peraturan walikota garis sempadan 2012
DESCRIPTION
Peraturan Walikota Garis Sempadan 2012TRANSCRIPT
BERITA DAERAH KOTA CILEGON
TAHUN : 2012 NOMOR : 21
PERATURAN WALIKOTA CILEGON
NOMOR 21 TAHUN 2012
TENTANG
GARIS SEMPADAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA CILEGON
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengaturan dan tertib pemanfaatan
ruang di wilayah Kota Cilegon serta dalam rangka
mewujudkan penataan ruang Kota Cilegon yang
berkualitas sehingga perlu diatur mengenai garis
sempadan;
b. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Cilegon
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Cilegon Tahun 2010-2030, maka Rencana Tata Ruang
Wilayah tersebut perlu dijabarkan ke dalam beberapa bentuk
kebijakan teknis bangunan dan lingkungan di mana salah
satunya berupa pengaturan garis sempadan;
c. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan fisik,
perubahan situasi dan kondisi, serta Kota Cilegon sebagai
salah satu wilayah dengan karakteristik perkotaan, maka
implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang
Nomor 17 Tahun 2001 tentang Garis Sempadan yang
selama ini menjadi dasar pengaturan garis sempadan di
Kota Cilegon sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan
pembangunan Kota Cilegon;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan
Peraturan Walikota yang mengatur tentang Garis
Sempadan;
2
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2013);
2. Undang ...
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan
Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang–Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4722);
7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5058);
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik
3
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
10. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);
11. Peraturan ...
11. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4156);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4532);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang lalu
Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5085);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5104);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5230);
18. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung;
4
19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007
tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Reklamasi Pantai;
20. Standar Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 04-6918-
2002 tentang Ruang bebas dan jarak bebas minimum pada
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET);
21. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 3 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon
Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor
3);
22. Peraturan …
22. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2012
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Tahun 2012
Nomor 5);
23. Peraturan Walikota Kota Cilegon Nomor 1 Tahun 2000
tentang Tatacara dan Teknik Penyusunan Rancangan
Peraturan Walikota (Lembaran Daerah Kota Cilegon
Tahun 2000 Nomor 4 Seri D;
24. Peraturan Walikota Kota Cilegon Nomor 11 Tahun 2003
Tentang Kewenangan Yang Akan Dilaksanakan Oleh
Pemerintah Kota Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon
Tahun 2003 Nomor 19 Seri D);
25. Peraturan Walikota Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2003
tentang Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Di Wilayah
Kota Cilegon (Lembar Daerah Kota Cilegon Tahun 2003
Nomor 161 Seri C);
26. Peraturan Walikota Kota Cilegon Nomor 8 Tahun 2008
Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat
Daerah (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008
Nomor 8);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG GARIS SEMPADAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Cilegon.
5
2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Cilegon.
3. Walikota adalah Walikota Cilegon.
4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,
di bawah permukaan tanah, dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
5. Ruang …
5. Ruang manfaat jalan atau disingkat RUMAJA adalah ruang
sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan
kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh
pembina jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamanannya serta hanya diperuntukkan bagi
median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran,
tepi jalan, trotoar, lorong, ambang pengaman, timbunan dan
galian gorong-gorong perlengkapan jalan dan bangunan
pelengkap lainnya.
6. Ruang milik jalan atau disebut RUMIJA adalah ruang
sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu
yang dikuasai oleh pembina jalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan meliputi ruang
manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang
manfaat jalan serta diperuntukkan bagi RUMAJA, pelebaran
jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.
7. Ruang pengawasan jalan atau disebut RUWASJA adalah
ruang sepanjang jalan di luar RUMIJA yang dibatasi oleh lebar
dan tinggi tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan
dan diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengaman konstruksi jalan.
8. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem
jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya
diwajibkan membayar tol.
9. Persil adalah batas hak pemilikan/penguasaan atas sebidang
tanah yang dimiliki oleh individu maupun badan hukum.
6
10. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagai atau seluruhnya berada di atas dan /atau di dalam
tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
11. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang
fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi
keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.
