penelitian - sinta.unud.ac.id ii.pdfindividu, sehingga citra yang muncul dari suatu unit belum tentu...
TRANSCRIPT
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL
PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
Pada bagian kajian pustaka ini di kembangkan pemikiran-pemikiran dari
penelitian sebelumnya. Hal tersebut mengenai penggunaan media jejaring sosial
dalam beberapa penelitian terdahulu. Aktivitas jejaring sosial sangat berperan
dalam penelitian ini, Jejaring sosial merupakan suatu wadah yang bisa membuka
mata kita khususnya dalam penelitian tentang bagaimana citra pariwisata Bali
dalam media jejaring sosial.
Masih terbatasnya penelitian mengenai citra pariwisata Bali khususnya
mengenai citra melalui jejaring sosial di Indonesia. Tidaklah menjadi suatu
kendala dalam penelitian ini. Hal ini karena para peneliti diluar negeri banyak
menggunakan instrumen jejaring sosial untuk penelitian mereka. Hal ini terbukti
dari banyaknya jurnal internasional mengenai pariwisata, dan menggunakan
media jejaring sosial, sebagai instrumen pengumpulan datanya dan disertai
dengan teori dan metodologi yang akurat.
Sebagian besar data yang diperoleh pada jurnal Internasional,
menyebutkan bahwa dunia jejaring sosial memberikan dampak yang sangat besar
bagi penggunanya dalam melakukan setiap aktivitas baik yang bersifat pribadi
ataupun mengenai kepentingan komersil perusahaan mereka.
17
Diharapkan nantinya penelitian ini, bisa menjadi suatu sumbangsih
tersendiri bagi bangsa Indonesia khususnya bidang pariwisata Bali, agar dapat
lebih memberikan pemahaman dan pembelajaran bagi masyarakat mengenai
bagaimana citra pariwisata Bali. Kecanggihan tekhnologi jejaring sosial dapat
lebih cepat merangkul semua lapisan masyarakat diseluruh dunia mengenai
persepsi mereka terhadap pariwisata Bali.
Kotler (1995) dalam Tendean (2013) secara luas mendefenisikan citra
sebagai jumlah dari keyakinan. Gambaran serta kesan yang dipunyai seseorang
pada suatu objek. Objek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok
orang atau yang lain yang dia ketahui.
Menurut Jefkins (1996) dalam buku Public Relations terdapat lima jenis
citra, yakni citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image),
citra yang diharapkan (wish image), citra perusahaan (corporate image), serta
citra majemuk (multiple image).
a) Citra bayangan (mirror image), yakni citra yang diyakini oleh orang dalam atau
anggota organisasi mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini
biasanya hanya sekedar ilusi akibat kurangnya informasi yang dimiliki oleh
kalangan dalam organisasi mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak
luar.
b) Citra yang berlaku (current image), yakni citra yang diyakini oleh pihak - pihak
luar mengenai suatu organisasi. Citra ini cenderung negatif karena dipengaruhi
pengalaman pihak luar terhadap organisasi tersebut yang kurang memadai. Hal
ini dapat disebabkan karena kurangnya informasi mengenai organisasi yang
18
diterima oleh pihak luar.
c) Citra harapan (wish image), yakni citra yang diharapkan oleh pihak manajemen
terhadap organisasinya. Citra ini berbeda dengan citra yang ada. Citra ini dapat
menjadi sebuah acuan untuk mendapatkan citra positif yang sebenarnya dan
membuat organisasi terpacu untuk menjadi lebih baik.
d) Citra perusahaan (corporate image) merupakan citra suatu perusahaan secara
keseluruhan, meliputi produk dan pelayanannya. Citra ini dapat terbentuk oleh
berbagai hal, misalnya prestasi, keberhasilan di bidang keuangan, hubungan
industri yang baik, pencipta lapangan kerja terbesar dan sebagainya.
e) Citra majemuk (multiple image), citra yang terbentuk dari berbagai unit dan
individu, sehingga citra yang muncul dari suatu unit belum tentu sama dengan
citra organisasi atau perusahaan secara keseluruhan.
Bond (2010), membahas mengenai bagaimana media jejaring sosial
tersebut telah banyak sekali menyedot perhatian dari para pebisnis dan konsumen
pada era global saat ini. Hal ini tentunya juga berdampak pada berubahnya cara
berkomunikasi pada lingkungan penjual yang memberikan suatu bentuk tantangan
yang baru. Agar dapat memahami mengenai pola sikap pada konsumen pada era
global ini.
Disamping itu dengan adanya media jejaring sosial diharapkan mampu
membawa suatu kesempatan yang besar untuk dapat mendekati konsumen melalui
media jejaring sosial tersebut. Cara yang digunakan disini yaitu “iklan interaktif”.
Layanan iklan interaktif ini dapat memperluas pemahaman dan dapat membantu
untuk menangani kendala komunikasi antar penjual dan pembeli secara efektif.
19
Penelitian eksploratif ini dapat menginvestigasi peranan sosial media untuk
menjadi suatu wadah yang tepat dalam menyatukan media iklan dan komunikasi.
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan memfokuskan penelitian
pada konsumen dengan menguji bagaimana persepsi mereka terhadap iklan yang
ada di media jejaring sosial. Lewat media jejaring sosial ini dapat memberikan
dampak yang cukup signifikan pada rating bagi beberapa merek yang diiklankan.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan cara
menunjukkan dua jenis iklan pada media sosial yaitu iklan interaktif dan non
interaktif. Kedua jenis iklan tersebut ditunjukkan pada sejumlah responden
sehingga dapat menyaring persepsi mereka tentang iklan mana pada media
tersebut yang dapat lebih banyak memikat keinginan konsumen untuk membeli
suatu barang.
