peran walikota bekasi dalam penyelesaian konflik...

103
PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR KELOMPOK UMAT BERAGAMA (Studi Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Cahyo Eko Pambudi 1113112000023 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: vohanh

Post on 03-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN

KONFLIK ANTAR KELOMPOK UMAT BERAGAMA

(Studi Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Cahyo Eko Pambudi

1113112000023

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

PERAI\ WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN

KONFLIK ANTAR KELOMPOK UMAT BERAGAMA

(Studi Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara)

Diaj ukan Untuk Memenuhi P ersyaratan Memperol ehGelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Cahvo Eko PamudiNIM: 1113112000023

Dosen Pembirnbing,

PROGRAM STT]DI ILMU POLITIK

F'AKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

IJNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARTF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 IJl20t7 M

9680801 200003 1 001

Page 3: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:
Page 4: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

Nama

Nim

Progran Studi

PERSETUJUAN BIMBINGAil{ SKRIPSI

Dengan ini pernbimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

: Cahyo Eko Parnbudi

:1113112000023

: IlmuPolitik

Telah menyelesaikan penulisan skripsi, dengan judul:

PERAN WALIKGTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

ANTAR KELOMPOK UMAT BERAGAMA (Studi Konflik Pembangunan

Gereja Santa Clara, Bekasi Utara)

dan telah diuji.

J,Mengetahui,

Ketua Program Studi

Dr.Idine RosYidin Hasan. M.SiNIP. 19701013 200s01 1 003

Jakarta, 11 Desember 2017

Menyetujui,Dosen Pembimbing

111

Page 5: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

PERA}I WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAIAN KONFLIK

ANTAR KELOMPOK UMAT BERAGAMA (Studi Konflik Pembangunan

Gereja Santa Clara, Bekasi Utara)

Oleh.

CahYo Eko Pambudi

ii13112000023

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ihnu

Politik universitas Islam Negeri (Un| Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

11 Desember Z0l7. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi ilmu Politik'

Ketua,

afltuDr. Idine Rosvidin. M.SiNrP. 19701013 20050L 1 003

NIP. 1972010s 200112 1. 003

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat

20t7,

Ketua Program Studi Ilmu Politik

FISIP UIN Jakarta

NIP. 197704242007L0 2 003

NrDN.2010018601

keluiusan pada tanggal 11 Desember

,-7k"Dr. Idine Rosvidin. M.SiNrP. 19701013 200501 1 003

n..'liarryAu/ddin- MANIP. 19720105 200112 L

iv

Page 6: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

v

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis peran Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, dalam

penyelesaian konflik antar umat beragama terkait pembangunan rumah ibadah di

Kota Bekasi. Dalam penelitian ini rumah ibadah yang mendapat penolakan yaitu

Gereja Santa Clara yang berlokasi di Bekasi Utara. Persoalan penolakan rumah

ibadah yang pada akhirnya mengakibatkan konflik antar kelompok umat

beragama adalah hal yang sangat mengancam kestabilan dan ketentraman antar

umat beragama di Kota Bekasi. Dengan kemajemukan agama di Kota Bekasi

berdampak langsung kepada ingin dipenuhinya fasilitas rumah ibadah umat

beragama minoritas di Kota Bekasi. Terkadang antara minoritas dengan mayoritas

umat beragama berbeda pandangan mengenai pembangunan rumah ibadah dan

pada akhirnya terjadi konflik. Karena itu, diperlukannya peran kepala daerah

dalam penyelesaian konflik antar kelompok umat beragama berdasarkan peraturan

yang berlaku, dikarenakan kepala daerah mempunyai wewenang dan tanggung

jawab kepada masyarakatnya.

Teori yang digunakan yaitu teori konflik dialektik dari Ralf Dahrendorf

untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik Gereja Santa Clara. Kemudian

menggunakan teori peranan kepala daerah dalam upaya penyelesaian konflik

berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM)

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Penelitian

ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian diawali dengan teknik

pengumpulan data. Pada teknik pengumpulan data akan dilakukan dokumentasi,

wawancara, dan teknik analisis data. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan

hasil yaitu peran Walikota Bekasi dalam penyelesaian konflik antar umat

beragama terkait penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara sudah

sesuai peraturan yang berlaku, yaitu PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006.

Kata Kunci: Peran Walikota Bekasi, Konflik Pembangunan Rumah Ibadah,

Konflik Antar Umat Beragama.

Page 7: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya

yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan baik. Rasa syukur tiada henti penulis ucapkan tatkala dapat menyelesaikan

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Program Studi Ilmu

Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi yang berjudul “Peran Walikota Bekasi dalam Penyelesaian Konflik

Antar Kelompok Umat Beragama, Studi Konflik Pembangunan Gereja Santa

Clara, Bekasi Utara” memberikan gambaran secara umum tentang teori peranan

Walikota Bekasi sebagai kepala daerah dalam menyelesaikan konflik yang terjadi

di masyarakat. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini

bukan semata-mata karena kemampuan individu penulis saja, melainkan karena

tuntunan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui skripsi

ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, beserta seluruh staf dan jajarannya.

2. Prof. Dr. Zulkifli, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf dan jajarannya.

3. Dr. Iding Rosyidin, M.Si, selaku Kepala Program Studi Ilmu Politik FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 8: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

vii

5. Dr. Agus Nugraha, M.A, selaku dosen pembimbing yang bersedia

meluangkan waktu dan arahannya untuk membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan selama

masa perkuliahan.

7. Alm. Nizam Haikal selaku Kepala Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik.

Terima kasih atas satu bundle data pembangunan Gereja Santa Clara beserta

waktu dan kesempatannya untuk penulis dapat langsung bertemu sapa untuk

mendapatkan data penelitian. Semoga amal ibadah almarhum diterima di

sisi-Nya. Aamiin.

8. Budi Setiawan, selaku Staf Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik. Terima

kasih karena telah membantu penulis dalam memperoleh data-data yang

dibutuhkan untuk penelitian ini dan telah meluangkan waktunya untuk

melakukan wawancara dengan penulis.

9. Jarnuji, selaku Kepala Bidang Wasnas. Terima kasih karena sudah

meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan penulis.

10. Samwani, selaku Sekretaris 2 FKUB Kota Bekasi. Terima kasih telah

mengizinkan penulis memperoleh data di kantor FKUB Kota Bekasi dan

meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan penulis.

11. Orang tua tercinta, Djoko Susilo dan Sarweni. Tanpa do‟a dan dukungan

beliau berdua, penulis tidak akan sampai di titik ini.

Page 9: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

viii

12. Sahabat yang selalu memberikan warna lain dalam kehidupan penulis yaitu,

Yuni Purwanti, Guntur Indrayana, M. Himawan Adi Nugroho, Allenia

Kimalaksmy, Riza Abdul Aziz, dan Gunawan Muhammad. Terima kasih

atas segala keikhlasan kalian dalam menerima segala sifat buruk penulis

ketika dalam masa sulit, khususnya dalam dinamika proses penyusunan

skripsi ini.

13. Teman-teman yang berkontribusi membantu skripsi penulis yaitu, Ghayda

Putri, Annisa Suciati, Quwatul Mudrikatiz, Istiqomah, Bang Kunto, dan

Bang Azhim

14. Sahabat sekosan penulis Ade Rahman Hakim, Muhammad Yusup, dan

Imaddudin Afiyan yang sudah menemani hari-hari penulis selama berkuliah

di UIN .

15. Untuk teman-teman KKN Mahatma, Gessy, Fidot, Amel, Desta, Mase, Ael,

Acil, Bowo, Bang Wah, dan Mia yang sudah memberikan penulis

pengalaman hidup yang berharga selama menjalani masa KKN.

16. Teman-teman Program Studi Ilmu Politik, kelas A, angkatan 2013 yang

tidak dapat penulis tuliskan satu-satu. Terima kasih telah memberi warna di

kehidupan kelas selama perkuliahan berlangsung empat tahun ini.

Jakarta, 07 November 2017

Cahyo Eko Pambudi

Page 10: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................ ii

PERSETUJUAN BIMBINGAN SKRIPSI ............................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................................... iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Pernyataan Masalah .................................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7

E. Metode Penelitian...................................................................................... 12

E.1. Jenis Penelitian ................................................................................... 12

E.2. Sumber dan Jenis Data ........................................................................ 13

E.3. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 14

E.4. Teknik Analisis Data .......................................................................... 15

F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 15

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL .................................... 17

A. Teori Konflik ............................................................................................. 17

A.1. Definisi Konflik .................................................................................. 17

A.2. Faktor-faktor Penyebab Konflik ......................................................... 19

A.3. Penyelesaian Konflik .......................................................................... 21

B. Peranan Kepala Daerah dalam Penyelesaian Konflik ............................... 24

B.1. Definisi Peranan .................................................................................. 24

B.2. Definisi Kepala Daerah ......................................................................... 26

B.3. Peranan Kepala Daerah dalam Penyelesaian Konflik......................... 27

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ...................................... 31

A. Keberagaman Umat Beragama di Kota Bekasi ......................................... 31

Page 11: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

x

B. Walikota Bekasi ........................................................................................ 39

C. Pembangunan Gereja Santa Clara ............................................................. 41

C.1. Persyaratan Pembangunan Rumah Ibadah .......................................... 41

C.2. Gereja Santa Clara .............................................................................. 45

D. Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara ................................................. 47

E. Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi ................................................... 48

BAB IV ANALISIS PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN

KONFLIK PEMBANGUNAN GEREJA SANTA CLARA ................................ 51

A. Penyebab Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara ............................... 51

A.1. Lokasi Pembangunan Gereja Berada di Tengah-tengah Pesantren .... 53

A.2. Indikasi Manipulasi dalam Persyaratan Perizinan .............................. 54

A.3. Menambah Rumah Ibadah Agama Katolik ........................................ 55

B. Peran Walikota Bekasi dalam Penyelesaian Konflik ................................ 57

B.1. Konsiliasi yang dilakukan oleh FKUB Kota Bekasi .......................... 58

B.2. Mediasi yang dilakukan oleh Walikota Bekasi................................... 62

B.3. Penyelesaian Konflik Melalui Pengadilan .......................................... 74

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 82

A. Kesimpulan ............................................................................................... 82

B. Saran .......................................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 85

Page 12: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

xi

DAFTAR TABEL

Tabel III.1. Jumlah Penduduk Kota Bekasi .......................................................... 32

Tabel III.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama .............................................. 33

Tabel III.3. Jumlah Rumah Ibadah ........................................................................ 34

Tabel III.4. Jumlah Masjid dan Musholla ............................................................. 34

Tabel III.5. Jumlah Gereja Protestan .................................................................... 35

Tabel III.6. Jumlah Gereja Katolik ....................................................................... 36

Tabel III.7. Jumlah Pura ........................................................................................ 37

Tabel III.8. Jumlah Vihara .................................................................................... 37

Tabel III.9. Jumlah Klenteng ................................................................................ 38

Page 13: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Alur Perizinan Khusus Persyaratan Pembangunan Rumah Ibadah 44

Gambar III.2. Proses Pembangunan Gereja Santa Clara....................................... 46

Gambar IV.1. Surat Pernyataan Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara ......... 57

Gambar IV.2. Unjuk Rasa di Depan Kantor Walikota Bekasi .............................. 62

Gambar IV.3. Aksi Unjuk Rasa Berakhir Ricuh ................................................... 79

Page 14: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Hal itu dibuktikan dari

berbagai nuansa kemajemukan yang terwujudkan dalam kelompok-kelompok di

masyarakat dengan keunikan suku bangsa, adat istiadat, budaya, bahasa dan

agama yang tersebar di seluruh pelosok nusantara dari pulau yang besar hingga

pulau yang kecil. Kemajemukan ini menjadikan Bangsa Indonesia negeri yang

unik, menarik, kaya akan tradisi (multikultural), dan multireligius. Kemajemukan

di Indonesia khususnya dalam bidang keagamaan terjadi jauh sebelum Indonesia

merdeka dan terus berkembang dari waktu ke waktu hingga sekarang. Kenyataan

ini merupakan bukti sejarah kemajemukan dalam beragama tidak menjadi

halangan untuk hidup berdampingan walaupun berbeda keyakinan.1

Walaupun dengan berbagai kemajemukan tersebut, Bangsa Indonesia secara

keseluruhan tetap merasa sebagai satu kesatuan karena disatukan oleh berbagai

bentuk kepahitan dan kegetiran pengalaman sejarah yang sama dalam perjuangan

panjang menentang kolonialisme. Hingga akhirnya Indonesia memproklamasikan

kemerdekaan dan menyatakan sebagai satu bangsa. Simbol kebangsaan secara

jelas diekspresikan oleh para pendiri republik ini dalam suatu slogan terkenal

yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda, tetapi satu juga.2

Kemajemukan Bangsa Indonesia di satu sisi memang merupakan sumber potensi

1 Asry M. Yusuf, “Merajut Kerjasama Antar Umat Beragama di Indonesia“, Jurnal

Harmoni Multikultural dan Multireligius, Vol. VIII, No. 30 (April-Juni 2009), h. 6. 2 Ismail, Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur (Jakarta: Badan Litbang

Agama dan Diklat Keagamaan, 2002), h. 230.

Page 15: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

2

kekayaan budaya dan kekuatan bangsa yang sangat berharga, tetapi di sisi lain

kemajemukan Bangsa Indonesia juga dapat menjadi sumber potensi ketegangan

dan konflik sosial. Di antara potensi konflik yang sangat mengancam ketentraman

nasional adalah konflik sosial yang bernuansa keagamaan.3

Keberadaan konflik dalam setiap bangsa merupakan sesuatu yang normal,

karena konflik merupakan hukum alam yang menjadi salah satu sumber

perubahan dan pembaharuan sosial. Akan tetapi konflik yang tidak terkendali

dalam skala tertentu dapat menjadi sumber disintegrasi sosial yang dapat

mengancam integrasi nasional. Karena itu yang diperlukan dalam menghadapi

potensi konflik dalam masyarakat adalah kewaspadaan dengan cara melakukan

pengendalian terhadap dinamika kelompok-kelompok sosial agar tidak terjadi

benturan sosial yang diluar kendali.4

Pasca Orde Baru, kekerasan kolektif antar umat agama, seperti yang terjadi

di Poso, Ambon, dan Maluku Utara sudah berhenti. Di sisi lain, beberapa laporan

menunjukan peningkatan insiden konflik antar umat agama berskala rendah.

Dalam konflik berskala rendah tersebut, salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya konflik adalah sengketa tempat ibadah, seperti pembangunannya,

perizinannya, penggunannya, peruntukannya, dan lain-lain. Konflik ini paling

sering melibatkan antara umat Muslim dan Kristiani (Katolik dan Protestan) di

Indonesia.5 Sedangkan Indonesia sebagai negara yang berasaskan “Ketuhanan

3 Iman Tholkhah, Mewaspadai dan Mencegah Konflik Antar Umat Beragama, (Jakarta:

Departemen Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Hidup Umat Beragama,

2001), h. 1. 4 Tholkhah, Mewaspadai dan Mencegah Konflik Antar Umat Beragama, h. 2.

5 Ihsan Ali Fauzi, Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia (Jakarta: PUSAD

Paramadina, 2013), h. 2.

Page 16: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

3

Yang Maha Esa” memberikan jaminan kebebasan kepada seluruh masyarakatnya

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut

agamanya dan kepercayaannya masing-masing.6

Indonesia memiliki peraturan terkait kerukunan antar umat beragama yaitu

Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri yang

selanjutnya disingkat PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang “Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan

Kerukunan Umat Beragama.” Peraturan ini merupakan pengganti dari Surat

Keputusan Bersama (SKB) 1/Ber/MDN-MAG/1969. Peraturan ini lebih rinci

mengatur kewenangan kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan antar umat

beragama.7 Dalam PBM tersebut, selain membahas mengenai peran kepala daerah

dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, juga dibahas mengenai

mekanisme pendirian rumah ibadah beserta izin sementara bangunan gedung

untuk tempat ibadah, dan peran kepala daerah dalam penyelesaian perselisihan

apabila terjadi konflik antar umat beragama yang dilatarbelakangi pembangunan

rumah ibadah.8 Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur mengenai

pemeliharaan kerukunan antar umat beragama, namun nyatanya tetap ada

beberapa konflik yang terjadi antar umat beragama, khususnya disebabkan oleh

pembangunan rumah ibadah.

Konflik pembangunan rumah ibadah yang terjadi di sejumlah daerah

biasanya disebabkan adanya pemahaman yang bertolak belakang antara kelompok

6 Shanti Rachmadsyah, “Ham dan Kebebasan Beragama di Indonesia”, dalam

http://www.hukumonline.com/, diunduh 17 September 2016. 7 Ihsan Ali Fauzi, Kontroversi Gereja di Jakarta (Yogyakarta: CRCS, 2011), h. 36.

8 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama (Bekasi: CV. Atina Bulan Cahaya, 2012), h. 7.

Page 17: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

4

mayoritas dengan kelompok minoritas umat beragama. Pada saat kelompok

minoritas melakukan pembangunan rumah ibadahnya, biasanya ada sebagian dari

kelompok mayoritas yang tidak menyetujui dibangunnya rumah ibadah bagi

kelompok minoritas tersebut. Hal ini terjadi karena kedua belah pihak mempunyai

pandangan berbeda mengenai pembangunan suatu rumah ibadah, sehingga

memunculkan konflik di antara mereka.9

Pada tahun 2016 terjadi konflik antar kelompok umat beragama akibat

pembangunan rumah ibadah yaitu penolakan pembangunan Gereja Santa Clara

yang berlokasi di jalan Lingkar Utara Rt 02, Rw 06, Kelurahan Harapan Baru,

Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Konflik berawal dari

adanya gabungan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota

Bekasi yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Aliansi Majelis Silaturahim

Umat Islam Bekasi menolak pembangunan Gereja Santa Clara yang dinilai telah

melanggar persyaratan pendirian rumah ibadah.10

Menurut Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi ada beberapa alasan

mengapa mereka menolak pembangunan Gereja Santa Clara. Pertama, lokasi

pembangunan Gereja berada di tengah-tengah pesantren, yaitu pesantren An-Nur

dan pesantren At-Taqwa.11

Kedua, adanya indikasi manipulasi dalam persyaratan

9 Khamami Zada, “Konflik Rumah Tuhan: Prakarsa Perdamaian Antarumat Beragama di

Indonesia”, Dialog Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Vol. 37, No. 2 (Desember 2014),

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, h. 163. 10

Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 27 maret 2017. 11

Pemerintah Kota Bekasi, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi Rencana Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 15 Mei 2015.

Page 18: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

5

perizinan.12

Ketiga, menambah rumah ibadah agama Katolik. Dikarenakan

menurut Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi, sudah banyak rumah dan ruko

yang digunakan untuk beribadah agama Katolik di Bekasi Utara.13

Pada tanggal

07 Maret 2016 ratusan massa Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi

melakukan unjuk rasa menolak pembangunan Gereja Santa Clara. Unjuk rasa

dilakukan di depan kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jalan Ahmad Yani. Massa

yang berkisar antara 600-1.000 orang mengajukan tuntutan kepada Walikota

Bekasi, Rahmat Effendi, agar surat izin pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi

Utara dicabut. Rute aksi berawal dari Pesantren At Taqwa Bekasi Utara menuju

Kantor Pemerintah Kota Bekasi. Kemudian massa melanjutkan aksi ke kantor

DPRD Kota Bekasi. Massa dipimpin oleh K.H Amien Noer dan K.H Ishomuddin

Muchtar.14

Kemudian puncaknya pada tanggal 24 Maret 2017, Majelis Silaturahim

Umat Islam Bekasi melakukan aksi unjuk rasa penolakan untuk yang kedua

kalinya. Pada aksi unjuk rasa kali ini, dilaksanakan seusai Shalat Jumat dengan

titik aksi di depan area pembangunan Gereja Santa Clara. Pada aksi ini

mengharuskan lalu lintas sejumlah ruas jalan di Bekasi Utara dialihkan.15

Pada

aksi kali ini, massa sempat meminta masuk ke lokasi pembangunan gereja namun

12

Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 20 Desember 2017. 13

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Notulen Rapat Pleno Khusus

Muslim FKUB Kota Bekasi”, 20 Desember 2015. 14

Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 27 maret 2017. 15

Aziza Fanny Larasati, “Demo Menolak Gereja Santa Clara diwarnai Lemparan Batu”,

dalam http://nasional.republika.co.id, diunduh 24 Maret 2017.

