portofolio ten

84
BAB I PENDAHULUAN Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) dan Sindrom Steven- Johnson (SSJ) adalah sindrom reaksi mukokutan akut ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan dapat menyebabkan kematian. Lesi awal berupa makula eritematosa kemudian berkembang progresif menjadi lesi lepuh kendur, dan selanjutnya terjadi pengelupasan epidermis. Kedua penyakit ini mirip dalam gejala klinis dan histopatologis, faktor risiko, penyebab, dan patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidermolisis sebesar <10% luas permukaan tubuh (LPB), sedangkan pada NET >30%. Keterlibatan 10%-30% LPB disebut sebagai overlap SSJ-NET (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012). NET dan SSJ adalah penyakit langka dengan angka kejadian 1,89 kasus per satu juta penduduk per tahun dilaporkan oleh Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Granat dkk melaporkan 1

Upload: ekiferdianto

Post on 24-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TEN SJS

TRANSCRIPT

Page 1: Portofolio TEN

BAB I

PENDAHULUAN

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) dan Sindrom Steven-Johnson (SSJ) adalah sindrom

reaksi mukokutan akut ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis yang luas dan

dapat menyebabkan kematian. Lesi awal berupa makula eritematosa kemudian berkembang

progresif menjadi lesi lepuh kendur, dan selanjutnya terjadi pengelupasan epidermis. Kedua

penyakit ini mirip dalam gejala klinis dan histopatologis, faktor risiko, penyebab, dan

patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan dalam proses yang identik, hanya dibedakan

berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidermolisis sebesar <10% luas permukaan

tubuh (LPB), sedangkan pada NET >30%. Keterlibatan 10%-30% LPB disebut sebagai overlap

SSJ-NET (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012).

NET dan SSJ adalah penyakit langka dengan angka kejadian 1,89 kasus per satu juta

penduduk per tahun dilaporkan oleh Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Granat dkk

melaporkan hasil yang sama, dengan 1,9 kasus per satu juta penduduk per tahun berdasarkan

semua kasus yang dilaporkan kepada FDA AERS di Amerika Serikat. Insiden yang lebih rendah

dilaporkan oleh Chan et al di Singapura. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia, terjadi

peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :

laki-laki sebesar 1,5 : 1). Sebagian besar NET-SSJ disebabkan karena alergi obat. Berbagai obat

dilaporkan merupakan penyebab NET-SSJ. Infeksi juga dapat menjadi penyebab NET-SSJ,

misalnya infeksi virus dan Mycoplasma (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et

al, 2012; Harr & French, 2010).

1

Page 2: Portofolio TEN

Dasar diagnosis NET-SSJ adalah anamnesis yang teliti tentang kronologis perjalanan

penyakit, disertai hubungan waktu yang jelas dengan konsumsi obat tersangka, dan gambaran

klinis lesi kulit dan mukosa. Adapun tatalaksana yang optimal berupa: deteksi dini dan

penghentian segera obat tersangka, serta perawatan suportif di rumah sakit. Dalam perjalanan

penyakitnya, NET-SSJ dapat mengalami penyulit yang mengancam nyawa berupa sepsis dan

multiple organ failure. Prognosis NET-SSJ dapat diperkirakan berdasarkan skala SCORTEN

(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012). .

2

Page 3: Portofolio TEN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

NET-SSJ merupakan episode reaksi mukokutan akut yang paling sering dicetuskan oleh obat,

dan terkadang oleh infeksi dan neoplasma. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat atau

identik dan hanya dibedakan oleh luasnya area permukaan tubuh (BSA= Body Surface Area)

yang terkena. NET-SSJ ditandai oleh makula ireguler (lesi target atipikal) yang cepat meluas

serta keterlibatan lebih dari 1 mukosa (oral, konjungtiva, dan anogenital). Pada NET terdapat

eritema yang luas, nekrosis dan lepasnya epidermis yang menyerupai luka bakar. Gejala

konstitusional dan keterlibatan organ dalam sering menyertai penyakit ini. Pada prinsipnya SJS

dan NET merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Angka kematian pada toksik

epidermal nekrolisis ditemukan cukup signifikan (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006;

French et al, 2012).

Dalam Standar Pelayanan Medik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RS dr. Hasan Sadikin

tahun 2005, Sindrom Stevens Johnson didefinisikan sebagai suatu kumpulan gejala yang timbul

secara akut mengenai kulit dan mukosa mulut, mata dan genital disertai gejala konstitusi, yang

bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat menimbulkan kematian. Sedangkan Epidermal

Nekrolisis Toksik didefinisikan sebagai penyakit kulit yang bersifat akut, ditandai dengan adanya

epidermolisis, dapat disertai dengan kelainan di selaput lendir. Saat ini sulit untuk menarik suatu

garis tegas untuk membedakan SJS-NET dengan bentuk yang lebih berat dari eritema

multiforme (Djuanda, 2007).

3

Page 4: Portofolio TEN

2.2 Epidemiologi

NET dan SSJ adalah penyakit langka dengan angka kejadian 1,89 kasus per satu juta

penduduk per tahun dilaporkan oleh Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Granat dkk

melaporkan hasil yang sama, dengan 1,9 kasus per satu juta penduduk per tahun berdasarkan

semua kasus yang dilaporkan kepada FDA AERS di Amerika Serikat. Insiden yang lebih rendah

dilaporkan oleh Chan et al di Singapura. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia, terjadi

peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :

laki-laki sebesar 1,5 : 1). Penyakit menular tertentu mungkin berdampak pada kejadian NET dan

ini jelas pada kasus HIV di mana kejadian tahunan adalah sekitar 1000 kali lipat lebih tinggi

daripada populasi umum, dengan sekitar 1 kasus per 1000 per tahun pada populasi HIV-positif.

(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).

2.3 Etiologi

1. Kerentanan genetik

Faktor genetik yang berhubungan dengan hipersensitivitas obat adalah masalah yang

kompleks yang telah dipelajari dalam berbagai populasi dengan berbagai latar belakang etnis.

Dalam sebuah studi di Eropa, genotipe HLA-B ditemukan pada pasien dengan reaksi kutaneus

yang berat yang disebabkan oleh dua obat yaitu karbamazepine dan allopurinol dan tiga obat

yang lain. (sulfamethoxazole, lamotrigin dan NSAID dari jenis –oxicam) (Djuanda, 2007;

Harr&French, 2010).

2. Obat-obatan

Paparan obat dan reaksi hipersensitivitas merupakan penyebab mayoritas dari kasus SSJ /

NET. Pada sebagian besar kasus, allopurinol merupakan penyebab yang paling umum dari SSJ /

4

Page 5: Portofolio TEN

NET di Eropa dan Israel, dan kebanyakan pada pasien yang menerima dosis harian lebih kurang

200 mg.

Gambar 2.1 Daftar Obat Penyebab Epidermal Nekrolisis (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)

Etiologi sama dengan SSJ. Penyebab utama juga alergi obat yang berjumlah 80-95% dari

semua pasien. Pada sebuah penelitian selama 5 tahun (1998-2002), penyebab utama ialah derivat

penisilin (24%), disusul oleh parasetamol (17%) dan karbamazepin (14%). Penyebab yang lain

ialah analgetik/antipiretik yang lain, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, jamu dan

aditif. Dalam sebuah penelitian case control dari pasien rawat inap untuk SSJ/NET di beberapa

rumah sakit di Perancis, Jerman, Italia dan Portugal antara tahun 1989 dan 1993, Roujeau et al.

melaporkan bahwa obat-obatan di bawah ini memiliki resiko tinggi untuk memicu terjadinya

SSJ/NET, antara lain:

a.Penggunaan jangka pendek.

