pengaruh modernisasi di turki atas penafsiran...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODERNISASI DI TURKI
ATAS PENAFSIRAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
Muhammad Labib SyauqiNIM: 106034001244
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADISFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1431 H./2010 M.
PENGARUH MODERNISASI DI TURKI
ATAS PENAFSIRAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ushuludin
untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
Muhammad Labib SyauqiNIM: 106034001244
Pembimbing,
Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADISFAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1431 H./2010 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENGARUH MODERNISASI DI TURKI ATAS
PENAFSIRAN BEDIUZZAMAN SAID NURSI telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18 Maret
2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.) pada Program Stu di Tafsir-Hadis.
Jakarta, 18 Maret 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Drs. Agus Darmaji, M.Fils.NIP: 19610827 199303 1 002
Sekretaris Merangkap Anggota,
Rifqi Muhammad Fathi, M.A.NIP: 19770120 200312 1 003
Anggota,
Dr. Yusuf Rahman, M.A.NIP: 19670213 199203 1 002
Eva Nugraha, M.A.NIP: 19710217 199803 1 002
Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.NIP: 150368734
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untukmemenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah sayacantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syari fHidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli sayaatau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersediamenerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 7 Maret 2010
Muhammad Labib Syauqi
ABSTRAK
Muhammad Labib Syauqi
Pengaruh Modernisasi di Turki atas Penafsiran Bediuzzaman Said Nursi
Suatu penafsiran adalah bersifa t profan dengan kebenaran subjekt ifitasmanusia yang bersifat relatif, suatu penafsiran bukanlah sesuatu yang bernilaisakral sehingga wajib diikuti dan mengandung kebenaran mutlak.
Upaya penafsiran yang dilakukan oleh seorang mufassir tidak dapatdilepaskan dari konteks ruang sosialnya. Karena proses penafsiran yangdilakukan tidaklah berada pada ruang hampa yang terlepas dari kehidupansosialnya. Hal ini tidak lepas dari pergumulan seorang penafsir denganlingkungan sosial, budaya, politik, dan agama yang ada di sekelilingnya.Sebuah karya tafsir merupakan sebuah produk sosial dan karya manusiabiasa, yang tidak pantas dianggap sakral dan juga tidak kedap akan kritikan.
Nursi menafsirkan al-Qur'an tanpa terlepas dari konteksnya padawaktu itu, dengan kondisi sosial masyarakat Turki yang sedang dilanda krisiskeimanan serta tergila-tergila dengan modernisasi ya ng sinonim denganwesternisasi. Pemikiran Nursi banyak terpengaruh dengan adanyamodernisasi waktu itu dengan banyaknya merespon peristiwa yang terjadi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diapresiasi, entah datangnyadari Islam maupun dari Barat sekalipun, akan tetapi perkembangan ilmupengetahuan maupun teknologi tersebut haruslah selaras dengan nilai -nilaiIslam dan justru akan menguatkan keberagama an seseorang. Kehidupanbernegara yang diwujudkan dalam bentuk Nasionalisme ada lah salah jikadiwujudkan dengan bentuk sekularisasi buta atau westernisasi kebablasan.Nasionalisme justru akan menemukan bentuk idealnya jika mengintegrasikannilai-nilai Islam dan tidak tercerabut dari akar budaya lokalnya. Kemudianpersamaan hak dan relasi antara laki -laki dengan perempuan haruslahdiwujudkan dengan tujuan untuk saling menyempurnakan kekuranganmasing-masing supaya terwujud suatu kehidupan yang harmonis dan d inamis.
Nursi tidak hanya melihat al -Qur'an dari sisi tekstualnya yang terbatassaja, akan tetapi Nursi juga menggunakan pendekatan rasional, yangmenyandarkan pendekatan-pendekatan rasionalisme berpikirnya padakeyakinan atas kebenaran teks -teks agama tersebut.
Melihat sifat penafsiran kontekstual yang dilakukan Nursi, bukanberarti merupakan salah satu bentuk dari politasi ayat -ayat al-Qur'an. Namunlebih berupa upaya untuk mengkontekstualisasikan ayat -ayat al-Qur'an danmendialogkan dengan kehidupan sosi al pada masanya, supaya ayat -ayat al-Qur'an tidak hanya dipahami sebagai sebuah dokumen tekstual yang mati dankehilangan signifikansinya dengan perilaku kongkrit masyarakat. Nursiseakan menjawab bahwa letak kekuatan al -Qur'an adalah pada kekuatan ayat -ayatnya yang universal dan telah diproyeksikan untuk bisa menjadi bagianpenting dalam proses kritik sosial masyarakat .
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahi al-Rahmâni al-Rahîmi
Dengan menyebut keagungan asma -Mu, Engkau adalah satu-satunya yang
aku tuju, dan Rido-Mu adalah satu-satunya yang aku cari. Setiap hembusan nafas
senantiasa menyebut asma-Mu, mengagungkan dan memuji kebesaran -Mu.
Tasbih dan Tahmid tertuju pada Dzat yang telah menciptakan bumi seisinya
dengan segala kebesaran yang memancar dari -Nya. Solawat serta salam
senantiasa tercurah pada baginda Rasulullah saw. yang telah memancarkan cahaya
terang kenabiannya pada setiap kalbu selur uh ummatnya, dan kasih sayangnya
yang memberikan syafa’at pada setiap pengikutnya.
Dengan hati yang remuk dan hancur, penuh ketulusan serta harapan,
hambamu yang hina ini memanjatkan syukur alhamdulillah yang tiada tara
kepada-Mu. Yang telah menggerakkan hati, jiwa, dan pikiran sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, yang tanpa pertolongan -Mu, hambamu ini pastilah
tidak dapat berbuat apa-apa. Terima kasih atas beribu nikmat yang telah Engkau
limpahkan kepada hambamu yang berlumur dosa ini, terima kasih telah
memberikan izin pada hambamu ini untuk masih bisa menghirup berartinya udara
kehidupan ini, dan berkenan memberikan kesempatan kepada hambamu ini untuk
mengabdikan sisa hidupnya hanya kepada-Mu.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan pada segenap orang-orang
terkasih yang berada di sekeliling penulis, yang telah banyak membantu penulis
dalam penyelesaian skripsi ini. Bapak Dr. Amin Nurdin, M.A. selaku Dekan
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Bustamin, M.Si. selaku
Ketua Jurusan Tafsir Hadis , Bapak Dr. Edwin Syarif, M.A. selaku Sekretaris
iii
Jurusan Tafsir Hadis, dan terkhusus kepada Ibu Dr. Nur Rofiah Bil. Uzm. selaku
dosen pembimbing, terima kasih telah bersedia banyak membantu dan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas kritikan-
kritikannya yang sangat membangun. Juga tak ketinggalan pada Bapak Eva
Nugraha M.A. sebagai dosen akademik juga teman diskusi penulis dan tak lupa
Bapak Muslim yang telah banyak memudahkan urusan penulis.
Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin yang telah berkenan memberikan
ilmunya, yang telah berkenan menemani dalam setiap langkah pencarian ilmu dan
bersedia mengajar penulis dalam setiap jengkal kebodohan, Juga kepada sejumlah
karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan Ushuluddin, dan Perpustakaan
Iman Jama’, yang telah bersedia membantu penulis.
Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Muhadi HS. dan Ibunda Hj.
Akifah yang senantiasa mencurahkan kasih sayangny a, bimbingan, dan do’a.
dengan penuh ketulusan, sujud sungkem penulis haturkan sepenuh hati pada
mereka. Kakak-kakak tercinta Ulin Nuha Lc., Ulil Albab S.Pd .i., dan Ulin Najihah
S.E., terima kasih banyak atas segenap saran dan dukungan yang penuh cinta
kasih pada penulis. Para malaikat kecilku Aufar Rizrozi, Azza Jadul Haq, Nabila
Nailal Muna, Royyan Rikza, dan Adzhan Nibrosi yang telah menjadi lentera hati
kecilku, yang menerangi dan menghangatkan setiap semangat penulis.
Pada para guru-guru penulis, KH. Abdullah Zawawi, KH. Abdullah
Zabidi, Lek Minan, dan segenap guru PP. Manba’ul Hudâ Kembang. KH. Idris
Marzuqi, KH. Anwar Mansur dan segenap asâtidz PP. Hidâyatul Mubtadi’în
Lirboyo Kediri, yang telah berkenan membukakan pintu masuk untuk menuju
kota ilmu pengetahuan yang terang benderang. Terutama kepada beliau M.R.H.S.
iv
Irfa’i Nahrawi al-Naqsyâbandî Q.S. yang telah berkenan menjadi pendidik jiwa
penulis, semoga Allah melimpahkan cahaya guruku kepadaku selamanya.
Teman-teman seperjuangan di tafsir hadis angkatan 2005, Gopar, Asep,
Rosyidi, Salman, Syarif, Zee, Laily, Bedah, Itoh, Neneng, Amar, Zaenal, Agus
dan semuanya, terima kasih telah bersedia menemani perjalanan penulis selama
ini. Teman-teman Silaturrahmi Mahasiswa Jepara Jakarta, Munib, Ida, Jazuli,
semoga Jepara semakin jaya. Terima kasih pada teman-teman Forum Mahasiswa
Alumni Lirboyo, kawan-kawan kelas bahasa Turki dan Kajian Said Nursi , Ka’ib,
Habib, Ika, Irfan Sholeh, Afif dan Mulyana terima kasih atas kebersamaan dan
diskusinya. Kawan-kawan forum diskusi Piramida Circle semuanya, Lek Edi, Lek
Hafid, Lek Wur, Maman, Abah, Saprol, yang banyak membukakan paradigma
berpikir penulis, dan menjadi patner setia penulis dalam mengurai setiap rumitnya
pembahasan, terima kasih. Warga Nirmala, Bang A’an, Mami, Mas Ari , Cak
Kholil, Imron, Yani, Titin, Ma'mun, dan Ufiq yang selalu menemani penulis
dalam mengisi hari-harinya. Juga terima kasih pada Pak Johar, yang telah bersedia
menjadi tetangga yang baik serta teman diskusi penulis. Dan terkhusus kepada
yang telah memeluk hatiku dengan penuh cinta, terima kasih banyak, karena telah
membuat hidupku berwarna indah.
Saudaraku Mbah Lém, yang selalu menyiramku dengan hangatnya kopi
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini, tak lupa saudara-saudaraku Sus, Ali,
Jay, Hakim, Hanafi, Bambang, Ope, dan segenap “Laskar Atas Angin”, semoga
persaudaraan yang mulia ini dapat menghantarkan kita menuju pada Rido Ilahi.
Dan yang terakhir, jika penulis boleh menyebutkan seseorang yang
banyak berjasa dalam membantu dan menyelesaikan skripsi ini, maka Abi Hasbi
v
Sen adalah orang yang paling pantas untuk mendapatkannya. Hormat dan terima
kasih tak terhingga karena telah banyak membantu penulis dengan
menghadiahkan buku-buku Nursi, banyak meluangkan waktunya untuk membantu
penulis dan banyak membagi ilmunya khususnya mengenai pemikiran Said Nursi.
Semoga kita bisa benar-benar menjadi Tullâb al-Nûr dan mewujudkannya dengan
penuh cinta.
Dari sedikit yang dapat penulis lakukan dengan karya ini, adalah satu usaha
kecil untuk berusaha ikut mengais sepercik air di hamparan samudra ilmu Allah
yang teramat luas. Dengan keterbatasan yang dimiliki penulis, kekurangan pasti
ditemui dalam banyak sisinya, karna kesempurnaan hanya milik Allah semata.
Akhirnya demikianlah yang dapat penulis sajikan, semoga sedikit usaha ini
dapat bermanfaat bagi penulis khusu snya dan lebih-lebih dapat memberikan
manfaat bagi orang lain. Amin.
Subhânaka Allâhumma wa Bihamdika Astaghfiruka wa Atûbu Ilaika
Ciputat, 7 Maret 2010
Muhammad Labib Syauqi
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………… ………………………. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. vi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… ……. viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ………………………………………….. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………….. 14
C. Manfaat dan Tujuan Penulisan ………………………………. 15
D. Tinjauan Pustaka …………………………………………….. 1 6
E. Metodologi Penelitian ……………………………………….. 17
F. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 2 1
BAB II BIOGRAFI BEDIUZZAMAN SAID NURSI DAN RISÂLAH AL-
NÛR
A. Kondisi Sosial Politik di Turki …………………………….... 22
B. Riwayat Hidup dan Karir Intelektual ………………………... 30
C. Peran dan Perjuangan ………………………………………... 37
D. Karya-karya Ilmiah ………………………………………….. 41
E. Risâlah al-Nûr
1. Proses Penulisan ………………………………………….. 45
2. Metodologi Penafsiran ……………………………………. 50
BAB III MODERNISASI DI TURKI
A. Proses Modernisasi di Turki …………………………………. 56
B. Nasionalisme di Turki ………………………………………... 65
vii
C. Turki di Era Modern ………………………………………….. 72
BAB IV PENGARUH MODERNISASI ATAS P ENAFSIRAN
A. Keterpengaruhan Penafsiran Oleh Modernisasi Turki ……….. 77
1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan ……………………………... 78
2. Nasionalisme Islami …………………………... ................ 88
3. Perempuan dan Persamaan Hak …………………………. . 97
B. Kontekstualisasi ..……………………………………………… 107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………… 11 3
B. Saran ………………………………………………………….. 11 5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Gambar Skema Kesultanan Utsmânî ……………………………………… . 1
Gambar Skema Kitab Risâlah al-Nûr…………………………………….... . 2
Ejaan dan Pengucapan Bahasa Turki……………………………… ………. 3
Peta Kota Anatolia yang Berkaitan Dengan Said Nursi………………… … 4
Peta Tempat yang Dikunjungi Oleh Said Nursi…………………………... .. 5
Peta Kekuasaan Kerajaan Utsmânî……………………………………… …. 6
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Untuk pedoman transliterasi, yang digunakan adalah pedoman
transliterasi CeQDa tahun 2007.
Huruf Arab Huruf Latin Keteranganا Tidak dilambangkan
ب b be
ت t te
ث ts te dan es
ج j je
ح h h dengan garis bawah
خ kh ka dan ha
د d de
ذ dz de dan zet
ر r er
ز z zet
س s es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis di bawah
ض d de dengan garis di bawah
ط t te dengan garis di bawah
ظ z zet dengan garis di bawah
ع ‘ koma terbalik di atas hadap kanan
غ gh ge dan ha
ف f ef
ق q ki
ك k ka
ل l el
م m em
ن n en
و w we
ھـ h ha
ء ' apostrof
ي y ye
x
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monofrog atau vokal rangkap diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
____ a fathah
------ i kasrah
____ u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagaiberikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ____ ai a dan i
و ____ au a dan u
Vokal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang ( madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ــا â a dengan topi di atas
ــي î i dengan topi di atas
ــو û u dengan topi di atas
Kata sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadai huruf /l/, baik diikuti huruf ,ال
syamsiyyah maupun qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
xi
Syaddah (tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ــــــ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf -huruf syamsiyyah.
Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah,
demikian seterusnya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an1 merupakan petunjuk bagi setiap manusia dan sebagai Kitab
yang diturunkan supaya 2 manusia keluar dari kegelapan masa lalu menuju pada
masa yang terang benderang. Allah berfirman dalam Sûrah Ibrahîm/14: 1 :
“Alif lâm râ. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamusupaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahayaterang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan
yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji ”.
Di samping hal itu, manusia pada awalnya merupakan satu kesatuan
(ummatan wahidah), akan tetapi sebagai akibat perkembangan pertumbuhan
penduduk dan populasi masyarakat, maka muncullah masalah -masalah baru yang
menimbulkan perselisihan dan bahkan perpecahan. Sejak itulah, Allah mengutus
para nabi-Nya dan menurunkan Kitab Suci, agar dengan adanya Kitab Suci
tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan untuk memecahkan permasalahan -
permasalahan yang terjadi seperti dalam Sûrah al-Baqarah/2: 213.
1 Al-Qur'an secara istilah ialah kalam Allah yang merupakan mu’jizat yang diturunkan(diwahyukan) kepada Nabi Muhammad Saw. dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan denganmutawâtir serta membacanya adalah ibadah. Lihat Al-Qur'an dan Terjemahnya (Arab Saudi:Mujamma’ al-Mâlik Fahd li Thiba‘at al -Mushaf al-Syarîf Madînah al-Munawwarah, 1410 H),telah di tashih oleh Departemen Agama RI. Lihat juga Mannâ’ a l-Qottôn, Mabâhits Fî ‘Ulûmil al-Qur'ân (t.tp.: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts, t.t.), h. 21.
2 Supaya al-Qur'an berfungsi sesuai sebagaimana mestinya, al-Qur'an memerintahkanumat manusia untuk mempelajari dan memahaminya (QS 38:29), Agar mereka dapat menemukanapa yang dapat mengantarkan mereka pada jalan yang terang benderang, melalui petunjuk -petunjuknya baik yang tersurat maupun yang tersirat. Lihat Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'ân : Fungsi Dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan), h. 92.
2
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan),Maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allahmenurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi Keputusa ndi antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklahberselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang Telah didatangkankepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan -keterangan yang nyata, Karena dengki antara merek a sendiri. Maka Allahmemberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentanghal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak -Nya. dan Allahselalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki -Nya kepada jalan yang
lurus”.
Pada sisi lain, Al-Qur'an menggambarkan tatanan masyarakat ideal seperti
halnya tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu akan menjadikan
tanaman itu kuat, dan menjadi besarlah tanaman itu tegak lurus di atas dasarnya
yang kuat. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya. Dalam Sûrah al-
Fath/ 48: 29 :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang -orang yangbersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapiberkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujudmencari karunia Allah dan keridhaan -Nya, tanda-tanda mereka tampakpada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat -sifat mereka dalamTaurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yangmengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu
3
menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itumenyenangkan hati penanam -penanamnya Karena Allah hendakmenjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang -orangmukmin). Allah menjanjikan kepada orang -orang yang beriman danmengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar”.
Ayat ini menggambarkan bahwa masyarakat ideal tersebut terus -menerus
berubah dan berkembang dinamis menuju kesempurnaannya. Jika gambaran di
atas dikaitkan dengan hakikat kemodernan yang antara lain bercirikan dinamika
perubahan yang terus-menerus, serta dikaitkan dengan fungsi Kitab Suci sebagai
rujukan dan acuan dalam kehidupan , 3 maka dapat dipahami bahwa Al-Qur'an
menganjurkan adanya pembaruan4 atau modernisasi5 yang berarti reaktualisasi
nilai-nilai yang terkandung dalam al -Qur'an.
Aktualisasi nilai-nilai Islam tersebut terhadap keselarasan zaman
merupakan keniscayaan terhadap adanya modernisasi dan pembaruan dalam
Islam. Karena Islam merupakan agama yang dinamis sesuai dengan konteks
tempat dan zamannya. Karena risalah dan tatanan yang dibawa Nabi merupakan
tatanan universal bagi dunia, seperti difirmankan dalam Sûrah al-Ambiyâ'/21:
107 :
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”.
3 Ibid., h. 92.4 Pemahaman pembaruan dapat dilihat dari dua pendapat yang berkembang dalam
kalangan ulama, Sahl al-Sya’lûki dan Ahmad Ibnu Hambâl berpendapat bahwa pembaruan adalahpenyebarluasan dan penghidupan kembali ajaran -ajaran agama seperti yang dipahami danditerapkan oleh para ulama terdahulu ( al-salaf al-awwal), kebalikannya ada yang memahamibahwa pembaruan merupakan usaha penyesuaian ajaran-ajaran agama dengan perkembanganzaman kontemporer sesuai dengan ilmu pengetahuan dan kondisi sosial masyarakat. Lihat Shihab,Membumikan Al-Qur'an, h. 93.
5 Modernisasi adalah proses sikap dan mentalitas seba gai warga masyarakat untuk bisahidup sesuai dengan masa kini, Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1988), h. 589.
4
Bahwa Nabi Muhammad Saw. sang Nabi pembawa risalah Islam,
merupakan seorang utusan yang diperuntukkan bagi semua alam. Artinya apa
yang dibawa Nabi Muhammad Saw. berupa risalah Islam universal yang berisikan
kasih sayang, merupakan tatanan yang dibawa nabi bagi 6 seluruh manusia di
dunia, baik bagi orang-orang mukmin ataupun kafir sekalipun.
Penulis berasumsi bahwa, pembaruan ataupun modernisasi Islam
kemudian berhadapan dengan globalisasi dunia, berhadapan dengan budaya
global, yang akhirnya menimbulkan ketegangan antara masyarakat muslim dalam
merespon modernisasi dan globalisasi. Masyarakat Islam masih seringkali resisten
terhadap modernisasi baik pemikiran maupun kultural yang dikembangkan.
Dalam masyarakat Islam, bagaimana Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh,
ataupun Fazlur Rahman mendapat penolakan dari sebagian umat Islam karena
gagasan pembaruan pemikiran yang mereka kemukakan.
Mengapa sebagian masyarakat Muslim masih ada yang menolak
modernisasi? Pertama karena sifat universal modernisasi yang mengharuskan
setiap masyarakat untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang terjadi di
Barat. Cara ini dianggap sebagai usaha westernizasion (pembaratan). Kedua,
karena modernisasi dianggap meniscayakan sekularisasi 7, sementara gagasan
sekularisasi dianggap bertentangan dengan Islam karena sekularisasi ditandai oleh
tiga karakteristik yang tidak ada dalam tradisi Islam. Pertama, pemisahan politik
dari ideologi keagamaan. Kedua, meluasnya kegiatan politik, sehingga berbagai
6 Lihat, Syihâb Al-Dîn Mahmûd Al-Alûsî, Rûhul Ma’ânî Fî Tafsîr al -Qur'ân al-‘AzîmWa al-Sab’i al-Matsânî, vol.9 (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994), h. 99.
7 Sekularisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hal yang membawa ke arahkecintaan kehidupan duniawi sehingga norma -norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 797.
5
fungsi dalam bidang sosio-ekonomi yang dulu dilakukan oleh struktur agama,
digantikan oleh struktur politik. Ketiga , budaya politik yang berubah yang tidak
lagi menekankan nilai-nilai ideologis yang transendental, tetapi mengejar nilai -
nilai sekular yang pragmatis, melalui cara-cara yang rasional dan pragmatik 8.
Islam dalam upayanya menghadapi isu modernisasi, westernisasi, dan juga
sekularisasi kemudian mulai dimunculkan dengan wajahnya yang berbeda.
Kebangkitan Islam di negeri -negeri Islam, selama fase pertama manifestasinya,
ditandai dengan bangkitnya perhatian terhadap Islam sebagai ideologi yang
memiliki kekuatan pembebas. Bagi kelompok pembaharu ini, Al-Qur'an dan
Sunnah Nabi9 merupakan sumber pokok untuk membuat solusi bagi berbagai
problem ekonomi dan sosio -politik kontemporer yang mendesak. Berdirinya
negera Islam merupakan tujuan paling pentin g bagi para tokoh kebangkitan Islam,
ini merupakan salah satu respon atas keprihatinan kamu Muslimin akibat
globalisasi dan gilasan modernisasi yang semakin meminggirkan Islam dan
otoritasnya.
Para tokoh kebangkitan Islam menyebutkan, setidaknya ada empat sebab
utama atas kemunduran kaum Muslim. Pertama, erosi nilai-nilai Islam dan
ketidak pedulian pemerintah untuk menerapkan peraturan sosio ekonomi dan etika
Islami. Kedua, sikap diam dan kerja sama lembaga ulama dengan pemerintah
yang pada hakikatnya tidak Islami. Ketiga, korupsi dan kezaliman kelas penguasa
8 Donald Eugene Smith, Agama dan Modernisasi Politik: Suatu Kajian Analitis.Penerjemah Machsun Husein (Jakarta: Rajawali, 1970), h. xi -xii.
9 Sunnah yang disebut juga dengan Hadîts adalah segala sesuatu yang dinisbahkan ataudisandarkan kepada Nabi Muhammad Saw., baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atausifat Nabi. Subhi al-Shalih, ‘Ulûm al-Hadîts wa Mustalahuhu (Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malayin,1997), h. 3. Lihat juga Mahmûd al-Tohân, Taisîr Mustolah al-Hadîts (Surabaya, Binkûl Andûh,t.t.), h. 15.
6
atau keluarganya. Keempat, kerja sama kelas penguasa dengan dan
ketergantungannya pada, kekuatan -kekuatan imperialis yang tidak Islami. 10
Para tokoh kebangkitan Islam memakai substansi Islam untuk
mengembangkan struktur ideologi mereka yang baru. Konstruksi mereka modern ,
tentu saja dalam proses ini, hal-hal yang baru jika bukan bid’ah akan diambil, dan
hal-hal yang tidak diperlukan akan dibuang. Islam di tangan orang -orang seperti
ini beradaptasi dengan perubahan zaman. Namun yang lebih penting, mereka
berupaya mendefinisikan dan membentuk kembali aspek -aspek tertentu pada era
modern berdasarkan visi mereka. 11 Tokoh-tokoh kebangkitan Islam bersikap
akomodatif dan sekaligus konfrontasionalis terhadap sistem politik, sosial dan
ekonomi modern, paradigma ilmu pengetahuan , hubungan sosial, dan juga tentang
interpretasi gender12.
Isu-isu yang banyak dibicarakan dan menjadi tema hangat dibicarakan dan
mendapatkan banyak tanggapan dari para pembaharu Islam waktu itu adalah
persinggungan Islam dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi, mengenai sistem
pemerintahan yang berupa hubungan agama dengan negara , dan juga yang tidak
kalah marak dibicarakan adalah mengenai isu persamaan hak antara laki -laki dan
perempuan dalam Islam. Tiga isu hangat ini13 juga dikemukakan Michel Foucault
bahwa masalah kekuasaan, pengetahuan dan seksualitas merupakan topik utama
yang banyak dibicarakan oleh para tokoh sosiologi modern pada awal abad 21.
10 Ali Rahnema, “Ciri Khas Tokoh Kebangkitan Islam,” dalam Ali Rahnema, ed., ParaPerintis Zaman Baru Islam . Penerjemah Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1998), h. 11.
11 Ibid., h. 1312 Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan ( distinctions)
dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakte ristik emosional antara laki-laki dan perempuanyang berkembang di masyarakat. Lihat Asriati Jamil dan Amany Lubis , Pengantar Kajian Gender,(Jakarta: PSW UIN, 2003), h. 54.
13 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana,2007), h. 106.
7
Aksi para pembaharu Islam terhadap gejala modernisasi yang mendunia
meniscayakan adanya perbedaan reaksi yang prinsipil menurut perbedaan konteks
sosial hitoris. Hal tersebut dikarenakan mereka pasti tidak akan terlepas dengan
konteks sosio historis yang berkembang dimana mereka berada 14, karena
seseorang merupakan produk dari zamannya.
Ketika menyebutkan keterpengaruhan penafsiran terhadap kondisi lokal,
maka hal yang muncul berikutnya adalah pandangan -pandangan baru yang
muncul tentang kontekstualitas al -Qur'an sebagai respon terhadap pertanyaan-
pertanyaan baru yang muncul dari perubahan -perubahan politik, sosial dan
kultural dalam masyarakat -masyarakat Muslim yang disebabkan oleh pengaruh
peradaban Barat.
Setidaknya terdapat dua maslah serius yang dibahas, yaitu kecocokan al -
Qur'an dengan perkembangan pengetahuan modern dan juga mengenai tatanan
politik dan sosial yang didasarkan atas prinsip -prinsip al-Qur’an. Untuk
memenuhi tujuan ini, pesan -pesan yang ada dalam al-Qur'an harus
diinterpretasikan supaya dapat mengasimilasi model -model Barat, ataupun
mencari solusi alternatif yang lebih baik dari model -model Barat. Dan di antara
problem yang dipertimbangkan dalam kerangka ini adalah bagaimana al -Qur'an
jika dikaitkan dengan status hukum15 kaum wanita dapat dipahami sesuai dengan
aspirasi-aspirasi modern tentang persamaan hak antara laki -laki dan perempuan16.
Di antara tokoh pembaharu yang merespon isu -isu yang dibawa peradaban
Barat terhadap penafsirannya adalah Muhammad Abduh yang mengadopsi konsep
14 Shihab, Membumikan Al-Qur'an, h. 87.15 Hukum yang dimaksud di sini adalah hukum -hukm syari’ah yang berdasar pada al -
Qur'an dan Hadis tentang wanita.16 Rotraud Wielandt, “Tafsir Al -Qur'an; Masa Awal Modern dan Kontemporer,”
Penerjemah Sahiron Syamsuddin, Taswirul Afkar, Edisi No.18 (Tahun 2004): h. 60 .
8
Barat, bahwa sejarah manusia merupakan proses perkembangan yang sama
dengan proses perkembangan individu. Dia melihat bahwa umat Islam betul -betul
dapat memasuki peradaban masa kini dan bahkan dapat memainkan peranan
penting didalamnya, karena Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akal dan
kemajuan.17 Dia mengedepankan rasionalitas dalam penafsirannya, seperti ketika
menafsirkan kata jin yang berarti “sesuatu yang tertutup” , diartikan sebagai
kuman yang tertutup18 atau tidak terdeteksi secara kasat mata atau disebut dengan
mikroba19 yang banyak menyebabkan timbulnya penyakit . Dia juga menafsirkan
burung-burung ababil yang melemparkan bebatuan kepada pasukan Raja Abrahah
dengan “lalat-lalat yang dapat menularkan penyakit kepada mereka melalui kaki -
kainya yang mengandung kotoran dan virus.”20
Selain Abduh, terdapat sekelompok u lama yang menafsirkan al -Qur'an
dengan penafsiran saintifik ( tafsîr ‘Ilmi), mereka berasumsi bahwa seluruh macam
ilmu pengetahuan modern telah diantisipasi dalam al -Qur'an dan referensi-
referensi yang jelas terhadap temuan tersebut dapat ditemukan dalam al -Qur'an.
Temuan-temuan saintifik yang telah ditetapkan dalam al -Qur'an sebelumnya,
mulai dari kosmologi Copernicus hingga kandungan -kandungan listrik, mulai dari
keteraturan reaksi-reaksi kimia hingga bakteri -bakteri yang dapat menimbulkan
penyakit.
17 Wielandt, “Tafsir Al-Qur'an; Masa Awal Modern dan Kontemporer,” h. 6518 Muhammâd Rasyîd Ridâ, Tafsîr Al-Manâr, vol. 3 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 96.19 Mikroba (microbe) Bio pelbagai organisme berukuran superkecil yang hanya bisa
dilihat dengan mikroskop (bakteri, kuman, virus, baksil, jamur, protozoa dll); istilah inidiperkenalkan oleh ahli bedah Perancis, Charles Sedillot (1878); mikro organisme. Lihat Save M.Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta; Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara,1997), h. 664
20 Muhammad ‘Abduh, Tafsîr Juz ‘Amma (t.tp.: Dâr Wamatâbi’ Al-Syu’ab, t.t.), h. 120.
9
Tafsîr ‘ilmi yang paling representatif pada abad ke – 20 adalah tafsir al-
Jawâhir fi Tafsîr al-Qur'ân al-Karîm. Karya ini merupakan ensiklopedi tentang
ilmu-ilmu modern. Jawhari tidak menggunakan metode ini untuk bertujuan
apologetik untuk membuktikan kemukjiza tan al-Qur'an, akan tetapi dia ingin
meyakinkan umat Islam bahwa pada masa modern, mereka seharusnya jauh lebih
memperhatikan ilmu-ilmu pengetahuan modern daripada menyibukkan diri
dengan pembahasan-pembahasan hukum Islam. 21 Karena menurut dia, dengan
cara penguasaan ilmu pengetahuan modern, Islam akan dapat merebut kembali
kemerdekaan dan kekuasaan.
Masih banyak contoh keterpengaruhan penafsir terhadap konteks
zamannya, belum lagi ketika mengambil contoh Indonesia, karena Islam yang ada
di Indonesia akan berbeda dengan Islam yang berada di Timur Tengah , Mesir
ataupun di Turki misalnya. Dalam makna sederhananya, bahwa praktek keislaman
yang ada di Indonesia atau di tem pat lainnya akan sangat memungkinkan berbeda
dengan aplikasi ajaran Islam yang ada di tempat lain, hal ini dikarenakan adanya
konteks sosio historis yang melatarinya dan adanya kebudayaan lokal yang
mempengaruhinya. Hal ini juga sejalan dengan al-Qur'an yang diyakini berdialog
dengan zaman, dan pemahaman manusia pada masanya terhadap al -Qur'an akan
banyak dipengaruhi oleh budaya dan perkembangan masyarakat pada zamannya.
Islam dalam pemahaman yang komprehensif merupakan agama yang
membebaskan pemeluknya dari nilai -nilai relatif dan temporal, 22 karena Islam
adalah agama universal yang diperuntukk an kepada semua manusia untuk
sepanjang zaman.
21 Wielandt, “Tafsir Al-Qur'an; Masa Awal Modern dan Kontemporer,” h. 7022 Ignaz Goldziher, Madzhab Tafsir; Dari Aliran Klasik Hingga Modern, Penerjemah M.
Alaika Salamullah dkk, (Yogyakarta: eLSAQ, 2003), h. 381
10
Merespon isu modernitas ketika dihadapkan dengan Islam, tradisi dan juga
westernisasi, salah seorang pemikir muslim abad 20 yang berasal dari Turki
bernama Bediuzzaman Said Nursi, banyak menanggapi permas alahan tersebut
dengan konsep modernitas yang dimilikinya , banyak isu-isu modern yang
ditanggapinya dalam karya-karyanya.
Said Nursi lahir pada tahun 1876 23 dan wafat pada 1960. Selama masa
hidupnya, Said Nursi banyak menyaksikan peristiwa penting dalam sejarah Islam
dan khususnya Turki, mulai dari rapuhnya kerajaan Islam terakhir hingga jatuh
dan berubahnya Turki Utsmânî menjadi Republik sekular.
Said Nursi dilahirkan ketika Kerajaan Turki Utsmânî sedang dalam
keadaan mulai kehilangan otoritas dan kekuasaannya di bawah kekhalifahan 24
Sultan abdul hamid II. Kondisi melemahnya Kerajaan Turki Utsmânî ini juga
diikuti dengan keberadaan negara -negara Muslim lainnya25 yang bahkan berada di
bawah jajahan dan hegemoni Barat.
Pada tahun kelahiran Nursi, Turki Utsmânî beribukota di Istanbul, dimana
ketika itu Islam dianggap memulai perjalanannya untuk masuk pada masa
modernisasi.26 Hal ini ditandai dengan adanya gerakan Tanzimat (1839 - 1876)27
23 Terdapat perbedaan dalam penyebutan tahun kelahiran Nursi, dalam kedua bukubiografi Nursi karya Ihsan Kasim Salih dan Sukran Vahide keduanya berbeda, Ihsan menyebutkan1876 sedangkan Vahide menulis 1877. Lihat Ihsan Kasim Salih, Said Nursi; Pemikir & Sufi BesarAbad 20, Penerjemah Nabilah Lubis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 8, dan ŞükranVahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; Transformasi Dinasti ‘Utsmânî MenjadiRepublik Turki, Penerjemah: Sugeng Haryanto, Sunoko (Jakarta; Anatolia, 2007), h . 3.
24 Khalifah (Pengganti), makna umum 1. Wakil (pengganti) Nabi Muhammada Saw.Sstelah Nabi wafat dalam urusan negara dan agama yang melaksanakan syari’at hukum Islamdalam kehidupan negara. 2. Gelar kepada agama dan raja di negara Islam. Lihat Dagun, KamusBesar Ilmu Pengetahuan , h. 496.
