proposal_ilhamdi bagus _ 1106385

50
KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR DI KENAGARIAN TANJUNG SANI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM Oleh : ILHAMDI BAGUS PERDANA 1106385/2011 PROGRAM STUDI GEOGRAFI JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Upload: ilhaemdi-bagoez-perdana

Post on 23-Oct-2015

43 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

longsor

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA TANAH LONGSOR DI KENAGARIAN TANJUNG SANI KECAMATAN TANJUNG RAYA

KABUPATEN AGAM

Oleh :ILHAMDI BAGUS PERDANA

1106385/2011

PROGRAM STUDI GEOGRAFIJURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIALUNIVERSITAS NEGERI PADANG

2013

Page 2: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut UU No 24 pasal 1 tahun 2007, Bencana alam adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara

lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan

tanah longsor.

Selain itu, bencana alam juga merupakan peristiwa alam yang diakibatkan oleh

proses alam, baik yang terjadi oleh alam itu sendiri maupun diawali oleh tindakan manusia

yang menimbulkan bahaya dan risiko terhadap kehidupan manusia baik harta maupun

jiwa. Karakteristik bencana alam ditentukan oleh keadaan lingkungan fisik seperti iklim,

topografi, geologi, tanah, tata air, penggunaan lahan dan aktivitas manusia. Secara

geologis, geomorfologis, dan klimatologis Indonesia selalu menghadapi bencana alam

yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu baik jenis maupun frekuensinya (Hermon

dan Triyatno, 2005).

Alamendah (2011) menyatakan peringkat negara terdampak bencana alam

selengkapnya, (1) Bencana alam tsunami; Dari 265 negara Indonesia peringkat pertama

dengan 5.402.239 orang terkena dampaknya. Mengalahkan Jepang (4.497.645 korban),

Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan Filipina (894.848 korban).

(2) Bencana alam tanah longsor; Dari 162 negara Indonesia peringkat pertama dengan

197.372 orang terkena dampaknya. Mengungguli India (180.254 korban), China (121.488

korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470 korban). (2) Bencana alam

gempa bumi. Dari 153 negara Indonesia meraih peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang

terkena dampaknya setelah Jepang (13.404.870) dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat

di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan masing-masing dengan

Page 3: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

8.139.068 dan 6.625.479 korban. (3) Bencana alam banjir; Dari 162 negara Indonesia

berada diurutan ke-6 dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat

sebelumnya berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640),

China (3.972.502), Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674). (4) Bencana alam

angin topan; Ranking pertama dikuasai Jepang dengan 22.548.120 korban disusul oleh

Filipina, China, India, dan Taiwan. (5) Bencana alam kekeringan; Peringkat pertama

adalah negara China dengan 71,297,700 disusul India, Amerika Serikat, Pakistan, dan

Ethiopia.

Indonesia merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia demikian

menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan

PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana alam

mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan

kebakaran hutan rawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam,

Indonesia menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah

manusia yang menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Inilah yang menasbihkan

Indonesia sebagai negara dengan resiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia. Dari

berbagai jenis bencana alam, United Nations International Stategy for Disaster Reduction

(UNISDR) merangking jumlah korban pada 6 jenis bencana alam yang meliputi tsunami,

tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan. Dan dari keenam jenis

bencana alam tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua bencana alam

yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat

keenam pada banjir. Hanya di dua bencana alam yakni kekeringan dan angin topan,

Indonesia ‘absen’.

Menurut data Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), berdasarkan dari

banyaknya bencana tahun 2008 berjumlah 343 kejadian, banjir menempati urutan pertama

Page 4: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

(58%), yang diikuti angin topan (16%), tanah longsor (12%), banjir dan tanah longsor

(7%), gelombang pasang (2%), kebakaran (2%), kegagalan teknologi (1%), kebakaran

hutan dan lahan (0,3%) dan kerusuhan sosial (0,3%) (Naryanto dkk, 2009).

Menurut UU RI No. 24 tahun 2007, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah

yang tepat guna dan berdaya guna. Sedangkan kesiapsiagaan menurut Carter (1991)

adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat,

komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat

dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana

penanggulangan bencana, pemeliharaan dan pelatihan personil.

Menurut Naryanto et al. (2009), Indonesia sebagian besar terbentuk oleh batuan

vulkanik yang mempunyai sifat lepas-lepas, beriklim tropis basah yang menyebabkan

tingkat pelapukan tinggi, ditunjang faktor-faktor lainnya menyebabkan tanah longsor.

Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan di Indonesia. Kerugian akibat tanah longsor setiap

tahunnya mencapai Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta. Menurut

PVMBG, daerah yang memiliki rawan longsor di Indonesia berada di : Jawa tengah 327

lokasi, Jawa barat 276 lokasi, Sumatera barat 100 lokasi, Sumatera utara 53 lokasi,

Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan barat 23 lokasi, sisanya terbesar di NTT, Riau,

Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.