Sulfametoksazol/trimetoprim, sulfonamid, aminopenicillins, kuinolon, sefalosporin, dan

kortikosteroid.

b.Penggunaan jangka panjang.

5

Page 6: Portofolio TEN

Carbamazepine, fenitoin, fenobarbital, asam valproik, lamotrigin, NSAIDs (terutama jenis -

oxicam), allopurinol.Risiko induksi SSJ / NET tertinggi terjadi selama 2 bulan pertama

pengobatan dan setelah itu akan mengalami penurunan risiko secara cepat (Djuanda, 2007;

Harr&French, 2010).

2.4 Patogenesis

Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya NET belum diketahui

secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan

interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya NET. NET ialah bentuk

parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus SSJ berkembang menjadi NET. Imunopatogenesis yakni

merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari

CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang

mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase akhir. Beberapa

sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-α, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit pasien NET.

TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan

dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang juga

berperan penting (Djuanda, 2007).

6

Page 7: Portofolio TEN

Gambar 2.2 Patogenesis NET-SJS

Pada penderita NET ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini

dipicu oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian

menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian

menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-α, interferon-γ, IL-18 dan Fas

Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh

fagosit. Namun, pada kondisi seperti NET apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan

fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan

menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi (Harr&French, 2010;

Djuanda, 2007).

Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan terlokalisir di

dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat NET, ditemukan level FasL yang disajikan oleh

kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi antara

Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan mengirimkan signal

7

Page 8: Portofolio TEN

yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin lausnya apoptosis semakin

menyebabkan destruksi epidermis yang luas pula (Harr & French 2010; Djuanda, 2007).

2.5 Gambaran Klinis

Gejala utama pada NET adalah epidermolisis. Gejala atau tanda yang lain dapat menyertai

NET bergantung pada sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel

sasarannya leukosit. Dapat terlihat purpura jika trombosit jadi sasarannya.

Gejala klinis NET dimulai dalam 8 minggu (biasanya 4 sampai 30 hari) setelah konsumsi

obat. Hanya dalam kasus yang sangat jarang, reaksi dengan obat yang sama muncul lebih cepat,

dalam waktu beberapa jam. Apapun gejala awal yang berkembang dengan cepat, adanya tanda-

tanda baru, sakit yang parah, dan gejala konstitusional harus diwaspadai sebagai gejala

timbulnya suatu penyakit yang parah (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010).

1. Fase akut

Gejala awal dari nekrolisis epidermal toksik (NET) dan sindrom Stevens-Johnson (SSJ)

mungkin tidak spesifik dan meliputi gejala seperti demam, mata pedih, dan ketidaknyamanan

saat menelan. Biasanya, gejala ini mendahului manifestasi pada kulit dalam beberapa hari.

Awalnya daerah kulit yang terpapar adalah wilayah presternal dari trunkus dan wajah, dan juga

telapak tangan dan kaki. Keterlibatan (eritema dan erosi) dari bukal, alat kelamin, dan/atau

mukosa okular terjadi pada lebih dari 90% pasien, dan dalam beberapa kasus saluran pernapasan

dan traktus gastrointestinalis juga terlibat (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010). .

Biasanya, bagian distal lengan serta kaki relatif terhindar, tetapi lesi dengan cepat dapat

meluas ke seluruh tubuh dalam beberapa hari dan bahkan dalam beberapa jam. Lesi kulit awal

ditandai dengan eritematosa, berwarna merah gelap, makula purpura, berbentuk iregular, yang

semakin lama semakin menyatu. Lesi target atipikal dengan bagian tengah yang gelap sering

8

Page 9: Portofolio TEN

diamati. Penyatuan lesi nekrotik menyebabkan eritema meluas dan menyebar. Tanda Nikolsky,

atau terlepasnya epidermis dengan tekanan lateral, positif pada zona eritematosa. Pada tahap ini,

lesi menjadi rapuh dan dapat menyebar dengan tekanan dan mudah pecah (Valeyrie & Roujeau,

2012; Harr & French 2010). .

Tanda-tanda pada kulit yang disebutkan di atas yang berhubungan dengan keterlibatan

mukosa, merupakan tanda bahaya yang jelas dan dapat dikonfirmasi dengan cepat melalui biopsi

kulit dengan cryosection. Pemeriksaan histologis termasuk analisis imunofluoresensi biopsi kulit

juga penting dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti penyakit autoimun,

bullous fixed drug eruption, eksantematik pustulosis generalisata akut.

Gambar 2.3 Erupsi awal. makula eritematosa merah kehitaman (lesi target atipikal yang datar) yang semakin

menyatu dan menunjukkan perlepasan epidermal (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)

9

Page 10: Portofolio TEN

Gambar 2.4 Erupsi pada fase lebih lanjut. Lepuhan dan pelepasan epidermal memicu erosi luas yang menyatu

(Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)

Gambar 2.5 Nekrosis epidermal lengkap ditandai dengan area erosi yang luas mengingatkan gambaran kulit yang

tersiram air panas (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008).

10

Page 11: Portofolio TEN

Kelainan mata pada awal timbulnya penyakit sering terjadi, bisa berupa konjungtivitis akut,

edema kelopak mata, eritema, krusta dan sekret okular, sampai timbulnya bentuk membran atau

pseudomembran konjungtiva, erosi kornea, dan dalam kasus yang parah dapat menimbulkan

parut pada lesi, symblepharon (adhesi sebagian atau seluruhnya dari palpebral konjungtiva

kelopak mata ke konjungtiva bulbar dari bola mata), pemendekan forniks, dan ulserasi kornea.

Tingkat keparahan manifestasi akut pada mata tidak memprediksi komplikasi akhir (Valeyrie &

Roujeau, 2012; Harr & French 2010).

Pada tahap kedua, terjadi perkembangan yang luas dari pelepasan epidermal. Ketika tidak

ada pelepasan epidermal, pemeriksaan kulit yang lebih rinci harus dilakukan dengan memberi

tekanan mekanis tangensial pada beberapazona eritematosa (tanda Nikolsky). Tanda Nikolsky

positif jika tekanan mekanis memicu pelepasan epidermal, tetapi hal ini tidak spesifik untuk NET

atau SSJ, karena dapat juga menjadi positif pada penyakit kulit bulosa yang merupakan penyakit

autoimun. Tingkat keterlibatan kulit merupakan faktor prognostik utama. Perlu ditekankan

bahwa hanya kulit nekrotik, yang sudah terlepas (misalnya lepuh, erosi) atau kulit yang dilepas

(Nikolsky positif) yang dimasukkan dalam evaluasi keterlibatan kulit.

2. Fase lanjut

Kecacatan merupakan gambaran umum pada fase akhir NET. Berdasarkan studi yang

dilakukan oleh Magina et al., berikut adalah gejala yang ditemukan: hiperpigmentasi dan

hipopigmentasi dari kulit (62,5%), distrofi kuku (37,5%), dan komplikasi pada okular.

Berdasarkan studi dari Yip et al., 50% pasien dengan NET mengalami komplikasi okular akhir

meliputi, mata kering yang parah (46% kasus), trichiasis-kedudukan bulu mata yang tumbuh

kembali ke arah mata, menyentuh kornea atau konjunktiva (16%), symblepharon (14%),

distichiasis–bulu mata yang timbul daripada tempat yang tidak normal pada kelopak mata (14%),

11

Page 12: Portofolio TEN

hilangnya penglihatan (5%), entropion-kelopak mata (biasanya bagian bawah) terlipat

masuk(5%), ankyloblepharon-lekatan tepi bulu mata bagian antara satu sama lain (2%),

lagophthalmos (2%), danulserasi kornea (2%) (Valeyrie & Roujeau, 2012; Harr & French 2010).