12. Bangunan …
12. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang
digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung
fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau
pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus
dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan
lingkungannya.
13. Bangunan tahan api adalah semua jenis bangunan permanen
dengan tinggi lebih dari 3 (tiga) meter yang atap dan dinding
luarnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar.
14. Bangunan tidak tahan api adalah semua jenis bangunan
dengan tinggi lebih dari 3 (tiga) meter atap atau dinding
luarnya terbuat dari bahan yang mudah terbakar dan segala
bangunan yang dapat menimbulkan kebakaran yang besar.
15. Sungai kecil yang seterusnya disebut Sungai adalah tempat
atau jaringan pengaliran air yang merupakan bagian dari
suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan debit rendah, lebar
kurang dari 30 meter, dan kedalaman kurang dari 5 meter
berfungsi sebagai tempat aliran sumber air baku dan sanitasi
lingkungan.
16. Kali adalah tempat atau jaringan pengaliran air yang bukan
merupakan bagian dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
dengan debit rendah, bersifat intermitten (kering di saat
musim kemarau), berlebar kurang dari 30 meter dan
kedalaman kurang dari 5 meter yang berfungsi dalam
sanilitasi lingkungan.
7
17. Tanggul adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun
dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah
sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
18. Saluran irigasi adalah suatu saluran yang diperlukan dalam
rangka menunjang penyaluran air irigasi mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya.
19. Saluran pembuangan adalah suatu saluran buatan yang
berfungsi untuk pengaturan sanitasi dan pembuangan
limbah cair suatu daerah tertentu.
20. Waduk adalah tempat/wadah penampungan air di sungai
agar dapat digunakan untuk irigasi maupun keperluan
lainnya.
21. Jalur …
21. Jalur jalan kereta api adalah jalur yang terdiri atas
rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur
kereta api, ruang milik jalan kereta api, dan ruang
pengawasan jalur kereta api termasuk bagian atas dan
bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.
22. Ruang manfaat jalur kereta api adalah ruang yang
digunakan sebagai tempat bagi jalan rel dan bidang tanah
di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas,
dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan
penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan
pelengkap lainnya.
23. Ruang milik jalur kereta api adalah bidang tanah di kiri dan
kanan ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan
untuk pengamanan konstruksi jalan rel sekurang-
kurangnya 6 (enam) meter ke arah kiri dan
kanan jalur kereta api.
24. Ruang pengawasan jalur kereta api adalah bidang tanah
atau bidang lain di kiri dan kanan ruang milik jalur kereta
api yang digunakan untuk pengamanan dan kelancaran
operasi kereta api sekurang-kurangnya 9 (sembilan) meter
ke arah kiri dan kanan jalur kereta api.
25. Jalur pipa gas adalah suatu jalur di permukaan tanah
yang di dalamnya dipasang/tertanam pipa gas beserta
kelengkapannya.
26. Kawasan/lingkungan permukiman perkotaan adalah bagian
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
8
berupa kawasan/lingkungan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
27. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disebut
SUTT adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan
kawat telanjang (konduktor) di udara bertegangan nominal
di atas 230 kV atau mempunyai tegangan tertinggi untuk
perlengkapan di atas 245 kV.
28. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya
disebut SUTET adalah saluran tenaga listrik yang
menggunakan kawat telanjang (konduktor) di udara
bertegangan nominal di atas 230 kV atau mempunyai
tegangan tertinggi untuk perlengkapan di atas 245 kV.
29. Saluran …
29. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang
(penghantar) di udara bertegangan di atas 1 KV sampai
dengan 35 KV sesuai standar di bidang ketenaga listrikan.
30. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang
(penghantar) di udara bertegangan kurang dari dan/atau
sama dengan 1 KV sesuai standar di bidang
ketenagalistrikan.
31. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat berisolator
(pengantar) di dalam tanah bertegangan di atas 1 KV sampai
dengan 35 KV sesuai setandar di bidang ketenaga listrikan.
32. Saluran Kabel Tegangan Rendah (SKTR) adalah saluran
tenaga listrik yang menggunakan kawat berisolator
(penghantar) di dalam tanah bertegangan kurang
dari dan/atau sama dengan 1 KV sesuai standar di bidang
ketenagalistrikan.
