reboisasi
DESCRIPTION
Manfaat reboisasiTRANSCRIPT
A. Pendahuluan
Separuh dari hutan yang ada di muka bumi tergolong sebagai hutan tropik.
Hutan-hutan itu sangat beranekaragam terhadap tipe, komposisi, maupun
strukturnya. Semua terjadi karena adanya variasi kondisi iklim dan tanah di setiap
wilayah. Ada hutan yang tumbuh dengan baik sehingga memiliki struktur lengkap
mulai dari tumbuhan tingkat bawah sampai pohon yang tingkat tinggi. Ada hutan
yang tampak miskin dan tidak tumbuh dengan baik, sehingga produksi biomassa
dalam setahun sangat rendah. Ada hutan rapat dengan tajuk pohon bertingkat-
tingkat dan saling berdekatan. Di samping itu, ada juga hutan yang sangat jarang
bahkan banyak kawasan hutan gundul (tidak berpohon) sehingga hutan tidak
mampu menyajikan fungsinya secara optimal untuk kesejahteraan manusia.
Hutan tropik di Indonesia banyak yang rusak akibat kesalahan dalam sistem
pengelolaan maupun akibat berbagai aktivitas manusia. Bukti kerusakan hutan
yang parah ditunjukan oleh timbulya lahan kritis dalam kawasan hutan. Untuk
menghindari terjadinya kerusakan hutan bahkan timbulnya lahan kritis yang perlu
pertolongan untuk dibudidayakan sebagai hutan lindung, langkah awal yang perlu
dilakukan dengan memanfaatkan hutan sesuai fungsi. Perlu diketahui bahwa tidak
semua jenis hutan berfungsi sama. Lalu langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
dengan menerapkan konsep budidaya hutan secara tepat sesuai dengan jenis dan
tipe hutannya.
B. Budidaya Hutan dengan Teknik Reboisasi
Telah diketahui bagaimana hutan secara umum, yang dimaksud kawasan
hutan adalah kawasan yang berhutan maupun yang tidak berhutan dan telah
ditetapkan untuk dijadikan hutan tetap. Hutan tetap adalah hutan, baik yang sudah
ada tanamannya maupun yang akan ditanam atau tumbuh secara alami di dalam
kawasan hutan.
Menurut definisi hutan itu bukan hanya sekumpulan individu pohon, tetapi
sebagai masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri atas pepohonan, semak,
tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan. Satu sama lain saling mengikat
dalam hubungan yang bergantungan. Untuk dapat disebut sebagai hutan,
sekelompok pepohonan harus mempunyai tajuk yang cukup rapat, sehingga
merangsang pemangkasan alami dengan cara menaungi ranting dan dahan di
bagian bawah, serta menghasilkan tumpukan bahan organik (seresah) yang sudah
ternaungi maupun yang belum. Di dalam kawasan tersebut terdapat unsur-unsur
lain yang bersatu misalnya tumbuhan yang lebih kecil dan bebagai bentuk
kehidupan fauna.
Suatu lapangan yang ditumbuhi pepohonan dikatakan sebagai hutan apabila
luas minimum lapangan yang ditumbuhi pohon sekitar ¼ hektar. Hutan seluas itu
sudah dapat mencapai suatu keseimbangan persekutuan hidup yang diperlukan
sehingga mampu memberikan manfaat produksi, perlindungan, pengaturan tata
air, maupun pengaruh terhadap iklim.
Kehutanan itu dapat dikatakan sebagai ilmu, seni, dan praktik mengurus
sumber daya hutan serta mengelola sumber daya hutan secara lestari agar
bermanfaat untuk manusia (Kardi dkk., 1992:7). Jika di lihat dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 dituliskan bahwa kehutanan ialah sistem
pengurusan yang bersangkutan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu. Pengurusan hutan bertujuan untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya dan lestari untuk kemakmuran rakyat seperti yang
telah diberitakan bahwa terjadinya global warming dikarenakan penggundulan
hutan secara liar.