2.6 Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Hal yang

terpenting yaitu adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Semua kasus yang dicurigai

NET harus dilakukan biopsi kulit dan hapusan immunofluoresensi harus dipertimbangkan jika

diduga pemphigus / pemphigoid. Laboratorium didapatkan adanya leukositosis, peningkatan

enzim transaminase serum, albuminuria, gangguan fungsi ginjal, dan ketidakseimbangan

elektrolit. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi TBC dan

bronkopneumonia. Pemeriksaan histopatologi, lesi awal menunjukkan apoptosis keratinosit

lapisan suprabasal dan pada lesi lanjut didapatkan adanya nekrosis di seluruh lapisan epidermis,

kecuali stratum korneum, dan terpisahnya lapisan epidermis dan dermis.

Tanda-tanda klinis yang khas pada awalnya meliputi area eritematosa dan makula pucat pada

kulit dimana Nikolsky sign positif dapat ditunjukkan oleh tekanan mekanis pada kulit yang

mengakibatkan pelepasan epidermis dalam beberapa menit hingga beberapa jam ditandai dengan

adanya lecet. Epidermis yang menjadi nekrosis mudah terlepas pada titik tekanan atau pada

trauma geseran menampakkan area terbuka yang luas, merah, kadang-kadang menjalar ke

dermis. Pada area yang lain, masih terdapat epidermis (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al,

2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).

12

Page 13: Portofolio TEN

Gambar 2.6 Klasifikasi NET-SSJ berdasarkan LPB (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008).

Pasien diklasifikasikan dalam satu dari tiga kelompok berdasarkan area total di mana

epidermis dapat terlepas (detachable). Nikolsky positif:

1. Sindrom Steven-Johnson < 10% BSA

2. Sindrom Steven-Johnson / NET overlap : 10 – 30 % BSA

3. NET > 30 % BSA.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang utama dari SSJ/NET adalah penyakit autoimun, termasuk dermatosis

IgA linear dan dermatosis pemphigus paraneoplastik, juga pemfigus vulgaris dan pemfigoid

bulosa, exanthematous pustulosis akut (AGEP), bulla diseminata dari erupsi obat, dan

staphyloccocal scalded skin syndrome (SSSS). SSSS adalah salah satu diferensial diagnosis yang

paling pentingdi masa lalu, tapi saat ini kejadian sudah sangat rendah dengan 0,09 dan 0,13 kasus

per satu juta penduduk per tahun (Harr&French, 2010)

13

Page 14: Portofolio TEN

a. Dermatosis IgA linear

Gambar 2.7 Dermatosis Linear IgA. Annular dan vesikel berkelompok, bulla. Awalnya, lesi tegang,

tetapi menjadi lembek setelah pecah.

b. Dermatosis pemfigus paraneoplastic

Gambar 2.8 Paraneoplastic pemphigus. Erosi parah meliputi hampir seluruh mukosa rongga mulut.

Lesi yang sangat menyakitkan mengganggu asupan makanan yang cukup.

c. Pemfigus vulgaris

14

Page 15: Portofolio TEN

Gambar 2.9 Pemfigus vulgaris. Lesi awal klasik: lembek, mudah pecah, vesikel danbulla pada kulit

tampak normal. Vesikel yang pecah menyebabkan erosi yang kemudian menjadi krusta.

d. Pemfigus bulosa

Gambar 2.10 Pemfigoidbullosa . Beberapa bulla serosa yang tegang terlihat pada kaki dan lengan

seorang laki-laki dengan HIV. Setelah bulla pecah , muncul seperti lembaran berkerut meliputi erosi

seperti yang terlihat di kaki kanan bawah dan pergelangan tangan. Perlepasan lapisan epidermal ini

kemudian memperlihatkan erosi merah terang dan ini akan kemudian ditutupi oleh krusta.

e. Exanthematous pustulosis akut (AGEP)

Gambar 2.11 Erupsi obat Pustular: Pustulosis exanthematous akut (AGEP). Lesi AGEP menunjukkan

beberapa pustula nonfollicular kecil dengan latar belakang eritema difus yang pertama kali muncul di

lipatan besar dan kemudian menutupi seluruh badan dan wajah.

15

Page 16: Portofolio TEN

f. Staphyloccocal scalded skin syndrome (SSSS)

Gambar 2.12 Staphyloccocal scalded skin syndrome. Pada bayi ini, kulit yang terkelupas sangat menyakitkan, terjadi difus eritema diikuti oleh pengelupasan epidermal dan erosi. S. aureustelah

menyebar sampai ke saluran pernafasan dengan perioral

2.8 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan pada stadium akut

Manajemen penatalaksanaan pada NET dalam tahap akut yang pertama-tama adalah

mengevaluasi keparahan dan prognosis penyakit ini, mengidentifikasi dengan cepat dan

segera menghentikan penggunaan obat yang menjadi penyebab timbulnya NET, cepat

memulai pengobatan dan perawatan yang suportif dengan penanganan yang tepat, dan

kemudian terapi khusus dengan menggunakan obat (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al,

2006; French et al, 2012; Ho, 2008).

Evaluasi cepat untuk menentukan tingkat keparahan dan prognosis

16

Page 17: Portofolio TEN

Segera setelah diagnosis SSJ atau NET telah ditetapkan, tingkat keparahan dan

prognosis penyakit harus ditentukan sehingga dapat dengan

cepat menentukan penanganan medis yang tepat untuk pengelolaan tindakan

selanjutnya. Untuk mengevaluasi prognosis pada pasien dengan SSJ / NET, divalidasi

dengan menggunakan SCORTEN sebagai sistem penilaian tingkat keparahan. Hanya

pasien dengan kerusakan kulit ringan dan skor SCORTEN antara 0-1 yang dapat

dirawat bada bangsal umum.Pasien dengan skor SCORTEN 3 atau lebih dari itu harus

dikelola dalam unit perawatan intensif jika memungkinkan.

Penghentian cepat obat yang menjadi penyebab

Penghentian segera obat yang menjadi penyebab harus menjadi prioritas utama

ketika lepuh atau erosi muncul dalam perjalanan dari erupsi obat. Garcia-Doval et al.

telah menunjukkan bahwa obat yang menjadi penyebab dihentikan penggunaannya

dengan segera ketika didiagonosis NET, maka semakin baik prognosis, dan bahwa

pasien yang menggunakan obat yang dicurigai sebagai penyebab dalam jangka panjang,

maka akan meningkatkan risiko kematian yang lebih besar. Untuk mengidentifikasi

obat yang menjadi penyebab maka penting untuk mempertimbangkan kronologi

pemberian obat dan obat-obatan yang dilaporkan mampu menginduksi NET. Kronologi

pemberian obat yang menjadi penyebab, atau waktu antara penggunaan obat pertama

kali dan pengembangan NET, adalah antara 1 dan 4 minggu pada sebagian besar kasus.

2. Terapi Simtomatik

SJS/NET adalah kondisi yang mengancam kehidupan dan karena itu perawatan suportif

merupakan bagian penting dari pendekatan terapi. Studi beberapa pusat penelitian yang

17

Page 18: Portofolio TEN

dilakukan di Amerika Serikat, dan 15 pusat kebakaran regional dengan 199 pasien yang

dirawat, menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup - tergantung dari keparahan

penyakit (nilai APACHE- Acute Physiology And Chronic Health Evaluation- dan TBSA =

Total luas permukaan tubuh) - secara signifikan lebih tinggi di pasien yang dipindahkan atau

dirawat di unit luka bakar dalam waktu 7 hari setelah onset penyakit dibandingkan dengan

pasien dirawat setelah 7 hari (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al,

2012).