33. Ruang Bebas adalah ruang yang dibatasi oleh bidang vertikal
dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang konduktor SUTT
atau SUTET di mana tidak boleh ada benda di dalamnya
demi keselamatan manusia, mahluk hidup, dan benda
lainnya serta keamanan operasi SUTT dan SUTET.
34. Instansi terkait adalah instansi yang melaksanakan
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan
objek sempadan sesuai dengan kewenangannya.
9
35. Garis sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung
terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan
lainnya, jalan, tepi sungai, garis pantai, jalan kereta api,
saluran, waduk, mata air, pipa gas, dan/atau jaringan listrik
tegangan tinggi.
36. Objek sempadan adalah unsur alami atau buatan manusia
yang perlu diperlakukan khusus karena memiliki fungsi
ekonomi, ekologis, dan menunjang kehidupan manusia
sedemikian rupa sehingga perlu adanya jarak antara
pembangunan dan pengembangan fisik lahan terhadapnya.
37. Ruang sempadan adalah ruang yang berada sepanjang kiri
dan kanan objek sempadan yang memiliki peran penting
dalam menunjang keamanan dan keselamatan bangunan
dan manusianya serta untuk mempertahankan kelestarian
fungsi objek sempadan.
38. Garis …
38. Garis sempadan jalan adalah garis batas luar pengamanan jalan baik pengamanan konstruksi jalan maupun pengamanan fungsi jalan.
39. Garis sempadan bangunan adalah garis batas dalam mendirikan bangunan pada suatu persil atau petak yg tidak boleh dilewatinya membatasi bidang terluar bangunan ke arah depan, belakang atau pun samping kiri dan kanannya.
40. Bidang terluar bangunan adalah dinding bangunan terluar yang bukan merupakan dinding pembatas, dengan ketinggian lebih dari 1,2 meter, dan overstek melebih 1,5 meter.
41. Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari batas persil atau pagar pekarangan.
42. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai baik pengamanan fungsi sungai maupun konstruksi sungai.
43. Garis sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
44. Garis sempadan waduk adalah garis batas luar pengamanan fungsi dan konstruksi waduk.
45. Garis sempadan mata air adalah garis batas luar pengamanan fungsi dan pelestarian mata air.
46. Garis sempadan jalur kereta api adalah garis batas luar pengamanan jalur kereta api sebagai penunjang fungsi pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.
10
47. Garis sempadan jalur jaringan listrik tegangan tinggi adalah garis batas luar pengamanan jalur jaringan listrik tegangan tinggi baik terhadap konstruksi dan fungsi jaringan juga keselamatan manusia.
48. Kawasan/lingkungan khusus adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki karakteristik tertentu.
49. Kawasan Tertentu adalah koridor Jalan Protokol, koridor Jalan Lingkar Luar Selatan, dan koridor rencana Jalan Lingkar Luar Utara.
50. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.
51. Arahan pemanfaatan ruang adalah arahan teknis yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan.
BAB ...
BAB II
GARIS SEMPADAN
Pasal 2
(1) Setiap orang atau badan yang akan melaksanakan
pembangunan wajib mentaati ketentuan garis sempadan
yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Cilegon sebagaimana
dalam Peraturan Walikota ini.
(2) Penetapan ketentuan Garis Sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud sebagai
landasan pemberian arahan pemanfaatan ruang dalam
Keterangan Rencana Kota, rekomendasi teknis perijinan
bangunan, dan pengkajian penataan ruang.
(3) Tujuan Penetapan ketentuan garis sempadan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah untuk menciptakan
keselamatan manusia, keamanan bangunan, kelestarian
objek sempadan, dan keserasian lingkungan.
(4) Garis sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Garis Sempadan Jalan dan Jalur Kereta Api;
b. Garis Sempadan Bangunan dan Pagar;
c. Garis Sempadan Sungai dan Saluran;
d. Garis Sempadan Pantai, Waduk dan Kolam Retensi; dan
11
e. Garis Sempadan Jaringan Listrik Tegangan Tinggi dan
Pipa Gas.
