peran agroteknologi.docx

24
PERAN AGROTEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN SWASEMBADA PANGAN OLEH RINY REZKIANANDA (G111 14 326) REGINA EMMI (G111 14 327) ALFIAN ANWAR (G111 14 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Upload: listiawati

Post on 17-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

PERAN AGROTEKNOLOGI

DALAM PENINGKATAN SWASEMBADA PANGAN

OLEH

RINY REZKIANANDA (G111 14 326)

REGINA EMMI (G111 14 327)

ALFIAN ANWAR (G111 14

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Peran Agroteknologi dalam Peningkatan Swasembada Pangan” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Adapun makalah Dasar-Dasar Agronomi tentang swasembada pangan ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah ini.

Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah hikmah, pengetahuan, pengalaman dan dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca.

  Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Makassar, 25 Februari 2015

Penulis

Page 3: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

DAFTAR ISI

BAB 1......................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................................4

1.2 Rumusan masalah......................................................................................5

1.3 Tujuan penulisan.......................................................................................5

BAB II......................................................................................................................6

2.1 Defenisi swasembada pangan.........................................................................6

2.2 Swasembada pangan di Indonesia..................................................................9

2.3 Peran agroteknologi dalam peningkatan swasembada pangan....................11

BAB III..................................................................................................................14

3.1 Kesimpulan..............................................................................................14

3.2 Saran........................................................................................................14

Page 4: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global,

terjadi krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat,

sehingga negara-negara yang semula menjadi pengekspor pangan cenderung

menahan produknya dijadikan stok pangan. Kondisi global tersebut juga terjadi di

Indonesia, sehingga diperlukan upaya-upaya guna mengamankan produksi dan

meningkatkan stok pangan nasional. Isu strategis nasional lainnya adalah

mengenai laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi, tingginya laju konversi

lahan, terbatasnya infrastruktur pertanian serta pola pangan penduduk yang

bergantung pada beras. Pada tahun 2014 pertanian di Indonesia masih dihadapkan

pada tantangan berat antara lain: (1) dampak perubahan iklim pada sektor

pertanian berupa: meningkatnya serangan OPT dan penyakit hewan, menurunnya

produktivitas dan menurunnya kualitas hasil panen, (2) meningkatnya harga

pangan yang berkorelasi pada tingkat inflasi dan tingkat kemiskinan, (3)

ketersediaan produksi kedelai, gula dan daging dalam negeri dan internasional

terbatas, di sisi lain kebutuhan konsumsi domestik untuk ketiga komoditas

tersebut meningkat, (4) kenaikan impor bahan pangan dan pakan akan mengurangi

devisa negara, (5) terbatasnya pembiayaan pertanian yang mudah diakses

petani/peternak, (6) terbatasnya infrastruktur lahan dan air, (7) sistem penyuluhan

pertanian yang belum efektif, dan (8) belum optimalnya peran dan dukungan

pemerintah daerah. Dari sisi pembangunan ekonomi nasional, bukti empiris

menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran penting terhadap ekonomi

nasional, yang dapat dilihat dari kontribusi terhadap produk domestik bruto,

penyerap tenaga kerja, neraca perdagangan, penyedia bahan pangan, bahan energi,

pakan dan bahan baku industri, serta sumber pendapatan masyarakat di pedesaan.

Besarnya peran dalam perekonomian nasional tersebut ternyata belum dapat

dinikmati secara proporsional oleh para pelaku usaha pertanian secara memadai.

Page 5: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

Tantangan berat yang dihadapi oleh petani saat ini, tentu bukanlah menjadi

tantangan bagi pemerintah saja, melainkan tantangan bagi seluruh masyarakat

Indonesia khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi yang berada di sektor pertanian,

khususnya bidang agroteknologi. Ilmu-ilmu serta teknik-teknik yang didapatkan

pada masa studi seharusnya sudah cukup dalam peningkatan swasembada pangan

di Indonesia. Namun fakta yang didapatkan di lapangan menunjukkan bahwa

salah satu faktor penghambat peningkatan swasembada pangan di Indonesia ialah

teknologi yang digunakan petani Indonesia masih sangat tradisional dan belum

efektif jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini menyebabkan

produksi pangan di Indonesia dan negara-negara maju sangat jauh berbeda. Oleh

karena itu, peran agroteknologi dalam bidang ini sangatlah diperlukan dalam

peningkatan swasembada pangan.

