pengaruh struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor ekstern terhadap nilai...
DESCRIPTION
jkashfuiuasyiahjahfjkhakfuhTRANSCRIPT
Pengaruh Struktur kepemilikan saham, leverage, faktor intern dan faktor
ekstern terhadap nilai perusahaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Struktur modal atau keputusan pendanaan akan sangat berpengaruh
pada kinerja perusahaan. Keputusan apakah dana yang akan digunakan
oleh perusahaan dengan hutang atau dengan penjualan saham akan sangat
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan khususnya dalam rangka
memaksimalkan kemakmuran atau kekayaan para pemegang saham atau
pemilik yang akan tercermin melalui harga saham perusahaan. Dengan
demikian perusahaan perlu mengusahakan suatu keseimbangan yang
optimal dalam menggunakan kedua sumber tersebut sehingga dapat
memaksimalkan nilai perusahaan.
Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik
melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan dan
keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal,
demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan.
Tujuan ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk
memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut,
banyak shareholder yang menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada
para profesional yang bertanggung jawab mengelola perusahaan, yang
disebut manajer. Para manajer yang diangkat oleh shareholder diharapkan
1
akan bertindak atas nama shareholder tersebut, yakni memaksimumkan
nilai perusahaan sehingga kemakmuran shareholder akan dapat tercapai.
Para manajer dalam menjalankan operasi perusahaan, sering kali
tindakannya bukan memaksimumkan shareholder, melainkan justru
tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Kondisi ini akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara external
shareholder dengan manajer. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan
antara kepemilikan dan fungsi pengelolaan dalam teori keuangan disebut
konflik keagenaan atau Agency conflik.
Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara
untuk mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan hansen: 1989, Jensen,
Solberg dan Zorn: 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan
manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham.
Dengan meningkatnya persentase kepemilikan, manajer termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran
pemegang saham. Pada kepemilikan yang menyebar, masalah keagenan
terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Hal ini
menyebabkan kekuasaan pemegang saham dan menyerahkan kepada
manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer menuntut kompensasi yang
tinggi sehingga meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik
keagenan diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial.
Sebaliknya pada kepemilikan yang berkonsentrasi masalah keagenan
2
disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan kreditor. Masalah
ini dijumpai pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Pada kepemilikan
terpusat terdapat dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling
mayority stockholder dan minority stockholder. Manajer diangkat dan
diberhentikan oleh controlling mayority stockholder sehingga
menunjukkan kinerja baik dihadapkan pemegang saham. Kondisi ini
memperkecil biaya keagenan ekuitas tetapi menimbulkan biaya keagenan
baru yaitu biaya keagenan hutang ( Husnan : 2000).
Peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi biaya keagenan.
Hal ini disebabkan dimana dividen yang besar menyebabkan rasio laba
ditahan akan kecil sehingga perusahaan membutuhkan tambahan dana dari
sumber eksternal, seperti emisi saham baru. Penambahan dana
menyebabkan kinerja manajer dimonitor oleh bursa dan penyediaan dana
baru. Pengawasan kinerja menyebabkan manajer bertindak sesuai dengan
kepentingan pemegang saham sehingga mengurangi biaya yang berkaitan
dengan emisi saham baru (floating cost). (Crutchley dan Hansen : 1989).
Perkembangan riset pasar modal telah memotivasi penulis untuk
melakukan penelitian bidang keuangan. Beberapa penelitian tentang
struktur modal terhadap nilai perusahaan telah banyak dilakukan oleh
peneliti dan hasilnya saling kontradiksi. Jensen dan Meckling (1976)
beragumentasi bahwa konflik keagenan terjadi karena adanya pemisahan
kepemilikan dan pengendalian. Konflik keagenan menyebabkan
penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan akan
3
mempengaruhi kekayaan dari pemegang saham sehingga pemegang saham
akan melakukan tindakan pengawasan terhadap perilaku manajemen.
Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan
kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut
disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya
pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut,
karena pengeluaran tersebut akan menambah kos perusahaan yang
menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen
yang akan diterima. Pemegang saham menginginkan agar kos tersebut
dibiayai oleh utang, tetapi manajer tidak menyukai dengan alasan bahwa
utang mengandung risiko yang tinggi. Perbedaan kepentingan itu
menimbulkan konflik yaag biasa disebut konflik agensi. Konflik
kepentingan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan
yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut.
Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan
timbulnya suatu kos yang disebut agency cost.
Ada beberapa alternatif untuk mengurangi kos keagenan tersebut
yaitu : pertama, dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen (Jensen dan Meckling 1976). Analisisnya menyatakan bahwa
proporsi kepemilikan saham dikontrol manajer dapat mempengaruhi
kebijakan-kebijakan perusahaan. Selain itu kepemilikan manajerial akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sehingga
manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil
4
dengan benar dan akan merasakan kerugian sebagai konsekwensi dari
pengambilan keputusan yang salah. Kedua, dengan meningkatkan dividen
payout ratio (Crutley dan Hansen, 1989; Easterbrook, 1989; Leland dan
Pyle, 1977). Penelitian mereka menyatakan bahwa pembayaran dividen
akan mempengaruhi kebijakan pendanaan, karena dengan pembayaran
dividen akan mengurangi cash flow perusahaan akibatnya perusahaan
dalam memenuhi kebutuhan operasinya akan mencari alternatif sumber
pendanaan yang relevan, Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan utang.
Penurunan utang akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang
saham dengan manajemen. Disamping itu utang akan menurunkan exess
cash flow yang ada dalam perusahaan, sehingga akan menurunkan
kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Keempat,
institusional investor sebagai pihak yang memonitor agen, Moh’d et al.
(1998) menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari
luar seperti institusional investor dapat mengurangi agency cost. Hal ini
disebabkan karena kepemilikan mewakili sumber kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan
manajemen. Jadi dengan adanya investor institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
Ada dua pandangan yang terus diperdebatkan oleh ahli-ahli
keuangan di dunia. Pandangan pertama dikenal dengan pandangan
tradisional yang menyatakan bahwa struktur modal mempengaruhi nilai
perusahaan. Pandangan tradisional diwakili oleh dua teori yaitu Trade off
5
Theory dan Pecking Order Theory, Myers (1984). Pandangan kedua
dikemukakan oleh Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa struktur
modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Myers dan Majluf (1984),
menyatakan bahwa perusahaan cenderung mempergunakan internal equity
terlebih dahulu, dan apabila memerlukan external financing, maka
perusahaan akan mengeluarkan debt sebelum menggunakan external
equity.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada perusahaan-
perusahaan di Indonesia ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia cenderung mengikuti pecking order theory. Santoso (2001) telah
menemukan bahwa pada umumnya para manajer perusahaan di Indonesia
cenderung mengikuti hirarki pendanaan (pecking order theory). Struktur
modal perusahaan diprediksi juga dipengaruhi oleh faktor ekstern dan
faktor intern perusahaan. Struktur kepemilikan menjadi penting dalam
teori keagenan karena sebagian besar argumentasi konflik keagenan
disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan. Konflik
keagenan tidak terjadi pada perusahaan dengan kepemilikan seratus persen
oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan
saham diprediksi berpengaruh dalam penentuan struktur modal. Semakin
terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan cenderung akan mengurangi
utang. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham, maka akan terjadi
pengawasan yang efektif terhadap manjemen. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang
6
terlalu tinggi akan menimbulkan risiko financial distress sehingga nilai
perusahaan akan menurun. Jumlah utang yang melewati titik optimalnya
akan membuat penghematan pajak dari penggunaan utang lebih rendah
dari pada nilai sekarang dari financial distress dan agency cost (model
trade off). Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham perusahaan juga
diprediksi akan menigkatkan nilai perusahaan.
Pentingnya penelitian ini dari jurnal sebelumnya penelitian ini
menggunakan bantuan software Lisrel 8.54, sedangkan dalam jurnal
sebelumnya menggunakan bantuan software Amos 4.0 dan juga dalam
penelitian ini menambahkan dua variabel manifest yaitu DAR (Debt to
Asset Ratio) dan PER (Price Earning Ratio).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dan evaluasi peneliti
sebelumnya maka penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai
“Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern
Dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti mengidentifikasi
sebagai berikut :
1. Pengaruh kepemilikan saham, faktor ekstern dan faktor intern
terhadap leverage.
2. Pengaruh kepemilikan saham, faktor ekstern, faktor intern dan
leverage terhadap nilai perusahaan.
7
C. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi masalah agar tidak terlalu meluas
pembahasannya maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan variabel endogen dan eksogen.
2. Peneliti dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di
BEI. Periode penelitian per 31 Desember 2003 sampai 31
Desember 2006.
D. Perumusan Masalah
1. Apakah struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap
leverage?
2. Apakah faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage?
3. Apakah faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage?
4. Apakah struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan?
5. Apakah faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan?
6. Apakah faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
7. Apakah leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan?
8
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
E.1 Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari studi ini adalah untuk menguji pengaruh
struktur kepemilikan, leverage, faktor ekstern, dan faktor intern terhadap
perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
1 Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap
leverage.
2 Untuk menganalisis pengaruh faktor ekstern terhadap leverage.
3 Untuk menganalisis pengaruh faktor intern terhadap leverage.
4 Untuk menganalisis pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap
nilai perusahaan.
5 Untuk menganalisis pengaruh faktor eksren terhadap nilai perusahaan.
6 Untuk menganalisis pengaruh faktor intern terhadap nilai perusahaan.
7 Untuk menganalisis pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan.
E.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan Ilmu Ekonomi, khususnya dlam Manajemen
Keuangan dan Pasar Modal yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan.
2. Bagi Investor
9
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk
mengetahui keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat
dimanfaatkan oleh para investor dalam pengambilan keputusan
investor dari pasar modal.
3. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan publik
dalam hal pengambilan keputusan keuangannya terutama dalam
menentukan berapa besar proporsi sumber pembiayaan struktur
modalnya, dimana diharapkan dengan proporsi struktur modal
tersebut perusahaan dapat meningkatkan harga sahamnya.
4. Bagi Akademisi
Sebagai penambah kepustakaan dibidang keuangan dan pasar modal.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Leverage (Struktur Modal)
Struktur modal / capital structure : berkaitan dengan struktur
pembelanjaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang
dan modal sendiri. Ahmad Rodoni dan Indo Yama Nasaruddin (2007).
Struktur modal adalah perbandingan nilai hutang dengan nilai modal
sendiri yang tercermin pada laporan keuangan akhir tahun.
Struktur modal merupakan perimbangan antara utang dengan modal
yang dimiliki perusahaan. Salah satu isi penting yang sering dihadapi oleh
manajer suatu perusahaan adalah menentukan perimbangan yang tepat antara
utang dengan modal.
Terdapat tiga teori utama dalam menjelaskan tujuan perusahaan dalam
memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham. Ketiga teori tersebut
berusaha menjelaskan bagaimana struktur modal dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Ketiga teori tersebut adalah :
a) Teori Tradisional atau Teori Klasik
Menyatakan bahwa struktur modal yang optimal yang dapat
memaksimumkan nilai perusahaan adalah dengan cara
meminimumkan biaya modal rata-rata (average cost of capital). Salah
satu versi teori ini dikembangkan oleh Ezra Solomon yang
11
menyatakan bahwa struktur modal yang optimal terjadi apabila
terdapat kelebihan antara debt equity ratio dengan average cost of
capital.
b) Teori yang dikembangkan oleh Miller dan Modigliani
Menyatakan bahwa pasar modal itu adalah sempurna dan tidak
ada pajak. Mereka menyatakan nilai perusahaan tidak dipengaruhi
oleh struktur modal.
c) Teori yang juga dikembangkan oleh Miller dan Modigliani.
Dengan memperhatikan tingkat pajak mereka menyatakan
bahwa penggunaan utang dapat memaksimumkan nilai perusahaan
dan kemakmuran pemegang saham.
Weston (1963) dalam Napa (1999), menggunakan analisis regresi
berganda untuk menguji leverage. Hasilnya mendukung teori leverage
tradisional. Barger (1963) dalam Napa (1999) menggunakan fungsi kuadrat
untuk mempelajari pengaruh perubahan leverage terhadap nilai pasar
perusahaan .hasilnya mendukung teori tradisional Myers (1984) dalam
penelitiannya menemukan bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai
hubungan yang positif secara signifikan dengan utang perusahaan. Myers
dalam Sutiati (2001) menunjukan bahwa perusahaan yang profitabilitas tinggi
lebih dipercaya untuk memperoleh utang. Myers juga berpendapat bahwa
apabila harga saham dipasaran terlalu mahal maka perusahaan harus menolak
menerbitkan saham baru karena harga saham tersebut akan turun melalui
proses penilaian.
12
1. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal merupakan komposisi pendanaan ekuitas (modal
sendiri) dan utang pada suatu perusahaan (Wild et al., 2005). Struktur modal
sering kali dihitung berdasarkan besaran relatif berbagai sumber pendanaan.
Stabilitas keuangan perusahaan serta risiko gagal melunasi utang tergantung
pada sumber pendanaan serta jenis dan jumlah berbagai aktiva yang dimiliki
perusahaan. Struktur modal dapat diartikan sebagai paduan sumber dana
jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan (Keown et al., 2000).
Sedangkan menurut Awat (1999) struktur modal adalah proporsi antara utang
jangka panjang dan modal sendiri. Demikian pula menurut Riyanto (2001)
bahwa struktur modal adalah perimbangan antara utang jangka panjang
dengan modal sendiri.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
Menurut Riyanto (2001) besar kecilnya struktur modal yang digunakan
perusahaan dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain:
a) Tingkat bunga
Tingkat bunga yang berlaku saat manajemen akan menentukan struktur
modal akan mempengaruhi jenis modal apa yang akan digunakan, apakah
menggunakan saham atau obligasi. Penggunaan obligasi hanya dibenarkan
jika tingkat bunga obligasi lebih rendah daripada earning power dari
tambahan modal tersebut.
13
b) Stabilitas earning
Stabilitas dan besarnya earning yang diperoleh perusahaan akan
menentukan apakah perusahan dibenarkan untuk menggunakan modal
dengan beban tetap (utang) atau tidak. Jika perusahaan memiliki earning
yang stabil maka perusahaan akan mampu memenuhi kewajiban finan-
sialnya, sebaliknya perusahaan yang memiliki earning tidak stabil akan
menghadapi risiko tidak dapat membayar beban bunga atau angsuran
utangnya pada tahun-tahun atau kondisi yang buruk.
c) Susunan aktiva
Pada kebanyakan perusahaan industri atau manufaktur di mana
sebagian besar dari modalnya tertanam dalam aktiva tetap, akan cenderung
mengutamakan penggunaan modal sendiri sedang modal asing atau utang
hanya sebagai pelengkap. Sedangkan perusahaan yang sebagian besar
aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan menggutamakan pemenuhan ke-
butuhan dananya dengan utang jangka pendek.
d) Risiko aktiva
Risiko yang melekat pada setiap aktiva perusahaan belum tentu sama.
Semakin panjang jangka waktu penggunaannya maka risikonya semakin
besar. Jika perusahaan memiliki aktiva yang peka terhadap risiko maka
perusahaan harus memilih banyak menggunakan modal sendiri yang relatif
tahan risiko, dan sedapat mungkin mengurangi penggunaan modal asing
(utang) yang memiliki risiko lebih tinggi dibanding modal sendiri.
14
e) Jumlah modal yang dibutuhkan
Jumlah modal yang dibutuhkan atau diperlukan dapat mempengaruhi
struktur modal. Jika modal yang dibutuhkan sangat besar maka dirasakan
perlu bagi perusahaan untuk menggunakan beberapa sekuritas secara ber-
samaan, misalnya mengeluarkan saham dan obligasi secara bersamaan.
f) Keadaan pasar modal
Kondisi pasar sering mengalami perubahan yang disebabkan oleh
banyak faktor. Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh dana melalui
penjualan sekuritas perusahaan harus memperhatikan kondisi pasar modal.
Ketika investor menyukai menanamkan dananya dalam pembelian saham,
maka pada waktu itu perusahaan lebih baik melakukan penerbitan saham.
g) Sifat manajemen
Bagi manajemen yang optimis terhadap masa depan perusahaan,
umumnya akan berani menangung risiko yang besar (risk seeker),
sehingga akan lebih berani menggunakan utang untuk memenuhi
kebutuhan dana perusahaan. Sebaliknya manajer yang bersifat pesimis dan
tidak menyenangi risiko (risk averter) akan lebih suka menggunakan
sumber dana intern untuk memenuhi kebutuhan dananya.
h) Besarnya perusahaan
Suatu perusahaan yang tergolong besar di mana sahamnya tersebar
sangat luas, penambahan saham untuk memenuhi kebutuhan dana tidak
banyak mempengaruhi kekuasan atau pengendalian pemegang saham
15
mayoritas. Oleh karena itu, perusahaan besar umumnya lebih menyukai
melakukan penerbitan saham baru untuk memenuhi kebutuhan dananya.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2001) besarnya kecilnya
struktur modal atau utang suatu perusahaan ditentukan oleh empat faktor
berikut :
a. Risiko bisnis
Risiko bisnis atau tingkat risiko yang terkandung dalam
operasi perusahaan apabila perusahaan tersebut menggunakan
utang. Makin besar atau makin tinggi risiko perusahaan, maka
perusahaan akan cenderung menggunakan utang yang rendah.
b. Pajak perusahaan
Alasan utama penggunaan utang oleh perusahaan adalah
karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak.
c. Fleksibilitas keuangan
Fleksibilitas keuangan atau kemampuan perusahaan untuk
menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan
yang memburuk. Ketersediaan modal yang cukup merupakan hal
yang penting guna mendukung operasi perusahaan yang stabil serta
menentukan keberhasilan perusahan dalam jangka panjang. Oleh
karena itu dalam kondisi perekonomian yang sulit, atau apabila
perusahaan mengalami kesulitan operasi maka kemungkinan
perusahaan tersebut memperoleh pinjaman dari investor relatif
16
kecil, sehingga kondisi tersebut akan mempengaruhi struktur modal
atau utang perusahaan.
d. Agresivitas manajemen
Pada perusahaan-perusahaan dengan manajer yang agresif
pada umumnya lebih cenderung menggunakan utang untuk
meningkatkan laba.
3. Utang
1) Pengertian utang
Utang atau sering disebut dengan istilah kewajiban adalah "tuntutan-
tuntutan dari pihak luar", yaitu kewajiban ekonomis yang harus dibayar
kepada pihak luar. Pihak-pihak di luar perusahaan tersebut disebut kreditur
(Horngren et al., 1997). Sedangkan menurut Munawir (2001), utang
adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang
belum terpenuhi, di mana utang ini merupakan sumber dana atau modal
perusahaan yang berasal dari kreditur.
2) Jenis utang
Utang atau kewajiban perusahaan dapat dikelompokkan menjadi utang
jangka pendek (utang lancar) dan utang jangka panjang.
2a) Utang jangka pendek atau utang lancar
Utang jangka pendek atau utang lancar adalah utang perusahaan
yang pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam jangka
pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva
17
lancar yang dimiliki oleh perusahaan (Munawir, 2001). Utang lancar
tersebut meliputi beberapa utang sebagai berikut :
(a) Utang dagang, yaitu utang yang timbul karena adanya pembelian
barang dagangan secara kredit.
(b) Utang wesel, yaitu utang yang disertai dengan janji tertulis untuk
melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di
masa yang akan datang.
(c) Utang pajak, yaitu utang pajak yang belum disetorkan ke kas
negara.
(d) Biaya yang masih harus dibayar, yaitu biaya-biaya yang sudah
terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
(e) Utang jangka panjang yang segera jatuh tempo, yaitu sebagian
(seluruh) utang jangka panjang yang sudah mejadi utang jangka
pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya.
(f) Penghasilan yang diterima di muka (deferred revenue), yaitu
Penerimaan uang untuk penjualan barang/jasa yang belum di
realisir.
2b) Utang jangka panjang
Utang jangka panjang adalah kewajiban keuangan yang jangka
waktu pembayarannya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih
dari satu tahun sejak tanggal neraca) (Munawir, 2001). Utang jangka
panjang tersebut meliputi:
a. Utang obligasi
18
b. Utang hipotik yaitu utang yang dijamin dengan aktiva tetap
tertentu.
c. Pinjaman jangka panjang yang lain.
4. Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik Perusahaan
yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang
ditahan. Atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap
seluruh utang-utangnya (Munawir, 2001). Dalam praktek kadang-kadang
nampak adanya suatu klasifikasi di dalam neraca yang pada umumnya
membingungkan pembaca (sulit untuk ditafsirkan) dengan nama reserve
(cadangan). Seharusnya cadangan ini diklasifikasikan sesuai dengan
klasifikasi neraca yaitu aktiva, utang dan milik sendiri (modal) sehingga
cadangan pada prinsipnya juga terdiri dari tiga golongan yaitu: (Munawir,
2001).
