perkembangan perilaku
DESCRIPTION
Ilmu SosialTRANSCRIPT
Pendekatan tingkah laku manusia didalam organisasi akan sangat mendukung dalam
pencapaian tujuan organisasi. Perdedaan perilaku individu antara satu dengan yang lainnya
dalam organisasi akan mampu menciptakan kondisi dimana suatu penempatan posisi masing-
masing individu akan disesuaikan dengan kemampuannya, cara berpikirnya, pengalaman
kerja serta perilaku masing-masing individu tersebut. Sehingga hal ini perlu dipelajari lebih
lanjut. Poin-poin penting dalam upaya peningkatan pencapaian tujuan diantaranya sebagai
berikut.
Partisipasi, yang dimaksudkan disini pemimpin lebih mendesentralisasikan wewenang
yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Sehingga
kepentingan pribadi bisa menjadi yang nomor dua yang diutamakan adalah
kepentingan organisasi.
Komunikasi, diartikan sebagai proses memberikan signal dari satu ke yang lain, signal
yang kuat maka akan memberikan dampak yang baik pula dalam penyampaian tujuan.
Motivasi, merupakan pengembangan dan pengarahan individu atau kelompok untuk
menghasilkan output atau tujuan yang diharapkan sesuai tujuan organisasi.
Moral, lebih dikaitkan kepada etis atau tidak etisnya suatu keputusan yang diambil
individu. Hal ini yang menjadi penentu apakah individu tersebut mampu menjaga
komitmen dan kepentingan bersama dalam organisasi. Disini bukan memperlihatkan
benar atau tidaknya suatu tindakan, tapi lebih kepada etis atau tidak etiskah suatu
keputusan yang diambil.
Dengan berkembangnya pendekatan tingkah laku manusia (behavioral approach)
munculah teori yang disebut sebagai Teori Human Relation. Teori Human Relation ini
ditemukan oleh Elton Mayo (1930-1950), tidak terlepas dari eksperimen Hawthorne.
Bermula ketika Elton Mayo melihat lingkungannya dimana revolusi industri telah banyak
merubah pola lingkungan. Termasuk merusak kehidupan sosial. Karena spesialisasi dan
indivisualistik yang tertanam berdampak pada kehidupan diluar industri/organisasi. Di
sisi lain –berdasarkan asumsi paradigma sebelumnya, yang dibutuhkan para para pekerja
tidak hanya phisyological need semata namun juga kebutuhan untuk merasa berguna,
kebutuhan untuk diakui dan didengarkan. Ini berimbas pula terhadap kinerja
industri/organisasi. Untuk itu Elton Mayo berusaha mencari solusinya, dengan
mengadopsi tradisi sosial –human relation, dalam kinerja organisasi. Elton Mayo
memberikan stimulan seperti itu –mengembalikan apa yang pernah hilang, dengan tujuan
untuk merangsang para pekerja agar dapat lebih nyaman dalam tugasnya. Sehingga output
yang dihasilkan pun juga bertambah. Tujuan lain adalah untuk menstimulus pekerja agar
lebih speak up tentang persoalan yang dihadapi, sehingga dapat diselesaikan secara fair
dan transparan. Dalam perkembangannya, teori ini banyak digunakan oleh berbagai
organisasi baik swasta maupun negeri. Bentuk-bentuk dari Human Relation antara lain:
memberikan motivasi kerja, memberi kesempatan pekerja untuk berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan, komunikasi yang intensif, adanya kelompok-kelompok informal,
dsb.
Teori Human Relation secara garis besar dapat dikatakan sebagai teori yang lebih
menghargai keberadaan pekerja sebagai manusia, jika dibanding dengan paradigma
organisasi sebelumnya. Namun ada kritik mengenai teori ini, dimana Elton Mayo dalam
hal ini hanya menjelaskan bagaimana relasi internal organisasi, namun tidak dapat
menganalisis struktur yang berada di luar organisasi. Kritik selanjutnya bahwa relasi
sosial yang terjalin tidak selamanya akur. Melainkan memungkinkan juga untuk terjadi
konflik, untuk itu perlu adanya antisipasi konflik. Masih ada sistem hierarki dalam
paradigma ini, pekerja diberi hak partisipasi, namun kewenangan tetap ada pada top
management-nya.
