referat jiwa
TRANSCRIPT
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul “Perbedaan Gejala Psikotik pada Penyakit Organik dan
Fungsional” disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Jiwa di Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha periode 14 Desember 2015 – 16 Januari
2016, oleh :
Nama : Chelsy Angelina
NIM : 406138021
Nama : Julita Suhardi
NIM : 406138033
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh :
Pembimbing : dr. Ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K)
Tangerang , Desember 2015
Kepala SMF Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Pembimbing
dr. Yenny Dewi P, Sp.KJ (K) dr. Ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmatNya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Perbedaan Gejala Psikotik pada Penyakit Organik
dan Fungsional”.
Referat yang berjudul “Perbedaan Gejala Psikotik pada Penyakit Organik dan
Fungsional” ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelainan dan mengenali perbedaan
gejala psikotik pada penyakit organik dan fungsional secara lebih luas melalui gejala
klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan
pencegahan.
Penyusun menyadari dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan dan
masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penyusun dalam ruang
lingkup Ilmu Psikiatri, khususnya yang berhubungan dengan referat ini.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing di
Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma Graha, atas ilmu dan bimbingannya
selama ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Tangerang, Desember 2015
Penyusun
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 2
DAFTAR ISILEMBAR PENGESAHAN
1KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR IS.........................................................................................................................3
BAB I : Pendahuluan...........................................................................................................4
1.1 Tujuan........................................................................................................................4
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
2.1. Definisi.....................................................................................................................5
2.2. Epidemiologi.............................................................................................................7
2.3. Gejala psikosis pada penyakit organik.....................................................................7
2.4. Penanganan.............................................................................................................14
BAB III : KESIMPULAN.................................................................................................16
BAB IV : LAMPIRAN......................................................................................................17
Daftar Pustaka....................................................................................................................19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Gejala psikotik pada pasien dengan penyakit organik sering kali terjadi secara
tiba-tiba dan kerap menimbulkan kebingungan dalam mengambil diagnosis. Ini sering
kali dilupakan dalam pengambilan diagnosa pada pasien dengan penyakit organik.
Pengambilan diagnosis sering dibingungkan karena kesulitan pada anamesa dengan
pasien yang kurang memungkinkan untuk pengambilan anamesa pada pasien psikotik
pada skizofrenia. Melalui penulisan referat “Perbedaan Gejala Psikotik pada Pasien
Organik dan Fungsional”, diharapkan dokter-dokter lebih teliti dalam pengambilan
diagnosis psikotik pada pasien organik dengan melihat ciri psikotik yang muncul
dibandingkan dengan psikotik pada pasien fungsional atau non-organik. Ciri psikotik
menjadi salah satu penilaian selain pemeriksaan fisik, laboratorium, dan foto radiologi.
Sebagai proses belajar profesi dokter umum, hal-hal yang perlu dipelajari dan dimengerti
salah satunya adalah cara mendiagnosa pasien yang mengalami gejala psikotik pada
kelainan organik dengan cepat karena hal tersebut menentukan morbiditas pasien.
1.1 Tujuan
1. Mempermudah penegakan diagnosa pada pasien dengan gejala psikotik pada
penyakit organik dari ciri psikotik.
2. Membantu pengambilan keputusan dalam penatalaksaan pasien melalui ciri
psikotik.
3. Menentukan prognosa yang pada pasien psikotik dengan kelainan organik.
4. untuk dapat memberikan pengetahuan tentang psikosis akibat organik dan non –
organik dan dapat menjadi bahan acuan apabila ada referat yang berjudul sama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata psikosis pertama kali digunakan oleh Ernst von Feuchtersleben pada tahun
1845 sebagai alternatif untuk kegilaan dan mania dan berasal dari bahasa
Yunani'' ψύχωσις'' (psikosis), "jiwa yang memberikan atau hidup, menghidupkan ,
mempercepat" dan bahwa dari '' ψυχή'' ('' psyche'')," jiwa "dan akhiran''-ωσις'' (''-osis''),
dalam hal ini" kondisi normal ". Kata ini digunakan untuk membedakan gangguan yang
dianggap gangguan pikiran, sebagai lawan dari "neurosis", yang dianggap berasal dari
gangguan sistem saraf.
Psikosis secara sederhana dapat didefinisikan sebagai berikut : suatu gangguan
jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (“sense of reality”). Hal ini diketahui dengan
terganggunya pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses berpikir, psikomotorik, dan
kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.
Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak dapat “dirasai” lagi oleh orang normal,
karena itu seorang awam pun dapat mengatakan bahwa orang itu “gila”, bila psikosa itu
sudah jelas. Penderita sendiri juga tidak memahami penyakitnya, ia tidak merasa ia sakit.
Keadaan ini dapat digambarkan dengan cara lain yaitu sebagai berikut : psikosa
ialah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organic atau pun
emosional (fungsional) dan menunjukan gangguan kemampuan berpikir, bereaksi secara
emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai
dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan
hidup sehari-hari sangat terganggu. Psikosa ditandai oleh perilaku agresif impuls-impuls
serta waham dan halusinasi. Istilah psikosa dapat dipakai untuk keadaan seperti yang
disebutkan di atas dengan variasi yang luas mengenai berat dan lamanya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 5
Menninger telah menyebutkan 5 sindrom klasik yang menyertai sebagian besar
pola psikotik, yaitu :
1. Perasaan sedih, bersalah, dan tidak mampu yang mendalam
2. Keadaan terangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai
pembicaraan dan motorik yang berlebihan
3. Regresi ke autism (“autism”) manerisme pembicaraan dan perilaku, isi
pikiran yang berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan social.
4. Preokupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela
diri atau rasa kebesaran
5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan halusinasi.
Psikosa dapat dibagi menjadi dua kelompok yang besar, yaitu : psikosa
yang berhubungan dengan sindrom otak organik dan psikosa fungsional. Pada
penulisan ini, akan lebih dibahas tentang kelainan psikosis oleh penyakit organik.
Sindrom otak organik (SOO) ialah gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik
yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan
otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak
(meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dan
sebagainya) atau di luar otak atau tengkorak (misalnya tifus, endomtritis, payah
jantung, toxemia kehamilan, intoxikasi, dan sebagainya). Untuk mengetahui
etiologi penyakit badaniah dari gejala psikotik, perlu dilakukan pemeriksaan
intern dan nerologis yang teliti.
Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai
fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkan. Bila
hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokalisasi
inilah yang menentukan gejala dan sindrom, bukan penyakit yang
menyebabkannya. Sindrom otak organik dinyatakan akut atau menahun
berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan
otak atau sindrom otak organic itu dan bukan berdasarkan penyebabnya,
permulaan, gejala atau lamanya penyakit yang menyebabkannya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 6
Pada dasarnya harus dibedakan terlebih dahulu gejala psikosis dengan
delirium. Psikosis lebih menjurus pada gangguan realita karena terdapatnya
halusinasi, delusi atau pemikiran yang kacau. Psikosis dapat disebabkan oleh
penyakit organik dimana penyebabknya dapat diketahui. Delirium lebih
menunjukan pada sindroma otak organik yang secara keseluruhan menyebabkan
gangguan kognitif, dengan disorientasi, gangguan memori, dan gangguan
kesadaran. Penyakit-penyakit yang menyebabkan delirium sering mengancam
hidup, dan delirium harus disadari menjadi kedaruratan medis. Gejala lain yang
membedakan dengan psikosis adalah adanya fluktuasi atau gangguan level
kesadaran, menurunnya kesigapan terhadap lingkungan, afek yang labil,
gangguan keputusan atau tilikan, gejala ketidak normalan autonomic pada tekanan
darah, nadi, temperature, keringat, kemerahan, dll.
2.2 Epidemiologi
Data epidemiologis yang relevan mengenai gangguan psikotik yang
disebabkan oleh medis umum dan gangguan psikotik akibat zat tidak ada.
Gangguan paling sering ditemukan pada pasien yang kecanduan alkohol atau zat
lain dalam jangka panjang.
Menurut British Journal of Psychiatry (1987), terdapat gejala psikosis akut
pada penyakit organik ditemukan pada 74 pasien yang diperiksa menggunakan
PSE (Presernt State Examination) dari 100 pasien. Gejala delusi, kelainan
persepsi, gangguan pikiran, dan gangguan emosi dikategorikan dan dibandingkan
dengan 74 pasien skizofrenia akut.
2.3 Gejala psikosis pada penyakit organik
Gejala psikosis pada kelainan organik menjadi tingkat pertama diagnosa
banding dari penegakkan diagnosa pasien skizofrenia yang harus disingkirkan
untuk menindak lanjuti pengobatan pasien. Pada gejala psikotik awal, perlu dilihat
keseluruhan sistem dan penilaian fisik yang meliputi evaluasi neurologikal.