25 Pada tahun 1881 Tunisia dijajah Perancis. Tahun 1882 Mesir, India, Sudan, danMalaysia dijajah Inggris. Yang bertepatan juga waktu itu Indonesia dijajah Belanda dan AsiaTengah dikuasai Rusia. Lihat Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. xvii
26 Dilip Hiro, War Without End; The Rise of Islamist Terrorism and Global Response(New York: Routledge, 2003), h. 42, diakses pada 10 November 2009 darihttp://yankoer.multiply.com/journal/item/282
11
yang sedang tumbuh dan be rkembang ketika itu. Gerakan ini mulai mengadakan
perubahan-perubahan signifikan, mulai dari menata ulang sistem pemerintahan,
hingga berbagai aspek kehidupan masyarakat dengan menggunakan cara dan
paradigma Barat sebagai acuan.
Gerakan reformasi Tanzimat ini menjalankan modernisasi dalam berbagai
bidang, dan menyebabkan adanya pemisahan wewenang negara dalam masalah
agama dengan masalah dunia. Hal ini artinya menyebabkan semakin terpinggirnya
agama dari kehidupan mereka dan menuju pada arah sekularisasi.
Sepak terjang Tanzimat yang semakin mengarah pada sekularisasi ini
kemudian mendapatkan respon yang berbeda antara pro dan kontra dari
masyarakat. Pemberian persamaan hak kepada kaum minoritas K risten dalam
bidang politik maupun ekonomi semakin mengundang ketidak puasan bagi kaum
mayoritas Islam, dan meluasnya kekuasaan otoriter sultan semakin menyulut
timbulnya reformasi. Hal-hal inilah yang akhirnya akan menyebabkan munculnya
gerakan konstitusional atau disebut dengan Gerakan Utsmânî Muda yang
digawangi oleh Namik Kemal. Mereka menyerukan konsep kebebasan dan
pemerintahan yang konstitusional, mereka berusaha mengembalikan Islam
sebagai dasar dan tujuan negara, mencari persamaan konsep liberal modern pada
ajaran Islam klasik dan mengaitkannya dengan konstit usionalisme dan
pemerintahan perwakilan yang bersumber dari Barat yang kemudian
27 Kelompok Tanzimat adalah generasi penerus dari ide-ide Mahmud II yang banyakberperan untuk mewujudkan perbaikan, pengaturan dan penyusunan undang -undang baru baik dibidang ekonomi, pendidikan, militer, pemerintahan, dan sosial di Turki, ketika usaha modernisasidi Turki sedang gencar-gencarnya digalakkan. Gerakan ini bertujuan mengembalikan reputasi dankekuasaan Kesultanan dari ancaman Eropa. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam;Sejarah Pemikirn dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 97.
12
menggabungkan keduanya. 28 Argumentasi-argumentasi yang dibangun,
pemikiran yang dikonstruksikan oleh gerakan ini akan mendapatkan banyak
tanggapan dari beberapa karya Nursi dimasa-masa awal.
Ibrahim M. Abu Rabi’ dalam pengantar buku karya Vahide mengatakan
bahwa, 29 Nursi tampil sebagai seorang ulama dengan visi yang kuat untuk
menyatukan dunia Islam yang mulai terpecah. Kehidupan Nursi adalah sebuah
narasi sejarah yang melambangkan kehidupan, bukan hanya kehidupan bangsa
Turki, melainkan kehidupan seluruh umat Islam di zaman modern. Sepak terjang
dan karya-karya Nursi memberikan wawasan luas dan gambaran yang mendalam
tetang masa sejarah pasca Tanzimat di Turki, keadaan sulit yang dialami ulama
tradisional, kegagalan gerakan reformasi Islam pada abad ke – 19 untuk
memberikan sebuah solusi Islami dalam menghadapi ancaman westernisasi,
landasan filsafat dan politik munculnya nasionalisme sekuler di Turki,
penghapusan kekhalifahan Utsmânî pada tahun 1924, dan nasib agama di Turki
pada masa pemerintahan Kemal Attaturk.
Karya Bediuzzaman Said Nursi yang menjadi masterpiece atas karya-
karyanya, yang menjadi curahan hatinya dan media untuk menuangkan pikiran -
pikirannya adalah Risâlah al-Nûr. Dalam kitab Risalah ini, Nursi banyak
menyinggung tentang moralitas yang merupakan platform pemikiran Nursi.
Banyak kita temukan alur pemikirannya yang bermuara pada pembangunan
moralitas, karena Nursi hidup ketika materialisme dan komunisme sedang
28 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. 40-41.29 Ibid., h. xii.
13
menggelora dengan dekadensi moral yang m elanda dunia, sedangkan disisi lain
ilmu pengetahuan dan teknologi sedang menemukan surganya. 30
Disamping masalah moral yang banyak dibahas, pokok tema dalam
penafsiran Nursi juga banyak merespon isu relevansi Negara Islam apakah masih
patut diperjuangkan sebagai dasar negara atau tidak, 31 dan juga banyak
pembahasan tentang hubungan antara Islam dengan modernitas. 32 Disamping juga
yang tidak kalah pentingnya, bahwa masalah keadilan dan persamaan hak antara
laki-laki dengan perempuan juga menjadi pembahasan yang mendapat perhatian
Nursi, terbukti bahwa beliau mempuny ai risalah khusus tentang perempuan. Jadi
Nursi dalam karya-karyanya, banyak menanggapi isu -isu modern yang
berkembang dan tidak bisa dilepaskan dari sejarah dan modernisasi Turki pada
waktu itu yang sedang melanda. Mulai dari moralitas, keimanan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, filsafat, hingga masalah persamaan hak antara laki-
laki dan perempuan.
Dari paparan latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai keterpengaruhan penafsiran Bediuzzaman Said Nursi oleh akibat
modernisasi yang terjadi di Turki , sehingga menarik penulis untuk mengangkat
sebuah judul : “Pengaruh Modernisasi di Turki atas Penafsiran Bediuzzaman
Said Nursi.”
30 Said Nursi, Risâlah An-Nûr; Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya , PenerjemahSugeng Hariyanto, Sukono Mukidi, Moh. Rudi Atmoko (Jakarta; Kencana, 2003), h. XIII
31 Nursi dalam tulisan-tulisannya pada masa pasca-Utsmânî, secara mendasarbertentangan dengan pemikiran banyak pemikir Islam pada masa itu. Para pemikir kontemporerseperti Muhammad Iqbal, Allama Maududi, Hassan Banna, dan Sayyid Qutb masih menyokongkebangkitan kembali Islam sebagai politik dan bukan hanya Isl am sebagai iman. Akan tetapisetelah perang dunia I, Nursi tidak lagi tertarik untuk mengusung Islam sebagai politik untuksarana memelihara Islam. Lihat Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. xiv
32 Ibid., h. xvii
14
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Oleh karena luasnya cakupan tentang pengaruh-pengaruh dalam tafsir dan
juga banyaknya pembahasan yang menjadi fokus kajian yang dilakukan oleh said
Nursi, maka penulis akan membatasi pembahasan pada skripsi ini dengan
membahas tentang bagaimana pegaruh modernisasi yang terjadi di Turki terha dap
penafsiran Said Nursi, yang kemudian dikhususkan dalam tiga poin pembahasan
penting, yaitu mengenai penafsiran Nursi terhadap Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, tentang hubungan Agama dan Negara, dan juga tentang perempuan
dan persamaan hak. Pembatasan in i penulis lakukan untuk mendapatkan hasil
yang optimal.
Penafsiran adalah pendapat atau gagasan -gagasan dalam pikiran yang
difahami dari ayat-ayat Al-Qur'an . Sedangkan, modernisasi adalah proses kultural
dan proses politis yang timbul dari upaya untuk men gintegrasikan gagasan baru.
Baik kebudayaan, sistem ekonomi, atau pendidikan ke dalam masyarakat.
Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah ditentukan di atas, maka
permasalahan skripsi ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut: “Apa Pengaruh Modernisasi di Turki terhadap Penafsiran
Bediuzzaman Said Nursi?”
15
C. Manfaat dan Tujuan Penulisan
Tujuan
1. Untuk menunjukkan bahwa penafsiran yang dilakukan oleh seorang
mufassir merupakan sesuatu yang kebenarannya bersifat relatif dan tidak
bisa terlepas dari kehidupan sosial mufassirnya .
2. Untuk mendeskripsikan keterpengaruhan penafsiran Bediuzzaman Said
Nursi atas modernisasi di Turki.
3. Untuk memenuhi persyaratan dalam rangk a mencapai gelar sarjana
(S.Th.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Manfaat
1. Dapat mengetahui biografi Bediuzzaman Sadi Nursi , sebagai seorang
mufassir dan tokoh yang berpengaruh bagi Turki khususnya .
2. Dapat mengetahui bagaimana sikap pemerintah Turki dalam merespon
modernisasi.
3. Dapat memperkaya pergulatan wacana mengenai kontekstualisasi suatu
penafsiran adalah untuk menunjukkan kekuatan teks -teks tersebut yang
telah diproyeksikan untuk menjadi bagia n dalam proses kritik sosial.
4. Mengetahui pengaruh modernisasi di Turki terhadap penafsiran
Bediuzzaman said Nursi.
5. Dan menolak prasangka buruk bahwa penafsiran kontekstual dianggap
telah melibatkan proses subyektifitas penafsir terlalu jauh, akan tetapi
bahwa kontekstualisasi yang didasarkan dengan keyakinan dan kebenaran
ayat-ayat al-Qur'an sepenuhnya, merupakan suatu yan g diperlukan.
16
D. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan penelusuran, penulis menemukan beberapa
karya ilmiah baik berupa buku maupun skripsi yang terkait dengan pembahasan
Said Nursi, yang bisa membantu penulis untuk dijadikan sebagai sumber sekunder
dalam penulisan skripsi ini. Karya -karya tersebut adalah :
a. Buku yang ditulis Sukran Vahide 33 dan Ihsan Kasim Salih,34 dua buku ini
lebih fokus dan panjang lebar menjelaskan tentang biografi intelektual
Said Nursi dan perjuangannya semasa hidupnya.
b. Dalam bentuk skripsi terdapat karya Muhammad Adlan yang berjudul,
Metode Penafsiran Al-Qur'an Said Nursi Dalam Risâlah An -Nûr.35 Dalam
skripsi ini membahas tentang metode penafsiran Said Nursi dalam Risâlah
al-Nûr.
c. Dalam skripsi lain terdapat karya Iis Ishak Sholih dengan judul,
Nasionalisme Islam; Pemikiran Politik Said Nur si.36 Skripsi ini membahas
tentang konsep-konsep Nursi tentang Nasionalisme da lam Islam dan
bagaimana seharusnya memahami Nasionalisme menurut Nursi.
d. Ada juga dalam bentuk tesis karya Hasbi Sen yang berjudul, Prinsip -
prinsip Politik Islam Menurut Bediuzzaman Said Nursi. 37 Tesis ini
memaparkan bagaimana prinsip -prinsip berpolitik dalam Islam menurut
perspektif Said Nursi, bagaimana seharusnya sikap dan posisi orang Islam
33 Şükran Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; Transformasi DinastiUsmani Menjadi Republik Turki (Jakarta; Anatolia, 2007).
34 Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir & Sufi Besar Abad 20 (Jakarta; Kencana, 2003).35 Muhammad Adlan, “Metode Penafsiran Al -Qur’an Said Nursi Dalam Risâlah An -
Nûr,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Univers itas Islam Negeri, Syarif HidayatullahJakarta, 2004).
36 Iis Ishak Sholih, “Nasionalisme Islam; Pemikiran Politik Said Nursi,” (Skripsi S1Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
37 Hasbi Sen, “Prinsip-prinsip Politik Islam Menurut Bediuzza man Said Nursi,” (TesisProgram Pascasarjana, IAIN Raden Fatah Palembang, 2007).
17
dalam berpolitik. Dimana Said Nursi mengidealkan bahwa orang Islam
dalam berpolitik haruslah dilandasi dengan nilai -nilai tauhid, musyawaroh,
kebebasan, keadilan, persamaan, dan juga nasionalisme.
e. Dalam bentuk tesis yang lain terdapat karya Afriyantoni yang berjudul,
Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda Menurut Bediuzzaman
Said Nursi.38 Tesis ini menjelaskan panjang lebar tentang suatu komitmen
yang mendalam mengenai kehidupan menuju arah terciptanya perilaku
lahir dan batin yang seimbang (seperti Nabi) bagi generasi muda
menurut pemahaman Bediuzzaman Said Nursi .
Setelah penulis menelaah buku-buku dan hasil skripsi maupun tesis yang
telah penulis cantumkan di atas, dan juga mencari beberapa artikel dan makalah
yang membahas tentang pemikiran Said Nursi, namun diantara karya-karya
tersebut, penulis belum menemukan adanya karya yang mencoba menelusuri
dengan serius untuk menelusuri keterpengaruhan penafsiran Bediuzzaman Said
Nursi oleh modernisasi yang ada di Turki. M aka penulis akan mencoba membahas
secara serius mengenai pengaruh modernisasi di Turki atas penafsiran
Bediuzzaman said Nursi.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga aspek metode penelitian,
yaitu:
1. Metode Pengumpulan Data
38 Afriyantoni, “Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda MenurutBediuzzaman Said Nursi,” (Tesis Program Pascasarjana, IAIN Raden Fatah Palembang, JurusanIlmu Pendidikan Islam Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam, 2007 ).
18
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan
(library research) yaitu mengumpulkan data-data yang memiliki relevansi
dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari buku atau
sumber tertulis lainnya (makalah, artikel, atau laporan penelitian). Untuk
memperoleh penelitian yang maksimal, dalam penelitian kepustakaan
(library research) ini penulis menggunakan tujuh langkah pene litian,
yaitu:39
a. Mengidentifikasi permasalahan serta mengembangkannya dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan mendasar terkait dengan permasalahan
yang sedang diteliti.
1. Siapakah Bediuzzaman Said Nursi dalam khazanah pemikir Islam?
2. Bagaimana proses modernisasi yang terjadi di Turki, dari
pemerintahan dengan sistem Khilafah, menuju sistem Republik?
3. Bagaimana sikap pemerintah Turki dalam merespon modernisasi?
4. Bagaimana keterpengaruhan penafsiran Bediuzzaman Said Nursi
atas modernisasi di Turki?
b. Mencari backround information (informasi yang terkait erat dengan
latar belakang masalah). Langkah ini dilakukan dengan menggunakan
tulisan-tulisan atau artikel-artikel terkait yang terdapat da lam
insiklopedi atau buku dan karya tulis lainnya.
c. Menggunakan katalog untuk mencari buku atau media -media yang
terkait dengan permasalahan yang sedang diteliti.
39 Untuk lebih jelasnya tentang langkah -langkah penelitian kepustakaan ( libraryresearch) ini, lihat http://www.library.cornell.edu/olinuris/ref/research/tutorial.html
19
d. Menggunakan search engines (mesin pencari) untuk menemukan
informasi atau sumber-sumber data yang ada di dunia maya (internet).
Dengan menggunakan mesin ini pencarian data -data lebih mudah
seperti ketika mencari info tentang sejarah yang penulis bahas,
mencari nama tempat dan nama judul buku -buku yang berkaitan
dengan pembahasan yang penulis bahas, serta mencari data-data
lainnya.
e. Al-Qur'an dan terjemahnya menggunakan program Qur'an in Word
versi 1.0.0 tahun 2002 yang di buat oleh Mohamad Taufiq.
f. Mengevaluasi semua informasi yang telah diperoleh dengan cara
menganalisanya secara kritis.
g. Mendokumentasikan semua informasi yang telah diperoleh ke dalam
suatu format standar yang dalam hal ini ke dalam suatu bentuk karya
tulis dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Metode Pembahasan
Adapun metode pembahasan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif analitis, Deskriptif adalah metode penyajian
fakta secara sistematis sehingga dapat dengan mudah dipahami dan
disimpulkan.40 Sedangkan analitis adalah mengurai sesuatu dengan tepat
dan terarah. Yaitu sebuah model penelitian yang berupaya menggali
informasi sejauh mungkin yang terdapat dalam buku -buku dan berbagai
rujukan lainnya.
40 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h. 6.
20
Data-data yang diperoleh dari berbagai literatur tersebut kemudian
dideskripsikan secara lengkap dan kemudian dianalisis, 41deskripsi
dilakukan setelah mendapatkan data -data yang berkaitan dengan
pembahasan yang dituangkan Bediuzzaman Said Nursi dalam kitabnya
Risâlah al-Nûr sebagai sumber primer kemudian menambahkan dan
membandingkannya dengan berbagai sumber sekunder yang terkait
dengan topik pembahasan, baik berupa karya -karya beliau yang lain
maupun buku-buku lainnya yang berkaitan, sehingga dapat tergambar
situasi atau keadaan tentang top ik pembahasan yang akan berpengaruh
terhadap analisis. Setelah ada gambaran tentang kondisi topik yang
dibahas barulah dilakukan analisa dalam rangka pengembangan teori
berdasarkan data yang diperoleh, sehingga mendapatk an informasi yang
lebih akurat.
3. Metode Penulisan
Secara teknis, skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisam
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) ”, dengan Penulis: Hamid
Nasuhi, dkk.42
41 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Bogor: Granada Sarana Pustaka,2005), h. 23-24. Untuk pengertian lebih lanjut tentan g pendekatan deskriptif dan analitis dapatdilihat, Azwar, Metode Penelitian, h. 6.
42 Hamid Nasuhi dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis, dan Disertasi(Jakarta: CeQDA, 2007).
21
F. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi dalam lima
bagian, sebagai berikut :
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan yang mencakup lat ar belakang,
pembatasan dan perumusan masalah, manfaat dan tujuan penulisan,
tinjauan pustaka, metodologi serta sistematika penulisan.
BAB II : Bab ini menjelaskan tentang biografi Bediuzzaman Said Nursi yang
meliputi: kondisi sosial Turki, riwayat hidup d an karier intelektual,
karya-karya ilmiah, dan perjuangannya bagi rakyat Turki dan Islam
secara umum.
BAB III : Bab ini menjelaskan tentang terjadinya proses modernisasi di Turki ,
bagaimana terjadinya Nasionalisme Turki di bawah pemerintahan
Mustafa Kemal Attaturk, dan juga menjelaskan bagaimana kondisi
Turki di era modern.
BAB IV : Bab ini menjelaskan tentang keterpengaruhan penafsiran Nursi oleh
modernisasi yang ada di Turki , yang sekaligus menjadi jawaban atas
rumusan masalah yang di bahas.
BAB V : Bab ini berisi uraian tentang kesimpulan dan saran-saran.
22
BAB II
BIOGRAFI BEDIUZZAMAN SAID NURSI
DAN RISÂLAH AL-NÛR
A. Kondisi Sosial Politik di Turki
Setelah kepemimpinan Sultan Sulaimân al -Qânûnî (1566 M), kerajaan
Turki ‘Utsmânî mulai memasuki masa kemunduran secara bertahap. Ketika
kerajaan berada di bawah kekuasaan Sultan Sâlim II (1566-1573 M), Turki
‘Utsmânî sering menghadapi peperangan terutama dengan angkatan perang
Kristen di bawah komando tentara Spanyol.
Para khalifah Turki ‘Utsmânî silih berganti, ada yang kuat dan ada juga
yang lemah. Daya imperial yang mereka kembangkan selama beberapa abad
semakin turun pamornya. Posisi kekhalifahan dalam beberapa dekade di negara -
negara Islam yang selama ini dianggap sebagai pemersatu umat, semakin lama
meluntur. Hal tersebut disebabkan karena para khalifah dan sistem kekhalifahan
yang mereka bawa semakin tidak ada bedanya dengan kekaisaran lain yang
cenderung otoriter dan juga diwariskan dengan cara turun temurun. 1 Gaya hidup
mereka mewah dan hanya menikmati kemegahan yang didapatkan dari para
pendahulunya, semakin kehilangan ketajaman sosial maupun politiknya dan
terlarut dalam kehidupan kesultanannya.2
Kesadaran untuk mulai membuka mata te rhadap modernisasi di Turki
mulai muncul sejak banyaknya kekalahan yang mereka hadapi di medan perang
melawan bangsa-bangsa Eropa. Ketika itu, kecanggihan militer yang diperlihatkan
1 Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern Dalam Islam (Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 81.
2 Moh. Asror Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat; Studi Pandangan BadiuzzamanSaid Nursi (Kediri, STAIN Kediri Press, 2009), h. 13.
23
tentara Eropa membuat bangsa Turki semakin sadar bahwa ada kemajuan di
belahan bumi lain yang dapat mengalahkan mereka.
Kekalahan-kekalahan ini menyadarkan orang Turki untuk mengevaluasi
diri dan menyelidiki sebab-sebab kekalahan itu. Mereka mulai memperhatikan
orang-orang Eropa yang selama ini dianggap “ kâfir” dan dipandang sebelah mata,
mereka telah berani melawan sebuah bangsa ‘Utsmânî yang besar dan terkenal
mampu menaklukkan seperempat bagian wilayah Timur dan Barat.
Kemunduran Turki ‘Utsmânî serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dialami oleh Eropa pada abad k e – 18 telah menyadarkan para
pejabat bahwa Turki ‘Utsmânî memerlukan pembaruan. Salah seorang tokoh
pembaharu awal Turki yang berpengaruh adalah sesorang berdarah Hongaria yang
bernama Ibrâhîm Mutafarrika (1670-1754). Usaha pembaruan pada awalnya
adalah dengan membuka percetakan dan penerjemahan. Dari situlah mulai dicetak
ilmu-ilmu agama dan juga ilmu-ilmu umum lainnya.
Kepemimpinan khalifah selanjutnya di bawah Sultan Salîm III (1789 -
1807), beliau termasuk orang yang tertarik dengan pembaruan baik dalam sistem
pemerintahan maupun kemiliteran, meskipun ia ditentang keras dan mendapat
respon beragam dari masyarakat, bahkan ia terbunuh karena ingin melakukan
perubahan di bidang kemiliteran, ter utama gagasannya ketika hendak mengadakan
pembaruan pada golongan Yeniçeri,3 yaitu kelompok tentara elit dalam kerajaan
3 Yeniçeri dibentuk di abad keempat belas, yang terdiri dari anak -anak orang bukanberagama Islam yang berada di daerah -daerah yang tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan‘Utsmâni. Mereka dibawa ke Istanbul dan di sana diberi pendidikan Islam serta didikan militerdengan disiplin yang keras. Mulai abad ketujuh belas, Yeniçeri menguasai suasana politik diKerajaan. Sultan-sultan yang tidak mereka sukai mereka jatuhkan dan dibunuh. Sepert i SultanSalim III (1789-1807 M) yang ingin mengadakan Pembaruan dalam bidang militer dan menentanggolongan ini. Mereka menjatuhkannya dan membunuhnya pada tahun 1807 M. Lihat HarunNasution, Pembaruan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang,1975), h. 15.
24
‘Utsmânî yang amat berpengaruh. Namun pada masa Sultan Mahmud II (1808 -
1830) golongan ini dapat dihancurkannya, 4 sehingga sultan yang bersimpati
kepada ide Pembaruan ini dapat mengadakan perubahan besar -besaran terutama di
bidang pemerintahan dan kemiliteran.
Pada masa kepemimpinan Sultan Mahmud II banyak melakukan
perubahan baik dalam bidang kemasyarakatan, seperti tradisi aristokrasi yang
demikian kaku diubah dengan sistem yang lebih demokratis , Ataupun dalam
bidang pemerintahan, dimana beliau berusaha untuk membersihkan sisa -sisa
dominasi kekuasaan Turki ‘Utsmânî yang feodal dan absolut dalam pemerintahan.
Sultan di anggap menjalankan kekuasaan Tuhan, sehingga secara undang -undang
tidak dapat di tuntut, maka diganti bahwa Sultan berkuasa berdasarkan undang -
undang,5 sehingga rakyat dapat meminta pertanggung jawabannya.
Ide-ide pembaruan Sultan Mahmud II6 kemudian diteruskan oleh
Kelompok Tanzimat7 yang banyak berperan untuk mewujudkan perbaikan,
pengaturan dan penyusunan undang -undang baru baik di bidang ekonomi,
4 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran, h. 85-87.5 Ibid., h. 87-90.6 Lihat lampiran skema periodisasi kepemimpinan Sultan -sultan Kerajaan ‘Utsmânî.7 Tanzimat adalah periode masa (1839-1876), saat sultan-sultan ‘Utsmânî dan para
menteri utama mereka berada pada tekanan Eropa. Tanzimat memulai serangkaian reformasi yangbertujuan mengembalikan kekuasaan kesultanan yang merosot tajam dan menyelamatkannya dariancaman penjajahan Eropa. Reformasi dimulai dengan menata ulang sistem pemerintahan,perekonomian dan berbagai bidang kehidupan , supaya ‘Utsmânî sejajar dengan Barat. SukranVahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; Transformasi Dinasti Usmani MenjadiRepublik Turki, penerjemah: Sugeng Haryanto, Sunoko (Jakarta; Anatolia, 2007), h. 40. Tanzimattidak hanya bergerak dalam bidang intervensi politik luar negeri, reformasi di bidangpemerintahan, atau dari segi inkorporasi perekonomiannya. Akan tetapi dalam satu pengertian,bahwa Tanzimat juga merupakan revolus i kultural, meskipun masih terbatas. Erik J. Zürcher,Sejarah Modern Turki . Penerjemah: Karsidi Diningrat R. (Jakarta: Grame dia Pustaka Utama,2003), h. 79.
25
pendidikan, militer, pemerintahan, dan sosial di Turki, ketika usaha modernisasi
di Turki sedang gencar-gencarnya digalakkan.8
Gerakan reformasi Tanzimat ini terus menjalankan modernisasi dalam
berbagai bidang, dan menyebabkan adanya pemisahan wewenang negara dalam
masalah agama dengan masalah dunia. Hal ini artinya menyebabkan semakin
terpinggirnya agama dari kehidupan mereka dan menuju pada arah sekularisasi.
Sepak terjang Tanzimat yang semakin mengarah pada sekularisasi ini kemudian
mendapatkan respon yang berbeda antara pro dan kontra dari masyarakat.
Pemberian persamaan hak kepada kaum minoritas Kristen dalam bidang politik
maupun ekonomi semakin mengundang ketidak puasan bagi kaum mayoritas
Islam, dan meluasnya kekuasaan otoriter sultan semakin menyulut timbulnya
reformasi. Hal-hal inilah yang akhirnya akan menyebabkan munculnya gerakan
konstitusional atau disebut dengan Ge rakan Utsmânî Muda yang dipimpin oleh
Namik Kemal, seorang aktifis dan pemimpin redaksi surat kabar 9 Tasvir-i Efkâr.
Mereka menyerukan konsep kebebasan dan pemerintahan yang konstitusional,
mereka berusaha mengembalikan Islam sebagai dasar dan tujuan negara, juga
mencari persamaan konsep liberal modern pada ajaran Islam klasik 10 dan
mengaitkannya dengan konstitusionalisme dan pemerintahan perwakilan yang
8 Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikirn dan Gerakan (Jakarta:Bulan Bintang, 1975), h. 97.
9 Surat kabar pertama pemerintah ‘Utsmânî adalah Takvim-i Vekai, yang terbit padapemerintahan Sultan Mahmud, sedangkan surat kabar milik swasta pertama di Turki ‘Utsmânîadalah Ceride-i Havadis (Catatan Peristiwa) pada tahun 1840. Permulaan pers ‘Utsmânî mulaiberkembang pada awal 1860-an, ketika sebuah koran bernama Tercüman-i Ahval (Penafsir Situasi)di bawah editor Ibrahim Şinasi. Pada tahun 1862 dia mene rbitkan Tasvir-i Efkâr (Ilustrasi Opini),dan pada tahun 1865 Şinasi menyerahkan surat kabar ini di bawah editorial Namik Kemal.Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 81.
10 Seperti kata vatan, kata dalam bahasa Arab yang menujukkan arti tempat kelahiranseseorang, manjadi padanan patrie dalam bahasa Prancis, hürriyet (orang yang merdeka, bukanbudak) adalah padanan kata liberte, dan millet (komunitas) adalah padanan kata nation.Terminologi baru ini akan manjadi in strumen ideologis bagi generasi -generasi berikutnya dikalangan kaum liberal dan nasionalis. Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 82.
26
bersumber dari Barat yang kemudian menggabungka n keduanya.11 Argumentasi-
argumentasi yang dibangun, pemikiran yang dikonstruksikan oleh gerakan ini
akan mendapatkan banyak tanggapan dari beberapa karya Nursi dimasa -masa
awal (Said Qadîm)12.
Akhirnya pada tanggal 23 Desember 1876 Namik Kemal
memproklamirkan rumusan konstitusi yang pertama . Gerakan Namik Kemal tidak
hanya berhenti di sini, tetapi dia juga banyak melakukan manuver politik,
walaupun kemudian gerakan ini dihentikan oleh Sultan Abdulhamid II (1876-
1909)13 namun perjuangan konstitusionalisme tidak berhenti begitu saja, akan
tetapi masih terus berlanjut secara sembunyi -sembunyi.
Pada tahun tahun 1907 M. Nursi sampai di ibu kota Istanbul dan di sana,
beliau menggantungkan sebuah tulisan di depan kamarnya yang b ertuliskan
“Gratis, di sini akan terjawab setiap pertanyaan dan setiap problem pasti akan
terpecahkan”.14 Semenjak itulah eksistesi dan kapasitas Nursi mulai terkenal dan
diperhitungkan. Selama Nursi berada di Istanbul, dia sempat mengusulkan kepada
Sultan Abdul Hamid, agar di daerah Timur Anatolia didirikan sekolah -sekolah
yang mempelajari ilmu-ilmu umum kontemporer dan juga ilmu-ilmu agama. Hal
11 Şükran Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; Transformasi DinastiUsmani Menjadi Republik Turki, Penerjemah: Sugeng Haryanto, Sunoko (Jakarta; Anatolia,2007), h. 40-41.
12 Biografi Nursi pada umumnya dibedakan menjadi dua fase, yaitu Said Qadîm dan SaidJadîd. Said Qadim dimulai dari masa kelahirannya 1876 M. sampai tahun 1926 M, atau sekitar 50tahun, sedangkan Said Jadid dimulai dari tahun 1926 M. sejak kehidupannya di pengasingan diBarla, sampai beliau wafat tahun 1960 M. Lihat Salih, Said Nursi, h. 90-91. Pembedaan ini dibuatberdasarkan perubahan sikap dan pandangan Nursi. Said Qadîm sangat aktif di pentas politikpraktis, sebagai pejabat, dan akrab dengan berbagai pemikiran rasionalis, sementara Said Jadîdmenjauhi pentas politik praktis, dan lebih fokus pada jamaahnya, kehidupannya banyak dihabiskandi penjara, dan pesan-pesannya yang sangat sufistik. Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat , h.23.
13 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. 41.14 Lihat Ihsan Kasim Salih, Said Nursi; Pemikir & Sufi Besar Abad 20 , Penerjemah
Nabilah Lubis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 16 .
27
ini disampaikan Nursi dengan alasan bahwa, penduduk daerah setempat berada
pada garis kebodohan dan kemiskinan yang melanda, kediktatoran yang
mencekam, sistem keamanan yang lemah, dan ancaman dari para intel istana
Yıldız.15 Hal inilah yang mendasari Nursi untuk mengusulkan agar Sultan
membangun sekolah-sekolah supaya dapat mengatasi permasalahan -permasalahan
tersebut.16
Usulan tersebut benar-benar diwujudkan oleh Sultan Abdul Hamid,
dengan mendirikan ratusan sekolah baru di seluruh kesultanan. Sultan Abdul
Hamid mendirikan puluhan institusi pendidikan 17 dengan tujuan supaya dapat
menuangkan ideologi Islam secara resmi dan dapat menghasilkan para pembantu
sultan dan pembantu khalifah yang loyal, akan tetapi bentuk pendidikan yang
sangat sekuler justru kontra produktif dengan tujuannya, yang akhirnya justru
berbalik dan melawan kekuasaan pemerintah kekhalifahan. Tetapi disamping
faktor pendidikan, sarana dan prasarana 18 yang menjadi simbol proses
modernisasi baik dalam bidang komunikasi ataupun transportasi, juga mulai
digalakkan oleh Sultan Abdul hamid.
Gerakan Barlawanan politik pada kediktatoran Sultan Abdul Hamid
berasal dari para mahasiswa yang tidak puas di Sekolah Militer Kedokteran, yang
mendirikan masyarakat gerakan bawah tanah pada tahun 1889 yang dikenal
dengan nama gerakan Turki Muda. Gerakan ini tumbuh Perlahan-lahan yang
15 Yıldız adalah istana kediaman Sultan abdul Hamid II yang menangani urusan agama.Salih, Said Nursi, h. 17
16 Salih, Said Nursi, h. 1717 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. 4218 Dalam bidang komunikasi, sambungan Telegraf mulai di pasang sampai menjangkau
setiap kota provinsi. Pembangunan rel -rel kereta api yang menghubungkan daerah pertanian disekitar pantai dengan pelabuhan-pelabuhan utama mulai dibangun sekitar tahun 1866, dan di akhir1870-an, kapal api mulai mendominasi lau lintas jarak jauh di Mediterania Timur. Zürcher,Sejarah Modern Turki , h. 94-95.
28
terdiri dari perwira, pegawai pemerintah, dan cendekiawan lain, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Mereka bersatu karena sama -sama beroposisi untuk
melawan kediktatoran internal Abdul Hamid dan keinginan untuk melihat
reformasi sosial dan politik yang mendasar dan pembaruan ko nstitusi.
Setelah Miranci Murad yang memimpin fraksi Islam konservatif menyerah
terhadap Sultan Hamid, Ahmet Riza memperoleh kembali posisi pentingnya,
meski pemikiran-pemikiran positivisme-nya kurang populer. Pada tahun 1907
terbentuk hubungan antara kelompok Ahmet Riza di Paris dengan gerakan bawah
tanah revolusioner independen di dalam kesultanan yang dipusatkan di
Makedonia. Kelompok yang memakai nama Komite Persatuan dan Kemajuan
(Committee of Union and Progre ss, CUP)19 dan kedudukannya kuat di antara para
perwira dan pejabat sipil inilah yang akan memimpin Revolusi Konstitusional di
tahun 1908.
Pada awalnya Nursi sempat dekat dengan CUP pada masa awal re volusi
Konstitusional digulirkan, akan tetapi ketika Nursi melihat bahwa CUP mulai
terdapat penyimpangan di dalamnya, dan dia mulai memisahkan diri dan bahkan
menentangnya.20
Meskipun terdapat perbedaan pendapat dan sikap politik di antara para
tokoh reformis, akan tetapi mereka sama -sama sepakat untuk menggulingkan
Sultan Abdul Hamid. Keputusan ini diambil setelah diadakan dua kali konfrensi di
Eropa, dan yang terakhir pada tahun 1907 di Paris.
19 Komite Persatuan dan Kemajuan atau disingkat KPK, dalam bahasa Inggris disebutCommittee of Union and Progres , atau CUP, Vahide, Biografi…, h. 43, dalam bahasa Turkidisebut Ittihad ve Terakki Cemiyeti , Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 107, sedangkan dalambahasa Arab disebut Al-Ittihâd wa al-Tarâqî, Salih, Said Nursi, h. 22.
20 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi, h. 43.
