proposal penelitian.docx

Upload: frachmina

Post on 08-Mar-2016

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahSaat ini keselamatan pasien merupakan isu global yang sangat penting. Perkembangan dan kemajuan ilmu serta teknologi kedokteran melahirkan peralatan kedokteran maupun obat baru yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan. Pada masa lalu pelayanan kesehatan sangatlah sederhana, sering kurang efektif namun lebih aman, sedangkan pada saat ini pelayanan kesehatan sangatlah kompleks, lebih efektif namun apabila pemberi pelayanan kurang hati-hati dapat berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau adverse event.Pada tahun 2000 Institue of Medicine di Amerika Serikat mengemukakan laporan di rumah sakit di Utah, Colorado dan New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% di mana 6,6% diataranya meninggal dunia. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 98.000 per tahun. Berdasarkan laporan tersebut, negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, menyepakati bahwa kebijakan tentang keselamatan pasien menjadi salah satu penilaian kualitas pelayanan di rumah sakit. Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) dicanangkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005. Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya cidera yang disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Tujuan dari pelaksanaan sistem tersebut diantaranya adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien, menurunnya angka kejadian KTD dan melaksanakan program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD. Program keselamatan pasien harus mencakup 3 fokus area, yaitu perubahan budaya, perubahan proses dan pengukuran luaran Indikator keselamatan pasien meliputi angka kejadian dekubitus, kesalahan pemberian obat oleh perawat, pasien jatuh, cedera akibat restraint, infeksi nosocomial, dan flebitis. Berdaarkan hal tersebut, World Health Organization Collaborating Center for Patient Safety pada 2 Mei 2007 menerbitkan panduan solusi keselamatan pasien di rumah sakit yang ditujukan bagi petugas kesehatan lini pertama, yaitu perawat yang bertujuan untuk menurunkan angka kejadian berbagai kondisi yang menjadi indikator keselamatan pasien. Solusi tersebut merupakan suatu sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Realisasi dari program tersebut harus diikuti dengan komitmen perawat pelaksana untuk melaksanakannya agar tujuan dari program tersebut dapat tercapai. Panduan solusi keselamatan pasien tersebut meliputi:1. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip2. Memastikan identitas pasien3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien4. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar\5. Mengendalikan cairan elektrolit pekat6. Memastikan akurasi pemberian obat7. Menghindari salah kateter dan salah sambung selang8. Menggunakan alat injeksi sekali pakai9. Meningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomialBerdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agency for Healthcare Research Quality (AHQR) pada tahun 2003 menyatakan bahwa salah satu penyebab dari timbulnya KTD adalah masalah SDM yang diantaranya meliputi kegagalan mengikuti kebijakan maupun SOP, distribusi pengetahuan tentang keselamatan pasien yang tidak merata antara petugas kesehatan, serta kekurangan orientasi dan pemahaman petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya. Keperawatan merupakan profesi yang berfokus kepada pelayanan dan bertujuan membantu pasien mencapai kesehatannya secara optimal. Perawat merupakan tenaga kesehatan yang memiliki waktu kontak dengan pasien lebih lama dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang lain. Oleh karena itu perawat perlu memiliki kemampuan mengidentifikasi bahaya yang terdapat di lingkungan pasien. Keselamatan pasien dan pencegahan terjadinya cedera merupakan salah satu tanggung jawab perawat selama memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat harus mampu memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikannya mengutamakan keselamatan pasien. (Taylor, et al., 1993). Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung (RSMB) merupakan rumah sakit yang memiliki tujuan untuk mewujudkan rumah sakit Islam yang maju, memiliki kemampuan yang handal, mampu bersaing, memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan maupun masyarakat. Rumah sakit ini memiliki 9 ruangan rawat inap dengan kapasitas tempat tidur 183 buah. Jumlah perawat yang bekerja di rumah sakit Muhammadiyah adalah berjumlah 241 orang yang tersebar di kesembilan ruangan tersebut.Hampir semua pasien yang dirawat di ruangan rawat inap rumah sakit dipasang infus, baik yang bertujuan untuk pemberian cairan, pemberian nutrisi atau pun sebagai jalur untuk pemberian obat. Tindakan pemasangan infus merupakan tindakan invasif yang mengakibatkan pembuluh darah terpapar ke dunia luar sehingga rentan untuk menimbulkan terjadinya infeksi atau peradangan pada pembuluh darah yang disebut dengan adanya flebitis. Oleh karena itu pencegahan dari terjadinya infeksi tersebut dapat dilakukan dengan cara pemasangan infus yang benar (sesuai dengan Standard Operating Procedure yang berlaku), melakukan pengawasan saat pemberian cairan atau pun obat-obatan, serta perawatan dan evaluasi berkala pada setiap pasien yang terpasang infus.Pencatatan mengenai angka kejadian flebitis di RSMB mulai dilakukan pada tahun 2011 oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Angka kejadian flebitis pada trimester I (Bulan Januari-Maret) tahun 2011 masih cukup tinggi yaitu 4,93%. Pada trimester II (Bulan April-Juni) tahun 2011 angka kejadian flebitis meningkat menjadi 5,16%. Pada trimester III (Bulan Juli-September) tahun 2011 angka kejadian flebitis menurun menjadi 4,99%. Pada akhir tahun 2011 sampai tahun 2012, Komite PPI sempat vakum sehingga angka kejadian flebitis pada trimester IV tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 tidak tercatat. Pada tahun 2013, Komite PPI mulai aktif kembali melakukan pencatatan angka kejadian flebitis, akan tetapi karena permasalahan dalam pengarsipan maka data angka kejadian flebitis pada tahun 2013 tidak dapat ditampilkan.