radiologi-chf
DESCRIPTION
radiologiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah sindrom klinis
akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium
dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat
terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah
gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.
Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal
jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat
diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat
yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung
kongesif biasanya dimulai lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan secara lambat
diikuti gagal jantung kanan.
Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah pemeriksaan
foto rontgen toraks yang dapat menggambarkan ukuran dan bentuk jantung serta
kondisi kedua paru. Untuk itu penting bagi mahasiswa kedokteran dan para dokter
untuk memahami tanda-tanda penting pada gambaran foto rontgen toraks pada
keadaan gagal jantung.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari jantung?
2. Apakah definisi gagal jantung?
3. Apa penyebab terjadinya gagal jantung?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya gagal jantung?
5. Bagaimana klasifikasi gagal jantung?
6. Bagaimana mendiagnosis gagal jantung?
7. Bagaimana mendiagnosis gagal jantung berdasarkan radiologi?
8. Bagaimana penatalaksanaan gagal jantung?
1
1.3. Tujuan
1. Mengetahui anatomi dari jantung.
2. Mengetahui definisi gagal jantung.
3. Mengetahui penyebab terjadinya gagal jantung.
4. Mengetahui patofisiologi terjadinya gagal jantung.
5. Mengetahui klasifikasi gagal jantung.
6. Mengetahui mendiagnosis gagal jantung.
7. Mengetahui mendiagnosis gagal jantung berdasarkan radiologi.
8. Mengetahui penatalaksanaan gagal jantung.
1.4. Manfaat
1. Memperluas wawasan mahasiswa kedokteran mengenai penyakit gagal
jantung serta gambaran radiologisnya pada foto toraks.
2. Membantu mahasiswa kedokteran untuk mengintepretasi adanya suatu
kelainan pada foto toraks.
2
BAB II
DATA KASUS
2.1. Prosedur Pengambilan Foto
Persiapan pasien :
Pasien dalam keadaan tidak menggunakan perhiasan di leher. Pasien
melepas pakaian yang digunakan dan memakai pakaian khusus yang telah
disiapkan di kamar radiologi.
Posisi pasien :
Berdiri tegak dengan tungkai pada posisi terpisah, berat badan tertumpu
pasa semua kaki. Dagu ditempatkan pada atas IR atau kaset atau bucky.
Lengan berada pada pinggang bawah, telapak tangan terbuka, siku fleksi.
Bahu dirotasi kedepan dan atur scapula kearah lateral dan tidak menutupi
lapangan paru. Kedua bahu diposisikan simetris kanan kiri untuk
menghindari ketidaksimetrisan paru. Usahakan rambut tidak ada yang
menutupi bagian obyek yang difoto. Pasien diberi petunjuk untuk inspirasi
penuh pada saat diekspos.
Posisi obyek :
Garis lurus MSP (Mid Sagital Plane) pada CR dan garis tengah film atau
IR sama tepinya antara thorax lateral dan sisi IR. Tidak boleh ada rotasi
pada thorax. Naik dan turunnya CR pada IR rata-rata setinggi vertebra Th
7 (tepi atas kaset 1,5 sampai 2 inches atau 4 – 5 cm di atas bahu).
Central ray (CR) :
CR tegak lurus pada film atau IR dan tengah MSP pada setinggi vertebra
Th 7 (7 sampai 8 cm inches atau 18 sampai 20 cm dibawah vertebrae
prominens atau di inferior angle of scapula). Tengah kaset pada CR.
Focus-Film Distance (FFD) :
FFP berjarak 150 cm.
Respirasi :
Eksposi dilakukan pada saat akhir inspirasi penuh yang kedua.
3
2.2. Hasil Foto
2.3. Intepretasi Foto
Deskripsi Foto
Identitas :
Tn. K, Usia 56 tahun
Posisi foto :
Foto toraks PA
Mediastinum :
Trakea normal, posisi di tengah.
Jantung :
4
Ukuran CTR > 50%, jantung membesar ke kanan dan ke kiri
dengan bentuk seperti buah pear.
Paru :
Vaskular kedua paru meningkat dan melebar serta tampak adanya
Kerley B line di paru kanan bawah.
Sinus costofrenicus :
Sinus costofrenicus kanan dan kiri tampak berselubung dengan fluid
level minimum.
Diafragma :
Normal
Tulang :
Tulang-tulang tampak baik dan intact.