Penerapan pengurusan hutan diantaranya sebagai berikut: a) Perencanaan
kehutanan yang dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang
menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan kehutanan
mencakup inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan
kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan
rencana kehutanan; b) Pengelolaan hutan yang mencakup kegiatan tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan pengunaan
kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan
konservasi alat; c) Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta
penyuluhan kehutanan. Penelitian dan pengembangan kehutanan bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan
hutan secara lestari dan peningkatkan nilai tambah hasil hutan. Pendidikan dan
latihan bertujuan untuk membentuk sumber daya manusia yang menguasai dan
mampu memanfaatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari. Adapun penyuluhan kehutanan
bertujuan untuk meningkatakan pengetahuan dan keterampilan serta untuk
mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar dapat dan mampu mendukung
pembangunan kehutanan dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya sumber
daya hutan untuk kehidupan manusia; d) Pengawasan kehuanan yang
dimaksudkan untuk mencermati, menelusuri, dan menilai pelaksanaan pengurusan
hutan, sehingga tujuannya dapat tercapai maksimal dan sekaligus merupakan
umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan pengurusan hutan dimasa
mendatang.
Dengan penerapan pengurusan hutan tersebut berkaitan erat dengan aspek
pengelolaan dan di dalamnya terdapat rangkaian kegiatan yang dilakukan
berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menjamin serta
mempertinggi pemanfaatan hutan secara lestari. Kelestarian hutan mengandung
makna yang luas karena mencakup kelestarian ekosistem hutan dan fungsinya
untuk kehidupan seluruh masyarakat, itu berarti bahwa semua komponen
pembentuk ekosistem hutan harus ada dalam kondisi yang sempurna agar fungsi
hutan menjadi sempurna. Salah satu komponen ekosistem hutan berupa
tetumbuhan yang harus didominasi oleh pepohonan. Oleh karena itu, wujud hutan
sangat bergantung kepada keberadaan komunitas tumbuhannya.
Untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak (tidak bervegetasi sempurna)
diperlukan kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan. Dalam kaitannya
dengan kegiatan rehabilitasi lahan dalam kawasan hutan melalui upaya
penanaman kembali pepohonan dalam kawasan hutan. Dalam kaitannya dengan
kegatan rehabilitasi lahan hutan, diperlukan penguasaan aspek budi daya hutan
agar tujuan pembangunan hutan dapat tercapai.
1. Tipe-Tipe Hutan di Indonesia
Berdasarkan kepada proses terbentuknya hutan (suksesi hutan), maka hutan
dikelompokkan atas dua tipe, yaitu hutan alam dan hutan antropogen (Arief,
1994:53). Sedangkan berasarkan faktor iklim, edafik, dan komposisi vegetasi,
maka hutan dikelompokkan atas enam tpe, yaitu hutan hujan tropic (tropical rain
forest), huta musim (monsoon forest), hutan gambut (peat forest), hutan rawa
(swamp forest), hutan payau (mangrove forest), dan hutan pantai (littoral forest).
Hutan alam, yaitu hutan yang terjadi melalui proses suksesi secara alam.
Hutan alam ini dibagi atas dua jenis yaitu sebagai berikut: a) Hutan alam primer
merupakan hutan alam asli yang belum pernah dilakukan penebangan oleh
manusia. Hutan itu dicirikan oleh pohon-pohon tinggi yang berumur ratusan tahun
yang tumbuh dari biji. Hutan alam primer mencakup hutan perawan, hutan alam
primer tua, dan hutan alam primer muda; b) Hutan alam sekunder merupakan
hutan asli yang pernah mengalami kerusakan oleh kegiatan alam. Hutan ini
dicirikan oleh pohon-pohon yang lebih rendah dan kecil apabila dibandingkan
dengan pohon-pohon pada hutan alam primer. Akan tetapi, apabila umur pohon
sudah mencapai ratusan tahun, hutan itu akan sulit dibedakan dengan hutan alam
primer, kecuali diketahui sejarah proses suksesi yang terjadi. Hutan alam sekunder
mencakup hutan vulkanogen, hutan kebakaran alam, dan hutan penggembalaan
alam (Indriyanto, 2008:12).
Hutan antropogen merupakan hutan yang terjadi melalui proses suksesi
komunitas tumbuhan dengan campur tangan manusia . hutan tersebut mencakup
hutan trubusan, hutan tanaman, hutan penggembalaan antropogen, hutan ladang,
dan hutan kebakaran antropogen.
