pengetahuan dengan intellectual capital …eprints.undip.ac.id/26926/1/jurnal_netty_putri_r.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
KORELASI BUDAYA ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN
PENGETAHUAN DENGAN INTELLECTUAL CAPITAL
(STUDI PADA PT TELKOM TBK)
Netty Putri Rosaelina
Andri Prastiwi, SE, M.Si, Akt.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
ABSTRACT The study of Intellectual Capital (IC) continues to interest Company to get
the benefits of asset which generally not recorded on the balance sheet. Even though there are many studies about IC there is a few study that can identified the cultural organizational characteristic which support the development of IC and its elements (Human Capital, Structural Capital, Customer Capital). Therefore this study analyzed the relationships among the organizational cultural, uncertain knowledge, IC and the elements of it.
This study used quantitative approach to find the information from the employee of Informatic System Division who represented as IC and experienced of rapid change in knowledge. Pearson Correlation analyze is used this study to get to know the relationships among cultural organizational, uncertain knowledge, IC and its elements.
Findings suggest that the uncertainty knowledge associated with IC and its elements composition such as Structural Capital, and Customer Capital. The lower of the uncertainty knowledge will support the development of IC, Structural Capital, and Customer Capital. High power distance only associated with Structural Capital, and it will develop if the power distance is high. Short-term Orientation associated with IC and its elements: Structural Capital, and Customer Capital. IC, Structural Capital, and Customer Capital will develop if the organizations use the long term orientation culture. As for the individualism culture was not related with IC and its elements.
2
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Saat ini minat terhadap Intellectual Capital (IC, selanjutnya akan
menggunakan singkatan ini) semakin tumbuh akibat dari perkembangan teknologi,
informasi, serta ilmu pengetahuan yang merupakan awal dari perspektif new
economy (Petty dan Guthrie, dikutip oleh Holgado 2005). Pada perspektif new
economy tersebut sistem manajemen baru sudah mulai berbasis pengetahuan.
Sehingga modal konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan,
dan aset fisik menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis
pengetahuan dan teknologi. Di Indonesia, penelitian mengenai cara pengukuran,
dan pengungkapan IC telah banyak dilakukan seperti penelitian mengenai
pengukuran IC dalam kinerja perbankan oleh Ulum (2009), kemudian penelitian
karakteristik yang mempengaruhi pengungkapan IC oleh Yunanto (2010), dan
penelitian yang banyak digunakan sebagai acuan untuk penelitian IC mengenai
perlakuan, pengukuran, dan pelaporan IC oleh Sawarjuwono (2003).
Sementara itu, walaupun banyak penelitian mengenai pengungkapan, dan
pengukuran mengenai IC, penelitian mengenai pengembangan IC masih sangat
jarang ditemui. Bahkan literatur-literatur tersebut banyak yang gagal meyakinkan
para manajer perusahaan dalam mengembangkan IC, karena belum ditemukan
elemen yang mendukung atau menghambat penekanan terhadap IC (Herremans
dan Isaac, 2007). Perusahaan perlu mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik-
karakteristik apa saja yang menghambat atau mendukung penerapan program
pengembangan IC. Sehingga, perusahaan siap dalam menghadapi tantangan era
globalisasi saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
Kesadaran perusahaan saat ini terhadap peran IC di Indonesia, mendorong
perusahaan untuk mengetahui apakah ketidakpastian pengetahuan berhubungan
dengan IC dan memahami budaya apa saja yang menghambat atau mendukung
pengembangan IC. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ketidakpastian pengetahuan berhubungan
3
dengan IC dan unsur penyusunnya (Modal manusia, Modal struktural, Modal
pelanggan)? 2. Apakah budaya organisasi antara lain: individualisme, jarak
kekuasaan yang tinggi (high power distance), dan orientasi jangka pendek (short
term orientation) berhubungan dengan IC dan unsur penyusunnya?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka
tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk menguji hubungan ketidakpastian
pengetahuan dengan IC dan unsur penyusunnya. Kedua, untuk menguji hubungan
budaya organisasi antara lain: budaya individualisme, jarak kekuasaan yang tinggi
(high power distance), dan orientasi jangka pendek (short term orientation) dengan
IC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perusahaan
yang telah menerapkan bisnis berbasis pengetahuan dalam perencanaan,
pengembangan, pengukuran aset tidak berwujud berupa IC. Sehingga perusahaan
dapat menciptakan lingkungan budaya organisasi serta memperoleh cara mengatasi
permasalahan ketidakpastian pengetahuan untuk mendukung pengembangan IC
yang diharapkan.
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Resource Based Theory
Pencapaian keunggulan kompetitif suatu perusahaan dapat dipahami
dengan Resource-based Theory. Barney (1991) mengemukakan bahwa dalam
Resource-based Theory, keunggulan kompetitif terjadi jika sumber daya bersifat
heterogen dan sumberdaya tidak dapat berpindah (dimana pesaing tidak dapat
mengambil sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan saat ini).
Lebih lanjut, Grover et al. dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001)
menambahkan konsep inti kompetensi tersebut berhubungan dengan mekanisme
perusahaan dalam mengakumulasikan keterampilannya yang baru agar dapat
mengembangkan kemampuan kinerjanya dibanding dengan pesaingnya.
Sedangkan Campbell dan Luchs, dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001)
4
menyatakan bahwa dalam Resource-Based Theory, perusahaan menerima atribut-
atribut yang berhubungan dengan kompetensi sebagai faktor yang mempengaruhi
kesuksesan perusahaan, budaya organisasi, dan pengalaman di masa lampau.
2. 1. 2 Intellectual Capital (IC)
Menurut Stewart (2002) “IC merupakan aset tidak berwujud dalam suatu
perusahaan, tetapi tidak tampak dalam laporan keuangan”. The Society of
Management Accountants of Canada (SMAC) mengartikan IC “Dalam laporan
keuangan, aset pengetahuan adalah semua yang berbasis pengetahuan, dimana
perusahaan yang memiliki aset tersebut akan mendapat manfaat dimasa yang akan
datang (IFAC 1998)”. Sedangkan menurut Sveiby (dikutip oleh Sawarjuwono,
2003) “ Aset yang tidak yampak pada laporan keuangan dapat diklasifikasikan
pada tiga bagian, yaitu: kompetensi individual, struktur internal, dan struktur
eksternal”.
Dari sejumlah definisi yang diberikan oleh para pakar, dapat disimpulkan
IC adalah aktiva tak berwujud yang terdiri dari elemen-elemen seperti modal
manusia, struktur organisasi, dan struktur relasional. Ketiga elemen itulah, yang
kemudian menjadi penciptaan nilai, sehingga perusahaan mampu mempertahankan
daya kompetensinya dengan berbasis teknologi dan inovatif.
Maksud dari kompetensi individual oleh Sveiby (dikutip oleh
Sawarjuwono, 2003) adalah modal manusia, sedangkan struktur internal
dimaksudkan sebagai modal struktural, dan struktur eksternal adalah modal
pelanggan merupakan hubungan dengan pelanggan.