Kesimpulan :
Severe cardiac hypertrophy dengan kongestif dan oedem paru dan bilateral
efusi pleura minimal.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1. Anatomi Jantung
2.1.1. Bentuk dan letak jantung
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida
terbalik dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas.
Jantung yang normal terletak di rongga dada sebelah kiri, di dalam ruang
mediastinum. Apeks jantung menghadap ke kiri depan bawah. Besar jantung lebih
kurang sebesar kepalan tangan pemiliknya. Pada bayi ukurannya relatif lebih
besar daripada dewasa. Pada bayi, perbandingan jantung terhadap rongga dada
(rasio kardiotoraks) mencapai 60%, pada anak besar sampai dewasa muda
mencapai 50%.
Gambar 2.1. Letak Jantung
2.1.2. Lapisan jantung
Lapisan otot jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri
dari fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan
perikardium terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan
perikardium visceral (lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara
perikardium parietal dan visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan
serosa berjumlah 15-50 ml dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional
6
jantung yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium
mempunyai sifat istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi
kontraksi lebih lama dari otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena
mempunyai beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang
mempunyai tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan
sinsitium ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang
berfungsi mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara
sinsitium atrium dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus
fibrosus yang merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke
ventrikel. Lapisan endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian
dalam jantung dan merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu
aliran darah.
Gambar 2.2. Lapisan jantung
2.1.3. Ruang-Ruang Jantung
Jantung terdiri dari empat ruang, dua ruang berdinding tipis disebut atrium
dan dua ruang berdinding tebal disebut ventrikel.
1. Atrium
7
Atrium kanan. Berfungsi menampung darah yang rendah oksigen dari seluruh
tubuh yang mengalir dari vena kava superior dan inferior serta sinus
koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan
ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru-paru.
Atrium kiri. Berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
melalui empat buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
2. Ventrikel
Ventrikel kanan. Berfungsi memompakan darah dari atrium kanan ke paru-
paru melalui vena pulmonalis.
Ventrikel kiri. Berfungsi memompakan darah yang kaya oksigen dari
atrium kiri ke seluruh tubuh melalui aorta.
Gambar 2.3. Ruang-Ruang Jantung
2.1.4. Katup Jantung
Katup jatung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup atrioventrikuler, sedangkan katup
yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup
semilunar.
Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang jantung sebelumnya
sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat saat relaksasi atau diastolik. Tiap
bagian daun katup jantung diikat oleh chordae tendinea sehingga pada saat
kontraksi daun katup tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan
8
rendah. Chordae tendinea sendiri berikatan dengan otot yang disebut muskulus
papilaris.
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang
terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan disebut katup trikuspidalis.
Katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri disebut katup
bikuspidalis atau katup mitral. Katup atrioventrikuler memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada saat diastolik dan
mencegah aliran balik pada saat ventrikel berkontraksi memompa darah keluar
jantung yaitu pada saat sistolik.
Katup semilunar terdiri dari katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan
antara ventrikel kanan dengan pulmonal trunk, katup semilunar yang lain
adalah katup yang menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence
aorta yaitu katup aorta.
Gambar 2.4. Katup Jantung
2.1.7. Sirkulasi jantung
Lingkaran sirkulasi jantung dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Namun demikian terdapat juga sirkulasi
koroner yang juga berperan sangat penting bagi sirkulasi jantung.
Sirkulasi Sistemik
1. Mengalirkan darah ke berbagai organ tubuh.
2. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda.
3. Memerlukan tekanan permulaan yang besar.
9
4. Banyak mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatik panjang.
Sirkulasi Pulmonal
1. Hanya mengalirkan darah ke paru.
2. Hanya berfungsi untuk paru-paru.
3. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah.
4. Hanya sedikit mengalami tahanan.
5. Kolom hidrostatiknya pendek.
Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagi pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang
cukup pada otot jantung itu sendiri. Sirkulasi koroner meliputi seluruh
permukaan jantung dan membawa oksigen untk miokardium melalui cabang-
cabang intramiokardial yang kecil-kecil.