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada ketua PPI menyatakan bahwa tingginya angka kejadian flebitis kemungkinan disebabkan oleh ketidaksiplinan perawat pelaksana dalam pemasangan infus sesuai dengan SOP. SOP pemasangan infus meliputi cuci tangan sebelum melakukan pemasangan infus serta tindakan aseptic saat pemasagan infus. Berdasarkan hal tersebut, pada tahun 2011 mengadakan audit mengenai kepatuhan hand hygiene di kalangan perawat pelaksana dan bidan di RSMB. Pada trimester I tahun 2011 didapatkan bahwa kepatuhan hand hygiene perawat dan bidan sekitar 37,5% sampai dengan 50%. Berdasarkan hasil evaluasi, kepatuhan perawat pelaksana dan bidan yang rendah disebabkan oleh kurangnya pengetahuan perawat pelaksana tentang hand hygiene serta beban kerja yang tinggi. Pada trimester II tahun 2011 dilakukan sosialisasi mengenai panduan terbaru hand hygiene kepada perawat pelaksana dan bidan. Pada saat dilakukan evaluasi ulang mengenai kepatuhan hand hygiene perawat pelaksana dan bidan di trimester III tahun 2011 didapatkan adanya peningkatan kepatuhan hand hygiene menjadi 50%-67,5%. Pada trimester IV tahun 2011 dan tahun 2012 tidak dilakukan audit mengenai kepatuhan hand hygiene pada perawat pelaksana dan bidan. Pada trimester II tahun 2013, Komite PPI mengadakan kembali audit hand hygiene pada perawat pelaksana dan bidan. Dari audit tersebut didapatkan bahwa kepatuhan hand hygiene perawat pelaksana dan bidan sekitar 50% - 60%, tidak terdapat peningkatan dari tahun 2011. Berdasarkan hasil evaluasi, didapatkan bahwa kepatuhan hand hygiene perawat pelaksana dan bidan yang rendah disebabkan oleh kurangnya motivasi dan komitmen dari perawat pelaksana dan bidan dalam melaksanakan hand hygiene sesuai dengan aturan yang berlaku di rumah sakit.Berdasarkan permasalahan tersebut didapatkan tiga permasalahan. Pertama tentang kedisiplinan kerja yang tercermin dalam rendahnya kepatuhan perawat pelaksana dalam hand hygiene, permasalahan kedua adalah kurangnya motivasi kerja perawat pelaksana dalam hand hygiene dan ketiga adalah sikap kerja yang tercermin kurangnya komitmen perawat pelaksana dalam melaksanakan aturan yang berlaku di rumah sakit, yaitu hand hygiene.Masalah mengenai motivasi kerja dan sikap kerja perawat pelaksana tercermin juga dalam Labor Turn Over. Pada tahun 2009, RSMB telah membangun gedung rawat inap baru yang dicanangkan akan mulai beroperasi pada tahun 2012. Pembangunan gedung tersebut secara otomatis meningkatkan kebutuhan tenaga kerja perawat. Untuk memenuhi kebutuhan perawat tersebut, pada tahun 2012 RSMB merekrut 8 orang perawat baru dan 11 orang perawat sebagai tenaga harian lepas. Pada saat kondisi di mana RSMB membutuhkan sejumlah tenaga kerja perawat baru, masih terdapat perawat lama yang mengundurkan diri. Jumlah perawat yang mengundurkan diri adalah 6 orang dengan alasan keluarga dan 2 orang perawat yang tidak melanjutkan kontrak. Pada tahun 2013, kejadian tersebut kembali berulang di mana RSMB merekrut 8 orang perawat sebagai tenaga kontrak dan 11 orang perawat sebagai tenaga kerja lepas untuk memenuhi kebutuhan perawat, di sisi lain terdapat 6 orang perawat lama yang mengundurkan diri dengan alasan keluarga dan 2 orang perawat yang tidak melanjutkan kontrak kerja. Hal tersebut mengakibatkan RSMB membutuhkan 31 tenaga perawat tambahan pada bulan Januari tahun 2014. Dari fenomena tersebut penulis menduga bahwa alsan perawat tersebut mengundurkan diri atau tidak melanjutkan kontrak kerja dengan RSMB adalah karena masalah kepuasan kerja.Salah satu teori tentang motivasi kerja menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang disebut dengan faktor pemuas kerja (job satisfier) dan faktor penyebab tidak kepuasan kerja (Herzberg dalam Robbins dan Judge). Faktor pemuas disebut juga dengan motivator sedangkan faktor penyebab ketidakpuasan kerja disebut dengan faktor higienis. Faktor motivator merupakan faktor-faktor yang dapat memuaskan dan mendorong karyawan untuk bekerja dengan baik. Pada saat karyawan, dalam hal ini adalah perawat pelaksana, merasa tidak puas terhadap pekerjaannya maka akan menyebabkan karyawan tersebut keluar dari pekerjaannya. Menurut Robbins dan Judge (2007) sikap kerja merupakan evaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh karyawan tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka. Dalam perilaku organisasi sikap tersebut meliputi kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasi. Seorang perawat yang memiliki evaluasi positif terhadap pekerjaannya, maka perawat tersebut akan bertahan dalam pekerjaannya dan akan berkontribusi secara aktif dalam pekerjaan. Sebaliknya, ketika perawat tersebut mempunyai evalauasi negative terhadap pekerjaannya maka perawat tersebut akan memilih untuk keluar dari pekerjaannya.Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh Motivasi dan Sikap Kerja Perawat Pelaksana Terhadap Kedisiplinan Tindakan Pemasangan Infus Yang Sesuai Dengan Standard Operating Procedure di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.

