referat dr. iwan

47
REFERAT MENINGITIS & ENSEFALITIS PEMBIMBING : Mayor CKM dr. Iwan Destiawan, SpBS DISUSUN OLEH : Andriansyah Karnanda 030.10.248 KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT TINGKAT II dr. A.K GANI PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA PERIODE 14 MARET– 20 MEI 2016 0

Upload: andricumlaude

Post on 11-Jul-2016

31 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

uygugyu

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dr. Iwan

REFERAT

MENINGITIS & ENSEFALITIS

PEMBIMBING :

Mayor CKM dr. Iwan Destiawan, SpBS

DISUSUN OLEH :

Andriansyah Karnanda

030.10.248

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT TINGKAT II dr. A.K GANI PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

VETERAN JAKARTA

PERIODE 14 MARET– 20 MEI 2016

0

Page 2: Referat Dr. Iwan

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Sely Fauziah, S. Ked

NIM : 030.10.248

Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Trisakti

Periode : 25 Mei – 27 Juni 2015

Judul : Meningitis

Pembimbing : dr. Julintari, Sp.S

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu

Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

Jakarta, Juni 2015

dr. Julintari Bidramnanta, Sp.S

1

Page 3: Referat Dr. Iwan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat,

rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul

Meningitis & Ensefalitis dengan baik dan tepat waktu.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta di RS Tk. II dr.

A.K Gani Palembang periode 14 Maret 2016 - 20 Mei 2016. Di samping itu, referat ini

ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang Meningitis.

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya

kepada Mayor CKM dr. Iwan Destiawan, Sp.BS selaku pembimbing dalam penyusunan

referat ini, serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis

selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RS Tk. II dr. A.K Gani Palembang. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada rekan–rekan sejawat anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu

Ilmu Bedah RS Tk. II dr. A.K Gani Palembang serta berbagai pihak yang telah memberi

dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari

kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran

yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga

tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Sely Fauziah

2

Page 4: Referat Dr. Iwan

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................ .......... 1

Kata pengantar .......................................................................................... .......... 2

Daftar isi .................................................................................................. .......... 3

BAB I Pendahuluan .................................................................................. 4

BAB II Meningitis ............................................................................... 5

1. Definisi .......................................................................... .......... 5

2. Anatomi dan fisiologi ................................................................ 5

3. Epidemiologi .................................................................. .......... 8

4. Faktor resiko ..................................................................... 9

5. Patofisiologi ................................................................... .......... 10

6. Klasifikasi ................................................................... .......... 11

7. Komplikasi..................................................................... .......... 25

8. Prognosis ........................................................................... 25

BAB III Kesimpulan .......................................................................... .......... 26

Daftar Pustaka ....................................................................... ............................... 27

3

Page 5: Referat Dr. Iwan

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi pada sistem saraf pusat ( SSP ) dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu

terutama yang melibatkan meninges ( meningitis) dan terbatas pada parenkim ( ensefalitis ).

Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu piamater ( Lapisan dalam), arachnoid ( Lapisan tengah)

dan duramater ( lapisan luar ).

Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput

pelindung yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai

meninges.1,2 Penyebab paling umum dari meningitis adalah infeksi virus yang biasanya dapat

sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan yang spesifik.3,4 Namun, meningitis juga dapat

disebabkan oleh bakteri dan jamur yang merupakan bentuk yang jarang dan umumnya hanya

terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.4

Penyakit ini kebanyakan terjadi pada usia ekstrem <5 tahun dan >60 tahun, rumah

padat penduduk, sosioekonomi rendah, dan keadaan atau penyakit sepertifraktur basis kranii,

pungsi atau anastesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf, terpapar manusia yang terkena

meningitis tanpa profilaksis, diabetes mellitus, insufisiensi adrenal atau ginjal,

immunosuppression, HIV, spelenktomi atau anemia sickle cell, alcoholism, sirosis hepatis,

keganasan, sinusitis, 5,6

Gejala yang paling umum dari meningitis yaitu demam, sakit kepala yang berat dan

terus menerus, kaku leher terutama ketika mencoba untuk menyentuh dagu ke dada, muntah,

kebingungan, penurunan tingkat kesadaran dan kejang.7

Komplikasi dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan dari seseorang dan dapat

bersifat sementara atau permanen. Semakin parah infeksi meningitis semakin besar

komplikasi yang didapatkan. Komplikasi lebih sering terjadi pada meningitis yang

disebabkan oleh bakteri dari pada meningitis yang diakibatkan oleh virus. 8Begitu besarnya

kerugian yang diakibatkan oleh meningitis, sebagai dokter umum harus dapat mendiagnosa

lebih awal dari meningitis guna mencegah komplikasi yang lebih lanjut.