Katherine (2010), membahas mengenai penelitian pada pengguna
Facebook dan bagaimana persepsi mereka tentang iklan yang ada di kolom
Facebook tersebut. Penelitian ini menggunakan sejumlah kriteria seperti
karakteristik, target mikro, penggunaan Facebook, kepekaan, dan reaksi, dimana
semuanya merupakan suatu faktor yang sangat penting dan dapat mempengaruhi
respon dari para pengguna Facebook itu sendiri.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat melihat bagaimana
mahasiswa S1 dari empat universitas dari berbagai negara seperti Elon, Miami,
Pamona, Pittsburg, menilai media Facebook dari cara berfikir mereka dan juga
mengenai pengiklanan yang ada di media tersebut. Hasilnya mengindikasikan
adanya suatu reaksi yang cukup signifikan dari para pengguna Facebook tersebut.
20
Berdasarkan pada hasil survei yang dihasilkan Katherine (2010), disini
terdapat sejumlah hal yang dapat terjadi seperti: menggunakan sekitar 500 hingga
1000 responden. Jumlah ini cukup signifikan karena berdasarkan pada statistika
tahun 2009 yang menyatakan bahwa rata-rata pengguna Facebook mempunyai
teman sebanyak 130 orang, namun jika dengan jumlah yang ada melebihi nilai
rata-rata ini maka mengidikasikan bahwa partisipan pada survei ini cukup aktif
dalam menggunakan Facebook (Katherine, 2010).
Data ini dapat memberikan penjelasan bahwa para siswa tersebut
sepenuhya sadar akan adanya media iklan pada kolom Facebook tersebut, yang
tentunya dapat mereka akses setiap saat, meskipun dalam penelitian ini juga
terdapat 30 persen responden yang mengatakan bahwa Facebook harus dapat
menghentikan adanya pemasangan iklan secara bersamaan dalam media jejaring
sosial .
Facebook secara efektif dapat memberikan iklan yang benar-benar menjadi
suatu promosi yang menguntungkan serta iklan yang benar-benar dapat membuat
mata kita tertarik dengan cara promosinya dan tidak hanya memasangnya secara
bersamaan dalam waktu sekejap karena hal tersebut kurang efektif bagi
konsumen.
Model dari penelitian Katherine (2010), ini diarahkan untuk dapat
mengembangkan suatu intergrasi pada dimensi konsumen tentang mengapa
mereka mengadopsi media jejaring sosial tersebut, dan untuk mengetahui
bagaimana sebenarnya karakteristik pada teknologi media jejaring sosial tersebut
yang digunakan sebagai suatu perantara untuk mengetahui tentang sikap dari para
21
pengguna Facebook.
Penelitian Katherine (2010), ini diharapkan dapat memahami tentang sikap
dan kebutuhan serta hubungan mengapa konsumen tersebut sangat tertarik dengan
media jejaring sosial. Pada beberapa dekade terakhir ini pebisnis begitu merasa
terkejut dengan pertumbuhan kepadatan yang terjadi pada media jejaring sosial
tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak konsumen dan pemasar yang
menggunakan situs jejaring sosial, dalam melakukan suatu interaksi sebagai
bagian dari kegiatan mereka sehari-hari. Penelitian ini berusaha memberikan
penjelasan mengenai kerangka yang dapat meningkatkan pemahaman peneliti
terhadap kebutuhan teknologi yang sangat dibutuhkan oleh konsumen dan
masyarakat saat ini.
Cha (2009), menyatakan bahwa jejaring sosial mempunyai suatu peranan
yang sangat penting dalam suatu pasar. Dalam era sekarang ini semakin banyak
adanya penjual yang menggunakan media jejaring sosial untuk memasarkan
barang-barangnya bagi kaum muda dan dewasa. Jejaring sosial juga dapat
dijadikan sebagai pusat tren pasar komersial.
Asosiasi Komisi Survei Amerika Serikat mengupas mengenai sisi positif
dari perdagangan maya pada beberapa situs jejaring sosial. Terdapat 47 persen
konsumen yang mengatakan bahwa mereka ingin mengunjungi situs jejaring
sosial tersebut untuk membeli hadiah liburan. Sekitar 29 persen mengatakan
bahwa mereka harus membeli produk yang ditawarkan lewat media jejaring sosial
itu sendiri.
22
Babin&Darden (1994), menyatakan sebagai berikut bahwa: konsumsi
efektif (hedonic) dimana nilai ini merefleksikan adanya nilai yang dapat menerima
beberapa faktor pendorong dalam berbelanja yang berhubungan dengan
fantasi,emosi dari pembeli atau konsumen tersebut dalam memilih suatu jenis
produk tertentu. Fungsi nilai kegunaan tersebut lebih diasosiasikan dengan aspek
(Zeithaml, 1998), penelitian ini menyatakan bahwa dengan berbelanja lewat media
jejaring sosial dapat memberikan suatu bentuk keefisienannya waktu (Jarvenpaa et
al, 2001).
Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari survei yang
menggunakan responden sebanyak 167 responden pada sebuah universitas.
Penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa karena umumnya merekalah yang
banyak berkunjung ke situs jejaring sosial ataupun bentuk dunia maya lainnya
untuk melakukan suatu aktivitas belanja (Arrington 2005 ;The Info Shop, 2007) .