Page 19: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

6

dihadang pihak kepolisian.16

Demonstrasi ini pada akhirnya menyebabkan

bentrokan antara massa dengan pihak kepolisian. Massa melempari polisi dengan

benda keras seperti batu dan pot, kemudian pihak kepolisian akhirnya

menembakan gas air mata ke kerumunan massa. Akibat bentrokan ini tiga anggota

kepolisian mengalami luka-luka.17

Melihat konflik antar kelompok umat beragama tersebut, yaitu massa yang

menolak pembangunan gereja, Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi

dengan para pihak yang terlibat dengan pembangunan Gereja Santa Clara, maka

menarik untuk diteliti upaya penyelesaian konflik yang dilaksanakan oleh

Walikota Bekasi sesuai dengan peraturan yang berlaku yang mempunyai tugas

serta kewajiban sebagai kepala daerah untuk ikut andil dalam penyelesaian

konflik.18

Berdasarkan permasalahan di atas, maka akan diteliti mengenai peran

Walikota Bekasi dalam menyelesaikan konflik antar kelompok umat beragama

dan alasan penyebab terjadinya konflik antara Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi dengan panitia pembangunan Gereja Santa Clara. Oleh karena itu, judul

penelitian yang diambil adalah: “Peran Walikota Bekasi dalam Penyelesaian

Konflik Antar Kelompok Umat Beragama, Studi Konflik Pembangunan

Gereja Santa Clara, Bekasi Utara”.

16

Aditya Fajar Indrawan, “Dilempari Batu, Polisi Lepaskan Gas Air Mata ke Pendemo

Gereja”, dalam https://news.detik.com, diunduh 24 Maret 2017. 17

Indrawan, “Bentrok Pendemo Gereja”. 18

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), h. 217.

Page 20: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

7

B. Pertanyaan Penelitian

1. Mengapa konflik antar Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi dengan

panitia pembangunan Gereja Santa Clara terkait pembangunan Gereja

Santa Clara dapat terjadi?

2. Bagaimana peran serta Walikota Bekasi dalam menyelesaikan konflik

antar Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi dengan Panitia

Pembangunan Gereja terkait penolakan pembangunan Gereja Santa

Clara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui mengapa konflik antar Majelis Silaturahim Umat

Islam Bekasi dengan Panitia Pembangunan Gereja terkait penolakan

pembangunan Gereja Santa Clara dapat terjadi.

2. Untuk mengetahui peran serta Walikota Bekasi dalam penyelesaian

konflik antar Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi dengan Panitia

Pembangunan Gereja terkait penolakan pembangunan Gereja Santa

Clara.

D. Tinjauan Pustaka

Pertama adalah penelitian dari Adi Ridwan Syam mahasiswa Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014,

yang berjudul “Peran FKUB Kota Tangerang Selatan Dalam Menangani Konflik

Tempat Ibadah, Studi Kasus Pembangunan Gereja Protestan Indonesia Bagian

Page 21: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

8

Barat (GPIB) Obor Banten Serpong Utara”. Penelitian ini membahas bagaimana

konflik pembangunan GPIB di Kelurahan Pondok Jagung Timur, Tangerang

Selatan berlangsung. Bagaimana peran dan pendekatan yang dilakukan FKUB

Kota Tangerang Selatan dalam menangani konflik pembangunan GPIB di

Kelurahan Pondok Jagung Timur, Tangerang Selatan. Metode penelitian yang

dugunakan adalah metode kualitatif. Temuan penelitian tersebut adalah bahwa

konflik pembangunan GPIB Obor Banten mulai terjadi ketika ada sosialisasi

rencana pembangunan tempat ibadah. Di sini peran FKUB Tangerang Selatan

sangat suprtif dan tegas. FKUB Tangerang Selatan dalam menangani konflik

pembangunan GPIB Obor Banten menggunakan pendekatan dialog dan tetap

berpegang pada PBM 2006. Bagi FKUB Kota Tangerang Selatan semua

keputusan pemerintah terkait GPIB Obor Banten sudah final. Jika pihak

penentang menginginkan keputusan dibatalkan maka melalui jalur hukum.

Kedua adalah penelitian dari Dyhna Fithriya mahasiswa Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta tahun 2009, yang berjudul

“Peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Dalam Mengatasi Kristenisasi

yang Terjadi dikalangan Masyarakat Muslim Kota Depok”. Penelitian ini

membahas pola kristenisasi yang terjadi di Kota Depok. Bagaimana FKUB

mengatasi Kristenisasi yang terjadi di Kota Depok. Dan bagaimana peran FKUB

dalam menghadapi kasus seperti itu. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode kualitatif. Temuan penelitian tersebut adalah bahwa FKUB mempunyai

peranan yang sangat penting didalam kehidupan beragama. Dalam kasus ini

FKUB berperan sebagai mediator atau jembatan antara kedua belah pihak yang

Page 22: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

9

bersengketa. FKUB berusaha membantu tiap pihak untuk melanjutkan kasus

tersebut ke Walikota dan pihak kepolisian, dengan tujuan agar kasus tersebut

cepat menemukan titik terang dan juga FKUB bertugas menjembatani atau

sebagai mediasi masyarakat yang merasa terganggu dengan kenyamanan

kehidupan beragamanya. Serta sebisa mungkin FKUB menjaga agar masyarakat

hidup rukun.

Ketiga adalah penelitian dari Abdul Kirom mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2015, yang

berjudul “Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Dalam Merawat

Kehidupan Umat Beragama: Studi Atas FKUB Bantul Yogyakarta”. Penelitian ini

membahas bagaimana kehidupan masyarakat Bantul dan peran FKUB Bantul

terhadap kerukunan umat beragama? Bagaimana penyelesaian kasus intoleransi

dan konstruksi kerukunan umat beragama di kabupaten bantul? dan bagaimana

mempertahankan dan menjaga kerukunan umat beragama yang diaktualisasikan

FKUB Bantul? Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif.

Temuan penelitian tersebut adalah bahwa kondisi sosial masyarakat Bantul

sebagaimana kehidupan masyarakat di daerah lain di Indonesia, religius, multi

agama, dan organisasi keagamaan yang cukup mewarnai kehidupan umat

beragama. Kondisi sosial keagamaan di Bantul relatif kondusif dan penuh dengan

persaudaraan. Kondisi demikian tidak lepas dari peran FKUB yang berfungsi

sebagai media kerukunan di tengah kehidupan umat beragama yang plural. FKUB

dalam menyelesaikan kasus intoleransi beragama, mengajak masyarkat untuk

dialog dan mencari titik permasalahannya agar tidak memperkeruh keadaan yang

Page 23: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

10

sudah dalam kehidupan masyarakat yang harmonis. FKUB dalam menyelesaikan

masalah intoleransi beragama mengedepankan dialog dan klarifikasi dan terjun ke

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar-benar akurat dan dapat di

pertanggungjawabkan serta tidak terjadi diskriminasi antar sesama umat

beragama.

Keempat adalah penelitian dari Syaefullah mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014, yang

berjudul “Cilvil Society dan Kebebasan Beragama di Indonesia: Studi Kasus The

Wahid Institute. Penelitian ini membahas bagaimana The Wahid Institute sebagai

civil society memperjuangkan kebebasan beragama di Indonesia. Tantangan apa

saja dari The Wahid Institute dalam memperuangkan kebebasan beragama di

Indonesa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Temuan

penelitian tersebut adalah The Wahid Institute banyak melakukan advokasi

hukum dan politik, diantaranya dengan melakukan press conference sebagai

bentuk protes kepada pemerintah, pendekatan ke tokoh masyarakat sekitar, serta

ke tokoh partai politik, lalu melakukan pembelaan melalui jurnalis brefing kepada

media massa, pendekatan ke Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

kabupaten, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dan Ombudsman RI. Dalam

perjalanannya, The Wahid Institute mengalami tantangan dalam memperjuangkan

kebebasan beragama di Indonesia. Sebut saja seperti lemahnya sikap Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menangani kasus kekerasan agama,

rumah ibadah, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas.

Page 24: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

11

Kelima adalah Penelitian dari Rahmat Hidayat mahasiswa Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013,

yang berjudul “Politik Lokal dan Minoritas Agama: Studi Kasus Konflik

Ahmadiyah di Kabupaten Bogor”. Skripsi ini membahas penyebab terjadinya

konflik Ahmadiyah di Kabupaten Bogor? dan upaya pemerintah Kabupaten Bogor

dalam penyelesaian konflik? Metode penelitian yang digunakan adalah metode

kualitatif. Temuan penelitian tersebut adalah konflik ini terjadi dikarenakan

didasari oleh sikap fanatisme yang berlebihan dari para kelompok yang

berkonflik, yang masing-masing mengklaim bahwa apa yang dipahami olehnya

adalah sebuah kebenaran yang mutlak tanpa mau menghormati atau menghargai

perbedaan itu. Upaya pemerintah Kabupaten Bogor dalam penyelesaian konflik

adalah, dengan secara tegas menyatakan pelarangan terhadap segala bentuk

kegiatan Ahmadiyah di wilayah administrasinya.

Perbedaan antara penelitian penulis dengan lima penelitian terdahulu di atas

adalah pada penelitian yang pertama, fokus pembahasannya terdapat pada peran

FKUB dalam penyelesaian konflik umat beragama, studi kasus: Pembangunan

Gereja Protestan Obor Banten serpong utara, dan yang membedakan dengan

penelitian ini adalah berbeda di peran FKUB-nya yaitu penulis mengambil peran

Walikota Bekasi dengan studi kasus pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi

Utara. Sedangkan perbedaan pada penelitian yang kedua adalah pada fokus

pembahasannya terdapat pada Peran FKUB dalam mengatasi Kristenisasi yang

terjadi dikalangan masyarakat Muslim Kota Depok. Dan yang membedakan

dengan penelitian ini adalah berbeda di peran FKUBnya yaitu penulis mengambil

Page 25: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

12

peran Walikota Bekasi sebagai penyelesaian konflik antar umat beragama. Pada

penelitian yang ketiga, fokus pembahasannya terdapat pada Peranan FKUB dalam

merawat kehidupan umat beragama: Studi FKUB Bantul Yogyakarta. Dan yang

membedakan dengan penelitian ini adalah berbeda di peran FKUBnya yaitu

penulis ingin membahas peran Walikota Bekasi sebagai penyelesaian konflik

antar umat beragama. Pada penelitian yang ke empat, fokus pembahasannya

terdapat pada The Wahid Institute dan kebebasan beragama di Indonesia. Dan

yang membedakan dengan penelitian ini adalah berbeda di studi kasusnya, yaitu

penulis ingin membahas kemajemukan dan kebebasan beragama di Kota Bekasi

dan pada penelitian yang ke lima, yang membedakan dengan penelitian ini adalah

berbeda pada subjek minoritasnya yaitu para umat Katolik yang mendukung

pembangunan Gereja Santa Clara.

E. Metode Penelitian

E.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Pendekatan

kualitatif ini menurut Creswell dalam buku metode penelitian kualitatif: jenis,

karateristik dan keunggulannya karangan J.R. Raco adalah “suatu pendekatan atau

penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral”.19

Untuk mengeksplorasi dan memahami gejala sentral tersebut penulis

melakukan telaah terhadap data-data atau dokumen-dokumen terkait dengan

19

J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karateristik dan Keunggulannya (Jakarta:

PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010), h. 7.

Page 26: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

13

gejala sentral penelitian. Selain itu, penulis melakukan wawancara dengan

narasumber yang berkompeten dengan masalah penelitian. Dari data yang berupa

kata-kata atau teks tersebut kemudian dianalisis untuk menangkap arti terdalam

yang dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

E.2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data diperoleh dari dokumen-dokumen yang penulis masukan serta

hasil dari observasi dan wawancara yang akan dilakukan oleh penulis. Sebelum

digunakan dalam proses analisis, data dikelompokan terlebih dahulu sesuai

dengan jenis dan karakteristik yang menyertainya. Berdasarkan sumber

pengambilannya, data dibedakan dalam dua macam, yaitu data primer dan data

sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung di

lapangan dari sumber asli oleh orang yang melakukan penelitian.20

Data primer

berupa bukti wawancara dengan narasumber terkait dengan penelitian ini.

Kemudian data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.21

Data sekunder

berupa buku-buku dan jurnal yang terkait dengan peran Walikota Bekasi dalam

penyelesaian konflik antar umat beragama.

20

Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011),

h. 146. 21

Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, h. 147.

Page 27: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

14

E.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

secara langsung oleh pewawancara (interviewer) kepada yang diwawancarai

(narasumber) dan jawaban-jawaban narasumber dicatat atau direkam

dengan alat perekam.22

Wawancara berarti proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab bertatap muka antara

penanya atau pewawancara dengan penjawab atau narasumber. Dalam

penelitian ini, penulis mewawancarai narasumber sebagai berikut:

1. Nizam Haikal selaku Kepala Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) Kota Bekasi.

2. Budi Setiawan selaku staf Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol).

3. Jarnuji selaku Kepala Bidang Wasnas Kota Bekasi.

4. Samwani selaku Sekretaris 2 Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) Kota Bekasi.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan berupa buku-buku, surat kabar, berita

acara rapat maupun media elektronik yang secara langsung membahas peran

Walikota Bekasi dalam penyelesaian konflik antar umat beragama.

Dokumentasi diperlukan untuk mempermudah penulis menemukan jawaban

22

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),

h. 67.

Page 28: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

15

dari permasalahan yang ingin diteliti dan juga penulis dapat menjelaskan

secara detail dan jelas mengenai konflik antar umat beragama yang

disebabkan pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Utara.

E.4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif analisis, yaitu

suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran

terhadap objek yang diteliti melalui data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

Dengan kata lain penelitian despkriptif analisis mengambil masalah atau

memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat

penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis

untuk diambil kesimpulannya.23

Maka dengan demikian dapat menghasilkan

jawaban yang sesuai dari topik yang dibahas. Dengan menggunakan teknik

analisis kualitatif ini penulis berharap bahwasannya dapat memberikan gambaran

secara sistematis dan akurat mengenai penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis menyusun pembahasan menjadi beberapa

bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan, pada bab ini penulis berusaha menguraikan

permasalahan yang melatar belakangi penelitian dengan pembahasan dan

perumusan masalah serta tujuan terkait peran Walikota Bekasi dalam penyelesaian

23

Sugiono, Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D

(Bandung: Alfabeta, 2009), h. 29.

Page 29: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

16

konflik antar umat beragama, studi konflik pembangunan Gereja Santa Clara di

Bekasi Utara berdasarkan metode penelitian kualitatif.

Bab II. Bab ini membahas mengenai teori-teori sebagai pendekatan yang

menjelaskan pokok permasalahan penelitian ini yaitu, bagaimana peran Walikota

Bekasi dalam penyelesaian konflik antar umat beragama. Teori yang penulis

gunakan dalam penelitian ini adalah teori konflik dan teori peranan.

Bab III. Bab ini membahas sekilas profil dari Kota Bekasi khususnya Bekasi

Utara sebagai lokasi terjadinya konflik antar umat beragama. Kemudian penulis

membahas profil Walikota Bekasi, yaitu Bapak Rahmat Effendi sebagai pihak

yang bertugas untuk menyelesaikan konflik antar umat beragama di Kota Bekasi.

Bab IV. Bab ini merupakan bagian terpenting dari penelitian, karena

berisikan tentang permasalahan yang penulis angkat. Pada bagian ini penulis

menjelaskan penyebab terjadinya konflik antar umat beragama terkait

pembangunan Gereja Santa Clara, Bekasi Utara, dan menelaah peran serta

Walikota Bekasi sebagai penyelesaian konflik antar kelompok umat beragama.

Bab V. Bab ini penulis berupaya untuk menyimpulkan pembahasan

mengenai penelitian ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan

peran Walikota Bekasi dalam penyelesaian konflik antar umat beragama. Dan

selanjutnya di bab penutup ini terdapat saran dan kritik bagi para pembaca.

Page 30: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

17

BAB II

KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL

A. Teori Konflik

A.1. Definisi Konflik

Konflik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti

percekcokan, perselisihan dan pertentangan.1 Menurut Johnson, dalam buku

tinjauan psikologis komunikasi antarpribadi karangan A. Supratiknya,

berpendapat bahwa “konflik adalah situasi di mana tindakan salah satu pihak

berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain”.2

Konflik sebagai proses sosial melibatkan minimal dua pihak yang saling

bertentangan. Konflik disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara kedua

belah pihak atau lebih.3 Konflik dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di

mana pihak yang satu berusaha mengalahkan pihak lain dengan cara

menghancurkan atau membuat mereka tidak berdaya. Konflik adalah persaingan

dan pertentangan untuk memenangkan kepentingan dan sumber-sumber daya

yang ada dalam masyarakat. Konflik bersumber dari perbedaan kepentingan antar

beberapa pihak. Dari setiap konflik ada beberapa di antaranya yang dapat

1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 746. 2 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi (Yogyakarta: Kanisius,

1995), h. 94. 3 Rini Fidiyani, “Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas di Jawa

Tengah”, Penelitian Strategi Nasional DIKTI, (Juli 2016), h. 6.

Page 31: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

18

diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga

menimbulkan aksi kekerasan.4

Sedangkan teori konflik adalah suatu teori di dalam kajian ilmu sosiologi

yang memandang masyarakat sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-

bagian/ komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda

di mana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang lain

guna memenuhi kepentingannya/memperoleh kepentingan dan keuntungan

sebesar-besarnya.5 Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan

yang agaknya sulit didamaikan atau ditemukan kesamaannya. Perbedaan tersebut

antara lain menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,

kedudukan, dan keyakinan. Teori konflik yang dikemukakan Ralf Dahrendorf

dalam buku teori sosiologi modern karangan Bernard Raho sering kali disebut

teori konflik dialektik, yang artinya adalah “masyarakat mempunyai dua wajah,

yakni konflik dan konsensus. Masyarakat tidak mungkin mengalami konflik kalau

sebelumnya tidak ada konsensus”. Dahrendorf juga menyebutkan bahwa

“distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-beda merupakan faktor yang

menentukan bagi terciptanya konflik yang sistematis. Berbagai posisi yang ada di

dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang

berbeda-beda”6.

Otoritas atau kekuasaan di dalam suatu perkumpulan bersifat dialektik.

Dalam setiap perkumpulan hanya akan terdapat dua kelompok yang bertentangan,

4 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2013), h. 53. 5 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2007), h. 71.

6 Raho, Teori Sosiologi Modern, h. 78.

Page 32: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

19

yakni kelompok yang mayoritas dan kelompok yang minoritas. Kedua kelompok

ini mempunyai kepentingan yang berbeda. Mereka yang berada pada kelompok

dominan (mayoritas) ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka

yang berada di bawah (minoritas) ingin supaya adanya perubahan. Konflik seperti

ini pasti selalu ada dalam setiap kehidupan bersama atau perkumpulan di

masyarakat suatu negara walaupun mungkin secara tersembunyi.7

A.2. Faktor-faktor Penyebab Konflik

Dalam buku Pengantar Sosiologi karangan Elly M. Setiadi dan Usman

Kolip, faktor penyebab konflik terbagi menjadi dua, yaitu kemajemukan vertikal

dan kemajemukan horizontal.8 Yang dimaksud dengan kemajemukan vertikal

adalah struktur masyarakat yang terpolarisasi secara ketidak sederajatan yang

didasarkan pada perbedaan beberapa faktor, diantaranya adalah kekuasaan,

kekayaan, pendidikan, dan jabatan.9 Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan

konflik di masyarakat dikarenakan adanya sekelompok kecil masyarakat yang

memiliki kekuasaan, pendidikan, kekayaan, dan jabatan yang berlebih. Sementara

sebagian masyarakat merasa kurang dibandingkan kelompok tersebut,

mengingkan adanya kesederajatan atau peningkatan dalam aspek kekuasaan,

pendidikan, kekayaan, atau jabatan.10

Kemajemukan horizontal adalah struktur masyarakat yang majemuk secara

sosial dalam perbedaan etnis, ras, agama, maupun pekerjaan dan profesi, seperti

petani, buruh, pedagang, pengusaha, pegawai negeri sipil (PNS), militer,

7 Raho, Teori Sosiologi Modern, h. 79.

8 Setiadi dan Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, h. 59.

9 Setiadi dan Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, h. 60.

10 Setiadi dan Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, h. 61.

Page 33: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

20

wartawan, tokoh agama (alim ulama), sopir, cendekiawan, dan lain-lain.

