presus dr. waisul
DESCRIPTION
presusTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. P
No. RM : 53 98 61
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Grogol VIII RT 3 Parangtritis Kretek Bantul.
Tanggal Masuk : 18 September 2014
Tanggal Keluar : 2 Oktober 2014
Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2014 – 2 Oktober 2014
B. ANAMNESA
Keluhan Utama
Stomatitis selama 3 minggu tidak sembuh.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sariawan 3 minggu tak kunjung sembuh serta badan
terasa sangat lemas, gemetaran sekuruh tubuh karena tidak bisa makan. Terkadang
sesak napas juga dirasakan yang memburuk dengan berbaring dan membaik jika
duduk. Pasien mengeluh mual, dan terkadang batuk tidak berdahak. Tidak ada nyeri
dada. Buang air besar dan kecil normal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes mellitus (-)
Riwayat Hipertensi (-)
1
Riwayat hemodialisa (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Tidak ada riwayat asma
Riwayat Keluarga
Tidk ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah,
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tekanan darah : 130/60 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,9 ◦C
Kepala & Leher : CA -/- SI -/-
Rongga mulut dan lidah stomatitis
Trakea lurus di tengah
Tidak ada pembesaran KGB
Dada
Pulmo : Inspeksi : Simetris (+), retraksi otot-otot costa(-)
Palpasi : Ketinggalan gerak (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+|+)
Ronchi basah basal (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1, S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Abdomen : Inspeksi :Supel (+) , ditensi (-) Auskultasi :Peristaltik ( + normal ) Perkusi : Timpani (+)Palpasi :Nyeri tekan(-) , Pembesaran hepar (-),
Pembesaran lien (-) Ekstremitas : akral hangat , CRT < 2 detik
Oedem pitting di kaki dan tangan (-)
Assesment
SLE (Systematic Lupus Erythematosus)
2
Decompensation cordis grade III
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
18 September 201 4 , 0 7 .00 PM Hb : 8,5 [14.0-18.0] g/dlAL : 7,45 [4.00-10.00] 10^3/ulAE : 8,59 [4.50-5.50] 10^6/ulAT : 324 [150-450] 10^3/ulHMT : 26,6 [42.0-52.0] vol%Eosinofil : 1 [2-4] %Basofil : 0 [0-1] %Batang : 1 [2-5] %Segmen : 80 [51 - 67] %Limfosit : 15 [20 - 35] %Monosit : 3 [4 - 8] %Ureum darah : 17 [17-43] mg/dlKreatin darah : 0,68 [0,9-1,3] mg/dlSGOT : 68 [<37] U/lSGPT : 38 [<41] U/lGDS : 129 [<200] mg/dlHIV screening : Negatif [Non Reaktif]
ECGSinus Rythm Tachycardia
Pemeriksaan: Thorax PA dewasaCardiomegaliCorakan vasculer pulmo meningkat
Pemeriksaan : USG Upper Abdomen dengan alat 4 dimensiHasil : Hepar : densitas meningkat, permukaan licin, sudut tumpul, ascites
negatif. Vesica fellea : dinding tak menebal, tak tampak batu. Pancreas : densitas menurun, ukuran normal. Ren dex & sin : Echostruktur normal, calices tak melebar. Lien : Echostruktur dan ukuran normal
19 September 2014, 1 0 . 46 AM
Protein Total : 69 [6.20-8.40] g/dlAlbumin : 2.29 [3.50-5.50] g/dlGlobulin : 4.33 [2.80-3.20] g/dlHbsAg : Negatif [Negatif]
Morfologi Darah TepiEritrosit : Anisositosis, mikrositik sebagian, hipokromik sebagian, sel pencil, sel
sigar, fragremt, sel burr, sel target.Leukosit : Jumlah cukup, netrofilia relatif, sel batang mudah ditemukan, sedikit
granulasi toksik netrofil.Trombosit : Jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi dalam batas normal.
3
Kesan :Morfologi darah tepi menunjukkan gambaran anemia disertai dengan kemumgkinan proses infeksi dan gangguan fungsi hati.
Kesimpulan : Obs. Anemia pada penyakit kronik disertai dengan defisiensi nutrisi dan proses infeksi.
D.D : -Saran : Pemantauan darah rutin dan fungsi hati.
