preskes rm
TRANSCRIPT
SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN DENGAN TETRAPARESE SPASTIK,
HEMIHIPOESTESI DEXTRA, DAN DISARTRIA ec SUSPEK SOP
(SPACE OCCUPYING PROCESS) DENGAN NEUROFIBROMA
Oleh
Marwan Sofyan
G9911112092
Pembimbing :
DR. dr. Noer Rachma, Sp.KFR
dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes
dr. Desy Kurniawati Tandyo, Sp.KFR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Klemboran 03/03 Baturan
Status : Belum menikah
Masuk rumah Sakit : 18 Oktober 2012
Tanggal Periksa : 19 Oktober 2012
No RM : 964882
B. Keluhan Utama
Keempat anggota gerak terasa kaku
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan kaku pada keempat anggota gerak sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Kaku terutama dirasakan pada kedua
tungkai yang menyebabkan pasien tidak bisa berjalan. Kaku tidak
berkurang dengan istirahat. Sebelumnya, 2 tahun yang lalu pasien
merasakan keempat anggota gerak terasa lemah. Oleh keluarga pasien
dibawa ke RS Dr. Oen dan dilakukan pemeriksaan MRI, kemudian
disarankan untuk mondok namun pasien menolak. Sejak saat itu pasien
merasakan semakin lemah dan akhirnya kedua tungkai tidak bisa
digerakkan sama sekali. Bicara pelo (+), nyeri kepala progresif (-),
kejang (-), penurunan kesadaran (-), pandangan kabur (-). BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Mondok : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi
Riwayat Merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang laki-laki belum menikah yang sudah bekerja
tetapi masih tinggal bersama kakak. Pasien memiliki usaha menjual
bensin. Saat ini pasien dirawat di RSDM dengan fasilitas Jamkesmas.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/ menit, isi cukup, irama teratur
Respirasi : 20 x/menit, irama teratur, tipe thoracoabdominal
Suhu : 36,30C per aksiler
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-),
tampak nodul diseluruh tubuh dengan ukuran bervariasi, tidak nyeri,
terdapat gambaran cafe au lait
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
tidak beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-)
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi
(-)
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+3), limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-)
J. Thoraks
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru-paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ), RBH (-), RBK
(-)
K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-),
lordosis(-)
Palpasi : nodul (+), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), bruit (-), hepar dan lien tidak teraba
M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
N. Status Psikiatri
Tidak dilakukan pemeriksaan
O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : IV line, DC
- -- -
- -- -
Fungsi Sensorik :
Fungsi motorik dan reflek
Tonus
Reflek fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps +3 +3
Triceps +3 +3
Patella +3 +3
Achilles +3 +3
Reflek patologis
Dextra Sinistra
Hoffman-Trommer + +
Babinsky + +
Chaddock + +
Oppenheim - -
Schaeffer - -
Mandel-Bechtrew - -
Gordon - -
Rosolimo - -
Nervi craniales
N.III : Reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3/3)mm
N.VII : Parese (D) UMN
N.XII : Parese (D) UMN
N
N
Range of Motion (ROM)
NECKROM
Aktif Pasif
Flexi 0 – 700 0 – 700
Extensi 0 – 400 0 – 400
Lateral bend 0 – 600 0 – 600
Rotasi 0 – 900 0 – 900
EKSTREMITAS SUPERIOR
ROM AKTIF ROM PASIF
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-180 0-180 0-180 0-180Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30Abduksi 0-150 0-150 0-150 0-150Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75External Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Elbow Fleksi 0-135 0-135 0-135 0-135Ekstensi 135-180 135-180 135-180 135-180Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Wrist Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70Ulnar deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30Radius deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Finger MCP I fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90MCP II-IV fleksi
0-90 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90PIP II-V fleksi 0-100 0-100 0-100 0-100MCP I ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30
EKSTREMITASINFERIOR
ROM AKTIF ROM PASIF
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0 0 0 0Ekstensi 0 0 0 0Abduksi 0 0 0 0Adduksi 0 0 0 0Eksorotasi 0 0 0 0Endorotasi 0 0 0 0
Knee Fleksi 0 0 0 0Ekstensi 0 0 0 0
Ankle Dorsofleksi 0 0 0 0-40Plantarfleksi 0 0 0 0-40
Manual Muscle Testing (MMT)
NECK Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 4
Ekstensor : 4
Ekstremitas Superior Dextra SinistraShoulder Fleksor M Deltoideus anterior 4 4
M Biseps 4 4Ekstensor M Deltoideus anterior 4 4
M Teres mayor 4 4Abduktor M Deltoideus 4 4
M Biceps 4 4Adduktor M Lattissimus dorsi 4 4
M Pectoralis mayor 4 4Internal Rotasi
M Lattissimus dorsi 4 4M Pectoralis mayor 4 4
Eksternal Rotasi
M Teres mayor 4 4M Infra supinatus 4 4
Elbow Fleksor M Biceps 4 4M Brachialis 4 4
Ekstensor M Triceps 4 4Supinator M Supinator 4 4Pronator M Pronator teres 4
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis
4 4