Ditambah dengan pemeriksaan lab, antara lain : pemeriksaan darah lengkap,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 7
elektorlit, serum kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), tes fungsi tiroid, tes
penyakit kelamin, urinalisis, dan pemeriksaan toksik. Bila tampak adanya gejala
dan tanda yang meliputi asimetri, kelemahan, dan gangguan sensori, perlu
dilakukan pemeriksaan brain magnetic resonance imaging (MRI) atau
computerized axial tomography (CAT). Pada pasien yang tidak kooperatif untuk
dilakukan pemeriksaan neurologikal, perlu dilakukan pemeriksaan
elektroensefalogram (EEG).
Gejala psikosis pada penyakit organik, terjadi biasanya lebih tiba-tiba
dibandingkan dengan pasien skizofrenia yang biasa dimulai dengan ide-ide yang
kemudian berkembang menjadi waham. Adanya pemeriksaan yang menyeluruh
dapat menyingkirkan diagnosa banding gejala psikosis non-organik atau
fungsional.
Kriteria diagnosis psikosis dengan terdapat gangguan medis lain oleh DSM IV :
A. Halusinasi atau delusi yang jelas
B. Terdapat bukti dari sejarah pasien, pemeriksaan fisik, atau penemuan
laboratorium yang mengaarah pada gangguan psikologis akibat dari kondisi medis
umum
C. Gangguan tidak lebih baik untuk oleh gangguan mental lainnya
D. Gangguan tidak terjadi secara khusus pada saat delirium saja
Terdapat kode berbasis gejala predominan :
o Dengan delusi : apabila delusi merupakan gejala predominan
o Dengan halusinasi : apabila halusinasi merupakan gejala predominan
o Catatan kode : termasuk ke dalam nama kondisi medis umum pada Axis I, dengan
contoh gangguan psikosis diakibatkan oleh neoplasma maligna paru – paru,
dengan delusi; maka diberikan kode atau tanda pada kondisi medis di Axis III.
o Catatan kode : apabila delusi merupakan gejala bagian dari dementia vaskular,
bisa diindikasikan delusi dengan kode subtype yang sesuai, seperti, dementia
vaskular dengan delusi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 8
Kriteria diagnosis psikosis akibat dari pemakaian obat atau bahan yang mencetuskan
psikosis oleh DSM IV :
A. halusinasi atau delusi yang jelas. Catatan : jangan memasukkan halusinasi kalau
pasien memiliki tilikan bahwa mereka merupakan pemakai obat – obatan.
B. Terdapat bukti dari riwayat pasien, pemeriksaan fisik, atau penemuan laboratoris
baik nomor (1) atau (2) :
1. gejala pada kriteria A terjadi saat, atau pada saat sebulan dari saat,
intoksikasi dari obat atau pemakaian obat tersebut berhenti
2. pengobatan yang diberikan berhubungan dengan penyebab dari
gangguan tersebut
C. Gangguan tidak lebih baik diperhitungkan oleh gangguan psikosis yang tidak
diakibatkan oleh penggunaan obat – obatan. Bukti yang ada terlihat bahwa gejala
lebih baik diperhitungkan untuk gangguan psikosis yang bukan merupakan akibat
dari pemakaian obat – obatan; gejala – gejala yang ada dimulai awalnya oleh
karena penggunaan obat – obatan; gejala – gejala memiliki jangka waktu tertentu
(contoh, sebulan) setelah penghentian atau intoksikasi berat, atau terlalu banyak
pengeluaran dari apa yang telah diekspektasikan atau jumlah dari obat – obatan
yang digunakan atau durasi dari pemakaian obat – obatan; atau terdapat bukti lain
yang memperlihatkan keberadaan dari gangguan psikosis karena penggunaan obat
– obatan (contoh, riwayat dari penggunaan obat – obatan yang berulang)
D. Gangguan tidak selalu terjadi pada saat pasien delirium. Catatan : diagnosis ini
harus dibuat walaupun diagnosis akibat dari intoksikasi obat – obatan atau
penghentian obat – obatan hanya pada saat gejala – gejala yang ada terlalu
berlebih pada gejala yang biasanya berhubungan dengan intoksikasi atau sindrom
pemberhentian obat dan pada saat gejala – gejala tersebut cukup berat untuk
memperingatkan atensi klinis.