Gambar 2.5. Sirkulasi Sistemik dan Pulmonal
2.2. Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
gagalnya mekanisme kompensasi otot miokard dalam mengantisipasi peningkatan
beban volume berlebihan ataupun beban tekanan yang berlebih pada jantung,
10
sehingga tidak mampu memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat disebabkan olaeh karena gangguan primer otot jantung,
atau beban jantung yang berlebihan, atau kombinasi keduanya. Beban jantung
yang berlebihan pada preload atau beban volume terjadi pada defek dengan pirau
kiri ke kanan, regurgitasi katup, atau fistula arteriovena. Sedangkan beban yang
berlebihan pada afterload atau beban tekanan terjadi pada obstruksi jalan keluar
jantung, misalnya stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta.
2.3. Etiologi
Dalam hubungan yang luas ada dua faktor penyebab gagal jantung :
1. Faktor mekanik (kelainan struktur jantung), yaitu :
Kondisi miokardium normal, akan tetapi gangguan dari beban kerja yang
berlebihan, biasanya kelebihan beban volume (preload) atau tekanan
(afterload) akibat penyakit jantung bawaan atau didapat.
2. Faktor miokardium, yaitu :
Kelainan otot jantung sendiri atau insufisiensi miokardium, misalnya:
a. Radang atau intoksikasi otot jantung pada penderita demam reumatik
atau difteri.
b. Otot jantung mengalami defisiensi nutrisi, seperti pada anemia berat.
c. Perubahan-perubahan patologis dalam struktur jantung, misal
kardiomiopati.
2.4. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
11
langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
edema interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru
dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi
pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis
secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus
katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.
Gambar 2.6. Mekanisme Edema Paru pada CHF
2.5. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New
York Heart Association (NYHA) classification for heart failure membaginya
menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha
yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut :
1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan
aktivitas fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan
sesak napas.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
12
3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya
pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan
dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat.
2.6. Manifestasi Klinis
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2
yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor harus ada di saat
bersamaan.
Kriteria mayor :
1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dispneu d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (120x/menit).
2.7. Gambaran Radiologi
13
Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien
dengan gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan (2)
edema di dasar paru-paru.
Gambar 2.7. Anatomi Radiografi Jantung
Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada
ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung. Dari segi
radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah membesar atau
tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan lebar dada pada foto
toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar, diperlihatkan garis-garis untuk
mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar dada (c1-c2).
(normal : 48-50 %)
Gambar 2.8. Pengukuran CTR
14
Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri
mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan edema
interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan peningkatan
resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan pirau aliran darah
ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-sehingga menyebabkan
adanya peralihan pada vena-vena pada lobus atas. Pengalihan pada lobus atas
dapat didiagnosis dengan radiografi posisi erect (tegak), pembesaran pembuluh-
pembuluh darah pada lobus atas sama dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh
darah pada lobus bawah yang berjarak sama dari hilum.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis atau hipertensi pulmonal
berhubungan dengan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa derajat yang sesuai dengan gambaran
radiologisnya pada foto toraks. Pengklasifikasian ini merupakan urut-urutan yang
terjadi pada CHF. Menurut Elliots, klasifikasi hipertensi vena pulmonalis dibagi
menjadi :
1. Stage 1 :
Pada stage 1 PCWP [13-18 mm]. Terjadi redistribusi dari pembuluh darah
paru. Pada foto toraks PA normal, pembuluh darah pada lobus atas lebih
kecil dan sedikit dibanding pembuluh darah pada lobus bawah paru.
Pembuluh darah paru yang beranastomosis memiliki kapasitas reservoir
dan akan mengalir pada vaskular yang tidak menerima perfusi darah,
sehingga menyebabkan terjadinya ditensi pada vaskular yang telah
mendapat perfusi darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya redistribusi
pada aliran darah pulmonal. Awalnya terjadi aliran darah yang sama,
kemudian terjadi redistribusi aliran darah dari lobus bawah menuju lobus
atas.
Pada gambaran radiologis tampak redistribusi dari pembuluh darah paru,
kardiomegali, dan broad vascular pedicle.
2. Stage 2 :
Pada stage 2, PCWP [18-25 mm]. Tahap ini ditandai oleh kebocoran
cairan kedalam interlobular dan interstitial peribronkial sebagai akibat dari
15
meningkatnya tekanan di dalam kapiler paru. Saat kebocoran cairan masuk
ke dalam septum interlobular perifer, akan tampak gambaran garis Kerley
B pada foto toraks. Saat kebocoran cairan masuk ke dalam interstitial
peribronkovaskular, pada foto toraks akan tampak gambaran penebalan
pada dinding bronkus yang disebut peribronchial cuffing dan pengaburan
pembuluh darah paru (perihilar haze). Selain itu, fisura interlobaris juga
akan terlihat menebal pada foto toraks.