Hutan hujan tropik merupakan bentuk hutan klimaks utama dari hutan-hutan
di dataran rendah yang mempunyai tiga stratum (lapisan tajuk) pohon A, B, C,
atau lebih. Curah hujan di derah tersebut 2.000-4.000 mm per tahun, suhu udara
250C-260C, dan rata-rata kelembapan relative udara 80 persen. Pepohonan
tertinggi pada hutan hujan tropik dapat mencapai 40-55 meter (Arief, 1994:84). Di
hutan hujan tropik terdapat strtifikasi tajuk pohn dari berbagai spesies pohon yang
bebeda ketinggiannya. Tajuk pohon yang bersatu dan rapat ditambah dengan
adanya tumbuh-tumbuhan pemanjat yang menggantung dan menempel pada daan
pohon, misanya rotan, anggrek, dan paku-pakuan. Hal itu menyebabkan sinar
matahari tidak dapat menembus samapai ke lantai hutan. Hal itu juga
menyebabkan tidak memungkinkan semak-semak tumbuh dan berkembang,
kecuali jenis cnedawan yang suka hidup di tempat yang kurang cahaya. Ciri-ciri
khas tersebut dimilki oleh hutan hujan tropik. Di indonesia, hutan hujan tropik
terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Hutan
tersebut mempunyai lebih kurang 3.000 jenis pohon besar dan termasuk kedalam
450 marga atau genus (Arief, 1994:85). Berdasarkan ketinggian tempat
tumbuhnya, hutan hujan tropik dibedakan menjadi tiga zona, yaitu: a) zona 1= 0-
1.000 meter dari permukaan laut disebut hutan hujan bawah; b) zona 2 = 1.000-
3.300 meter dari permukaan laut disebut hutan hujan tengah; c) zona 3 = 3.300-
4.100 meter dari permukaan laut disebut hutan hujan atas.
Hutan musim merupakan hutan campuranyang terdapat di daerah beiklim
muson, yaitu daerah yang memiliki peredaan nyata antara musim kemarau dan
musim basah (Arief, 1994:86). Hutan musim merupakan salah satu tipe hutan
yang terdapat pada daerah-daerah denga tipe iklim C dan D, dan rata-rata curah
hujan setahun antara 1.000 milimeter dan 2.000 milimeter (Direktorat Jenderal
Kehutanan, 1976). Di Indonesia, tiepe hutan musi terdapat di Pulau Jawa,
terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Nusa Tenggar, dan sebagian kecil
terdapat di pulau-pulau lainnya. Tegakan hutan musim didominai oleh jenis-jenis
pohon yang menggugurkan daun di musim kering. Di hutan musim terdpat dua
lapisan tajuk yang jelas berbeda, juga kaya jenis tumbuh-tumbuhan merambat
yang kayu maupun jenis herba. Berdasarkan pada ketinggian tempat tumbuhan,
hutan musim dibedakan menjadi dua zona, yaitu: a) zona 1 = 0-1.000 meter dari
permukaan laut disebut hutan musim bawah; b) zona 2 = 1.000-4.100 meter dari
permukaan laut disebut hutan hujan musim tengah dan atas.
Hutan gambut merupakan hutan yang tumbuh di atas kawasan yang
digenangi air dalam keadaan yang asam dibawah pH netral (Arief, 1994:86).
Kondisi seperti itu menyebabkan tanahnya miskin hara. Hutan itu juga menjadi
suatu ekosistem yang cukup unik karena tumbuhnya di atas tumpukan bahan
organik yang melipah dan hidupnya bergantung kepada hujan. Sering kali daerah
gambut mengalami genangan air tawar secara periodik dan mempunyai topografi
bergeombang kecil serta menciptakan bagian-bagian cekungan tergenang air
tawar. Gambut terjadi pada hutan karena pohon tumbang dan tenggelam dalam
lumpur, di dalamnya terdapat seikit oksigen sehingga jasad renik tanah sebagai
pembusuk tidak mampu melanjutkan proses pembusukan secara sempurana
terhadap bahan-bahan tanaman tersebut. Bahan-bahan yang tidak mebusuk akan
berubah menjadi gambut dan mampu mencapai ketebalan hingga 20 meter (Arief,
1994:86).