Manajemen cairan, elektrolit, respirasi dan infeksi

Sebuah elemen penting dari perawatan suportif adalah manajemen cairan, elektrolit,

respirasi dan infeksi. Cairan intravena harus diberikan untuk mempertahankan output

urine 50 - 80 ml per jam dengan 0,5% NaCl dilengkapi dengan 20 mEq KCl. Terapi

penggantian dini dan agresif yang tepat diperlukan dalam kasus hiponatremia,

hipokalemia atau hipofosfatemia yang cukup sering terjadi. Luka harus diperlakukan

secara konservatif, tanpa debridement kulit yang sering dilakukan di unit luka bakar,

karena kulit yang melepuh itu sebenarnya bertindak sebagai pengganti biologis alami

yang kemungkinan dari situ akan terjadi re-epitelisasi. Harus mengobati luka tanpa

menutupi, dan obat topikal yang mengandung sulfa harus dihindari.

Kehilangan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit harus dimonitor dan diperbaiki.

Jalur perifer lebih dianjurkan daripada pemasangan di pusat, yang memiliki kesempatan

lebih tinggi terhadap infeksi, tetapi akses vena perifer yang baik biasanya sulit untuk

ditemukan. Semua tempat pemasanganharus diperiksa untuk tanda-tanda infeksi setiap

hari dan dua kali seminggu penggantian kateter IV untuk dikultur. Dukungan nutrisi

dengan NGT membantu penyembuhan. Laju pernapasan dan pemantauan oxymeter

18

Page 19: Portofolio TEN

penting dilakukan. Naiknya tingkat urea, glukosa darah di atas 14mm / L dan

neutropenia merupakan faktor prognostik yang tidak menguntungkan dan harus selalu

dipantau.

Sepsis adalah penyebab utama kematian. Kultur harus sering diambil dari erosi kulit,

erosi mukosa, darah dan urin untuk mendapatkan mikrobiologi dan profil kepekaannya.

Tanda-tanda infeksi harus dimonitor dan antibiotik sistemik harus segera diberikan bila

tanda-tanda infeksi (demam atau jatuh suhu tubuh, ketelitian, hipotensi,penurunan

output urin, kegagalan pernapasan, kontrol glikemik yang buruk dan gangguan

kesadaran, dll) terdeteksi. Antibiotik profilaksis kontraindikasi karena ini akan

mendorong munculnya strain resisten.

Perawatan luka dan kontrol penanganan nyeri

Perawatan luka dan kontrol penanganan nyeri luka telaten adalah hal utama untuk

pengelolaan SSJ dan NET. Perawatan luka yang baik mengurangi kemungkinan infeksi

dan rasa sakit. Tidak ada protokol standar pada penutupan luka. Suhu lingkungan dijaga

pada tingkat 28-30 Celcius untuk mencegah hipotermia. Debridement epidermis

nekrotik tidak diperlukan. Kontrol nyeri yang sering adekuat membutuhkan

penanganan dengan analgesia golongan morfin. Depresi pernapasan harus diwaspadai

jika opiat digunakan. Ulserasi mukosa mulut biasa sangat nyeri dan menyakitkan.

Penggunaan Chlorhexidine (produk antiseptik berspektrum luas, tidak mengiritasi, dan

aman untuk kulit) membantu dalam menjaga kebersihan dan parafin putih yang lembut

di bibir mengurangi rasa sakit. Komplikasi pada mata dapat mengakibatkan kebutaan

dan perawatan dokter mata juga diperlukan. Air mata buatan, antibiotik tetes mata

diperlukan.

19

Page 20: Portofolio TEN

3. Terapi Spesifik

Karena pentingnya mekanisme imunologi dan sitotoksik, sejumlah besar terapi

immunosupresif dan / atau anti-inflamasi telah banyak diuji untuk menghentikan

perkembangan penyakit. tidak ada yang jelas terbukti kemanjurannya. Sampai saat ini,

belum ada terapi khusus untuk SJS / NET yang telah menunjukkan keberhasilan dalam uji

klinis terkontrol (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Ho,

2008). Beberapa modalitas pengobatan yang diberikan selain perawatan suportif dilaporkan

dalam literatur sebagai berikut :

Imunoglobulin Intravena (IVIG)

Secara teoritis yang terbaik adalah untuk memberikan IVIG pada masa awal (dalam

waktu 24-72 jam sejak kemunculan bula yang pertama). Usulan untuk menggunakan

IVIG dosis tinggi didasarkan pada demonstrasi bahwa kematian sel mediasi fas dapat

dicegah dengan pemberian anti-fas padamanusia dengan imunoglobulin normal.

Sebagai konsekuensi dari demonstrasi dan temuan potensi anti-Fas dari kumpulan

imunoglobulin intravena manusia (IVIG) in vitro, IVIG telah diuji untuk pengobatan

NET, dan efeknya dilaporkan dalam berbagai penelitian. Pemberian dosis awal yang

tinggi melalui infus (1-2 g / kg / hari selama 3-4 hari pada orang dewasa). Beberapa

studi telah menyarankan dosis yang lebih tinggi dari 3g/kg dosis total yang diberikan

selama 3 hari memiliki efek lebih baik atas dosis rendah 2g/kg dosis total. Namun

mengingat tidak ada efek samping yang merugikan dari IVIG sesuai data yang ada

sampai saat ini, maka penulis berpendapat bahwa imunoglobulin dosis tinggi (3 g / kg

dosis total yang diberikan selama 3-4 hari) harus dipertimbangkan dan dilakukan

20

Page 21: Portofolio TEN

bersamaan dengan perawatan suportif untuk pengobatan NET, mengingat tidak adanya

alternatif terapi spesifik yang telah diuji validitas lainnya.

Kortikosteroid Sistemik

Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversi. Steroid menjadi standar

pengobatan sampai awal 1990-an, meskipun dalam pengujian terbukti tidak terlalu

bermanfaat. Karena itu sampai sekarang pengobatan dengan menggunakan steroid

masih terus menjadi perdebatan. Sebuah penelitian pusat studi terbaru menunjukan

penggunaan kortikosteroid dosis tinggi (dexametason) 40 mg iv / hari yang cepat di

awal mungkin bermanfaat. Di sisi lain, sebuah studi yang dilakukan oleh Schneck et al.,

di Prancis dan juga di Jerman menyimpulkan penggunaan kortikosteroid tidak

menunjukkan dampak yang signifikan dalam hal pencegahan kematian dibandingkan

dengan hanya perawatan secara suportif.

Siklosporin A

Siklosporin, kalsineurin-inhibitor, adalah obat yang efisien dalam transplantasi dan

penyakit autoimun adalah agen imunosupresi yang kuat dan secara teoritis mungkin

berguna dalam pengobatan.

Plasmaparesis atau hemodialisis (HD)

Rasionalnya, penggunaan plasmaparesis atau HD bertujuan agar mengeluarkan obat

yang masih tersisa dalam tubuh karena belum dimetabolisme habis serta mencegah

pelepasan mediator inflamasi sererti sitokin.

2.9 Komplikasi

Infeksi sistemik dan septisemia

Syok dan gagal multi-organ (MODs)

21

Page 22: Portofolio TEN

Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan

cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.

Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini

menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi dan

kekurangan gizi.

Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan

kebutaan.

Infeksi kulit oleh bakteri, scars and nail dystrophy, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi

Adhesi genital dyspareunia, nyeri dan perdarahan

Pneumonia atau respiratory failure (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French

et al, 2012).

2.10 Prognosis

Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika disebabkan alergi

terhadap obat. Kalau kelainan kulit luas, meliputi 50-70% permukaan kulit, prognosisnya buruk.

Luas kulit yang terkena mempengaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan

leukopenia. Angka kematian NET 30-35%, jadi lebih tinggi daripada SindromSteven -Johnson

yang hanya 5 % atau 10-15% pada bentuk transisional, karena NET lebih berat. SCORTEN

merupakan sistem skoring prognostik yang dikembangkan untuk menghubungkan mortalitas

dengan parameter yang terpilih (Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al,

2012).