Mayo melakukan eksperimen dengan melakukan penelitian yang dikenal sebagai
Hawthorne study. Dalam Hawthorne study dilakukan tiga eksperimen yang dilakukan
untuk menguji efek kondisi fisik pekerja dan manajemen terhadap efisiensi kerja.
Hawthorne study melakukan percobaan dengan melakukan pencahayaan saat bekerja.
Ternyata pencahayaan sedikit saja pengaruhnya terhadap hasil pekerjaan. Lalu dilakukan
percobaan dengan mengganti jabatan, mengubah jam kerja, adanya waktu istirahat, dan
menambah insentif. Justru didapatkan hasil menarik bahwa tekanan kelompok lebih
berpengaruh terhadap hasil kerja. Peneliti mendapati bahwa norma sosial berpengaruh
terhadap produktivitas kerja individu.
Selanjutnya muncul tokoh yang bernama Douglas Mcgregor yang mempunyai peran
kunci dalam mengasah filosofis antara pendekatan hubungan manusia dengan manajemen
ilmiah dan prinsip-prinsip administrasi perspektif. Mcgregor mempunyai istilah yang
menggambarkan kunci tentang sifat manusia yaitu dengan teori X. Sedangkan teori Y
merupakan teori manajer yang memegang asumsi.
Asumsi Teori X:
1. Rata-rata orang memiliki ketidaksukaan yang melekat pada suatu pekerjaan dan
kemungkinan untuk menghindari ketika itu terjadi
2. Ada yang menyukai pekerjaan, ada pun yang terpaksa atau dipaksa, dikendalikan,
diarahkan atau mendapat ancaman hukuman apabila tidak mencapai tujuan
3. Rata-rata manusia lebih menyukai untuk diarahkan, dan memiliki keinginan untuk
menghindari tanggung jawab, dan ambisi yang relatif kecil.
Asumsi Teori Y:
1. Memperluas upaya fisik serta mental bekerja, karena rata-rata orang tidak begitu
menyukai pekerjaan
2. Kontrol eksternal dan ancaman hukuman bukan satu-satu nya upaya yang
mengarah pada tujuan organisasi. Orang akan melatih diri dan mengendalikan diri
dalam melayani karena merasa terikat dengan komitmen
3. Komitmen untuk tujuan adalah fungsi penghargaan yang terkait dengan prestasi
mereka. Penghargaan yang paling signifikan pada kepuasan ego dan aktualisasi
diri dalam mendapatkan produk langsung dari upaya yang diarahkan kepada
tujuan organisasi
4. Penghindaran tanggung jawab, kurangnya ambisi, dan penekanan pada keamana
yang sesungguhnya tidak melekat pada karakteristik manusia. Rata-rata orang
belajar tidak hanya untuk menerima akan tetapi untuk mencari tanggung jawab
5. Imanjinasi, kecerdikan, kreativitas dan kemampuan untuk memecahkan masalah
organisasi secara luas didistribusikan diantara orang-orang.