1.2. Identifikasi MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:1. Bagaimanakah motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung?2. Bagaimanakah sikap kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung?3. Bagaimanakah kedisiplinan perawat pelaksana dalam pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung?4. Bagaimanakah pengaruh motivasi dan sikap kerja perawat pelaksana terhadap kedisiplinan pemasangan infsus sesuai dengan Standard Operating Procedure baik secara parsial maupun simultan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung?

1.3. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui gambaran mengenai motivasi kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung2. Untuk mengetahui gambaran mengenai sikap kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.3. Untuk mengetahui gambaran mengenai kedisiplinan dalam pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure oleh perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung4. Untuk menganalisis pengaruh motivasi dan sikap kerja perawat pelaksana terhadap kedisiplinan dalam pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure baik secara parsial maupun secara simultan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian1. Kegunaan teoritisHasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan mengenai keselamatan pasien dan manajemen perilaku organisasi yang berfokus pada keperawatan.2. Kegunaan praktisHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan keselamatan pasien dan manajemen perilaku organisasi yang berfokus pada keperawatan di rumah sakit, terutama Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.3. Kegunaan bagi penulisPenelitian ini digunakan sebagai salah satu persyaratan kelulusan program pasca sarjana magister manajemen rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penulis apabila penulis bekerja dilingkungan rumah sakit.

1.5. Kerangka Pemikiran Perawat pelaksana merupakan lini pertama dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat pelaksana memberikan pengaruh terhadap terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan pada pasien, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah (error) yang berasal dari berbagai proses asuhan pasien. Berikut ini akan dijelaskan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini.Variabel pertama yang diteliti pada penelitian ini adalah mengenai motivasi kerja. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku (sbortell dan Kaluzny (1994) dalam Nursalam 2007). Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang teori motivasi, teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori motivasi berdasarkan Mc Clelland. Teori ini menyatakan bahwa sesorang bekerja memiliki energi potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan, motivasi, situasi dan peluang yang ada. Teori ini berfokus pada tiga kebuthan yaitu: pencapaian, kekuatan dan hubungan yang didefinisikan sebagai berikut:1. Kebutuhan pencapaian (need for achievement): dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Karyawan yang memiliki kebutuhan pencapaian (prestasi) yang tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu tugasb. Memiliki suatu keinginan besar untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan pekerjaannyac. Memiliki keinginan untuk bekerja keras guna memperoleh tanggapan/umpan balik atas pelaksanaan tugasnya2. Kebutuhan kekuasaan (need for power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya. Karyawan yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Keinginan untuk mempengaruhi secara langsung terhadap orang lainb. Keinginan untuk mengadakan pengendalian terhadap orang lainc. Berusaha untuk mencari posisi pimpinan.3. Kebutuhan hubungan (need for affiliation) : keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab. Karyawan yang memiliki kebutuhan untuk afiliasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:a. Memiliki suatu keinginan dan mempunyai perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan di mana mereka bekerjab. Berusaha membina hubungan sosial yang menyenangkan dan rasa saling membantu dengan orang lainc. Memiliki suatu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap perasaan orang lainVariabel kedua yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai skap kerja. Sikap kerja merupakan evaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh seorang karyawan mengenai aspek-aspek lingkungan kerja mereka (Robbins dan Judge, 2007). Sikap kerja dalam perilaku organisasi terdiri dari 3 sikap, yaitu kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasional. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasi.Kepuasan kerja/job satisfaction adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang ynag merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi cenderung memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, sebaliknya seseorang yang tidak puas cenderung memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaan tersbut.Keterlibatan pekerjaan mengukur sejauh mana seseorang memihak suatu pekerjaan, berpartisipasi secara aktif di dalamnya dan mengganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Seseorang yang memiliki tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi cenderung sangat memihak dan benar-benar perhatian dengan bidang pekerjaannya. Komitmen organisasional menunjukkan sejauh mana seseorang memihak sebuah organisasi serta tujuan-tujuannya dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasional terdiri dari tiga dimensi, yaitu:a. Komitmen afektif, yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainyab. Komitmen berkelanjutan, yaitu nilai ekonomi yang dirasakan jika tetap bertahan di dalam organisasi dibandingkan jika meninggalkan organisasi tersebut.c. Komitmen normative, yaitu kewajiban untuk tetap bertahan dalam organisasi karena alasan-alasan etis dan moral.Variabel ketiga yang akan diteliti pada penelitian ini adalah kedisiplinan dalam pemasangan infus sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) rumah sakit. Decenzo dan Robbins [dalam Chirasha 2013] mendefinisikan disiplin sebagai suatu kondisi dalam organisasi dimana karyawan berperilaku sesuai dengan aturan organisasi dan standar perilaku yang dapat diterima. Disiplin kerja merupakan sebuah ketaatan (obedience) karyawan terhadap segala aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku di organisasi. Di dalam rumah sakit, aturan tertulis yang mengatur tindakan keperawatan disebut dengan Standard Operational Procedure (SOP).Perry dan Potter (2005) mendifinisikan SOP sebagai suatu standar/ prosedur yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. SOP rumah sakit disusun oleh masing-masing rumah sakit berdasarkan konsensus dari tim ahli dan unit-unit yang akan terkait dalam pelaksanaan SOP tersebut dan disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di rumah sakit tersebut.Berdasarkan hal tersebut disiplin kerja yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan ketaatan perawat pelaksana dalam melakukan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP yang berlaku di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung (RSMB). SOP pemasangan infus yang berlaku di RSMB meliputi langkah-langkah prosedur untuk memberikan cairan obat/makanan melalui pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu.Chirasa (2013) dalam jurnal ilmiah mengenai perspektif teoritis manajemen disiplin menyimpulkan bahwa motivasi karyawan yang tinggi dapat memberikan kesadaran bagi karyawan untuk melaksanakan disiplin, atau disebut dengan disiplin positif di mana karyawan dengan suka rela melakukan disiplin kerja tanpa harus diancam oleh sebuah hukuman. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian oleh Umy Yoesana (2013) di Kantor Kecamatan Muara Jawa Kabupaten Kutai Kartanegara yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara motivasi kerja dan disiplin kerja.Tugas, pokok dan fungsi perawat di suatu rumah sakit terdiri dari perawat fungsional, yaitu perawat yang memberikan layanan keperawatan kepada pasien dan perawat struktural yang berfungsi untuk mengatur kebijakan mengenai pelayanan keperawatan maupun sumber daya perawat sendiri. Jenjang karir perawat berada di struktural, di mana semakin perawat berada di manajemen puncak, semakin besar kekuasaan yang dimiliki oleh perawat tersebut. Akan tetapi, sebagian besar perawat pelaksana tidak menginginkan berada di struktural karena mereka beranggapan bahwa tugas struktural merupakan sebuah beban. Bagi mereka pengakuan akan kemahiran keterampilan yang dimiliki sebagai perawat pelaksana lebih penting dibandingkan dengan keinginan untuk mendapatkan kekuasaan melalui struktural. Oleh karena itu, peneliti melihat fenomena bahwa dikalangan perawat pelaksana kebutuhan akan pencapaian dan kebutuhan hubungan lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan akan kekuasaan, meskipun secara teoritis menyatakan bahwa ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kebutuhan perawat pelaksana akan pencapaian akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu tugas serta ingin mendapatkan umpan balik yang baik dari setiap pekerjaan yang dilakukannya. Perawat yang seperti ini akan berusaha melaksanakan tugasnya sebagai perawat dengan baik dan benar agar mendapatkan penghargaan dan umpan balik yang positif untuk dirinya. Oleh karena itu, perawat pelaksana tersebut akan melakukan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP yang sudah ditentukan oleh rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi kerja perawat, yang tercermin dalam kebutuhan akan prestasi, maka semakin tinggi juga kedisilinan dalam pelaksanaan infus yang sesuai dengan SOP.Gillies (1996) mendifinisikan disiplin kerja sebagai suatu bentuk kontrol-diri melalui tindakan individual yang sesuai dengan kode tingkah laku yang berlaku di organisasi. Seorang pegawai yang memiliki sikap kerja yang positif akan memiliki kontrol diri yang baik dalam melakukan tindakan dan perilaku yang sesuai dengan segala aturan yang berlaku di rumah sakit, baik aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis.Seorang perawat pelaksana yang memiliki evaluasi positif terhadap pekerjaannya, yang tercermin dalam merasa puas terhadap pekerjaannya, selalu mendukung dan berpartispasi aktif dalam merealisasikan setiap aturan dan kebijakan yang ditentukan oleh rumah sakit, akan selalu berkomitmen dalam menjalankan aturan maupun kebijakan yang telah ditetapkan oleh rumah sakit. Oleh karena itu, perawat tersebut akan melaksanakan pemasangan infus pada pasien sesuai dengan SOP yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin positif sikap kerja seorang perawat maka ia akan semakin disiplin untuk menjalankan segala kebijakan yang telah ditentukan rumah sakit, dalam hal ini adalah pemasangan infus sesuai dengan SOP.Berdasarkan penjelasan tersebut maka seorang perawat yang memiliki motivasi kerja yang tinggi dan sikap kerja yang positif akan memiliki disiplin kerja, yaitu dengan mentaati segala aturan yang telah ditentukan oleh rumah sakit, dalam hal ini adalah pemasangan infus sesuai dengan SOP.Pada penelitian ini kerangka konsep dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu sebagai variabel independen (motivasi kerja dan sikap kerja) dan dependen (kedisiplinan dalam pemasangan infus sesuai dengan SOP).

