refrat
DESCRIPTION
tugas referatTRANSCRIPT
REFERAT
TRAUMATIC BRAIN INJURY
Diajukan Oleh :
Olivia Agustina
Pembimbing :
Dr. Roezwir Azhary. Sp. S
KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI
RSUD. DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
JUNI 2010
I. PENDAHULUAN
Traumatic brain injury atau nama lainnya adalah cedera kepala merupakan salah
satu penyebab kematian yang cukup tinggi di setiap negara. Hal ini dikarenakan
penderitanya sebagian besar merupakan orang dalam usia muda dan berada dalam
usia produktif serta tingkat kesadaran penduduk untuk menjaga keselamatan
masih rendah ( Japardi, 2004).
Penderita cedera kepala di Amerika Serikat sekitar 1,4 juta orang, sekitar 50.000
orang meninggal akibat cedera dan penderita cedera kepala umumnya berada pada
usia dibawah 45 tahun. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab
cedera kepala tersering (Mardjono dan Sidharta, 2008), sedangkan penyebab
cedera kepala lain dapat diakibatkan karena jatuh, kelalaian ketika bekerja
maupun saat dirumah, juga dapat terjadi ketika sedang berolahraga (Rowland,
1995). Cedera kepala memiliki dampak emosi, psikososial, dan ekonomi yang
cukup besar bagi penderita, hal ini dikarenakan penderita akan menjalani masa
perawatan yang lama di rumah sakit dan sekitar 5-10% penderita masih
membutuhkan pelayanan jangka panjang (PERDOSSI, 2006)
Manajemen traumatic brain injury dibedakan menjadi dua, yaitu manajemen non
operatif dan manajemen operatif. Manajemen cedera kepala yang baik dapat
meningkatkan kualitas hidup penderita karena mayoritas penderita cedera kepala
berusia muda dan masih berkesempatan untuk mengembangkan kariernya
(PERDOSSI, 2006).
I. ISI
A. Definisi
Cedera kepala adalah bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosi, sosial
atau sebagai gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan pada
fungsi otak. Cedera kepala dapat mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala. (Japardi, 2004. Mardjono dan Sidharta, 2008).
Cedera kepala ditandai dengan adanya deformasi berupa penyimpangan
bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan
perlambatan ( accelerasi – decelerasi ).
B. Etiologi
Penyebab yang sering adalah kecelakaan lalu lintas dan terjatuh. Cedera kepala
melibatkan kelompok usia produktif yaitu antara 15-40 tahun dengan usia rata-
rata 30 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
1. Lokasi
2. Kekuatan
3. Fraktur infeksi/ kompresi
4. Rotasi
5. Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam. Contoh : akibat pukulan atau lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
C. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen terpenuhi karena
energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi jika terjadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang karena akan menimbulkan koma.
Ketika otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi.
D. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan:
1. Patologi
a. Komosio cerebri
b. Kontusio cerebri
c. Laseratio cerebri
2. Lokasi lesi
a.Lesi difus
b. Lesi kerusakan vaskuler otak
c.Lesi fokal
i. Kontusio dan laserasi cerebri
ii. Hematom intrakranial
a) hematom ekstradural
b) hematom subdural
c) hematom intraparenkimal
1) hematom sub arachnoid
2) hematom intraserebral
3) hematom intrserbellar
3. Derajat kesadaran berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale)
Kategori GCS Gambaran klinik CT-Scan Otak
Minimal 15 Pingsan (-), defisit neurologi (-) Normal
Ringan 13-15 Pingsan <10 menit, defisit neurologi (-) Normal
Sedang 9-12 Pingsan >10 menit s.d 6 jam, defisit
neurologi (+)
Abnormal
Berat 3-8 Pingsan >6 jam, defisit neurologi (+) Abnormal
Jenis-jenis cedera kepala
1. Cedera kulit kepala.
Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala
berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya
infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi
atau avulsi.
2. Fraktur tengkorak.
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di
sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat
menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak
diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak
dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
3. Cedera Otak.
Cedera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak,
setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan kontusio,
laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
4. Komosio.
Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam
waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan
dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering
ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian,
kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja.
5. Kontusio.
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak
sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakan, denyut nadi
lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan
berkemih tanpa di sadari.
6. Haemoragi intrakranial.
Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial
adalah akibat paling serius dari cedera kepala, efek utama adalah
seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
7. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi).
Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini terjadi karena
fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah
putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan
tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal, haemoragi
karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
8. Hematoma sub dural.
Hematoma sub dural merupakan pengumpulan darah diantara dura dan
dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma
sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran
pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma
subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio dan laserasi. Sedangkan hematoma subdural sub akut adalah
lanjutan kontusio yang di curigai terdapat gangguan ketika pasien
meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan hematoma subdural
kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering
pada lansia.