1.2 Rumusan masalah

Rumusan masalah dari latar belakang di atas yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan swasembada pangan?

2. Bagaimana kondisi swasembada pangan di Indonesia?

3. Bagaimana peran sektor pertanian khususnya di bidang agroteknologi dalam

peningkatan swasembada pangan di Indonesia?

1.3 Tujuan penulisan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi swasembada pangan

di Indonesia dan peran apa saja yang dimiliki oleh bidang agroteknologi dalam

meningkatkan swasembada pangan tersebut.

Page 6: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

BAB II

ISI

2.1 Defenisi swasembada pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

asasi setiap rakyat Indonesia (UU No. 7/1996 tentang Pangan). Bobot pengeluaran

rumah tangga untuk pangan 43,37% dan khusus untuk rumah tangga petani

mencapai 74,07% (Bakri, 2009).Pangan adalah sektor penentu tingkat

kesejahteraan masyarakat di pedesaan dan konsumen/ masyarakat miskin di

perkotaan. Kebijakan Perberasan merupakan upaya meningkatkan Ketahanan

Pangan. Beras merupakan pangan pokok yang dihasilkan oleh banyak petani dan

dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Ketahanan pangan diartikan sebagai akses setiap rumah tangga atau individu

untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat (FAO,

1996) kemudian dikembangkan dengan memasukkan komponen persyaratan

penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Dercon and

Krishnan, 1996; Bryceson and Jamal, 1997; Fabusoro et al, 2010). Sementara itu,

berdasar Undang-undang No.7 tahun 1996 tentang pangan, mengartikan

swasembada pangan rumah tangga adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pemaknaan lain atas swasembada

pangan yaitu kemampuan untuk memenuhi pangan anggota rumah tangga dalam

jumlah, mutu dan ragam sesuai budaya setempat dari waktu ke waktu agar hidup

sehat, dan atau kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan

anggotanya dari produksi sendiri, dan atau membeli dari waktu ke waktu agar

dapat hidup dan kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan

anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat.

Pilar swasembada pangan meliputi aspek ketersediaan (availability),

keterjangkauan (accessibility) secara fisik dan ekonomi, dan Stabilitas (stability).

Adapun tujuan kebijakan pangan Indonesia adalah untuk, (1) meningkatkan

Page 7: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, (2) meningkatkan

pendapatan petani, (3) menjamin ketersediaan pasokan pangan setiap saat bagi

seluruh lapisan masyarakat dengan harga yang terjangkau, dan (4) meningkatkan

status gizi mayarakat. Ellis (1996); Feng (2008); Little et al (1999);dan Backman

et al (2009) dalam studi di negara berkembang bahwa swasembada pangan

didasarkan tiga pilar yaitu, ketersediaan pangan, akses terhadap pangan, dan

pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan yaitu tersedianya pangan secara fisik

di suatu daerah yang diperoleh baik dari produk domestik, impor/perdagangan

maupun bantuan pangan. Akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk

memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian,

barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi kelimanya.

Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua

rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun

keragaman pangan melalui mekanisme tersebut. Pemanfaatan pangan merujuk

pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk

menyerap serta memetabolisme zat gizi secara efisien.

Swasembada pangan yang berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri

kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi

kebijakan tersebut, antara lain dengan melakukan:

1. Pembuatan UU & PP yang berpihak pada petani & lahan pertanian.

2. Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi &

jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung,

gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tersebut.

3. Penyuluhan & pengembangan terus menerus untuk meningkatkan produksi,

baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun SDM petani.

4. Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan untuk

bertumpu pada satu makanan pokok saja (dalam hal ini padi/nasi), pilihan

diversifikasi di Indonesia yang paling mungkin adalah sagu, gandum dan

jagung (khususnya Indonesia timur).

Page 8: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

Jadi diversifikasi adalah bagian dari program swasembada pangan yang

memiliki arti pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain

padi/nasi (sebab di Indonesia makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu

caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu non pad/nasi.

Pada level nasional pengertian swasembada pangan telah menjadi perdebatan

selama tahun 1970 sampai tahun 1980an. Ketahanan pangan nasional tidak

mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung

pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu negara bisa menghasilkan dan mengekspor

komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang industri,

kemudian membeli komoditas pangan di pasar internasional. Sebaliknya, negara

yang melakukan swasembada produksi pangan pada level nasional, namun

dijumpai masyarakatnya yang rawan pangan karena ada hambatan akses dan

distribusi pangan Stevens et al. (2000). Lassa (2006) dengan mengadopsi Stevens

et al. (2000), telah memberikan ilustrasi yang sangat baik mengenai negara-negara

yang melakukan swasembada pangan dengan kondisi ketahanan pangannya.