Hutan rawa terdapat di daerah-daerah yang selalu tergenang air tawar.
Umunya terletak di belakang hutan payau, itu berarti hutan rawa terletak dari arah
tepi laut sesudah hutan payau. Seperti pada hutan payau, hutan rawa dicirikan oleh
adanya tempat tumbuh yang mempunyai aerasi buruk (Arief, 1994:87). Jenis
tanah pada habitat hutan rawa dari jenis alluvial. Hutan rawa mempunyai
beberapa tingkatan tajuk dan bentuknya hampir menyerupai hutan hujan. Daerah
penyebaran hutan rawa di Indonesia meliputi Sumatra bagian timur, Kalimantan
barat, Kalimantan Tengah, dan wilayah bagian selatan Irian Jaya (Indriyanto,
2005:17).
Hutan payau merupakan suatu ekosistem yang unik dengan bermacam-
macam fungsi. Hutan payau terdapat pada daerah pantai yang selalu dan secara
teratur tergenang air laut, dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dan tidak
terpengaruh oleh iklim. Kondisi tanah di hutan payau berupa tanah lumpur, pasir,
atau lumpur berpasir. Pada hutan payau terdapat campuran air tawar dari sungai
dengan air laut. Jika tidak terdapat ombak besar di tepi pantai, maka daerah
tersebut akan terbentuk huta payau karena salah satu syarat terbentuknya hutan
payau adalah ombak yang tergenang (Arief, 1994:89).
Hutan pantai terdapat di daerah kering di tepi pantai. Hutan tersebut tidak
terpengaruh oleh iklim, pada daerah dengan kondisi tanah berpasir dan berbatu-
batu, serta terletak di atas garis pasang tertinggi. Hutan pantai biasanya tidak lebar
terdapat di pantai yang agak tinggi dan kering. Daerah tersebut jarang digenangi
air laut. Akan tetapi, sering terjadi angin kencang dengan hembusan garam.
2. Peranan Budidaya Hutan Dalam Kehidupan
Budi daya hutan berkaitan erat dengan kontrol terhadap proses pembentukan
tegakan hutan, pertumbuhan pohon, komposisi jenis tumbuhan, dan kualitas
tegakan hutan atau vegetasi (Baker dkk., 1979:56). Pengetahuan tentang sifat-sifat
hutan dan pohon hutan, seperti bagaimana mereka tumbuh, bereproduksi, dan
berkaitan terhadap perubahan lingkungan, dipelajari dalam bidang kehutanan yang
disebut dengan silvika. Silvika merupakan dasar bidang ilmu budaya pohon
karena budi daya pohon mengandung aspek-aspek penerapan metode penanganan
hutan berdasarkan pandangan teori silvika yang dimodifikasi sesuai dengan
keadaan dan tujuan pengelolaan hutan. Silvika membicarakan hokum-hukum
pertumbuhan dan perkembangan dari setiap pohon dalam hutan sebagai suatu
kesatuan biologis. Di dalam budidaya hutan, keterangan yang diperoleh dari
silvika digunakan untuk memproduksi hutan. Selain itu, prinsip-prinsip dan
prosedur teknis dikembangkan untuk melakukan pemeliharaan dan pemudaan
hutan secara ilmiah.
Untuk dapat menguasai seni menghasilkan hutan, tidak cukup hanya
mengetahui prinsip dan cara teknis budi daya pohon secara terinci untuk semua
jenis kayu yang berharga dan juga tipe-tipe hutannya. Karena ada ribuan jenis
kayu yang tumbuh di hutan Indonesia dan belum semua diketahui mengenai
syarat tumbuh maupun aspek budi daya lainnya.
Pengendalian dan kontrol terhadap struktur tegakan hutan menghendaki
kaidah-kaidah yang memadukan pengetahuan biologi, pengelolaan, dan ekonomi.
Kaidah tersebut harus sesuai dengan kerangka yang dapat diterima oleh
masyarakat karena tidak ada sesuatu yang benar-benar merupakan system budi
daya pohon yang baik pada saat itu pula tidak mengandung pengertian
pengelolaan dan nilai sosial yang baik.
