pengaruh strategi peta konsep (concept mapping
TRANSCRIPT
PENGARUH STRATEGI PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING)
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SIWA (Studi Quasi Eksperimen di MTs Al-Mukhsin Cibinong)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh:
ARI NURHAYATI
105016300573
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa, Studi Quasi Eksperimen di MTs Al-Mukhsin Cibinong”,
disusun oleh Ari Nurhayati, NIM. 105016300573, diajukan kepada Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus
dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 12 Agustus 2010 dihadapan dewan penguji. Oleh
karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada bidang
Pendidikan Fisika.
Jakarta, 12 Agustus 2010
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)
Baiq Hana Susanti, M.Sc --------------------- ………….......
NIP. 1970 0209 200003 2 001
Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)
Nengsih Juanengsih, M. Pd --------------------- ………….......
NIP. 1979 0510 2006 0420
Penguji I
Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si --------------------- ………….......
NIP. 1954 0310 1988 031001
Penguji II
Erina Hertanti, M.Si --------------------- ………….......
NIP. 1972 0419 199903 2 2002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A
NIP. 1957 1005 198703 1 003
ABSTRACT Ari Nurhayati, “The Influence of Concept Mapping Strategy to Student’s Physics Achievement”, Physics education Studies Program, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya’ and Teacher Training, State Islamic University (of UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. The aims of this research was to determine the influence of concept mapping strategy to student’s physics achievement. This research has been done at MTs Al-Mukhsin Cibinong-Bogor, on Januari 2010. The method in this research is quasi-experiment. We used Cluster Sampling to take sample in this research. The sample divided into experiment and control classes. Experiment class is Instrument is used multiple choice test (0-1 score), with 28 question and 4 alternative answers. The result of this research are tested through a statistical tes of “t”. Based on calculations obtained for tcount value was 2.79 greater than 2.00 at ttable level α = 0.05 of significance. It can be concluded that Ha stating that there is influence between concept mapping strategy to student’s physics achievement. It means that alternative hypothesis (Ha), which told that there are an influence between concept mapping strategy to the student physics achievement, has been accepted. Key Word : Concept Mapping Strategy, Student’s Physics Achievement.
ABSTRAK Ari Nurhayati, “Pengaruh Strategi Peta Konsep Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”. Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2010 di MTs Al-Mukhsin Cibinong-Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimen. Sampel diambil dua kelas, menggunakan cluster sampling dan dibagi menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrumen penelitian ini adalah instrumen tes pilihan ganda dengan skor 0-1 sebanyak 28 soal dengan 4 pilihan jawaban. Hasil penelitian ini diuji dengan melalui statistik uji “t”. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai thitung sebesar 2.79 ternyata lebih besar dari ttabel sebesar 2.00 pada taraf signifikansi α = 0.05. Sehingga hipotesis alternative (Ha) yang menyatakan terdapat pengaruh strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa, diterima. Kata Kunci : Strategi Peta Konsep, Hasil Belajar Fisika Siswa.
LEMBAR PERSETUJUAN
PENGARUH STRATEGI PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING)
TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat-
syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
ARI NURHAYATI
105016300573
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Zulfiani, M.Pd Iwan Permana Suwarna, M.Pd
NIP. 1976 0309 200501 2002 NIP. 1978 0504 2009 11013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2010
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas terucap selain syukur hanyalah untuk Allah SWT
yang telah banyak mengaruniai penulis dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga dapat terselesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Strategi Peta Konsep
(Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Tak lupa shalawat
beserta salam tercurah kepada Rasulullah SAW, sang pembuka gerbang gelap
kejahilan menuju jalan yang penuh cahaya dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan
dan hambatan yang dihadapi selama penulisan skripsi ini. Namun, atas bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak penulis menyadari bahwa keberhasilan dan
kesempurnaan merupakan sebuah proses yang harus dijalani. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:
1. Bapak Prof Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA.
3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd., selaku pembimbing I dan Bapak Iwan Permana
Suwarna, M.Pd., selaku pembimbing II yang penuh kesabaran dan keikhlasan
dalam membimbing penulis selama ini.
4. Seluruh dosen Jurusan IPA yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan
serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu
yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.
5. Kepala Sekolah, Guru, dan Staf di MTs Al-Mukhsin yang telah memberikan
izin penulis untuk melakukan penelitian.
6. Teristimewa untuk Kedua orang tua yang telah memberikan segalanya kepada
penulis baik moril maupun materil serta curahan kasih sayang yang tiada henti
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Hanya Allah SWT yang dapat
membalasnya, semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk kalian.
i
7. Saudara-saudaraku, teteh, aa, ade, dan keponakan yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis.
8. Teman-temanku di kelas IPA Fisika angkatan 2005, yang tidak biasa penulis
sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas persahabatan dan
dukungannya, semoga kita kompak selalu.
Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan
Alhamdulillahirabbil’alamin atas rahmat, karunia, dan ridha-Nya. Semoga skripsi
ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amiin.
Jakarta, Juni 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……….…………………………………………………….. i
Daftar Isi ……………………………………………………………………. iii
Daftar Tabel ………………………………………………………………. . v
Daftar Gambar ……………………………………………………………. vi
Daftar Lampiran……………………………………………………………. vii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1
A. 1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………. 4
Latar Belakang …………………………………..………
Pembatasan Masalah…………………………………….
Tujuan Penelitian………………………………………..
BAB II SKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR
Deskripsi Teoretis ……………………………………….
2. Hakikat Peta Konsep………………………………...
……… 13
d. Jenis-jenis Peta Konsep………………………….
f. Cara Menyusun dan Menilai Peta Konsep yang Dibuat
g. Manfaat Strategi Peta Konsep…………………..
C. 4
D. Perumusan Masalah ……………………………………. 5
E. 5
F. Manfaat Penelitian…………………………………….... 6
DE
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ………………………… 7
A. 7
1. Hakikat Belajar Bermakna…………………………... 7
12
a. Pengertian Konsep…………………………….... 12
b. Pengertian Peta Konsep…………………
c. Ciri-ciri Peta Konsep …………………………… 15
16
e. Kegunaan Peta Konsep ………………………… 19
Siswa…………………………………………… 22
24
iii
3. Ha 27
a. Hakikat Belajar ………………………………. 27
kikat Hasil Belajar Fisika ………………………
Hakikat Hasil Belajar………………………….
bungan Peta Konsep dengan Hasil Belajar ……
B.
D.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………
A.
C.
D.
F.
G. Teknik Analis Data …………………………………… 49
otesis Statistik ……………………………………..
BAB IV
ata ………………………………………...
B.
D.
BAB V PE
simpulan……………………………………………. 68
DAFT ……………………………………………………
LAMPIRAN
b. 29
c. IPA dan Pembelajaran Fisika…………………. 31
4. Hu 33
Kerangka Pikir ……………………………………….. 34
C. Penelitian yang Relevan………………………………. 36
Pengajuan Hipotesis…………………………………… 40
41
Waktu dan Tempat Penelitian ………………………… 41
B. Metode Penelitian …………………………………….. 41
Populasi dan Sampel ………………………………….. 42
Variabel Penelitian …………………………………… 43
E. Prosedur Penelitian …………………………………… 43
Instrumen Penelitian ………………………………….. 45
H. Hip 53
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………… 54
A. Deskripsi D 54
Teknik Analis Data …………………………………… 59
C. Interpretasi Data ……………………………………… 63
Pembahasan ………………………………………….. 64
E. Keterbatasan Penelitian……………………………….. 67
NUTUP ………………………………………………… 68
A. Ke
B. Saran ………………………………………………….. 68
AR PUSTAKA 69
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ian Skor Terhadap Peta Konsep ……………..………...
Tabel 3.1
Tabel 3.2 i Instrumen Hasil Belajar Fisika ………………………
Tabel 3.3
Tabel 3.4 asi Daya Beda ………………………………………
Tabel 3.5
Tabel 4.1 Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest ……….
Tabel 4.2
Tabel 4.3 ean N-Gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ………
Tabel 4.4
Tabel 4.5 rmalitas Hasil Pretest …………………………………..
Tabel 4.6
Tabel 4.7 ngan Uji Homogenitas Hasil Pretest …………………...
Tabel 4.8
Tabel 4.9 amaan Dua Rata-rata Hasil Pretest dan Posttest ……….
Pember 24
Desain Penelitian ……………………………………………… 41
Kisi-kis 45
Klasifikasi Tingkat Kesukaran ………………………………... 48
Klasifik … 49
Klasifikasi N-Gain ……………………………………………. 52
Ukuran 55
Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest ………. 56
Data M 58
Kategori Nilai N-Gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ….. 58
Uji No 60
Uji Normalitas Hasil Pretest ………………………………….. 60
Perhitu 61
Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Posttest ………………….. 61
Uji Kes 62
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
asi Baru Terkait pada Susunan Sel dalam Otak …….. 10
ambar 2.4 Peta Konsep Pohon Jaringan ………………………………. 16
ambar 2.5 Peta Konsep Rantai Kejadian ……………………………… 17
ambar 2.6 Peta Konsep Siklus ………………………………………… 18
Gambar 2.7 Peta Konsep Laba-laba …………………………………….. 18
ambar 2.8 Bagan Kerangka Pikir ……………………………………… 36
ambar 3.1 Tahapan dalam Prosedur Penelitian ………………………… 44
.
Bentuk-bentuk Belajar ……………....…………………….. 7
Gambar 2.2 Dua Kontinum Belajar …………………………………….. 9
Gambar 2.3 Inform
G
G
G
G
G
Gambar 4.1 Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Pretest ……….. 55
Gambar 4.2 Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Posttest ………. 57
Gambar 4.3 Diagram Batang Perbandingan Prosentase Normal Gain ….. 59
vi
DAFTAR LAMPIRAN
. Instrumen Penelitian dan Uji Coba Instrumen Penelitian
A.1 Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ……………………………... 72
A.2 Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar …………….. 88
A.3 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil
Belajar………………………………………………………………. 98
A.4 Validitas Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ………………….. 99
A.5 Reliabilitas Instrum ajar ……………….. 101
A.6 Tingkat Kesukaran Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar ……….. 104
A.7 Distribusi Daya Pembeda Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar … 106
r. 8
l
b
e
R
RPP Pertemuan Kedua …………………………………………
RPP Pertemuan Ketiga …………………………………………
R
e. RPP Pertemuan Kelima ………………………………………... 164
B.4 RPP Kelompok Kontrol …………………………………………… 173
a. RPP Pertemuan Pertama ………………………………………. 173
b. RPP Pertemuan Kedua ………………………………………… 178
c. RPP Pertemuan Ketiga ………………………………………… 183
d. RPP Pertemuan Keempat ……………………………………… 188
e. RPP Pertemuan Kelima ………………………………………... 193
A
en Penelitian Tes Hasil Bel
A.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Tes Hasil Belaja 10
A.9 Soal Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar yang Dipakai dalam
Pene itian ………………………………………………………….. 110
A.10 Kunci Jawaban Soal Penelitian Tes Hasil Belajar ………………… 117
B. Perangkat Pembelajaran
B.1 Sila us …………………………………………………………….. 118
B.2 Pem taan SK, KD, dan Indikator …………………………………. 124
B.3 RPP Kelompok Eksperimen ………………..................................... 129
a. PP Pertemuan Pertama ………………………………………. 129
b. 138
c. 147
d. PP Pertemuan Keempat ……………………………………… 156
vii
B.5 Peta Konsep ………………………………………………………... 198
a. Peta Konsep Pertemuan Pertama ……………………………… 199
b. Peta Konsep Pertemuan Kedua ……………………………….. 200
c. Peta Konsep Pertemuan Ketiga ………………………………… 201
d. Peta Konsep Pertemuan Kee pat ……………………………… 202
e. Peta Konsep Pertemuan Kelima ……………………………….. 203
B.6 Peta Konsep Siswa ………………………………………………… 204
a. Peta Konsep Siswa Pertemuan Pertama ………………………. 204
b. Peta Konsep Siswa Pertemuan Kedua ………………………… 205
c. Peta Konsep Siswa Pertemuan Ketiga ………………………… 206
d. Peta Konsep Siswa Pertemuan Keempat ……………………… 207
e. Peta Konsep Siswa Pertemuan Kelima ……………………….. 208
ompok
214
rmalitas dan Uji Homogenitas Pretest Kelompok
m
C. Uji Analisis Data
C.1 Hasil Penelitian Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen …….. 209
a. Data Hasil Penelitian Skor Pretest Kelompok Kontrol ……… 209
b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Pretest Kel
Kontrol ………………………………………………………... 210
c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Pretest Kelompok
Kontrol ………………………………………………………… 211
d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelompok Kontrol ... 212
e. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Pretest Kelompok
Kontrol ………………………………………………………… 213
f. Data Hasil Penelitian Skor Pretest Kelompok Eksperimen ……
g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Pretest Kelompok
Eksperimen ……………………………………………………. 215
h. Persiapan Uji No
Eksperimen …………………………………………………… 216
i. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Pretest Kelompok Eksperimen 217
j. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Pretest Kelompok
Eksperimen …………………………………………………….. 218
k. Uji Homogenitas Pretest …………………………………………….. 219
viii
l. Perhitungan dan Pengujian Hipotesis Uji-t Pretest …………… 220
C.2
C.3 Hasil Penelitian N-gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen ………
asil Penelitian Skor N-gain Kelompok Kontrol ………... 235
8
e.
f. Data Hasil Penelitian Skor N-gain Kelompok Eksperimen ….. 240
Hasil Penelitian Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ……. 222
a. Data Hasil Penelitian Skor Posttest Kelompok Kontrol ……… 222
b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok
Kontrol ………………………………………………………… 223
c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Posttest Kelompok
Kontrol ………………………………………………………… 224
d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelompok Kontrol .. 225
e. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Posttest Kelompok
Kontrol ………………………………………………………… 226
f. Data Hasil Penelitian Skor Posttest Kelompok Eksperimen ….. 227
g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi Posttest Kelompok
Eksperimen ……………………………………………………. 228
h. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Posttest Kelompok
Eksperimen …………………………………………………… 229
i. Tabel Perhitungan Uji Normalitas Posttest Kelompok
Eksperimen……………………………………………………. 230
j. Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors Posttest Kelompok
Eksperimen …………………………………………………….. 231
k. Uji Homogenitas Posttest ……………………………………… 232
l. Perhitungan dan Pengujian Hipotesis Uji-t Posttest …………… 233
235
a. Data H
b. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi N-gain Kelompok
Kontrol …………………………………………………………. 236
c. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas N-gain Kelompok
Kontrol …………………………………………………………. 237
d. Tabel Perhitungan Uji Normalitas N-gain Kelompok Kontrol … 23
Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors N-gain Kelompok
Kontrol …………………………………………………………. 239
ix
x
2
i.