20 September 201 4 , 11 .00
UrinalisaWarna : Kuning [Kuning]Kekeruhan : Jernih [Jernih]Reduksi : Negatif [Negatif]Bilirubin : Negatif [Negatif]Keton urin : Negatif [Negatif]BJ : 1.010 [1,015-1,025]Darah Samar : 2+ [Negatif]PH : 7.00 [5.00-8.50]Protein : 2+ [Negatif]Urobilinogen : 0,20 [0,20-1,00]Nitrit : Negatif [Negatif]Lekosit Estrase : Trace [Negatif]Sedimen urinEritrosit : 0-2 [0-2]Leukosit : 3-6 [0-3]Sel epitel : Positif [Positif]Kristal Ca oksalat : Negatif [Negatif]Asam urat : Negatif [Negatif]Amorf : Negatif [Negatif]SilinderEritrosit : Negatif [Negatif]Leukosit : Negatif [Negatif]Granular : Negatif [Negatif]Bakteri : Negatif [Negatif]Lain-lain : Negatif [Negatif]
Mikrobiologi
Pewarnaan gram Bahan : Swab Sariawan Epitel : PositifLekosit PMN : 75 Mononuclear : 25Bakteri Batang Gram (+) : Negatif Gram (-) : PositifCoccus
4
Gram (+) : Negatif Gram (-) : NegatifJamur : NegatifTrichomonas : NegatifLain-lain : Negatif
Konsul Dokter Spesialis Kulit
Jawaban: SLE Lacak SLE ANA test MP16-8-8 Ranitidin 3x1
EKGP wave enlargementPossible left atrial hypertrophySr depression, consider lateral injuryAbnormal ecgToo many aberant complexes/unsureof diagnostic sinus rythm
23 September 201 4
HematologiANA : 106,6 [negatif<20, equivocal: 20-60]
25 September 201 4 , 10.00 AM
HematologiHemoglobin : 8,7 [12,0-16,0] g/dl
27 September 201 4
Pemeriksaan: Thorax PA dewasacardiomegali dengan udema pulmodibanding foto 1 tgl 18-9-2014, status quante
01 Oktober 2014, 10.18 AMKimia klinik Elektrolit Natrium : 135,2 [137,0-145,0]mmol/l Kalium : 2,83 [3,50-5.10] mmol/l Klorida : 101, 7 [98,0-107,0] mmol/l
Konsul Dokter JiwaJawaban : Ganguan Penyesuaian dengan reaksi depresi ringan
Saran : konsul psikolog
E. PENATALAKSANAAN
O2 4 lpm
Infus NaCl mikro lini
5
Posisi setengah duduk
Diit TKTP
Inj Ranitidin 1A/12jam
Candistatin drop 4x2 tts
Ceftrizin 1x1
Inj furosemide 1A/24 jam
KSR 1x1
Inj ceftriaxone 1gr/12jam
Candesartan 8mg 2x1 (tergantung TD)
Mugogard 3x1 Cth
Metil prednisolon 10 mg/8jam
F. FOLLOW UP
Tanggal Follow up Terapi7 Desember 2013
OS mengeluh lemas, sesak nafas (+),
mengeluh tidak dapat tidur karena leher
terasa kencang.kencang. BAK hanya sedikit
dan BAB tidak ada keluhan. Edema pada
ekstemitas (-)
KU : Lemah, CM
TD : 170/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
GDS :114 mg/dl
Infus NaCl asal netes
Inj Furosemide 2A/24 jam
Novomix 8-0-4
CaCO3 3x1
Asam folat 3x1
Amlodipin 1x 10 mg
9 Desember 2013
OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah
berkurang, mengeluh tidak dapat tidur karena
leher terasa kencang.kencang. BAK hanya
sedikit dan BAB tidak ada keluhan.Edema
pada ekstremitas (-)
KU : Sedang, CM
TD : 180/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Infus NaCl asal netes
Inj Furosemide 2A/24 jam
Novomix 8-0-4
CaCO3 3x1
Asam folat 3x1
Amlodipin 1x 10 mg
6
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
GDS :130 mg/dl
10 Desember 2013
OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah
berkurang, mengeluh tidak dapat tidur karena
leher terasa kencang.kencang. BAK hanya
sedikit dan BAB tidak ada keluhan.Edema
pada ekstremitas (-)
KU : Sedang, CM
TD : 180/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
GDS :184 mg/dl
Infus NaCl asal netes
Inj Furosemide 2A/24 jam
Novomix 8-0-4
CaCO3 3x1
Asam folat 3x1
Amlodipin 1x 10 mg
Clonidin 3x ½
11 desember 2013
OS mengeluh lemas, sesak nafas (+) sudah
berkurang, mengeluh sudah dapat tidur , leher
terasa kencang.kencang (-). BAK hanya
sedikit dan BAB tidak ada keluhan. Edema
pada ekstremitas (-)
KU : Sedang, CM
TD : 180/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,50C
GDS :130 mg/dl
Infus NaCl asal netes
Inj Furosemide 2A/24 jam
Novomix 8-0-4
CaCO3 3x1
Asam folat 3x1
Amlodipin 1x 10 mg
Clonidin 3x ½
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Chronic Kidney Disease
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dan
dapat berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap seperti dialisis atau transplantasi
ginjal. Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3
bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat menimbulkan gejala berupa Glomerular Filtration
Rate (GFR) atau Laju Filtrasi Glomerular (LFG) di bawah 60 mL/menit/1.73 m2, atau di atas
nilai tersebut namun disertai dengan kelainan sedimen urin. Adanya batu ginjal juga dapat
menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita kelainan bawaan seperti hiperoksaluria dan
sistinuria.1
Kriteria Penyakit Ginjal Kronis :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan (kelainan struktural maupun fungsional)