29
Kedudukan pemerintah Turki Muda pada waktu itu memang tidak begitu
kuat, dan kesempatan ini digunakan oleh Sultan untuk mengembalikan
kekuasaannya. Tetapi Enver Pasya dengan kekuatan Batalyon III masuk Istanbul
dan merampas kekuasaan, Sultan digulingkan pada tahun 1909, lalu diganti oleh
saudaranya Sultan Mehmed V. keberhasilan kaum reformis semakin nampak,
ketika pemilihan umum kembali diadakan pada tahun 1912 untuk kedua kalinya,
mereka memperoleh kemenangan besar. Parlemen mereka kuasai dan kantor pusat
organisasi yang tadinya berada di Salonika mereka pindahkan ke Istanbul. 21
Setahun kemudian golongan militer dari Komite Persatuan dan Kemajuan
(KPK) menggantikan peran para politisi dalam menguasai pemerintahan.
Perubahan dan reformasi dalam gelombang besar terjadi. Dan hampir pada setiap
aspek kehidupan dalam bernegara semuanya tidak terlepas dari proyek reformasi
pembaruan tersebut. Mulai dari pembubaran partai -partai oposisi dan pembuangan
para pemimpinnya ke luar negeri, modernisasi militer dan kepolisian, penguasa
perdagangan mulai berpindah tangan pada orang -orang Turki, sekolah-sekolah
dasar dan menengah baru mulai didirikan dan memberikan kesempatan penuh
bagi wanita untuk bersekolah, 22 bahkan pakaian mulai mengadopsi trend mode
Eropa.
21 Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 124-12622 Posisi kaum wanita mulai mendapat perhatian, hak kaum wanita untuk mengajukan
perceraian diperluas, akan tetapi poligami tidak pernah dilarang. Undang -undang tahun 1917,pernikahan harus dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah dan mempelai wanita harus berusiaminimal 16 tahun. Kaum wanita didorong untuk tampil di depan publik, mereka tidak hanyadipebolehkan untuk mendengarkan pidato, tatapi juga diberi hak untuk berpidato. Para gadis dapatmengenyam pendidikan di sekolah-sekolah dan pendidikan dasar diwajibka n bagi para gadis padatahun 1913, dan sejak tahun 1914 sejumlah jurusan di Universitas di Istanbul dibuka untuk kaumwanita. Bahkan kemudian didirikan Himpunan Tenaga Kerja Wanita ( Kadinlar ÇaliştirmaCemiyeti) yang berupaya untuk merekrut kaum wanita unt uk bekerja di perindustrian danmengatur kondisi kerja mereka. Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 153-154.
30
Kemajuan dalam bidang informasi juga sangat pesat. Surat -surat kabar
dicetak dalam jumlah besar sam pai 60 ribu kopi. Majalah-majalah baru dalam
berbagai bidang seperti sastra, politik, dan budaya mulai menjamur, ilmu -ilmu
kemasyarakatan mulai mendapat perhatian dan nasionalisme Turki juga mulai
dibicarakan.23 Dengan bertambah banyaknya surat kabar dan majalah yang
diterbitkan dan dibaca oleh rakyat Turki, ide -ide Barat semakin dikenal oleh
masyarakat dan makin bertambah besar pengaruhnya terhadap golongan terpelajar
Turki.
Dari konteks sosial poli tik seperti inilah Bediuzzaman Said Nursi hidup.
Dia hidup pada masa transisi pemerintahan Turki ‘Utsmânî yang rapuh dan
dilanda krisis, menuju pada pemerintahan yang konstitusional dan juga
pemerintahan republik yang sekuler. Dimana waktu itu banyak intri k-intrik politik
dan juga gerakan-gerakan revolusioner untuk mencari dan memformulasikan
bentuk yang tepat bagi negara yang seda ng mencari jati dirinya. Kondisi yang
seperti ini, ikut mempengaruhi kehidupan, pemikiran dan perjuangan seorang
Bediuzzaman Said Nursi.
B. Riwayat Hidup dan Karier Intelektual
Said Nursi lahir menjelang fajar terbit pada 1293 H/1876 M. 24, di sebuah
desa bernama Nurs, salah satu perkampungan di wilayah Bitlis 25 yang terletak di
23 Lihat Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 126-12824 Dari dua buku biografi Said Nursi, karya Ihsan Kasim Salih dan Sukran Vahide,
keduanya tidak menyebutkan kapan tepatnya tanggal kelahiran Said Nu rsi, akan tetapi keduanyahanya menyebutkan tahun. Bahkan dalam menyebutkan tahun masehinya pun berbeda. Ihsanmenyebutkan 1876 sedangkan Vahide menulis 1877. Lihat Salih, Said Nursi, h. 8 dan Vahide,Bediuzzaman, h. 3.
25 Bitlis tergabung dengan dua propinsi lainnya; Erzurum dan Van. Secara teritorial, Bitlisdibatasi oleh propinsi Erzurum (di sebelah Utara), Marmuret al -Aziz (di sebelah Barat), Diyarbakir(di sebelah Selatan) dan Van (di sebelah Timur). Sebelum ditaklukkan oleh Turki Utsmani (abadke – 16), daerah-daerah tersebut berada dalam otonomi kekuasaan penguasa suku Kurdi. Daerah -daerah ini sangat kuat dengan sistem tribal (kesukuan) dan kelompok keagamaan, yang pada
31
wilayah timur Anatolia. Dia dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang
sederhana. Ayahnya bernama Mirza, seor ang sufi besar yang sangat wara’ 26 dan
diteladani sebagai seorang yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya
memberi makan anak-anaknya dengan makanan yang halal saja. Sedangkan
ibunya bernama Nûriyyah yang menurut pengakuannya hanya menyusui anak -
anaknya dalam keadaan suci dan berwudu. keluarganya tergolong dalam keluarga
atau suku Kurdi. Said Nursi sendiri adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.
Said Nursi pertama kali mengenyam pendidikan formalnya di bangku
madrasah pimpinan Muhammad Affandi di desa Thag. Di samping itu, ia juga
belajar informal pada kakanya Abdullah. Dia belajar di Thag tidak berlangsung
lama, hanya sebentar saja karena kegiatan belajarnya kemudian dilanjutkan di
madrasah desa Birmis. Pada tahun 1888 M. ia pergi ke Bitlis dan mendaftarkan
diri di sekolah Syaikh Amin Affandi, itupun tak berlangsung lama sebab Syaikh
tersebut enggan mengajarnya dengan alasan usia yang belum memadai. Hal ini
sempat membuatnya bersedih. Akan tetapi kemudian ia mengalihkan perhatiannya
untuk masuk ke sekolah Mir Hasan Wali di Muskus, kemudian di sekolah yang
terletak Waston, dan hanya bertahan satu bulan. Kemudian ia melanjutkan
sekolahnya di Bayazid, 27 sebuah sekolah yang di sanalah dia kemudian belajar
disiplin ilmu-ilmu agama dasar.
akhirnya sistem ini ikut mempengaruhi karir Said Nursi. Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat ,h. 23.
26 Wara’ menurut bahasa ialah menjauhi dosa, lemah, lunak hati, dan penakut. Sedangkanmenurut istilah, para ulama’ mempunyai sejumlah pengertian masing -masing tentang wara’, Ibnual-Qayyim al-Jawziyyah menarik kesimpulan bahwa wara’ adalah membersihkan kotoran hati,sebagaimana air membersihkan kotoran dan najis pakaian. Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah,Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Penerbit Angkasa, 2008), h. 1441.
27 Salih, Said Nursi, h. 9-10, Lihat juga Vahide, Bediuzzaman, h. 9-10
32
Di sekolah inilah beliau mendapatkan ijazahnya di bawah asuhan Syaikh
Muhammad Jalali, Said Nursi belajar disana dengan seluruh kesungguhan selama
tiga bulan. Dan selama disana, beliau dengan ketekunan dan tekat besar, berhasil
membaca seluruh buku-buku yang umumnya dipelajari pada sekolah agama.
Tercatat bahwa, Said Nursi dalam kesehariannya selalu membaca dua ratus
halaman buku yang bahasanya sulit dimengerti dan dapat memahaninya tanpa
harus merujuk pada catatan kaki ataupun catatan pinggir. 28 Dan akibat dari
totalitas dan keseriusannya dalam belajar, beliau pada waktu itu terputus
hubungannya dengan dunia luar.
Pada tahun 1889, Said Nursi berangkat menuju Bitlis unt uk berguru pada
Syaikh Muhammad Amin. Dan setelah dari sini beliau melanjutkan perjalanan
intelektualnya menuju Syirwan dan kemudian menuju Si’rad untuk belajar pada
seorang ulama kenamaan yang bernama Fathullah Afandi. Dan ketika Said Nursi
berada di bawah bimbingan Syaikh Fathullah Afandi, beliau secara intensi f dalam
jangka waktu satu minggu mampu membaca dan menghafalkan kitab jam’ul
jawâmi’ karya Ibn as-Subki.29
Tidak berselang lama, popularitas kejeniusan Said Nursi terdengar di
mana-mana, para ulama tertarik untuk melakukan dialog ilmiah d engan Nursi, dan
mengajukan berbagai pertanyaan yang meny udutkan Nursi. Akan tetapi semua
pertanyaan dan masalah yang diberikan kepada Nursi dapat dijawab dengan
sangat argumentatif, sehingga dia diberi gelar oleh mereka dengan gelar “Said
Masyhur”. Setelah itu beliau berangkat menuju Bitlis dan dilanjutkan menuju
Tilalu. Dan selama beliau berada di kota ini, beliau selalu melakukan I’tikâf di
28 Lihat Salih, Said Nursi, h. 10-1129 Ibid., h. 11-12.
33
tempat ibadah tertentu, dan di situlah beliau menghafalkan kamus al-Qâmûs al-
Muhît, karya al-Fairûz Abadî sampai pada huruf Sîn.30
Beliau bukanlah seorang yang mengenyam pendidikan formal ataupun
mendapatkan gelar intelektualnya secara akademis dengan sistem pendidikan
kontemporer, akan tetapi perjalanan hidup beliau dari kecil hingga dewasa , dan
juga perjalanan pendidikan keilmuannya, beliau tempuh dari sistem pendidikan
yang masih tradisional. Dengan cara mencari dan mendatangi satu guru ke guru
atau syaikh yang lainnya. Namun meskipun demikian, dengan latar belakang
pendidikan yang mungkin dikatakan tradisional dan bahkan beliau kemudian
dianggap kaum tradisionalis, akan tetapi bukan berarti beliau akan menutup mata
ataupun menolak terhadap sesuatu yang bersifat baru ataupun datang dari dunia
luar. Justru hal terakhir inilah yang kemudian m endapatkan tanggapan dari beliau
menurut perspektif dan pemahaman beliau dengan latar belakang pendidikannya.
Pada tahun 1892 M. Said Nursi berangkat ke Mardin untuk menyampaikan
pengajian di Masjid Raya dan dalam acara tanya jawab dengan penduduk
setempat. Walikota setempat, Nadir Bek mendengar hal tersebut. Dan karena
termakan oleh hasutan orang-orang yang tidak senang dengan Nursi , ia merasa
bahwa Said Nursi adalah seseorang yang berbahaya dan perlu diwaspadai. Dengan
adanya peristiwa tersebut , beliau dideportasi untuk kembali ke kota Bitlis lagi. 31
Lain halnya dengan walikota Mardin yang mengusir beliau dan mendeportasinya,
walikota Bitlis justru sangat memuliakan Said Nursi dengan memintanya untuk
tinggal di rumahnya, meskipun permintaan itu sempat ditolak berkali -kali oleh
30 Ibid., h. 12-13.31 Ibid., h. 13.
34
Said Nursi. Selama berada di rumah walikota Birlis, Said Nursi banyak menelaah
dan menghafalkan kitab-kitab pokok tentang ilmu-ilmu keislaman.
Terakhir kali Said Nursi diajar oleh seseorang adalah ketika dia berada di
Bitlis. Pelajaran itu berasal dari seorang tokoh terkemuka di sana, yaitu Syaikh
Muhammad Kufrevi. Said Nursi memiliki cinta yang amat besar kepada syaikh -
syaikh yang hebat dari Anatolia Timur. Empat di antara para Syaikh ini
disebutkan di dalam biografinya. Mereka adalah Seyyid Nur Muhammad yang
mengajarinya aliran Tarîqah Naqsyabandî32, Syaikh Abdurrahman Tagi gurunya
dalam mempelajari “jalan cinta ( muhabbet); Syaikh Fehim guru yang
mengajarinya “pemahaman tentang kenyataan” ( ‘ilm-i hakikat), dan Syaikh
Muhammad Kufrevi, darinya dia menerima pelajaran terakhirnya. Diseb utkan
juga bahwa ada tiga ulama terkemuka yang telah mengajar Said Nursi dan sangat
dicintai: yaitu Syaikh Emin Efendi dari Bitlis, Molla Fethullah dari Siirt, dan
Syaikh Fethullah Verkanisi. Daftar singkat ini menggambarkan sebuah titik
penting bahwa kebanyakan ulama terkemuka Anatolia Timur pada akhir abad ke -
19 tampaknya muncul dari aliran Naqsyabandiyyah Khâlidiyyah 33. Mungkin
karena ketradisionalannya serta jauhnya jarak dari ibukota, membuat sangat
32 Naqsyabandi adalah Tarîqat yang dinisbahkan pada Syaikh Mu hammad MaulânâBahâ'uddin al-Naqsyabandî yang wafat tahun (791 H. – 1391 M.). beliau dilahirkan di Hinduan,beberapa kilometer dari Bukhara, Uni Soviet. Pengikutnya terdapat banyak di Sumatera Utara,Riau, Jawa, Madura, Malaysia dan Thailand. H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah(Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2007), h. 21.
33 Tarîqat Naqsyabandiyah di Kurdistan khususnya Bitlis berasal dari India, sedangkantokoh besat Naqsyabandi di Delhi adalah Syaikh Abdallah (Syah Ghulam ‘Ali), yang mempunyaimurid yang cukup terkenal dari Kurdistan, yakni Maulân â Khâlid. Kemudian Maulânâ Khâlidmembentuk aliran thariqat baru yang disebut Naqsyabandiyyah Khâlidiyyah . Dia mendorongadanya pergerakan yang dinamis dalam Tarîqat Naqsyabandiyyah, dan menanamkan semangatpuritan dan aktivis. Banyak dari para tokohnya yang aktif terjun dalam dunia politik. TarîqatNaqsyabandiyyah di Kurdistan kemudian menjadi organisasi politik yang paling kuat, danbeberapa pemberontakan nasionalis awal yang dilancarkan oleh kaum Kurdi dipimpin oleh paraSyaikh Naqsyabandi. Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat , h. 30.
35
sedikit terdapat orang yang terpelajar secara formal dari kawasan ini. 34 Dan hal ini
yang menjadi motivasi Said Nursi dalam memandang sangat pentingnya reformasi
pendidikan secara menyeluruh.
Akan tetapi, dengan perjalanan hidup yang sangat sederhana dan dekat
dengan tradisi bukan berarti beliau tidak mengetahui dan tidak memahami ilmu -
ilmu modern dan maupun kontemporer yang tidak diajarkan di madrasah -
madrasah keagamaan atau tempat dia belajar dari para gurunya, seperti ilmu
filsafat, ilmu matematika, fisika, geografi, maupun politik. Akan tetapi beliau
dengan kelebihan yang dimiliknya dan kejeniusan yang ada padanya, mampu
mempelajari dan memahami ilmu -ilmu tersebut tanpa diajari oleh seorang guru
maupun dengan cara menempuh pendidikan formal di lembaga -lembaga
pendidikan tertentu. Beliau mempelajari dan dapat menguasainya dengan
kelebihan yang dia punyai dan juga kebersihan hatinya sehingga dapat diberikan
kemudahan pemahamannya oleh Allah.
Proses pembelajaran beliau terhadap ilmu -ilmu umum tersebut, didapatkan
beliau ketika berada di Van pada tahun 1892 M. beliau berangkat kesana atas
undangan dari walikotanya yang bernama Hasan Pasya dan supaya beliau tinggal
bersamanya. Setelah Hasan Pasya t idak menjabat lagi, beliau kemudian tinggal
bersama Tahir Pasya, gubernur terpilih kemudian. Dan selama di sana, beliau
bertemu dengan banyak tokoh dan orang -orang yang menguasai berbagai disiplin
ilmu modern. Ketika beliau terlibat dialog dengan mereka, d irasakan bahwa
penguasaannya terhadap ilmu-ilmu modern tersebut sangat terbatas. dia
menyadari bahwa dalam bentuk tradisionalnya teologi Islam (Ilmu kalâm) tidaklah
34 Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 30
36
mampu menjawab keraguan-keraguan dan kritik yang telah dilontarkan kepada
Islam masa kini. Hal inilah yang membuatnya mempelajari ilmu -ilmu
pengetahuan modern. Sesuatu yang baru di antara para ulama di wilayah -wilayah
timur. Dalam hal inilah dia menerima dukungan sebesar -besarnya dari Tahir
Pasya. Dengan mempergunakan perpustakaan dan koran -koran serta jurnal-jurnal
yang disediakan untuk kantor Tahir Pasya, Said Nursi mulai mempelajari subyek -
subyek ilmu pengetahuan seperti sejarah, geografi, matematika, geologi, fisika,
kimia, astronomi, fisika dan filsafat, permasalahan terkini, perkembangan -
perkembangan dalam kehidupan ‘Utsmânî serta, dunia Islam.
Said tidak memiliki guru dalam belajar ilmu-ilmu modern, dia belajar
sendiri dengan berpegang pada literatur yang tersedia. Dia berkembang pesat,
dipercepat dengan penerapan praktik belajar annya dengan cara berdiskusi dan
berdebat.
Kecerdasan Said Nursi dalam ilmu -ilmu modern yang paling menonjol
adalah dalam bidang matematika. Dia dapat menyelesaikan persoalan -persoalan
sulit nyaris dalam sekejap. Bahkan dia sempat menulis sebuah risalah mengenai
persamaan aljabar, akan tetapi kemudian hilang dalam sebuah kebakaran di Van.
Said Nursi melanjutkan mempelajari buku-buku yang dia anggap berarti
tersebut, dan sekitar sembilan puluh judul buku pada masa -masa dia berada di
Van telah dibacanya. Dan pada sa at inilah, karena hasil prestasinya, serta
kecerdasan yang dia miliki, Said Nursi dikenal secara meluas dengan sebutan
37
Badî’ al-Zamân35 atau Keajaiban Zaman, nama yang diberikan kepadanya
beberapa tahun sebelumnya oleh Molla Fethullah dari Siirt. 36
C. Peran dan Perjuangan
Sepanjang kehidupan Nursi, adalah perjalanan panjang perjuangan
kehidupannya yang didedikasikan untuk masyarakat Turki khususnya dan ummat
Islam secara keseluruhan pada umumnya. Pendidikan adalah bidang yang
mendapatkan perhatian serius oleh Nursi untuk dijadikan sebagai media
perjuangannya, karena pendidikan adalah pilar utama yang menguatkan sumber
daya manusia untuk menuju negara yang maju dan kuat.
Ketika beliau berada di Van, Nursi mulai merumuskan gagasan -
gagasannya mengenai reformasi pendidikan, dia menggabungkan antara ilmu -
ilmu agama dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern, yang menghasilkan bahwa
ilmu-ilmu positif akan membenarkan dan memperkuat kebenaran -kebenaran
agama. Tujuan utama Nursi adalah ingin membangun sebuah unive rsitas yang
berada di Anatolia Timur untuk mengaplikasikan metodenya ini. Sebuah
universitas yang diajarkan ilmu-ilmu umum modern juga diajarkan ilmu-ilmu
agama di dalamnya.37
Setelah beliau sampai di Istanbul, dia sempat mengusulkan gagasan
kepada Sultan Abdul Hamid, agar di daerah Timur Anatolia didirikan sekolah -
sekolah yang mempelajari ilmu-ilmu umum kontemporer dan juga ilmu -ilmu
agama. Nursi beralasan bahwa penduduk daerah setempat berada pada garis
35 Badî’uzzamân berarti keajaiban zaman, Nursi menggunakan gelar ini bukan dalambentuk kesombongan, akan tetapi dia menggunakan nama itu sebagai bentuk untuk menunjukkankarunia ilahi, dan dia mengatakan bahwa gelar Bediuzzaman lebih merupakan gelar maknawi bagiRisalah al-Nur. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Sîrah Dzâtiyyah. Penerjemah Ihsân QâsimAl-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004) , h. 64.
36 Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 31-33, lihat juga Salih, Said Nursi, h. 14.37 Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 34.
38
kebodohan dan kemiskinan, belum lagi kediktatoran para penguasanya, dan juga
sistem keamanan yang sangat lemah. Untuk dapat mengatasi masalah -masalah
tersebut,38 yang harus dilakukan pertama kali adalah memperkuat sumber daya
manusia dengan membangun dan memperkuat sistem pendidikannya.
Universitas yang pada kemudian hari akan beliau namakan dengan
Medresetuz Zehra ini diilhami dari nama Universitas al -Azhar yang ada di Kairo,
yang diharapkan dapat menjadi universitas pelengkapnya di dunia Islam Timur,
sebagai sarana memerangi kebodohan dan keterbelakangan yang meluas di daerah
tersebut, dan juga sebagai solusi untuk permasalahan-permasalahan sosial politik
yang sedang terjadi.39
Meskipun pembangunan fondasi telah dilaksanakan dan bahkan dirayakan
dengan acara yang cukup meriah dan dihadiri oleh teman lama Nursi yaitu Tahir
Pasya, akan tetapi pembangunan Medresetuz Zehra macet karena dana yang
dijanjikan tidak kunjung cair . Pada bulan juni dan juli 1913 Tahsin Pasya
mengambil alih masalah ini dan mengirimkan sejumlah telegraf ke kantor Perdana
Menteri dan Kementerian Dalam Negeri memohon agar dana dapat dibayarkan ,
akan tetapi banyaknya terjadi peristiwa besar akhirnya membuat proyek
pembangunan universitas ini tidak terealisasi. 40
Di pentas politik, karir politik Said Nursi dimulai ketika ia bergabung
dengan gerakan Komite Persatuan dan Kesatuan (KPK), atau Al-Ittihâd wa Al-
Tarâqî di Salonika. Langkah ini ditempuhnya dengan mempertimbangkan dirinya
juga sebagai seseorang yang menyuarakan dan menyerukan kebebasan da n prinsip
musyawarah secara Islami. Akan tetapi belakangan S aid Nursi berbalik membenci
38 Lihat Salih, Said Nursi, h. 1739 Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 34.40 Vahide, Bediuzzaman, h. 115, 122.
39
gerakan ini, sebab pada perkembangannya gerakan tersebut telah melenceng dan
tidak sesuai dengan prinsip dan cita -cita luhurnya. Karena dalam tubuh gerakan
itu, Said Nursi melihat ada yang tidak teguh pendiriannya sehingga berba lik
memusihi Islam. Setelah itu, Said Nursi lebih memfokuskan kegiatannya pada
orasi dan menulis makalah sebagai media untuk menjelaskan makna kebebasan
dalam Islam dan pengaruh Islam dalam kehidupan politik, juga tuntutan agar
syari’at Islam diterapkan da n aktif memberi peringatan dan jangan sampai
menyalahgunakan arti kebebasan. 41
Pada tanggal 5 April 1909, di Istanbul terbentuk sebuah organisasi yang
bernama Al-Ittihâd Al-Muhammadî42 dan pembentukannya dideklarasikan sesudah
terselenggaranya perhelatan agama 43 secara besar-besaran di Masjid Raya Aya
Shafia. Dalam perhelatan tersebut Said Nursi turut menyampai kan pidato yang
sangat bermutu, sehingga para pendiri organisasi ini menjadi kelompok orang -
orang yang berseru agar menyambut isi pidato tersebut dan menjadi
pendukungnya.44
Popularitas Said Nursi terus terdengar di seluruh pen juru negeri, sehingga
Mustafa Kemal mengundangnya ke pusat gerakan perlawanan di Ankara agar
bergabung dengan sesama anggota gerakan ini. Hanya saja undangan itu ditolak
oleh Said Nursi dengan menyatakan bahwa ia tidak ingin berjuang di balik layar,
41 Salih, Said Nursi, h. 20, dan lihat juga bagaimana Sukran Vahide menjelaskan denganpanjang lebar mengenai persepsi Said Nursi tentang kebebasan dan pemberlakuan syari’ at Islam.Vahide, Bediuzzaman, h. 59-64
42 Al-Ittihâd Al-Muhammadî merupakan salah satu organisasi oposisi yang berasal darikelompok agamis konservatif , kelompok ini mengorganisir propaganda berskala luas menentangkebijakan-kebijakan dan sekularisme yang dikembangkan oleh kelompok Turki Muda. Zürcher,Sejarah Modern Turki , h. 119.
43 Perhelatan agama di sini adalah acara debat besar yang diselenggarakan oleh paraulama Istanbul yang tidak berhasil menyudutkan Said Nursi, mereka memohon kepada SyaikhBakhit al-Mutâi’î, seorang mufti dari mesir yang juga seorang ulama besar. Dan setelah terjadiperdebatan, Syaikh Bakhit justru menaruh respek terhadap S’id Nursi.
44 Salih, Said Nursi, h. 21-22
40
akan tetapi ia ingin berjuang di medan yang paling berbahaya. Usaha Mustafa
Kemal rupanya tidak berhenti sampai di s itu, undangan yang ditujukan untuk Said
Nursi terus melayang hingga akhirnya Said Nursi memenuhi undangan itu pada
tahun 1922. Kedatangannya tentunya disambut dengan meriah , sayangnya beliau
merasa tidak betah di Ankara karena melihat mayoritas anggota dewan tidak aktif
shalat, sebagaimana perilaku para aparat pemerintah yang tampaknya berlawanan
dengan Islam. Dan hal ini merupakan suatu hal yang membuat beliau sangat
sedih.45
Karena reputasi dan pengaruh Said Nursi yang besar, dia kemudian
diundang untuk bergabung dengan Syaikh Said Chiran, seorang tokoh pemimpin
gerakan Tarekat Naqsyabandiyah serta pemimpin terkemuka suku Kurdi, dalam
sebuah gerakan revolusioner yang dialamatkan kepada Pemerintah Republik
sebagai bentuk Barlawanan atas politik pemerintah yang memusuhi Islam. Akan
tetapi Said Nursi menolak bergabung dengan gerakan itu dengan alasan bahwa ia
tidak lagi ingin adanya darah kaum muslimin yang tercecer. Dan ia juga ragu
apakah orang-orang yang bergabung dalam gerak an itu betul-betul telah sadar dan
ingin menegakkan syari’at Islam dan menjalankannya dengan baik dan benar. 46
Namun sikap Said Nursi di atas ternyata tidak cukup membuatnya terbebas
dari murka pemerintah Ankara. Ketika pemerintah – pasca gerakan Syaikh Chiran
dapat ditumpas- mulai menangkap para pemimpin suku Kurdi untuk dibuang,
termasuk di antaranya ialah Said Nursi. Meskipun Said Nursi hanya
memfokuskan diri untuk beribadah di sebuah puing terpencil di sebuah gunung,
tapi ternyata pemerintah tetap saja menangkap nya dan membuang Said Nursi ke
45 Ibid., h. 41-4246 Ibid., h. 45-47
41
Barla.47 Dan selama beliau berada di pembuangan di Barla, justru lahirlah
mahakarya beliau yang diberi nama, Risâlah An-Nûr.
D. Karya-karya Ilmiah
Bediuzzaman Said Nursi adalah seorang intelektual yang produktif dalam
menghasilkan karya. Terbukti dengan karya -karya yang beliau hasilkan dan telah
disebarluaskan. Masterpiece karya Nursi adalah Risâlah al-Nûr.
Risâlah al-Nûr atau dikenal juga dengan "Kulliyatu al-Rasâ'ili al-Nûr"
adalah kumpulan kitab tafsir yang ditulis oleh Said Nursi yang diberi nama
"Risâlah al-Nûr" dengan berbagai tema dan pembahasan . Adapun yang dimaksud
Risâlah al-Nûr adalah kumpulan tulisan Said Nursi secara keseluruhan, yang
kemudian oleh Ihsân Qâsim al-Sâlihî diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan
dicetak kedalam 10 jilid besar. Risâlah al-Nûr adalah karya monumental Said
Nursi yang ditulisnya dengan tulisan tangan bersama murid -muridnya yang
tebalnya mencapai kurang lebih 6000 halaman, yang didalamnya terdapat karya-
karya Said Nursi yang ditulis pada masa Said Qadîm dan Said Jadîd48.
Karya Bediuzzaman Said Nursi Risâlah al-Nûr ini terdiri dari empat
bagian besar, yaitu Sözler atau al-Kalimât yang terdiri dari 33 risalah, kemudian
Mektubat atau al-Maktûbât yang terdiri 33 risalah, kemudian Lem'alar atau al-
Lama’ât yang terdiri dari 33 risalah juga, dan Şu’alar atau al-Syu’â’ât yang terdiri
dari 15 risalah.49
Karya al-Maktûbât hakikatnya merupakan risalah ke 33 dari karya al-
Kalimât, yang kemudian disusun tersendiri menjadi 33 risalah lagi. Kemudian
47 Ibid., h. 47-4948 Said Qadim dimulai dari masa kelahirannya 1876 M. sampai tahun 1926 M, atau
sekitar 50 tahun, sedangkan Said Jadid dimulai dari tahun 1926 M. sejak kehidupannya dipengasingan di Barla, sampai beliau wafat tahun 1960 M. Lihat Salih, Said Nursi, h. 90-91.
49 Lihat lampiran tentang karya Risâlah al-Nûr dan bagian-bagian risalahnya.
42
karya al-Lama’ât hakikatnya merupakan risalah ke 31 dari kitab al-Maktûbât,
yang disusun tersendiri menjadi 33 risalah. Selanjutnya al-Lama’ât hakikatnya
adalah risalah ke 31 dari kitab al-Lama’ât, yang disusun tersendiri menjadi 15
risalah.
Adapun kitab Isyârât al-I’jâz merupakan risalah ke 30 dari kitab al-
Maktûbât yang diberi judul tersendiri, begitu juga kitab al-Matsnâwî al-‘Arabî al-
Nûrî merupakan risalah ke 33 dari kitab al-Lama’ât yang diberi judul tersendiri,
sedangkan kitab al-Malâhiq adalah risalah ke 27 dari kitab al-Maktûbât, yang
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Mulhaq Bârlâ, Mulhaq Kastamonî, dan Mulhaq
Amîrdag. Sedangkan risalah ke 32 dari kitab al-Maktûbât dan al-Lama’ât diberi
nama dengan al-Lawâmi’ yang berisikan tentang kumpulan kata-kata puitis
tentang keimanan oleh para murid Said Nursi (Tullâb al-Nûr).
Kemudian risalah ke 15 dari kitab al-Lama’ât berupa daftar isi
keseluruhan dari Risâlah al-Nûr, sedangkan risalah ke 10 dari kitab al-Syu’â’ât
berisikan daftar isi kitab al-Syu’â’ât saja.50
Berikut ini akan disebutkan bagian -bagian dari Risâlah al-Nûr :
Karya-karya Yang Terkumpul Dalam Risâlah al-Nûr
No Judul Buku Tahun Bahasa Keterangan
1. Sözler51 1926-1929 Turki Asli & Masih Terbit
50 Mu'allifu Rasâ'ili al-Nûr, Badî’ al-Zamân Sa’îd al-Nûrsî; Lamhât Min Hayâtihi Wa'Âtsârihi (İstanbul: Sözler Neşriyat), h. 46.
51 Sözler atau dalam judul bahasa Arabnya yang diedit dan diterjemahkan oleh I hsânQâsim al-Sâlih adalah al-Kalimât, karya ini memuat 33 risalah. Tentang ibadah, hikmah -hikmahshalat, akidah, pandangan mukmin terhadap dunia, tugas -tugas manusia, perjuangan di jalan Allahdan tentang iman kepada-Nya. Dan terdapat juga risalah yang menerangkan tentan g mukjizat al-Qur’an, dan masih banyak lagi. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Kalimât. PenerjemahIhsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004) .
43
2. Mektubat52 1929-1932 Turki Asli & Masih Terbit
3. Lem'alar53 1932-1934 Turki Asli & Masih Terbit
4. Şu’alar54 1936-1940 Turki Asli & Masih Terbit
5. Isyâratu al-I’jâz55 1916-1918 Arab Asli & Masih Terbit
6. Al-Matsnawî al-‘Arabi al-Nûri56
1922-1923 Arab57 Asli & Masih Terbit
7. Barla Lahikasi58 1925-1930 Turki Asli & Masih Terbit
8. Emirdağ Lahikasi 1944-1949 Turki Asli & Masih Terbit
9 Kastamonu Lahikasi 1936-1944 Turki Asli & Masih Terbit
52 Mektubat dalam judul bahasa Arabnya adalah al-Maktûbât, karya ini juga memuat 33risalah. Dimulai dengan masalah-masalah seputar Nabi Hidr As. tentang hikmah kematian dantentang neraka Jahannam, kemudian tentang perjalanan hidup Nursi dan perenungannya tentangpentingnya keimanan, tentang kisah pernikahan Nabi Muhammad Saw. dengan Zainab, dan jugamenerangkan tentang bagaimana memahami syariat dan hikmahnya. Dalam al -Maktûbât jugaberisi tentang macam-macam do’a dan rahasianya, di akhir kitab terdapat risalah tentang tasawwufmenimbang dari sisi positif dan negatifnya. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Maktûbât.Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004).
53 Lem'alar dalam judul bahasa Arabnya adalah al-Lama’ât, karya ini memuat 30 risalahyang memuat diantaranya kisah munajat Nabi Yûnus dan Nabi Ayyûb, risalah tentang makrifatpada Allah, juga terdapat risalah tentang penolakan terhadap kaum Naturalis, pentingnya hijabbagi perempuan, dan juga risalah yang meng upas tentang makna Asmâ' al-Husnâ. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Lama’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004).
54 Şu’alar dalam bahasa Arab berjudul al-Syu’â’ât, memuat 15 risalah tentang hubungantauhid dengan keindahan dan keistimewaan alam, penjelasan tanda -tanda kiamat, hikmah tadabburayat al-Qur’an dan tentang iman pada malaikat. Dan juga menjelaskan tentang penyebab Nursidipanggil oleh pengadilan Denizli dan Afyon dan beberapa risalah yang ditulis di dalam penjara.Di akhir kitab ini dijelaskan pula argumen -ergumen yang kuat untuk membuktikan ketauhidan danrisalah kenabian. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Syu’â’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004).
55 Berisi tentang tafsir surat al -Fâtihah dan 30 ayat dari surat al-Bâqarah. Nursi jugamengulas penafsirannya tersebut dengan menyebutkan munasa bah satu ayat dengan yang lainnya,pembahasan dari sisi Balaghahnya, disamping juga menjelaskan tentang Nahwu, Sharaf danpembahasan mantiqnya. Kitab tafsir ini berhasil beliau tulis selama beliau ikut terlibat dalampertempuran melawan Rusia. Penyusunanny a dikerjakan dengan cara didektekan kepada muridnyayang bernama Habib. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Isyâratu al-Ijâz (Qâhirah: Sözler,2004). Lihat juga Salih, Said Nursi, h. 29.
56 Karya ini berisi 12 risalah tentang penjelasan tauhid yang sebenarnya, makrifat Nabi,tentang pentingnya berpegang pada al -Qur’an dan juga tentang makrifat pada Allah Swt. LihatBadî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Matsnawî al-‘Arabi al-Nûri (Qâhirah: Sözler, 2004).