3
j.
l.
D. Dafta
D.1
D.3
D.4
D.5 Tabel Nilai “t” ………………………………………………………
E. Surat 5
E.1 Sur
E.2
E.3 57
E.4 Sur
g. Tahapan Pembuatan Tabel Distribusi Frekuensi N-gain Kelompok
Eksperimen …………………………………………………….. 241
h. Persiapan Uji Normalitas dan Uji Homogenitas N-gain Kelompok
Eksperimen ……………………………………………………. 24
Tabel Perhitungan Uji Normalitas N-gain Kelompok
Eksperimen ……………………………………………………... 24
Langkah Perhitungan Uji Normalitas Liliefors N-gain Kelompok
Eksperimen …………………………………………………….. 244
k. Uji Homogenitas N-gain ………………………………………. 245
Perhitungan dan Pengujian Hipotesis Uji-t N-gain …………….. 246
r Tabel ……………………………………………………………… 248
Tabel Harga Kritik dari r Product Moment ………………………... 248
D.2 Tabel Luas di bawah Lengkungan Kurva Normal dari O ke Z …….. 250
Tabel Nilai Kritis Untuk Uji Liliefors ……………………………... 251
Tabel Distribusi F ………………………………………………….. 252
254
Keterangan ………………………………………………………… 25
at Bimbingan Skripsi …………………………………………. 255
Surat Permohonan Izin Penelitian ……………………………….. 256
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian …………………. 2
at Pernyataan Karya Sendiri ………………………………… 258
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena
pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan
SDM. Oleh karena itu, banyak perhatian khusus diarahkan kepada
perkembangan dan kemajuan pendidikan guna meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan adalah dengan mengelola komponen-komponen
pendidikan dengan baik.
Ada tiga komponen penentu dalam kegiatan belajar mengajar
diantaranya: komponen pertama adalah input yang terdiri dari peserta didik,
guru sebagai pendidik; komponen kedua adalah proses yang dipengaruhi oleh
lingkungan dan instrumen pengajaran; komponen ketiga hasil yaitu dampak
dari interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan didukung oleh proses.1
Dari ketiga komponen tersebut antara yang satu dengan lainnya saling
bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan pendidikan.
Nasution mengatakan bahwa kualitas pendidikan banyak bergantung
pada kualitas guru dalam membimbing proses belajar mengajar. Oleh karena
itu, guru merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam
mengajar, sehingga guru harus menguasai strategi mengajarnya. Guru sebagai
komponen penting dalam transformasi pendidikan mempersiapkan bahan
pelajaran kemudian melaksanakan dan mengembangkannya. Tugas tersebut
dimulai dari merumuskan tujuan, mengembangkan dan memilih materi,
menemukan strategi pembelajaran, mempersiapkan media, dan evaluasi. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa salah satu keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari
keterampilan guru dalam memilih strategi pembelajaran dalam proses belajar
mengajar.
1 Noehi Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: UT, 2000), h.7.
2
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mengkaji tentang
berbagai fenomena alam dan memegang peranan yang sangat penting dalam
perkembangan sains, teknologi dan konsep hidup harmonis dengan alam. Oleh
karena itu, pembelajaran fisika di sekolah harus benar-benar dikelola dengan
baik dan mendapat perhatian yang lebih agar dapat menjadi landasan yang
kuat bagi peranan tersebut.
Mahardika mengungkapkan beberapa alasan pentingnya belajar fisika.
Alasan yang dapat disimpulkan dari Mahardika adalah Fisika dipandang
sebagai kumpulan pengetahuan, disiplin kerja yang dapat menghasilkan
sejumlah kemahiran untuk membantu pengembangan bekal kerja di berbagai
bidang profesi yang lebih luas. Berdasarkan alasan tersebut, maka fisika
begitu penting untuk dipelajari karena dapat berfungsi sebagai salah satu mata
pelajaran untuk membekali sumber daya manusia yang dapat mendukung
kemajuan bangsa.
Hasil diskusi peneliti dengan guru IPA di MTs Al-Mukhsin Cibinong
diperoleh hasil. Pertama, siswa cukup sulit memahami konsep-konsep fisika
karena banyak dari konsep yang bersifat abstrak. Kedua, siswa cenderung
hanya menghafal tanpa memahami konsep fisikanya itu sendiri. Ketiga, siswa
tidak dapat menghubungkan antara satu konsep satu ke konsep lain dalam satu
materi fisika. Keempat, interaksi di dalam kelas hanya terjadi antara guru dan
siswa saja sedangkan interaksi antara siswa jarang terjadi, baik dalam diskusi
maupun diskusi kelompok.
Berdasarkan fakta di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran fisika
banyak dilakukan dengan memberi konsep fisika tanpa melalui pengolahan
potensi yang ada pada diri siswa. Dengan kata lain siswa belajar menghafal
konsep bukan menguasai konsep sehingga siswa tidak dapat memahami
keterkaitan antara konsep yang dipelajarinya dan pembelajaran fisikapun
menjadi kurang bermakna dengan tidak terbentuk kontruksi konsep fisika
yang benar. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar
3
bahwa salah satu keluhan dalam dunia pendidikan adalah siswa hanya
menghafal tanpa memahami benar isi pelajaran.2
Salah satu cara yang dapat mendorong siswa untuk belajar secara
“bermakna” adalah melalui “peta konsep”. Peta konsep adalah suatu strategi
yang dapat membantu para siswa melihat dan memahami keterkaitan antar
konsep yang telah dikuasainya. Strategi peta konsep sangat efektif untuk
membantu siswa belajar bermakna, yaitu memahami hubungan logika antara
konsep yang satu dengan konsep yang lain. Peta konsep yang baik adalah
yang dibuat sendiri oleh siswa. Di samping itu peta konsep bersifat fleksibel,
artinya dapat sederhana dan dapat pula kompleks, dapat linier atau bercabang
dan dapat pula hierarkis. Pembelajaran dengan membuat peta konsep dapat
meningkatkan pemahaman suatu konsep dengan baik, karena siswa aktif
dalam kegiatan belajar mengajar dan guru berperan aktif sebagai fasilitator
atau moderator.
Strategi peta konsep dalam pembelajaran sains sangat membantu siswa
dalam proses belajarnya. Pemahaman siswa jadi memadai dalam menentukan
hubungan antara keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lain. Struktur
kognitif siswa dibangun secara hieararkis dengan konsep-konsep dari yang
bersifat umum ke khusus. Namun strategi peta konsep akan lebih bermakna
jika siswa menyadari adanya kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep
yang saling berhubungan. Dengan menggunakan peta konsep siswa
diharapkan dapat mengungkapkan seluruh pengetahuannya mengenai konsep
fisika, terutama konsep tata surya.
Materi pada konsep tata surya banyak berupa pemahaman konsep,
menjelaskan hubungan antar konsep yang satu dengan konsep yang lainnya
yang bersifat hierarkis, sehingga konsep tata surya lebih mudah dipahami
dengan baik oleh peserta didik apabila menggunakan strategi peta konsep. Hal
inilah yang mendasari penulis untuk menulis skripsi dengan judul “Pengaruh
Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Fisika
Siswa”. Penelitian ini ingin mencari jawaban tentang pengaruh pembelajaran 2 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta : Erlangga, 1996), h.114.
4
dengan menggunakan strategi peta konsep terhadap hasil belajar fisika siswa
pada konsep Tata Surya.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran fisika yang disajikan guru di kelas pada umumnya dilakukan
secara teacher centered.
2. Siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep fisikanya itu
sendiri.
3. Siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep satu ke konsep lain
dalam satu materi fisika.
4. Hasil belajar fisika siswa rendah.
C. Pembatasan Masalah
Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk
diteliti semua karena keterbatasan penelitian ini. Di samping itu, semua
variabel dalam penelitian ini tidak memungkinkan untuk dikontrol semua.
Oleh karena itu, dalam penelitian perlu dilakukan pembatasan masalah.
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil tes
kognitif saja. Adapun ranah kognitif yang dinilai adalah berdasarkan
taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Madaus, dkk3 yaitu Ingatan
(C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), dan analisis (C4).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang dijadikan bahan
analisis dalam penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan strategi peta
konsep saja. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar hanya
dijadikan sebagai acuan pengambilan kesimpulan saja.
3 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 117-121.
5
3. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada masing-masing kelompok
selama eksperimen adalah konsep tata surya yang diajarkan pada semester
genap kelas IX.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah dan batasan masalah
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana
pengaruh penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil
belajar fisika siswa pada konsep Tata Surya di MTs Al-Mukhsin?”
Untuk memperjelas perumusan masalah di atas, penulis membuat
beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya:
1. Bagaimanakah hasil belajar fisika siswa sebelum pembelajaran
berlangsung?
2. Bagaimanakah hasil belajar fisika siswa setelah pembelajaran
berlangsung?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan strategi peta konsep
(concept mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep Tata Surya
di MTs AL-Mukhsin Cibinong.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu:
1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk
meningkatkan hasil belajar fisika dan dapat mengurangi kebosanan selama
pembelajaran berlangsung.
2. Bagi guru mata pelajaran fisika, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan alternatif pilihan dalam menyajikan materi pelajaran fisika
6
agar mudah diserap dan dimengerti oleh siswa yang memiliki kemampuan
dan minat yang berbeda satu dengan lainnya.
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru
dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran yang
akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah
menyelesaikan studi.
4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan
strategi peta konsep (concept mapping) khususnya untuk konsep tata
surya.
7
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1. Hakikat Belajar Bermakna
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi,
seperti yang dinyatakan oleh gambar berikut:1
Belajar hafalan Belajar bermakna
1. Materi disajikan 1. Materi disajikan
dalam bentuk final dalam bentuk
final
2. Siswa menghafal 2. Siswa
materi yang memasukkan
disajikan materi ke dalam
struktur kognitif
1. Materi ditemukan 1. Siswa
oleh siswa menemukan
materi
Secara penerimaan
Secara penemuan
Siswa dapat mengasimilasi
materi pelajaran
2. Siswa menghafal 2. Siswa
materi memasukkan
materi ke dalam
struktur kognitif
Dimensi I Dimensi II
Gambar 2.1. Bentuk-bentuk Belajar (Dahar, 1996)
1 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta : Erlangga, 1996), h.111.
8
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi
pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan dan penemuan. Dimensi
kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-
konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan
pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi
dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan
siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada
tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya, dalam
hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-
coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-
konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar
hafalan.
Kedua dimensi, yaitu penerimaan/penemuan dan hafalan/bermakna tidak
menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinum. Kedua
kontinum itu diperlihatkan pada gambar berikut:2
2 Ibid., h.112.
9
BELAJAR Menjelaskan Pengajaran Penelitian
BERMAKNA hubungan antara audio-tutorial ilmiah
konsep-konsep yang baik
Penyajian melalui Kegiatan di Sebagian besar
ceramah atau laboratorium penelitian rutin
buku Pelajaran sekolah atau produksi
intelektual
BELAJAR Daftar perkalian Menerapkan Pemecahan
HAFALAN rumus-rumus dengan
untuk memecahkan coba-coba
masalah
BELAJAR BELAJAR BELAJAR
PENERIMAAN PENEMUAN PENEMUAN
TERPIMPIN MANDIRI
Gambar 2.2. Dua Kontinum Belajar (Dahar, 1996)
Dari gambar di atas dapat dilihat sepanjang garis mendatar dari kiri ke
kanan berkurangnya penerimaan, dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan
sepanjang garis vertikal dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan, dan
terbentuknya belajar bermakna dapat berjalan dengan baik pada belajar penemuan
maupun penerimaan.
Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar
penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar
bermakna hanya bila siswa menemukan sendiri pengetahuan, kalau diperhatikan
gambar 2.2 tersebut, maka belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu
dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar
10
penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan, yakni
memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-
teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian
yang bersifat ilmiah.
Menurut Ausubel, yang terpenting dalam belajar ialah belajar bermakna.
bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau
disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-
daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan
pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan
sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan
informasi yang sedang dipelajari. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:3
Gambar 2.3. Informasi Baru Terkait pada Susunan Sel dalam Otak
3 Ibid., h.113.
11
Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer-
subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang
baru berakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer yang telah
ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maksudnya informasi
baru a, b, c dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif
(subsumer) A, B, C sehingga A mengalami diferensiasi lebih banyak dari pada B
atau C.
Menurut Ausubel dan juga Novack (1977), ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna, yaitu:
a. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
b. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari
subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip.
c. Informasi yang dilupakan sesudah subsumer obliteratif atau subsumer yang
telah rusak, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun
telah terjadi ”lupa”.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel (1963) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan
pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat
striktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu
informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif baru, demikian pada sifat proses
interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas dan diatur dengan baik,
maka arti-arti yang shahih dan jelas itu atau tidak meragukan akan timbul dan
cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil,
meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat
belajar.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
b. Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan
belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
(meaningful learning set).
12
2. Hakikat Peta Konsep
a. Pengertian Konsep
Di dalam hidupnya manusia selalu melakukan kegiatan mengamati.
Pengamatan terhadap sesuatu akan menimbulkan pengalaman dan pengetahuan.
Pengalaman yang menarik tentang sesuatu akan menimbulkan keingintahuan lebih
lanjut sehingga dilakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui
sesuatu itu lebih lagi. Pada saat itu terbentuklah persepsi sampai terjadinya
asosiasi diantara persepsi disebut konseptualisasi (pembentukan konsep).