Menurut Mcgregor, memegang perspektif hubungan manusia berdasarkan asumsi-
asumsi ditunjukan sebaga berikut:
1. Manajer bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur usaha produktif seperti
uang, material, peralatan, semata-semata untuk kepentingan efisiensi ekonomi
2. Fungsi manajer ialah untuk memotivasi para pekerja, mengarahkan usaha, dan
mengontrol tindakan mereka serta mengubah perilaku mereka sesuai dengan
kebutuhan organisasi
3. Tanpa intervensi, orang akan pasif.
Dalam teori Y Mcgregor berkata dengan teori penelitian dan manajer yang memegang
perspektif hubungan manusia. Menurutnya, individu-individu memegang Teori Y:
1. Manajer bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur produktif
2. Tugas penting manajemen untuk mengatur organisasi dan metode operasi
3. Memikul tanggung jawab dan bersedia untuk bekerja menuju tujuan organisasi
Pada perkembangan selanjutnya munculah dua pendekatan yang digunakan dalam organisasi,
yakni:
1. Comparative Approach
Teori Comparative Approach mempresentasikan sebuah eksperimen pada organisasi
neo-klasik yang merupakan penurunan dari teori organisasi klasik. Dasar metoda investigasi
pada fenomena organisasi adalah sebuah investasi empiris kedalam aktivitas manajemen.
Pendekatan komparatif pada investigasi organisasional mempunyai beberapa variasi.
Kebanyakan merupakan teori explisit neo-klasikal dan beberapa justru terhubung dengan
pendekatan perilaku. Comparative Approach pada organisasi berarti masuk dalam modifikasi
dari teori klasik organisasi.
2. Challenge and Reaction Approach
Pendekatan challenge and reaction merupakan salah satu pendekatan yang dapat kita
temui dalam teori neo-klasik. Pendekatan ini sedikit berbeda dengan pendekatan lainnya
karena ia bersifat programatik, artinya dalam pendekatan ini tidak mengutamakan bagaimana
teori-teori yang berkembang dalam organisasi melainkan tentang bagaimana penyelesaian
masalah atau memberikan solusi bagi masalah yang dihadapi organisasi. Sehingga orang-
orang yang memegang pendekatan ini percaya bahwa organisasi merupakan implikasi atau
prakter dari teori-teori organisasi baik yang sudah ada, maupun yang sedang berkembang.
Dua tokoh penganut pendekatan ini ialah P. Drucker dan G. Odiorne berhasil mencetuskan
konsep baru yang bernama Management by Objective.
Management by Objectives adalah salah satu alat di dalam manajerial untuk
meningkatkan kinerja maupun menciptakan organisasi yang lebih efektif. Drucker (1954)
Management by Objectives adalah suatu proses menentukan tujuan di dalam sebuah
organisasi, sehingga manajemen dan para pegawainya menyetujui dan mengerti apayang
harus dilakukan. George S. Ordine (1981) mendefinisikan konsep yang dipopulerkan Drucker
ini sebagai sistem manajerial dimana atasan/supervisor bersama bawahan bersama-sama
mengidentifikasi tujuan organisasi, menentukan bidang yang menjadi tanggung jawab
masing-masing agar dapat memperkirakan output , dan menggunakan itu semua sebagai
panduan untuk mengoperasikan unit serta melihat seberapa bawahan dapat berkontribusi.
Dengan kata lain konsep Management by Objectives menurut Ordine berkonsentrasi pada
output yang dihasilkan organisasi dan mengevaluasi bawahan dengan melihat tingkat
kontribusinya. Konsep ini juga di definisikan oleh Koontz dan O’Donnell (1986) sebagai
metode dalam manajerial dimana manajer dan bawahan sepakat atas tujuan-tujuan bersama,
memproyeksikan tujuan tersebut dalam mata rantai tujuan jangka pendek, membagai bidang-
bidang yang menjadi tanggung jawab dan hasil yang diharapkan, melihat prestasi yang
dicapai untuk memberikan penghargaan/reward kepada mereka. Sedangkan menurut Paul
Mali (1972) Management by Objectives adalah sistem partisipatif dimana manajer melihat ke
depan untuk terus berimprovisasi, berfikir secara strategis, menetapkan tujuan
pemanasan/ringan di awal periode, mengembangkan kinerja dan rencana-rencana pendukung
serta memastikan akuntabilitas output hingga akhir periode.
Definisi ini didasarkan pada enam kategori yaitu, bahwa MBO adalah:
- Sebuah strategi untuk pengambilan keputusan kolaboratif.