2. 1. 3 Budaya Organisasi
Dalam penelitiannya Hofstede (1980, 1990) menemukan beberapa
perbedaan budaya yang terjadi pada bisnis internasional. Hal tersebut kemudian
mempengaruhi keputusan perusahaan, karena keputusan yang diambil berdasarkan
operasi binis dari asal negara perusahaan tersebut akan menjadi keputusan yang
buruk jika diterapkan pada perusahaan di negara lain.
5
Riset yang dilakukan oleh Hofstede (1980, 1990) di Indonesia
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat Individualisme yang rendah. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia cenderung memiliki budaya
kolektivisme. Dalam berbisnis perusahaan di Indonesia cenderung memiliki sifat
kekeluargaan dan komitmen jangka panjang.
Kemudian hasil riset oleh Hofstede (1980. 1990) yang lain menunjukkan
Indonesia memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dimana kondisi sosial yang ada
sangat diatur oleh hukum, peraturan untuk mengendalikan dan menghindari
ketidakpastian. Hal tersebut juga didukung oleh tingkat penghindaran
ketidakpastian yang tinggi, dimana sosial masyarakat Indonesia takut untuk
mengambil risiko dari situasi yang baru. Perpaduan tingkat Jarak Kekuasaan yang
tinggi dengan tingkat Penghindaran Ketidakpastian yang tinggi membuat kondisi
sosial masyarakat yang patuh terhadap peraturan, dan hukum yang ada.
2. 1. 4 Ketidakpastian Pengetahuan
Ketidakpastian pengetahuan merupakan suatu konsep yang sulit dijelaskan.
Ketidakpastian pengetahuan menurut Petersen (2002) merupakan situasi yang sulit
ditentukan, hasilnya tidak dapat diperkirakan, tidak dapat diandalkan dan hanya
memberikan kemungkinan. Ketidakpastian pengetahuan terjadi akibat keterbatasan
pengetahuan dari keseluruhan pengetahuan yang ada.
Penelitian mengenai ketidakpastian pengetahuan juga dilakukan oleh
Brown dan Moberg (dikutip oleh Herremans dan Isaac, 2007). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi saat perusahaan
dihadapkan oleh situasi dimana pengetahuan cepat berubah. Mereka membahas
mengenai empat fitur dari ketidakpastian lingkungan yang berlaku pada tingkat
ketidakpastian pengetahuan. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi ketika suatu organisasi dihadapkan
dengan interaksi terhadap pengetahuan yang berbeda dan berubah dengan cepat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan staf ahli yang
dapat menangani staf ahli yang dapat mengantisipasi dan menangani
ketidakpastian di masa depan.
6
2. 1. 5 Budaya Organisasi dengan IC
Hubungan mengenai budaya dalam organisasi dengan IC telah banyak
diteliti. Holgado dan Canizares (2006) menyatakan bahwa aset tidak berwujud
bergantung pada variabel budaya. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Guzmán,
et al. (2007) yang menunjukkan bahwa budaya merupakan komponen inti dari IC.
Penelitian budaya yang telah diakui di dalam literatur bisnis internasional
adalah penelitian oleh Hofstede (1980, 1991). Karena kemungkinan budaya yang
berlaku dalam suatu negara juga berlaku dalam suatu organisasi tersebut yang
diduga berpengaruh terhadap pengembangan IC. Berikut, tiga dimensi-dimensi
budaya oleh Hofstede dijelaskan sehubungan dengan pengembangan IC dalam
suatu organisasi.
Pertama, dimensi individualisme dan kolektifisme yaitu dimensi yang
mengukur tingkat prioritas seseorang dalam meletakkan kepentingan individu
dibandingkan kepentingan bersama. Organisasi yang menuntut kemandirian
karyawan dan kerja secara individu daripada kerja kolektif, kemungkinan
organisasi tersebut akan memiliki masalah dalam mentransfer pengetahuan, dan
berbagi pengetahuan. Sehingga perusahaan akan sulit dalam mengembangkan IC
(O’Dell dan Grayson, dikutip Herremans dan Isaac, 2007).
Kedua, jarak kekuasaan yang menghubungkan seseorang dengan yang lain
berdasarkan pada kekuasaan dan struktur otorisasi dari posisi sosial yang rendah
kepada posisi sosial yang lebih tinggi. Dimensi jarak kekuasaan mengukur tingkat
toleransi pada struktur organisasi yang hierarkis. Jarak kekuasaan yang kuat akan
cenderung memiliki gaya komunikasi yang formal (DeLong dan Fahey, dikutip
Herremans dan Isaac, 2007).
Ketiga, perusahaan dalam membuat perencanaan dipengaruhi oleh sosial
budaya antara lain sudut pandang jangka waktu yang panjang, dan yang lain adalah
sudut pandang jangka waktu yang pendek. Organisasi dengan orientasi jangka
pendek akan gagal dalam mengembangkan IC karena perusahaan hanya
memikirkan cara dalam mengatasi permasalahan saat ini saja, daripada
7
memikirkan cara dalam mencegah permasalahan yang akan datang di masa depan
(Chamis, dikutip Herremans dan Issac, 2007).
2. 1. 6 Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC
Herremans dan Isaac (2007) mencoba mendeskripsikan ketidakpastian
pengetahuan Hubungan antara ketidakpastian pengetahuan dengan IC pada
organisasi bisnis. Mereka membandingkan antara perusahaan konstruksi dengan
perusahaan bioteknologi. Perusahaan konstruksi memiliki pengetahuan yang
relative tidak mengalami perubahan yang cepat, dibandingkan dengan perusahaan
bioteknologi.
Tingkat ketidakpastian pada perusahaan konstruksi yang rendah, bila
perusahaan tersebut memberikan tekanan yang rendah pada IC, tidak akan
mempengaruhi perusahaan. Perusahaan akan berada di status quo, dimana
perusahaan tetap berada di posisi yang aman. Sebaliknya, jika perusahaan
konstruksi memberikan tekanan yang tinggi pada IC, akan terjadi ketidakefisienan
dimana perusahaan akan membuang waktu dan sumberdaya dengan sia-sia.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya menyoroti tentang ketidakpastian pengetahuan pada
lingkungan organisasi dan dampaknya yang menghambat dan membangun IC.
Lebih lanjut lagi penelitian tersebut juga menggali dampak budaya internal
terhadap IC. Penelitian berjudul “Relationships Among Intellectual Capital,
Uncertainty Knowledge and Culture” oleh Herremans dan Isaac (2007), bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik penting yang mendorong
organisasi dalam membangun IC.
Hasil dari penelitian dari penelitian tersebut adalah ketidakpastian
pengetahuan merupakan variabel yang penting bagi penekanan terhadap IC.
Sedangkan temuan terhadap variabel budaya yaitu: jarak kekuasaan yang tinggi,
orientasi hubungan jangka pendek menghambat pembentukan lingkungan yang
kondusif dalam pengembangan IC.