3. Stage 3 :
Pada stage ini, PCWP [> 25 mm]. Tahap ini ditandai dengan berlanjutnya
kebocoran cairan menuju interstitial, yang tidak dapat dikompensasi oleh
drainase limfatik. Hal ini akan mengakibatkan kebocoran cairan menuju
alveoli (edema alveolar) dan kebocoran cairan menuju cavum pleura (efusi
pleura). Pada foto toraks akan tampak gambaran konsolidasi, air
bronchogram, cotton woll appearance, dan efusi pleura.
4. Stage 4 :
Pada tahap ini terjadi proses hemosiderosis, osifikasi (tampak pada
hipertensi pulmonum yang lama).
Gambar 2.9. Klasifikasi CHF pada Gambaran Radiologi
16
Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda
edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar:
a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah
b) Perihilar kabur
Gambar 2.10. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur
c) Peribronchial cuffing :
Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan interstitial
di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya dinding bronkus.
17
Gambar 2.11. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat
kecil pada bronkus.
d) Garis Kerley A :
Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak seperti
garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke arah perifer.
Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran yang beranastomosis
antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral. Garis ini jarang ditemui
dibanding garis Kerley B, dan tidak akan tampak tanpa disertai adanya
garis Kerley B atau garis Kerley C.
Gambar 2.12. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C
e) Garis Kerley B :
Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru perifer.
Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi septum
interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara satu dengan
lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini bisa tampak pada
semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru bagian basal di sudut
costofrenicus pada foto toraks PA.
18
Gambar 2.13. Garis kerley B tampak berupa garis putih horizontal yang
pendek-pendek pada bagian basal paru
f) Garis Kerley C
Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini pendek
dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan garis Kerley
B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh menebalnya anastomosis
pembuluh limfe atau superimpose dari beberapa garis Kerley B.
g) Efusi pleura
Efusi laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada
jaringan ikat longgar antara paru dan pleura.
Gambar 2.14. Efusi pleura tampak pada foto torak PA dan lateral
h) Bat’s Wings
Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli dan
menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas alveolar
multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain, dapat juga
terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang tegas/jelas
atau densitas perihilar.
19
Gambar 2.15. Congestive Heart Failure dengan densitas ruang udara
perihilar di dalam distribusi “bat wings” yang mewakili edema paru.
Gambar 2.16. Ilustrasi Gambaran Foto Toraks Pasien CHF
Gambar 2.17. Congestive Heart Failure
Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-vena
lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik di zona
bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura horizontal
(mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang disebut “Phantom
tumour”, itu bisa menghilang pada pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan
pasien membaik.
20
Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya gagal jantung juga memiliki
gambaran radiologis yang berbeda antara satu dengan lainnya, seperti pada
kelainan jantung didapat dan pada kelainan jantung bawaan.
Kelainan Jantung Didapat
1. Stenosis mitral
Penyakit reuma atau infeksi oleh coccus, menimbulkan parut yang dapat
menyempitkan katup mitral. Penyempitan yang berat dengan diameter 1
cm atau kurang, menyebabkan hambatan bagi darah yang mengalir dari
paru melalui vena-vena pulmonalis. Vena-vena ini melebar karena
bertambah isinya dan tampak pada foto sebagai pembuluh darah lebar dan
pendek diatas hilus dengan arah ke atas. Selain bertambahnya vena-vena
ini, tekanan atrium kiri dan vena pulmonalis juga bertambah tinggi
sehingga menyebabkan tekanan di dalam sirkulasi paru juga bertambah
tinggi. Kedaan ini disebut hipertensi pulmonal karena bendungan pada
vena.
Pekerjaan ventrikel kanan menjadi bertambah. Otot ventrikel kanan
mengalami hipertrofi. Lama kelamaan hiupertrofi ini akan diikuti oleh
dilatasi venrikel kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini akan nampak pada foto
jantung pada posisi lateral dan pada posisi PA. Vaskular paru, baik yang
arterial maupun yan venosus tampak bertambah melebar. Pembesaran
ventrikel kanan ini lama kelamaan dapat mempengaruhi fungsi katup
tricuspid. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel kanan
mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang.
Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan
terjadinya insufisiensi katup tricuspid semakin besar pula.
Ventrikel kiri biasanya tidak mengalami banyak perubahan. Pada keadaan
stenosis mitral yang berat, ventrikel kiri dapat menjadi kecil, begitu juga
aorta, karena kekurangan volume darah.
Pembuluh darah paru bertambah terutama di daerah suprahilar kanan.
Vena-vena tampak sebagai pembuluh darah yang pendek dan lebar di hilus
kana-kiri bagian atas.
21
Gambar 2.18. Kardiomegali sedang dengan atrium kiri yang mengalami
dilatasi berat. Tampak perubahan pada kedua lobus bawah paru akibat
kongesti vena yang berkepanjangan. Serta tampak garis Kerley B pada
kedua paru.
2. Insufisiensi mitral (Regurgitasi mitral)
Bila pada stenosis mitral katup menyempit, tetapi masih dapat menutup
dengan baik, maka pada insufisiensi mitral (regurgitsi mitral) katup mitral
tidak dapat menutup dengan sempurna. Hal ini disebabkan oleh :
Otot papilaris lemah karena meradang
Otot papilaris putus karena trauma
Prolaps katup
Cincin katup melebar mengikuti dilatasi atrium kiri atau ventrikel
kiri
Pada waktu sistolik sebagian darah dari ventrikel kiri masuk lagi ke dalam
atrium kiri. Darah balik ini jumlahnya dapat besar, bergantung pada
parahnya kerusakan katup mitral. Pada diastolic darah dari atrium yang
jumlahnya menjadi besar ini mengalir ke dalam ventrikel kiri.
Akibat regurgitasi darah pada insufisiensi mitral ini terjadilah pembesaran
ventrikel kiri dan atrium kiri. Darah yang mengalir melalui aorta menjadi
kurang jumlahnya. Hal ini dapat berakibat mengecilnya caliber aorta.
Pembesaran atrium kiri ini akan menghambat masuknya darah dari paru
melalui vena-vena pulmonalis. Vena-vena pulmonalis terbendung,
melebar, dan ini menyebabkan tekanan di dalam vena meninggi. Maka
22
terjadilah hipertensi pulmonal. Ventrikel kanan membesar karena
hipertrofi dan dilatasi, sebagaimana terlihat pada stenosis mitral.
Bentuk jantung pada insufisiensi mitral ini hampir sama dengan stenosis
mitral dan masih memiliki bentuk konfigurasi mitral. Pada insufisiensi
mitral, ventrikel kiri nampak besar, sedang pada stenosis mitral ventrikel
ini normal atau kecil. Aorta pada insufisiensi mitral besarnya bergantung
pada darah yang mengalir melalui aorta. Bila regurgitasi itu besar, maka
jumlah darah yang mengalir melalui aorta menjadi kecil. Pada foto arkus
aorta akan tampak kecil. Pada kelainan mitral, baik yang bersifat stenosis
atau insufisiensi sering terjadi kelainan-kelainan pada paru. Perubahan ini
akan nampak jelas bila penderita menunjukkan tanda-tanda dekompensasi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru adalah :
a) Pelebaran pembuluh paru yaitu pembuluh vena dan
kemudian juga akan terjadi pelebaran arteri. Pelebaran ini disebabkan
karena bendungan pada vena pulmonalis. Selama arteri pulmonalis
masih nampak, biasanya ventrikel kanan masih bekerja baik. Bila
arteri ini mulai kecil dan sukar dilihat, maka kemungkinan ventrikel
kanan sudah menunjukka gejala kegagalan.
b) Terjadi bintik opak di parenkim paru. Biasanya dimulai
sekitar hilus kanan dan kiri. Bintik ini menunjukkan adanya edema di
jaringan interstitial. Gambaran paru menjadi lebih suram dari normal.
Makin banyak edema, bercak-bercak ini makin bertmabah besar lebar
dan mengakibatkan perselubungan di sekitar hilus kanan dan kiri. Ini
adalah edema alveolar.
c) Efusi pleura
Biasanya penimbunan cairan di kavum pleura ini agak jarang. Efusi
pleura dapat terjadi terutama pada dekompensasi yang sudah lanjut.
d) Bintik perkapuran di paru hemosiderosis.
3. Insufisiensi aorta (Regurgitasi aorta)
Pada insufisiensi aorta, katup aorta tidak dapat menutup sempurna.