4

Page 6: Referat Dr. Iwan

BAB II

MENINGITIS

1. DEFINISI

Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput pelindung

yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang yang dikenal sebagai meninges (radang

pada arachnoid dan piamater). Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan yang

mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.1

Meningitis secara anatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut

sebagai pachymeningitis (jarang) dan leptomeningitis yang lebih umum dan didefinisikan

sebagai peradangan pada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.9Penyebab paling umum

dari meningitis di Amerika Serikat adalah infeksi virus yang biasanya dapat sembuh

sepenuhnya tanpa pengobatan yang spesifik.5,6Namun, meningitis juga dapat disebabkan oleh

bakteri yang dapat menyebabkan kematian atau kerusakan otak dan meningitis jamur

merupakan bentuk yang jarang dari meningitis dan umumnya hanya terjadi pada orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.6

Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak meningitis dibagi menjadi dua

golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan

jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab

yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau

meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus

meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.10

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Lapisan selaput otak/meningens

Otak dan sumsum tulang belakang dibungkus oleh selubung meninges. Lapisan luarnya

adalah pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya yaitu leptomeninx, dibagi menjadi

arachnoidea dan piamater. Lapisan-lapisan tersebut yaitu :

1.Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan

dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak

umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang

bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara lapisan-lapisan dura).

5

Page 7: Referat Dr. Iwan

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium, membentuk periosteum, dan

tempat perluasan pembuluh darah, lapisan dalam menjadi dura spinalis.

2. Arachnoidea

Membrana arachnoidea dengan dura terpisah oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium

subdural. Cavum subarachnoidalis dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa

yang membentuk anyaman padat yang menjadi sistem rongga-rongga yang saling

berhubungan.

Dari arachnoidea menonjol ke luar tonjolan-tonjolan mirip jamur ke dalam sinus-sinus

venosus utama yaitu granulationes pacchioni (granulationes/villi arachnoidea). Sebagian

besar villi arachnoidea terdapat di sekitar sinus sagitalis superior, liquor cerebrospinali

memasuki circulus venosus melalui villi.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara relative

sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut menjadi

jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini disebut cisterna

arachnoidea.

3. Piamater

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang

mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan

otak dan mengikuti gyrus dari otak.2

2.2 LIQUOR CEREBROSPINALIS (LCS)

Liquor Cerebrospinalis (LCS) merupakan cairan bening dan hampir bebas protein. Cairan ini

mirip air dan ditemukan pada rongga subarachnoid dan dalam susunan ventrikel.

LCS 80% dihasilkan oleh pleksus choroideus, dan sisanya oleh parenkim otak.Setelah

disekresi oleh pleksus choroidalis pada ventrikel lateral, LCS mengalir melalui

interventricular foramina dan masuk ke ventrikel tiga. Selanjutnya LCS melewati aquaductus

Sylvii dan menuju ventrikel empat dan kemudian memasuki subarachnoid space dan cisterna

melalui foramen Magendie pada bagian medial dan foramen Luscka pada bagian lateral. Dari

cisterna ini sebagian besar LCS mengalir kebagian medial dan lateral permukaan hemisfer

cerebri dan menuju sinus sagitalissuperior pada atap cranium. Pada sub arachnoid space, LCS

merembes melalui saluran saluran pada granulasi arachnoid untuk bersatu dengan darah vena

didalam sinus sagitalis posterior. Sebagian kecil CSF mengalir kebawah menuju

subarachnoid space medulla spinalis. Sedikit cairan LCS diresorpsi di tingkat spinal.11

6

Page 8: Referat Dr. Iwan

LCS diresorpsi di intracranial dan di sepanjang medulla spinalis. Sebagian LCS

meninggalkan ruang subarachnoid dan memasuki aliran darah melalui vili granulasiones

arakhnoidae yang terletak di sinus sagitalis superior dan pada vena diploica kranii. Sisanya di

resorpsi di selubung perineural saraf kranialis dan saraf spinalis, tempat saraf tersebut

masing-masing keluar dari batang otak dan medulla spinalis dan melewati ependima dan

kapiler leptomeningens.12

2.2.1Fungsi Liquor Cerebrospinalis (LCS)

Fungsi dari LCS yaitu sebagai bantalan yang melindungi otak dan medulla spinalis

terhadap benturan, cairan ini mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit

(otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan beberapa perlindungan terhadap

perubahan-perubahan tekanan (volume venosus volume cairan cerebrospinal).

mempertahankan keseimbangan external environtment dari neuron dan glia. Pada keadaan

tertentu cairan cerebrospinal ini sering diambil untuk dilakukan analisa cairan sebagai

penunjang diagnostik.

2.2.2 Komposisi dan volume Liquor Cerebrospinalis (LCS)

Cairan cerebrospinal normal yaitu jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Volume

cairan cerebrospinal ini pada orang dewasa normal 130 dan 150 ml dan setiap 24 jam

diproduksi 400-500 ml. Dari jumlah ini diperkirakan 80 ml berada dalam ventrikel dan 55 ml

didalam rongga subarachnoid. Komposisi cairan ini terdiri dari air, sejumlah kecil protein,

gas dalam larutan ( O2 dan CO2 ), ion natrium, kalium, kalsium, khlorida dan sedikit sel

darah putih ( limfosit dan monosit ) dan bahan- bahan organik lainnya. Tekanan rata-rata

LCS normal yaitu 70-120 mm H20 dengan total protein 15 - 60 mg / 100 mL, gamma

globulin 3 - 12% dari total protein, glukosa 50 - 80 mg / 100, hitung jenis sel yaitu 0-5 sel

darah putih ( semua mononuklear ), dan tidak ada sel darah merah sedangkan klorida : 110-

125 mEq / L.13

3.EPIDEMIOLOGI

Insiden meningitis bervariasi sesuai dengan etiologi dan hubungannya dengan

sumber pelayanan medis. Insiden ini lebih tinggi di negara-negara berkembang karena

kurangnya akses pelayanan untuk pencegahan, seperti vaksinasi. Di negara-negara

berkembang, kejadian meningitis dilaporkan 10 kali lebih tinggi daripada di negara-negara

maju.