8
2.3 Model Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, budaya dan ketidakpastian pengetahuan diduga
memiliki hubungan terhadap IC dan unsur penyusunnya yaitu: Modal manusia,
Modal struktural dan Modal pelanggan.
Gambar Kerangka konseptual 2.2
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis
2. 4. 1 Korelasi ketidakpastian pengetahuan dengan IC dan indikator
penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)
Dari penelitian Brown dan Moberg (dikutip Herremans dan Isaac, 2007))
disimpulkan bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi ketika suatu organisasi
dihadapkan dengan interaksi terhadap pengetahuan yang berbeda dan berubah
dengan cepat. Organisasi akan menghadapi kesulitan dalam memprediksi masa
depan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya jika pengetahuan berubah
dengan cepat. Hal ini akan mempersulit perusahaan dalam mengembangkan IC
yang terdiri dari elemen penyusun yaitu: Modal manusia, Modal struktural, Modal
pelanggan.
Pada Resource-based Theory, perusahaan akan mencapai keunggulan
kompetitifnya jika perusahaan memiliki sumberdaya yang heterogen, unik dan
tidak dimiliki oleh pesaingnya. Namun, saat ketidakpastian pengetahuan tinggi
akibat pengetahuan yang berubah dengan cepat, perusahaan akan kesulitan
membuat sumberdaya yang heterogen dan unik. Karena pesaing akan dapat
memanfaatkan situasi dari perubahan pengetahuan tersebut. Dari uraian tersebut
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan IC.
H2: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal
manusia.
H3: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal
struktural .
H4: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal
pelanggan.
9
2. 4. 2 Korelasi budaya individu dengan IC dan indikator penyusun IC
(Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)
Budaya organisasi terbentuk melalui proses yang panjang dan diterima oleh
sekelompok orang dan memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan
perusahaan. Pada Resource-Based Theory, perusahaan akan menerima atribut-
atribut yang berhubungan dengan kompetensi sebagai faktor yang mempengaruhi
kesuksesan perusahaan seperti: budaya organisasi, dan pengalaman di masa
lampau (Campbell dan Luchs, dikutip oleh Caldeira dan Ward, 2001).
Pengembangan Modal manusia akan terhambat jika para anggota
perusahaan lebih mementingkan dirinya dan tidak ingin bekerjasama dalam
pencapaian tujuan bersama. Budaya individual tidak mendukung berkembangnya
pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan sebagai IC (O’Dell dan Grayson,
dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Modal struktural berhubungan dengan budaya
individu, karena dengan adanya struktur pada suatu perusahaan, manajemen
dengan kewenangannya dapat mengatur karyawan untuk bekerja secara individu
ataupun kelompok. Pengembangan Modal pelanggan juga akan terhambat jika
anggota perusahaan memiliki budaya individu yang sulit berbagi pengetahuan
mengenai Pelanggan. Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H5: Budaya individualisme berkorelasi dengan IC.
H6: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal manusia.
H7: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal struktural .
H8: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal pelanggan.
2. 4. 3 Korelasi budaya jarak kekuasaan tinggi dengan IC dan indikator
penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)
Resource-based Theory mengasumsikan sebuah kerangka kerja yang
menganalisis implikasi kompetitif dari berbagai sumberdaya. Dari kerangka kerja
tersebut terdapat konsep yang terdiri dari sumberdaya perusahaan, keunggulan
kompetitif, dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
10
Budaya jarak kekuasaan pada Resource-based Theory termasuk pada
kategori sumberdaya modal organisasional. Jarak kekuasaan menghubungkan
seseorang dengan yang lain berdasarkan pada kekuasaan dan struktur otorisasi dari
posisi sosial yang rendah kepada posisi sosial yang lebih tinggi. Jarak kekuasaan
menentukan cara komunikasi diantara anggota suatu grup atau kelompok, dimana
jarak kekuasaan yang kuat akan cenderung memiliki gaya komunikasi yang formal
(DeLong dan Fahey, dikutip Herremans dan Isaac, 2007).
Lingkungan yang memiliki tingkat hierarki yang rendah akan mendukung
pengembangan IC (Chiavenato, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Begitu pula
untuk pengembangan Modal pelanggan yang bergantung pada pengetahuan suatu
perusahaan akan selera, tren, daya beli pelanggan, gaya komunikasi formal yang
terjadi akibat jarak kekuasaan yang tinggi, akan meghambat transformasi
pengetahuan individu menjadi pengetahuan yang umum (Szulanski, dikutip
Herremans dan Isaac, 2007). Modal struktural adalah kemampuan organisasi atau
perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal
serta kinerja bisnis secara keseluruhan (Sawarjuwono, 2003). Dengan Modal
struktural tersebut perusahaan kemudian dapat menerapkan budaya jarak
kekuasaannya.
Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H9: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan IC.
H10: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal
manusia.
H11: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal
struktural .
H12: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal
pelanggan.
2. 4. 4 Korelasi budaya orientasi jangka pendek dengan IC dan indikator
penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)
11
Dalam Resource-based Theory, sumber daya yang menciptakan
keunggulan kompetitif merupakan sumber daya yang tidak dapat dibeli dengan
mudah, dan membutuhkan proses pembelajaran yang lama untuk berubah di dalam
suatu budaya korporasi, sehingga sumberdaya dapat menjadi sesuatu yang unik dan
pesaing tidak dapat menirunya (Conner, dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001).
Modal manusia tidak akan berkembang jika karyawan perusahaan hanya dituntut
untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi untuk saat ini saja, tanpa
belajar untuk menghadapi permasalahan yang akan datang. Kebijakan perusahaan
untuk berorientasi jangka pendek ataupun jangka panjang dapat diatur oleh
manajemen dengan Modal struktural yang ada. Modal pelanggan bergantung pada
orientasi jangka pendek atau orientasi jangka panjang suatu perusahaan dalam
menjaga hubungan dan loyalitas pelanggan.
Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H13: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan IC.
H14: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal manusia.
H15: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal Struktural .
H16: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal pelanggan.
III. Metode Penelitian
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1 Intellectual Capital (IC)
IC adalah aset tidak berwujud yang terdiri dari modal manusia, modal
struktural, modal pelanggan yang kemudian menjadi penciptaan nilai sehingga
perusahaan dapat mempertahankan keungulan kompetitifnya dalam teknologi dan
informasi (Sveiby, dikutip oleh Sawarjuwono, 2003). Untuk mengukur IC
digunakan 13 item pertanyaan dengan Skala Likert 5 yang terdiri dari 3 Indikator
penyusun IC yaitu: Modal manusia dengan 5 pertanyaan, Modal struktural dengan
3 pertanyaan, dan Modal pelanggan dengan 5 pertanyaan. IC diukur dengan
menjumlahkan rata-rata ketiga unsur-unsur tersebut. Angka 5 (sangat berguna)
menunjukkan unsur IC tersebut berguna bagi perusahaan, skala 4 (berguna), skala
12
3 (netral), skala 2 (kurang berguna), dan skala 1 (tidak berguna) yang
menunujukkan bahwa unusr IC tersebut tidak berguna bagi perusahaan.