(5) Besaran ukuran garis sempadan dinyatakan dalam besaran
ukuran minimal dan dapat disesuaikan dengan bentuk,
intensitas, dan karakteristik pemanfaatan ruang.
BAB III
KETENTUAN GARIS SEMPADAN
Bagian Kesatu
Garis Sempadan Jalan
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan bangunan gedung, bangunan gedung
umum, dan bangunan gedung tertentu di sepanjang jalan
umum harus memenuhi ketentuan Garis Sempadan Jalan
yang ditetapkan sebagai pengamanan konstruksi jalan,
pengamanan fungsi jalan, dan pandangan bebas
pengemudi.
(2) Garis …
(2) Garis Sempadan Jalan sebagaimana dimaksud ayat (1)
pasal ini berimpit dengan besaran RUWASJA disesuaikan
dengan kelas dan fungsi jalan yang ditetapkan oleh instansi
terkait.
(3) Dalam hal RUWASJA belum ditetapkan, maka besar Garis
Sempadan Jalan diukur dari badan jalan yang ditetapkan
sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
a. Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
b. Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
c. Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
d. Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
e. Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;
f. Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;
g. Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
h. Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter.
(4) Khusus garis sempadan Jalan Tol (untuk semua jenis
bangunan) diukur 15 meter dari pagar jalan tol ditambah
RUMIJA jalan service (jika ada).
12
(5) Apabila terjadi pelebaran jalan yang mengakibatkan
berkurangnya ukuran persil secara berarti, maka ketentuan
sempadan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini
diberlakukan pengecualian dengan persetujuan Walikota.
Pasal 4
(1) Garis sempadan jalan persimpangan sebidang di mana
elevasi jalan dan persil sama adalah mengikuti ketentuan
Garis Sempadan Jalan sebagaimana dalam Pasal 3 ayat (2).
(2) Garis sempadan pada jalan persimpangan sebidang ditarik
mengikuti garis atau bentuk jalan di hadapannya.
Pasal 5
Penentuan garis sempadan jalan persimpangan tidak sebidang
mengikuti aturan garis sempadan jalan persimpangan
sebidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2),
kemudian ditambah dengan perbedaan ketinggian antara dua
permukaan jalan tersebut.
Bagian ...
Bagian Kedua
Garis Sempadan Jalur Kereta Api
Pasal 6
(1) Garis sempadan jalur kereta api diukur dari Ruang Milik
Jalur Kereta Api.
(2) Garis sempadan jalur kereta api ditetapkan sekurang-
kurangnya sebagai berikut:
JALUR KERETA APIBANGUNAN
BANGUNAN TIDAK BERTINGKAT
BANGUNAN BERTINGKAT
Lintasan lurus 3 Meter 5 Meter
Berkelok/melengkung:
- Lengkung Dalam 6 Meter 9 Meter
- Lengkung Luar 3 Meter 5 Meter
(3) Untuk jalur kereta api yang terletak pada tanah urugan
atau galian, Ruang Milik Jalur Kereta Api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) pasal ini diukur dari pangkal terluar
tanah urugan atau galian pada jalur kereta api.
(4) Untuk bangunan gedung tertentu yang dapat
13
mempengaruhi fungsi dan operasional kereta api, besaran
sempadan dapat disesuaikan dengan tetap
memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan.
(5) Pengecualian terhadap ketentuan di atas hanya dapat
dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan
kelancaran perjalanan Kereta Api dan lalu lintas jalan sesuai
dengan rekomendasi Instansi Pengelola Kereta Api.
Bagian Ketiga
Garis Sempadan Bangunan
Pasal 7
(1) Garis Sempadan Bangunan ditetapkan untuk ruang bebas
bangunan terhadap batas persilnya mencakup sempadan
muka, samping kanan, samping kiri, dan belakang bangunan.
(2) Garis sempadan muka bangunan ditentukan berdasarkan
lebar Ruang Milik Jalan dan peruntukan lokasi.
(3) Dalam hal bagian muka bangunan tidak menghadap jalan,
maka garis sempadan diukur dari batas lahan.