Kemajemukan horizontal menimbulkan konflik karena masing-masing unsur

tersebut mempunyai karateristik sendiri-sendiri dan adanya keinginan dari

masing-masing unsur tersebut untuk mempertahankan karateristik budaya yang

dianutnya tersebut. Konflik kemajemukan horizontal adalah kemajemukan yang

ditimbulkan oleh adanya unsur-unsur sosiopolitik dalam kesederajatan yang

didasarkan atas perbedaan etnis, kultur, agama, ras, dan lainnya. Masing-masing

unsur atau kelompok masyarakat mempunyai kepentingan dan tujuan yang

berbeda bahkan tidak jarang pula yang saling bertentangan.11

Dalam setiap konflik yang disebabkan kemajemukan horizontal, khususnya

konflik antar umat beragama, hanya akan terdapat dua kelompok yang

bertentangan, yakni kelompok yang dominan yaitu kelompok mayoritas dengan

kelompok minoritas. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan yang berbeda.

Mereka yang berada pada kelompok mayoritas (dominan) ingin tetap

mempertahankan status quo sedangkan mereka yang berada di bawah (minoritas)

ingin supaya ada perubahan. Konflik ini pasti selalu ada dalam setiap kehidupan

masyarakat beragama yang majemuk.12

Kemajemukan agama (Religious Plurality) di suatu daerah mempunyai

potensi untuk melahirkan atau membangkitkan konflik di tengah-tengah

kehidupan masyarakat. Konflik terjadi bukan dikarenakan agama tersebut,

melainkan biasanya terjadi karena adanya kesalahpahaman antar penganut agama

11

Setiadi dan Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, h. 60. 12

Setiadi dan Kolip, Pengantar Sosiologi Politik, h. 79.

Page 34: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

21

tersebut.13

Kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas umat beragama di

suatu daerah dapat menciptakan konflik di masyarakat. Dari sekian banyak

konflik antar umat beragama, rata-rata akar penyebab konfliknya adalah adanya

penolakan kelompok mayoritas dengan pembangunan rumah ibadah kelompok

minoritas.

A.3. Penyelesaian Konflik

Penyelesaian konflik atau biasa disebut integrasi konflik bukan selalu dua

hal yang berlawanan di dalam ilmu sosial, keduanya juga saling melengkapi satu

sama lain. Maurice Duverger dalam buku sosiologi politik, berpendapat bahwa

“konflik dan integrasi tidaklah berlawanan, akan tetapi keduanya menjadi bagian

tak terpisahkan dari proses yang sama, bahwa konflik secara alami akan menuju

integrasi.”14

Menurut vocabulaire philosophique, dalam buku sosiologi politik karangan

Maurice Duverger, Lalande memberikan definisi integrasi sebagai “dibangunnya

interdepedensi yang lebih rapat antara bagian-bagian dari organisme hidup atau

antara anggota-anggota dalam masyarakat”. Integrasi adalah proses

mempersatukan masyarakat yang cenderung membuatnya menjadi masyarakat

yang harmonis yang didasarkan pada tatanan yang menurut anggota-anggotanya

dianggap sama harmonisnya. Mempersatukan masyarakat dalam integrasi berarti

menghilangkan antagonisme yang membagi-baginya dalam masyarakat yang

mengalami konfik. Akan tetapi suatu masyarakat yang berkonflik akan sulit

13

Ulfah Fajarini, “Konflik dan Integrasi Faham Keagamaan Islam: Studi Kasus Masarakat

Sawangan, Depok Jawa Barat”, Laporan Hasil Penelitian Lembaga UIN Syarif Hidayatullah,

(Oktober 2003), h. 2. 14

Maurice Duverger, Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 251.

Page 35: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

22

berintegrasi bilamana individu-individu yang menjadi unsur-unsurnya tetap

berdiri pada satu pihak dan tidak mau menbuka diri dengan pihak lainnya.

Integrasi bukan hanya untuk menyelesaikan konflik, akan tetapi juga sebagai

ajang pengembangan solidaritas.15

Menurut Ralf Dahrendorf dalam buku memahami ilmu politik karangan

Ramlan Subakti, berpendapat bahwa pengaturan penyelesaian konflik yang efektif

bergantung pada tiga faktor. Pertama, kedua pihak harus mengakui kenyataan dan

keadaan konflik yang terjadi di antara mereka (adanya pengakuan atas

kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak lain). Kedua, kepentingan-

kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir secara terstruktur, tidak

tercerai-berai, dan terkotak-kotak sehingga masing-masing pihak memahami

dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain. Ketiga, kedua pihak menyepakati aturan

yang menjadi landasan dan pegangan dalam hubungan dan interaksi di antara

mereka. Kemudian Dahrendorf menyebutkan tiga bentuk pengaturan penyelesaian

konflik, yaitu:16

a. Konsiliasi, yaitu mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik di

tempat yang netral, di mana semua pihak berdiskusi dan berdebat secara

terbuka. Dalam mencapai kesepakatan, tidak ada pihak-pihak yang

memonopoli pembicaraan atau memaksakan kehendak. Kebanyakan

konflik diatur dengan bentuk konsiliasi.

b. Mediasi, yaitu kedua belah pihak yang berkonflik sepakat mencari

solusi dari pihak ketiga (seorang mediator berupa tokoh, ahli, atau

15

Duverger, Sosiologi Politik, h. 310. 16

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 204.

Page 36: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

23

lembaga tertentu yang dipandang memiliki pengetahuan dan keahlian

yang mendalam mengenai hal yang dipertentangkan).

c. Arbitrase, yaitu kedua belah pihak sepakat untuk mendapatkan

keputusan akhir yang bersifat legal sebagai jalan keluar konflik pada

pihak ketiga yaitu arbiter sebagai pemberi keputusan.

Arbitrase berbeda dengan pengadilan, pengadilan adalah lembaga atau

badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap

perkara yang diajukan. Pengadilan dalam menyelesaikan suatu perkara dilakukan

oleh hakim, baik tunggal maupun majelis.17

Sedangkan arbitrase dalam

penyelesaian suatu perkara dilakukan oleh arbiter tunggal atau majelis arbiter.

Arbiter dapat dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Umumnya arbiter tersebut

tidak semata-mata ahli hukum, tetapi juga memiliki keahlian di bidang yang

disengketakan. Sedangkan dalam pengadilan, hakim dipilih oleh ketua pengadilan

dan merupakan hakim yang menguasai bidang hukum secara umum.18

Dalam konflik pembangunan Gereja Santa Clara, bentuk penyelesaian

konflik yang digunakan adalah dengan cara mediasi. Mediasi digunakan karena

penyelesaian berupa konsiliasi sudah dilakukan dan tidak dapat menyelesaikan

konflik tersebut. Pada akhirnya mediasi digunakan karena adanya pihak ketiga

sebagai mediator yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang mendalam

mengenai hal yang dipertentangkan.19

Dalam konflik penolakan pembangunan

17

Barzah Latupuno dkk, Buku Ajar Hukum Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 100. 18

Josie Susilo Hardianto, “Ribut-ribut Freeport, Ini Perbedaan Arbitrase dan Pengadilan”,

dalam http://www.kompas.com, diunduh 24 Februari 2017. 19

Gatot Soemartono, Arbitrasi dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2006), h. 119.

Page 37: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

24

Gereja Santa Clara, Walikota Bekasi sebagai kepala daerah yang menjadi

mediator antara pihak-pihak yang bertentangan.

B. Peranan Kepala Daerah dalam Penyelesaian Konflik

B.1. Definisi Peranan

Peranan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tindakan

yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa.20

Sedangkan definisi

peranan menurut Debby Natasia Kere dalam jurnal eksekutif Unsrat berpendapat

bahwa “peranan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang. Apabila individu

melaksanakan kewajibannya sesuai kedudukannya maka individu tersebut sudah

melakukan peranan. Semakin tinggi kedudukan seseorang, maka semakin tinggi

pula peranan yang harus dijalankan”.21

Peranan juga dilaksanakan oleh badan

lembaga atau organisasi, peranan yang harus dijalankan oleh badan lembaga atau

organisasi biasanya diatur dalam suatu peraturan yang merupakan fungsi dari

lembaga tersebut. Peranan terbagi menjadi dua macam yaitu peranan yang

diharapkan (expected role) dan peranan yang dilakukan (actual role). Dalam

melaksanakan peranan, terdapat faktor pendukung dan penghambat.22

Dengan

demikian yang dapat disimpulkan dari beberapa pengertian peranan di atas adalah

peranan merupakan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh seseorang/individu

maupun kelompok sesuai dengan norma, aturan dan status yang dimiliki. Setiap

20

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, h. 1155. 21

Debby Natasia Kere, “Peran Walikota dalam Mengatasi Konflik Pembangunan Masjid

Asy-Syuhada di Kelurahan Girian Permai Kota Bitung”, Jurnal Eksekutif Unsrat, h. 4. 22

Kustini, Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama dalam Pelaksanaan Pasal 8, 9,

dan10 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006

(Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI,

2010), h. 7.

Page 38: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

25

individu memungkinkan untuk menjalankan beberapa peranan sesuai dengan

status yang melekat pada dirinya.

Menurut teori peranan (role theory) Ralph Linton dalam buku sosiologi

suatu pengantar karangan Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, berpendapat

bahwa “peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

atau suatu lembaga melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan”.23

Peranan harus dibedakan

dengan posisi dalam kehidupan kemasyarakatan. Posisi dalam masyarakat (social

position) merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada

organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian

diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam

masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Peranan mencakup tiga hal, yaitu: 24

a. Peranan dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat sebagai lembaga/organisasi.

c. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang atau lembaga/ organisasi dalam masyarakat. Peranan

dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang atau lembaga/ organisasi dalam kehidupan

kemasyarakatan.

23

Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2014), h. 210. 24

Soekanto dan Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 211.

Page 39: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

26

B.2. Definisi Kepala Daerah

Dalam buku otonomi daerah dan kepala daerah memasuki abad XXI, Andi

Mustari mendefinisikan kepala daerah sebagai “pejabat yang menjalankan hak,

wewenang, dan kewajiban pimpinan pemerintahan daerah atau pejabat yang

memimpin penyelenggaraan dan bertanggung jawab sepenuhnya tentang jalannya

pemerintahan daerah”.25

Selain itu, dalam ketentuan Undang-Undang Republik

Indonesia No. 23 Tahun 2014 mengenai “Pemerintahan Daerah” Pasal 24

disebutkan bahwa “jabatan tingkat I adalah Kepala Wilayah Provinsi atau Ibukota

Negara yang dipimpin oleh Gubernur sedangkan Kepala Daerah Tingkat II adalah

Kepala Wilayah Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati dan Kotamadya yang

dipimpin oleh Walikota”.26

Kepala daerah sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pemerintahan daerah merupakan penyelenggaraan urusan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) dengan pemerintah daerah dalam hal ini yaitu kepala

daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya.27

Prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang

menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang.28

Jadi

pada intinya kepala daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah

25

Andi Mustari, Otonomi Daerah Dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI (Jakarta: Gaya

Media Pratama, 1999), h. 50. 26

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 27

Siti Herawati, “Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah dan

Hukum Positif, Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin”, (Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015), h. 1. 28

Iswan Kaputra, dkk. Dampak Otonomi Daerah di Indonesia: Merangkai Sejarah Politik

dan Pemerintahan Indonesia (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), h. 66.

Page 40: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

27

yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

daerah otonomnya.

B.3. Peranan Kepala Daerah dalam Penyelesaian Konflik

Peranan kepala daerah adalah kekuasaan kepala daerah yang dirinci secara

jelas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang wajib dikerjakan

atau dilaksanakan oleh kepala daerah. Termasuk dalam tugas ini adalah hak-hak

kepala daerah yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku.29

Berhasil tidaknya tugas-tugas daerah sangat bergantung kepada peranan

kepala daerah. Kemudian berhasil tidaknya seseorang yang menjabat sebagai

kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugasnya tergantung kepada kualitas yang

dimilikinya.30

Dalam pemerintahan kotamadya, dipimpin oleh seorang walikota sesuai

dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014

mengenai “Pemerintahan Daerah”, BAB III, Pasal 4 disebutkan bahwa “Kepala

Wilayah Provinsi atau Ibukota Negara yang dipimpin oleh Gubernur sedangkan

Kepala Wilayah Kabupaten yang dipimpin oleh Bupati dan Kotamadya yang

dipimpin oleh Walikota”.31

Walikota bertugas melaksanakan kebijakan daerah

kotamadya dan peraturan perundangan lain yang menjadi kewajibannya. Walikota

dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena itu, walikota bertanggung

29

Mustari, Otonomi Daerah Dan Kepala Daerah, h. 51. 30

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia: Identifikasi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2007), h. 71. 31

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 41: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

28

jawab penuh kepada masyarakat.32

Peranan walikota sebagai kepala daerah adalah

untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, pemberdayaan

masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat, dan menjaga

kestabilan dalam masyarakat.33

Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2014 BAB IV mengenai “Urusan

Pemerintahan” Pasal 12 disebutkan bahwa ada 6 tugas wajib kepala daerah yang

berkaitan dengan pelayanan dasar, Tugas wajib tersebut adalah berkaitan

dengan:34

a. Pendidikan.

b. Kesehatan.

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang.

d. Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman.

e. Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat

f. Sosial.

Kemudian disebutkan bahwa ada 18 tugas wajib kepala daerah yang tidak

berkaitan dengan pelayanan dasar. Tugas tersebut adalah berkaitan dengan:35

a. Tenaga kerja.

b. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

c. Pangan.

d. Pertanahan.

e. Lingkungan hidup.

f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.

g. Pemberdayaan masyarakat dan desa.

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana.

i. Perhubungan.

j. Komunikasi dan informatika.

k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah.

32

Hanif Nurcholis, Teori Dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah (Jakarta:

Grasindo, 2007), h. 219. 33

Bungaran Antonius Simanjuntak dkk, Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia:

Merangkai Sejarah Politik Dan Pemerintahan Indonesia (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2013), h. 66. 34

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 35

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 42: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

29

Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2014 bab IV pasal 12 poin C,

kepala daerah wajib menjaga ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Jika

terjadi konflik di masyarakat khususnya konflik berlatar belakang agama yang

sangat sensitif dan rawan menimbulkan perpecahan, sangatlah diperlukan peran

kepala daerah sebagai wadah untuk penyelesaian konflik.

Selain Undang-undang No. 23 Tahun 2014, peranan walikota sebagai kepala

daerah juga diatur dalam peraturan seperti Keputusan Presiden (Keppres),

Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Daerah (Perda), dan lain-lain. yang

berlaku bagi kepala daerah tersebut.36

Peraturan-peraturan tersebut secara garis

besar dibuat untuk dapat mensejahterakan masyarakat, menciptakan ketertiban

dalam masyarakat, dan menyelesaikan masalah atau konflik yang terjadi di

masyarakat agar kestabilan dalam masyarakat terjaga.37

Peran walikota sebagai kepala daerah dalam penyelesaian konflik antar

umat beragama diatur dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan

Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang “Pedoman Pelaksanaan

Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan

Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan

Pendirian Rumah Ibadah.”38

Dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, selain membahas peran walikota

dalam penyelesaian konflik, dibahas juga peran walikota dalam pemeliharaan

36

Samodra Wibawa, Politik Perumusan Kebijakan Publik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),

h. 9. 37

Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses (Yogyakarta: Media Presindo, 2007),

h. 77. 38

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama (Bekasi: CV. Atina Bulan Cahaya, 2012), h. 8.

Page 43: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

30

kerukunan umat beragama. Dalam bab II mengenai “Tugas Kepala Daerah dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama” pasal 6 disebutkan bahwa ada lima

tugas pokok walikota dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama:39

a. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat termasuk

memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kota.

b. Mengkordinasikan kegiatan instansi vertikal di kota dalam

pemeliharaan kerukunan umat beragama.

c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling

menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama.

d. Membina dan mengkordinasikan camat dan lurah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketentraman dan

ketertiban dalam masyarakat dalam kehidupan beragama.

e. Menerbitkan IMB rumah ibadah.

Dalam bab VI mengenai “Penyelesaian Perselisihan” pasal 21 ayat 2

disebutkan bahwa peran walikota sebagai kepala daerah dalam penyelesaian

konflik dibantu kepala kantor departemen agama melalui musyawarah yang

dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat

atau saran dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).40

Adapun peranan Walikota Bekasi dalam penyelesaian konflik pembangunan

Gereja Santa Clara salah satunya melakukan mediasi dengan pihak yang

berkonflik yaitu Majelis Silahturahim Umat Islam Bekasi dan panitia

pembangunan Gereja bertemu dalam satu forum.

39

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama, h. 9. 40

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama

(Bekasi: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bekasi, 2015), h. 27.

Page 44: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

31

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Keberagaman Umat Beragama di Kota Bekasi

Kota Bekasi adalah kota administratif yang terletak di bagian barat Provinsi

Jawa Barat. Berdasarkan UU RI No. 22 tahun 1999, pemerintahan kotamadya

daerah tingkat II Bekasi berubah nama menjadi Pemerintah Kota Bekasi. Kota

Bekasi memiliki luas wilayah seluas 210,49 km2,1 terletak di bagian utara Jawa

Barat yang terletak antara 106o 28‟ – 107

o 27‟ 29” bujur timur dan 6

o 10‟ 6” – 6

o

30‟ 6” lintang selatan.2 Jarak antara Kota Bekasi dengan ibukota provinsi Jawa

Barat yaitu Kota Bandung sejauh kurang lebih 140km dan jarak antara Kota

Bekasi dengan ibukota negara yaitu provinsi DKI Jakarta sejauh kurang lebih

18km.3 Secara administratif Kota Bekasi berbatasan dengan:

4

1. Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor.

2. Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

3. Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor.

4. Barat : Berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2004, wilayah Kota Bekasi

memiliki dua belas wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi

Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara, Pondok Gede, Jati Asih, Bantar Gebang,

1 Kota Bekasi, “Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat”, dalam

http://pusdalisbang.jabarprov.go.id, diunduh 11 April 2017. 2 Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, “Kota Bekasi dalam Angka 2017” (Bekasi: BPS Kota

Bekasi, 2017), h. 3. 3 Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi: Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah

dan Budaya Masyarakat Bekasi (Bekasi: Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan

Kepariwisataan Kota Bekasi, 2011), h. 171. 4 Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, h. 172.

Page 45: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

32

Jatisampurna, Medan Satria, Rawa Lumbu, Mustika Jaya, dan Pondok Melati5.

Jumlah penduduk Kota Bekasi tercantum dalam tabel di bawah ini.

Tabel III.1. Jumlah Penduduk Kota Bekasi

NO Kecamatan Jumlah Penduduk

1 Bekasi Barat 314.601 jiwa

2 Bekasi Selatan 210.991 jiwa

3 Bekasi Timur 270.562 jiwa

4 Bekasi Utara 312.066 jiwa

5 Pondok Gede 277.100 jiwa

6 Jati Asih 208.767 jiwa

7 Bantar Gebang 97.331 jiwa

8 Jatisampurna 104.776 jiwa

9 Medan Satria 169.850 jiwa

10 Rawa Lumbu 186.907 jiwa

11 Mustika Jaya 138.776 jiwa

12 Pondok Melati 157.032 jiwa

Jumlah Penduduk 2.448.759 jiwa

Sumber: Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Data Jumlah

Penduduk dan penganut Ajarann Agama di Kota Bekasi”, Juli 2016.