57 Dua karya ini, yaitu Isyâratul Ijâz dan Al-Matsnâwi al-‘Arabi an-Nûri adalah dua karyaSaid Nursi dalam Rislah al-Nur yang berbahasa Arab. Adapun karya Said Nursi yang lain dalamRisalah al-Nur adalah menggunakan bahasa asli Turki. Wawancara Pribadi dengan Hasbi Sen(Wakil Ketua Yayasan Nur Semesta), Ciputat, 20 November 2009.
58 Barla Lahikasi, Emirdag Lahikasi, Kastamonu Lahikasi, merupakan 3 ka rya Nursi yangmerupakan kumpulan surat-suratnya kepada para muridnya yang berada di beberapa daerah, yaituBarla, Emirdag, dan juga Kastamonu. Secara umum berisi tentang arahan dan petunjuk yangmenjelaskan pentingnya Risalah Nur dan metode dakwahnya di masa kini . Karya- karya inimemuat anjuran untuk menguatkan iman, adab bergaul dengan orang lain, dan dorongan untuktetap berpegang teguh pada al -Qur’an dan al-Sunnah. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Malâhiq. Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004).
44
10. Tarihçe-i Hayat59 1948-1950 Turki Asli & Masih Terbit
11. Saiqâl al-Islâm60 1911 Turki Asli & Masih Terbit
Itulah karya-karya Said Nursi yang terangkum dengan sebuah judul besar
Risâlah al-Nûr atau Kulliyyât Rasâ'ili al-Nûr. Di antara kitab-kitab Said Nursi di
atas, terdapat juga kitab-kitab yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia diantaranya, “Menikmati Takdir Langit” berisi 33 cahaya yang
merupakan terjemahan dari kitab Lemalar, “Sinar Yang Mengungkap Sang
Cahaya”,61 buku ini merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yang berjudul
Epitomes of Light, yang buku berbahasa Inggris ini merupakan terjemahan dari
bahasa aslinya yaitu bahasa Arab yang berjudul Al-Matsnawî al-‘Arabi al-Nûri,
kemudian buku dengan judul “Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang
Tak Terjelaskan”, dalam buku ini merupakan cuplikan dari duapuluh sembilan
risalah yang ada dalam kitab al-Maktûbât. Ketiga buku ini diterbitkan di Jakarta
59 Dalam bahasa arabnya, karya ini berjudul Sîrah al-Dzâtiyah. Berisi secara detailtentang biografi, pendidikan, dan perjuangan Nursi. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Sîrahal-Dzâtiyah. Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004).
60 Saiqâl al-Islâm adalah merupakan koleksi dalam Risâlah al -Nûr yang merupakan karyaNursi pada periode Said Qadim. Karya ini - Saiqâl al-Islâm – terdiri dari delapan bagian, 1.Muhâkamât ‘Aqliyyah , berisi tentang tafsir, balaghah, dan aqidah. 2. Qizl Îjâz, merupakan syarhterhadap kitab Sullam al-Munaurâq dalam ilmu mantiq. 3. Ta’lîqât, memberi keterangan padakitab Kalnabawi dalam ilmu mantiq atau logika. 4. Al-Sânihât, berisi berbagai topik seper tikemukjizatan Al-Qur’an, keadilan, khilafah dan peradaban. 5. Al-Munâzarât, berisi tentang debatSaid Nursi dengan masyarakat Turki Timur mengenai pemerintahan konstitusional, musyawarah,hukum dan lain-lain. 6. Al-Mahkamah al-‘Asykariyyah al-‘Urfiyyah, berisi tentang pendapat danpembelaan-pembelaan Nursi terhadap tuduhan pemberontak yang dialamatkan padanya. 7. Al-Khutbah al-Syâmiyyah, tentang khutbah Nursi ketika berada di Syam, yang berisi tentang enampenyakit masyarakat dan obatnya. 8. Al-khutuwât al-Sitti, berisi tentang refleksi Nursi ketikaInggris hendak menduduki Turki. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Saiqâl al-Islâm.Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004). Lihat juga Hasbi Sen, “Prinsip-prinsipPolitik Islam Menurut Bediuzzaman Said Nursi,” (Tesis Program Pascasarjana, Institut AgamaIslam Negeri, Raden Fatah Palembang, 2007), h. 31.
61 Karena telah melewati tiga alih bahasa (dari bahasa Arab ke bahasa Inggris, kemudianke bahasa Indonesia), maka banyak kritik bermunculan pada buku ini karena dirasa terlalu banyakreduksi dan kesalahan, sehingga buku ini kemudian diterjemahkan langsung ke dalam bahasaIndonesia dari bahasa Arabnya, dan dicetak dengan judul “ Al-Matsnawi An-Nuri; MenyibakMisteri Keesaan Ilahi”, yang diterbitkan di Jakarta oleh Penerbit Anatolia.
45
oleh PT Raja Grafindo Persada dan cetakan pertama diterbitkan pada bulam Maret
tahun 2003.
Secara global isi pokok dalam karya Risâlah al-Nûr tersebut mengupas
tentang aqidah dan keimanan yang diindikasikan dengan ma’rifat Allah, ma’rifat
Rasulullah, melalui manhâj al-Sunnah; penguatan aspek ibadah, akhlak dan
moralitas atau adab-adab Islami dan lain-lain.
Keberadaan Risâlah al-Nûr merupakan sumber dari pembahasan karya -
karya Said Nursi yang kemudian dikumpulkan secara tematis menjadi buku-buku
lain.62 Dan karya-karya Nursi dalam Risâlah an-Nûr telah diterjemahkan ke dalam
sekitar 40 bahasa lebih, 63 dan meluas dan dipelajari oleh jutaan orang di seluruh
penjuru dunia.
E. Risâlah al-Nûr
1. Proses Penulisan
Proses penulisan Risâlah al-Nûr merupakan suatu proses perjalanan
panjang yang mengisahkan bagian dari kehidupan Nursi, suatu narasi kehidupan
62 Afriyantoni, “Prinsip-Prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda MenurutBediuzzaman Said Nursi,” (S2 Program Pascasarjana, Jurusan Ilm u Pendidikan Islam, KonsentrasiPemikiran Pendidikan Islam, IAIN Raden Fatah Palembang, 2007), h. 91 -94, diakses darihttp://www.risalahnur.com/?page_id=34, tgl. 27 Oktober 2009. Buku -buku lain itu diantaranya“Al-Ayat al-Kubra; Menemukan Tuhan Pada Wajah Alam Semesta ” yang berisikan tentangTauhid, dan bagaimana manusia bisa memahami kebenaran Tuhan lewat ciptaanNya alamsemesta, “Tuntunan Bagi Perempuan” yang berisikan tentang pesan -pesan Nursi bagi perempuandan juga membahas tentang cinta dalam perspektif islam, dua buku ini diterbitkan di Jakarta olehPenerbit Anatolia tahun 2009. Ada juga buku “ Dari Balik Lembaran Suci” diterjemahkan dari TheMysteries of The Qur'an, “Dimensi Abadi Kehidupan” diterjemahkan dari The Resurrection andThe Hereafter, “Alegori Kebenaran Ilahi” diterjemahkan dari Humanity; Belief and Islam, “ Al-Ahad; Menikmati Ekstase Spiritual Cinra Ilahi ” diterjemahkan dari Existance and Divine Unity.Keempat buku ini sebagian besar diambil dari cuplikan kitab Sozler dan Mektubat, dikumpulkansecara tematik dan dicetak dalam sebuah buku. Keempat buku ini diterbitkan di Jakarta olehpenerbit Siraja pada tahun 2003.
63 40 bahasa tersebut, di antaranya adalah: Bahasa India, Hungaria, Indonesia, Itali,Jepang, Kazakstan, Kirgistan, Korea, Bahasa Kurdi, Masedonia, Melayu, Ottoman, Persia,Portugis, Rumania, Rusia, Sansekerta, Spanyol, Swedia, Filipina, Tatar, Thailan, , Uigur, Urdu,Usbekistan, Afganistan, Albania, Arab, bahasa Azarbaijan, Banglades, Bosnia, Bulgaria, Cina,Denmark, Belanda, Inggris, Perancis, Georgia, Jerman, Yunani, Gujarat. The World is ReadingRisale-i Nur (Istanbul; Sözler Publication).
46
yang penuh makna bagi generasi setelahnya. Perjuangan untuk kebenaran yang
diyakini, perjuangan dengan semangat yang tak pernah padam.
Ketika Nursi berada di Istanbul, eksistensi dan kapasitas keilmuannya
mulai dikenal masyarakat luas. Dan pada tahun 1910 M. Nursi menuju ke kota
Van setelah dia dinyatakan bebas oleh pengadilan. 64 Disana dia mengisi hari-
harinya dengan mengajar masyarakat dan membimbing pada kebenaran. Dan
disanalah beliau menyusun bukunya al-Munâzarât (merupakan salah satu judul
dalam karyanya Saiqâl al-Islâm), yang kemudian diterbitkan di Istanbul pada
Tahun 1913 M.65
Pada musim dingin tahun 1911 M. Nursi berkunjung ke Syam, di sana dia
berkesempatan menyampaikan khutbahnya di Masjid Raya Umawi Damaskus,
yang kemudian pidato tersebut dicetak dan diterbitkan dengan judul al-Khutbatu
al-Syâmiyyah, berisikan tentang penyakit-penyakit yang melanda umat Islam saat
itu serta obatnya.66 Lima tahun kemudian tepatnya pada tanggal 16 Februari 1916
M. Rusia berupaya menguasai Anatoli dan berhasil menduduki kota Ardaru m.
Nursi bersama para muridnya turut serta dalam menghadapi tentara Rusia, dan
selama dalam pertempuran tersebut Nursi berhasil menyusun tafsirnya Isyârât al-
I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, yang penyusunannya dengan cara beliau diktekan kepada
muridnya yang bernama Habib67 di dalam medan peperangan.
64 Nursi didakwa terlibat dalam peristiwa 31 Maret 1909 M. yaitu pemberontakan yangdilakukan oleh kelompok al-Ittihâd Wa al-Tarâqî atau Vahide menyebutnya dengan KomitePersatuan dan Kemajuan (Committee of Union and Progres , CUP), dia ditangkap dan dibawa keMahkamah Militer, dia juga dituduh terlibat dengan Serikat Muhammad ( al-Ittihâd al-Muhammadî) yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya pemberontakan, namun akhirnya diadinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 75, lihat juga Salih, SaidNursi, h. 24.
65 Salih, Said Nursi, h. 26. Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Sîrah DzâtiyyahPenerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004) h. 113.
66 Salih, Said Nursi, h. 26. Lihat Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 115.67 Salih, Said Nursi, h. 29. Dan lihat Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 124.
47
Empat tahun berselang, tepatnya pada tanggal 16 Maret 1920 M. ketika
Istanbul berada di bawah kekuasaan Inggris, Nursi berh asil menyelesaikan buku
yang berjudul al-Khutuwât al-Sitti (enam langkah), berisi refleksi Nursi terhadap
kebijakan Inggris dan mengklarifikasi berbagai isu yang berkembang di
masyarakat dengan diperkuat dalil yang argumentatif. 68
Buku Isyârât al-I’jâz Fî Mazhân al-Ijâz, adalah buku pertama yang
diterbitkan dalam bahasa Arab. Kemudian pada tahun 1921 M. disusul
diterbitkannya buku Qazil Ijâz Fî al-Mantîq. Dan selama beliau di Ankara 69 buku
Dzail al-Dzail al-Habbâb dan beberapa bagian dari buku al-Matsnâwî al-‘Arabî
al-Nûrî juga berhasil disusun oleh Nursi. Sedangkan karyanya dalam bahasa
Turki, al-Sânihât terbit pada tahun 1923 M. dan sebelumnya yaitu pada tahun
1921 M. makalah-makalahnya terbit secara berturut -turut; Rumuz, Isyârât,
Tulu’ât, Lama’ât, Syuâ’ât, Min Ma’rifah al-Nabi Saw., Nuqtah Min Ma’rifatillâh
Jalla Jalâluhu.70
Hingga pada tahun 1925 Nursi ditangkap dan dibuang, karena dia dicurigai
termasuk dalam golongan Syaikh Said Chiran yang memberontak terhadap
pemerintahan71 Mustafa Kemal waktu itu. Dan Nursi sampai di Barla, yaitu
68 Salih, Said Nursi, h. 40. Lihat juga Nursi, Sîrah Dzâtiyyah, h. 144.69 Pada waktu itu Ankara berada di bawah pimpinan Mustafa Kemal Attaturk, dan karena
Nursi tersohor sebagai seorang ulama yang berpengaruh dan memusuhi kaum penjajah, makabeliau pun diundang oleh Mustafa Kamal untuk datang ke Ankara supaya bergabung denganny a.Akan tetapi ajakan itu ditolak oleh Nursi. Salih, Said Nursi, h. 41.
70 Salih, Said Nursi, h. 43. Bandingkan dengan apa yang ditulis oleh Vahide, bahwa Nursimenerbitkan dua belas karyanya yang beberapa di antaranya adalah berupa tulisan ringkas,tepatnya sebelum bulan oktober 1921 M. karya -karya tersebut: Isyârat al-I’jâz (1918), Nokta(1918-1919) Hakikat Cekirdekleri 1 (1919-1920), Hutuvat-i Sittie (1929), Tuluat (1920-1921),Sunuhat (1919-1920), Lemeat (1921), dan Hakikat Cekirdekleri 2 (1920-1921). Lihat Vahide,Bediuzzaman, h. 173.
71 Pemberontakan meletus di bawah pimpinan Syaikh Said Chiran, seorang pemimpinTarîqah Naqsyabandiyyah dan juga seorang pemimp in terkemuka suku Kurdi. Salih, Said Nursi, h.45. Orang-orang Kurdi mulai menginginkan kemerdekaan semenjak dihapuskannya sistemkekhalifahan, dan disusunnya serangkaian undang -undang pada bulan Maret dan April 1924, yangsemakin menjadikan negara tersebu t benar-benar sekuler. Disamping itu nasionalisme ke -Turkian
48
tempat pembuangannya, 72 pada tahun 1926 M. dan di sinilah kemudian menjadi
titik balik bagi perjalanan kehidupan Nursi, delapan setengah tahun lamanya
beliau berada di sini, dan di sinilah Nursi menulis banyak bagian Risâlah al-Nûr,73
Barla menjadi pusat terpancarnya “ cahaya keimanan” yang pada waktu itu
hendak dipadamkan. Risalah pertama yang beliau susun di Barla adalah Risâlah
al-Hasyr, risalah yang membahas tentang hari kiamat dan hari kebangkitan yang
akan mengumpulkan semua manusia sejak Adam As. sampai manusia te rakhir di
suatu tempat yang disebut Mahsyar dengan diilhami oleh al-Asmâ' al-Husnâ dan
disertai dengan penjelasan yang argumentatif serta contoh -contoh yang mudah
difaham.74
Setelah itu, Nursi dipindahkan ke Asbarithah pada tahun 1934 M. disana
Nursi hanya memfokuskan diri untuk menyusun Risâlah al-Nûr, yakni risalah-
risalah al-Iqtisâd, al-Ikhlâs, al-Hijâb, al-Isyârât al-Tsalâtsah, al-Mardâ, dan al-
Syuyûkh.75 Yang kesemuanya adalah kandungan dari kitab al-Lama'ât. Berkali-
kali Nursi dipindah dari satu pengasingan ke pengasingan lain, selama dalam
pengasingan dia selalu diawasi oleh polisi pada setiap kegiatan dan aktifitasnya,
dan berkali-kali juga dia dimasukkan penjara -yang kemudian disebut dengan
istilah Madrâsah Yûsufiyyah76- dengan berbagai macam tuduhan -tuduhan77 yang
dialamatkan padanya meskipun akhirnya t idak terbukti.
yang digalakkan pemerintah waktu itu dirasa merugikan identitas -identitas lainnya. Vahide,Bediuzzaman, h. 203.
72 Tujuan pembuangan Nursi ke sebuah tempat terpencil adalah, supaya dia terlarut dalamdzikir dan ibadahnya, agar pengaruhnya pudar dan terlupakan oleh masyarakat, dan juga supayaajarannya tidak tersebar luas. Salih, Said Nursi, h. 51.
73 Vahide, Bediuzzaman, h. 213.74 Salih, Said Nursi, h. 58.75 Ibid., h. 65.76 Penamaan penjara dengan Madrâsah Yûsufiyyah, adalah terilhami dengan cerita kisah
Nabi Yusuf yang juga dipenjara justru karena membela kebenaran yang diyakininya (QS. Yusuf,ayat 42). Salih, Said Nursi, h. 61. Lihat juga Vahide, Bediuzzaman, h. 245.
49
Tercatat tiga kali Nursi dimasukkan penjara dengan tuduhan -tuduhan yang
tidak benar. Mulai pada penjara Eskisehir78 pada tahun 1935 M. kemudian ke
penjara Denizli79 pada tahun 1943 M. hingga menuju penjara Afyon80 1948 M.
akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat Nursi dan para pengikutnya untuk
terus memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini. Karena mereka
bersemboyan bahwa penjara merupakan imbalan minimal yang harus diterima
sebagai konsekwensi orang-orang beriman untuk mendapatkan manisnya Ri do
Ilahi. Hal ini tidak menyurutkan semangat Nursi untuk memperjuangkan
kebenaran dan memberikan pendidikan melalui cahaya al -Qur'an melalui Risâlah
al-Nûr sampai akhir hayatnya. Hingga beliau meninggal pada hari Rabu 25
Ramadhan 1379 H. atau 23 Maret 1960 M. 81 Justru di dalam beberapa Madrâsah
Yûsufiyyah inilah kemudian lahir banyak karya -karya Nursi dari Risâlah al-Nûr.
77 Secara umum, tuduhan yang selalu dialamatkan pada Nursi dan para muridnya, adalahbahwa dia dituduh membentuk organisasi bawah tanah, menghasut masyarakat agar memberontakpada pemerintahan yang sekuler, melakukan upaya untuk meruntuhkan sistem pemerintahan, danjuga menghina penguasa atau Mustafa Kemal. Salih, Said Nursi, h. 75.
78 Hampir satu tahun Nursi berada di Eskisehir, dan disana dia berhasil menyusunkaryanya al-Lam'ah yang kedua puluh delapan, dua puluh sembilan, dan dan yang ketiga puluh .Salih, Said Nursi, h. 66. Vahide menambahi bahwa selama di Eskisehir Nursi juga sempat menulisSu’â (sinar pertama) dan Su’â (sinar kedua). Lihat Vahide, Bediuzzaman, h. 245. Dari Iski Syahr,pada tahun 1936 M. Nursi sempat diasingkan menuju Qastumi selama tujuh tahun. Di sana beliauterus berkarya dan menulis bagian Risâlah al-Nûr; Al-Syâ’â as-Sâbi’, al-Syâ’â al-Tsâlits, al-Syâ’âal-Râbi’, al-Syâ’â al-Tsâmin, al-Syâ’â al-Tâsi’, dan al-Syâ’â al-Khâmis. Lihat Salih, Said Nursi,h. 69.
79 Nursi berada dalam penjara Denizli selama sembilan bulan, dan selama disana beliauberhasil menyusun Risâlah al-Tsamrah, yang ditulis dalam kertas lalu dipotong kecil -kecilkemudian dimasukkan ke dalam korek api. Kemudian secara sembunyi -sembunyi beliaumelemparkannya melalui jedela kamarnya ke sel para muridnya -yang ikut dipenjara juga- untukkemudian disalin oleh para muridnya. Salih, Said Nursi, h. 78.
80 Afyon adalah Madrasah Yusufiyyah terakhir bagi Nursi, selama dua puluh bulan beliauberada di sini. Dalam penjara ini, beliau tetap saja melaksanakan misi dakwahnya, dan b anyakpara nara pidana dan penghuni penjara lainnya yang akhirnya mendapatkan hidayah dari Allahmelalui perantara Nursi. Disamping beliau juga tetap menulis, dan berhasil menyeseaikankaryanya al-Sya’â yang kelima belas, yakni Risâlah al-Hujjah al-Zahrâ' yang berisikan dalil-dalilargumentatif tentang wujud Allah Swt. dan ke -esaan-Nya serta bahwa Muhammad Saw. adalahbenar-benar seorang nabi akhir zaman. Salih, Said Nursi, h. 89.
81 Salih, Said Nursi, h. 118.
50
2. Metodologi Penafsiran
Kajian kritis terhadap al-Qur'an akan selalu memunculkan beragam
penafsiran, baik dari segi metodologi maupun karakteristik penafsiran. Ketika
berbicara tentang metodologi penafsiran al -Qur'an, banyak orang yang merujuk
al-Farmawi yang memetakan metode penafsiran al -Qur'an menjadi empat bagian
pokok, yaitu : tahlîlî, ijmâlî, muqâran, dan maudû’î.82 Hal tersebut merupakan
konsekwensi logis dari adanya keinginan umat Islam untuk mendialogkan al -
Qur'an sebagai teks yang terbatas dengan perkembangan problem sosial
kemanusiaan sebagai konteks yang tak terbatas.
Ali Iyâzî dalam bukunya al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum
memaparkan bahwa terdapat empat istilah yang berkaitan dengan metodologi
penafsiran, yaitu : manhaj, tarîqah, laun, dan ittijâh.83 Dari keempat metodologi
ini, kemudian akan kita coba terapkan dalam konteks tafsir Risâlah al -Nûr karya
Bediuzzaman Said Nursi.
Pertama, dari sisi manhaj atau sumber penafsiran al-Qur'an, dibedakan
menjadi dua, tafsîr bi al-ma'tsûr atau bi al-naqlî84 dan tafsir bi al-ma'qûl atau bi
al-ra'yî85. Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan pada penekanan sumber
penafsiran yang digunakan. Jika yang pertama lebih cenderung pada nu kilan
82 ‘Abd Hayy al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î (Kairo: Al-Hadârah al-‘Arabiyyah, 1997), h. 23.
83 Muhammada ‘Alî Iyâzî , Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum (Teheran:Mu'assasah al-Tibâ’iyyah wa al-Nasr Wizarât al-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H), h. 31-33.
84 Tafsîr bi al-ma'tsûr atau bi al-naqlî adalah bentuk penafsiran yang ayat dengan ayat,ayat dengan hadits Nabi Saw. atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat, ataupenafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in. Mu hammada Husein al-Dzahabî, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn,vol. 1 (Kairo: Madanî, 2000), h. 76.
85 Tafsir bi al-ma'qûl atau bi al-ra'yî adalah penafsiran yang dilakukan denganmenggunakan akal atau rasio sebagai titik tolak. Dalam menjelaskan makna al -Qur'an, seorangmufassir berpegang pada pandangannya sendiri dan penyimpulan yang diadasarkan pada rasio,sesuai dengan kemampuan dan keilm uan yang dimilikinya. Manna’ al -Qattân, Mabâhits fi ‘Ulûmal-Qur'ân (t.tp.: Mansyûrât al-‘Ashr al-Hadîts, t.t.), h. 351.
51
riwayat ataupun ayat, sedangkan yang kedua cenderung mengandalkan akal. Akan
tetapi kategorisasi seperti ini tidaklah mutlak, karena yang pertama juga tidak
akan mengabaikan peran akal sepenuhnya, dan begitu juga dengan yang kedua,
tidak berarti meninggalkan nukilan riwayat sepenuhnya . Oleh karena itu,
kategorisasi tersebut adalah bermakna dominasi, yaitu mana yang lebih dominan
dalam sebuah karya tafsir.
Dalam konteks tafsir Risâlah al-Nûr karya Nursi, dapat dikatakan bahwa
Nursi mempunyai metode dan cara khusus dalam penafsirannya. Dalam metode
penafsiran berdasarkan sumber penafsirannya, dia menggunakan metode
penafsiran bi al-Ra'yi atau pendekatan logika. Hal ini dapat dilihat bahwa, dalam
tafsirnya Nursi banyak menggunakan penjelasan -penjelasan yang logis dan tidak
jarang memberikan berbagai contoh yang dekat dengan kehidupan supaya lebih
mudah dipahami.
Adapun kerangka berfikir yang digunakan Nursi adalah dengan
menggunakan kaidah yang berbeda dari kaidah yang ada umumnya. Kaidah
umum kausalitas atau “sebab-akibat” (al-Mu’tsir ‘alâ al-Âtsar) tidak digunakan,
akan tetapi digunakan kerangka berfikir secara terbalik oleh Nursi yaitu dengan
kaidah “akibat-sebab” (al-Âtsar ‘alâ al-Mu’tsir)86, karena menurut Nursi
pengambilan dalil dengan menggunakan metode ini lebih selamat .87
Bagi Nursi pengambilan dalil pada metode “akiba t-sebab” telah
memalingkan pandangan manusia pada hikmah suatu peristiwa atau kejadian alam
86 Seperti contoh adanya api menimbulkan adanya asap, adalah contoh al-Mu’tsir ‘alâ al-Âtsar atau “sebab-akibat”, sedangkan contoh asap disebabkan oleh adanya api disebut al-Âtsar‘alâ al-Mu’tsir atau “akibat-sebab”. Menutur Nursi pengambilan dalil dengan menggunakanmetode “akibat-sebab” dianggap lebih selamat, karena mencari penyebab timbulnya asap itu lebihselamat, karena bisa jadi penyebab asap itu bukan api. Lihat Salih, Said Nursi, h. 205.
87 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Isyârât al-I’jâz (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 150
52
baik akibat yang telah diketahui atau belum diketahui. Nursi memilih definisi
berdasarkan sebab yang sebenarnya yaitu Sifat -sifat Allah dan Nama-nama-Nya
yang Indah. Setiap kali ilmu modern mendengungkan berbagai macam penemuan
barunya, maka penemuan tersebut akan menjadi perantara untuk memahami
sesuatu yang lebih jelas bagi masalah keimanan. Metode Risâlah al-Nûr
terangkum dalam ungkapan “ setiap kali zaman ini menjadi muda, maka al -Qur'an
akan lebih bertambah muda dan indah dengan simbol -simbolnya yang menjadi
jelas.”88 Dari sini jelas bahwa Nursi dalam menyusun Risâlah al-Nûr adalah tidak
lepas dari pengaruh dan merespon kondisi dunianya waktu itu.
Dalam tafsir Risâlah al-Nûr, Nursi menjadikan al-Qur'an sebagai satu-
satunya rujukan dalam penulisan tafsirnya. Jadi dalam tafsirnya, hampir tidak kita
temukan rujukan yang diambil Nursi dari kitab lain, karena memang hanyalah al -
Qur'an yang dijadikan rujukan. Proses penulisan dan juga rujukan yang digunakan
Nursi dalam menyusun tafsirnya Risâlah al-Nûr adalah suatu yang tidak lazim dan
istimewa, seperti dikatakan oleh Ihsan Kasim Salih :
Risâlah al-Nûr dan penerbitannya merupakan sesuatu yang sangatistimewa dalam sejarah dakwah Islam modern. Hal ini berdasarkanasumsi, bahwa risalah Said Nursi tidak banyak yang dit ulis secaralangsung oleh dirinya. Oleh karena itu, kebanyakan dari risalah -risalahbeliau selalu didiktekan kepada sebagian para muridnya. Kemudiannaskah asli dari risalah-risalah tersebut beredar dan tersimpan di antaramereka yang selama ini bertugas m enyalin dan mencatatnya. Selanj utnyaseluruh naskah tersebut diserahkan kepadanya untuk dikoreksi ulang satu -persatu. Dari seluruh risalah karyanya ini, beliau hanya menjadikan al -Qur'an sebagai satu-satunya sumber rujukan. Semua ini terjadi berkatRahmat yang dilimpahkan Allah kepadanya, yakni bahwa beliau diberianugrah berupa daya ingat yang luar biasa dan daya hafal yang sangatmengagumkan. Dengan demikian, saat -saat menyusun risalahnya, beliauhanya bersandar pada al -Qur'an dan ilmu-ilmu agama yang pernah
88 Lihat Salih, Said Nursi, h. 205.
53
dibaca pada awal masa kehidupannya yang tersimpan dalamingatannya.89
Menurut Nursi, tidak ada penafsiran yang paling benar, akan tetapi yang
ada hanyalah perbedaan pendekatan terhadap al -Qur'an yang ditentukan oleh
perbedaan tujuan dan motivasi. 90 Hal ini mengacu pada relativitas kebenaran
dalam penafsiran dan juga menegaskan bahwa pandangan -pandangannya tidak
selamanya benar dan harus didengar serta wajib diikuti.
Kedua, dari sisi tarîqah atau metode dan cara menafsirkan al -Qur'an. Bila
mengikuti pemetaan yang digunakan ‘Abd al -Hayy al-Farmawî, maka cara
menafsirkan dapat dibedakan menjadi empat; tahlîlî,91 ijmâlî,92 muqâran93 dan
maudû’î.94
Dalam menyusun kitabnya Risâlah al-Nûr, Said Nursi menggunakan
metode tematik atau maudû'î jika dilihat dari cara penyajiannya . Nursi
89 Iibid., h.58.90 Penafsiran dan penerjemahan yang benar dan pasti terhadap al -Qur'an adalah tidak
mungkin. Keunggulan gaya bahasa al -Qur'an yang merupakan elemen di dalam keajaibanmaknanya, sama sekali tidak dapat ditiru dalam terjemahan. Jangankan menirunya, menjelaskandan menerangkan kebenaran dan kenikmatan yang diperoleh dari keunggulan gaya bahasa itu saj asangatlah sulit. Lihat Bediuzzaman Said Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan YangTak Terjelaskan, Penerjemah: Sugeng Hariyanto dkk. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), h. 515 -516.
91 Metode tahlili adalah metode menafsirkan ayat -ayat al-Qur'an dengan memaparkansegala aspek yang terkandung di dalamnya, dan urutannya disesuaikan dengan urutan surat yangada dalam mushaf al-Qur'an. Metode tafsir ini menjelaskan juga kosakata (susunan kalimat),korelasi antar ayat, maupun antar surah, menjelaskan asbâb al-nuzûl dan mengutip dalil-dalil dariNabi Saw., sahabat, dan tabi’in. Al -Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 24.
92 Metode ijmali adalah metode penafsiran al -Qur'an dengan cara mengemukakan maknaayat secara global. Biasanya bentuk penafsiran seperti ini menitikberatkan pada inti dan maksuddari ayat-ayat al-Qur'an yang dikaji. Al-Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 43.
93 Metode muqaran adalah metode penafsiran al -Qur'an dengan cara perbandingan, yangmencakup perbandingan ayat al -Qur'an dengan ayat al-Qur'an lain, perbandingan al -Qur'an denganHadis, dan perbandingan penafsira n mufassir satu dengan mufassir lainnya. Al -Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 46.
94 Metode maudu’i ada adalah metode penafsiran al -Qur'an secara tematis sesuai dengantema atau judul yang telah ditetapkan. Metode tafsir ini memiliki dua bentuk, bentuk pertama yaitumenafsirkan satu surah al-Qur'an dengan menggabungkan maksud antar ayat serta pengertiannyasecara menyeluruh. Bentuk kedua denga n cara menghimpun ayat-ayat al-Qur'an yang memilikikesamaan tema atau arah tujuan, kemudian dianalisis dan menghasilkan suatu kesimpulan. Al -Farmawî, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î, h. 51-52.
54
menafsirkan kitabnya Risâlah al -Nûr secara tematis dengan tema-tema atau judul
yang ada. Kemudian dia memberi ayat -ayat al-Qur'an yang berkaitan dengan tema
dan menjadikan dasarnya, serta dijelaskan dan diberi kesimpulan. Hal ini dapat
dilihat dari dua tema besar yang menjadi perhatiannya dalam Risâlah al -Nûr, yaitu
keimanan atau tauhid dan persoalan masalah moralitas masyarakat. Yang
kemudian dari kedua grand tema tersebut Nursi membuat tema -tema baru yang
berkaitan ataupun masuk dalam kerangka dua tema besar tersebut.
Ketiga, dari sisi laun atau corak penafsiran yang digunakan mufassir.
Corak sebuah sebuah kitab tafsir ditentukan oleh kecenderungan yang
mendominasi dalam kitab tersebut, dan tergantung pada ketertarikan mufassir
dalam menafsirkan tafsirnya. Secara garis besar, kitab tafsir yang ada dapat
diklasifikasikan setidaknya dalam beberapa corak berikut : corak kebahasaan,
corak fikih atau hukum, corak teologi atau kalam, corak sufi atau isyârî, corak
ilmu pengetahuan atau ‘ilmî, corak pendidikan, corak dakwah, corak hidayah, dan
corak sosial kemasyarakatan. 95
Dalam Risâlah al-Nûr banyak sekali kita jumpai pesan -pesan Nursi kepada
masyarakat untuk memperkuat akidah dan keimanannya, memahami al-Qur'an
dan mukjizatnya, serta membumikannya dengan berakhlak yang terpancar dari al -
Qur'an. Tema-tema tersebut kemudian dielaborasi dengan penjelasan yang
mengandung pesan moral mendalam dengan perspektif sufi. Maka Risâlah al-Nûr
karya Said Nursi ini mempunyai corak sosial kemasyarakatan yang timbul dari
paradigma seorang sufi.
95 Lihat al-Dzahabî, Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn.
55
Keempat, dari sisi ittijah atau orientasi penafsiran yang digunakan
mufassir. Ittijah juga dapat diartikan madzhab atau alur pikiran yang dikesankan
mufassir dari aliran-aliran akidah yang ditunjukkan oleh seorang mufassir dalam
tafsirnya, seperti madzhab Ahlussunnah, Muktazilah, Syi’ah, ataupun yang
lainnya.
Nursi adalah seorang yang bermadzhab kalam Ahl al-Sunnah,96 dan
mengikuti imam al-Syâfi’î dalam madzhab fiqihnya. 97 Beliau adalah seorang sufi
yang hidup dari didikan Thariqah Naqsyabandiyyah. Maka dari thariqahnya
inilah, yang kemudian banyak penjelasan-penjelasan yang digunakannya
menggunakan perspektif sufi. Meskipun beliau tidak menonjolkan sisi
thariqahnya secara khusus, akan tetapi jiwa sufi -nya, dipancarkan pada setiap
lembar karya Risâlah al-Nûr.
96 Lihat Risalah Qadr yang ada di ris alah ke dua puluh enam dalam kitab al-Kalimât.Lihat al-Nûrsi, Al-Kalimât, h. 541.
97 Lihat Said Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak Terjelaskan .Penerjemah Sugeng Hariyanto dkk. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 574 -575.
56
BAB III
MODERNISASI DI TURKI
A. Proses Modernisasi di Turki
Perkembangan modernisasi di Turki sekarang ini, merupakan kelanjutan
atas perjalanan perjuangan panjang rakyat Turki untuk dapat menemukan
formulasi ideal bagi kesejahteraan masyarakat yang telah dimulai sejak lama. Para
tokoh dan gerakan yang mewarnainya juga berbeda dengan membawa visi yang
beraneka ragam dengan kepentingan dan tujuan yang melatar belakanginya.