3. 1.2 Ketidakpastian Pengetahuan
Ketidakpastian pengetahuan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan
saat menggunakan berbagai macam tipe pengetahuan sehingga perusahaan
dihadapkan dengan interaksi berbagai macam pengetahuan yang berubah dengan
cepat (Brown dan Moberg, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Pengukuran
ketidakpastian pengetahuan dilakukan untuk mendapatkan temuan apakah
perusahaan di tempat responden bekerja memiliki tingkat ketidakpastian
pengetahuan yang tinggi. Variabel ketidakpastian pengetahuan terdiri dari 7
pertanyaan dan diukur dengan Skala Likert 5. Angka 5 (sangat setuju)
menunjukkan ketidakpastian pengetahuan pada organisasi sangat rendah dan
sangat mendukung pengembangan IC, skala 4 (setuju), skala 3 (netral), skala 2
(kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang menunjukkan ketidakpastian
pengetahuan pada organisasi tinggi dan tidak mendukung pengembangan IC.
3.1.3. Budaya Individualisme
Budaya Individualisme yaitu dimensi yang mengukur tingkat prioritas
seseorang dalam meletakkan kepentingan individu dibandingkan kepentingan
bersama (O’Dell dan Grayson, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Untuk
mengukur variabel budaya individualisme digunakan Skala Likert 5. Angka 5
(sangat setuju) yang berarti budaya individualisme sangat rendah, skala 4 (setuju),
skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang berarti
perusahaan memiliki budaya individualisme.
3.1.4 Budaya Jarak Kekuasaan Tinggi (High Power Distance)
Budaya jarak kekuasaan yaitu struktur yang menghubungkan seseorang
dengan yang lain berdasarkan pada kekuasaan dan otorisasi dari posisi sosial yang
rendah kepada posisi sosial yang lebih tinggi (DeLong dan Fahey, dikutip
Herremans dan Isaac, 2007). Untuk pengukuran variabel ini digunakan Skala
13
Likert 5, responden diminta untuk menyatakan apakah perusahaanya memiliki
budaya jarak kekuasaan yang tinggi, dalam skala 5 (sangat setuju) yang
menunujukkan bahwa budaya jarak kekuasaan sangat rendah, skala 4 (setuju),
skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang
menunjukkan bahwa budaya jarak kekuasaan pada perusahaan tinggi.
3.1.5 Budaya Orientasi Jangka Pendek (Short Term Orientation)
Budaya orientasi jangka pendek adalah sosial budaya dengan sudut
pandang jangka pendek (Chamis, dikutip Herremans dan Issac 2007). Untuk
mengukur variabel Orientasi Jangka Pendek digunakan 4 item pertanyaan. Skala
Likert 5 dimana responden diminta untuk menyatakan apakah perusahaannya
memiliki budaya orientasi jangka pendek, dalam skala 5 (sangat setuju) yang
memiliki arti bahwa perusahaan memiliki orientasi jangka panjang, skala 4
(setuju), skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang
memiliki arti bahwa perusahaan memiliki budaya orientasi jangka pendek.
3. 2 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh divisi karyawan PT TELKOM
Tbk di Semarang. Populasi ini diambil karena perusahaan yang berbasis teknologi
komunikasi selalu dihadapkan dengan ketidakpastian pengetahuan yang tinggi, dan
karyawan menjadi aset perusahaan yang dapat merepresentasikan sebagai IC.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Sampel penelitian ini adalah para karyawan dari PT TELKOM Tbk, dan
TELKOMSEL (anak perusahaan PT TELKOM Tbk) yang mengerti tentang
teknologi yang kemudian merujuk pada divisi Sistem Informatika.
3. 3 Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini digunakan jenis data primer. Data primer secara
langsung dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah daftar pertanyaan berupa
kuesioner yang disebar kepada para karyawan pada divisi sistem informatika di
14
perusahaan berbasis teknologi komunikasi di Semarang. Sumber data primer pada
penelitian ini diperoleh langsung dari para karyawan PT TELKOM TBK dan
TELKOMSEL divisi informatika di kota Semarang yang menjadi responden
terpilih dalam penelitian.
3. 4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan teknik kuesioner dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner
diperoleh langsung dari karyawan divisi Sistem Informatika. Kuesioner diberikan
kepada salah satu karyawan yang menjabat sebagai Sekretaris divisi tersebut untuk
kemudian dikoordinir dalam pembagian kuesioner kepada karyawan yang lain.
Hasil kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan oleh sekretaris divisi
tersebut dan dikembalikan kepada peneliti. Responden menilai setiap pertanyaan
dengan menggunakan a five point Likert-Scale questioner.
3. 5 Metode Analisis Data
Penelitian mengenai hubungan IC dengan ketidakpastian pengetahuan dan
budaya masih terbatas di Indonesia, terlebih penelitian yang bersifat kuantitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan melalui desain pertanyaan terstruktur
atau korelasi hingga mendapatkan kesimpulan yang objektif. Analisis kuantitatif
dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur pengaplikasian pengembangan IC
dan budaya yang diterapkan pada perusahaan saat ketidakpastian pengetahuan
terjadi.
3.5.1 Uji Kualitas Data
3.5.1.1 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi
hasil pengukuran bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala
yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama. Instrumen yang dipakai
dalam variabel itu dikatakan handal apabila memiliki Cronbach’s alpha lebih dari
0.60 (Nunnally, dikutip Ghozali, 2001).
15
3.5.1.2 Uji Validitas
Uji validitas yang digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner (Ghozali, 2001). Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas item,
yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya. Pengujian dilakukan menggunakan
Pearson Correlation dengan peluang ralat p dari korelasi maksimum 5% .
3.5.2 Statistik Deskriptif dan Normalitas Data
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2001).
Statistik deskriptif juga memberikan penjelasan gambaran umum demografi
responden penelitian. Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak, diukur
dengan Kolmogorov-Smirnov.
3. 5.3 Uji Hipotesis
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dalam rangka
menentukan adanya korelasi antara pengembangan IC, tingkat ketidakpastian
pengetahuan, budaya individualisme, jarak kekuasaan, dan orientasi jangka
pendek. Pengujian dan analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan Pearson
Correlation dengan software SPSS versi 17 for Windows dengan tingkat taraf
signifikansi α = 0,05 artinya derajad kesalahan sebesar 5%.
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Hasil Pengumpulan Kuesioner
Jumlah kuesioner yang diberikan kepada karyawan divisi Sistem
Informatika pada perusahaan berbasis teknologi komunikasi PT TELKOM Tbk
dan TELKOMSEL adalah 40 buah kuesioner. Sedangkan jumlah kuesioner yang
kembali dari kedua perusahaan PT TELKOM Tbk dan TELKOMSEL kepada
peneliti adalah 36 buah kuesioner.