dengan atau tanpa penurunan GFR. Dengan manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal : kelainan komposisi darah atau urin dan kelainan
radiologis
2. GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal. Stadium 2
merupakan kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan. Stadium 3 adalah
kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang dari fungsi ginjal. Stadium 4 yaitu kerusakan
ginjal dengan penurunan yang berat dari fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal.1,2
8
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis.6
Klasifikasi berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar perhitungan GFR. Pedoman
K/DOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Gault untuk orang
dewasa, yaitu: 6
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin serum
x (0,85 jika wanita)
Tabel 1. Klasifikasi penyakit Ginjal kronik atas dasar derajat penyakit6
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
I Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat
> 90
II Kerusakan ginjal denan LFG ringan 60 - 89
III Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 - 59
IV Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 - 29
V Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi6
9
Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
Gambar 1. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya
hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra
T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub
bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut
dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.2
10
Masing-masing ginjal memiliki berat sekitar ¼ pon dan memiliki unit penyaringan yang
disebut nefron.1 Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal. Setiap ginjal manusia terdiri dari
0,6 x 106 sampai 1,4 x 106 nefron. Komponen esensial dari nefron terdiri dari renal atau
malpighian corpuscular (glomerulus dan kapsula Bowman), tubulus proksimal, loop of Henle,
tubulus distal, dan connecting tubule.3,4
Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki
ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior,
inferior serta posterior.1
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus minor dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.1
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan cairan
dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di sisi kiri
dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang peritoneum). Selain
itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter, sebuah vesika urinaria (buli-
buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke lingkungan luar tubuh.2
Fungsi utama ginjal adalah membuang produk sisa metabolisme dan cairan intravascular
yang berlebihan. Proses filtrasi ginjal sekitar 200 liter darah setiap hari dan menghasilkan sekitar
dua liter urin. Produk sisa metabolism dihasilkan dari metabolism normal di tubuh, termasuk
pemecaran jaringan aktif, hasil pencernaan makanan, dan zat sisa lainnya. Ginjal memeberi
kesempatan kita untuk mengkonsumsi berbagai makanan, obat, vitamin dan suplemen tambahan,
dan cairan yang berlebihan tanpa takut akan menjadi bahan toksik yang berbahaya untuk kita.
Ginjal juga memainkan peran penting dalam meregulasi kadar berbagai mineral seperti kalsium,
natrium, dan kalium dalam darah.5
Langkah pertama pada proses filtrasi, darah akan dikirim masuk ke dalam glomerulus
melalui kapiler. Disini produk sisa metabolism akan difiltrasi dari darah, sedangkan
11
eritrosit, protein dan molekul yang berukuran besar akan diretensi di kaliper. Hasil filtrasi
akan terkumpul dalam sebuah kantung yang disebut kapsula Bowman.5
• Proses filtrasi berikutnya berada di tubulus. Tubulus dipenuhi dengan sel-sel yang sangat
fungsional yang proses filtrasi, reabsorbsi air dan bahan kimia yang berguna bagi tubuh
sambil mengeluarkan beberapa produk sisa metabolisme tambahan ke dalam tubula.5
Gambar 2. Diagram ilustrasi nephronum dan duktus ekskretoriusnya5
HORMON PADA GINJAL
Hormon yang bekerja pada ginjal1
o Hormon antidiuretik ( ADH atau vasopressin )
Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior, hormon ini menngkatkan
reabsorbsi air pada duktus kolektifus.
o Aldosteron
Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan
reabsorbsi natrium pada duktus kolektivus.
o Peptida Natriuretik ( NP )
Diproduksi oleh sel jantung dan meningatkan ekskresi natrium pada duktus kolektivus.
o Hormon paratiroid
12
Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid, hormon ini meningkatkan ekskresi
fosfat, reabsorbsi kalsium dan produksi vitamin D pada ginjal.