Konsep adalah suatu ide atau gagasan abstrak yang memungkinkan
seseorang dapat mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa dan
memungkinkan pula untuk menentukan apakah objek-objek tertentu merupakan
contoh dari gagasan tersebut.4
Menurut Amien (1990), konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang
didasarkan pada pengalaman tertentu yang relevan dan yang dapat
digeneralisasikan.5 Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu konsep akan terbentuk
apabila dua atau lebih objek dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri umum, bentuk
dan sifatnya.
Konsep dapat didefinisikan dalam berbagai hal seperti berikut:
1) Konsep adalah gambaran dari ciri-ciri suatu objek sehingga dapat
membedakan dengan objek lainnya.
2) Konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek
kejadian. Kegiatan-kegiatan yang memiliki atribut yang sama.
3) Konsep merupakan pembentukan mental dalam mengelompokan kata-kata
dengan penjelasan tertentu yang dapat diterima secara umum.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
konsep merupakan suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri karakter yang
4Zainal Abidin, 2004. Pemahaman Konseptual dan Prosedural dalam Belajar Matematika, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, No. 17 Vol.2, h. 59. 5 Yuni Tri Hewindati, 2004, Pemahaman Murid Sekolah Dasar Terhadap Konsep IPA Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan, Vol. 5 No. 1 h. 63.
13
sama dari sekelompok objek dan fakta, baik merupakan suatu proses, peristiwa
atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompoknya.
b. Pengertian Peta Konsep
Dalam bukunya yang berjudul Education Psychology : A Cognitive view.
Ausubel mengemukakan sebuah pernyataannya yang berbunyi :
“The most important single factor influencing learning is what the learner
already knows. Ascertain this and teach him accordingly” (Ausubel, 1968)
Pernyataan itu berbunyi : faktor yang paling penting yang mempengaruhi
belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Yakinlah ini dan ajarkan ia demikian.
Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori belajarnya. Jadi, agar terjadi
belajar bermakna maka Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui
konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa. Tetapi, Ausubel belum
menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk
mengetahui apa yang telah diketahui para siswa. Berkenaan dengan itu Novak
(1985) dalam bukunya learning how to learn mengemukakan bahwa hal itu dapat
dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep.6
Penggunaan strategi peta konsep dikembangkan oleh Joseph D. Novack,
seorang professor dari Universitas Cornell pada tahun 1970, sebagai cara untuk
meningkatkan pembelajaran bermakna dalam sains. Kerja Novack mengenai peta
konsep ini didasarkan pada teori Ausebel (teori asimilasi) yang menekankan pada
pentingnya pengetahuan awal dalam memudahkan mempelajari konsep-konsep
baru.7 Teori Ausebel ini adalah mengenai pembelajaran bermakna yang
menekankan bahwa pengetahuan baru bergantung pada apa yang sudah diketahui.
Peta konsep adalah istilah yang digunakan oleh Novak dan Gowin (1984)
tentang strategi/pendekatan yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa
6 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta : Erlangga, 1996), h.122. 7 Eric Plotnic,. 2004, Concept Mapping a graphical system for understanding the relationship (http;ccwf.cc.utexas.edu/edu/∼dcw/research/concept.html), h.1.
14
mengorganisasikan konsep pelajaran yang telah dipelajari berdasarkan arti dan
hubungan antar komponennya.8
Menurut Novak seperti dikutip Lehman, et al., (1985) dalam Manulu,
pemetaan konsep adalah “A relatively structured visual means of representing
concept and their interrelationship” atau sebuah cara memvisualisasikan struktur
konsep-konsep secara relatif dan hubungan antara suatu konsep-konsep.
Menurut Jonassen, memetakan konsep adalah visualisasi kerangka
konseptual untuk pembuatan konsep pengatahuan lebih tegas/eksplisit dan
menuntut pelajar untuk memperhatikan hubungan antar konsep.9
Menurut Dahar (1988) dalam Pasaribu, peta konsep adalah alat peraga
untuk memperlihatkan hubungan antara beberapa konsep yang telah tersusun,
membuat peta konsep yang lengkap, maka pengajar dapat memutuskan bagaimana
dari peta konsep yang telah dibuat akan diajarkan dan bagaimana yang terpaksa
(sementara) diabaikan.10
Peta konsep adalah suatu gambar (visual) yang tersusun atas konsep-
konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan konsep. Pemetaan
konsep merupakan suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari
suatu proses yang melibatkan identfikasi konsep-konsep dari suatu materi
pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki, mulai dari
yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang lebih spesifik.11
Peta konsep adalah sebuah alat yang praktis untuk dapat belajar
memahami pelajaran penuh makna yang mudah dipahami dan suatu kreasi dari
kerangka pikir pengetahuan yang tidak hanya memanfaatkan dari pengetahuan
8 Peter G. Markow : Student’s Perception and Effects on Achievement. Journal of research in science teaching’ vol 35 no.9, h.1016. 9 Eric Plotnic, Op cit, h.2. 10 Abidin Pasaribu, “Peningkatan Kualitas Pembelajaran Guru Fisika melalui Teknik Peta Konsep”, dalam Jurnal Forum Kependidikan, FKIP Universitas Sriwijaya, Palembang, Tahun ke-22, No. 1, September 2002, h.3. 11 Kadir, “Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, No.051, Tahun ke-10 November 2004, h.764.
15
yang ada akan tetapi dapat menyimpan pengetahuan untuk peride waktu tertentu
yang lama.12
Peta konsep merupakan diagram yang memaparkan suatu informasi dalam
bentuk hubungan antar konsep yang bermakna, penggunaan peta konsep dapat
diterapkan dalam berbagai tahap pembelajaran termasuk pada persiapan
pembelajaran. Membuat peta konsep pada prosesnya membutuhkan pembuatan
yang ektif merefleksikan pemahamannya terhadap materi yang diajarkan.13
Menurut Maria, peta konsep merupakan suatu grafik yang terdiri dari
tangkai yang mewakili konsep yang terstruktur. Peta konsep ini dapat digunakan
untuk : (1) tugas yang berhubungan dengan struktur pengetahuan siswa, (2) suatu
format tanggapan siswa, (3) penilaian.14
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peta konsep merupakan
strategi yang dapat digunakan untuk pembelajaran, membantu siswa dalam
mengorganisasikan konsep pelajaran berdasarkan arti dan hubungan antar
komponennya, hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain sehingga
apa yang dipelajari oleh siswa akan lebih bermakna lebih mudah diingat dan lebih
mudah dipahami untuk mengungkapkan kembali apa yang telah ada di dalam
struktur kognitif siswa bila diperlukan.
c. Ciri-ciri Peta Konsep
Dahar mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang
studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat sendiri
peta konsep siswa “melihat” bidang studi itu lebih jelas, dan mempelajari
bidang studi itu lebih bermakna.
12 Joseph D. Novak and Alberto J. Canas, “The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them”, 2006 dalam http://champ.ihmc.us/publications/research papers/Theory Underlying Concept Maps,Pdf. 13 Diah Aryulina, “ Perbaikan Bimbingan PPL dengan Menerapkan Teknik Peta Konsep”, dalam Jurnal Forum Kependidikan, FKIP Universitas Sriwijaya, Palembang, Tahun ke-22 No.2, Maret 2003, h.99. 14 Maria Atracelli Ruiz Primo and Richard J. Shavelson. Op cit, h.569.
16
2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan
hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang
membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran
tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep, dan dengan demikian
hanya memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta konsep bukan hanya
menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga hubungan
antara konsep-konsep itu.
3) Ciri yang ketiga adalah mengenai cara menyatakan hubungan antara konsep-
konsep. Tidak semua konsep memiliki bobot yang sama. Ini berarti, bahwa
ada beberapa konsep yang lebih inklusif dari pada konsep-konsep lain.
4) Ciri keempat adalah hirarki. Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah
suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep
tersebut.
d. Jenis-jenis Peta Konsep Menurut Nur (2000), peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan
(network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept
map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).15
1) Pohon Jaringan (network tree)
Gambar 2.4. Peta Konsep Pohon Jaringan
15 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), h.161.
17
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang
lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep
menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang dituliskan pada garis
penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat
mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftar konsep-konsep
utama yang berkaitan dengan topik itu. Daftar dan mulailah dengan menempatkan
ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu susunan dari umum ke khusus.
Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan
hubungannya pada garis-garis itu.
Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal
berikut:
a) Menunjukkan sebab akibat.
b) Suatu hierarki.
c) Prosedur yang bercabang.
Istilah-istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
hubungan-hubungan.
2) Rantai Kejadian (event chain)
Gambar 2.5. Peta Konsep Rantai Kejadian
Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu
urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam
suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian, pertama-tama temukan satu
kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini disebut kejadian awal.
Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itu dan lanjutkan sampai
mencapai suatu hasil.
18
Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) Memberikan tahap-tahap suatu proses.
b) Langkah-langkah dalam suatu prosedur linier.
c) Suatu urutan kejadian.
3) Peta Konsep Siklus (cycle concept map)
Gambar 2.6. Peta Konsep Siklus
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu
hasil akhir. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian
awal. Seterusnya kejadian akhir itu menhubungkan kembali ke kejadian awal
siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus
cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian
kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-
ulang.
4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)
Gambar 2.7. Peta Konsep Laba-laba
19
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Dalam
melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat
memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide
tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu
sama lain. Kita dapat memulainya dengan memisah-misahkan dan
mengelompokkan istilah-istilah menurut kaitan tertentu sehingga istilah itu
menjadi lebih berguna dengan menuliskannya di luar konsep utama. Peta konsep
laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:
a) Tidak menurut hirarki, kecuali berada dalam suatu kategori
b) Kategori yang tidak paralel
c) Hasil curah pendapat.
e. Kegunaan Peta Konsep
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan,
antara lain : 16
1) Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa
Dalam mencapai proses belajar bermakna membutuhkan usaha yang
sungguh-sungguh dari pihak siswa untuk menghubungkan pengetahuan baru
dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar
proses ini, baik guru maupun siswa perlu mengetahui tempat awal konseptual.
Dengan kata lain perkataan guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah
dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para siswa
diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konsep-konsep apa
yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu. Dengan
menggunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan
diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan mengalami belajar
bermakna.
16 Ratna Wilis Dahar, Op cit., h.129.
20
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guu untuk maksud ini ialah
dengan memilih satu konsep utama (key concept) dari pokok bahasan baru yang
akan dibahas. Para siswa diminta untuk menyusun peta konsep yang
memperlihatkan semua konsep yang dapat mereka kaitkan pada konsep utama itu,
serta memperlihatkan pula hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang
mereka gambar itu. Dengan melihat hasil peta konsep yang telah disusun para
siswa itu, guru dapat mengetahui sampai berapa jauh pengetahuan para siswa
mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik
tolak pengembangan selanjutnya.
Pendekatan lain yang dapat digunakan guru ialah memilih beberapa
konsep penting dari pokok bahasan yang akan diajarkan. Para siswa kemudian
disuruh menyusun peta konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu. Lalu
para siswa diminta untuk menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan konsep-
konsep itu hingga membentuk proposisi yang bermakna. Dari peta-peta konsep
yang dihasilkan oleh para siswa, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan
para siswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan.
2) Mempelajari cara belajar
Bila seorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak
akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun
peta konsep dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep
dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak
peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain
yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif, demikian seterusnya. Lalu
ia mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu
menjadi proposisi-proposisi yang bermakna. Lebih dari itu ia akan berusaha
mengingat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau, atau menerapkan
konsep-konsep yang sedang dihadapinya ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
cara demikian ia telah berusaha benar untuk memahami isi pelajaran itu. Belajar
bermakna telah berlangsung pada siswa itu.
21
Tetapi perlu disadari bahwa belajar bermakna baru terjadi bila pembuatan
peta konsep itu bukan untuk memenuhi keinginan guru, jadi seakan-akan mau
menyenangkan guru, melainkan harus timbul dari keinginan siswa untuk mau
memahami isi pelajaran bagi dirinya sendiri. Siswa benar-benar harus mempunyai
kesiapan dan minat untuk belajar bermakna, seperti dikatakan oleh Ausubel. Sikap
ini harus dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat terjadi. Jadi, peta konsep
berfungsi untuk menolong siswa mempelajari cara belajar.
Oleh karena peta konsep itu mengungkapkan konsep-konsep dan
proposisi-proposisi yang dimiliki seseorang, maka guru dan siswa, demikian pula
siswa dan siswa dapat mengadakan diskusi untuk saling mengemukakan mengapa
suatu hubungan proposional itu baik atau sahih. Dengan cara ini dapat diketahui
kekurangan-kekurangan dalam mengaitkan konsep-konsep, dan guru dapat
menyarankan agar siswa bersangkutan lebih baik belajar.
3) Mengungkapkan konsepsi salah
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta konsep
dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada
siswa. Konsepsi salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep-
konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah. Konsepsi salah yang biasa
dijumpai pada siswa ialah bahwa mereka melihat zat padat atau zat cair terbentuk
dari molekul-molekul yang padat atau molekul-molekul “berupa air”. Tetapi
setelah mereka menyadari, bahwa molekul-molekul dikelilingi oleh ruang kosong,
dan bahwa tingkat wujud dihubungkan dengan suhu dan pola ikatan antara
molekul-molekul, maka mereka menyesuaikan pendapat lama mereka dengan
pendapat baru mereka (jadi terjadi penyesuaian integratif); es berubah menjadi
cair bila dipanaskan, bukan karena molekul-molekulnya berubah, yaitu dari padat
menjadi cair, melainkan karena ikatan-ikatan antara molekul-molekulnya putus.
Dan bila banyak energi diberikan, molekul-molekul itu dapat “beterbangan”,
membentuk gas yang akan memuai tak terhingga bila tempat molekul-molekul itu
tidak tertutup.
22
4) Alat evaluasi
Penerapan peta konsep dalam pendidikan salah satunya adalah sebagai
alat evaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa
terutama berbentuk tes objektif atau tes essai. Walaupun cara evaluasi ini akan
terus memegang peranan dalam dunia pendidikan. Menurut Dahar, peta konsep
sebagai alat evaluasi didasarkan atas tiga prinsip dalam teori kognitif Ausubel,
yaitu :
a) Struktur kognitif diatur secara hierarkis dengan konsep-konsep dan proposisi-
proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep-
konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.
b) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif.
Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses
yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti
dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep-
konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi dan
dibuat lebih inklusif.
c) Prinsip penyesuaian integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan
meningkat apabila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara
segmen-segmen konsep atau proposisi. Dalam peta konsep penyesuaian
integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan silang antara segmen-segmen
konsep.
Karena peta konsep bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu
bacaan, sehingga dapat dipakai sebagai alat evaluasi dengan cara meminta siswa
untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu
dengan konsep yang lain dalam satu peta konsep.
f. Cara Menyusun dan Menilai Peta Konsep yang dibuat Siswa
Untuk menyusun peta konsep tidaklah sulit. Guru dan siswa dapat belajar
menyusunnya dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Arnaudin, et.al (1984)
dalam Rusmansyah, lama waktu 3 x 20 menit diselingi dengan pekerjaan rumah
sudah cukup bagi siswa untuk bisa membuat peta konsep.
23
Beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep dengan
benar adalah sebagai berikut:17
1) Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan.
Bahan bacaan dapat dipilih dari buku bacaan, seperti buku catatan dan LKS.
2) Menentukan konsep-konsep yang relevan.
Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling umum ke yang paling
khusus atau contoh-contoh.
3) Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas.
Memetakan konsep-konsep itu berdasarkan kriteria antara lain: konsep yang
paling umum di puncak, konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi
yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus
diletakkan di bawah konsep yang lebih umum.
4) Menghubungkan konsep-konsep dengan kata penghubung tertentu untuk
membentuk proposisi atau garis penghubung.
5) Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan
perbaiki atau susun kembali agar menjadi lebih baik dan berarti.
Dalam memberi skor peta konsep secara sederhana dan ideal, pertama
adalah konstruksi/susunan konsep yang dibuat siswa pada saat dievaluasi. Secara
sederhana pemberian skor terhadap peta konsep yang dibuat oleh siswa dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Pemberian skor terhadap peta konsep
Menyatakan Skor
Hubungan 11
Hirarki 3
Cabang 7
Dari umum ke khusus 3
Hubungan silang 2
Skor Total 26
17 Rusmansyah, Op cit., h. 353.
24
g. Manfaat Strategi Peta Konsep
Dalam pembelajaran, penggunaan peta konsep dapat memberikan
beberapa manfaat yaitu:18
1) Bagi guru
a) Membantu untuk mengerjakan apa yang telah diketahui dalam bentuk
yang lebih sederhana, merencanakan dan memulai suatu topik
pembelajaran, serta mengolah kata kunci yang akan digunakan dalam
pembelajaran.
b) Membantu untuk mengingat kembali dan merevisi konsep pembelajaran,
membuat pola catatan kerja dan belajar yang sangat baik untuk keperluan
presentasi.
c) Membantu untuk mendiagnosis apa-apa yang telah diketahui para siswa
dalam bentuk struktur yang mereka bangun dalam bentuk kata-kata.
d) Membantu untuk mengetahui adanya miskonsepsi dari para siswa,
contohnya dalam ujian akan tergambar kemampuan siswa mengolah
idenya dalam bentuk grafik ataupun penggunaan visual yang representatif.
e) Membantu untuk mengecek pemahaman siswa akan konsep yang
dipelajari, dimana peta konsep yang dibuat siswa benar atau masih salah.
f) Membantu untuk memperbaiki kesalahan konsep yang diterima siswa
sebagai dasar untuk pembelajaran selanjutnya sehingga akhirnya efektif
untuk merubah kesalahan konsep yang diterima siswa.
g) Membantu untuk merencanakan instruksional pembelajaran dan
evaluasinya ataupun untuk mengukur keberhasilan tujuan instruksional
pembelajaran.
2) Bagi siswa
a) Membantu untuk mengidentifikasi kunci konsep,
menaksir/memperkirakan hubungan pemahaman dan membantu dalam
pembelajaran lebih lanjut.
18 Rusmansyah, Op cit., h.353.
25
b) Membantu membuat susunan konsep pelajaran menjadi lebih baik
sehingga mudah untuk keperluan ujian.
c) Membantu menyediakan sebuah pemikiran untuk menghubungkan konsep
pembelajaran.
d) Membantu untuk berpikir lebih dalam dengan ide siswa dan menjadikan
para siswa mengerti benar akan pengetahuan yang diperolehnya.
e) Mengklarifikasikan ide yang telah diperoleh siswa tentang sesuatu dalam
bentuk kata-kata.
f) Membuat suatu struktur pemahaman dari bagaimana semua fakta-fakta
(yang baru dan eksis) dihubungkan dengan pengetahuan berikutnya.
g) Belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan
konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk
pemahaman yang baik dan menuliskannya dengan benar.
Selanjutnya menurut Novak dan Gowin (1977) dalam Arif, penerapan peta
konsep pada proses pembelajaran diharapkan memungkinkan:19
1) Informasi yang dipelajari akan lebih lama diingat.
2) Informasi yang tersubsumsi mengakibatkan peningkatan deferensiasi dari
subsumer, sehingga memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi yang
mirip.
3) Meskipun informasi yang telah terabsumsi tidak dapat dipanggil lagi dari
memori atau telah terjadi lupa disebabkan karena subsumsi obliteratif
(subsumsi rusak), tetapi telah meninggalkan efek residual pada subsumer,
sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip selanjutnya.
Sehubungan dengan itu, pemetaan konsep bukan saja menunjukkan
susunan konsep-konsep tetapi menunjukkan juga perkaitan antara konsep. Oleh
karena itu, proses pembentukan gagasan dalam pikiran siswa melalui peta konsep
mampu melatih syaraf-syaraf otak untuk berfikir secara lebih kritis dan melatih
kesadaran tentang konsep yang sedang dipelajari (metakognitif). Tidak berlebihan
jika peta konsep dikatakan sebagai alat yang dapat mendorong dan mengubah
19 Arif Sholahuddin, “Implementasi Teori Ausubel pada Pembelajaran Kimia Karbon”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, No.039, Tahun ke-8, November 2002, h. 811.
26
beberapa pola berfikir dan memperbaiki teknik pemikiran dalam proses
pembelajaran para siswa. Inilah yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan
pembelajaran lebih bermakna.
Menurut Michael Michalko, dalam buku terlarisnya Cracking Creativity,
peta konsep akan:
1) mengaktifkan seluruh otak,
2) membereskan akal dari kekusutan mental,
3) memungkinkan kita berfokus pada pokok behasan,
4) membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang
saling terpisah,
5) memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian,
6) memungkinkan kita mengelompokkan konsep, membantu kita
membandingkannya dan,
7) mensyaratkan kita untuk memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang
membantu mengalihkan informasi tentangnya dari ingatan jangka pendek ke
ingatan jangka panjang.20
Dengan demikian peta konsep lebih memberdayakan pada proses berpikir
analisis dan logika dari pembuatan peta konsep tersebut. Sehingga peta konsep
dapat memberikan hubungan yang penting khususnya teori belajar dan mengajar.
Maka belajar yang efektif dan bermakna dapat berlangsung bila hubungan-
hubungan dapat dibangun antara konsep-konsep baru dengan konsep-konsep yang
telah terbentuk di dalam struktur kognitif siswa. Selain itu peta konsep dalam
proses belajar mengajar dikelas dapat mengurangi kefasipan siswa dan memacu
minat serta partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar yang bermakna.
Dalam proses belajar siswa mendapatkan pertambahan materi berupa
informasi mengenai teori, gejala, fakta ataupun kejadian-kejadian. Informasi yang
diperoleh akan diolah oleh siswa. Proses pengolahan informasi melibatkan kerja
sistem otak, sehingga informasi yang diperoleh dan telah diolah akan menjadi
suatu ingatan. Ingatan merupakan suatu proses biologi, yaitu pemberian kode-
kode terhadap informasi dan pemanggilan informasi kembali ketika informasi 20 Toni Buzan, Buku Pintar Mind Map, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, h.6.
27
tersebut dibutuhkan. Pada dasarnya ingatan adalah sesuatu yang membutuhkan
jati diri manusia dan membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Ingatan
memberikan titik-titik rujukan pada masa lalu dan perkiraan pada masa depan.
Ingatan merupakan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui
beragam saluran inderawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit
dan unik di seluruh bagian otak. Ingatan dibentuk melalui berfikir, bergerak dan
mengalami hidup (rangsangan inderawi). Semua pengalaman yang dirasakan akan
disimpan dalam otak, kemudian akan diolah dan diurutkan oleh struktur dan
proses otak mengenai nilai dan kegunaannya.
3. Hakikat Hasil Belajar Fisika
a. Hakikat Belajar
Belajar yaitu suatu perubahan di dalam kepribadian yang mengatakan diri
sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepandaian atau suatu pengertian. Jadi, definisi belajar dari beberapa elemen:21
1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi pada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
3) Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada
suatu periode waktu yang cukup panjang.
4) Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti: perubahan dalam pengertian,
pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan
ataupun sikap.
21 Goeroendeso. http://goeroendeso.wordpress.com/2009/11/09/belajar-dan-hasil-belajar/(03 Juni 2010).
28
Menurut Hilgard (1984):22
Learning is the proses by which an activity originates or is changed through training procedures (whetherin the laboratory or in the natural environment) as distinguisbed from change by factors not anributableto training.”
Sebagai proses pengaturan, kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari
ciri-ciri tertentu yang menurut Edi Suardi sebagai berikut:23
1) Belajar mengajar memiliki tujuan.
2) Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang direncanakan.
3) Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang
khusus.
4) Ditandai dengan aktivitas anak didik.
5) Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6) Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7) Ada batas waktu.
8) Evaluasi.
Belajar terjadi lebih efektif apabila: 24
1) Dalam lingkungan yang nyaman secara fisik dan psikis bagi wajib belajar.
Nyaman fisik: sarana dan prasarana belajar yang memadai dan
menyenangkan.
Nyaman psikis: hubungan saling percaya, saling menghargai, saling
membantu, bebas menyatakan pendapat, dan menerima perbedaan diantara
wajib belajar dan pendidik.
2) Wajib belajar merasakan kebutuhan belajar.
Wajib belajar menganggap tujuan belajar sebagai tujuannya sendiri.
3) Wajib belajar terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan belajar.
Wajib belajar aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
belajar.
22 Sumadi Surya Brata. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers. 2006).h. 232. 23 Syaiful Bahri Djamarah. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta. 2002) Cet.2, h.46. 24 Goeroendeso. Op Cit.
29
4) Berpusat pada pengalaman.
Wajib belajar mengalami secara langsung atau tidak langsung proses belajar
dan menggunakan pengalamannya secara tepat.
5) Wajib belajar menerima umpan balik yang tepat untuk menilai keberhasilan
mereka mencapai tujuan.
Pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila diimbangi dengan
strategi belajar yang tepat. Dalam hal ini pemilihan pendekatan pembelajaran
sebagai alat hasil belajar siswa. Pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif
dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan saling membantu
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Hakikat Hasil Belajar
Bila terjadi proses belajar, maka terjadi juga proses mengajar. Jika sudah
terjadi proses/interaksi antara yang mengajar dengan yang belajar. Dari proses
belajar mengajar ini akan diperoleh hasil yang pada umumnya disebut hasil
pengajaran, atau dengan istilah tujuan pembelajaran atau hasil belajar. Agar hasil
belajar biasa seoptimal mungkin pembelajaran harus benar-benar terorganisasi
dengan baik.
Hasil belajar adalah indikasi yang menunjukan upaya penguasaan
pengetahuan (kognitif) siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru
melalui kegiatan ko-kulikuler (pekerjaan rumah) dan tes ulangan.
Sedangkan Benyamin Bloom secara garis besar membagi menjadi
beberapa ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Pada
penelitian ini, penulis hanya akan mengungkapkan hasil belajar pada ranah
kognitif saja.
Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih melibatkan kegiatan
mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, yaitu:
1) Ingatan (knowledge)
Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.
30
2) Pemahaman (comprehension)
Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari informasi yang
diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan, diagram, atau grafik,
menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke dalam rumusan matematis atau
sebaliknya, meramalkan berdasarkan kecenderungan tertentu (ekstrapolasi dan
interpolasi), serta mengungkapkan suatu konsep atau prinsip dengan kata-kata
sendiri.
3) Penerapan (application)
Jenjang penerapan ialah kemampuan menggunakan prinsip, aturan, metode
yang dipelajarinya pada situasi baru atau pada situasi konkrit.
4) Analisis (analysis)
Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi yang
dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur informasi serta
hubungan antar komponen informasi tersebut menjadi gelas.
5) Sintesis (syntesis)
Jenjang sintesis ialah kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang
terpisah-pisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke
dalamnya kemampuan merencanakan eksperimen, menyusun karangan
(laporan praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk
mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.
6) Evaluasi (evaluation)
Jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk mempertimbangkan nilai suatu
pernyataan, uraian, pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.
Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan
berhasil, setiap guru harus memiliki pandangan. Namun untuk menyamakan
persepsi sebaiknya berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah
disempurnakan, antara lain bahwa : “suatu proses belajar mengajar tentang suatu
bahan pelajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
dapat tercapai.25
25 Syaiful Bhari Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), h.105.
31
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut
dapat dilakukan melalu tes prestasi belajar. Menurut Purwanto, tes hasil belajar
adalah tes yang digunakan untuk menilai-nilai pelajaran yang telah diberikan oleh
guru kepada murid-muridnya, untuk dosen dan mahasiswanya dalam waktu
tertentu.26
Tes hasil belajar merupakan cara yang dipergunakan atau prosedur yang
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-
pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh
testee, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi siswa.27 Jadi, agar
memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat keberhasilan
belajar siswa serta tingkat penguasaan pengetahuan tertentu perlu diukur dengan
alat evaluasi.
c. IPA dan Pembelajaran Fisika
Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin scientia
yang arti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian berkembang menjadi
khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan
bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. 28 Sedangkan Kuslan
Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara
untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu.
Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. “Real
Science is both product and process, inseparably joint” (Agus. S. 2003: 11).29
Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuan
untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-
gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan
26 Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h.43. 27 Sudijono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2001), h. 164. 28 http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu Pengetahuan Alam (3 Juni 2010) 29 Ibid.
