presepsi masyarakatterhadapperan forum ...lib.unnes.ac.id/34115/1/3201414084maria.pdfpresepsi...
TRANSCRIPT
i
PRESEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN FORUM
PENGURANGAN RISIKO BENCANA (FPRB) DALAM MITIGASI
BENCANA GUNUNG API DI DESA NGARGOMULYOKECAMATANDUKUN KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Mira Mufidatur Rahmah
3201414084
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Jangan menunda waktu lagi, cukup sudah memperkeruh masa depan. Tidak ada
ujian yang tidak dapat diselesaikan kecuali tidak kau kerjakan. Karna
sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Q.S Al-Insyirah 5-6)”. (Mira
Mufidatur R)
PERSEMBAHAN
Alhamdulilah atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini saya persembahkan
kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Umar Said dan Ibu Sri Atmiati, yang
telah memberikan dukungan, cinta, kasih, doa dan dukungannya sepanjang
masa . Terimakasih atas kesabaran menunggu dan maaf telah membuat
bapak dan ibu banyak menunda untuk menyaksikan anaknya wisuda.
2. Adik-adikku yang telah memberikan doa, motivasi bahkan membantu
banyak hal dalam skripsi ini. Semoga kalian kelak dapat menjadi orang
yang lebih baik dari saya
3. Almameterku Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial Jurusan
Geografi Pendidikan Geografi, S1.
4. Bidikmisi Universitas Negeri Semarang
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skrippsi dengan judul “Peran
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dalam Mitigasi Bencana Gunung
Api di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang” dalam
rangka menyelesaikan Studi Strata Satu untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Geografi pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan Studi
Strata Satu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, MA, Dekan Fakultas Ilmu sosial Universitas
Negeri Semarrang yang telah mengesahkan skripsi ini.
3. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si, Ketua Jurusan Geografi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan administrasi perijinan
penelitian.
4. Wahyu Setyaningsih, S.T., M.T, dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan pengarahan
dengan penuh kesabaran hingga selesainya skripsi ini.
5. Drs, Sriyono, M.Si., dosen penguji I yang dengan bijak memberi pengarahan
dan masukan dalam skripsi ini.
viii
SARI
Mufidaturrahmah, Mira. 2019. Presepsi Masyarakat terhadap Peran ForumPengurangan Risiko Bencana dalam Mitigasi Bencana Gunung Api di DesaNgargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Skripsi. JurusanGeografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. PembimbingWahyu Setyaningsih, S.T, M.T. 157 halaman.
Kata Kunci: Peran FPRB, Mitigasi, Tanggpan MasyarakatBencana erupsi Merapi memiliki siklus berlangsung sekali dalam 1-5 tahun
dengan masa istirahat 1-2 tahun. Desa Ngargomulyo merupakan salah satu desayang berada di kawasan rawan bencana III Gunung Merapi yang rawan terkenaawan panas dan abu vulkanik, di mana setiap terjadi erupsi Merapi selalumengalami kerugian yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga dibutuhkan tindakanmitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana yang terjadi di masa yang akandatang. Sebagai langkah mitigasi bencana Desa Ngargomulyo membentuk Forum
Pengurangan Risiko Bencana yang kemudian khusus bergerak dalam bidangkebencanaan. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk peranFPRB dalam mitigasi bencana dan menganalisis tanggapan masyarakat tentangperan FPRB dalam mitigasi bencana Gunung Merapi di Desa NgargomulyoKecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Ngargomulyo, yaitusebanyak 834 jiwa kepala keluarga yang tersebar ke dalam 11 dusun di DesaNgargomulyo. Tehnik pengambilan sampel yaitu Propotional Random Samplingdengan jumlah sampel sebesar 83 KK yang tersebar pada 11 dusun. Variabledalam penelitian ini adalah peran FPRB dalam mitigasi dan tanggapan masyarakatmengenai peran FPRB dalam mitigasi. Teknik pengambilan data berupaobservasi, wawancara, angket dan dokumentasi dan teknik analisis datamenggunakan analisis statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini yaitu : a) Peran FPRB dalam mitigasi bencanatersebar dalam 10 sektor yaitu, sektor sekertariat dan pendataan, sektor peringatandini dan komunikasi, sektor evakuasi dan transportasi, sektor kesehatan danPPGD, sektor barak pengungsian, sektor dapur umum, sektor air dan sanitasi,sektor keamanan dan pengawasan, sektor ternak dan sektor pendidikan. b)Tanggapan masyarakat terhadap peran FPRB dalam mitigasi bencana di DesaNgargomulyo adalah 82,49 dengan modus sebesar 85 terdapat pada kategorisangat tinggi. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa peran FPRB dalammitigasi bencana di mata masyarakat sangatlah baik.
Saran peneliti adalah perlu diadakan ulang sosialisasi mengenai kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa
Ngargomulyo kepada masyarakat dan untuk mengikut sertakan masyarakat dalam
setiap kegiatan mitigasi yang dilaksanakan oleh FPRB Desa Ngargomulyo.
ix
ABSTRACT
Mufidaturrahmah, Mira. 2019. Presepsi Masyarakat terhadap Peran ForumPengurangan Risiko Bencana dalam Mitigasi Bencana Gunung Api di DesaNgargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Skripsi. Department ofGeography, Faculty of Social Sciences, Semarang State University. SupervisorWahyu Setyaningsih, S.T, M.T. 157 page.