Motivasi kerja (X1), meliputi:a. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)b. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement)c. Kebutuhan akan hubungan (need for affiliation)

Mc. Clelland (dalam Robbins dan Judge 2007)Disiplin Kerja (Y)Pelaksanaan tindakan pemasangan infus sesuai dengan Standard Operational Procedure

Decenzo dan Robbins (dalam Chirasa 2013)Sikap kerja (X2), meliputi:a. Kepuasan kerjab. Keterlibatan pekerjaanc. Komitmen terhadap organisasi

Robbins dan Judge (2007)Chirasa (2013)Gillies (1996)

Gambar 1.1 Paradigma Konseptual Penelitian

X1X2Y

Gambar 1.2 Paradigma Penelitian

1.6. Hipotesis PenelitianBerdasarkan uraian kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian, yaitu:Hipotesis UtamaMotivasi kerja dan sikap kerja berpengaruh positif terhadap kedisiplinan tindakan pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung baik secara simultan maupun parsial.Sub Hipotesis1. Motivasi kerja perawat pelaksana berpengaruh positif terhadap kedisiplinan tindakan pemasangan infus sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.2. Sikap kerja perawat pelaksana berpengaruh positif terhadap kedisiplinan tindakan pemasangan infus sesuai dengan Stadndard Operating Procedure di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung.

1.7. Metode Penelitian1.7.1 Jenis dan metode PenelitianJenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan menggunakan metode penelitian cross sectional.1.7.2. Populasi dan SampelPopulasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012)Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Unit Rawat Inap RS Muhammadiyan Bandung yang berjumlah 108 orang. Berikut ini merupakan kerangka populasi penelitian.