(4) Garis …
(4) Garis sempadan belakang bangunan sebagaimana pada
ayat (1) pada pasal ini ditetapkan ½ (setengah) dari
besarnya garis sempadan muka bangunan.
(5) Garis sempadan samping kiri dan samping kanan
sebagaimana pada ayat (1) diukur dari batas lahan sebesar
½ (setengah) dari garis sempadan belakang dan ditetapkan
sebagai aturan anjuran.
(6) Pada kondisi di mana sempadan belakang tidak dapat
dipenuhi, maka dapat diterapkan sempadan samping dengan
besar ukuran dan sifat yang sama.
(7) Dalam hal bangunan berbatasan dengan objek sempadan
lainnya, maka ukuran garis sempadan bangunan
mempertimbangkan ukuran sempadan objek tersebut
dengan mengacu pada jarak teraman.
(8) Ruang sempadan belakang bangunan dapat dimanfaatkan
untuk pendirian bangunan dengan ketentuan tidak melebihi
¼ (seperempat) dari lebar persil bagian belakang dan tidak
melebihi batas Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang
ditetapkan.
14
(9) Pada kondisi lebar muka persil tanah lebih dari 3 (tiga) kali
panjang tanahnya, maka ketentuan sempadan belakang
dapat dialihkan ke bagian kiri atau kanan bangunan dengan
besaran dan sifat yang sama.
(10) Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan bahan/benda yang berbahaya/mudah
terbakar dan atau bangunan tertentu yang berpotensi
menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan sekitar,
maka perlu penetapan besaran khusus untuk sempadan
samping kiri, kanan, dan belakang disesuaikan dengan
bahan dasar konstruksi bangunan dan aktivitas di
sekelilingnya dan atau pertimbangan pendapat ahli.
(11) Garis sempadan muka bangunan dihitung dari batas Ruang
Milik Jalan (RUMIJA) atau batas persil tanah ditambah
koefisien jarak minimal sesuai dengan peruntukkan
lokasinya ke arah bidang terluar bangunan.
Pasal ...
Pasal 8
(1) Untuk Bangunan Gedung, besaran koefisien jarak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (11) adalah sebagai
berikut:
NO PERUNTUKKAN LOKASIJARAK
MINIMAL (M)
1. Komersial a. Kecil (toko, ruko tunggal) b. Menengah (komplek ruko,
pertokoan, hotel, dll)c. Besar (mall, supermarket , dll)
58
10
2. Hunian a. Rumah Tinggal luas kavling
1) < 150 m² 2) 150 m² – 500 m² 3) > 500 m²
b. Rusun/Apartemen
35810
3. Perkantoran dengan luas kavling a. < 1.000 m² b. 1.000 m² – 2.500 m² c. > 2.500 m²
5810
4. Industri/Bangunan penunjang industri a. Industri Kecil b. Industri Menengah c. Industri Besar dengan luas kavling
kurang dari 20.000 m²
5810
15
NO PERUNTUKKAN LOKASIJARAK
MINIMAL (M)
d. Industri Besar dengan luas kavling 20.000 m² atau lebih
15
(2) Untuk Bangunan Gedung Umum, koefisien jarak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (11) adalah
sebagai berikut:
NO PERUNTUKKAN LOKASIJARAK
MINIMAL (M)
1. Pendidikan dengan luas kavling:1) < 1.000 m² 2) 1000 m² – 6.000m² 3) > 6.000 m²
5810
2. Peribadatan dengan luas kavling:1) < 1000 m² 2) ≥ 1000 m²
58
3. Kesehatan dengan luas kavling:1) < 500 m² 2) 500 m² – 3000 m² 3) > 3000 m²
5810
4. Perkantoran pemerintahan dengan luas kavling:a. < 1.000 m² b. 1.000 m² – 5.000 m² c. > 5.000 m²
5810
(3) Untuk …
(3) Untuk Bangunan Gedung Tertentu dan Bangunan Gedung
Umum lainnya, koefisien jarak ditentukan dengan
mempertimbangkan penilaian ahli dan atau instansi terkait.