1. Cadangan sebagai pengurang aktiva (reserve that offseting assets). Misal-
nya cadangan penyusutan (reserve for depreciation), cadangan ini
meupakan pengurangan terhadap aktiva yang disusut, sehingga dalam
neraca nampak di sebelah debet mengurangi aktiva yang bersangkutan.
Cadangan penyusutan itu akan lebih tepat bila diberi nama lain yaitu
akumulasi penyusutan, atau akumulasi depresiasi (Munawir, 2001).
2. Cadangan sebagai utang (liability reserve), misalnya reserve for taxes
(cadangan untuk pajak) merupakan suatu utang yang dicatat sebagai
cadangan, ini tidak benar, seharusnya cadangan untuk pajak ini
19
dimasukkan dalam utang lancar (current liability), yaitu Utang Pajak atau
Taksiran Utang Pajak.
3. Cadangan yang merupakan surplus, yang betul-betul merupakan hak para
pemilik perusahaan, misalnya cadangan untuk ekspansi adalah merupakan
pemisahan sebagian dari laba yang ditahan (retained earning), dan dalam
neraca masuk dalam klasifikasi modal (appropriated surplus).
B. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham
(Bringham Gapensi, 1996). Semakin tinggi harga saham semakin tinggi nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik
perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran
pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan
dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari
keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen asset.
Menurut Fama (1978) dalam Untung wahyudi et.al , nilai perusahaan
akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang
terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar
perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset
perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator
nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya
peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan
perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga
20
saham, dengan meningkatnya harga saham maka nilai perusahaan pun akan
meningkat.
Indikator- indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya
adalah :
1. PER (Price Earning Ratio)
PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga
saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham.
( Sutrisno, 2000 dalam Mohammad Usman,2001 dalam Malla Bahagia,2008).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar SahamPER= -------------------------------
Laba per Lembar Saham
Faktor-faktor yang mempengaruhi PER adalah :
Tingkat pertumbuhan laba
Dividend Payout Ratio
Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal.
Menurut Basuku Yusuf, 2005 dalam Malla Bahagia, 2008, hubungan faktor-
faktor tersebut terhadap PER dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi Pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan kata
lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan PER nya bersifat positif.
Hal ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang
dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang
21
dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning
per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat
profitabilitas yang baik, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat
meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan
tersebut sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang
tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di bursa sehingga
kecenderungan harganya meningkat lebih besar.
2. Semakin tinggi Dividend Payout Ratio (DPR), semakin tinggi PER nya.
DPR memiliki hubungan positif dengan PER, dimana DPR menentukan
besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen
ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar
modal didominasi yang mempunyai strategi mangejar dividen sebagai
target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi PER.
3. Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah PER, r
merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham,
atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Jika
keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari
tingkat keuntungan yang disyaratkan, berarti hal ini menunjukkan
investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya
harga saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu r memiliki hubungan
yang negatif dengan PER, semakin tinggi tingkat keuntungan yang
diisyaratkan semakin rendah nilai PER nya.
22
PER adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang
diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin
besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
2. PBV (Price Book Value)
Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang
terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar per Lembar SahamPBV = ---------------------------------------
Nilai Buku per Lembar Saham
C. Struktur Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan
manjemen dalam kepemilikan saham perusahaan.
1. Kepemilikan Manajerial
Shleifer dan Vishny (1986) dalam Theresia (2002) menemukan
kepemilikan institusional secara positif terhadap kepemilikan manajerial.
Kepemilikan institusional secara mayoritas akan mengurangi kemungkinan
perusahaan untuk diakuisisi, sehingga meningkatkan keinginan manajer untuk
memperbasar kepemilikan pada perusahaan. Namun sebaliknya, menurut Fitri
23
dan Manduh (2003) semakin tinggi kepemilikan institusioanal maka akan
semakin meningkatkan kepengawasan pihak eksternal terhadap perusahaan.
Proporsi hutang yang besar akan menempatkan manajer di bawah
pengawasan debtholders dan manajer cenderung tidak menyukai pengawasan
oleh debtholders tersebut, sehingga pengaruh kebijakan hutang terhadap
kepemilikan manajerial adalah negatif. Kontras dengan pernyataan diatas,
Fitri dan Mamduh (2003) menyatakan adanya pengaruh positif. Pernyataan
ini berdasarkan pada asumsi bahwa penggunaan hutang akan mengurangi
kebutuhan penerbitan saham baru sehingga meningkatkan proporsi
kepemilikan manajerial.
Hubungan antara dividend dan kepemilikan manajerial dapat dijelaskan
melalui free cash flow hypothesis (FCF) (Jensen, 1986). Melalui hipotesis ini
kebijakan dividen digunakan untuk mempengaruhi kepemilikan manajerial
sehingga mengurangi biaya keagenan yang berkaitan dengan FCF. Penelitian
tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan subtitusi antara kebijakan
dividend dan kepemilikan manajerial.
2. Kepemilikan Institusional
Dengan tingginya kepemilikan manajerial, para investor institusional
akan mendapatkan kesempatan kontrol perusahaan yang lebih sedikit. Ini
berarti bahwa hubungan antara kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional adalah negatif. Hubungan ini sesuai dengan penelitian Fitri dan
Mamduh (2003).
24
Risiko mempunyai hubungan negatif dan signifikan terhadap
kepemilikan institusional. Tingginya risiko yang dihadapi perusahaan
meningkatkan risiko kebangkrutan dan volatilitas dari pendapatan, hal ini
akan mengurangi minat institusi untuk melakukan investasi pada saham
perusahaan itu karena institusi lebih mementingkan pada stabilitas
pendapatan (Fitri dan Mamduh,2003).
Menurut Crutchley et al (1999), pengaruh kebijakan hutang terhadap
kepemilikan institusional adalah positif. Kebijakan hutang yang tinggi
menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders, karena
monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebab manajer akan
bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders, sehingga
kondisi ini akan menarik masuknya kepemilikan institusional.
Kebijakan dividen mempunyai pengaruh positif terhadap kepemilikan
institusional. Dari sudut pandang investor, investor institusional mungkin
akan lebih tertarik untuk berinvestasi pada saham dengan dividen yang tinggi
dan mekanisme yang ketat.
Semakin banyak saham yang dimiliki manajer akan semakin
menurunkan masalah keagenan sehingga membuat dividen tidak perlu
dibayarkan pada risiko yang tinggi dalam hal ini berarti kepemilikan
manajerial mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif.
Dengan jumlah investasi yang tinggi, investor institusional melakukan
monitoring yang semakin ketat dan menghalangi perilaku oportunis manajer.
Monitoring oleh investor institusional ini dapat mengurangi agency cost
25
dalam hal ini yaitu biaya yang ditanggung pemilik untuk mengawasi agen
seperti biaya audit, sehingga dividen yang dibayarkan juga menurun.
Kehadiran kepemilikan institusional memiliki efek subtitusi bagi pembayaran
dividen untuk mengurangi biaya keagenan.
Menurut Chen dan Steiner (1999), variabe risiko mempunyai hubungan
negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Dengan tingginya risiko
bisnis yang dihadapi perusahaan akan diantisipasi dengan kebijakan
pembayaran dividen yang rendah. Dividen yang rendah dapat digunakan
untuk menghindari pemotongan dividen dimasa mendatang sehingga
penalokasian sebagian keuntungan pada laba ditahan dapat digunakan untuk
investasi lebih lanjut.
Malalui penjelasan balancing model of agency cost, Megginson (1997)
dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang
mempengaruhi kebijakan dividen dengan hubungan yang negatif. Perusahaan
dengan tingkat hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency
cost of debt-nya dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai
investasinya digunakan pendanaan dari aliran cost internal. Pemegang saham
akan merelakan aliran kas internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk
pembayaran dividen untuk membiayai investasi
26
D. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan pengelompokan dari variablel-variabel yang
tidak dapat dikendalikan perusahaan. Variabel yang termasuk faktor ekstern
adalah :
1. Tingkat suku bunga
Pengertian operasional variabel tingkat suku bunga adalah tingkat
bunga kredit investasi dan tingkat bunga kredit modal kerja Bank
Umum rata-rata pertahun yang dibebankan kepada perusahaan atas
penggunaan modal kerja dalam bentuk utang jangka pendek dan dana
investasi dalam bentuk hutang jangka panjang pada akhir tahun. Suku
bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga yang
tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi sehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya
leverage akan menurun.
2. Keadaan Pasar Modal
Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal merupakan besarnya nilai
transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun
27
sebagai cermin perkembangan BEI. Variabel pasar modal diukur
dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham di BEI pada akhir tahun.
3. Pertumbuhan Pasar
Pertumbuhan pasar adalah persepsi peluang bisnis yang tersedia
dipasar yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar ini
diukur dari nilai rasio selisih volume penjualan pada tahun t dengan
volume penjualan pada tahun t-1 dibagi dengan volume penjualan
industri pada tahun t-1. Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja
perusahaan membaik sehingga investor akan merespon positif dan nilai
perusahan akan meningkat. Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan
prospek perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon positif
sinyal tersebut dan nilai perusahaan meningkat.
E. Faktor Intern
Faktor intern merupakan variabel-variabel yang dapat dikendalikan
oleh perusahaan. Variabel-variabel yang termasuk variabel faktor intern
adalah :
1. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
profit atau laba selama satu tahun yang dinyatakan dengan rasio laba
operasi dengan penjualan dari data laporan labarugi akhir tahun.
28
Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni
pendekatan penjualan dan pendekatan investasi (Horne 1992). Ukuran
yang banyak digunakan adalah return on assets (ROA) dan return on
equity (ROE).
Tingkat profitabilitas masa lalu di suatu perusahaan harus
merupakan pene tu atau determinan penting atas struktur modal
perusahaan yang bersangkutan dengan besarnya jumlah laba ditahan,
suatu perusahaan mungkin cenderung memilih pendanaan dari sunber
tersebut dari pada peminjaman. Hal ini sejalan dengan hipotesa
pecking order theory yang digunakan oleh Myers, yang menyatakan
bahwa cara-cara yang dipergunakan oleh perusahaan dalam
memperoleh dana adalah dengan urutan sebagai berikut :
Pertama, dari laba di tahan. Kedua, dari pendanaan hutang dan
Ketiga, dari ekuitas baru. Profitabilitas yang mempunyai pengaruh
penting pada kebijakan dividen perusahaan. Perusahaan yang memiliki
tingkat keuntungan yang tinggi cenderung akan membayarkan sebagai
besar hasil keuntungan tersebut dalam bentuk dividen. Untuk menilai
tingkat profit ini digunakan perhitungan tingkat rata-rata atas asset
(ROA) (Hang and Rhee, 1990. Hal 2a).
Dengan formula :
Laba Bersih yg Tersedia bagi Pemegang Saham BiasaROA = ------------------------------------------------------------------- Rata-rata Total Aktiva
sumber. Brigham Gapenski dan Daves (1999, hal. 77).
29
2. Pembayaran dividen
1.) Definisi kebijakan dividen
Kebijakan dividen adalah kebijakan dalam menentukan pembagian
laba antara pembayaran kepada pemegang saham dan investasi kembali ke
perusahaan (Copeland, 1997 : 125). Kebijakan dividen mempengaruhi baik
pembelajaan jangka panjang ataupun penghasilan yang dibagikan kepada
pemegang saham, maka perusahaan memiliki dua kemungkinan sudut
pandang untuk membayar dividen :
a. Sebagai keputusan pembelanjaan jangka panjang dengan pendekatan
ini, semua laba sesudah pajak yang diperoleh perusahaan dapat
dipandang sebagai sumber dana jangka panjang. Suatu pengumpulan
dividen kas mengurangi jumlah dana yang tersedia untuk membelanjai
pertumbuhan, membatasi pertumbuhan, atau memaksa perusahaan
memperoleh sumber dana yang lain. Perusahaan akan menahan
pendapatanya, bila : a) tersedia proyek-proyek yang menguntungkan,
b) struktur modal membutuhkan modal sendiri.
b. Sebagai suatu keputusan kesejahteraan maksimum dengan pendekatan
ini perusahaan mengakui bahwa pembayaran dividen mempunyai
pengaruh terhadap harga pasar saham biasa. Perusahaan harus
30
memaksimumkan rasa kesejahteraan dengan mendeklarasikan dividen
yang cukup untuk memenuhi harapan investor dan pemegang saham.
(Sarwoko, 1995 : 206) kebijakan dividen yang optimal adalah
kebijakan yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini
dan pertumbuhan dimasa mendatang sehingga memaksimumkan harga
saham (Brigham, 1994 : 198).
2.) Jenis-jenis dividen
Jenis-jenis dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para
pemegang saham adalah :
a. Cash dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk tunai atau kas.
b. Property dividend, dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk aktiva selain kas, misalnya mesin, inventory, dll.
c. Script dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
dua kali pembayaran atau lebih karena perusahaan dalam kesulitan
likuiditas.
d. Liquidating dividend, yaitu dividen dibagikan dengan tidak
berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan tetapi merupakan
pengurangan modal perusahan.
Stock dividend, yaitu dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam
bentuk sham. Hal ini dimaksudkan untuk mengkapitalisasi pendapatan
perusahaan sehingga tidak ada aset yang diberikan.
3.) Jenis kebijakan dividen
31
a. kebijakan dividen yang stabil
jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif
tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar
saham pertahunnya berfluktuasi.
b. kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus
jumlah ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar
saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik
perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal
tersebut.
c. kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang
konstan.
Kebijakan ini membayarkan dividen berdasarkan persentase tertentu
dari laba. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang
dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap tahunnya.
d. kebijakan dividen fleksibel.
Pembayaran besarnya dividen setiap tahunnya disesuaikan dengan
posisi financial dan kebijakan financial perusahan tersebut.
3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan
32
pada neraca akhir tahun yang dilakukan dengan len (ln) dari total
aktiva.
Ukuran perusahaan menunjukan aktifitas perusahaan yang dimiliki
perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan berarti semakin besar
aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk memperoleh hutang
sehingga leverage akan meningkat.
Sebuah perusahaan yang besar dan mampu mempertahankan
keberadaannya dengan baik akan memiliki akses yang mudah pada
pasar modal bila dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Karena
aksebilitas yang mudah terhadap pasar modal berarti memiliki
fleksibilitas yang besar dan kemampuan untuk mengumpulkan dana
dalam waktu singkat, dengan demikian perusahaan besar biasanya
mampu membayarkan rasio dividen yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan kecil.
F. Peneliti Sebelumnya
Peneliti sebelumnya telah dilakukan oleh Sujoko dan Ugy Soebiantoro
(2007) yang menguji tentang pengaruh struktur kepemilikan, leverage, faktor
ekstern dan faktor intern terhadap nilai perusahaan di Bursa Efek Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah ada
pengaruh struktur kepemilikan, faktor ekstern, dan faktor intern berpengaruh
signifikan terhadap leverage, dan untuk mengetahui serta menganalisis
apakah ada strukrur kepemilikan, faktor ekstern,faktor intern dan leverage 33
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahan. Populasi dalam studi ini
adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Sebanyak 134
perusahaan diambil sebagai sampel dengan menggunakan purposive
sampling. Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling. Hasil
studi ini menunjukan bahwa struktur kepemilikan, faktor ekstern dan faktor
intern berpengaruh signifikan terhadap leverage. Struktur kepemilikan, faktor
ekstern, faktor intern dan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Studi ini menguji teori keagenan Jensen dan Meckling (1971).
Pecking Order Theory Myers (1984), Trade Off Model dan Signaling Theory,
Bhattacarya (1979).
Peneliti lainnya dilakukan oleh Siti Khodijah (2006) analisa faktor-
faktor determinan struktur modal dan price earning ratio serta pengujian
terhadap harga saham studi empiris perusahaan Jakarta Islamic Index dengan
pendekatan Path Analysis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi struktur modal baik secara langsung dan
tidak tidak langsung dalam hal struktur aktiva, operating leverage (DOL),
total leverage (DCC), profitabilitas (ROI), penjualan (sales) dan tingkat
pertumbuhan (grow rates), untuk menganalisa dari variabel-variabel tersebut.
Variabel apa saja yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
struktur modal perusahaan,untuk memperoleh bukti empiris tentang faktor-
faktor apa saja yang memperngaruhi price earning ratio (PER) , seperti total
leverage (DCL), profitabilitas (ROI), penjualan (sales), dan tingkat
34
pertumbuhan (grow rates), baik secara langsung dan tidak langsung, untuk
menganalisa dari keempat variabel tersebut, variabel apa saja yang
mempunyai pengaruh paling dominan terhadap price earning ratio (PER) dan
untuk memperoleh bukti empiris tentang faktor apa saja dari kedua faktor,
yakni struktur modal dan price earning ratio (PER) yang mempengaruhi harga
saham, serta mencari faktor apa yang dimiliki pengaruh paling dominan.
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis Path Analysis.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahan-perusahaan yang terdaftar
dalam JII di BEJ dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil
studi ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal
adalah struktur aktiva dan profitabilitas yang mempunyai pengaruh paling
dominan terhadap struktur modal ialah profitabilitasnya, total pengaruh dari
total leverage dan penjualan maka total leverage mempunyai pengaruh yang
paling dominan terhadap PER dan hasil penelitian selanjutnya yakni antara
pengaruh struktur modal dan PER terhadap harga saham hasil menunjukan
bahwa kedua variabel tersebut mempunyai pengaruh.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Cyrillius Martono (2002). Analisa
pengaruh profitabilitas industri, rasio leverage keuangan tertimbang dan
itensitas modal tertimbang serta pangsa pasar terhadap ROA dan ROE
perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia. Studi ini meneliti empat
proksi rasio-rasio persaingan yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan.
Proksi tersebut meliputi profitabilitas industry, rasio leverage keuangan
tertimbang dan pangsa pasar. Penelitian ini menggunakan data laporan
35
keuangan perusahaan manufaktur yang go public di Indonesia sejak 1994-
1997 dengan total sampel per tahun sebanyak 41 perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda dengan menggunakan pooling data. Uji t dan uji F digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian. Hasil penelitian menunjukan bahwa : pertama,
tiga variabel, yaitu ROA industri, intensitas modal tertimbang, dan leverage
keuangan tertimbang terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROA
perusahaan. Kedua, tiga variabel, yaitu ROE industri, leverage keuangan
tertimbang, dan pangsa pasar terbukti berpengaruh signifikan terhadap ROE.
Ketiga, berdasarkan nilai R2, hasil analisis regresi ROE. Keempat,
profitabilitas industri, terbukti superior dalam menjelaskan ROA, sedangkan
variabel yang superior dalam menjelaskan ROE adalah rasio leverage
keuangan tertimbang.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Ardi Murdoko Sudarmadji dan Lana
Sularto (2007). Pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan tipe
kepemilikan perusahaan terhadap luas voluntary disclosure aporan keuangan
tahunan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah variabel ukuran
perusahaan, profitabilitas dan tipe kepemilikan perusahaan berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure laporan tahuanan. Jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari 8 perusahaan yang bergerak
dalam manufaktur. Pengolahan dan analisis data menggunakan regeresi linier
berganda dengan bantuan program SPSS. Pengujian data digunakan untuk
regresi linier berganda yaitu uji asumsi klasik. Hasil penelitian ini didapat
36
bahwa variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan tipe kepemilikan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure laporan
tahunan.
Peneliti lainnya dilakukan oleh Etty M. Nasser dan Fielyandi F.
(2006) meneliti tentang pengaruh kepemilikan institusional, ukuran
perusahaan, profitabilitas, dan hutang sebagai variabel intervening terhadap
nilai perusahaan. Pengujian hipotesis menggunakan path analysis (structural
equation model) dengan bantuan software Amos 4.0. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji apakah ada pengaruh ukuran perusahaan dan kepemilikan
institusional terhadap kebijakan hutang dan menguji apakah ada pengaruh
ukuran perusahaan, kepemilikan institusional, profitabilitas dan kebijakan
hutang terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini didapat bahwa variabel
ukuran perusahaan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kebijakan hutang. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif
signifikan terhadap kebijakan hutang. Hasil analisa pengaruh ukuran
perusahaan terhadap nilai perusahaan ditemukan bahwa size mempunyai
pengaruh yang positif signifikan terhadap nilai perusahaan, variabel
profitabilitas juga memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan.
37
G. Kerangka pemikiran
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan
pemilik terhadap manjemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam memperoleh pinjaman sebab jumlah utang yang semakin
meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress
akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga
mengurangi kemakmuran pemilik.