Responden dalam penelitian sebelumnya cukup merefleksikan adanya
posisi signifikan pada situs jejaring sosial dan bagaimana target pemasar pada
konsumennya melalui media jejaring sosial. Umumnya responden pada survei ini
dimintai keterangan mengenai jenis jejaring sosial apa saja yang mereka sering
gunakan dan bentuk produk apa saja yang sering mereka beli dalam situs jejaring
sosial.
Gupta (2011), menyatakan bahwa untuk dapat menguji adanya persepsi,
sikap, dan prilaku pada target kunci pada sejumlah group konsumen yaitu pada
pada dokter dan pasien, berdasarkan pada pemasaran dengan perantara media
sosial pada industri farmasi. Dalam penelitian ini terdapat 2 grup, 50 pembuka
23
praktek umum, dan 250 pasien, penelitian ini dilakukan di areal Navi Mumbay
India
Beberapa tahun belakang ini populasi pasien sangatlah berbeda dengan
dekade sebelumnya. Mereka cukup berpendidikan, dan tidak takut untuk
mempertanyakan sesuatu atas saran yang diberikan oleh dokter yang merawat
mereka. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa menurut penelitian ”Bagaimana
Warga Amerika Mencari Kesehatan dan Kebugaran”. Penelitian ini memberikan
sejumlah data tentang 95 persen melakukan pencarian informasi kesehatan lewat
media internet yaitu web dan jejaring sosial lewat pengamat kesehatan sekitar 55
persen serta dari media tradisional sekitar seperti televisi, dan media lainnya
sekitar 20 persen.
Dalam penelitian ini menggunakan metode survei ada suatu daerah Navi
Mumbai di kecamatan Thane dan sangat dekat dengan kawasan metropolitan
Mumbai di negara bagian Maharastra India, dan penelitian ini dilakukan selama 1
bulan dengan melakukan pembagian grup yaitu antara dokter dan pasien dimana
semua daftar praktisionernya didapat dari pusat telpon.
Teknologi web 2.0 tersebut dapat memberikan kesempatan pada pengguna
internet untuk dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya serta menawarkan
berbagai macam fungsi seperti profile page, wall post, group, tags, status update,
dan photos (Gupta, 2011).
Lis (2011), menyatakan bahwa publikasi dapat meningkatkan suatu tingkat
senstifitas dalam realitas dunia ekonomi dan komersialisasi dalam bisnis itu
24
sendiri pada dekade saat ini. Pertanyaan pada media jejaring sosial dapat
memberikan suatu dampak pembentukan persepsi dan juga manajemen pada citra
tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap apakah lewat jejaring
sosial tersebut pembentukan citra tersebut dalam dunia publikasi dapat
mengarahkan pada suatu peningkatan yang cukup signifikan pada sebuah
pembelanjaan pada sebuah produk yang diasosiasikan dalam strategi media
jejaring sosial.
Secara teoritis pembentukan kerangka penelitian ini adalah berdasarkan
pada teori manajemen dan juga fungsi dari citra tersebut pada penurunan sebuah
resiko. T-test menunjukkan bahwa media jejaring sosial dapat memberikan sebuah
penawaran mengenai asosiasi pada publikasi produk yang dilakukan dalam hal
untuk meningkatkan kemungkinan pembelanaan pada konsumen.
Konsumen dalam kegiatan pembelanjaannya mereka akan berkonsentrasi
pada pembentukan citra bagi penulis, publikasi, dan karakter dari produk tersebut.
Dalam artikel ini mencoba untuk memberikan sebuah kombinasi antara dua topik
yang begitu peting dalam publikasi modern.
Pembentukan citra dan juga media jejaring sosial, serta telah ditekankan
juga bahwa pembentukan citra serta media sosial ini bisa difungsikan sebagai
rangkaian virtualisasi. Disini juga dijelaskan mengenai bagaimana strategi
pembentukan citra tersebut dapat digunakan didalam konteks publikasi.
Dalam penelitian ini disampaikan bahwa media jejaring sosial yang
digunakan untuk mempublikasikan produk dapat menambah daya beli konsumen,
25
namun dalam penelitian ini tdak disampaikan mengapa masyarakat tersebut lebih
tertarik untuk membeli sesuatu yang dipasarkan lewat media jejaring sosial.
Kelly (2008) menyatakan bahwa dalam penelitian ini berusaha meng-
eksplore bagaimana persepsi masyarakat terhadap iklan yang dipasang dimedia
jejaring sosial. Dewasa ini penggunaan media jejaring sosial sebagai sarana
pemasangan iklan telah menjadi suatu hal yang sangat lumrah. Metode kualitatif
digunakan pada penelitian ini yang berfokus pada grup, dengan mengadakan
wawancara secara personal pada sejumlah remaja yang menjadi pengguna situs
jejaring sosial sehingga bisa memperoleh pandangan mereka akan iklan yang
dipasang di situs tersebut.
Literature review pada penelitian ini mencoba menelaah mengenai
penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini terutama dalam
teori periklanan, sikap dan prilaku konsumen, dan beberapa permasalahan yang
sekiranya dapat dihindari dalam dunia periklananan sebagai sebuah pelayanan jasa
yang mengedepankan kepercayaan dan privacy dalam situs jejaring sosial.
Konsumsi pada remaja ditelaah didalam penelitian metode kualitatif ini
dan sangat dipengaruhi oleh teori identifikasi sosial. Pada penelitian ini ditemukan
bahwa umumnya remaja yang melihat iklan di situs jejaring sosial tersebut
bersikap skeptis, karena terkadang mereka bersikap kurang percaya pada pesan
komensial yang tertera pada iklan online tersebut.