(4) Pengaturan Garis Sempadan Bangunan pada Kawasan
Tertentu diatur tersendiri dalam Peraturan Walikota.
Bagian Keempat
Garis Sempadan Pagar
Pasal 9
(1) Garis Sempadan pagar berlaku pada lahan-lahan yang
memiliki perbedaan ketinggian antara permukaan jalan dan
persil tidak sebidang minimal sebesar 1,5 meter.
(2) Garis sempadan pagar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pasal ini ditetapkan sebagai berikut:
a. Apabila permukaan persil lebih tinggi dari permukaan
jalan, maka garis sempadan pagar berada pada
permukaan bidang miring sebesar 0,5 meter yang ditarik
16
dari batas RUMIJA dengan persil; dan/atau
b. Apabila permukaan persil lebih rendah dari permukaan
jalan, maka garis sempadan pagar berada pada batas
RUMIJA dengan persil.
Bagian Kelima
Garis Sempadan Sungai
Pasal 10
(1) Sungai sebagaimana dimaksud pada pasal ini memperhatikan
karakteristik sungai di Kota Cilegon dengan lebar kurang dari
10 meter dan sifatnya yang intermitten (kering di saat
kemarau).
(2) Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk
melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik
pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
(3) Dengan mempertimbangkan peningkatan fungsi dan
kelestarian lingkungan, sungai dapat diperkuat, diperlebar,
ditinggikan, dan atau diperdalam dengan membangun
tanggul.
Pasal ...
Pasal 11
(1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan sebagai
berikut:
a. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan/
lingkungan permukiman ditetapkan sekurang-kurangnya
3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul; dan
b. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan/
lingkungan permukiman ditetapkan sekurang-kurangnya
5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
(2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan sebagai
berikut:
a. Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam
kawasan/ lingkungan permukiman ditetapkan sekurang-
kurangnya 5 (tiga) meter di bagian tepi sungai;
dan
17
b. Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan/
lingkungan permukiman ditetapkan sekurang-kurangnya
7 (lima) meter di bagian tepi sungai.
Bagian Keenam
Garis Sempadan Saluran
Pasal 12
(1) Garis sempadan saluran sebagaimana dimaksud pada
Bagian Kedua Bab ini adalah mencakup saluran
pembuangan dan saluran irigasi.
(2) Garis sempadan saluran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini diukur dari bagian luar kaki tanggul untuk
saluran bertanggul dan dari bagian tepi saluran untuk
saluran tidak bertanggul.
(3) Garis sempadan saluran bertanggul sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan sebagai
berikut:
a. Satu meter untuk saluran pembuangan dan irigasi
dengan lebar saluran lebih kecil dari 3 meter;
b. Tiga meter untuk saluran pembuangan dan irigasi
dengan lebar saluran lebih dari 3 meter.
(4) Garis ...
(4) Garis sempadan saluran tidak bertanggul sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan sebagai berikut:
a. Dua kali kedalaman saluran ditambah 2 (dua) meter
untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan lebar
saluran kurang dari 3 meter;
b. Dua kali kedalaman saluran ditambah 3 (tiga) meter
untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan lebar
saluran 3 – 5 meter; dan
c. Dua kali kedalaman saluran ditambah 5 (lima) meter
untuk saluran irigasi dan pembuangan dengan lebar
saluran lebih dari 5 meter.
Bagian Ketujuh
Garis Sempadan Pantai
Pasal 13
18
(1) Garis Sempadan Pantai diukur dari pasang tertinggi ke arah
daratan mengikuti morfologi garis pantai dan atau
disesuaikan dengan topografi setempat.
(2) Garis Sempadan Pantai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan sebagai berikut:
JENIS PENGGUNAANJARAK SEMPADAN MINIMAL (METER)
Industri 20
Perumahan 100
Perdagangan dan Jasa 30
Perkantoran Pemerintahan 50
Fasilitas Pendidikan 100
Fasilitas Kesehatan 100
Gudang 30
Bangunan penunjang industri 30
Bangunan Penunjang Kepelabuhanan 20
(3) Untuk bangunan yang masuk dalam kategori bangunan
gedung tertentu, besaran sempadan dapat disesuaikan
mengacu pada kajian dan penilaian pakar/ahli terkait dan
atau penanganan rekayasa teknis dengan tetap
memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, dan
kelestarian lingkungan.