Proses modernisasi Turki adalah proses perdebatan panjang yang terjadi di antara
para pembaharu Turki tentang bagaimana menyikapi ide-ide Barat, ajaran Islam,
dan budaya Lokal Turki.1
Sebagaimana klasifikasi yang dibuat oleh Harun Nasution, bahwa gerakan
modernisasi di Turki secara garis besar terbagi menjadi tiga kelompok, 2 yaitu :
pertama gerakan yang berorientasi dan masih berpegang ketat pada prinsip -prinsip
Islam, yang disebut Islamisme. Kedua, gerakan yang banyak mengadopsi
pemikiran, sikap hidup, atau terilhami oleh peradaban Barat, kelompok ini
dinamakan Westernisme. Ketiga, gerakan yang menitikberatkan aspek keaslian
Turki atau secara kenegaraan mereka selalu mementingkan sikap, pola pikir dan
tindakan yang bersandar pada nilai -nilai lokal Turki. Rasa cinta Tanah Air, dan
patriotisme yang tinggi membawa mereka lebih mengutamakan nasionalisme di
atas segala-galanya. Kelompok ini dinamakan kelompok Nasionalisme. 3
1 Moh. Asror Yusuf, Persinggungan Islam dan Barat; Studi Pandangan BadiuzzamanSaid Nursi (Kediri, STAIN Kediri Press, 2009), h. 18.
2 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta:Bulan Bintang, 1975), h. 126.
3 Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern Dalam Islam(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 110.
57
Pertama, kelompok Islamisme terdiri dari para pembaharu yang
mempunyai komitmen kuat atas nilai -nilai islam, mereka berpegang pada prinsip-
prinsip Islam dalam menapaki alur pembaruan nya. Kriteria Islam yang dijadikan
acuan adalah, dengan tanpa membedakan latar belakang keturunan, suku, dan
bangsa. Mereka berusaha untuk menggabungkan antara pemikiran -pemikiran
modern dengan nilai-nilai Islam.4 Mereka tertarik dengan kemajuan yang terjadi
di Jepang, dimana Jepang maju dengan cara mengambil ilmu p engetahuan dan
teknologi Barat, bukan mengambil perilaku dan peradabannya. Jadi kekeliruan
ummat Islam bukan pada agamanya, akan tetapi pada sikap yang keliru dalam
mengambil sesuatu yang datangnya dari Barat. 5
Organisasi terpenting dari kelompok ini dikenal dengan sebutan Sirat-i
Mustakim (Jalan Lurus), yang mencakup orang -orang seperti Said Halim Pasha,
Mahmud Akif (1870-1936), dan Eşraf Edif. Hingga pada tahun 1912 kelompok
ini terkenal dengan Sebilürreşat (Jalan Kebajikan).6 Mereka berpendapat bahwa,
agama Islam tidak pernah menghambat kemajuan. Menurut golongan Islam,
kelemahan ummat Islam selama ini tidak terletak pada syari’at, tapi terletak pada
syari’at yang tidak dijalankan dengan semestinya oleh ummat Islam terutama
sekali oleh khalifah ‘Utsmânî. Agar ummat Islam tidak mundur, maka syari’at ini
perlu untuk dijalankan. Pada tahun 1909 kelompok Islam pernah mengajukan
konsep syari’at ke dewan parlemen. 7
4 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 111.5 Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 131.6 Erik J. Zürcher, Sejarah Modern Turki . Penerjemah: Karsidi Diningrat R. (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 165.7 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 113.
58
Menurut golongan ini, konstitusi tahun 1876 dianggap tidak tepat, 8 karena
dianggap tidak sesuai dengan moral Islam dan kondisi sosial politik Turki pada
waktu itu, sehingga simbol Islam sebagai agama dalam bernegara tidak sesuai,
dan juga Khalifah yang tidak memerin tah berdasarkan nilai-nilai Islam akan
cenderung melenceng, karena kontrol moral yang berdasarkan hukum Tuhan tidak
dimilikinya.
Dalam masalah persamaan hak antara laki -laki dengan perempuan,
pendapat mereka masih bias gender, bahkan menurut Musa Kazim – salah seorang
tokoh golongan ini – perempuan tidak bisa diberi hak dan status yang sama
dengan laki-laki, karena perempuan mempunyai tingkat emosional yang berbeda
dengan laki-laki. Senada dengan pendapat ini adalah Said Halim yang menurutnya
bahwa peradaban sering kali jatuh justru karena kebebasan yang diberikan pada
perempuan.
Mereka tidak pernah menolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mungkin datangnya dari Barat, bahkan mereka setuju dengan
dimasukkannya ke dalam kurikulum sekolah madrasah, akan tetapi mereka
menolak konsep sekularisasi yang diterapkan melalui modernisasi pendidikan.
Golongan Islam ini juga tidak menentang konsep-konsep ekonomi modern, hanya
saja mereka tidak menerima konsep kapitalisme da n ekonomi individual ala Barat,
di samping kelompok ini juga menolak sistem ekonomi sosialis. 9
Erik J. Zürcher memasukkan gerakan Nurculuk (para pembaca Risâlah al-
Nûr atau para murid Bediuzzaman Said Nursi), termasuk pada gerakan modernis
Islam penting yang muncul pada periode konstitusional kedua atau sekitar tahun
8 Dalam konstitusi 1876, tercantum bahwa agama kerajaan ‘Utsmânî adalah Islam.Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 133.
9 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 115.
59
1930-an.10 Nursi pernah menjalin hubungan dengan para tokoh Turki Muda,
hingga kemudian akhirnya bergabung dengan gerakan kontra revolusi yaitu
gerakan Persatuan Muhammad (Al-Ittihâd Al-Muhammadî)11 pada tahun 1909,
dan Nursi juga sempat menjadi propagandis Teşkilât-i Mahsusa12 pada Perang
Dunia I, Nursi mendukung gerakan perlawanan nasional, akan tetapi dia juga
mengingatkan tendensi-tendensi sekularisnya di tahun 1923. Sejak tahun -tahun
pertama di abad itu, Nursi meraih reputasi sebagai seorang ahli agama terutama di
daerah Timur, yang mempunyai pengaruh besar dengan karyanya Risâlah al -
Nûr.13 Akan tetapi gerakan modernis Islam yang dibawa Said Nursi mempunyai
konsep dan warna yang tidak bisa dianggap sama dengan para pembaharu Islam di
atas. Dan secara lebih detail, akan dipaparkan penulis kedalam pembahasan
tersendiri.
Kelompok kedua, gerakan westernisme adalah gerakan yang terdiri dari
orang-orang Barat yang mempunyai idealisme Barat atau para t okoh intelektual
Turki yang terbaratkan pemikiran dan perilakunya. Golongan ini disebut dengan
gerakan westernisme karena banya k mengakomodasi pemikiran Barat dalam
semua aspeknya.
10 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 165.11 Al-Ittihâd Al-Muhammadî organisasi kontra revolusi, yang berdiri tahun 1009.
Merupakan salah satu organisasi oposisi yang berasal dari kelompok agamis konservatif,kelompok ini mengorganisir propaganda berskala luas menentang kebijakan -kebijakan dansekularisme yang dikembangkan oleh kelompok Turki Muda. Zürcher, Sejarah Modern Turki, h.119.
12 Teşkilât-i Mahsusa atau (Organisasi Khusus) adalah organisasi yang diresmikan tahun1914, yaitu kelompok perwira sukarela di bawah pimpinan Mayor Enver. Dalam Pera ng Dunia Iorganisasi itu memainkan peranan penting dalam menumpas gerakan -gerakan separatis, dan jugadalam kampanye teror terhadap bisnis -bisnis Yunani di sebelah Barat Asia Kecil. Kelompok inijuga beroperasi di luar kerajaan, mereka berupaya menyalakan Barlawanan Muslim terhadapRusia, Prancis dan Inggris di kerajaan atau wilayah kolonial mereka masing -masing. Zürcher,Sejarah Modern Turki , h. 138.
13 Zürcher, Sejarah Modern Turki, h. 250.
60
Gerakan westernisme meloloskan ide -ide sekularisme dalam basis
kekuatannya. Mereka berupaya untuk mengadopsi pemikiran Barat secara
intensif, sehingga aspek sosial kemasyarakatan selalu diteropong denga n
pandangan-pandangan sekular. Golongan ini terdiri dari beberapa tokoh yang
dalam gerakan pembaruan di Turki sebelumnya juga sudah banyak
mengedepankan pemikiran Barat secara intensif, namun tokoh yang dianggap
mempunyai kapabilitas dan representatif bagi pemikiran-pemikiran tokoh
sebelumnya adalah Tawfik Fikret (1867 -1951), adalah seorang pemikir sekaligus
sastrawan yang banyak mengkritik dan menentang kaum tradisional. Tokoh
westernizer ekstrem lainnya adalah Abdullah Cevdat (1869-1932), Seorang
intelektual bergelar Doktor yang dianggap salah satu pendiri Komite Persatuan
dan Kemajuan.14 Mereka berkeinginan untuk meninggalkan Peradaban ‘Utsmânî
yang tradisional dan mengadopsi cara -cara Eropa sepenuhnya sebagai
penggantinya.15
Mereka banyak mengkritik ulama tradisional yang dianggapnya telah
membawa ummat Islam ke dalam kemunduran. Taklid buta pada para ulama,
sikap menerima takdir dan berserah total pada nasi b yang cenderung fatalis,
sehingga mengakibatkan masyarakat en ggan untuk melakukan perubahan, belum
lagi ditambah bahwa umat Islam masih terjangkit penyakit bodoh dan malas.
Kelemahan umat Islam saat itu bukan terletak pada ajaran Islam t api terletak pada
sistem sosial yang berdasar pada tradisi Islam dan sistem kekhalifahan.
Sistem pemerintahan perlu disekularisasikan untuk memperjelas
kepentingan bernegara yang berdasar negara, dan kepentingan agama hanya
14 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 116.15 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 162.
61
berdasarkan agama. Rasionalisasi pemikiran harus dilakukan, Barat dapat maju
karena menerapkan sikap rasionalitas dalam kehidupannya dan rasionalitas itu
menjadi pilar-pilar ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menjadi dasar mereka
dalam beragama, yaitu agama yang rasional. Rasionalisasi dalam beragama
mereka lakukan dengan menafsirkan al -Qur'an maupun Sunnah sesuai dengan
tuntutan zaman. Islam harus kontekstual dan diusahakan cocok dengan pemikiran
modern.16
Dalam masalah persamaan hak antara laki -laki dan perempuan, mereka
sangat antusias untuk memberikan hak dan kedudukan yang setara antara laki -laki
dengan perempuan. Bahkan dalam hal ini Abdullah Cevdat mengatakan dalam
tulisannya : “Bukalah al -Qur'an dan bukalah kerudung wanita”. Poligami juga
dianggap hal yang merendahkan kedudukan perempuan, sehingga mereka
menuntut untuk dihapuskan. Peradaban Barat dapat maju karena mereka
memberikan kedudukan yang sama antara laki -laki dengan perempuan.17
Jadi semua aspek penting yang dapat mendorong kemajuan , dianggap oleh
golongan ini sebagai ideologi baru yang mampu membangkitkan modernisasi
Turki dan rakyatnya. Mereka akan selalu mengaktualisasikan dan menafsirkan
Islam untuk sesuai tuntutan zaman.
Golongan selanjutnya adalah gerakan Nasionalisme, yaitu gerakan yang
berusaha untuk mencari berbagai alternatif dalam memecahkan berbagai
permasalahan kehidupan rakyat Turki dengan mencoba mensintesakan antara ide-
ide Westernisme dan pemikiran-pemikiran Islamisme. Usaha ini mereka lakukan
untuk kepentingan yang mendesak , mengingat terpecahnya berbagai golongan di
16 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 118-119.17 Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 137.
62
Turki karena banyaknya kepentingan di antara rakyat nya. Beberapa tokoh penting
gerakan ini antara lain : Yusuf Akçura (1876-1933), Ziya Gökalp (1875-1924) dan
Mustafa Kemal Attaturk (1881-1938).
Yusuf Akçura merupakan tokoh pembaharu yang mengedepankan
pemikiran untuk penghimpunan masyarakat Turki. Ia berusaha menyatukan visi
masyarakat Turki baik yang ada di wilayah itu maupun mereka yang berada di
wilayah Rusia (Kazan), Krimea, dan Azarbaija n sebagai satu bangsa. Pada saat itu
ada tiga kekuatan yang berbeda di dalam kerajaan ‘Utsmânî. Mereka dari
golongan Islam, Rakyat Turki dan Rakyat bukan Islam. 18 Dia mengatakan bahwa
penciptaan atau bangsa Turki dari berbagai unsur yang ada di bawah kerajaan
adalah suatu ilusi, karena negara-negara kolonial akan selalu menghadang upaya-
upaya untuk menciptakan suatu persatuan pol itis yang dilakukan oleh umat Islam
sedunia, tetapi berbeda jika yang dikembangkan adalah Pan -Turkisme – persatuan
bahasa dan bangsa Turki – akan didukung oleh semua bangsa Turki. 19
Ide Nasonalisme selanjutnya dikembangkan oleh Ziya Gökalp, dia
dianggap paling konsisten dalam mensintesakan berbagai unsur dalam warisan
‘Utsmânî (Islam, etnisitas Turki dan negara ‘Utsmânî ) dengan modernisasi
madzhab Eropa. Menurut Gökalp, bangsa Turki memiliki kulturnya sendiri y ang
kuat, menyatu dengan peradaban abad pertengahan yang sebagian adalah Arab -
Islam dan sebagian lagi Bizantium. Solusi terbaik menurutnya adalah dengan
mengganti peradaban ini dengan peradaban Eropa yang modern, dengan tetap
berpegang pada kultur Turki 20 (yang menurutnya adalah sebagai peradaban murni
18 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 120.19 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 164.20 Lihat secara lengkap bagaimana rasionalisasi dan narasi berpikir yang digunakan Ziya
Gökalp untuk menuangkan berbagai ide-idenya tentang bagaimana memposisikan peradaban
63
dari bagian kultur Islam). Kegagalan reformasi Tanzimat adalah karena
penggabungan dengan peradaban Eropa yang menghilangkan kultur mereka
sendiri.21
Dalam kehidupan bernegara, Turki harus berdasar hukum perundang -
undangan modern. Turki hendaknya mereproduksi kembali nilai -nilai hukum yang
saat ini berkembang di Barat dan disesuaikan dengan kondisi rakyat Turki. Turki
tidak perlu memakai syari’at Islam sebagai dasar negara. Negara hanya dapat
berjalan berdasarkan perundangan negara , bukan perundangan agama. Agama
perlu dipisahkan secara tegas dari kepentingan negara, begitu juga sebaliknya.
Secara administratif, Turki perlu menata sistem pemerintahannya. 22 Jadi,
sekularisai dalam sistem pemerintahan masih dipertahankan.
Pemindahan kekuasaan Mahkamah Syari’ah dari jurisdiksi Syaikh al -Islâm
menuju kepada Kementerian Kehakiman, begitu juga pemindahan madrasah dari
kekuasaan Syaikh kepada Kementerian Pendidikan dan seterusnya. Meskipun
Mahkamah Syari’ah bisa diberlakukan, namun fungsinya dialihk an pada aktivitas
mu’âmalah saja. Jadi masalah-masalah agama berada pada wewenang ulama,
sedangkan masalah-masalah kenegaraan berada di bawah kekuasaan pemerintah.
Dengan demikian negara mutlak berdasarkan nilai -nilai sekuler.
Sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan isu-isu pembaruan modern
seperti kedudukan, peranan dan hak wanita – yang sebelumnya diajukan oleh
golongan Westernisme – mulai mendapat tanggapan dan disetujui oleh kaum
Nasionalis. Wanita harus diikut sertakan dalam pergaulan sosial dan ke hidupan
Barat, tradisi Islam dan Nasionalisme Turki. Hal ini diungkap gamblang dalam karyanya. LihatZiya Gökalp, The Principles Of Turkism (Leiden: E.J. Brill, 1968).
21 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 166.22 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 119-121.
64
ekonomi. Di Barat wanita mempunyai hak dan kebebasan yang tinggi, sehingga
kaum wanita dapat mengiringi kemajuan yang dicapai oleh kaum laki -laki.
Sehubungan dengan hal ini, kaum Nasionalis juga menghapus ketentuan hukum
seperti masalah perceraian, perkawinan, dan poligami yang ada dalam hukum
syari’at.
Dalam bidang pendidikan, mereka berusaha untuk menciptakan sistem
pendidikan yang khusus sesuai dengan kebudayaan Nasional Turki sendiri , tidak
berdasarkan Islam, akan tetapi berazaskan nilai-nilai sekuler modern.23
Aplikasi ide pembaruan yang diusung oleh ketiga golongan di atas,
meskipun masing-masing nampak terdapat perbedaan, namun fokus dan perhatian
yang ingin dicapai adalah kemajuan rakyat Turki yang modern. Secara umum,
permasalahan-permasahan yang ditanggapi dan yang mendapat perhatian mereka
adalah mencakup tiga hal, yaitu masa lah hubungan agama dengan negara , apakah
Islam masih perlu dipertahankan untuk diterapkan dalam negara, atau ditolak
sama sekali, atau hanya diambil nilai-nilainya. Masalah ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sedang berkembang di Barat dengan trend positivis, ataukah tetap
mempertahankan ilmu agama dan kebenaran agama, dan direalis asikan dalam
sistem pendidikan, serta masalah kontemporer tentang isu aktual tentang
persamaan hak perempuan. Meskipun tindakan-tindakan yang mereka tempuh
tidak serta merta merubah Turki menjadi modern, akan tetapi apa yang mereka
lakukan adalah proses menuju hasil terwujudnya Turki modern sekarang ini.
23 Lihat Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 122-123.
65
B. Nasionalisme di Turki24
Nasionalisme Turki merupakan faham yang relatif baru, pada awalnya
muncul sebagai sebuah gerakan kultural pada dua dekade terakhir masa
pemerintahan Sultan Abdul Hamid. Nasionalisme bermula dari karya para
Orientalis Eropa, seperti dua orang Perancis bernama de Guignes dan Cahun, serta
seorang Hongaria bernama Vambery yang mempelajari warga Turki Asia Tengah
di abad ke-19 dan mengkaji pula pengaruh Kerajaan Rusia terhadap warga Turki,
terutama warga Tatar dan Azeris. Tokoh Turki dari Rusia yang aktif di Kerajaan
‘Utsmânî adalah orang Azeris bernama Huseinzade Ali (Turan) dan Ağaoğlu
Ahmet, serta orang Tatar bernama Yusuf Akçura 25 dan juga Ziya Gökalp.
Berbeda dengan tokoh-tokoh Nasionalisme di atas, Mustafa Kemal
Attaturk merupakan tokoh nasionalis yang berusaha menggabungkan semua
kepentingan, baik Islam, Barat , maupun nasionalisme Turki. Walaupun ide
keislaman berada pada pertimbangan paling akhir dalam pertimbangan
kepentingan jika dibandingkan dengan ide-ide nasionalisme dan ide Barat, namun
Islam tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pemikiran Mustaf a Kemal
Attaturk.26
Pengetahuannya secara umum begitu luas, ditunjang dengan kemampuan
bahasa Perancisnya yang baik, maka sejak masih masa studi dia telah membaca
karangan-krangan filosof Perancis seperti Rosseou, Voltaire, Auguste Comte,
Montesquieu, dan lain-lain. Di samping itu kajian sejarah dan satra juga termasuk
yang ditekuninya.
24 Sub bab ini memaparkan bagaimana gerakan Nasionalime di Turki yang terjadi dibawah komando Mustafa Kemal Attaturk.
25 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 162.26 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 123.
66
Masa ketika Mustafa Kemal27 di Istanbul adalah masa meluasnya
tantangan terhadap kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid dan masa
pembentukan perkumpulan-perkumpulan rahasia yang tidak hanya dari kalangan
politisi saja, tetapi juga dikalangan pemuda di sekolah -sekolah militer. Mustafa
dengan teman-temannya pernah membentuk suatu komite rahasia dan
menerbitkan surat kabar tulisan tangan yang mengkritik terhadap pemerintahan
Sultan.
Pada konferensi Komite Persatuan dan Kemajuan yang diadakan di
Salonika, Mustafa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara,
yang keduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Ia
berpendapat bahwa agar Negara dan Konstitusi dapat mejadi kuat, maka antara
kedua institusi ini beserta komponennya harus dipisah dan berdiri tersendiri dan
27 Kronologi kehidupan Mustafa Kemal Atta turk secara garis besar adalah : 1880 (1296H.) lahir di Salanik (kini Thessaloniki, Yunani ), ada yang berpendapat ia lahir 19 Mei 1881. Ialahir dari ibu kandung bernama Zubaidah Hanim, sementara ayah kandungnya tidak jelas, danayah tirinya bernama Ali Ridha Afandi. 1892 masuk Sekolah Militer di Salanik dan Manastar (kiniBitola), dan memperolah nama “ Kamal” dari guru Matematikanya. 1895 masuk Sekolah Militer diManastar. 1898/1899 masuk Akademi Militer di Istanbul. 1905 lulus Akademi Militer danditempatkan di Damaskus. Di sini dia bergabung dengan kelompok rahasia “Tanah AirKemerdekaan” dan menjadi penentang aktif Turki ‘Utsmani. 1908 kaum “Turki Muda” merebutkekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer seniornya. 1 Februari1915 memperoleh kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jendral. 1916 naik pangkat menjadi Basya(setingkat Jendral). 1917 diangkat menjadi Wakil Panglima Pasukan Kedua. 1917 & 1918ditugaskan ke front kaukasus (Kafkaslar) untuk perang melawan Rusia, kemudian di tugaskan keHijaz untuk meredakan “Pemberontakan Arab”, ia kembali berdinas untuk mempertahankanPalestina namun gagal. 23 Agustus 1919 berlangsung “Pertemuan Ardh rum” dan dia diangkatmenjadi Gubernur Ardhrum. 1922 setelah perang Shaqariya, ia meminta gel ar “Ghazi” kepadaMajlis dan uang hadiah 4 juta Lira Turki, namun yang dikabulkan hanya gelar “Ghazi” di depannamanya. 29 November 1923 terpilih menjadi Presiden pertama Turki. 3 Maret 1924 melaluisidang Dewan Perwakilan Nasional, ia memecat Khalifah dan membubarkan sistem Khilafah sertamenghapus sistem Islam dari negara Turki. 24 November 1934 melalui keputusan Majlis, iamemasang gelar “Attaturk” pada namanya yang berarti “ Founding Father Turki” atau “LeluhurTurki”. 10 November 1938 meninggal dunia di Istana Dulamah Baghjah Istanbul, karena penyakitradang hati (lever cyruz). Biografi Mustafa Kemal Attaturk secara lengkap dapat di baca padabuku karya Dhabith Tarki Sabiq, Kamal Attaturk; Pengusung Sekularisme dan PenghancurKhilafah Islamiah. Penerjemah: Abdullah Abdurrahman dan Ja’far Shadiq ( Jakarta: SenayanPublishing, 2008).
67
saling menguatkan. Akan tetapi gagasannya ini kurang mendapatkan apresiasi dari
konfrensi.28
Setelah Perang Dunia I, ia diangkat menjadi Panglima dari semua pasukan
yang ada di Turki Selatan. Mustafa Kemal berhasil memukul mundur tentara
sekutu yang menduduki Izmir dan Smyrna berkat dukungan dari rakyat yang telah
membentuk gerakan-gerakan untuk membela tanah air, dan dia telah
menyelamatkan daerah Turki dari penjajah asing.
Ketika diadakan pemilihan Parlemen di Istanbul, golongan nasionalis
memperoleh suara mayoritas. Tetapi Parlemen tidak dapat bekerja secara optimal,
karena selalu mendapat tekanan dan intervensi dari pi hak sekutu. Yang akhirnya
banyak dari anggotanya menggabungkan diri dengan Mustafa Kemal di Anatolia.
Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis bergerak
terus dan dengan Barlahan-lahan dapat menguasai keadaan, sehingga akhirnya
sekutu mengakui mereka sebagai penguasa secara de facto dan de jure di Turki.
Pada tanggal 24 Juli 1923 ditanda tangani Perjanjian Lausanne29 dan pemerintah
Mustafa Kemal mendapat pengakuan International. 30
Hakihat negara Turki yang baru muncul itu masih belum menentu dan
masih mencari formulasi terbaiknya. Kesultanan ‘Utsmânî telah dihapuskan
hampir setahun sebelumnya. Negara diperintah oleh majlis nasional, yang tidak
saja memilih presiden tetapi juga memilih setiap menteri atau “comissar” ( vekil)
28 Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 146-14829 Perjanjian Lausanne adalah perjanjian yang dilaksanakan di Lausanne dari tanggal 20
November 1922 sampai 24 Juli 1923, yang menjadi tonggak awal diakuinya Turki olehInternational, bahwa Turki secara de jure dan de facto berada di bawah pimpinan Mustafa KemalAttaturk. Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 206.
30 Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 149-150. Lihat Moh. Asror Yusuf,Persinggungan Islam dan Barat; Studi Pandangan Badiuzzaman Said Nursi (Kediri, STAINKediri Press, 2009), h. 21.
68
secara langsung. Hubungan konst itusional antara majlis dan khalifah Abdul Majid
Effendi tidak jelas. Konstitusi yang disusun tahun 1922 menyebutkan bahwa
Khalifah secara murni merupakan suatu fungsi keagamaan, namun pada praktek
yang terjadi di masyarakat , mereka tetap memandang Khalifah sebagai kepala
negara, meskipun hanya sekedar seremonial saja.31 Semenjak penghapusan
jabatan itu kedaulatan berada di tangan Majlis Nasional Agung, dan kekuasaan
eksekutif terletak di tangan Majlis Negara. Terpisahlah dengan jelas kekuasaan
eksekutif dari kekuasaan legislatif. 32
Hingga pada bula Januari, Mustafa Kemal mengemukakan bahwa dia
berkeinginan untuk mengubah dualisme kepemimpinan yang menj adikan situasi
membingungkan serta ingin memproklamirkan sebuah negara republik. Hingga
pada tanggal 23 Oktober 1923 Republik Turki diproklamirkan, dengan Mustafa
Kemal sebagai presidennya yang pertama dan Ismet (Inönü) sebagai perdana
menteri yang pertama.33 Kemudian pada tanggal 3 Maret 1924, melalui sidang
Dewan Perwakilan Nasional, ia memecat Khalifah, membubarkan sistem
Khilafah, dan menghapus sistem Islam dari negara Turki, k emudian Khalifah
Abdul Majid Effendi diperintahkan meninggalkan Turki, dan dia beserta
keluarganya pergi ke Swiss .34
Westernisme, sekularisme, dan nasionalisme merupakan dasar pemikiran
Pembaruan Mustafa Kemal. Pembaruan pertama ditujukan pada bentuk negara.
Pemerintah harus dipisahkan dari agama atau sekular. Makna konsep Sekulerisme
Kemalis adalah pelaksaan strategi modernisasi yang berlandaskan pada visi dunia
31 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 215.32 Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 150.33 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 215.34 Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 151.
69
positivis, dimana agama dipandang sebagai penghambat kemaju an dalam proses
modernisasi masyarakat dan negara. Sekularisme mereka - menurut pendapat
Zürcher - bukan berarti pemisahan antara agama dan negara, tetapi lebih
cenderung pada pengendalian dan integrasi agama ke dalam birokrasi negara. 35
Setelah Mustafa Kemal berkuasa serangkaian pembaruan mulai gencar
dilaksanakan, dengan berbagai kebijakan dan undang -undang yang ditetapkan.
Sejumlah perundang-undangan36 yang lahir di bawah kekuasaannya di antaranya :
1. Pada tahun 1924, Kemal menghilangkan institusi keagamaan yang ada
dalam pemerintahan.37
2. Pada 3 Maret 1924, undang-undang tentang unifikasi dan sekularisasi
pendidikan.38
3. Kemudian pada 25 November 1925, undang-undang tentang pakaian
kopiah.39
4. Tanggal 30 November 1925, undang-undang tentang pemberhentian
petugas Jama’ah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman serta
undang-undang penghapusan pemakain gelar.40
35 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 306.36 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 128.37 Jabatan Syaikhul Islam dan Kementerian Syari’at dihapuskan. Bersamaan dengan itu
dihapus pula Mahkamah Syari’ at, dan Hukum Syari’at dalam masalah perkawinan diganti denganhukum Swiss. Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 152.
38 Seluruh sekolah diletakkan di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan. Madrasah -madrasah ditutup dan digantikan dengan sekolah untuk membina imam dan khatib. Di UniversitasIstanbul dibuka fakultas Ilahiyat. Selanjutnya pendidikan agama ditiadakan di sekol ah-sekolahperkotaan pada tahun 1930, sedangkan di daerah pedesaan pada tahun 1933. Nasution, PembaruanDalam Islam, h. 152. Lihat juga penjelasan secara lebih lengkap pada, Binnaz Toprak, Islam danPerkembangan Politik di Turki , Penerjemah Karsidi Diningrat (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999),h. 92-94.
39 Pengadopsian topi dan gaya berpakaian ala Barat. Pemakaian terbus ataupun fezdilarang dan digantikan dengan pemakaian topi ala Eropa. Lihat Toprak, Islam dan PerkembanganPolitik di Turki, h. 84.
40 Pada tahun ini juga dilakukan pengadopsian kalender Georgia dan diperkenalkannyamusik Barat di sekolah-sekolah. Toprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki , h. 84.
70
5. Pada 17 Februari 1926, pemerintah mengadopsi – dengan sedikit
modifikasi – UU Pidana Itali, UU Perdagangan Jerman dan UU
Perdata Swiss. Dalam undang-undang Perdata baru41 ini dijamin
kebebasan individu dalam beragama, sekularisasi upacara pernikahan,
pengadopsian prinsip monogami, sekularisasi dalam perceraian
dengan memberikan hak yang sama antara kedua pihak dalam
menuntut talak, pembolehan pernikahan beda agama, pria dan wanita
mempunyai hak yang sama atas anak, dan pemberian hak warisan
yang sama antara pria dan wanita. 42
6. 20 Mei 1928, undang-undang tentang penerapan angka -angka
international.
7. 1 November 1928, undang-undang tentang penggunaan huruf-huruf
latin untuk mengganti abjad Turki, dan penghapusan tulisan Arab. 43
8. 26 November 1934, undang-undang tentang penghapusan gelar-gelar
dan panggilan kebangsawanan, seperti Effendi, Bey, atau Pasha. 44
9. 26 November 1934, undang-undang tentang larangan menggunakan
pakaian asli Turki.45
41 Pengadopsian UU Perdata baru ini, merupakan suatu tonggak kebijakan pentingmenuju emansipasi kaum wanita di Turki, hingga pada tahun 1934, kaum wanita Turki diberi hakuntuk memilih dan dipilih di Parlemen. Toprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki , h. 100.
42 Toprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki , h. 98-99.43 Perubahan alfabet dari Arab ke Latin. Usaha konkretnya adalah dengan mengubah
kosakata dengan kata-kata baru bahasa Turki. Pelajaran Bahasa Arab dan Persia yang terdapatdalam kurikulum sekolah dihapuskan, dan Tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin. Tujuanpokok pembaruan ini tidak sekedar tujuan pedagogis, tatapi lebih untuk tujuan sosio kultural.Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 152. Lihat juga Toprak, Islam dan Perkembangan Politik diTurki, h. 75.
44 Di samping penghapusan nama gelar dan panggilan kebangsawanan, Harun Nasutionmenulis, bahwa pada tahun 1935 dikeluarkan undang -undang yang mewajibkan warga Turki untukmempunyai nama belakang. Dan hari cuti mingguan yang sebelumnya hari Jum’at menjadai hariMinggu. Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 152. Lihat juga Toprak, Islam dan PerkembanganPolitik di Turki, h. 84.
71
Nasionalisme yang diusung Mustafa Kemal adalah nasionalisme yang
sekular, dia menempatkan agama di bawah kontrol pemerintah. sedangkan
sekularisasi yang dibawa adalah sinonim dengan westernisasi. Konsep
nasionalisme dipahami bukan dalam konteks lokal Turki, akan tetapi dalam
konteks Barat. Bangsa Turki akan eksis bukan sebagai kelompok rakyat yang
memiliki kesamaan masa silam, akan tetapi sebagai kelompok rakyat yang
memiliki kesamaan masa depan di antara bangsa -bangsa Barat yang
berperadaban.46
Kebijakan dan undang-undang tersebut adalah produk dari sebuah negara
yang berusaha mewujudkan ide-ide Barat ke dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara melalui satu kerangka nasionalisme yang sekular.47
Hingga pada tahun 1937, barulah Republik Turki resmi menjadi negara sekular. 48
Meskipun demikian, Mustafa Kemal sebagai tokoh Nasionalis dan juga
pengagum peradaban Barat, akan tetapi dia tidak menentang agama Islam.
Baginya Islam adalah agama yang rasional, tetapi rasionalitasnya telah dirusak
oleh pemeluknya. Oleh sebab itu, ia melihat perlunya pembaruan dalam bidang
agama supaya disesuaikan dengan bumi Tur ki. Al-Qur'an perlu diterjemahkan ke
dalam bahasa Turki, agar dapat difahami oleh rakyat Turki. Demikian juga
khutbah Jum’at harus disampaikan dalam bahasa Turki. Begitu juga azan dalam
bahasa Turki mulai diberlakukan pemakaiannya di tahun 1931. 49
45 Pakaian Keagamaan dilarang dan rakyat Turki baik laki -laki ataupun perempuan harusmengenakan pakaian ala Barat. Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 152.
46 Toprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki , h. 70.47 Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 128.48 Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 151.49 Ibid., h. 153.
72
Sekularisasi yang dijalankan Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan
agama. Sekularisasinya berpusat pada menghilangkan kekuasaan agama dari
bidang politik dan pemerintahan. Oleh karena itu, pembentukan partai yang
berdasarkan agama dilarang. Negara harus dipisahkan dari agama. Institusi -
institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan
dari kekuasaan agama dan syari’at, akan tetapi negara tetap menjamin kebebasan
beragama bagi rakyatnya.50
Kebijakan-kebijakan maupun undang-undang untuk mendukung proyek
pembaharuan dan nasionalisme Turki terus digalakkan, akan tetapi tidak lama
setelah Mustafa Kemal meninggal pada 10 November 1938, gerakan-gerakan
purifikasi serta seruan untuk kembali kepada agama mulai santer dan
bermunculan kembali. Hal ini dikarenakan rasa keagamaan yang telah mengakar
kuat pada masyarakat, Islam telah menyatu pada sistem sosial masyarakat Turki,
sehingga upaya-upaya modernisasi dengan cara nasionalisme yang sekular masih
belum berhasil.
C. Turki di Era Modern51
Cita-cita yang digagas oleh pemerintah Republik Turki di bawah gagasan -
gagasan pembaruan, berupa Nasionalisme yang dikembangkan Mustafa Kamal
tidak serta merta membawa Turki ke ara h yang sangat modern seperti yang dicita-
citakan. Semasa Kemal masih hidup, pembaruan berjalan lancar meskipun banyak
memperoleh tentangan dan tantangan dari para golongan Islam tradisional, akan
tetapi setelah Kemal wafat, Nasionalisme dan Sekularisasi ya ng digagasnya
50 Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 153.51 Era Modern yang di asumsikan penulis adalah, Turki pada masa -masa setelah gerakan
modernisasi yang digalakkan di Turki, yaitu periode setelah Republik Turki dengan Nasionalismesekularnya di bawah kekuasaan otoriter Mustafa Kemal Attaturk.
73
semakin melemah pamornya karena kuatnya tradisi Islam yang telah berakar pada
masyarakat Turki sehingga sulit dipengaruhi dengan ide -ide Barat. Masyarakat
Turki mempunyai ikatan batin yang kuat dengan Islam sebagai agama yang telah
mereka anut semenjak berabad-abad lalu yang nilai-nilainya telah tertanam dalam
tradisi kehidupan mereka.52
Semenjak tahun 1940-an, aktivitas-aktivitas keislaman mulai dihidupkan
kembali, imam-imam tentara sudah diaktifkan lagi di dalam Angkatan Bersenjata
Turki. Pada tahun 1949 pendidikan agama mulai dihidupkan kembali dan bahkan
dijadikan mata pelajaran wajib di sekolah, setelah sebelumnya s empat dihapuskan.