Meningitis mempengaruhi semua ras. Di Amerika Serikat, orang kulit hitam

memiliki resiko lebih tinggi dari orang kulit putih dan orang Hispanik. Hampir 4100 kasus

7

Page 9: Referat Dr. Iwan

dengan 500 kematian yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, meningitis bakteri terus

menjadi sumber signifikan dari morbiditas dan mortalitas. Kejadian tahunan di Amerika

Serikat adalah 1,33 kasus per 100.000 penduduk.

Tingkat fatalitas kasus keseluruhan pada orang dewasa adalah 34 %. Di antara agen

bakteri yang menyebabkan meningitis, S pneumoniae dikaitkan dengan salah satu kematian

tertinggi 19-26 % .14

Insidens aseptic meningitis 10,9 kasus per 100.000 penduduk. Hal ini terjadi pada

segala usia, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama selama musim panas. Tidak

ada perbedaan ras dilaporkan. Aseptic meningitis cenderung terjadi 3 kali lebih sering pada

laki-laki daripada perempuan.Virus adalah penyebab utama meningitis aseptik. Enterovirus

terdapat di seluruh dunia, kebanyakan infeksi enterovirus terjadi pada individu yang lebih

muda dari 15 tahun, dengan tingkat serangan tertinggi pada anak-anak yang lebih muda dari 1

tahun.

Brucella dihubungkan dengan kejadian meningitis kronis dan memiliki distribusi

terutama di Timur Tengah, India, Meksiko, dan Amerika Tengah dan Selatan. Meningitis Tb

diperkirakan 62-411 kasus per 100.000 penduduk.15

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit

ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat

lebih nyata pada bayi. Pada meningitis bakteri 3,3 kasus per 100.000 penduduk laki-laki

dibandingkan 2,6 kasus per 100.000 penduduk perempuan. Namun, untuk meningitis yang

disebabkan oleh virus kejadian pria dan wanita sama.

Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah,

lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), Penyakit

meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara

maju. Insidensi tertinggi terjadi didaerah yang disebut dengan the African Meningitis belt,

yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara.

Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000

penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik. Di daerah Malawi, Afrika pada

tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenza 20-40 per

100.000 penduduk.

WHO (2005) melaporkan pada tahun 1996, Afrika mengalami wabah meningitis

yang tercatat sebagai epidemik terbesar dalam sejarah dengan lebih dari 250.000 kasus dan

25.000 kematian (CFR=10%) yang terdaftar. Dari masa krisis tersebut hingga tahun 2002

terdapat 223.000 kasus baru, daerah yang telah terkena dampak tersebut adalah Burkina Faso,

8

Page 10: Referat Dr. Iwan

Chad, Ethiopia dan Nigeria. Pada tahun 2002, terjadi wabah meningitis di Burkina Faso dan

Ethiopia dengan Insidens Rate 65%. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko seperti

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), infeksi HIV, kepadatan penduduk, dan status sosial

ekonomi yang rendah.

Tahun 2009, Afrika melaporkan 78.416 kasus meningitis dan 4.053 kematian

(CFR=5,2%). Menurut WHO, pada tahun 2005 terjadi 111 kasus meningitis di Delhi-India

dengan 15 kematian (CFR=13,5%).

Data South East Asian Medical Information Center (SEAMIC) Health Statistic

(2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 di Indonesia, terdapat masing-masing

1.937 dan 1.667 kasus kematian karena meningitis dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000.000

penduduk. Penelitian yang dilakukan oleh Mesranti, di RSUP H. Adam Malik Medan pada

tahun 2005 – 2008 terdapat 148 kasus meningitis dan 71 kasus mengalami kematian

(CFR=47,1%) dengan jumlah penderita meningitis purulenta 63 orang (42,6%), sedangkan

penderita meningitis serosa 85 orang (57,4%).16

Di Indonesia, Meningitis merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan

urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria. Meningitis merupakan penyakit menular pada semua

umur dengan proporsi 3,2%. 17

4. FAKTOR RISIKO

Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis

yaitu

1. Kepadatan penduduk       

Penyakit infeksi menyebar lebih cepat pada kelompok yang lebih besar dan

berkumpul bersama-sama.

2. Kondisi medis tertentu

Infeksi sistemik atau focal (septicemia, otitis media supurativa kronik, tuberculosis

paru-paru), trauma atau tindakan-tindakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi atau

anastesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf), kelainan darah yaitu anemia sel sabit

dan hemoglobinopati,kelainan yang berhubungan dengan immunosupression misalnya

alcoholism, diabetes mellitus.