Bencana tanah longsor merupakan salah satu bencana yang paling sering terjadi di

Indonesia yang mengakibatkan banyaknya korban harta dan jiwa. Tanah longsor biasanya

terjadi pada musim hujan sama halnya dengan banjir ditambah lagi dengan adanya

kerusakan lingkungan akibat ulah manusia. Tanah longsor atau gerakan tanah adalah

gerakan material pembentuk lereng ke arah bawah atau ke arah luar lereng. Material

pembentuk lereng tersebut dapat berupa massa batuan induk, lapisan tanah, timbunan

Page 5: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

buatan manusia atau kombinasi berbagai jenis material tersebut. Tanah longsor terjadi jika

gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Secara umum longsor

dipengaruhi oleh lima parameter yaitu:1) kondisi geologi (struktur, litologi stratigrafi, 2)

curah hujan (lama dan intensitas curah hujan, 3) vegetasi (kondisi tanah), 4) gempa bumi

(lokasi episentrum), dan 5) eksploitasi oleh manusia (usaha pertanian dan pengembangan

infrastruktur) (Dedi dan Khairani, 2009).

Dalam Sudibyakto et al. (2012), UN Habitat (2010) menegaskan bahwa pengelolaan

unit satuan ruang yang tidak tepat berpotensi memicu terjadinya bencana. Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (RTWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP),

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) perlu memasukkan indikasi

kawasan-kawasan bencana. Selanjutnya, Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana

dapat menganalisis lebih lanjut mengenai tingkat risikonya, khususnya sebaran kerentanan

penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana. Kesadaran masyarakat, swasta dan

pemerintah saling terkait dalam upaya pengurangan kerentanan dan peningkatan

partisipasi secara organisator.

Sumatera barat sebagai daerah rawan bencana longsor memiliki wilayah sebagian

besar perbukitan dan daerah pegunungan. Daerah lereng gunung dan perbukitan tersebut

merupakan daerah yang rawan bencana longsor. Di beberapa kawasan Sumatera Barat

telah ditetapkan sebagai zona kritis bahaya longsor yang dihuni oleh penduduk setempat.

Ada sebanyak 24 titik rawan bahaya longsor di Sumatera Barat. Diantaranya jalur Agam-

Pasaman yang dimulai dari Palupuh, Bonjol, Matur, Palembayan, Tigo Nagari, Simpang

Alahan Mati, Malampah, Lubuk Sikaping, Panti. Kemudian pada jalur Padang-Solok yaitu

Panorama II/ Sitinjau Lauik dan Air Sirah. Jalur Solok-Solok Selatan yaitu Surian dan Air

Dingin. Dan yang terakhir jalur Padang-Pesisir Selatan yaitu Bungus dan Teluk Bayur.

Page 6: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Salah satu diantaranya adalah kawasan Danau Maninjau dengan keadaan topografi yang

curam (Sindonews, 2013).

Dalam Martia dan Taufik (2011), di Kabupaten Agam, Danau Maninjau merupakan

danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas

Maninjau sekitar 99,5 km2 dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Maninjau

merupakan daerah yang rawan bencana alam, dilihat dari topografi kawasan Danau

Maninjau sangat rentan mengalami bencana tanah longsor.

Kenagarian Tanjung Sani merupakan salah satu desa di Danau Maninjau dengan

keadaan wilayah yang sangat curam dan terdapat permukiman penduduk. Hampir tiap

tahun dan tiap musim hujan datang, Kenagarian Tanjung Sani mengalami bencana tanah

longsor hingga menelan korban harta dan jiwa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) telah memperingatkan masyarakat setempat untuk melakukan transmigrasi

sebagai upaya pencegahan bencana longsor dari korban jiwa dan korban harta. Namun,

masyarakat Kenagarian Tanjung Sani lebih memilih tetap tinggal di desa kelahiran

mereka. Banyak masyarakat yang tidak tahu akan terjadi longsor. Selain itu juga, di

Kenagarian Tanjung Sani belum memiliki kader siaga bencana yang merupakan salah satu

wadah untuk pencegahan dan penanggulangan bencana pada saat bencana ataupun

sebelum bencana longsor terjadi. Berikut ini daftar bencana tanah longsor di Kenagarian

Tanjung Sani dari tahun 2008 s/d 2011, yaitu:

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana

kesiapsiagaan masyarakat terhadap bahaya bencana longsor dengan judul : “Kesiapsiagaan

Rumah Tangga Dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Kenagarian Tanjung Sani

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam”.

B. Identifikasi Masalah

Page 7: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah dari penelitian ini adalah :

1. Kesiapsiagaan rumah tangga sebelum terjadi bencana longsor di Kenagarian Tanjung

Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

2. Kesiapsiagaan rumah tangga saat terjadi bencana longsor di Kenagarian Tanjung Sani

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

3. Kesiapsiagaan rumah tangga setelah terjadi bencana longsor di Kenagarian Tanjung

Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini dibatasi menjadi

kesiapsiagaan rumah tangga sebelum bencana tanah longsor terjadi, saat bencana tanah

longsor terjadi dan setelah bencana tanah longsor terjadi di Kenagarian Tanjung Sani

Kecamatan Tanjung Raya Kabupetan Agam.

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Kepala Rumah Tangga di Kenagarian

Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Wilayah penelitian dibatasi

pada Jorong Pandan dan Jorong PANTAS di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan

Tanjung Raya Kabupaten Agam.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat

dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kesiapsiagaan rumah tangga sebelum terjadi bencana longsor di

Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam?

2. Bagaimana kesiapsiagaan rumah tangga saat terjadi bencana longsor di Kenagarian

Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam?

3. Bagaimana kesiapsiagaan rumah tangga setelah terjadi bencana longsor di Kenagarian

Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam?