Hormon yang dihasilkan oleh ginjal1
o Renin
Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular, hormon ini menyebabkan
pembentukan angiotensin II. Angiotensin II berfungsi langsung pada tubulus proximal dan
bekerja melalui aldosteron ada tubulus distal. Hormon ini juga merupakan vasokonstriktor kuat.
o Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal, berperan meningkatkan absorbsi
kalsium dan fosfat dari usus.
o Eritropoeitein
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah
merah di sumsum tulang.
o Prostaglandin
Diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh darah ginjal.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8 % tiap
tahunnya.6 26 juta penduduk dewasa Amerika menderita CKD dan jutaan lainya memiliki resiko
tinggi untuk terjadi CKD.7 Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800
kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Dinegara-negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.6
Berdasarkan stadium penyakit ginjal kronik, prevalensinya adalah sebagai berikut:5
stage 1, 3.1%;
stage 2, 4.1%;
stage 3, 7.6%;
stage 4; and 5, 0.5%.
13
Ada lebih dari 500.000 orang telah menjalani dialisis atau yang telah menerima
transplantasi ginjal. Prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat sebesar 16% dari dekade
sebelumnya. Meningkatnya insiden diabetes melitus, hipertensi, obesitas, dan populasi yang
menua telah memberikan kontribusi untuk peningkatan penyakit ginjal. Penyakit ginjal kronis
yang lebih menonjol terjadi antara individu-individu di atas 60 tahun (39,4%).5
C. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronis sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.8,9
Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronis :
1. Penyakit dari ginjal
a. penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis
b. infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. batu ginjal : nefrolitiasis
d. kista di ginjal : polcystis kidney
e. trauma langsung pada ginjal
f. keganasan pada ginjal
g. sumbatan : tumor, batu, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. dyslipidemia
c. infeksi di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. preeklampsia
e. obat-obatan
f. kehilangan banyak cairan yang mendadak ( luka bakar )
14
D. Patofisisologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi ,
yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat , akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron sentrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis rennin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor b(TGF-
b). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemi, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulus intestinal.11
Pada stadium paling dini penyakit gi njal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan dimana GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian
15
secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturi, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,
pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun
infeksi saluran cerna, juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo dan
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektolit antara lain natrium dan kalium. Pada GFR di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah membutuhkan
terapi penganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.
Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.6,10, 11
Gambar 3. Efek dari gagal ginjal pada keseimbangan mineral12
16
Terdapat 3 patogenesis yang terjadi pada CKD diantaranya adalah:13
a) Toksik Azotemia (metabolit toksik)
Toksik Azotemia adalah substansi normal, pada penurunan LFG menyebabkan retensi zat
tersebut (Ureum, Metilguanidin, GSA). Retensi zat-zat tersebut menyebabkan beberapa
keluhan diantaranya : haus, poliuria, mual, anoreksia, stomatitis, kolitis ulserasi mukosa
duodenum dan gaster, perdarahan, kejang-kejang otot, parese saraf motorik,
hipertrigliseridemia.13
b) Patogenesis perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik6,13
c) Kelainan metabolism13
1) Metabolisme Karbohidrat
Terjadi pseudo diabetes melitus, menurut beberapa penelitian gangguan metabolisme ini
terjadi akibat adanya antagonis insulin perifer, kelainan insulin basal, dan sekresi insulin
yang lambat terhadap beban glukosa.
2) Metabolisme Lemak
Hiprertrigliserida terjadi diduga akibat dari kenaikan sintesis Triglyserida-rich
lipoprotein dalam hepar.
3) Metabolisme Protein
Pada orang normal pembatasan jumlah protein dalam waktu lama akan menyebabkan
keseimbangan negatif dari nitrogen. Sebaliknya pada pasien CKD pembatasan jumlah
protein tidak akan menyebabkan keseimbangan negatif dari nitrogen.
4) Metabolisme Asam urat
Hiperurikemia pada pasien CKD tidak mempunyai hubungan dengan derajat penurunan
faal ginjal, namun digunakan sebagai indikator penentuan diagnosis dini dari CKD.
