referat khoirul ahmada putra - sesak nafas

36
REFERAT PENDEKATAN KLINIS SESAK NAFAS Oleh: Khoirul Ahmada Putra 1110103000041 Pembimbing: dr. Eka Nurfitri, SpA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RSUP FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Upload: roysam-azmal

Post on 24-Sep-2015

72 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

REFERATPENDEKATAN KLINIS SESAK NAFAS

Oleh:

Khoirul Ahmada Putra

1110103000041Pembimbing:dr. Eka Nurfitri, SpAKEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJARSUP FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013

BAB I

PENDAHULUANSistem respirasi merupakan sistem organ vital tubuh yang memiliki fungsi utama memperoleh O2 untuk digunakan sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. Sebagian orang berfikir bahwa respirasi hanya sebagai proses menghirup dan menghembuskan udara. Namun dalam fisiologi, respirasi terdiri dari proses respirasi seluler yang merujuk pada proses metabolik sel yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2. Proses kedua merujuk pada rangkaian mekanisme dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.1Sistem respirasi merupakan salah satu proses vital di mana regulasinya tak hanya diatur dalam batang otak, tetapi juga korteks serebri. Tiap individu memiliki kontrol terhadap pernafasannya. Persepsi sensorik yang diperoleh dari aktivitas respirasi mempengaruhi laju dan pola pernafasan masing-masing individu. Apabila ada gangguan pada pernafasan dapat memunculkan persepsi sensorik bernafas yang tidak nyaman atau kesulitan bernafas yang secara umum disebut sebagai sesak nafas.2Sesak nafas dapat terjadi pada semua usia, termasuk juga anak. Secara umum sesak nafas dapat disebabkan oleh proses intratoraks yaitu dari sistem kardiopulmonal atau oleh proses sistemik. Sesak nafas merupakan gejala kompleks yang menunjukkan adanya kondisi yang berpotensi menyebabkan perubahan pada homeostasis yang kemudian berlanjut pada respon adaptif dari tubuh (misalkan beristirahat atau mencari layanan kesehatan).2Sesak nafas merupakan salah satu keadaan yang sering dijumpai pada anak dalam kondisi akut. Ini masih merupakan penyebab mortalitas dan moribiditas yang tinggi pada anak di seluruh dunia. Sesak nafas disebabkan oleh bermacam diagnosis banding mulai dari infeksi saluran nafas atas sederhana hingga asma, croup, atau pneumonia.3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Fisiologi PernafasanEnergi penting utuk mempertahankan berbagai aktivitas sel yang menunjang kehidupan misalnya transpor aktif menembus membran plasma dan sintesis protein. Sel dalam tubuh membutuhkan pasokan O2 terus menerus untuk menunjang reaksi kimia yang menghasilkan energi. CO2 yang dihasilkan selama reaksi tersebut harus dikeluarkan dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan produksinya untuk mencegah fluktuasi pH yang membahayakan, karena CO2 menghasilkan asam karbonat.1Respirasi ialah keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan tuuh untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus CO2 yang dihasilkan oleh metabolisme jaringan ke atmosfer. Sistem pernafasan berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Kemudian darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernafasan dan jaringan.1Respirasi terdiri dari dua proses yang terpisah namun saling berkaitan, yaitu respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasi internal atau seluler merujuk pada proses-proses metabolik intraseluler yang terjadi dalam mitokondria yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 saat menggunakan energi dari molekul nutrien. Respirasi eksternal merujuk pada seluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.1Respirasi eksternal meliputi empat langkah, yaitu:11. Ventilasi atau pertukaran gas antara atmosfer dan alveolus di paru

2. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru

3. Transpor O2 dan CO2 oleh darah antara paru dan jaringan

4. Pertukaran O2 dan CO2 antara darah di kapiler sistemik dan jaringan

Gambar 2.1 Respirasi eksternal dan internal1Di samping memiliki fungsi respiratorik, sistem respirasi juga memiliki fungsi non respiratorik, yaitu:1 Rute untuk mengeluarkan air dan panas Meningkatkan aliran balik vena (pompa respirasi)

Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengubah jumlah CO2 penghasil H+ yang dikeluarkan

Memungkinkan kita berbicara

Merupakan sistem pertahankan terhadap benda asing yang terhirup

Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, atau menginaktifkan berbagai bahan yang mengalir melewati sirkulasi paru.

