pengaruh pelatihan literasi media terhadap...
TRANSCRIPT
-
PENGARUH PELATIHAN LITERASI MEDIA
TERHADAP PEMAHAMAN KONTRA NARASI EKSTREMIS
(Studi Terhadap Peserta Pelatihan Kontra Narasi Ekstremis yang
Diselenggarakan oleh Center for the Study of Religion and Culture
(CSRC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS))
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Disusun Oleh :
Humaida Fatwati
43010 15 0030
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
-
i
PENGARUH PELATIHAN LITERASI MEDIA
TERHADAP PEMAHAMAN KONTRA NARASI EKSTREMIS
(Studi Terhadap Peserta Pelatihan Kontra Narasi Ekstremis yang
Diselenggarakan oleh Center for the Study of Religion and Culture
(CSRC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS))
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Disusun Oleh :
Humaida Fatwati
43010 15 0030
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
MOTTO
لٍَة ا بَِجَهَٰ ۟ا أَن تُِصيبُو۟ا قَْوه ٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوَٰٓ۟ا إِن َجآََٰءُكْن فَاِسق ٌۢ أَيَُّها ٱلَِّذيَن َءاَهنُوَٰٓ
َٰٓ يََٰ
ِدِهين فَتُْصبُِحو۟ا َعلَىَٰ َها فَعَْلتُْن نََٰ
Artinya:
“Wahai orang-orang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu
membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu
menyesali perbuatan itu”.
(Al-Hujurat/49: 6)
فِكّْر قَْبَل أَْن تَْعِزمَ
Artinya:
“Berfikir Sebelum Bertindak”
(Mahfudzot)
-
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang tak pernah lelah
mengasihiku secara berturut-turut:
Orangtuaku, Almh. Mamak Khudziyah, dan Alm. Bapak Al-Muhtasib yang
lebih dahulu menantiku di surga. Yang selama keberadaannya telah menginspirasi
dan memotivasiku untuk selalu berproses menjadi lebih baik. Dan ketiadaannya
mengajarkanku arti bagaimana tetap kuat, sabar, ikhlas dan menerima takdir Allah
dengan lapang dada.
Untuk Ibu Zulaikha, orangtua kedua setelah orangtuaku lebih dahulu ke
surga. Wanita dambaan yang tak pernah lelah mengajarkanku bagaimana menjadi
perempuan tangguh secara utuh.
Untuk kakak-kakakku, Kang Qosim, Mas Lizam dan Mbak Eva, Mbak Iffy
dan Mas Ali yang telah membersamaiku melalui masa-masa sulitku dengan tulus
dan sabar.
Untuk sahabatku, Mbak Isnaini dan Iffa yang tidak pernah lelah memberiku
semangat ketika aku sedang pada titik jenuh.
Dan untuk keluarga sekaligus teman-temanku, Dik Iffah, Dik Lilis, Mbak
Safira, Mas Adit, Hafizh, Mbak Elisa, Mbak Anilta, Tiyak dan semua teman-
temanku yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih telah menjadi
bagian dari terselesaikannya skripsi ini dan menjadi bagian dari cerita di
kehidupanku.
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
judul PENGARUH PELATIHAN LITERASI MEDIA TERHADAP
PEMAHAMAN KONTRA NARASI EKSTREMIS PADA
USTADZ/USTADZAH PONDOK PESANTREN DI SURAKARTA DAN
SEKITARNYA (Studi terhadap Pelatihan Kontra Narasi Ekstremis yang
Diselenggarakan oleh Center of Study Religion and Culture (CSRC) dan Kornard
Adenaur Stiftung (KAS)).
Penulis menyadari, bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan baik yang bersifat
moril maupun materil dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Isalam IAIN Salatiga.
4. Ibu Dr. Muna Erawati, M. Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.
5. Bapak Dr. Rifqi Aulia Erlangga, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi.
-
ix
7. Kepada Bapak dan Ibu penulis, Alm. Bapak Al-Muhtasib dan Ibu Khudziyah
yang segala kebaikannya masih sangat membekas di hati saya.
8. Kepada Ibu Siti Zulaikha, ibu ke dua saya setelah orang tua kandung saya.
9. Kepada kakak-kakakku, Mas Lizam dan Mbak Eva, Mbak Iphy dan Mas Ali,
Kang Qosim yang selalu memberikan dukungan.
10. Kepada Ifadatul Habibah, Mbak Isnaini, Mbak Safiera, Mbak Anilta, Dik Eva
dan Dik Lilis.
11. Kepada teman-teman Fakultas Dakwah Khususnya angakatan 2015 jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
12. Kepada para senior dan trainer Pesantren for Peace, CSRC UIN Syarif
Hidayatullah.
13. Kepada teman-teman Pondok Pesantren Al Muntaha.
14. Kepada semua pihak yang telah mendukung penulis yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam menulis skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, baik dari segi bahasa maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis
meminta maaf apabila dalam penulisan laporan ini banyak kesalahan dan
kekeliruan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Salatiga, 15 Maret 2019
Penulis
Humaida Fatwati
NIM. 43010150030
-
x
ABSTRAK
Fatwati, Humaida. 2019. Pengaruh Literasi Media Terhadap Pemahaman Kontra
Narasi Ekstremis (Studi Terhadap Peserta Pelatihan Kontra Narasi
Ekstremis yang Diselenggarakan oleh Center for the Study of Religion and
Culture (CSRC) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS)). Skripsi. Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, M.Si.
Kata Kunci: Pelatihan Literasi Media, Pemahaman Kontra Narasi Ekstremis,
Pesantren.
Berkembangnya media massa yang menyajikan segala informasi dengan
jangkauan yang mudah, semakin banyak pula konten-konten yang lahir tanpa ada
yang membatasinya. Maka tidak jarang apabila banyak konten pemikiran yang
ekstrem dan penuh propaganda lahir diantara perkembangan media massa saat ini.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyangkal atau meminimalisir narasi
propaganda yang beredar salah satunya adalah literasi media. Tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan literasi
media terhadap pemahaman kontra narasi ekstremis pada peserta pelatihan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan desan quasi-
eksperimental yang bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat pemahaman
sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Sumber data dalam penelitian ini
meliputi data primer dan pengumpulan datanya menggunakan tes. Data dianalisis
menggunakan formula paired sample t test dengan bantuan SPSS ver. 24.
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat peningkatan mean pre-test
dibandingkan post-test sebesar 2,23; t=5,452; p=0,000 sehingga dapat
disimpulkan terdapat pengaruh pelatihan literasi media terhadap pemahaman
kontra narasi ekstremis pada peserta pelatihan.
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LOGO INSTITUT ................................................................................................... ii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... v
MOTTO .......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
ABSTRAK........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian................................................................................. 7
E. Sistematika Judul................................................................................... 8
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 9
1. Penelitian Terdahulu .................................................................. 9
-
xii
B. Landasan Teori .................................................................................... 11
1. Pemahaman Narasi Ekstremis .................................................. 11
2. Radikalisme dan Ekstremisme ................................................. 18
3. Literasi Media………………………………………………...20
4. Media Massa………………………………………………….28
5. Profil KAS dan CSRC………………………………………..34
6. Teori Use and Gratification…………………………..………39
C. Kerangka Berfikir….………………………………………………...42
D. Hipotesis…………….……………………………………………….44
BAB III: METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Operasional Variabel ................................................. 45
B. Populasi, Sampel dan Objek Penelitian............................................... 46
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 47
D. Desain dan Prosedur Eksperimen ........................................................ 48
E. Validitas dan Reliabilitas .................................................................... 49
F. Pendekatan dan Jenis Penelitian .......................................................... 50
G. Sumber Data ........................................................................................ 51
H. Uji Asumsi Klasik ............................................................................... 51
I. Metode Analisis Data Data ................................................................. 53
J. Uji Hipotesis Data ............................................................................... 53
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ................................................. 55
B. Subjek Penelitian ................................................................................. 59
-
xiii
C. Analisis data dan Interpretasi ............................................................. 61
D. Pembahasan ......................................................................................... 72
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................... 76
B. Saran .................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tujuan Literasi Media ........................................................................... 25
Tabel 2.2. Model-model Efek Media .................................................................... 33
Tabel 2.3. Model Uses and Gratification ........................................................ 41
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel ....................................................... 45
Tabel 3.2. Metode Skoring Kuesioner ............................................................ 48
Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden .............................................................. 59
Tabel 4.2. Usia Responden ............................................................................. 59
Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden ..................................................... 60
Tabel 4.4. Reliability Statistics ....................................................................... 62
Tabel 4.5. Hasil pre-test ................................................................................. 63
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi pre-test ......................................................... 64
Tabel 4.7. Hasil post-test ................................................................................ 65
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi post-test ........................................................ 66
Tabel 4.9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test .............................................. 68
Tabel 4.10. Coefficients ......................................................................................... 69
Tabel 4.11. Paired Samples Statistics .................................................................... 70
Tabel 4.12. Paired Samples Test ............................................................................ 71
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Unsur-unsur Narasi Ekstremis .......................................................... 15
Gambar 2.2. Kerangka Berfikir ............................................................................. 42
Gambar 4.1. Histogram pre-test ..................................................................... 64
Gambar 4.2. Histogram post-test .................................................................... 67
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 2 Lembar Konsultasi
Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen
Lampiran 4 Kuesioner
Lampiran 5 Kunci Jawaban Instrumen
Lampiran 6 Data Penelitian
Lampiran 7 Foto Hasil Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi antar manusia yang didukung dengan teknologi saat ini akan
terus berkembang melalui media massa khususnya melalui media online,
internet. Keberadaan internet seolah menjadi peran penting bagi masyarakat
dalam berbagai aspek. Baik aspek pendidikan, bisnis, kebudayaan, ekonomi,
politik, sosial dan budaya. Masyarakat membutuhkannya sebagai sarana
untuk berkomunikasi, berinteraksi, mencari informasi atau hanya hiburan
semata.