- Sebuah proses perencanaan dan pengendalian sehingga memberikan arah masa depan
untuk organisasi yang kompleks.
- Sebuah proses partisipasi menuju komitmen yang disepakati oleh manajer dan
bertanggung jawab atas prestasi tersebut.
- Sebuah kinerja dan sistem evaluasi dalam mendapatkan hasil yang menimbulkan kerja
sama tim, kolaborasi dan partisipasi.
- Sikap yang memandang misi manajemen sebagai perubahan dan perbaikan.
- Sebuah proses yang melihat output yang dicapai
Dalam melaksanakan praktek manajemen di awal tahun 50-60an, istilah MBO (Management by Objective) mulai digunakan. Hal yang paling penting dalam MBO adalah efek dari pengelolaan dari masing-masing individu yang dengan begitu akan memungkinkan untuk suatu organisasi mengembangkan sumber daya terbaiknya, yakni manajemen itu sendiri.
MBO mengacu pada suatu set prosedur yang formal yang berawal dengan penetapan tujuan dan kemudian penilaian kerja secara ‘continue’. Masing-masing bidang pertanggungjawaban dari setiap individu dapat terukur dengan jelas dan pengukuran tersebut menjadi acuan bagi manajer dan staffnya untuk memantau adanya suatu progres. Prinsip-prinsip utama MBO adalah :
Principle of Movement (prinsip perubahan)Manajer harus bertindak untuk membuat masa depan suatu organisasi menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Principle of expectation (prinsip pengharapan)
Orang melakukan usaha lebih ketika ada kemungkinan/ ekspektasi untuk mendapatka suatu reward dari atasannya.
Principle of achievement (prinsip pencapaian)Prestasi-prestasi besar yang diraih oleh orang-orang yang melakukan pencapaian di dalam kinerjanya.
Principle of strategic planning (prinsip perencanaan strategis)Keputusan yang berpengaruh untuk masa depan dan perumusan pada hari H membuat keduanya dapat terjadi.
Principle of targeting (prinsip penargetan)Semakin besar fokus usaha untuk melakukukan tujuan tertentu, semakin besar pula untuk mencapainya dalam skala waktu tertentu.
Principle of risk taking (prinsip pengambilan resiko)Upaya yang terpadu harus dilakukan untuk mengoptimalkan nilai yang diharapkan dan meminimalkan resiko kegagalan.
Principle of linking (prinsip penghubungan)Menetapkan tujuan dalam suatu proses parsitipatif sebelum melakukan pekerjaan akan memudahkan dalam menentukan cara berkoordinasi.
Principle of performance stretch (prinsip rentang kendali)Semakin banyak manajer memberikan toleransi pada bawahannya, semakin mereka mentolerir hal itu dalam diri mereka.
Principle of accountability (prinsip akuntabilitas)Karyawan ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab dengan apa yang dia kerjakan.
Principle of motivation (prinsip motivasi)Semakin besar penyelarasan antara harapan karyawan dengan harapan manajer, maka semakin besar motivasi untuk mencapai keduanya.
Principle of prioritizing (prinsip prioritas)Tugas atau pekerjaan harus dibuat berdasarkan untuk mencapai hasil tertinggi bagi organisasi dan individu.
Principle of participation (prinsip partisipasi)Produksi akan meningkat dengan cepat jika karyawan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan .
Principle of feedback (prinsip umpan balik)Semakin cepat suatu masalah (aktualisasi tidak berjalan sesuai rencana) dilaporkan kepada manajer, maka semakin cepat pula penyesuaian dapat dilakukan.
Principle of commitment (prinsip komitmen)Kesanggupan manajer dan pekerja untuk bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan.