22

Page 23: Portofolio TEN

Gambar 2.13 Prognosis NET-SJS (SCORTEN) Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008.

23

Page 24: Portofolio TEN

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 53 tahun

Alamat : Jombang

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan swasta

Pendidikan : SD

Status Pernikahan : Sudah menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2015

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis dan Alloanamnesis (istri pasien) dilakukan pada hari Senin, tanggal 24

Agustus 2015 pukul 12.00 WIB di ruang cempaka RSUD Jombang.

3.2.1 Keluhan Utama

Seluruh kulit di tubuhnya mengelupas seperti terbakar.

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh seluruh kulit di tubuhnya mengelupas dan menghitam seperti terbakar sejak

3 hari yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun kepanasan pada kulit tubuh yang

mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh nyeri saat menelan dan mulutnya terasa

24

Page 25: Portofolio TEN

perih. Selain itu, pasien juga mengeluh pandangannya kabur (kabur ketika melihat jarak jauh

atau dekat), mata terasa perih, dan sangat kering. Awalnya (4 hari yang lalu) pasien datang ke

IGD RSUD Jombang dengan keluhan timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir

diseluruh tubuhnya kecuali di daerah kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan

mengelupas, gelembung-gelembung tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di

beberapa daerah seperti wajah gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas,

terlihat kemerahan dan basah serta terasa perih dan panas. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien

mengeluh sakit kepala dan badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang

dibeli di warung tradisional (merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh

demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien

juga mengeluh badannya lemas serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada

kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama

menyebar hampir keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas,

Awalnya ukuran bintik-bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat

yang kemudian menjadi pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah

mengelupas. Oleh keluarga, pasien di bawa ke RS Swasta di Jombang, pasien opname selama 4

hari tetapi pasien merasa tidak ada perubahan sehingga datang sendiri ke RSUD Jombang (tanpa

disertai rujukan). Keluhan lain yang dirasakan sekarang: nafsu makan turun karena nyeri saat

menelan (+), demam (-), mual muntah (-), sesak napas (-), sakit kepala (-), BAK dan BAB (dbn).

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu timbul bercak

kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa merk), tetapi tidak sampai opname.

Riwayat asma/ mengi (disangkal)

25

Page 26: Portofolio TEN

Riwayat rhinitis (disangkal)

Riwayat alergi makanan (disangkal)

Riwayat diabetes mellitus (disangkal)

Riwayat hipertensi (disangkal)

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa (disangkal)

Riwayat asma/ mengi (disangkal)

Riwayat rhinitis (disangkal)

Riwayat alergi makanan (disangkal)

3.2.5 Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Selama opname di RS Swasta di Jombang, pasien mendapat terapi infus, dan obat yang

disuntik (lupa merk).

Sejak 3 bulan terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di warung (sering

berganti merk)

3.2.6 Riwayat Pribadi, Sosial, dan Ekonomi

Pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Pasien tinggal bersama istri dan anaknya.

Pendapatannya cukup untuk makan dan keperluan sehari-hari keluarganya. Pasien berobat

dengan fasilitas umum.

26

Page 27: Portofolio TEN

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit, irama regular, kekuatan cukup

Suhu : 37,4°C

Pernafasan : 22 x/menit

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 90 kg

Status gizi : Overweight

Kepala : Normocephali, rambut hitam beruban, distribusi merata, terdapat

kelainan kulit wajah (sesuai status dermatologis)

Mata : Palpebra superior & inferior membengkak, krusta, makula

eritematosa, konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi

konjungtiva dan lakrimasi.

Telinga : Normotia, sekret purulen (+/+), terdapat kelainan kulit (lihat

status dermatologis)

Hidung : Normal, sekret (-/-),terdapat kelainan kulit (lihat status

dermatologis)

Mulut : Terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

27

Page 28: Portofolio TEN

Thorax

Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris, terdapat

kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi

o Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

o Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung simetris, terdapat kelainan kulit (sesuai status

dermatologikus)

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bising Usus+Normal

Genitalia : (sesuai status dermatologikus)

Ekstremitas atas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,

terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

Ekstremitas bawah : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis,

terdapat kelainan kulit (sesuai status dermatologikus)

28

Page 29: Portofolio TEN

Status Dermatologis:

1. Lokasi : Regio Fasialis

Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah,

makula eritematosa batas tidak tegas, tersebar hamper merata, bentuk

tidak teratur, dan krusta kehitaman. Pada bibir dan regio nasal dijumpai

krusta berwarna kehitaman dan erosi.

2. Lokasi : Regio Colli

Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah, makula

eritematosa batas tegas, dan bentuk tidak teratur.

29

Page 30: Portofolio TEN

3. Lokasi : Regio Thorax Ant/Post dan Abdomen

Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment dengan dasar basah,

makula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur (menyerupai

morbiliform rash), lesi target atipikal, Nikolsky sign (+).

4. Lokasi : Regio extremitas superior

Effoleresensi : dijumpai epidermal detachment, makula eritematosa, batas

tegas, bentuk tidak teratur, dan lesi target atipikal.

30

Page 31: Portofolio TEN

5. Lokasi : Regio Ekstremitas Inferior

Effoleresensi : dijumpai makula eritematosa (menyerupai morbiliform rash),

batas tegas, bentuk tidak teratur, lesi target atipikal, dan tidak dijumpai

erosi.

6. Lokasi : Regio genitalia

Effoleresensi : dijumpai papul eritematosa pada glans penis

31

Page 32: Portofolio TEN

3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 20 Agustus 2015:

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal InterpretasiDiffcount 0/0/60/19/21 1-2/0-1/49-67/25-

33/3-7

Hematokrit 41.3 37-48% N

Hemoglobin 13,3 11.4-17.7 mg/dl N

Leukosit 3.500 4700-10.300 ↓

Trombosit 146.000 150.000-350.000 ↓

Gula Darah Acak 112 <200 mg/dl N

3.5 Resume

Laki-laki, usia 53 tahun, mengeluh seluruh kulit di tubuhnya mengelupas dan menghitam

seperti terbakar sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun kepanasan pada

kulit tubuh yang mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh nyeri saat menelan dan

mulutnya terasa perih. Selain itu, pasien juga mengeluh pandangannya kabur, mata terasa perih,

dan sangat kering. Awalnya (4 hari yang lalu) pasien datang ke IGD RSUD Jombang dengan

keluhan timbul gelembung-gelembung berisi cairan hampir diseluruh tubuhnya kecuali di daerah

kelamin, kulit sekitar gelembung makin kemerahan dan mengelupas, gelembung-gelembung

tersebut ukurannya kira-kira berdiameter 3cm-5cm, di beberapa daerah seperti wajah

gelembung-gelembung ini telah pecah dan kulit nya mengelupas, terlihat kemerahan dan basah

serta terasa perih dan panas. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien mengeluh sakit kepala dan

badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang dibeli di warung tradisional

32

Page 33: Portofolio TEN

(merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh demam, demam yang dirasakan

tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien juga mengeluh badannya

meriang serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan

kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir

keseluruh tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, Awalnya ukuran bintik-

bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat yang kemudian menjadi

pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah mengelupas. Riwayat penyakit

dahulu: dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu timbul bercak

kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa merk), tetapi tidak sampai opname. Riwayat

pengobatan sebelumnya: Sejak 3 bulan terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di

warung (sering berganti merk).

Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran

composmentis, GCS 456. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan: nadi 82x/menit (irama teratur

dan cukup), tekanan darah 130/80mmHg, respiratory rate 22x/menit (pernapasan

thorakoabdominal), dan suhu axilla 37.40C. Pada region oculi dextra/sinistra ditemukan

konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Regio auricular

dextra/sinistra ditemukan sekret purulen. Status generalis lain (dalam batas normal). Status

dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas

superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas,

bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper

merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+). Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi rutin)

ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).