32
hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan
akhirnya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar
dari sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas.
Ilmu berkembang dengan pesat pada dasarnya ilmu berkembang dari dua
cabang utama yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam
(the natural scince) dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam ilmu-
ilmu social (the social science). Ilmu-ilmu alam membagi menjadi dua kelompok
yaitu ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the biological science).
Ilmu alam adalah ilmu yang mempelajari zat yang membentuk alam semesta
sedangkan ilmu hayat mempelajari makhluk hidup di dalamnya. Ilmu alam
kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energi), kimia
(mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit) dan ilmu
bumi (the earth science) yang mempelajari bumi kita.30
Fisika (bahasa yunani: (physkos), “alamiah”, dan (physis), “alam”) adalah
sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika mempelajari gejala
alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu. Para fisikawan
atau ahli fisika mempelajari perilaku dan sifat materi dalam bidang yang sangat
beragam, mulai dari partikel submikroskropis yang membentuk segala meteri
(fisika partikel) hingga perilaku materi alam semesta sebagai satu kesatuan
kosmos.31 Beberapa sifat yang dipelajari dalam fisika merupakan sifat yang ada
dalam semua sistem materi yang ada, seperti hokum kekekalan energy. Sifat
semacam ini sering disebut sebagai hokum fisika.
Fisika sering disebut sebagai “ilmu paling mendasar”, karena setiap ilmu
alam lainnya (biologi, kimia, geologi, dan lain-lain) mempelajari jenis sistem
materi tertentu yang mematuhi hukum fisika. Misalnya, kimia adalah ilmu tentang
molekul dan zat kimia yang dibentuknya. Sifat suatu zat kimia ditentukan oleh
sifat molekul yang membentuknya, yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika seperti
mekanika kuantum, termodinamika, dan elektromagnetika.
30 Ibid. 31 http://id.wikipedia.org/wiki/fisika(3 Juni 2010).
33
Fisika juga berkaitan erat dengan matematika. Teori fisika banyak
dinyatakan dalam notasi matematis, dan matematika yang digunakan biasanya
lebih rumit daripada matematika yang digunakan dalam bidang sains lainnya.
Pernbedaan antara fisika dan matematika adalah fisika berkaitan dengan
pemberian dunia material, sedangkan matematika berkaitan dengan pola-pola
abstrak yang tak selalu berhubungan dengan dunia material. Ada wilayah luas
penelitian yang beririsan antara fisika dan matematika, yakni fisika matematis
yang mengembangkan struktur matematis bagi teori-teori fisika.
Fisika merupakan salah satu disiplin ilmu yang terdiri atas komponen-
komponen alam yang saling terkait. Komponen itu adalah objek dari gejala-gejala
alam yang sangat luas dan selalu berkembang dari waktu ke waktu yang
memberikan konsekuensi pada manusia.
Mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang banyak memerlukan
pemahaman konsep dan konsep yang satu dengan konsep yang lain saling
berhubungan secara hierarki. Banyak orang menganggap bahwa pelajaran fisika
ini sangat menjenuhkan sehingga terkesan fisika ini membuat pasif siswa dalam
proses pembelajaran. Sehingga ini sangat mempengaruhi hasil pembelajaran yang
didapat.
Dari pernyataan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwasannya dalam
pembelajaran fisika lebih diarahkan kepada siswa untuk aktif dalam belajar fisika
serta dapat menguasai konsep-konsep fisika secara sistematik, sehingga dalam
suatu proses pembelajaran menjadi bermakna.
4. Hubungan Peta Konsep dengan Hasil Belajar
Belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka
pikiran yang berbeda. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan
konflik, dialog, pengertian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan dan lain-
lain. Dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi
lengkap.
Peta konsep mempunyai peran yang besar dalam proses belajar mengajar,
siswa akan lebih termotivasi dalam belajar apabila konsep-konsep yang digunakan
34
tersususn dengan jelas, sehingga pemahaman akan lebih lama diingat yang
mengakibatkan belajar akan lebih menyenangkan.
Adapun hubungan peta konsep dengan hasil belajar antara lain:
a) Proses pembelajaran dengan peta konsep membuat siswa akan lebih mampu
mengidentifikasi konsep, menghubungkan konsep, dan memecahkan masalah
pada konsep yang kurang relevan.
b) Dengan menggunakan peta konsep prestasi dan motivasi siswa akan
meningkat.
c) Proses belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien.
Dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, diharapkan
pengalaman belajar akan lebih lama diingat sehingga dapat mencapai hasil belajar
yang maksimal. Karena pada dasarnya konsep-konsep fisika tidak lepas dari
kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dengan diterapkannya strategi peta konsep
siswa mampu untuk mengaplikasikan konsep-konsep fisika dengan persoalan
yang siswa alami sehari-hari.
B. Kerangka Pikir
Fisika merupakan mata pelajaran yang banyak memerlukan pemahaman
konsep. Rendahnya hasil belajar fisika siswa sekarang ini disebabkan karena
pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Hal ini menyebabkan proses belajar
mengajar berlangsung satu arah, yaitu guru memberi informasi dan siswa
menerimanya. Siswa menjadi tidak aktif dalam pembentukan pengetahuan karena
sebagian besar siswa cenderung menghafal catatan yang diberikan guru tanpa
mengerti maksud dari materi yang disampaikan. Akibatnya sebagian besar siswa
tidak dapat menghubungkan antara satu konsep ke konsep lain dalam satu materi
fisika.
Oleh karena itu, dalam mengajarkan pelajaran fisika kepada siswa, guru
harus memiliki beberapa teknik dan keterampilan mengajar yang cukup. Misalnya
memfokuskan perhatian siswa pada materi serta membantu siswa mengingat
materi yang sudah dipelajari secara garis besar. Keterkaitan antara konsep-konsep
dalam fisika menuntut guru untuk dapat menyampaikan materi pelajaran secara
35
bermakna, yang berarti siswa telah dapat menghubungkan konsep-konsep yang
telah ada dalam struktur kognitifnya.
Melalui peta konsep, guru dapat mengetahui konsep-konsep yang telah
dimiliki siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika, karena peta konsep pada
dasarnya berisi konsep-konsep suatu materi pelajaran yang tersusun secara
hierarkis, mulai dari yang paling umum sampai kepada yang paling khusus.
Adapun sasaran utama strategi peta konsep adalah meningkatkan minat dan
motivasi siswa secara kritis dan kreatif sehingga dapat pula meningkatkan
penguasaan konsep-konsep esensial pada bidang studi yang dipelajari.
Dari strategi peta konsep yang menekankan pada hubungan antara konsep
yang satu dengan konsep yang lain sehingga menjadi konsep-konsep hierarki.
Membawa siswa pada penguasaan belajar yang lebih sederhana. Ini berarti bahwa
hasil belajar fisika siswa yang diajar menggunakan strategi peta konsep diduga
akan lebih baik daripada yang tidak menggunakan peta konsep. Dengan kata lain
pembelajaran melalui strategi peta konsep diduga akan mempengaruhi hasil
belajar siswa. Adapun gambaran kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut
ini:
36
Proses penerapan strategi peta konsep
• Pembelajaran menjadi lebih bermakna. • Siswa dapat menghubungkan antara satu konsep ke konsep lain dalam satu materi fisika.
Masalah Penelitian:• Pembelajaran fisika yang disajikan guru di kelas pada umumnya dilakukan secara teacher centered.
• Siswa cukup sulit memahami konsep‐konsep fisika karena banyak dari konsep fisika yang bersifat abstrak.
• Siswa cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep fisikanya itu sendiri.
• Siswa tidak dapat menghubungkan antara satu konsep ke konsep lain dalam satu materi fisika
Siswa Guru
Hasil Belajar Meningkat
Gambar 2.8. Bagan Kerangka Pikir
C. Penelitian yang Relevan
Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penggunaan peta konsep
antara lain sebagai berikut:
1. Ahmad Riduan dalam skripsi yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran dengan
Menggunakan Peta Konsep (Concept Mapping) terhadap Hasil Belajar
Biologi”, memberikan kesimpulan bahwa penggunaan peta konsep dalam
37
pembelajaran menyebabkan nilai rata-rata hasil belajar biologi lebih tinggi
dibandingkan dengan pembelajaran tanpa peta konsep.32
2. Neng Friesda Jamilah. F dalam skripsi yang berjudul ”Penerapan
Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Peta Konsep Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, memberikan
kesimpulan bahwa siswa menjadi termotivasi belajar dengan menggunakan
peta konsep.33
3. Tahmidah Rahmi dalam skripsi yang berjudul ”Peningkatan Pemahaman
Konsep Ekosistem Berbasis Nilai Melalui Strategi Pembelajaran Peta
Konsep”, memberikan kesimpulan bahwa terdapat peningkatan pemahaman
konsep siswa setelah dilaksanakannya pembelajaran dengan strategi peta
konsep pada konsep ekosistem berbasis nilai.34
4. Kadir dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan yang berjudul ”Efektivitas
Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika”,
memberikan kesimpulan bahwa strategi peta konsep memberikan pengaruh
dalam pembelajaran sains dan matematika.35
5. Penggunaan peta konsep pada anak usia 10-11 tahun dalam mempelajari
konsep program baru dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Kebanyakan
siswa berpendapat bahwa penggunaan peta konsep membantu belajar mereka
menjadi lebih bermakna dan dapat mengorganisasikan konsep-konsep yang
kompleks. (Hanna Barenholz dan Pinchos Tamir di Israel)
32 Ahmad Riduan, “Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Peta Konsep (Concept Mapping) terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2005), h.43. 33 Neng Friesda Jamilah.F, “Penerapan Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Biologi”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2008), h.72. 34 Tahmidah Rahmi, “Peningkatan Pemahaman Konsep Ekosistem Berbasis Nilai Melalui Strategi Pembelajaran Peta Konsep”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2010) 35 Kadir,. Op cit, h.778.
38
6. Hasil penelitian A. Okebula menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep
sebagai jalan yang potensial untuk menambah kemampuan pemecahan
masalah.36
7. Hasil penelitian Cavallo dan Schafer menunjukkan bahwa terdapat hubungan
langsung antara orientasi belajar bermakna melalui penggambaran peta konsep
dengan pemahaman siswa.
8. Cliburn menemukan bahwa siswa yang diajar dengan peta konsep secara
signifikan memperoleh hasil yang baik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan peta konsep.37
9. Stensvold dan Wilson menyebutkan bahwa peta konsep akan meningkatkan
keaktifan siswa dalam memahami konsep-konsep praktikum.
10. Hasil penelitian Pendley, Bretz dan Novack menunjukkan bahwa pada
umumnya siswa tidak membangun konsep-konsep dan proposisi-proposisi
mengalami kehilangan memori secara cepat dibandingkan dengan jawaban
siswa yang menstruktur pengetahuan dalam memori dengan membuat peta
konsep.
11. Di Indonesia penelitian yang dilakukan oleh Isnawati yaitu dengan
menggunakan penelitian tindakan kelas menunjukan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar siswa dalam memahami konsep kelangsungan hidup
organisme.
12. Penelitian Novrianto terlihat bahwa prestasi dan retensi belajar siswa yang
diajar dengan peta konsep memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan
prestasi dan retensi belajar siswa yang diajar tanpa peta konsep.38
13. Penggunaan bagan konsep yang merupakan bentuk kesesuaian dari peta
konsep dapat memvisualisasi proses dan organisasi kerja, menyimpulkan
informasi. Kenyataan ini mempermudah pola berpikir siswa dan guru dalam
menjelaskan data dan fakta (Hatidjo, 1996) dalam Rustaman et.al (2002). 36 Okebukola, P. A. Attaining meaningful learning of concepts in genetics and ecology: An examination of the potency of the concept-mapping technique. Journal of Research in Science Teaching. 1990. Vol. 27(5), h. 493-504. 37 Cilburn, J. W. Concept maps to promote meaningful learning. Journal of College Science Teaching. 1990. Vol. 19, h. 212-217. 38 Rusmansyah,. Op cit, h. 354-355.
39
14. Materi pelajaran yang diwujudkan dalam bentuk bagan konsep berperan
sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena dapat mengorganisasi
konsep yang mulanya kompleks menjadi sederhana sehingga dapat
memudahkan siswa dalam memahami konsep dan prinsip-prinsipnya (Dahar,
1989).
15. Peta konsep memudahkan pengajaran sebab para guru dapat menggunakannya
untuk mempersiapkan dan mengorganisasi pelajaran dengan topik teratur di
dalam ceramah. ( Novak 1995 dalam May , 1998)
16. Peta konsep merupakan alat bantu mengurutkan topik yang logis sehingga
memudahkan siswa untuk memahami materi secara lebih bermakna. Selain itu
guru memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi kerancuan atau kesalahan
konsep yang ada pada siswa/miskonspsi. (Willerman 1991 dalam May , 1998)
17. Pengetahuan yang baru diperoleh berkaitan dengan konsep relevan yang telah
ada pada struktur kognitif siswa yang direpresentasikan dalam diagram dua
dimensi (Ausubel, 1963 dalam May , 1998)).
18. Diagram peta konsep ini sederhana dan jelas, yang akan membuat siswa
memvisualisasi konsep kunci dan keterkaitan dalam suatu hal yang integral
dalam waktu singkat. Peta konsep dapat mengkomunikasikan pengetahuan
secara sederhana. Melalui gambaran mental tersebut akan memberikan
kerangka untuk mengorganisasi dan mengingat informasi dengan baik
(Gambrell & Bales 1987 dalam May, 1998)
Jadi, peta konsep merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk
membantu siswa mengorganisasikan konsep belajar yang telah dipelajari
berdasarkan arti dan hubungan antara komponennya, hubungan antara satu konsep
dengan konsep yang lain dikenal sebagai proposisi.