Namun sebenarnya apakah yang menyebabkan organisasi-organisasi beralih kepada
MBO? Hal tersebut terjadi karena MBO merupakan suatu strategi dimana manajemen
menetapkan tujuan-tujuan spesifik untuk para pegawai agar dapat menyelesaikan dalam
jangka waktu tertentu. MBO dapat bekerja dalam setiap organisasi jika prosedurnya dapat
dimengerti dan manajer dapat bersabar untuk membiarkan sistem menetap terlebih dulu. Di
manan di dalam MBO itu terdapat proses pengaturan tujuan dengan penekanan pada objek
terukur. Sehingga inti dari MBO adalah tujuan. MBO juga mendesak keterlibatan aktif
manajer dan staf pada setiap level organisasi.
Karenanya setiap tingkat manajemen dalam organisasi berpartisipasi dalam proses
perencanaan strategis dan penciptaan sistem kinerja. Para manajer perusahaan diharapkan
untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan strategis untuk memastikan efektivitas dalam
melaksanakan rencana. Peran manajemen saat ini adalah untuk memantau dan mengevaluasi
kinerja. Mereka memeriksa kemajuan sering dan selama periode waktu tertentu. Ada kontrol
eksternal dan internal dalam sistem ini dengan penilaian rutin. Evaluasi dilakukan untuk
memahami sebagai sejauh mana tujuan telah dipenuhi. Aspek penting dari pendekatan MBO
adalah kesepakatan antara karyawan dan manajer mengenai kinerja yang terbuka untuk
evaluasi. Prinsipnya adalah bahwa ketika karyawan yang terlibat dengan penetapan tujuan
dan memilih tindakan yang harus diikuti oleh mereka, mereka lebih mungkin untuk
memenuhi tanggung jawab mereka. Ada hubungan antara tujuan organisasi dan sasaran
kinerja karyawan.
Peter Drucker diuraikan proses lima langkah untuk MBO.
1. Set or Review Organizational Objectives (Menetapkan dan Meninjau Tujuan
Organisasi)
Tujuan yang akan dicapai harus jelas.
2. Cascading Objectives Down to Employees
Drucker menggunakan akronim SMART untuk menetapkan tujuan yang dicapai dan
mana orang-orang merasa bertanggung jawab.
• Specific
• Measurable
• Agreed
• Realistic
• Time related
Untuk setiap tujuan, target dan standar kinerja harus ditetapkan dengan jelas. Hal ini
digunakan untuk memantau kemajuan seluruh organisasi, mengkomunikasikan hasil,
dan untuk mengevaluasi kesesuaian tujuan yang telah ditetapkan.
3. Encourage Participation in Goal Setting (Mendorong Partisipasi dalam Menetapkan
Tujuan)
Setiap orang perlu memahami bagaimana tujuan pribadi mereka sesuai dengan tujuan
organisasi. Melalui proses partisipatif, setiap orang dalam organisasi akan mendukung
tujuan keseluruhan tim, mendukung tujuan departemen, mendukung tujuan unit
bisnis, dan mendukung tujuan organisasi.
4. Monitor Progress (Memantau Kemajuan)
Di sinilah Anda mengendalikan kinerja, melihat pencapaian apa yang berhasil atau
tidak berhasil dilakukan.
5. Evaluate and Reward Performance (Evaluasi dan Kinerja Reward)
MBO dirancang untuk meningkatkan kinerja di semua tingkat organisasi. Karyawan
dievaluasi kinerja mereka sehubungan dengan pencapaian tujuan Semua yang tersisa
untuk dilakukan adalah untuk mengikat pencapaian tujuan untuk menghargai, dan
mungkin kompensasi, dan memberikan umpan balik yang sesuai.