5) Metabolisme Elektrolit
- Metabolisme Na
Peningkatan ekskresi Na yang diduga akibat adanya atrial natriuretic factor (ANF)
yang menghambat reabsorbsi ion Na pada tubulus ginjal. Normalnya Na diekskresikan
sebesar 20-40 mEq/hari, pada keadaan salt-wasting Na diekskresikan mencapai 100-
200 mEq/hari. Mekanisme salt-wasting, memiliki hubungan dengan beberapa faktor
diantaranya:
1. Beban urea
17
2. Redistribusi aliran darah intrarenal
3. Hormon/faktor natriuresis
4. Muntah-muntah
Bila kehilangan Na disertai penurunan volume cairan ekstraselular (VCES), akan
diikuti dengan penurunan filtrasi glomerulus, sehingga faal ginjal akan lebih buruk
lagi. Keadaan ini terjadi pada acute on chronic renal failure. Bila kehilangan Na ini
tidak disertai dengan kehilangan air (VCES normal), makan akan terjadi kondisi
hiponatremia. Pada sebagian pasien CKD, terutama yang berhubungan dengan
glomerulopati sering ekskresi Na menurun, terjadi retensi Na dan air yang akan
menyebakan terjadinya odema. Jadi memahami metabolisme Na pada pasien CKD
sangat penting terutama untuk pemberian garam Na dalam menu diet.
- Metabolism air
Gangguan kemampuan filtrasi pada pasien CKD tidak selalu berhubungan dengan
penyakit dari collecting duct atau loop of Henle, lebih sering akibat beban urea dari
nefron-nefron yang masih utuh. Pada beberapa pasien CKD dengan jumlah nefron
makin berkurang, fleksibilitas untuk ekskresi air juga akan berkurang sehingga dengan
mudah terjadi kelebihan cairan (water overload). Keadaan water overload baik renal
maupun ekstra renal dapat menyebabkan hiponatremia. Defisit air disertai natrium
(dehidrasi) lebih sering menyebabkan penurunan faal ginjal yang terbalikan pada
pasien-pasien gagal ginjal sehingga terjadi oliguria, keadaan demikian dinamakan
acute on chronic on failure. Penurunan kemampuan untuk keseimbangan cairan ini
akan mengakibatkan sering kencing pada malam hari (nokturia). Bila nokturia ini tidak
diimbangi dengan pemberian air dapat menyebabkan dehidrasi pada malam hari.
Keadaan dehidrasi ini akan memperburuk LFG. Keluhan mual dan muntah makin
berat pada pagi hari seperti muntah sedang hamil muda (morning sickness).
- Metabolism kalsium
Pada pasien CKD sering ditemukan hipokalsemia, disebabkan penurunan absorbsi Ca
melalui usus dan gangguan mobilisasi Ca serta hiperfosfatemia.
- Kesimbangan asam basa
18
Pada CKD terjadi gangguan ekskresi ion H+ sehingga dapat menyebabkan asidosis
sistemik dengan penurunan pH plasma dan darah. Patogenesis asidosis metabolic pada
CKD:
a. Penurunan ekskresi ammonia karena kehilangan sejumlah nefron.
b. Penurunan ekskresi titrable acid terutama fosfat, karena asupan dan absorbsi
melalui usus berkurang.
c. Kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urine (bicarbonate wasting).
- Fosfat
Hiperfosfatemia yang terjadi pada CKD memegang peranan penting pada
hipokalsemia dan hiperparatiroidisme, dan akhirnya dapat menyebabkan penyebaran
klasifikasi pada organ-organ lain (metastatic calcification).
- Magnesium
Kenaikan serum Magnesium sangat jarang menimbulkan keluhan akan gejala, kecuali
magnesium yang mengandung laksantif dan antasida akan menekan SSP.
E. Gejala Klinis
19
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.5, 7
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivasi sistem rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif,
dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik).10
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan dini dan
agresif terhadap penyakit ginjal tahap akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan
mencakup anoreksia, mual, muntah dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup
perubahan tingkat kesadaran, ketidak mampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
Keluhan gejala klinis yang timbul pada CKD hampir mengenai seluruh sistem, yaitu14 :
Sistem Organ Manifestasi Klinis
Umum Lemah, malaise, gangguan pertumbuhan dan debilitas,
edema
Kulit Pucat, rapuh, gatal, bruising
Kepala dan leher Fetor uremia
Mata Fundus hipertensi, mata merah
Jantung dan vaskuler Hipertensi, sindroma overload, paying jantung,
pericarditis uremik, tamponade
Respirasi Efusi pleura, nafas Kussmaul, pleuritis uremik
Gastrointestinal Anoreksia, mual, muntah, gastritis, ulkus, colitis uremik,
perdarahan saluran cerna
Ginjal Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
Ginjal Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, hematuria
20
Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenorrhea, infertilitas,
genikomasti
Syaraf Letargi, malaise, anoreksia, drowsiness, tremor,
mioklonus, asteriksis, kejang, penurunan kesadaran,koma
Tulang ROD, kalsifikasi jaringan lunak
Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi
Darah Anemia, kecendrunganberdarah karena penurunan fungsi
tromosit, defisiansi imun akibat penurunan fungsi
imunologis dan fagositosis
Endokrin Intoleransi glukosa, resistensi insulin, hiperlipidemia,
penueunan kadar testosterone dan estrogen
Farmasi Penurunan ekskresi lewat ginjal
21
F. Diagnosa
Pendekatan diagnosis Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit ginjal kronis (PGK)
mempunyai sasaran sebagai berikut :
a. memastikan adanya penurunan faal ginjal (GFR)
b. mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
c. mengidentifikasi pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. menentukan strategi terapi rasional
e. menentukan prognosis
22
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang rutin dan khusus.2
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotermia, etiologi CKD, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (GFR). Gambaran klinik (kelainan subyektif
dan obyektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinis luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.2,6
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal, identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor
pemburuk faal ginjal.