Kebanyakan para remaja tersebut lebih meyukai pemasangan iklan yang
tidak bersifat online. Mereka akan sepenuhnya percaya jika iklan yang dipasang
dimedia jejaring sosial tersebut bersifat pribadi dan tak dapat diakses oleh orang
26
banyak. Model periklanan terbaru yang jauh dari dunia online juga didiskusikan
dalam penelitian ini.
Haglind (2012), menguji apakah sebenarnya yang menjadi dasar dari
persepsi terhadap penggunaan media jejaring sosial, pada kalangan masyarakat
tersebut. Cara memperdalam lebih jauh mengenai motivasi penggunaan sosial
media pada masyarakat. Penelitian ini digunakan tiga buah jejaring sosial
tujuannya adalah untuk dapat membedakan pola dari penggunaan media jejaring
sosial tersebut.
Tujuan dari penelitian ini juga untuk memahami lebih jauh mengenai hal
apa yang dapat mempengaruhi persepsi masayarakat tentang penggunaan media
jejaring sosial tersebut. Setelah menelaah dari masing-masing media jejaring
sosial tersebut, maka dapat dipahami perbedaan dan juga persamaannya apakah
cukup menguntungkan untuk menggunakan segmentasi ini secara umum untuk
membangun suatu hubungan antar konsumen pengguna jejaring sosial tersebut.
Sejak penelitian Haglind (2012) yang mengulas tentang tujuan pemahaman
konsumen terhadap penggunaan media jejaring sosial. Penggunaan metode
kualitatif disarankan dalam penelitian ini, dengan menggunakan desain penelitian
komperatif. Dalam penelitian ini keunikan dan persamaannya dibedakan
berdasarkan pada generasinya.
Penggunakan metode kualitatif dengan wawancara semi terstruktur yang
dilakukan pada konsumen pengguna situs jejaring sosial. Pada penelitian ini dapat
pula ditemukan beberapa hal penting mengenai persepsi akan penggunaan media
jejaring sosial yang dapat dipahami dengan mempertimbangkan beberapa hal.
27
Braude (2009), menyatakan bahwa dengan bertambahnya kecepatan dan
juga implikasi teknologi pada internet, maka dalam penelitian ini bertujuan untuk
dapat menelaah mengenai persepsi konsumen Amerika terhadap suatu organisasi
menggunakan media jejaring sosial.
Kajian pada penelitian ini juga berusaha untuk dapat menelaah dampak
media sosial pada suatu organisasi berdasakan pada reputasi dan inovasi pada
konsumen, peneliti juga menggunakan online survei dengan cara memilih sendiri
partisipannya dan tidak bersifat acak.
Menurut hasil analisa data dan persentasenya, maka peneliti menemukan
bahwa mayoritas konsumen Amerika tersebut menginginkan suatu organisasi
yang dapat mengarahkan mereka pada media jejaring sosial. Penelitian ini juga
menunjukkan mayoritas konsumen yang mmepertimbangkan penggunaan media
jejaring sosial.
Widdicombe (1995), menyatakan bahwa tujuan dari penelitiannya adalah
untuk dapat menguji konsumen muda terhadap praktek pemasaran. Data diperoleh
dengan cara meyakinkan sampel yang ada dengan memberikan kuisioner
dibeberapa universitas yang ada di Turki yang berlokasi di Istambul, total
responden yang digunakan sebanyak 124 responden digunakan disini untuk
mendapatkan data yang akan dianalisa.
Penelitian ini menggunakan responden yang berasal dari beberapa
universitas di Istambul Turki, penggunaan mahasiswa ini karena mahasisiwa
merupakan pengguna utama pada situs jejaring sosial tersebut (Arrington, 2007)
dengan memberikan sejumlah pertanyaan seperti berikut.
28
Q1:Bagaimana gaya penggunaan media sosial pada kaum muda ?
Q2: Apa tujuan dari mahasiswa tersebut dalam menggunakan media jejaring
sosial?
Q3:Bagaimana prilaku dari kaum muda tersebut pada situs jejaring sosial ?
Q4:Apa manfaat dari aktivitas media jejaring sosial tersebut pada pemasaran dan
juga praktek periklanan?
Q5:Apa hubungan yang terjadi antara kaum muda dan juga pembentukan citra
pada jejaring sosial tersebut?
Penelitian ini dibicarakan mengenai fakta bahwa media dapat mengubah
pasar selamanya. Pada media jejaring sosial dapat memberikan suatu persepsi
yang lebih mendekati antara target pasar dan juga produk yang dipasarkan. Tidak
ada suatu keraguan sedikitpun mengenai bagaimana media jejaring sosial tersebut
dapat memberikan atau pengaruh yang signifikan pada pergerakan pangsa pasar
sekarang ini.
Dalam penelitian ini juga dapat mengupas bahwa media jejaring sosial
dapat meningkatkan suatu kepekaan dan loyalitas pada suatu citra. Citra dapat
meningkatkan suatu transparasi dan dapat menjadi lebih jujur mengenai
bagaimana penawaran mereka pada lingkungan pasar saat ini.
Konsumen dapat benar benar menganalisa produk yang mereka inginkan
secara online sebelum mereka membelinya. Mereka menginginkan suatu yang
dapat meyakinkan mereka baik itu dalam bentuk virtual media. Semua penelitian
jurnal dan research thesis yang dibahas pada kajian pustaka ini diharapkan dapat
memberikan dukungan pada penelitian yang tengah diteliti saat ini mengenai
29
pencitraan pariwisata Bali pada situs jejaring sosial.