Keywords: Role of FPRB, Mitigation, Community responses
The disaster of Merapi eruption has not only happened once in a lifetime, buthas a cycle lasting once in 1-5 years with a 1-2 year rest period. Ngargomulyovillage is one of the villages in the disaster prone region III of Mount Merapi,where every Merapi eruption always suffers losses that are not small in number,so disaster mitigation measures are needed to reduce the risk of future disasters.As a disaster mitigation step, Ngargomulyo Village formed a Disaster RiskReduction Forum which was then specifically engaged in disaster management.The purpose of this study was to determine the shape of the role of the FPRB indisaster mitigation and analyze the community's response to the role of the FPRBin disaster mitigation of Mount Merapi in Ngargomulyo Village, Dukun District,Magelang Regency.
Tehnik pengambilan sampel yaitu Propotional Random Sampling denganjumlah sampel sebesar 83 KK yang tersebar pada 11 dusun. Variable dalampenelitian ini adalah peran FPRB dalam mitigasi dan tanggapan masyarakatmengenai peran FPRB dalam mitigasi. Teknik pengambilan data berupaobservasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Teknik analisis datamenggunakan analisis statistik deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasilpenelitian ini yaitu : a) Peran FPRB dalam mitigasi bencana tersebar dalam 10sektor yaitu, sektor sekertariat dan pendataan, sektor peringatan dini dankomunikasi, sektor evakuasi dan transportasi, sektor kesehatan dan PPGD, sektorbarak pengungsian, sektor dapur umum, sektor air dan sanitasi, sektor keamanandan pengawasan, sektor ternak dan sektor pendidikan. b) Tanggapan masyarakatterhadap peran FPRB dalam mitigasi bencana di Desa Ngargomulyo adalah 82,49dengan modus sebesar 85 terdapat pada kategori sangat tinggi. Hal ini secaraumum menunjukkan bahwa peran FPRB dalam mitigasi bencana di matamasyarakat sangatlah baik.
Researcher's suggestion is that there should be a re-socialization of activitiescarried out by the Ngargomulyo Village Disaster Risk Reduction Forum to the
community and to include the community in every mitigation activity carried outby the Ngargomulyo Village FPRB.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………… ii
PENGESAHAN KELULUSAN ………………………………………… iii
PERNYATAAN …………………………………………………………. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………… v
PRAKATA ………………………………………………………………. vii
SARI …………………………………………………………………….. viii
ABSTRACT ……………………………………………………………. ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………... xiii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………….. 6
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………… 6
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………. 7
BAB II TINJUAN PUSTAKA ……………………………………….. 82.1 Deskripsi Teoritis …………………………………….. 8
2.1.1 Peran ……………………………………………. 8
2.1.2 Bencana ………………………………………… 9
2.1.3 Forum Pengurangan Risiko Bencana ………... 11
2.1.4 Mitigasi ………………………………………… 17
2.1.5 Peresepsi ………………………………………… 19
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan……………………… 20
2.3 Kerangka Berpikir …………………………………… 24
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………. 25
3.1 Populasi Penelitiaan …………………………………. 25
3.2 Sampling dan Teknik Pengambilan Sampel ………... 26
xi
3.3 Variabel Penelitian ……………………………………. 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data …………………………… 31
3.5 Uji Validitas Data ……………………………………… 33
3.6 Teknik Analisis Data ………………………………….. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………. 37
4.1 Gamaran Umum ……………………………………….. 37
4.1.1 Administrasi ……………………………………… 37
4.1.2 Penggunaan Lahan ……………………………… 39
4.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi ………………………… 39
4.1.4 Sejarah Kebencanan ……………………………. 41
4.1.5 Profil Responden ………………………………… 43
4.2 Hasil penelitian ………………………………………… 44
4.2.1 Peran Forum Pengurangan Risiko Bencana dalam
Mitigasi …………………………………………… 44
4.2.2 Tanggapan Masyarakat terhadap Peran FPRB …… 58
4.3 Pembahasan …………………………………………….. 68
4.3.1 Peran Forum Pengurangan Risiko Bencana dalam
Mitigasi …………………………………………… 68
4.3.2 Tanggapan Masyarakat terhadap Peran FPRB ….. 80
BAB V PENUTUP ……………………………………………………… 94
5.1 Simpulan ………………………………………………… 94
5.2 Saran …………………………………………………….. 95
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 96
LAMPIRAN ……………………………………………………………... 99
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kisi-kisi Instrumen Penelitian …………………………… 100
Lampiran 2: Hasil Observsi ……………………………………………. 116
Lampiran3 : Keanggotaan FPRB Desa Ngargomulyo ……………….. 109
Lampiran 4: Uji Validitas …………………………………………….. 111
Lampiran 5: Data Responden Penelitian ……………………………… 116
Lampiran 6: Dokumentasi Penelitian …………………………………. 119
Lampiran 7: Surat Izin Penelitian …………………………………….. 120
Lampiran 8: Surat Keterangan Selesai Penelitian ……………………. 121
Lampiran 9: Hasil Wawancar …………………………………………. 122
Lampiran 10: Lembar Angket ………………………………………… 144
Lampiran 11: Peresepsi Masyarakat mengenai Peran FPRB dalam Mitigasi di
Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang ………... 151
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Sruktur FPRB…………………………………………. 15
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir………………………………………… .... 24
Gambar 4.1 Plang Perdes tentang Kebencanan dan lingkungan ……….. 47
Gambar 4.2 Kegiatan Simulasi Evakuasi ……..………………………... 48
Gambar 4.3 Pemasangan Speaker di Pos Ronda ……….………………. 49
Gambar 4.4 Rambu-rambu Evakuasi Desa Ngargomulyo ……...……… 50
Gambar 4.5 Peralatan P3 di Polindes Ngargomulyo ……………………. 51
Gambar 4.6 Gerakan FPRB Bersih Jalur Evakuasi dan saluran air ……… 53
Gambar 4.7 Pos Siaga Bencana ………………………………………….. 54
Gambar 4.8 Pemasangan Peta Jalur Evakuasi …………………………… 57
Gambar 4.9 Pemasangan Peta Kerentanan dan Kapasitas……………….. 58
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Populasi FPRB Desa Ngargomulyo…………………… 25
Tabel 3.2 Jumlah Populasi KK Desa Ngargomulyo ……………………… 26
Tabel 3.3 Tabel Sample Yount …………………………………………………. 27
Tabel 3.4 Sample Penelitian tiap Dusun …………………………………. 28
Tabel 3.5 Variable Penelitian ……………………………………………. 29
Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Peran FPRB ……………………………… 36
Tabel 4.1 Penggunaan Lahan di Desa Ngargomulyo …………………… 39
Tabel 4.2 Usia Responden ……………………………………………….. 43
Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden ……………………………… 44
Tabel 4.4 Kriteria Tanggapan Masyarakat Terhadap Peran FPRB……… 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia mempunyai karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak
pada tiga lempeng aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia
di bagian selatan dan lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempeng aktif
tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga menyebabkan rawan
bencana seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah
longsor (Habibi, 2013). Kabupaten Magelang berada di cekungan sejumlah
rangkaian pegunungan. Pada bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten
Boyolali) terdapat Gunung Merbabu dan Merapi, di bagian barat (perbatasan
dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo) terdapat Gunung
Sumbing, dan di bagian barat daya terdapat rangkaian Pegunungan Menoreh.