3. Bekerja dengan penyebab patogen

         Ahli mikrobiologi yang secara rutin terpapar patogen dan memiliki resiko lebih tinggi.

4. Perjalanan wisatawan

9

Page 11: Referat Dr. Iwan

Wisatawan yang berpergian ke daerah Sub-Sahara Afrika atau ke Mekah selama

musim Haji dan Umrah terutama saat musim kemarau juga beresiko untuk meningitis

meningokokus.6,18

5.PATOFISIOLOGI

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet

infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok

penderita.Saluran nafas merupakan port d’entrée utama pada penularan penyakit ini.Bakteri-

bakteri ini disebarkanpada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-

sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan

serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada

selaput otak.19

Agen penyebab dapat masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen atau

langsung menyebar dari kelainan nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan

jantung (endocarditis), selain itu perkontuinatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat

selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus kavernosus,

penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau

komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ( meningokok, pneumokok, streptokok,

hemofilus influenza) dalam ruang subarachnoid menyebabkan radang pada pia dan

arachnoid, CSS dan system ventrikulitis.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi,

dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke

dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi

pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang

terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan

fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis

serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales.

Meningitis bakteridihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri

dari peningkatanpermeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema

serebral dan peningkatanTIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri

sebelum terjadi meningitis. Infeksiterbanyak dari pasien dengan kerusakan adrenal, kolaps

sirkulasi dan dihubungkan denganmeluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-

10

Page 12: Referat Dr. Iwan

Friderichssen) sebagai akibat terjadinyakerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang

disebabkan oleh meningokokus.6

6.KLASIFIKASI MENINGITIS

6.1 MENINGITIS BAKTERI

Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta)

adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan

piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula

spinalis.20

Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang susunan saraf

pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang

cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab meningitis

purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae,

Streptococcus grup B , Listeria monocytogenes , dan Neisseria meningitides.

3.1.1 ETIOLOGI

1. Dewasa: Neisseria meningitides, Streptococcuspneumoniae

2. Orang tua : Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Listeria

monocytogenes.18

DIAGNOSIS

Anamnesis

Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari.

Trias meningitis : Demam tinggi menggigil mendadak, sakit kepala, kaku leher

Lain-lain : fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahan status mental sampai

penurunan kesadaran.18

Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda rangsang meningeal

- Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan

rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan

pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri sehingga dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada. Kaku kuduk yang disebabkan oleh iritasi selaput otak

tahanan didapatkan ketika menekukan kepala, sedangkan bila kepala hiperekstensi

11

Page 13: Referat Dr. Iwan

dan rotaasi kepala dapat dilakukan dengan mudah. Sedangkan pada kelainan lain

(myositis otot kuduk, artritis servikalis, tetanus) biasanya rotasi dan hiperekstensi

kepala terganggu.

- Pemeriksaan tanda Lasegue

Pasien berbaring terlentang diluruskan kedua tungkainya. Kemudian satu tungkai

diangkat lurus dan difleksikan pada persendian panggul. Tungkai sisi sebelahnya

harus dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai sudut 70

derajat sebelum timbulnya rasa nyeri atau tahanan, bila sudah terdapat nyeri atau

tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka dapat dikatakan Lasegue positif.

Tanda Lasegue juga ditemukan pada keadaan ischilagia, iritasi akar lumbosacral

atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal).

- Pemeriksaan tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, lalu difleksikan paha pada persendian panggul sampai

membuat sudut 90°. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian

lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi hingga sudut tangan 135° antara tungkai

bawah dan tungkai atas. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak

mencapai sudut 135° yang disertai nyeri dan adanya tahanan. Seperti pada tanda

Lasegue, tanda Kernig positif terjadi pada keadaan iritasi meningeal dan iritasi

akar lumbosacral atau pleksusnya ( misalnya pada HNP Lumbal). Pada meningitis

tanda Kernig positif bilateral sedangkan HNP Lumbal Kernig positif unilateral.

- Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah

kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala

dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi kedua tungkai.

- Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi paha pada sendi panggulm

sedangkan tungkai satunya lagi dalam keadaan ekstensi. Tanda Brudzinski II

positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi pada sendi panggul kontralateral.19

b. Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset

c. Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis

d. Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis,

pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).20

12

Page 14: Referat Dr. Iwan

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

- Lumbal pungsi : Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan

Likuor : Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua,

Tekanan meningkat>180 mmH20, Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai

10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000

mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Pada sediaan dengan methylene blue

(+), dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.

- Pemeriksaan darah rutin : Lekositosis, LED meningkat.

- Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit

darah

- Radiologis : Foto polos paru, CT-Scan kepala

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis

Leptospira, Meningoensefalitis fungal.20

PENATALAKSANAAN

Meningitis merupakan penyakit gawat darurat oleh sebab itu pasien harus menginap

di rumah sakit untuk pengobatan dan perawatan intensif. Pastikan jalan nafas, pernafasan dan

sirkulasi pasien baik. Penderita juga diberikan antibiotika yang tepat dan cepat sesuai dengan

penyebabnya dan dosis yang tinggi.