40
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah :
H0 = Hipotesis nol : Tidak terdapat pengaruh penggunaan strategi peta
konsep terhadap hasil belajar fisika siswa
H1 = Hipotesis alternatif : Terdapat pengaruh penggunaan strategi peta
konsep terhadap hasil belajar fisika siswa.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap, bulan Januari – Februari
tahun ajaran 2009-2010. Sedangkan penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-
Mukhsin Cibinong yang berlokasi di Jl. Pabuaran Asri No.41 Cibinong, Bogor.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode ini bersifat
menguji, yaitu menguji pengaruh satu atau lebih variabel terhadap variabel lain.1
Metode eksperimen dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan (treatment)
tertentu pada sekelompok orang atau kelompok kemudian hasil penelitian tersebut
dievaluasi.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quasi
experiment, yaitu metode eksperimen yang pengontrolannya dilakukan terhadap
satu variabel saja, yaitu variabel yang dipandang paling dominan.2 Dalam quasi
eksperimen, kontrol/pengendalian variabel tidak biasa dilakukan secara penuh.
Desain yang digunakan dalam eksperimen semu ini yaitu Control Group Pretest-
Posttest. Adapun desain/rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Desain Penelitian3
Kelompok Pretest Variabel Bebas Posttest
Eksperimen Y1 XE Y2
Kontrol Y1 XK Y2
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 58. 2 Ibid, h.59. 3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet.ke-12, h. 86.
42
Keterangan :
XE : Pembelajaran dengan menggunakan strategi peta konsep (concept mapping)
XK : Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional
Y1 : Tes awal (pretest) yang sama pada kedua kelompok
Y2 : Tes akhir (posttest) yang sama pada kedua kelompok
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Arikunto, populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.4
Dengan demikian yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa-siswi MTs Al-Mukhsin Cibinong. Untuk lebih rinci mengenai populasi
dapat diuraikan sebagai berikut :
Populasi target : Seluruh siswa MTs Al-Mukhsin Cibinong
Populasi terjangkau : Seluruh siswa kelas IX MTs Al-Mukhsin Cibinong
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.5 Sampel
dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs Al-Mukhsin sebanyak dua kelas.
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah cluster
sampling atau disebut juga dengan sampel kelompok. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengambil seluruh siswa di kelas tertentu sebagai sampel
penelitian.6 Adapun jumlah sampelnya untuk kelompok eksperimen sebanyak 30
siswa dan kelompok kontrol sebanyak 30 siswa.
Untuk menentukan kelas mana yang diajarkan dengan strategi peta
konsep, dilakukan secara random dengan teknik undian karena semua kelas
dianggap memiliki kemampuan yang sama sehingga memiliki kesempatan yang
sama pula untuk menjadi kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dan
4Ibid, h. 130. 5 Ibid, h.131. 6 Yanti Herlanti, Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains, (Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA, FITK, UIN Syarif Hidayatullah, 2008)
43
didapat kelas IXA sebagai kelompok eksperimen dan kelas IXB sebagai kelompok
kontrol.
D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel bebas
(X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah
strategi peta konsep (concept mapping). Sedangkan variabel terikat pada
penelitian ini adalah hasil belajar fisika siswa.
E. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Tahap persiapan sebelum penelitian
Langkah yang dilakukan sebelum melaksanakan penelitian adalah
pengurusan surat ijin penelitian dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, langkah selanjutnya meliputi:
a) Menetapkan materi dan alokasi waktu
b) Menyusun RPP sesuai dengan pokok materi yang telah ditentukan
c) Menyusun instrumen penelitian
d) Melakukan koordinasi dengan pihak sekolah yang akan diteliti
e) Menentukan sampel penelitian.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap yang kedua setelah tahap
persiapan, tahap pelaksanaan meliputi:
a) Menguji coba instrumen penelitian
b) Mengolah dan menganalisis data uji coba instrumen
c) Memberi pretest pada kelas yang telah ditentukan sampelnya, yaitu sampel
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
d) Menyampaikan pembelajaran dengan strategi peta konsep pada kelas
eksperimen
e) Memberikan posttest untuk kedua kelompok.
44
3. Tahap penyelesaian penelitian
Tahap penyelesaian penelitian merupakan tahap terakhir, tahap ini
meliputi:
a) Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
b) Menguji hipotesis penelitian.
Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitian dapat dilihat
lebih jelas pada gambar berikut ini:
Tahap Persiapan Sebelum Penelitian
Survei tempat penelitian dan uji coba instrumen
Penyusunan instrumen penelitian dan RPP
Uji coba instumen
Analisis data hasil uji coba instrumen
Tahap Persiapan Sebelum Penelitian
Tes awal (pretest)
Kegiatan belajar mengajar
Tes akhir (posttest)
Tahap akhir penelitian
Analisis data hasil penelitian
Penarikan kesimpulan
Kelompok eksperimen (pembelajaran dengan strategi
peta konsep)
Kelompok kontrol (pembelajaran dengan
pendekatan konvensional/metode ceramah )
Gambar 3.1. Tahapan dalam Prosedur Penelitian
45
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar fisika siswa yang
berupa tes pencapaian (achievement test) terdiri dari tes obyektif bentuk pilihan
ganda sebanyak 50 soal, dengan penskoran jika benar diberi skor 1 dan jika salah
diberi skor 0. Tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen sama dengan tes
yang diberikan kepada kelompok kontrol. Hasil belajar yang diukur adalah aspek
kognitif yang meliputi pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi
atau penerapan (C3), dan analisis (C4). Sebelum dibuat instrumen, terlebih dahulu
dibuat kisi-kisi soal untuk menentukan ruang lingkup dan tekanan tes yang
setepat-tepatnya sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Adapun
kisi-kisi instrumen tes hasil belajar pada konsep tata surya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar Fisika Standar Kompetensi
(SK) Kompetensi Dasar
Tingkat Kognitif Jumlah
C1 C2 C3 C4
5. Memahami sistem
tata surya dan proses
yang terjadi di
dalamnya
5.1 Mendeskripsikan
karakteristik sistem tata
surya
1*,
15,
19,
20*,
22*
2,
13*,
14*,
21,
4*,
5*,
6*,
16*
3*,
17*,
15
5.2 Mendeskripsikan
matahari sebagai bintang
dan bumi sebagai salah
satu planet
8, 9* 7*,
10
- 11,
12*
6
5.3 Mendeskripsikan
gerak edar bumi, bulan
dan satelit buatan serta
pengaruh interaksinya
25,
39*
18,
23,
28,
32*,
24*,
26,
27,
33,
37*,
38*,
29*,
30*,
31*,
34*,
35*,
36*,
18
46
5.4 Mendeskripsikan
proses-proses khusus
yang terjadi di lapisan
litosfer dan atmosfer yang
terkait dengan perubahan
zat dan kalor
40*,
44
41 - 42,
43,
5
5.5 Menjelaskan
hubungan antara proses
yang terjadi di lapisan
litosfer dan atmosfer
dengan kesehatan dan
permasalahan lingkungan
45, 46*,
47,
48*,
50
49 - 6
Jumlah 12 15 11 12 50
Keterangan : * soal valid.
Sebelum digunakan untuk penelitian instrumen, instrumen terdiri dari 50
soal tersebut terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa di kelas lain yang tidak
termasuk kelompok kontrol ataupun kelompok eksperimen guna mengukur
validitas dan reliabilitas.
1. Pegujian Validitas Instrumen
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan atau dengan kata lain suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat
mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi tersebut. Uji validitas adalah
uji kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang sebenarnya. Uji coba ini
dilakukan dengan mengkorelasikan skor masing-masing item dengan skor total.
Untuk mengukur validitas soal dalam penelitian ini digunakan rumus ”point
biserial.”yaitu:7
qp
SDMM
rt
tppbi
−=
7 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 79.
47
Keterangan :
rpbi : Koefisien korelasi poin biserial
Mp : Mean skor pada tes yang memiliki jawaban benar
Mt : Mean skor total
SDt : Standar deviasi dari skor total
P : Proporsi peserta tes yang menjawab benar
q : Proporsi peserta tes yang menjawab salah, q = 1 – p
Berdasarkan uji tes dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang, maka harga
koefisien korelasi untuk n=30 dan α=5% adalah 0.27. Soal dikatakan valid jika
rhitung ≥ rtabel yaitu jika rhitung ≥ 0.27. Dari uji coba tes sebanyak 50 soal dengan
jumlah siswa sebanyak 30, diperoleh soal yang valid sebanyak 28 soal.8
2. Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut
dalam menilai apa yang dinilainya. Uji ini dilakukan dengan menggunakan rumus
spearman-brown, yaitu:9
21
21
21
21
11 1
)(2
r
rr
+=
Keterangan :
r11 : Koefisien reliabilitas instrumen
r1/21/2 : rxy yang disebutkan indeks korelasi antara dua belahan instrumen
Selanjutnya dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes
pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut:10
a. Apabila r11 sama dengan atau lebih besar dari 0.70 berarti tes yang sedang
diuji telah memiliki reliabilitas yang tinggi (reliable)
b. Apabila r11 lebih kecil dari 0.70 berarti bahwa tes yang sedang diuji belum
memiliki reliabilitas yang tinggi (unreliable)
8 Lihat Lampiran A.4, h.66-67. 9 Ibid., h.93. 10 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 209
48
Hasil analisis instrumen dengan metode ganjil-genap diperoleh reliabilitas
tes sebesar 0.65. Hal ini berarti bahwa tes belum memiliki reliabilitas yang tinggi
sebab r11 lebih kecil dari 0.70.11
3. Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran dari suatu tes digunakan untuk mengetahui apakah tiap
butir soal termasuk dalam kategori mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran
soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab soal.12
Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran yaitu :
NBP =
Keterangan :
P : Indeks kesulitan untuk setiap butir soal
B : Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N : Jumlah peserta tes
Klasifikasi tingkat kesukaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.3. Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Rentang Keterangan
< 0.25 Sukar/sulit
0.25 – 0.75 Cukup/sedang
> 0.75 Mudah
Dari uji coba tes sebanyak 28 soal, diperoleh 14 soal bersifat sedang/cukup,
7 soal bersifat mudah dan 7 soal bersifat sulit.13
4. Daya Pembeda Soal
Analisis daya pembeda soal bertujuan untuk mengetahui kemampuan soal
dan membedakan siswa yang pandai (tinggi prestasinya) dengan siswa yang 11 Lihat Lampiran A.5, h.101-103. 12 Suharsimi Arikunto., Op cit, h.208. 13 Lihat Lampiran A.6, h.104-105.
49
kurang pandai (rendah prestasinya).14 Rumus yang digunakan untuk menghitung
daya pembeda soal yaitu :
NBB
D BA
5.0−
=
Keterangan :
D : Daya pembeda
BA : Jumlah skor benar dari kelompok atas
BB : Jumlah skor benar dari kelompok bawah
N : Jumlah responden (jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah)
Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.4. Klasifikasi Daya Beda15
Rentang Keterangan
0.00-0.20 Jelek (poor)
0.21-0.40 Cukup (satisfactory)
0.41-0.70 Baik (good)
0.71-1.00 Baik sekali (excellent)
-(negatif) Semuanya tidak baik
Dari uji coba tes sebanyak 28 soal diperoleh 1 soal bersifat baik sekali, 10
soal bersifat baik, 11 soal bersifat cukup, 6 soal bersifat jelek.16
G. Teknik Analis Data
Setelah melakukan uji coba instrumen, maka dilakukan penelitian. Data
penelitian yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan tujuan supaya
hasilnya dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan menguji
hipotesis. Pengolahan dan penganalisasian data penelitian menggunakan statistik.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh antara lain:
14 Suharsimi Arikunto., Op cit, h.213. 15 Suharsimi Arikunto, Op Cit., h. 218. 16 Lihat Lampiran A.7, h.106-107.
50
1. Uji Prasyarat Analisis Data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sampel yang sedang
diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Liliefors17 dengan rumus:
)()(0 ZiSZiFL −=
Keterangan :
L0 = Harga mutlak terbesar
F(Zi) = Peluang angka baku
S(Zi) = Proporsi angka baku
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
b. Urutkan data sampel dari yang terkecil hingga yang terbesar
c. Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan menggunakan rumus:
SDXXiZi −
=
Keterangan :
Zi = skor baku
Xi = data yang diperoleh
X = nilai rata-rata
SD = standar deviasi
d. Tentukan nilai Ztabel berdasarkan nilai Zi.
e. Tentukan nilai F(Zi) berdasarkan Ztabel.
Jika Zi negatif (-), maka 0,5 – Ztabel
Jika Zi positif (+), maka 0,5 + Ztabel
f. Tentukan nilai S(Zi) dengan rumus :
nZnZZBanyaknyaZZiS ...3,2,1)( =
g. Hitung selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.
h. Ambil data terbesar diantara harga-harga mutlak tersebut ini kita namakan L0
17 Sudjana, Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 2001), hal. 466.
51
i. Memberikan interpretasi L0, dengan membantingkan dengan Lt. Lt adalah
harga yang diambil dari tabel harga kritis Uji Liliefors.
j. Mengambil kesimpulan berdasarkan harga L0 dan Lt yang telah didapat.
apabila Lhitung < Ltabel, maka H0 diterima atau data berdistribusi normal. Dan
apabila Lhitung > Ltabel, maka H0 ditolak atau data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui kesamaan antara dua
keadaan atau populasi. Homogenitas dilakukan dengan melihat keadaan
kehomogenan populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji Fisher18,
dengan rumus:
22
21
SS
F =
Dimana :
F = Uji Fisher
S1 = Varian terbesar
S2 = Varian terkecil
Apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, berarti data berasal dari data
yang homogen. Dan apabila Fhitung > Ftabel, maka H0 diterima, berarti data tidak
berasal dari data yang homogen.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh strategi
peta konsep (Concept Mapping) terhadap hasil belajar fisika siswa. Uji hipotesis
ini dilakukan untuk melihat perbedaan hasil tes siswa dari kelompok eksperimen
dan kontrol. Karena data homogen dan berdistribusi normal maka uji yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus ”t” test. ”t” test adalah salah
satu tes statistik yang dipergunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan
hipotesis nihil yang menyatakan bahwa diantara dua buah mean sampel yang
18 Sudjana, Op cit, h. 249
52
diambil tidak terdapat perbedaan yang signifikan.19 Adapun rumus dari ”t” test
adalah:
21
21
11nn
dsg
XXt
+
−= , dengan
2)1()1(
21
222
211
−+−+−
=nn
SnSndsg
Keterangan:
X1 : Rata-rata kelompok eksperimen
X2 : Rata-rata kelompok kontrol
n1 : Jumlah sampel pada kelompok eksperimen
n2 : Jumlah sampel pada kelompok kontrol
S12 : Varians kelompok eksperimen
S22 : Varians kelompok kontrol
Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel pada taraf signifikansi 5% (α =
0,05), dengan derajat kebebasan sebesar n1 + n2 – 2. Apabila harga t hasil
perhitungan lebih kecil dari harga ttabel, maka H0 diterima. Sebaliknya jika harga
perhitungan lebih besar atau sama dengan harga ttabel, berarti H0 ditolak.