Dalam pelaksanaannya tujuan dalam MBO selalu berdasarkan pada output yang selalu
dapat dihitung. Secara kuantitatif biasa dideskripsikan dalam jumlah yang dibutuhkan dalam
setiap unit. Secara kualitatif dapat dideskripsikan dengan narasi yang tepat agar penilaian
berjalan efektif. Salah satu hal penting dalam MBO adalah proses evaluasi antara manager
dengan bawahannya untuk melihat apakah kinerja mereka sesuai target atau tidak. Disamping
itu evaluasi juga dilakukan untuk memperbaiki hala yang dirasa kurang. Poin dari MBO pada
dasarnya adalah untuk mencapai tujuan. Program kerja dapat diganti apabila tidak sesuai
dengan tujuan. Langkah terakhir dalam MBO adalah mengevaluasi masing-masing tujuan
dari masing-masing individu maupun departemennya. Ketika kinerja sesuai dengan tujuan
maka akan diapresiasi melalui peningkatan gaji ataupun hal lain. Penilaian tersebut akan
mempengaruhi tujuan yang akan diterapkan di tahun mendatang.
Untuk dapat mengaplikasikan management by objectives, kita perlu memahami bahwa
manajemen berdasarkan tujuan dapat dibagi menjadi tiga poin utama, diantaranya:
1. Organization objective setting: merumuskan tujuan merupakan langkah paling sulit di
dalam proses pengaplikasian management by objective. Top manager perlu mengulas
apa saja tujuan organisasi untuk tetap ada, selanjutnya supervisor merumuskan tujuan
ke dalam unit yang lebih kecil. Tujuan-tujuan tersebut diantaranya untuk memberikan
arahan kepada organisasi ke depannya dan sebagai pegangan supervisor di dalam
perumusan tujuan di dalam divisinya.
2. Manager objective setting: pada tahap ini manajer bertugas untuk mengidentifikasi
key result di dalam unit terkecilnya untuk mengetahui apa saja tanggung jawab yang
harus ia tanggung bersama staffnya dalam pencapaian tujuan. Selanjutnya, manager
bertugas untuk menuliskan apa saja tujuan-tujuan yang harus dilaksanakan, untuk
penulisan tujuan ini manager perlu memerhatikan beberapa hal, diantaranya:
a. spesifikasi agar tidak terjadi ambiguitas.
b. tujuan tersebut dapat diukur agar mudah di dalam pengukuran kinerja atau
pencapaiannya.
c. Tujuan tersebut harus realistis namun tetap challenging.
d. Tujuan tersebut harus berorientasi pada hasil bukan pada prosedur.
3. Objective review: ada dua jenis review di dalam tahap ini, diantaranya:
a. Intermediate review: untuk mengetahui progress yang telah dicapai oleh
organisasi di dalam perjalannya mencapai tujuan. Review ini bertujuan untuk
mengetahui hambatan-hambatan yang ada di dalam pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.
b. Final review: review ini berguna untuk mengetahui apakah organisasi sudah
mampu mencapai tujuan awal yang telah ditentukan dan berguna dalam
perumusan tujuan ke depannya.
Stoner (2000) memaparkan terdapat 6 unsur dari sistem MBO, yaitu:
c. Komitmen pada program tersebut: pada setiap level organisasi menejer
berkomitmen untuk mencapai tujuan individu dan organisasi melalui program
yang efektif.
d. Menentukan tujuan setinggi mungkin: menentukan tujuan organisasi setinggi
mungkin agar jika tujuan itu tidak tercapai maka hasil yang didapat sudah cukup
untuk memenuhi target yang sebenarnya.
e. Tujuan individu: setiap manajer dan staf harus tahu tanggung jawab dan tujuan
pekerjaan. Tujuannya untuk membantu karyawan memahami dengan jelas
pekerjaan mereka agar tercapai tujuan yang ditargetkan.
f. Partisipasi: semakin besar partisipasi dari manajer maupun karyawan, maka
semakin besar kemungkinan tujuan akan tercapai.
g. Otonomi dalam pelaksanaan rencana: setiap individu mempunyai otonomi untuk
melaksanakan rencana.
h. Meninjau kinerja: manajer dan karyawan secara berkala bertemu untuk meninjau
prospek dalam proses pencapaian tujuan.