Gunung Merapi di Jawa, Indonesia, adalah salah satu yang paling aktif dan
padat penduduk di dunia, dengan lereng bervegetasi yang curam, rumah bagi lebih
dari satu juta orang (S. Jenkins et al., 2000). Gunung Merapi (2968 mdpl ) juga
merupakan gunung api aktif dengan periode erupsi berlangsung sekali dalam 1-5
tahun dengan masa istirahat 1-2 tahun, yang terletak di bagian timur Kabupaten
Magelang. Hal ini menyebabkan Kabupaten Magelang merupakan salah satu
kawasan yang paling sering mengalami dampak aktifitas Merapi. Kejadian
bencana telah mengakibatkan dampak dan risiko yang cukup besar bagi
masyarakat, baik secara material maupun non material. Kehilangan akibat
2
bencana semakin meningkat dan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi berat
bagi kehidupan masyarakat terutama kaum miskin, serta bagi kemajuan
pembangunan yang dicapai suatu daerah (Suharini, 2009: 2).
Erupsi pada tahun 2010 menyebabkan banyak korban jiwa dan merusak aset
pembangunan yang ada, baik yang diakibatkan erupsi maupun dari bencana
ikutan erupsi Gunung Merapi (Ervin F, 2017). Erupsi Merapi tahun 2010 menjadi
bukti dan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat dan pemerintah,
dimana mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Peristiwa ini tidak hanya
terjadi pada tahun 2010 tetapi terjadi juga pada erupsi eksplosif Merapi sebelum –
sebelumnya, yang mulai tercatat pada masa kolonial Belanda yakni pada tahun
1768, 1822, 1849, 1872, 1930, 1931, 1961 dan 2010.
Tercatat dalam surat kabar Republika Selasa, 18 Januari 2011 bahwa
kerusakan dan kerugian akibat letusan Gunung Merapi pada 2010 mencapai 4,23
triliun. Dan secara kewilayahan Kabupaten Magelang menerima sekitar 15 persen
dampak bencana. Terdapat ratusan korban rawat inap dan rawat jalan di pusat-
pusat kesehatan di Kabupaten Magelang. Kerugian baik secara material ataupun
sosial masyarakat yang menjadi korban erupsi Merapi ini bisa disebabkan oleh
kurangnya kesiapsiagaan dan mitigasi bencana. Dilihat dari hampir semua
kerugian material maupun korban bencana bertempat tinggal di Kawasan Rawan
Bencana III. Dimana KRB III ini adalah kawasan yang letaknya dekat dengan
sumber bahaya yang sering terlanda awan panas,aliran lava, guguran batu,
lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. Sehingga kawasan ini tidak diperkenankan
untuk hunian tetap,namun pada kenyataanya di kawasan ini banyak didirikan
3
hunian tetap oleh masyarakat. Berbagai ancaman bencana alam yang datang
tanpa dapat direncanakan tersebut, masyarakat Kabupaten Magelang yang tinggal
di daerah rawan bencana seharusnya mempersiapkan diri menghadapi musibah
dan bencana alam sebagai upaya meminimalisasi jumlah korban. Salah satu
bentuk persiapan adalah mitigasi. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Nurmalita, 2017).
Mengantisipasi kerawanan bencana erupsi Gunung Merapi, masyarakat
menyadari dibutuhkan sebuah organisasi di lingkungan masyarakat yang mampu
memberi informasi untuk melakukan mitigasi bencana pada masa yang akan
datang, maka dibentuklah Forum Pengurangan Risiko Bencana di tingkat desa.
Pembentukan FPRB (Forum Pengurangan Risiko Bencana) yang diprakarsai,
dibentuk dan dikelola secara mandiri oleh masyarakat ini pertama kali di
Kabupaten Magelang adalah di desa Ngargomulyo, dimana merupakan FPRB
pertama yang ada di Kabupaten Magelang yang menginisiasi dibentuknya Forum
PRB di tiga desa lain di Kecamatan Dukun yakni, Desa Sumber, Krinjing, dan
Sengi (Maryoto,2018), yang kemudian oleh perkembangannya waktu lebih
dikenal dengan sebutan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB). Tujuan
dibentuknya FPRB adalah untuk membantu Pemerintah Desa dalam pengurangan
risiko bencana, seperti dengan menghubungkan PRB Desa dengan dinas-dinas
terkait kebencanaan dan membantu mensosialisasikan pengurangan risiko bencana
kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi dampak korban jiwa pada bencana
yang akan datang.