Mulai tahun 1950, pelarangan ibadah haji sebelumnya dengan alasan pemborosan
ekonomi, mulai dicabut. Lembaga penerbitan Islam kembali menyiarkan ide -ide
keislamannya. Para buruh dan petani yang dulu takut untuk mengikuti ajaran
Tarîqah, nampak kini mulai berkembang. Organisasi -organisasi politik Islam
yang dulu dibubarkan dan dimusuhi penguasa pembaharu, juga mulai memainkan
peranannya.53
Melihat kondisi ide-ide pembaruan yang banyak terilhami oleh semangat
nasionalisme dan sekularisasi yang semakin terdesak dan semakin tidak populer,
maka ide-ide yang berorientasi pada pemurnian nilai -nilai Islam mulai mendapat
perhatian baru. Sejumlah tokoh yang meskip un tidak antipati dengan ide
pembaruan, namun sangat berkompeten untuk menegakkan citra Islam, mencoba
membangun kembali kekuatan Islam yang berbeda dengan sebelumnya. Dalam
52 Lihat Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 131.53 Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 154.
74
hal inilah Bediuzzaman Said Nursi dan juga para pengikutnya banyak berperan
untuk membangkitkan kembali semangat dan nilai-nilai Islam di Turki.54
Hingga pada tahun 1950-an, terkenal sebuah kelompok yang bernama
Nurcus, yang sebelumnya pada tahun 1930-an gerakan ini dikenal dengan sebutan
Nurculuk (para pembaca Risâlah al-Nûr atau para murid Bediuzzaman Said
Nursi). Meskipun Nurcus mengklaim diri mereka tidak terlibat dalam dunia
politik, akan tetapi publikasi-publikasi yang mereka lakukan menunjukkan dengan
jelas bahwa mereka menentang ide Republik Sekular yang menerapkan
Nasionalisme kebarat-baratan dan ingin merestorasi menjadi Nasionalisme yang
bernafaskan Islam.55
Dalam kehidupan bernegara, konstitusi Turki tahun 1961 – yang berlaku
sampai sekarang ini - mengatur agama baik dalam teksnya sendiri maupun dalam
rujukannya kepada serangkaian hukum organis. Walaupun kekuatan pesan yang
terkandung dari konstitusi ini merupakan amandemen yang mengandung kekuatan
atas produk hukum sebelumnya, namun pada intinya telah memberi peluang baru
bagi Islam sebagai ajaran moral yang mengika t dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara serta mengindikasikan adanya hakikat pembebasan atas
pemberlakuan Islam sebagai pilihan masyarakat.
Turki dewasa ini hanya meninggalkan sejarah tentang upaya modernisasi
yang dijiwai oleh nasionalisme sekular y ang kurang berhasil. Selain faktor sosial,
politik, dan ekonomi, faktor keadilan sosial merupakan faktor yang sangat penting
bagi masyarakat Turki, dan masyarakat Turki menyandarkan harapannya kepada
54 Lihat Maryam Jameelah, Islam dan Modernitas . Penerjemah A. Jainuri dan Syafiq A.Mughni (Surabaya: Usaha Nasional , t.t.), h. 267. Lihat juga Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h.132.
55 Toprak, Islam dan Perkembangan Politik di Turki , h. 157
75
jalur-jalur nilai Islam untuk mewujudkan cita -cita keadilan sosial ini. Citra Turki
pada tiga dekade terakhir semakin menampakkan penekanan agama sebagai solusi
untuk memperoleh legitimasi kekuatan dalam masyarakat luas. Dengan asumsi
tersebut, maka Turki akan “ kembali menjadi Muslim” baik secara esensial
maupun eksistensial dalam setiap dimensi kehidupan dimasa mendatang. 56
Turki pada abad 21, dimana Situasi politik, yang mungkin dirasakan stabil
selama kurang lebih 50 tahun tampaknya mulai mengalami perubahan mendasar.
Semenjak pemberlakuan politik multi partai pada tahun 1946, suara terbagi
menjadi beberapa blok. Blok kanan -tengah direpresentasikan oleh Partai
Demokrat, Partai Keadilan (pengganti PD), Partai Tanah Air, dan Partai Jala n
Lurus, mereka menguasai sekitar 40 sampai 60 % suara. Blok kiri -tengah diisi
oleh Partai Rakyat Republik, Partai Pupulis Demokrat Sosial dan Partai Kiri
Demokrat yang menguasai 25 sampai 40 % suara. Politik dengan aliran radikal
yang mengusung isu-isu Marxisme, Fundamentalisme maupun Fasisme versi
Turki masih tetap fenomena asing dan termarginalkan. Namun semenjak tahun
1994, kekuatan ketiga yang tidak boleh dipandang sebelah mata telah muncul
dalam bentuk Partai Kesejahteraan, Partai Islam – namun bukan fundamentalis –
yang mampu menguasai sekitar 30 % suara. Sementara blok kanan -tengah dan
tengah-kiri popularitasnya semakin menurun, yaitu sekitar 35 dan 25 % secara
berurutan.57
Tak terkecuali dalam bidang politik, segala aspek modern mulai
diperhatikan. Mulai dari perkembangan isu kesetaraan gender dan gerakan
feminisme di Turki yang mulai bermunculan di tahun 1980-an. Pada tahun 1982
56 Lihat Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran , h. 133.57 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 433.
76
di Istanbul dilaksanakan sebuah sim posium yang membahas tentang isu
feminisme. Pada tahun 1983 sebuah grup feminis menerbitkan buletin Somut yang
membahas tentang isu-isu perempuan di dalamnya. Dan pada tahun 1984
sekelompok feminis Istanbul mendirikan organisasi publik pertama kalinya yang
diberi nama “Women Circle”. Pada tahun 1986 di Istanbul dan Ankara kelompok
feminis bersama-sama membuat satu kampanye, yang berisi sebuah petisi pada
pemerintah untuk menghilangkan segala macam diskriminasi dan penindasan
pada perempuan.58 Dalam masalah kebebasan berjilbab, akhirnya pada tanggal 10
Februari 2008, parlemen menyetujui pencabutan larangan berjilbab di kampus.
Sebanyak 401 anggota parlemen menyatakan setuju, sedangkan hanya 110 yang
menolaknya.59
Begitu juga masalah isu-isu hubungan internasioanl modern juga mulai
mendapat perhatian. Ide bahwa Turki harus bergabung dengan Eropa atau
tertinggal untuk selamanya , semakin kehilangan signifikansinya. Para pemikir dan
tokoh intelektual tidak lagi tertari k dengan isu tersebut, karena yang terpenting
adalah bagaimana Turki bisa menjadi maju layaknya bangsa -bangsa Eropa, tidak
penting apakah termasuk dan diakui secara yuridis atau tidak, akan tetapi
serangkaian kebutuhan dan kepentingan -kepentingan yang saling tumpang-tindih,
di mana negara-negara Eropa sedikit banyak akan bekerja sama pada bidang -
bidang tertentu dan saling bersinggungan, 60 maka bisa dikatakan, bahwa secara
esensial Turki telah menjadi bagian dari Eropa .
58 Baca, Sirin Tekeli, ed., Women In Modern Turkish Society (London: Zed Books,1995), h. 14.
59 http://international.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/02/10/18/82331/ , diaksespada 5 maret 2010.
60 Zürcher, Sejarah Modern Turki , h. 435.
77
BAB IV
PENGARUH MODERNISASI ATAS PENAFSIRAN
A. Keterpengaruhan Penafsiran Oleh Modernisasi Turki
Seseorang adalah produk dari zamannya, ungkapan ini secara sederhana
menerangkan bahwa seseorang pasti tidak akan bisa terlepas dari kehidupan
sosialnya, yang pada akhirnya akan membentuk pribadinya dan mempengaruhi
pemikirannya. Tak terkecuali hal tersebut akan dialami juga oleh seorang mufassir
yang pada akhirnya akan mempengaruhi pemikiran dan penafsirannya.
Nursi adalah seorang ulama dengan visi yang kuat untuk menyatukan
dunia Islam yang sedang retak-retak. Perjuangan dan karya-karya Nursi
memberikan wawasan luas dan gambaran yang mendalam tetang masa sejarah
pasca Tanzimat di Turki. Disamping masalah keimanan yang menjadi fokus
utama Nursi waktu itu, yang meny ebabkan bobroknya moral masyarakat , pokok
tema dalam penafsiran Nursi juga banyak merespon isu relevansi tentang Negara
Islam, apakah masih patut diperjuangkan sebagai dasar negara atau tidak, dan juga
pembahasan tentang hubungan antara Islam dengan modernisasi yang berbentuk
Nasionalisme Sekular1. Disamping juga yang tidak kalah pentingnya, bahwa
masalah keadilan dan persamaan hak antara laki -laki dengan perempuan juga
menjadi pembahasan yang mendapat perhatian khusus oleh Nursi .
Dalam pembahasan ini, penulis memfokuskan pembahasan pada tiga hal di
atas yang menjadi isu penting ketika dikaitkan antara pengaruh modernisasi yang
terjadi di Turki terhadap penafsiran Bediuzzaman Said Nursi. Yaitu hubungan
agama dengan negara, mengenai seputar pertanyaan yang muncul apakah Islam
1 Şükran Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; Transformasi DinastiUsmani Menjadi Republik Turki, Penerjemah Sugeng Haryanto, Sunoko (Jakarta; Anatolia, 2007),h. xvii.
78
masih perlu dipertahankan untuk diterapkan dalam bentuk negara, atau ditolak
sama sekali, ataukah hanya diambil nilai-nilainya dan dikompromikan dengan
budaya lokal. Kemudian masalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Barat, apakah kita menerima begitu saja segala macam ilmu pengetahuan Barat
yang dipenuhi dengan Filsafat Materialis dan Filsafat Empiris yang atheis,
ataukah tetap mempertahankan ilmu agama dan kebenaran agama sebagai hakikat
tertinggi, kemudian menggabungkan keduanya untuk saling melengkapi . Dan
Juga masalah kontemporer tentang isu aktual tentang persamaan hak antara
perempuan dan laki-laki, apakah perempuan mempunyai hak bebas penuh
maupun kewajiban yang sama persis dengan laki -laki ataukah hubungan antara
perempuan dan laki-laki itu merupakan hubungan yang saling menyempurnakan
kekurangan masing-masing untuk menuju kesejahteraan hidup . Tiga hal inilah
yang kemudian akan menjadi fokus penelitian penulis.
1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan adalah aspek paling penting yang
dibutuhkan oleh suatu masyarakat, karena setiap sendi kehidupan bermasyarakat
pasti berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Maju dan berkembangnya
kehidupan suatu masysrakat tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya.
Setiap pemikir maupun ulama, pasti memberikan perhatian khusus
terhadap ilmu pengetahuan, tak terkecuali Nursi yang menekankan pentingnya
pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi suatu masyarakat.
Kekuasaan dan aturan-aturan akan dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan tersebut,
79
karena setiap masyarakat akan diatur oleh ilmu pengetahuan yang berkembang
pada masanya.
Ilmu pengetahuan adalah apa yang diberikan oleh Allah pada mahluk-Nya
melalui al-Qur'an, karena al-Qur'an adalah sumber segala pengetahuan secar a
universal. Dalam al-Baqarah/2: 31 Allah berfirman :
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama -nama (benda-benda)seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat laluberfirman: "Sebutkanlah kepada -Ku nama benda-benda itu jika kamumamang benar orang-orang yang benar."
Allah mengajarkan segala sesuatu kepada nabi Adam sebagai manusia
pertama di muka bumi untuk mengenal alamnya. Nursi menyatakan :
“Al-Qur'an berisi peristiwa-peristiwa yang sekilas tampak tidakpenting. Masing-masing peristiwa menyembunyikan sebuah prinsipuniversal dan menyajikan gagasan awal dari sebuah ketentuan umum.Sebagai misal ayat : (Dia) mengajarkan kepada Adam nama-namakesemuanya (al-Baqarah/2: 31) menyatakan bahwa Adam diajari “nama -nama” merupakan mukjizat yang menunjukkan superioritas Adamdibanding para malaikat berkat kesesuaian martabatnya sebagai KhalifahAllah di Bumi. Suatu ketentuan Allah di muka Bumi, walaupun tampaknyasebagai sebuah peristiwa remeh dan sederhana, kejadian ini telahmembentuk titik awal bagi sebuah prinsip universal: karen a sifat Adamyang kaffah, komprehensif, maka umat manusia diberikan potensi untukmemperoleh sejumlah besar informasi, ilmu -ilmu yang berkenaan dengansegala aspek jagad raya serta pengetahuan yang luas tentang sifat dantindakan Sang Pencipta. Semua ini m enjadikan umat manusia lebih ungguldibanding para malaikat, langit, bumi, dan gunung -gunung; karena hanyamanusialah yang sanggup memikul Amanah Agung. Itulah yangmendudukkan umat manusia sebagai pengatur bumi atas nama Allah” 2.
2 Bediuzzaman Said Nursi, Dari Balik Lembaran Suci Penerjemah Sugeng Hariyanto(Jakarta: Siraja, 2003), h. 18-19.
80
Ilmu pengetahuan akan berkembang secara bertahap menuju arah
penyempurnaan. Apa yang dulu masih berupa angan -angan dan khayalan, bisa
menjadi kenyataan pada masa datang. Nursi mendeskripsikan :
“Karena lengkapnya metode dan alat eksperimentasi sekarang ini,juga akibat akumulasi data -data ilmiah, ada beberapa penemuan pentingdalam bidang geografi, kosmologi, kimia dan geometri. Bidang i lmu inibahkan telah diberikan di sekolah tingkat dasar . Sementara pada masadulu, penemuan penting seperti ini masih sangat kabur bagi Ibnu Shinaataupun filosof selevel lainnya. Padahal jika kita bandingk an kemampuandan metodologi ilmiah Abu Falasifah (Ibnu Shina) dengan filosof danscientis sekarang ini, tentu satu banding seratus. Kemampuan Ibnu Shinajauh di atas mereka. Jadi kekurangan bukan pada diri Ibnu Shina,melainkan lebih karena kondisi zamanny a”.3
Temuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dan beragam
macamnya seperti sekarang ini, berawal dari induk filsafat yang telah
dikembangkan oleh para filosof termasuk juga oleh para filosof Islam seperti Ibnu
Shina. Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan perkembangan anti klimaks
menuju kesempurnaan4.
Untuk mengklasifikasi ilmu pengetahuan, Nursi mengatakan bahwa ilmu
dibagi menjadi dua, yaitu ilmu pengetahuan positif ( al-‘Ulûm al-Mâdiyyah)5 atau
disebut dengan ilmu umum, dan ilmu pengetahuan metafisika ( al-‘Ulûm al-
Ilâhiyyât) atau disebut dengan ilmu agama . Ilmu pengetahuan positif adalah ilmu
yang membutuhkan keberadaan ilmu -ilmu lain dan juga memerlukan pe mbuktian
3 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah, PenerjemahIhsân Qâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 32.
4 Ilmu Pengetahuan berkembang secara kumulatif, dimana setiap tahap kemajuan yangdialami ilmu pengetahuan adalah dibangun di atas seluruh kemajuan yang telah dicapai olehperkembangan sebelumnya. Namun teori ini kemudian ditolak oleh Thomas Kuhn pada tahun1962 dalam karyanya The Scientific Revolution , yang menerangkan bahwa perkembangan ilmupengetahuan bukanlah terjadi secara kumulatif, akan tetapi terjadi secara revolusi. Lihat YusronRazak, ed., Sosiologi Sebuah Pengantar; Tinjauan Pemikiran Sosiologi Pe rspektif Islam(Tangerang: Laboratorium Sosiologi Agama, 2003), h. 26.
5 Dalam Saiqal Al-Islâm, Nursi menggunakan istilah al-‘Ulûm al-Mâdiyyah, sedangkandalam Isyârât al-Ijâz, Nursi menggunakan istilah Funun untuk menyebut istilah ilmu pengetahuanpositif (umum). Lihat Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah, h. 33. Badî’ Al-Zamân Sa’îdAl-Nûrsi, Isyârât al-Ijâz (Qâhirah: Sözler, 2004), h.173.
81
kebenarannya, berbeda dengan ilmu pengetahuan metafisika yang keberadaannya
bersifat hakiki (ma’nâwiyyah) yang tidak membutuhkan pembuktian secara
empiris.6 Pengetahuan yang sesungguhnya adalah pengetahuan metafisika ( hakiki)
yang bersifat ketuhanan, sedangkan pengetahuan positif itu diperlukan untuk
mendukung kesempurnaan ilmu pengetahuan metafisika yang hakiki.
Klasifikasi yang dibuat Nursi ini terdapat kesamaan dengan klasifikasi
yang dibuat oleh al-Ghazali. Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua,
yaitu ilmu syar’iyyah (agama) dan ilmu ‘aqliyyah (akal). Ilmu agama meliputi;
ilmu Tauhid, kenabian, akhirat, al -Qur'an, al-Hadits, ijma’, qiyas, ilmu tentang
ibadah, dan ilmu akhlaq. Sedangkan ilmu akal mencakup; ilmu kedokteran,
geometri, astronomi, musik, ilmu fisika, dan sejenisnya. Kemudian al-Ghazali
membagi hukum mencari ilmu pengetahuan yang bersandar dari akal menjadi tiga
bagian, terpuji, tercela, dan diperbolehkan. Secara umum hukum mencari ilmu
pengetahuan akal dalam kategori terpuji adalah hukumnya fardu al-kifâyah. Jadi
tidak ada hukum fardu al-‘ain dalam mencari ilmu akal.7
Dari sini nampaknya al-Ghazali juga masih memprioritaskan ilmu-ilmu
agama di atas ilmu-ilmu umum begitu juga dengan Nursi, akan tetapi dalam
masalah ilmu-ilmu positif atau umum, Nursi tidak lagi menyinggung hukum
mempelajarinya apakah fardu al-kifâyah atau bukan seperti yang dikatakan al -
Ghazali, tetapi Nursi lebih menekankan pentingnya mempelajari ilmu
pengetahuan umum untuk melengkapi dan sebagai sarana untuk lebih memahami
ilmu-ilmu agama.
6 Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah, h. 33.7 Baca Osman Bakar, Hierarki Ilmu; Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu .
Penerjemah Purwanto (Bandung: Mizan, 1997), h. 231-242.
82
Meskipun pengetahuan sesungguhnya adalah pengetahuan metafisik a
(hakiki), bukan berarti pengetahuan selain itu tidak penting atau bahkan tidak
dibutuhkan. Nursi berpendapat bahwa ilmu pengetahuan modern perlu dipelajari,
karena manusia akan mendapatkan kesejahteraan dan kesempurnaan hidupnya
jika dia menguasai ilmu-ilmu modern juga.
Nursi mengungkapkan, kenapa i lmu agama harus dikombinasikan dengan
ilmu pengetahuan modern :
“Apa hikmah penyatuan ilmu pengetahuan modern dengan ilmupengetahuan agama, adalah untuk menyelamatkan pemikiran akal darikesesatan, karena memancarnya cahaya hati adalah dengan ilmu-ilmuagama, sedangkan bersinarnya akal adalah dengan ilmu -ilmu modern.Maka menggabungkan keduanya akan memunculkan suatu hakikat ”.8
Jadi ilmu pengetahuan modern harus diintegrasikan dengan ilmu
pengetahuan agama, supaya ilmu pengetahuan modern tidak hampa dan
menjadikan seseorang melalaikan Tuhannya.
Menurut Nursi, semangat al -Qur'an mengajarkan agar manusia
mempelajari dan memanfaatka n alam untuk kesejahteraan dunia menuju
akhiratnya. Pemanfaatan ini membutuhkan ilmu pengetahun modern sesuai
dengan perkembangan zamannya. Seluruh pengetahuan yang berkembang dari
zaman ke zaman, semangat besarnya telah ada dalam kandungan al -Qur'an. Lebih
jelas Nursi mengatakan bahwa :
“Sesungguhnya al-Qur'an diperuntukkan untuk manusia secarauniversal, menjadi dasar beragama secara luas, lestari hingga akhir zaman ,dan di dalamnya terkandung semua ilmu. Ketika zaman berganti menjadimuda dan baru, maka semakin muda dan baru juga al -Qur'an. Karena al-Qur'an adalah wahyu yang diwahyukan ”.9
8 Badî’ Al-Zamân Sa’îd al-Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Munâzarât. Penerjemah Ihsân QâsimAl-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 428.
9 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Isyârât al-Ijâz (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 180.Sebagai contoh bulatnya bumi, yang merupakan pe rmasalahan mendasar yang ada dalam ilmu
83
Akan tetapi tidak semua ilmu modern itu baik atau disarankan. Bahkan ada
beberapa ilmu pengetahuan modern yang perlu diwaspadai. Ilmu filsafat Barat
misalnya, menurut Nursi perlu dipilah dan dicermati. Nursi menolak filsafat
Meterialisme10 (falsafah al-Mâdiyyah) dan Empirisme11 (falsafah al-Tabî’iyyah)
yang merupakan sisi negatif ilmu pengetahuan modern. Filsafat ini dinilai sesat,
karena akan menjerumuskan dan melalaikan manusia dari Tuhannya. 12 Filsafat ini
memahami alam hanya pada eksistensinya sendiri, dan tidak mempercayai adanya
kekuatan sebenarnya yang ada dibalik alam, yakni Tuhan.
Nursi menjelaskan perbedaan pemahaman terhadap ego manusia dan alam,
sisi pertama menggunakan dasar pemahaman kenabian dan sisi kedua berdasarkan
atas pemahaman filsafat (materialisme). Sisi pertama memandang eksistensi ego
bukan eksistensi yang abadi dan sesungguhnya , eksistensi bersifat harfîyyah,
bukan substansi, wujudnya bersifat asesoris, sehingga tergantung Tuhan yang
menggerakkan dan mewujudkannya. Sementara sisi kedua memahaminya bahwa
eksistensi ego adalah Ismî, pengertian formal, bukan harfiyyah, dan dalam wuj ud
asli, bukan asesoris, serta mengangga p sebagai hakikat yang permanen, s ehingga
pemahaman dengan menggunakan sisi kedua mengakibatkan munculnya kaum
Geografi, telah diterangkan dalam al -Qur'an. Lihat Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah,h. 24.
10 Filsafat Materialis adalah filsafat yang menganggap bahwa materi adalah satu -satunyahal yang nyata. Materi adalah hal yang ter dalam dan bereksistensi atas kekuatannya sendiri, dantidak memerlukan suatu prinsip yang lain untuk menerangkan eksistensinya sendiri. Louis O.Kattsoff, Pengantar Filsafat . Penerjemah Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara WacanaYogya, 1996), h. 123.
11 Filsafat Empirisme adalah filsafat yang mendasarkan pengetahuan berdasarkanpengalaman dan juga fakta yang dialaminya secara pribadi. Kattsoff, Pengantar Filsafat, h. 122.
12 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Malâhiq; Mulhaq Amîrdâgh . Penerjemah IhsânQâsim Al-Sâlihi (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 286. Lihat juga Badî’ Al -Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Matsnâwî al-‘Arabî al-Nûrî (Qâhirah: Sözler, 2004), h. 329.
84
imperialis kafir dan aliran pemikiran materialisme atheis yang menola k segala hal
yang metafisik seperti Tuhan.13
Dari penjelasan di atas dapat difahami, bahwa Nursi hanya menerima
filsafat yang sejalan dengan penguatan iman kepada Allah. Bahkan dia
menyatakan pentingnya filsafat semacam ini, karena selaras dan akan menjelaskan
ajaran al-Qur'an.14 Filsafat seperti ini akan mengarahkan pada arah keharmonisan
yang ideal.
Nursi menganggap bahwa setiap ilmu pengetahuan ataupun sains dan
teknologi adalah netral dan bebas nilai pada asalnya, kebenaran bisa datang dari
mana saja, karena sebenarnya kebenaran tersebut telah tercakup dalam naungan
universalitas Islam dan al -Qur'an. Sehingga ilmu pengetahuan umum yang
menyimpang dari Islam perlu diislamkan supaya sesuai dengan nilai -nilai
Universal Islam.
Sedikit berbeda dengan Nursi, Osman Bakar mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan atau sains tidaklah bebas nilai dan juga tidak sepenuhnya universal.
Setiap sains yang dikembangkan dalam sebuah ruang historis dan kultural
memiliki dimensi universal yang juga di apresiasi oleh semua budaya serta
dimensi partikular yang diarahkan oleh berbagai prioritas kultural yang inheren
dalam nilai budaya yang bersangkutan. Setiap peradaban memilih mewarisi
berbagai tradisi ilmiah peradaban -peradaban lainnya hanya pada elemen -elemen
yang dipandang sesuai dengan pandangan dunianya dan penting dari sudut
pandang sistem nilainya, sehingga terdapat diskontinuitas atau keterputusan yang
mencolok antara sains Islam tradisional dengan sains Barat modern. Sains Barat
13 Badiuzzaman Said Nursi, Al-Matsnawi An-Nuri; Menyibak Misteri Keesaan Ilahi .Penerjemah Fauzy Bahreisy (Jakarta: Anatolia,t.t.), h. 369.
14 Nûrsi, Al-Malâhiq; Mulhaq Amîrdâgh, h. 286-287.
85
modern dituntun oleh sebuah paradigma dunia baru, yang dengan sadar
memisahkan diri dari jalan keagamaan dan filosofis sains Islam, sedangkan sains
Islam dibentuk dan diwarnai oleh keyakinan dan sistem nilai Islam. 15
Nursi hidup ketika ilmu pengetahuan positif 16 (umum) dan teknologi yang
datang dari Barat sedang mendapatkan surganya, gerakan reformasi pendidikan
sudah dimulai pada masa kesultanan Abdul Hamid. 17 Dimana kondisi pendidikan
sebelum itu berjalan dengan silabus dan kurikulum yang tidak pernah dirubah
semenjak abad ke-15, infrastruktur bangunan madrasah yang hampir roboh, dan
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas yang mendukung berkembangnya para siswa. 18
Kelompok Tanzimat yang dilanjutkan golongan Turki Muda semakin
gencar melakukan reformasi dalam segala bidang, tak terkecuali bidang
pendidikan ikut digarapnya. Reformasi pendidikan dilakukan dengan mengganti
madrasah-madrasah dan seluruh lembaga ahli telah digantikan dengan sistem -
sistem pendidikan dan hukum ala Barat.
Vahide mencatat bahwa Nursi sempat mengusulkan beberapa rancangan
untuk reformasi pendidikan kepada Sultan Abdul Hamid, usulan terseb ut
kemudian dimuat dalam Şark Kürdistan Gazetesi (Surat Kabat Kurdistan dan
15 Osman Bakar, Tauhid & Sains; Perspektif Islam tentang Aga ma & Sains. PenerjemahYuliani Lupito dan M.S. Nasrullah (Bandung: Pustaka Hidayah, 2008), h. 37 -38.
16 Ilmu pengetahuan positif (positive science) adalah buah dari faham positivisme yangdipelopori oleh Agust Comte (1798 -1857), kemudian diteruskan oleh John Stuart Mill (1806 -1873) dan Herbert Spencer (1820 -1903). Positivisme adalah kelanjutan dari faham Empirismeyang berkembang pada abad ke-17 dengan tokohnya antara lain Thomas Hobbes (1588 -1679) danJhon Locke (1632-1704). Baik empirisme maupun positivisme, sama -sama mendasarkanpengetahuan berdasarkan pengalaman dan fakta. Hanya saja perbedaannya adalah, positivismemembatasi pengetahuan pada sesuatu yang objektif saja, sementara empirisme menerima jugapengetahuan yang bersumber dari intuisi dan pengalaman subjektif. Moh. Asror Yusuf,Persinggungan Islam dan Barat; Studi Pandangan Badiuzzaman Said Nursi (Kediri, STAINKediri Press, 2009), h. 117. Lihat Kattsoff, Pengantar Filsafat, h. 119.
17 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. 42.18 Ibid., h. 51.
86
Timur) yang tertanggal 19 November 1908. 19 Dalam usulan reformasi pendidikan
tersebut, Nursi mengulasnya dalam karya yang berjudul Munâzarât yang terdapat
dalam kitab Saiqal Al-Islâm :
“Untuk menanggulanginya: harus dibangun UniversitasMedresetuz Zehra (sebagai saudara kembar Universitas al -Azhar), dandibangun di tiga tempat, yaitu di Bitlis, di kota Van, dan di kotaDriyarbakr, untuk dijadikan contoh yang harus ditiru, dan juga sebaga ipenyemangat serta perangsang. Sekolah-sekolah ini harus diperkenalkandengan istilah yang sudah akrab, yaitu madrasah. H arus mengintegrasikanilmu-ilmu modern sekaligus dengan ilmu-ilmu agama, serta menggunakantiga bahasa dalam pengajarannya, bahasa Ara b yang statusnya wajib,bahasa Kurdi hukumnya boleh, dan baha sa Turki statusnya adalah perlu .Para sarjana Kurdi yang dipercaya oleh bangsa Kurdi maupun Turki harusdipilih sebagai guru, sebagaimana juga mereka yang menguasai bahasadaerah, dan bahwa para guru itu perlu memperhitungkan kapasitas sertatingkat budaya masyarakat yang akan mereka layani. Madrasah -madrasahini harus setaraf dengan sekolah -sekolah resmi lainnya, dan sepertimereka, ujian-ujian madrasah tersebut harus diakui. Dan juga, revitalisasisejumlah madrasah lain akan menjadi cara yang efektif untukmenyelamatkan masa depan masyarakat baik secara material, moral,maupun spiritual. Dengan begitu, ak an terbangun landasan pendidikanyang berkembang”.20
Inti dari usulan reformasi pendidikan Nursi adalah penyatuan tiga aspek.
Pertama adalah penyatuan tiga cabang utama lembaga pendidikan, madrese atau
sekolah agama tradisional, mekteb atau sekolah sekular baru, dan tekke atau
lembaga-lembaga Sufi, disatukan kedalam sistem pendidikan dan disiplin ilmu
yang mereka wakili. Bidang kedua adalah restrukturisasi pendidikan madrasah
secara menyeluruh. Bidang ketiga adalah menyangkut para pengajarnya, yang
membimbing publik secara umum. 21 Meskipun Nursi menganggap peran yang
akan dimainkan Medresetuz Zehra tersebut sangat vital untuk menyelamatkan
masa depan Kurdistan pada awalnya dan persatuan kekaisaran, akan tetapi
19 Ibid., h. 50.20 Nûrsi, Saiqal Al-Islâm; Munâzarât, h. 427-42921 Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. 52.
87
prinsip-prinsip umum yang dia kemukakan tersebut dapat diterapkan pada semua
lembaga pendidikan.
Agaknya apa yang diungkapkan Nursi ini selaras dengan pemikiran
Muhammad Abduh (1845-1905 M), Abduh juga menyatakan perlunya
mengadakan pembaruan lembaga pendidikan Islam pada saat itu. Abduh
memasukkan pengetahuan modern ke dalam kurikulum al Azhar .22
Menurutnya, umat Islam mengalami problem autentisitas Islam yang
dianutnya. Hal ini menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran. Islam yang
dianut umat bukanlah Islam yang sebenarnya. Untuk meraih kejayaannya kembali
harus ada kesadaran untuk kembali kepada Islam sejati. Disamping juga
melakukan gerakan pembaruan dan modernisasi dalam berbagai hal termasuk
pendidikan.
Sikap jumûd (statis) yang menghiasi alam pikiran dan prilaku umat Islam
sebelumnya, merupakan biang kemunduran yang menyebabkan mereka tidak
dinamis, berhenti berpikir dan berusaha. Hal ini sangat bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam yang mengandung unsur-unsur gerak yang dinamis dan
relevan untuk sepanjang masa. Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan
modern. Kemajuan Islam sebagaimana yang pernah dicapai pada masa -masa
keemasannya adalah karena mementingkan pengetahun. Yang berarti memberikan
porsi yang besar bagi akal untuk memahami ayat -ayat Tuhan.23 Karenanya perlu
22 Harun Nasution, Pembaruan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran Dan Gerakan (Jakarta:Bulan Bintang, 1975), h. 57-61.
23 Lihat Nasution, Pembaruan Dalam Islam, h. 61-64. Akal digunakan untuk memikirkansebab musabab dan juga segala akibat, sementara hati digunakan untuk merasakan pergolakanyang terjadi dalam jiwa dan diri. Maka ilmu yang sehat akan membimbing perasaan, sementaraperasaan yang sejahtera akan jadi pembantu utama bagi ilmu. Tegasnya, agama yang sempurnamerupakan gabungan antara ilmu dan perasaan, akal dengan hati, pembuktian dan kepatuhan, sertapemikiran dan kepercayaan. Persoalan dunia ini akan berakhir dengan terpadunya ilmu denganagama menurut al-Qur'an dan Sunnah. Lihat Syekh Moh. ‘Abduh, Ilmu dan Peradaban; Menurut
88
memasukkan kurikulum baru mengenai ilmu pengetahuan modern ke dalam
madrasah dan al-Azhar, sebagai salah satu syarat awal mencapai kemajuan
tersebut.
Abduh mengkritik sistem pengajaran yang berlaku dilembaga pendidikan
Islam, madrasah maupun al-Azhar, yang dianggapnya beku, dogmatis, dan
membelenggu pemikiran. Dia berpendapat bahwa pendidikan dan sains Barat
modern adalah kunci kemakmuran dan kejayaan Eropa, dia memandang perlu
digalakkan usaha-usaha pengembangan sistem pendidikan baru ke seluruh
pelosok Mesir dan negera-negara Islam yang berdekatan agar menjadi negara
besar dan kuat.
Pikiran senada juga dilontarkan oleh Fazlur Rahman (1919), kontribusi
besarnya adalah upaya melakukan rekonstruksi sistemik terhadap epistemologi
keilmuan, baik dengan memperbaiki cara berpikirnya, sistem pendidikannya
ataupun corak keberagamaannya .24 Karena menurut Rahman hanya dengan cara
inilah suatu kebangkitan kembali umat Islam dapat diwujudkan.
2. Nasionalisme Islami
Proses modernisasi Turki adalah proses perdebatan panjang yang terjadi di
antara para pembaharu Turki tentang bagaimana menyikapi ide -ide Barat, ajaran
Islam, dan budaya Lokal Turki. Hubungan agama dengan negara menjadi sorotan
penting, apakah Islam masih perlu dibangkitkan dalam bentuk negara Islam, atau
Islam dan Kristen. Penerjemah Mahyuddin Syaf & A. Bakar Usman, (Bandung: Diponegoro,1992), h. 168-169.
24 Lihat Fazlur Rahman, Islam Dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual .Penerjemah Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1995), h. 184.
89
ditolak sama sekali, ataukah hanya diambil nilai-nilai Islamnya untuk
diintegrasikan dalam bernegara25 dengan bentuk Nasionalisme.
Merespon isu Nasionalisme yang waktu itu gencar dikumandangkan, dan
dimotori di bawah komando Mustafa Kemal Attaturk, Nursi mempunyai persepsi
dan konsepsi tersendiri dalam memandang Nasionalisme waktu itu.
Ketika Nursi menafsirkan surat al -Hujurât/49: 13 yang berbunyi :
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seoranglaki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsadan bersuku-suku supaya kamu saling kenal -mengenal. Sesungguhnyaorang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yangpaling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagiMaha Mengenal”.