Awalnya internet hanya dimanfaatkan untuk mengakses email dan situs
berbasis website, kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk
berjejaring sosial dengan berbagai situs yang disediakan seperti teks, video,
gambar televisi internet, konferensi video, game online dan lain sebagainya.
Melihat hal tersebut, saat ini media online seolah menjadi kebutuhan yang
tidak dapat terlepas dari masyarakat. Terlebih saat ini semakin berkembang
pula teknologi laptop, ipad, smartphone dan lain sebagainya sebagai media
untuk mengakses ke media online atau internet, semakin menjamur pula
masyarakat penggunanya. Selain itu pula semakin mudah bagi seseorang
untuk menjelajah internet untuk mendapatkan informasi (Adiarsi, Yolanda,
dan Martha, 2015: 471-472).
Kehadiran internet dan kemudahan dalam mengaksesnya seakan-akan
telah membuat masyarakat saling menyatu dan tidak ada batasan lagi. Apabila
-
2
dahulu seseorang mengirim surat dari suatu tempat ke tempat lain
menggunakan surat dan membutuhkan waktu yang lama, saat ini melalui
email atau jejaring sosial dapat diterima langsung oleh penerima. Internet
dapat memberikan kemudahan dalam bersosialisasi dan berinteraksi dalam
jangkauan yang luas sehingga memperluas pergaulan dan terpacu untuk
mengekspresikan kreativitas yang mereka miliki kepada orang lain. Selain
itu dapat juga memberikan manfaat bagi penggunanya seperti memudahkan
saling bertukar informasi seputar apa saja sehingga dapat memberikan
wawasan luas.
Internet yang saat ini dengan mudahnya diakses sering kali membuat
seseorang menjadi lupa diri dan tidak mengenal waktu dalam mengaksesnya.
Selain itu, semakin bebasnya informasi yang disebar luaskan melalui internet
tanpa batasan membuat oknum-oknum penyebar berita tidak bertanggung
jawab semakin memanfaat kemudahan tersebut. Misalnya saja golongan
penganut islam radikal yang mengarahkan seseorang pada gerakan
ekstremisme memanfaatkan internet untuk menyebarkan pemahamannya.
Ekstrimisme sendiri sering diartikan sebagai keadaan atau tindakan penganut
sebuah paham yang berlebihan dan menantang berdasar pada agama, politik,
dan sebagainya (Afifah, Nurul. 2017, Membangun Kontra Narasi
Ekstremisme Melalui Literasi Media.
http://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-
ekstrimisme.html, diakses pada 14 Oktober 2018)
http://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-ekstrimisme.htmlhttp://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-ekstrimisme.html
-
3
Berdasarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia diperoleh
data statistik pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132,7
juta pengguna dan tahun 2017 telah meningkat menjadi 143,26 juta
pengguna. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di
Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Kekuatan media baru tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi. Semakin berkembangnya media baru
saat ini seperti media berbasis internet, maka semakin memudahkan
masyarakat dalam mengoperasikannya. Hasil survey APJII komposisi
pengguna internet berdasarkan usia mengungkapkan bahwa sebanyak 75,50%
pengguna internet berusia 13-18 tahun, 74,23% berusia 19-34 tahun, 44,06%
berusia 35-54 tahun dan 15,72% berusia lebih dari 54 tahun. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kebanyakan dari pengguna internet adalah remaja
berusia 13-18 tahun. Apalagi dengan teknologi yang mendukung dalam
mengoperasikannya seperti adanya smartphone, laptop yang memiliki akses
wi-fi dan lain sebagainya (APJII, 2017,
https://apjii.or.id/content/read/39/342/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-
Pengguna-Internet-Indonesia-2017 diakses pada 14 Oktober 2018)
Berkembangnya internet, menyajikan segala informasi yang akan kita
cari dengan mudahnya. Semakin banyak pula konten-konten yang lahir di
media online tanpa ada yang membatasi. Maka tidak jarang apabila banyak
konten pemikiran yang ekstrem dan penuh propaganda lahir diantara
berkembang pesat seperti di era mobile digital ini. Tidak sedikit pula kaum
https://apjii.or.id/content/read/39/342/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2017https://apjii.or.id/content/read/39/342/Hasil-Survei-Penetrasi-dan-Perilaku-Pengguna-Internet-Indonesia-2017
-
4
ekstremis yang memanfaatkan media untuk menyebarkan paham radikal
tersebut.
Golongan ekstremis seakan mencari berbagai upaya untuk
menyebarkan pemahamannya dengan pengguna internet. Apalagi melihat
banyaknya pengguna internet adalah remaja seakan menjadi sasaran empuk
bagi penyebar narasi ekstremis. Hal tersebut disebabkan karena pola pikir
remaja dinilai masih labil. Kadang yakin dengan pendirian, tiba-tiba berubah
tanpa sebab, penuh keragu-raguan. Seakan labilnya kondisi psikologis
seseorang akan menyebabkan ia mudah terpengaruh oleh rangsangan dari
luar, sekalipun itu merupakan hal-hal baru atau asing baginya, termasuk saat
menerima informasi (Afifah, Nurul, 2017, Membangun Kontra Narasi
Ekstremisme Melalui Literasi Media,
http://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-
ekstrimisme.html, diakses pada 14 Oktober 2018).
Hal-hal yang berdampak tidak menyenangkan dari kemudahan
mengakses internet tersebut menjadikan literasi media menjadi suatu hal yang
penting terlebih bagi remaja. Karena mau tidak mau, pengakses internet
terlebih pada remaja harus diedukasi untuk dapat memanfaatkan internet
dengan baik (Adrianto, Elvinaro; Lukiati, 2017: 211).
Kemampuan literasi media khususnya media internet, wajib dimiliki
pelajar khususnya pelajar usia remaja. Karena jika tidak ingin tertinggal dan
menjadi asing di antara lingkungan yang sudah diterpa arus informasi digital.
Diharapkan, literasi media bagi penggunaan media internet dapat mengurangi
http://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-ekstrimisme.htmlhttp://www.lpmmissi.com/2017/11/membangun-kontra-narasi-ekstrimisme.html
-
5
efek buruk dari penggunaan media tersebut dan juga informasi yang tidak
dapat dipungkiri merembet pada hal negatif seperti: konsumerisme, budaya
kekerasan, budaya ngintip pribadi orang, bahkan kematangan seksual lebih
cepat terjadi pada usia anak-anak (Rahmi, 2013: 266).
Oleh karena itu remaja diharapkan dapat dengan bijak menggunakan
media internet untuk menambah dan memperluas wawasannya, bukan
sekadar media hiburan untuk mengakses media sosial dan hal lainnya.
Menurut Blake dalam Potter, literasi media sangat dibutuhkan oleh pelajar
karena (1) hidup di lingkungan bermedia; (2) literasi media menekankan pada
pemikiran kritis; (3) menjadi literat terhadap media merupakan bagian dari
pembelajaran terhadap warga negara, membuat dapat berperan aktif dalam
lingkungan yang dipenuhi dengan media; dan (5) pendidikan media
membantu dalam memahami teknologi komunikasi (Adiarsi, Yolanda, Marth:
2015: 472).
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk bisa menangkal atau
meminimalisir gerakan radikalisme yang disebarkan melalui media massa,
salah satunya yakni dengan literasi media. Gerakan literasi media sangat
penting dan mendesak untuk dikampanyekan sebagai sebuah gerakan sosial
kemasyarakatan guna mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya
memahami, menggunakan dan menilai media secara benar dan tepat.
Salah satunya adalah gerakan literasi media yang dilakukan oleh Center
for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta bekerja sama dengan Konrad-Adenaur-Stiftung (KAS) dalam program
-
6
Penguatan Peran Pesantren dalam Promosi HAM Melaui Kontra Narasi
Ekstremis. Program tersebut dikuatkan pada tahun 2018 dengan
mengembangkan sebuah program “Voice of Pesantren: Messaging Peace and
Countering Extremism a Project Enhancing the Role of Indonesia Islamic
Schools (Pesantren) in Promoting Peace and Tolerance”.
Berdasarkan uraian tersebut, gambaran mengenai literasi media baru di
kalangan pemuda muslim menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini berjudul ―Pengaruh Literasi Media Terhadap Pemahaman
Kontra Narasi Ekstremis (Studi Terhadap Peserta Pelatihan Kontra Narasi
Ekstremis yang Diselenggarakan oleh Center for the Study of Religion and
Culture (CSRC) dan Konard Adenauer Stiftung (KAS))‖.
Alasan peneliti memilih judul ini karena peneliti ingin menelusuri
adakah perbedaan atau pengaruh literasi media yang diselenggarakan oleh
CSRC UIN Syarif Hidayatullah terhadap peserta pelatihan sebagai
penggunaan media. Selain itu, apakah peserta yang sebagian besar adalah
guru aktif atau ustadz/ustadzah pondok pesantren tersebut dapat bersikap
kritis dengan konten media yang dibaca atau dikonsumsi setelah
mendapatkan literasi media. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan
bagi para pengelola perguruan tinggi komunikasi agar dapat merancang
pendidikan melek media.
-
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut, ―Apakah pelatihan literasi media
berpengaruh terhadap pemahaman kontra narasi ekstremis pada peserta
pelatihan?‖
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pelatihan literasi media terhadap pemahaman kontra narasi ekstremis pada
peserta pelatihan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak,
antara lain:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
pengembangan ilmu komunikasi, khusunya di bidang literasi media.
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi bahan referensi dan
literatur untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
literasi media baru.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya literasi media. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat
berkontribusi terhadap semua pengguna media sebagai pengontrol pada
saat menggunakan media khususnya saat mengakses internet.