Suku bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga
yang tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi dehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi
minat perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan
menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukan peluang pasar yang
bagus sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman
sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat akan
meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan
untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Pembayaran
dividen yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan sehingga sumber
38
dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik melakukan
peminjaman dan leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan menunjukan
aktifitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk
memperoleh hutang sehingga leverage akan meningkat. Kepemilikan
institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada
manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya,
selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan manajerial akan
mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena
mereka juga memiliki perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan
meningkatkan nilai perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi
minat investor untuk menginvestasikan dananya kepasar modal sehingga
aktifitas perdagangan akan menurun dan nilai perusahaan akan menurun.
Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja perusahaan membaik sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahan akan meningkat.
Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan prospek perusahaan yang baik
sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan
meningkat. Singnally theory, Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa
profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk
membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan
39
yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Investor
akan merespon positif sehingga perusahaan akan meningkat. Leverage yang
semakin tinggi menimbulkan financial distress sehingga nilai perusahaan
akan menurun. Balancing theory (1976), Stigliz (1976) menyatakan bahwa
ada keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan dalam kaitannya dengan
utang.
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang
disesuaikan dengan konsep jalur, maka secara sistematis dapat dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Keterangan :
X1.1 : Kepemilikan Manajerial
40
X1.2 : Kepemilikan Institusional
X2.1 : Tingkat Suku Bunga
X2.2 : Keadaaan Pasar Modal
X2.3 : Pertumbuhan Pasar
X3.1 : Profitabilitas
X3.2 : Pembayaran Dividen
X3.3 : Ukuran Perusahaan
Y1.1 : DER (Debt to Equity Ratio)
Y1.2 : DAR (Debt to asset Ratio)
Y2.1 : PER (Price Earning Ratio)
Y2.2 : PBV (Price Book Value)
β : (beta) koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen ke
variabel endogen
γ : (gama) koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen
ke variabel endogen
ε : (error) error term yang berkaitan dengan latent variabel endogen
Bentuk persamaan struktural sebagai berikut :
Y1 : γ1 X1 + γ3X2+ γ5 X3+ε1
Y2 : γ2 X1 + γ4X2+ γ6 X3+ε2
Y2 : βY1+ε2
Pada persamaan struktural pertama, X1 (Struktur Kepemilikan Saham), X2
( Faktor Ekstern) dan X3 ( Faktor Intern) merupakan variabel eksogen, Y1
41
(Struktur Modal) sebagai variabel endogen, ε1 merupakan residual variabel yang
berkaitan dengan variabel endogen, dan γ1,γ3,dan γ5 koefisien jalur yang
menjelaskan pengaruh dari variabel eksogen ke variabel endogen. Pada persamaan
struktural kedua X1 (Struktur Kepemilikan Saham), X2 ( Faktor Ekstern) dan X3
( Faktor Intern) merupakan variabel eksogen, Y2 ( Nilai Perusahaan) sebagai
variabel endogen, ε2 merupakan residual variabel yang berkaitan dengan variabel
endogen, dan γ2,γ4,dan γ6 koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel
eksogen ke variable endogen. Pada persamaan struktural ketiga Y1 (Struktur
Modal) dan Y2 (Nilai Perusahaan) sebagai variabel endogen, β (beta) yaitu
koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel endogen (Y2)( Nilai
Perusahaan) ke variabel endogen lainnya (Y1)(Nilai Perusahaan. Sedangkan ε2
merupakan residual variabel yang berkaitan dengan variabel endogen.
Awal penelitian ini dilakukan dengan mengamati perusahaan-perusahaan
yang tergabung dalam Bursa Efek Indonesia dan menyeleksi perusahan-
perusahaan yang secara terus menerus membagikan dividen masuk didalamnya
selama empat periode yaitu tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Selanjutnya
dari perusahaan tersebut peneliti mengambil data laporan keuangan akhir tahun
per 31 Desember yang berupa modal saham (share capital), nilai perdagangan
saham (value trade), total sales industry, ROA, DPR, total asset, DER, DAR,
PER dan PBV. Data tersebut akan diolah untuk mendapatkan variabel-variabel
yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini melibatkan variabel latent
dan beberapa indikator sebagai variabel manifest. variabel latent yaitu variabel
yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator 42
sebagai proksi dan variabel manifest adalah variabel yang secara langsung daoat
diukur.
Variabel latent terdiri dari variabel endogen dan variabel eksogen.
Variabel endogen dalam penelitian ini diantaranya adalah Struktur Modal
(Leverage) (Y1), dan Nilai Perusahaan (Y2), dan variabel eksogennya diantaranya
Struktur Kepemilikan Saham (X1), Faktor Ekstern (X2), Faktor Intern (X2).
Setelah variabel manifest/indikator tersebut diperoleh maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan metode structural equation modeling (SEM),
metode ini dibantu dengan menggunakan program Lisrel (Linear Structural
Relationships) 8.54.
H. Rumusan Hipotesis
Secara teoritis, pembiayaan perusahaan dihadapkan oleh berbagai
macam pertimbangan. Salah satu teori yang mendasari keputusan pendanaan
perusahaan adalah pecking order theory, Myers (1984) yang mengemukakan
adanya kecenderungan perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber
pendanaan atas dasar hirarki risiko (pecking order theory). Pecking Order
Theory adalah salah satu teori yang mendasarakan pada asimetri informasi.
Asimetri informasi akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dengan
cara membatasi akses pada sumber pendanaan dari luar. Myers dan Majluf
(1984) menunjukan bahwa dengan adanya asimetri informasi investor
biasanya akan menginterpretasikan sebagai berita buruk apabila perusahaan
mendanai investasinya dengan menerbitkan equitas. Dengan demikian,
43
perusahaan akan lebih memilih mendanai investasinya berdasarkan urutan
resiko. Bayless dan Diltz (1994) mengemukakan bahwa pecking order
theory cenderung akan memilih internal fund, riskless debt, risky debt dan
equity. Myers dan Majluf (1984), dan Myers (1984) mengacu terhadap
masalah ini sebagai hipotesis pecking order yang menyatakan bahwa
perusahaan cenderung menggunakan internal equity terlebih dahulu, dan
apabila memerlukan external finance, maka perusahaan akan mengeluarkan
debt sebelum menggunakan external equity.
Struktur kepemilikan secara teoritis mempunyai hubungan dengan
leverage. Semakin terkonsentrasi kepemilikan saham maka pengawasan
pemilik terhadap manjemen akan semakin efektif. Manajemen akan semakin
berhati-hati dalam memperoleh pinjaman sebab jumlah utang yang semakin
meningkat akan menimbulkan financial distress. Terjadinya financial distress
akan mengakibatkan nilai perusahaan akan mengalami penurunan sehingga
mengurangi kemakmuran pemilik.
Suku bunga merupakan biaya modal bagi perusahaan suku bunga
yang tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi dehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage
akan menurun. Keadaan pasar modal semakin bergairah akan mengurangi
minat perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih
tertarik melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan
menurun. Pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukan peluang pasar yang
bagus sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan peminjaman
44
sehingga leverage akan meningkat. Profitabilitas yang meningkat akan
meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan
untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Pembayaran
dividen yang meningkat akan mengurangi laba yang ditahan sehingga sumber
dana intern akan menurun dan perusahaan akan tertarik melakukan
peminjaman dan leverage akan meningkat. Ukuran perusahaan menunjukan
aktifitas perusahaan yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran
perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untruk
memperoleh hutang sehingga leverage akan meningkat. Kepemilikan
institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada
manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya,
selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan manajerial akan
mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena
mereka juga memiliki perusahaan. Kinerja perusahaan yang meningkat akan
meningkatkan nilai perusahaan. Suku bunga yang tinggi akan mengurangi
minat investor untuk menginvestasikan dananya kepasar modal sehingga
aktifitas perdagangan akan menurun dan nilai perusahaan akan menurun.
Pertunbuhan pasar menunjukan kinerja perusahaan membaik sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahan akan meningkat.
Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan prospek perusahaan yang baik
sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan
meningkat. Singnally theory, Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa
profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus
45
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk
membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan
yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga
investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Investor
akan merespon positif sehingga perusahaan akan meningkat. Leverage yang
semakin tinggi menimbulkan financial distress sehingga nilai perusahaan
akan menurun. Balancing theory (1976), Stigliz (1976) menyatakan bahwa
ada keseimbangan antara manfaat dan pengorbanan dalam kaitannya dengan
utang.
Hipotesis penelitian
H1= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap leverage
H2= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H3= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H4= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
H5= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H6= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H7= Leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan go public
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2003 sampai dengan
tahun 2006. Ditetapkan penelitian dimulai tahun 2003 karena pada tahun
2003 keadaan perekonomian mulai pulih kembali setelah terjadi krisis.
Ditetapkan BEI sebagai tempat penelitian karena BEI penulis anggap sebagai
tempat untuk memperoleh data yang diperlukan berupa laporan keuangan dan
harga saham yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Adapun variabel
yang diteliti adalah struktur kepemilikan saham, struktur modal (leverage),
faktor ekstern, faktor intern, dan nilai perusahaan.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Penelitian ini mengambil populasi perusahaan-perusahaan go public yang
terdaftar di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 melalui proses
screaning.
2. Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu sampel yang memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Perusahaan tercatat di BEI tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
47
b. Data laporan keuangan tersedia berturut-turut untuk laporan tahun
2003 sampai dengan tahun 2006.
c. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit
dengan menggunakan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31
Desember.
d. Perusahaan harus membagikan dividen pada tahun 2003, 2004, 2005,
dan 2006 secara terus menerus.
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, dibutuhkan data
dan informasi yang mendukung penelitian ini. Data sekunder dan informasi
yang dibutuhkan penulis diperoleh dari :
a). Penelitian Laporan
1. Laporan keuangan 31 Desember 2003, 31 Desember 2004, 31
Desember 2005, 31 Desember 2006.
2. Harga saham akhir tahun pada tahun 2003 sampai dengan
tahun 2006.
3. Rata-rata tingkat suku bunga modal kerja akhir bulan dan rata-
rata tingkat suku bunga investor akhir bulan dari Bank Umum
untuk tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
b). Metode Kepustakaan
Penelitian ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan seperti jurnal,
literature, buku, website dan lain-lain yang behubungan dengan penelitian
ini.
48
D. Metode Analisis
Rancangan penelitian yang dipilih berupa model persamaan struktural
atau structural equation modeling (SEM) dan untuk pengujian hipotesis
menggunakan path analysis. Path analysis digunakan untuk mengetahui
hubungan antara masing-masing variabel.
Identifikasi Variabel
Terdapat dua variabel yaitu :
a. Variabel Endogen
Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
eksogen dan merupakan variabel antara. Ada dua variabel endogen
dalam penelitian yaitu : Leverage (Y1) dan Nilai Perusahaan (Y2).
b. Variabel Eksogen
Variabel Eksogen adalah variabel yang diduga secara bebas
berpengaruh terhadap variabel endogen yaitu : struktur kepemilikan
saham (X1), factor ekstern (X2), dan faktor intern (X3).
c. Variabel Manifest (variabel observed /indikator)
Variabel Manifest (variabel observed /indikator) adalah variabel
yang dapat diukur secara langsung. variabel manifest dalam
penelitian ini meliputi struktur kepemilikan saham manajerial (X1.1),
struktur kepemilikan institusional (X1.2), tingkat suku bunga (X2.1),
keadaan pasar modal (X2.2), pertumbuhan pasar (X2.3), profitabilitas
49
(X3.1), pembayaran dividen (X3.2), ukuran perusahaan (X3.3), debt to
equity ratio (DER) (Y1.1), debt to asset ratio (DAR) (Y1.2), price
earning ratio (PER) (Y2.1), dan price book value (PBV) (Y2.2).
Structural Equation Modeling (SEM)
Model persamaan struktural (structural equation modeling) adalah
generasi kedua teknik analisis multivariate (Bagozzi dan Fornell 1982)
yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel
yang kompleks baik recursive maupun non recursive untuk
memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.
Selain itu menurut Bollen (1989), SEM juga dapat menguji secara
bersama-sama :
1. Model struktural. Yaitu hubungan antara variabel laten baik
variabel laten endogen maupun eksogen.
2. Model measurement. Yaitu hubungan (nilai loading) antar indikator
dengan variabel latennya.
Dengan adanya pengujian model struktural dan pengukuran
memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran
(measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Structural Equation Modeling dan melakukan analisis faktor
bersamaan dengan pengujian hipotesis. Proses Structural Equation
Modeling mencakup beberapa langkah yang harus dilakukan
antaranya adalah :
50
1 . Konseptualisasi Model
Tahap ini berhubungan dengan pengembangan hipotesis
berdasarkan teori sebagai dasar dalam menghubungkan variabel laten
dengan variabel laten lainnya, dan juga dengan indikator-indikatornya.
Teori dalam konseptualisasi model bukan hanya berasal dari para
akademisi, tetapi juga dapat berasal pengalaman dan praktek yang
diperoleh dari para praktisi. Selain itu konseptualisasi model juga
harus merefleksikan pengukuran variabel laten melalui berbagai
indikator yang dapat diukur.
2. Penyusunan Diagram Jalur
Tahap ini akan memudahkan kita dalam memvisualisasikan
hipotesis yang telah diajukan dalam konseptualisasi model. Path
diagram merupakan representasi grafis mengenai bagaimana beberapa
variabel pada suatu model berhubungan satu sama lain, yang
memberikan suatu pandangan menyeluruh mengenai struktur model
3. Spesifikasi Model
Tahap ketiga ini memungkinkan kita untuk menggambarkan sifat
dan jumlah parameter yang diestimasi
4. Identifikasi Model
Informasi yang diperoleh dari data yang diuji untuk menentukan
apakah cukup untuk mengestimasi parameter dalam model, disini kita
51
dapat memperoleh nilai yang unik untuk seluruh parameter dari data
yang telah kita peroleh.
Untuk menentukan apakah model kita mengandung atau tidak
masalah identifikasi, maka harus dipenuhi keadaan berikut :
t < s/2
dimana :
t : jumlah parameter yang diestimasi
s : jumlah varians dan kovarians antara variable manifest
(observed/manifest) : yang merupakan (p+q) (p+q+1)
p : jumlah variabel y (indikator variabel endogen)
q : jumlah variabel x (indikator variabel eksogen)
Jika t > 2, maka model tersebut adalah unidentified.
Masalah ini dapat terjadi pada SEM, dimana informasi yang
terdapat pada data empiris (varians dan kovarians variabel
manifest) tidak cukup untuk menghasilkan solusi yang unik untuk
memperoleh parameter model. Masalah unidentifest tersebut dapat
diatasi dengan mengkonstraint model dengan cara menambah
indikator (variabel manifest) ke dalam model, menentukan (fix)
parameter tambahan menjadi 0 dan mengasumsikan bahwa
parameter yang satu dengan parameter yang lain sama.
Jika t = s/2, maka model disebut just-identified, sehingga solusi
yang unik, tunggal, dapat diestimasi untuk megestimasi parameter.
52
Model yang just-identified, seluruh informasi yang tersedia telah
digunakan untuk mengestimasi parameter, sehinggga tidak ada
informasi yang tersisa untuk menguji model ( derajat kepercayaan
adalah 0).
Jika t < s/2, maka model tersebut adalah over-identified.
Dalam hal ini lebih dari satu estimasi masing-masing dapat
diperoleh (karena jumlah persamaan yang tersedia melebihi jumlah
parameter yang diestimasi).
5. Estimasi Parameter
Tahap ini, kita melakukan pengujian signifikansi yaitu menentukan
apakah parameter yang dihasilkan secara signifikan berbeda dari nol.
Estimasi parameter dalam LISREL mempunyai tiga informasi yang
berguna yaitu koefisien regresi standar error dan nilai t. Standar error
yang digunakan untuk mengukur ketepatan dari setiap estimasi
parameter. Untuk mengetahui signifikan tidaknya hubungan antara
variabel laten maupun antara variabel laten dengan indikatornya, maka
nilai t harus lebih besar dari nilai t-tabel pada level tertentu yang
tergantung dari ukuran sampel dan level signifikan tersebut.
6. Penilaian Model Fit
Uji Keseluruhan
Salah satu tujuan dari Structural Equation Modeling adalah
menentukan apakah model plausible (masuk akal) atau fit. Suatu model
penelitian dikatakan baik, apaabila memiliki model fit yang baik pula.
53
Tingkat kesesuaian model secara keseluruhan terdiri dari:
Absolute Fit Measures
Absolut fit Measures digunakan untuk memiliki kesesuaian model
secara keseluruhan (baik model pengukuran maupun model
struktural), tanpa menyesuaikan kepada degree of freedom-nya.
Indikator-indikator dalam absolut fit Measures adalah sebagai berikut:
a. Chi-Square dan Probabilitas
Chi-square merupakan ukuran mengenai buruknya fit suatu
model. Nilai Chi-square sebesar nol menunjukkan bahwa model
memiliki fit yang sempurna (perfect fit). Nilai chi-square yang
signifikan (kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa data empiris
yang diperoleh memiliki perbedaan dengan teori yang telah
dibangun berdasarkan struktural equation modeling. Sedangkan
probabilitas adalah untuk memperoleh penyimpangan (deviasi)
besar yang ditunjukkan oleh chi-square. Nilai probabilitas yang
tidak signifikan (p≥0) adalah yang diharapkan, yang menunjukkan
bahwa data empiris sesuai dengan model.
Nilai probabilitas chi-square memiliki permasalahan yang
fundamental dalam validitasnya. Menurut Cochran (1952) dalam
Imam Ghozali (2005) probabilitas ini sangat sensitif dimana
ketidaksesuaian antara data dengan teori (model) sangat
dipengaruhi oleh besarnya ukuran sampel. Jika ukuran sampel
54
kecil, maka chi-square ini akan menunjukkan data secara signifikan
tidak berbeda dengan model dan teori-teori yang mendasarinya.
Sedangkan jika ukuran sampel adalah besar, maka uji chi-square
akan menunjukkan bahwa data secara signifikan berbeda dengan
teori, meskipun perbedaan tersebut adalah sangat kecil
b. Goodness of Fit Indices (GFI)
Goodness of Fit Indices (GFI) merupakan suatu ukuran
mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks
kovarians. Nilai GFI ini harus berkisar antara 0 dan 1. Menurut
Diamantopaulus dan Siguaw (2000) dalam Imam Ghozali (2005),
nilai GFI yang lebih besar dari 0,9 menunjukkan fit suatu model
yang baik.
c. Adjusted Goodness of Fit Index
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) adalah sama dengan
GFI, tetapi telah menyesuaikan pengaruh degress of freedom pada
suatu model. Model yang fit adalah yang memiliki nilai AGFI 0.9
(Diamantopaulus dan Sigauw (2000) dalam Imam Ghozali (2005),.
Ukuran yang hampir sama dengan GFI dan AGFI adalah
Parsimony goodness of fit indexs (PGFI) yang diperkenalkan oleh
Mulaik et.al (1989), yang juga telah menyesuaikan adanya dampak
dari degree of freedom dan kompleksitas model. Model yang baik
apabila memiliki nilai PGFI jauh lebih besar daripada 0.6 (Byrne,
1998 dalam Imam Ghozali, 2005).
55
d. Root Mean Square Errors of Approximation (RMSEA)
Ukuran model fit telah lama diperkenalkan oleh Steiger dan
Lind pada tahun 1980. Nilai RMSEA yang kurang daripada 0.05
mengindikasikan adanya model fit, dan nilai RMSEA yang berkisar
antara 0.08 menyatakan bahwa model memiliki perkiraan
permasalahan yang reasonable (Byrne, 1998 dalam Imam Ghozali,
2005). Sedangkan menurut Maccallum et.al (1996) dalam Imam
Ghozali (2005) menyatakan bahwa model memiliki nilai yang
cukup fit jika RMSEA berkisar 0.08 sampai dengan 0.1 dan jika
RMSEA lebih besar dari 0.1 mengindikasikan model memiliki nilai
fit yang jelek.
P-value for test of Close juga merupakan indikator yang
menilai fit aatau tidaknya suatu model yang dapat dilihat dari
kedekatannya terhadap model fit. Joreskog (1996) dalam Imam
Ghozali (2005) menganjurkan bahwa P-value for test of Close
(RMSEA < 0.05) haruslah lebih besar daripada 0.5 sehingga
mengindikasikan bahwa model adalah fit.
e. Normed Chi-Square (X2 /df)
Normed Chi-Square (X2 /df) merupakan indikator goodness of
fit adalah rasio perbandingan antara nilai chi-square dengan
degrees of freedom. Menurut Wheaton (1977) dalam Imam Ghozali
56
(2005) cut-off model fit sebesar 5 dan sedikit lebih tinggi daripada
yang dianjurkan oleh Carmines dan Melver (1981) dalam Imam
Ghozali (2005) yaitu sebesar 2).