Penelitian yang tengah di lakukan saat ini berusaha untuk memunculkan
bagaimana opini publik mengenai pariwisata Bali dalam situs jejaring sosial,
karena situs jejaring sosial dapat menjadi suatu instrumen penting dan efisien
dalam menjaring persepsi masyarakat tersebut dapat memudahkan dalam
berkomunikasi dengan responden di belahan dunia manapun.
2.2 Konsep
2.2.1 Media Jejaring Sosial
Media merupakan suatu keharusan dalam pembentukan suatu citra
destinasi wisata, terdapat banyak jenis media, salah satunya yang sedang booming
saat ini adalah media internet. Dalam media internet kita mengenal web yang
mampu menyajikan berbagai macam informasi terkini yang kita inginkan. Salah
satu web yang banyak digandrungi saat ini adalah teknologi web seri 2.0 yang
sering kita kenal dengan istilah “media jejaring sosial”.
Lovink, (2011) menyatakan bahwa web seri 2.0 adalah merupakan
renkarnasi dari World Wide Web, web seri 2.0 yang biasanya dikenal dengan
sebutan social networking media ataupun jejaring sosial, adapun beberapa jenis
nama dari jejaring sosial yang diulas berdasarkan pada survei yang dilakukan
Silver pop, rata-rata jejaring sosial mengalami kenaikan dalam enam tahun
terakhir berikut diantaranya.
1. Facebook : Jejaring sosial ini memiliki 1 miliar pengguna. Terbesar di jagad
raya ini untuk urusan pengguna. Facebook bukan hanya jejaring sosial, Mark
Zuckerberg menyuntikan beberapa platform lain di situs ini.
30
2. Twitter: Microblogging ini memiliki setengah miliar pengguna atau hampir
setengah pengguna Facebook. Didirikan tahun 2006, Twitter sangat cepat
mendapat hati di kalangan netizen khususnya pengguna mobile.
3. Google+ : Google pun tergiur ikut terjun di jejaring sosial. Kini media sosial ini
memiliki 400 juta pengguna. Google+ terkenal dengan fitur Hangout-nya.
4. Weibo : Weibo atau Sina Weibo didirikan Agustus 2009. Saat ini memiliki
300 juta pengguna. Weibo sering disebut sebagai Twitter-nya China.
5. RenRen : Jika AS miliki Twitter, China miliki Sina Weibo. Di China juga
memiliki Facebook sendiri, yakni RenRen. Didirikan Desember 2005, RenRen
kini miliki 250 juta pengguna.
6. LinkedIn : Jejaring sosial ini dikenal sebagai jejaring sosial pekerja
profesional. Menghubungkan antar profesional maupun dengan brand atau
perusahaan. Kini miliki 175 juta pengguna.
7. Badoo : Didirikan tahun 2006, Badoo kini miliki 100 juta pengguna. Jejaring
sosial ini sering disebut sebagai social discovery website.
8. Instagram: Jejaring sosial ini memiliki harga fantastis, 1 miliar dolar. Tak
hanya sebuah jejaring sosial, Instagram juga sebagai aplikasi pengolah gambar.
Saat ini miliki 100 juta pengguna.
9. Yelp : Yelp sering disebut jejaring sosial berbasis lokasi. Pengguna tak jarang
mendapatkan rekomendasi lokasi dari jejaring sosial ini. Saat ini miliki 84 juta
pengguna.
10. Tumblr : Jejaring sosial ini masuk ke ranah blog. Tak kalah bersaing dengan
platform blog lain macam WordPress maupun Blogger. Saat ini miliki 81 juta
31
pengguna.
11. Flickr : Situs berbagi foto ini kini miliki 75 juta pengguna. Flickr masif
digunakan di kalangan pecinta fotografi.
12. Orkut : Tak banyak yang tahu jika Orkut adalah jejaring sosial lain milik
Google. Meski jumlah pengguanya tak banyak, setidaknya mampu menarik 66
juta pengguna.
13 TripAdvisor : Merupakan sebuah situs jejaring sosial yang dapat memberikan
informasi ter up date mengenai suatu tempat wisata, situs jejaring sosial ini
banyak dikunjungi oleh pengguna jarinngan maya dan telah memiliki 60 juta
users ditambah dengan pengunjung dari seluruh dunia disetiap bulannya.
14. MySpace : MySpace masih memiliki gaung dengan 25 juta pengguna. Kini
mereka lebih fokus ke ranah musik sosial.
15. Foursquare : Jejaring sosial berbasis lokasi ini kini miliki 25 juta pengguna.
Jejaring sosial tersebut mampu menembus 3 miliar check-in.
16. Pinterest : Jejaring sosial ini tergolong baru namun mampu menarik 25 juta
pengguna saat ini. Pinterest sering disebut situs pin online.
Dalam penelitian ini akan memfokuskan pada bagaimana kinerja media
jejaring sosial tersebut untuk dapat memberikan hasil terbaik dalam mengukur
citra pariwisata Bali dalam kancah dunia jejaring sosial, dari sekian banyak jenis
jejaring sosial yang ada selanjutnya akan dipilih jejaring sosial mana yang paling
efektif dalam penelitian ini sehingga dapat secara akurat mencerminkan citra
pariwisata Bali.