(4) Pengecualian terhadap ketentuan tersebut di atas hanya
dapat dilakukan mengacu pada rekomendasi instansi terkait
dengan tetap menjamin aspek keselamatan, keamanan, dan
keandalan bangunan dan lingkungan.
Bagian …
Bagian Kedelapan
Garis Sempadan Waduk dan Kolam Retensi
Pasal 14
(1) Garis Sempadan waduk adalah 50 (lima puluh) meter dari
titik permukaan air tertinggi ke arah darat.
(2) Garis Sempadan kolam retensi adalah 15 (lima belas)
meter dari titik permukaan air tertinggi ke arah darat.
(3) Sempadan untuk bangunan gedung tertentu yang
menunjang fungsi dan pengelolaan waduk dan kolam
retensi dapat disesuaikan dengan tetap memperhatikan
aspek keselamatan, keamanan, dan kelestarian
lingkungan.
Bagian Kesembilan
Garis Sempadan Jaringan Listrik Tegangan Tinggi
19
Pasal 15
(1) Garis sempadan jaringan listrik tegangan tinggi mengacu
pada Ruang Bebas.
(2) Jarak bebas minimum vertikal dari konduktor (C)
ditetapkan sebagai berikut:
LOKASISUTT SUTET
66 KV 150 KV 275 KV 500 KV
Jarak bebas minimum vertikal (dalam meter) dihitung dari permukaan bumi atau permukaan jalan/rel
Lapangan terbuka atau daerah terbuka
7,5 8,5 10,5 12,5
Jalan/jalan raya, rel kereta api
12,5 13,5 15,0 18,0
Lapangan umum, SUTT lain, SUTR, SUTM, saluran udara
3,0 4,0 5,0 8,5
Jarak bebas minimum vertikal (dalam meter) dihitung sampai titik tertinggi/terdekatnya
Daerah dengan keadaan tertentu
4,5 5,0 7,0 9,0
Bangunan, jembatan, tanaman/ tumbuhan, hutan.
4,5 5,0 7,0 9,0
Perkebunan 8,0 9,0 11,0 15,0
Komunikasi, antena, dan kereta gantung
3,0 4,0 6,0 8,5
(3) Jarak ...
(3) Jarak bebas minimum horizontal dari sumbu vertikal
menara/tiang ditetapkan sebagai berikut:
20
SALURAN
UDARA
JARAK DARI
SUMBU
VERTIKAL
MENARA/
TIANG
KONDUK-
TOR (L)
JARAK
HORIZONTAL
AKIBAT
AYUNAN
KONDUKTOR
(H)
JARAK
BEBAS
IMPULS
PETIR
(UNTUK
SUTT) ATAU
JARAK
BEBAS
IMPULS
SWITSING
(UNTUK
SUTET) (I)
TOTAL
(L+H+I)
PEMBU-
LATAN (M)
SUTT 66 kV tiang baja
1,8 1,37 0,63 3,80 4,00
SUTT 66 kV tiang beton
1,8 0,68 0,63 3,11 4,00
SUTT 66 kV menara
3,00 2,74 0,63 6,37 7,00
SUTT 150 kV tiang baja
2,25 2,05 1,50 5,80 6,00
SUTT 150 kV tiang beton
2,25 0,86 1,50 4,61 5,00
SUTT 150 kV menara
4,2 3,76 1,50 9,46 10,00
SUTET 275 kV sirkit ganda
5,8 5,13 1,80 12,73 13,00
SUTET 500 kV sirkit tunggal
12,00 6,16 3,10 21,26 22,0
SUTET 500 kV sirkit ganda
7,3 6,16 3,10 16,56 17,0
Bagian …
Bagian Kesepuluh
21
Garis Sempadan Pipa Gas
Pasal 16
(1) Garis Sempadan Pipa Gas ditetapkan dari dinding luar pipa
yang terdekat dengan dinding luar bangunan ke arah kiri
dan kanan.