4
Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana ini disahkan dalam surat
keputusan Kepala Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
Nomor : 188.4/02/Kep/II/2013 tahun 2013 dengan berlandaskan hukum Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana Nomor 6.A Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai
Pada Status Keadaan Darurat, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.
Pada erupsi Merapi tahun 2010, masyarakat Desa Ngargomulyo ikut serta
dalam pengungsian menuju tempat evakuasi akhir yang telah disediakan oleh
pemerintah daerah di Kabupaten Magelang bersama desa-desa lain di 3 kecamatan
yang masuk dalam KRB III yakni Kecamatan Dukun, Kecamatan Srumbung dan
Kecamatan Sawanga. Warga di daerah kawasan rawan bahaya Gunung Merapi di
Kabupaten Magelang, yang mengungsi terus bertambah hingga mencapai 70.746
jiwa yang menempati 154 tempat pengungsian (Antara News, 6 November 2011).
Namun demikian, masih ada beberapa desa yang mengungsi di luar Kabupaten
Magelang seperti di Panti Mandala Kota Magelang, maupun di rumah saudaranya
di Temanggung maupun kota-kota lain di sekitar Kabupaten Magelang. Hal ini
bukan dikarenakan kurangnya tempat pengungsian, melainkan kurangnya
kerjasama seperti conto hnya kepada desa desa di wilayah yang aman dari erupsi
5
Merapi, karena masih banyak gedung-gedung yang bisa dimanfaatkan seperti di
balai desa atau gedung-gedung sekolah (Sekda Kab.Magelang dalam Antara
News, 2010).
Sebagai bahan pembelajaran dari erupsi tahun 2010 tersebut, Forum
Pengurangan Risiko Bencana bekerjasama dengan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Magelang dalam melaksanakan program pemerintah
Kabupaten Magelang melalui BPBD yakni Desa Bersaudara/Sister Village.
Dimana konsep dasar dari Desa bersaudara ini adalah adanya kerjasama antara
desa rawan bencana erupsi sebagai asal pengungsi dengan desa di luar kawasan
rawan bencana atau tidak terkena dampak erupsi sebagai tempat pengungsian.
Program Sister Village pertama di Kabupaten Magelang di terapkan di Desa
Ngargomulyo Kecamatan Dukun dengan Desa Tamanagung di Kecamatan
Muntilan. Aktor yang terlibat dalam Program Sister Village antara Desa
Ngargomulyo dengan Desa Tamanagung terdiri dari pemerintah yaitu BPBD
Kabupaten Magelang, kemudian masyarakat yang terdiri dari relawan yang
tergabung dalam FPRB di masing-masing desa serta masyarakat dari kedua desa
tersebut.
Hadirnya FPRB dapat berperan dalam melaksanakan mitigasi bencana
gunung api untuk masa yang akan datang di Desa Ngargomulyo Kecamatan
Dukun Kabupaten Magelang sebagai upaya pengurangan risiko bencana. Karena
tidak dipungkiri bahwa kemungkinan besar Kabupaten Magelang ini akan terkena
dampak bencana lagi ketika suatu saat Merapi mengalami erupsi eksplosif
kembali. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukanlah penelitian dengan
6
menganalisis peran Forum Pengurangan Risiko Bencana Bencana dalam mitigasi
bencana gunung api di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti perlu membatasi
permasalahan yang akan dikaji. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana peran FPRB dalam mitigasi bencana Gunung Merapi di Desa
Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana presepsi masyarakat terkait peran FPRB dalam mitigasi bencana
Gunung Merapi di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ditentukan, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk peran FPRB dalam mitigasi bencana Gunung
Merapi di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
2. Menganalisis presepsi masyarakat tentang peran FPRB dalam mitigasi
bencana Gunung Merapi di Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang
7
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu
geografi khususnya bidang kebencanaan, terutama yang berkaitan dengan
mitigasi bencana gunung api.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber pengetahuan bagi
masyarakat mengenai kebencanaan. Pengetahuan kebencanaan terutama pada
mitigasi bencana gunung api.
3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana evaluasi program
pemerintah daerah dan menjadi sumber dalam pengambilan keputusan terkait
mitigasi bencana. Sehingga sewaktu-waktu terjadi bencana, pemerintah tahu
apa yang harus dilakukan untuk menghadapi bencana tersebut.
4. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sarana evaluasi dan
pengembangan program kebencanaan selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teoretis
2.1.1 Peran
Peran serta masyarakat adalah proses keterlibatan masyarakat dalam
perselengaraan pelaksanaan penanggulangan terencana, terpadu, terkoordinasi dan
menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
ancaman risiko dan dampak bencana (Perka BNPB No.11 Tahun.2014).
Sedangkan masyarakat sendiri merupakan sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi
adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersbut. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang saling tergantung satu sama lain, hidup bersama
dalam satu komunitas yang teratur dan masyarakat yang bersruktur atau organisasi
masyarakat didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
Jadi menurut penjelasan Perka BNPB No.11 Tahun.2014 peran serta
masyarakat adalah proses keterlibatan masyarakat dalam perselenggaraan
pelaksanaan penanggulangan bencana, dimana masyarakat di sini bisa dalam
bentuk individu-individu maupun yang terkumpul dalam satu organisasi
masyarakat seperti halnya Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB).
9
2.1.2 Bencana
Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
(Setyaningsih,dkk,2015).
Macam-macam bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 :
1. Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan,
dan tanah longsor.
2. Bencana non alam ialah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, dan epidemi.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
soaial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.