Penyebabnya banyak sekali, atara lain radang reuma, radang sifilis, dan
cincin katup melebar karena dilatasi ventrikel kiri.
23
Pada sistolik, darah dari ventrikel kiri masuk ke dalam aorta secara
normal. Pada diastolic, darah dari aorta sebagian masuk ke dalam
ventrikel. Jumlahnya bergantung pada parahnya katup aorta. Dalam
keadaan parah yang lanjut, jumlah darah yang kembali itu besar. Darah
yang bolak balik ini disebut regurgitasi. Dengan demikian penyakit katup
ini disebut regurgitasi aorta atau insufisiensi aorta.
Aorta pada sistolik melebar, sedangkan pada diastolic mengecil, lebih
kecil daripada aorta yang normal sebagai akibat regurgitasi. Ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan juga dilatasi. Pada foto tampak pembesaran aorta
dan ventrikel kiri, sedang pinggang jantung bertambah mendalam. Bentuk
jantung semacam ini disebut konfigurasi aorta atau bentuk sepatu.
Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka atrium kiri dan pembuluh
darah paru melebar, terutama vena pulmonalis.
4. Stenosis aorta
Stenosis katup aorta menyebabkan terjadinya dilatsi pasca stenotik pada
aorta asendens. Aorta desenden tidak berubah, tetapi kadang-kadang
menjadi lebih kecil dari normal. Ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemidian disertai dilatasi.
Selama ventrikel kiri cukup kompeten, keadaan vascular paru tidak
berubah. Bila ventrikel kiri mengalami kegagalan, maka darah tidak dapat
dipompa ke aorta secara biasa, dan akibat timbunan darah di ventrikel kiri
ini terjadilah pembesaran atrium kiri dan bendungan vena pulmonalis.
24
Gambar 2.19. Kardiomegali sedang dengan batas jantung kiri yang
mendatar.
KELAINAN JANTUNG BAWAAN
1. Stenosis Pulmonal
Stenosis pulmonal untuk sebagian besar merupakan kelaina congenital.
Sebagian lainnya disebabkan oleh pengisutan katup akibat reuma.
Penyempitan pada arteri pulmonalis dapat terjadi di berbagai tempat, yang
penting adalah :
a) Penyempitan pada infundibular, mengakibatkan stenosis
infundibular.
b) Penyempitan di katup pulmonal sendiri, stenosis valvular.
c) Penyempitan di cabang-cabang arteri pulmonalis, stenosis
supravalvular.
Stenosis dapat terjadi di dua tempat, misalnya stenosis infundibular dan
stenosis valvular atau stenosis supravalvular.
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Defek pada sekat atrium dapat terjadi pada septum primum yang tidak
menutup. Atau terjadi pada septum sekundum (foramen ovale), karena
foramen ini terlalu lebar atau penutupnya kurang sempurna.
Pada kebocoran jantung dengan arah arus dari kiri ke kanan ini (L-R shunt)
hilus melebar, tebal, dan tampak pulsasi hilus. Pulsasi ini disebut hilar
dance. Hilar dance ini terjadi karena arteri pulmonalis penuh darah dan
melebar, sehingga pulsasi ventrikel kanan merambat sampai ke hilus.
Hilar dance ini dapat dilihat pada kedua hilus dengan fluoroskopi.
Darah dari atrium kiri mengalir ke dalam atrium kanan (L-R shunt).
Bersama dengan darah dari atrium kanan, darah tersebut masuk ke dalam
ventrikel kanan lalu ke arteri pulmonalis. Jumlah darah dalam ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis menjadi besar dan terjadi dilatasi ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis. Darah yang masuk ke ventrikel kiri
berkurang.
25
Makin besar defeknya, makin kecil jumlah darah yang mengalir ke
ventrikel kiri, karena sebagian besar darah dari atrium kiri mengalir ke
atrium kanan melalui defek. Aorta menjadi kecil, hampir sukar dilihat,
sedangkan arteri pulmonalis menjadi 3-5 kali lebih besar. Pembuluh darah
hilus melebar demikian juga cabang-cabangnya. Lambat laun pembuluh
darah bagian tepi menyempit dan tinggal pembuluh darah dari sentral
(hilus) saja yang melebar. Bentuk hilus yang melebar, meruncing ke
bawah berbentuk seperti tanda koma terbalik (inverted coma).