Ekstensor M Ekstensor digitorum
4 4
Abduktor M Ekstensor carpi radialis
4 4
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris
4 4
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 4 4Ekstensor M Ekstensor
digitorum4 4
Ekstremitas inferior Dextra SinistraHip Fleksor M Psoas mayor 1 1
Ekstensor M Gluteus maksimus 1 1Abduktor M Gluteus medius 1 1Adduktor M Adduktor longus 1 1
Knee Fleksor Harmstring muscle 1 1Ekstensor Quadriceps femoris 1 1
Ankle Fleksor M Tibialis 1 1Ekstensor M Soleus 1 1
Status Ambulasi
Indeks Barthel
Activity Score
Feeding
0 = unable
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
5
Bathing
0 = dependen
5 = independen (atau menggunakan shower)
0
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
0
Dressing
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian
0
pekerjaan sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan
pita, dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)
5 = occasional accident
10 = kontinensia
0
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu
menangani sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
0
Toilet use
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
0
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
0
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50
yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
0
Stairs
0 = unable
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
0
Total (0-100) 0
Klasifikasi Indeks Barthel:
0-20 : Totally dependent
21-60 : Severely dependent
61-90 : Moderate dependent
91-99 : Mild dependent
100 : Independent
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Hb : 13,8 g/dl
Hct : 41 %
AE : 4,74 juta/ul
AL : 7,2 ribu/ul
AT : 306 ribu/ul
GD : A
GDS : 97 mg/dl
Ureum : 18 mg/dl
Creatinin : 0,7 mg/dl
Na : 137 mmol/L
K : 3,9 mmol/L
Cl : 103 mmol/L
Pemeriksaan Radiologi
Thoraco Lumbal Ap/Lat
- Alignment baik, curve normal
- Trabekulasi tulang normal
- Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
- Corpus, pedicle, dan spatium intervebral tak tampak kelainan
Cervical Ap/Lat
- Alignment baik, curve melurus
- Trabekulasi tulang normal
- Lipping VC 2-5, pedicle dan spatium intervertebralis tak tampak
kelainan
- Tak tampak destruksi/erosi tulang
- Tak tampak paravertebral soft tissue mass/swelling
Kesan : Foto thoracolumbal tak ampak kelainan
Paracervical muscle spasm
CT scan
Tak tampak lesi hipo/hiperdens
Sistem ventrikel baik, sulcus, gyrus baik
Tak tampak kalsifikasi abnormal
Kesan CT scan tak tampak kelainan
IV. ASSESMENT
Klinis : Tetraparese spastik, hemihipoestesia dextra, disartria
Topis : Vertebra cervical
Hemisfer cerebri sinistra
Etiologi : Suspek SOP dengan neurofibroma
V. DAFTAR MASALAH
Problem Medis : Tetraparesis
Hemihipoestesi
Disartria
Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Pasien tidak dapat menggerakkan anggota gerak
(kelemahan spastic)
2. Terapi wicara : gangguan dalam artikulasi (bicara pelo)
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik
4. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Ortesa-protesa : Keterbatasan mobilisasi
6. Psikologi : Beban pikiran karena kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1. O2 2 lpm (k/p)
2. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
3. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Injeksi vit B1 1 amp/12 jam
5. Injeksi Dexametason 1amp/6 jam
Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
a. Stretching exercise sendi yang kaku
b. Strengthening exercise untuk melatih kekuatan otot dan
mencegah atropi otot-otot
c. Positioning dan turning (rubah posisi tiap 2 jam) untuk cegah
ulkus dekubitus
d. ROM exercise aktif dan pasif
2. Terapi wicara : merangsang komunikasi
tanpa tekanan dan berangsur-angsur membimbing pasien untuk
memberikan respon
3. Okupasi terapi : melatih keterampilan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : meninjau kondisi lingkungan rumah pasien dan
memfasilitasi keluarga jika membutuhkan bantuan finansial
5. Ortesa-Protesa : memfasilitasi ambulasi
dengan penggunaan walker
6. Psikologi :
a. Memberikan dukungan mental dan konseling pada pasien
untuk tidak menyerah dan putus asa dalam menghadapi
penyakitnya.
b. Memberi motivasi pasien untuk konsisten melaksanakan
program rehabilitasi
VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
Impairment : Tetraparesis, Hemihipoestesi, Disartria
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak
Handicap : Keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari dan kegiatan sosial
yang terhambat
VIII. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga
mempersingkat waktu perawatan
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan
handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise
IX. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. SUSUNAN NEUROMUSKULAR
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan
lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan
saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya
untuk geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower
motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal
dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam
tubuh seseorang.