Allah telah menciptakan kita bersuku -suku, bangsa-bangsa, dan kaum-
kaum supaya kita saling mengenal, dan memahami hubungan sosial untuk saling
menguatkan satu sama lain. Allah tidak menjadikan kalian bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa untuk saling bermusuhan. 26
Berawal dari ayat ini juga, kemudian Nursi menyinggung tentang
Nasionalisme yang pada waktu itu sedang gencar -gencarnya diterapkan di Turki.
Nursi melihat bahwa ide Nasionalisme ( al-Qaumiyyah) dapat mengancam
25 Erik J. Zürcher, Sejarah Modern Turki . Penerjemah Karsidi Diningrat R. (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 2003), h.161.
26 Pada umumnya ayat ini ditafsirkan oleh para ulama klasik dalam konteks sosialkemasyarakatan, untuk memaknai bagaimana adanya perbedaa n suku-suku dan kabilah adalahjustru untuk membuat saling mengenal satu dan yang lainnya untuk membangun ukhuwwah.Ulama klasik dalam menafsirkan ayat ini, belum sampai pada suatu konsep tertentu dalam wujudformulasinya, tapi masih dalam tataran konsep n ormatif. Lihat Mahmûd al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî fîTafsîri al-Qur'ân al-Azîm wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 19 (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,1994), h. 289. Lihat juga Ibn Katsîr, Tafsîr al -Qur'ân al-‘Azîm, vol. 7 (t.tp.: Dâru Tayyibah li al -Natsri wa al-Tauzî’, 1999), h. 386. Sama juga dengan apa yang dikatakan al -Sâbûnî, lihatMuhammad ‘Alî al-Sâbûnî, Safwat al-Tafâsîr, vol. 3 (Beirut: Dâr al -Fikr, 2001), h. 219. Berbedadengan Said Nursi yang berangkat dari ayat ini juga, kemudian Nursi sampai pada kons epNasionalisme Islami yang diterangkan dalam karyanya al-Maktûbât.
90
persatuan umat Islam. Nasionalisme adalah ide yang dipropagandakan Barat
untuk memecah-belah persatuan umat Islam. Dengan Nasionalisme, umat Islam
akan saling memperebutkan daerah teritorial masing -masing sehingga akan
muncul permusuhan dan peperangan di antara mereka , yang ujungnya akan
memuluskan jalan bagi para imperialis Barat untuk menjajahnya. 27
Nursi membedakan Nasionalisme menjadi dua, yaitu Nasionalisme Negatif
(al-Qaumiyyah al-Salbiyyah), dan Nasionalisme Positif (al-Qaumiyyah al-
Îjâbiyyah). Nasionalisme Negatif adalah suatu bentuk Nasionalisme yang akan
menimbulkan permusuhan dan perpecahan, karena akan terjadi perebutan
kekuasaan dan pengaruh dari masing -masing wilayah akibat dari sensitifitas
nasionalismenya. Oleh karena itu, Allah melarang rasa kesukuan jahiliyyah (al-
‘Asabiyyah al-Jâhiliyyah). Allah memerintahkan untuk meninggalkan rasa
kesukuan untuk menuju kepada persaudaraan umat dengan dasar taqwa. Dalam al -
Qur'an surat al-Fath/48: 26 disebutkan :
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka
kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkanketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allahmewajibkan kepada mereka kalimat -takwa dan adalah mereka berhakdengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Mahamengetahui segala sesuatu”.
Sejarah telah memperlihatkan dengan jelas tentang bahayanya
Nasionalisme yang negatif ini. Dinasti Umayyah yang telah mengadopsi sebagian
27 Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Maktûbât. Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Shâlihi(Qâhirah: Sözler, 2004), h. 414.
91
sistem nasionalisme ini, menyebabkan beberapa unsur masyarakat marah dan
akibatnya terjadi sejumlah pemberontakan. Begitu juga ketika ide Nasionalisme
modern dikembangkan di Eropa, sehingga terjadi pertentangan antar a Perancis
dan Jerman, sehingga kemudian terjadi perang dunia yang sangat mengerikan.28
Bentuk Nasionalisme yang kedua adalah Nasionalisme Positif (al-
Qaumiyyah al-Îjâbiyyah), Nasionalisme ini tumbuh dari dalam kehidupan sosial
bermasyarakat yang dapat menumbuhkan perasaan saling membantu. Munculnya
kelompok-kelompok yang memperkuat kaumnya dalam masyarakat Muslim,
adalah dengan tujuan supaya kelompok yang kuat tersebut dapat membantu
kelompok yang lemah. Kelompok ini tidak bertujuan untuk memisahkan diri dari
kelompok besar masyarakat Muslim, akan tetapi justru membantu
memperkuatnya. Nasionalisme yang dikembang masyarakat Muslim adalah untuk
membentengi al-Qur'an dan memperkuat Islam. Nasionalisme seperti ini selaras
dengan apa yang ada dalam surat al -Mâ'idah/5: 54 disebutkan :
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allahmencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemahLembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang -orang kafir, yang berjihad dijalan Allah” 29.
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa, konsep Nasionalisme menurut
Nursi adalah Nasionalisme yang tidak tercerabut dari akar Islamnya.
Nasionalisme yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan mempercepat
kemajuan Islam, Nasionalisme yang bernafaska n al-Qur'an. Nasionalisme masing-
28 Nûrsi, Al-Maktûbât, h. 414.29 Ibid., h. 415-416.
92
masing kelompok yang berada di bawah satu payung Islam dan Iman, yang
terlepas dari batas teritorial. Nasionalisme yang mirip dengan konsep negara
federal atau negara dengan otonomi khusu s.
Nasionalisme yang digalakkan oleh Mustafa Kemal Attaturk semakin
kebablasan, praktek nasionalisme yang dilakukan justru tercerabut dari akar
budayanya dan mengarah pada westernisasi yang sekular. Banyak kebijakannya
justru menghilangkan tradisi penduduk Turki setempat, seperti pelarangan
memakai pakaian adat ataupun pakaian keagamaan dan diganti dengan pakaian
ala Eropa. Akan tetapi disisi lain, dia juga kebablasan dalam me letakkan
Nasionalisme tersebut, seperti adzan dan iqomah yang kemudian diganti dengan
menggunakan bahasa Turki. Jadi kebijakan-kebijakannya cenderung mempunyai
standar ganda.
Merespon Nasionalisme yang kebablasan ini, Nursi menanggapinya dalam
al-Maktûbât pada surat kedua puluh sembilan bagian akhir. Nursi meng atakan
bahwa alasan orang-orang yang berusaha mengubah simbol -simbol Islam ini
mendasarkan atas apa yang terjadi di Barat, ketika orang-orang Islam yang ada di
London dan wilayah lainnya, mereka mengumandangkan adzan dan iqomah
dengan bahasa mereka sendiri , sedangkan dunia Muslim tidak menentang apa
yang mereka lakukan.
Kemudian Nursi menjawabnya :
“Untuk wilayah-wilayah dimana orang-orang kafir hidup secaradominan disebut dengan ‘daerah kekuasaan perang’ dan terdapat beberapahal yang secara agama diperbo lehkan di ‘daerah kekuasaan perang’ tetapitidak diperbolehkan di dunia Muslim. (alasan) Kedua, agama kristendominan di Barat. Karena Barat bukanlah lingkungan yang secara normalmengilhami dan menanamkan makna istilah -istilah Islam dan kandungankata-kata atau frase sakral, maka Muslim Barat mungkin merasa engganuntuk mengorbankan bahasa asli mereka untuk makna -makna sakral.
93
Tetapi seluruh lingkungan di dunia Muslim mengajarkan umat Islammakna singkat dari kata-kata dan frase sakral tersebut. Semua waca natentang tradisi-tradisi Islam, seluruh sejarah Islam, dan terutama sekalisimbol atau tanda dan pilar -pilar islam, selalu dan terus -menerusmemasukkan makna singkat frasa -frasa sakral itu kepada orang-orangmukmin. Disamping masjid dan institusi pembela jaran keagamaan, bahkanbatu nisan dan tulisan pada batu nisan di negara ini mengingatkan, sepertiseorang guru bagi orang-orang mukmin tentang makna sakral simbol -simbol Islam”30.
Inilah tanggapan Nursi, bahwa Nasionalisme yang digalakkan dengan
justru menghilangkan simbol -simbol Islam adalah tindakan yang salah dan
kebablasan.
Lebih lanjut Nursi mengatakan bahwa terdapat dua jenis kelompok –yang
hakikatnya sama – yang mempropagandakan gerakan Nasionalisme. Kelompok
pertama mempropagandakan Nasionalisme dengan berpura -pura dan berapologi
supaya Nasionalisme dapat memperkuat Islam, sedangkan kelompok kedua
berdalih mempromosikan Nasionalisme dengan memasukkan Nasionalisme ke
dalam Islam.31 Menangggapi dua kelompok ini Nursi mengatakan :
“Saya ingin mengatakan kepada kelompok pertama: ‘ Pohon Islamyang masyhur, yang telah tertanam kuat di dalam kebenaran penciptaandan telah berakar melalui kebenaran alam semesta, tidak perlu ditanamkandalam bumi rasisme yang gelap, gersang, kering, mudah tercabik -cabik.Adalah bid’ah, bersifat merusak dan tidak masuk ak al untuk mencobamenanamkan pohon itu di tanah seperti itu’. Saya mengatakan kepadakelompok kedua: ‘Wahai orang -orang yang tidak peka dan berpura -puradengan Nasionalisme! Abad terdahulu mungkin abad Nasionalisme . Tetapipada abad ini, bangsa-bangsa dan negara bersatu membentuk kelompokyang kuat, dan menghendaki membentuk ikatan. Bolshevisme dansosialisme menyangkal ide separatisme rasial. Di samping itu, isu -isuseperti Nasionalisme atau rasisme dan sebangsanya bersifat temporer;seperti angin kencang, mereka datang, menyapu bersih bumi dan mati ataupergi. Dengan demikian, Nasionalitas Islam yang abadi dan langgeng,tidak bisa ditanam dalam bumi rasisme. Jika engkau mencobamenanamkannya satu sama lain, maka ia hanya akan menimbulkankecurangan terhadap Islam dan merusak rasisme. Walaupun awalnya ia
30 Said Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak Terjelaskan .Penerjemah Sugeng Hariyanto dkk. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 574 -575.
31 Nûrsi, Al-Maktûbât, h. 565.
94
memberikan kesenangan sesaaat, tetapi ia tidak akan berlangsung lama danakan berakhir dalam prahara’. Gerakan separatis mungkin membawanegeri ini ke dalam konflik internal yang hampir tidak mungkindiselesaikan. Karena, dalam hal ini, semua pihak akan memecah kekuatanmasing-masing, maka kekuatan keseluruhan bangsa akan habis. Dan iniakan mengakibatkan bangsa ini mudah dimanipulasi oleh kekuatanasing”.32
Dari uraian ini, bahwa Nursi menolak upaya Nasionalisme yang sedang
digalakkan waktu itu, karena meskipun disuarakan untuk memperkuat Islam, akan
tetapi praktek yang ada Nasionalisme yang diterapkan adalah Nasionalisme yang
sekular. Oleh karena itu, Nursi hanya menerima Nasionalisme berlandaskan Islam
yang sesungguhnya.
Nursi dalam tulisan-tulisannya, secara mendasar bertentangan dengan
pemikiran banyak pemikir Islam pada masa itu. Para pemikir kontemporer seperti,
Hassan al-Banna, Sayyid Qutb, dan ‘Allama al-Maududi, masih menyokong
kebangkitan kembali Islam sebagai sarana politik, bukan hanya Islam sebagai
iman. Akan tetapi setelah perang dunia I, Nursi tidak lagi tertarik untuk
mengusung Islam sebagai alat politik untuk sarana memelihara Islam. 33 Nursi
tidak lagi mengidealkan kebangkitan Islam sebagai suatu bentuk negara, akan
tetapi yang lebih penting adalah Islam perlu ditegakkan dan diintegrasikan nilai -
nilainya dalam bernegara maupun segala aspek kehidupan nya.
Pendapat Nursi ini berbeda dengan apa yang diperjuangkan oleh gerakan
Islam fundamentalis34 sebelumnya yaitu Ikhwanul Muslimin yang dirumuskan
32 Nursi, Menjawab Yang Tak Terjawab , h. 584.33 Lihat Vahide, Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi , h. xiv. Lihat juga
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post -Modernisme (Jakarta : Paramadina, 1996), h. 118.
34 Fundamentalis adalah istilah yang relat if baru dalam kamus peristilahan Islam. Istilahfundamentalisme Islam di kalangan Barat mulai populer berbarengan dengan terjadinya RevolusiIslam Iran pada 1979, yang memunculkan kekuatan Muslim Syi’ah radikal dan fanatik yang siapmati melawan the great satan, Amerika Serikat. Setelah Revolusi Islam Iran, istilah
95
oleh Hasan al-Banna. Dia merumuskan ideologi Ikhwanul Muslimin yang
menekankan kemampuan Islam se bagai ideologi yang total dan komprehensif.
Ada dua program besar Ikhwanul Muslimin: pertama, internasionalisasi
organisasi, guna membebaskan seluruh wilayah Muslimin dari kekuasaan dan
pengaruh asing. Kedua, membangun pemerintahan Islam di wilayah Muslim in
yang telah dibebaskan itu, serta mempraktekkan prinsip-prinsip Islam dan
menerapkannya ke dalam sistem sosialnya secara menyeluruh.
Sedangkan tujuan politik Ikhwanul Muslimin adalah pembentukan
kekhalifahan yang terdiri dari negara -negara Muslimin yang merdeka dan
berdaulat. Kekhalifahan ini harus didasarkan sepenuhnya pada ajaran al -Qur’an.
Tujuan kekhalifahan adalah untuk mencapai ke adilan sosial dan menjamin
kesempatan yang memadai bagi semua individu Muslim. 35 Setelah meninggalnya
Hasan al-Banna, perjuangan Ikhwanul Muslimin dieruskan oleh Sayyid Qutb .
Salah satu doktrin sentral dalam fundamentalisme Qutb yang selanjutnya
yang dianut oleh Ikhwanul Muslimin adalah konsep tentang “ jahiliyyah modern”.
Konsep jahiliyyah modern itu sendiri pertama kali dikembangkan pada 1939 oleh
Abu al-A’lâ al-Maudûdî, tokoh terkemuka fundamentalis lainnya dan pendiri
organisasi Jamâ’ât al-Islâmî, di anak Benua India. Al- Maudûdî merupakan
pemikir muslim pertama yang dengan tegas mengutuk modernitas dan
ketidaksesuaiannya dan bahayanya terhadap Islam. 36 Kemudian Qutb
fundamentalisme Islam digunakan untuk menggeneralisasi berbagai gerakan Islam yang munculdalam gelombang yang sering diseb ut sebagai “kebangkitan Islam”. Azyumardi Azra, PergolakanPolitik Islam; Dari Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post -Modernisme (Jakarta :Paramadina, 1996), h. 107.
35 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentali sme, Modernisme,Hingga Post-Modernisme (Jakarta : Paramadina, 1996), h. 117, Lihat juga Antony Black,Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini . Penerjemah Abdullah Ali danMariana Ariestyawati (Jakarta: Serambi, 2006), h. 573.
36 Azra, Pergolakan Politik Islam , h. 118
96
mengelaborasi lebih jauh konsep ini. Dan menjadi tokoh fundamentalis pertama
yang sampai pada pengutukan menyeluruh terhadap modernitas,
ketidakcocokannya dengan Islam, dan bahaya yang dimunculkannya terhadap
Islam.
Jahiliyyah modern adalah situasi di mana nilai -nilai fundamental yang
diturunkan Tuhan kepada manusia d iganti dengan nilai-nilai artifisial atau palsu
yang berdasarkan hawa nafsu duniawi. Jahiliyyah modern merajalela di muka
bumi ketika Islam kehilangan kep emimpinan atas dunia, sementara pada pihak
lain, Eropa mencapai kejayaannya.
Menurut Sayyid Qutb, untuk menumpas jahiliyyah modern, masyarakat
Muslim harus melakukan perubahan fundamental dan radikal, bermula dari dasar -
dasar kepercayaan, moral dan etikanya. Dominasi atas manusia harus
dikembalikan semata-mata kepada Allah, tegasnya kepada Islam yang merupakan
suatu sistem holistik. Serangan menyeluruh dan sistematis, tepatnya jihad harus
dilancarkan terhadap modernitas. Tujuan akhir jihad adalah membangun kembali
“kekuasaan Tuhan” di muka bumi, di mana syari’ah memegang supremasi
tertinggi. Syari’ah dalam arti lebih luas yang tidak hanya mencakup sistem hukum
saja, akan tetapi mencakup segala aspek dalam kehidupan manusia. 37
Berbeda dengan apa yang diperjuangkan para golongan fundamentalis,
Nursi tidak lagi tertarik dengan upaya kebangkitan Islam melalui terbentuknya
negara Islam, akan tetapi perlunya diintegrasikan nilai -nilai Islam dalam
kehidupan bernegara. Selaras dengan apa yang digagas oleh Nursi adalah
pendapat Gamal al-Banna, dia tidak lain adalah adik kandung dari Hasan al-
37 Ibid, h. 120.
97
Banna, peletak dasar gerakan Ikhwanul Muslimin. Gamal al -Banna meyakini
bahwa negara Islam (daulah Islâmiyyah) memang pernah tegak berdiri. Tetapi itu
hanya terjadi pada zaman Nabi Muhammad dan Khulafâ' al-Râsyidîn. Setelah itu,
pemerintahan Islam dikendalikan oleh pribadi -pribadi yang despotis atau lalim
dan dipacu oleh panasnya shahwat kekuasaan semata. Karena itu, pembentukan
pemerintahan Islam pasca Nabi dan Khulafâ' al-Râsyidîn oleh gerakan-gerakan
Islam kontemporer terasa utopia, bah kan banyak yang berakhir dengan kegagalan.
Gamal al-Banna mengidealkan sebuah sosok pemerintahan yang lebih
membumikan Islam dalam membangun kemaslahatan ummat, karena yang
terpenting adalah penerapan nilai -nilai Islam dan pendaratan kebajikan secara
universal (al-Masâlih al-‘Âmmah).38
3. Perempuan dan Persamaan Hak
Nasionalisme yang mengarah pada sekularisme adalah praktek yang
kemudian diterapkan oleh Mustafa Kemal waktu itu, meskipun pada konsep
awalnya, Kemal mengidealkan bahwa Nasionalisme yang diusung adalah
Nasionalisme Sekular yang mengintegrasikan nilai -nilai agama ke dalam birokrasi
pemerintahan. Akan tetapi pada tataran praksis, bisa dianggap bahwa
Nasionalisme diterapkan pada bentuk yang sinonim dengan Westernisasi sekular,
dan bahkan tidak memperhitungkan aspek agama.
Nasionalisme yang dijalankan tidak terkecual i pada bidang pemerintahan,
hukum, pendidikan, ekonomi, maupun budaya. Akan tetapi masalah relasi
hubungan laki-laki dengan perempuan – yang pada waktu itu masih dianggap isu
yang baru – juga tidak luput dari perhatian. Momentumnya adalah ketika
38 Baca Gamal al-Banna, Relasi Agama & Negara . Penerjemah Tim MataAir Publishing(Jakarta: MataAir Publishing, 2006), h. 331 - 361.
98
diberlakukannya UU Perdata sebagai ganti dari peraturan -peraturan Syari’at dan
mengadopsi UU Perdata Swiss, yang kemudian memberlakukan sekularisasi
upacara pernikahan, pengadopsian prinsip monogami, laki-laki dan perempuan
mempunyai hak yang sama dalam menuntut talak, pembolehan pernikahan beda
agama, orang tua laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama atas anak,
dan pemberian hak warisan yang sama antara pria dan wanita.
Perubahan tersebut kemudian mempengaruhi relasi kehidupan antara laki -
laki dan perempuan dalam masyarakat. Hingga pada akhirnya, jika dulu
perempuan bebas mengenakan jilbab, tetapi pada perkembangan selanjutnya,
perempuan yang berjilbab semakin dipersempit ruang geraknya mulai dari
lembaga-lembaga pemerintahan hingga pada lembaga pendidikan ,39 yang
akhirnya mengakibatkan timbulnya pergaulan tidak sehat di kalangan para
generasi muda.
Nursi merasa prihatin dengan kondisi yang seperti ini, hingga beliau
memberikan perhatian khusus pada masalah perempuan dan permasalahan jilbab
(hijâb)40 yang sedang terjadi waktu itu. Keprihatinan tersebut diwujudkan dalam
bentuk sebuah tulisan yang berjudul Risâlah al-Hijâb, karya ini merupakan bagian
dari Risâlah al-Nûr yang terdapat pada kitab al -Lama’ât kedua puluh empat, dan
ditulis ketika beliau diasingkan di Asbarithah tahun 1934. Dan karena Risâlah al-
39 Larangan berjilbab bagi para mahasiswi di lembaga pendidikan ditetapkan pada tahun1997, meskipun larangan tersebut akhirnya dapat diamandeman atas persetujuan Parlemen padatanggal 10 Februari 2008.
40 Hijâb yang berati tutup, dimaksudkan Nursi adalah makna hijab secara lebih luas,tidak hanya dimaknai sebagai sebuah bentuk jilbab atau kerudung, akan tetapi keharusanperempuan untuk menutup auratnya, hal ini diindikasikan dengan ulasan Nursi dalam risalah iniyang mengulas dan menerangkan bahayanya perempuan yang membuka auratnya, sehingga darisitu akan menjadi sumber terjadinya malapetaka dan dekadensi moral.
99
Hijâb ini juga beliau akhirnya dituntut dan dipenjara d i Eskisehir dengan tuduhan
menyebarkan semangat keagamaan melalui penyebaran Risâlah al-Hijâb.41
Risâlah al-Hijâb ini berisi tentang bantahan Nursi terhadap persepsi
peradaban modern yang mengatakan bahwa hijâb (jilbab) mengakibatkan ruang
gerak seorang perempuan menjadi terbatas. 42 Nursi memaparkan argumentasinya
yang terinspirasi oleh Surat al-Ahzâb/33: 59 disebutkan :
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anakperempuanmu dan isteri -isteri orang mukmin: "Hendaklah merekamengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itusupaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Argumentasi Nursi, bahwa hijâb adalah fitrah bagi perempuan, karena
perempuan pada dasarnya diciptakan dalam fitrahnya yang lemah lembut dan
penuh kasih sayang. Mereka membutuhkan seorang pelindung laki-laki yang
dapat melindungi mereka dan anak-anaknya. Perempuan memiliki kecenderungan
fitrah untuk membuat dirinya dicintai, dan tidak ditolak secara kasar.
Dengan argumentasi ini, Nursi menolak peradaban modern yang
mencampakkan jilbab, karena telah berlawanan dengan fitrah. N ursi mengatakan :
“Kesimpulannya adalah bahwa peradaban modern yangmencampakkan hijab, betul -betul berlawanan dengan fitrah manusia.Sesungguhnya perintah al -Qur'an untuk berjilbab, disamping merupakanfitrah, ia melindungi perempuan yang merupakan sumber kasih sayang dan
41 Lihat Ihsan Kasim Salih, Said Nursi; Pemikir & Sufi Besar Abad 20 , PenerjemahNabilah Lubis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 65.
42 Lihat Badî’ Al-Zamân Sa’îd Al-Nûrsi, Al-Lama’ât, Penerjemah Ihsân Qâsim Al-Sâlihi(Qâhirah: Sözler, 2004), h. 300.
100
teman setia abadi bagi suaminya dari kerendahan, kehinaan danperbudakan secara maknawi, serta kemalangan” 43.
Dengan berjilbab, perempuan justru akan terlindungi dari kerendahan dan
direndahkan, terbebas dari perbudakan secara maknawi, serta terselamatkan dari
kemalangan, jika memang jilbab difungsikan sebagaimana mestinya dan dijadikan
sebagai media kontrol bagi perempuan dari berbuat kotor dan hina.
Nursi menggambarkan kemalangan yang akan diderita perempuan jika
mereka mencampakkan pesan yang ada dalam ayat al -Qur'an tersebut dan
diperbudak nafsunya. Beliau menggambarkan :
“Kenikmatan yang berlangsung selama se mbilan menit menjadipahit dengan adanya beban untuk menanggung janin selama sembilanbulan, dilanjutkan dengan keharusan memelihara a nak yang takmempunyai ayah selama sembilan tahun” 44.
Menurut Nursi, penyebab kerusakan yang terjadi tersebut adalah karena
kondisi pada waktu itu, dimana pembaruan pendidikan yang diterapkan pada
waktu era reformasi Tanzimat yang diteruskan oleh gerakan Turki Muda, adalah
sistem pendidikan sekular yang mengesampingkan nilai-nilai Islam di dalamnya,
bahkan pelajaran agama mulai ditinggalkan pada tahun 1924 dimasa Kemal . Nursi
memaparkan :
“Kemudian aku mencari sebab-sebab kerusakan tersebut. Akupunmengetahui ada beberapa lembaga rahasia yang berusaha menyesatkan danmerusak para pemuda dengan cara menyediakan berbagai sarana maksiatserta menjerumuskan mereka kepada kemaksiatan dan kesesatan gunamerusak tatanan masyarakat Islam dan menyerang agama Islam. Aku jugamerasakan dan mengetahui adanya berbagai lembaga yang bekerja secaraefektif untuk mendorong para perempuan yang lalai agar terjerumus kedalam dosa dan kesalahan. Menurutku, hal ini merupakan pu kulan kerasterhadap umat Islam. Aku jelaskan secara gamblang wahai para anakperempuanku yang masih remaja. Sesungguhnya solusi ampuh untuk
43 Said Nursi, Menikmati Takdir Langit . Penerjemah: Fauzy Bahreisy, Joko Prayitno(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 368.
44 Bediuzzaman Said Nursi, Tuntunan Bagi Perempuan . Penerjemah Fauzi FaisalBahreisy, Joko Prayitno (Jakarta: Anatolia, 2009), h. 4.
101
menyelamatkan perempuan dari kerusakan dunia dan akhirat, serta saranasatu-satunya untuk menjaga tabiat mulia yang menjadi fitrah mereka darikerusakan adalah mendidik mereka deng an pendidikan agama dalamIslam”45.
Pada waktu itu, sistem pendidikan sekolah diletakkan di bawah
pengawasan Kementerian Pendidikan. Madrasah -madrasah ditutup dan digantikan
dengan sekolah-sekolah sekular. Universitas-universitas mulai membuka Fakultas
Teologi. Bahkan selanjutnya pendidikan agama ditiadakan di sekol ah-sekolah
pada tahun 1930.46 Sistem pendidikan sekular yang diterapkan mengakibatkan
rusaknya tatanan masyarakat Islam , tak terkecuali bagi perempuan. Pendidikan
sekular yang diterapkan justru merusak moral generasi perempuan, dan
menjauhkan mereka dari fitrahnya yang penuh kasih sayang. Yang dihasilkan
adalah generasi perempuan yang rusak akhlaknya dan lalai akan fitrahnya.
Nursi menyadari pentingnya aplikasi nilai -nilai Islam supaya diterapkan
dalam kehidupan perempuan sehari-hari, agar dipraktekkan dalam tindak laku
akhlak kehidupan. Islam adalah agama yang ramah, syariatnya bukan berarti
memenjarakan perempuan supaya terbelenggu, akan tetapi justru akan
memerdekakan perempuan dari berbagai penjajahan dan kegelapan perilaku kotor
masa lalu. Ketika merespon isu poligami yang dianggap telah membuka pintu
penindasan laki-laki terhadap perempuan dan hanya untuk me legalkan nafsu
birahi laki-laki.
Nursi menjawabnya bahwa hukum Islam terbagi dua; pertama, adalah
syariat yang bersifat untuk membangun suatu landasan hukum, dan kedua, adalah
syariat yang bersifat meluruskan. Syariat yang pertama adalah syariat yang
45 Nursi, Menikmati Takdir Langit , h. 379. Lihat juga Nursi, Tuntunan Bagi Perempuan ,h. 30.
46 Lihat Nasution, Pembaruan Dalam Islam , h. 152.
102
bersifat membangun suatu landasan hukum baru yang merupakan keindahan
hakiki dan kebaikan murni.47
Syariat bentuk kedua adalah syariat yang bersifat meluruskan, yaitu untuk
mengeluarkan dari keburukan masa lalu menuju kebaikan masa kini supaya lebih
sesuai dan manusiawi. Yaitu dengan memilih salah satu dari dua hal yang buruk
dan yang paling ringan bahayanya, supaya pada akhirnya dapat mencapai kepada
kebaikan yang sempurna. Hal tersebut dikarenakan, menghapus sesuatu yang
sudah mengakar pada tabiat manusia dengan seketika adalah hal yang mustahil.
Dalam masalah poligami, Nursi mengatakan :
“Poligami dengan maksimal empat istri meskipun sejalan dengantabiat, akal, dan hikmah yang terdapat dalam diri manusia, bukan berartisyari’at yang menjadikannya dari satu menuju empat. Akan tetapi, iamenurunkan dan mengurangi dari delapan, dan sembilan menjadi empatistri. Apalagi sejumlah syarat poligami yang digariskan jika diperhatikandan dijaga, maka tidak akan mendatangkan bahaya” 48.
Jadi dalam masalah poligami, yang ditekankan adalah pengurangan
bilangan istri, jika sebelumnya adalah delapan atau sembilan, dikurangi jumlahnya
menuju empat. Penekanannya bukan justru dari satu istri menjadi empat, akan
tetapi dari sembilan dikurangi menuju empat, a palagi dengan adanya syarat -syarat
dan ketentuan yang ketat dalam poligami, sehingga seakan cenderung
menganjurkan untuk beristri satu saja.
Dalam penafsirannya, Nursi menempatkan perempuan pada tempat yang
mulia, karena menurut Nursi perempuan adalah makhluk yang mempunyai fitrah
mulia, dimana kasih sayang dan cinta sebagai fitrah yang memenuhi mereka ,
47 Nursi, Tuntunan Bagi Perempuan , h. 71.48 Ibid., h. 72.
103
sehingga menjadikan mereka kuat dalam berag ama karena keberagamaan mereka
dipenuhi dengan cinta. Nursi menulis :
“Hadis yang berbunyi; “kalian harus mengikuti agama paraperempuan tua,”49 mendorong kita untuk mengikuti agam a mereka.Artinya, iman yang kuat di akhir zaman nanti, akan dimiliki oleh paraperempuan tua. Salah satu dari empat pilar Risalah Nur adalah kasihsayang.50 Karena para perempuan merupakan pahlawan kasih sayang,maka orang yang paling penakut di antara mereka sekalipun akan relamengorbankan jiwa untuk menyelamatkan anaknya” 51.
Nursi juga mengakui adanya hak dan kebebasan bagi perempuan untuk
menentukan pilihannya, bahkan dalam menentukan laki -laki pilihannya untuk
dijadikan suami, dan hak untuk bekerja maupun kebebasan beraktifitas bagi
mereka. Dan Nursi menolak segala macam kejahatan, ataupun penindasan yang
terjadi dan dialamatkan pada para perempuan :
“Wahai saudara-saudara perempuanku. Secara khusus kukatakanhal ini kepada kalian. Bekerjalah mencari nafkah dengan tangan sendiriseperti para perempuan desa. Lalu beru sahalah hidup hemat dan qana'ah,dua sifat yang tertanam dalam fitrah kalian. Hal ini lebih baik daripadakalian merusak diri kalian sendiri karena tuntutan hidup dengan tundukpada dominasi seorang suami yang jahat, berperilaku buruk, dan kebarat -baratan”52.
Dari beberapa kutipan ini dapat ditangkap bahwa, Nursi sudah mempunyai
wacana persamaan hak dalam perspektif gender. Nursi menganjurkan perempuan
untuk bekerja dan menolak segala macam penidasan serta penyimpangan dalam
relasi antara perempuan dan laki -laki. Peran perempuan didedikasikan untuk
49 Hadis riwayat al-Dailâmî, dari hadis Ibnu ‘Umar yang terdapat dalam al-Durar al-Mantsûriyyah karya al-Suyûtî. Lihat juga Majd al-Dîn Ibnu Atsîr, Jâmi’ al-Usûl fî Ahâdîtsi al-Rasûl, vol. 1 (t.tt.: Maktabah al-Halwânî, t.t.), h. 292.
50 Tiga pilar Risâlah al-Nûr yang lainnya adalah berfikir yang dilandasi keimanan padaAllah (tafakkur), ketidak berdayaan di hadapan Allah ( ‘ajz), dan kefakiran di hadapan Allah ( faqr).
51 Nursi, Tuntunan Bagi Perempuan , h. 27.52 Nursi, Menikmati Takdir Langit , h. 23. Lihat juga Nursi, Tuntunan Bagi Perempuan ,
h. 29.
104
menguatkan eksistensinya dalam masyarakat, kebudayaan, ataupun pendidikan. 53
Jadi relasi antara perempuan dan laki -laki adalah hubungan yang saling
menyempurnakan dan saling menutupi kekurangan masing-masing untuk menuju
keharmonisan dalam berumahtangga yang didasarkan pada nilai -nilai Islam.
Ada beragam pendapat di kalangan ulama dalam menanggapi masalah
hijab ini. Para ulama salaf berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah au rat,
termasuk wajah dan kedua telapak tangan. Al -Alûsî mengatakan bahwa surat al -
Ahzâb/33: 59 yang menerangkan tentang perintah untuk mengulurkan Ji lbab atas
tubuh mereka ( یدنین علیھن من جالبیبھن ), maka kata علیھن yang dimaksud adalah ke
seluruh tubuh mereka.54
Senada dengan al-Alûsî, al-Biqâ’î dalam tafsirnya Nazmu al-Durar fî
Tanâsubi al-Âyât wa al-Suwar menyebutkan beberapa pendapat tentang makna
jilbab. Antara lain, baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau
pakaian yang menutupi baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian
yang menutupi badan wanita. Semua pendapat ini menurut al-Biqâ’î dapat
merupakan makna kata tersebut. Jika yang dimaksud dengan jilbab adalah baju,
maka ia adalah pakaian yang menutupi tangan dan kaki. Jika yang dimaksud
adalah kerudung, maka perintah mengulurkannya adalah menutup wajah dan
lehernya. Dan jika yang dimaksud adalah pakaian yang menutupi b adan, maka
perintah mengulurkannya adalah membuatnya longg ar sehingga menutupi semua
badan dan pakaian.55
53 Baca Amina Wadud, Quran Menurut Perempuan; Membaca Kembali Kitab SuciDengan Semagat Keadilan . Penerjemah Abdullah Ali (Jakarta: Serambi, 2006), h. 180.
54 Mahmûd al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîri al-Qur'ân al-Azîm wa al-Sab’i al-Matsânî,vol. 11 (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994), h. 263-265.
55 Ibrâhîm bin ‘Umar al-Biqâ’î, Nazmu al-Durar fî Tanâsubi al-Âyât wa al-Suwar, vol.15 (Kairo: Dâr al-Kutub al-Islâmî, 1992), h. 411-412.
105
Meskipun pada awal tujuan diturunkannya ayat ini adalah untuk
membedakan antara perempuan merdeka dengan perempuan sahaya, akan tetapi
menurut pendapat ulama salaf kandungan ayat tersebut tetap berlaku sampai
sekarang dan untuk masa datang.