Gambaran ini menunjukkan adanya tekanan yang meninggi dari pembuluh
darah paru : hipertensi pulmonal (arterial). Tingginya hipertensi pulmonal
ini akan membawa perubahan pada arah kebocoran. Tekanan di ventrikel
kana dan di atrium kanan berangsur menjadi tinggi. Bila tekanan atrium
kanan lebih tinggi daripada atrium kiri, kebocoran menjadi terbalik
arahnya yaitu kebocoran dari kanan ke kiri (R-L shubt). Pada awalnya
penderita tidak sianotik, sekarang dengan pembalikan arah arus darah
penderita menjadi sianotik. Keadaan ini disebut sindrom Eisenmenger.
Gambar 2.20. Gambaran arteri pulmonalis yang sedikit meningkat dan arteri
pulmonalis utama tampak konveks dengan ukuran jantung yang normal
3. Ventricular Septal Defect (VSD)
Kelainan congenital ini paling sering dijumpai pada anak-anak. Kebocoran
ini terjadi di septum intraventrikular. Kebocoran ini terjadi karena
kelambatan dalam pertumbuhannya. Biasanya terjadi di pars muskularis
atau di pars membranasea dari septum. Besarnya kebocoran bervariasi,
26
mulai dari ukuran kecil sampai besar. Darah dari ventrikel kiri mengalir
melalui defek ke dalam ventrikel kanan (L-R shunt).
Bersama-sama darah yang datng dari atrium kanan, darah di ventrikel
kanan jumlahnya bertambah besar. Seluruh pembuluh darah arteri
pulmonalis beserta pembuluh darah di paru melebar. Hilus melebar.
Arteri pulmonalis menonjol. Aorta menjadi kecil, karena darah yang
seharusnya mengalir ke aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel
kanan. Atrium kiri yang menampung darah dari vena pulmonalis yang
julahnya banyak, akan melebar dari biasa dan dapat mengalai dilatasi.
Ventrikel kiri otot-ototnya mengalami hipertrofi. Hipertrofi ini agak sukar
dilihat pada foto polos. Arah arus dari kiri ke kanan dapat berbalik
menjadi dari kanan ke kiri bila terjadi kelainan pada pembuluh darah paru,
yaitu pembuluh darah paru lumennya menjadi sempit terutama di bagian
perifer. Hal ini berakibat tekanan di arteri pulmonalis menjadi tinggi.
Tekanan di ventrikel kanan juga meninggi. Bila tekanan di ventrikel kanan
menjadi lebih tinggi dari pada tekanan di ventrikel kiri, maka terjadilah
pembalikan arah kebocoran menjadi R-L shunt. Perubahan arah kebocoran
ini menyebabkan penderita menjadi sianosis, sesuai dengan gejala
Eisenmenger.
27
Gambar 2.21. Kardiomegali sedang dengan apeks ventrikel kiri yang
membesar hingga dinding toraks kiri. Pembuluh darah paru meningkat
simetris dengan arah aliran yang berbentuk konveks
4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada kelainan congenital ini terdapat hubungan antara aorta dengan arteri
pulmonalis. Penghubungnya adalah duktus arteriosus Botali. Pada
kehidupan intrauterine, duktus itu berfungsi untuk sirkulasi darah dari
arteri pulmonalis ke aorta. Pada waktu lahir, duktus ini menutup. Bila
duktus ini besar, maka ia akan tetap merupakan hubungan antara aorta dan
arteri pulmonalis. Darah dari aorta akan mengalir arteri pulmonalis (L-R
shunt). Kelainan ini disebut PDA. Aorta asenden terisi normal dengan
darah dari ventrikel kiri. Caliber arkus tampak normal. Setelah sampai
duktus, sebagian darah mengalir ke arteri pulmonalis. Arteri pulonalis dan
cabang-cabangnya menjadi lebar, sedangkan aorta desenden mengecil.
Pembuluh darah paru melebar, hilus melebar, dan pada fluoroskopi
tamapak hilar dance.
Bila kemudian tetjadi penyempitan pembuluh darah paru bagian tepi,
maka tekanan di arteri pulmonalis akan meninggi. Keadaan ini akan
memungkinkan arah arus kebocoran berbalik menjadi R-L shunt, dari
arteri pulmonalis ke aorta. Pada saat itu pasien akan mengalami sianosis
atau mengalami sindrom Eissenmenger.
28
Gambar 2.22. Kardiomegali ringan dengan arteri pulmonalis utama yang
berbentuk konveks dan arkus aorta yang prominen diatas MPA.