Dari otak, medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung
dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis
terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke
ekstremitas, badan, organ-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula
spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus
ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang
raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).
2. TETRAPARESE
Kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu
kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu
disebut dengan parese. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas
bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota
gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan
otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra
cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit
otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi
motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas
pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury)
atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau tumor).
Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetraparese
spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN),
sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese
flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN),
sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan neuromuscular, yaitu adanya
lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik.
Kerusakan susunan neuromuskular baik kerusakan pada upper motor
neuron (UMN) atau kerusakan pada lower motor neuron (LMN) atau kerusakan
pada keduanya. Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan
adanya lesi medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan kerusakan pada
lower motor neuron (LMN) dapat mengenai motor neuron, radiks dan saraf
perifer, maupun pada otot itu sendiri. Jika kerusakan mengenai Upper motor
neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN) maka lesinya pada Low cervical
cord.
Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada
penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain
Barre (SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau tumor di medula spinalis.
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan
dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih
dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas
tidaknya kerusakan 6.
Etiologi Tetraparese
Tabel 1. Penyebab umun dari tetraparesis.
- Complete/incomplete transection of cord with fracture
Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord
syndrome
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Poliomyelitis
Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya 4:
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau
hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron
(UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan
yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena
adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar,
atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini
berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang
berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada
keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah
ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
- Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal
lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot
bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis
pada tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor
Neuron (UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian
otot-otot kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom
C8, lalu otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan
menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastik 5.
- Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap
lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang
berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN).
Motorneuron berkelompok di kornu anterior dan dapat mengalami
gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius,
sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom
lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di
substantia grisea sentralis. Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi,
misalnya poliomielitis. Pada umumnya motorneuron-motorneuron yang rusak
didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah
anggota gerak 1.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian
proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot
kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan
pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.
Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah
polineuropati .
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi
herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat
menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal
lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim
kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini
kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa
enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui .
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah
terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak 1.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
Kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut:
Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
Region Muscle Groups Myotomes
Upper cervical region Shoulder abduction, elbow flexion, elbow
extension
C5-C7
Lower cervical region Wrist flexion, wrist extension, extension of
fingers, flexion of fingers, spreading of
fingers, abduction
of thumb, adduction of thumb, and
opposition of thumb
C8-Th1
Upper lumbosacral
region
Hip flexion, hip adduction, knee extension,
hip extension, hip abduction
L1-L3
Lower lumbosacral
region
Knee flexion, plantar flexion of foot,
flexion of toes, dorsiflexion of foot,
extension of toes
L4-S1
Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma
hiperekstensi. Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis
cervicalis. Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen
servikal, terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh
adanya kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau
material diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah
bagian dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada
Central Cord Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat
mengalami nekrosis traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat
meluas sampai 1-2 segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera.
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih
prominen pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe
UMN). Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada
ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas
neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula
spinalis C6 dengan ciri LMN.
Gangguan yang Dapat Menyebabkan Tetraparese
a. Penyakit infeksi (e.c Poliomielitis)
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang
mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal
atas maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah.
Pada umumnya kelompok motorneuron di segmen-segmen intumesensia servikal
dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan bermula pada
akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda kelumpuhan LMN
adalah ekstremitas.
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada
beberapa saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa
menyebabkan polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa
bakteri (misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa
melukai saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih
jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung ke
dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangan gizi
dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit
yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal
ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik
cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan atau tahun) dan
biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut
dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang
juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis
utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron
dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan
timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf
perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada
medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di
negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-
tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis
(sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan,
namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang
diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda
proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering
dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian
bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit
sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak
dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.
Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian
distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian
proksimal.
d. Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot
skelet menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena
sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik
neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada
neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan pada
otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan tungkai,
perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria.
e. Tumor
Beberapa tumor yang menyerang medula spinalis juga dapat menyebabkan
penekanan pada saraf dan akhirnya menyebabkan kelumpuhan/tetraparese.
Termasuk tumor saraf yang tersering ditemukan adalah neurofibroma.
Pencegahan Komplikasi Pada Imobilisasi yang Lama
1. Kelemahan Otot dan Atrofi Otot
Pencegahannya:
a. Stretching exercise sendi yang kaku
b. Strengthening exercise
2. Ulkus Dekubitus
Pencegahannya:
- Posisi baring yang benar
- Mengubah posisi baru tiap 2 jam
- Nutrisi yang baik
- Massage dan pemberian talk
- Pemeliharaan tetap kering dan bersih
3. Kontraktur
Pasif atau aktif ROM Exercise membantu mencegah kontraktur jaringan
lunak dan dilakukan 2 kali sehari. Jika terjadi kontraktur dapat dibantu
dengan memberi tekanan ringan dan stretching.
4. Gangguan Fungsi Kardiovaskular dan Pulmo
Pencegahan pada hipotensi ortostatik yaitu dengan elevasi kaki, jangan
berdiri mendadak, latihan gerak kaki dan tungkai, ubah posisi tiap 2 jam
termasuk ke posisi gerak untuk menghindari terjadinya hipostatik pneumonia.
5. Deteriorasi Psikologis (Kemunduran Fungsi-Fungsi Psikologis)
Dicegah dengan sesegera mungkin dilakukan aktivitas yang mampu
dilakukan dan dorongan keluarga serta lingkungan secara optimal.
3. NEUROFIBROMA
Pendahuluan
Neurofibroma merupakan suatu kelainan genetik pada sistem saraf yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan jaringan saraf, dimana
neurofibroma muncul pada kulit dan bagian tubuh lainnya. Penyakit ini
diturunkan secara autosomal dominan.