16
4. 1.2 Hasil Responden
Penelitian ini menggunakan 36 responden yang terdiri dari karyawan PT
TELKOM Tbk, PT TELKOMSEL yang terdiri dari 20 karyawan TELKOM, dan
16 karyawan TELKOMSEL yang bekerja pada divisi Sistem Informatika dengan
berbagai jabatan dari tingkatan Manajer.
4.2 Analisis Data
4.2.1 Hasil Uji Validitas
Dari tabel 4.4 terlihat bahwa korelasi masing-masing indikator variabel
terhadap total skor konstruk menunjukkan hasil yang signifikan. Kecuali variabel
Individualisme (ID) semua pertanyaan signifikan terhadap total skor konstruk
kecuali pertanyaan untuk ID3. Sehingga pertanyaan ID3 kemudian tidak
diperhitungkan dalam penelitian ini.
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas
4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas pada tabel 4.5 terdapat pada penelitian ini antara lain:
Variabel IC, terdiri dari tiga unsur: (HC), (SC), (CC), Individualisme (ID), Jarak
Kekuasaan Tinggi (JK), Orientasi Jangka Pendek (OJP) dan Ketidakpastian
Pengetahuan (KP) dengan menghapus butir soal 6 agar reliabel menghasilkan nilai
Cronbach alpha lebih besar dari 0,60 memenuhi kriteria Nunnaly (Ghozali, 2001).
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas
4.2.3 Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Variabel Modal manusia (HC) memiliki rata-
rata 4,61 yang menunjukkan bahwa rata-rata responden cenderung menjawab
setuju bahwa Modal manusia merupakan bagian IC yang berguna bagi perusahaan.
Variabel Modal struktural (SC) memiliki rata-rata 4,44. Ini menunjukkan sebagian
responden cenderung menjawab Modal struktural merupakan bagian IC yang
17
berguna bagi perusahaan. Pada variabel Modal pelanggan (CC) sebagian besar
responden menjawab berguna dengan nilai rata-rata 4,33. Artinya Modal
pelanggan merupakan bagian IC yang dianggap berguna oleh sebagian besar
responden dalam perusahaan Variabel IC yang diukur dari menjumlahkan rata-rata
unsur penyusunnya yaitu: Modal manusia, Modal struktural, Modal pelanggan
memiliki rata-rata 13.39 yang menunjukkan bahwa mayoritas responden
menganggap pengembangan IC berguna bagi perusahaan.
Rata-rata 4,44 untuk variabel Ketidakpastian Pengetahuan (KP) menunjukkan
bahwa sebagian besar responden menjawab setuju bahwa di dalam perusahaannya
terjadi Ketidakpastian Pengetahuan yang rendah. Variabel Individualisme (ID)
memiliki rata-rata 3,06 yang menunjukkan sebagian responden cenderung
menjawab netral untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah
budaya Individualisme pada perusahaan. Nilai rata-rata variabel Jarak Kekuasaan
(JK) adalah 2,42 yang berarti responden sebagian besar kurang setuju bahwa
budaya yang ada dalam perusahannya adalah jarak kekuasaan yang rendah.
Variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) memiliki rata-rata nilai 4,33 yang berarti
mayoritas responden cenderung menjawab setuju bahwa bahwa perusahaannya
saat ini tidak berorientasi jangka pendek. Tabel 4.6 Deskripsi hasil penelitian
4.2.4 Hasil Normalitas
Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mendeteksi normalitas data.
Dengan menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujian. Hipotesis Nol (Ho): data
terdistribusi secara normal. Dan Hipotesis Alternatif (HA): data tidak terdistribusi
secara normal. Dapat dilihat pada tabel 4.7, hasil tampilan output SPSS nilai K-S
untuk semua variabel normal. Tabel 4.7 Nilai Kolomogorov Smirnov Z
4.3 Hasil Uji Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan, mencapai tujuan dan pembuktian hipotesis,
dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Pearson Correlation. Hasil analisis
korelasi. Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik dan Keputusan Hipotesis
18
4.3.1 Hubungan Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Variabel Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan variabel IC yang
memiliki nilai koefisien .637**. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 1 yang
menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan IC, diterima.
Hipotesis 2 yang menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan
Modal manusia, ditolak. Ketidakpastian Pengetahuan tidak berkorelasi dengan
variabel Modal manusia (HC) ditunjukkan pada tabel dengan nilai koefisien .126.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien tidak signifikan. Hipotesis 3, hasil
analisis korelasi variabel Ketidakpastian Pengetahuan dengan variabel Modal
struktural (SC) memiliki nilai koefisien .437** dengan tingkat signifikansi pada
level 0,05. Dapat disimpulkan Hipotesis 3 yang menyatakan Ketidakpastian
Pengetahuan berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Hipotesis 4 pada tabel
output analisis korelasi menunjukkan variabel Ketidakpastian Pengetahuan
berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai koefisien .831**.
Sehingga Hipotesis 4 yang menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi
dengan Modal pelanggan, diterima.
4.3.2 Hubungan Budaya Individualisme dengan IC dan Unsur Penyusunnya.
Tabel 4.8 menunujukkan nilai koefisien untuk Hipotesis 5 adalah .119.
Oleh karena itu, Hipotesis 5 yang menyatakan Budaya Individualisme berkorelasi
dengan IC, ditolak. Hipotesis 6 menunjukkan hasil bahwa variabel Budaya
Individualisme tidak berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC) dengan
nilai koefisien .229. Maka Hipotesis 6 yang menyatakan Budaya Individual
berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Hipotesis 7 bahwa Budaya
Individualisme berkorelasi dengan Modal struktural, ditolak. Diketahui pada tabel
4.8 hasil analisis korelasi bahwa variabel Budaya Individualisme tidak berkorelasi
dengan variabel Modal struktural SC yang memiliki nilai koefisien -.080.
Hipotesis 8 yang menyatakan Budaya Individualisme berkorelasi dengan Modal
pelanggan juga ditolak. Karena dari hasil analisis diketahui bahwa variabel Budaya
19
Individualisme tidak berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan
nilai koefisien .089.
4.3.3 Hubungan Budaya Jarak Kekuasaan Tinggi dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Variabel Jarak Kekuasaan (JK) tidak berkorelasi dengan variabel IC,
terlihat pada tabel 4.8 nilai koefisien untuk Hipotesis 9 adalah -.287. Maka
Hipotesis 9 yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan IC, Hipotesis
10, dari hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel Jarak Kekuasaan (JK) tidak
berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC) yang memiliki nilai koefisien -
.110. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 10 yang menyatakan Jarak
Kekuasaan berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Sedangkan untuk Hipotesis
11, yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural,
diterima. Variabel Jarak Kekuasaan (JK) berkorelasi dengan variabel Modal
struktural (SC) dengan nilai koefisien -.375*. pada level signifikansi 0,05.