Tabel 1.1 Kerangka PopulasiNoRuanganJenis KelaminJumlah

Laki-LakiPerempuan

1Multazam 1369

2Multazam 23710

3Multazam 33710

4Multazam 45813

5Multazam 55510

6Dewi Sartika4812

7Perawatan Umum-1212

8ICU459

9Raudhah 32810

10Raudhah 421113

11Raudhah 5---

Jumlah total3177108

(Sumber: Data Jumlah Perawat di Ruang Rawat Inap RSMB Bulan Juni Tahun 2014)Dari kerangka populasi ini penulis akan mengambil sejumlah sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus Yamane, yaitu:n = = = = 85,04 85Keterangan:n: Jumlah sampelN: Jumlah Seluruh Populasid: tingkat kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir

Dalam penelitian ini, jumlah populasi (N) sebesar 108 orang, sedangkan d ditetapkan 0,05. Berdasarkan rumus diatas, akan diperoleh sampel minimal 108,029 atau dibulatkan menjadi 85 orang. Setelah itu ditentukan jumlah sampel pada setiap stratum dengan menggunakan rumus :nii = x nKemudian jumlah sampel pada tiap stratum dilakukan secara proportional stratified random sampling. Didapatkan kerangka sampel sebagai berikut:Tabel 1.2 Kerangka SampelNoRuanganJenis KelaminJumlah

Laki-LakiPerempuan

1Multazam 12,36 24,72 57

2Multazam 22,36 25,51 68

3Multazam 32,36 25,51 68

4Multazam 43,93 46,29 610

5Multazam 53,93 43,93 48

6Dewi Sartika3,14 36,29 69

7Perawatan Umum-9,44 99

8ICU3,14 33,93 47

9Raudhah 31,57 26,29 68

10Raudhah 41,57 28,65 911

11Raudhah 5---

Jumlah total246185

Beriku ini merupakan kriteria inklusi dan eksklusi dari sampel pada penelitian ini

.a. Kriteria Inklusi :1. Perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung2. Perawat tidak dalam masa cuti3. Bersedia menjadi respondenb. Kriteria Eksklusi1. Kepala ruangan / CI2. Perawat magang3. Mahasiswa perawat

1.7.3. Teknik Pengumpulan DataJenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner yang meliputi data tanggapan mengenai beban kerja dan kepatuhan pemasangan infus sesuai dengan SOP.Data sekunder adalah data-data yang diambil dari RS Muhammadiyah Bandung yang berbentuk tertulis yaitu data jumlah perawat di instalasi rawat inap, analisis kebutuhan tenaga perawat, data kunjungan pasien rawat inap dan data lainnya.Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara:1. KuesionerKuesioner akan dibagikan kepada seluruh sampel sebagai responden yaitu perawat pelakksana yang bertugas di Rawat Inap RS Muhammadiyah Bandung. Jawaban atas daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden dibuat dengan menggunakan skala likert 5 tingkatan (likert scale).2. WawancaraWawancara akan dilakukan untuk mengumpulkan data primer mengenai motivasi kerja dan sikap kerja perawat pelaksana dan kedisiplinan dalaam pemasangan infus sesuai dengan SOP.3. ObservasiObservasi merupakan pengamatan langsung berbagai kegiatan yang terkait dengan variabel penelitian.4. DokumentasiDokumentasi adalah data sekunder dari RS Muhammadiyah Bandung yang terkait dengan profil organisasi, struktur organisasi, kunjungan pasien rawat inap, analisis kebutuhan tenaga perawat, angka kejadian flebitis, SOP mengenai pemasangan infus dan karakteristik responden penelitian

1.7.4. Variabel OperasionalVariabel variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari:A. Variabel BebasVariabel bebas pada penelitian ini adalah motivasi dan sikap kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Muhammadiyah BandungB. Variabel TerrikatVariabel terikat pada penelitian ini adalah kedisiplinan dalam pemasangan infus sesuai dengan SOP, yang terdiri dari:

2

Tabel 1.3 Variabel OperasionalVariabelKonsep (definisi) yang termuat dalam kerangka pemikiranSubvariabel (dimensi)Indikator

UkuranSkala

Motivasi KerjaMotivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku (sbortell dan Kaluzny, 1994).1. Kebutuhan akan kekuasaana. Keinginan untuk menjadi pimpinan di dalam pekerjaanb. Keinginan untuk berkontribusi secara aktif dalam menentukan arah kebijakan di dalam rumah sakit c. Memiliki perasaan senang dalam melaksanakan setiap tugas yang dibebankan kepadanya.a. Tingkat keinginan untuk menjadi pimpinan di dalam pekerjaanb. Tingkat keinginan untuk berkontribusi secara aktif dalam menentukan arah kebijakan di dalam rumah sakitc. Tingkat rasa senang dalam melaksanakan setiap tugas yang dibebankanOrdinal

2. Kebutuhan akan prestasia. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu tugasb. Memiliki suatu keinginan untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan pekerjaanc. Memiliki keinginan untuk bekerja keras guna memperoleh umpan balik atas pelaksanaan tugasnyaa. Tingkat rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan suatu tugasb. Tingkat keinginan untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan pekerjaanc. Tingkat keinginan untuk bekerja keras guna memperoleh umpan balik atas pelaksanaan tugasnyaOrdinal

3. Kebutuhan akan hubungana. Memiliki suatu keinginan diterima oleh orang lain di lingkungan di mana mereka bekerjab. Membina hubungan sosial yang menyenangkan dan rasa saling membantu dengan orang lainc. Memiliki suatu perhatian yang sungguh-sungguh terhadap orang laina. Tingkat keinginan untuk diterima oleh orang lain di lingkungan di mana mereka bekerjab. Tingkat keinginan untuk membina hubungan sosial yang menyenangkan dan rasa saling membantu dengan orang lainc. Tingkat perhatian yang sungguh-sungguh terhadap orang lain

Sikap KerjaEvaluasi positif atau negative yang dimiliki oleh seorang karyawan mengenai aspek-aspek lingkungan kerja mereka (Robbins dan Judge, 2007)1. Keterlibatan pekerjaan.a. Mengukur sejauh mana seseorang memprioritaskan suatu pekerjaan b. Berpartisipasi secara aktif di dalam pekerjaanc. Menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diria. Tingkat prioritas terhadap pekerjaanb. Tingkat partisipasi secara aktif di dalam pekerjaanc. Tingkat persepsi terhadap kepentingan tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diriOrdinal