Comparative Fit Measures
Comparative fit Measures berkaitan dengan pertanyaan
seberapa baikkah kesesuaian model yang dibuat dibandingkan
dengan beberapa model alternatif. Indikator-indikator dari
comparative fit Measures dianataranya adalah:
a. Normed Fit Index (NFI)
Normed Fit Index (NFI) yang ditemukan oleh Bentler dan Bonetts
(1980), merupakan salah satu alternatif untuk menentukan model
fit. Namun, karena NFI memiliki tendensi untuk merendahkan fit
dalam sampel yang kecil, sehingga merevisi index ini dengan nama
Comparative Fit Index (CFI). Nilai NFI dan CFI berkisar antara 0
dan 1. Tetapi suatu model dikatakan fit apabila memiliki nilai NFI
dan CFI lebih besar dari 0.9 (Bentler,1992).
b. Non-Normed Fit Index (NNFI)
Non-Normed Fit Index (NNFI) digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Menurut
Kelloway (1998) dalam Didi Achjari (2003) dalam Malla Bahagia
(2008) menyatakan bahwa model dikatakan fit jika nilai NNFI
0.90.
c. Relative Fit Index (RFI)
57
Relative Fit Index (RFI) digunakan untuk mengukur fit dimana
nilainya 0 sampai 1, nilai yang lebih besar menunjukkan adanya
superior fit. Menurut Kelloway (1998) menyatakan bahwa model
dikatakan fit jika nilai NNFI 0.90.
d. Comparative Fit Index (CFI)
Comparative Fit Index (CFI) suatu model dikatakan fit apabila
memiliki Comparative Fit Index (CFI) lebih besar dari 0.90.
(Bentler, 1992 dalam Imam Ghozali,205).
Parsimonius Fit Measures
a. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI)
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) yang diperkenalkan
oleh Mulaik et.al. (1998) dalam Imam Ghozali (2005). PGFI telah
menyesuaikan adanya dampak dari degree of freedom dan
kompleksitas model. Model yang baik apabila memiliki nilai
PGFI jauh lebih besar daripada 0.6. (Byrne,1998 dalam Imam
Ghozali, 2005). Lain halnya menurut Kelloway (1998) nilai PGFI
berkisar antara 0-1, dimana lebih besar nilai tersebut lebih baik.
b. Parsimony Normed Fit Index (PNFI)
Menurut Kelloway (1998) nilai PNFI berkisar antara 0-1, dimana
lebih besar nilai tersebut lebih baik.
58
Tabel 3.1 Standar Penilaian Kesesuaian (Fit )
Laporan StatistikNilai Yang Direkomendasikan
Holmes- Smith (2002) Kelloway (1998)Absolut Fit
χ² p > 0.05 Tidak Signifikan Normed Chi-Square (χ²⁄df) 1<χ²⁄df<2 2<χ²⁄df<5
Nilai 2-3 →reasonable good fit < 2 → over fitting
Nilai < 1 →overfit RMR < 0.05 < 0.05RMSEA < 0.05 < 0.10 → good fit 0.05-0.08→reasonable fit <0.05 → very good fit < 0.01 →outstanding fitGFI > 0.95 >0.90→ good fit > 0.90 →reasonable fit AGFI >0.95 >0.90→ good fit >0.90 →reasonable fit
Comparative Fit NFI - 0.9 → good fitNNFI >0.95 0.9 → good fit >0.90 →reasonable fit >1 → lack of parsimony CFI >0.95 0.9 → good fit >0.90 →reasonable fit RFI - 0.9 → good fit
Parsimonious Fit PNFI - 0-1 (lebih besar lebih baik)PGFI - 0-1 (lebih besar lebih baik)AIC Nilai sekecil mungkin 0-1 (lebih besar lebih baik)CAIC Nilai sekecil mungkin 0-1 (lebih besar lebih baik)
Uji Individual Measurement Model
Bila Kecocokan model secara keseluruhan telah terpenuhi,
selanjutnya adalah memperhatikan kecocokan measurement model
untuk setiap model. Bila model telah memenuhi criteria yang
ditetapkan pada uji keseluruhan, maka langkah selanjutnya menguji
setiap construct secara terpisah , dengan Uji signifiakansi setiap 59
indikator dengan uji – t, variabel indikator diaktakan signifikan
apabila nilai t yang diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α =
5%, dan 2.58 untuk taraf α = 1% .
Uji Individual Struktural Model
Langkah selanjutnya adalah menguji structural model. Pada
pengujian ini terdapat dual hal yang harus dilakukan , yaitu :
a. Uji koefisien gamma dan beta
Seperti halnya uji signifikansi untuk indikator, parameter Gamma
atau Beta dikatakan diaktakan signifikan apabila nilai t yang
diperoleh minimal sebesar 1.96 untuk taraf α = 5%, dan 2.58 untuk
taraf α = 1% .
b. Uji keseluruhan structural model
Untuk menilai kebaikan dari keseluruhan structural model,
perhatikanlah nilai Squared Multiple Correlation (R²). Semakin
besar nilai tersebut semakin baik model yang dihasilkan.
7. Modifikai Model
Modifikasi model dilakukan jika hasil yang diperoleh tidak fit.
Model yang tidak fit dapat dilihat dari beberapa indikator goodness of fit
yang tidak menunjukan batas dan syarat tertentu misalkan nilai p yang
lebih kecil dari 0.05 sehingga menunjukkan model tidak fit padahal
model dikatakan fit apabila memiliki p yang tidak signifikan (lebih besar
dari 0.05). dalam Lisrel, terdapat modification index yang merupakan
salah satu alternatif terbaik untuk memodifikasi model. Namun harus
60
diperhatikan juga bahwa segala modifikasi (walaupun sangat sedikit),
harus berdasarkan teori yang mendukung.
Beberapa modifikasi model dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengkorelasikan antara dua indikator.
2. Menambah hubungan (path) antara indikator dan variabel laten.
3. Merubah indikator dari suatu variabel.
Setelah melakukan modifikasi tersebut, maka yang seharusnya kita
lakukan adalah mempertimbangkan dan mencari justifikasi teori yang
kuat terhadap dilakukannya modifikasi tersebut.
8. Validasi Silang Model
Validasi silang model merupakan tahap terakhir dari analisis SEM
yaitu menguji fit tidaknya model terhadap suatu data baru (validasi sub-
sampel yang diperoleh melalui pemecahan sampel). Validasi silang ini
penting apabila terdapat modifikasi yang substansial yang dilakukan
terhadap model asli yang dilakukan pada tahap sebelumnya.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis pada SEM dimulai dengan penyusunan hipotesa
berdasarkan kajian pustaka dan hasil penelitian terdahulu, sehingga dapat
ditarik inferensi terhadap masalah penelitian dalam bentuk hipotesis alternatif
sebgai jawaban sementara penelitian sebagai berikut :
H1= Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap leverage
61
H2= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H3= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap leverage
H4=Struktur kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan
H5= Faktor ekstern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H6= Faktor intern berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
H7= Leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Uji Signifikan
Uji signifikan dapat dilakukan dengan cara melihat jalur-jalur pada model
pengukuran dan model struktural yamg signifikan. Pada model pengukuran,
jalur–jalur (pengaruh) yang dapat dilihat adalah pengaruh yang
menghubungkan antara variabel laten dan indikatornya, apakah mempunyai
tingkat signifikan terhadap variabel latennya atau tidak. Uji signifikan pada
model pengukuran bertujuan untuk menentukan kemampuan suatu indikator
dalam mengukur variabel latennya. Pada model struktural pengaruh dapat
dilihat dari pengaruh yang menghubungkan antara variabel eksogen dengan
variabel endogen dan antara variabel endogen dengan variabel endogen.
Untuk mengetahui jalur-jalur hubungan dapat dilihat uji koefisien secara
parsial. Uji secara parsial terhadap koefisien path pada setiap jalur model
pengukuran maupun struktural dapat ditunjukkan dari t-value (nilai t) sebagai
berikut :
Jika t-hitung > t-tabel, maka terdapat koefisien jalur yang signifikan.
62
Jika t-hitung < t-tabel, maka tidak terdapat koefisien jalur yang tidak
signifikan.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Endogen
a. Leverage ( Struktur Modal )
Indikator-indikator yang mempengaruhi leverage diantaranya
adalah :
1. DER (Debt to Equity Ratio)
DER yaitu rasio yang mencerminkan besarnya modal sendiri dijadikan
jaminan utang, yang diukur dengan formulasi sebagai berikut :
Hutang Jangka Panjang DER = ---------------------------------------
Modal Sendiri
2. DAR (Debt to Asset Ratio)
DAR yaitu perbandingan antara utang jangka panjang dengan total
aktiva.
Hutang Jangka Panjang DAR = ---------------------------------------
Total Aktiva
b. Nilai Perusahaan
Indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan
diantaranya adalah :
1. PER (Price Earning Ratio)
63
PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara
harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para
pemegang saham. ( sutrisno,2000 dalam Mohammad Usman,2001
dalam Malla Bahagia,2008).
Rumus yang digunakan adalah :
Harga Pasar SahamPER= -------------------------------
Laba per Lembar Saham
2. PBV(Price Book Value) Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar
keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai
sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92).
Harga Pasar per Lembar SahamPBV = ---------------------------------------
Nilai Buku per Lembar Saham
2. Variabel Eksogen
a. Struktur kepemilikan saham
Struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional
dan manjemen dalam kepemilikan saham perusahaan.
1) Kepemilikan Istitusional
Kepemilikan Institusional merupakan proporsi kepemilikan
saham oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan
institusi pemegang saham publik yang diukur dengan prosentase jumlah
64
saham yang dimiliki oleh investor institusi intern. Pengukuran ini
mengacu dari penelitian Sudarma (2003) dalam Sujoko (2007).
Inst Shrs itInstitusional (X ) = ---------------------------
Total Shrs itKeterangan :
Inst Shrs it=Saham yang dimiliki oleh institusi pada perusahaan i
periode t.
Total Shrs it= Jumlah total saham beredar perusahaan I periode t
2) Kepemilikan Manjerial
Kepemilikan Manajerial merupakan kepemilikan terbesar oleh
manjemen perusahaan yang diukur dengan prosentase jumlah saham yang
dimiliki manajemen. Pengukuran ini mengaju dari Sudarma (2003) dalam
Sujoko (2007).
D + C Shrs itManagerial Ownership (X ) = -------------------------
Total Shrs it
Keterangan :D & C Shrs it = Saham yang dimiliki perusahaan I pada periode tTotal Shrs it = Jumlah total saham beredar perusahaan I pada periode t
b. Faktor Ekstern
65
Faktor Ekstern merupakan pengelompokan dari variabel-variabel yang
tidak dapat dikendalikan perusahaan. Variabel yang termasuk faktor
ekstern adalah:
1) Tingkat Suku Bunga
Pengertian operasional variabel tingkat suku bunga adalah tingkat
bunga kredit investasi dan tingkat bunga kredit modal kerja Bank Umum
rata-rata pertahun yang dibebankan kepada perusahaan atas penggunaan
modal kerja dalam bentuk utang jangka pendek dan dana investasi dalam
bentuk hutang jangka panjang pada akhir tahun.
2) Keadaan Pasar Modal
Keadaan pasar modal merupakan besarnya nilai transaksi
perdagangan di BEI pada akhir tahun sebagai cermin perkembangan BEI.
Variabel pasar modal diukur dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham
di BEI pada akhir tahun.
3) Pertumbuhan Pasar
Pertumbuhan pasar adalah persepsi peluang bisnis yang tersedia
dipasar yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar ini diukur
dari nilai rasio selisih volume penjualan pada tahun t dengan volume
penjualan pada tahun t-1 dibagi dengan volume penjualan industri pada
tahun t-1.
vol penj pada th t – volpenj pada th t-1 Pertum pasar = ---------------------------------------
volume penjualan pada tahun t-1
c. Faktor Intern
66
Faktor intern merupakan variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh
perusahaan. Variabel-variabel yang termasuk variabel faktor intern adalah :
1) Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
profit atau laba selama satu tahun yang dinyatakan dengan rasio laba operasi
dengan penjualan dari data laporan labarugi akhir tahun.
2) Pembayaran Dividen
Pembayaran dividen merupakan besarnya laba yang dibagikan
kepada pemegang saham pada akhir tahun yang juga akan mencerminkan
besarnya laba yang akan ditanamkan pada laba ditahan akhir tahun. Variabel
ini dinyatakan dengan rasio dividen perlembar saham dengan laba
perlembar saham akhir rahun.
Dividen per lembar saham DPR = -------------------------------------------
Laba per lembar saham
3) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada
neraca akhir tahun yang dilakukan dengan len (ln) dari total aktiva.
SIZE = Ln Total Assets it
Keterangan :
Total Assets it = Total assets yang dimiliki perusahaan i
periode t
BAB IV
67
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
A.1 Pasar Modal
Pasar modal adalah pasar yang memperjualbelikan instrument keuangan
jangka panjang baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang
dibentuk oleh pemerintah, public authorities maupun perusahaan swasta,artinya
pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan
perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrument
keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham dan lainnya.
Selain itu pasar modal memiliki peran dan manfaat diantaranya :
1. Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.
Artinya investor dapat melakukan investasi pada perusahaan melalui
pembelian efek-efek baru yang ditawarkan/diperdagangkan pasar modal, dan
sebaliknya perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan
menawarkan instrument keuangan melalui pasar modal tersebut.
2. Pasar modal sebagai alternative investasi.
Yaitu pasar modal memudahkan alternatif investasi untuk memperoleh
keuntungan dengan risiko tertentu.
3. Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan
berprospek baik.
68
Hal ini dikarenakan penyebaran kepemilikan secara luas (tidak hanya
dimiliki oleh sejumlah orang tertentu saja) akan mendorong perkembambangan
perusahaan menjadi transparan.
4. Pelaksanaan manejemen perusahaan secara profesional dan transfaran
5. Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
Dengan keberadaan pasar modal perusahaan akan lebih mudah
memperoleh dana sehingga akan mendorong perekonomian nasional menjadi
lebih maju, terciptanya kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan pendapatan
pajak bagi pemerintah.
A.2 Organisasi Yang Terkait di Pasar Modal.
1. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
BAPEPAM melakukan kewenangan untuk melakukan pembinaan,
pengaturan, pengawasan pasar modal, di Indonesia dan keberadaan BAPEPAM
dibawah Menteri Keuangan sekaligus bertanggung jawab kepadanya
2.Perusahaan (Emiten).
Memperoleh dana di pasar modal dengan melaksanakan penawaran umum
atau investasi langsung.
3.Self Regulatory Organization (SRO).
SRO adalah organisasi yang mewakili kewenangan untuk membuat peraturan
yang berhubungan dengan aktivitas usahanya. SRO terdiri dari :
69
Burasa Efek.
Adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan
sarana mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
dengan tujuan memperdagangkan efek antara mereka.
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP).
Adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminana
trqansaksi bursa agar terlaksana secara teratur, wajar, dan efisien. Setiap
trnasaksi akan melewati lembaga ini untuk diselesaikan transaksinya,
apakah seorang pemodal akan bertambah jumlah saham yang dimilikinya
karena menjual saham yang dimilikinya dan menerima pembayaran.
Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai LKP oleh BAPEPAM
adalah PT.KPEI (PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia).
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaiana (LPP).
Adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan custodian sentral
(penyimpanan efek) bagi Bank custodian, perusahaan efek dan lainnya.
Lembaga yang telah memperoleh izin usaha sebagai (LPP) oleh
BAPEPAM adalah PT. KSEI (PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia).
4. Perusahaan Efek.
Perusahaan efek adalah yang mempunyai aktivitas sebagai
perantara pedagang efek yaitu bahwa perusahaan efek melakukan jual beli
saham atas kepentingan pihak lain, atau dirinya sendiri, sebagai penjamin
emisi efek yaitu menjamin agar penerbitan emisi sekuritas yang dilakukan
oleh suatu perusahaan dapat terjual smua, dan sebagai manajer iivestasi
70
yaitu mengelola dana nasabah untuk diinvestasikan keberbagai sekuritas
atau gabungan dari ketiga tersebut.
5. Penasehat Investasi
Penasihat investasi yaitu pihak yang member nasihat kepada pihak
lain mengenai penjualan dan pembelian efek.
A.3 Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad
XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan
cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia,
setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor
de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/perkebunan
Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah
(propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang
diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan
Belanda lainnya (Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta, 2006, hal 4).
Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di
kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925). Perkembangan
pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF 1,4 milyar,
pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan akibat
Perang Dunia II.
Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk
memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di
71
Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan kegiatan
perdagangan efek ditutup. Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah
mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya
Pasar Modal Indonesia.
Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali.
Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan
Uang dan Efek-efeknya (PPUE). Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan
kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah dengan
Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah.
Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal.
Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar
Modal) dan PT Danareksa. Hal tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah
untuk membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977,
berdasarkan Keppres RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali.
Perkembangan pasar modal selama tahun 1977–1987, mengalami kelesuan. Pada
tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket
deregulasi ini adalah: Paket Desember 1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988
(Pakto 88), dan Paket Desember 1988 (Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini
menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan
tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
72
Pakdes 1987 .
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan
obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti
biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal
asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi. Pakdes 87 juga
menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan
bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk
memasuki bursa efek.
Pakto 88
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap
perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal,
Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini
berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya
kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor
perbankan dan sektor pasar modal.
Pakdes 88
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal
dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
73
A.4 Perkembangan Pasar Modal
Minggu keempat Februari 2006, Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa
Efek Jakarta (BEJ) cenderung menurun. Indeks ditutup pada level 1.216,140 atau
turun 27,335 poin (2,19%) dibandingkan akhir minggu sebelumnya yang
mencapai level 1.243,475. Pada perdagangan saham hari pertama, indeks
mengalami peningkatan sebesar 3,939 poin (0,32%) ke posisi 1.247,414.
Peningkatan indeks ini antara lain didorong oleh adanya aksi beli para pemodal
atas saham PT Semen Gresik. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya sentimen
positif pasar atas pernyataan dari Bank Indonesia bahwa pertumbuhan ekonomi
akan tumbuh secara cepat dalam semester pertama tahun 2006 ini, dan
pertumbuhan PDB tahun 2006 diperkirakan akan mencapai antara 5% dan 5,7%.
Pada perdagangan saham hari berikutnya indeks melemah 11,325 poin
(0,91%) ke level 1.236,089. Para pemodal cenderung melakukan aksi jual atas
saham-saham unggulan seperti saham PT. Astra Int, PT Bank BRI dan PT. Bank
Mandiri berkenaan dengan kekhawatiran akan kembali naiknya tingkat suku
bunga perbankan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari rencana pemerintah yang
akan menaikkan tariff dasar listrik yang akan berdampak pada naiknya tingkat
inflasi. Aksi jual juga terjadi pada saham PT. Indosat dan PT. Telkom berkenaan
dengan adanya laporan dari Morgan Stanley yang memberikan rekomendasi
industri telekomunikasi di Indonesia dari “attractive” menjadi “cautious” seiring
dengan semakin ketatnya persaingan di industri telekomunikasi.
Penurunan indeks terus berlanjut pada pertengahan minggu, dimana indeks
ditutup pada posisi 1.231,250 atau turun 4,839 poin (0,39%). Para pemodal
74
cenderung melakukan aksi jual atas saham-saham perbankan seiring dengan
adanya pernyataan dari US Federal Reserve yang mengindikasikan akan
melanjutkan menaikkan tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga di
Amerika Serikat akan mendorong Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga
sebagai upaya mencegah penurunan nilai tukar rupiah. Kondisi tersebut masih
berlanjut pada perdagangan saham hari Kamis, dimana indeks mengalami
penurunan sebesar 7,086 poin (0,58%) menjadi 1.224,164.
Pada akhir pekan indeks turun 8, 024 poin ke level 1.215,140 yang dipicu
oleh aksi jual saham PNG yang dinilai harga sahamnya naik terlalu cepat,
disamping adanya kekhawatiran investor terhadap laporan keuangan emiten tahun
2005 yang diprediksi belum menunjukan perbaikan, terutama emiten
perbankan. Nilai rata-rata perdagangan saham perhari di BEJ pada minggu ini Rp.
1.045,99 miliar, turun 23,64% dibandingkan minggu sebelumnya Rp. 1.369,78
miliar. Sementara itu, proporsi perdagangan lebih didominasi oleh pemodal
domestik yang mencapai 73, 60% dibandingkan dengan pemodal asing 26,40%
dari total perdagangan saham. Pemodal asing lebih banyak melakukan penjualan,
terlihat dari total posisi jual yang lebih besar daripada posisi belinya sehingga
terjadi aliran dana keluar sekitar Rp. 311.812 miliar. (Sumber:Bapepam).
75
B. Deskriptif Analisis
B.1 Deskripsi Data Sampel
Berdasarkan pengambilan sampel secara Purposive Sampling maka dapat
diperoleh sebagai berikut :
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia) dan
mengeluarkan laporan keuangan per 31 desember pada tahun 2003-2006
berjumlah 389 perusahaan.
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (Bursa Efek Indonesia)
listing sebelum tahun 2003 berjumlah 318 perusahaan.