Page 8: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan setelah dilakukannya penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir pada Jurusan Geografi, Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Agam Kecamatan

Tanjung Raya dalam meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bahaya bencana longsor

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap kesiapsiagaan masyarakat bencana longsor

di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kesiapsiagaan masyarakat

bencana longsor di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten

Agam

3. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan kedaruratan terhadap kesiapsiagaan

masyarakat bencana longsor di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam

4. Untuk mengetahui pengaruh sistem peringatan terhadap kesiapsiagaan masyarakat

bencana longsor di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten

Agam

5. Untuk mengetahui pengaruh mobilisasi sumberdaya terhadap kesiapsiagaan

masyarakat bencana longsor di Kenagarian Tanjung Sani Kecamatan Tanjung Raya

Kabupaten Agam

Page 9: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kesiapsiagaan

Page 10: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Menurut Perka BNPB No 4 tahun 2008 menyatakan bahwa kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui

pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Menurut UU Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 menyatakan bahwa

kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya

guna.

Cara mengenali tanda dan gejala kesiapsiagaan sebagai berikut: a) Muncul

retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, b) Muncul air secara tiba-

tiba dari permukaan tanah di lokasi baru, c) Air sumur disekitar lereng menjadi keruh,

d) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan. Sedangkan bentuk-bentuk kerjasama

yang dilakukan antara masyarakat dalam kesiapsiagaan bencana tanah longsor yaitu

denga cara: a) Tidak menebang atau merusak hutan, terutama di daerah tebing, b)

Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar

wangi, lamtoro, dsb. Pada lereng-lereng yang gundul, c) Membangun saluran air

hujan, d) Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal, e) Gunakan

teknik permakultur untuk membuat sengkedan dan bedeng yang dapat mengalirkan

kelebihan air, f) Memeriksa keadaan dan kekuatan tanah, g) Mengukur tingkat deras

hujan (Yayasan IDEP, 2010).

Adapun hal-hal yang harus dilakukan pada saat terjadi tanah longsor yaitu: a)

Segera mengungsi ke tempat yang aman dan stabil, b) Hindari reruntuhan material

yang dibawa longsor, c) Bila pengungsian tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh

anda seperti bola dengan kuat dan lindungi kepala anda. Posisi ini akan memberikan

perlindungan terbaik untuk badan anda. Kemudian hal-hal yang harus dilakukan pada

saat setelah terjadi tanah longsor yaitu: a) Hindari daerah longsoran, dimana longsor

Page 11: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

susulan dapat terjadi, b) Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa

langsung memasuki daerah longsoran, c) Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor, d)

Beri bantuan pada yang memerlukan, terutama anak-anak, orang tua dan orang cacat,

e) Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini, f)

Waspada akan adanya banjir di aliran longsor, g) Laporkan kerusakan pondasi rumah

dan tanah di sekitar tempat terjadinya longsor, h) Tanami kembali daerah bekas

longsor atau daerah di sekitarnya untuk mencegah erosi lapisan tanah atas, yang dapat

menyebabakan banjir bandang, i) Buatlah evaluasi ancaman dan bekerja sama dengan

masyarakat untuk mengurangi resiko longsor di masa yang akan datang (Yayasan

IDEP, 2010). Berikut ini indeks tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

bencana tanah longsor, yaitu:

Menurut Yayasan IDEP (2010), ada beberapa tindakan kesiapsiagaan yang

harus dilakukan pada saat sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana, dan setelah

terjadi bencana tanah longsor yaitu:

1) Mengenali tanda dan gejala bencana tanah longsor

a. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing

b. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru

c. Air sumur disekitar lereng menjadi keruh

d. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan

2) Kerja sama antara masyarakat yang bisa dilakukan pada saat bencana tanah

longsor yaitu:

a. Tidak menebang atau merusak hutan, terutama di daerah tebing

b. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba,

bambu, akar wangi, lamtoro dan sebagainya pada lereng-lereng yang gundul

c. Membangun saluran air hujan

Page 12: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

d. Membangun dinding penahan dilereng-lereng yang terjal

e. Gunakan teknik permakultur untuk membuat sengkedan dan bedeng yang

dapat mengalirkan kelebihan air

f. Memeriksa keadaan dan kekuatan tanah

g. Mengukur tingkat deras hujan

3) Hal-hal yang harus dilakukan saat terjadi tanah longsor yaitu :

a. Segera mengungsi ketempat yang aman dan stabil

b. Hindari reruntuhan material yang dibawa longsor

c. Bila pengungsian tidak memungkinkan lingkarkan tubuh anda

seperti bola dengan kuat dan lindungi kepala anda. Posisi ini akan

memberikan perlindungan terbaik untuk badan anda

4) Hal-hal yang harus dilakukan setelah terjadi tanah longsor :

a. Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi

b. Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa

langsungmemasuki daerah longsoran

c. Bantu arahkan sar ke lokasi longsor

d. Beri bantuan pada yang memerlukan terutama anak-anak, orang tua dan orang

cacat

e. Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini

f. waspada akan adanya banjir di aliran longsor

g. Laporkan kerusakan fasilitas umum kepada pihak yang berwenang

h. Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar tempat terjadinya

longsor

i. Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah disekitarnya untuk

mencegah erosi lapisan tanah atas, yang dapat menyebabkab banjir bandang

Page 13: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

j. Buatlah evaluasi ancaman dan bekerja sama dengan masyarakat untuk

mengurangi resiko longsor di masa yang akan datang

5) Cara-cara mengurangi dampak tanah longsor sebagai berikut:

a. Membangun perumahan jauh dari daerah yang rawan longsor

b. Bertanya kepada pihak yang mengerti sebelum membangun rumah

c. Membuat peta ancaman

d. Gunakan sistem peringatan dini

2. Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan

bencana baik pada, sebelum, saat maupun sesudah bencana.