2.1.1 Mekanika ventilasi paru

Paru dapat mengembang dan mengempis melalui dua cara, yaitu 1) gerakan naik dan turunnya diafragma yang menyebabkan memendek dan memanjangnya rongga dada, 2) gerakan turun dan naiknya tulang rusuk yang menyebabkan berkurang dan bertambahnya diameter anterior-posterior rongga dada. Pernafasan dalam kondisi normal yang tenang biasanya terjadi akibat cara yang pertama.4Pernafasan menggunakan diafragma pada saat inspirasi, kontraksi dari otot-otot diafragma akan menarik paru ke arah bawah. Pada saat ekspirasi otot diafragma berelaksasi, lalu elastisitas paru, dinding dada, dan struktur abdomen akan menekan paru. Pada kondisi pernafasan yang sulit atau berat saat dibutuhkan ekpirasi cepa yang normal, otot-otot perut berkontraksi sehingga mendorong isi perut ke atas dan mendorong diafragma ke atas.4

Gambar 2.2 Otot-otot pernafasan1Pada pernafasan dengan gerakan tulang rusuk ada dua kelompok otot yang bekerja, yaitu otot inspirasi dan otot ekspirasi. Otot inspirasi meliputi M. intercostalis externus dan otot tambahannya (M. Sternokleidomastoid, M. Serratus anterior, M. Scalenus), sedangkan otot ekpirasi meliputi M. Intercostalis internus dan M. Rectus abdominis. Pada saat inspirasi tulang rusuk terangkat sehingga sternum bergerak ke arah anterior menjauhi tulang belakang dan menyebabkan diameter antero-posterior bertambah dan sebaliknya pada ekspirasi.4Untuk dapat mengalirkan udara masuk dan keluar paru, dibutuhkan gradien tekanan yang cukup antara alveolus dan atmosfer pada saat inspirasi maupun ekspirasi. Sebagian gradien tekanan dibutuhkan untuk melawan elastisitas paru dan dinding dada, sebagian lagi untuk melawan resistensi saluran nafas.4Paru merupakan struktur elastis yang mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea jika tidak ada kekuatan yang mempertahankan pengembangannya. Secara anatomis tidak ada perlekatan antara paru dan dinding dada kecuali pada bagian paru yang tergantung pada hilumnya dari mediastinum. Bahkan sebenarnya paru mengapung dalam rongga toraks dikelilingi oleh suatu lapisan tipis airan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru dalam rongga. Kemudian cairan yang berlebihan akan dihisap terus menerus ke dalam saluran limfatik untuk menjada agar terdapat sedikit hisapan antara permukaan viseral dari pleura paru dan permukaan parietal pleura dari rongga toraks. Oleh karena itu kedua paru menetap pada dinding toraks seolah-olah terlekat padanya, kecuali ketika dada melakukan pengembangan dan berkontraksi, maka paru dapat bergeser secara bebas karena terlumasi dengan baik.5Udara cenderung mengalir menuruni gradien tekanannya, yaitu dari daerah dengan tekanan tinggi ke tekanan rendah. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama tindakan bernafas karena berpindah mengikuti gadien tekanan antara alveolus dan atmosfer berbalik secara bergantian dan ditimbulkan oleh aktivitas siklik otot pernafasan. Ada tiga tekanan yang berperan penting dalam ventilasi, yaitu:11. Tekanan atmosfer ialah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut besarnya ialah 760 mmHg dan akan berkurang seiring kenaikan ketinggian.

2. Tekanan intra alveolus ialah tekanan udara di dalam alveolus. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam ataupun ke luar paru, maka tekanan alveolus ialah sama dengan tekanan atmosfer. Untuk menyebabkan inspirasi maka tekanan alveolus harus turun dan sebaliknya untuk menyebabkan ekspirasi maka tekanan alveolus harus naik lebih tinggi dari pada tekanan atmosfer.

3. Tekanan intrapleura ialah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini juga dinamakan tekanan intratoraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan atmosfer dengan rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer maupun tekanan intra alveolus karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pleura dengan paru maupun atmosfer. Karena kantung pleura merupakan suatu rongga tertutup tanpa lubang, maka udara secara normal tidak dapat masuk dna keluar meskipun mungkin terdapat gradien tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar.

Gambar 2.3 Tekanan pada rongga toraks dan perubahan tekanan saat inspirasi maupun ekspirasi12.1.2Volume dan kapasitas paru

Volume paru secara tradisional dapat diukur melalui spirogram. Volume tidal paru adalah jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru selama proses pernapasan. Pada keadaan istirahat, volume tidal biasanya sekitar 6-7 mL/kgBB. Kapasitas insprasi adalah jumlah udara yang masuk ke dalam paru dengan usaha inspirasi maksimal setelah ekspirasi tidal. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara yang dikeluarkan dengan usaha maksimal ekspirasi setelah ekspirasi tidal. Volume gas yang tertinggal dalam paru setelah ekspirasi maksimal adalah volume residual. Kapasitas vital dapat didefinisikan sebagai jumlah udara yang masuk dan keluar dari paru dengan inspirasi dan ekspirasi maksimal. Kapasitas paru total adalah volume gas yang masuk ke dalam paru dengan inspirasi maksimal.6