9. Haemoragi intraserebral dan hematoma.
Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak.
Haemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan
mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak).
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada cedera kepala :
Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
Respon pupil mungkn lenyap.
Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan
TIK.
Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
a. Hematoma Epidural
Perdarahan yang terjadi diantara tabula interna-duramater. Hematom
massif, akibat pecahnya arteri meningea media atau sinus venosus.
Tanda diagnosis klinik:
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur di daerah temporal
b. Hematoma Epidural di Fossa Posterior
Gejala dan tanda klinis:
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktur cranii oksipital
3. kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan serebellum, batang otak dan pernafasan
5. Pupil Isokor
Penunjang diagnosis:
CT Scan Otak : gambaran hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan
dura, umumnya di daerah temporal, dan tampak bikonveks
c. Hematoma Subdural
Perdarahan yang terjadi di antara duramater-arachnoid, akibat rusaknya
bridging vein
Jenis :
1. Akut :interval lucid 0-5 hari
2. Subakut :interval lucid 5 hari-beberapa minggu
3. Kronik :interval lucid > 3 bulan
Hematoma Subdural Akut
Gejala dan tanda klinis:
- sakit kepala
- kesadaran menurun +/-
Penunjang Diagnostik:
- CT Scan otak : gambaran hiperdens (perdarahan) diantara
duramater dan arachnoid, umumnya karena robekan dari bridging
vein, dan tampak seperti bulan sabit.
d. Hematom intraserebral
Adalah perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya arteri
intraserebral mono atau multiple
e. Fraktur Basis Cranii
1. Anterior
Gejala dan tanda klinis:
- Keluarnya cairan liquor melalui hidung/rhinorhea
- Perdarahan bilateral periorbital ecchymosis/raccon eye
- Anosmia
2. Media
Gejala dan tanda klinis:
- Keluarnya cairan liquor melalui telinga/otorrhea
3. Posterior
Gejala dan tanda klinis:
- Bilateral mastoid ekimosis/battle’s sign
Penunjang diagnostik:
- Memastikan cairan cerebrospinal secara sederhana dengan tes halo
- Scanning otak resolusi tinggi dengan irisan 3 mm (50% +) (high
resolution and thin section)
f. Diffuse Axonal Injury
Gejala dan tanda klinis :
- Koma lama pasca trauma kapitis (prolonged coma)
- Disfungsi saraf otonom
- Demam tinggi
Penunjang diagnostik :
CT Scan otak
- Awal-normal, tidak ada tanda adanya perdarahan, edema, kontusio
- Ulangan setelah 24 jam-edema otak luas
g. Perdarahan Subarachnoid
Gejala dan tanda klinis :
- Kaku kuduk
- Nyeri kepala
- Bisa didapati gangguan kesadaran
Penunjang diagnostik :
CT Scan otak : perdarahan (hiperdens) di ruang subarachnoid
F. Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
- Trauma kapitis dengan atau tanpa gangguan kesadaran atau dengan
interval lucid
- Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea
- Amnesia traumatika (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis neurologis
3. Foto kepala polos, posisi AP, lateral, tangensial
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
- Linier
- Impresi
- Terbuka/tertutup
5. CT Scan Otak: Untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi berupa
- Gambaran kontusio
- Gambaran edema otak
- Gambaran perdarahan (hiperdens)
- Hematoma epidural
- Hematoma subdural
- Perdarahan Subarachnoid
- Hematom intraserebral
6. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontras.
7. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
8. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
9. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
10. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan
batang otak..
11. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme
pada otak.
12. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
13. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh
dalam peningkatan TIK.
14. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
15. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran.
16. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
G. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat
sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang
temporal.
2.
3. Kejang.
Enam puluh persen pasien cedera kepala mengalami kejang dini, kejang
awal terjadi dalam 24 jam pertama. Jenis kejang pasca trauma dapat dibagi
atas:
a. Kejang post traumatika dini, merupakan kejang yang timbul dalam
24 jam pertama setelah cedera kepala.
b. Kejang post traumatika awal, merupakan kejang yang terjadi antara
hari pertama hingga hari ketujuh setelah cedera kepala.
c. Kejang post traumatika lanjut, merupakan kejang yang timbul lebih
dari satu minggu setelah cedera kepala.
d. Post traumatic epilepsy, merupakan kejang pasca trauma lanjut
yang timbul secara berulang-ulang dan bukan disebabkan oleh lain
selain cedera kepala.