Konsep dasar budi daya pohon adalah bahwa pemilihan perlakuan
silvikultur yang tepat, baik pada hutan alam maupun pada hutan tanaman,
bergantung pada tingkat control interaksi genotip lingkungan terhadap
perkembangan fisiologis tegakan (Indriyanto, 2008:19).
2. Peranan Daerah Aliran Sungai pada Tanaman Hutan
Penutupan vegetasi disuatu wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) berkaitan
erat dengan masalah konservasi tanah dan air. Dalam hal ini, hutan sebagai salah
satu penyangga utama dalam sistem DAS (Indriyanto, 2008:92). Oleh karena itu,
tindakan mengelola hutan secara baik juga merupakan upaya konservasi tanah dan
konservasi air. Perusakan hutan dan vegetasi lainnya, terjadinya erosi tanah,
timbulnya lahan kritis, berkurangnya persediaan air tanah, dan menurunnya
produktivitas lahan merupakan masalah alam yang saling berkaitan. Umumnya
hal itu terjadi karena aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumber daya hutan
dan sumber daya pertanian tanpa memelihara kelestariannya.
Perlu disadari, bahwa bertambahnya penduduk di muka bumi dan
meningkatnya standar kehidupan manusia menyebabkan meningkatkan pula
kebutuhannya. Secara otomatis, aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumber
daya alam, termasuk sumber daya hutan dan sumber daya pertanian, juga terus
meningkat. Aktivitas manusia seperti itu jika tidak dibarengi dengan usaha
rehabilitasi lahan hutan dan lahan pertanian, maka keberadaan sumber daya
tersebut tidak akan lestari, hal itu berarti bahwa kerusakanlah yang senantiasa
terjadi. Menghadapi masalah seperti diatas hanya akan terselesaikan dengan cara
mempertahankan keseimbangan alam yang masih utuh. Tanpa upaya rehabilitasi
lahan dan kesadaran mempertahankan keseimbangan alam, maka besar atau kecil
kerusakan akan terus terjadi.
Segala bentuk kerusakan vegetasi pelindung tanah dalam suatu wilayah
DAS, baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan harus diperbaiki
melalui kegiatan reboisasi dan penghijauan. Kegiatan reboisasi dan penghijauan
harus dilakukan secara sungguh–sungguh untuk menanggulangi dan memperbaiki
hutan yang gundul, serta lahan–lahan kritis di luar kawasan hutan.
4. Reboisasi pada Hutan yang Gundul
Ditinjau dari aspek rehabilitasi atau pemulihan lahan kritis, arti reboisasi
dan penghijauan hampir sama. Perbedaan arti kedua istilah tersebut pada sasaran
lokasi dan kesesuaian jenis tanaman yang ditanam pada masing–masing lokasi
kegiatan.
Reboisasi merupakan kegiatan penghutanan kembali kawasan hutan bekas
tebangan maupun lahan–lahan kosong yang terdapat di dalam kawasan hutan
(Manan, 1978:10). Reboisasi meliputi kegiatan pemudaan pohon, penanaman
dengan jenis pohon lainnya di area hutan Negara dan area lain sesuai rencana tata
guna lahan yang diperuntukkan sebagai hutan. Dengan demikian, membangun
hutan baru pada area bekas tebang habis, bekas tebang pilih, atau pada lahan
kosong lain yang terdapat di dalam kawasan hutan termasuk reboisasi (Kadri dkk.,
1992:129).
Penghijauan merupakan kegiatan penanaman pada lahan kosong di luar
kawasan hutan, terutama pada tanah milik rakyat dengan tanaman keras, misalnya
jenis-jenis pohon hutan, pohon buah, tanaman perkebunan, tanaman penguat teras,
tanaman pupuk hijau, dan rumput pakan ternak. Tujuan penanaman penanaman
agar lahan tersebut dapat dipulihkan, dipertahankan dan ditingkatkan kembali
kesuburannya (Manan, 1986:11). Menurut Kardi dkk. (1992:136) upaya yang
termasuk dalam rangkaian kegiatan penghijauan, yang sudah disebutkan berupa
pembuatan bangunan pencegah erosi tanah, misalnya pembuatan sengkedan
(teras) dan bendungan (check dam) yang dilakukan pada area di luar kawasan
hutan.