Gambar 2.4 Kapasitas dan volume paru6Kapasitas residu fungsional /functional residual capacity (FRC) adalah jumlah udara yang tertinggal di paru setelah ekspirasi tidal. FRC memiliki peran yang penting dalam implikasi patofisiologi pernapasan. Komposisi gas alveolus dapat mengalami perubahan selama inspirasi dan ekspirasi. PO2 alveolus mengalami peningkatan dan PCO2 akan menurun selama inspirasi sehingga gas masuk ke dalam paru. Pada saat ekspirasi PO2 menurun dan PCO2 meningkat dimana terjadi pertukaran gas antara kapiler paru dan alveolus. FRC berperan sebagai buffer juga yang dapat meminimalisir perubahan tekanan O2 dan CO2 selama proses inspirasi dan ekspirasi. Penurunan FRC menunjukkan adanya penyakit interstisial alveolus dan deformitas dinding dada yang akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia.62.1.3 Regulasi PernafasanSistem saraf saraf secara normal mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir sama dengan permintaan tubuh sehingga PO2 dan PCO2 pada darah arteri hampir tidak berubah bahkan selama latihan fisik yang berat dan stres pernafasan lainnya. Kontrol saraf atas respirasi melibatkan tiga komponen berbeda, yaitu: 1) faktor yang menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian, 2) faktor yang mengatur besar ventilasi (kecepatan dan kedalaman bernafas) untuk memenuhi kebutuhan tubuh, 3) faktor yang memodisikasi aktivitas pernafasan untuk tujuan lain, misalnya untuk fungsi volunter berupa mengontrol nafas saat berbicara atau fungsi involunter berupa manuver pernafasan yang berkaitan dengan batuk atau bersin.5Pusat kontrol pernafasan yang terdapat di batang otak menghasilkan pola bernafas yang berirama. Pusat kontrol pernafasan primer, pusat respirasi medula terdiri dari beberapa agrefat badan saraf di dalam medula yang menghasilkan sinyal ke otot-otot penafasan. Selain itu dua pusat pernafasan lain terletak lebih tinggi dari batang otak di pons yaitu pusat pneumotaksik dan pusat apnustik. Kedua pusat ini mempengaruhi sinyal keluar dari pusat pernafasan di medula.1,5.Gambar 2.5 a. Pusat kontrol pernafasan di batang otak b. Lokasi kemoreseptor perifer1Pusat pernafasan medula terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal dengan kelompok respiratorik dorsal (KRD) dan kelompok respiratorik ventral (KRV). KRD terutama terdiri dari neuron inspiratorik yang serat desendennya berakhir di neuron motorik yang mempersarafi otot-otot inspirasi. Ketika neuron KRD melepaskan muatan, maka akan terjadi proses inspirasi. Ketika neuron KRD tidak menghasilkan muatan, maka terjadi proses ekspirasi. KRV terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron ekspiratorik, yang keduanya tetap inaktif pada kondisi bernafas secara normal. Jadi ketika dibutuhkan ventilasi yang meningkat barulah neuron KRV melepaskan impuls.1KRD umumnya dianggap sebagai pusat pengatur irama dasar ventilasi. Namun saat ini dipercaya bahwa penghasil irama dasar ventilasi terletak di regio yang terletak dekat dengan ujung atas pusat respirastorik medula yaitu kompleks pra-Botzinger. Anyaman neuron pada regio ini menunjukkan adanya aktivitas pemacu, mengalami potensial aksi sepontan serupa dengan SA node pada jantung. Peneliti percaya bahwa kecepatan neuron inspirasi di KRD melepaskan muatan secara berirama didorong oleh input sinaptik dari kompleks ini.1Pusat respirasi yang terletak di pons melakukan penyesuaian terhadap pusat di medua untuk menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancar dan mulus. Pusat pneuomotaksik mengirimkan impuls ke KRD yang membantu memadamkan neuron inspiratorik sehingga durasi dari inpirasi dibatasi. Sebaliknya, pusat apneustik mencegah neuron inspirasi dipadamkan sehingga dorongan inspirasi bertambah. Pusat pneumotaksik mendominasi pusat apneustik sehingga inspirasi berhenti dan berlanjut menjadi ekspirasi. Tanpa adanya pusat pneumotaksik maka pola nafas akan menjadi tarikan nafas yang panjang dan terputus-putus diikuti dengan ekspirasi yang singkat.1Kekuatan ventilasi disesuaikan sebagai respon terhadap tiga faktor kimiawi, yaitu PO2, PCO2, dan H+. Gas darah arteri dipertahankan dalam kisaran normal yang sempit dengan memvariasikan besaran ventilasi (kecepatan dan kedalaman bernafas) untuk menyamai kebutuhan tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran CO2. Jika banyak O2 yang diekstraksi dari alveolus dan CO2 yang dikeluarkan ke paru oleh darah maka ventialsi akan meningkat untuk membawa lebih banyak O2 dan mengeluarkan lebih banyak CO2.1Tabel 2.1 Pengaruh faktor kimiawi terhadap pernafasan1