(2) Garis Sempadan seperti yang dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan untuk instalasi jalur pipa gas dengan ketentuan
sebagai berikut:
JENIS PIPA GASDIAMETER PIPA (INCH)
JARAK MINIMUM (METER)
TEKANAN 4 S/D 16
BAR
TEKANAN >16 S/D 50 BAR
TEKANAN >50 S/D 100 BAR
Pipa Transmisi - 2 9 15
Pipa Induk - 2 9 15
Peralatan pendukung pipa transmisi gas
- - 20 20
Pipa penyalur 2-6 2 - -
8 2 3 3
10 2 3 3,5
12 - 3,5 4
14 – 16 - 4 4,5
18 – 24 - 4,5 5
28 - 30 - 5 6
36 - 6 7
42-48 - 7 7,5
BAB …
BAB IV
PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN RUANG SEMPADAN
22
Pasal 17
(1) Pengaturan garis sempadan pada kawasan/lingkungan
khusus akan mengacu pada peraturan internal
kawasan/lingkungan dengan tetap memperhatikan aspek
keselamatan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan.
(2) Dalam hal belum adanya pengaturan garis sempadan di
dalam kawasan/lingkungan khusus, akan mengacu pada
ketentuan sebagaimana termaktub peraturan walikota ini.
Pasal 18
(1) Pemanfaatan garis sempadan dan pengendalian ruang
sempadan diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan,
penertiban serta mekanisme perijinan.
(2) Ruang sempadan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
walikota ini dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
a. Bangunan penunjang;
b. Papan peringatan, rambu, dan papan reklame (dengan
tetap memperhatikan rekomendasi teknis dari instansi
terkait);
c. Parkir;
d. Jalur hijau dan taman; dan
e. Kegiatan yang bersifat insidentil (sementara).
(3) Pemanfaatan ruang sempadan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini harus berdasarkan pada rekomendasi
instansi terkait dengan tetap memperhatikan aspek
keselamatan, keamanan, dan kelestarian.
(4) Dalam hal penguasaan lahan, tanah-tanah yang sudah dalam
penguasaan apabila akan dijadikan ruang sempadan, maka
penyelesaiannya dilakukan berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Pada batas garis sempadan yang telah ditetapkan, tidak
diperbolehkan:
a. Mendirikan bangunan baik permanen maupun
non-permanen;
b. Melakukan kegiatan penggalian, penimbunan
barang/sampah/bahan mudah terbakar, menimbulkan
api/pembakaran, mengadakan kegiatan keramaian,
kegiatan yg dapat menimbulkan kerusakan struktur
tanah;
c. Merusak fasilitas penunjang ruang sempadan.
BAB …
BAB V
23
SANKSI
Pasal 19
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam
Peraturan Walikota ini, maka akan dikenai sanksi sesuai
ketentuan yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini:
a. Pemberian arahan pemanfaatan ruang yang mengatur
tentang garis sempadan baik untuk bangunan yang telah ada
sebelum ditetapkannya Peraturan Walikota ini maupun yang
akan didirikan agar menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Walikota ini;
b. Untuk bangunan yang telah ada dan memiliki Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), ketentuan garis sempadannya masih
tetap berlaku dan apabila akan mengajukan Izin baru
maka harus disesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Walikota ini;
c. Untuk bangunan yang belum memiliki Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) harus menyesuaikan dengan Peraturan
Walikota ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Walikota ini
sepanjang mengenai teknis dan pelaksanaan di lapangan akan
diatur lebih lanjut dalam Keputusan Walikota.
Pasal ...
Pasal 22
24
Peraturan Walikota Cilegon ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan
pengundangan Peraturan Walikota Cilegon ini dengan
penempatannya dalam Berita Daerah.
Ditetapkan di Cilegon
pada tanggal 1 Oktober 2012
WALIKOTA CILEGON,
ttd
Tb. IMAN ARIYADI
Diundangkan di Cilegon
pada tanggal 1 Oktober 2012
SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON,
ttd
ABDUL HAKIM LUBIS
BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2012 NOMOR 21