Kejang berdasarkan jenisnya dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Kejang umum
Lebih sering terjadi pada anak-anak dengan cedera kepala tertutup.
Terdapat dua jenis macam bentuk kejang, yaitu tonik klonik yang
merupakan hilangnya kesadaran tanpa tanda-tanda awal atau bisa
juga didahului oleh hentakan myoklonik. Sedangkan kejang petit
mal jarang ditemukan akibat cedera kepala, kejang ini diawali
tanpa respon yang berlangsung singkat diikuti dengan pemulihan
segera, kadang disertai dengan peningkatan atau penurunan tonus
otot, gerakan diluar kendali atau gerakan klonik ringan, dan kejang
ini dapat dipicu oleh hiperventilasi.
2) Kejang fokal
Terjadi pada penderita dewasa, terutama setelah cedera kepala
tembus. Kejang fokal dapat dibagi tiga, yaitu: kejang fokal
sederhana yang ditandai dengan gangguan motorik, sensorik,
autonomik atau psikis, pada kejang fokal sederhana kesadaran tidak
terganggu. Kejang fokal kompleks, merupakan kejang yang terjadi
tanpa tanda-tanda awal yang kadang disertai dengan gerakan diluar
kendali, kesadaran penderita terganggu, dan diikuti oleh periode
disorientasi. Kejang parsial umum sekunder, dapat diawali dengan
gangguan motorik, sensorik, autonomic ataupun psikis, kemudian
penderita tidak sadar disertai peningkatan tonus otot, hentakan
teratur yang berkurang secara perlahan-lahan, pemulihan
berlangsung perlahan kadang disertai dengan rasa pahit pada lidah
atau mengompol bahkan keduanya.
3) Status epileptikus
Keadaan ini harus segera diatasi karena dapat menyebabkan
hipoksia berat pada otak dan dapa memperluas kerusakan otak
yang sudah terjadi.
4. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus disebabkan oleh kerusakan traumatik pada rangkai
hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik. Hal ini
mengakibatkan kadar anti diuretic hormone ( ADH ) menurun sehingga
produksi urin berlebihan, osmolaritas urin rendah, kadar natrium serum
normal atau meningkat, osmolalitas plasma meningkat dengan fungsi
adrenal yang normal. Keadaan ini disertai dengan rasa haus dan dapat
mengakibatkan dehidrasi berat. Jika diabetes insipidus ringan dan
mekanisme rasa haus baik, maka minta pasien untuk minum hanya jika
terdapat rasa haus, jika diabetes insipidus tergolong berat pasien mungkin
tidak dapat mengimbangi jumlah cairan yang keluar dengan minum
sehingga pasien harus dirawat.
H. MASALAH YANG TIMBUL DARI TRAUMA KEPALA:
1. Sistem Pernapasan
Pernapasan merupakan kegiatan sensorimotor terintergrasi dari keterlibatan
berbagai saraf yang terletak pada hamper semua tingkat otak dan bagian atas
spinal cord. Pusat pernapasan terletak pada batang otak bagian bawah, antara
pertengahan pons dan cervical medullary junction. Terdapat lima pola
pernapasan yang penting dan menunjukkan kerusakan pada tempat yang
berbeda, antara lain:
a) Cheyne stokes
Ditandai dengan pernapasan periodic dan apne secara bergantian teratur.
Pathogenesis pernapasan ini ditandai oleh adanya respons pernapasan yang
meningkat secara berlebihan terhadap rangsangan CO2 sehingga timbul
hiperpnea yang disertai penurunan abnormal stimulasi pernapasan karena
disfungsi otak dengan akibat apnea posthiperventilasi. Pernapasan cheyne
stokes menunjukkan kerusakan bilateral sepanjang perjalanan serabut saraf
ke bagian atas pons yang mencakup serabut kortikobulbar dan
kortikospinal. Kerusakan biasanya terjadi pada sisi dalam hemisfer serebri
atau diencephalon, kerusakan ini merupakn infark serebral bilateral atau
gangguan metabolik. Pada pasien dengan lesi supratentorial, adanya
pernapasan cheyne stokes harus diwaspadai sebagai bahaya herniasi
transtentorial.
b) Hiperventilasi
Diagnosa hiperventilasi memerlukan beberapa kondisi yaitu penderita
menghirup udara ruangan akan memperlihatkan peningkatan tekanan
oksigen, penurunan tekanan karbondioksida dan peningkatan pH arterial.