Dengan demikian terlihat bahwa berdasarkan data dari FKUB Kota Bekasi,

jumlah penduduk Kota Bekasi berjumlah 2.448.759 jiwa yang tersebar di dua

belas kecamatan.

Fokus studi konflik penelitian ini berlokasi di Kecamatan Bekasi Utara.

Kecamatan Bekasi Utara terletak di bagian utara Kota Bekasi. Kecamatan ini di

bagian timur berbatasan dengan Kecamatan Bekasi Timur, di bagian barat

berbatasan dengan Kecamatan Medan Satria Kota Bekasi, di bagian utara

berbatasan dengan Kecamatan Babelan dan Tarumajaya Kabupaten Bekasi, dan di

bagian selatan berbatasan dengan Kecamatan Bekasi Selatan dan Bekasi Barat

Kota bekasi.6 Menurut data dari FKUB Kota Bekasi, jumlah penduduk di

5 Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, h. 154.

6 Kecamatan Bekasi Utara, “Profil Kecamatan Bekasi Utara”, dalam

http://bekasiutara.bekasikota.go.id, diunduh 20 April 2017.

Page 46: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

33

kecamatan Bekasi Utara berjumlah 312.066 jiwa. Kecamatan Bekasi Utara terdiri

dari enam kelurahan, yaitu Kelurahan Kaliabang Tengah, Teluk Pucung, Harapan

Jaya, Marga Mulya, Perwira, dan Harapan Baru.7 Terjadinya konflik

pembangunan Gereja Santa Clara berlokasi di Kelurahan Harapan Baru.

Untuk agama yang diakui oleh negara terdapat enam agama, yaitu Islam,

Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Sedangkan

jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianutnya menurut data dari FKUB

Kota Bekasi adalah seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.

Tabel III.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama

NO Kecamatan

Penganut Agama

Islam Protesta

n Katolik Hindu Budha Konghuchu

1 Bekasi Barat 279.497 23.222 8.730 2.515 603 34

2 Bekasi Selatan 181.078 20.001 7.644 1.724 534 10

3 Bekasi Timur 233.295 21.701 7.945 7.109 498 14

4 Bekasi Utara 274.512 24.876 7.958 4.019 687 14

5 Pondok Gede 246.087 20.979 7.652 1.574 783 25

6 Jati Asih 186.994 15.234 4.614 1.452 449 24

7 Bantar Gebang 93.596 2.437 791 426 70 11

8 Jatisampurna 93.498 7.522 2.926 533 286 11

9 Medan Satria 141.349 16.716 7.470 3.867 433 15

10 Rawa Lumbu 158.890 19.365 5.661 2.512 466 13

11 Mustika Jaya 125.976 9.125 2.801 629 234 11

12 Pondok Melati 130.675 15.622 9.032 1.122 572 9

JUMLAH 2.145.447 196.800 73.224 27.482 5.615 191

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Dengan demikian dari terlihat bahwa dari dua belas kecamatan, Kota Bekasi

mempunyai keberagaman beragama, ini dibuktikan dengan adanya enam agama

yang diakui pemerintah yang masing-masing agama memiliki jumlah penganut

7 Tim BPS Kota Bekasi, Kota Bekasi dalam Angka: Data Primer Kota Bekasi 2011

(Bekasi: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Kota Bekasi, 2012), h. 10.

Page 47: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

34

yang banyak. Agama Islam sebagai mayoritas agama yang dianut oleh masyarakat

Kota Bekasi dengan jumlah penganutnya sebesar 2.145.447 jiwa.

Dari segi jumlah rumah ibadah, menurut data dari FKUB Kota Bekasi, total

2.422 jumlah rumah ibadah dari enam agama yang diakui pemerintah dan tersebar

di dua belas kecamatan di Kota Bekasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel III.3. Jumlah Rumah Ibadah

No Agama Jumlah Rumah Ibadah

1 Islam 2.202

2 Kristen Protestan 200

3 Kristen Katolik 7

4 Hindu 1

5 Budha 11

6 Konghuchu 1

JUMLAH 2.422

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Kemudian menurut data dari FKUB Kota Bekasi, jumlah bangunan Masjid

dan Musholla yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum dalam

tabel di bawah ini.

Tabel III.4. Jumlah Masjid dan Musholla

NO Kecamatan Masjid Musholla Jumlah

1 Bekasi Barat 78 170 248

2 Bekasi Selatan 76 97 173

3 Bekasi Timur 114 161 275

4 Bekasi Utara 93 149 243

5 Pondok Gede 89 120 209

6 Jati Asih 85 78 163

7 Bantar Gebang 25 111 136

8 Jati Sampurna 50 63 113

9 Medan Satria 41 69 110

10 Rawa Lumbu 101 95 196

11 Mustika Jaya 64 121 185

12 Pondok Melati 65 86 151

JUMLAH 881 1.320 2.202

Page 48: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

35

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Dengan demikian jumlah Masjid dan Musholla yang tersebar di dua belas

kecamatan Kota Bekasi berjumlah 2.202 dengan rincian 881 jumlah bangunan

Masjid dan 1.320 jumlah bangunan Musholla. Jumlah Masjid terbanyak berada di

Kecamatan Bekasi Timur dengan total 114 Masjid. Sedangkan jumlah Musholla

terbanyak berada di Kecamatan Bekasi Barat dengan total 170 Musholla.

Kemudian untuk jumlah bangunan Gereja Protestan menurut data dari

FKUB Kota Bekasi yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum

dalam tabel di bawah ini.

Tabel III.5. Jumlah Gereja Protestan

NO Kecamatan Gereja Protestan Ruko / Rumah Jumlah

1 Bekasi Barat 11 6 17

2 Bekasi Selatan 13 8 22

3 Bekasi Timur 16 22 38

4 Bekasi Utara 4 17 21

5 Pondok Gede 1 4 5

6 Jati Asih 3 6 9

7 Bantar Gebang - - -

8 Jati Sampurna 7 12 19

9 Medan Satria 15 15

10 Rawa Lumbu 3 21 24

11 Mustika Jaya - 4 4

12 Pondok Melati 23 3 26

JUMLAH 81 118 200

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Dengan demikian jumlah bangunan Gereja Protestan yang tersebar di dua

belas Kecamatan di Kota Bekasi berjumlah 200 bangunan dengan rincian 81

bangunan Gereja tetap dan 118 bangunan yang masih berbentuk ruko atau rumah.

Jumlah Gereja Protestan yang berbentuk bangunan terbanyak berada di

Kecamatan Pondok Melati, dengan jumlah 23 bangunan Gereja. Kemudian,

Page 49: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

36

jumlah ruko/ rumah yang dijadikan rumah ibadah agama Protestan terbanyak

berada di Kecamatan Bekasi Timur, dengan jumlah 22 ruko/rumah.

Kemudian untuk jumlah bangunan Gereja Katholik menurut data dari

FKUB Kota Bekasi yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum

dalam tabel di bawah ini.

Tabel III.6. Jumlah Gereja Katolik

NO Kecamatan Gereja Katolik Ruko / Rumah Jumlah

1 Bekasi Barat 1 - 1

2 Bekasi Selatan 1 - 1

3 Bekasi Timur 1 - 1

4 Bekasi Utara - 2 2

5 Pondok Gede - - -

6 Jati Asih - - -

7 Bantar Gebang - - -

8 Jati Sampurna - - -

9 Medan Satria 1 - 1

10 Rawa Lumbu - - -

11 Mustika Jaya - - -

12 Pondok Melati 1 - 1

JUMLAH 5 2 7

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Dengan demikian jumlah bangunan Gereja Katolik yang tersebar di dua

belas Kecamatan Kota Bekasi berjumlah 7 bangunan dengan rincian 5 bangunan

Gereja tetap dan 2 bangunan yang masih berbentuk ruko atau rumah. Kecamatan

yang memiliki bangunan Gereja Katolik tetap yaitu, Bekasi Barat, Bekasi Selatan,

Bekasi Timur, Medan Satria, dan Pondok Melati. Kemudian, kecamatan yang

memiliki 2 bangunan gereja yang masih berbentuk ruko atau rumah yaitu Bekasi

Utara.

Kemudian untuk jumlah bangunan Pura menurut data dari FKUB Kota

Bekasi yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum dalam tabel

di bawah ini.

Page 50: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

37

Tabel III.7. Jumlah Pura

NO Kecamatan Pura

1 Bekasi Barat 1

2 Bekasi Selatan -

3 Bekasi Timur -

4 Bekasi Utara -

5 Pondok Gede -

6 Jati Asih -

7 Bantar Gebang -

8 Jati Sampurna -

9 Medan Satria -

10 Rawa Lumbu -

11 Mustika Jaya -

12 Pondok Melati 1

JUMLAH 1

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Dengan demikian jumlah bangunan Pura yang tersebar di dua belas

Kecamatan Kota Bekasi berjumlah1 bangunan.

Kemudian, jumlah bangunan Vihara menurut data dari FKUB Kota Bekasi

yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum dalam tabel di

bawah ini.

Tabel III.8. Jumlah Vihara

NO Kecamatan Vihara

1 Bekasi Barat -

2 Bekasi Selatan -

3 Bekasi Timur 4

4 Bekasi Utara 2

5 Pondok Gede -

6 Jati Asih 1

7 Bantar Gebang -

8 Jati Sampurna -

9 Medan Satria -

10 Rawa Lumbu 3

11 Mustika Jaya -

12 Pondok Melati 1

JUMLAH 11

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di

Kota Bekasi”.

Page 51: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

38

Dengan demikian jumlah bangunan Vihara yang tersebar di dua belas

Kecamatan Kota Bekasi berjumlah 11 bangunan. Jumlah bangunan vihara

terbanyak berada di Kecamatan Bekasi Timur dengan jumlah 4 bangunan vihara.

Terakhir, untuk jumlah bangunan Kelenteng menurut data dari FKUB Kota

Bekasi, yang tersebar di dua belas kecamatan Kota Bekasi tercantum dalam tabel

di bawah ini.

Tabel III.9. Jumlah Klenteng

No Kecamatan Klenteng

1 Bekasi Barat -

2 Bekasi Selatan -

3 Bekasi Timur 1

4 Bekasi Utara -

5 Pondok Gede -

6 Jati Asih -

7 Bantar Gebang -

8 Jati Sampurna -

9 Medan Satria -

10 Rawa Lumbu -

11 Mustika Jaya -

12 Pondok Melati -

JUMLAH 1

Sumber: FKUB Kota Bekasi, “Data Jumlah Penduduk dan Penganut Ajaran Agama

di Kota Bekasi”.

Dengan demikian jumlah bangunan Klenteng yang tersebar di dua belas

Kecamatan Kota Bekasi berjumlah 1 bangunan yang berlokasi di Kecamatan

Bekasi Timur.

Dengan keberagaman agama beserta tempat ibadahnya, wajar saja jika

konflik yang berlandaskan agama rawan terjadi di Kota Bekasi. Salah satu studi

konflik antar umat beragama di Kota Bekasi yaitu tentang konflik penolakan

pembangunan Gereja Santa Clara yang berlokasi di Kecamatan Bekasi Utara.

Page 52: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

39

B. Walikota Bekasi

Dr. H. Rahmat Effendi, S.Sos., M.Si, atau yang lebih dikenal dengan

panggilan Bang Pepen adalah Walikota Bekasi periode saat ini. Lahir pada

tanggal 3 Februari 1964 di Kota Bekasi. Riwayat pendidikan beliau ditempuh dari

SD Negeri Pekayon tahun 1979, SMPN 2 Kota Bekasi Tahun 1982, kemudian

melanjutkan SMA Negeri 52 Jakarta tahun 1985. Beliau kemudian melanjutkan

pendidikan sarjana S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bagasasi

Tahun 2000 hingga meraih gelar sarjana sosial (S.Sos). Kemudian beliau

melanjutkan pendidikan sarjana S2 di STIA Bagasasi Tahun 2006 hingga

mendapatkan gelar M.Si. Pada tahun 2010 beliau menempuh pendidikan sarjana

S3 di Universitas Pasundan.8

Karir Rahmat Effendi sebelum terjun ke dunia politik dan akhirnya

menjabat sebagai Walikota Bekasi dimulai dari asisten pergudangan dan

supervisor logistik di PT. Halliburton Indonesia. Beliau juga merupakan Direktur

PT. Rampita Aditama Rizki. Beliau juga pernah menduduki beberapa jabatan

seperti Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) Pekayon Jaya,

Ketua Pengurus Kecamatan (PK) Partai Golkar Bekasi Selatan, Ketua Dewan

Pimpinan Daerah (DPD) Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)

Kota Bekasi, Ketua DPD Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Kota

Bekasi, Wakil Sekjen DPD MKGR, Pengurus Koni Kota Bekasi, Ketua Persatuan

Bola Basket Seluruh Indonesia (perbasi) Kota Bekasi, Pengurus Daerah PSSI

8 “Profil & Biografi Dr. H. Rahmat Effendi, S.Sos., M.Si”, tp. https://bacabekasi.com,

2016.

Page 53: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

40

Jawa Barat, Anggota Rapi Kota Bekasi, Penasehat Orari Kota Bekasi (Yg1bks),

dan Dewan Penasehat Pekat Indonesia Bersatu Bekasi.9

Untuk karir politiknya, Rahmat Effendi memulainya dari bawah dengan

proses yang panjang dan berliku. Rahmat Effendi adalah kader dari Partai Golkar.

Pada tahun 1999 beliau dicalonkan oleh Golkar sebagai anggota legislatif pada

pemilu 1999 dan pada akhirnya beliau terpilih. Sejak menjadi anggota legislatif

Kota Bekasi, karir politik Rahmat Effendi semakin meningkat, bahkan beliau

berhasil terpilih menjadi ketua DPRD Kota Bekasi pada pemilu tahun 2004.10

Karir Rahmat Effendi menjabat sebagai Walikota Bekasi dimulai sejak

tanggal 3 Mei 2013 menggantikan walikota sebelumnya, H. Mochtar Muhammad,

S.Sos, yang menjadi terpidana kasus korupsi dan dikenakan hukuman penjara

selama enam tahun. Rahmat Effendi kemudian terpilih kembali dalam pemilihan

kepala daerah (pilkada) Kota Bekasi dan menjadi Walikota Bekasi periode 2013-

2018 berpasangan dengan Akhmad Syaikhu. Pada pilkada Walikota Bekasi 2013,

Rahmad Effendi yang maju bersama Akhmad Syaikhu berhasil menang satu

putaran dengan perolehan suara sebesar 43%, mengalahkan pasangan nomor urut

3 yakni Dadang Mulyadi dan Lukman Hakim yang memperoleh suara 22,9%.

Sedangkan diposisi ketiga ditempati oleh pasangan nomor urut 2, yakni Sumiyati

dan Anim Imamuddin dengan suara 18%. Posisi ke 4 ditempati oleh pasangan

nomor urut 5, yakni Awing Asmawi dan Andi Zabidi dengan perolehan suara

10,8%. Dan yang terakhir diposisi kelima, ditempati oleh pasangan nomor urut 1

9 “Profil & Biografi Dr. H. Rahmat Effendi, S.Sos., M.Si”.

10 “Dinasti Politik Rahmat Effendi”, tp. http://klikbekasi.com, diunduh 03 Agustus 2016.

Page 54: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

41

yakni Shalih Mangara Sitompul dan Anwar Anshori dengan perolehan suara

5,3%.11

C. Pembangunan Gereja Santa Clara

C.1. Persyaratan Pembangunan Rumah Ibadah

Pembangunan rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-

sungguh umat beragama dengan mempertimbangkan jumlah komposisi penganut

agama tersebut. Pembangunan rumah ibadah dilakukan dengan tetap menjaga

kerukunan umat beragama di lingkungan tersebut, tidak mengganggu ketertiban

umum, dan mematuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, pasal 14 ayat 1 bab IV

mengenai “Pendirian Rumah Ibadah” dijelaskan bahwa pendirian suatu rumah

ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis

bangunan gedung. Selain kedua persyaratan tersebut, ada persyaratan khusus

untuk pembangunan rumah ibadah.12

Selain PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, ada

peraturan lebih rinci lagi mengatur pembangunan rumah ibadah khususnya di

Kota Bekasi, yaitu Peraturan Walikota Bekasi No 16 Tahun 2006 mengenai “Tata

Cara Pemberian Izin Pendirian Rumah Ibadah di Kota Bekasi.”13

Persyaratan administratif bangunan gedung menurut Peraturan Walikota

Bekasi No 16 Tahun 2006, Bab III mengenai “Tata Cara Penyelesaian

Persetujuan” Pasal 3 dijelaskan bahwa ada beberapa persyaratan administratif

11

“Rekam Jejak Rahmat Effendi”, tp. http://klikbekasi.co, diunduh 29 Agustus 2014. 12

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama

(Bekasi: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bekasi, 2015), h. 23. 13

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama,

h. 35.

Page 55: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

42

yang harus dipenuhi panitia pembangunan rumah ibadah, diantaranya adalah

mempunyai status hak atas tanah atau izin pemanfaatan berbadan hukum dari

pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dijadikan rumah ibadah.

Mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB) gedung dari pemerintah daerah.

Kemudian adanya susunan panitia pembangunan rumah ibadah yang terdiri dari

warga masyarakat setempat di daerah tersebut. Membuat gambar rencana

pembangunan dan perhitungan rencana biaya. Siteplan dari pengembang untuk

mendirikan rumah ibadah di lingkungan komplek perumahan. Surat pengantar

dari lurah yang diketahui oleh camat. Advis planning dari Kepala Bapedda untuk

pendirian rumah ibadah di atas tanah fasilitas sosial/ fasilitas umum di lingkungan

komplek perumahan. Surat pertimbangan Kepala Dinas Sosial, Perlindungan dan

Pemberdayaan Masyarakat (Kadis Soslinbermas). Mendapatkan rekomendasi dari

Kepala Kantor Departemen Agama (Kakan Depag). Dan mendapatkan

rekomendasi dari FKUB Kota Bekasi.14

Persyaratan teknis bangunan gedung terbagi menjadi dua, yaitu persyaratan

tata bangunan dan persyaratan keadaan bangunan gedung. Persyaratan tata

bangunan gedung diantaranya, jelasnya peruntukan dan intensitas bangunan

gedung, arsitektur bangunan gedung yang memenuhi syarat yaitu bangunan

gedung harus mempertimbangkan terciptanya ruang terbuka hijau yang seimbang,

serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Juga adanya dampak pengendalian

lingkungan jika bangunan sudah dibangun.15

Sedangkan persyaratan keandalan

14

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama,

h. 41. 15

Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Page 56: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

43

bangunan gedung meliputi, bangunan gedung haruslah kuat dan kokoh, kemudian

bangunan gedung memiliki pengaman terhadap bahaya kebakaran dan petir.16

Kemudian persyaratan khusus pembangunan rumah ibadah diantaranya

adalah harus ada minimal 90 daftar nama beserta kartu tanda penduduk (KTP)

jamaat rumah ibadah yang sudah disahkan oleh pejabat setempat dalam hal ini

yaitu kelurahan. Kemudian harus ada daftar nama dukungan beserta KTP dari

masyarakat di lingkungan pembangunan rumah ibadah dengan jumlah dukungan

minimal 60 orang yang diketahui oleh RT dan RW. Jika dua persyaratan tersebut

sudah dipenuhi, panitia pembangunan rumah ibadah mengajukan permohonan

kepada Kelurahan setempat, kemudian kelurahan akan melakukan verifikasi

langsung ke rumah-rumah jamaat yang akan menggunakan rumah ibadah dan ke

rumah-rumah masyarakat yang mendukung. Jika sudah diferivikasi dan benar

adanya, kemudian kelurahan memberikan rekomendasi dengan diketahui oleh

Camat ke FKUB kabupaten/ kota. Kemudian persyaratan berikutnya adalah

panitia pembangunan rumah ibadah harus mendapatkan rekomendasi tertulis dari

FKUB kabupaten/ kota. Persyaratan berikutnya panitia pembangunan rumah

ibadah harus mendapatkan rekomendasi tertulis dari Kepala Kantor Departemen

Agama kabupaten/ kota. Kemudian panitia pembangunan rumah ibadah harus

mendapatkan surat pertimbangan dari Kepala Dinas Sosial Perlindungan dan

Pemberdayaan Masyarakat. Persyaratan administratif pembangunan rumah ibadah

yang terakhir adalah mendapatkan rekomendasi tertulis dari bupati/walikota

16

Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

Page 57: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

44

melalui Kepala Bagian Kesejahteraan Sosial.17

Alur proses persyaratan khusus

izin pendirian rumah ibadah adalah sebagai berikut:

Gambar III.1. Alur Perizinan Khusus Persyaratan

Pembangunan Rumah Ibadah

Sumber: Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan

Hidup Umat Beragama, CV. Atina Bulan Cahaya, 2012.