Sementara para cendekiawan kontemporer seperti Qasim Amin dalam
bukunya Tahrîr al-Mar'ah, menyatakan bahwa tidak ada satu ketetapan agama
(nas dari syariat) yang mewajibkan pakaian khusus seperti hijâb atau jilbab bagi
perempuan, sebagaimana yang dikenal selama ini dalam masyarakat Islam. Dia
mengatakan bahwa pakaian tersebut adalah adat kebiasaan yang lahir akibat
pergaulan masyarakat Mesir (Islam) dengan bangsa -bangsa lain, yang mereka
anggap baik dan kemudian menirunya lalu men ilainya sebagai doktrin agama. Dia
juga berpendapat bahwa al -Qur'an membolehkan perempuan untuk menampakkan
sebagian dari anggota tubuhnya di hadapan orang -orang yang bukan mahramnya,
akan tetapi al-Qur'an tidak menentukan bagian mana dari anggota tubuh it u yang
boleh dibuka.56
Pendapat Muhammad Syahrur bisa dikatakan meneruskan pendapat
Qassim Amin. Syahrur dalam bukunya al-Kitâb wa al-Qur'ân; Qira'ah Mu’âsirah
menjelaskan bahwa, pakaian tertutup yang kini dinamai hijab (jilbab) bukanlah
suatu kewajiban agama, akan tetapi hal tersebut merupakan suatu bentuk pakaian
yang dituntut oleh kehidupan masyarakat dan lingkungan, sehingga dapat berubah
dengan perubahan masyarakat dan lingkungan yang berbeda. Ayat tentang jilbab
di atas yang memerintahkan Nabi saw. untuk menyampaikan kepada istri, anak -
anak perempuan beliau, serta wanita Muslimah agar mengulurkan jilbab mereka
56 M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; Pandangan Ulama Masa Lalu& Cendekiawan Kontemporer (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 166 -167.
106
adalah dalam konteks untuk membedakan antara wanita merdeka dengan para
sahaya. Hal ini merupakan suatu tindakan pengaturan untuk menanggulangi
situasi khusus yang terjadi di Madinah waktu itu.57
Tetapi ada juga pendapat yang dengan terang-terang mengatakan bahwa
pakaian wanita yang tertutup merupakan suatu bentuk perbudakan pria terhadap
wanita, seperti apa yang ditulis oleh Nawâl al-Sa'dawî dan Hibah Ra'ûf Izzat .
Mereka mengatakan bahwa h ijab yang bersifat material maupun imm aterial telah
menutup keterlibatan wanita dalam kehidupan, politik, agama, akhlak, dan
bidang-bidang lainnya. Lebih tegas lagi, ada yang mengatakan bahwa “saya
menolak hijab (pakaian tertutup), karena menutup ataupun telanjang, keduanya
menjadikan wanita sebagai jasad semata. Ketika saya menutup badan saya, maka
itu mengandung arti bahwa saya adalah fitnah (penggoda/perayu) dan akan
merayu pria bila membuka pakaian. Ini salah, karena saya adalah akal dan bukan
jasad yang mengandung syahwat atau rayuan.” 58 Pendapat ini terdengar lebih
berani dan berbeda dengan dua pendapat di atas .
Pendapat Nursi seakan mencari jalan tengah, beliau tetap mewajibkan
perempuan untuk memakai hijab atau jilbab yang menjadi fitrah mereka, akan
tetapi dengan adanya jilbab tersebut tidak berarti akan menjadi penghalang bagi
perempuan untuk bersosialisasi dalam kehidupan sosialnya, sehingga Nursi tidak
melarang wanita untuk beraktifitas di luar maupun bekerja. Nursi juga menolak
segala macam penindasan terhadap perempuan dalam kehidupan berumah tangga.
Nursi memaknai hubungan perempuan dengan laki -laki sebagai suatu hubungan
57 Muhammad Syahrûr, al-Kitâb wa al-Qur'ân; Qira'ah Mu’âsirah (Dimasyqa: al-Ahâlîli al-Tibâ’ah wa al-Nasyri wa al-Tauzî’, 1990), h. 614-615.
58 Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah , h. 173.
107
yang saling menyempurnakan kekurangan masing -masing fihak untuk dapat
membentuk keharmonisan dalam kehidupan.
B. Kontekstualisasi
Nilai suatu penafsiran adalah sesuatu yang profan (membumi) dengan
manusia dan bersifat relatif, bukanlah bernilai sakral yang wajib diikuti dan
mengandung kebenaran mutlak.
Upaya penafsiran yang dilakukan oleh se orang mufassir adalah tidak dapat
dilepaskan dari konteks ruang sosialnya. Karena proses penafsiran yang dilakukan
tidaklah berada pada ruang hampa yang terlepas dari kehidupan sosialnya. Hal ini
tidak lepas dari pergumulan seorang penafsir dengan lingkung an sosial, budaya,
politik, dan agama yang ada di sekelilingnya. Sebuah karya tafsir merupakan
sebuah produk sosial dan karya manusia biasa, yang tidak pantas dianggap sakral
dan juga tidak kedap akan kritikan.
Nursi menafsirkan al-Qur'an tanpa terlepas dari konteksnya pada waktu
itu, dengan kondisi sosial masyarakat Turki yang sedang krisis keimanan serta
dimabuk kepayang dengan modernisasi yang sinonim dengan Barat sebagai
ukuran. Nursi tidak hanya melihat al -Qur'an dari sisi tekstualnya yang terbatas
saja, akan tetapi Nursi menggunakan pendekatan rasional, yang menyandarkan
pendekatan-pendekatan rasionalisme berpikirnya pada keyakinan atas kebenaran
teks-teks agama tersebut. Hal ini disebabkan karena kondisi ma syarakat Turki
yang sekular waktu itu telah mulai mengabaikan otoritas kebenaran teks-teks
agama, dan menjadikan pemikiran rasional sebagai ukuran.
Kegagapan kaum Musl im terhadap datangnya modernisasi yang
mengejutkan mereka, mengakibatkan mereka terkadang salah langkah. Kasus
108
Turki misalnya yang mengapresiasi modernisasi secara membabi-buta hingga
mereka tercerabut dari akar budaya dan bahkan agamanya. Modernisasi bukan
berarti westernisasi buta, ataupun sekularisasi kebablasan. Modernisasi bukan
berarti memarginalisasikan agama, namun Nursi melihatnya bahwa modernisasi
justru akan menemukan bentuk sejatinya jika didasarkan pada nilai-nilai Islam
yang mulia dan kebijaksanaan yang terpuji. Nasionalisme yang dipraktekkan
seharusnya berupa Nasionalisme yang t etap mengintegrasikan nilai -nilai luhur
Islam dan tidak justru tercerabut dari akar tradisi maupun agama nya.
Melihat sifat penafsiran kontekstual yang dilakukan Nursi ini, terdapat
berbagai preseden negatif bahwa tafsir dengan pendekatan kontekstual sepert i ini,
merupakan salah satu bentuk dari politasi ayat -ayat al-Qur'an. Seperti apa yang
dikemukakan oleh Mahmud Syaltut bahwa, politisasi ayat-ayat al-Qur'an untuk
menguatkan pendapat golongan tertentu adalah suatu kesalahan yang fatal. Karena
suatu penafsiran hendaknya dimurnikan niatnya hanya untuk ridlo Allah semata,
dan bukan karna hawa nafsu yang sarat dengan kepentingan duniawi.
Namun tanpa harus panjang lebar dengan asumsi tersebut, hal mendasar
yang harus dipahami adalah, bila setiap kritik sosial yang didasarkan pada ajaran
al-Qur'an diklaim sebagai sebuah bentuk politisasi, maka al-Qur'an tentu hanya
akan menjadi dokumen tekstual yang mati, hanya berupa simbol-simbol literal
yang tak ada hubungannya dengan perilaku konkrit manusia. Akan tetapi justru
kekuatan al-Qur'an terletak pada kontinuitas kekuatan teksnya yang senantiasa
berdialog dengan masyarakat pada masanya, dan denga n adanya asbabun nuzul
membuktikan bahwa al-Qur'an senantiasa berdialog dengan perkembangan waktu
109
itu. Hal itu menjadi bukti bahwa kandungan al -Qur'an telah diproyeksikan untuk
bisa menjadi variable penting dalam proses kritik sosial masyarakat selanjutnya.
Posisi pemikiran Nursi yang rasional dan moderat ini, sungguh
menemukan signifikansinya di Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia terbiasa
membangun argumentasinya dengan menyandarkan pada teks -teks agama,
sehingga dibutuhkan suatu pemikiran agamis yang argumentatif. Juga merupakan
masyarakat Muslim yang plural dengan berbagai madzhab dan bahkan aliran,
sehingga diperlukan pemikiran -pemikiran moderat yang dapat merangkul semua
golongan.
Hal tersebut dapat kita lihat dan kita amati dengan gejala-gejala yang
terjadi di Indonesia. Dalam menyikapi perkembangan ilmu p engetahun dan
teknologi di Indonesia dapat kita lihat di antaranya, adalah dengan adanya
perubahan lembaga pendidikan Islam secara khusus yang mulai bergeser meluas
menuju lembaga pendidikan yang bersifat umum dengan memadukan
pengetahuan Islam di dalamnya.
Misalnya perubahan IAIN yang dulu hanya concern dan menekuni ilmu
pengetahuan Islam secara khusus, kemudian bergeser menjadi UIN yang
kemudian di samping membuka jurusan-jurusan keislaman akan tetapi juga
menyediakan fakultas maupun jurusan -jurusan umum, supaya ilmu pengetahuan
Islam dapat diintegrasikan kedalamnya. Tujuannya secara sederhana adalah
supaya dapat menelorkan para sarjana -sarjana yang misalnya tidak hanya faham
dengan Tafsir Hadits, akan tetapi setidaknya juga tanggap terhadap isu bail-out
Bank Century. Begitu juga sebaliknya, tidak hanya meluluskan para dokter yang
cerdas mengidentifikasi penyakit pasiennya, akan tetapi juga menyiapkan seoran g
110
dokter yang setidaknya fasih dalam berbicara masalah hukum nikah sirri dan
poligami misalnya.
Akan tetapi ketimpangan yang justru terjadi, semakin lama peminat
fakultas agama semakin habis, sementara peminat fakultas umum semakin tak
tertampung. Sehingga fenomena yang terjadi kemudian adalah, banyak sarjana
fakultas agama yang tidak lancar membaca al -Qur'an, sedangkan banyak sarjana
fakultas umum yang bahkan tidak bisa membaca huruf arab sama sekali, sungguh
fenomena yang ironis.
Dalam kehidupan bernegara , Nasionalisme Islami yang digagas Nursi ,
mungkin perlu coba diterapkan di Indonesia. Yaitu dengan memberikan otonomi
khusus pada daerah-daerah dengan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah )
yang relatif mapan, seperti pada Nangroe Aceh Darussalam, maupaun Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dengan tujuan supaya dapat membantu memajukan daerah -
daerah lain yang mungkin tertinggal.
Akan tetapi pemberian otonomi khusus tersebut jika tanpa dimaknai
dengan semangat persatuan dan kebersamaan, justru akan memicu timbulnya
semangat disintegrasi dengan munculnya gerakan-gerakan separatisme. Sebut saja
gerakan RMS (Republik Maluku Selatan) ataupun gerakan Bintang Kejora Papua
yang terus mengancam. Bukti nyata yang dapat kita lihat adalah lepasnya daerah
yang dulunya Timor-Timur, dan sekarang menjadi negara Timor Leste. Maka
gerakan-gerakan separatis yang mengancam kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus diwaspadai.
Dalam masalah relasi antara laki -laki dengan perempuan, Nursi menolak
segala macam tindakan represi ataupun penindasan terhadap perempuan, Nursi
111
juga menganjurkan perempuan untuk beraktifitas dalam kehidupan sosialnya baik
bekerja maupun mencari ilmu untuk kebaikan hidupnya. Hal tersebut juga dapat
kita tangkap dalam konteks Indonesia, dimana banyak lemb aga-lembaga yang
bermunculan untuk memperjuangkan hak -hak perempuan yang dirasa telah
terampas atau setidaknya telah disalah artikan.
Dalam hal politik, sekarang telah terdapat undang -undang yang mengatur
untuk memberikan keterwakilan perempuan sebanyak 3 0 % dalam lembaga
legislatif, adanya Komnas Perempuan yang menjadi representasi perempuan
dalam menyuarakan pendapatnya. Belum lagi banyak juga organisasi -organisasi
non pemerintah yang bergerak dan menggeluti isu seputar perempuan dan gender.
Sebut saja YJP (Yayasan Jurnal Perempuam) yang menekankan concern-
nya untuk mengkaji isu-isu perempuan dalam hal budayanya, kemudian terdapat
juga Puan Amal Hayati maupun Rahima yang fokus untuk mengkaji doktrin -
doktrin hukum syariah dengan perspektif gender, dan ada juga KPI (Koalisi
Perempuan Indonesia) yang lebih memfokuskan perhatiannya pada peran
perempuan dalam kehidupan politik.
Faham, gerakan, maupun organisasi yang berbasis perjuangan hak-hak
perempuan bukanlah dilandaskan atas semangat kebencian terhadap masi ng-
masing kelompok yang justru akan semakin memperpanjang proses tindas -
menindas yang tiada ujung, akan tetapi perjuangan tersebut harus dilandasi
dengan semangat untuk saling menyempurnakan dan saling menutupi kekurangan
masing-masing untuk menuju keharmonisan dalam kehidupan yang didasarkan
pada nilai-nilai Islam.
112
Dari ketiga hal yang menjadi fokus pembahasan penulis di atas, yaitu
tentang masalah Islamisasi ilmu pengetahuan dan teknologi, hubungan Agama
dan Negara yang diwujudkan dalam bentuk Nasionalism e Islami, juga relasi
antara perempuan dan laki -laki yang didasari dengan semangat untuk saling
menyempurnakan kekurangan masing -masing, dapat kita lihat bahwa pemikiran -
pemikiran Nursi tetap memperoleh signifikansinya utuk bisa kita aplikasikan tidak
hanya di Turki khususnya, akan tetapi di dunia Islam lain dan bahkan di Indonesia
secara umum.
113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterpengaruhan pemikiran dan penafsiran Nursi dalam karyanya Risâlah
al-Nûr dapat kita lihat bahwa, dalam tafsirnya dapat kita temui beliau banyak
menanggapi isu-isu yang sedang terjadi pada waktu itu. Banyak hal yang
ditanggapi oleh Nursi dalam tafsirnya ketika merespon peristiwa yang sedang
terjadi dalam dunia sosialnya waktu itu . Mulai dari masalah krisis keimanan yang
sedang melanda masyarakat Turki khususnya, kemudian berbagai kebijakan
pemerintah yang mungkin Nursi tidak sependapat dengannya, dimana faham
sekular mulai digalakkan didalamnya, hingga masalah budaya dan dekadensi
moral yang menjadi akibat buruk oleh proses modernisasi waktu itu.
Keterpengaruhan tersebut, setidaknya dapat kita lihat dari tiga hal yang
dijadikan sample oleh penulis . Yaitu mengenai perkembangan Ilmu pengetahuan
dan teknologi, kemudian dalam masalah hubungan agama dan negara, dan juga
dalam masalah relasi antara peremuan dan laki -laki.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang datangnya dari Barat
apakah perlu kita tolak secara keseluruhan ataukah kita ambil semuanya. Nursi
menjawabnya bahwa ilmu pengetahuan mempunyai sifat yang netral, maka dari
itu perlu diapresiasi, entah datangnya dari Islam maupun dari Barat sekalipun .
Akan tetapi perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi tersebut haruslah
selaras dengan nilai-nilai Islam sehingga akan menguatkan keberagamaan
seseorang.
114
Dalam kehidupan bernegara apakah kita harus membangkitkan Islam dan
mewujudkannya dalam bentuk Nasionalisme sekular yang selaras dengan
Westernisme ataukah dalam bentuk Nasionalisme Islam yang berpijak pada
kebajikan Islam dan kearifan lokal. Nursi memberikan formulasi, bahwa
Nasionalisme yang diwujudkan dalam bentuk sekularisasi buta a tau westernisasi
kebablasan adalah salah. Karena Nasionalisme justru akan menemukan bentuk
idealnya jika diintegrasikan dengan nilai-nilai Islam dan tidak tercerabut dari akar
budaya lokalnya.
Kemudian persamaan hak dan relasi antara laki -laki, apakah relasi yang
dikembangkan adalah dengan cara membatasi ruang gerak perempuan ataukah
perempuan mempunyai hak bebas penuh maupun kewajiban yang sama persis
dengan laki-laki. Nursi menegaskan bahwa relasi laki -laki dengan perempuan
haruslah diwujudkan dengan tujuan untuk saling menyempurnakan kekurangan
masing-masing supaya terwujud suatu kehi dupan yang harmonis dan dinamis ,
bukan dalam bentuk yang saling menindas dan untuk saling menguasai.
Nursi tidak hanya melihat ayat-ayat al-Qur'an dari sisi tekstualnya yang
terbatas saja, akan tetapi Nursi juga mengkontekstualisasikan ayat-ayat tersebut
kedalam kehidupan masa kini dan menggunakan pendekatan rasional dalam
menjelaskannya, serta menyandarkan pendekatan-pendekatan rasionalisme
berpikirnya pada keyakinan atas kebenaran teks -teks agama tersebut.
Melihat sifat penafsiran kontekstual yang dilakukan Nursi, bukan berarti
merupakan salah satu bentuk dari polit isasi ayat-ayat al-Qur'an. Namun Nursi
berupaya untuk mengkontekstualisasikan ayat-ayat al-Qur'an dan mendialogkan
dengan kehidupan sosial pada masanya, supaya ayat -ayat al-Qur'an tidak hanya
115
dipahami sebagai sebuah dokumen tekstual yang mati dan kehilangan
signifikansinya dengan perilaku kongkrit masyarakat. Karena letak kekuatan al-
Qur'an adalah justru pada kekuatan ayat-ayatnya yang universal dan telah
diproyeksikan untuk bisa menjadi bagian penting dalam proses kritik sosial dalam
kehidupan masyarakatnya.
B. Saran
Berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada p enafsiran
Bediuzzaman Said Nursi, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Penulis walaupun berusaha meneliti lebih menyeluruh, mulai dari
biografi, proses modernisasi yang terjadi di Turki , hingga pemikiran
dan penafsiran yang dipengaruhi proses modernisasi Turki saat itu,
tidaklah berarti kajian penulis sudah sempurna, sehingga penelitian-
penelitian lanjutan tetap saja diperlukan.
2. Penafsiran kontekstual seperti yang dilakukan oleh Said Nursi, adalah
diperlukan pada waktu saat ini, mengingat budaya penafsiran
terdahulu yang cenderung tekstual, dirasa kurang mampu menjawab
kebutuhan masyarakat saat ini.
3. Posisi Said Nursi sebagai seorang pemikir dan mufassir yang bisa
dikatakan berada pada posisi tengah dan moderat, di antara para
pemikir yang fundamental maupun yang liberal, sangat diperlukan
pada masa ini. Karena dengan pemikiran beliau yang moderat tersebut
akan lebih bisa diterima di semua kalangan.
4. Pemikiran Nursi yang rasional dan mod erat ini, sungguh menemukan
signifikansinya di Indonesia. Dimana masyarakat Indonesia terbiasa
116
membangun argumentasinya dengan menyandarkan pada teks -teks
agama, sehingga dibutuhkan suatu pemikiran agamis yang
argumentatif. Juga Indonesia merupakan masyarakat Muslim yang
plural dengan berbagai madzhab dan bahkan aliran, sehingga
diperlukan pemikiran-pemikiran moderat yang dapat merangkul
semua golongan.
5. Bediuzzaman Said Nursi adalah seorang pemikir , mufassir dan sufi
besar yang tampaknya masih kurang dik enal luas saat ini. Padahal
ketika melihat pemikiran-pemikiran beliau baik yang berkenaan
dengan modernisasi Turki waktu itu, juga merespon tren d keadaan
sosial masyarakat pada waktu itu, maka gagasan -gagasan dan
pemikiran Bediuzzaman Said Nursi yang membahas isu-isu lainnya
perlu dieksplorasi lebih lanjut dalam berbagai hal dan aspeknya.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat mengungkap dan menemukan
sejumlah gagasan penting Bediuzzaman Said Nursi . Sehingga studi ini dapat
memberi rangsangan baru bagi lahirnya pemikiran baru yang lebih konstruktif dan
kontekstual di bidang tafsir.
Tak terkecuali di Indonesia, yang sedang giat -giatnya melakukan
modernisasi di segala bidang, baik ilmu pengetahuan dan teknol ogi, kemudian
perwujudan proses demokrasi yang masih mencari bentuk idealnya, sampai
masalah kesetaraan hak dalam rel asi laki-laki dengan perempuan. Maka pemikiran
Bediuzzaman Said Nursi tidak kehilangan signifikansinya untuk coba diterapan di
Indonesia.
Wa Allâhu A’lamu bi al-Sawâb.
Lampiran 3 : Ejaan dan Pengucapan Bahasa Turki.
Catatan Ejaan dan Pengucapan Bahasa Turki
Ada beberapa perbedaan ejaan dan pengucapan antara bahasa Indonesia
dan bahasa Turki, di antaranya adalah :
No Turki Indonesia Keterangan
Huruf Besar Huruf Kecil Huruf Besar Huruf Kecil
1 Ç ç C c dalam “cantik”
2 C c J j dalam “jalan”
3 I ı E e dalam “elang”
4 Ğ ğ - - serupa dengan ”غ“
5 İ I I I dalam “ikan”
6 Ö ö - - bibir lebih kedepan
7 Ş ş S s dalam “syekh”
8 Ü ü U U seperti “ew/ue”
9 V v W w Dalam “wakil”
Untuk mempertahankan rasa (taste) bahasa Turki-nya, maka kata-kata
berbahasa Turki diupayakan ditulis sesuai dengan ejaan aslinya. Namun, jika tidak
ditemukan padanannya, maka digantikan dengan aksara yang paling mirip dari
segi ejaannya.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abduh, Muhammad. Tafsîr Juz ‘Amma. t.tp.: Dâr Wamatâbi’ Al-Syu’ab, t.t.
________________. Ilmu dan Peradaban; Menurut Islam dan Kristen .Penerjemah Mahyuddin Syaf & A. Bakar Usman. Bandung:Diponegoro, 1992.
Adlan, Muhammad. “Metode Penafsiran Al-Qur’an Said Nursi DalamRisâlah An-Nûr.” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,Universitas Islam Negeri, Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.
Afriyantoni, “Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda MenurutBediuzzaman Said Nursi .” Tesis Program Pascasarjana, IAIN RadenFatah Palembang, Jurusan Ilmu Pendidikan Islam KonsentrasiPemikiran Pendidikan Islam, 2007 .
al-Alûsî, Syihâb al-Dîn Mahmûd. Rûhul Ma’ânî fî Tafsîr al-Qur'ân al-‘Azîmwa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 9. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994.
___________________________. Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîri al-Qur'ân al-Azîm
wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 11. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1994.
___________________________. Rûh al-Ma’ânî fî Tafsîri al-Qur'ân al-Azîm
wa al-Sab’i al-Matsânî, vol. 19. Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
1994.
Atsîr, Majd al-Dîn Ibnu. Jâmi’ al-Usûl fî Ahâdîtsi al-Rasûl, vol. 1. t.tt.:
Maktabah al-Halwânî, t.t.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam; Dari Fundamentalisme,
Modernisme, Hingga Post-Moderdisme. Jakarta : Paramadina, 1996.
Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999 .
Bakar, Osman. Hierarki Ilmu; Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu .
Penerjemah Purwanto. Bandung: Mizan, 1992.
____________. Tauhid & Sains; Perspektif Islam tentang Agama & Sains .
Penerjemah Yuliani Liputo dan M.S. Nasrullah . Bandung: Pustaka
Hidayah, 2008.
al-Banna, Gamal. Relasi Agama & Negara. Penerjemah Tim MataAir
Publishing. Jakarta: MataAir Publishing, 2006.
al-Biqâ’î, Ibrâhîm bin ‘Umar. Nazmu al-Durar fî Tanâsubi al-Âyât wa al-
Suwar, vol. 15. Kairo: Dâr al-Kutub al-Islâmî, 1992.
Black, Antony. Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini .
Penerjemah Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati. Jakarta: Serambi,
2006.
Buchori, Didin Saefuddin. Metodologi Studi Islam. Bogor: Granada SaranaPustaka, 2005.
Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta; LembagaPengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997.
al-Dzahabî, Muhammada Husein. Al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Kairo:Madanî, 2000.
al-Farmawî, ‘Abd Hayy. Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Maudû’î. Kairo: al-Hadârah al-‘Arabiyyah, 1997.
Gökalp, Ziya. The Principles Of Turkism . Leiden: E.J. Brill, 1968.
Goldziher, Ignaz. Madzhab Tafsir; Dari Aliran Klasik Hingga Modern,Penerjemah M. Alaika Salamullah dkk. Yogyakarta: eLSAQ, 2003.
Hiro, Dilip. War Without End; The Rise of Islamist Terrorism and GlobalResponse. New York: Routledge, 2003, h. 42, diakses pada 10November 2009 dari http://yankoer.multiply.com/journal/item/282 .
Iyâzî, Muhammada ‘Alî. Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum .Teheran: Mu'assasah al-Tibâ’iyyah wa al-Nasr Wizarât al-Tsaqâfah waal-Irsyâd al-Islâmî, 1373 H.
Jameelah, Maryam. Islam dan Modernitas . Penerjemah A. Jainuri dan SyafiqA. Mughni. Surabaya: Usaha Nasional, t.t.
Jamil, Asriati. dan Lubis, Amany. Pengantar Kajian Gender. Jakarta: PSWUIN, 2003.
Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Kattsoff, Louis O. Pengantar Filsafat. Penerjemah Soejono Soemargono.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1996 .
Katsîr, Ibn. Tafsîr al-Qur'ân al-‘Azîm, vol. 7. t.tp.: Dâru Tayyibah li al -Natsriwa al-Tauzî’, 1999.
Mu'allifu Rasâ'ili al-Nûr, Badî’ al-Zamân Sa’îd al-Nûrsî; Lamhât MinHayâtihi Wa 'Âtsârihi. İstanbul: Sözler Neşriyat , t.t.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikirn danGerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
al-Nûrsi, Badî’ al-Zamân Sa’îd. Isyârat al-Ijâz. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Kalimât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Lama’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Maktûbât. Penerjemah Ihsân Qâsim a l-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Malâhiq. Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________ . Al-Matsnawî al-‘Arabi al-Nûri. Qâhirah:Sözler, 2004.
__________________________. Al-Malâhiq; Mulhaq Amîrdâgh . Penerjemah
Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________. Saiqâl al-Islâm. Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________. Saiqal al-Islâm; Muhâkamât ‘Aqliyyah,
Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
_________________________. Saiqal al-Islâm; Munâzarât. Penerjemah
Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
__________________________. Sîrah al-Dzâtiyah. Penerjemah Ihsân Qâsimal-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
__________________________. Al-Syu’â’ât. Penerjemah Ihsân Qâsim al-Sâlihi. Qâhirah: Sözler, 2004.
__________________________ . Dari Balik Lembaran Suci . Jakarta: Siraja,
2003.
__________________________. Al-Matsnawi An-Nuri; Menyibak Misteri
Keesaan Ilahi. Penerjemah Fauzy Bahreisy. Jakarta: Anatolia, t.t.
__________________________. Tuntunan Bagi Perempuan . Penerjemah
Fauzi Faisal Bahreisy, Joko Prayitno. Jakarta: Anatolia, 2009.
Nursi, Said. Menikmati Takdir Langit. Penerjemah: Fauzy Bahreisy, Joko
Prayitno. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 .
_________. Menjawab Yang Tak Terjawab, Menjelaskan Yang Tak
Terjelaskan. Penerjemah Sugeng Hariyanto dkk. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003.
_________. Risâlah An-Nûr; Sinar Yang Mengungkap Sang Cahaya ,Penerjemah Sugeng Hariyanto, Sukono Mukidi, Moh. Rudi Atmoko.Jakarta; Kencana, 2003.
al-Qottôn, Mannâ’. Mabâhits Fî ‘Ulûmil al -Qur'ân. Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts. t.tp.: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadîts, t.t.
Al-Qur'an dan Terjemahnya Arab Saudi: Mujamma’ al -Mâlik Fahd liThiba‘at al-Mushaf al-Syarîf Madînah al-Munawwarah, 1410 H.
Rahman, Fazlur. Islam Dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual .
Penerjemah Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka, 1995.
Rahnema, Ali, “Ciri Khas Tokoh Kebangkitan Islam,” dalam Ali Rahnema,ed. Para Perintis Zaman Baru Islam . Penerjemah Ilyas Hasan.Bandung: Mizan, 1998: h. 11.
Razak, Yusron, ed. Sosiologi Sebuah Pengantar; Tinjauan Pemikiran
Sosiologi Perspektif Islam. Tangerang: Laboratorium Sosiologi Agama,
2003.
Ridâ, Muhammâd Rasyîd. Tafsîr Al-Manâr, vol. 3. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
Ritzer, George. dan Ritzer, Douglas J. Ritzer. Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana, 2007.
Sabiq, Dhabith Tarki. Kamal Attaturk; Pengusung Sekularisme danPenghancur Khilafah Islamiah . Penerjemah: Abdullah Abdurrahmandan Ja’far Shadiq. Jakarta: Senayan Publishing, 2008 .
al-Sâbûnî, Muhammad ‘Alî. Safwat al-Tafâsîr, vol. 3. Beirut: Dâr al -Fikr,2001.
Said, Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiah . Jakarta: PT. Pustaka al-HusnaBaru, 2007.
Salih, Ihsan Kasim. Said Nursi; Pemikir & Sufi Besar Abad 20 , PenerjemahNabilah Lubis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003 .
Sani, Abdul. Lintasan Sejarah Pemikiran; Perkembangan Modern DalamIslam. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998 .
Sen, Hasbi. “Prinsip-prinsip Politik Islam Menurut Bediuzzaman Said Nursi. ”Tesis Program Pascasarjana, IAIN Raden Fatah Palembang, 2007.
al-Shalih, Subhi. ‘Ulûm al-Hadîts wa Mustalahuhu. Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malayin, 1997.
Shihab, M. Quraish. Jilbab Pakaian Wanita Muslimah; Pandangan Ulama
Masa Lalu & Cendekiawan Kontemporer . Jakarta: Lentera Hati, 2004.
________________. Membumikan Al-Qur'ân; Fungsi Dan Peran WahyuDalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.
Sholih, Iis Ishak. “Nasionalisme Islam; Pemikiran Politik Said Nursi .” SkripsiS1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sy arifHidayatullah Jakarta, 2007.
Smith, Donald Eugene. Agama dan Modernisasi Politik: Suatu KajianAnalitis, Penerjemah Machnun Husein, Jakarta: Rajawali, 1970 .
Syahrûr, Muhammad. al-Kitâb wa al-Qur'ân; Qira'ah Mu’âsirah. Dimasyqa:
al-Ahâlî li al-Tibâ’ah wa al-Nasyri wa al-Tauzî’, 1990.
Tekeli, Sirin, ed. Women In Modern Turkish Society . London: Zed Books,1995.
The World is Reading Risale -i Nur. Istanbul; Sözler Publication, t.t .
Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf. Bandung:Penerbit Angkasa, 2008.
al-Tohân, Mahmûd. Taisîr Mustolah al-Hadîts. Surabaya, Binkûl Andûh, t.t.
Toprak, Binnaz. Islam dan Perkembangan Politik di Turki , PenerjemahKarsidi Diningrat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.
Vahide, Şükran. Biografi Intelektual Bediuzzaman Said Nursi ; TransformasiDinasti ‘Utsmânî Menjadi Republik Turki, Penerjemah: SugengHaryanto & Sunoko. Jakarta; Anatolia, 2007.
Wadud, Amina. Quran Menurut Perempuan; Membaca Kembali Kitab Suci
Dengan Semagat Keadilan . Penerjemah Abdullah Ali. Jakarta:
Serambi, 2006.
Wielandt, Rotraud. “Tafsir Al-Qur'an; Masa Awal Modern danKontemporer,” Taswirul Afkar, Edisi No.18. Tahun 2004.
Yusuf, Moh. Asror. Persinggungan Islam dan Barat; Studi PandanganBadiuzzaman Said Nursi. Kediri, STAIN Kediri Press, 2009.
Zürcher, Erik J. Sejarah Modern Turki . Penerjemah: Karsidi Diningrat R.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003 .
Lampiran 1 : Gambar Skema Kesultanan Utsmani.
Geneologi Kesultanan Khalifah ‘Utsmânî 1
Osman I (1326)
Orhan Gazi (1326-1360)
Murat (1360-1389)
Yildirim Beyezit I (1389-1402)Interregnum (masa peralihan pemerintahan)
Mehmet I (1413-1421)
Murat II (1421-1444, 1446-1451)
Fatih Mehmet II (1444-1446, 1451-1481)
Beyezit II (1481-1512)
Selim I (1512-1520)
Suleyman I (1521-1566)
Selim II (1566-1574)
Murat III (1574-1595)
Mehmet III (1595-1603)
Ahmet I (1603-1617) Mustafa I (1617 -1618, 1622-1623)
Osman II (1618-1622) Murat IV (1623-1640) Ibrahim I (1640-1648)
Mehmet IV (1648-1687) Suleyman II (1687-1691) Ahmet II (1691-1695)
Mustafa II (1695-1703) Ahmet III (1703-1730)
Mahmut I (1730-1754) Osman III (1754-1757) Mustafa III (1757-1774) Abdulhamid I (1774-1789)
Selim III (1789-1807) Mustafa IV (1807-1808) Mahmut II (1808-1839)
Abdulmecit I (1839-1861) Abdul Aziz (1861-1876)
Murad V (1876) Abdulhamit II (1876-1909) Mehmet V (1909-1918) Mehmet VI (1918-1922)
Abdulmecit II (hanya sebagai Khalifah) (1922-1924)
1 Godfrey Goodwin, The Janissaries (London: Saqi Books, 1994), h. 10.
Lampiran 2 : Gambar Skema Kitab Risâlah al-Nûr.
Skema Kitab Risâlah al-Nûr1
1 Skema ini dibuat oleh Ismâ’îl Yazjî, direktur penerbitan Dâru Sözler di Istanbul yang terinspirasi daririsalah Syu’â’ât ke delapan, untuk membantu memudahkan bagi para pembaca mengetahui bagian -bagianRisâlah al-Nûr. Baca, Mu'allifu Rasâ'ili al-Nûr, Badî’ al-Zamân Sa’îd al-Nûrsî; Lamhât Min Hayâtihi Wa'Âtsârihi (İstanbul: Sözler Neşriyat), h. 46.
٣١
٣٢
٣٣
٣١
٣٢
٣٣ ٣٣
١
٢
٣
٤
٥
٦
٧
٨
٩
١٠
١١
١٢
١٣
١٤
١٥
١٣
١٤
١٥
١٦
١٧
١٨
١٩
٢٠
٢١
٢٢
٢٣
٢٤
١
٢
٣
٤
٥
٦
٧
٨
٩
١٠
١١
١٢
٢٥
٢٦
٢٧
٢٨
٢٩
٣٠
٢٥
٢٦
٢٧
٢٨
٢٩
٣٠
١٩
٢٠
٢١
٢٢
٢٣
٢٤
١
٢
٣
٤
٥
٦
٧
٨
٩
١٠
١١
١٢
١٣
١٤
١٥
١٦
١٧
١٨
١٣
١٤
١٥
١٦
١٧
١٨
١٩
٢٠
٢١
٢٢
٢٣
٢٤
٢٥
٢٦
٢٧
٢٨
٢٩
٣٠
١
٢
٣
٤
٥
٦
٧
٨
٩
١٠
١١
١٢
٣١
٣٢