-
8
E. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun kerangka skripsi secara
sistematis yang terdiri dari lima bab. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab
yang terperinci sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kerangka berfikir, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini memuat tentang kajian pustaka penelitian terdahulu, teori-teori
tentang literasi media dan pengaruhnya, serta
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang identifikasi dan definisi operasional variabel, populasi,
sampel dan subjek penelitian, metode pengumpulan data, desan dan prosedur
eksperimen, validitas dan reliabilitas, pendekatan penelitian dan jenis
penelitian, sumber data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang persiapan dan pelaksanaan penelitian, subjek penelitian,
hasil analisis data, interpretasi, dan pembahasan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, keterbatasan penelitian, beserta saran-saran yang berkaitan
dengan kesimpulan yang diperoleh.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai literasi
media yang peneliti gunakan sebagai kajian pustaka atau rujukan. Kajian
pustaka dilakukan untuk membandingkan, menyatakan bahwa skripsi ini
perumusan masalahnya berbeda, sehingga dapat menghindari terjadinya
pengulangan dalam penelitian (Jauhari, 2001: 55) atau dengan kata lain
penelitian ini tidak melakukan plagiasi pada penelitian sebelumnya.
Maka dalam tinjauan pustaka ini dijelaskan mengenai perbedaan dan
kesamaan antara penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan sebagai acuan penelitian ini yaitu:
Pertama, skripsi Ana Mutmainah yang meneliti tentang tingkat
literasi media mahasiswa komunikasi Surakarta, tentang pemberitaan
kopi beracun sianida di TV One (Studi kasus Mahasiswa Komunikasi
UNS, UMS, dan IAIN Surakarta). Penelitian tersebut bertujuan untuk
mengetahui tingkat literasi media mahasiswa Komunikasi Surakarta
ketika dihadapkan pada terpaan pemberitaan kasus kopi beracun sianida
di TV One. Penelitian tersebut menggunakan responden mahasiswa
jurusan Komunikasi dari tiga perguruan tinggi ternama di Surakarta
angkatan 2013 dan 2014, yaitu UNS, UMS, dan IAIN Surakarta dengan
waktu penelitian yang dilakukan pada tahun 2017. Selain itu, teori yang
-
10
digunakan oleh Ana Mutmainah menggunakan teori masyarakat massa,
sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Uses
and Gratification. Adapun kesamaan antara penelitian yang Ana
Mutmainah dengan penelitian ini yaitu sama-sama meneliti mengenai
literasi media dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Kedua, Adiarsi; Yolanda; dan Martha. (2015) yang meneliti tentang
penggunaan internet dikalangan mahasiswa dan sikapnya dalam
mengakses konten media yang dibaca atau dikonsumsi. Pada penelitian
tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penggunaan Internet
sehubungan dengan literasi media dengan metode pengumpulan data
deskriptif kualitatif dengan teori literasi media (media literacy).
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan Focus Group Discussion
(FGD) dengan 8 orang mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi swasta
jurusan komunikasi di Jakarta. Disisi lain, penelitian tersebut memiliki
persamaan dengan penelitian ini dalam hal topik penelitian, yaitu tentang
literasi media.
Ketiga, Fitryarini (2016) yang meneliti tentang tahapan literasi
media dikalangan mahasiswa. Tujuan dari penelitian tersebut adalah
untuk menggambarkan dan menganalisis tahapan literasi media di
kalangan 9 remaja Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas
Mulawarman. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode penelitian
analisis data. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian tersebut
-
11
adalah teori masyarakat massa (Mass Society Theory). Sementara itu,
persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai
literasi media.
Keempat, Kurniawati dan Siti (2016) penelitian tersebut meneliti
tentang tingkat pemahaman mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Bengkulu terkait literasi media digital dengan hasil berada pada kategori
sedang. Penelitian tersebut menggunakan metode survei deskriptif dan
menggunakan teknik analisis data statistik untuk menganalisis data
penelitian.
Kelima, Maksl, Adam; Ashley, Seth; Craft, Stephanie (2015)
penelitian ini menguji tentang tingkat literasi media berita dan memeriksa
karakteristik individu dengan tinggi dan rendahnya tingkat melek huruf.
Penelitian ini mengambil responden sebanyak 500 khususnya pada
remaja yang berusia 14 hingga 17 tahun yang tinggal di daerah
metropolitan besar. Mengadaptasi dari model literasi media Potter
(2004), untuk menguji penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis
cluster.
B. Landasan Teori
1. Pemahaman Narasi Ekstremis
a) Pemahaman Narasi Ekstremis
Dikutip dari modul Pesan Damai Pesantren yang disusun oleh
CSRC UIN Syarif Hidayatullah, narasi ekstremis sering diidentikkan
dengan cerita (story). Penyamaan narasi dengan cerita tidak
-
12
sepenuhnya salah karena di dalam setiap narasi terkandung cerita.
Namun, di dalam cerita belum tentu terkandung narasi. Yang berarti
cakupan narasi lebih luas dibandingkan dengan cerita.
Sebuah cerita merupakan ―urutan peristiwa yang berhubungan
yang terjadi pada masa lalu dan dikisahkan kembali untuk maksud
retoris ataupun ideologis.‖ Misalnya cerita tentang hijrah Nabi
Muhamad dari Makkah ke Madinah. Peristiwa Nabi yang
berlangsung pada tahun 622 Masehi dikisahkan kembali menurut
urutan peristiwa yang terekam dalam dokumen sejarah hidup Nabi
atau Shirah Nabawiyah.
Halverson, dkk (2011) dalam modul Pesan Damai Pesantren
merumuskan definisi narasi yaitu cerita-cerita yang disusun secara
terpadu dan saling berhubungan, memiliki hasrat(retoris/persuasif)
yang sama untuk mengakhiri sebuah konflik, dengan cara
menciptakan harapan pendengarnya menurut alur cerita yang
bentuknya (sastra dan retorikanya) sudah dikenal umum‖.
Dari definisi tersebut, terungkap beberapa unsur penting sebuah
narasi. Selain cerita-cerita yang salah berhubungan, sebuah narasi
selalu mengandung peristiwa konflik di dalamnya. Di dalam narasi
juga terdapat hasrat dan harapan tentang bagaimana konflik itu
harusnya diatasi. Terakhir, guna meyakinkan audiens tentang
bagaimana konflik seharusnya diakhiri, narrator memanfaatkan
bentuk alur cerita yang sudah dikenal umum. Misalnya, alur cerita
-
13
Fir‘aun yang digambarkan sebagai penguasa zhalim (thagut). Fir‘aun
menghujat Tuhan dan menindas rakyat yang lemah. Tuhan mengirim
Nabi Musa untuk mengingatkan Fir‘aun akibat yang akan dia
rasakan bila masih terus bersikap zhalim. Namun Fir‘aun tetap
membangkang dan menolak untuk bertaubat. Akibat dari
pembangkangan ini, Allah menghukup Fir‘aun dan bala tentaranya
dengan cara menenggelamkan mereka semua di Laut Merah.
Halverson (2011) dalam modul Pesan damai Pesantren
mengungkapkan pada dasarnya narasi itu tergantung pada
kepentingan narratornya. Apabila narratornya menginginkan agar
situasi konflik yang sedang dihadapi dapat diselesaikan dengan cara-
cara damai dan tanpa kekerasan, maka narrator akan mengkonstruksi
narasi yang terkandung ke tujuan tersebut. Narrator kelompok
ekstremis bertujuan untuk mengatasi konflik dengan cara-cara
kekerasan, dimana mereka tidak segan-segan melakukan
penyerangan, pembunuhan, pembantaian, pengrusakan fasilitas
umum, dan bahkan teror bob bunuh diri. Untuk melegitimasi cara-
cara kekerasan tersebut, mereka memanfaatkan narasi sebagai alat
unutk memengaruhi audiensnya. Misalnya Hilter dengan NAZI-nya
menyebarkan propaganda ideologi ekstremisnya melalui narasi.
Ribuan pengikut NAZI berhasil diyakinkan betapa pentingnya
mempertahankan kemurnian Ras Arya bahkan bila perlu dengan
kekerasan. Sejarah merekam dengan jelas pembantaian 6 juta orang
-
14
Yahudi di Eropa oleh pasukan NAZI karena Yahudi dianggap
sebagai penghambat ambisi mereka untuk berkuasa.
b) Unsur-unsur Utama Narasi Ekstremis
Kelompok ekstremis yang tengah marak di era ini seperti ISIS,
Al-Qaeda, JAT, dan lainnya dikenal handal dalam menyebarluaskan
ideologinya melalui narasi sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas. Adapun unsur-unsur utama narasi ekstremis menurut Van
Eerten (2017) dalam modul Pesan Damai Pesantren merumuskan
paling tidak terdapat tiga unsur utama. Pertama, narasi ISIS selalu
mengeksploitasi penderitaan dan kemalangan yang dialami sebagian
muslim di beberapa negara. Kedua, sebagai respon terhadap
penderitaan tersebut, ISIS menyerukan jidhad memerangi kekuatan
yang dianggap telah menyebabkan penderitaan dan kemalangan
tersebut. Ketiga, agar penderitaan dan kemalangan umat Islam tidak
akan terulang di masa depan, mereka harus bersatu di bawah sistem
Khilafah Islamiyah yang dibentuk oleh ISIS. Unsur keempat yang
tidak kalah pentinnya untuk digarisbawahi bahwa narasi ekstremis
selalu menggunakan model tafsir ideologis terhadap ayat-ayat al-
Qur‘an dan Hadith Nabi (Abubakar, dkk. 2018: 61-63).