1. Pemeriksaan faal ginjal (RFT)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai
uji saring untuk faal ginjal.
2. Etiologi Penyakit ginjal kronik
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3. Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan faal ginjal, hemopoesis, elektrolit, endokrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal.
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu :
1. Diagnosis etiologi CKD
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography
(MCU).
2. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).2
G. Stadium
23
Klasifikasi stadium penyakit dibuat atas dasar GFR, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault :2
Stadium penyakit ginjal kronis
H. Komplikasi
Pada CKD dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut6:
Derajat PenjelasanGFR
(ml/men/1,73m2)Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan
GFR normal
≥ 90 -
2 Kerusakan ginjal dengan
penurunan GFR ringan
60-89 - TD mulai
3 Kerusakan ginjal dengan
penurunan GFR sedang
30-59 - Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hiperosmosisteinemia
4 Kerusakan ginjal dengan 15-29 - Manutrisi
- Asidosis metabolic
24
penurunan GFR berat - Cenderung
hiperkalemia
- Dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 - Gagal jantung
- Uremia
I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal
kronik dicari dan diatasi.
Adapun penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, meliputi pengaturan
diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
mengendalikan hipertensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan
mengatasi komplikasi. Penatalaksanaan pengganti diantaranya dialisis (hemodialisis, peritoneal
dialisis) dan transplantasi ginjal.2, 15
Selain itu tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
serta mencegah komplikasi yaitu sebagai berikut :
1. Dialisis
Dialisis dapat dlakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan
kecenderungan pendarahan, dan membantu menyembuhkan luka.
2. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan
kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia.
Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya terdapat insufisiensi koroner.
25
4. Koreksi asidosis.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat
dapat diberikan peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi
asidosis.
5. Pengendalian hipertensi
Semua obat antihipertensi mampu menurunkan tekanan kapiler intraglomerular bila
tekanan darah turun mencapai tekanan optimal yang dapat memberikan preservasi ginjal. Obat
golongan penghambat sistem renin angiotensin aldosteron (ACE-inhibitor, ARB) mempunyai
nilai lebih dalam mencegah progresi CKD karena mempunyai efek renoprotektor. Beberapa
penelitian memperlukan lebih dari 1 macam obat untuk mencapai tekanan darah optimal.
Tujuan terapi hipertensi pada CKD antara lain :
1. Mempertahankan/ atau preserve fungsi ginjal dengan cara mempertahankan GFR dan
mengurangi ekskresi protein.
2. Menurunkan tekanan darah secara agresif
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada CKD.
Terapi hipertensi pada CKD non diabetik dan CKD diabetik, level turunnya tekanan
darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan prognosis progresifitas dan
komplikasi CVD pada CKD.
1. Hipertensi CKD non diabetik
a. Tekanan darah dianjurkan mencapai < 130/80 mmHg
b. CKD non diabetik dengan pemeriksaan urine dimana nilai rasio total protein/kreatinin >
200 mg/g dengan atau tanpa hipertensi dianjurkan diterapi dengan ACE-I atau ARB
2. Hipertensi CKD dengan diabetes
a. Target tekanan darah < 130/80 mmHg
b. CKD diabetes stage 1-4 : ARB atau ACE-I, bila diperlukan dikombinasi dengan
diuretika.2
Tabel 3. Target tekanan darah dan terapi farmakologi/non-farmakologi2
26
6. Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien CKD, maka seluruh faal ginjal diganti
oleh ginjal yang baru.
INDIKASI DIALISIS
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisis tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila:
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Gangguan elektrolit (Hiperkalemia,hiponatremi) yang tidak dapat diatasi dengan obat-
obatan
Overload cairan (edema paru)
Anuria
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
J. Pencegahan
27
1. Olah raga secara teratur
Olah raga selain baik bagi kesehatan ternyata dapat juga mengurangi resiko penyakit
pada ginjal, olah ragalah secara teratur, walaupun olah raga ringan asalkan teratur akan lebih
baik dari pada olah raga berat tetapi tidak teratur.