2. Kepuasan kerjaa. Kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukanb. Kepuasan terhadap pengawasan di tempat kerjac. Kepuasan terhadap gaji yang diterimad. Kepuasan terhadap peluang promosi di tempat kerjae. Kepuasan terhadap hubungan dengan rekan-rekan kerjaa. Tingkat kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukanb. Tingkat kepuasan terhadap pengawasan di tempat kerjac. Tingkat kepuasan terhadap gaji yang diterimad. Tingkat kepuasan terhadap peluang promosi di tempat kerjae. Tingkat kepuasan terhadap hubungan dengan rekan-rekan kerja

3. Komitmen terhadap organisasia. Keyakinan terhadap nilai-nilai di rumah sakitb. Keyakinan untuk tetap bekerja di rumah sakitc. Merasa bertanggung jawab untuk tetap bekerja di rumah sakita. Tingkat keyakinan terhadap nilai-nilai di rumah sakitb. Tingkat keyakinan untuk tetap bekerja di rumah sakitc. Tingkat persepsi terhadap rasa tanggung jawab untuk tetap bekerja di rumah sakit

Kedisiplinan dalam Pelaksanaan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP

Karyawan berperilaku sesuai dengan aturan organisasi dan standar perilaku yang dapat diterima.(Decenzo dan Robbins, 2013)Ketaatan dalam melakukan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan aturan tertulis yang berlaku di rumah sakit ( SOP Pemasangan Infus)

Melaksanakan pemasangan infus sesuai dengan SOP Pemasangan Infus

1. Memperisapkan peralatan sebelum melakukan pemasangan infus2. Memberitahu pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan3. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan pemasangan infus4. Mengucapkan basmalah sebelum melakukan tindakan pemasangan infus5. Mengisi selang infus sebelum melakukan tindakan pemasangan infus6. Membuka infus set dengan benar7. Memasukan infus set pada cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah ke atas8. Menggantung cairan infus pada standar infus sebelum melakukan tindakan pemasangan infus9. Mengecek kembali cairan infus yang akan diberikan pada pasien10. Menutup ujung selang infus dengan memperhatikan kesterilan11. Mengecek adanya udara dalam selang12. Meletakkan perlak di bawah bagian tubuh yang akan diinfus13. Memilih vena yang benar sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus14. Memasang tourniquet di atas area yang akan ditusuk15. Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan pemasangan infus16. Melakukan desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan alcohol (teknik sirkuler atau dri atas ke bawah dengan sekali hapus)17. Membuka IV catheter dan memeriksa adanya kerusakan pada IV cath18. Memasukan IV catheter pada vena yang telah dipilih dengan sudut kemiringan 10-30 derajat19. Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen IV catheter, jika ada menarik keluar mandrin secara perlahan sambil memasukan kateter secara perlahan20. Mencabut tourniquet yang terpasang21. Fiksasi IV catheter dengan plester/disilang kupu-kupu22. Menyambungkan IV catheter dengan ujung selang infus23. Memasang plester pada ujung IV catheter tapi tidak menyentuh area penusukan dan selang infus untuk fiksasi24. Tutup tempat insersi IV catheter dengan kassa kering/hansaplas25. Melakukan fiksasi dengan plester secara benar dan mempertahankan keamanan IV catheter agar tidak tercabut26. Mengatur tetesan infus sesuai dengan kebutuhan klien27. Memasang etiket pada plabot/slang infus/abocath (jumlah cairan, tetesan, tanggal dan jam pemasangan)28. Mengucapkan hamdalah29. Membereskan peralatan30. Mencuci tangan setelah melakukan tindakan pemasangan infusOrdinal

1.7.5. Instrumen PenelitianSugiyono (2012) menyatakan, dalam penelitian kuantitatif akan selalu menggunakan instrument untuk mengumpulkan data. Instrument penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial, secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Bagi suatu penelitian, data mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting, data merupakan gambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat membuktikan hipotesis. Data dalam suatu penelitian dapat dikumpulkan sebagai isntrumen. Instrument yang dipakai dalam mengumpulkan data haruslah lebih memenuhi dua persyarartan penting, yaitu validitas dan reliabilitas.

1.7.5.1 ValiditasSuatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang diteliti. Selanjutnya sugiyono (2012) mengingatkan bahwa dengan menggunakan instrument yang telah diuji validitasnya, tidak otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi obyek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrument. Uji validitas dilakukan dengan analisis faktor korfirmatori. Dengan ketentuan masing-masing indikator besarnya loading factor >0,60, eigen value >1 signifikansi Ztabel, maka distribusi sampel normal.2. Jika nilai Zhitung < Ztabel, maka distribusi sampel tidak normal.D. Uji F (simultan)Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas (X1 dan X2) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y). Model Hipotesis ini adalah:1. H0 : b1b2 = 0 (artinya kepuasan kerja dan etos kerja secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat).2. H1 : b1b2 0 (artinya kepuasan kerja dan etos kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan).Alat uji yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis, yaitu nilai Fhitung dibandingkan dengan nilai Ftabel dengan kriteria pengambilan keputusan:a. H0 diterima jika Fhitung < Ftabel pada =5%b. H0 ditolak (H1 diterima) jika Fhitung > Ftabel pada =5%c. Rumus uji F (Sugiyono, 2008: 264) yaitu :

Dimana :R2= koefisien korelasi gandak= jumlah variabel independentn= Jumlah anggota sampelE. Uji T (parsial)Uji T bertujuan untuk melihat secara parsial apakah ada pengaruh dari variabel terikat terhadap variabel bebas secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat. Model hipotesis yang digunakan dalam uji T ini adalah :1. H0 : Bi = 0 (artinya faktor kepuasan kerja dan etos kerja tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja perawat).2. H0 : Bi 0 (artinya faktor kepuasan kerja dan etos kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja perawat).Nilai Thitung akan dibandingkan dengan Ttabel. Kriteria pengambilan keputusannya yaitu :1. Ho diterima jika -Ttabel Thitung Ttabel pada = 5%2. Ho ditolak (H1 diterima) jika Thitung < -Ttabel atau Thitung > Ttabel pada = 5%