Kelompok siaga bencana/pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat

atau tim relawan penanggulangan bencana adalah kelompok di tingkat desa yang

menjadi pelopor atau penggerak kegiatan pengurangan risiko bencana.

Desa/kelurahan tangguh bencana adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan

mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta

memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan.

Masyarakat atau komunitas adalah kelompok orang yang hidup dan saling berinteraksi

di daerah tertentu, yang dapat memiliki ikatan hukum dan solidaritas yang kuat karena

memiliki satu atau dua kesamaan tujuan, lokalitas atau kebutuhan bersama; misalnya,

tinggal di lingkungan yang sama-sama terpapar pada risiko bahaya yang serupa, atau

sama-sama telah terkena bencana, yang pada akhirnya mempuunyai kekhawatiran dan

harapan yang sama tentang risiko bencana. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu

proses di mana masyarakat atau mereka yang kurang beruntung dalam sumber daya

Page 14: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

pembangunan didorong untuk mandiri dan mengembangkan kehidupan sendiri

(BNPB No 1, 2012)

Menurut Mukti dan Winarna mengatakan bahwa keswadayaan masyarakat

merupakan komponen utama dalam sistem penanggulangan bencana Indonesia.

penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab pemerintah

dengan mengutamakan keswadayaan masyarakat. Penanggulangan bencana bertujuan

untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan

perlindungan masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana, sangat

memerlukan peran masyarakat secara langsung. Dari berbagai pengalaman

penanggulangan bencana alam di berbagai daerah, keberhasilannya sangat

dipengaruhi oleh sejauh mana peran serta masyarakat dalam kegiatan tersebut.

Terdapat tiga fase terjadinya bencana yaitu:

1. Fase pre-impact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana di mana

informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca; situasi darurat

sebelum bencana alam.

2. Fase impact terjadinya klimaks di mana manusia bertahan hidup (survive) hingga

bantuan-bantuan darurat dilakukan.

3. Fase post-impact dimana perbaikan dan penyembuhan mulai dilakukan dan

masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal; masyarakat

cenderung mampu berperan lebih cepat dan komprehensif karena terlepas dari

berbagai aturan birokratis dan rasa empati sosial yang tinggi terhadap sesama

manusia.

Page 15: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Masyarakat rentan bencana adalah anggota masyarakat yang membutuhkan

bantuan di antaranya masyarakat yang lanjut usia, penyandang cacat, anak-anak, serta

ibu hamil dan menyusui (BNPB, 2011).

Jika biasanya masyarakat diletakkkan sebagai korban dan memiliki partisipasi

yang terbatas dalam penanggulangan bencana, terutama pada tahap mitigasi.

Keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana merupakan hak dan

sekaligus kewajiban. Dalam UU Nomor 24 tahun 2007 pasal 26 ayat 1 merumuskan

hak masyarakat dalam penaggulangan bencana sebagai berikut:

a. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi

kelompok masyarakat rentan bencana;

b. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam

penyelanggaraan penanggulangan bencana;

c. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan

penanggulangan bencana;

d. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan

program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan

psikososial;

e. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan

penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan

komunitasnya; dan

f. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas

pelaksanaan penanggulangan bencana

3. Bencana Alam

Menurut UU Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 pasal 1 menyatakan

bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

Page 16: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan atau faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psik dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda ,

kerusakan sarana prasarana dan fasilitas, dampak psikologis serta menimbulkan

gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Dalam Sudibyakto et al. (2012), Wisner (2003) mengemukakan bahwa

bencana merupakan suatu kegagalan pembangunan yang dilakukan oleh manusia.

Sementara itu, Cutter (1996) dan Douglas (1999) menegaskan bahwa setiap satuan

unit ruang memiliki tingkat risiko bencana yang beragam. Hal ini menunjukkan

bahwa faktor manusia bukan faktor manusia bukan faktor tunggal untuk mengurangi

dampak bencana. Faktor non-manusia, seperti faktor lingkungan alami dan

lingkungan buatan, membentuk risiko bencana bersama faktor manusia. Mengingat

setiap unit wilayah unik, maka jelas kiranya bahwa ketahanan masyarakatnya

terhadap bencana pun beragam, sepertihalnya tingkat kerentanannya.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

Sedangkan penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana,

kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi (BNPB).

BNPB (2008) menjelaskan bahwa manajemen bencana merupakan seluruh

kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada

Page 17: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai Siklus Manajemen

Bencana (SMB) yang bertujuan untuk:

1) Mencegah kehilangan jiwa

2) Mengurangi penderitaan manusia

3) Memberi informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko

4) Mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber

ekonomis

Sudibyakto et al. (2012) menjelaskan bahwa skala pendekatan

Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM), yaitu mekanisme

penanggulangan bencana yang dilakukan oleh unsur-unsur masyarakat di lokasi

bencana, baik keluarga, organisasi sosial, maupun masyarakat lokal. Metode

pendekatan ini kemudian dilakukan dengan program pendampingan oleh Pusat Studi

Bencana Alam (PSBA) UGM pada tahun 2007 tersebut, sehingga diharapkan program

ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan antar waktu dan antar generasi.