Adapun Abubakar, dkk (2018: 63) merangkum unsur-unsur
utama narasi ekstremis (ISIS, Al Qaeda, Salafi Jihadi) dengan bagan
sebagai berikut:
-
15
Gambar 2.1 Unsur-unsur Narasi Ekstremis (Sumber: Modul
Pesan Damai Pesantren)
1) Eksploitasi Penderitaan dan Ancaman
Dengan cara mengeksploitasi penderitaan, situasi konflik
yang melibatkan komunitas Muslim di beberapa negara, dengan
menframing konflik tersebut sebagai konflik agama, dan
menutup mata terhadap fakta konflik yang membawa identitas
agama pada dasarnya diebabkan oleh perebutan sumber-sumber
ekonomi daripada karena perbedaan aliran ataupun akidah
(Abubakar, dkk. 2018:64).
Eroll Southers, (2014) dalam Modul Pesan Damai Santri
mengungkapkan dengan demikian, narasi ekstremis membuka
pikiran (cognitive opening) audiens-nya agar bersedia menerima
ajakan ideologi ekstremis untuk bergabung dan berjuang
bersama dengan mereka. Eksploitasi penderitaan dan
keterancaman akan lebih efektif sebagai alat membuka pikiran
Eksploitasi
Penderitaan dan
Ancaman
Propaganda
Jihad Perang
(Qital)
Menyerukan Hijrah
ke Khilafiyah
Islamiyah
Mengkafirkan
sesama muslim
Menafsirkan
kitab suci secara
ideologis
-
16
manakala audiens merasakan situasi psikologis yang sama dari
pengalaman pribadinya.
2) Propaganda Jihad Perang (Qital)
Zeiger (2016) dalam Modul Pesan Damai Pesantren
berpendapat narasi jihad perang (qital) biasanya menyertai
narasi penindasan atas kaum Muslim. Dalam narasi jihad perang
kaum Muslim digambarkan sebagai korban kejatan dan
kelicikan kaum kafir dan munafik yang tidak akan berhenti
memusuhi kaum Muslim. Karena rongrongan kejahatan tersebut
diyakini terjadi di seluruh wilayah dunia, maka setiap muslim
diwajibkan (fardu „ain) untuk angkat senjata demi membela dan
mempertahankan diri mereka dimanapun, meski itu diwilayah
damai. Pasalnya, dimata mereka wilayah perang tidak lagi
sebatas Palestina, Israel, dan Suriah, tapi meluas di seluruh
dunia.
3) Menyerukan Hijrah ke Khilafah Islamiyah
Van Erten (2017) mengungkapkan, menghidupkan kembali
khilafah islamiyyah merupakan narasi kedua yang sering
muncul dalam penyebaran ideologi ekstermis baik itu Salafi,
Jihadi maupun yang lain. Bagi pengukut ISIS mereka meyakini
bahwa Khilafah yang dibentuk ISIS merupakan Daulah
Islamiyyah yang paling mendekati dengan apa yang dicontohkan
-
17
Nabi dan para sahabatnya. Karena itu mereka mewajibkan setiap
Muslim untuk mendukungnya.
Narasi jihad perang yang dipropagandakan oleh Salafi
Jihadi dan yang melibatkan aksi-aksi kekerasan bombunih
dirisemuanya ditujukan demi mewujudkan cita-cita
pembentukan kembali Khilafah Islamiyyah dimana syari‘ah
islam dapat ditegakkan secara menyeluruh (kaffah) (Abubakar,
dkk. 2018: 67)
4) Mengkafirkan Sesama Muslim
Al-Ruhaily, tt dalam Modul Pesan Damai Pesantren Ciri
lain yang menonjol dari narasi ekstremis adalah muda
mengkafirkan sesama Muslim. Dalam tradisi sunni, hanya kaum
khawarij yang bersikap demikian dimana mereka memutlakkan
vonis kafir terhadap kaum muslimin yang tidak mendukung
ideologi mereka. Kaum khawarij modern ini, cap yang sering
diberikan kepada ekstremis al-Qaeda dan ISIS, gampang
mengkafirkan penguasa Muslim. Bahkan terhadap ulama yang
diterima di kalangan umat Islam pun tidak luput dari cap kafir
mereka.
5) Menafsirkan kitab Suci secara Ideologis
Seperti yang telah disinggung di atas ciri lain yang kenal
dari narasi ekstremis ISIS dan Salafi Jihadi adalah menggunakan
dalil-dalil al-Qur‘an dan Hadits Nabi untuk membenarkan
-
18
ideologi mereka. Mereka berulang0ulang mengutip ayat-ayat al-
Qur‘an yang berkaitan dengna perang pada zaman Nabi. Untuk
melegitimasi propaganda perang yang mereka lancarkan hari ini.
Dengan cara seperti itu, al-Qur‘an ditampilkan sebagai semata-
mata Kitab Suci perang. Mereka seolah-olah menutup mata
ayat-ayat damai yang menganjurkan umat Islam untuk
mempromosikan islah sebagai cara mengatasi konflik
(Abubakar, dkk. 2018: 71)
2. Radikalisme dan Ekstremisme
a. Definisi Radikalisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V aplikasi android,
Radikal berarti, 1) secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip);
2) amat keras menuntut perubahan (undang-undang pemerintahan); 3)
maju dalam berpikir atau bertindak. Radikalisme berarti 1) Paham
atau aliran yang radikal dalam politik; 2) Paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan atau drastic; 3) sikap ekstrem dalam aliran politik.
Apabila dilihat dari sudut pandang keagamaan radikalisme
dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada
fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme
keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari
paham/aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang
berbeda paham/aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan
-
19
yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa
(Yunus. 2017: 80)
Menurut Tarmidzi Taher Ketua umum Dewan Masjid
Indonesia dalam (Yunus. 2017: 81) memberikan komentarnya
tentang radikalisme bemakna positif, yang memiliki makna tajdid
(pembaharuan) dan islah (peerbaikan), suatu spirit perubahan
menuju kebaikan. Hingga dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara para pemikir radikal sebagai seorang pendukung
reformasi jangka panjang.
b. Definisi Ekstremisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V aplikasi android,
Ekstrem berarti, 1) Paling ujung (paling tinggi, paling keras); 2)
Sangat keras dan teguh, fanatik. Ekstremisme berarti keadaan atau
tingakan menganut paham ekstrem berdasarkan pandangan agama,
politik, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar al-Asqolani
(1985) dalam (Abubakar, dkk. 2018: 38) berdasarkan terminologi
syariat, ekstrem sering juga disebut ghuluw yang bermakna berlebih-
lebihan dalam suatu perkara. Atau bersikap ekstrem pada satu
masalah dengan melampaui batas yang telah disyariatkan.
Terkait ghuluw ini, Ibn Qayyim Al-Jauziyah (1992) mengatakan
bahwa Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan setan
mempunyai dua bisikan, kepada keteledoran dan pengabaian atau
-
20
kepada berlebih-lebihan dengan ghuluw. Agama Allah ada di antara
keduanya, antara yang teledor dan yang ghuluw.
Ibnu Manzur (1995) Ghuluw sendiri secara istilah adalah model
atau tipe keberagamaan yang mengakibatkan seseorang melenceng
dari agama tersebut. Selain dengan kata ghuluw, padanan lain kata
―ekstrem‖ dalam bahasa arab adalah at-Tatarruf. Menurut etimologis
bahasa Arab bermakna berdiri di tepi, jauh dari tengah. dalam bahasa
Arab awalnya digunakan untuk hal yang materil, misalnya dalam
berdiri, duduk atau berjalan. kemudian digunakan juga pada yang
abstrak seperti sikap menjauh dari pusat atau bersikap ekstrem dalam
beragama, pikiran atau kelakuan. Beberapa istilah lain yang
berkonotasu serupa dengan ghuluw antara lain tanattu‟ (sikap yang
keras), ifrat (mempersempit), tashaddud (menyusahkan sesuatu) atau
takalluf (memaksakan diri) (Abubakar, dkk. 2018: 38-39).
3. Literasi Media
a. Definisi dan Tujuan Literasi Media
Literasi media berasal dari bahasa inggris yaitu Media Literacy,
terdiri dari dua suku kata Media berarti media tempat pertukaran
pesan dan Literacy berarti melek. Kemudian dikenal dalam istilah
literasi media. Hal tersebut merujuk terhadap kemampuan khalayak
yang melek terhadap media dan pesan media massa dalam konteks
komunikasi massa (Tamburaka, 2013: 13). Dalam atrian ini antara
-
21
literasi media dengan melek media memiliki maksud yang sama,
yaitu kemampuan dalam menerima pesan dari media massa.
Menurut Hobbs (1999) dalam Iriantara (2009:17), pada dasarnya
definisi tersebut bisa diringkaskan seperti definisi yang menyatakan
literasi media sebgai kemampuan untuk mengakses, menganalisa,
mengevaluasi dan mengomunikasikan pesan dalam pelbagai
bentuknya.
Literasi media berasal dari dua kata yaitu literasi dan media.
Secara sederhana literasi dapat diartikan sebagai kemampuan
membaca dan menulis atau dengan kata lain melek media aksara
sedangkan media dapat diartikan suatu perantara baik dalam wujud
benda, manusia, peristiwa, maka literasi media dapat diartikan sebgai
kemampuan untuk mencari, mempelajari dan memanfaatkan
berbagai sumber media dalam berbagai bentuk (Kurniawati dan
Baroroh, 2016: 53).
Sedangkan menurut Baran (2012: 43) literasi media atau melek
media berarti kemampuan untuk memahami dan menggunakan
berbagai bentuk komunikasi yang berbeda secara efektif dan efisien.
Menurutnya, khalayak memiliki kecakapannya dalam memberikan
penafsirarn dan pemahaman ketika berinteraksi dengan media yang
digunakannya. Seperti kemampuan dalam mengidentifikasikan
media seperti sikapnya yang dengan cepat mengecam penampilan
media yang tidak layak, atau mengidentifikasi dan menyesali
-
22
dampak yang membahayakan namun jarang sekali mempertanyakan
perannya dalam proses komunikasi massa. Akan tetapi seringkali
khalayak masih memandang remeh kemampuan melek media
tersebut.