Prinsip dibelakang MBO untuk pegawai adalah untuk menjelaskan pemahaman mengenai
peran dan tanggung jawab yang diharapkan mereka. Mereka dapat mengerti bagaimana
hubungan aktifitas mereka dengan prestasi dari tujuan organisasi. MBO juga merupakan
tempat yang penting untuk penggenapan tiap-tiap tujuan dari pegawai.
Kunci kekuatan MBO menurut (Koontz & Co, 1976, p. 452) :
Pegawai focus pada keinginan hasil
Kepuasan pekerjaan bertambah
Memberikan keleluasan individu dalam mencapai prestasi
Memperbaiki kualitas dan kuantitas penyelenggarakan
Menyediakan hubungan verkital antara tujuan level atas dan bawah
Motivasi – menyertakan pegawai-pegawai dalam keseluruhan proses tujuan dan
peningkatan pemberdayaan pegawai. Pemberdayaan kepuasan pekerjaan pegwai dan
komitmen.
Menjalin koordinasi yang baik. Berkali-kali melakukan reviews dan interaksi antara
atasan dan bawahan untuk memelihara keharmonisan dengan organisasi dan juga
untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah.
Menjelaskan tujuan
Menjaga komitmen yang tinggi dengan bawahan
Manajer dapat menjamin bahwa tujuan bawahan berhubungan dengan tujuan
organisasi
Dengan semua manfaat tersebut, sistem dari penggunaan tujuan adalah kelemahan dan
kekurangan dari beberapa yang ditemukan oleh sistem. Berikut beberapa formulasi dari
(Koontz & Co, 1976, p. 452) :
Kegagalan diberikan sebagai pedoman: Mengolola dengan tujuan, seperti dari
perencanaan. Manajer perusahaan harus mengetahui tujuan dan bagaimana mereka
cocok dengan kegiatan mereka.
Tujuan menjadi sulit untuk diatur: Hal ini mungkin tidak jauh lebih sulit daripada
efektif perencanaan, walaupun mungkin akan lebih banyak belajar dan bekerja untuk
mendirikan ijin kepada tujuan itu tetapi tercapai daripada untuk mengembangkan
suatu rencana, yang cenderung dilakukan hanya untuk tata letak bekerjanya saja
Tujuan cenderung berjangka pendek: Dalam hampir semua sistem operasi di bawah
manajemen dengan tujuan tersebut, sasaran diatur hanya untuk jangka pendek.
Kegagalan dalam hal tujuan jaringan: Sebuah perusahaan adalah sebuah sistem. Jika
tujuan tidak saling terkait dan saling mendukung, mereka akan cenderung untuk
mengejar jalur yang kelihatannya terbaik untuk operasi mereka sendiri tetapi akan
mengganggu ke perusahaan sebagai suatu keseluruhan.
Pengaturan tujuan yang berubah-ubah: salah satu yang memastikan penyebab
kegagalan dari seorang pemimpin adalah aturan yang berubah-ubah. Jika tujuannya
dilakukan secara ditekan dapat menjadi salah satu penyebab utama kehilangan
kecerdasan, pengalaman dan pengetahuan penyelesaian masalah bawahan yang
hampir selalu dimiliki.
Dalam sistem MBO ternyata terdapat keterbatasan dan kelemahan di dalam sistemnya selain
yang telah disebutkan di atas, yakni sebagai berikut:
1. Kurangnya dukungan dari Manajer tingkat atas
Dalam sistem MBO, manajer tingkat bawah mempunyai persamaan opertunitas dalam
partisipasi dimana seorang manajer tingkat atas merasa tersinggung ketika manajer
dibawahnya mempunyai partisipasi yang sama. Dengan begitu sistem ini tidak akan
berhasil tanpa dukungan manajer tingkat atas secara penuh.