Rekomendasi persyaratan khusus walikota/bupati berlaku paling lama enam

bulan dan dapat diperpanjang sebanyak satu kali untuk jangka waktu enam bulan

berikutnya.18

Rekomendasi persyaratan khusus merupakan salah satu persyaratan

untuk memperoleh IMB. Untuk memperoleh IMB, panitia pembangunan rumah

17

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama (Bekasi: CV. Atina Bulan Cahaya, 2012), h. 14. 18

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama,

h. 43.

Page 58: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

45

ibadah harus memenehui persyaratan yang lainnya yaitu persyaratan administrasi

gedung dan persyaratan teknis bangunan gedung.19

C.2. Gereja Santa Clara

Sejarah pembangunan Gereja Santa Clara sudah dimulai sejak tahun 1998

dengan dibentuknya Panitia Pembangunan Gereja (PPG). Panitia ini bertugas

untuk mengurus semua izin dan persyaratan pembangunan Gereja Santa Clara

berdasarkan peraturan yang berlaku. Pada tahun 2004 panitia mengajukan

permohonan untuk pembangunan Gereja Santa Clara, akan tetapi karena tidak

memenuhi persyaratan sesuai dengan SKB Nomor 1 Tahun 1969 dan SK

Walikota No. 19 Tahun 1999 maka permohonan tersebut tidak dapat diproses.

Panitia mengajukan permohonan kembali pada tahun 2014 dengan Surat

Nomor: 005/PPG/SantaClara/08/2014 bulan Agustus 2014. Selanjutnya

ditindaklanjuti oleh Kelurahan Harapan Baru selaku kelurahan dimana lokasi

pembangunan gereja akan dibangun. Kelurahan melakukan verifikasi terhadap

masyarakat pendukung di Rw 06 pada tanggal 28 dan 29 Oktober 2014 dan

hasilnya adalah sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan

Menteri Agama No. 9 dan 8 Tahun 2006 pada Pasal 14 ayat 2 poin B.20

Gereja Santa Clara adalah Gereja Katolik yang saat ini masih dalam tahap

pembangunan, beralamatkan di jalan Lingkar Utara Rt 02, Rw 06, Kelurahan

Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Rencananya di tanah seluas

6.500 meter kubik ini akan dibangun bangunan gereja dengan rincian luas

19

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama,

h. 41. 20

Walikota Bekasi, “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota Bekasi”,

18 Maret 2016.

Page 59: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

46

bangunan gereja utama seluas 1.600 meter kubik, bangunan sarana penunjang

seluas 600 meter kubik, rumah tinggal pastur seluas 200 meter kubik, jalan seluas

1.875 meter kubik, dan area parkir seluas 2.275 meter kubik. Gereja Santa Clara

memiliki dasar hukum peraturan daerah No.16 tahun 2006 tentang tata cara

pemberian izin pendirian rumah ibadah di Kota Bekasi. Gereja Santa Clara

memiliki no SIMB 503/ 0535/ 1.B BPPT.2.21

Gambar III.2. Proses Pembangunan Gereja Santa Clara

Sumber: Teguh Firmansyah, “Gereja Santa Clara Sudah Ajukan Izin Pembangunan 4

Kali”, republika.co.id, 2015.

Dalam proses pembangunannya, Gereja Santa Clara mendapatkan

penolakan. Pada tanggal 10 Agustus 2015 Gereja Santa Clara diinstruksikan oleh

Walikota Bekasi berstatus status quo. Status quo adalah keadaan tetap

21

Walikota Bekasi, “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota Bekasi”.

Page 60: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

47

sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya.22

Jadi

dalam status quo pembangunan Gereja Santa Clara berarti mempertahankan

keadaan bangunan saat ini dan menghentikan sementara proses pembangunan.

Status quo diinstruksikan Pemerintah Kota Bekasi dikarenakan adanya aksi unjuk

rasa yang menamakan diri mereka Majelis Silahturrahmi Umat Islam Bekasi yang

memprotes izin pembangunan Gereja Santa Clara dikarenakan izinnya bermasalah

dan adanya indikasi manipulasi. Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi berharap

proses pembangunan Gereja Santa Clara dihentikan.

D. Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara

Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara dibentuk pada tahun 1998.23

Sekretariat Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara berlokasi di Jalan Duta

Bulevard Barat, Perumahan Duta Harapan, Blok AE 3/7, Kelurahan Harapan

Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi.24

Panitia Pembangunnan Gereja

Santa Clara bertugas untuk mengajukan permohonan pendirian Gereja Santa Clara

untuk mendapatkan persetujuan permohonan Walikota Bekasi dan untuk

mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Panitia Pembangunan Gereja

Santa Clara dalam melaksanakan tugasnya berpedoman berdasarkan peraturan

22

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan

Bahasa, “Status Quo, Klarifikasi, Kondusif, Modus Operandi, dan Provokator”,

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id, 23

Walikota Bekasi, “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota Bekasi”. 24

Panitia Pembangunan Gereja, “Permohonan Rekomendasi”, 26 Januari 2015.

Page 61: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

48

yang berlaku, yaitu Peraturan Bersama Menteri No. 9 dan 8 Tahun 2006 dan

Peraturan Walikota Bekasi No. 16 Tahun 2006.25

Pada tahun 2004 Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara mengajukan

permohonan untuk pembangunan Gereja Santa Clara, namun dikarenakan tidak

memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku saat itu, yaitu Surat

Keputusan Bersama (SKB) No. 1 Tahun 1969 dan Surat Keputusan (SK)

Walikota Bekasi No. 19 Tahun 1999 maka permohonan pembangunan Gereja

Santa Clara tidak dapat diproses. Pada bulan Agustus tahun 2014, Panitia

Pembangunan Gereja Santa Clara mengajukan permohonan kembali dengan surat

nomor: 005/PPG/SantaClara/08/2014. Selanjutnya permohonan tersebut

ditindaklanjuti oleh Kelurahan Harapan Baru dan Kecamatan Bekasi Utara. Untuk

proses selanjutnya, Panitia Pembangunan Gereja mengajukan permohonan kepada

Ketua FKUB Kota Bekasi dengan Surat Nomor : 013/PPG-SCC/l/2015 tanggal 26

Januari 2015 dan kepada Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi dengan

Surat Nomor : 014/PPG-SCC/l/2015 pada tanggal 26 Januari 2015. Kemudian

pada tanggal 17 Juni 2015, Panita Pembangunan Gereja Santa Clara mengajukan

permohonan kepada Walikota Bekasi dengan surat permohonan Nomor :

018/PPG-STC/VI/2015.26

E. Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi

Sejarah pembentukan Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi berawal dari

gabungan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bekasi yang

25

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama, h. 27. 26

Walikota Bekasi, “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota Bekasi”.

Page 62: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

49

mengatasnamakan diri mereka sebagai Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi. Mereka menolak pembangunan Gereja Santa Clara yang dinilai telah

melanggar persyaratan pendirian rumah ibadah.27

Sekretariat Majelis Silaturahim

Umat Islam Bekasi berlokasi di jalan KH. Muchtar Thabrani No. 01 Perwira,

Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Dengan ketua

Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi yaitu KH. Ishomudin Muchtar, Lc.28

Ada beberapa faktor yang menjadi alasan Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi menolak pembangunan Gereja Santa Clara. Pertama, lokasi pembangunan

Gereja berada di tengah-tengah pesantren di wilayah Bekasi Utara, yaitu pesantren

An-Nur dan pesantren At-Taqwa. Dikarenakan menurut Majelis Silaturahim Umat

Islam Bekasi pembangunan Gereja Santa Clara tidak sesuai dengan kearifan lokal

sebagian besar penduduknya yang beragama Muslim.29

Kedua, adanya indikasi

manipulasi dalam persyaratan perizinan pembangunan Gereja Santa Clara.

Manipulasi tersebut terkait adanya tujuh orang pemulung yang bukan bertempat

tinggal di lingkungan pembangunan gereja dimasukan ke dalam daftar masyarakat

sebagai pihak yang mendukung dan tidak keberatan atas pembangunan gereja

tersebut.30

Ketiga, menambah rumah ibadah agama Katolik. Dikarenakan menurut

27

Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 19 desember 2017. 28

“Tolak Berdirinya Gereja Terbesar di Asia Tenggara, Ulama Undang Umat Islam Bekasi

Raya Demo Walikota Bekasi” http://www.panjimas.com, diunduh 19 desember 2017. 29

Pemerintah Kota Bekasi, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi Rencana Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 15 Mei 2015. 30

Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 20 Desember 2017.

Page 63: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

50

Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi, sudah banyak rumah dan ruko yang

digunakan untuk beribadah agama Katolik di Bekasi Utara.31

Pada tanggal 07 Maret 2016 ratusan massa Aliansi Majelis Silaturahim

Umat Islam Bekasi melakukan unjuk rasa menolak pembangunan Gereja Santa

Clara. Unjuk rasa dilakukan di depan kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jalan

Ahmad Yani. Massa yang berkisar antara 600-1.000 orang mengajukan tuntutan

kepada Walikota Bekasi, Rahmat Effendi, agar surat izin pembangunan Gereja

Santa Clara Bekasi Utara dicabut. Pada tanggal 24 Maret 2017, Majelis

Silaturahim Umat Islam Bekasi melakukan aksi unjuk rasa penolakan

pembangunan Gereja Santa Clara untuk yang kedua kalinya. Titik aksi di depan

area pembangunan Gereja Santa Clara dimulai seusai Shalat Jumat. Dalam aksi

ini, Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi meminta pihak Pemerintah Kota

Bekasi segera mencabut IMB Gereja Santa Clara dan menghentikan proses

pembangunan Gereja Santa Clara.

31

Aziza Fanny Larasati, “Demo Menolak Gereja Santa Clara diwarnai Lemparan Batu”,

dalam http://nasional.republika.co.id, diunduh 24 Maret 2017.

Page 64: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

51

BAB IV

ANALISIS PERAN WALIKOTA BEKASI

DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

PEMBANGUNAN GEREJA SANTA CLARA

A. Penyebab Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara

Konflik pembangunan rumah ibadah yang terjadi di sejumlah daerah

biasanya disebabkan adanya pemahaman yang bertolak belakang antara kelompok

mayoritas dengan kelompok minoritas umat beragama. Pada saat kelompok

minoritas melakukan pembangunan rumah ibadahnya, biasanya ada sebagian dari

kelompok mayoritas yang tidak menyetujui dibangunnya rumah ibadah bagi

kelompok minoritas tersebut. Hal ini terjadi karena kedua belah pihak mempunyai

pandangan berbeda mengenai pembangunan suatu rumah ibadah, sehingga

memunculkan konflik di antara mereka.1

Gereja Santa Clara yang saat ini proses pembangunannya mendapatkan

penolakan berlokasi di Jalan Lingkar Utara Rt 02, Rw 06, Kelurahan Harapan

Baru, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Konflik

pembangunan gereja ini melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok yang

menamakan diri mereka sebagai Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi

(kelompok ini menolak pembangunan Gereja Santa Clara), dengan para pihak

panitia pembangunan Gereja Santa Clara.2

1 Khamami Zada, “Konflik Rumah Tuhan: Prakarsa Perdamaian Antarumat Beragama di

Indonesia”, Dialog Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Vol. 37, No. 2 (Desember 2014),

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, h. 163. 2 Walikota Bekasi, “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota Bekasi”,

18 Maret 2016.

Page 65: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

52

Secara garis besar, konflik pembangunan Gereja Santa Clara termasuk ke

dalam konflik kemajemukan horizontal. Konflik kemajemukan horizontal adalah

konflik dalam struktur masyarakat yang majemuk secara sosial dalam perbedaan

etnis, ras, agama, maupun pekerjaan dan profesi. Kemajemukan horizontal

menimbulkan konflik dikarenakan masing-masing pihak mempunyai karateristik

sendiri-sendiri serta adanya keinginan dari masing-masing pihak untuk

mempertahankan karateristik budaya yang mereka anut.3 Dalam konflik

kemajemukan horizontal, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

mayoritas dan kelompok minoritas, di mana dalam konflik ini kelompok minoritas

menginginkan adanya kesetaraan dengan kelompok mayoritas di lingkungan

masyarakat.4

Kronologi terjadinya konflik pembangunan Gereja Santa Clara menurut

Samwani, selaku sekretaris 2 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota

Bekasi, dimulai dengan adanya penolakan dari Majelis Silatuhrahim Umat Islam

Bekasi. Samwani mengatakan, “penolakan Gereja Santa Clara itu awalnya berasal

dari pihak luar, dalam artian pihak-pihak ini bukanlah masyarakat setempat.

Mereka menamakan diri mereka Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi. Nah

ketika izin rekomendasi sudah turun, tiba-tiba mereka merasa bahwa tidak boleh

dibangun gereja di lokasi tersebut”.5

3 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Politik (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2013), h. 60. 4 Maurice Duverger, Sosiologi Politik (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 226.

5 Wawancara dengan Samwani, Bekasi, 13 Juli 2017.

Page 66: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

53

Adapun penyebab penolakan pembangunan Gereja Santa Clara yang

muncul dari pendapat Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi dijelaskan sebagai

berikut:

A.1. Lokasi Pembangunan Gereja Berada di Tengah-tengah Pesantren

Majelis Silatuhrahim Umat Islam Bekasi melarang didirikannya Gereja

Santa Clara dikarenakan lokasi pembangunan gereja berada di tengah-tengah

pesantren di wilayah Bekasi Utara. Hal tersebut tidak sesuai dengan kearifan lokal

sebagian besar penduduknya yang beragama Muslim. Sebagaimana penuturan

Samwani yang mengatakan bahwa: “...menurut guru mereka, untuk wilayah

tersebut tidak boleh dibangun gereja dikarenakan wilayah pembangunan gereja

dekat dengan pesantren, yaitu pesantren An-Nur dan pesantren At-Taqwa.”6

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

No. 9 dan 8 Tahun 2006 tidak disebutkan bahwa ada larangan membangun rumah

ibadah untuk agama minoritas di lingkungan agama mayoritas. Jadi dapat

dikatakan bahwa alasan dari penolakan yang disampaikan oleh Majelis

Silaturahim Umat Islam Bekasi tidak relevan.

Menurut Nizam Haikal, selaku Kepala Bidang Kesbangpol Kota Bekasi,

menyebutkan bahwa faktor utama penyebab Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi menolak pembangunan Gereja Santa Clara adalah masih kurangnya

pemahaman mengenai perizinan pembangunan rumah ibadah menurut peraturan

yang berlaku dan kurangnya pemahaman tentang toleransi antar umat beragama,

sebagaimana penuturannya:

6 Wawancara dengan Samwani, Bekasi, 13 Juli 2017.

Page 67: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

54

“Faktor utama konflik ini dikarenakan adanya kelompok-kelompok yang tidak

menginginkan dibangunnya Gereja di lokasi tersebut. Ya kalau kata mereka tidak

boleh dibangun gereja ya tidak boleh. Pemikiran mereka ini dikarenakan

kurangnya pemahaman mengenai toleransi antar umat beragama. Kami sebagai

bagian dari pemenerintah melakukan sosialisasi untuk memberikan pemahaman

mengenai pentingya toleransi antar umat beragama“.7

A.2. Indikasi Manipulasi dalam Persyaratan Perizinan

Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi juga berpendapat bahwa adanya

manipulasi dalam persyaratan perizinan pendirian Gereja Santa Clara. Manipulasi

tersebut terkait adanya tujuh orang pemulung yang bukan bertempat tinggal di

lingkungan pembangunan gereja dimasukan ke dalam daftar masyarakat sebagai

pihak yang mendukung dan tidak keberatan atas pembangunan gereja tersebut.8

Dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 BAB IV

Pasal 14 Ayat 2 Poin b disebutkan bahwa salah satu persyaratan pendirian rumah

ibadah harus mendapatkan dukungan masyarakat paling sedikit 60 orang yang

dibuktikan dengan daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) domisili dan

disahkan oleh lurah/kepala desa setempat.9 Adapun persyaratan perizinan

pembangunan Gereja Santa Clara, pihak panitia pembangunan Gereja Santa Clara

mendapatkan dukungan sebanyak 64 orang.10

Ini berdasarkan pada Surat

Pengantar No. 450/265-KL.HB dan Berita Acara No. 453.2/264-KLHB yang

menyatakan bahwa hasil verifikasi dukungan masyarakat RT 002 sebanyak 27

orang dan RT 003 sebanyak 37 orang di RW 006 Kelurahan Harapan Baru,

7 Wawancara dengan Nizam Haikal, Bekasi, 20 Juli 2017.

8 Joko Sadewo, “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”, dalam

http://www.republika.co.id, diunduh 7 Maret 2017. 9 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama (Bekasi: CV. Atina Bulan Cahaya, 2012), h. 14. 10

Panitia Pembangunan Gereja, “Permohonan Rekomendasi”, 26 Januari 2015.

Page 68: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

55

Kecamatan Bekasi Utara. Hasil verifikasi tersebut juga telah disahkan oleh Lurah

Harapan Baru dan dilaporkan kepada Camat Bekasi Utara.11

Berdasarkan laporan di atas, pendapat Majelis Silahturahim Umat Islam

Bekasi terkait manipulasi tujuh orang pemulung itu tidak benar adanya. Ini dapat

dilihat dari lampiran Surat Pengantar No. 450/265-KL.HB yang menampilkan

tabel ke 64 masyarakat yang memberikan dukungan dan izin atas pembangunan

Gereja Santa Clara menuliskan alamat lengkap dan Nomor Induk

Kependudukannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapat yang disampaikan

Majelis Silahturahim Umat Islam tidak terlepas pada kepentingan kelompok

mayoritas yang tidak menginginkan di wilayahnya ada rumah ibadah dari

kelompok minoritas.

A.3. Menambah Rumah Ibadah Agama Katolik

Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi juga berpendapat bahwa mereka

keberatan dengan dibangunnya gereja di kawasan Bekasi Utara, dikarenakan jika

dibangun Gereja Santa Clara akan menambah rumah ibadah agama Katolik. Hal

ini dikarenakan sudah banyak rumah dan ruko yang digunakan untuk beribadah

agama Katolik di Bekasi Utara.12

Samwani menyebutkan faktor utama penyebab Majelis Silaturahim Umat

Islam Bekasi menolak pembangunan Gereja Santa Clara adalah kurangnya

sosialisasi mengenai perizinan rumah ibadah dan pemahaman mengenai toleransi

antar umat beragama mengenai pembangunan rumah ibadah agama lain.

11

Berkas Kronologi Pembangunan Gereja Santa Clara yang diperoleh pada 20 Juli 2017

dari Kesbangpol Kota Bekasi. 12

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Notulen Rapat Pleno Khusus

Muslim FKUB Kota Bekasi”, 24 Maret 2015.

Page 69: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

56

“Penolakan ini diakibatkan karena mereka kurang mendapat sosialisasi mengenai

perizinan pembangunan rumah ibadah dan kurang bisa menerima pemahaman dari

kelompok lain untuk membuat satu rumah ibadah yang tetap.”13

Sehingga, Majelis

Silaturahim Umat Islam Bekasi mempertanyakan apakah dapat menjamin bahwa

apabila Gereja Santa Clara akhirnya dibangun, tidak ada lagi gereja-gereja yang

tidak berizin seperti di ruko dan di rumah tinggal.