33

Page 34: Portofolio TEN

3.6 Problem List

- Epidermal detachment >30%

- Konjungtivitis

- Trombositopeni

- Leukopeni

3.7 Diagnosis Kerja

Nekrolisis Epidermal Toksik

Diagnosis Banding:

- Sindroma Stevens-Johnson

- Generalized bullous fixed drug eruption

- Pemfigus Vulgaris

- Eritema Multiformis

- SSSS (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)

3.8 Planning Diagnosis

- Pada kasus ini diagnosis NET sudah ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan histopatologi rutin.

- Untuk mencari penyulit: faal hepar, serum elektrolit, analisa gas darah, dan faal ginjal

3.9 Planning Therapy

1. UMUM

Stabilisasi ABCD

Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

34

Page 35: Portofolio TEN

Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD NaCL : Koloid : D5 = 2 : 2 : 1

total pemberian Hari Pertama 9300ml/24jam)

Suhu ruangan dipertahankan 28 – 30 oC cegah hipotermi.

Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi

protein dan rendah garam

Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan

Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis

THT)

2. KHUSUS

Sistemik:

o Inj Dexamethasone IV 4-6 x 5mg/hari

o Inj Ranitidin IV 2x1 amp

o Inj Gentamisin IV 2-3 x 80mg (Sebaiknya antibiotik yang diberikan berdasarkan hasil

kultur kulit, mukosa, dan sputum).

Topikal :

o NaCl 0,9% untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak

o Pengobatan untuk mulut dan bibir: cairan desinfektan dan salep sebagai pelembab

o Pengobatan mata: beri artificial tears dan tetes mata antibiotik.

3.10 Terapi Yang Sudah Diberikan

1.UMUM

Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi

Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD RL: D5 30 tpm)35

Page 36: Portofolio TEN

Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi

protein dan rendah garam

Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan

Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis

THT)

2.KHUSUS

Sistemik:

o Inj Dexamethasone IV 3x1/2 amp

o Inj Ranitidin IV 2x1 amp

o Inj Gentamisin IV 2x1 amp

o Inj Dypen 2x1 amp

Topikal :

o PZ untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak

3.11 Monitoring

- Keadaan Umum

- Vital Sign

- Keluhan Utama

- Keseimbangan cairan dan elektrolit

- Tanda-tanda Sepsis

3.12 Prognosis

Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad fungtionam : Ad bonam

Quo ad sanationam : Ad bonam36

Page 37: Portofolio TEN

Quo ad kosmetikum : Ad bonam

3.13 Edukasi

Menjelaskan definisi, penyebab, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis penyakit

NET kepada pasien dan keluarga pasien.

Menjelaskan bahwa pasien tidak boleh meminum lagi obat yang diduga menjadi

penyebab penyakit NET.

Menjelaskan bahwa pasien harus di rawat di ruang perawatan intensive untuk mencegah

infeksi nosokomial dan agar dapat terus dimonitor.

Menjelaskan pengobatan penyakit ini membutuhkan waktu yang lama sehingga

diperlukan bantuan dari keluarga

3.14 Lampiran SOAP Pasien

Tgl S O A P

Pasien dirawat di Ruang Cempaka20 Agustus 2015

Muncul bintik-bintik di tubuh (+), demam (+), nyeri telan (+), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 102x/menit, RR 24x/menit , TD 180/100 mmHg, Temp 390CStatus generalis: dbnStatus dermatologis: -Hasil dari pemeriksaan penunjang: (hematologi rutin) ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Rawat luka- Diet cair jika tidak bisa personde

37

Page 38: Portofolio TEN

21 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (+), demam (+), nyeri telan (+), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 99x/menit, RR 22x/menit , TD 140/90 mmHg, Temp 380C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

22 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 98x/menit, RR 22x/menit , TD 140/90 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

23 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 100x/menit, RR 21x/menit , TD 130/90 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: -

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

24 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 82x/menit, RR 22x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,40C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis,

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp

38

Page 39: Portofolio TEN

bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).

- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

25 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 90x/menit, RR 24x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

26 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (berkurang), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak

KU: cukup, GCS 456, Nadi 90x/menit, RR 23x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,60C, Status generalis: dbnStatus dermatologis:

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1

39

Page 40: Portofolio TEN

napas (-) pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).

amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

27 Agustus 2015

Masih muncul bintik-bintik di tubuh (+), kulit menghitam dan terkulupas (+), gatal (bertambah), demam (berkurang), nyeri telan (berkurang), sesak napas (-)

KU: cukup, GCS 456, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit , TD 130/80 mmHg, Temp 37,50C, Status generalis: dbnStatus dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen, extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).

SJS-TEN Planning Tx: - IVFD RL:D5- Inj Dexa 3x1/2 amp- Inj Dypen 3x1 amp- Inj Gentamycin 2x80 mg IV- Inj Ranitidin 2x1 amp- Kompres PZ- Diet personde TKTP- Konsul Sp.THTdan Sp.Mata

40

Page 41: Portofolio TEN

28 Agustus 2015

Pasien meninggal dunia Kesadaran menurun,Takikardi, Sianosis+

SJS-TEN -

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis NET (Nekrolisis Epidermal Toksik) berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari identitas, laki-laki, usia 53

tahun. Usia di atas 40 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya NET. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa penyakit ini dapat terjadi pada setiap usia dan terjadi

peningkatan risiko pada usia di atas 40 tahun. Biasanya perempuan lebih banyak (perempuan :

laki-laki sebesar 1,5 : 1). Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

mendukung diagnosis NET yaitu:

4.1 Anamnesa:

o Riwayat pengunaan obat anti nyeri dengan penggunaan terakhir ±1 hari sebelum onset

41

Page 42: Portofolio TEN

penyakit.

o Riwayat perjalanan penyakit sesuai dengan perjalanan NET berupa gejala prodromal

yaitu demam, malaise, dan batuk pilek setelah 24 jam meminum obat anti nyeri.

Selanjutnya timbul timbul bintik-bintik merah pada kulit seperti bruntusan kemerahan,

awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-lama menyebar hampir keseluruh

tubuh, bintik-bintik ini terasa gatal dan badannya terasa panas, Awalnya ukuran bintik-

bintik merah sebesar ujung pentul jaram lalu membesar dengan cepat yang kemudian

menjadi pelentingan berisi cairan berdinding kendur dan beberapa sudah mengelupas.

Pasca 7 hari meminum obat anti nyeri, pasien mengeluh seluruh kulit di tubuhnya

mengelupas dan menghitam seperti terbakar. Pasien tidak merasakan nyeri ataupun

kepanasan pada kulit tubuh yang mengelupas dan menghitam. Pasien hanya mengeluh

nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. Selain itu, pasien juga mengeluh

pandangannya kabur (kabur ketika melihat jarak jauh atau dekat), mata terasa perih, dan

sangat kering. Riwayat penyakit dahulu: dua tahun yang lalu, pasien pernah mengalami

keluhan yang sama yaitu timbul bercak kehitaman setelah minum obat asam urat (lupa

merk), tetapi tidak sampai opname. Riwayat pengobatan sebelumnya: Sejak 3 bulan

terakhir sering minum obat anti nyeri yang di jual di warung (sering berganti merk).

4.2 Pemeriksaan Fisik:

o Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran

composmentis. Pada regio oculi dextra/sinistra ditemukan konjungtiva hiperemis,

sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan lakrimasi. Regio auricular dex/tra.sinistra

ditemukan sekret purulen. Status generalis lain (dalam batas normal). Status

42

Page 43: Portofolio TEN

dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen,

extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula

eritematosa batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi

target atipikal, tersebar hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+).