Hiperventilasi berhubungan dengan stimulasi abnormal oleh darah,
infeksi, atau meningitis neoplastik.
c) Apneu
Pernapasan apneu merupakan keadaan yang menetap sesaat diakhir
inspirasi kemudian diselingi oleh fase apnea. Pernapasan seperti ini
menunjukkan kerusakan pada kendali pernapasan dibagian tengan dan
kaudal pons tepatnya kira-kira dibawah nucleus parabrachialis yang
terletak dekat nucleus motorik nervus trigeminus. Semakin lama fase apne,
menunjukkan kerusakan semakin luas kearah kaudal melibatkan nucleus
pontine dorsolateral.
2. Sistem Kardiovaskuler
Trauma kepala akan mengakibatkan perubahan fungsi jantung seperti
kontraksi, edema paru, dan tekanan vaskuler. Perubahan saraf otonom juga
dapat terjadi pada fungsi ventrikel seperti disritmia, fibrilasi, dan takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen pada saraf simpatis akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kontraktilitas ventrikel sehingga curah jantung
menurun dan menyebabkan peningkatan tahanan ventrikel kiri sehingaa
terjadi edema paru.
3. Sistem Metabolisme
Jika terjadi trauma kepala cenderung terjadi retensi natroum, air, dan
hilangnya sejumlah nitrogen.
I. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak.
Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada penderita cedera
kepala.
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
- A = Airway (jalan nafas)
Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah,
gigi yang patah, muntahan, dsb. Bila perlu lakukan intubasi (waspadai
kemungkinan adanya fraktur tulang leher)
- B = Breathing (pernafasan)
Pastikan pernapasan adekuat
Perhatikan frekuensi, pola nafas dan pernafasan dada kanan dan kiri
(simetris). Bila ada gangguan pernafasan, cari penyebab apakah terdapat
gangguan pada sentral (otak dan batang otak) atau perifer (otot pernafasan
atau paru-paru). Bila perlu, berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
dengan target saturasi O2>92%.
- C = Circulation (sirkulasi)
Pertahankan tekanan darah sistolik > 90 mmHg.
Pasang sulur intravena. Berikan cairan intravena drip, NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat. Hindari cairan hipotonus. Bila perlu berikan vasopresor dan
inotropik.
- D = Disability (yaitu untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum
dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi)
Tanda-tanda vital, GCS, pupil, pemeriksaan neorologis cepat, luka-luka,
anamnesa.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin,
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak.
7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian
protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
1. Pemantauan TIK dengan ketat.
2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neurologi
Tindakan pendukung lain
1. Dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.
Pola aktivitas sehari-hari
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat; kebiasaan merokok, riwayat
peminum alkohol, kesibukan, olah raga.
2. Pola nutrisi dan metabolisme; makan teratur, minum perhari, kesulitan
menelan, diet khusus, BB, postur tubuh, tinggi badan.
3. Pola eliminasi; BAB dengan jumlah feses, warna feses dan khas, BAK
dengan jumlah urine, warna urine dengan kejernihan, pada eliminasi alvi,
relative tidak ada gangguan buang air.
4. Pola tidur dan istirahat; kebiasaan sehari-hari tidur dengan suasana tenang
5. Pola aktivitas dan latihan; aktivitas sehari-hari bekerja
6. Pola hubungan dan peran; hubungan dengan orang lain dan keluarga,
kooperatif dengan sesamanya.
7. Pola sensori dan kognitif; mampu melihat dan mendengar serta meraba,
disorientasi, reflek.
8. Pola persepsi dan konsep diri; melakukan kebiasaan bekerja terlalu keras,
senang ngobrol dan berkumpul.
9. Pola seksual dan reproduksi
10. Pola mekanisme/pola penanggulangan stres dan koping; keluhan tentang
penyakit.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan; adnya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh.
12. Personal higiene; kebiasaan mandi/hari, gosok gigi/hari, dan cuci
rambut/minggu.
13. Ketergantungan; ketergantungan terhadap orang lain terutama keluarga.
14. Aspek psikologis; cemas akan penyakit, merasa terasing,dan sedikit stres.
15. Aspek sosial/interaksi; hubungan antar keluarga, teman kerja, maupun
masyarakat disekitar tempat tinggal.
16. Aspek spiritual; ajaran agama, dijalankan setiap saat, mengukui kegiatan
agama, pemenuhan kebutuhan spiritualnya
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.. Jakarta
Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
Japardi, I. 2004. Cedera Kepala. Jakarta: PT. Buana Ilmu Popular
Lindsay, K.W., Bone, I. 1997. Neurology and Neurosurgery Illustrated. UK: Churcill Livingstone
Mardjono, M. Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat
PERDOSSI. 2006. Konsesus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI
Rowland, L.P. 1995. Merritt’s Textbook of Neurology Ninth Edition. USA: William and Wilkins