Center For Media Literacy (CML), seseorang yang telah
memiliki atau menguasai ketrampilan dalam melek-media, maka
orang tersebut akan memiliki kemampuan mengevaluasi dan cara
berpikir kritis terhadap pesan-pesan yang disajikan oleh media
massa. Apalagi dalam konsep literasi media yang dikembangkan
CML mencakup (1) kemampuan mengkritik media, (2) kemampuan
memproduksi media, (3) kemampuan mengajarkan tentang media,
(4) kemampuan mengeksplorasi sistem pembuatan pesan media, (5)
kemampuan mengeksplorasi berbagai posisi, dan (6) kemampuan
berpikir kritis atas isi media (Iriantara, 2009: 18).
Dua komponen yang paling umum dari definisi literasi media
yaitu adanya kesadaran dari banyak pesan media dan kemampuan
kritis dalam menganalisis dan mempertanyakan yang dilihat, dibaca,
dan ditonton (Hobbs, 2001; Silverblatt, 1995; Singer & Singer,
1998). Lima konsep tentang literasi media menurut Center of Media
Literacy sebagai berikut: semua pesan media "dikonstruksikan";
pesan media dikonstruksikan dengan bahasa yang kreatif sesuai
dengan aturan mereka; individu memaknai pesan tergantung dari
pemahamannya atas pesan yang ditangkapnya dari media; media
-
23
mempunyai sudut pandang dan mengandung nilai tersendiri; hampir
semua pesan media memiliki kepentingan keuntungan ataupun
kekuasaan (Adiarsi; Yolanda; Martha, 2015: 473).
Sonia Livingstone (2003) menjelaskan bahwa literasi media
adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi
dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium.
Melalui pendidikan bermedia diharapkan seseorang dapat
merefleksikan nilai-nilai pribadinya, menguasai berbagai teknologi
informasi, mendorong kemampuan berpikir kritis, memecahkan
masalah dan kreatif, dan mendorong demokratisasi.
Dalam hal ini, studi mengenai pendidikan media membahas
kemungkinan pendidikan dalam hal menafsirkan,
mempertimbangkan suatu masalah dan memproduksi berbagai jenis
teks ini secara kritis dan kreatif, melalui penggunaan segala cara,
bahasadan teknologi yang tersedia. Mengingat bahwa media tidak
dapat dikecualikan dari program keaksaraan, maka penting saat ini
untuk merefleksikan definisi literasi media atau melek media.
Refleksi ini memeriksa pemahaman kembali konsep seperti melek
huruf, melek media, melek digital, dan melek informasi.
Literasi media ini dikembangkan bukan lagi dengan tujuan
utama sebagai proteksi terhadap generasi muda, melainkan
merupakan upaya mempersiapkan generasi berikut untuk bisa hidup
di dunia yang sesak media. Oleh karena itu, agar bisa memanfaatkan
-
24
informasi yang diperoleh dari media massa sekaligus juga kritis
dalam menerima informasi dari media massa maka kita perlu
mempersiapkan warga masyarakat dengan memberi bekal
ketrampilan melek media (Irianta, 2009: 15).
Literasi media adalah kepedulian masyarakat terhadap dampak
negated dari media massa, perkembangan teknologi komunikasi
berkaitan dengan media massa, selain memberikan maslahat untuk
kehidupan manusia juga menimbulkan mudarat. Adapun tujuan dari
literasi media adalah mengajak khalayak dan pengguna media untuk
menganalisis pesan yang disampaikan media massa,
mempertimbangkan tujuan komersial dan politik dibalik suatu citra
adtau pesan media, dan meneliti siapa yang bertanggungjawab atas
pesan atau ide yang diimplikasikan oleh pesan atau citra itu
(Ardianto; Lukiati; Siti, 2017: 222)
Bajkiewcz (2003) dalam Iriantara (2009: 24)
mengidentidikasikan tujuan pendidikan melek media ini kepada
penyelenggara pendidikan. Hasil kajiannya menemukan tujuan
pendidikan media pada dimensi individual, kreatif dan sosial-politik,
seperti dikemukakan dalam tabel berikut:
-
25
Tabel 2.1 Tujuan Literasi Media
No Dimensi
Individual Kreatif Sosial/Politik
1. Mengembangkan
pemikiran kritis
Memahami
sejarah,
kreativitas,
pemanfaatan
dan evaluasi
atas media
massa sebagai
praktik kesenian
Menyiapkan diri
menjadi warga
negara
demokratis yang
memiliki
infgormasi
2. Mengembangkan kesadaran
kritis atas media
Mengenali
struktur dan
pesan media
massa
Dipergunakan
untuk advokasi
sosial
3. Mengembangkan ―otonomi
kritis‖
Memiliki
apresiasi estetis
Mengenali
informasi sebagai
landasan
penyusunan
pesan
4.
Menyandi-balik,
mengevaluasi,
menganalisis dan
memproduksi media
Terlibat aktif
dalam proses
produksi
Mengenali
informasi sebagai
landasan
penyusunan
pesan
5.
Memilih makna, memirsa
secara kritis, mengkaji
authorship dan penalaran
Sumber: Bajkiewcz (2003)
b. Elemen Literasi media
Menurut Art Silferblatt yang dikutip oleh Baran (2012: 34-38)
mengidentifikasi 7 (tujuh) elemen dasar dan mengartikan melek
media, dan ditambahkan satu elemen oleh Stanley J. Baran menjadi
8 (delapan) elemen meliputi karakteristik sebagai berikut:
1) Ketrampilan berfikir kritis memungkinkan anggota khalayak
untuk mengembangkan penilaian yang indepeden terhadap isi
media.
-
26
2) Pemahaman terhadap proses komunikasi massa.
3) Kesadaran akan dampak media terhadap individu dan
masyarakat.
4) Strategi untuk menganalisis dan mengdiskusikan pesan-pesan
media. Karena dalam menyerap media massa, kita
membutuhkan fondasi yang dapat menjadi dasar pemikiran dan
refleksi kita.
5) Sebuah kesadaran akan isi media sebagai suatu teks yang
menyediakan wawasan bagi budaya dan kehidupan kita.
6) Kemampuan untuk menikmati, memahami dan menghargai isi
media.
7) Pengembangan ketrampilan produksi yang efektif dan
bertanggung jawab.
8) Pemahaman akan kewajiban etis dan moral para praktisi media
untuk memberikan penilaian yang informatif tentang cara kerja
media.
Secara ringkas, elemen dasar dari melek media tersebut berfokus
pada kesadaran terhadap informasi yang diperoleh melalui media.
Sereta kemampuan berfikir kritis untuk menganalisis pesan media
sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman melek media atau
literasi media.
-
27
c. Ketrampilan Literasi Media
Dalam mengakses media, diperlukan kemampuan untuk
menyerap isi atau informasi yang telah didapat. Seperti yang
diungkapkan oleh Baran (2012: 38-41) penyerapan media
membutuhkan beberapa ketrampilan spesifik, meliputi:
1) Kemampuan dan kemauan melakukan suatu usaha untuk
memahami isi media, memberi perhatian dan menyaring
berbagai gangguan.
2) Pemahaman dan penghargaan pada kekuatan pesan-pesan
media.
3) Kemampuan untuk membedakan reaksi emosional dan rasional
ketika merespon isi media atau bertindak sesuai isi media.
4) Pengemangan ekspektasi yang lebih tinggi terhadap isi media.
5) Pengetahuan terhadap kesepakatan akan aliran (genre) dan
kemampuan untuk mengenali ketika genre dan kemampuan
digabungkan dan kemampuan digabungkan dengan yang lain.
6) Kemampuan untuk berpikir kritis tentang isi media, tidak peduli
seberapa kredibel sumbernya.
7) Kemampuan tentang bahasa yang dipakai di kalangan berbagai
media dan kemampuan untuk memahami pengaruhnya,
bagaimanapun kompleksnya bahasa tersebut.
Sejumlah pakar menyebutkan dengan meakukan literasi media
dapat menciptakan generasi literat yang merupakan jembatan untuk
-
28
menjutu masyarakat yang makmur, kritis dan peduli. Kritis terhadap
segala informasi yang diterima, sehingga tidak bereaksi secara
emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar (Ardianto; Lukiati;
Siti, 2017: 220).
4. Media Massa
a) Definisi Media Massa
Menurut Bittner dalam Ardianto; Lukiati; Siti, (2017: 3)
Komunikasi massa adalah pesan yang dikonsumsikan melalui media
massa pada sejumlah besar orang. Dalam pengertian tersebut dapat
diketahui apabila komunikasi massa harus menggunakan media
massa. Media masa yang digunakan massa adalah radio, televisi,
surat kabar, majalah, internet dan lain sebagainya.
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), media dapat
diartikan sebagai (1) alat, dan (2) alat atau sarana komunikasi seperti
majalah, radio, televise, film, poster, dan spanduk. Association For
Education and Communication Technologi (AECT) mendefinisikan
media sebagai salah satu bentuk yang digunakan untuk suatu proses
penyaluran informasi. Sedangkan Education Association
mendefinisikan sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat,
didengar, dibaca atau dibincarakan beserta instrument yang
dipergunakan dengan baik (Tamburaka, 2013: 39).
Menurut pendapat lain, media massa sendiri berarti sarana untuk
menyampaikan pesan atau informasi yang bersifat umum, kepada
-
29
sejumlah orang yang jumlahnya relative besar perhatiannya terpusat
pada isi pesan yang sama, yaitu pesan dari Media Massa yang sama,
dan tidak dapat memberikan arus balik secara langsung pada saat itu
juga. Media massa harus disiarkan secara periodik, isi pesan harus
bersifat umum menyangkut semua permasalahannya, mengutamakan
aktualitas dan disajikan secara berkesinambungan. Termasuk dalam
golongan ini adalah Surat Kabar, Majalah, Radio, Televisi dan Film.