1. Bila usia pasien ≤50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.

Pneumoniae, N Meningitidis, L Monocytogenes diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam

maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam + Ampicilin 2gr/4 jam/iv

(200mg/kg/BB/IV/hari), Cloramphenicol 1gr/6 jam + Trimetroprim/sulfametoxazole 20

mg/kgBB/hari diberikan selama 10-14 hari

2. Bila usia pasien >50 tahun dengan Meningitis bakterialis yang disebabkan oleh S.

Pneumoniae, H. Influenzae, Species Listeria, Pseudomonas aeroginosa, N Meningitidis

diberikan terapi Cefotaxime 2gr/6 jam maksimal 12 g/hari atau Ceftriaxone 2gr/12 jam +

Ampicilin 2gr/4 jam/iv (200mg/kg/BB/IV/hari) diberikan selama 10-14 hari.20

3. Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang

menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema

serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.

13

Page 15: Referat Dr. Iwan

Pada penelitian sebelumnya yang melibatkan 301 dewasa dengan meningitis

Pneumococcal yang mendapat terapi deksametason 10 mg dan placebo didapatkan

bahwa penurunan mortalitas 34% pada pasien dengan placebo dan 14% dengan

deksametason. Sedangkan pada penelitian lain sebanyak 623 pasien yang diberikan terapi

deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis dan

audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran.

Rekomendasi terkini menganjurkan penggunaan deksametason pada pasien

meningitis bakterialis yaitu 10 – 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan

dosis 10mg setiap 6 jam selama 2-4 hari. 21

PENCEGAHAN

- Terdapat beberapa vaksin untuk mencegah penyebab pathogen meningitis

dibawah ini yaitu : Neisseria meningitidis (meningococcus), Streptococcus

pneumoniae (pneumokokus), dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib).

- Antibiotik Profilaksis disarankan untuk seseorang yang memiliki kontak dengan

pasien meningitis meningokokus dan jika salah satu anggota keluarga yang

terinfeksi Hib berat

- Memiliki perilaku hidup sehat, seperti tidak merokok dan menghindari asap

rokok, banyak istirahat, dan tidak kontak dekat dengan orang yang sakit. Terutama

untuk kelompok rentan yaitu bayi, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan

yang lemah.18

6.2 MENINGITIS TUBERCULOSA

Meningitis tuberculosis termasuk meningitis yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis20 Meningitis tuberkulosa masih banyak ditemukan di Indonesia

karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat

komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis

tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,

melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsung

tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.6

Meningitis Tb merupakan salah satu komplikasi Tb primer, morbiditas dan mortalitas

penyakit ini tinggi dan prognosanya buruk. Komplikasi meningitis Tb terjadi setiap 300 Tb

primer yang tidak diobati.23

14

Page 16: Referat Dr. Iwan

PATOFISIOLOGI

BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi

Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

15

Page 17: Referat Dr. Iwan

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni

di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer

GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional dan hematogen. Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi

TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

minggu.

Penyebaran hematogen yang tersering yaitu penyebaran hematogen tersamar (occult

hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi

sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai

berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, paru itu sendiri. Di berbagai lokasi tersebut,

kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas

seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan

kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk

dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi

untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.

Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat 5

mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB

tulang, dan lain-lain.24

Meningitis tuberculosis terjadi sekunder dari proses tuberculosis primer yang diawali

dengan terbentuknya tuberkel-tuberkel kecil ( beberapa millimeter sampai sentimeter) di

otak, selaput otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama

infeksi. Kemudian tuberkel tadi melunak dan pecah kemudian langsung masuk ke ruang

subarachnoid atau ventrikel. Masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi

hipersensitivitas dan selanjutnya akan menimbulkan reaksi radang yang paling banyak yaitu

di basal otak. Eksudat yang terbentuk dapat menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia

dan menyerang jaringan dibawahnya sehingga disebut Meningo-ensefalitis. Eksdudat dapat

menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen Luscha yang mengakibatkkan

terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan tekanan intracranial. Kelainan pada

pembuluh darah berupa kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga dapat

mengakibatkan infark otak terutama bagian korteks, medulla oblongata, ganglia basalis.6

16

Page 18: Referat Dr. Iwan

Secara patologis, ada tiga keadaan yang terjadi pada meningitis tuberculosis yaitu :

1.Arachnoiditis proliferative

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentuka masa fibrotic yang

melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut di

leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di basis

otak. Secara mikroskopik eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis

perkijuan. Pada stadium lebih lanjut eksudat akan mengalami organisasi dan mengeras serta

mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami paralisis. Saraf

yang paling sering terkena adalah saraf cranial VI,III,IV, II dan VII.