Sehubungan dengan pernyataan tersebut, pada akhirnya panitia

pembangunan Gereja Santa Clara mengeluarkan pernyataan bahwa umat Paroki

Santa Clara tidak akan mengadakan kebaktian (ibadat) lagi di rumah/ruko selain

di Gereja Santa Clara apabila sudah selesai dibangun. Pernyataan ini dibuat

panitia pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara – Bekasi Utara, pada 22

Januari 2015 yang ditandatangani oleh Ketua, Sekretaris, Ketua Dewan Pembina

dan disetujui oleh Dewan Paroki Harian/Pengurus Gereja dan Dana Papa Paroki

Santa Clara – Bekasi Utara. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

13

Wawancara dengan Samwani, Bekasi, 13 Juli 2017.

Page 70: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

57

Gambar IV.1. Surat Pernyataan Panitia Pembangunan Gereja Santa Clara

Sumber: Kesbangpol Kota Bekasi, „Berkas Kronologi Pembangunan Gereja Santa Clara‟,

2017.

B. Peran Walikota Bekasi dalam Penyelesaian Konflik

Penyelesaian konflik atau yang biasa disebut integrasi konflik adalah hal

yang tidak dapat dipisahkan dari konflik itu sendiri, dua aspek tersebut tidak

selalu berlawanan di dalam ilmu sosial, keduanya juga saling melengkapi satu

sama lain. Banyak yang berpendapat bahwa konflik dan integrasi tidaklah

berlawanan, akan tetapi keduanya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses yang

sama, bahwa konflik secara alami akan menuju integrasi.14

Penyelesaian konflik sangat tergantung pada otoritas yang dimiliki individu.

Otoritas adalah relasi yang eksis di antara individu yang dirawat dengan sebuah

14

Duverger, Sosiologi Politik, h. 25.

Page 71: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

58

legitimasi. Legitimasi adalah formula yang mengakibatkan individu menerima

kekuasaan dan menganggap kepatuhan mereka adalah komitmen yang memang

seharusnya. Legitimasi menekankan aspek simbolis dan kepatuhan. Tidak semua

individu dapat dengan mudah melakukan upaya penyelesaian konflik karena akan

sangat ditentukan efektivitasnya. Penyelesaian konflik biasanya dilakukan oleh

elit, tokoh, atau pemimpin, karena merekalah yang memiliki otoritas dan

mendapatkan legitimasi dari masyarakat.15

Penyelesaian konflik yang efektif bergantung pada tiga faktor. Pertama,

kedua pihak harus mengakui kenyataan dan keadaan konflik yang terjadi di antara

mereka (adanya pengakuan atas kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak lain).

Kedua, kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir secara

terstruktur, tidak tercerai-berai, dan terkotak-kotak sehingga masing-masing pihak

memahami dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain. Ketiga, kedua pihak

menyepakati aturan yang menjadi landasan dan pegangan dalam hubungan dan

interaksi di antara mereka. Kemudian dikenal tiga bentuk pengaturan penyelesaian

konflik, yaitu konsiliasi, mediasi, dan adjudikasi yang dalam penelitian ini

Walikota Bekasi memiliki perannya masing-masing.16

B.1. Konsiliasi yang dilakukan oleh FKUB Kota Bekasi

Konsiliasi adalah usaha untuk mempertemukan kedua belah pihak yang

berkonflik di tempat yang netral. Semua pihak berdiskusi dan berdebat secara

terbuka. Dalam mencapai kesepakatan, tidak ada pihak-pihak yang memonopoli

15

Zada, “Konflik Rumah Tuhan”, h. 167. 16

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 204.

Page 72: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

59

pembicaraan atau memaksakan kehendak.17

Dalam konflik penolakan rumah

ibadah, upaya konsiliasi tertulis dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 Bab IV

Pasal 21 Ayat 1 tentang “penyelesaian perselisihan” yang berisi, “perselisihan

akbiat rumah ibadah diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat

setempat”.18

Untuk dapat mempertemukan kedua belah pihak, harus ada pihak ketiga

sebagai penengah yang bersifat netral dan tidak mengintervensi keputusan

penyelesaian perselisihan. Dalam konflik pembangunan Gereja Santa Clara, pihak

penengah konsiliasi yaitu FKUB Kota Bekasi. FKUB adalah singkatan dari

Forum Kerukunan Umat Beragama yaitu forum yang dibentuk oleh masyarakat

dan difasilitasi oleh pemerintah daerah dalam rangka membangun, memelihara,

dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.19

FKUB Kota Bekasi sebagai forum yang mewadahi terciptanya kerukunan

antar umat beragama, salah satu tugasnya adalah memberikan rekomendasi

tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah dalam hal ini Gereja Santa

Clara. Kemudian pihak FKUB Kota Bekasi memberikan pendapatnya mengenai

pembangunan Gereja Santa Clara.20

Samwani memberikan pendapatnya mengenai

perizinan pendirian Gereja Santa Clara, yaitu:

“Kan sudah jelas ya dalam perizinan pembangunan suatu rumah ibadah harus ada

persyaratannya. Dimulai dari pembuatan kepanitiaan pembangunan rumah ibadah.

Setelah kepanitiaan sudah dibentuk mereka haruslah membuat proposal yang berisi

permohonan izin pendirian rumah ibadah dan harus dilampirkan KTP beserta

17

Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 204. 18

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Buku Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama

(Bekasi: Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bekasi, 2015), h. 27. 19

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama, h.

100. 20

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup

Umat Beragama, h. 12.

Page 73: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

60

tandatangan minimal 60 masyarakat sekitar dan memiliki jamaat minimal 90 orang.

Sehabis itu harus mendapat persetujuan dimulai dari tingkat RT, RW, Kelurahan

hingga Kecamatan. Selanjutnya panitia mengajukan perizinan untuk mendapatkan

surat rekomendasi dimulai dari FKUB, kemudian ke Kemenag, selanjutnya ke

Kesbangpol dan terakhir ke Walikota. Untuk pengajuan perizinan Gereja Santa

Clara, kami dari pihak FKUB juga sudah mensurvei ke lokasi pembangunan dan

ternyata semua data sudah benar, begitupun juga dari pihak kesbangpol dan

walikota juga sudah meninjau lokasi pembangunan, maka dikeluarkanlah izin

rekomendasi.”

Dalam konflik penolakan pembangunan Gereja Santa Clara, tahapan

konsiliasi sudah dilaksanakan pada 24 Maret 2015, yaitu diadakan rapat pleno

oleh FKUB Kota Bekasi bersama dengan para pihak yang berkonflik di kantor

FKUB Kota Bekasi. Dalam rapat pleno tersebut menghasilkan keputusan bahwa

panitia pembangunan gereja beserta Paroki Santa Clara diminta untuk membuat

surat pernyataan di atas materai yang diketahui oleh Camat Bekasi Utara,

Koramil, dan Polsekta Bekasi Utara bahwa Gereja Santa Clara jika sudah selesai

dibangun akan menjadi satu-satunya tempat ibadah bagi agama katolik di Bekasi

Utara. Kemudian pihak panitia pembangunan gereja pada keesokan harinya

membuat surat pernyataan yang diminta.21

Isi surat tersebut adalah jika pada

akhirnya Gereja Santa Clara dibangun dan sudah selesai pembangunannya, gereja

tersebut adalah satu-satunya Gereja Katolik yang ada di Bekasi Utara. Seluruh

tempat ibadah agama Katolik yang selama ini ada di ruko dan di rumah tinggal

dipindahkan. Semua aktivitas peribadatan disatukan di Gereja tersebut. Ini

berdasarkan pada permintaan dari perwakilan Majelis Silaturahmi Umat Islam

Bekasi yang merasa keberatan atas pembangunan gereja tersebut.22

21

Panitia Pembangunan Gereja, “Surat Pernyataan”, 25 Maret 2015. 22

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Notulen Rapat Pleno Khusus

Muslim FKUB Kota Bekasi”, 24 Maret 2015.

Page 74: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

61

Namun Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi berpendapat agar perizinan

pembangunan Gereja Santa Clara ditinjau kembali karena dinilai adanya

manipulasi dari pihak panitia pembangunan Gereja. FKUB Kota Bekasi dalam

rapat pleno tersebut mengutarakan bahwa izin pembangunan Gereja Santa Clara

sudah memenuhi persyaratan sesuai PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Selanjutnya,

FKUB Kota Bekasi akan melakukan kordinasi dengan Kemenag Kota Bekasi dan

Kesbangpol untuk melakukan pendataan tempat ibadah seperti rumah dan ruko,

agar nantinya jika Gereja Santa Clara selesai dibangun, maka tempat ibadah di

rumah dan ruko tersebut ditutup dan seluruh jamaat dipindahkan ke Gereja Santa

Clara.23

Kemudian dalam rapat pleno tersebut juga dibahas mengenai adanya tujuh

pemulung yang bukan berasal dari lingkungan pembangunan Gereja Santa Clara.

Setelah dilakukan peninjauan langsung ke lokasi pada 10 Maret 2015 dengan

bertemu warga dan Ketua RT 03, RW 06, Kelurahan Harapan Baru, ternyata tidak

ditemukan adanya tujuh pemulung tersebut.24

Pada kenyataannya, walaupun sudah diadakan penyelesaian secara

konsiliasi yang diawasi oleh FKUB Kota Bekasi dan sudah dihasilkan keputusan-

keputusannya, aksi penolakan masih saja berlangsung. Pada Senin 10 Agustus

2015, Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi melakukan aksi unjuk rasa menolak

pembangunan Gereja Santa Clara. Aksi tersebut dilaksanakan di depan kantor

Walikota Bekasi. Dalam aksinya, massa menuntut beberapa hal, yaitu menolak

23

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Notulen Rapat Pleno Khusus

Muslim FKUB Kota Bekasi”, 24 Maret 2015. 24

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Undangan Rapat Pengurus

Khusus Muslim”, 20 Maret 2015.

Page 75: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

62

dengan tegas surat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

Kota Bekasi terhadap pemberian izin pembangunan gereja dan medesak agar

FKUB mencabut dan membatalkan surat rekomendasi yang telah dikeluarkan

tersebut. Kemudian massa juga mendesak Walikota Bekasi untuk tidak

mengeluarkan surat persetujuan atau surat rekomendasi dan surat terkait lainnya,

termasuk izin mendirikan bangunan (IMB) gereja Santa Clara.

Gambar IV.2. Unjuk Rasa di Depan Kantor Walikota Bekasi

Sumber: Dennis Destryawan, “Penolakan Pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi”,

tribunnews.com, 2017.

B.2. Mediasi yang dilakukan oleh Walikota Bekasi

Dalam konflik pembangunan Gereja Santa Clara, salah satu bentuk

penyelesaian konflik yang digunakan adalah dengan cara mediasi. Mediasi

digunakan karena penyelesaian berupa konsiliasi sudah dilakukan dan tidak dapat

menyelesaikan konflik tersebut. Pada akhirnya mediasi digunakan dengan adanya

pihak ketiga sebagai mediator yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang

Page 76: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

63

mendalam mengenai hal yang dipertentangkan.25

Dalam konflik penolakan

pembangunan Gereja Santa Clara, Walikota Bekasi yaitu Rahmat Effendi sebagai

kepala daerah menjadi mediator antara pihak-pihak yang bertentangan.

Selain Walikota Bekasi, upaya penyelesaian konflik penolakan

pembangunan Gereja Santa Clara secara garis besar dilakukan oleh dua kelompok,

yaitu kelompok struktural dan kelompok kultural. Kelompok struktural adalah

instansi resmi yang memiliki keahlian dan wawasan mengenai konflik yang

sedang terjadi di masyarakat. Kelompok ini diwakili oleh Pemerintah Daerah

Kota Bekasi, khususnya Walikota Bekasi, Badan Kesbangpol, dan Pengadilan

Kota Bekasi. Sedangkan kelompok kultural adalah kelompok yang tidak memiliki

legalitas yang resmi akan tetapi memiliki kemampuan dan wawasan mengenai

konflik yang sedang terjadi. Kelompok ini diwakili oleh pemimpin masyarakat,

seperti tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemimpin agama. Salah satu contoh

kelompok kultural dalam upaya penyelesaian konflik pembangunan Gereja Santa

Clara adalah FKUB Kota Bekasi.26

Dalam suatu konflik di masyarakat perkotaan yang masyarakatnya

majemuk, sudah seharusnya segera diadakan proses penyelesaiannya supaya

ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat terjaga dan tidak terjadi konflik

yang lebih besar dan anarkis. Maka dari itu diperlukan peran walikota sebagai

kepala daerah yang mewakili semua elemen masyarakat harus dapat

menyelesaikan permasalahan pihak-pihak yang berselisih.27

25

Gatot Soemartono, Arbitrasi dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2006), h. 119. 26

Zada, “Konflik Rumah Tuhan”, h. 168. 27

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah..

Page 77: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

64

Dalam penyelesaian konflik antar umat beragama yang dilakukan oleh

kepala daerah dikarenakan penolakan pembangunan rumah ibadah sudah diatur

dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam

Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang “Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah

Ibadah.” PBM ini menggantikan Surat Keputusan Bersama (SKB) No. 1 Tahun

1969 tentang “Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadah Agama oleh Pemeluk-

pemeluknya.” Dengan adanya PBM ini diharapkan dapat mengurangi bahkan

mencegah konflik antar umat beragama. Bahkan jika konflik sudah terjadi, dapat

dilaksanakan penyelesaiannya mengacu pada PBM ini.28

Dalam PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 terdapat bab yang mengatur secara

jelas peran kepala daerah dalam penyelesaian konflik antar umat beragama yang

disebabkan oleh penolakan pembangunan rumah ibadah agama tertentu, yaitu bab

VI pasal 21 yang berjudul “Penyelesaian Perselisihan”.29

Pada bab VI ini terdiri

dari 3 ayat yang masing-masing ayat adalah tahapan-tahapan dalam penyelesaian

konflik yang terjadi antar umat beragama.

Pada PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 bab VI pasal 21 ayat 1 tertulis bahwa

penyelesaian konflik akibat pendirian rumah ibadah awalnya diselesaikan secara

musyawarah oleh kedua belah pihak yang berselisih dengan diawasi oleh Forum

Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Penyelesaian konflik ini disebut juga

28

Zada, “Konflik Rumah Tuhan”, h. 164. 29

FKUB Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 17.

Page 78: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

65

konsiliasi, yaitu usaha mempertemukan pihak-pihak yang berselisih untuk dapat

menyelesaikan permasalahannya.30

Kemudian pada ayat 2 pasal 21 PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tertulis

bahwa dalam penyelesaian konflik secara musyawarah yang dilakukan oleh pihak-

pihak tersebut belum menemukan solusi, maka penyelesaian konflik dilakukan

oleh bupati/walikota sebagai kepala daerah dibantu kepala kantor Departemen

Agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak

memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran dari FKUB

kabupaten/kota.31

Penyelesaian konflik ini disebut juga mediasi, yaitu proses

penyelesaian perselisihan dengan meminta bantuan pihak ketiga. Peranan pihak

ketiga adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak yang berselisih

untuk mengidentifikasi masalah dan memberikan solusi. Pihak ketiga adalah

pihak yang memiliki kemampuan dan wawasan mengenai konflik yang sedang

terjadi dan diharapkan dapat memberikan solusi kepada para pihak yang

berkonflik.32

Ada beberapa tahapan mediasi yang dilaksanakan Walikota Bekasi untuk

dapat menyelesaikan konflik penolakan pembangunan Gereja Santa Clara.

Tahapan mediasi konflik Pemerintah Kota Bekasi dimulai dengan badan

Kesbangpol Kota Bekasi melaksanakan rapat kordinasi untuk membahas

mengenai penolakan pembangunan Gereja Santa Clara dari masyarakat beserta

solusinya. Rapat tersebut diadakan pada 30 April 2015 bertempat di ruang rapat

30

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum dalam Ekonomi (Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia, 2008), h. 201. 31

FKUB Kota Bekasi, Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 17. 32

Soemartono, Arbitrasi dan Mediasi di Indonesia, h. 119.

Page 79: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

66

badan Kesbangpol Kota Bekasi. Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan dari

FKUB Kota Bekasi, Kemenag, Sekretaris Kelurahan Harapan Baru, staf Intel

Polsek Kecamatan Bekasi Utara yaitu Brigadir Ilham, dan Babinsa yaitu Serka

Erwin.

Dalam rapat tersebut, FKUB Kota Bekasi berpendapat bahwa secara

administrasi perizinan pembangunan Gereja Santa Clara sudah sesuai ketentuan

PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. FKUB Kota Bekasi berharap agar semua instansi

terkait melakukan kajian mendalam mengenai penolakan ini dan melakukan

pendekatan terhadap warga yang menolak agar tidak terjadi konflik anarkis yang

dapat memperkeruh kerukunan hidup antar umat beragama di Kota Bekasi.

Kemenag juga berpendapat bahwa perizinan pembangunan Gereja Santa Clara

juga sudah sesuai administrasi dengan memenuhi ketentuan PBM No. 9 dan 8

Tahun 2006.33

Rapat ini juga membahas mengenai persaratan pendirian Gereja Santa

Clara. Berdasarkan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 bab IV pasal 14 ayat 2 tertulis

bahwa persyaratan pendirian rumah ibadah harus dengan dukungan minimal 90

orang pengguna rumah ibadah dengan dilampirkan fotokopi Kartu Tanda

Penduduk (KTP) disertai dengan tanda tangannya. Serta harus adanya dukungan

minimal 60 masyarakat setempat juga dengan dilampirkan fotokopi KTP disertai

tanda tangan dan disahkan oleh kelurahan setempat.34

Berdasarkan hasil verifikasi

lapangan yang dilaksanakan Kelurahan Harapan Baru pada 28 dan 29 Oktober

33

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi, “Matrik Telaahan Hasil

Rapat Koordinasi Pendirian Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 30 April 2015. 34

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Pedoman Kerukunan Hidup Umat Beragama, h. 23.

Page 80: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

67

2014 didapatkan hasil 64 masyarakat sekitar yang memberikan dukungan.35

Kemudian pada 14 dan 15 November 2014 didapatkan hasil 175 jamaat Katolik

yang terdaftar dalam jamaat Gereja Santa Clara.36

Dengan demikian menurut

pihak Kelurahan Harapan Baru bahwa persyaratan perizinan pembangunan gereja

sudah memenuhi persyaratan.

Sekretaris Kelurahan Harapan Baru berpendapat bahwa kondisi di

lingkungan pembangunan Gereja sampai hari dilaksanakannya pertemuan masih

kondusif dan tidak ada tekanan baik telepon maupun surat tertulis. Untuk proses

verifikasi perizinan pembangunan Gereja secara administrasi sudah selesai.

Kemudian Staf Intel Polsek Kecamatan Bekasi Utara yaitu Brigadir Ilham

berpendapat bahwa perumahan Prima Harapan yang lokasinya berdekatan dengan

pembangunan Gereja Santa Clara rata-rata warganya sepakat untuk menolak

dibangunnya Gereja. Tokoh-tokoh masyarakat Islam menolak dibangunnya

Gereja Santa Clara kecuali Front Pembela Islam (FPI). FPI menyetujui untuk

dibangunnya Gereja Santa Clara dengan catatan jika Gereja Santa Clara selesai

dibangun, semua kegiatan ibadah agama Katolik disatukan di Santa Clara dan

ibadah seperti ruko dan rumah tinggal ditutup. Serka Erwin dari Babinsa

berpendapat bahwa pihak panitia pembangunan gereja Santa Clara setiap ada

kegiatan tidak pernah memberitahukan Babinsa, kemudian jika ada masalah

35

Kelurahan Harapan Baru, “Berita Acara Verifikasi Dukungan Warga”, 20 November

2014. 36

Kelurahan Harapan Baru, “Berita Acara Verifikasi Jemaat”, 20 November 2014.