4.3 Pemeriksaan Penunjang:

o Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi rutin) ditemukan trombositopeni

(146.000) dan leukopeni (3500).

Hal ini sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa pada NET terlihat trias kelainan

berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium dan kelainan mata yang

sebelumnya didahului oleh sindroma prodromal non spesifik (Valeyrie & Roujeau, 2012;

James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010). Trias kelainan tersebut

meliputi:

a. Kelainan kulit

Berupa gambaran makula eritematosa yang menyerupai morbiliform rash,

timbul pada muka, leher, dagu, tubuh, dan ekstrimitas. Vesikel dan bula dijumpai

dan kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Lesi target dan tanda Nikolsky

sign positif sering didapatkan. Kelainan di genitalia juga sering didapat berupa bula

yang hemoragik dan erosi.

b. Kelainan selaput lendir di orifisium

43

Page 44: Portofolio TEN

Kelainan tersering pada mukosa mulut disusul oleh kelainan dilubang alat

genital, lubang hidung, dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat

pecah hingga menjadi erosi yang tertutup pseudomembrane (necrotic epithelium

dan fibrin), ekskoriasi, dan krusta kehitaman. Di bibir kelainan yang sering tampak

adalah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan tersebut menimbulkan kesukaran

makan, bernafas, dan terjadi hipersalivasi.

c. Kelainan Mata

Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa

konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang (ditemukan leukopeni dan trombositopeni), hal

ini juga sesuai dengan teori bahwa gejala atau tanda yang lain dapat menyertai NET

bergantung pada sel sasaran yang dikenai, misalnya akan terjadi leukopenia bila sel

sasarannya leukosit. Dapat terlihat purpura jika trombosit jadi sasarannya (trombositopeni).

Hasil anamnesis menunjukkan diagnosis NET pada pasien ini kemungkinan terjadi akibat

reaksi alergi terhadap obat. Obat anti nyeri yang dinimum pasien kemungkinan memiliki

komponen berupa golongan obat dengan resiko tinggi untuk menyebabkan NET. Golongan

obat yang dapat penyebabkan NET, terbagi menurut resikonya dan tersaji dalam tabel

berikut:

44

Page 45: Portofolio TEN

Gambar 4.1 Daftar Obat Penyebab Epidermal Nekrolisis (Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 2008)

Sedangkan mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya NET belum

diketahui secara pasti. Tetapi, mekanisme imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi

dan interaksi diantara keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya NET. NET ialah

bentuk parah dari SSJ. Sebagian kasus-kasus SSJ berkembang menjadi NET. Imunopatogenesis

yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi immunopatologik mendemonstrasikan

kemunculan dari CD8+ limposit T pada epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan

ciri-ciri sel yang mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase

akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-α, dan Fas-L juga muncul pada lesi kulit

pasien NET. TNF mungkin juga berperan penting. Molekul ini muncul pada lesi epidermis,

cairan lepuh, dan dalam sel mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori

genetika yang juga berperan penting (Djuanda, 2007).

45

Page 46: Portofolio TEN

Gambar 4.2 Patogenesis NET-SJS

Pada penderita NET ditemukan, keratinosit mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu

oleh adanya gangguan detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian

menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang kemudian

menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-α, interferon-γ, IL-18 dan Fas

Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel segera dieliminasi pada tahap awal oleh

fagosit. Namun, pada kondisi seperti NET apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan

fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi nekrosis dan

menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon inflamasi (Harr&French, 2010;

Djuanda, 2007). Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat rendah dan

terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat NET, ditemukan level FasL yang

disajikan oleh kratinosit tinggi dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi

interaksi antara Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas multimerasi dan

mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell akibat apoptosis. Semakin lausnya

apoptosis semakin menyebabkan destruksi epidermis yang luas pula (Harr & French 2010;

Djuanda, 2007).

Epidermal Necrolysis merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri atas Stevens-

Johnson Syndrome, dan Toxic Epidermal Necrolysis. Penyakit dalam kelompok EN dibedakan

46

Page 47: Portofolio TEN

berdasarkan luas area tubuh yang terlibat. Suatu EN disebut sebagai SJS bila luas permukaan

tubuh yang terkena <10%, disebut sebagai TEN bila luas permukaan tubuh yang terkena

>30%, dan disebut SJS-TEN overlap pada keadaan luas permukaan tubuh yang terlibat antara

10 – 30%. Perkiraan luas permukaan tubuh yang terlibat diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 4.3 Diagram ‘role of 9’Sumber: Irwin Richard S., & Rippe James M. 2008. Burn Management, dalam: Irwin and Rippe’s Intensive Care Medicine, 6th Edition. Lippincott Williams and Wilkins. p. – (e- book).

47

Page 48: Portofolio TEN

Gambar 4.4 Berkow Chart for The Estimation of Burn Size

Luas permukaan tubuh yang terlibat pada pasien dapat dihitung menggunakan rumus

perhitungan luas luka bakar. Pada orang dewasa terdapat beberapa cara untuk menghitung

luas permukaan tubuh yang terlibat dalam luka bakar. Role of 9 merupakan cara yang paling

sering digunakan, dengan tambahan ‘age-adjusted burn chart/diagram’ untuk perhitungan

luas permukaan tubuh dengan lebih detail. Luas area tubuh yang terlibat pada NET bukan

hanya dihitung berdasarkan luas denuded area, yaitu dermis yang terkelupas, namun juga

luas denudable area yang ditandai dengan Nikolsky sign (+).

48

Page 49: Portofolio TEN

Maka berdasarkan Berkow chart dan ‘aged adjusted burn diagram’ jumlah persentase

luas area permukaan tubuh yang terlibat adalah

Wajah : 3,5

Leher Ant/Post : 2

Thorax Abd Ant/Post : 26

Lengan Atas D/S : 8

Genitalia : 1

Total : 40,5%

Berdasarkan klasifikasi penentuan diagnosis dalam kelompok penyakit EN yang

digolongkan menurut luas permukaan tubuh yang terlibat, pasien ini terdiagnosis

menderita NET atau Nekrolisis Epidermal Toksik.

Adapun diagnosis banding pada kasus ini, antara lain:

- Sindroma Stevens-Johnson

- Eritema Multiformis

- Generalized bullous fixed drug eruption

- Pemfigus Vulgaris

- SSSS (Staphylococcal Scalded Skin Syndrome)

49

Page 50: Portofolio TEN

Tabel 4.1 Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis (SSJ/NET)

50

Page 51: Portofolio TEN

Tabel 4.2 Perbedaan Pemfigus Vulgaris, FDE, dan SSS

Pemfigus Vulgaris Fixed Drug Eruption SSSS

Lesi - Eritema, vesikel / bula dinding kendur, nikolsky +

- Lesi eritematus soliter / multipel dapat disertai bula - Sembuh " hiperpigmentasi menetap (sulit hilang)

- Eritema mendadak, bula besar berdinding kendur, Nikolsky (+), erosif

Lokasi Kulit kepala, badan, dan mukosa

- Lesi timbul pada tempat yg sama tiap kali obat digunakan - Genitalia (penis) dan bibir >>

muka, leher, ketiak, & lipat paha,

mukosa jarang

Komplikasi Sepsis dan gangguan elektrolit

- Selulitis, pneumonia, septikemia

Gejala

Tambahan

- - Demam, malaise, gelisah , nyeri

Etiologi Autoimun Alergi obat Toksin dari Staphylococcus aureus

grup II faga 52, 55, dan / atau faga 71

Epidemiologi Pria = wanitaDekade 4 dan 5

- Individu atopik- Wanita>> pria

Bayi dan balita > dewasa Pria > wanita (2:1)

Patogenesis IgG terhadap antigen pada permukaan epidermis

Mekanisme imunologik -

Prognosis 10 years survival rate >95%

Prognosis baik Angka kematian anak (1-5%) < dewasa (50-

60%)

51

Page 52: Portofolio TEN

Planning diagnosis pada kasus ini adalah dilakukan pemeriksaan laboratorium (faal ginjal,

faal hepar, analisis gas darah, serum elektrolit) dengan tujuan untuk mengetahui faktor penyulit

(komplikasi dari NET: sepsis, gagal ginjal, pneumonia/respiratory failure). Selain itu, pada

kasus ini diagnosis NET juga sudah dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

fisik, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan histopatologi rutin.