10
4. Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam
penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran,
kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
Sedangkan menurut (Amhar dan Darmawan, 2007), terdapat tiga jenis
bencana berdasarkan penyebabnya, yaitu sebagai berikut:
1. Bencana Geologis, merupakan bencana yang disebabkan oleh gaya-gaya yang
berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Yang termaksud dalam bencana
geologis adalah, earthquake (gempa bumi), tsunami, volcano, landslide
(longsor)
2. Semua bencana meteorologis saat ini termasuk fenomena alam yang dapat
diprediksi cukup baik setelah ada sistem pemantauan yang terpadu dengan
stasiun pemantau dan satelit cuaca. Bencana meteorologis juga selalu
memiliki interaksi dengan aktivitas manusia (lahan hijau/ lahan resapan air,
drainase, pintu air, pompa). Bencana Meteorologis terdiri dari: Flood (banjir),
Wave (gelombang laut), Wildfire (kebakaran liar), Drought (kekeringan),
Storm (topan).
3. Bencana anthropogenis adalah bencana yang secara langsung muncul karena
kesalahan, kesengajaan atau kelalaian manusia yang berakibat luas pada
lingkungan. Bencana anthropogenis misalnya kerusakan industri (contoh
kerusakan pabrik kimia di Bhopal atau ledakan PLTN di Chernobyl) atau
kecelakaan transportasi (misalnya kebocoran tanker Exxon Waldez di
11
Alaska). Bencana anthropogenis lain yang dapat terjadi misalnya terorisme,
sabotase, kerusuhan dan konflik sosial.
Kemudian dalam siklus hidup managemen bencana alam dan managemen
bencana modern, hanya ada 4 aktivitas yang sangat penting dilakukan, yaitu
mitigasi, kesiapsiagaan, respons dan pemulihan (Alexander,2000 dalam
Kusumasari, 2014).
Sedangkan menurut Arya dalam Nagawa, 2004, membagi manajemen
bencana menjadi dua bagian yakni : Mitigasi (Risiko Analisis, Pencegahan, dan
Kesiapsiagaan) dan Respons (pencarian dan penyelamatan, kemanusiaan bantuan
rehabilitasi dan rekonstruksi). Analisis Risiko mencakup bahaya dan penilaian
kerentanan dan penilaian risiko, Pencegahan meliputi tindakan struktural dan
nonstruktural, dan Kesiapsiagaan termasuk peringatan, perencanaan dan
kebijakan, dll.
2.1.3 Forum Penguranan Risiko Bencana
FPRB merupakan forum masyarakat yang diprakarsai, dibentuk dan dikelola
secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan
atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan/atau menyatakan
kepedulian bersama dalam rangka pengurangan risiko bencana tingkat
desa/kelurahan. Dengan demikian FPRB adalah nama generik sebuah organisasi
masyarakat warga setempat (desa/kelurahan) yang keberadaannya berdasarkan
kebutuhan masyarakat, dipercaya oleh masyarakat, dan mencerminkan
representasi keseluruhan warga desa/kelurahan yang peduli serta memenuhi
kriteria kualitas berdasarkan kriteria kemanusiaan, kapasitas dan kemampuan
12
dalam PRB (Pedoman Pengorganisasian PRB Berbasis Masyarakat : 9 tahun
2010).
Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana ini disahkan dalam surat
keputusan Kepala Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang
NOMOR : 188.4/02/Kep/II/2013 yang mempertimbangkan bahwa wilayah Desa
Ngargomulyo secara geografis masuk dalam Kawasan Rawan Bencana III dengan
kondisi geologis, hidrologis, demografis, sosiografis yang menjadikannya
berpotensi, rawan bencana, baik bencana gunung merapi, bencana alam, bencana
non-alam, maupun bencana sosial yang berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Kemudian bahwa bencana dapat menghambat dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat, pelaksanaan pembangunan dan hasilnya, sehingga
perlu dilakukan upaya penanggulangan secara sistematis, terencana, terkoordinasi,
terpadu, cepat dan tepat. Serta bahwa untuk mengurangi risiko bencana dan
mengembalikan kondisi pasca bencana yang sesuai dengan tatanan nilai
masyarakat diperlukan upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, dan menyeluruh dengan mengoptimalkan semua potensi yang
ada di Desa Ngargomulyo.
Menurut S. Wojowasito (1972:161) bahwa landasan adalah dasar tempat
berpijak atau tempat dimulainya suatu perbuatan. Mengacu ke dalam bahasa
Inggris dalam memahami arti landasan, landasan disebut dengan istilah
(etimologi) foundation, yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi
merupakan bagian terpenting untuk mengawali sesuatu. Sedangkan untuk
pengertian Hukum adalah suatu sistem peraturan yang di dalamnya terdapat
13
norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku
manusia, menjaga ketertiban dan keadilan, serta mencegah terjadinya kekacauan.
Jadi landasan hukum dapat diarikan sebagai dasar suatu peraturan di dalamnya
terdapat norma-norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan
perilaku manusia.
Berikut adalah landasan hukum yang digunakan sebagai dasar pembentukan
Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun
Kabupaten Magelang yang tertera dalam Surat Keputusan Kepala Desa
Ngargomulyo nomor: 188.4/02/Kep/II/2013 :
1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan
Pengelolaan Bantuan Bencana
4. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6.A
Tahun 2011 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai Pada Status
Keadaan Darurat
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa.
Definisi tugas merupakan suatu kegiatan spesifik yang dijalankan dalam
organisasi yaitu menurut John & Mary Miner dalam Moekijat (1998),
menyatakan bahwa “Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang dilakukan
14
untuk suatu tujuan khusus”. Sedangkan menurut Moekijat (1998), “Tugas
adalah suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Tugas
adalah gabungan dari dua unsur (elemen) atau lebih sehingga menjadi suatu
kegiatan yang lengkap”. Berdasarkan definisi tugas di atas, dapat disimpulkan
bahwa tugas adalah kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang paling utama dan rutin
dilakukan oleh para pegawai dalam sebuah organisasi yang memberikan
gambaran tentang ruang lingkup atau kompleksitas jabatan atau organisasi demi
mencapai tujuan tertentu.
