesia. Dalam: Budimulya U,Kuswadii, BrarnonoK, Menaldi SL, Dwihastuti P , Widati S. editor.Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai PustakaFKUI; 2001. h. 1--6.

    7

  • 5/13/2018 pemeriksaan koh

    8/8

    B erka la Ilm u K eseh ata n K ulit &Kelamin Vol. 21 No. I April 2009

    6. Kapantow MG. Suyoso S. Mikosis superfisialis padapenderita rawat jalan di UPF Kulit dan KelarninRSUD Dr. Soetorno Surabaya selama tahun 1991-1993.BIPKK 1994; 6(3): 199-217.

    7. Hamzah MS. Insiden Dermatomikosis di RSUDr. Abdul MoeIoek Bandar Lampung. Dalam: Programdan Abstrak Kongres dan Temu ilrniah Nasional IIPMKI; 2000; Jakarta, Indonesia. 1000. h. 103.

    8. Budimulja U . Epidemiologi penyakit jamur. Dalam:Budimulia U, Sunoto, Tjokronegoro A, editor. PenyakitJamur, Klinis, Epidemiologi, Diagnosis, dan Terapi.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1983. h. 1-15.

    9. Klenk AS, Martin GA, Heffernan MP. Yeast infections:candidiasis, pityriasis (tinea) versicolor. In: Freedberg1M, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,Stephen IK, editors. Fitzpatrick's Dermatology ingeneral medicine. 6th ed. New York: McGraw-HillInc;2003.p.100-17.

    10. Radiono S. Pitiriasis versikolor. Dalam: BudimuljaU, Kuswadii, Bramono K, Menaldi SL, DwihastutiP , Widaty S, editor. Dermatomikosis Superfisialis,Pedoman un tuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran.Jakarta: Balai Penerbit FKUl; 2001. h. 17-20.

    11. Tan HH. Superficial fungi infection seen at the NationalSkin Centre, Singapore. Jpn J Med Mycol 2005; 46:77-80.

    11. Imwidthaya S,ThlanprasitM. Astudyof dermatophytosesin Bangkok (Thailand). Mycopathologia 1988; 102(1):13-6.

    13. Takahashi Y , Nishimura K. Dermatophyte flora at thedermatology clinic of Kirnitsu Chuo Hospital from1994 through 1999. Nippon Ishinkin Gakkai Zasshi1002; 43(1): 21-7.

    14. Partosuwiryo S,Danukusumo HAJ. Pitiriasis versikolor,Dalam: Budimulia U, Kuswadji, Basuki S, MenaldiSL, Suriadireja A, Dwihastuti P , editor. Diagnosisdan Penatalaksanaan Dermatornikosis. Jakarta: Ba1aiPenerbit FKUI; 1992. h. 65-68.

    B

    IS. Richardson DM, Warnock DW. Dermatophytosis.Fungal Infection Diagnosis and Management. 3rded.London: Blackwell Scientific Publication; 1003.

    16. Goedadi M, Suwito H. Tinea korporis dan tinea kruris.Dalam: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, MenaldiSL, Dwihasruti P , Widary S, editor. DermatomikosisSuperfisialis, Pedoman untuk Dokter dan MahasiswaKedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUl; 1001.h.19-31.

    17. Clayton YM. Superficial Mycoses. Milano: FarmitaliaCarlo Erba; 1983.

    18. Jacobs PH. Medical mycology notes. Dalam: BudimuljaU, Kuswadji, Basuki S, Menaldi SL, Suriadireia A,Dwihastuti P , editor. Diagnosis dan PenatalaksanaanDerrnatomikosis. Jakarta: Balai Penerbi t FKUl; 1991.h.25-31.

    19. Cholis M. Tinea korporis dan kruris, Dalam: BudimuljaU, Kuswadji, Basuki S, Menaldi SL, Suriadireja A,Dwihastuti P , editor. Diagnosis dan PenatalaksanaanDermatomikosis. Jakarta: Balai Penerbi t FKUI; 1992.h.47-52.

    20. Ramali LM, Werdani S. Kandidiasis kutan danmukokutan. Dalam: Budimulja U, Kuswadji, BramonoK, Menaldi SL, Dwihastuti P , Widaty S, editor.Dermatomikosis Superfisialis,Pedoman unrukDokterdan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Balai PenerbitFKUI; 2001. h. 55-65.

    21. Redjeki TMS, Subakir, Buditiahjono S. Tinea pediset manum. Dalam: Budimulja U, Kuswadii, BramonoK, Menaldi SL, Dwihastuti P , Widaty S, editor.Dermatomikosis Superfisialis. Pedoman untuk Dokterdan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Balai PenerbitFKU1; 2001. h. 38-45.

    21. Nugroho SA, Siregar RS. Pemeriksaan penunjangdiagnosis dermatomikosis superfisialis. Dalarn:Budirnulja U, Kuswadji, Basuki S, Menaldi SL,Suriadireia A, Dwihastuti P , editor. Diagnosis danPenatalaksanaan Dermatomikosis. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI; 1992. h. 91-8.