Dikhususkan apabila :
Dengan gejala awal saat intoksikasi : apabila kriteria yang ada cocok
dengan intoksikasi obat – obatan dan gejala – gejala yang timbul saat sindrom
intoksikasi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 9
Dengan gejala awal saat pemberhentian : apabila kriteria yang ada cocok
saat pemberhentian dari obat – obatan dan gejala – gejala timbul pada saat atau
singkat setelah sindrom pemberhentian obat – obatan.
Sedangkan diagnosis kriteria pada gangguan psikosis non – organik, antara lain :
Gangguan psikosis yang tidak memenuhi kriteria schizophrenia atau untuk
jenis – jenis psikosis dari gangguan mood (afek), dan gangguan psikosis yang
tidak memenuhi kriteria simtomatis untuk gangguan delusi yang persisten yang
dapat ditandakan di sini (gangguan halusinasi persisten adalah sebagai
contohnya). Kombinasi dari gejala – gejala yang tidak ditutup oleh kategori –
kategori, seperti delusi, lain dari yang terdapat pada daftar schizophrenic di bawah
kriteria G1(1)b atau d untuk schizophrenia dapat dimasukkan di sini.
Psikosis yang timbul dari “organik” (non-psikologis) kondisi kadang-kadang
dikenal sebagai psikosis sekunder. Hal ini dapat dikaitkan dengan patologi
berikut:
a) Penyakit neurological progresif :
Multipel sklerosis
Huntington’s chorea
Penyakit Alzheimer
b) Infeksi sistem saraf sentral
Ensefalitis
Meningitis, HIV
c) Lesi intracranial dalam otak (SOL)
Tumor orak
abses otak
perdarahan otak
d) Penyakit metabolic
Gangguan elektrolit
Acute intermittent porphyria
Wilson’s disease
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 10
SLE (systemic lupus erythematosis)
e) Kelainan endokrin
Hipotiroid
Cushing’s syndrome
Hipoglikemik (termasuk pemakaian insulin)
f) Malnutrisi atau kekurangan nutrisi
Kekurangan Thiamine (sindrom amnesia Wernicke-Korsakoff)
Kekurangan asam nikotinik (Pellegra)
Kekurangan beberapa B kompleks
Kekurangan Zinc
g) Kejang atau epilepsy lobus temporal oleh withdrawal obat antiepilepsi,
tranqulizer atau mood stabilizers
h) Obat-obatan
Legal : psikostimulan (Ritalin, Effexor, Wellbutrin, Adderall, Strattera, dan
Amphetamines); SSRIs; antipsikotik; transquilizer; L-DOPA; fensiklidin
Illegal : kokain, methamphetamine, ekstasi, Dexedrine, LSD, Halusinogen
Pada penelitian yang dilakukan oleh J Cutting, mengatakan bahwa
terdapat perbedaan gejala psikotik yang dialami oleh pasien dengan penyakit
organik dan non-organik baik waham, halusinasi, gangguan emosi dan gangguan
proses dan isi pikir.
Waham
Menurut DSM IV, waham akibat zat dan waham sekunder biasanya ada
dalam keadaan sadar penuh. Pasien tidak mengalami perubahan tingkat
kesadaran, meskipun gangguan kognitif ringan dapat ditemukan. Pasien tampak
bingung, kusut, atau eksentrik, dengan bicara tangensial atau bahkan inkoheren.