Berikut ini adalah tugas-tugas Forum Pengurangan Resiko Bencana Becana
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dalam Surat Keputusan Kepala Desa
Ngargomulyo nomor: 188.4/02/Kep/II/2013 yakni :
1. Mengurangi dampak korban jiwa
2. Mensosialisasikan Pengurangan Resiko Bencana kepada Masyarakat
3. Menghubungkan PRB Desa dengan Dinas terkait
4. Membantu Pemerintah Desa dalam pengurangan risiko Bencana.
Struktur Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Ngargomulyo di bawah
ini terdapat penanggungjawab, ketua, wakil, sekretaris dan bendahara serta 11
seksi yang terdiri dari seksi Sekretariat dan Pendataan, Peringatan Dini dan
Komonikasi, Evakuasi dan Transportasi, Kesehatan dan PPGD, Logistik, Barak
Pengungsian, Dapur Umum, Air dan Sanitasi, Keamanan dan Pengawasan,
Ternak dan pendidikan.
15
USUNAN PENGURUS
FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA (FPRB)
DESA NGARGOMULYO, KECAMATAN DUKUN
Penanggungjawab : Kepala Desa
Penasehat : BPD
Koordinator Umum : Maryoto
Bendahara : B. Longgar
Gambar 2.1 Bagan Sruktur FPRB Desa Ngargomulyo
Tugas FPRB Desa Ngargomulyo, meliputi:
1. Seksi Sekretariat dan Pendataan
Seksi ini bertugas untuk mengumpulkan data kependudukan dari setiap dusun
yang ada di Desa Ngargomulyo.
Penanggungjawab Ketua
Wakil
Sekretaris
Bendahara
Sektor
Evakuasi
dan
Transportasi
Sektor
Sekretariat dan
Pendataan
Sektor
Dapur
Umum
Sektor Barak
Pengungsian
Sektor
Peringatan
Dini dan
Komonikasi
Sektor
Kesehatan
dan Ppgd
SektorAir danSanitasi
Sektor
Keamanan dan
Pengawasan
Sektor
Ternak
SektorPendidikan
16
2. Seksi Peringatan Dini dan Komunikasi
Seksi ini bertugas untuk melakukan sosialisasi kebencanaan dan memberikan
informasi mengenai perkembangan aktifitas gunung api.
3. Seksi Evakuasi dan Transportasi
Seksi ini bertugas pada level 2 atau level siaga untuk mengevakuasi
kelompok rentan dan menyediakan transportasi untuk kegiatan evakuasi.
4. Seksi Kesehatan dan PPGD
Seksi ini bertugas untuk menyediakan posko kesehatan sarana dan
prasarananya serta melakukan cek kondisi warga di barak pengungsian dan
memberi rujukan ke Rumah Sakit.
5. Seksi Barak Pengungsian
Seksi ini bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh
pengungsi di barak pengungsian.
6. Seksi Dapur Umum
Seksi ini bertugas untuk menyiapkan keperluan makan pengungsi maupun
relawan di barak pengungsian.
7. Seksi Air dan Sanitasi
Seksi ini bertugas untuk menyiapkan sarana dan prasarana serta ketersediaan
air dan sanitasi yang dibutuhkan di barak pengungsian.
8. Seksi Keamanan dan Pengawasan
Seksi ini bertugas untuk mengamankan jalannya evakuasi, mengatur jadwal
ronda dan mengamankan tempat evakuasi.
17
9. Seksi Ternak
Seksi ini bertugas untuk melakukan musyawarah dengan masyarakat pemilik
ternak, mendata ternak, mencari kerjasama dengan pihak ketiga tentang
penjualan ternak dan mendata ternak yang menjadi korban.
10. Seksi Pendidika
Seksi ini bertugas untuk melakukan pendataan anak didik yang bersekolah di
Desa Ngargomulyo, menyiapkan guru dan sarana prasarana mengajar darurat
di tempat pengungsian.
2.1.4 Mitigasi
Pengertian mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana). Kemudian kegiatan mitigasi menurut UU Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dilakukan melalui :
a. Pelaksanaan penataan tata ruang
b. Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan dan
c. Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern.
Menurut Perka BNPB nomor 4 tahun 2008, tindakan mitigasi dilihat dari
sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan
mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara
lain adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
18
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian / analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara
lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang,
ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan
pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih
aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana.
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.
19
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat
non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat
struktural (berupa bangunan dan prasarana).
Kemudian terdapat tiga tujuan dari Mitigasi bencana menurut Supriyatin
(2014). Ketiga tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi Resiko Penduduk (korban jiwa dan kerusakan SDM)
2. Meningkatkan Pengetahuan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana
3. Serta sebagai Landasan Perencanaan Pembangunan.
2.1.4 Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi
mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern.
Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun
pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah
kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi
manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi
negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
20
Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan
tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005:
23) menyatakan: “persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau
menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia”.
Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang 11 dianggap relevan dengan
kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
Sehingga dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi merupakan
suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang
terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang berkaitan dengan
variabel-variabel penelitian yang digunakan. Penelitian tersebut diantaranya:
No Penulis Judul Metode
Penelitian
Hasil
1 Febriansyah
Saputra
(2017)
Kesiapsiagaan
Masyarakat dalam
Menghadapi Ancaman
Bencana Erupsi
Gunung Sindoro di
Kecamatan Ngadirejo
Kabupaten
Temanggung
Deskriptif
dengan
pendekatn
kuantitatif.