Perusahaan yang membagikan dividen secara terus-menerus selama tahun
2003-2006 berjumlah 58 perusahaan.
Perusahaan yang tidak memiliki struktur kepemilikan baik kepemilikan
manajerial maupun kepemilikan institusional berjumlah 40 perusahaan.
Dari keterangan-keterangan tersebut, maka dapat diperoleh sampel penelitian
yaitu 24 perusahaan dengan nama perusahaan sebagai berikut :
76
Tabel 4.1Sampel Data Penelitian
No Nama Perusahaan1 AKR Corporatian Tbk.2 Asuransi Bintang Tbk.3 Asuransi International Tbk.4 Astra Graphia Tbk.5 Astra Otoparts Tbk.6 Berlian Laju Tanker Tbk.7 Bank UOB Buana Tbk.8 Ekhadarma International Tbk.9 Gudang Garam Tbk.10 Hexindo Adiperkasa Tbk.11 Indorama Sythentic Tbk.12 Indosat Tbk.13 Intel Nickel Indonesia Tbk.14 Kimia Farma Tbk.15 Lautan Luas Tbk.16 Panin Sekuritas Tbk.17 Ramayana Lestari Tbk.18 Rig Tenders Tbk.19 Selamat Sempurna Tbk.20 Sorini Corporation Tbk.21 Sepatu Bata Tbk.22 Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk.23 Tempo Scan Pasific Tbk.24 Tunas Baru Lampung Tbk.
Sumber : Bursa Efek Indonesia
B.2 Deskripsi Analisis Data
Perolehan data-data dari variabel observed/indicator yang diteliti,
diantaranya adalah :
a. Struktur Kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham (X1) merupakan distribusi saham antara pihak
manjemen perusahaan (manajer dan staf) (X1.1), dan kepemilikan
institusional (X1.2). Manajer Ownership (X1.1) menggambarkan
77
kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan
persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen. Rasio ini digunakan
untuk mengetahui proporsi kepemilikan saham oleh manajer terhadap total
saham beredar. Institusioanl Ownership (X1.2) menggambarkan
kepemilikan saham oleh investor institusi yang diukur dengan persentase
jumlah saham yang dimiliki investor institusi, adapun rasio yang diperoleh
dari indikator-indikator yang diteliti dapat dilihat dari table yaitu sebagai
berikut :
78
Tabel 4.2Struktur Kepemilikan Saham (X1).
No. Nama Perusahaan Mjr. Own Inst. Own
2003 2004 2005 2006 2003 2004 2005 2006
1 AKR Corporatian Tbk. 0,0048 0,0014 0,0014 0,0014 0,7335 0,7124 0,7124 0,7124
2 Asuransi Bintang Tbk. 0,0448 0,0717 0,0800 0,0950 0,6146 0,8128 0,8613 0,8648
3 Asuransi International Tbk. 0,0009 0,0009 0,0044 0,0002 0,4755 0,4755 0,5011 0,5011
4 Astra Graphia Tbk. 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,7695 0,7687 0,7687 0,7687
5 Astra Otoparts Tbk. 0,0001 0,0004 0,0009 0,0005 0,8731 0,8504 0,8672 0,8672
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 0,0006 0,0006 0,0006 0,0006 0,6325 0,5228 0,4541 0,4542
7 Bank UOB Buana Tbk. 0,0066 0,0065 0,0061 0,0061 0,6814 0,7185 0,8785 0,8788
8 Ekhadarma International Tbk. 0,0505 0,0549 0,0638 0,0588 0,7282 0,7282 0,7326 0,7437
9 Gudang Garam Tbk. 0,0174 0,0174 0,0206 0,0206 0,7212 0,7212 0,7212 0,7212
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,0021 0,0021 0,0508 0,0001 0,7624 0,8131 0,1721 0,7621
11 Indorama Sythentic Tbk. 0,1318 0,1318 0,1318 0,1937 0,4516 0,4516 0,4516 0,5379
12 Indosat Tbk. 0,0002 0,0002 0,0002 0,0003 0,5694 0,5577 0,5504 0,5510
13 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,0122 0,0004 0,0004 0,0004 0,7882 0,8207 0,8207 0,8207
14 Kimia Farma Tbk. 0,0097 0,0097 0,0040 0,0039 0,9003 0,9003 0,9003 0,9003
15 Lautan Luas Tbk. 0,0364 0,0364 0,0364 0,0364 0,6303 0,6303 0,6303 0,6818
16 Panin Sekuritas Tbk. 0,0400 0,0400 0,0400 0,0400 0,3344 0,3344 0,3344 0,3344
17 Ramayana Lestari Tbk. 0,0371 0,0371 0,0370 0,0368 0,6407 0,6407 0,6378 0,5755
18 Rig Tenders Tbk. 0,0011 0,0011 0,0011 0,0011 0,7746 0,7747 0,9685 0,9684
19 Selamat Sempurna Tbk. 0,0448 0,0649 0,0666 0,0822 0,6802 0,6802 0,6802 0,6136
20 Sorini Corporation Tbk. 0,0005 0,0005 0,0005 0,0005 0,6462 0,6462 0,6462 0,6462
21 Sepatu Bata Tbk. 0,0011 0,0001 0,0001 0,0001 0,8420 0,7880 0,8410 0,8390
22 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,0122 0,0125 0,0070 0,0035 0,8374 0,7019 0,6502 0,6502
23 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,0006 0,0010 0,0011 0,0010 0,7656 0,6628 0,6633 0,1413
24 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,0010 0,0010 0,0010 0,0010 0,8269 0,7820 0,7820 0,5957
Rata-rata per tahun 0,0190 0,0205 0,0232 0,0243 0,6950 0,6873 0,6761 0,6721Sumber : Laporan Keuangan Tiap Perusahaan BEI
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar perusahaan
memiliki nilai struktur kepemilikan institusional dari tahun ketahun selama
periode 2003-2006 yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai struktur
kepemilikan saham manajerial.
Rata-rata struktur kepemilikan saham manajerial pada tabel tersebut
menunjukan jumlah kecil yaitu sekitar 0.0190 (1.90%) pada tahun 2003, 0.0205
79
(2.05%) pada tahun 2004, 0.0232 (2.32%) pada tahun 2005, dan 0.0243 (2.43%)
pada tahun 2006, dimana struktur kepemilikan saham manajerial tertinggi dimiliki
oleh perusahaan Indorama Synthetic Tbk. yaitu sebesar 0.1937 (19.37%) dan
0.0950 (9.50%) oleh perusahaan Asuransi Bintang Tbk. Tetapi tidak hanya pada
tahun 2006, perusahaan Indorama Synthetic Tbk. dan Perusahaan Asuransi
Bintang Tbk. mempunyai struktur saham manajerial yang sama besar pada tahun
2003, 2004, dan 2005 yaitu 0.1318 (13.18%) yang dimiliki perusahaan
IndoramaSynthetic Tbk. dan 0.08 (8%) yang dimiliki oleh perusahaan Asuransi
Bintang Tbk. Sementara itu perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan
saham manajerial terendah pada tahun 2003 adalah perusahaan astra Graphia Tbk.
dan Astra Otoparts Tbk. yaitu sama-sama sebesar 0.0001 (0.01%). Selanjutnya
tahun 2004 struktur kepemilikan saham manajerial terendah dimiliki oleh
perusahaan Astra graphia Tbk. dan Sepatu BataTbk. yaitu sama-sama sebesar
0.0001 (0.01%). Selanjutnya tahun 2005 yang memiliki struktur kepemilikan
saham manajerial terendah adalah perusahaan Astra Graphia Tbk. dan Sepatu Bata
Tbk. yaitu sama-sama sebesar 0.0001 (0.01%), dan tahun 2006 yang memiliki
struktur kepemilikan saham manajerial terendah adalah perusahaan Perusahaaan
Astra Graphia Tbk., perusahaan Hexindo Adiperkasa Tbk., dan perusahaan Sepatu
bata Tbk. yaitu sama-sama sebesar 0.0001 (0.01%).
Rata-rata struktur kepemilikan saham Institusional pada tabel tersebut
menunjukan jumlah yang besar yaitu sekitar 0.6950 (69.5%) pada tahun 2003,
0.6873 (68.73%) pada tahun 2004, 0.6761 (67.61%) pada tahun 2005, dan 0.6721
(67.21%) pada tahun 2006. Dimana struktur kepemilikan saham institusi tertinggi
80
dmiliki oleh perusahaan Rig Tenders Tbk. yaitu sebesar 0.9685 (96,85%) pada
tahun 2005, dan perusahaan Kimia Farma Tbk. yaitu sebesar 0.9003 (90.03%).
Sementara itu perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan saham
institusional terendah pada tahun 2003, 2004, dan 2005 adalah perusahaan panin
Sekuritas Tbk. yaitu sebesar 0.3344 (33.44%), selanjutnya pada tahun 2006
struktur kepemilikan saham institusional terendah dimiliki oleh perusahaan
Tempo Scan Pasific Tbk. yaitu sebesar 0.1413 (14.13%).
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar
(bahkan seluruh) perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia periode 2003-
2006 mempunyai jumlah kepemilikan saham manajerial yang kecil atau kurang
dari 5%, ini menunjukan bahwa dengan kepemilikan manajerial yang rendah,
kekuasaan yang dimiliki oleh pihak manajemen atas perusahaan yang semakin
rendah. Hal ini juga menyebabkan segala tindakan dan keputusan yang dilakukan
oleh manajer diawasi oleh pihak institusi. Dengan kepemilikan saham
Institusioanal yang besar akan menimbulkan usaha pengawasan dan kontrol yang
lebih besar oleh pihak investor Institusi terhadap opportunistic manajer sehingga
pemanfaatan akan aktiva perusahaan semakin besar.
b. Faktor Ekstern
81
Faktor ekstern (X2), yaitu merupakan pengelompokan dari variabel-
variabel yang tidak dapat dikendalikan perusahaan. Variabel yang termasuk dalam
faktor ekstern adalah tingkat suku bunga, keadaan pasar modal, dan pertumbuhan
pasar.
1) Tingkat Suku Bunga (X2.1)
Pengertian operasional variabel tingkat suku bunga adalah tingkat
bunga kredit investasi dan tingkat bunga kredit modal kerja Bank Umum
rata-rata pertahun yang dibebankan kepada perusahaan atas penggunaan
modal kerja dalam bentuk utang jangka pendek dan dana investasi dalam
bentuk hutang jangka panjang pada akhir tahun.
2) Keadaan Pasar Modal (X2.2)
Keadaan pasar modal merupakan besarnya nilai transaksi
perdagangan di BEI pada akhir tahun sebagai cermin perkembangan BEI.
Variabel pasar modal diukur dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham
di BEI pada akhir tahun.
3) Pertumbuhan Pasar (X2.3)
Pertumbuhan pasar adalah persepsi peluang bisnis yang tersedia
dipasar yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar ini diukur
dari nilai rasio selisih volume penjualan pada tahun t dengan volume
penjualan pada tahun t-1 dibagi dengan volume penjualan industri pada
tahun t-1.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti
dapat dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
82
Tabel 4.3Faktor Ekstern (X2).
No. Nama Perusahaan Tingkat Suku Bunga 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15852 Asuransi Bintang Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15853 Asuransi International Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15854 Astra Graphia Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15855 Astra Otoparts Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15856 Berlian Laju Tanker Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15857 Bank UOB Buana Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15858 Ekhadarma International Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,15859 Gudang Garam Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,1585
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158511 Indorama Sythentic Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158512 Indosat Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158513 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158514 Kimia Farma Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158515 Lautan Luas Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158516 Panin Sekuritas Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158517 Ramayana Lestari Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158518 Rig Tenders Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158519 Selamat Sempurna Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158520 Sorini Corporation Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158521 Sepatu Bata Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158522 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,1699 0,1440 0,1413 0,158523 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,158524 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,1699 0,1440 0,1413 0,1585
Rata-rata per tahun 0,1699 0,1440 0,1413 0,1585Sumber : Data diolah
Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat suku
bunga per tahun yaitu pada tahun 2003 tingkat suku bunga sebesar 0.1699
(16.99%), pada tahun 2004 sebesar 0.1440 (14.4%), pada tahun 2005
sebesar 0.1413 (14.13%), dan pada tahun 2006 sebesar 0.1585 (15.85%).
Dimana tingkat suku bunga tertinggi yaitu pada tahun 2003 sebesar 0.1699
83
(16.99%), dan tingkat suku bunga terendah yaitu pada tahun 2005 sebesar
0.1413 (14.13%). Semakin tinggi suku bunga berarti biaya penggunaan
dana semakin tinggi sehingga perusahaan enggan untuk melakukan
peminjaman dan selanjutunya leverage akan menurun, dan sebaliknya
semakin rendah suku bunga berarti biaya penggunaan dana semakin
rendah sehingga perusahaan melakukan peminjaman yang tinggi dan
selanjutunya leverage akan meningkat. Semakin tinggi suku bunga akan
mengurangi minat investor untuk menginvestasikan dananya ke pasar
modal sehingga aktivitas perdagangan akan menurun dan nilai perusahaan
akan menurun, begitu juga sebaliknya semakin rendah suku bunga akan
menambah minat investor untuk menginvestasikan dananya ke pasar
modal sehingga aktivitas perdagangan akan meningkat dan nilai
perusahaan akan meningkat.
Selanjutnya adalah tabel 4.4 keadaan pasar modal (X2.2) yang
merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi faktor ekstern (X2)
yang merupakan besarnya nilai transaksi perdagangan di Bursa Efek
Indonesia , yang diukur dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham di
Bursa Efek Indonesia pada akhir tahun 2003-2006.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti dapat
dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
84
Tabel 4.4Faktor Ekstern (X2).
No. Nama Perusahaan Value Trade 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 1,0986 5,1417 6,1356 6,66062 Asuransi Bintang Tbk. 1,7579 2,3514 0,6931 0,18233 Asuransi International Tbk. 9,3304 9,7491 9,9166 10,16284 Astra Graphia Tbk. 6,0210 5,3660 6,2005 5,50535 Astra Otoparts Tbk. 5,8230 6,4968 5,6312 5,18746 Berlian Laju Tanker Tbk. 5,3279 6,9147 8,4451 9,63467 Bank UOB Buana Tbk. 4,7791 7,0792 7,8120 3,82868 Ekhadarma International Tbk. 1,6094 2,5649 1,6094 0,69319 Gudang Garam Tbk. 1,6094 2,5649 1,6094 0,6931
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 3,2581 5,7683 5,0626 5,379911 Indorama Sythentic Tbk. 5,1475 5,3033 4,4659 3,295812 Indosat Tbk. 8,7407 9,3927 9,6366 9,942613 Intel Nickel Indonesia Tbk. 5,8861 7,8002 7,8364 8,400214 Kimia Farma Tbk. 5,4337 4,9488 4,7362 4,219515 Lautan Luas Tbk. 4,6444 5,0814 6,3613 4,499816 Panin Sekuritas Tbk. 3,0910 2,1972 2,0794 2,484917 Ramayana Lestari Tbk. 7,0842 7,2392 7,2004 7,550118 Rig Tenders Tbk. 4,2767 3,4340 6,2558 0,693119 Selamat Sempurna Tbk. 3,8501 1,9459 1,9459 1,386320 Sorini Corporation Tbk. 1,7918 3,8501 2,8904 1,945921 Sepatu Bata Tbk. 2,8285 2,2439 2,1211 2,532122 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 4,1109 4,9345 4,3438 6,413523 Tempo Scan Pasific Tbk. 6,3509 6,5425 5,6168 7,341524 Tunas Baru Lampung Tbk. 4,1109 4,9345 4,3438 6,4135
Rata-rata per tahun 4,4984 5,1602 5,1229 4,7936 Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata per tahun keadaan
pasar modal yang diukur dari besarnya nilai transaksi perdagangan di BEI
pada akhir tahun sebagai cermin perkembangan BEI. Variabel pasar modal
diukur dengan len (ln) dari nilai perdagangan saham di BEI pada akhir
tahun, pada tahun 2003 sebesar 4.4984, pada tahun 2004 rata-rata per
tahun sebesar 5.1602, pada tahun 2005 rata-rata per tahun sebesar 5.1229,
85
dan pada tahun 2006 rata-rata per tahun 4.7936. Dimana rata-rata pertahun
tertinggi yaitu pada tahun 2004 sebesar 5.1602, dan rata-rata pertahun
terendah yaitu pada tahun 2003 sebesar 4.4984. Semakin tinggi keadaan
pasar modal akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan
peminjaman karena perusahaan lebih tertarik melakukan pembiayaan
melalui pasar modal sehingga leverage akan menurun
Selanjutnya adalah table 4.5 Pertumbuhan pasar (X2.3) yang
merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi faktor ekstern (X2),
Pertumbuhan pasar adalah persepsi peluang bisnis yang tersedia dipasar
yang harus direbut oleh perusahaan. Pertumbuhan pasar ini diukur dari
nilai rasio selisih volume penjualan pada tahun t dengan volume penjualan
pada tahun t-1 dibagi dengan volume penjualan industri pada tahun t-1.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti dapat
dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.5Faktor Ekstern (X2).
No. Nama Perusahaan Pertumbuhan Pasar
86
2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,15902 Asuransi Bintang Tbk. 11,1794 11,2488 11,1087 11,66303 Asuransi International Tbk. 10,8190 11,0566 11,3526 11,23774 Astra Graphia Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,15905 Astra Otoparts Tbk. 10,8190 11,0566 11,3526 11,23776 Berlian Laju Tanker Tbk. 10,3866 10,6470 10,9090 11,07717 Bank UOB Buana Tbk. 11,1794 11,2488 11,1087 11,66308 Ekhadarma International Tbk. 10,9804 10,8946 11,0418 11,07479 Gudang Garam Tbk. 10,9804 10,8946 11,0418 11,0747
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,159011 Indorama Sythentic Tbk. 10,8190 11,0566 11,3526 11,237712 Indosat Tbk. 10,3866 10,6470 10,9090 11,077113 Intel Nickel Indonesia Tbk. 9,4212 10,0330 10,3686 10,487314 Kimia Farma Tbk. 10,7649 11,2274 11,3093 11,458215 Lautan Luas Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,159016 Panin Sekuritas Tbk. 11,1794 11,2488 11,1087 11,663017 Ramayana Lestari Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,159018 Rig Tenders Tbk. 10,3866 10,6470 10,9090 11,077119 Selamat Sempurna Tbk. 10,8190 11,0566 11,3526 11,237720 Sorini Corporation Tbk. 10,9804 10,8946 11,0418 11,074721 Sepatu Bata Tbk. 10,8190 11,0566 11,3526 11,237722 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 10,7649 11,2274 11,3093 11,458223 Tempo Scan Pasific Tbk. 10,5443 10,7099 11,0115 11,159024 Tunas Baru Lampung Tbk. 10,7649 11,2274 11,3093 11,4582
Rata-rata per tahun 10,6965 10,9012 11,0961 11,2270Sumber : Data diolah
Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan
pasar tertinggi pada tahun 2006 sebesar 11.2270 dan rata-rata
pertumbuhan pasar terendah adalah pada tahun 2003 yaitu sebesar
10.6965, dimana pertumbuhan pasar yang tinggi menunjukan peluang
pasar bagus sehingga akan mendorong perusahaan untuk melakukan
pinjaman sehingga leverage akan meningkat, pertumbuhan pasar
menunjukan kinerja perusahaan menbaiksehingga investor akan merespon
positif dan nilai perusahaan akan meningkat.
87
c. Faktor Intern
Faktor intern (X3) merupakan variabel-variabel yang dapat
dikendalikan oleh perusahaan. Variabel-variabel yang termasuk variabel
faktor intern adalah :
a. Profitabilitas (X3.1)
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
profit atau laba selama satu tahun yang dinyatakan dengan rasio laba
operasi dengan penjualan dari data laporan labarugi akhir tahun.
b. Pembayaran Dividen (X3.2)
Pembayaran dividen merupakan besarnya laba yang dibagikan
kepada pemegang saham pada akhir tahun yang juga akan mencerminkan
besarnya laba yang akan ditanamkan pada laba ditahan akhir tahun.
Variabel ini dinyatakan dengan rasio dividen perlembar saham dengan
laba perlembar saham akhir rahun.
c. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan
pada neraca akhir tahun yang dilakukan dengan len (ln) dari total aktiva.