1.8. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan juni-juli tahun 2014. Berikut ini merupakan jadwal kegiatan penelitian tesis.Tabel 1.4JADWAL KEGIATAN PENELITIAN TESISNo KegiatanJadwal Kegiatan Penelitian

Mei 2014Juni 2014Juli 2014

123412341234

1.Pengajuan Judul Usulan Penelitian

2. Konsultasi Usulan Penelitian

3.Sidang Usulan Penelitian

4.Perbaikan Usulan Penelitian

5.Penelitian Lapangan

6.Pengolahan Data

7.Penulisan Tesis

8.Seminar Hasil Penelitian

9. Perbaikan Hasil Penelitian

1.9. Sistematika PenulisanUntuk memahami bahan yang akan disajikan dalam penelitian ini, maka penulis membagi tesis menjadi lima bab yang saling terkait, ditambah kepustakaan yang menguraikan apa yang tercantum. Rincian sistematika tesis ini adalah sebagai berikut:BAB I: PENDAHULUANBab ini merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keterbatasan penelitian dan sistematika penulisan.BAB II : TINJAUAN PUSTAKABab ini merupakan kerangka teori yang menguraikan tentang teori-teori yang mendukung penelitian tesis ini. Bab ini juga menyajikan beberapa hasil penelitian terdahulu.BAB III: METODOLOGI PENELITIANBab ini menguraikan pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, populasi dan sampel, jenis data, model analisis data dan waktu penelitian.BAB IV: HASIL PENELITIANBab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian pengaruh motivasi kerja dan sikap kerja perawat pelaksana terhadap kepatuhan tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan SOP di Ruang Rawat Inap RS Muhammadiyah Bandung.BAB V: KESIMPULAN DAN SARANBab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan tesis, di mana pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan hasil temuan di lapangan, kemudian berdasarkan hasil kesimpulan tersebut penulis mengajukan beberapa saran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan tindakan pemasangan infus oleh perawat pelaksana yang sesuai dengan SOP di Ruang Rawat Inap RS Muhammadiyah Bandung.

DAFTAR PUSTAKA

Alex S. Nitisemito. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001Ancok D. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Pusat Penelitian, Yogyakarta, 1997.Ariola et al. Principles and Methods of Research.Manila : Rex printing company inc, 2006 Ariyani. Analisis Pengetahuan dan Motivasi Perawat Yang Mempengaruhi Sikap Mendukung Penerapan Program Patient Safety di Instalasi Perawatan Intensif RSUD DR. Moewardi Surakarta Tahun 2008. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin. Semarang, 2008Arlina Dewi. Patient Safety. [Internet]. 2012. (Diunduh pada tanggal 8 Juni 2012). Diakses dari: http://elearning.mmr.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=407 Aziz Alimul. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2, Salemba Mendika, Jakarta. 2007Azwar S. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 1995Basoeki AP, Koeshartono, Eddy Raharjo, Karjadi Wirjoatmodjo. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. Anestersiologi dan Reanimasi FK Unair/RSUD Dr. Soetomo.Chirasa V. Management of Discipline for Good Performance : a Theoretical Perspective. Online Journal of Social Science Research. Volume 2, Issue 7, pp 214-219, July, 2013.Decenzo DA, Robbins SP. Human Resources Management. 6th Edition. John Wily and Sons, Inc, New York, 1999.Departemen Kesehatan RI. Standar Asuhan Keperawatan. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 1993.Dyah Ratnawati. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety dengan Tindakan Pemasangan Infus Sesuai Dengan Standar Operasional Prosedur. Tesis, Program Pascasarjana Manajemen Keperawatan Universitas Diponegoro. 2010Harrel A.M, Stahl MJ. Mc Clellands Trichotomy of Needs Theory and Job Satisfaction and Work Performance of CPA Firm Professionals. Accounting Organization and Society. Volume 9, Issues 3-4, 1984Institute of Medicine. To Err is Human: Building a Safer Health System. National Academy of Sciences. 2000.KKP RS. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Departemen Kesehatan RI. 2006Lastriana Fitri. Pengaruh Pengetahuan, Sikap Dan Keterampilan Perawat Terhadap Keselamatan Pasien di RSU H.Sahudin. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2011Lia Mulyati dan Asep Sufyan. Pengembangan Budaya Patient Safety. [Internet]. 2012. (Diunduh pada tanggal 06 Juli 2012). Diakses dari : http://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/PENGEMBANGAN-BUDAYA-PATIENT-SAFETY.pdfLily JD, Duffy JA, Virick M. A Gender Sensitive Study of Mc Clellands Needs, Stress And Turnover Intent With Work-Family Conflict. Women In Management Review, Vol 21, Issues 8, September 2013Moberg CR, Leasher M. Examining The Differences In Salesperson Motivation Among Different Cultures. American Journal of Bussiness, Vol 26, Issues 2, September 2013Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika, Jakarta, 2008Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 3. Salemba Medika, Jakarta, 2011.Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. ECG, Jakarta, 2005Robbins SP, Judge TA. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). Edisi 12. Salemba Empat, Jakarta, 2007Simmons BI, et al. A comparison of the positive & negative work attitudes of hospital nurses. Health Care Manage Rev, Aspers Publiser, Inc, 2001Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Alphabeta, Bandung 2012Suntoyo D. Teori, Kuesioner dan Proses Analisis Data Perilaku Organisasional. PT Buku Seru. Jakarta : 2013.Siti Fadilah Supari. Sambutan Pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta. 2005Swanburg, RC. Management and Leadership For Nurses Managers. 2nd Ed. Massacushetts. 1996Timpe, Dale, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia : Memotivasi Pegawai. Gramedia. Jakarta. 1999Yoesana. U. Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Disiplin Kerja Pegawai di Kantor Kecamatan Muara Jawa Kabupatem Kutai Kartanegara. eJournal Pemerintahan Integratif. Hal : 13-27. 2013