4.4 Penatalaksanaan

Pada kasus ini terapi yang sudah diberikan:

1.UMUM

Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit (IVFD RL: D5 30 tpm)

Early nutritional support pasang nasogastric tube (NGT), diet tinggi kalori tinggi

protein dan rendah garam

Urine Kateter 16Fruntuk mengetahui keseimbangan cairan

Konsultasi dengan dokter spesialis (spesialis kulit kelamin, spesialis mata, dan spesialis

THT)

2.KHUSUS

Sistemik:

o Inj Dexamethasone IV 3x1/2 amp

o Inj Ranitidin IV 2x1 amp

o Inj Gentamisin IV 2x1 amp

o Inj Dypen 2x1 amp

52

Page 53: Portofolio TEN

Topikal :

o PZ untuk kompres mata, bibir, dan kulit yang intak

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa prinsip perapi pada pasien NET terbagi

menjadi terapi simtomatis atau suportif dan terapi spesifik. Terapi suportif bertujuan menjaga

keseimbangan hemodinamik dan mencegah komplikasi berbahaya. Nekrosis dan pengelupasan

epidermis menyebabkan hilangnya cairan tubuh secara signifikan. Wolff et al (2007)

menyarankan terapi cairan pada TEN sesuai dengan terapi cairan pada luka bakar derajat tiga,

sedangkan Valeyrie-Allanore et al (2008) menyebutkan bahwa akibat tidak adanya edema

interstisial pada TEN seperti yang terjadi pada luka bakar, maka terapi cairan yang

dibutuhkan biasanya lebih sedikit dari terapi cairan yang dibutuhkan pasien luka bakar dengan

derajat yang sama. Terapi nonspesifik lainnya dapat berupa antiseptik dan penutupan luka,

antibiotik profilaksis, debridemen, dan pemberian nutrisi dini. Valeyrie-Allanore et al (2008)

menyebutkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan pada pasien

TEN kecuali bila dicurigai terjadi infeksi. Disebutkan pula debridemen tidak berguna pada

pasien TEN karena epidermis yang terkelupas tidak menghalangi reepitelisasi. Pemberian

nutrisi dini dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan menurunkan resiko

translokasi bakteri dari traktus gastrointestinal. Beberapa medikasi spesifik disebutkan dalam

studi potensial untuk menjadi regimen terapi NET. Namun keseluruhan terapi spesifik yang

dianjurkan penggunaannya masih kontroversial. Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi

disebutkan dapat mencegah peningkatan keparahan penyakit pada fase awal. Namun beberapa

studi lainnya menyebutkan penggunaan kortikosteroid dosis tinggi tidak menghentikan

53

Page 54: Portofolio TEN

progresifitas penyakit, berhubungan dengan peningkatan mortalitas, efek samping, dan pada

beberapa kasus berhubungan dengan risiko terjadinya EN.

Prognosis pada kasus ini berdasarkan kriteria SCORTEN yang terdapat pada pasien adalah

(berdasarkan hasil pemeriksaan tanggal 24 Agustus 205):

a. Epidermal detachment 40,5%

b. Usia 53 tahun

c. Pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan bikarbonat serum dan data malignansi

juga tidak diketahui

Sehingga dapat disimpulkan bahwa total nilai SCORTEN = 2, dimana angka mortalitas >12,1%.

Pada kasus ini pasien meninggal dunia pada perawatan hari ke 8, Kematian pasien kemungkinan

terjadi akibat komplikasi dari NET, antara lain:

Infeksi sistemik dan septisemia

Syok dan gagal multi-organ (MODs)

Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan

cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.

Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini

menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi

(Valeyrie & Roujeau, 2012; James et al, 2006; French et al, 2012; Harr & French, 2010).

54

Page 55: Portofolio TEN

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus NET (Nekrolisis Epidermal Toksik) pada seorang laki-laki usia 53

tahun. Telah kami deskripsikan temuan dan pembahasan tentang NET pada kasus tersebut diatas.

Pada pasien tersebut diagnosis NET, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh mengeluh seluruh kulit di tubuhnya

mengelupas dan menghitam seperti terbakar sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh

pandangannya kabur, mata terasa perih, dan sangat kering. Sebelumnya 9 hari yang lalu, pasien

mengeluh sakit kepala dan badan meriang, selanjutnya pasien meminum obat pegel linu yang

dibeli di warung tradisional (merk insane). Setelah 24 jam meminum obat, pasien mengeluh

demam, demam yang dirasakan tidak begitu tinggi, terus menerus, dan tidak pernah turun. Pasien

juga mengeluh badannya meriang serta batuk pilek. Selain itu juga timbul bintik-bintik merah

pada kulit seperti bruntusan kemerahan, awalnya muncul di wajah dan kaki serta tangan, lama-

lama menyebar hampir keseluruh tubuh. Hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum

tampak sakit berat, kesadaran composmentis, GCS 456. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan:

nadi 82x/menit (irama teratur dan cukup), tekanan darah 130/80mmHg, respiratory rate

22x/menit (pernapasan thorakoabdominal), dan suhu axilla 37.40C. Pada region oculi

dextra/sinistra ditemukan konjungtiva hiperemis, sklera hiperemis, injeksi konjungtiva dan

lakrimasi. Status dermatologis: pada regio fasialis, bibir, thorakalis anterior/posterior, abdomen,

extremitas superior/inferior, dan genitalia ditemukan epidermal detachment, macula eritematosa

55

Page 56: Portofolio TEN

batas tegas, bentuk tidak teratur, terdapat bentukan yang menyerupai lesi target atipikal, tersebar

hamper merata, dan dijumpai Nikolsky sign (+). Hasil dari pemeriksaan penunjang (hematologi

rutin) ditemukan trombositopeni (146.000) dan leukopeni (3500).

Telah dilakukan penatalaksanaan sesuai prinsip terapi pada pasien NET yaitu terapi

simtomatis atau suportif dan terapi spesifik. Pada perawatan hari ke-8 (tanggal 28 Agustus

2015), pasien meninggal dunia. Kematian pasien kemungkinan terjadi akibat komplikasi dari

NET.

56

Page 57: Portofolio TEN

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, 2007, Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition.

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, p:163-165.

French LE et al, 2012, Erythema multiforme, Steven Johnsosn Syndrome, and Toxix epidermal

Necrolysis, In: Bolognia Jl. Jorizzo, Schaffer JV penyunting. Dermatology, Elsevier

Saunders, p 319-33

Harr T, French LE, 2010, Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome. OJRD.

5(39):1-7.

Ho H, 2008, Diagnosis and Management of Steven-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal

Necrolysis. The Hongkong Medical Diary, 13(10):18-9

Valeryrie-Allanore L, Roujeau J-C, 2008, Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome and

Toxic Epidermal Necrolysis). In: Goldsmith LA, Katz SI, Wolf K., editors. Fitzpatrick's

Dermatology in General Medicine. 7 ed: McGraw-Hill, p. 349-55.

Wolff Klause, Johnson Richard Allen, Suurmond Dick. 2007. Fizpatrick’s Color Atlas &

Sinopsis of Clinical Dermatomogy, 5th Edition, e-book. The McGraw-Hill Companies.

57