32
2.2.2 Citra Pariwisata
Seperti halnya industri pelayanan yang lain, industri pariwisata juga
memiliki sifat intangibility, inseparability, heterogeneity,dan perishability. Sifat
tersebut menyebabkan wisatawan berhadapan dengan kurangnya atribut untuk
mengevaluasi bagus tidaknya sebuah destinasi. Akan tetapi, karena keputusan
harus dibuat, maka wisatawan menggunakan citra tempat tujuan wisata sebagai
alat untuk melakukan evaluasi (Andreassen & Lindestad, 1998). Tentu saja, citra
yang ada dalam benak wisatawan tidak selamanya selaras dengan kondisi riil
destinasi itu sendiri. Jadi, citra destinasi memiliki potensi dalam mempengaruhi
kompetitif tidaknya destinasi (LeBlanc & Nguyen, 1996).
Citra sendiri didefinisikan sebagai “ The set of beliefs, ideas, and
impressions a persons holds regarding an object. People’s attitudes and actions
toward an object are highly conditioned by that object’s image” (Kotler, 2000).
Davidoff & Davidoff (1994) menyatakan citra sebagai “gambaran mental
wisatawan terhadap perusahaan atau produk”. Tidak jauh berbeda, Malhotra
(1999:89) mendefinisikan citra sebagai “persepsi wisatawan terhadap perusahaan
dan produk-produknya”.
Dalam pengertian yang lebih mudah, Dichter (1985), menyatakan citra
merupakan gambaran kesan-menyeluruh yang dibuat dalam pikiran wisatawan
(LeBlanc & Nguyen, 1996). Dilihat dari perspektif psikologi komunikasi, citra
merupakan jalan pintas secara mental (mental shortcut) untuk mengatasi sifat
manusia yang cenderung menjadi cognitive missers.
33
Manusia cenderung kikir dalam menggunakan proses kognitifnya. Sebab,
manusia mempunyai keterbatasan mental untuk menghadapi hal-hal yang
kompleks (Gazali, 2003). Akibatnya, citra destinasi di Indonesia yang “tidak
aman” akan menghasilkan hallo effect terhadap pertimbangan wisatawan dalam
memilih destinasi di Indonesia (Andreassen & Lindestad, 1998).
Secara keseluruhan, wisatawan menilai bahwa destinasi Indonesia
merupakan tempat wisata yang tidak menarik, tidak patut dipertimbangkan.
Menurut Kennedy (LeBlanc & Nguyen, 1996), citra memiliki dua komponen
utama: fungsional dan emosional.
Komponen fungsional berhubungan dengan karakteristik kasat mata
(tangible) yang mudah diukur oleh wisatawan. Komponen emosional
berhubungan dengan dimensi-dimensi psikologis yang terwujud dalam perasaan
dan sikap terhadap sebuah destinasi.
Perasaan-perasaan tersebut diturunkan dari pengalaman individual
wisatawan terhadap destinasi dan dari pemrosesan informasi terhadap atribut-
atribut yang menjadi dasar dari indikator fungsional citra. Dengan demikian, citra
terhadap sebuah destinasi merupakan hasil dari kumpulan proses yang dibuat
wisatawan dalam membandingkan dan mengkontraskan atribut-atribut destinasi.
Citra sendiri didefinisikan sebagai “The set of beliefs, ideas, and
impressions a persons holds regarding an object. People’s attitudes and actions
toward an object are highly conditioned by that object’s image” (Kotler, 2000),
Davidoff & Davidoff (1994) menyatakan citra sebagai “gambaran mental
wisatawan terhadap perusahaan atau produk”.
34
Tidak jauh berbeda, Malhotra (1999:89) b mendefinisikan citra sebagai
“persepsi wisatawan terhadap perusahaan dan produk-produknya”. Dalam
pengertian yang lebih mudah, Dichter (1985) menyatakan citra merupakan
gambaran kesan-menyeluruh yang dibuat dalam pikiran wisatawan (LeBlanc&
Nguyen, 1996).
Dilihat dari perspektif psikologi komunikasi, citra merupakan jalan pintas
secara mental (mental shortcut) untuk mengatasi sifat manusia yang cenderung
menjadi cognitive missers. Manusia cenderung kikir dalam menggunakan proses
kognitifnya. Sebab, manusia mempunyai keterbatasan mental untuk menghadapi
hal-hal yang kompleks (Gazali, 2003).
Akibatnya, citra destinasi di Indonesia yang “tidak aman” akan
menghasilkan hallo effect terhadap pertimbangan wisatawan dalam memilih
destinasi di Indonesia (Andreassen & Lindestad, 1998). Secara keseluruhan,
wisatawan menilai bahwa destinasi Indonesia merupakan tempat wisata yang
tidak menarik, tidak patut dipertimbangkan
Pengertian citra abstrak dan tidak dapat diukur secara matematis, tetapi
wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan
dan tanggapan baik positif maupunnegatif yang khususnya datang dari publik
(khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya (Andreassen,1999).
Diharapkan dalam Penelitian ini persepsi masyarakat dalam situs jejaring
sosial tersebut dapat menjadikan suatu citra fundamental yang mampu
menyelarasakan pencitraan terhadap Bali. Bali yang menjadi suatu icon wisata
dunia, dan kali ini citra nya akan berusaha dikaji lebih jauh sehingga mampu
35
melahirkan persepsi yang natural tanpa rekayasa dalam media jejaring sosial
tersebut.
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Teori efektivitas
Dalam teori efektivitas dinyatakan bahwa efektivitas merupakan rangkaian
input, proses dan output dalam memandang suatu hal tertentu. Menurut Steers,
(1985) efektivitas merupakan tolok ukur keberhasilan dari tujuan akhir yang
hendak dicapai.