Hipotesis 12 yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal
pelanggan, ditolak. Hasil output menunjukkan bahwa variabel Jarak Kekuasaan
(JK) tidak berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai
koefisien -.152.
4.3.4 Hubungan Budaya Orientasi Jangka Pendek dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Pada tabel 4.8, variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) berkorelasi dengan
variabel IC karena memiliki nilai koefisien .504** dengan nilai signifikansi 0,01.
Maka Hipotesis 13 yang menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan
IC, diterima. Hasil analisis korelasi Hipotesis 14, menunjukkan bahwa Orientasi
Jangka Pendek (OJP) tidak berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC)
dengan nilai koefisien .252. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 14 yang
menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC, ditolak. Hipotesis 15
yang menyatakan bahwa variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) berkorelasi
dengan variabel Modal struktural (SC), diterima. Dengan nilai koefisien .350*
pada signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 15 yang
20
menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal struktural,
diterima. Hipotesis 16 membuktikan variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP)
berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai koefisien .447**.
pada level signifikansi 0,01. Hipotesis 16 yang menyatakan Orientasi Jangka
Pendek berkorelasi dengan Modal struktural, diterima.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
4. 4.1 Hubungan Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis 1 dapat disimpulkan bahwa
Hipotesis1 Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan IC, diterima. Secara
logika dapat terlihat bahwa semakin tinggi tingkat ketidakpastian pengetahuan
pada suatu perusahaan, dimana pengetahuan selalu berubah dan berkembang
dengan cepat akan semakin mempersulit dalam mengembangkan IC.
Hipotesis 2 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan
Modal manusia, ditolak karena Ketidakpastian Pengetahuan tidak terjadi dalam diri
seseorang. Karyawan dapat mengukur tingkat pengetahuan yang mereka miliki.
Perubahan pengetahuan yang cepat bergantung pada masing-masing karyawan
dalam menyikapi datangnya pengetahuan yang baru.
Hipotesis 3 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan
Modal struktural, diterima. Struktur organisasi mengatur tingkat informasi, arus
informasi dan berbagi pengetahuan pada seluruh karyawan. Temuan ini
mendukung DeLong dan Fahey (dikutip Herremans dan Isaac, 2007) yang
mengemukakan bahwa struktur organisasi dengan tingkat hierarki yang tinggi,
akan mempengaruhi cara berkomunikasi lebih bersifat formal. Yang
mengakibatkan ketidakpastian pengetahuan akan meningkat, karena sulitnya
berbagi pengetahuan.
Hipotesis 4 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan
Modal pelanggan, diterima. Karyawan perusahaan akan selalu dihadapkan dengan
ketidakpastian pengetahuan terhadap sikap dan selera pelanggan. Studi mengenai
21
sikap dan selera pelanggan sangat diperlukan karena pengetahuan ini penting untuk
pengembangan IC.
4. 4.2 Hubungan Budaya Individualisme dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 5 dapat disimpulkan bahwa
Budaya Individualisme berkorelasi dengan IC, ditolak. Temuan ini menunujukkan
bahwa Budaya Individualisme bukan merupakan variabel yang berhubungan
dengan IC. Penelitian sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007) juga
menunjukkan hasil yang sama bahwa budaya Individualisme pada suatu organisasi
tidak memiliki hubungan terhadap IC.
Hipotesis 6 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan Modal
manusia, ditolak. Hal ini terjadi karena kemungkinan nilai individualisme dalam
diri seseorang berbeda-beda. Karyawan jika dikondisikan untuk bekerja secara tim,
mereka harus dapat bekerja dengan tim secara profesional
Hipotesis 7 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan Modal
struktural, juga ditolak. Temuan ini ditolak karena walaupun melalui Modal
struktural perusahaan dapat mengatur karyawan untuk bekerja secara individual
maupun kolektif, hal tersebut tidak dapat mencerminkan budaya individu ataupun
kolektif yang dianut oleh anggota suatu perusahaan.
Kemudian Hipotesis 8 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan
Modal pelanggan, juga ditolak. Karena budaya individualisme pada karyawan
tidak ditentukan oleh pelanggan.
4. 4.3 Hubungan Budaya Jarak Kekuasaan dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 9 bahwa Budaya Jarak
Kekuasaan berkorelasi dengan IC, ditolak. Hal tersebut menunujukkan Budaya
Jarak Kekuasaan tidak memiliki hubungan keseluruhan dengan IC. Ini dapat terjadi
karena karyawan mau tidak mau harus menerima jarak kekuasaan yang ada tinggi
maupun rendah pada perusahaan sejak mereka bekerja. Sehingga karyawan tidak
menganggap jarak kekuasaan memiliki hubungan dengan upaya pengembangan IC.
22
Sedangkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 10 adalah Budaya Jarak
Kekuasaan berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Hal ini mengindikasikan
bahwa Budaya Jarak Kekuasaan bukan merupakan variabel yang berhubungan
dengan Modal manusia. Hal ini terjadi karena sejak perusahaan berdiri, hierarki
kekuasaan sudah ada dengan struktur organisasi manajemen. Oleh karena itu
karyawan harus menerima jarak kekuasaan yang telah ada.
Untuk hasil pengujian terhadap Hipotesis 11 dapat disimpulkan bahwa
Budaya Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Hasil
temuan studi ini mendukung Resource based Theory oleh Barney (1991) karena
jarak kekuasaan pada suatu perusahaan dapat diterapkan melalui sumberdaya
modal struktural yang mencakup struktur formal (Modal struktural
Kemudian hasil pengujian terhadap Hipotesis 12 menunjukkan bahwa
Budaya Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal pelanggan ditolak, karena
pelanggan merupakan eksternal perusahaan yang diluar kendali perusahaan.
Sehingga pelanggan tidak memiliki hubungan dengan jarak kekuasaan yang
merupakan internal perusahaan.
4. 4.4 Hubungan Budaya Orientasi Jangka Pendek dengan IC dan Unsur
Penyusunnya.
Hasil pengujian terhadap Hipotesis 13, menunujukkan bahwa Hipotesis13
Budaya Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC, diterima. Temuan ini
mendukung temuan sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007). Secara logika
dapat terlihat bahwa semakin tinggi tingkat Budaya Orientasi Jangka Pendek pada
suatu perusahaan, dimana perusahaan tidak berusaha untuk mengembangkan IC
yang mereka miliki akan menghambat suatu perkembangan IC.
Sedangkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 14 dapat disimpulkan bahwa
Hipotesis14 Budaya Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal manusia,
ditolak. Budaya Orientasi Jangka Pendek tidak berhubungan dengan Modal
manusia secara langsung, karena budaya Orientasi Jangka Pendek pada suatu
perusahaan tidak dikendalikan oleh karyawan namun dikendalikan oleh kebijakan
yang diambil oleh perusahaan.