2. Hindari Obesitas
Obesitas atau kegemukan dapat berakibat pada penyakit ginjal, maka dari itu mulai sekarang
carilah berat badan yang ideal, agar terhindar dari penyakit ginjal.
3. Air putih yang cukup
Konsumsilah air putih yang cukup sesuai kebutuhan, tidak berlebihan dan tidak terlalu
sedikit, hindari mengkonsumsi minuman beralkohol, Narkotika. Hindari juga mengkonsumsi
obat-obatan (Seperti obat sakit kepala, dll) terlalu sering kecuali atas resep dokter.
4. Kurangi mengkonsumsi makanan berlemak
Mengkonsumsi makanan berlemak berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol
dalam tubuh, dan ginjal harus bekerja ekstra keras.
5. Cek kesehatan ginjal secara berkala
Cek kesehatan ginjal dirumah sakit, sekaligus dapat mengecek kesehatan tubuh. Lakukan
secara berkala.15
K. Prognosis
Prognosis dari penyakit ginjal kronik, tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan
penanganan dini, serta penyakit penyebab.
• Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih baik.
• Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes pada
ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada
kebanyakan kasus, penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik.
Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat
terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal.2
28
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pada kasus CKD adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis akan didapatkan, pasien mengeluhkan sesak nafas yang terus menerus,
mual dan leher terasa pegal, BAK yang dirasakan jumlahnya lebih sedikit, badan terasa lemas
dan lesu, dan akhir-akhir ini tangan dan kaki menalami sedikit pembengakan. Riwayat penyakit
dahulu didapatkan pasien menderita penyakit Diabetes Mellitus sejak 7 tahun yang lalu, Riwayat
penyakit Hipertensi (+), Riwayat Hemodialisa 1x pada awal November dan Riwayat menderita
anemia dan di tansfusi 3 kolf.
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami gejala – gejala akibat dari
penurunan fungsi ginjal atau Laju Filtrasi ginjal dibawah 30%, karena pada stadium paling dini
penyakit gi njal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
dimana GFR masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada GFR sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada
GFR sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturi, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, uremia, peningkatan tekanan darah,
gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien menderita penayi Diabetes
mellitus sejak 7 tahun yang lalu, dan berdasarkan etiologi dari CKD, penyakit diabetes mellitus
merupakan salah satu etilogi dari CKD dan berdasarkan epidemiologi penyakit ginjal kronis
mengalami peningkatan sebesar 16% dari dekade sebelumnya dan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya insiden penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan obesitas. Manifestasi
kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
29
dari aktivasi sistem rennin-angiotenin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner
(akibat cairan berlebihan), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin
uremik). Anemia yang dialami pasien pada riwayat penyakit dahulu juga merupakan akibat dari
gagal ginjal kronis. Pada penyakit gagal ginjal kronis terjadi penurunan dari produksi hormone
eritopoetin. Eritropoeitein merupakan protein yang diproduksi di ginjal, hormon ini
meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Sehingga ketika ginjal
mengalami kerusakan, pembentukkan dari hormone eritropoetien mengalami gangguan juga
sehingga terjadi lah anemia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 160/60 yang menunjukkan hipertensi
grade II, pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva anemis (+/+) yang menandakan adanya
proses penurunan produksi eritosit yang didukung juga dengan pemeriksaan Hb 7.9 dan AE 2.77.
Hasil pemeriksaan paru didapatkan pada auskultasi Ronhi Basah Basal yang menandakan adanya
edema pulmo. Pemeriksaan ekstemitas didapatkan adanya edema pada kaki dan tangan yang
disebabkan karena adanya retensi cairan dan natrium.
Pada pemeriksaan laboratorim pasien ketika awal masuk Rumah sakit didapatkan Ureum
239, creatinin 15,93 dan asam urat 11.97. Ketiga pemeriksaan tersebut merupakan uji sarin faal
ginjal. Berdasarkan rumus Cockroft-Gault untuk mengetahui laju filtrasi ginjal didapatkan,
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
(140−umur ) x berat badan72 x kreatinin serum
x (0,85 jika wanita) (140−56 ) x 70
72 x 15 , 93=5,12
Laju filtrasi Ginjal 5,12 yang merupakan derajat 5 (gagal ginjal dengan LFG < 15).
Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan homeostasis selama mungkin meliputi pengaturan diet, cairan dan garam,
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hipertensi,
penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi.
Penatalaksanaan pengganti diantaranya dialisis (hemodialisis, peritoneal dialisis) dan
transplantasi ginjal. Pada pasien ini penatalaksanana yang diberikakan Infus Nacl asal netes,
Injeksi Furosemid 2A/24 jam, Novomix 8-0-4, CaCO3 3x1, Asam folat 3x1, amlodipine 1x10mg
dan Clonidin 3x ½ . Pemberian infus Nacl asal netes untuk mencegah terjadinya edema dan
komplikasi kardiovaskuler. Furosemid merupakan Obat diuretik kuat yang bekerja pada ansa
30
henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+ Cl- dan
menghambat reabsorbsi air dan elektrolit, kerja obat ini lebih cepat dan efek diuretikna lebih kuat
sehingga digunakan untuk antihipertensi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal
jantung. Novomix memiliki komponen insulin aspart 30%, protaminated insulin aspartate 70%
untuk terapi pada DM tipe 1 dan 2 yang diberikan segera sebelum atau setelah makan. CaCO3
digunakan untuk mengkoreksi hyperkalemia. Asam folat diberikan untuk melakukan pencegahan
dan pengobatan pada defisiensi folat, asam folat diperlukan untuk memproduksi sel darah merah
dan mencegah anemia. Amlodipin merupakan obat antihipertensi golongan antagonis kalsium
yang mengahambat infulks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard, dan dapat
menurunkan resistensi perifer tanpa penurunsn fungsi jantung yang berarti. Clonidin merupakan
obat anti hipertensi yang bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan
sympathetic outflow, efek hipotensi klonidin terjadi karena penurunan resistensi perifer dan
curah jantung.
Pada kasus ini pasien mengalami stadium 5 yang berarti harus mengalami terapi
penggantian ginjal atau dialysis.
31
BAB IV
KESIMPULAN
1. Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yan ditandai denan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
2. Uremia adaalh suatu sindrom klinik dan laboratorik yan terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit.
3. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat
penyakit dan atas dasar diagnosis penyakit
4. Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik dipengaruhi oleh kondisi uremia.
5. Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin, dan waktu yang tepat untuk terapi
penyakit dasarnya adalah sebelum terjadi penurunan LFG
32
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur C., Hall, John E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Elsevier Inc.
2. Fauci, Braunwald, et a. 2007. Harrison's Principles Of Internal Medicine 17 th Edition. McGraw Hill Inc.
3. Kiersten M, Soren N, C.Craig T. Anatomy of the Kidney, In: Brenner & Rector’s The Kidney 8th Edition. Saunders Elsevier, Philadelphia. 2008. p. 25-31
4. M.Adji D, Petrus A, alih bahasa. Spalteholz-Spanner Atlas Anatomi Manusia Bagian II Edisi 16. Hipokrates, Jakarta. 1994. Hal 249
5. Melody H. Chronic Kidney Disease (serial online) Last update Mar/21/2010. [cited des/21/2013,20.30]. Available from: URL: http://www.emedicinehealth.com
6. Ketut. S. Penyakit Ginjal Kronik, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan IPD FKUI, Jakarta. 2009. Hal 1035-1040
7. National Kidney Foundation. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update Mar/21/2010. [cited Des/21/2013,21.00]. Available from: URL: http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm
8. Ketteler M et al. 2006. Calcification and cardiovascular health: New insights into an old phenomenon. Hypertension 47:1027 [PMID: 16618842]
9. Levey AS, et al. 2007 : CKD: Common, harmful and treatable—World Kidney Day 2007. Am J Kidney Dis 49(2).
10. Go A et al. 2004. Chronic kidney disease and the risks of death, cardiovascular events, and hospitalization. N Engl J Med 351:1296 [PMID: 15385656]
11. Silbernagl, Stefan et al. 2000. Color Atlas of Patophysiology. Thieme New York.
12. Stefan S, Florian L. Color Atlas of Pathophysiology. Thieme, New York. 2000. p.9213. Yoyo. Chronic Kidney Disease (CKD) (serial online) Last update Des/27/2008. [cited
Des/21/2013,21.30]. Available from: URL: http://3rr0rists.com/medical/chronic-kidney-disease.html
14. Pranawa, M.Yagiantoro, Chandra I. Djoko S. Nunuk M. M.Thatha, dkk. Penyakit Ginjal Kronis, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya. Airlangga University Press, Surabaya. 2007. Hal 221-229
15. Strong K., et al. 2005. Preventing chronic disease: How many lives can we save? Lancet
366:1578 [PMID: 16257345]
33