SIZE = Ln Total Assets it.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang diteliti
dapat dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
TabelFaktor Intern 4.6
88
No. Nama Perusahaan ROA(Return On Asset) 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 0,0880 0,0975 0,0925 0,07962 Asuransi Bintang Tbk. 0,0304 0,0198 0,0127 0,00313 Asuransi International Tbk. 0,2569 0,2046 0,1746 0,10144 Astra Graphia Tbk. 0,0367 0,1040 0,1054 0,13955 Astra Otoparts Tbk. 0,1512 0,1351 0,1416 0,12786 Berlian Laju Tanker Tbk. 0,0513 0,0568 0,0826 0,14797 Bank UOB Buana Tbk. 0,0223 0,0255 0,0308 0,03488 Ekhadarma International Tbk. 0,0887 0,0989 0,0862 0,08629 Gudang Garam Tbk. 0,1516 0,1248 0,1225 0,0738
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,1075 0,2077 0,1325 0,048111 Indorama Sythentic Tbk. 0,0132 0,0130 0,0050 0,004912 Indosat Tbk. 0,0600 0,0855 0,0718 0,059113 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,1151 0,2522 0,2341 0,350914 Kimia Farma Tbk. 0,0560 0,1053 0,0700 0,053615 Lautan Luas Tbk. 0,0195 0,0604 0,0518 0,034416 Panin Sekuritas Tbk. 0,0693 0,0859 0,0696 0,083417 Ramayana Lestari Tbk. 0,1603 0,1618 0,1677 0,158418 Rig Tenders Tbk. 0,0697 0,1034 0,0896 0,024219 Selamat Sempurna Tbk. 0,1299 0,1506 0,1539 0,147020 Sorini Corporation Tbk. 0,0952 0,1172 0,0999 0,069421 Sepatu Bata Tbk. 0,2339 0,2019 0,1258 0,119422 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,1553 0,2419 0,2300 0,215323 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,2236 0,2035 0,1726 0,147524 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,0407 0,0217 0,0128 0,0386
Rata-rata per tahun 0,1011 0,1200 0,1057 0,0978Sumber : data diolah
Dari tabel 4.6 tersebut dapat kita lihat bahwa rata-rata pertahun
ROA pada tahun 2003 sebesar 0.1011 (10.11%), pada tahun 2004 sebesar
0.1200 (12%), pada tahun 2005 0.1057 (10.57%), dan pada tahun 2006
sebesar 0.0978 (9.78%). Dimana rata-rata pertahun tertingggi yaitu pada
tahun 2004 sebesar 0.1200 (12%),dan rata-rata pertahun terendah yaitu
pada tahun 2006 sebesar 0.0978 (9.78%). Pada tahun 2003 ROA tertinggi
dimiliki oleh perusahaan Asuransi Internasional Tbk. yaitu sebesar 0.2569
89
(25.69%), untuk tahun 2004, 2005, dan 2006 ROA tertinggi dimiliki oleh
perusahaan Intel Nickel Indonesia Tbk. yaitu masing-masing sebesar
0.2522 (25.22%) untuk tahun 2004, 0.2341 (23.41%) untuk tahun 2005,
dan 0.3509 (35.09%) untuk tahun 2006. Pada tahun 2003, 2004, dan 2005
ROA terendah dimiliki perusahaan Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar
0.0132 (1.32%) untuk tahun 2003, 0.0130 (1.3%) untuk tahun 2004, dan
0.0050 (0.5%) untuk tahun 2005. Pada tahun 2006 ROA terendah dimiliki
oleh perusahaan Asuransi Bintang Tbk. yaitu sebesar 0.0031 (0.31%).
Profitabilitas yang meningkat akan meningkatkan laba ditahan sehingga
akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan pinjaman dan
leverage akan menurun. Probabilitas yang tinggi menunjukkan prospek
perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon positif sinyal
tersebut dan nilai perusahaan meningkat.
Selanjutnya adalah tabel 4.7 dividen payout ratio (X3.2) yang
merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi faktor ekstern (X3).
Pembayaran dividen merupakan besarnya laba yang dibagikan kepada
pemegang saham pada akhir tahun yang juga akan mencerminkan
besarnya laba yang akan ditanamkan pada laba ditahan akhir tahun.
Variabel ini dinyatakan dengan rasio dividen perlembar saham dengan
laba perlembar saham akhir tahun.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti dapat
dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.7Faktor Intern (X3)
90
No. Nama Perusahaan DPR(Dividen Payout Ratio) 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 0,1931 0,3279 0,3139 0,31672 Asuransi Bintang Tbk. 0,4083 0,8328 0,5022 0,67603 Asuransi International Tbk. 0,0051 0,0050 0,0048 0,00544 Astra Graphia Tbk. 0,7550 2,8179 0,9349 1,16515 Astra Otoparts Tbk. 0,1830 0,2065 0,2764 0,20516 Berlian Laju Tanker Tbk. 0,2080 0,1278 0,1289 0,13807 Bank UOB Buana Tbk. 0,3649 0,3001 0,3002 0,30008 Ekhadarma International Tbk. 0,1030 0,5001 0,5391 0,29109 Gudang Garam Tbk. 0,3139 0,5374 0,5091 0,4773
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,3556 0,3951 0,3952 0,362211 Indorama Sythentic Tbk. 0,2561 0,2560 0,4810 0,506812 Indosat Tbk. 0,0953 0,4991 0,4926 0,500013 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,3576 0,4123 0,3725 1,023114 Kimia Farma Tbk. 0,4000 0,2982 0,3000 0,299215 Lautan Luas Tbk. 0,2040 0,2554 0,2529 0,210316 Panin Sekuritas Tbk. 0,1856 0,1469 0,1713 0,172917 Ramayana Lestari Tbk. 0,5553 0,1347 0,5117 0,495018 Rig Tenders Tbk. 1,0504 0,5286 0,6755 0,786619 Selamat Sempurna Tbk. 0,9490 0,4527 0,8638 3,216320 Sorini Corporation Tbk. 0,1361 0,2052 0,3035 0,388721 Sepatu Bata Tbk. 0,5427 0,5561 0,5182 0,499722 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,5032 0,4742 0,5009 0,500023 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,5578 0,5548 0,4548 0,041324 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,3194 0,2945 0,2025 0,2981
Rata-rata per tahun 0,3751 0,4633 0,4169 0,5365Sumber : data diolah
Pada tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa rata-rata rasio
pembayaran dividen yang dilakukan perusahaan pada tahun 2003 sebesar
0.3751 (37.51%), pada tahun 2004 sebesar 0.4633 (46.33%), pada tahun
2005 sebesar 0.4169 (41.69%), dan pada tahun 2006 sebesar 0.5365
(53.65%). Rata-rata rasio pembayaran dividen tertinggi pada tahun 2006
sebesar 0.5365 (53.65%), dan rata-rata rasio pembayaran dividen
terendah pada tahun 2003 sebesar 0.3751 (37.51%). Pada tahun 2003
rasio pembayaran dividen (dividen payout ratio) tertinggi dimiliki oleh 91
perusahaan Rig Tenders Tbk. yaitu sebesar 1.0504 (105.04%), untuk
tahun 2004 DPR tertinggi dimiliki oleh perusahaan Astra Graphia Tbk.
yaitu sebesar 2.8179 (281.79%), untuk tahun 2005 DPR tertinggi
dimiliki oleg perusahaan Astra Graphia Tbk. yaitu sebesar 0.9349
(93.49%), dan DPR tertinggi untuk tahun 2006 dimiliki oleh perusahaan
Selamat Sempurna Tbk. yaitu sebesar 3.2163 (321.63%). Ini dapat
dibuktikan bahwa hampir atau lebih dari 100% keuntungan yang
diperoleh perusahaan dibagikan kepada para pemegang saham dalam
bentuk dividen, sementara itu DPR terendah yang dibayarkan perusahaan
kepada pemegang saham adalah Asuransi Internasional Tbk. pada tahun
2003 yaitu sebesar 0.0051 (0.51%), tahun 2004 sebesar 0.0050 (0.5%),
tahun 2005 sebesar 0.0048 (0.48%), dan pada tahun 2006 sebesar 0.0054
(0.54%).
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan-
perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia selama 2003 sampai
dengan 2006 memiliki rata-rata DPR yang cukup tinggi sekitar (44.7%).
Ini menunjukkan bahwa hampir setengah dari keuntungan yang diperoleh
perusahaan digunakan untuk membayar dividen kepada pemegang saham
dan sisanya akan diinvestasikan kembali kedalam perusahaan dalam
bentuk laba ditahan. Peningkatan pembayaran dividen akan mengurangi
laba yang ditahan sehingga sumber dana intern akan menurun dan
perusahaan akan tertarik untuk melakukan pinjaman sehingga leverage
akan meningkat, dan pembayaran dividen yang semakin meningkat
92
menunjukkan prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan
tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan meningkat.
Selanjutnya adalah tabel 4.8 ukuran perusahaan (X3.3) yang
merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi faktor ekstern (X3).
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan
pada neraca akhir tahun yang dilakukan dengan len (ln) dari total aktiva.
Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti dapat
dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.8Faktor Intern (X3).
No. Nama Perusahaan Total Asset 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 13,4477 14,3404 14,4985 14,68152 Asuransi Bintang Tbk. 12,1635 12,0191 12,0707 12,11473 Asuransi International Tbk. 17,1262 17,4828 17,4828 17,66544 Astra Graphia Tbk. 13,4655 13,2552 13,1593 13,27915 Astra Otoparts Tbk. 14,4871 14,7061 14,9236 14,9235
93
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 14,9176 15,2884 15,8835 15,88357 Bank UOB Buana Tbk. 16,4782 16,6100 16,5881 16,64028 Ekhadarma International Tbk. 11,0158 11,0523 11,2274 11,22059 Gudang Garam Tbk. 16,6685 16,8404 16,9124 16,8943
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 13,2785 13,3631 13,8827 14,001211 Indorama Sythentic Tbk. 15,3263 15,4124 15,5209 15,493012 Indosat Tbk. 17,0795 17,1431 17,3055 17,348613 Intel Nickel Indonesia Tbk. 16,2075 16,4592 16,5980 16,768214 Kimia Farma Tbk. 14,1280 13,9754 13,9754 13,979015 Lautan Luas Tbk. 14,0215 14,1697 14,2910 14,420116 Panin Sekuritas Tbk. 12,6169 12,6115 13,0815 13,568917 Ramayana Lestari Tbk. 14,7367 14,7550 14,6649 14,742918 Rig Tenders Tbk. 13,0293 13,3254 13,4156 13,758619 Selamat Sempurna Tbk. 13,3576 13,3862 13,4047 13,482420 Sorini Corporation Tbk. 13,1825 13,1872 13,3728 12,355621 Sepatu Bata Tbk. 12,3556 12,4781 12,6306 12,511622 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 14,5236 14,6848 14,8592 14,949423 Tempo Scan Pasific Tbk. 14,4799 14,5770 14,6681 14,723524 Tunas Baru Lampung Tbk. 13,9564 14,1172 14,1881 14,5329
Rata-rata per tahun 14,2521 14,3850 14,5252 14,5808Sumber : data diolah
Pada tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa rata-rata pertahun total
asset pada tahun 2003 sebesar 14.2521, pada tahun 2004 sebesar 14.3850,
tahun 2005 sebesar 14.5252, dan tahun 2006 sebesar 14.5808. Rata-rata
total asset tertinggi pada tahun 2006 yaitu sebesar 14.5808, dan rata-rata
terendah pada tahun 2003 yaitu sebesar 14.2521. Pada tahun 2003, 2004,
2005, dan 2006 total asset tertinggi dimiliki oleh perusahaan Asuransi
International Tbk. yaitu sebesar 17,1262, untuk tahun 2003, sebesar
17.4828 untuk tahun 2004 dan 2005, dan sebesar 17.6654 untuk tahun
2006. Pada tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 total asset terendah dimiliki
oleh perusahaan Ekhadarma International Tbk. yaitu sebesar 11,0158
untuk tahun 2003, sebesar 11,0523 untuk tahun 2004, sebesar 11,2274
94
untuk tahun 2005, dan sebesar 11,2205 untuk tahun 2006. Ukuran
perusahaan menunjukan aktifitas perusahaan yang dimiliki perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa
dijadikan jaminan untruk memperoleh hutang sehingga leverage akan
meningkat. Ukuran perusahaan yang besar menunjukan perusahaan
mengalami perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan
nilai perusahaan akan meningkat.
d. Struktur Modal (leverage)
Struktur modal dapat diukur melalui beberapa indikator
diantaranya Debt to Equity Ratio (DER), dan Debt to Asset Ratio (DAR).
Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari beberapa indikator tersebut dapat
ditunjukkan pada tabel 4.9 sebagai berikut :
TabelLeverage 4.9
No. Nama Perusahaan DER 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 0,4500 0,7800 0,8600 1,0900
2 Asuransi Bintang Tbk. 1,3800 1,1300 1,3500 1,1100
3 Asuransi International Tbk. 1,1900 1,1800 1,1100 1,4100
4 Astra Graphia Tbk. 1,1200 0,7200 0,8200 0,9800
5 Astra Otoparts Tbk. 0,5200 0,6200 0,7100 0,5700
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 1,7800 1,6200 2,9400 1,6200
7 Bank UOB Buana Tbk. 7,5200 7,6000 6,3800 4,1600
8 Ekhadarma International Tbk. 0,2200 0,1800 0,3700 0,2900
9 Gudang Garam Tbk. 0,5800 0,6900 0,6900 0,6500
95
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 1,8300 1,2500 2,1000 2,4800
11 Indorama Sythentic Tbk. 25,6100 25,6000 48,1000 50,6800
12 Indosat Tbk. 1,1300 1,1000 1,2800 1,2400
13 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,5000 0,4000 0,2700 0,2600
14 Kimia Farma Tbk. 0,8100 0,4400 0,3900 0,4500
15 Lautan Luas Tbk. 1,9400 1,9700 2,1000 2,4300
16 Panin Sekuritas Tbk. 1,9300 1,4200 2,1500 2,7300
17 Ramayana Lestari Tbk. 0,6500 0,5400 0,3300 0,3000
18 Rig Tenders Tbk. 0,0400 0,0400 0,0400 0,6600
19 Selamat Sempurna Tbk. 0,5900 0,7100 0,6100 0,5300
20 Sorini Corporation Tbk. 0,7100 0,6000 0,6700 0,7200
21 Sepatu Bata Tbk. 0,4700 0,5000 0,7300 0,4300
22 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,3400 0,4100 0,3800 0,3500
23 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,1900 0,2000 0,2600 0,2300
24 Tunas Baru Lampung Tbk. 1,2800 1,6500 1,8300 1,3700
Rata-rata per tahun 2,1992 2,1396 3,1863 3,1975
Sumber : data diolah
Dari tabel 4.9 diatas menunjukkan bahwa rata-rata debt to equity
ratio (DER) pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
2003, 2004, dan 2005. Tahun 2003 rata-rata debt to equity ratio (DER)
mencapai 2.1992 dimana nilai DER tertinggi dimiliki oleh perusahaan
Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar 25.6100 dan terendah dimiliki oleh
perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu sebesar 0.0400, sedangkan tahun 2004
rata-rata debt to equity ratio (DER) mencapai 2.1396 dimana nilai DER
tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar
25.6000 dan terendah dimiliki oleh perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu
sebesar 0.0400, sedangkan tahun 2005 rata-rata debt to equity ratio (DER)
mencapai 3.1863, dimana nilai DER tertinggi dimiliki oleh perusahaan
Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar 48.1000, dan terendah dimiliki oleh
perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu sebesar 0.0400,dan tahun 2006 rata-rata
debt to equity ratio (DER) mencapai 3.1975, dimana nilai DER tertinggi 96
dimiliki oleh perusahaan Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar 50.6800,
dan terendah dimiliki oleh perusahaan Tempo Scan Pasific Tbk. yaitu
sebesar 0.2300.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa dalam membiayai hutang
jangka panjang perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2003-2006 menggunakan equity yang dimiliki.
Selanjutnya adalah tabel 4.10 Debt to Asset Ratio (DAR) (Y1.2)
yang merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi struktur modal
(leverage) (Y1). Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti
dapat dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
Tabel Leverage 4.10
No. Nama Perusahaan DAR 2003 2004 2005 20061 AKR Corporatian Tbk. 0,3000 0,4000 0,4200 0,4800
2 Asuransi Bintang Tbk. 0,5700 0,5300 0,5700 0,5300
3 Asuransi International Tbk. 0,5100 0,5000 0,4800 0,5400
4 Astra Graphia Tbk. 0,5300 0,4200 0,4500 0,4900
5 Astra Otoparts Tbk. 0,5700 0,5300 0,5700 0,5300
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 0,6400 0,6200 0,7500 0,6200
7 Bank UOB Buana Tbk. 0,8800 0,8800 0,8600 0,8100
8 Ekhadarma International Tbk. 0,1800 0,1500 0,2700 0,2200
9 Gudang Garam Tbk. 0,3700 0,4100 0,4100 0,3900
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,6500 0,5500 0,6800 0,7100
97
11 Indorama Sythentic Tbk. 0,5700 0,5600 0,5800 0,6000
12 Indosat Tbk. 0,5300 0,5200 0,5600 0,5500
13 Intel Nickel Indonesia Tbk. 0,3300 0,2900 0,2200 0,2100
14 Kimia Farma Tbk. 0,4500 0,3100 0,2800 0,3100
15 Lautan Luas Tbk. 0,6300 0,6300 0,6500 0,6700
16 Panin Sekuritas Tbk. 0,6600 0,5900 0,6800 0,7300
17 Ramayana Lestari Tbk. 0,3900 0,3500 0,2500 0,2300
18 Rig Tenders Tbk. 0,0400 0,0400 0,0400 0,4000
19 Selamat Sempurna Tbk. 0,3400 0,3800 0,3400 0,3300
20 Sorini Corporation Tbk. 0,3800 0,3600 0,3800 0,4000
21 Sepatu Bata Tbk. 0,3200 0,3300 0,4200 0,3000
22 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 0,2500 0,2900 0,2700 0,2600
23 Tempo Scan Pasific Tbk. 0,1600 0,1600 0,2000 0,1800
24 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,5600 0,6200 0,6500 0,5800
Rata-rata per tahun 0,4504 0,4342 0,4575 0,4613
Sumber : data diolah
Dari tabel 4.10 diatas menunjukkan bahwa rata-rata debt to asset
ratio (DAR) pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
2003, 2004, dan 2005. Tahun 2003 rata-rata debt to asset ratio (DAR)
mencapai 0.4504 dimana nilai DAR tertinggi dimiliki oleh perusahaan
Bank UOB Buana Tbk. yaitu sebesar 0.8800 dan terendah dimiliki oleh
perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu sebesar 0.0400, sedangkan tahun 2004
rata-rata debt to asset ratio (DAR) mencapai 0.4342 dimana nilai DAR
tertinggi dimiliki oleh perusahaan Bank UOB Buana Tbk. yaitu sebesar
0.8800 dan terendah dimiliki oleh perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu
sebesar 0.0400, sedangkan tahun 2005 rata-rata debt to asset ratio (DAR)
mencapai 0.4575, dimana nilai DAR tertinggi dimiliki oleh perusahaan
Bank UOB Buana Tbk. yaitu sebesar 0.8600, dan terendah dimiliki oleh
perusahaan Rig Tenders Tbk yaitu sebesar 0.0400,dan tahun 2006 rata-rata
98
debt to asset ratio (DAR) mencapai 0.4613, dimana nilai DAR tertinggi
dimiliki oleh perusahaan Bank UOB Buana Tbk. yaitu sebesar 0.8100, dan
terendah dimiliki oleh perusahaan Tempo Scan Pasific Tbk. yaitu sebesar
0.1800.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa dalam membiayai hutang
jangka panjang perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2003-2006 menggunakan aktiva yang dimiliki.
e. Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat diukur dari beberapa indicator diantaranya
Price Earning Ratio (PER), dan Price Book Value (PBV).
Adapun rasio-rasio yang diperoleh dari indikator-indikator yang
diteliti dapat ditunjukkan pada tabel 4.11 sebagai berikut :
TabelNilai Perusahaan 4.11
No. Nama Perusahaan PER 2003 2004 2005 2006
1 AKR Corporatian Tbk. 3,4800 9,4300 7,7400 13,2800
2 Asuransi Bintang Tbk. 5,0400 19,7800 11,8000 67,6000
3 Asuransi International Tbk. 4,5600 7,1900 7,5700 17,1200
4 Astra Graphia Tbk. 20,7600 11,5600 11,0300 7,4000
5 Astra Otoparts Tbk. 5,6700 6,6200 7,7400 8,0000
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 13,8700 11,9300 6,7000 6,0000
7 Bank UOB Buana Tbk. 12,3700 14,5100 15,8400 15,7700
8 Ekhadarma International Tbk. 9,7800 12,2500 14,6600 15,5200
9 Gudang Garam Tbk. 14,2300 14,5600 11,8600 19,4700
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 3,6600 5,6500 8,2500 19,1700
11 Indorama Sythentic Tbk. 8,4000 8,8900 15,0700 17,3800
99
12 Indosat Tbk. 9,8500 4,6300 4,9400 6,6500
13 Intel Nickel Indonesia Tbk. 9,8500 4,6300 4,9400 6,6500
14 Kimia Farma Tbk. 27,1700 14,6400 15,2400 20,8300
15 Lautan Luas Tbk. 29,0700 5,5600 7,1400 10,6400
16 Panin Sekuritas Tbk. 5,1500 4,7000 3,0300 2,6800
17 Ramayana Lestari Tbk. 20,1300 17,4000 18,8400 19,6600
18 Rig Tenders Tbk. 12,8200 8,7200 11,1500 39,3300
19 Selamat Sempurna Tbk. 7,1800 6,5600 6,5900 6,8700
20 Sorini Corporation Tbk. 4,0800 5,5100 5,7700 11,6600
21 Sepatu Bata Tbk. 5,1000 5,1900 7,5100 9,0300
22 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 7,5900 7,7500 8,8800 16,7200
23 Tempo Scan Pasific Tbk. 8,2300 10,5400 8,5700 14,8600
24 Tunas Baru Lampung Tbk. 10,2200 22,5800 51,9500 18,7200
Rata-rata per tahun 10,7608 10,0325 11,3671 16,2921
Sumber : data diolah
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa rata-rata PER dari semua industri
pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003, 2004, dan 2005.