Hiperaktivitas dan apati dapat timbul, sering disertai mood disforik. Waham dapat
sistematis atau terfragmentasi, dengan isi pikiran bervariasi, tetapi waham kejar
paling sering. Hal ini tidak seluruhnya sama dengan hasil penelitian yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 11
dilakukan J Cutting. Pada 35 dari 74 pasien gangguan organik memiliki waham
yang 8 darinya hanya berisi waham paranoid yang sederhana (tabel I). Sembilan
darinya memiliki waham serta gangguan mood (tabel II). Hanya satu pasien yang
dengan gangguan waham disertai dengan elasi, satunya memiliki gambaran
afektif yang acak, dan ketujuh lainnya memiliki waham depresi. Sedangkan pada
tabel III menunjukan bahwa pasien memiliki gejala gangguan mood tanpa disertai
waham paranoid. (Tabel I, II, III terdapat pada lembar lampiran) Seluruh hasil
pengamatan gejala psikotik dibandingkan dengan 74 pasien skizofrenia non-
organik dalam tabel IV. Gejala psikotik organik lebih menunjukan adanya jumlah
yang sangat minimal pada waham first-rank sangat jarang, serta waham paranoid
disertai gangguan mood sangat umum terjadi. Penelitian pada pasien psikotik
organik dengan delusi, seperempatnya dan hampir setengahnya menceritakan
wahamnya dengan tema dekat dengan bencana atau nasib sial atau kejadian
bizarre yang tibat-tiba terjadi di sekitarnya, dan hal tersebut sangat jarang terjadi
pada pasien skizofrenia pada umumnya. Gambaran intinya muncul sebagai
banyaknya beberapa tragedy atau kelakuan jahat dari orang lain tanpa ada yang
peduli atau membantu. Walau pasien skizofrenia memiliki gejala serupa,
gejalanya lebih melibatkan dirinya.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 12
Persepsi
Menurut DSM IV, halusinasi dapat terjadi pada satu atau lebih modalitas
sensorik. Halusinasi taktil (seperti sensasi dirayapi kutu pada kulit) khas pada
penggunaan kokain. Halusinasi pendengaran biasanya disebabkan
penyalahgunaan zat psikoaktif; halusinasi pendengaran juga dapat terjadi pada
pasien tuli. Halusinasi penghidu dapat disebabkan epilepsy lobus temporalis;
halusinasi penglihatan dapat terjadi pada pasien buta akibat katarak. Halusinasi
dapat bersifat baik rekuren maupun persisten yang dialami pada keadaan sadar
penuh atau siaga; pasien yang mengalami halusinasi tidak memperlihatkan adanya
perubahan fungsi kognitif yang signifikan. Halusinasi penglihatan sering
mengambil bentuk gambar yang melibatkan gambar manusia kerdil (liliput) atau
hewan kecil. Halusinasi musik yang langka biasanya berupa lagu rohani. Pasien
dengan gangguan psikotik akibat kondisi medis umum dan akibat zat dapat
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 13
bertindak berdasarkan halusinasinya. Pada halusinasi akibat alkohol, suara
ancaman, kritis, atau menghina dari orang ketiga berbicara mengenai pasien dan
dapat memberitahu mereka agar mencelakakan diri mereka sendiri atau orang
lain. Pasien tersebut berbahaya dan beresiko signofikan untuk melakukan bunuh
diri atau pembunuhan.
Pada 25 pasien psikotik organik, 25 nya memiliki halusinasi visual yaitu
11 kasus melihat manusia, 5 melihat manusia dan hewan, 6 pada binatang atau
serangga, serta 3 pada benda). Halusinasi auditori muncul pada 13 kasus yang
meliputi tagisan bayi, kerabat yang meminta pertolongan, percakapan tentang
percintaan dan gossip, serta suara Tuhan. Tiga pasien memiliki halusinasi taktil
seperti mencengkram pasien, kasur terasa basah, serta kasur yang bergerak. Tiga
lainnya ada memiliki distorsi visual. Yang memberdakan dengan pasien
skizofrenia adalah pasien psikotik organik terlibat pada kesalahan identifikasi
orang-orang baik staf di rumah sakit atau keluarga terdekat yang menjenguknya
dan hal itu jarang terjadi pada pasien skizofrenia.
Isi dan proses pikir
Gangguan isi dan proses pikir terjadi pada 47 pasien organik. Hasil
penilaian PSE yang menggunakan Anderson’s scale terdapat 2 pasien dengan
flight of ideas yang juga mendapat tekanan, 14 nya terdapat disorientasi fantasi
yang terlihat ilogikal, 6 pasien memiliki percakapan tangensial dengan irrelevant
manners. Dibandingkan dengan pasien non-organik, pasien organik lebih
menunjukan kemiskinan isi pikir, lambat, ilogikal, dan tangensial.
Gangguan emosi
Tidak terdapat hasil yang signifikan pada keduanya, namun pasien psikotik organik lebih
menunjukan adanya gejala hipomanik atau labil.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 14
2.4 Penanganan
Penatalaksanaan dapat diberikan dengan cara kita mengidentifikasi penyakit
apa yang menyertai pasien atau obat – obatan apa yang dikonsumsi oleh pasien
sehingga pasien menderita psikosis. Penanganan ini langsung ditujukan pada
kondisi medis yang menyertai dari pasien dan control juga dari kebiasaan –
kebiasaan pasien. Pasien juga dapat menjalani rawat inap supaya kita dapat terus
memantau kondisi dari pasien tersebut. Obat – obat antipsikosis (contoh :
olanzapine, haloperidol) dapat diberikan apabila diperlukan untuk pengobatan
jangka pendek dan mendapatkan kontrol dari tingkah laku pasien tersebut, tetapi
dapat pula diberikan benzodiazepine apabila pasien tersebut terdapat agitasi dan
cemas berlebihan.