2. Sikap pegawai yang menjadi kurang baik dengan adanya sistem MBO
Karena dalam sistem MBO terkadang tujuan yang akan dicapai terlalu tidak realistis
atau terlalu rigid untuk dicapai. Sehingga manajer tingkat bawah merasa pekerjaannya
dibawah tekanan.
3. Sulit mengukur tujuan dan pencapaian
Karena didalam sistem MBO tidak mempunyai subyektivitas dalam penilaian kinerja.
4. Terlalu banyak mengeluarkan waktu dan biaya
Banyak kertas kerja yang akan terkumpul. Karena akan banyak rapat dilakukan dan
akan banyak pula laporan yang harus disiapkan.
5. Terlalu mementingkan rencana jangka pendek
Dalam sistem MBO, tujuan akan direncanakan dalam jangka waktu enam bulan atau
satu tahun. Manajer tingkat bawah akan mengevaluasi setelah enam bulan kinerja
yang dilakukan dan manajer tingkat bawah tidak melihat rencana jangka panjang yang
akan dilakukan karena terfokus dalam mengevaluasi hasil kinerja jangka pendek yang
telah dilakukan.
6. Kurang memadainya kemampuan seorang manajer
Kebanyakan seorang manajer tidak mempunyai kemampuan atau ilmu yang memadai
untuk menjalankan tugasnya. Dalam sistem MBO, kebanyakan manajer
merencanakan tujuan yang akan dicapai dengan manajer tingkat bawahnya dengan
tidak mengikuti saran dari pegawai sehingga manajer menuntut untuk tujuannya
harus segera dicapai walaupun itu tidak realistis bagi manajer bawah untuk
mencapainya.
7. Lemahnya integrasi yang ada
Umumnya, dalam integrasi di sistem MBO dengan sistem lainnya seperti meramalkan
keadaan yang akan dihadapi dan menentukan penganggaran yang lemah. Lemahnya
integrasi ini membuat semua sistem dalam MBO menjadi lemah.
Sehingga pada teori organisasi neo-klasik terdapat beberapa pendekatan yang digunakan
dalam perkembangan organisasi di kala itu yakni diantaranya pekatan behavioral, pendekatan
comparative, dan pendekatan challenge and raction. Diantara ketiga pendekatan tersebut,
pendekatan challenge and reaction menghasilkan salah satu teori baru yakni management by
objective. Management by Objective adalah teori manajemen yang menitikberatkan tujuan
dari organisasi tersebut. Tujuan di sini dipandang harus diketahui secara menyeluruh dari
level top manager hingga operating core demi tercapainya kinerja yang efektif. Teori ini juga
menekankan evaluasi secara rutin.
REVIEW JURNAL “Modern Theory of Organization” by Prof Stefan Ivanko
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Organisasi II
Disusun oleh :
Priyo Giri Sadewo 10/299899/SP/24241
Serly ‘Arofi 13/348083/SP/25761
Monica Arlisa Kusuma Tiara 13/348031/SP/25756
Alfian Dwi 13/349921/SP/25883
Iftika Ayu Astikasari 13/349869/SP/25864
Randy Bagus Pratama 13/350095/SP/25925
Atri Yanuarizki 13/347958/SP/25736
Bagas Dwi Dharmawan 13/350007/SP/25917
Ida Ayu Fara Febrina 13/347955/SP/25734
Desi Ismi Mulyana 13/347885/SP/25709
Meita Candra Sekar Sari 13/347882/SP/25706
Sonya Dewi Setyowati 13/347982/SP/25741
Mening Nindya Arimami 13/347903/SP/25717
Yana Darmawan 13/349940/SP/25895
Roy Marten P. T. 13/353458/SP/25981
Nikita Windha P. 13/347903/SP/25717
Erytrina Cania S 13/351961/SP/25942
Stella Angga Puspita 13/353685/SP/25996
Sendy Bastian 13/347667/SP/25640
A.A.Gde Brahmantya M 13/353857/SP/26016
Febri Romadhona P. 13/353834/SP/26011
JURUSAN MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014