Tahun 2003 rata-rata PER dari semua industri sebesar 10.7608, dimana
nilai tertinggi PER dimiliki oleh perusahaan Lautan Luas Tbk. yaitu
sebesar 29.0700 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan AKR
Corporation Tbk. yaitu sebesar 3.4800. Sementara itu rata-rata PER tahun
2004 rata-rata PER dari semua industri sebesar 10.0325, dimana nilai
tertinggi dimiliki oleh perusahaan Tunas Baru Lampung Tbk. yaitu
sebesar 22.5800, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Indosat
Tbk. dan Intel Nickel Indonesia Tbk. yaitu sebesar 4.6300. Sementara itu
rata-rata PER tahun 2005 rata-rata PER dari semua industri sebesar
11.3671, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Tunas Baru
Lampung Tbk. yaitu sebesar 51.9500, sedangkan terendah dimiliki oleh
perusahaan Indosat Tbk. dan Intel Nickel Indonesia Tbk. yaitu sebesar
4.9400. Selanjutnya rata-rata PER tahun 2006 rata-rata PER dari semua
100
industri sebesar 16.2921, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan
Asuransi Bintang Tbk. yaitu sebesar 67.6000, sedangkan terendah
dimiliki oleh perusahaan Panin Sekuritas Tbk. yaitu sebesar 2.6800.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi PER maka
semakin tinggi pula prospek pertumbuhan dimasa depan, karena menurut
Foster (1986) dalam Yetti Iswahyuni (2002) dalam Malla Bahagia (2008),
PER dapat mempresentasikan aliran laba masa depan. Semakin besar PER,
maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh
sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Selanjutnya adalah tabel 4.12 Price Book Value (Y2.2) yang
merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan
(Y2). Adapun rasio yang diperoleh dari indikator yang diteliti dapat
dilihat dari tabel yaitu sebagai berikut :
TabelNilai Perusahaan 4.12
No. Nama Perusahaan PBV 2003 2004 2005 2006
1 AKR Corporatian Tbk. 0,4000 0,8400 0,9500 1,6400
2 Asuransi Bintang Tbk. 0,3700 0,4900 0,5100 1,0100
3 Asuransi International Tbk. 1,7200 2,3600 2,0600 2,8400
4 Astra Graphia Tbk. 1,3400 1,3000 1,4000 1,3900
5 Astra Otoparts Tbk. 0,9800 1,0600 1,3200 1,2100
6 Berlian Laju Tanker Tbk. 1,9100 1,7400 2,1500 2,3100
7 Bank UOB Buana Tbk. 1,6300 2,1600 2,5300 1,9700
8 Ekhadarma International Tbk. 0,8500 1,0200 1,3900 1,5500
9 Gudang Garam Tbk. 2,3900 2,1400 1,7100 1,4900
10 Hexindo Adiperkasa Tbk. 0,7500 1,8200 2,3400 2,1900
11 Indorama Sythentic Tbk. 0,1800 0,1900 0,1300 0,1500
12 Indosat Tbk. 1,2700 2,3000 2,0800 2,4100
13 Intel Nickel Indonesia Tbk. 1,1900 1,1400 1,0300 2,0300
101
14 Kimia Farma Tbk. 1,5500 1,4000 0,9500 1,0500
15 Lautan Luas Tbk. 0,5600 0,6300 0,7500 0,6200
16 Panin Sekuritas Tbk. 0,9500 0,9300 0,6300 0,8000
17 Ramayana Lestari Tbk. 3,9900 3,2700 3,2300 3,1600
18 Rig Tenders Tbk. 0,8500 0,8500 0,9400 1,0700
19 Selamat Sempurna Tbk. 0,9600 1,1000 1,0700 1,0100
20 Sorini Corporation Tbk. 0,4800 0,6200 0,6000 0,9100
21 Sepatu Bata Tbk. 1,1600 1,0400 1,0700 0,9600
22 Tambang Batu Bara Bukit Tbk 1,2300 1,9300 2,0200 3,5400
23 Tempo Scan Pasific Tbk. 1,7000 2,0000 1,4200 2,0900
24 Tunas Baru Lampung Tbk. 0,5100 0,7300 0,6300 1,1500
Rata-rata per tahun 1,2050 1,3775 1,3713 1,6063
Sumber : data diolah
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa rata-rata PBV dari semua industri
pada tahun 2006 lebih tinggi dibandingkan tahun 2003, 2004, dan 2005.
Tahun 2003 rata-rata PBV dari semua industri sebesar 1.2050, dimana
nilai tertinggi PBV dimiliki oleh perusahaan Ramayana Lestari Tbk. yaitu
sebesar 3.9900 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Indorama
Sythentic Tbk. yaitu sebesar 0.1800. Sementara itu rata-rata PBV tahun
2004 dari semua industri sebesar 1.3775 dimana nilai tertinggi dimiliki
oleh perusahaan Ramayana Lestari Tbk. yaitu sebesar 3.2700, sedangkan
terendah dimiliki oleh perusahaan Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar
0.1900. Sementara itu rata-rata PBV tahun 2005 dari semua industri
sebesar 1.3713, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh perusahaan Ramayana
Lestari Tbk. yaitu sebesar 3.2300 sedangkan terendah dimiliki oleh
perusahaan Indorama Sythentic Tbk. yaitu sebesar 0.1300. Selanjutnya
rata-rata PBV tahun 2006 dari semua industri sebesar 1.6063, dimana nilai
tertinggi dimiliki oleh perusahaan Tambang Batu Bara Bukit Tbk. yaitu
sebesar 3.5400, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Indorama
102
Sythentic Tbk. yaitu sebesar 0.1500. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa
semakin tinggi PBV maka semakin tinggi pula prospek pertumbuhan
dimasa depan.
C. Pengujian dan Pembahasan
1. Pengujian Model Secara Keseluruhan
Berdasarkan pada output analisis SEM yang menggunakan software
Lisrel diperoleh nilai-nilai yang digunakan sebagai acuan dalam pengujian
model secara keseluruhan. Nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.13Uji kecocokan pada beberapa Kriteria Goodness of Fit Index
Goodness of Fit Index
Cut Off Value Hasil Penelitian Evaluasi Model
Degree Of Freedom Positif 44Normed Chi Square
(X²⁄df)< 2 1.25 Over fitting
RMR < 0.05 0.048 Good fitRMSEA < 0.05 0.040 Good fit
GFI > 0.90 0.92 Good fitAGFI > 0.90 0.86 Cukup fitNFI 0.9 0.90 Good fit
NNFI 0.9 0.97 Good fitCFI 0.9 0.98 Good fitRFI 0.9 0.86 Good fit
PNFI 0-1 0.60 Cukup fitPGFI 0-1 0.52 Cukup fit
103
Koefisien Goodness of Fit Index diatas menunjukkan adanya kecocokan
model dengan tingkat kecocokan yang baik. Dari beberapa indikator yang
digunakan dalam menilai kecocokan model ini, seluruhnya terpenuhi dengan baik.
Hal ini dapat ditujukan dari beberapa indikator fit diantaranya adalah :
Normed Chi-Square (X²⁄df) yang mempunyai nilai sebesar 1.25, karena
nilai tersebut mendekati nilai yang direkomendasikan yaitu 1 < X²⁄df < 2,
maka dapat dikatakan bahwa model tersebut Over fitting. Hal ini
disesuaikan dengan standar penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti yaitu Holmes Smith (2002) dalam Didi Achjari (2003)
menyatakan bahwa nilai normed chi-square antara 2-3 merupakan
reasonable good fit. Kelloway (1998) menyatakan bahwa model dikatakan
fit jika 2 < X²⁄df < 5 dan dikatakan overfitting nilai normed chi-square < 2.
RMR ( Root Mean Square Residual ) yang menunjukkan good fit karena
RMR mempunyai nilai 0.048, nilai tersebut lebih dari yang
direkomendasikan yaitu 0.050.
RMSEA ( Root Mean Square Error of Appoximation ) yang menunjukkan
bahwa model adalah good fit, karena RMSEA mempunyai nilai 0.040
yang mendekati 0.05.
GFI ( Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar 0.92, yang
menunjukkan bahwa model adalah good fit karena mendekati nilai yang
direkomendasikan sebesar 0.90.
104
AGFI ( Adjusted Goodness of Fit Index ) yang mempunyai nilai sebesar
0.86 lebih kecil dari nilai yang direkomendasikan yaitu 0.90, sehingga
dapat dikatakan bahwa model adalah cukup fit.
NFI ( Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model adalah good fit. Ini
dapat dilihat dari nilai NFI yaitu sebesar 0.90, nilai tersebut sama dengan
nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90.
NNFI / Tucker Lewis Index (TLI) yang mempunyai nilai sebesar 0.97,
menunjukkan bahwa model adalah good fit, karena nilai tersebut
mendekati dari yang direkomendasikan yaitu 0.90.
CFI ( Comparative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.98 lebih besar
dari nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, sehingga dapat
dikatakan bahwa model adalah good fit.
RFI ( Relative Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.86 lebih kecil dari
nilai yang direkomendasikan yaitu sebesar 0.90, sehingga dapat dikatakan
bahwa model adalah good fit.
PNFI ( Parsimony Normed Fit Index ) menunjukkan bahwa model adalah
cukup fit, ini dapat dilihat dari nilai PNFI yang sebesar 0.60, nilai tersebut
berkisar 0-1 dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model
cukup fit.
PGFI ( Parsimony Goodness Fit Index ) mempunyai nilai sebesar 0.52
sehingga dikatakan bahwa model cukup fit karena nilai tersebut berkisar 0-
1 dimana nilai yang mendekati 1 tersebut menunjukkan model cukup fit.
105
Berdasarkan pada nilai-nilai koefisien diatas yang memenuhi
pesyaratan kecocokan sebuah model, maka dapat disimpulkan bahwa
secara umum, model yang diperoleh memiliki tingkat kecocokan yang
baik.
2. Pengujian Jalur Individual – Measurement Model
Setelah dilakukan pengujian secara keseluruhan, langkah
selanjutnya adalah melakukan pengujian secara individual, yaitu untuk
melihat apakah seluruh jalur yang dihipotesiskan memiliki tingkat
signifikansi yang baik atau tidak. Untuk mengetahui apakah masing-
masing jalur memiliki tingkat signifikansi yang tinggi atau tidak dilakukan
dengan melihat nilai t-hitung yang diperoleh. Sebuah jalur dikatakan
signifikans jika nilai t-hitung untuk jalur tersebut lebih besar dari 1,96.
Berikut diagram yang berisikan nilai-nilai T-Value dan Standardized
Solution untuk seluruh koefisien jalur :
Gambar 4.1
T-Value
106
Gambar 4.2
Koefisien Path
107
Dari path diagram diatas dapat menunjukkan hubungan indikator
terhadap variabel latennya yaitu sebagai berikut :
1. Kepemilikan Manajerial (X1.1) terhadap Struktur Kepemilikan Saham.
Kepemilikan manajerial mempunyai koefisien path (jalur) positif
dan hubungan yang signifikan terhadap struktur kepemilikan saham, hal
ini dapat ditujukan dari koefisien jalur yang sebesar 0.91 dan nilai-t hitung
yang sebesar 6.28 yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar
1.96, sehingga indikator kepemilikan manajerial mempunyai tingkat
signifikan yang baik. Kepemilikan manajerial mempunyai koefisien path
sebesar 0.91 (91%) terhadap struktur kepemilikan saham.
2. Kepemilikan Institusional (X1.2) terhadap Struktur Kepemilikan Saham.
108
Kepemilikan institusional mempunyai koefisien path (jalur) positif
dan hubungan yang signifikan terhadap struktur kepemilikan saham, hal
ini dapat ditujukan dari koefisien jalur yang sebesar 0.75 dan nilai-t hitung
yang sebesar 5.62 yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar
1.96, sehingga indikator kepemilikan institusional mempunyai tingkat
signifikan yang baik. Kepemilikan Institusional mempunyai koefisien path
sebesar 0.75 (75%) terhadap struktur kepemilikan saham. Kepemilikan
Institusional merupkan indikator dari Struktur Kepemilikan Saham dimana
indikator ini paling mewakili variabel latennya. Kepemilikan institusional
mempunyai koefisien path sebesar 0.75 (75%) terhadap struktur
kepemilikan saham.
3. Tingkat Suku Bunga (X2.1) terhadap Faktor Ekstern.
Tingkat suku bunga merupakan indikator dari faktor ekstern.
Tingkat suku bunga mempunyai koefisien path (jalur) positif dan
hubungan yang signifikan terhadap faktor ekstern, hal ini dapat ditujukan
dari koefisien jalur yang sebesar 0.97 dan nilai-t hitung yang sebesar 12.51
yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga
indikator tingkat suku bunga mempunyai tingkat signifikan yang baik.
Tingkat suku bunga mempunyai koefisien path sebesar 0.97 (97%)
terhadap factor ekstern.
4. Keadaan Pasar Modal (X2.2) terhadap faktor Ekstern.
109
Keadaan Pasar Modal merupakan indikator dari Faktor Ekstern,
dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Keadaan pasar
modal mempunyai koefisien path (jalur) positif dan hubungan yang
signifikan terhadap faktor ekstern, hal ini dapat ditujukan dari koefisien
jalur yang sebesar 0.94 dan nilai-t hitung yang sebesar 11.99 yang lebih
besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga indikator
keadaan pasar modal mempunyai tingkat signifikan yang baik. Keadaan
pasar modal mempunyai koefisien path sebesar 0.94 (94%) terhadap factor
ekstern.
5. Pertumbuhan Pasar (X2.3) terhadap Faktor Ekstern.
Pertumbuhan pasar mempunyai koefisien path (jalur) positif dan
hubungan yang signifikan terhadap faktor ekstern, hal ini dapat ditujukan
dari koefisien jalur yang sebesar 0.75 dan nilai-t hitung yang sebesar 8.56
yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga
indikator pertumbuhan pasar mempunyai tingkat signifikan yang baik.
Pertumbuhan pasar mempunyai koefisien path sebesar 0.75 (75%)
terhadap factor ekstern.
6. Profitabilitas (X3.1) terhadap Faktor Intern.
Profitabilitas merupakan indikator dari Faktor Intern, dimana
indikator ini paling mewakili variabel latennya. Profitabilitas mempunyai
koefisien path (jalur) positif dan hubungan yang signifikan terhadap faktor
intern, hal ini dapat ditujukan dari koefisien jalur yang sebesar 0.81 dan
nilai-t hitung yang sebesar 8.19 yang lebih besar dibandingkan dengan t-
110
tabel sebesar 1.96, sehingga indikator probabilitas mempunyai tingkat
signifikan yang baik. Profitabilitas mempunyai koefisien path sebesar 0.81
(81%) terhadap factor intern.
7. Pembayaran Dividen (X3.2) terhadap Faktor Intern.
Pembayaran dividen mempunyai koefisien path (jalur) positif dan
hubungan yang signifikan terhadap faktor intern, hal ini dapat ditujukan
dari koefisien jalur yang sebesar 0.52 dan nilai-t hitung yang sebesar 5.02
yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga
indikator pembayaran dividen mempunyai tingkat signifikan yang baik.
Pembayaran dividen mempunyai koefisien path sebesar 0.52 (52%)
terhadap factor intern.
8. Ukuran Perusahaan (X3.3) terhadap Faktor Intern.
Ukuran Perusahaan mempunyai koefisien path (jalur) positif dan
hubungan yang signifikan terhadap faktor intern, hal ini dapat ditujukan
dari koefisien jalur yang sebesar 0.86 dan nilai-t hitung yang sebesar 8.77
yang lebih besar dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga
indikator ukuran perusahaan mempunyai tingkat signifikan yang baik.
Ukuran Perusahaan mempunyai koefisien path sebesar 0.88 (86%)
terhadap factor intern.
9. Debt to Asset Ratio (Y1.2) terhadap Leverage.
Debt to Asset Ratio merupakan indikator dari Leverage, dimana
indikator ini paling mewakili variabel latennya. Debt to Asset Ratio
111
mempunyai koefisien path (jalur) positif dan hubungan yang signifikan
terhadap leverage, hal ini dapat ditujukan dari koefisien jalur yang sebesar
0.92 dan nilai-t hitung yang sebesar 5.84 yang lebih besar dibandingkan
dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga indikator Debt to Asset Ratio
mempunyai tingkat signifikan yang baik. Debt to Asset Ratio mempunyai
koefisien path sebesar 0.92 (92%) terhadap Leverage.
10. Price Book Value (Y2.2) terhadap Nilai Perusahaan.
Price Book Value merupakan indikator dari nilai perusahaan,
dimana indikator ini paling mewakili variabel latennya. Price Book Value
mempunyai koefisien path (jalur) positif dan hubungan yang signifikan
terhadap nilai perusahaan, hal ini dapat ditujukan dari koefisien jalur yang
sebesar 0.87 dan nilai-t hitung yang sebesar 3.32 yang lebih besar
dibandingkan dengan t-tabel sebesar 1.96, sehingga indikator Price Book
Value mempunyai tingkat signifikan yang baik. Price Book Value
mempunyai koefisien path sebesar 0.87 (87%) terhadap Nilai Perusahaan.
Dari gambar 4.1 diatas terlihat bahwa jalur dari indikator terhadap
latennya yang dihipotesiskan nilai t-hitung yang lebih besar dari 1.96 dan
dapat disimpulkan bahwa seluruh koefisien jalur tersebut signifikan,
kecuali indikator Y1.1 dan Y2.2 tidak memiliki t-value, karena didalam
SEM indikator pertama dari variabel endogen tidak memiliki nilai t (t-
value).
3. Pengujian Jalur Individual – Stuctrural Model
112
Langkah berikutnya adalah menguji struktural model. Ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu :
1.Signifikansi koefisien Beta dan Gamma dengan uji t
2.Kecocokan dari model structural dengan memperhatikan nilai R²
(Squared Multiple Correlation).
Tabel 4.14Hubungan Beta dan Gamma
Hipotesis Variabel indipenden Variabel DependenKoefisien Path (t-value)
H₁ Struktur Kepemilikan SahamStruktur Modal (leverage) -0.30 (-2.47)
H₂ Struktur Kepemilikan Saham Nilai Perusahaan 0.12 (0.94)
H₃ Faktor EksternStruktur Modal (leverage) -0.24 (-2.16)
H₄ Faktor Ekstern Nilai Perusahaan 0.05 (0.49)
H₅ Faktor InternStruktur Modal (leverage) -0.38 (-2.95)
H₆ Faktor Intern Nilai Perusahaan 0.18 (1.28)H₇ Struktur Modal (leverage) Nilai Perusahaan -0.52 (-2.61)
Sumber : data diolah
Dari output yang ditampilkan dengan path diagram dan
ditunjukkan dengan tabel, maka didapatlah hubungan dan pengaruh
sebagai berikut :
H₁ Struktur Kepemilikan Saham terhadap Struktur Modal.
Dari tabel 4.14 diatas menujukkan adanya koefisien path negatif
dan berpengaruh signifikan antara struktur kepemilikan saham terhadap
struktur modal, ini dapat dilihat dari koefisien path sebesar -0.30 dan nilai
t-hitung sebesar -2.47 lebih besar dari 1.96, hubungan tersebut menyatakan
bahwa variabel struktur kepemilikan saham berpengaruh negatif terhadap
struktur modal (leverage), artinya semakin tinggi struktur kepemilikan
113
saham perusahaan, maka pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap
managemen akan semakin efektif, manajemen akan berhati-hati dalam
melakukan pinjaman sehingga leverage akan menurun. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa struktur
kepemilikan saham mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur modal
(leverage).
H₂ Struktur Kepemilikan Saham terhadap Nilai Perusahaan.