3. Uji N-Gain
Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest. Gain menunjukkan
peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran
dilakukan oleh guru20.
etestSkorSkoridealetestSkorstskorPostteGainN
PrPr
−−
=−
Dengan kategori perolehan sebagai berikut:
Tabel 3.5. Kategori N-Gain
Nilai N-Gain Kategori
g > 0.7 Tinggi
0.3 ≤ g ≤ 0.7 Sedang
g < 0.3 Rendah
19 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2007), h.278. 20 Yanti Herlanti, “Science education Research”. 2006 all right reserved, h.70.
53
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan normal gain antara dua
kelompok, dilakukan kembali ”t” test. Rumus yang digunakan adalah:
21 nn
21
11dsg
XXt
+
−= , dengan
2)1()1(
21
222
211
−+−+−
=nn
SnSndsg
H. Hipotesis Statistik
Perumusan hipotesis statistik penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Keterangan :
H0 = Hipotesis nihil atau hipotesis nol
Ha = Hipotesis alternatif
µ1 = Rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen
µ2 = Rata-rata hasil belajar siswa kelompok kontrol.
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV ini akan disajikan deskripsi data, analisis data, interpretasi
data dan pembahasan dari hasil penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini ialah data yang terkumpul dari tes yang diberikan kepada siswa-siswi MTs Al-
Mukhsin Cibinong berupa pretest dan posttest yang diberikan pada dua kelompok
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretest diberikan sebelum
treatment dilakukan, pretest ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman berfikir
siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sedangkan posttest diberikan
setelah treatment dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana hasil
belajar fisika siswa dalam memahami konsep tata surya.
Adapun deskripsi data pretest dan posttest kelompok eksperimen adalah
kelompok siswa yang mendapat perlakuan berupa strategi peta konsep (concept
mapping). Sedangkan kelompok kontrol tanpa menggunakan strategi peta konsep
(concept mapping) yaitu dengan menggunakan pendekatan konvensional.
Instrumen yang digunakan pada pretest dan posttest dalam penelitian ini meliputi
data hasil belajar fisika melalui tes kognitif sebanyak 28 soal pilihan ganda yang
telah diuji coba dan dianalisis.
A. Deskripsi Data
1. Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Hasil pretest kelompok kontrol dari 30 siswa yang dijadikan sampel
penelitian diperoleh nilai tertinggi 64 dan nilai terendah 28, nilai rata-rata (mean)
sebesar 44.10, dan standar deviasi (SD) sebesar 10.02.1 Sedangkan hasil pretest
kelompok eksperimen dari 30 siswa yang dijadikan sampel penelitian diperoleh
nilai tertinggi 68 dan nilai terendah 28, nilai rata-rata (mean) sebesar 42.40, dan
standar deviasi (SD) sebesar 9.81.2 Dan data tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
1 Lihat Lampiran C.1. c, h. 211 2 Lihat Lampiran C.1.h, h. 216
55
Tabel 4.1. Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelompok
Kontrol dan Eksperimen
Pemusatan dan Penyebaran
Data
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Nilai Terendah 28 28
Nilai Tertinggi 64 68
Rata-rata (Mean) 44.10 42.40
Standar Deviasi (SD) 10.02 9.81
Adapun hasil pretest kelompok kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada
diagram batang berikut:
Gambar 4.1. Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelompok
Kontrol dan Eksperimen
Dari diagram batang di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa pada
kelompok kontrol memperoleh nilai antara 42-48 sebanyak 8 siswa atau sebesar
26.67%, sedangkan yang terletak pada interval antara 63-69 yakni nilai yang
paling sedikit diperoleh siswa sebanyak 1 siswa atau sebesar 3.33%.3 Siswa yang
mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 13 siswa atau 43.33%. Siswa yang
mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 17 siswa atau sebesar 56.67%.
3 Lihat Lampiran C.1.b, h.210
56
Pada kelompok eksperimen sebagian besar siswa memperoleh nilai antara
42-48 sebanyak 9 siswa atau sebesar 30%, sedangkan yang terletak pada interval
antara 56-62 yakni nilai yang paling sedikit diperoleh siswa sebanyak 1 siswa atau
sebesar 3.33%.4 Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 14 siswa
atau 46.67%. Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 16 siswa
atau sebesar 53.33%.
2. Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Hasil posttest kelompok kontrol dari 30 siswa yang dijadikan sampel
penelitian diperoleh nilai tertinggi 82 dan nilai terendah 46, nilai rata-rata (mean)
sebesar 66.70, dan standar deviasi (SD) sebesar 11.29.5 Sedangkan hasil posttest
kelompok eksperimen dari 30 siswa yang dijadikan sampel penelitian diperoleh
nilai tertinggi 93 dan nilai terendah 50, nilai rata-rata (mean) sebesar 75.40, dan
standar deviasi (SD) sebesar 12.59.6 Dan data tersebut dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.2. Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelompok
Kontrol dan Eksperimen
Pemusatan dan Penyebaran
Data
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Nilai Terendah 46 50
Nilai Tertinggi 82 93
Rata-rata (Mean) 66.70 75.40
Standar Deviasi (SD) 11.29 12.59
4 Lihat Lampiran C.1.g, h.215 5 Lihat Lampiran C.2.c, h.224 6 LIhat Lampiran C.2.h, h.229
57
Adapun hasil posttest kelompok kontrol dan eksperimen dapat dilihat pada
diagram batang berikut:
Gambar 4.2. Diagram Batang Distribusi Frekuensi Hasil Posttest
Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Dari diagram batang di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa pada
kelompok kontrol memperoleh nilai antara 67-73 sebanyak 7 siswa atau sebesar
23.33%,7 dan tidak ada satupun siswa kelompok kontrol yang mendapat nilai pada
interval antara 88-94. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 16
siswa atau 53.33%. Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 14
siswa atau sebesar 46.67%.
Pada kelompok eksperimen sebagian besar siswa memperoleh nilai antara
74-80 sebanyak 8 siswa atau sebesar 26.67%, sedangkan yang terletak pada
interval antara 60-66 yakni nilai yang paling sedikit diperoleh siswa sebanyak 1
siswa atau sebesar 3.33%. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebanyak 16
siswa atau 53.33%. Siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebanyak 14
siswa atau sebesar 46.67%.
7 Lihat Lampiran C.2.b, h.223
58
3. Hasil N-gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Untuk mengetahui hasil penelitian yang dilakukan, maka perlu diadakan
perbandingan hasil pretest dan posttest dari kedua kelompok serta
membandingkan normal gain dari kedua kelompok tersebut. Adapun hasil
perhitungan mean normal gain dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Data Mean N-gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Kelompok Jumlah
Siswa (n)
Mean
N-gain
Kriteria
N-gain
Kontrol 30 0.39 Sedang
Eksperimen 30 0.58 Sedang
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok kontrol diperoleh mean N-
gain sebesar 0.39 yang tergolong sedang.8 Sedangkan pada kelompok eksperimen
diperoleh mean N-gain sebesar 0.58 yang juga tergolong sedang.9 Adapun
perbandingan hasil belajar antara kelompok kontrol dan eksperimen yang
tergolong rendah, sedang, dan tinggi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Kategori Nilai N-gain Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Normalitas Gain
Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen
Kriteria Jumlah Persentase Kriteria Jumlah Persentase
Rendah 13 43.33% Rendah 2 6.67%
Sedang 16 53.33% Sedang 19 63.33%
Tinggi 1 3.33% Tinggi 9 30%
8 Lihat Lampiran C.3.h, h.242 9 Lihat Lampiran C.3.c, h.237
59
Untuk lebih jelasnya perbandingan prosentase nilai normal gain dapat
dilihat pada diagram batang dibawah ini:
Gambar 4.3. Diagram Batang Perbandingan Prosentase Normal Gain
Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Dari diagram di atas terlihat bahwa siswa pada kelompok eksperimen yang
memperoleh kategori N-gain rendah lebih sedikit dibandingkan dengan siswa
pada kelompok kontrol, pada kategori N-gain sedang siswa pada kelompok
eksperimen lebih banyak dibandingan dengan siswa pada kelompok kontrol dan
pada kategori N-gain tinggi siswa pada kelompok eksperimen lebih banyak
dibandingkan dengan siswa pada kelompok kontrol.
B. Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian persyaratan analisis berupa uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi
berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji Liliefors. Kriteria uji
normalitas adalah H0 ditolak jika L0 lebih besar dari Ltabel, dan H0 diterima jika L0
lebih kecil dari Ltabel. Dengan diterimanya H0 berarti data berasal dari populasi
60
yang berdistribusi normal, sedangkan jika H0 ditolak berarti data penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.
1) Uji Normalitas Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors, dan hasilnya
tampak pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Uji Normalitas Hasil Pretest
N L0
Ltabel Kesimpulan Kontrol Eksperimen
30 0.1388 0.1404 0.1610 H0 diterima
Dari tabel 4.5 diperoleh L0 Kontrol = 0.138810 dan L0 Eksperimen = 0.140411,
sedangkan Ltabel = 0.1610 dengan n = 30. karena L0 < Ltabel maka H0 yang
menyatakan bahwa populasi berdistribusi normal diterima.
2) Uji Normalitas Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors, dan hasilnya
tampak pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Uji Normalitas Hasil Posttest
N L0
Ltabel Kesimpulan Kontrol Eksperimen
30 0.1449 0.1094 0.1610 H0 diterima
Dari tabel 4.6 diperoleh L0 Kontrol = 0.144912 dan L0 Eksperimen = 0.109413,
sedangkan Ltabel = 0.1610 dengan n = 30. karena L0 < Ltabel maka H0 yang
menyatakan bahwa populasi berdistribusi normal diterima.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F (Fisher). Kriteria
uji homogenitas adalah H0 ditolak jika Fhitung lebih besar dari Ftabel dan H0 10 Lihat Lampiran C.1.e, h.213 11 Lihat Lampiran C.1.j, h.218 12 Lihat Lampiran C.2.e, h.226 13 Lihat Lampiran C.2.j, h.231
61
diterima jika Fhitung lebih kecil dari Ftabel. Dengan diterimanya H0 berarti sampel
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen.
1) Uji Homogenitas Hasil Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Hasil pengujian homogenitas hasil pretest tampak pada tabel berikut:
Tabel 4.7. Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Pretest
Kelompok Jumlah Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 30 1.043 1.85 H0 diterima
Kontrol 30
Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1.043, sedangkan Ftabel = 1.85
pada taraf signifikansi 5% untuk derajat kebebasan penyebut 29 dan derajat
kebebasan pembilang 29. Karena Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima yang berarti
sampel hasil pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen.14
2) Uji Homogenitas Hasil Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen
Hasil pengujian homogenitas hasil posttest tampak pada tabel berikut:
Tabel 4.8. Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Posttest
Kelompok Jumlah Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 30 1.24 1.85 H0 diterima
Kontrol 30
Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1.24, sedangkan Ftabel = 1.85 pada
taraf signifikansi 5% untuk derajat kebebasan penyebut 29 dan derajat kebebasan
pembilang 29. Karena Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima yang berarti sampel hasil
posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol homogen.15
2. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan persyaratan analisis, ternyata data yang diperoleh
memenuhi persyaratan, yaitu datanya berdistribusi normal baik pada kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen, kemudian homogenitasnya juga terpenuhi
14 Lihat Lampiran C.1.k, h.219 15 Lihat Lampiran C.2.k, h.232
62
karena kedua sampel tersebut berdasarkan perhitungan ternyata termasuk pada
kriteria sampel homogen.
Dengan demikian maka pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus
yang ditetapkan yaitu uji-t disa dilanjutkan. Dengan kriteria:
H0 ditolak jika thitung > ttabel
H0 diterima jika thitung < ttabel
Adapun hasil perhitungan tampak pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Hasil Pretest dan Posttest
Keterangan Pretest Posttest Kelompok Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
X 42.4 44.1 75.4 66.7 S2 96.25 100.48 158.6 127.5
thitung -0.65 2.79 ttabel 2.00
Kesimpulan Tidak Berbeda Berbeda
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai thitung pada hasil pretest sebesar -0.65
dan ttabel 2.00. Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil thitung <
ttabel atau -0.65 < 2.00. Dengan demikian H0 diterima dan Ha ditolak pada tingkat
kepercayaan 95% hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata nilai pretest kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.16
Berdasarkan uji kesamaan dua rata-rata hasil posttest diperoleh nilai thitung
sebesar 2.79 dan ttabel 2.00. Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa
hasil thitung > ttabel atau 2.79 > 2.00. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima
pada tingkat kepercayaan 95% hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol.17
16 Lihat Lampiran C.1.i, h.220-221 17 Lihat Lampiran C.2.i, h.233-234
63
C. Interpretasi Data
Berdasarkan hasil pretest dan posttest yang diberikan pada kelompok
kontrol dan eksperimen diketahui selisih skor pretest dan posttest pada kelompok
kontrol sebesar 27.02 dan selisih skor pretest dan posttest pada kelompok
eksperimen sebesar 62.35. Dengan demikian, kelompok eksperimen yang dalam
pembelajaran menggunakan strategi peta konsep (concept mapping) memiliki
hasil belajar yang lebih tinggi dibanding dengan kelompok kontrol yang dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional. Dari hasil analisis tampak
pengaruh strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar fisika
siswa pada konsep tata surya.
Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ini keduanya berada pada
distribusi normal, baik hasil uji pretest dan posttestnya, hal tersebut terbukti pada
hasil uji persyaratan analisis yang menyatakan bahwa L0 < Ltabel dimana Ltabel
pada taraf kepercayaan 95% dengan n=30 sebesar 0.1610. Selain itu kedua
kelompok ini juga bersifat homogen, terbukti berdasarkan hasil uji pretest dan
posttestnya yang menyatakan bahwa Fhitung < Ftabel dimana Ftabel pada taraf
kepercayaan 95% sebesar 1.85.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t, pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil uji kesamaan dua rata-rata pretest dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretest
kelompok kontrol dan skor pretest kelompok eksperimen, diperoleh nilai thitung =
-0.65 dan nilai ttabel = 2.00. Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa
nilai thitung tidak berbeda di daerah penerimaan H0, yaitu thitung < ttabel atau -0.65 <
2.00. Dengan demikian H0 diterima dan Ha ditolak pada taraf kepercayaan 95%
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-
rata skor pretest kelompok kontrol dengan rata-rata skor pretest kelompok
eksperimen. Sedangkan berdasarkan hasil uji kesamaan dua rata-rata posttest
dilakukan untuk mengetahui apakah skor posttest kelompok eksperimen yang
menggunakan strategi peta konsep (concept mapping) lebih besar dibandingkan
dengan skor posttest yang menggunakan pembelajaran konvensional, diperoleh
thitung = 2.79 dan nilai ttabel= 2.00. Hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan
64
bahwa thitung > ttabel atau 2.79 > 2.00. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima
pada taraf kepercayaan 95% hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata skor posttest kelompok eksperimen dengan rata-rata
skor posttest kelompok kontrol.
Berdasarkan hasil uji normal gain diketahui bahwa nilai rata-rata normal
gain dari hasil belajar fisika siswa kelompok eksperimen sebesar 0.58 dan
kelompok kontrol sebesar 0.39. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa rata-
rata normal gain pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Dengan kategori N-gain rendah, siswa pada kelompok
eksperimen lebih sedikit dibandingkan dengan siswa pada kelompok kontrol, pada
kategori N-gain sedang siswa pada kelompok eksperimen lebih banyak
dibandingan dengan siswa pada kelompok kontrol dan pada kategori N-gain tinggi
siswa pada kelompok eksperimen lebih banyak dibandingkan dengan siswa pada
kelompok kontrol.
D. Pembahasan
Peta konsep adalah suatu strategi yang dapat memberikan informasi secara
visual. Peta konsep berperan penting dalam memahami informasi secara
kompleks, menginterpretasikan informasi berikutnya, dan memudahkan otak
dalam memahami informasi secara visual dengan cara memberikan gambaran
yang komplek.
Hasil penelitian penggunaan strategi peta konsep pada kelompok
eksperimen ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan strategi peta
konsep (concept mapping) dalam konsep tata surya pada kelompok eksperimen
pada taraf kepercayaan 95% (α= 0.05) berpengaruh terhadap hasil belajar fisika
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan konvensional.
Suatu pembelajaran akan bermakna bila siswa mengalami aktivitas positif
selama pembelajaran tersebut. Aktivitas siswa ini dapat terlihat pada saat
pembelajaran berlangsung. Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran
terlihat bahwa suasana belajar menjadi hidup sebab siswa ikut aktif dalam
65
pembelajaran. Mereka mencari dan menemukan konsep-konsep penting dari
materi pelajaran setelah mereka membaca buku pelajaran yang mereka punya.
Dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan mediator saja yang
merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan yang dapat merancang
keingintahuan siswa sehingga dalam pembelajaran lebih mengutamakan
membangun pengetahuan siswa.
Selain itu pada proses pembelajaran di kelas siswa yang belajar dengan
strategi peta konsep lebih bebas berkreativitas dalam membuat peta konsep.
Mereka dapat mengembangkan peta konsep yang mereka buat dengan
pengetahuannya sendiri dan sesama temannya. Siswa lebih berani mengemukakan
dan menyalurkan ide-idenya dalam peta konsep tanpa takut salah dan menerima
masukan dari siswa-siswa yang lain. Setiap kelompok saling berlomba untuk
membuat peta konsep yang terbaik. Dalam hal ini terjadi interaksi antara siswa
dengan siswa. Melalui proses interaksi tersebut akan melatih siswa untuk
mengembangkan kepekaan sosialnya tanpa menghambat kemajuan dirinya sendiri
karena siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk meningkatkan komunikasi,
partisipasi, motivasi, kreativitas, kemampuan berfikir kritis dan menghargai
pendapat orang lain. Kondisi seperti ini membuat siswa tidak merasa jenuh dalam
proses belajar mengajar sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Selama proses pembelajaran menggunakan strategi peta konsep siswa
dapat menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan informasi
yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah mempelajari
informasi yang diberikan oleh guru. Selain itu dengan digunakannya peta konsep
pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi pelajarannya secara jelas dan
mempelajarinya dengan lebih bermakna yang menjadikan mereka menguasai
konsep dan lebih memahami dalam menjawab soal-soal, sehingga mengakibatkan
pengalaman mereka dapat bersifat tahan lama dalam ingatan mereka, selain itu
pembelajaran menjadi lebih menarik. Berbeda dengan kelompok kontrol yang
selama proses pembelajaran hanya berjalan seperti biasa, yaitu pembelajaran
konvensional sehingga dari data yang diperoleh terlihat perbedaannya. Hal ini
disebabkan karena mereka memiliki daya ingat yang kurang dalam menguasai
66
konsep, dalam menjawab soal-soal dan mereka juga hanya bisa melihat materi
dalam LKS.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusmansyah, bahwa
meningkatnya pemahaman siswa dengan pembelajaran melalui peta konsep
disebabkan karena peta konsep dapat menolong siswa mengorganisasi dan
meningkatkan pemahaman mereka dalam topik.18 Peta konsep membantu siswa
mempelajari informasi baru dengan mengintegrasikan ide baru dalam
pengetahuan yang telah mereka miliki. Jadi, siswa lebih berani mengemukakan
dan menyalurkan ide-idenya dalam peta konsep karena takut salah dan menerima
masukan dari siswa-siswa yang lain.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Riduan, penggunaan peta
konsep dalam pembelajaran menyebabkan nilai rata-rata hasil belajar lebih tinggi
dibandingkan dengan pembelajaran tanpa peta konsep.19
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusuf, et al.,
meningkatnya hasil belajar dikarenakan siswa menemukan konsep-konsep yang
ada dan diasimilasikan ke dalam struktur kognitifnya.20 Dengan demikian di
dalam diri siswa telah terjadi belajar bermakna. Proses pembelajaran dengan peta
konsep membutuhkan pemahaman yang baik dari siswa terhadap materi pelajaran
yang akan dipelajari dan bisa mengkonstruksi pengetahuan yang akan dipelajari
dan bisa mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan
teori konstruktivisme yang lebih menekankan perkembangan konsep dan
pengertian yang mendalam. Bila seseorang tidak mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri secara aktif maka pengetahuannya tidak akan berkembang.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa perlakuan yang berbeda
menyebabkan terjadinya hasil akhir yang berbeda antara kelompok eksperimen
yang diajar menggunakan strategi peta konsep dengan kelompok kontrol yang
18 Rusmansyah, Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Karbon Melalui Strategi Peta Konsep (Concept Mapping), dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 42 Tahun ke-9. 19 Ahmad Riduan, “Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Peta Konsep terhadap Hasil Belajar Biologi”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syahid, 2005), h.43. 20 Yustini Yusuf, dkk, 2006, Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2 Pekanbaru Tahun Pelajaran 2004/2005, dari http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya _tulis/5%20Yustini-UPAYA%20PENINGKATAN%20AKTIBITAS%2059-63.pdf, 13 Agustus 2009.
67
diajar dengan metode konvensional. Dengan demikian, ternyata terbukti bahwa
penggunaan strategi peta konsep berpengaruh terhadap hasil belajar fisika siswa
pada konsep tata surya.
E. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama satu bulan, peneliti
menyadari bahwa terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Beberapa
yang perlu diperhatikan diantaranya persiapan penelitian yang kurang optimal
sehingga penelitian tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan secara utuh
kemampuan siswa secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini hanya ditujukan
untuk mata pelajaran fisika pada konsep tata surya saja sehingga tidak
digeneralisasikan untuk konsep yang lain pada mata pelajaran yang sama, ataupun
pada mata pelajaran lainnya dan tingkat pendidikan lainya.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
“Strategi peta konsep berpengaruh positif terhadap hasil belajar fisika siswa.”
Hasil belajar fisika siswa yang menggunakan strategi peta konsep lebih baik dari
pada hasil belajar fisika siswa yang tidak menggunakan strategi peta konsep
(pendekatan konvensional). Hasil pretest untuk kelompok eksperimen diperoleh
nilai rata-rata sebesar 42.4, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 44.1. Dan
hasil posttest untuk kelompok eksperimen diperoleh nilai rata-rata sebesar 75.4,
sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 66.7. Dari hasil perhitungan uji-t
diperoleh nilai thitung sebesar 2.79 dengan α= 0.05 diperoleh ttabel sebesar 2.00.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini maka dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Untuk dapat meningkatkan keterampilan guru dalam menerapkan strategi peta
konsep, sebaiknya guru dapat mengoptimalkan waktu pertemuan, sehingga
kualitas pembelajaran akan meningkat dan berpengaruh baik terhadap
penguasaan konsep fisika siswa.
2. Untuk peneliti lain, hendaknya pembelajaran dengan strategi peta konsep ini
dapat diterapkan pada konsep-konsep fisika lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2004. Pemahaman Konseptual dan Prosedural dalam Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran No.17, Vol.2.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara. __________________. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asan, A. 2007. Concept Mapping in Science Class: A Case Study of fifth grade
students. Educational Technology & Society, 10(1), 186-195. Aryulina, Diah. Perbaikan Bimbingan PPL dengan Menerapkan Teknik Peta
Konsep. Jurnal Forum Kependidikan FKIP Univeritas Sriwijaya Palembang Tahun ke-22, No.2, Maret 2003.
Brata, Sumadi Surya. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Buzan, Toni. 2008. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dahar, Ratna Wilis. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Djamarah, Saiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta; Rineka Cipta. Hewindati, Yuni Tri. 2002. Pemahaman Murid Sekolah Dasar (SD) Terhadap
Konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi : Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi. Skripsi Universitas Terbuka. Jakarta: Lembaga Penelitian Pusat Indonesia.
Herlanti, Yanti. 2008. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta:
Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ____________. 2006. Science Education Research. Jakarta: Jurusan Pendidikan
IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
69
Hidayatullah, Asep. 2008. Pengaruh Metode Demonstrasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Iuli, R. J., & Hellden, G. 2004. Using concept maps as a research tool in science
education research. Concept maps: Theory, methodology, technology proceedings of the first internationsl conference on concept mapping. A. J. Canas, J. D. Novak, F. M. Gonzalez, Eds. Pamplona, Spain.
Kadir. Efektivitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan
Matematika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 051, Tahun ke-10 November 2004.
Leake DB, Maguitman A, Reichherzer T, Cañas AJ, Carvalho M, Arguedas M,
and Eskridge T. 2004. A Concept Map: Towards Automatic Concept-Map-Based Query Formation, In: Cañas AJ, Novak JD, and González FM (Eds). Concept Maps: Theory, Methodology, Technology. Proceedings of the First International Conference on Concept Mapping. Universidad Pública de Navarra: Pamplona, Spain. h. 409-416.
Mahardika, I Ketut. 2007. Membekali Kemampuan Mahasiswa Fisika dalam
Mengevaluasi Kemampuan Belajar Siswa dengan Model Tes Bergambar Kartun Kejadian Fisika. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 064, Tahun ke-31, Januari 2007.
Mcclure, John R dan Brian Sonak. 1999. Concept Map Assessment of Classroom
Learning : Reliability, Validity, and Logical Practicality. Journal of Research in Science Teaching. Vol.36, No.4, h.475-492.
Markow, Peter G. 2000. Student’s Perception and Effects on Achievement. Journal
of Research in Science Teaching Vol.35, No.9. Mistades, Voltaire Mallari. 2009. Concept Mapping in Introductory Physics.
Journal of Education and Human Development. Vol.3, No.1. Nasution, Noehi. 2000. Psikologi Pendidikan. Jakarta: UT Press. Nn. http://id.wikipedia.org/wiki/fisika (3 Juni 2010) Nn. http://id.wikipedia.org/wiki/ilmu pengetahuan alam (3 Juni 2010)
70
Nn. http://goeroendeso.wordpress.com/2009/11/09/belajar-dan-hasil-belajar/(3
Juni 2010) Novak, Joseph D dan Alberto J. Canas. 2004. The Theory Underlying Concept
Maps and How to Construct Them. http://champ.ihmc.us/publications/research/paper/theory Underlying Concept Maps,Pdf.
Oliver, K. & Raubenheimer, D. 2006. Online concept mapping in distance teacher
education: Two case studies. Paper presented at the Annual Conference of the Society for Information Technology and Teaching Education (SITE). Retrieved on August 29, 2007 at http://litre.ncsu.edu/docs/progress2005/oliver_pr2.doc
Pasaribu, Abidin. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Guru Fisika Melalui
Teknik Peta Konsep. Jurnal Forum Kependidikan FKIP Universitas Sriwijaya Palembang Tahun ke-22, No.1, September 2002.
Plotnic, Eric. 2004. Concept Mapping a graphical system for understanding the
relationship.http:ccwf.cc.utexas.edu/edu/∼dcw/research/concept.html. Purwanto, Ngalim. 2004. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Ruiz, Maria Atracelli dan Richard J. Shavelson. 2004. Problem and Issus in the Use
of Concept Maps in Science Assesment. Journal of Research Teaching Vol.33, No.6.
Rusmansyah. Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Karbon Melalui
Strategi Peta Konsep (Concept Mapping). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 42, Tahun ke-9.
Sholahuddin, Arif. Implementasi Teori Ausubel pada Pembelajaran Kimia Karbon.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan no.039, Tahun ke-8, November 2002.
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
71
72
_____________. 2007. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka. Yusuf, Yustini dkk. 2006. Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi
Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa kelas II4 SMP Negeri 2 Pekan Baru Tahun Pelajaran 2004/2005. http://biologi-fkip.unri.ac.id/karya_tulis/5%20Yustini-Upaya%20Peningkatan %20Aktifitas%2059-63.pdf,13 Agustus 2009.