Gangguan ini dapat mempengaruhi semua ras, semua kelompok etnis dan
jenis kelamin masing-masing dengan probabilitas yang sama. Neurofibromatosis
telah, terlepas dari bentuk yang paling umum, jenis yang berbeda. NFM
(Neurofibromatosis) tipe 1, juga dikenal sebagai penyakit Reclkingshausen Von,
memiliki insiden 1:3000. NFM tipe II "Sindrom MISME (Multiple Inherited
Schwannomas, Meningiomas, and Ependymomas)" memiliki kejadian 1:40,000.
Penderita NF kebanyakan mendapatkan penyakit ini dari faktor keturunan (dari
kedua orangtuanya), namun sekitar 30% kasus ternyata penderita NF tidak
memiliki orang tua atau riwayat keluarga yang memiliki penyakit NF pula.
Artinya penyakit ini mereka dapatkan karena tubuh mereka mengalami mutasi gen
secara individual dan tidak selalu bawaan lahir. Apabila salah satu orang tua
menderita kelainan NF ini , maka 50 % kemungkinan anaknya menderita
penyakit ini .
Penyakit ini dapat muncul di mana saja, dan biasanya meningkat dengan
usia. Bintik-bintik muncul pada daerah pangkal paha dan ketiak. Gejala penyerta
dapat bervariasi dari jenis ke jenis seperti dalam bentuk gangguan pendengaran,
sakit kepala, vertigo, kelumpuhan wajah, tumor otak, atau tuli. Pertumbuhan ini
biasanya mulai muncul setelah masa pubertas dan bisa dirasakan dibawah kulit
sebagai benjolan kecil.
Definisi
Neurofibroma adalah tumor saraf perifer jinak, tumbuh lambat sejak usia
muda, berasal dari sel schwan dan proliferasi fibroblas perineural pada saraf
perifer. Neurofibroma merupakan tumor saraf tersering.
Klasifikasi berdasarkan etiologi
Penyebab neurofibroma sampai saat ini masih belum jelas. Pada sindrom
kongenital yang langka (Neurofibromatis von Recklinghausen) terdapat kenaikan
insiden. Neurofibromatosis dapat disebabkan oleh pewarisan pada autosom
dominan atau terjadinya mutasi pada gen.
Berdasarkan etiologinya neurofibromatosis dibedakan menjadi 3 tipe :
1. NEUROFIBROMATOSIS tipe 1 (penyakit von Recklinghausen)
NF tipe 1 disebabkan oleh mutasi kromosom 17q11.2. Jenis
neurofibromatosis ini lebih sering ditemukan.
2. NEUROFIBROMATOSIS tipe 2 ( Sindrom MISME )
NF 2 disebabkan oleh mutasi kromosom 22q12 . Jenis neurofibromatosis
yang lebih jarang adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi
pertumbuhan tumor di telinga bagian dalam (neuroma akustik) yang dapat
menyebabkan tuli dan vertigo pada penderita.
3. Schwannomatosis
Mutasi genetiknya belum dapat diindetifikasi.
Para ahli juga menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat
memicu Sel Schwann normal untuk mengubah bentuk mereka, dan faktor-faktor
ini meliputi:
Sebuah operasi baru atau trauma yang mempengaruhi sistem saraf perifer
Diet yang kaya lemak, minyak, dan permen
Merokok dan konsumsi alkohol meningkat
Ada penyakit dan infeksi
Sebagai efek samping dari beberapa obat
Racun bahan kimia di lingkungan
Stres
Manifestasi Klinis
NEUROFIBROMATO
SIS TIPE 1
NEUROFIBROMATOSI
S TIPE II
SCHWANNOMATOSIS
Bercak
kecoklatan di
Berupa neuroma
akustik di nervus
Ditemukan multiple
schawnnoma yang dapat
kulit (café-au-
lait spots )
Neurofibroma
Bintik – bintik di
ketiak dan
selangkangan
Hamartoma di
iris (nodul Lisch)
Tumor di nervus
opticus yang
dapat
mempengaruhi
penglihatan
(optic nerve
gliomas)
vestibulokoklearis yang
menyebabkan
hilangnya pendengaran
biasanya pada usia 20
tahun.