Keterbatasan konsep swasembada pangan ini terjadi di Afrika pada

pertengahan tahun 1980 dimana fokus peningkatan produksi untuk mencapai

swasembada justru menimbulkan adanya krisis pangan pada masyarakat.

Sehingga jelas bahwa ketersediaan pangan pada level nasional tidak secara

otomatis menjamin ketahanan pangan pada level individu dan rumah tangga.

(Borton and Shoham, 1991). Stevens et al . (2000, dalam Lassa, 2006)

memberikan ilustrasi yang membedakan secara tegas antara swasembada pangan

dengan ketahanan pangan Bostwana, sebagai misal, sebagai Negara dengan

pendapatan perkapita sedang tapi mengalami defisit pangan yang kronis karena

minimnya lahan pertanian. Strategi ketahanan pangan nasionalnya adalah

swasembada tetapi akhirnya lebih berorientasi pada self-reliance yang mana

secara formal mengesahkan kontribusi yang hakiki dari pangan import terhadap

ketahanan pangan nasional. Thompson dan Cowan (2000 dalam Lassa, 2006)

mencatat perubahan kebijakan dan pendefinisian formal ketahanan pangan dalam

kaitannya dengan globalisasi perdagangan yang terjadi di beberapa Negara.

Page 9: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

Contohnya, Malaysia mendefinisikan ulang ketahahanan pangannya sebagai

swasembada 60% pangan nasional. Sisanya, 40% didapatkan dari import pangan.

Malaysia kini memiliki tingkat ketahanan pangan yang kokoh. Ini memberikan

ilustrasi yang jelas bahwa ketahanan pangan dan swasembada adalah dua hal yang

berbeda. Amartya Sen berhasil menggugat kesalahan paradigma kaum Maltusian

yang kerap berargumentasi bahwa ketidak-ketahanan pangan dan kelaparan

adalah soal produksi dan ketersediaan semata. Sedangkan dengan mengangkat

berbagai kasus di India dan Afrika, Sen mampu menunjukan bahwa ketidak-

tahanan pangan dan kelaparan justru kerap terjadi karena ketiadaan akses atas

pangan bahkan ketika produksi pangan berlimpah, ibarat “tikus mati di lumbung

padi”. Kasus gizi buruk di Nusa Tenggara Barat adalah salah satu bukti (Lassa,

2006). Berdasarkan kenyataan tersebut peneliti dan akademisi menyadari bahwa

kerawanan pangan terjadi dimana situasi pangan tersedia tetapi tidak mampu

diakses rumah tangga karena keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki

(pendapatan, kesempatan kerja, sumberdaya ekonomi lainnya). Hal ini konsisten

dengan pendapat Sen (1981) bahwa produksi pangan bukan determinan tunggal

ketahanan pangan, melainkan hanyalah salah satu faktor penentu.

Sampai saat ini di Indonesia, banyak kalangan praktis dan birokrat kurang

memahami pengertian swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Akibat dari

keadaan tersebut konsep ketahanan pangan seringkali diidentikkan dengan

peningkatan produksi ataupun penyediaan pangan yang cukup.

Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan

pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih

mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi

untuk sehat dan produktif.

2.2 Swasembada pangan di Indonesia

Swasembada pangan bagi Indonesia belum mencukupi atau Indonesia belum

dapat memenuhi swasembada pangan untuk Indonesia sendiri. Karena

swasembada pangan apabila Negara tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan

pangan untuk seluruh masyarakatnya serta tidak tergantung terhadap impor

Page 10: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

pangan dari Negara lain. Pemerintah telah mengupayakan Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan pangan untuk seluruh penduduk Indonesia tetapi pada

kenyataannya program yang telah dijalankan oleh pemerintah belum akurat dalam

membantu program swasembada pangan.

Tampaknya program swasembada pangan khususnya beras, tidak akan pernah

terwujud selama jajaran pengambil kebijakan di pemerintahan lebih 

mementingkan impor ketimbang memperluas lahan sawah dan membantu petani

meningkatkan produksi. Swasembada beras tinggal ilusi setelah pernah diraih

1984 dan 2004 silam.

Indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat

diandalkan untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan

lahan pertanian padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber

daya manusia (petani) banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem

irigasi yang sudah terbentuk sejak lama.

Namun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda) serta seluruh

pihak terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman

pangan. Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan – termasuk yang

beririgasi teknis – terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka

kepentingan non pertanian, terutama permukiman dan industri.

Maka jangan sesali kalau produksi beras nasional cenderung menurun. Bahkan

kalaupun berbagai faktor amat menunjang – seperti iklim, pengendalian hama,

juga penyediaan berbagai input – produksi beras nasional sulit sekali ditingkatkan

lagi. Produksi beras nasional boleh dikatakan sudah stagnan di level 50-an juta ton

per tahun. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi pertambahan

penduduk, terus meningkat pasti dan begitu signifikan.

Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya

keras meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak

mengenal lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian.

Target mereka bukan lagi sekedar mencapai swasembada, melainkan tampil

menjadi negara produsen beras terbesar di dunia.

Page 11: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi

“penyelamat” bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut.

Bagi Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor

beras.

Tapi celakanya, impor beras kini terkesan bukan lagi sekedar alternatif

sementara. Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan

kebutuhan nasional. Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung

stagnan atau bahkan terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat

grafik yang kian menanjak, pemerintah tidak cukup terlecut untuk bertindak

habis-habisan menggerakkan upaya peningkatan produksi beras nasional.

Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan nyaman mengandalkan impor.

Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut,

pemerintah seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para

petani, sehingga produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik.

Untuk mewujudkan swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan

produksi beras sebanyak 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per

tahun hingga tahun 2009.

Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber

daya pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana

produksi dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif

produksi serta dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan.

Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni

dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi,

dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani.

Sedangkan upaya peningkatan produktivitas padi antara lain melalui

pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di 33 provinsi seluas 2,08 juta hektare,

penanaman padi hibrida di 14 provinsi seluas 181.000 hektare, dan perbaikan

intensifikasi non-PTT di 33 provinsi seluas 10,3 juta hektare.

Page 12: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

2.3 Peran agroteknologi dalam peningkatan swasembada pangan

Pertanian merupakan faktor penting dan memainkan peranan penting dalam

pembangunan negara terkhusus pembangunan dalam bidang swasembada pangan.

Dalam mencapai swasembada pangan, harus ada peningkatan kualitas budidaya

pertanian dengan teknik yang lebih modern. Cara ini tentu sangat efektif dalam

mendongkrak hasil produksi pangan. Dalam satu hektar lahan pertanian tentu akan

mengalami peningkatan hasil produksi yang significant jika proses budidaya yang

dilakukan tepat. Dewasa ini ilmu pengetahuan dibidang budidaya pertanian telah

berkembang pesat dengan bertambahnya Profesor dalam bidang ini. Tentu,

sumbangsih penemuan-penemuan terbarukan mereka mampu menjadi

pendongkrak pengetahuan baru yang menjadi solusi ditengah krisisnya

pengetahuan di bidang pertanian modern yang dimiliki oleh para petani yang rata-

rata minus latar belakang pendidikannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan

sosialisasi-sosialisasi terhadap petani tentang teknik-teknik baru tersebut.

Selain itu, dengan menerapkan sistem budidaya pertanian yang Sustainable.

Sistem budidaya pertanian yang diterapkan pada era Revolusi Hijau dipandang

sebagai kebijakan salah dalam meningkatkan hasil produksi pertanian. Karena

peningkatan produksi pertanian ditekankan pada penggunaan bahan kimia besar-

besaran, dalam bentuk pupuk dan pestisida. Kebijakan ini dinilai telah

menimbulkan dampak buruk pada sistem budidaya pertanian, karena penggunaan

pupuk kimia dalam skala besar hanya akan mengurangi jangka waktu produktif

pada lahan pertanian. Dimana lahan pertanian yang mustinya mampu digunakan

untuk kurun waktu yang lebih lama akan berumur lebih rendah, sehingga harus

disiasati dengan memberikan kapur pertanian untuk menstabilkan pH tanah. Ini

diakibatkan karena penggunaan pupuk kimia dapat mempercepat pengasaman

tanah yang mengakibatkan matinya mikroba tanah yang menjadi agen

dekomposer dan penyubur tanah. Sedangkan penggunaan pestisida kimia untuk

mengatasi hama dan penyakit tanaman, hanya akan menjadikan petani

ketergantungan terhadap bahan-bahan tersebut. Karena penggunaan pestisida

untuk membunuh hama akan menyisakan beberapa hama yang tidak mati. Hama

yang tidak mati ini akan tumbuh menjadi hama yang lebih kebal terhadap dosis

Page 13: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

pestisida yang digunakan sebelumnya, kemudian hama tersebut beranak-pinak dan

melahirkan koloni yang lebih resisten. Sehingga pada musim tanam selanjutnya

untuk membunuh hama tersebut petani harus menaikkan dosis pestisida lebih

tinggi lagi. Tetapi sekali lagi, masih akan ada hama yang tetap hidup dengan dosis