Page 81: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

68

langsung melaporkan. Hal ini seharusnya bisa dikordinasikan dari awal agar pihak

keamanan dapat melakukan antisipasi.37

Dengan banyaknya warga yang keberatan dengan rencana dibangunnya

Gereja Santa Clara juga harus menjadi bahan pertimbangan. Adanya penolakan

dari masyarakat di RW lain dan penolakan dari tokoh agama di Bekasi Utara juga

harus disampaikan kepada panitia pembangunan gereja agar mereka bisa

menyikapi hal tersebut dengan baik. Kemudian akan diadakannya pendekatan

terhadap warga yang melakukan penolakan, langkah yang ditempuh melalui

pendekatan terhadap tokoh agama yang melakukan penolakan dan memberikan

CD mengenai kehidupan beragama masyarakat Bekasi yang dibuat oleh Badan

Investigasi Front DPW FPI Bekasi Raya. Pertemuan ini menghasilkan keputusan

bahwa perizinan pembangunan Gereja Santa Clara sudah memenuhi persyaratan

berdasarkan PBM No. 9 dan 8 tahun 2006. Dengan terpenuhinya semua

persyaratan tersebut, secara administrasi Pemerintah Kota Bekasi dapat

memberikan rekomendasi. Dengan masih adanya penolakan dari sebagian warga,

hal ini dapat dipahami karena setiap adanya kebijakan pasti ada pro dan kontra.

Jika menurut mayarakat yang menolak ada perizinan yang palsu dan dimanipulasi,

dapat diselesaikan melalui jalur hukum yaitu melalui Pengadilan Tata Usaha

Negara (PTUN). Dengan demikian hasil dari pertemuan tersebut seluruhnya

37

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi, “Matrik Telaahan Hasil

Rapat Koordinasi Pendirian Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 30 April 2015.

Page 82: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

69

diserahkan kepada Walikota Bekasi untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan

keputusan walikota selanjutnya.38

Kemudian pada 8 Mei 2015, badan Kesbangpol Kota Bekasi melaksanakan

pertemuan dengan perwakilan massa yang menolak pembangungan Gereja Santa

Clara. Pertemuan tersebut berlokasi di Masjid Al Hidayah RW 018 Kelurahan

Harapan Baru. Pertemuan tersebut dilaksanakan untuk memantau kondusifitas

lingkungan dan meminta pendapat dan tanggapan mengenai pembangunan Gereja

Santa Clara.39

Dalam pertemuan tersebut, menurut Totok Baskara selaku ketua Dewan

Kemakmuran Masjid (DKM) sekaligus sekretaris RW 018 Kelurahan Harapan

Baru mengutarakan pendapatnya bahwa dari tahun 2012-2013 panitia

pembangunan gereja meminta persetujuan pembangunan gereja dari warga RW

06, sedangkan lingkungan yang terdekat dengan lokasi pembangunan gereja

adalah RW 011. Seharusnya warga yang dimintai persetujuan adalah warga

terdekat yaitu warga dari RW 011 yang terletak di lingkungan pembangunan

gereja bukannya warga dari RW lain.40

Kemudian menurut Ustad Zaelani selaku perwakilan Front Pembela Islam

(FPI), berpendapat bahwa “jika sudah dibangun gereja Santa Clara di Bekasi

Utara, apakah dapat menjamin bahwa tidak ada lagi gereja-gereja yang tidak

38

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi, “Matrik Telaahan Hasil

Rapat Koordinasi Pendirian Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 30 April 2015. 39

Pemerintah Kota Bekasi, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi Rencana Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 15 Mei 2015. 40

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Notulen Rapat Pleno Khusus

Muslim FKUB Kota Bekasi”, 24 Maret 2015.

Page 83: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

70

berizin seperti di ruko dan di rumah tinggal”41

. Kemudian Totok Baskara

mengutarakan pendapat bahwa “Pemerintah Kota Bekasi seharusnya bijaksana

karena sejak tahun 2005 sudah banyak warga sekitar yang menolak, jadi lebih

baik jangan dilanjutkan izin pembangunan Gereja Santa Clara di lingkungan ini.

lebih baik bisa dialihkan ke lokasi lain seperti di Perumahan Summarecon.”

Kemudian menurut Amir pengurus DKM berpendapat bahwa “jika rekomendasi

akhirnya jadi diterbitkan, dikhawatirkan akan terjadi aksi penolakan dari

masyarakat yang lebih besar.” Sedangkan Ketua RW 09 berpendapat bahwa

“pihak panitia pembangunan Gereja Santa Clara belum pernah ada yang datang

untuk melakukan sosialisasi mengenai akan dibangunnya gereja di lingkungan

tersebut.”42

Kemudian pada 11 Mei 2015 Badan Kesbangpol Kota Bekasi melakukan

pertemuan di Perumahan Duta Harapan yang dihadiri oleh mantan Ketua RW 011

dan beberapa tokoh masyarakat. Dalam pertemuan tersebut didapatkan beberapa

aspirasi peserta pertemuan diantaranya, panitia pembangunan gereja belum pernah

memberikan sosialisasi atau penjelasan akan dibangunnya Gereja Santa Clara

kepada warga setempat. Warga juga belum memahami PBM No. 9 dan 8 Tahun

2006, karena itu diharapkan adanya sosialisasi peraturan tersebut oleh instansi

41

Pemerintah Kota Bekasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi Rencana Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa Clara Kelurahan Harapan Baru

Kecamatan Bekasi Utara”, 15 Mei 2015. 42

Pemerintah Kota Bekasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi”.

Page 84: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

71

terkait, dalam hal ini kementerian agama, FKUB Kota Bekasi, dan Pemerintah

Kota Bekasi kepada masyarakat yang di lingkungannya akan dibangun gereja.43

Peserta yang hadir juga menanyakan apakah dengan berdirinya Gereja Santa

Clara apakah akan menjamin jika semua gereja yang berada di ruko dan rumah di

Bekasi Utara akan menjadi satu. Kemudian diperlukan adanya kejelasan apakah

Gereja Santa Clara jika dibangun nantinya akan menjadi gereja terbesar di Asia

Tenggara. Kemudian diharapkan agar panitia pembangunan gereja untuk dapat

duduk bersama tokoh agama Islam Kota Bekasi agar tumbuh rasa toleransi

kerukunan umat beragama. Dengan melihat kondisi dilapangan, dan pendapat

pihak yang menolak maka pertemuan ini dapat disimpulkan diperlukan kehati-

hatian Pemerintah Daerah Kota Bekasi dalam memberikan rekomendasi dengan

melakukan antisipasi terhadap berbagai kemungkinan yang akan muncul di

lapangan. Dengan demikian hasil dari pertemuan tersebut seluruhnya diserahkan

kepada Walikota Bekasi untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan keputusan

walikota selanjutnya.44

Pada 10 Agustus 2015, Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi

melakukan unjuk rasa untuk menolak pembangunan Gereja Santa Clara dengan

titik aksi di Kantor Walikota Bekasi. Pada pukul 12.30 Rahmat Effendi mengajak

20 perwakilan demonstran beserta para ulama, Wakapolres Kota Bekasi,

Kemenag Kota Bekasi, dan FKUB Kota Bekasi untuk melakukan pertemuan dan

43

Pemerintah Kota Bekasi, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi”. 44

Pemerintah Kota Bekasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, “ Laporan Hasil Peninjauan

Lokasi”.

Page 85: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

72

pembahasan di kantor Walikota mengenai maksud dan tujuan para demonstran

dan pembahasan mengenai perizinan pembangunan Gereja Santa Clara.

Pada pertemuan tersebut, perwakilan majelis silahturahim umat Islam

Bekasi mengutarakan aspirasinya yaitu memohon kepada Walikota Bekasi untuk

mencabut semua rekomendasi perizinan yang berkenaan dengan pembangunan

Gereja Santa Clara, mereka juga mempunyai bukti bahwa ada kekeliruan dalam

proses perizinan pembangunan Gereja Santa Clara, dan mereka berpendapat

bahwa dikarenakan proses pembangunan belum dilaksanakan, mereka memohon

untuk pihak Walikota Bekasi, Kesbangpol Kota Bekasi, dan FKUB Kota Bekasi

untuk memverifikasi ulang proses perizinan pembangunan gereja.45

Wakapolres Kota Bekasi, AKBP Wijanarko mengutarakan pendapatnya

bahwa “bila pembangunan gereja tidak sesuai dengan ketentuan dan undang-

undang yang berlaku dan bagi pihak yang menemukan ada unsur pidana, silahkan

dilaporkan kepada pihak kepolisian.” Beliau juga menghimbau agar semua pihak

menjaga iklim Kota Bekasi agar tetap kondusif. Kemudian dari perwakilan FKUB

Kota Bekasi, yaitu Abdul Manan selaku ketua FKUB Kota Bekasi berpendapat

bahwa “FKUB mengeluarkan rekomendasi izin pembangunan rumah ibadah

mengikuti prosedur peraturan yang berlaku, yaitu PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006.”

Dari pihak Kementrian Agama Kota Bekasi berpendapat bahwa “pihaknya sudah

melakukan verifikasi data yang sudah ditanda tangani oleh RT, RW, Lurah, dan

45

Pemerintah Daerah Kota Bekasi,”Berita Acara Rapat Tokoh Ulama Masyarakat dengan

Walikota dan Muspida Tentang Pembangunan Gereja Santa Clara”, 10 Agustus 2015.

Page 86: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

73

Camat kemudian mengunjungi 64 warga lingkungan sekitar yang mendukung dan

hasilnya semua persyaratannya lengkap.”46

Walikota Bekasi dalam pertemuan tersebut memutuskan bahwa sebagai

seorang kepala daerah dan sebagai seorang yang beragama Muslim dirinya akan

melakukan segala sesuatunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam izin pembangunan Gereja Santa Clara, Rahmat Effendi

berpedoman dengan PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, khususnya Bab IV mengenai

“Pembangunan Rumah Ibadah”. Di dalam bab IV membahas mengenai

persyaratan perizinan pembangunan rumah ibadah.

Dalam pertemuan tersebut, Walikota Bekasi mengambil keputusan status

quo bagi pembangunan Gereja Santa Clara.47

Status quo adalah keadaan saat ini

dan mempertahankan keadaan tersebut dengan cara menolak perubahan

(change).48

Jadi dengan demikian pembangunan Gereja Santa Clara proses

pembangunannya terhenti hingga status quo dicabut dan proses pembangunan

Gereja Santa Clara dapat dilanjutkan kembali. Menurut Rahmat Effendi jika

pembangunan Gereja dianggap ada hal yang membuat intervensi, yang pada

akhirnya akan membuat suasana menjadi tidak kondusif akhirnya keputusan

status quo diambil. “keputusan menjadi status quo, artinya pembangunan Gereja

Santa Clara dihentikan sementara. Karena saya juga menjaga nama baik

Pemerintahan Kota Bekasi, dan menjaga kerukunan umat di Kota Bekasi yang

46

Pemerintah Daerah Kota Bekasi,”Berita Acara Rapat Tokoh Ulama Masyarakat”. 47

“Protes Izin Rumah Ibadah, Pemkot Dikepung”, Radar Bekasi, 11 Agustus 2015, h. 7. 48

Yasraf Amir Piliang, Hantu-hantu Politik dan Matinya Sosial (Solo: Tiga Serangkai,

2003), h. 115.

Page 87: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

74

saya pimpin, kita hargai dan hormati aspirasi orasi para umat Islam yang hadir di

kantor Walikota”, ujar Rahmat Effendi49

B.3. Penyelesaian Konflik Melalui Pengadilan

Kemudian pada ayat 3 pasal 21 PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 tertulis

bahwa dalam hal penyelesaian konflik yang dilakukan oleh kepala daerah dibantu

kepala kantor Departemen Agama dengan hasil keputusannya masih ada pihak

yang tidak terima dengan keputusan tersebut, maka penyelesaian konflik

dilakukan dengan proses hukum melalui pengadilan setempat. Pengadilan adalah

lembaga atau badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili, dan

menyelesaikan setiap perkara yang diajukan. Pengadilan dalam menyelesaikan

suatu perkara dilakukan oleh hakim, baik tunggal maupun majelis. Keputusan

pengadilan bersifat final dan mengikat berdasarkan hukum yang berlaku dengan

tidak membeda-bedakan alias semua pihak sama di mata hukum.50

Keputusan status quo pembangunan Gereja Santa Clara diambil setelah

melalui proses mediasi yang cukup rumit. Meskipun demikian, Rahmat Effendi

menegaskan, bila ada pihak yang merasa ada yang tidak benar dengan proses

administrasi seperti merasa bahwa izin pembangunan gereja tersebut palsu dan

dimanipulasi. Kemudian pihak tersebut menginginkan izin rekomendasi dicabut

silahkan pihak tersebut melakukan gugatan dengan prosedur yang baik dan benar,

yaitu diselesaikan dengan proses Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Jika

ada yang tidak benar, silahkan dilakukan gugatan dengan proses yang baik dan

49

“Pembangunan Gereja Santa Clara Disoal Warga: Massa Pendemo Desak Walikota

Cabut Izinnya”, Berita Bekasi, 11 Agustus 2015, h. 7. 50

Barzah Latupuno dkk, Buku Ajar Hukum Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 100.

Page 88: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

75

benar, yaitu diselesaikan dengan proses PTUN”.51

Pengadilan Tata Usaha Negara

atau biasa yang disingkat dengan PTUN adalah badan peradilan di bawah

Mahkamah Agung. PTUN adalah wadah pengadilan bagi masyarakat untuk

mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Gugatan ke PTUN

merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan masyarakat atas perbuatan yang

dilakukan oleh pemerintah. Keputusan PTUN bersifat konkrit, individual, dan

final.52

Selain mengambil keputusan status quo, Walikota Bekasi menyatakan

bahwa pihaknya dan FKUB Kota Bekasi akan menjaga kestabilan dan

ketentraman antar umat beragama di Kota Bekasi, selain itu pihak yang menolak

disarankan memverifikasi periizinan pembangunan gereja dengan data yang dapat

diperoleh dari instansi terkait ataupun melalui masyarakat yang terlibat dalam

proses perizinan pembangunan Gereja Santa Clara. Walikota Bekasi memohon

agar semua pihak dapat menahan diri agar menjaga iklim Kota Bekasi agar tetap

aman dan kondusif.53

Akan tetapi, menurut Budi Setiawan, staf dari badan Kesbangpol Kota

Bekasi menjelaskan bahwa sampai hari ini pihak Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi belum ada yang membawa kasus penolakan Gereja Santa Clara ke ranah

hukum yaitu PTUN. Seperti yang tertera di bawah ini:

51

Endro Yuwanto, “Memprotes Rencana Pembangunan Gereja Terbesar di Bekasi”,

Republika, 11 Agustus 2015, h. 10. 52

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Panduan Bantuan Hukum Di

Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2007), h. 335. 53

Pemerintah Kota Bekasi, “Berita Acara Rapat Tokoh Ulama Masyarakat dengan

Walikota dan Muspida Tentang Pembangunan Gereja Santa Clara”, 10 Agustus 2015.

Page 89: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

76

”Dalam PBM No 9 dan 8 Tahun 2006 kan dijelaskan mengenai tahap-tahapan

dalam penyelesaian penolakan pembangunan rumah ibadah, pada saat unjuk rasa

penolakan pembangunan Gereja Santa Clara Bapak Walikota mengajak para

perwakilan pengunjuk rasa masuk ke dalam kantor untuk membahas mengenai

Gereja Santa Clara dan didapatkan hasil yaitu status quo untuk pembangunan

gereja santa clara kemudian para pengunjuk rasa dianjurkan melaporkan ke pihak

yang terkait yaitu PTUN, akan tetapi sampai saat ini tidak ada laporan dari pihak

yang menolak.”54

Dalam upaya penyelesaian konflik lanjutan, menurut Jarnuji, selaku Kepala

Bidang Wasnas dari Badan Kesbangpol Kota Bekasi menjelaskan bahwa setelah

terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi, Walikota Bekasi menugaskan kepada Tim Kominda (Komunitas Intelijen

Daerah) untuk melakukan pengawalan terhadap fase status quo Gereja Santa

Clara. Anggota Kominda terdiri dari Kesbangpol, FKUB, BIN, Kepolisian,

Kodim, Kejaksaan, Intel, Satpol PP, dan Imigrasi. Tugas pokok dari Tim

Kominda adalah mendeteksi dini konflik-konflik yang akan terjadi di Kota

Bekasi. Jika konflik sudah terjadi di masyarakat, peran kominda dibutuhkan untuk

membantu peran walikota dalam penyelesaian konflik, seperti yang

disampaikannya:

“Di badan kesbangpol ini, khususnya bidang wasnas, ada yang namanya tim

kominda, kominda itu singkatan dari komunitas intelijen daerah. Tugas kominda

yaitu untuk mendeteksi dini konflik-konflik yang akan terjadi di Kota Bekasi dan

jika konflik semakin besar di masyarakat, peran kominda dibutuhkan untuk

membantu peran walikota untuk penyelesaian konflik. Anggota kominda terdiri

dari Kesbangpol, FKUB, BIN, Kepolisian, Kodim, Kejaksaan, Intel, Satpol PP, dan

Imigrasi. Pada konflik Penolakan Gereja Santa Clara. Peran kominda dalam

penyelesaian konflik dimulai dengan mengadakan rapat membahas mengenai

penolakan Gereja Santa Clara. Setelah status quo ditetapkan oleh Walikota,

kemudian kominda melakukan pengawalan terhadap fase status quo agar situasi

tetap kondusif dan aman. Tim kominda ditugaskan agar mendeteksi dini konflik

penolakan pembangunan Gereja Santa Clara agar tidak menjurus ke arah anarkis

agar kestabilan dan keamanan antar umat beragama di Kota Bekasi dapat

terjaga.”55

54

Wawancara Pribadi dengan Budi Setiawan, Bekasi, 23 Oktober 2017. 55

Wawancara dengan Jarnuji, Bekasi, 31 Juli 2017.

Page 90: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

77

Tanggal 18 Mei 2016 bertempat di Kantor Walikota Bekasi, Rahmat Effendi

memutuskan mengizinkan kembali proses pembangunan Gereja Santa Clara.

“Selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan adanya manipulasi

dalam perizinan pembangunan Gereja Santa Clara di, semestinya tahapan

pembangunan terus berjalan”. Dikarenakan pihak Majelis Silaturahim Umat Islam

Bekasi tidak membawa kasus penolakan pembangunan Gereja Santa Clara ke

PTUN, maka Walikota Bekasi tetap bersikukuh dengan keputusan awal yaitu

memberikan rekomendasi dan Surat Perintah Izin Mendirikan Bangunan (SPIMB)

kepada panitia pembangunan Gereja Santa Clara. Dengan demikian Pemerintah

Kota Bekasi mengizinkan kelanjutan pembangunan gereja hingga memperoleh

izin mendirikan bangunan (IMB) yang nantinya akan dikeluarkan oleh pemerintah

daerah.56

Dengan adanya keputusan ini maka status quo Gereja Santa Clara

dihapus dan panitia pembangunan gereja dapat kembali melanjutkan perizinan

pendirian gereja Santa Clara.

Dengan dihapusnya status quo izin pembangunan Gereja Santa Clara,

Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi melakukan aksi unjuk rassa

penolakan untuk yang kedua kalinya di depan area pembangunan Gereja Santa

Clara pada 24 Maret 2017, aksi unjuk rasa dimulai seusai Shalat Jumat. Pada aksi

ini mengharuskan lalu lintas sejumlah ruas jalan di Bekasi Utara dialihkan.57

Pada

aksi tersebut, massa sempat meminta masuk ke lokasi pembangunan gereja namun

56

Mikael Niman, “Bekasi Izinkan Pembangunan Gereja Santa Clara Dilanjutkan”, dalam

http://www.beritasatu.com, diunduh 18 Mei 2017. 57

Aziza Fanny Larasati, “Demo Menolak Gereja Santa Clara diwarnai Lemparan Batu”,

dalam http://nasional.republika.co.id, diunduh 24 Maret 2017.