PO2 di arteri dipantau oleh kemoreseptor perifer yang digambarkan pada gambar 2.5b yaitu badan karotis dan badan aorta. Kemoreseptor ini berespon terhadap perubahan spesifik kandungan kimiawi darah arteri yang melewatinya. Kemoreseptor perifer tidaj peka terhadap penurunan sedang dari PO2 arteri. PO2 arteri harus turun di bawah 60 mmHg sebelum kemoreseptor berespon dengan mengirimkan impuls aferen ke neuron inspiratorik medula dan secara refleks meningkatkan ventilasi. Hb pada PO2 60 mmHg masih memiliki saturasi 90% namun di bawah 60 mmHg saturasi akan menurun drastis jika terjadi penurunan PO2. Pada pusat pernafasan, jika PO260x/menit, 2 bulan-1 tahun >50x/menit, 1-5 tahun> 40x/menit, di atas 5 tahun>30x/menit), retraksi interkostal dan atau substernal, nafas cuping hidung, sianosis, posisi anak, pola nafas, takikardi, hipotensi, atau demam yang menunjukkan kecenderungan ke arah penyakit tertentu.9Pada pemeriksaan toraks yang dicari antara lain:9 Ada atau tidaknya pola pernafasan yang abnormal

Kesimetrisan dari dinding toraks saat bernafas

Kontraksi dari otot bantu nafas menunjukkan beratnya kesulitan bernafas

Auskultasi untuk mendengarkan bunyi nafas utama dan tambahan yang bisa berupa wheezing, ronkhi basah halus, ronkhi basah kasar, ronkhi kering Bunyi katup jantung dan suara tambahannyaTabel 2.3 Karakteristik penyakit dengan manifestasi klinis sesak nafas pada PF paruPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan sesak nafas yaitu foto toraks, laboratorium darah (darah perifer lengkap, analisis gas darah, elektrolit), pemeriksaan mikroskop (jika ada dahak). Jika diperlukan dan dimungkinkan bisa dilakukan spirometri.9Berikut ialah diagnosis banding dari sesak nafas:Tabel 2.4 Diagnosis banding sesak nafas akut82.2.6TatalaksanaDalam memberi tatalaksana sesak nafas apalagi dalam kondisi akut, diperlukan penilaian yang cepat dan tepat. Dari UniversityHospital Nottingham, diperoleh sebuah alur pedoman penatalaksanaan sesak pada anak dalam setting akut. Berikut alurnya:3

2.3 Simpulan

Sesak nafas merupakan gejala yang muncul pada berbagai macam penyakit terutama kardiopulmonal dan metabolik. Pasien dengan keluhan sesak harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu kemudian dilakukan pemeriksaan secara komprehensif untuk mendapatkan diagnosis yang tepat sehingga dapat diberikan tatalaksana yang tepat.

REFERENSI1. Sheerwood, L. The Respiratory System in: Human Physiology: From Cells to Systems,Seventh Edition. Belmont: Brooks/Cole. 2010. P461-505

2. American Thoracic Society. An Official American Thoracic Society Statement: Update on the Mechanisms, Assessment, and Management of Dyspnea. Am J Respir Crit Care Med Vol 185, Iss. 4, pp 435452, Feb 15, 2012

3. Lakhanpaul, M. et al. An Evidence Based Guideline for the Management of Children Presenting with Acute Breathing Difficulty. Emerg Med J. 2009 Dec;26(12):850-34. IDAI. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 20125. Guyton, AC. Hall, JE. Textbook of Medical Physiology. Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2006

6. Sarnaik, AP. Heidemann, SM. Respiratory Pathophysiology and Regulation in: Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders. 20077. Mayefsky, JH. Dyspnea in: American Academy of Pediatrics Textbook of Pediatric Care. New York: AAP. 2009

8. Boon, et al. Dyspnoea. In: Davidsons Principles and Practice of Medicine. 20e. Elsevier. 2007

9. Braithwaite S, Perina D. Dyspnea. In: Marx: Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice, 6th ed., Copyright 2006 Mosby, Inc.