PBBM dalam hal ini dipahami sebagai upaya meningkatkan kapasitas masyarakat atau

mengurangi kerentanan masyarakat, agar mampu menolong diri sendiri dan

kelompoknya dalam menghadapi ancaman bahaya yang berpotensi menjadi bencana

disekitar kehidupannya. Manajemen kebencanaan berbasis masyarakat ini meliputi

keseluruhan tahap yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan

pemulihan. PBBM pada intinya merupakan sebuah pendekatan penanggulangan

bencana yang berbasis komunitas lokal. Pendekatan ini pada dasarnya, mensyaratkan

adanya sikap politik yang memberikan keberpihakan kepada kepentingan komunitas

lokal. Pendekatan ini pada dasarnya mensyaratkan adanya sikap politik yang

memberikan keberpihakan kepada kepentingan komunitas lokal. pendekatan ini juga

menempatkan pengetahuan lokal (local knowledge) dan para jenius lokal (local

Page 18: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

geniuses) di latar depan. Dalam Praktiknya, pendekatan ini mengakomodasi potensi

dan modal sosial (social capital) yang ada di masyarakat sebagai sumber daya dalam

melaksanakan program penanggulangan bencana.

Dalam Sudibyakto et al. (2012) menjelaskan bahwa pendidikan kebencanaan

merupakan suatu usaha pemahaman konsep-konsep yang berkaitan dengan

kebencanaan, dalam rangka mengembangkan pengertian dan kesadaran yang

diperlukan untuk mengambil sikap dalam melakukan adaptasi kehidupan di daerah

yang rawan bencana. Sedangkan Soetrayono (1999) menyatakan bahwa konsepsi dari

kependidikan dari kebencanaan merupakan proses pendidikan tentang hubungan

manusia dengan alam dan lingkungan binaan, termasuk tata hubungan manusia

dengan dinamika alam, pencemaran, alokasi dan pengurasan sumber daya alam,

pelestarian alam, transportasi, teknologi, perencanaan kota dan pedesaan. Adapaun

sasaran pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam resolusi Belgrade International

Conference on Environmental Education, meliputi:

1. Kesadaran (Awareness): membantu indidvidu/kelompok sosial untuk memiliki

kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan keseluruhan berikut permasalahan

yang terkait.

2. Pengetahuan (Knowledge): membantu individu/kelompok sosial memiliki

pemahaman terhadap lingkungan total, permasalahan yang terkait, serta kehadiran

manusia yang menyandang peran dan tanggung jawab penting di dalamnya.

3. Sikap (Attitude): membantu individu atau kelompok sosial memiliki nilai-nilai

sosial, rasa kepedulian yang kuat terhadap lingkungannya, serta motivasi untuk

berperan serta secara aktif dalam upaya-upaya perlindungan dan pengembangan

lingkungan.

Page 19: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

4. Keterampilan (Skill): membantu individu atau kelompok sosial memiliki

keterampilan, untuk memecahkan permasalahan lingkungan.

5. Kemampuan Mengevaluasi (Evaluation Ability): membantu individu atau

kelompok sosial mengevaluasi persyaratan-persyaratan lingkungan dan program

pendidikan dari segi-segi ekologi, politik, ekonomi, sosial, estetika, dan

pendidikan.

6. Peran Serta (Participation): membantu individu atau kelompok sosial untuk dapat

mengembangkan rasa tanggung jawab dan urgensi terhadap suatu permasalahan

lingkungan sehingga dapat mengambil tindakan yang relevan untuk

pemecahannya.

Marsella et al. (2008) dalam Marfai dan Khasanah (2012) menyatakan urgensi

kajian budaya dalam memahami bencana seperti pengetahuan mengenai kearifan

lokal, didasarkan pada fakta bahwa bencana merupakan sebuah proses jangka

panjang. Pengurangan resiko bencana tidak semata-mata dimaknai pada upaya

preventif atau tanggap darurat semata, namun juga sampai pada tahap perencanaan

rekonstruksi dan rehabilitasi fisik, ekonomi dan lain-lain, yang kesemuanya

membutuhkan pertimbangan-pertimbangan sosial budaya. Bencana dalam hal ini

dapat dibagi kedalam 6 tahap yang berurutan, di mana pada setiap tahapannya

terdapat pertanyaan-pertanyaan penting terkait keadaaan sosial budaya masyarakat

yang harus dilihat:

1. Tahap Pra Bencana: dibutuhkan pengetahuan mengenai sejarah bencana di

sebuah daerah. Hal tersebut tidak hanya berhenti pada catatan sejarah bencana

yang pernah terjadi, namun bagaiman bencana tersebut berpengaruh terhadap

lingkungan, masyarakat, dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Page 20: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

2. Peringatan dan Ancaman Bencana: dalam kejadian bencana, dibutuhkan

pengetahuan seberapa cepat bencana akan datang. Dalam proses ini, dibutuhkan

analisis tentang peluang mengoptimalkan segenap sumber daya yang ada. Selain

itu, dalam tahap ini dibutuhkan pula pengetahuan mengenai sistem sosial yang

dipercayai oleh masyarakat. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap sikap dan

tanggapan masyarakat atas peringatan bencana yang diberikan.