2.Vaskulitis dengan thrombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi

membrane basalis atau berada didalam parenkim otak. Hal ini menimbulkan radang obstruksi

dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang menyebabkan sekuele neurologis bila

pasien selamat. Apabila infark terjadi didaerah sekitar arteri cerebri media atau arteri carotis

interna maka akan timbul hemiparesis namun apabila terkena bilateral maka akan terjadi

quadriparesis. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta arteri karotis

interna. Vena selaput otak akan mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi serta akan

menimbulkan thrombosis dan oklusi sebagian atau total. Mekanisme flebitis tidak jelas

diduga akibat reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan infiltrasi sel

mononuclear dan perubahan fibrin.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan

mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan LCS. Adapun perlengketan yang terjadi dalam

kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block dan paraplegia.25

DIAGNOSIS

Pada anamnesis didapatkan gejala sesuai dengan stadium yaitu :

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal yang berlangsung 2 minggu sampai 3

bulan. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan

suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Keluhan dapat berupa nyeri kepala,

malaise, anoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas

menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai

17

Page 19: Referat Dr. Iwan

menjadi kaku dan opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-

ubun menonjol, kesadaran makin menurun, terdapat gangguan nervi kranialis antara lain N.II,

III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat timbul gejala defisit neurologi fokal berupa

hemiparase, hemiplegi dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi N.II

dan khoroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang berwarna kuning dengan ukuran

setengah diameter papil.

3. Stadium terminal

Stadium terminal gejala didapatkan yaitu suhu tidak teratur dan semakin tinggi

akibat gangguan regulasi diensefalon. Terdapat gangguan pernafasan yaitu Cheyne Stokes

atau Kussmaul, gangguan miksi dapat berupa inkontinensia uri atau retensi uri, kesadaran

makin turun hingga koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dalam 3 minggu jika

tidak diberikan pengobatan sebagaimana mestinya.6,8,23

Pemeriksaan fisik

- Tanda rangsal meningeal

- Kelumpuhan saraf otak lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII sering dijumpai

Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap darah, dan gula darah.

Leukosit darah tepi sering meningkat (10.000-20.000 sel/mm3). Sering ditemukan

hiponatremia dan hipokloremia karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak

adekuat.

- Pungsi lumbal :

Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau xantokrom

Jumlah sel meningkat antara 10-250 sel/mm3 dan jarang melebihi 500 sel/mm3.

Hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal dapat dominan

polimorfonuklear.

Protein meningkat di atas 100-200 mg/dl sedangkan glukosa menurun dibawah 35

mg/dl, rasio glukosa LCS dan darah dibawah normal

Glukosa menurun < 50-60% GDS

Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M.Tbc (+)

Jika hasil pemeriksaan LCS yang pertama meragukan, pungsi lumbal ulangan

dapat memperkuat diagnosis dengan interval 2 minggu.

18

Page 20: Referat Dr. Iwan

- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent assay

(ELISA) dan Latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di

cairan serebrospinal (bila memungkinkan).

- Pemeriksaan pencitraan CT-Scan atau MRI kepala dengan kontras dapat

menunjukkan lesi parenkim pada daerah basal otak, infark, tuberkuloma, maupun

hidrosefalus.

- Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran penyakit Tuberkulosis.

- Elektroensefalografi (EEG) dikerjakan jika memungkinkan dapat menunjukkan

perlambatan gelombang irama dasar.8,20

DIAGNOSA BANDING

- Meningitis bakteri dengan terapi tidak adekuat

- Meningoensefalitis karena virus

TERAPI

Regimen : RHZE / RHZS23

Nama Obat DOSIS

INH Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari

+ piridoksin 50 mg/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol 25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama

Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin Dewasa : 600 mg/hari Anak 10-20

mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason

untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan

otak.

Steroid diberikan untuk:

19

Page 21: Referat Dr. Iwan

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi:

Kesadaran menurun

Defisit neurologist fokal

Dosis:

Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu

selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.1,8,20,23

PENCEGAHAN

Vaksiniasi BCG memberikan efek proteksi (hampir 64%) terhadap meningitis TB.

Peningkatan berat badan dibandingkan umur berhubungan dengan penurunan resiko dari

penyakit ini. 23

6.3MENINGITIS VIRAL

Meningitis viral merupakan jenis meningitis yang paling umum. Meningitis viral

memiliki gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri dan dapat sembuh sepenuhnya

tanpa pengobatan yang spesifik dalam waktu 7-10 hari.5,6

Meningitis viral atau meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel dari

berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes simpleks dan

herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan

cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks

cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung

dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme

sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme

neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi

kerusakan neurologis.

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus

20

Page 22: Referat Dr. Iwan

Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak

dan enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi

coxsackie virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV

Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps.7,24

ETIOLOGI

- Sering : ENTEROVIRUS

Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan hampir 85 %

penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic). Namun hanya sejumlah kecil orang yang

terinfeksi enterovirus akan menderita meningitis virus.

DIAGNOSA

Anamnesis : gejala yang lebih ringan daripada meningitis bakteri

Pemeriksaan fisik

- Tanda rangsal meningeal

Pemeriksaan penunjang

- Karakteristik LCS yangdigunakan untuk mendukung diagnosis meningitis viral:

Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000x 109/L darah

telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan

aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung

sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pola LCS klasik meningitisviral.

Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana

mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan sel;

hal ini merupakan bukan merupakan aturan yang absolute bagaimanapun.

Protein: Kadar protein LCS biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari

normal hingga setinggi 200 mg/dL.

- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat

termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan

gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi

intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan

sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema

subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium

dapat dilakukan. MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada

21

Page 23: Referat Dr. Iwan

memvisualisasikan patologi intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering

mempengaruhi basal frontal dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral

yang difus.

- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-48 jam

harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis. Dalam kasus

ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan visualisasi yang adekuat

dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan. EEG dapat dilakukan jika

ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien yang terganggu,

Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs) seringkali terlihat pada

ensefalitis herpetic.

- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam

mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu

dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan

drainase ventricular atau shunting.

TERAPI

Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi

suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik

mungkin diperlukan.

Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti agammaglobulinemia), penggantian

imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus. Untuk Herpes

simplex meningitis manajemen antivirus HSV meningitis adalah kontroversial. Acyclovir (10

mg / kg IV q8h) telah diberikan untuk HSV-1 dan HSV-2 meningitis. Beberapa ahli tidak

menganjurkan terapi antivirus kecuali bila diikuti dengan ensefalitis. CMV meningitis

diberikan Gansiklovir (dosis induksi 5 mg / kg q12h IV, dosis pemeliharaan 5 mg /kg q24h)

dan foskarnet (dosis induksi 60 mg / kg q8h IV, pemeliharaan dosis 90-120 mg / kg q24h IV)

digunakan untuk CMV meningitis pada host yang immunocompromised.

HIV meningitisdiberikan terapi antiretroviral (ART) mungkin diperlukan untuk pasien

dengan meningitis HIV yang terjadi selama sindrom serokonversi akut.

PENCEGAHAN

Tidak ada vaksin untuk melindungi terhadap enterovirus non-polio, yang

merupakan penyebab paling umum dari meningitis viral. Perilaku hidup bersih dan sehat

merupakan upaya pencegahan yaitu mencuci tangan dengan sabun dan air.Hindari kontak

22

Page 24: Referat Dr. Iwan

dekat seperti mencium, memeluk, atau berbagi gelas atau alat makan dengan orang-orang

yang sakit Bersihkan dan disinfeksi permukaan sering disentuh, seperti mainan dan gagang

pintu, terutama jika ada yang sakit. Tinggal di rumah ketika Anda sakit. Beberapa vaksinasi

dapat melindungi terhadap penyakit seperti campak, gondok, cacar, dan influenza, yang dapat

menyebabkan meningitis viral.20,25,26

6.4 MENINGITIS JAMUR

Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun

dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, seperti orang dengan infeksi HIV

atau kanker. Penyebab paling umum dari meningitis jamur untuk orang dengan sistem

kekebalan yang lemah adalah Cryptococcus . Penyakit ini adalah salah satu penyebab paling

umum dari meningitis di Afrika.27

PATOGENESA

Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis kronis,

vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan menunjukkan adanya

meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat menebal dan mengeras oleh reaksi

jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi aliran likuor dari foramen luschka dan magendi

sehingga terjadi hydrocephalus. Pada jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang

subarachnoid dan kista kecil di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis

pada distribusi arteri lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis.

Infiltrate meningen terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan

Cryptococcus. Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi

inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada Mycobacterium

tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.9

DIAGNOSA

GEJALA KLINIS

23

Page 25: Referat Dr. Iwan

Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti akibat

infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis atau sebagai

meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama observasi (paling kurang

empat minggu).

Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam, nyeri

kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis. Sering kali hanya

satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.3

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan seperti

laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi Cryptococcus sama

dengan meningitis tuberculosa.Diagnosa dapat dibuat dengan menemukan Cryptococcus

dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India, kultur dalam media sabouraud dan

berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan. Jamur ini juga dapat dikultur dari urine,

darah, feses, sputum, dan sumsum tulang. Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan

cairan cerebrospinal dapat menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses,

sputum, dan sumsum tulang.

Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur

10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit)

Peningkatan kadar protein

Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg

Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial

DIAGNOSA BANDING

Meningitis serosa sebab lain

TERAPI

Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B

diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh

minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah

normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam

empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.9,27,28

PENCEGAHAN

24

Page 26: Referat Dr. Iwan

Seseorang dengan imunosupresi (infeksi HIV) dapat mencoba menghindari kotoran

dari burung, kegiataan yang berhubungan dengan debu dan kotoran lainnya, teerutama jika

tinggal di region geografis dimana terdapat jamur seperti

Histoplasma, Coccidioidesatauspesies Blastomyces. Seseorang dengan HIV tidak dapat

terhindar sepenuhnya. Beberapa pedoman merekomendasikan profilaksis anti jamur jika

tinggal di regio geografis dimana insidens infeksi jamur sangat tinggi.29

KOMPLIKASI

Gangguan pendengaran, kebutaan, kerusakan saraf kranial, kelumpuhan, hipertonia otot,

ataxia, kejang, retardasi mental dan motorik, ataxia, efusi subdural, hidrosefalus,

atroficerebral.1

PROGNOSIS

Pasien meningitis dengan gangguan kesadaran memiliki risiko untuk memiliki

gejala sisa neurologis atau kematian . Kejang juga merupakan faktor risiko untuk kematian

atau gejala sisa neurologis terutama jika kejang yang berkepanjangan atau sulit untuk kontrol.