(Wahyudi. 1995: 35).
Dapat diartikan apabila media massa adalah alat yang digunakan
untuk menyampaikan pesan atau isi media kepada khalayak
pengguna media.
Katz, Gurevitch, dan Haas (1973) memandang media massa
sebagai suatu alat yang digunakan oleh individu-individu untuk
berhubungan (atau memutuskan hubungan) dengan yang lain. Para
peneliti tersebut membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil
―(sebagai besar spekulatif) dari literatur tentang fungsi-fungsi sosial
dan psikologis media massa‖ kemudian menggolongkan ke dalam
lima kategori:
1) Kebutuhan kognitif : memperoleh informasi, pengetahuan, dan
pemahaman.
2) Kebutuhan afektif: emosional, pengalaman menyenangkan, atau
estetis.
-
30
3) Kebutuhan integratif personal: memperkuat kredibilitas, rasa
percaya diri, stabilitas, dan status.
4) Kebutuhan integratif sosial: mempererat hubungan dengan
keluarga, teman, dan sebagainya.
5) Kebutuhan pelepasan ketegangan: pelarian dan pengalihan
b) Bentuk-bentuk Media Massa
Media komunikasi merupakan semua sarana atau alat
komunikasi dalam kehidupan manusia baik secara verbal (teks,
gambar) maupun nonverbal (mimik muka, gerakan) maka media
dalam komunikasi massa dapat berupa media cetak dan elektronik.
Media massa cetak yaitu media yang menggunakan media cetak
seperti surat kabar dan majalah. Sedangkan media elektronik yaitu
media massa yang menggunakan gelombang elektromagnetik yang
mengubahnya menjadi audio (suara) dan visual (gambar) atau
keduanya secara bersamaan. Adapun bentuk-bentuk media menurut
Baran (2012) adalah sebagai berikut:
1) Buku, adalah media massa pertama yang, dalam banyak hal,
menjadi media paling personal. Buku memberikan informasi,
sekaligus menghibur. Buku adalah tempat pengumpulan
masalalu serta agen pengembangan personal dan perubahan
sosial.
-
31
2) Surat kabar, berfungsi untuk menyampaikan kepada para
pembaca mengenai hal yang penting dan berarti melalui
penempatan berita dalam dan pada setiap halaman-halamannya.
3) Majalah, adalah medium pertama yang membuat spesialisasi
menjadi ciri khas, dan majalah semakin berkembang saat ini
karena majalah berbicara kepada kelompok pembaca yang
terbatas secara lebih sempit lagi.
4) Radio, adalah media massa elektronik pertama dan medium
penyiaran nasional pertama namun hanya terbatas pada
pengiriman suara saja.
5) Televisi, adalah alat pengiriman gambar yang dilengkapi dengan
audiovisual, yakni dapat dilihat dan didengar dalam waktu yang
bersamaan.
6) Film, adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual atau
gambar bergerak yang ditemukan oleh Aguste bersaudara dan
Louis Lumiere.
7) Video Game, merupakan produk industry yang berkonsentrasi
tinggi dan memikat orang dari media yang lebih tradisional, dan
difungsikan untuk dimainkan dalam sejumlah teknologi dari
game yang menggunakan konsol hingga yang menggunakan
komputer, lalu ke internet sampai ke telepon seluler.
8) Komputer dan internet, merupakan media massa yang
menempati pusat semua konvergensi media yang ada. komputer
-
32
berfungsi untuk mengolah data dan menjalankan sistem multi
media. Sedangkan internet adalah jaringan komunikasi
elektronik yang menghubungkan komputer yang terorganisasi di
seluruh dunia.
c) Efek Media Massa
Komunikasi massa serupa kekuatan sosial yang tidak dapat
dihindarkan dalam proses sosial kearah suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Sedangkan untuk mengetahui secara tepat dan perinci
mengenai kekuatan sosial dan hasil yang dapat dicapainya tersebut
tidaklah mudah. Akan tetapi efek atau hasil yang dapat dicapai oleh
komunikasi media massa perlu dikaji mealui media tertentu yang
bersifat analisis psikologi dan analisis sosia. Analisis psikologi
berkaitan dengan kekuatan sosial yang merupakan hasil kerja dan
berkaitan dengan watak serta kodrat manusia. Sedangkan analisis
sosial berkaitan dengan peristiwa sosial yang terjadi akibat
komunikasi massa dengan penggunaan media massa yang sangat
unik serta kompleks (Ardianto; Lukiati; Siti, 2017: 49).
McQuail (2011:210-211) beranggapan berbagai kondisi akan
muncul dari efek yang telah dibawa media—sebagai contoh,
konsistensi dan kesepakatan dalam sebuah pesan, integritas laporan
berita dari sumber terpercaya digabungkan dengan khalayak yang
luas dapat menyebabkan efek tertentu dalam pengetahuan publik.
Akan tetapi, pengguna media massa belum tentu mengetahui dengan
-
33
pasti seberapa besar perubahan yang akan terjadi atau sektor mana
yang akan direspon secara lebih besar oleh khalayak, bukan individu.
Meskipun demikian, media bukanlah menjadi penyebab utama
untuk dijadikan alasan satu-satunya efek yang telah ditimbulkan.
Sebagian besar material media—seperti, media sebagai pembawa
pesan, gambar, dan ide yang sangat besar dan bervariasi bukan
hanya berasal dari media saja, tetapi ‗berasal dari masyarakat‘ dan
dikirim kembali ke masyarakat oleh media. Hal tersebut
mempertimbangkan bahwa efek ditentukan sama besarnya oleh
penerima pesan dan pengirim pesan.
Perse (2001) dalam McQuail (2011: 217) mengidentifikasikan 4
(empat) model-model efek media kedalam tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Model-model efek media
Asal-usul efek Variabel isi
Media
Variabel
Khalayak
Langsung
Segera, sama, dapat
di amati,
Jangka pendek,
penekanan pada
perubahan
Memiliki ciri
khas,
merangsang,
nyata
Tidak relevan
Bersyarat
Individualis
Memaksakan
perubahan pemikiran
Emosi dan tingkah
laku
Jangka panjang dan
pendek
Tidak relevan Kategori sosial
Hubungan
sosial
Perbedaan
individu
Kumulatif
Berdasarkan terpaan
kumulatif
Pikiran atau emosi
Jangka berkaitan
dengan perilaku;
menahan efek
Konsonan
melewati
saluran,
pengulangan
Tidak relevan
-
34
Pertukaran
kognitif
Segera dan jangka
pendek
Berdasarkan sekali
Pikiran dan emosi;
memungkinkan
berdampak terhadap
perilaku
Tanda visual
dianggap
penting
Skema buatan
Suasana hati
Tujuan
5. Profil KAS dan CSRC
Sejak tahun 2001 Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) Indonesia
bekerjasama dengan Center fot the Study of Religion and Culture
(CSRC) UIN Syarif Hiduayatullah Jakarta. Kerjasama kedua lembaga ini
adalah untuk menjebatani negara muslim terbesar di dunia dengna dunia
Barat. Menyelaraskan Hak Asasi Manusia yang sangat ditekankan di
dunia Barat dengan keunikan budaya serta prinsip-prinsip agama Islam di
Indonesia merupakan titik berat dari kerjasama tersebut. Adapun profil
mengenai KAS dan CSRC (http://www.pesantrenforpeace.com, 2
Desember 2018) sebagai berikut:
a) Profil KAS
Yayasan Konrad Adenauer adalah salah satu yayasan terkemuka
di Jerman yang didirikan pada tahun 1964. Yayasan yang memiliki
program di lebih dari 100 negara ini bertujuan untuk
mempromosikan demokrasi, penegakan hukum, dan sistem ekonomi
pasar sosial.
KAS memiliki kepedulian untuk mendiskusikan dan
berbagi pengalaman yang saling menguntungkan dengan
partner-partner di luar negeri. Untuk memberikan
kontribusi terhadap masa depan Indonesia, KAS banyak
bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), media, dan sebagainya.
Fokus kegiatannya adalah civic education, policy advice,
http://www.pesantrenforpeace.com/
-
35
dialog politik dan ekonomi, serta kegiatan untuk saling
memahami antar agama.
—KAS (http://pesantrenforpeace.com/index.php/tentang-
pfp/tentang-kas diakses pada 2 Desember 2018 ).
Kantor perwakilan KAS di Indonesia sudah berdiri sejak tahun
1968 sehingga KAS sudah memiliki sejarah panjang dalam
kerjasama bilateral dengan Indonesia. Saat ini, kantor perwakilan ini
dipimpin oleh Dr. Jan Woischnik. Ia didampingi oleh seorang staf
dari Jerman serta enam staf dari Indonesia.
Titik berat kegiatan KAS di Indonesia dan Timor Leste saat
ini atara lain ialah:
1) Parlemen dan partai
2) Demokrasi, negara hukum dan masyarakat sipil
3) Ekonomi pasar sosial
Ada tiga prinsip yang mengarahkan KAS dalam bekerja:
Pertama, KAS mengusahakan untuk melakukan kegiatan di
semua propisi (34 propinsi) yang ada di Indonesia. Pendekatan
proyek yang desentral ini bertujuan untuk mengakomodasi serta
memperhitungkan heterogenitas yang ada di Indonesia baik dari segi
geografis, agama serta etnis dan budaya.
Kedua, semua tahapan kegiatan (konsep, implementasi serta
evaluasi) yang KAS lakukan ialah berdasarkan koordinasi serta
perjanjian dengan mitra lokal seperti Think Tanks, LSM, universitas
dan otoritas negara. Hal ini memungkinkan orientasi yang sesuai
http://pesantrenforpeace.com/index.php/tentang-pfp/tentang-kashttp://pesantrenforpeace.com/index.php/tentang-pfp/tentang-kashttp://www.kas.de/indonesien/id/pages/12014/
-
36
dengan kebutuhan lokal dalam setiap aktifitas yang dilakukan serta
meningkatkan efisiensi dari pekerjaan KAS Jakarta.