23
Untuk pengujian terhadap Hipotesis 15 hasilnya adalah Budaya Orientasi
Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Secara logika dapat
terlihat bahwa suatu Budaya Orientasi Jangka Pendek ditentukan oleh manajemen
perusahaan melalui struktur organisasi. Dengan menggunakan kewenangan dari
struktur organisasi, perusahaan dapat menetukan budaya yang akan mereka
terapkan budaya berorientasi jangka pendek ataupun berorientasi jangka panjang.
Pengujian terakhir terhadap Hipotesis 16 disimpulkan bahwa Budaya
Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal pelanggan, diterima. Temuan
menunjukkan bahwa Budaya Orientasi Jangka Pendek merupakan variabel yang
memiliki peran yang penting hubungannya dengan Modal pelanggan. Budaya
Orientasi Jangka Pendek berhubungan dengan Modal pelanggan karena loyalitas
suatu pelanggan merupakan suatu bagian dari orientasi perusahaan.
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
Kesimulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1.Ketidakpastian
Pengetahuan berhubungan dengan IC. Koefisien korelasi positif menunjukkan
bahwa semakin rendah ketidakpastian pengetahuan semakin mendukung
pengembangan IC. 2.Ketidakpastian Pengetahuan tidak berkorelasi dengan
Modal manusia. Ketidakpastian Pengetahuan tidak terjadi dalam diri seseorang
karena karyawan dapat mengukur tingkat pengetahuan yang mereka miliki.
3.Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan Modal struktural. Koefisien
korelasi yang positif menunjukkan semakin berkembangnya Modal struktural
ketidakpastian pengetahuan akan semakin rendah. 4.Ketidakpastian Pengetahuan
berkorelasi dengan Modal pelanggan. Koefisien yang positif menunjukkan bahwa
semakin rendah ketidakpastian pengetahuan semakin mendukung pengembangan
Modal pelanggan. 5.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan IC.
Mendukung temuan sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007) budaya
Individualisme dalam perusahaan sulit diukur karena hal ini tergantung pada
masing-masing karakteristik karyawan. 6.Budaya Individualisme tidak berkorelasi
dengan Modal manusia. Karena karyawan bekerja secara kolektif dengan tim atau
24
bekerja secara individu bergantung pada tuntutan pekerjaan. Sehingga hal ini sulit
untuk diteliti. 7.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan Modal struktural.
Karena walaupun melalui Modal struktural perusahaan dapat mengatur karyawan
untuk bekerja secara individu maupun bekerja secara kolektif, hal tersebut tidak
dapat mencerminkan budaya individu ataupun kolektif yang dianut oleh anggota
suatu perusahaan. 8.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan Modal
pelanggan. Karena nilai pelanggan, seperti sikap dan selera pelanggan tidak
memiliki peran dalam terbentuknya budaya individualisme pada diri karyawan,
begitupula sebaliknya. 9.Jarak Kekuasaan tidak berkorelasi dengan IC. Karyawan
mau tidak mau harus menerima jarak kekuasaan yang ada tinggi maupun rendah
pada perusahaan sejak mereka bekerja. Sehingga karyawan tidak menganggap
jarak kekuasaan memiliki hubungan dengan upaya pengembangan IC. 10.Jarak
Kekuasaan tidak berkorelasi dengan Modal manusia. Hal ini terjadi karena sejak
perusahaan berdiri, hierarki kekuasaan sudah ada dengan struktur organisasi
manajemen. 11.Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural. Koefisien
negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi jarak kekuasaan semakin mendukung
pengembangan Modal struktural. 12.Jarak Kekuasaan tidak berkorelasi dengan
Modal pelanggan. Jarak kekuasaan tidak berhubungan dengan Modal pelanggan,
karena pelanggan merupakan eksternal perusahaan yang diluar kendali
perusahaan. 13.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC. Korelasi koefisien
positif menunjukkan bahwa semakin rendah orientasi jangka pendek pada suatu
perusahaan akan semakin mendukung pengembangan IC. 14.Orientasi Jangka
Pendek tidak berkorelasi dengan Modal manusia. Karena Budaya Orientasi
Jangka Pendek ditentukan oleh kebijakan yang diambil perusahaan, bukan
ditentukan oleh karyawan. 15.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal
struktural. Koefisien positif menunjukkan hubungan bahwa semakin rendah
Orientasi Jangka Pendek, semakin mendukung pengembangan Modal struktural.
16.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan.
Koefisien positif menunjukkan bahwa semakin rendah Orientasi Jangka Pendek
akan semakin mendukung pengembangan Modal pelanggan. Budaya Orientasi
25
Jangka Pendek berhubungan dengan Modal pelanggan karena loyalitas suatu
pelanggan merupakan suatu bagian dari orientasi perusahaan.
5. 1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah: 1.Penelitian ini hanya terbatas pada karyawan
divisi Sistem Informatika dari 2 perusahaan komunikasi di Semarang (PT
TELKOM Tbk, TELKOMSEL) sehingga hasil penelitian tidak dapat
digeneralisasikan untuk seluruh karyawan PT TELKOM Tbk dan TELKOMSEL.
2.Demografi responden tidak didapat secara langsung dari karyawan, namun dari
database perusahaan pada tahun 2010. Sehingga tidak mencerminkan keadaan
responden saat penelitian. 3.Fokus penelitian ini hanya pada tiga budaya yang
dikategorikan oleh Hofstede (1980, 1991) yaitu: Individualisme, Jarak Kekuasaan,
dan Orientasi Jangka Pendek di Indonesia khususnya Semarang. Sehingga tidak
dapat digeneralisasikan pada budaya yang berlaku umum di negara lain.
4.Penelitian ini mengabaikan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan
IC perusahaan dan faktor eksternal yang mempengaruhi ketidakpastian
pengetahuan. 5.Uji penelitian ini menggunkan uji korelasi. Sehingga pengujian
dengan menggunakan regresi berganda akan memiliki hasil yang berbeda.
5. 2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka diajukan
saran sebagai berikut: 1.Untuk penelitian berikutnya dapat mengambil sampel dari
perusahaan-perusahaan teknologi lainnya agar penelitian selanjutnya dapat
menemukan variasi budaya yang ada dari bermacam-macam perusahaan. 2.Data
demografi untuk penelitian selanjutnya lebih baik didapatkan langsung dari
koresponden. 3.Penelitian berikutnya dapat dilakukan pada budaya lain yang
diklasifikasikan oleh Hofstede (1980, 1990) seperti: Maskulinisme dengan
femininisme, dan Penghindaran ketidakpastian. 4.Sampel dari pihak eksternal
perusahaan yang mempengaruhi tingkat ketidakpastian pengetahuan dan
pengembangan IC, seperti konsultan yang membantu divisi tersebut dapat
diperhitungkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Afiouni, F. 2009. “Leveraging Human Capital and Value Creation by Combining HRM and KM initiatives”, Int J Learning and Intellectual Capital, Vol 6 No.3. 2009.
Balogun, J. dan Jenkins, M. 2003. “Re-conceiving Change Management: A Knowledge-based Perspective”, European Management Journal, Vol 21 No.2, pp.247-257.