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kematian dan kecacatanyaitu usia

yang lebih tua, peningkatan denyut jantung, rendah nilai Glasgow Coma Scale, palsi saraf

kranial

jumlah leukosit CSF lebih rendah dari 1000 / uL, pewarnaan gram positif kokus pada CSF

Meningitis bakteri dapat menyebabkan kerusakan otak , koma , dan kematian . Dalam 50 %

dari pasien , beberapa komplikasi dapat terjadi pada minggu pertama. Gejala sisa jangka

panjang sebanyak 30 % tergantung dari etiologi , usia pasien.1

BAB III

KESIMPULAN

25

Page 27: Referat Dr. Iwan

Meningitis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama yang disebabkan

oleh bakteri dengan komplikasi yang didapatkan yang dapat bersifat sementara dan

permanen.

Diagnosa dini dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut dengan mengenali

beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya meningitis.

Pencegahan meningitis dapat dilakukan baik dengan vaksinasi maupun dengan

profilaksis.

26

Page 28: Referat Dr. Iwan

DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape. Meningitis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/232915-

overview#a0101. Accessed May 28, 2015.

2. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed

May30st, 2015.

3. Mayo clinic. Diseases and Condition Meningitis. Available at :

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/meningitis/basics/definition/con-

20019713. Accessed May 28, 2015.

4. Shmaefsky, B. Meningitis (Deadly Diseases and Epidemics),

Menaker, J. Journal of Emergency Medicine, July 2005.

5. Mann K, Jackson MA. Meningitis. Pediatr Rev. Dec 2008;29(12):417-29

6. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jilid 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press ;

2011.hlm.161-168,183-185.

7. WebMD. Meningitis Topic Overview. Available at :

http://www.webmd.com/children/vaccines/tc/meningitis-references. Accessed May

28, 2015.

8. NHS. Complication of Meningitis. Available at :

http://www.nhs.uk/Conditions/Meningitis/Pages/Complications.aspx. Accessed May

29, 2015.

9. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed May 29,2015

10. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara, Jakarta.

11. Brinker T, Stopa E. A new look at cerebrospinal fluid circulation.Fluids Barriers CNS.

2014; 11: 10.

12. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC;hlm.362.

13. Griggs RC, Jozefowicz RF, Aminoff MJ. Approach to the patient with neurologic

disease. In: Goldman L, Schafer AI, eds.Goldman's Cecil Medicine.

14. Thigpen MC, Whitney CG, Messonnier NE, Zell ER, Lynfield R, Hadler JL, et al.

Bacterial meningitis in the United States, 1998-2007. N Engl J Med. May 26

2011;364(21):2016-25.

27

Page 29: Referat Dr. Iwan

15. Thigpen, M, Rosenstein, NE, Whitney, CG. Bacterial meningitis in the United

States--1998-2003. Presented at the 43rd Annual Meeting of the Infectious Diseases

Society of America, San Francisco, CA. October 2005;65.

16. WHO (1996). Global Alert and Respons (GAR). hhtp://www.who.int/csa/dan/19

96_09_02a/en/. Accessed June, 06, 2015.

17. Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas 2007. http://www.k4health.org/system /files/laporanNasional%20Risk esdas%202007.pdf

18. Centers for disease control and prevention. Bacterial Meningitis. Available at :

http://www.cdc.gov/meningitis/bacterial.html. Accessed May 29, 2015.

19. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Media

Aesculapius, Jakarta

20. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Standar Pelayanan Medik. Available

at : http://www.kniperdossi.org/index.php/.../5-spm-neurologi. Accessed May 30,

2015.

21. Medscape. Steroids in CNS Infectious Disease New Indication FOR AN Old Therapy:

Steroid use in Bacterial Meningitis. Available at :

http://www.medscape.org/viewarticle/569256_3. Accessed June, 07 2015.

22. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Badan

Penerbit FK UI;2013.hlm 17-20.

23. Meningitis Tuberkulosa. Available

at :http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/. Accessed May

29, 2015.

24. Werdhani R. Patofisiologi, diagnosis dan klasifikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu

Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga.

25. Medscape. Tuberculous Meningitis. Available at :

emedicine.medscape.com/article/1166190-overview. Accessed June,07 2015.

26. Medscape. Meningitis viral. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed May 29, 2015.

27. Centers for disease control and prevention.Meningitis viral. Available at :

http://www.cdc.gov/meningitis/viral.html. Accessed May 30, 2015

28. Centers for disease control and prevention.Meningitis fungal. Available at :

http://www.cdc.gov/meningitis/fungal.html. Accessed May 30, 2015

29. Medscape. Meningitis fungal. Available at :

http://www.medscape.com/viewarticle/804204. Accessed May 30, 2015.

28

Page 30: Referat Dr. Iwan

29