Pusing
Gangguan
keseimbangan
Vertigo
Paralysis nervus VII
Tinnitus
terkena di cranial dan
saraf tepi.
Nyeri kronis yang
dapat berupa baal,
kesemutan, dan paresis
Sekitar 1 / 3 pasien
memiliki
Schwannomatosis
segmental, yang berarti
bahwa schwannomas
terbatas pada satu bagian
tubuh, seperti lengan, kaki
atau tulang belakang.
Schwannomas tidak
menyerang saraf
vestibularis sehingga tidak
disertai gangguan
pendengaran
Tidak ada gangguan
fungsi intelektual.
Skoliosis
Deformitas
tulang
Gangguan fungsi
intelektual
Kejang
Neurofibromatosis bisa mengenai setiap saraf tubuh tetapi sering tumbuh
di akar saraf spinalis. Neurofibroma menekan saraf tepi sehingga mengganggu
fungsinya yang normal. Neurofibroma yang mengenai saraf-saraf di kepala bisa
menyebabkan kebutaan, pusing, tuli dan gangguan koordinasi. Semakin banyak
neurofibroma yang tumbuh, maka semakin kompleks kelainan saraf yang
ditimbulkannya. Jenis neurofibromatosis yang lebih jarang adalah
neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi pertumbuhan tumor di telingan bagian
dalam (neuroma akustik). Tumor ini bisa menyebabkan tuli dan kadang pusing
pada usia 20 tahun. Sedangkan neurofibroma yang menyerang medula spinalis
terutama daerah cervikal dapat menyebabkan kelumpuhan pada keempat anggota
gerak.
Diagnosa klinis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik sesuai
dengan manifestasi klinis yang ditimbulkan.
Penilaian radiografi : tidak tampak, pada sentral tulang dapat terlihat
radiolusen namun jarang
Penilaian mikroskop : tidak berkapsul, penampakan sel fibrosa seperti
syaraf
Terapi
- Bedah eksisi untuk lesi tunggal, sedangkan pada lesi multipel atau
pleksiform dilakukan eksisi paliatif karena tidak mampu mengenali batas
saraf yang terlibat
- Bila neurofibroma tidak mengenai serabut saraf besar, saraf yang
mengandung tumor biasanya dioperasi. Bila serabut saraf terkena,
biasanya tumor dipisahkan dari saraf kemudian diangkat, atau dibiarkan
apabila tidak bergejala.
- Penatalaksanaan lainnya adalah dengan kemoterapi. Menggunakan aktif anti-
kanker obat-obatan untuk mengurangi ukuran tumor, atau untuk benar-benar
memberantas itu. Namun demikian, itu menimbulkan banyak efek samping,
seperti rambut rontok, sembelit, pusing, depresi, dan rambut rontok.
Komplikasi
Dapat berulang, bentuk multipel dapat berbentuk kurang bagus,
menggelayut (menarik palpebra), hidung, mulut, dan sebagainya dan juga
berdegenerasi menjadi ganas.
Prognosis
Lesi tunggal baik, sedangkan lesi multipel kurang baik
DAFTAR PUSTAKA
1. Rowbotham, I.;Pit-ten Cate, I. M.;Sonuga-Barke, E. J. S.;Huijbregts, S. C.
Abnormal Brain Activation in Neurofibromatosis Type 1: A Link between
Visual Processing and the Default Mode Network. J. Neuropsychology,
Vol 23(1), Jan 2009, 50-60.
2. Linda Piersall.M.S. Gutmann David H,M.D.,Ph.D.Living with
Neurofibromatosis Type I : A Guide for Adults.2010.
3. Cohen, P. R. New English Journal Medicne.1993. 329, 1549-51.
4. Children's Tumor Foundation. Neurofibromatosis. http://www.ctf.org/
5. Neurofibromatosis, Inc. 2011. http://www.nfinc.org/ .
6. The British Columbia Neurofibromatosis Foundation. 2012.
http://bcnf.bc.ca/