5. Tujuan Reboisasi Dan Penghijauan pada Hutan
Hutan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,
tanpa mengubah kaidah-kaidah yang ada. Oleh karena itu, selain memanfaatkan
hasil hutan untuk pembangunan, perlu juga memberikan perhatian secara penuh
untuk upaya pembelajaran tegakan hutan agar potensi hutan dan fungsinya dapat
dimanfaatkan sepanjang masa.
Adapun kegiatanreboisasi dalam rangka pembangunan hutan tanaman
industry dilaksanakan pada wilayah hutan produksi, baik di dalam maupun di luar
area hak pengusahaan hutan (HPH). Menurut Mangundikoro dan Arisman
(1986:5) tujuan utama reboisasi yaitu untuk menjamin penyediaan bahan baku
industry hasil hutan nberupa kayu konstruksi, pulp, rayon, kertas, kayu energi, dan
kayu mewah. Tujuan pemanfaatan area hutan tersebut untk pembangunan hutan
tanaman industry dalam rangka meningkatkan potensi tegaka, meningkatkan
produktivitas hutan, seta memenuhi bahan baku kayu yang dibutuhkan oleh
industry perkayuan. Egiatan reboisasi dengan tujuan tersebut dilakukan melalui
penerapan budidaya utan secara intensif, mencakup penggunaan jenis pohon
unggul, melakukan pengolahan tanah secara baik dan hati-hati, dan pemeliharaan
tanaman secara teratur.
Reboisasi dan penghijauan memiliki tujuan uatama antara lain sebagai
berikut: a.) untuk membangu usaha ekonomi yaitu pembangunan diarahakan pada
pola hutan industry atau hutan tanaman industry yang diharapkan dapat menyuplai
bahan baku industry perkayuan yang dibangun dekat lokasi pembangunan hutan
yang bersangkutan: b.) Untuk memperbaiki kondisi hidro-orologi suatu wilayah
yaitu penanaman pohon bertujuan untuk mencegah terjadinya banjir, erosi, tanah
longsor, serta melestarikan sumber daya air; c.) untuk memperbaiki dan
mempertahankan kesuburan tanah yaitu dalam rangka pengembalian unsur hara ke
tempat tumbuh secara baik dari produk serasah hutan, serta tajuk pohon yang
selalu hijau disertai produk seresah yang banyak membuat tanah hutan tidak
mudah rusak akibat kekuatan proses hidrologi dalam hutan; d.)Untuk menjaga
kelestarian suatu jenis pohon yaitu merencanakan dengan baik dalam rangka
menjaga kelestarian suatu jenis pohon yang termasuk lanka atau terancam punah.
Hal itu dikarenakan pengadaan bahan tanaman untuk pengembangan jenis langka
pada umumnya mengalami kesulitan.
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan reboisasi agar digalakan dalam
kawasan hutan konservasi dengan melakukan pengembangan jenis-jenis pohon
setempat sebagai upaya konservasi jenis pohon secara in situ, serta
mengembangkan jenis pohon langka yang ada di dalam kawasan hutan produksi
untuk itu menunjang pengadaan bahan tanaman terhadap jenis pohon langka
sangat diperlukan upaya membangun bank klon atau kebun benih.
6. Contoh Perhitungan Biaya Reboisasi
Pada Luasan 1 Hektar Lahan Pola Tanam 2x2m ( 2500 Pohon)
a.Penjarangan
Estimasi 0, 5 m3/ pohon di usia 3-4 tahun x 1250 pohon = 625 m3
Hitungan : 625 m3 x Rp. 1.000.000, - ( diameter 30-39 cm) : Rp. 625.000.000, -
b.Pemanenan akhir
Estimasi 0, 75 m3/ pohon di usia 5 tahun x 1250 pohon = 937, 5 m3
Hitungan : 937, 5 m3 x Rp. 1.100.000, - ( diameter 40-49 cm) : Rp.