5. Tetralogi Fallot
Pada tetralogi fallot terdapat 4 kelainan pokok, yaitu :
a) Hipertrofi ventrikel kanan
Ventrikel kanan mengalami dilatasi dan penebalan otot (hipertrofi)
yang dapat dilihat jelas pada foto lateral.
b) Semitransposisi letak aorta
Posisi aorta dapat dilihat dari posisi septum. Septum tampak sebagai
bayangan hitam antara ventrikel kanan-kiri. Semitransposisi aorta
(overriding aorta) akan tampak dari posisi aorta yang pangkalnya
sebagian berada di ventrikel kiri dan sebagian berada di ventrikel
kanan.
c) VSD dengan kebocoran kanan ke kiri
d) Stenosis pulmonal
Pada foto polos tampak paru yang radioluse dari biasanya. Pembuluh
darah paru berkurang dan pembuluh yang Nampak mempunyai caliber
kecil. Jantung membesar ke kiri dengan pinggang jantung yang mendalam
atau konkaf. Arkus aorta sering Nampak di sebelah kanan kolumna
vertebra. Akibat kelaianan ini, sejak lahir bayi menjadi sianosis.
29
Gambar 2.23. Bentuk jantung seperti sepatu (boot shaped) dengan ukuran
yang normal. Pembuluh darah paru tampak berkurang dan arkus aorta
tampak prominen di sebelah kiri.
2.7. Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri ataupun gabungan dan: (1) beban awal,
(2) kontraktilitas, dan (3) beban akhir. Penanganan biasanya dimulai bila timbul
gejala saat beraktivitas biasa (NYHA kelas fungsional II). Regimen penangangan
secara progresif ditingkatkan sampai mencapai respons klinis yang diinginkan.
Eksaserbasi akut dan gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung
berat dapat menjadi alasan untuk perawatan di rumah sakit dan penanganan yang
lebih agresif.
BAB IV
PEMBAHASAN
Hasil foto toraks PA menunjukkan adanya severe cardiac hypertrophy
dengan kongestif dan oedem paru dan bilateral efusi pleura minimal. Kesimpulan
foto toraks ini diambil berdasarkan adanya bayangan jantung yang membesar ke
kanan dan kiri, adanya peningkatan vascular pada kedua paru, adanya gambaran
garis Kerley B pada daerah basal paru kanan, dan adanya perselubungan pada
kedua sinus costofrenicus dengan fluid level yang minimal.
30
Bayangan jantung yang membesar ke kanan dan kiri menujukkan telah
terjadi suatu proses hipertrofi pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri jantung. Hal
ini merupakan suatu keadaan dimana telah terjadi gagal jantung yang
menyeluruh. Kondisi ini terjadi akibat adanya kelainan intrinsik pada
kontraktilitas miokardium sehingga mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya volume akhir diastolik (EDV) ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah,
akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi
cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam
alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat
akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang
akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.
Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya gambaran peningkatan vascular
pada kedua paru, gambaran garis Kerley B pada daerah basal paru kanan, dan
perselubungan pada kedua sinus costofrenicus dengan fluid level yang minimal
pada foto toraks PA pasien.
Pemeriksaan ini mendukung diagnosis adanya suatu gagal jantung yang
menyebabkan terjadinya edema pulmonal pada pasien.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Foto toraks PA dapat membantu menegakkan diagnosis adanya suatu
gagal jantung yang disertai kondisi edema pulmonum, dengan gambaran
radiologis sebagai berikut :
Cardiomegali
Redistribusi pembuluh darah paru
32
Pengaburan dari tepi pembuluh darah
Peribronchial cuffing
Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal pada
perifer paru).
Perselubungan alveolar
Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena adanya
tahanan air, lattice pattern.
Konsolidasi
Air bronchogram
Cotton woll appearance
Efusi pleura, dapat unilateral dan bilateral dan sering di kanan.
DAFTAR PUSTAKA
Cremers, Simon., Bradshaw, Jennifer., Herfkens, Freek. 2010. Chest X Ray-
Heart Failure. The Radiology Assistant. Publication date : 1-9-2010
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2.
Jakarta : EGC
Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
33
Meschan, Isadore. 1987. Roentgen Sign in Diagnostic Imaging, Volume 4
The Chest. Philadelphia : Saunders Company
Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
34