tersebut dan siklus ini akan kembali terulang sampai entah kapan dan harus berapa

dosis yang digunakan petani untuk menghalau hama tersebut dan selamanya

petani akan bergantung pada pestisida tersebut dan inilah yang diinginkan oleh

kapitalist.

Oleh karena itu, penerapan sistem budidaya pertanian

yang Sustainable menjadi solusi agar sistem pertanian bisa lebih efektif dan

efisien. Sistem pertanian ini mengacu pada sistem budidaya yang ramah

lingkungan, dimana kelangsungan budidaya pertanian menjadi pertimbangan

utama dengan memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, mengingat aktivitas

budidaya pertanian juga menyumbang gas emisi yang mampu merusak lapisan

ozon. Karenanya, Penekanan penggunakan pupuk organik dan melepaskan

ketergantungan pada bahan-bahan kimia menjadi fokus utama dalam sistem

budidaya ini. Begitu pula dengan pengendalian hama yang lebih ditekankan

dengan memanfaatkan hewan-hewan predator dalam menghalau hama tersebut.

Dari beberapa solusi di atas, peran agroteknologi sangatlah nampak, karena

dalam membuat teknik budidaya pertanian yang berkualitas merupakan bagian

penting dari agroteknologi. sistem budidaya yang sustainable membutuhkan ilmu-

ilmu proteksi dari bidang studi agroteknologi, yaitu ilmu hama dan penyakit

tanaman. Dengan banyakanya mahasiswa-mahasiswi pertanian yang turut

membantu para petani dengan mengandalkan teknologi-teknologi terbarukan,

swasembada pangan akan dapat meningkat dengan pesatnya. Namun perlu

diperhatikan juga peran pemerintah dalam proses peningkatan swasembada

pangan ini.

Page 14: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan

pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan

yang sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimiliki

dan pengetahuan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut

terutama di bidang kebutuhan pangan. Laju pertumbuhan penduduk yang setiap

tahun semakin tinggi, membuat Indonesia harus berpikir keras untuk

meningkatkan swasembada pangan agar kebutuhan pangan di Indonesia dapat

tercukupi. Oleh karena itu, peran agroteknologi sangatlah dibutuhkan dalam hal

ini. Dengan ilmu-ilmu pertanian di agroteknologi, untuk meningkatkan produksi

beras dengan teknik budidaya yang modern serta sistem pertanian yang

sustainable akan lebih mudah dilakukan.

3.2 Saran

Swasembada pangan dapat diwujudkan secara optimal asal pemerintah dan

seluruh komponen masyarakat bekerja sama mewujudkannya. Terkhususnya para

sarjana-sarjana pertanian harus terjun ke sektor pertanian sendiri demi

peningkatan swasembada pangan.

Page 15: PERAN AGROTEKNOLOGI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Borthon, Rismayanti. 2015. “Langkah-Langkah Memperjuangkan Swasembada

Pangan”. 25 Februari 2015.

http://www.berdikarionline.com/opini/20150217/langkah-langkah-

memperjuangkan-swasembada-pangan.html

Darsono. 2012. Faktor Utama Swasembada Pangan Tingkat Rumah Tangga

Petani Lahan Kering di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Vol.9 No.

1. http://eprints.uns.ac.id/1228/1/Faktor-Utama-Swasembada-Pangan-Tingkat-

RumahTangga.pdf. Diakses tanggal 24 Februari 2015.

Ika, Sjahrir. 2014. “Kedaulatan Pangan dan Kecukupan Pangan.”

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_Kedaulatan

%20Pangan%20dan%20Kecukupan%20Pangan.pdf. Diakses tanggal 24

Februari 2015.

Rabbani, Latipah. “Kebijakan Swasembada Pangan”. 24 Februari 2015.

https://latipahrabbani3103.wordpress.com/2014/06/27/kebijakan-swasembada-

pangan/