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan masyarakat
tentang bencana erupsi sudah
tinggi dengan rata-rata skor
67,63% dan sikap
kesiapsiagaan masyarakat
sudah baik dengan rata-rata
skor 81,19%. Sehingga dari
pengetahuan yang dimiliki dan
sikap yang sudah baik,
didapatkan tingkat
kesiapsiagaan masyarakat
ditinjau dari parameter
21
pengetahuan dan sikap
memiliki indeks 78,48% atau
“siap” artinya masyarakat
sudah paham situasi dan
karakteristik bencana yang
mengancam dan mampu
menentukan sikap antisipasi
melalui berbagai upaya
kesiapsiagaan dalam
menghadapi ancaman bencana
erupsi Gunung Sindoro.
2 Amni
Zarkasyi
Rahman
(2015)
Kajian Mitigasi
Bencana Tanah
Longsor di Kabupaten
Banjarnegara
Deskriptif
dengan
pendekatan
kualitatif.
Hasil kesimpulan dari
penelitian ini adalah mitigasi
bencana tanah longsor di
Kabupaten Banjarnegara
dilakukan secara struktural
maupun non struktural.
Mitigasi struktural dilakukan
dengan penyusunan data base
daerah potensi bahaya dan
pemasangan Early Warning
System (EWS). Mitigasi non
struktural dilakukan dengan
pemberian informasi,
sosialisasi serta pelatihan dan
simulasi bencana. Upaya yang
telah dilakukan untuk
meningkatakan efektifitas
mitigasi bencana adalah
dengan pembentukan
masyarakat tangguh serta
desa tangguh bencana.
3 Habibullah,
dkk (2013)
Kebijakan
Penanggulangan
Bencana Berbasis
Komunitas: Kampung
Siaga Bencana dan
Desa/Kelurahan
Deskriptif
dengan
pendekatan
kualiatatif
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan perbedaan antara
Peraturan Menteri Sosial RI
Nomor 128 Tahun 2011
Tentang Kampung Siaga
Bencana dengan Peraturan
Kepala Badan Nasional
22
Tangguh Bencana Penanggulangan Bencana
Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Desa/Kelurahan Tangguh
Bencana dimana Kementerian
Sosial RI tidak hanya sebagai
pembuat kebijakan akan tetapi
juga melaksanakan fasilitasi
langsung pembentukan
kelembagaan kampung siaga
bencana. Konsep kampong
pada kampong siaga bencana
cenderung pada merek
program bukan kampong
sebagai wilayah sedangkan
pada desa/kelurahan tangguh
bencana merupakan konsep
kewilayahan desa/kelurahan itu
sendiri. Tujuan dari kampung
siaga bencana cenderung lebih
kompleks yaitu memberikan
pemahaman dan kesadaran
masyarakat, membentuk
jejaring dan memperkuat
interaksi social,
mengorganisasikan, menjamin
kesinambungan,
mengoptimalkan potensi dan
sumberdaya sedangkan pada
desa/kelurahan tangguh
bencana lebih cenderung
sebagai upaya peningkatan
penanggulangan berbasis
komunitas.
4 Cholid
Handriyana
(2017)
Peran Forum
Pengurangan Risiko
Bencana Desa
Pesawahan Kabupaten
Garut Jawa Barat
Deskriptif
dengan
endekatan
kualitatif
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Forum
Pengurangan Risiko Bencana
Desa Pesawahan melakukan
serangkaian kegiatan-kegiatan
kesiapsiagaan untuk
23
menciptakan kesiapsiagaan
bencana seperti melakukan
sosialisasi dan pelatihan,
membuat kebijakan dan
perencanaan untuk merespon
keadaan darurat, membuat
sistem peringatan bencana dan
memobilisasi sumberdaya.
5 Ika Ayu
Setyoningsi
h (2018)
Peran Forum
Pengurangan Risiko
Bencana (FPRB)
dalam Meningkatkan
Kesiapsiagaan
Masyarakat di Desa
Tangguh Bencana
(Destana) Gemawang,
Kecamatan Jambu,
Kabupten Semarang
Deskriptif
dengan
pendekatan
kualitatif
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Forum
Pengurangan Risiko Bencana
Desa Gemawang melakukan
serangkaian kegiatan-kegiatan
kesiapsiagaan untuk
menciptakan kesiapsiagaan
bencana seperti melakukan
sosialisasi dan pelatihan,
membuat kebijakan dan
perencanaan untuk merespon
keadaan darurat, membuat
sistem peringatan bencana dan
memobilisasi sumberdaya.
24
2.3 Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian
Erupsi Merapi terjadi lebih dari sekali dan memiliki periode erupsi
1-5 tahun sekali dengan masa istirahat 1-2 tahun
Bencana erupsi Merapi menyebabkan kerugian material maupun
non material masyarakat Kabupate Magelang
Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana
sebagai upaya mitigasi bencana erupsi Gunung
Merapi
Kesadaran masyarakat akan dibutuhkannya forum
masyarakat yang bergerak di bidang pengurangan
risiko bencana.
Pelaksanaan kegiatan oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana
(FPRB) dalam mitigasi bencana gunung api Desa Ngargomulyo
Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
Tanggapan Masyarakat Tentang Peran Forum Pengurangan Risiko
Bencana (FPRB) dalam melakukan mitigasi bencana gunung api
Desa Ngargomulyo Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.