Lampiran IKUESIONER MOTIVASIIdentitias RespondenJenis Kelamin: laki-laki/perempuanLama Bekerja di Perusahaan: _______tahunUsia saat ini : _______tahunPendidikan terakhir:(1) SMK(2) Diploma(3) S1/profesi

Petunjuk pengisian: Berilah tanda [X] pada kolom yang sesuai dengan jawaban Saudara.Keterangan :ST= Sangat TinggiT= TinggiC= CukupR= RendahSR= Sangat Rendah

Pertanyaan-PertanyaanNo.Daftar PertanyaanSTTCRSR

1.Usaha saya untuk menjadi pimpinan di dalam pekerjaan

2.Keinginan untuk saya untuk berkontribusi secara aktif dalam menentukan arah kebijakan di dalam rumah sakit

3.Rasa senang saya dalam melaksanakan setiap tugas yang diberikan

4.Rasa tanggung jawab saya terhadap pelaksanaan suatu tugas

5. Keinginan saya untuk dapat berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan

6. Keinginan saya untuk bekerja keras guna memperoleh umpan balik atas pelaksanaan tugas

7.Keinginan saya untuk diterima oleh orang lain di lingkungan kerja

8.Keinginan saya untuk membina hubungan sosial yang menyenangkan dan rasa saling membantu dengan orang lain

9.Perhatian yang sungguh-sungguh dari saya terhadap orang lain

Lampiran 2KUESIONER SIKAP KERJAIdentitias RespondenJenis Kelamin: laki-laki/perempuanLama Bekerja di Perusahaan: _______tahunUsia saat ini : _______tahunPendidikan terakhir:(1) SMK(2) Diploma(3) S1/profesi

Petunjuk pengisian: Berilah tanda [X] pada kolom yang sesuai dengan jawaban Saudara.Keterangan :ST= Sangat TinggiT= TinggiC= CukupR= RendahSR= Sangat Rendah

Pertanyaan-PertanyaanNo.Daftar PertanyaanSTTCRSR

1.Prioritas saya terhadap pekerjaan

2.Partisipasi aktif saya di dalam pekerjaan

3.Persepsi saya terhadap kepentingan tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri

4.Kepuasan saya terhadap pekerjaan yang dilakukan

5. Kepuasan saya terhadap pengawasan di tempat kerja

6. Kepuasan saya terhadap gaji yang diterima

7.Kepuasan saya terhadap peluang promosi di tempat kerja

8.Kepuasan saya terhadap hubungan dengan rekan-rekan kerja

9.Keyakinan saya terhadap nilai-nilai di rumah sakit

10. Keyakinan saya untuk tetap bekerja di rumah sakit

11.Rasa tanggung jawab saya untuk tetap bekerja di rumah sakit

Lampiran 3

KUESIONER KEPATUHAN PEMASANGAN INFUSIdentitias RespondenJenis Kelamin: laki-laki/perempuanLama Bekerja di Perusahaan: _______tahunUsia saat ini : _______tahunPendidikan terakhir:(1) SMK(2) Diploma(3) S1/profesi

Petunjuk pengisian: Berilah tanda [X] pada kolom yang sesuai dengan jawaban Saudara.Keterangan :5= Selalu4= Sering3= Kadang2= Jarang1= Tidak pernah

Pertanyaan-PertanyaanNo.Daftar Pertanyaan54321

1.Memperisapkan peralatan sebelum melakukan pemasangan infus

2Memberitahu pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan

3Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan pemasangan infus

4Mengucapkan basmalah sebelum melakukan tindakan pemasangan infus

5Mengisi selang infus sebelum melakukan tindakan pemasangan infus

6Membuka infus set dengan benar

7Memasukan infus set pada cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah ke atas

8Menggantung cairan infus pada standar infus sebelum melakukan tindakan pemasangan infus

9Mengecek kembali cairan infus yang akan diberikan pada pasien

10Menutup ujung selang infus dengan memperhatikan kesterilan

11Mengecek adanya udara dalam selang

12Meletakkan perlak di bawah bagian tubuh yang akan diinfus

13Memilih vena yang benar sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus

14Memasang tourniquet di atas area yang akan ditusuk

15Memakai sarung tangan sebelum melakukan tindakan pemasangan infus

16Melakukan desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan alcohol (teknik sirkuler atau dri atas ke bawah dengan sekali hapus)

17Membuka IV catheter dan memeriksa adanya kerusakan pada IV cath

18Memasukan IV catheter pada vena yang telah dipilih dengan sudut kemiringan 10-30 derajat

19Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen IV catheter, jika ada menarik keluar mandrin secara perlahan sambil memasukan kateter secara perlahan

20Mencabut tourniquet yang terpasang

21Fiksasi IV catheter dengan plester/disilang kupu-kupu

22Menyambungkan IV catheter dengan ujung selang infus

23Memasang plester pada ujung IV catheter tapi tidak menyentuh area penusukan dan selang infus untuk fiksasi

24Tutup tempat insersi IV catheter dengan kassa kering/hansaplas

25Melakukan fiksasi dengan plester secara benar dan mempertahankan keamanan IV catheter agar tidak tercabut

26Mengatur tetesan infus sesuai dengan kebutuhan klien

27Memasang etiket pada plabot/slang infus/abocath (jumlah cairan, tetesan, tanggal dan jam pemasangan)

28Mengucapkan hamdalah

29Membereskan peralatan

30Mencuci tangan setelah melakukan tindakan pemasangan infus