3. Kejadian bencana dan dampaknya: pengetahuan yang dibutuhkan dalam hal ini

adalah kemampuan untuk mengidentifikasi jenis bencana yang dihadapi,

bagaimana dampak yang mungkin diperoleh, seberapa besar sumber daya

manusia, sosial, teknis dan ekonomi yang dimiliki, serta pengetahuan masyarakat

terhadap penyebab bencana dan dampaknya.

4. Tanggap Darurat: perlu untuk melakukan analisis mengenai respons apa yang

pertama kali harus dilakukan, seberapa besar sumber daya masyarakat yang

tersedia, apakah respons yang diberikan oleh masyarakat telah terorganisasi dan

efektif, apakah pengetahuan lokal masyarakat cukup untuk menciptakan respons

positif terhadap bencana, ataukah mereka membutuhkan bantuan dari pihak luar.

5. Tahap Rekonstruksi: dalam proses ini, pertanyaan penting yang harus dijawab

adalah bagaimana mengimplementasikan kebijakan rekonstruksi harus

dijalankan. Seringkali, kegagalan dalam penanganan bencana ditandai dengan

kegagalan dalam melaksanakan program rekonstruksi dan rehabilitasi.

6. Tahap Pembelajaran dan Pencegahan: kejadian bencana akan memberikan

pengalaman terhadap sebuah masyarakat di suatu wilayah. Dibutuhkan usaha

untu mengembangkan aktivitas mitigasi bencana yang berorientasi pada masa

depan, dengan melibatkan peran aktif masyarakat.

Page 21: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012, ancaman adalah

kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan jatuhnya korban jiwa,

kerusakan aset atau kehancuran lingkungan hidup. ancaman bencana adalah suatu

kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan bencana. istilah ancaman sering

disejajarkan dengan bahaya.

4. Tanah Longsor

Tanah longsor (Landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering

melanda daerah perbukitan didaerah tropis basah. kerusakan yang ditimbulkan oleh

gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya

fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga

secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan bangunan dan aktivitas ekonomi

di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana alam tanah longsor cenderung semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia (Amandina et al., 2013).

Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

dalam Amandina et al. (2013), Badan Geologi membagi tipe longsor menjadi 6 jenis,

yakni : longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan

tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak

terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa

manusia adalah aliran bahan rombakan.

Menurut PVMBG (2007) dalam Hermon (2012: 68) menyatakan tingkat

kerentanan bencana longsor merupakan tingkat kerawanan bencana longsor pada

kawasan yang belum dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya, dengan hanya

mempertimbangkan faktor fisik alami, tanpa memperhitungkan besarnya kerugian

yang ditimbulkannya. Selain itu tingkat kerawanan bencana longsor adalah ukuran

yang menyatakan tinggi rendahnya atau besar kecilnya kemungkinan suatu kawasan

Page 22: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

atau zona dapat mengalami bencana longsor, serta besarnya korban dan kerugianbila

terjadi bencana yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan tingkat

kerawanan karena aktifitas manusia. Tingkat kerawanan fisik alamiah dari bencana

longsor adalah ukuran yang menyatakan tinggi rendahnyakemungkinan terjadi

bencana longsor yang diindikasikan oleh faktor-faktor fisik dan alami. Tingkat

kerawanan longsor karena aktivitas manusia merupakan ukuran yang menyatakan

tinggi rendahnya kemungkinan terjadinya bencana longsor akibat aktivitas manusia.

Menurut Yayasan IDEP (2010) menjelaskan bahwa tanah longsor adalah

runtuhnya tanah atau pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar, secara tiba-

tiba atau berangsur. Tanah longsor umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil.

Hujan deras adalah pemicu utama terjadinya tanah longsor. Namun, tanah longsor juga

dapat disebabkan oleh gempa atau aktivitas gunung berapi. Ulah manusia pun bisa

menjadi penyebab tanah longsor, seperti penambangan tanah, pasir dan batu yang tak

terkendali, terutama bila penambangan ini dilakukan di daerah yang memiliki potensi

hujan deras. Daerah rawan tanah longsor, yaitu : 1) Pernah terjadi tanah longsor di

daerah tersebut, 2) Daerah yang terjal dan gundul, 3) Daerah aliran air hujan, 4)

Memiliki tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yang menerima curah hujan

tinggi. Dampak dari tanah longsor adalah tanah dan material lainnya yang ada di

lereng dapat runtuh dan mengubur manusia, hewan, rumah, kebun, jalan, dan semua

yang berada di jalur longsornya tanah. Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama

pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 km/jam. Sulit untuk menyelamatkan diri dari

tanah longsor tanpa pertolongan dari luar. Dampaknya bisa berupa kerusakan parah,

korban luka dan korban jiwa.

Menurut Amandina et al. (2013) menjelaskan curah hujan akan

meningkatkan presipitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya muka air tanah. Jika hal

Page 23: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

ini terjadi pada lereng dengan material penyusun (tanah dan atau batuan) yang lemah

maka akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan menambah berat

massa tanah. Menurut Karnawati (2003) dalam Amandina et al. (2013), pada dasarnya

ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsor, yaitu hujan deras yang mencapai 70 mm

hingga 100 mm per hari dan hujan kurang deras namun berlangsung menerus selama

beberapa jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hujan deras sesaat.