Adanya efektivitas diharapkan dapat melihat pembenahan sign system
yang telah ada untuk menarik minat pengunjung. Efektivitas adalah pemanfaatan
sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan
yang dijalankannya.
Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran
yang telah ditetapkan, jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti
makin tinggi efektivitasnya (Sudirman, 2002). Dengan demikian, efektivitas
adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu
yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan.
Hubungan efektivitas dengan sign system yaitu keduanya ingin
menunjukkan keberhasilan dari tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.
Sign system jika diterjemahkan secara langsung berarti sistem penanda, namun
sign system atau sistem rambu dapat kita artikan sebuah sistem yang mengatur
alur informasi tertentu atau pesan tertentu dengan menggunakan media tanda
36
sebagai sebuah pesan.
Umumnya sign system erat kaitannya dengan elemen visual dan terkait
dengan unsur arsitektural sebagai medium dari sign system tersebut. Sign system
sendiri merupakan bagian dari sebuah istilah yang dikenal dengan way finding,
yaitu sebuah metode yang mengatur atau mengarahkan orang melalui media
sistem rambu, agar mengikuti sesuai dengan yang diinginkan.
2.3.2 Teori Peluru atau Jarum Hypodermik
Teori peluru merupakan teori pertama tentang pengaruh atau efek
komunikasi massa terhadap khalayaknya. Teori peluru ini pertama kali
dikemukakan oleh Wilbur Schramm dan memiliki beberapa macam istilah yang
masing-masing dicetuskan oleh sebagian para pakar teori komunikasi.
Istilah itu di antaranya: 1. Teori ”jarum suntik” (Hypodermic needle
theory) yang dikemukakan oleh David K. Berlo. Isi teori ini mengatakan bahwa
rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. penulis
menyebutkan pula bahwa apabila pesan ”tepat sasaran”, penulis akan
mendapatkan efek yang diinginkan.
Sedangkan istilah teori ”jarum suntik” atau hypodermic needle theory
secara harfiah berasal dari kata bahasa inggris, yaitu hypodermic berarti ”di bawah
kulit” dan needle bermakna ”jarum”. Istilah ini mengasumsikan anggapan yang
serupa dengan teori peluru, yaitu media massa menimbulkan efek yang kuat,
terarah, segera dan langsung. Anggapan ini pula adalah sejalan dengan pengertian
”perangsang tanggapan” atau ”stimulus-respons” yang mulai dikenal sejak
37
penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an.
Menurut Wilbur Schramm, pada tahun 1950-an, teori peluru adalah sebuah
proses di mana seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi
yang begitu ajaib kepada khalayak yang bersifat pasif tidak berdaya. Akan tetapi
dalam karya tulisnya yang diterbitkan pada awal tahun 1970-an, Schramm
meminta kepada para peminatnya agar teori peluru komunikasi itu dianggap tidak
ada, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa itu ternyata tidak pasif.
Pernyataan Schramm tentang pencabutan teorinya itu didukung oleh Paul
Lazarsfeld dan Raymond Bauer. Lazarsfeld mengatakan bahwa jika khalayak
diterpa peluru komunikasi, mereka tidak jatuh terjerembab. Kadang-kadang
peluru itu tidak menembus. Adakalanya pula efek yang timbul berlainan dengan
tujuan si penembak, yaitu media massa. Seringkali pula khalayak yang dijadikan
sasaran senang untuk ditembak.
2.4 Model Penelitian
Bali merupakan suatu destinasi wisata yang digemari oleh wisatawan
asing baik domestik dan internasional. Bali begitu terkenal dengan pariwisatanya,
karena pariwisata Bali merupakan suatu sektor komoditas yang memberikan
pasokan devisa yang sangat besar bagi negara Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan adanya data dari BPS bahwa dalam kurun
waktu lima tahun terakhir yang menyatakan bahwa Bali mengalami kenaikan
keatangan wisatawan yang cukup signifikan yang terntunya dapat berdampak
langsung dalam meningkatkan laju perekonomian bangsa Indonesia dimasa depan,
untuk mengetahui citra pariwisata Bali maka diperlukan sebuah media yang
38
mampu merepresentasikan citra yang baik bagi destinasi pariwisata Bali tersebut.
Dulunya banyak orang yang mengenal kondisi pariwisata Bali dari mulut
ke mulut atau lebih dikenal dengan istilah word of mouth, namun sekarang dengan
kecanggihan teknologi telah banyak media yang bisa digunakan untuk melihat
bagaimana kondisi pariwisata Bali tersebut, seperti TV, radio, majalah, pamplet,
dan internet, namun media yang ditekankan untuk dipergunakan didalam
penelitian ini adalah media internet.
Didalam elemen internet tersebut terdapat tekhnologi web seri 2.0 yang
memungkinkan penggunanya membuat personal homepage atau yang lebih
popular dikenal dengan media jejaring sosial. Seperti yang diketahui bahwa saat
ini ada banyak sekali media jejaring sosial, jejaring sosial merupakan suatu
perpaduan gaya hidup pada masyarakat moderen saat ini yang tak bisa dipisahkan
dari kehidupan kita sehari-hari.
Dengan adanya media jejaring sosial yang beragam dapat memberikan
suatu pilihan yang memungkinkan untuk dapat mengakses bagaimana kondisi
pariwisata Bali tersebut sehingga turis yang ingin mengunjungi Bali dapat
memiliki bayangan yang pasti tentang tempat wisata yang akan mereka kunjungin
di Bali.