Barney, J. 1991. “Firm Resource and Sustained Competitive Advantage”, Journal of Management, Vol. 17. No.1, 99-120.
Bontis, N. 2001.”Assesing Knowledge assets: a review of the models used to measure Intellectual Capital”, International Journal of Technology Management. Vol.3 No.1.pp.41-60.
Caldeira, M.M dan Ward, J.M (2001) “Using Resource-Based Theory to Intrepret The Successful Adoption and Use of Information System and Technology in Manucfaturing Small and Medium Sized Enterprises”, The 9th European Conference on Information System, 27-29.
Curado, C. 2006. “The Knowledge Based View of The Firm: From Theoretical Origins To Future Implications”. Working Paper1.
Edvinsson, L. (2008). Knowledge Navigation and The Cultivating Ecosystem for Intellectual Capital, http://corporatelongitude.com, diakses 20 Oktober 2009.
Ghozali, I. 2001. Analisis Multivariate. Cetakan Empat. Semarang: Universitas Diponegoro.
Guzmán, Tomás, Cañizares., Miguel Á.A.M. 2007. “Organizational culture and Intellectual Capital: a new model”, Emerald Group Publishing Limited, Vol.8 No.3.n.p.
Herremans, I. dan Isaac. 2007. “Relationships Among Intellectual Capital, Uncertain Knowledge, and Culture”, Global Journal of Business Research, Vol. 1 No. 1.n.p.
Hofstede, G. 1980. Culture’s Consequences: International Differences in Work-Related Values. Sage, Beverly Hills.
. 1991. Cultures and Organizations: Software of the Mind. McGraw-Hill, London.
27
Holgado, M.A.T dan Canizares, S.S. 2005. “Influencia de la cultura organizativa en el concepto de capital intellectual”, Intangible Capital , Vol. 2 No. 11, pp. 164-180.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Jakarta: Salemba Empat.
International Federation of Accounting (IFAC). 1998. The Measurement and Management of Intellectual Capital: An Introduction, Finacial and Management Accounting Committee, http://ifac.org, diakses 20 Oktober 2009.
Kiernan, M.J. 1996. New Game, New Rules, http://mustamu.wordpress.com, diakses 10 November 2009.
Koontz, H dan Heinz W. 2005. Management: A Global Perspective 11Ed. Singapore: McGraw Hill Education Asia.
Lumbantobing. 2010. Integrasi Knowledge Management (KM) dan Proses Pengambilan Keputusan, http://onknowledge.wordpress.com, diakses 6 Juni 2010.
Ohmae. 1990.The Borderless World. Power and Strategy in the interlinked Economy.
Petersen, A. 2002. “The Precautionary Principle, Knowledge Uncertainty, and Eviromental Assesment.” Paper for NOB/NIG workshop.
Sahrawat, K. 2008. “Intellectual Capital: Acquisition and Maintenance: The Case of New Zealand Banks”, Journal of Internet Banking and Commerce, Vol. 13 No. 1.n.p.
Sawarjuwono, T. dan A.P. Kadir. 2003.”Intellectual Capital: perlakuan,pengukuran, dan pelaporan (sebuah library research)”, Jurnal Akuntansi Keuangan.Vol. 5 No.1, pp.35-57.
Setiarso, B. 2005. “Knowledge Sharing in Organizations: models and mechanism”. Kualalumpur (Malaysia): Special Library Conference (Slib 2005), May 15-17, 2005.p 14.
Setyawan, A.A. 2001. Pengembangan Knowledge Management di Dalam Organisasi Bisnis. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah.
Stewart, T.A. 2002. “The World of Knowledge: Intellectual Capital and The Twenty-First Century Organization.” Currency Doubleday. Page 320.
29
Lampiran
Gambar 2.2 Model Kerangka Pemikiran Teoritis
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini (2011)
Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas
Variabel Pertanyaan Nilai Pearson Correlation Kesimpulan HC HC1 .647** Valid
HC2 .642** Valid HC3 .695** Valid HC4 .874** Valid HC5 .856** Valid
SC SC1 .827** Valid SC2 .785** Valid SC3 .695** Valid
CC CC1 .864** Valid CC2 .797** Valid CC3 .608** Valid CC4 .847** Valid CC5 .845** Valid
KP KP1 .585** Valid KP2 .639** Valid KP3 .591** Valid KP4 .489** Valid KP5 .534** Valid KP6 .466** Valid KP7 .441** Valid
ID ID1 .848** Valid ID2 .768** Valid ID4 .758** Valid
JK JK1 .677** Valid
Intellectual Capital (IC):
Modal manusia
Modal Struktural
Modal Pelanggan
Budaya Jarak Kekuasaan
Tinggi
Budaya Orientasi Jangka
Pendek
Ketidakpastian
Pengetahuan
Budaya Individualisme
30
JK2 .751** Valid JK3 .531** Valid JK4 .703** Valid
OJP OJP1 .816** Valid OJP2 .887** Valid
Sumber: Data primer diolah, 2011.
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel CronBach’s Alpha Kesimpulan HC .802 Reliabel SC .654 Reliabel CC .853 Reliabel KP .649 Reliabel ID .779 Reliabel JK .618 Reliabel OJP .636 Reliabel
Sumber: Data primer diolah, 2011.
Tabel 4.6 Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel Min Teoritis
Maks Teoritis
Min aktual
Maks aktual
Rata-rata
HC 1 5 3 5 4.61 SC 1 5 4 5 4.44 CC 1 5 2 5 4.33 IC 3 15 10 15 13.39 KP 1 5 4 5 4.44 ID 1 5 2 4 3.06 JK 1 5 1 3 2.42 OJP 1 5 2 5 4.33
Sumber: Data primer diolah, 2011.
Tabel 4.7 Nilai Kolmogorov-Smirnov Z
Sumber: Data primer diolah, 2011.
Variabel KS Z Sig.
HC 1.048 .222 SC 1.283 .074
CC .915 .372
KP 1.222 .101
ID .807 .533
JK 1.405 .059 OJP 1.293 .071
31
Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik dan Keputusan Hipotesis
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer diolah, 2011.
Hipotesis Koef. Korelasi
Keputusan
H1 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan IC.
.637** Diterima
H2 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan HC.
.126 Ditolak
H3 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan SC.
.437** Diterima
H4 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan CC.
.727** Diterima
H5 Budaya individualisme berkorelasi dengan IC.
.119 Ditolak
H6 Budaya individualisme berkorelasi dengan HC
.229 Ditolak
H7 Budaya individualisme berkorelasi dengan SC
-.080 Ditolak
H8 Budaya individualisme berkorelasi dengan CC.
.089 Ditolak
H9 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan IC.
-.287 Ditolak
H10 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan HC.
-.110 Ditolak
H11 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan SC.
-.375* Diterima
H12 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan CC
-.152 Ditolak
H13 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan IC.
.504** Diterima
H14 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan HC.
.252 Ditolak
H15 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan SC.
.350* Diterima
H16 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan CC
.447** Diterima