Page 91: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

78

dihadang pihak kepolisian.58

Demonstrasi ini pada akhirnya menyebabkan

bentrokan antara massa dengan pihak kepolisian. Massa melempari polisi dengan

benda keras seperti batu dan pot, kemudian pihak kepolisian akhirnya

menembakan gas air mata ke kerumunan massa. Akibat bentrokan ini tiga anggota

kepolisian mengalami luka-luka.59

Kepala Majelis At-Taqwa sekaligus kordinator aksi mengutarakan bahwa

massa pengunjuk rassa yang hadir berjumlah ribuan orang. “Yang hadir mencapai

ribuan orang, ini adalah gabungan umat Muslim se-Bekasi, tidak hanya Bekasi

Utara saja”. Para pengunjuk rasa masih menunggu tanggapan dari pemerintahan

Kota Bekasi dan pihak Gereja. “Aksi ini adalah bentuk penolakan masyarakat

terhadap pembangunan Gereja Santa Clara”. Massa meminta pihak Pemerintah

Kota Bekasi segera mencabut IMB Gereja Santa Clara dan menghentikan

pembangunan Gereja Santa Clara. Pada sore hari, massa pengunjuk rasa akhirnya

membubarkan diri dengan tertib, namun mereka akan kembali lagi dengan jumlah

yang lebih banyak bila tuntutan pencabutan izin dan penghentian pembangunan

gereja tidak dilaksanakan.60

58

Aditya Fajar Indrawan, “Dilempari Batu, Polisi Lepaskan Gas Air Mata ke Pendemo

Gereja”, dalam https://news.detik.com, diunduh 24 Maret 2017. 59

Indrawan, “Bentrok Pendemo Gereja”. 60

Aditya Fajar Indrawan, “Pendemo Pembangunan Gereja Membubarkan Diri dengan

Tertib”, dalam https://news.detik.com, diunduh 24 Maret 2017.

Page 92: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

79

Gambar IV.3. Aksi Unjuk Rasa Berakhir Ricuh

Sumber: Adi Warsono, “Seusai Demo Ricuh, Kapolda Metro Sambangi Gereja Santa

Clara”, metro.tempo.co, 2017.

Terkait dengan IMB Gereja Santa Clara, menurut Rahmat Effendy sudah

sesuai dengan prosedur menurut perundang-undangan yang berlaku dan

merupakan produk legal hukum. Sedangkan tuntutan dari para demonstran untuk

mencabut IMB Gereja Santa Clara tidak bisa dilakukan oleh Walikota, melainkan

harus mengikuti prosedur, melalui jalur hukum yaitu PTUN. Penetapan status quo

oleh Walikota tidak bisa menghentikan pembangunan Gereja Santa Clara secara

keseluruhan, melainkan hanya sementara. Jika status quo sudah dicabut, maka

pembangunan Gereja Santa Clara dilanjutkan kembali.61

Pada tanggal 30 Maret 2017, diadakan musyawarah pimpinan daerah

(muspida) yang dihadiri oleh Walikota Bekasi, Kapolres Kota Bekasi, FKUB

Kota Bekasi, Kemenag Kota Bekasi, perwakilan 64 masyarakat yang memberikan

61

KOMPASTV, “Walkot Sebut Pembangunan Gereja Bekasi Sesuai Aturan” dalam

https://www.youtube.com, diunduh 20 Desember 2017.

Page 93: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

80

izin pembangunan Gereja Santa Clara, perwakilan jamaat Gereja Santa Clara,

perwakilan Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi, dan perwakilan Panitia

Pembangunan Gereja Santa Clara. Pada musyawarah tersebut Walikota Bekasi

menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memberikan perintah pemberhentian

pembangunan Gereja Santa Clara.62

“Betul memang ada kesepakatan status quo yang ditanda tangani, saya

bilang kesepakatan itu tidak akan mengubah izin pembangunan Gereja

Santa Clara. Jika Walikota mencabut izin tersebut buat apa ada izin tersebut.

Kan izin tersebut produk hukum negara. Itu hanya bisa dibatalkan melalui

pengadilan”.

Walikota Bekasi juga berpendapat jika ada permasalahan yaitu manipulasi

atau penipuan dalam persyaratan pembangunan Gereja Santa Clara, seharusnya

Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi melapor melalui lembaga hukum dan

tidak main hakim sendiri.63

“Kalau ada penipuan menurut aliansi itu kan bisa lapor, laporkan saja ke PTUN.

Karena yang dipermasalahkan itu manipulasi dan penipuan. Kan manipulasi dan

penipuan itu ada ranah hukumnya. Kalo 64 orang ini sampai saat ini tidak ada yang

merasa ditipu, tidak ada yang merasa dipalsukan maka kejadian yang kemarin itu

sangat bertolak belakang dengan kejadian aslinya”.

Dalam rapat tersebut Walikota Bekasi berpendapat bahwa sebagai kepala

daerah, dirinya harus bisa berdiri di semua golongan umat beragama. Dengan

adanya musyawarah ini, diharapkan dapat menyelesaikan masalah pembangunan

62

Official iNews, “Diskusi Muspida Terkait Penolakan Pembangunan Tempat Ibadah di

Bekasi Part 01 - Special Report 30-03” dalamhttps://www.youtube.com, diunduh 20 Desember

2017. 63

Official iNews, “Diskusi Muspida Terkait Penolakan Pembangunan Tempat Ibadah di

Bekasi Part 02 - Special Report 30-03” dalamhttps://www.youtube.com, diunduh 20 Desember

2017.

Page 94: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

81

Gereja Santa Clara dan masyarakat kembali menjaga persatuan dan kesatuan antar

umat beragama di Kota Bekasi.64

“Inilah yang ingin saya sampaikan, silahkanlah nilai kalau Walikotanya

plin plan, walikotanya penipu, walikotanya PKI silahkan, yang penting 2,6

juta warga masyarakat Kota Bekasi saya harus bisa berdiri di semua kaki

golongan umat yang ada karena itu tugas saya. Oleh karena itu saya bersama

Kapolres, Dandim dan lembaga lainnya menjaga betul kondusivitas ini. Kita

bangun kembali kedamaian ,rajut kebersamaan jaga persatuan dan kesatuan

antar umat beragama di Kota Bekasi”

Peran Walikota Bekasi dalam penyelesaian konflik pembangunan Gereja

Santa Clara sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Bersama

Menteri No.9 dan 8 Tahun 2006. Jika masyarakat yang menolak ingin mecabut

izin pendirian bangunan Gereja Santa Clara, maka melalui proses hukum yang

berlaku yaitu PTUN. Pada penetapan status quo Walikota Bekasi tidak

mempunyai hak untuk mencabut izin pendirian bangunan Gereja Santa Clara.

Proses status quo hanya bisa menghentikan proses pembangunan Gereja Santa

Clara sementara. Jika status quo dicabut maka proses pembangunan Gereja Santa

Clara dapat berjalan kembali.

Sampai saat ini, Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi tidak membawa

kasus penolakan pembangunan Gereja Santa Clara ke PTUN, dikarenakan tidak

adanya proses hukum PTUN mengenai pembangunan Gereja Santa Clara, maka

proses pembangunan Gereja Santa Clara tetap berlanjut.

64

Official iNews, “Diskusi Muspida Terkait Penolakan Pembangunan Tempat Ibadah di

Bekasi Part 02 - Special Report 30-03” dalamhttps://www.youtube.com, diunduh 20 Desember

2017.

Page 95: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Faktor penyebab konflik pembangunan Gereja Santa Clara sesuai dengan

teori konflik dialektik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf bahwa distribusi

otoritas yang berbeda-beda di masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab

konflik. Perbedaan distribusi otoritas di masyarakat menghasilkan dua kelompok,

yaitu kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas. Dalam konflik

pembangunan Gereja Santa Clara, dua kelompok yang berkonflik yaitu Majelis

Silaturahim Umat Islam Bekasi dengan para Panitia Pembangunan Gereja Santa

Clara.

Kemudian ada beberapa alasan penyebab konflik pembangunan Gereja

Santa Clara adalah sebagai berikut. Pertama, kurangnya pemahaman masyarakat

yang menolak mengenai perizinan pembangunan rumah ibadah menurut peraturan

yang berlaku yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam

Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Kedua, kurangnya pemahaman masyarakat

tentang toleransi antar umat beragama mengenai pembangunan rumah ibadah

kaum minoritas. Dan ketiga, kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota Bekasi

terlebih dahulu kepada warga setempat mengenai akan dibangunnya gereja di

lingkungan tersebut.

Kemudian, adapun peranan dari Walikota Bekasi dalam penyelesaian

konflik penolakan pembangunan Gereja Santa Clara yaitu peran Walikota dalam

penyelesaian konflik sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan

Page 96: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

83

Bersama Menteri No. 9 dan 8 tahun 2006. Adapun tahapan penyelesaian konflik

yang dilakukan oleh Walikota Bekasi adalah sebagai berikut. Pertama,

menugaskan badan Kesbangpol Kota Bekasi untuk melaksanakan rapat kordinasi

yang dihadiri oleh perwakilan dari FKUB Kota Bekasi, Kemenag, Sekretaris

Kelurahan Harapan Baru, Staf Intel Polsek Kecamatan Bekasi Utara, dan

perwakilan dari Babinsa. Kedua, walikota Bekasi mengajak 20 perwakilan

demonstran beserta para ulama, Wakapolres Kota Bekasi, Kemenag Kota Bekasi,

dan FKUB Kota Bekasi untuk melakukan pertemuan dan pembahasan di kantor

Walikota mengenai maksud dan tujuan para demonstran dan pembahasan

mengenai perizinan pembangunan Gereja Santa Clara. Ketiga, Walikota Bekasi

mengambil keputusan status quo bagi pembangunan Gereja Santa Clara.

Keempat, Walikota Bekasi menugaskan kepada tim kominda (komunitas intelijen

daerah) untuk melakukan kajian mengenai perizinan pembangunan Gereja Santa

Clara. Hasil dari kajian tim kominda ini selanjutnya diberikan kepada Walikota

untuk dijadikan bahan pertimbangan selanjutnya. Kelima, Walikota Bekasi

memutuskan mencabut status quo dan mengizinkan kembali proses pembangunan

Gereja Santa Clara.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran

yaitu, diharapkan Pemerintah Daerah Kota Bekasi lebih banyak mengadakan

sosialisasi kepada masyarakat Kota Bekasi mengenai toleransi antar umat

beragama, sosialisasi mengenai proses perizinan pembangunan rumah ibadah, dan

Page 97: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

84

sosialisasi mengenai Peraturan Bersama Menteri No 9 dan 8 Tahun 2006. Agar di

masa yang akan datang tidak terjadi lagi konflik penolakan rumah ibadah yang

mengganggu keharmonisan antar umat beragama di Kota Bekasi.

Kemudian, jika ada upaya penyelesaian konflik di masa yang akan datang.

Diharapkan para pihak yang berkonflik dapat menahan emosinya dan mengikuti

semua prosedur penyelesaian konflik dari instansi terkait yang memiliki

pengetahuan dan keahlian yang mendalam mengenai hal tersebut agar kestabilan

dan ketentraman di masyarakat dapat terjaga.

Page 98: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

85

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Duverger, Maurice. Sosiologi Politik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia,

2011.

Fauzi, Ihsan Ali. Kontroversi Gereja di Jakarta. Yogyakarta: CRCS, 2011.

______. Pemolisian Konflik Keagamaan di Indonesia. Jakarta: PUSAD

Paramadina, 2013.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi. Pedoman Kerukunan

Hidup Umat Beragama. Bekasi: CV. Atina Bulan Cahaya, 2012.

Ismail, Faisal. Pijar-pijar Islam: Pergumulan Kultur dan Struktur. Jakarta: Badan

Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002.

Kaho, Josef Riwu. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia:

Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi

Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Kustini. Peranan Forum Kerukunan Umat Beragama Dalam Pelaksanaan Pasal

8, 9, dan10 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010.

Mustari, Andi. Otonomi Daerah Dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI.

Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999.

Nurcholis, Hanif. Teori Dan Praktik Pemerintahan Dan Otonomi Daerah.

Jakarta: Grasindo, 2007.

Piliang, Yasraf Amir. Hantu-hantu Politik Dan Matinya Sosial. Solo: Tiga

Serangkai, 2003.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karateristik dan Keunggulannya.

Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010.

Raho, Bernard. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2007.

Page 99: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

86

Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simanunsong. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta:

Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2013.

Simanjuntak, Bungaran Antonius dkk. Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia:

Merangkai Sejarah Politik Dan Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2011.

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Soemartono, Gatot. Arbitrasi dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Sopandi, Andi. Sejarah dan Budaya Kota Bekasi: Sebuah Catatan Perkembangan

Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Bekasi: Dinas Pemuda, Olahraga,

Kebudayaan, dan Kepariwisataan Kota Bekasi, 2011.

Subakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo, 2010.

Sugiono. Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta, 2009.

Supratiknya, A. Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta:

Kanisius, 1995.

Tholkhah, Iman. Mewaspadai dan Mencegah Konflik Antar Umat Beragama.

Jakarta: Departemen Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat

Keagamaan Hidup Umat Beragama, 2001.

Tim BPS Kota Bekasi. Kota Bekasi dalam Angka: Data Primer Kota Bekasi 2011.

Bekasi: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Kota Bekasi,

2012.

Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat

Madani. Jakarta: Indonesian Center For Civic Education (ICCE), 2003.

Wibawa, Samodra. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2011.

Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori Dan Proses. Yogyakarta: Media

Presindo, 2007.

Page 100: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

87

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Panduan Bantuan

Hukum Di Indonesia: Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan

Masalah Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

DOKUMEN

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi. “Matrik Telaahan

Hasil Rapat Koordinasi Pendirian Gereja Katolik Paroki Santa Clara

Kelurahan Harapan Baru Kecamatan Bekasi Utara”. 30 April 2015.

Badan Pusat Statistik Kota Bekasi, “Kota Bekasi Dalam Angka 2017”, Katalog

BPS: 1102001.3275. 16 Agustus 2017,

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi. “Berita Acara III:

Pemeriksaan Dokumen/Administrasi Pembangunan Gereja Katolik Paroki

Santa Clara Bekasi Utara”. 12 Maret 2015.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi, “Data Jumlah

Penduduk dan Penganut Ajaran Agama di Kota Bekasi”, Juli 2009.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi. “Notulen Rapat Pleno

Khusus Muslim FKUB Kota Bekasi”. 24 Maret 2015.

Kelurahan Harapan Baru. “Berita Acara Verifikasi Dukungan Warga”. 20

November 2014.

Kelurahan Harapan Baru. “Berita Acara Verifikasi Jemaat”. 20 November 2014.

Panitia Pembangunan Gereja, “Permohonan Rekomendasi”, 26 Januari 2015.

Panitia Pembangunan Gereja. “Surat Pernyataan”. 25 Maret 2015.

Pemerintah Kota Bekasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. “Laporan Hasil

Peninjauan Lokasi Rencana Pembangunan Gereja Katolik Paroki Santa

Clara Kelurahan Harapan Baru Kecamatan Bekasi Utara”. 15 Mei 2015.

Pemerintah Kota Bekasi. “Berita Acara Rapat Tokoh Ulama Masyarakat Dengan

Walikoa Dan Muspida Tentang Pembangunan Gereja Santa Clara”. 10

Agustus 2015.

“Pembangunan Gereja Santa Clara Disoal Warga: Massa Pendemo Desak

Walikota Cabut Izinnya”. Berita Bekasi, 11 Agustus 2015.

“Protes Izin Rumah Ibadah, Pemkot Dikepung”. Radar Bekasi, 11 Agustus 2015.

Page 101: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

88

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah.

Walikota Bekasi. “Kronologis Perizinan Rumah Ibadah Gereja Santa Clara Kota

Bekasi”. 18 Maret 2016.

Yuwanto, Endro. “Memprotes Rencana Pembangunan Gereja Terbesar Di

Bekasi”. Republika, 11 Agustus 2015.

INTERNET

Firmansyah, Teguh. “Gereja Santa Clara Sudah Ajukan Izin Pembangunan 4

Kali”. http://www.republika.co.id.

Hardianto, Josie Susilo. “Ribut-ribut Freeport, Ini Perbedaan Arbitrase dan

Pengadilan”. http://www.kompas.com.

Indrawan, Aditya Fajar. “Bentrok Pendemo Gereja, Kapolres Bekasi: 3 Anggota

Alami Luka-luka”. https://news.detik.com.

Indrawan, Aditya Fajar. “Dilempari Batu, Polisi Lepaskan Gas Air Mata ke

Pendemo Gereja”. https://news.detik.com.

Indrawan, Aditya Fajar. “Pendemo Pembangunan Gereja Membubarkan Diri

Dengan Tertib”. https://news.detik.com.

iNews Official. “Diskusi Muspida Terkait Penolakan Pembangunan Tempat

Ibadah di Bekasi Part 01 - Special Report 30-03”. https://www.youtube.com.

iNews Official. “Diskusi Muspida Terkait Penolakan Pembangunan Tempat

Ibadah di Bekasi Part 02 - Special Report 30-03”. https://www.youtube.com.

Kecamatan Bekasi Utara. “Peta Wilayah Bekasi Utara”.

http://bekasiutara.bekasikota.go.id.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, “Status Quo, Klarifikasi, Kondusif,

Modus Operandi, dan Provokator”. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.

KOMPASTV. “Walkot Sebut Pembangunan Gereja Bekasi Sesuai Aturan”

https://www.youtube.com.

Kota Bekasi, “Pusat Data dan Analisa Pembangunan Jawa Barat”,

http://pusdalisbang.jabarprov.go.id.

Larasati, Aziza Fanny. “Demo Menolak Gereja Santa Clara diwarnai Lemparan

Batu”. http://nasional.republika.co.id. .

Page 102: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

89

Niman, Mikael. “Bekasi Izinkan Pembangunan Gereja Santa Clara Dilanjutkan”.

http://www.beritasatu.com.

Rachmadsyah, Shanti. “Ham dan Kebebasan Beragama di Indonesia”.

http://www.hukumonline.com.

TP., “Dinasti Politik Rahmat Effendi”. http://klikbekasi.co.

TP., “Profil & Biografi Dr. H. Rahmat Effendi, S.Sos., M.Si”.

https://bacabekasi.com.

TP., “Rekam Jejak Rahmat Effendi”, klikbekasi.co.

Sadewo, Joko. “Masih Ada Konflik Pembangunan Gereja Santa Clara Bekasi”.

http://www.republika.co.id.

Warsono, Adi. “Gereja Santa Clara Bekasi Klaim Telah Penuhi Semua

Persyaratan”. https://m.tempo.co.

Warsono, Adi “Seusai Demo Ricuh, Kapolda Metro Sambangi Gereja Santa Clara”,

http://metro.tempo.co.

WAWANCARA

Samwani, Sekretaris 2 Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi.

Bekasi, 13 Juli 2017.

Budi Setiawan, Staff Badan Kesbangpol Kota Bekasi. Bekasi, 23 Oktober 2017.

Jarnuji, Kepala Bidang Wasnas Badan Kesbangpol Kota Bekasi. Bekasi, 13 Juli

2017

Nizam Haikal, Kepala Bidang Badan Kesbangpol Kota Bekasi. Bekasi, 27 Juli

2017

SKRIPSI DAN JURNAL

Fajarini, Ulfah. “Konflik Dan Integrasi Faham Keagamaan Islam: Studi Kasus

Masarakat Sawangan, Depok Jawa Barat”. Laporan Hasil Penelitian

Lembaga UIN Syarif Hidayatullah. 2003.

Fidiyani, Rini. “Dinamika Pembangunan Rumah Ibadah Bagi Warga Minoritas Di

Jawa Tengah”. Penelitian Strategi Nasional DIKTI. 2016.

Page 103: PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42838/1/CAHYO...PERAN WALIKOTA BEKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR ...Author:

90

Kere, Debby Natasia. “Peran Walikota Dalam Mengatasi Konflik Pembangunan

Mesjid Asy-Syuhada Di Kelurahan Girian Permai Kota Bitung”. Jurnal

Eksekutif Unsrat.

Prasetya, Farid Agus. “Problematika Pendirian Rumah Ibadah Dalam Perspektif

Ketatanegaraan: Studi Kasus Atas Pembangunan Komplek Padmasambhava

Stupa Di Dusun Bejen Desa Wanurejo Kecamatan Borobudur Kabupaten

Magelang”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga. 2014.

Yusuf, Asry M. “Merajut Kerjasama Antar Umat Beragama di Indonesia“, Jurnal

Harmoni Multikultural dan Multireligius. vol. VIII. no. 30. 2009.

Zada, Khamami. “Konflik Rumah Tuhan: Prakarsa Perdamaian Antarumat

Beragama Di Indonesia”, Dialog Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan,

Vol. 37, No. 2 (Desember 2014), Badan Litbang dan Diklat Kementerian

Agama RI.