94
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa:
a. Peran Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) dalam mitigasi bencana di
Desa Ngargomulyo terdiri dari 10 Sektor yang berada di Forum Pengurangan
Risiko Bencana yaitu, Sektor Sekertariat dan Pendataan, Sektor Peringatan
Dini dan Komunikasi, Sektor Evakuasi dan Transportasi, Sektor Kesehatan
dan PPGD, Sektor Barak Pengungsian, Sektor Dapur Umum, Sektor Air dan
Sanitasi, Sektor Keamanan dan Pengaasan, Sektor Ternak dan Sektor
Pendidikan. Dimana masing-masing sektor memiliki peran tersendiri dalam
proses mitigasi bencana di Desa Ngargomulyo. Dalam setiap peran yang
dilakukan oleh sektor-sektor FPRB dalam bentuk kegiatan, bertujuan untuk
mengurangi resiko bencana yang ada di Desa Ngargomulyo dan sebisa
mungkin melibatkan masyarakat di dalamnya. Setiap kegiatan mitigasi yang
dilakukan oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana berjalan dengan baik
meskipun terdapat beberapa kekurangan di dalamnya.
b. Presepsi masyarakat terhadap peran FPRB dalam mitigasi bencana menurut
rata-rata skor tanggapan masyarakat terhadap peran FPRB adalah 82,49
dengan modus sebesar 85 sehingga dapat dikakategorikan bahwa tanggapan
masyarakat terhadap peran FPRB di Desa Ngargomulyo adalah tinggi. Hal ini
menunjukkan peran FPRB dalam mitigasi bencana di Desa Ngargomulyo
95
sangat baik menurut masyarakat. Meskipun masih terdapat beberapa kegiatan
yang belum banyak mengikut sertakan masyarakat di dalamnya sehingga
membuat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai beberapa kegiatan
tersebut.
5.2 Saran
Perlu diadakan ulang sosialisasi mengenai kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Ngargomulyo
kepada masyarakat Ngargomulyo. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang kegiatan mitigasi yang dilaksanakan oleh FPRB
Desa Ngargomulyo. Dan diperlukan pula untuk mengikut sertakan masyarakat
dalam setiap kegiatan mitigasi yang dilaksanakan oleh FPRB Desa Ngargomulyo
mengingat bahwa Forum Pengurangan Risiko Bencana merupakan forum berbasis
masyarakat di Desa Ngargomulyo.
96
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bakornas PB. 2007. Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasi di
Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
BNPB. 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana.
Jakarta: BNPB.
C. Bignami et al. 2013. Pyroclastic Density Curren Volume Estimation after the
2010 Merapi Volcano Eruption Usig X-band Sar. Journal of Volcanology and
Geothermal Research. No. xxx. Hal. xxx-xxx.
Ervin, Akhmad, Apik Budi Santoso, dan Juhadi. 2017. Pelaksanaan Program
Siaga Bencana di Sekolah Menengah Pertama pada Kawasan Rawan
Bencana. Jurnal Edu Geography. Vol. 5 No. 3 Hal. 87-94.
F. Lavigni et al. 2000. Lahar at Merapi Volcano, Centar Java: an Overview.
Journal of Volcanology and Geothermal Research. No. 100. Hal. 423-456.
Habibullah, dkk. 2013. Kebijakan Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas:
Kampung Siaga Bencana dan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Jurnal
Informasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial RI.
Vol. 18 No. 2 Hal. 133-149.
Habibi, Marbruno dan Imam Buchori. 2013. Model Spasial Kerentanan Sosial
Ekonomi dan Kelembagaan Terhadab Bencana Gunung Merapi. Jurnal
Tehnik PWK. Vol. 2 No. 1 Hal. 1-10.
Handriyana, Cholid. 2017. Peran Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa
Pesawahan Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
Vol. 18 No. 1 Hal 48-58.
Jousset et al. 2013. Merapi Eruption. Journal of Volcanology and Geothermal
Research. No. 216. Hal. 1-388.
97
Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Pedoman Pengorganisasian Pengurangan
Resiko Bencana Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Nasional Management
Consultan.
Kusumasari, Bevaola. 2014. Managemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah
Lokal. Yogyakarta : Penerbit Gava Media.
Nakagawa, Yuko dan Rajib Shaw. 2004. Social Capital: A Missing Link to
Disaster Recovery. Jepang: United Nations Center for Regional
Development.
S. Jenkins et al. 2013. The Merapi 2010 Eruption: An Interdiciplinary Impact
Assassment Methodology for Studying Pyroclastic Density Current Dynamic.
Journal of Volcanology and Geothermal Research. No. 261. Hal. 316-329.
Saputra, Febriansyah. 2017. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Ancaman Bencana Erupsi Gunung Sindoro di Kecamatan Ngadirejo
Kabupaten Temanggung. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Setyoningsih, Ika Ayu. 2018. Peran Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB)
dalm Meningkatkan Kesiapsiagaan Msyarakat di Desa Tangguh Bencana
(Destana) Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupten Semarang. Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Setyaningsih, Wahyu dan Ariyani Indrayati. 2015. Kesiapan SMP Negeri 41
Semarang untuk Berkomitmen dan Sistematik Menginternalisasikan Nilai
Lingkungan dan Sikap Kesiapsiagaan Bencana (SWALIBA). Jurnal
Geografi. Vol. 12 No. 2 Hal. 124-221.
Suharini, Erni, Dewi Liesnoor Setiawati, dan Edi Kurniawan. 2015. Pembelajaran
Kebencanaan bagi Masyarakat di Daerah Rawan Bencana Banjir DAS
Beringin Kota Semarang. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial. Vol. 42 No. 2 Hal.
184-195.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
98
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Undang – Undang Repubik Indonesia. 2007. Penanggulangan Bencana.
Zamroni, Imam. 2011. Islam dan Kearifan Lokal dalam Penanggulangan Bencana
di Jawa. Jurnal Penanggulangan Bencana. Vol.2. No. 1. Hal. 1-10.
Zarkasyi Rahman, Amni. 2015. Kajian Mitigasi Bencana Tanah Longsor di
Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Managemen dan Kebijakan Publik. Vol. 1
No. 1 Hal. 1-14.