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path positif dan
tidak berpengaruh signifikan antara struktur kepemilikan saham terhadap
nilai perusahaan. Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien
path (pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar 0.12 dan hubungan yamg
tidak signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar 0.94 lebih kecil
dari 1.96. hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel struktur
kepemilikan saham mempunyai pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan, artinya semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan
maka nilai perusahaan akan meningkat, dengan peningkatan kepemilikan
saham institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan
peminjaman kepada manajemen sehingga terdorong untuk meningkatkan
kinerjanya, selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Dan kepemilikan
manajerial akan mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja
perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan, kinerja perusahaan
yang meningkat akan meningkatkan perusahaan. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa variabel struktur
114
kepemilikan saham mempunyai pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan.
H₃ Faktor Ekstern terhadap Struktur Modal.
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path negatif dan
berpengaruh signifikan antara faktor ekstern terhadap struktur modal
(leverage). Pengaruh negatif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien path
(pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar -0.24 dan hubungan yamg
signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar -2.16 lebih besar dari
1.96. Hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel faktor ekstern
berpengaruh negatif terhadap struktur modal (leverage), artinya semakin
tinggi faktor ekstern maka leverage akan menurun, faktor ekstern dapat
dilihat dari indikatorrnya yaitu tingkat suku bunga yang tinggi berarti
biaya penggunaan dana semakin tinggi sehingga perusahaan enggan untuk
melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage akan menurun, indikator
lainnya yaitu keadaan pasar modal yang tinggi, akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih tertarik
melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan
menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko (2007) yang
membuktikan bahwa variabel faktor ekstern berpengaruh negatif terhadap
struktur modal (leverage).
H₄ Faktor Ekstern terhadap Nilai Perusahaan.
115
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path positif dan
tidak berpengaruh signifikan antara faktor ekstern terhadap nilai
perusahaan. Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien path
(pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar 0.05 dan hubungan yamg tidak
signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar 0.49 lebih besar dari
1.96.
Hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel faktor ekstern
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan artinya semakin tinggi
faktor ekstern maka nilai perusahaan akan meningkat, faktor ekstern dapat
dilihat dari indikatorrnya yaitu keadaan pasar modal mempunyai pengaruh
positif terhadap nilai perusahaan, temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa para pemodal secara umum akan mempertimbangkan faktor
perkembangan pasar modal dalam membeli saham, indikator lainnya yaitu
pertumbuhan pasar mempunyai pengaruh positif terhadap nilai
perusahaan, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa meningkatnya
pertumbuhan pasar akan mempengaruhi earning perusahaan, earning
perusahaan yang tinggi menunjukkan prospek perusahaan yang bagus
dimasa yang akan datang, prospek bagus tersebut akan direspon positif
oleh investor, respon positif oleh investor tersebut akan meningkatkan
harga sahamuntuk selanjutnya akan meningkatkan nilai perusahaan.
H₅ Faktor Intern terhadap Struktur Modal.
116
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path negatif dan
berpengaruh signifikan antara faktor intern terhadap struktur modal
(leverage). Pengaruh negatif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien path
(pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar -0.38 dan hubungan yamg
signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar -2.95 lebih besar dari
1.96. Hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel faktor intern
berpengaruh negatif terhadap struktur modal (leverage), artinya semakin
tinggi faktor intern maka leverage akan menurun, faktor intern dapat
dilihat dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang meningkat akan
meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun.
Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan
bahwa variabel faktor intern berpengaruh negatif terhadap struktur modal
(leverage).
H₆ Faktor Intern terhadap Nilai Perusahaan.
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path positif dan
tidak berpengaruh signifikan antara faktor intern terhadap nilai
perusahaan. Pengaruh positif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien path
(pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar 0.18 dan hubungan yamg tidak
signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar 1.28 lebih besar dari
1.96.
Hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel faktor intern
berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan artinya semakin tinggi faktor
117
intern maka nilai perusahaan akan meningkat, faktor intern dapat dilihat
dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang tinggi akan menunjukan
prospek perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon positif
sinyal tersebut dan nilai perusahaan meningkat. Singnally theory,
Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa profitabilitas yang tinggi
menunjukan prospek perusahaan yang bagus sehingga investor akan
merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Pembayaran
dividen yang semakin meningkat menunjukan prospek perusahaan
semakin bagus sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham dan
nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran perusahaan yang besar
menunjukan perusahaan mengalami perkembangan sehingga investor akan
merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa variabel faktor
intern berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
H₇ Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan.
Tabel 4.14 diatas menunjukkan adanya koefisien path negatif dan
berpengaruh signifikan antara struktur modal (leverage) terhadap nilai
perusahaan. Pengaruh negatif tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien
path (pengaruh) yang diperoleh yaitu sebesar -0.52 dan hubungan yamg
signifikannya dapat dilihat dari nilai t-tabel sebesar -2.61 lebih besar dari
1.96. hubungan tersebut menyatakan bahwa variabel struktur modal
(leverage) berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan artinya, semakin
tinggi leverage maka nilai perusahaan akan menurun, karena leverage yang
118
semakin tinggi akan menimbulkan financial distress sehingga nilai
perusahaan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko (2007)
yang membuktikan bahwa variabel struktur modal (leverage) berpengaruh
negatif terhadap nilai perusahaan.
Pada tabel 4.14 Gamma di atas, terlihat bahwa pada model yang
dihipotesiskan, variabel Struktur Kepemilikan Saham, Faktor Ekstern, dan
Faktor Intern mempengaruhi Struktur Modal secara signifikans. Ini
ditunjukkan dengan nilai t-hitung nya masing-masing yang lebih besar dari
1,96. Sementara itu, tidak terdapat satupun variabel yang mempengaruhi
Nilai Perusahaan, dimana Struktur Kepemilikan Saham, Faktor Ekstern,
dan Faktor Iintern tidak mempengaruhi secara signifikans karena memiliki
nilai t-hitng yang lebih kecil dari 1,96. Sementara pada tabel Beta terlihat
bahwa Struktur Modal secara signifikans mempengaruhi Nilai Perusahaan.
Ini diperlihatkan oleh nilai t-hitung yang lebih besar dari 1,96.
Selanjutnya, kecocokan dari model structural dengan
memperhatikan nilai R² (Squared Multiple Correlation).
Tabel 4.15Squared Multiple Correlations (R²)
119
Variabel Laten Indikator R²Struktur X₁.₁ 0.83
Kepemilikan Saham X₁.₂ 0.56
Faktor EksternX₂.₁ 0.93X₂.₂ 0.89X₂.₃ 0.57
Faktor InternX₃.₁ 0.65X₃.₂ 0.27X₃.₃ 0.74
Struktur Modal Y₁.₁ 0.52(leverage) Y₁.₂ 0.85
Nilai Y₂.₁ 0.25Perusahaan Y₂.₂ 0.76
Sumber : data diolah
Dari tabel 4.15 diatas, dapat dilihat bahwa X₂.₁ (tingkat suku bunga)
memiliki R² tertinggi yaitu sebesar 0.93, artinya faktor ekstern (variabel laten
endogen) berkontribusi besar terhadap varians tingkat suku bunga yaitu sebesar
93% sedangkan sisanya sebesar 7% dijelaskan oleh measurement error, sehingga
dapat dikatakan bahwa tingkat suku bunga merupakan indicator yang paling baik
dari variable latennya yaitu factor ekstern, sedangkan Y₂.₁ (price earning ratio)
merupakan indiaktor yang paling kurang baik dari variable laten endogennya yaitu
nilai perusahaan karena mempunyai nilai R² yang paling kecil dibanding dengan
indikator variabel endogen yang lain.
D. Interpretasi
Berdasarkan pembahasan hipotesis diatas terdapat pengaruh negatif antara
struktur kepemilikan saham terhadap struktur modal. Hal ini terjadi karena
kepemilikan saham yang tinggi dapat mengurangi penggunaan leverage artinya,
120
kepemilikan institusi yang tinggi akan meningkatkan pengawasan dan kontro
lterhadap tindakan dan keputusan yang dibuat oleh pihak manjemen sedangkan
jika kepemilikan saham manajerial meningkat maka akan menimbulkan sikap
berhati-hati bagi pihak manajemen untuk bertindak dan mengambil keputusan.
Variabel struktur kepemilikan saham mempunyai pengaruh positif
terhadap nilai perusahaan, artinya semakin tinggi struktur kepemilikan saham
perusahaan maka nilai perusahaan akan meningkat, dengan peningkatan
kepemilikan saham institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan
peminjaman kepada manajemen sehingga terdorong untuk meningkatkan
kinerjanya, selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat.
Variabel faktor ekstern berpengaruh negatif terhadap struktur modal
(leverage), artinya semakin tinggi faktor ekstern maka leverage akan menurun,
faktor ekstern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu tingkat suku bunga yang
tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi sehingga perusahaan enggan
untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya leverage akan menurun, indikator
lainnya yaitu keadaan pasar modal yang tinggi, akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman karena perusahaan lebih tertarik
melakukan pembiayaan melalui pasar modal sehingga leverage akan menurun.
Variabel faktor ekstern berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
artinya semakin tinggi faktor ekstern maka nilai perusahaan akan meningkat,
faktor ekstern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu keadaan pasar modal
mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, temuan penelitian ini
121
menunjukkan bahwa para pemodal secara umum akan mempertimbangkan faktor
perkembangan pasar modal dalam membeli saham
Variabel faktor intern berpengaruh negatif terhadap struktur modal
(leverage), artinya semakin tinggi faktor intern maka leverage akan menurun,
faktor intern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang meningkat
akan meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat
perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa variabel faktor
intern berpengaruh negatif terhadap struktur modal (leverage).
Variabel faktor intern berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
artinya semakin tinggi faktor intern maka nilai perusahaan akan meningkat, faktor
intern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang tinggi akan
menunjukan prospek perusahaan yang baik sehingga investor akan merespon
positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan meningkat. Pembayaran dividen yang
semakin meningkat menunjukan prospek perusahaan semakin bagus sehingga
investor akan tertarik untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat.
Ukuran perusahaan yang besar menunjukan perusahaan mengalami perkembangan
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan meningkat.
Variabel struktur modal (leverage) berpengaruh negatif terhadap nilai
perusahaan artinya, semakin tinggi leverage maka nilai perusahaan akan menurun,
karena leverage yang semakin tinggi akan menimbulkan financial distress
sehingga nilai perusahaan menurun.
122
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
123
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan yaitu
sebagai berikut :
1. Struktur Kepemilikan Saham mempunyai koefisien path (jalur) negatif
dan berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (leverage). Ini
menggambarkan semakin tinggi kepemilikan kepemilikan saham baik
kepemilikan saham manjerial maupun institusional maka semakin
rendah tingkat hutang (leverage) yang digunakan. Hasil penelitian ini
sesuai dengan yang dilakukan oleh Sujoko (2007) yang menyatakan
bahwa semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan, maka
pengawasan yang dilakukan pemilik terhadap managemen akan
semakin efektif, manajemen akan berhati-hati dalam melakukan
pinjaman sehingga leverage akan menurun. Temuan penelitian ini juga
tidak mendukung Agency Theory, Jensen dan Meckling (1979) yang
menjelaskan tentang adanya pemisahan yang jelas antara fungsi
kepemilikan dengan fungsi pengelolaan. Manajemen tidak mempunyai
kendali dalam menentukan hutang karena banyak dikendalikan oleh
mayoritas.
2. Struktur kepemilikan Saham
Struktur kepemilikan saham mempunyai koefisien path (jalur) positif
dan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya,
semakin tinggi struktur kepemilikan saham perusahaan maka nilai
124
perusahaan akan meningkat, dengan peningkatan kepemilikan saham
institusional akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman
kepada manajemen sehingga terdorong untuk meningkatkan
kinerjanya, selanjutnya nilai perusahaan akan meningkat. Dan
kepemilikan manajerial akan mendorong manajemen untuk
meningkatkan kinerja perusahaan, karena mereka juga memiliki
perusahaan, kinerja perusahaan yang meningkat akan meningkatkan
perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko (2007) yang
membuktikan bahwa variabel struktur kepemilikan saham mempunyai
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini sesuai
dengan temuan penelitian Sudarma (2003) yang menemukan bahwa
Struktur kepemilikan saham tidak berpengaruh signifikan terhadap
nilai perusahaan.
3. Faktor Ekstern mempunyai koefisien path (jalur) negatif dan
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (leverage). Artinya,
semakin tinggi faktor ekstern maka leverage akan menurun, faktor
ekstern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu tingkat suku bunga yang
tinggi berarti biaya penggunaan dana semakin tinggi sehingga
perusahaan enggan untuk melakukan peminjaman dan selanjutnya
leverage akan menurun, indikator lainnya yaitu keadaan pasar modal
yang tinggi, akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan
peminjaman karena perusahaan lebih tertarik melakukan pembiayaan
melalui pasar modal sehingga leverage akan menurun. Hasil ini sesuai
125
dengan penelitian Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa variabel
faktor ekstern berpengaruh negatif terhadap struktur modal (leverage).
4. Faktor Ekstern mempunyai koefisien path (jalur) positif dan tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya, semakin
tinggi faktor ekstern maka nilai perusahaan akan meningkat, faktor
ekstern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu keadaan pasar modal
mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa para pemodal secara umum akan
mempertimbangkan faktor perkembangan pasar modaldalam membeli
saham, indikator lainnya yaitu pertumbuhan pasar mempunyai
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan, temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa meningkatnya pertumbuhan pasar akan
mempengaruhi earning perusahaan, earning perusahaan yang tinggi
menunjukkan prospek perusahaan yang bagus dimasa yang akan
datang, prospek bagus tersebut akan direspon positif oleh investor,
respon positif oleh investor tersebut akan meningkatkan harga
sahamuntuk selanjutnya akan meningkatkan nilai perusahaan
5. Faktor Intern mempunyai koefisien path (jalur) negatif dan
berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (leverage). Artinya,
semakin tinggi faktor intern maka leverage akan menurun, faktor
intern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang
meningkat akan meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan
mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman dan
126
leverage akan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko
(2007) yang membuktikan bahwa variabel faktor intern berpengaruh
negatif terhadap struktur modal (leverage). Hasil penelitian ini
mendukung Pecking Order Theory, Myers (1984) dimana dalam
melakukan pembiayaan, perusahaan mendasarkan pada urutan dari
laba yang ditahan , kemudian hutang dan yang terakhir adalah emisi
saham baru.
6. Faktor Intern mempunyai koefisien path (jalur) positif dan tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya, semakin
tinggi faktor intern maka nilai perusahaan akan meningkat, faktor
intern dapat dilihat dari indikatorrnya yaitu Profitabilitas yang tinggi
akan menunjukan prospek perusahaan yang baik sehingga investor
akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan meningkat.
Singnally theory, Bhattacarya (1979) mengemukakan bahwa
profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus
sehingga investor akan merespon positif dan nilai perusahaan akan
meningkat. Pembayaran dividen yang semakin meningkat menunjukan
prospek perusahaan semakin bagus sehingga investor akan tertarik
untuk membeli saham dan nilai perusahaan akan meningkat. Ukuran
perusahaan yang besar menunjukan perusahaan mengalami
perkembangan sehingga investor akan merespon positif dan nilai
perusahaan akan meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sujoko
127
(2007) yang membuktikan bahwa variabel faktor intern berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan.
7. Struktur Modal (leverage) mempunyai koefisien path (jalur) negatif
dan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Artinya,
semakin tinggi leverage maka nilai perusahaan akan menurun, karena
leverage yang semakin tinggi akan menimbulkan financial distress
sehingga nilai perusahaan menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Sujoko (2007) yang membuktikan bahwa variabel struktur modal
(leverage) berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hasil
penelitian ini mendukung teori struktur modal Trade off Model yang
menyatakan bahwa jumlah hutang yang semakin meningkat akan
menurunkan nilai perusahaan.
B. Implikasi
Penelitian ini belum menggunakan kepemilikan saham public
sebagai indikator dari variabel laten eksogen struktur kepemilikan
saham, peneliti mendatang perlu memasukan kepemilikan public
sebagai dari indicator struktur kepemilikan saham.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis
mencoba mengemukakan implikasi yang mungkin bermanfaat
diantaranya :
1. Bagi Perusahaan
128
Adanya pengaruh-pengaruh yang terjadi antara struktur
kepemilikan saham, faktor ekstern, faktor intern terhadap struktur
modal (leverage), dan struktur kepemilikan saham, faktor ekstern,
faktor intern terhadap nilai perusahaan, dapat membantu pihak
perusahaan dalam mengambil keputusan yang amat penting,
karena keputusan yang nantinya diambil dapat menentukan
kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan.
2. Bagi Investor
Dengaan adanya struktur modal (leverage) pengaruh-pengaruh
yang terjadi dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan dan
memutuskan investasi yang akan dilakukan karena setiap investor
menginginkan prospek yang amat baik bagi perusahaan di masa
depan.
3. Bagi Akademisi
Perlu diadakan penelitian selanjutnya mngenai pengaruh-pengaruh
variable endogen dan variable eksogen dengan menambahkan
sample yang lebih banyak dan juga menggunakan analisis SEM
dengan konseptualisasi model yang berbeda dan menggunakan
software lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica, dan Meliza Silvy, ”Analisis Kebijakan Dividen dan Kebijakan Leverage Terhadap Prediksi Kepemilikan Manajerial Dengan Tehnik Analisis Multinomial logit”, Jurnal Akuntansi dan Bisnis, Vol.6, No. 1, hal. 1 – 19, 2006.
129
Achjari, Didi. “Pelaporan statistic Structural Equation Modeling : Temuan Tiga Jurnal Bisnis”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Volume 6, No. 3,September 2003.
Bahagia, Malla, “Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen dan Kwbijakan Hutang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM)”, Jakarta: UIN Syarifhidayatullah, 2008.
Christianti, Ari, “Penentuan Prilaku Kebijakan Struktural Modal pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta : Hipotesis Static Trade Off atau Pecking Order Theory”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 2006.
Ghozali, Imam. “Structural Equatin Modeling Theory, Konsep n Aplikasi dengan Program Lisrel 8.54”, Semarang : Universitas Diponegoro, 2005.
Hamid, Abdul. “Panduan Penulisan Skripsi”. Jakarta : FEIS UIN Syarif Hidayatullah Press, 2007.
Muslimin, “Analisis Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividend an kebijakan Utang Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Ekonomi dan Manajemen, volume 7, No. 2, Juni, 2006.
Nasser, Etty M., dan Fielyandi F., “Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, dan Hutang Sebagai Variabel Intervening Terhadap Nilai Perusahaan”, Jurnal Ekonomi STEI, No.2. 2006.
Putra, AA GP Widana, “Pengaruh Free Cash Flows Terhadap Hubungan Antara Struktur Modal dan Kebijakan Dividend an Return Saham” Yogyakarta : Tesis S2, Universitas Gajah Mada, 2003.
Putri, Imanda, dan Moh. Nasir, “Analisis Persamaan Simultan Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Risiko, Kebijakan Hutang, dan Kebijakan Dividen Dalam Perpektif Teori Keagenan”, Simposium Nasional Akuntansi, Ikatan Akuntansi Indonesia. 2006.
Riyanto, Bambang. “Dasar- Dasar Pembelanjaan Perusahaan”. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Gajah Mada, 1998.
Rodoni, Ahmad dan Nasaruddin, Indo Yama, “Modul Manajemen Keuangan”, Jakarta : Bab IX Capital Sstructure and Leverage, 2007.
Sholihah, Maratush. Engujian Empiris Balance Theory, Pecking Order Theory dan Signaling Theory pada Struktur Modal Perusahaan di Indonesia”. Skripsi S1 FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 2006.
130
Sudana, I Made, dan Wiayaningrum, M Enny, “Analisis Kebijakan Investasi Modal Kerja Hubungannya dengan Profitabilitas pada Kondisi Ekonomi SebelumKrisis dan Masa Krisis”, Majalah Ekonomi, Fak. Ekonomi Unair dan Fak. Ekonomi Ubhara, 2003.
Sudarmadji, Ardi Murdoko dan Sularto, Lana, “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap luas Voluntary disclosure laporan Keuangan Tahunan”, Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil), Auditorium Kampus Gunadarma, 2007.
Suhartoro, “Pengaruh Insider Ownership Net Organizational Capital dan Risiko Pasar terhadap Kebijakan Dividen”, Yogyakarta : Tesis S2, Universitas Gajah Mada, 2002.
Sujoko,”Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Lverage,Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 9 no. 1, Surabaya :Universitas Kristen petra, 2007.
Suranta, Eddy, dan Pratana P. Midiastuti, ”Analisis Hubungan Kepemilikan Manajerial, Nilai Perusahaan, dan Investasi dengan Model Persamaan Linier Simultan”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.6, No.1. 2003.
Utami, Sih Widhi. “Asosiasi Investment Opportunity Set dengan Kebijakan Pendanaan, Kebijakan Dividen, dan Implikasinya pada Perubahan Harga Saham”. Simposium Nasional Akuntansi, IAI. 2006.
Wahyudi, Untung, dan Hartini P.Pawesti, “Implikasi Struktur Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan : Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening”, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. 2006.
131