Ketiga, perhatian utama KAS Jakarta yaitu pengembangan
demokrasi, bukan dimengerti sebagai suatu penyalinan yang
dipaksakan dari sebuah bentuk masyarakat tertentu di Eropa.
Aktifitas serta kegiatan KAS Indonesia lebih merupakan
sebuah penawaran yang memperhatikan karakter negara serta
berdasarkan keinginan dan minat bersama untuk mengembangkan
demokrasi dan negara hukum.
b) Profil CSRC
Center for the Study of Religion and Culture/ CSRC (Pusat
Kajian Agama dan Budaya) adalah lembaga kajian dan riset di
bidang agama dan sosial-budaya, didirikan berdasarkan SK Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 April tahun 2006.
Pusat ini merupakan pengembangan dari bidang budaya pada Pusat
Bahasa dan Budaya (PBB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1999-
2006), mengingat semakin meningkatnya tuntutan untuk
mengembangkan kajian dan penelitian agama (terutama Islam)
dalam relasi-relasi sosial-budaya dan politik. Tujuannya adalah
untuk mengetahui dan memahami apa saja peran penting yang dapat
-
37
disumbangkan agama guna mewujudkan tatanan masyarakat yang
adil dan sejahtera, kuat, demokratis, dan damai.
Pentingnya pengembangan ini dapat dicermati dari semakin
meningkatnya peran dan pengaruh agama di ruang publik. Dari hari
ke hari, agama tidak saja menjadi perbincangan berbagai lapisan
masyarakat, di tingkat nasional maupun internasional, tetapi juga
pengaruhnya semakin menguat di ruang publik, di tengah derasnya
arus modernisasi dan sekulerisasi.
Salah satu bukti menguatnya agama di ruang publik adalah
tumbuhnya identitas, simbol, dan pranata-pranata sosial yang
bercirikan keagamaan. Ekspresi Islam, harus diakui, mendapat
tempat cukup kuat dalam ruang publik di tanah air. Namun
demikian, Islam bukanlah satu-satunya entitas di dalam ruang
tersebut; terdapat juga entitas-entitas lain yang ikut meramaikan
wajah ruang publik kita. Sebagai ajaran, sumber etik, dan inspirator
bagi pembentukan pranata-pranata sosial, Islam acap tampil dalam
ekspresinya yang beragam, sebab ia dipraktikkan berdasarkan multi-
interpretasi dari komunitas-komunitas Muslim yang memiliki latar-
belakang yang berbeda. Alhasil, dari sumber yang beragam itu,
lahirlah banyak tafsiran dan aliran Islam; karena itu pula ajaran dan
nilai-nilai agama yang luhur ini seringkali diamalkan dalam warna
dan nuansa yang khas. Adakalanya ia tampil dalam berbagai potret
eksklusivisme, namun tidak jarang juga hadir sebagai sumber etika
-
38
sosial, inspirator bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, mediator bagi integrasi sosial, serta motivator bagi
pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat madani. Islam juga
mempengaruhi pembentukan pranata-pranata sosial-politik,
ekonomi, dan pendidikan yang sedikit banyak punya andil positif
bagi pembangunan nasional. Dalam konteks ini, kehadiran Islam di
ruang publik tidak perlu dirisaukan. Sebaliknya etika dan etos agama
seperti itu perlu diapresiasi oleh masyarakat dan dukungan semua
pihak, terutama pemerintah.
Kehadiran CSRC bertujuan untuk merevitalisasi peran
agama dalam konteks seperti itu. Agama harus
diaktualkan dalam wujud etika dan etos sekaligus, guna
mewarnai pembentukan sistem yang baik dan akuntabel.
Ke depan, transformasi agama secara berhati-hati perlu
dilakukan guna menjawab berbagai tantangan yang
dihadapi umat, yang dari hari ke hari tampak semakin
kompleks, di tengah derasnya gelombang perubahan
sosial dan globalisasi. Mengingat arus perubahan
berlangsung lebih cepat dari kemampuan umat untuk
meng-upgrade kapasitasnya, maka perlu strategi yang
tepat untuk menghadapinya. —Tujuann CSRC
(http://pesantrenforpeace.com/index.php/tentang-csrc
diakses pada 2 Desember 2018)
Sesuai tugas dan perannya, CSRC mencoba memberi kontribusi
di sektor riset, informasi, dan pelatihan serta memfasilitasi berbagai
inisiatif yang dapat mendorong penguatan masyarakat sipil melalui
pengembangan kebijakan (policy development) di bidang sosial-
keagamaan dan kebudayaan. Kami berharap, ke depan, institusi-
institusi Islam berkembang menjadi pusat produktivitas umat
http://pesantrenforpeace.com/index.php/tentang-csrc
-
39
(production center), dan bukan malah menjadi beban sosial (social
liability). Dengan demikian diharapkan umat Islam dapat
meningkatkan perannya dalam kehidupan sosial-budaya dan
ekonomi secara positif dan konstruktif
6. Teori Use and Gratification
Gagasan bahwa penggunaan media bergantung pada kepuasan,
kebutuhan, keinginan, atau motif yang dirasakan dari anggota khalayak
prospektif hampir setua penelitian media itu sendiri. Khalayak sering kali
terbentuk berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan, dan selera
individu. Banyak dari kesamaan terlihat memiliki asal mula sosial atau
psikologis. Kebutuhan tersebut misalnya untuk memenuhi informasi,
relaksasi, pertemanan, pengsalihan, atau ‗melarikan diri‘ (McQuail,
2011: 173).
Use and gratification (Model kegunaan dan kepuasan) menganggap
khalayak dapat secara aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada
penggunaan (uses) media untuk mendapatkan kepuasan (gratification)
atas kebutuhan seseorang. Sedangkan perilaku khalayak akan dijelaskan
melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan individu (Ardianto;
Lukiati; Siti, 2017: 73).
Konsep dasar model ini diringkas oleh para pendirinya (Katz,
Blumer, dan Gurevitch, 1974) dalam Rakhmat dan Idi (2017: 118).
Dengan model yang diteliti ialah (1) sumber sosial dan psikologis dari (2)
-
40
kebutuhan, yang melahirkan (3) harapan-harapan dari (4) media massa
atau sumber-sumber yang lain, yang menyebabkan (5) perbedaan pola
terpaan media (atau keterlibatan dalam kegiatan lain), dan menghasilkan
(6) pemenuhan kebutuhan dari (7) akibat-akibat lain, bahkan kerapkali
akibat-akibat yang tidak dikehendaki.
Pedekatan ini ditujukkan untuk menggambarkan proses penerimaan
dalam komunikasi massa dan menjelaskan penggunaan media oleh
individu atau agregrasi individu. Pendekatan ini telah memberikan
kerangka kerja bagi berbagai jenis studi yang berbeda, beberapa
diantaranya yaitu studi yang dilakukan oleh Katz dan Guerevitch (1977)
untuk menjelaskan persamaan dan perbedaan dari beberapa media yang
berbeda, terutama mengenai fungsi dan karakteristik lainnya,
menghasilkan suatu model sederhana dimana orang dapat melihat media
mana yang menunjukkan kesamaan dengana media lainnya (Daryanto
dan Muljo, 2016: 148).
Rakhmat dan Idi (2017: 119-120) mengidentifikasikan model-model
uses and gratification berdasarkan dari empat model yang telah dibuat
oleh peneliti sebelumnya, antara lain model Linne dan van Felilitzen,
model Windahl, model Rosengren, serta model McLeod dan Becker.
-
41
Tabel 2.3 Model Uses and Gratification
Anteseden Motif Pengguna media efek
-Variabel
individual
-Variabel
lingkungan
-Personal
-Diversi
-Personal
Identity
-Hubungan
-Macam isi
-Hubungan dengan isi
-Kepuasan
-Pengetahuan
-Kepuasan
Anteseden meliputi variable individual yang terdiri atas data
demografis, seperti usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor psikologis
komunikan, serta variable lingkungan, seperti organisasi, sistem sosial,
dan struktur sosial. Motif dapat dioperasionalisasikan dengan berbagai
cara antara lain:
a) Unifungsional (hasrat melarikan diri, kontak sosial atau bermain).
b) Bifungsional (informasi-edukasi, fantastescapis, atau gratifikasi
segera tertangguhkan).
c) Empat-fungsional (diversi, hubungan personal, identitas personal,
dan surveillance; atau surveillance, korelasi, hiburan, transmisi
budaya, dan multifungsional.
Sedangkan dasar motif menurut Blumer (1980) untuk dijadikan
petunjuk penelitian terdapat tiga orientasi, yaitu orientasi kognitif
(kebutuhan bukan informasi, survwullance, atau eksplorasi realitas),
diversi (kebutuhan akan pelepasan dari tekanan dan kebutuhan akan
hiburan), serta identitas personal (yakni menggunakan isi media untuk
-
42
memperkuat/menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan atau
situasi khalayak sendiri).
C. Kerangka Berfikir
Gambar 2.2 Kerangka berfikir penelitian
Keberadaan media massa seakan menjadikan alat yang kuat dalam
membentuk opini serta efek dalam perilaku seseorang. Apalagi
perkembangan media massa memberikan penggunanya dengan leluasa
mengambil kesan dan informasi secara penuh yang diambil dari media.
Di era mobile digital ini, informasi melalui media massa khususnya
internet akan semakin berkembang tanpa batasan dengan kemudahan
aksesnya. Khalayak hidup di dunia yang penuh dengan gambar dan suara
dari media, dimana politik, pemerintah, dan bisnis berjalan dengan
asumsi apa yang terjadi di dunia luar. Kondisi tersebut sebagaimana
dikatakan teori uses and gratification, yang mengatakan bahwa Khalayak
sering kali terbentuk berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan, dan
selera individu. Banyak dari kesamaan terlihat memiliki asal mula sosial
atau psikologis. Kebutuhan tersebut misalnya untuk memenuhi informasi,
relaksasi, pertemanan, pengsalihan, atau ‗melarikan diri‘.