Dari sekian banyak media jejaring sosial yang ada maka dalam penelitian
tentang citra pariwisata Bali ini dipilihlah media jejaring sosial yang sering
dipergunakan oleh masyarakat saat ini seperti, Facebook, Twitter, keduanya telah
begitu melekat menjadi bagian gaya hidup dari masyarakat modern saat ini.
39
Kinerja dari kedua situs ini juga sangat cepat untuk dapat mengetahui
bagaimana citra pariwisata Bali tersebut, karena baik pada Facebook, dan Twitter
sama-sama menampilkan komentar dari turis yang menjadi konsumen dari
perusahaan yang menjadi bagian dunia pariwisata, seperti hotel, villa, restaurant,
spa, media, travel agent, airlines, dan tourist attractions.
Penelitian ini membahas nantinya akan membahas bagaimana citra
pariwisata Bali dalam media jejaring sosial tersebut dilakukan pengamatan pada
komentar-komentar dari kedua jejaring sosial itu sendiri, dimana komentar dari
para turis tersebut sangat berperan penting guna menciptakan citra tersendiri bagi
Bali.
Setelah semua komentar tersebut terjaring maka akan diklasifikasikan
kedalam komentar yang termasuk kedalam katagori, negatif, positif, dan tidak
tahu (Unidentify comment ), komentar dengan katagori tidak tahu ini mengarah
pada komentar yang dilontarkan oleh para turis namun sangat sulit diidentifikasi
untuk bisa masuk ke ranah komen positif, ataupun negatif.
Disaat semua klasifikasi komentar yang didapat dari kedua jejaring sosial
tersebut berhasil diklasifikasikan kemudian dilakukan analisa berdasarkan besaran
jumlah pada komen negatif, positif, dan komentar-komentar yang masuk ke dalam
katagori tidak tahu tersebut.
Hasil yang didapat dalam dalam komentar positif, negatif, dan tidak tahu
(unidentified comments) pada jejaring sosial yang telah dipilih kemudian
dijumlahkan dan didapatlah hasil pertama dimana menunjukkan apakah hasil
persepsi para turis itu positif apa negatif mengenai citra pariwisata Bali dijejaring
40
sosial.
Setelah analisa mengenai media jejaring sosial tersebut dilakukan, terlihat
apakah analisa dari kedua media jejaring sosial tersebut menjadi cukup mewakili
citra pariwisata Bali dimasa kini, sehingga lebih cenderung mengarah ke arah
positif ataupun negatif. Hasil akhir dari analisa ini sangat penting dalam
menentukan bagaiman citra dari pariwisata Bali ini dimasa depan.
Pencitraaan sangat penting bagi sebuah destinasi wisata dan hal inilah
yang harus selalu diingat oleh Bali, karena sektor pariwisata di pulau ini sangat
berperan aktif dalam peningkatan perekonomian negara Indonesia. Hasil dari
penelitian ini bukan hanya untuk saat ini saja tetapi juga untuk dimasa yang akan
datang harus juga dapat dirasakan manfaatnya.
Setidaknya dengan kecanggihan teknologi bisa menjadi tolak ukur untuk
mengukur bagaimana citra pariwisata Bali dalam kancah jejering sosial, karena
hal ini sangat penting untuk mengontrol apakan citra bali sebagai suatu destinasi
wisata yang diminati oleh seluruh dunia masih tetap besinar dan jaya dimasa yang
akan datang.
Setelah didapat hasil dari perhitungan data dari Facebook dan Twitter ini
kemudian dianalisa hasil pendukungnya menggunakan pendekatan 4A yang terdiri
dari amenity, attraction, ancillary, dan accessibility, pendekatan ini berfungsi
untuk dapat mengidentifikasi indikator pa saja yang mempengaruhi turis datang
ke Bali.
Disamping itu juga dilihat dari sisi analisa homepage yang dilakukan pada
TripAdvisor dan Agoda.com, serta untuk mendukung kuatnya data yang didapat
41
pada hasil dari jejering sosial dan media online lainnya dilakukan juga pengujian
data di lapangan dimana data didapat dari hasil kuisioner yang disebarkan
keseratus turis yang sedang berlibur di Bali.
Data dari turis tersebut meliputi data mengenai evaluasi pada akomodasi,
restoran, SPA, travel agent, money changer, media, airlines, dan tourist
attraction, semua data yang telah didapat didata untuk mengetahui bagaimana
persepsi wisatawan di kondisi nyata dan hasil data pada dunia virtual,
Data tersebut sangat berguna memberikan kekuatan pada pendataan akan
persepsi wisatawan terhadap citra pariwisata Bali. Analisa dalam menentukan
hasil ini juga diperkuat menggunakan teori pada efektivitas, dan teori peluru atau
juga disebut dengan jarum hypodermic.
42
Gambar 2.1 Model Penelitian
Citra Pariwisata Bali
Bali
Latar BelakangWOM (Word of Mouth)
Kajian pada mediaTV, Radio, Majalah, Surat Kabar, Internet
Kajian Internet/web seri 2.0 (Media jejaring Sosial)
Data lewat komentar pada Facebook dan Twitter
Analisa data melalui komentar pada Facebook&Twitter denganklasifikasi komentar positif, negative, dan tidak tahu (Unidentify
Comment)
Komaparasi data dengan4 A Approach, homepage (Agoda.com dan tripAdvisor) serta Data real padakuesioner, dihubungkan dengan teori efektivitas dan teori jarum hypodermik