Hujan juga dapat menyebabkan terjadinya aliran permukaan yang dapat menyebabkan

terjadinya erosi pada kaki lereng dan berpotensi menambah besaran sudut kelerengan

yang akan berpotensi menyebabkan longsor.

Menurut Subagio (2008) dalam Amandina et al. mengklasifikasikan wilayah

yang rawan terhadap tanah longsor berdasarkan kriteria wilayah masing-masing

sebagaimana tertera pada tabel dibawan ini:

Tabel . Kelas Kerawanan

Kelas kerawanan Kriteria

1.      Tidak rawan a.    Jarang atau tidak pernah longsor kecuali di

sekitar tebing sungai

b.   Topografi datar hingga landai

bergelombang

c.    Vegetasi agak rapat

d.   Material bukan lempung ataupun

rombakan

2.      Rawan a.    Jarang terjadi longsor kecuali bila

lerengnya terganggu

b.   Topografi landai hingga terjal

c.    Vegetasi antara kurang hingga amat rapat

d.   Batuan penyusun lereng umumnya lapuk

tebal

3.      Sangat rawan a.    Dapat dan sering terjadi longsor

b.   Topografi landai hingga sangat curam

c.    Vegetasi antara kurang hingga sangat

Page 24: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

kurang

d.   Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan

rapuh

e.    Curah hujan tinggi

Sumber: Subagio (2008)

Dari tabel dapat diketahui bahwa tingkat kerawanan suatu wilayah dibagi

menjadi tiga yaitu tidak rawan, rawan dan sangat rawan. Menurut Arsyad (1989)

dalam Asridawati (2010) longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang

pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume besar.

longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatau volume tanah diatas suatu lapisan

agak kedap air yang jenuh air. lapisan tersebut terdiri dari liat dan megandung liat

tinggi yang setelah jenuh air berlaku sebagai peluncur. Akan terjadi longsor apabila

terpenuhi tiga keadaan yaitu:

a) Lereng yang cukup curam sehingga volume tanah dapat bergerak/meluncur

kebawah

b) Terdapat lapisan dibawah permukaan tanah yang agak kedap air dan lunak

merupakan bidang luncur

c) Terdapatnya cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat diatas lapisan

kedap air tadi menjadi jenuh

Menurut Yayasan IDEP (2010) dampak dari tanah longsor yaitu tanah dan

material lainnya yang ada dilereng dapat runtuh dan mengubur manusia, hewan,

rumah, kebun, jalan, dan semua yang berada di jalur longsornya tanah. Kecepatan

luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 km/jam.

sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan dari luar.

Dampaknya bisa berupa kerusakan parah, korban luka dan korban jiwa.

Menurut Peraturan Kepala BNPB No 02 Tahun 2012, indeks ancaman

bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu

Page 25: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi

tersebut. Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan

sejarah kejadian yang pernah terjadi pada suatu daerah. Berikut ini indeks ancaman

bencana tanah longsor, yaitu:

No. Zona Ancaman Kelas Nilai Bobot(%)

Skor

1. Gerakan Tanah Sangat Rendah, Rendah

Rendah 1

100

0.333333

2. Gerakan Tanah Menengah

Sedang 2 0.666667

3. Gerakan Tanah Tinggi

Tinggi 3 1.000000

Sumber: (Peraturan Kepala BNPB No 02 Tahun 2012)

Menurut Maulana,  pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong

pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh

kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh

besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Faktor

penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan

tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan

penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan

sebagai faktor alam dan faktor manusia, yaitu:

a) Faktor alam

1. Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu

lempung, strukutur sesar dan kekar, gempa bumi, stragrafi dan gunung

berapi. 

2.  Iklim : curah hujan yang tinggi.

3. Keadaan topografi : lereng yang curam. 

4. Keadaan air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi

dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.

Page 26: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

5.  Tutup lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis.

6. Getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan

getaran lalu lintas kendaraan.

b) Faktor manusia

1. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereg yang terjal.

2. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.

3. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.

4. Penggundulan hutan.

5. Budidaya kolam ikan diatas lereng.

6. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.

7. Pengembangan wilayah yang tidak di imbangi dengan kesadaran masyarakat,

sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.

8. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.

5. Perencanaan Kedaruratan

Menurut Pangesti (2012), kondisi darurat adalah suatu kejadian luar biasa

yang secara umum dapat mendatangkan kerugian terhadap harta benda ataupun

mengancam keselamatan jiwa manusia. kejadian tersebut dapat datang secara alami

dari peralatan yang diciptakan manusia atau dari ulah manusia itu sendiri. Salah satu

struktur yang rentan mengalami kondisi darurat akibat bencana adalah bangunan

gedung (Shiwaku et al., 2007). Peringatan dini (Early Warning) adalah serangkaian

kegiatan pemberian peringatan sesegara mungkin kepada masyarakat tentang

kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang

(UU No. 24 2007). Pemberian peringatan dini harus :

a) Menjangkau masyarakat (Accesible)

b) Segera (Immediate)

Page 27: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

c) Tegas Tidak Membingungkan (Coherent)

d) Bersifat Resmi (official)

Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penangggulangan Bencana No 4

tahun 2008 menjelaskan bahwa tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera

pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,

terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian

dengan melibatkan perawat. Tahap tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau

pergerakan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna

menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana

pada saat tanggap darurat meliputi:

1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan

sumber daya

2. Penentuan status keadaan darurat bencana

3. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana

4. Pemenuhan kebutuhan dasar

5. Pelindungan terhadap kelompok rentan

6. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

B. Kajian Hasil Teori yang Relevan

Kajian yang relevan dalam penelitian Ustri Analida (2012)

Penelitian ini menemukan: (1) pengetahuan ibu rumah tangga tentang mitigasi

bencana alam pada zona merah, kuning, dan hijau secara umum tergolong tinggi. hal ini

karena ibu rumah tanga telah mnedapatkan penyuluhan dan informasi mitigasi bencana di

medi cetak dan elektronik. (2) berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki ibu

rumah tangga tentang mitigasi bencana alam pada ketiga zona yang termasuk tinggi adalah

ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan yang sedang yaitu ibu rumah tangga dengan

Page 28: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

pendidikan terakhir SMP ke bawah. Selanjutnya berdasarkan umur yang dimiliki ibu

rumah tangga, pengetahuan ibu rumah tangga tentang mitigasi bencana alam pada ketiga

zona yang termasuk tinggi adalah ibu rumah tangga dengan umur 30-59 tahun, namun

masih ada beberapa ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan yang sedang yaitu ibu

rumah tangga dengan umur 20-29 tahun.

C. Kerangka Konseptual

Bencana longsor sering terjadi di daerah dengan keadaan topografi yang curam

ditambah dengan aktifitas manusia yang sering menebang hutan secara liar. Dengan

banyaknya bencana tanah longsor yang sering terjadi, masyarakat dituntut unuk selalu

melakukan tindakan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana

BAB III

RUMAH TANGGA

KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA

SETELAH BENCANA TERJADI

SEBELUM BENCANA TERJADI

SAAT BENCANA TERJADI

BENCANA TANAH LONGSOR

Page 29: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif. Menurut

Nazir (2009), metode deskriptif merupakan suatu metode yang meneliti status

sekelompok manusia, suatu objek suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun

suatu peristiwa pada masa sekarang.

B. Populasi dan Sampel1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kenagarian Tanjung

Sani Kecamatan Tanjung Raya dengan jumlah keseluruhan masyarakat 4509 jiwa

dengan luas wilayah 2,387 km2 yang terdiri dari 10 Jorong. Adapun rinciannya

dapat di lihat dari tabel berikut ini:

No.

Jorong Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Kepala Keluarga

1. Koto Panjang 96 1052. Arikir 110 1193. Galapuang 154 1604. Sungai Tampang 169 1755. PANTAS 138 1456. Sigiran 219 2207. Pandan 160 1688. Lubuk Sao 94 1029. Damar Gadang 169 20610. Batu Nanggai 103 105

Sumber : KA. UPT KB Kec. Tj. Raya 2013

2. Sampel Penelitian a. Sampel Wilayah

Sampel wilayah penelitian ini diambil secara Purposive Sampling yaitu

mengambil salah satu jorong yang ada di zona kerawanan tanah longsor

(rendah, sedang, tinggi) di lokasi penelitian yaitu wilayah Jorong Pandan dan

wilayah Jorong PANTAS yang merupakan zona rawan tanah longsor.

b. Sampel Responden

Page 30: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah dengan

Sampling Sistematis yaitu pengambilan sampel berdasarkan suatu daftar

menurut ukuran tertentu (Arikunto, 1998). Penelitian ini yaitu wilayah Jorong

Pandan yang merupakan zona sedang rawan tanah longsor dengan jumlah KK

168 dan wilayah Jorong PANTAS yang merupakan zona tinggi rawan tanah

longsor dengan jumlah KK 145.

C. Variabel dan Data

Variabel dari penelitian ini adalah kesiapsiagaan rumah tangga sebelum, saat,

dan sesudah terjadi bencana tanah longsor.

D. Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Pengumpulan Data1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer

dan data sekunder.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan dari responden

yaitu dari seluruh kepala keluarga di Kenagarian Tanjung Sani. Sedangkan data

sekunder diperoleh dari catatan dan arsip yang ada pada instansi terkait seperti

Kantor Wali Nagari Tanjung Sani, Kantor Kecamatan Tanjung Raya, BPBD

Kabupaten Agam, dan BPS Kabupaten Agam.

3. Alat Pengumpulan Data

Berdasarkan jenis data, maka data primer dikumpulkan melalui observasi

lapangan, wawancara, studi dokumentasi, studi literatur dan angket. Sedangkan

pengambilan data sekunder dari pencatatan data yang diambil dari instansi terkait

seperti BPS Agam, BPBD Agam dan Kantor Kenagarian Tanjung Sani.

E. Teknik Analisis Data

Page 31: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Dalam penelitian ini survey data dapat dianalisis dengan menggunakan

formula persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mentabulasi data

b. Mengolah data dengan menggunakan rumus:

P = fn

x 100 %

Keterangan:

P = Persentase

f = Frekuensi

n = Jumlah Responden

Sumber: (Arikunto, 1997)

c. Menentukan nilai indeks kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana

tanah longsor, yaitu:

d. Menentukan pengukuran skala likert.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: Proposal_ilhamdi Bagus _ 1106385

Alamendah. 2011. Indonesia Negara Paling Rawan Bencana Alam. http://alamendah.org

Akbar, Rus. 2013. 24 Titik Jalur Rawan Longsor di Sumbar. http://sindonews.com