Pemahaman Kontra
Narasi Ekstremis Pada
Ustadz/ustadzah
Pelatihan Literasi
Media
-
43
Informasi yang didapatkan dari media seakan memudahkan langkah
komunikator untuk menanamkan pemikiran khalayak dari pesan yang
telah disampaikan. Dengan demikian khalayak akan semakin dipenuhi
dengan kesan dan informasi yang diambil dari media dan membentuk
opininya karena media. Didalamnya terdapat pengaruh yang sangat besar
bagi khalayak pengguna media baik yang berdampak positif maupun
negatif.Kondisi tersebut sebagaimana dikatakan teori uses and
gratification, yang mengatakan bahwa Khalayak sering kali terbentuk
berdasarkan kesamaan kebutuhan, kepentingan, dan selera individu.
Banyak dari kesamaan terlihat memiliki asal mula sosial atau psikologis.
Kebutuhan tersebut misalnya untuk memenuhi informasi, relaksasi,
pertemanan, pengsalihan, atau ‗melarikan diri‘.
Hal tersebut semakin memberikan peluang bagi penganut paham
ekstremis untuk menyebarkan ideologinya kepada khalayak khususnya
bagi pemuda muslim. Penganut paham ekstremis dengna lihai
menggunakan symbol-simbol dan referensi Islam yang sebenarnya juga
disebarkan oleh kalangna Islam secara umum namun mereka interpretasi
secara ideologis. (Abubakar, 2018). Sementara itu, tidak sedikit khalayak
yang sadar dan mampu mengidentifikasi dampak media yang
membahayakan, namun jarang sekali mempertanyakan perannya dalam
media massa dan bagaimana menyikapinya.
Maka dari itu, dibutuhkan ketrampilan dalam mengakses media
dengan meningkatkan kesadaran akan literasi media terhadap pemuda
-
44
muslim. Guru di pondok pesantren merupakan salah satu dari kalangan
umat Islam yang dapat diandalkan untuk secara aktif berperan dalam
menyampaikan kepada pemuda muslim atau santri didikannya. Dengan
demikian, maka tingkat literasi guru di pondok pesantren sangat
diperlukan sehingga dapat menjadi filter bagi murid, bahkan masyarakat
secara umum.
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Adapun
hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ha: Pelatihan literasi media berpengaruh terhadap pemahaman kontra
narasi ekstremis pada peserta pelatihan.
-
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Bebas (Independen)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengaruh pelatihan
literasi media yang dilakukan oleh CSRC UIN Syarif Hidayatullah dan
KAS yang disimbolkan dengan huruf (X).
2. Variabel Terikat (Deependen)
Variabel depeenden dalam penelitian ini adalah pemahaman narasi
ekstremis peserta pelatihan kontra narasi ekstremis yang disimbolkan
dengan huruf (Y).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No
Variabel
Penelitian Definisi Indikator
1 Literasi Media
Literasi media adalah
kemampuan untuk
mengakses, menganalisis,
mengevaluasi dan
mengkomunikasikan pesan
yang telah diterima.
1. Media yang dikonsumsi
2. Pemahaman informasi yang didapatkan
3. Sikap setelah menerima informasi
2
Pemahaman
Narasi
Ekstremis
Narasi ekstremis berarti
cerita-cerita yang disusun
dengan tujuan untuk
mengatasi konflik dengan
cara-cara kekerasan
1. Islam agama yang damai (Dien as-
salaam)
2. Ideologi ekstremis 3. Narasi ekstremis dan
daya pikatnya
4. Memahami kontra narasi
5. Menyusun kontra narasi
-
46
B. Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ustadz/ustadzah atau guru aktif di
Pondok Pesantren yang ada di Surakarta dan sekitarnya, yakni seluruh
peserta pelatihan kontra narasi ekstremis yang berjumlah 30 orang.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah perwakilan ustadz/ustadzah dari pondok
pesantren di Surakarta dan sekitarnya yang mengikuti Training Menyusun
Kontra Narasi Ekstremis: Suara Pesantren untuk Perdamaian dan
Toleransi. Pelatihan dilakukan kepada ustadz/ustadzah sebagai guru atau
pengajar di pondok pesantren karena pondok pesantren mendidik para
santri dengan ajaran-ajaran inklusif, dan para santri datang dari latar
belakang yang berbeda dan kultur budaya dan bahasa yang berbeda pula.
Dengan adanya perbedaan dan juga pengajaran yang mengandung nilai-
nilai inklusif, toleran, terbuka, dan saling menghargai, pondok pesantren
dapat menjadi model dalam menyebarkan pesan damai dan hidup harmoni
di tengah-tengah masarakat majemuk di Indonesia (Abubakar, dkk; 2018).
Penelitian ini dilakukan di Hotel Novotel, Surakarta. Penelitian dilakukan
mulai dari tanggal 17 sampai dengan 19 Oktober 2018.
-
47
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis angket tertutup yang
berarti pertanyaan dan pernyataan sudah disusun secara berstruktur. Dengan
kata lain, angket berstruktur adalah angket yang disajikan dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban
yang sesuai dengan dirinya dengan cara memberikan tanda silang (X) atau
tanda checklist (√) (Sudaryono, 2016: 78). Dengan demikian responden
tinggal memilih alternatif jawaban yang tersedia. Selain itu agar jawaban
sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalamannya yang berbeda untuk
menghindari informasi yang lebih meluas.
Tahap awal dalam pembuatan kuesioner adalah mengumpulkan
berbagai informasi yang ingin didapatkan dari berdasarkan kisi-kisi yang ada
pada ―Modul Pesan Damai Pesantren: Menyusun Kontra Narasi‖ yang
disusun oleh CSRC UIN Syarif Hidayatullah dengan KAS. Setelah itu baru
disusun dengan pertanyaan atau pernyataan dari kisi-kisi yang telah ada.
Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin
mendapatkan jawaban yang tegas terdapat suatu permasalahan yang
ditanyakan (Sugiyono, 2014: 96). Pada skala Guttman terdapat pertanyaan
sikap tertentu dari sederetan pernyataan itu, ia akan menyatakan lebih dari
tidak terhadap pernyataan berikutnya (Sekaran, 2006). Adapun skala Guttman
untuk perhitungan skoring adalah sebagai berikut:
-
48
Tabel 3.2. Metode Skoring Kuesioner
Alternatif Jawaban Skor Alternatif Jawaban
Benar 1
Salah 0
Pengukuran jawaban dari responden yaitu dengan perhitungan skor ―1‖
untuk jawaban yang benar, dan skor ―0‖ untuk jawaban yang salah. Adapun
kuesioner dibagikan kepada peserta pelatihan kontra narasi dengan
memberikan tanda checklist untuk mengisi jawaban di kolom pernyataan
yang dianggap benar.
D. Desain dan Prosedur Eksperimen
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Metode
eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan (treatment) tertentu (Sugiyono, 2014: 6). Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design.
Desain ini melibatkan satu kelompok yang diberi pre-test yang disimbolkan
dengan (O1), sebelum diberi perlakuan treatment (X) kemudian memberikan
post-test. Hal tersebut dilakukan untuk mengambil perbandingan keadaan
sebelum dan setelah diberikan perlakuan dengan data yang lebih akurat.
Dalam pengambilan eksperimen, peneliti menyebarkan pre-test (O1)
kepada peserta sebelum mulai trining kontra narasi ekstremis bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana peserta telah memahami kontra narasi ekstemis.
Tahap selanjutnya yaitu memberikan materi berupa training kontra narasi
-
49
ekstremis sebagai perlakuan (X) kepada peserta yang dilakukan oleh pihak
CSRC UIN Syarif Hidayatullah. Kemudian sebagai tindakan akhir yaitu
dengan menyebarkan post-test (O2) setelah proses trining tersebut selesai
untuk mendapatkan perbandingan data dari pre-test dan post-test (Rakhmat
dan Idi, 2017: 81-83) Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Nonequivalent control Group design
O1 X O2
O1 = nilai pretest (sebelum diberi perlakuan)
X = Perlakuan (treatment)
O2 = nilai posttest (setelah diberi perlakuan)
E. Validitas dan Reliabilitas
Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan
instrumen yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid dan reliabel
bila terdapat kesaman antara data yang terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2014: 121).
1. Validitas isi
Pengujian validitas isi (content validity) untuk menguji validitas
dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrument, atau menarik
pengembangan instrument. Dalam kisi-kisi tersebut terdapat variabel yang
diteliti dengan indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir soal (item)
pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan di indikator. Untuk
menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, dikonsultasikan
dengan ahli dengan jumlah tenaga ahli minimal tiga orang. Para ahli
-
50
diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun, para ahli data
memberi keputusan: instrumen dapat digunakan tanpa perbaikan, ada
perbaikan, dan mungkin rombak total. (Sugiyono, 2014: 125-129).
Setelah dikonsultasikan dengan ahli, selanjutnya diujicobakan dan
dianalisis dengan menggunakan try out terpakai sebagai alat ukurannya.
Sehingga butir soal diujicobakan langsung kepada peserta sebelum
diberikan perlakuan (treatment).
2. Uji Reliabilitas
Uji realibilitas ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu
hasil pengukuran relatif konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih. Untuk mengukur reliabilitas menggunakan uji statistik
cronbanch alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari
waktu ke waktu (Ghozali, 2018: 45). Suatu variabel dapat dikatakan
reliabel dan memenuhi syarat jika nilai cronbanch alpha lebih besar dari
0.600, sedangkan apabila kurang dari 0.600 maka realibilitas dinilai
kurang baik.
F. Pendekatan Pe