Setelah fiksasi pasien pada kondisi gawat darurat, pengevaluasian perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis serta etiologi gejala psikosis. Rujukan
tetap harus dilakukan oleh dokter psikiatri yang berwenang untuk menegakkan
diagnosis pasti dan memberikan penatalaksanaan dini yang kemudian
penatalaksanaan berlanjut untuk menangani etiologi penyakit yang menyertai
sehingga dapat dirujuk kepada dokter ahli dibidang tersebut.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 15
Diagnosa dini
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 16
Gangguan Mental Organik
TIDAKYA
Konsul Konsulen Psikiatri
Apakah ada perubahan kesadaran? Apakah ada perubahan pemusatan,
pertahanan, dan pengalihan perhatian ?
Apakah ada fluktuasi gejala ?
Perilaku yang tidak terkendali. Gaduh gelisah Usaha bunuh diri, ide bunuh diri Panik, kecemasan dengan keluhan somatic
berlebih Perilaku/perasaan siap menyerang/membunuh
(agitatif) Bicara kacau, eksplosif (marah, maki, teriak) Kebingungan Bertindak diluar kendali/ impulsive Curiga/ sikap bermusuhan berlebihan
Gejalaassesment
assesmentStabilisasi kondisi
TIDAKYA
Live Threating SymptomIGDPasien
BAB III
KESIMPULAN
Pada serangan psikotik pada pasien yang mengalami penyakit organik
merupakan salah satu bentuk kedawat daruratan pada ilmu bidang kejiwaan. Cara
mengatasi pasien yang mengalami gangguan psikotik sering kali terhambat karena
penegakan diagnosis harus dilakukan oleh evaluasi yang menyeluruh baik
anamesa, pemeriksaan fisik serta neurologi, pemeriksaan laboratorium lengkap,
serta foto imaging, beberapa memerlukan pemeriksaan fungsi organ tertentu. Pada
pasien dengan penyakit organik sering kurang kooperatif dan kesulitan dapat
pemeriksaan serta anamesa, oleh karena itu pada penulisan referat ini, memberi
informasi tambahan perbedaan gejala psikotik antara pasien organik dan
fungsional.
Gangguan psikotik melibatkan adanya gangguan waham, persepsi, dan
gangguan isi serta proses pikir yang dapat disertai atau tidak disertai dengan
gangguan mood. Gangguan waham yang terjadi pada pasien penyakit organik
sering muncul dalam bentuk paranoid atau bizarre yang paling banyak tanpa
disertai first-rank-symptoms dan disertai oleh gangguan mood. Gangguan
halusinasi pada pasien psikotik organik sering muncul “aneh” yaitu pasien yang
buta mengalami halusinasi penglihatan, pasien tuli mengalami halusinasi
pendengaran, dan sebagainya. Selain itu, halusinasi yang membedakan dengan
gejala psikotik pada pasien skizofrenia adalah halusinasi terjadi pada orang-orang
yang didekatnya seperti staf perawat dan kerabat yang sedang menjenguk.
Dibandingkan dengan pasien non-organik, pasien organik lebih menunjukan
kemiskinan isi pikir, lambat, ilogikal, dan tangensial. Tidak terdapat hasil yang
signifikan pada keduanya, namun pasien psikotik organik lebih menunjukan
adanya gejala hipomanik atau labil.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 17
BAB IV
LAMPIRAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock B J, Sadock V A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Kaplan & Sadock. Ed.2.
EGD : Jakarta, 2012.
2. Maramis W F, Maramis A A. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga
University Press. Ed.2. UNAIR : Surabaya, 2009
3. Sheitman B B, Lee H, Strauss R, and Jeffrey A. The Evaluation and Treatment of
First-Episode Psychosis. Schizophrenia Bulletin . 23(4):653-661, 1997
4. Cutting J. The Phenomenology of Acute Organic Psychosis. Comparison with
Acute Schizophrenia. The British Journal of Psychiatry. 151:324-332, 1987
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RSKJ Dharma GrahaPeriode 14 Desember 2015 – 16 Januari 2016Page 20