1.031.250.000, -
c.Biaya Operasional Panen :
Biaya tebang Rp.150.000, -/ m3 x 1562.5 m3 : Rp. 234.375.000, -
Biaya transport Log kayu dari kebun Rp. 50.000, -/ m3 x 1562.5 m3 : Rp.
78.125.000, -
Biaya transport Log kayu ke Pabrik Rp.100.000, -/ m3 x 1562.5 m3 : Rp.
156.250.000, -
Zakat/ Infak 2, 5% : Rp. 41.406.250, -
Retribusi ( surat jalan dari pemerintah setempat) : Rp. 16.562.500, -
JUMLAH : Rp. 526.718.750, -
d.Keuntungan Penerimaan ( penjarangan+ Panen akhir) : Rp. 1.656.250.000,
Jumlah Keuntungan Bersih : Rp. 1.129.531.250, -
7. Peraturan Terkait Reboisasi
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.52/Menhut-
II/2014 Tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan Dan Penyetoran Provisi
Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Penggantian Nilai Tegakan Dan Ganti Rugi
Tegakan
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) adalah pungutan yang dikenakan
sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara
= = Harga Patokan x Tarif x Volume
Contoh Harga Patokan Jenis Jabon untuk Jambi Rp. 504.000,-
Tarif : 10%
Volume : 100 m3
Maka PSDH yang mesti di bayar adalah : Rp. 504.000,- x 10% x 100 = Rp.
5.040.000,-
Dana Reboisasi (DR) merupakan dana untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan
serta kegiatan pendukungnya yang dipungut dari pemegang izin pemanfaatan hasil
hutan yang berupa kayu = Tarif x Volume
Contoh Tarif Jenis Jaboni untuk Jambi 13,50 USD,-
Volume : 100 m3
Maka DR yang mesti di bayar adalah : 13,50 USD,- x 100 = Rp. 1.350 USD,-
Penggantian Nilai Tegakan (PNT) adalah salah satu kewajiban selain PSDH
DR yang harus dibayar kepada negara akibat dari izin pemanfaatan kayu,
penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, dan areal kawasan hutan
yang telah dilepas dan dibebani HGU yang masih terdapat hasil hutan kayu dari
pohon yang tumbuh secara alami termasuk pada lahan milik/dikuasai sebelum
terbitnya alas titel, dan kegiatan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Perhitungannya PNT = (Tarif x Harga Patokan x Volume
Contoh dari PSDH DR diatas :
maka PNT = 100% x Rp.504.000 x 100 m3
=Rp.504.000 x 100 m3
=Rp.50.400.000,-
C. Penutup
Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan
memiliki berbagai tipe antara lain: Hutan alam, Hutan Antropogen, Hutan hujan
tropik, Hutan musim, Hutan gambut, Hutan rawa, Hutan payau, Hutan pantai.
Peranan budidaya kehutanan dalam kehutanan adalah untuk mengendalikan dan
mengontrol terhadap struktur tegakan hutan menurut aturan atau kaidah yang
menyatukan pengetahuan biologi, pengelolaan, dan ekonomi. Dengan kerusakan
hutan di Indonesia yang begitu memprihatinkan, yang harus dilakukan untuk
mengembalikan fungsi hutan adalah penghijauan kembali dan reboisasi. Reboisasi
dan penghijauan memiliki tujuan yaitu untuk membangun usaha ekonomi, untuk
memperbaiki kondisi hidro-orologi suatu wilayah, untuk memperbaii dan
menjaga kesuburan tanah dan untuk menjaga kelestarian suatu jenis pohon.
Daftar Pustaka
Arief, A.1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan.
Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia.
Baker, F. S.,T. W. Daniel, dan J. A. Helms. 1979. Principles of Silviculture.
New York: McGraw-Hill Inc. Book Co.
Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Jakarta: Bumi Askara.
Kardi, W. dkk.1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan
Republik Indonesia.
Manan, S. 1978. Masalah Pembinaan Kelestarian Ekosistem Hutan. Bogor:
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Mangundikoro, A dan H. Arisman. 1986. Pemilihan jenis Pohon Hutan
Tanaman Industri. Sekertariat pengendalian Pembangunan Hutan Tanaman
Industri. Departemen Kehutanan. Jakarta: Prosiding Pembangunan Hutan
Tanaman Industri bulan April 1986.