rekonstruksi pemikiran pembangunan ekonomi …

104
REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI, IBN KHALDUN, DAN M. UMER CHAPRA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Disusun oleh: MOH TOHIR 010135011141 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 0324H/1103M

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REKONSTRUKSI PEMIKIRAN PEMBANGUNAN EKONOMI

ISLAM MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI, IBN

KHALDUN, DAN M. UMER CHAPRA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Disusun oleh:

MOH TOHIR

010135011141

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

0324H/1103M

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 17 April 2014

MOH TOHIR

109046100250

iv

Abstrak

Sistem ekonomi apapun di dunia ini tujuan akhirnya adalah terciptanya

kehidupan yang sejahtera, adil, dan merata. Salah satu upaya untuk mencapai

tujuan itu adalah melalui pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi

dimaknai sebagai upaya secara sadar melalui kegiatan ekonomi guna mewujudkan

kesejahteraan yang lebih baik. Pencapaian tertinggi dalam sistem ekonomi Islam

adalah tercapainya falah, sedangkan falah dapat tercapai dengan pemenuhan

konsep maqashid syari’ah, yaitu terpeliharanya keyakinan, jiwa, pikiran,

keturunan, dan harta.

Melihat kondisi ekonomi dunia yang semakin rapuh akibat dari sistem

yang tidak memadai, maka perlu dihadirkan sebuah konsep atau sistem ekonomi

baru yang mampu mengubah tatanan kehidupan yang lebih adil, ramah

lingkungan, manusiawi, dan bermoral, sehingga menjamin keberlangsungan

kehidupan manusia.

Sistem ekonomi Islam boleh dikatakan sistem ekonomi yang sangat

konprehensif mencangkup aspek material dan non-material yang oleh sistem

ekonomi sekuler diabaikan. Ilmuwan ekonomi Muslim seperti Al-Ghazali, Ibn

Khaldun, dan Umer Chapra telah memaparkan konsep pembangunan ekonomi

yang komprehensif, seimbang, dan universal.

Dalam skripsi ini penulis mencoba menggali pemikiran ketiga tokoh yang

telah disebut yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.

Kata Kunci: pembangunan ekonomi, maqashid syari’ah

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,tentunya sangatlah sulit bagi

penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, karena berkat kehendak dan keridhoan-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi S1 ini

2. Bapak Mukasir (Ayah) dan Ibu Misih (Ibu) yang senantiasa mendukung

penuh semua cita-cita dan selalu mendoakan penulis.

3. Bapak J.M. Muslimin, M.A., Ph.D. selaku dekan Fakultas Syariah dan

Hukum yang saya hormati dan menjadi guru bagi kita semua.

4. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu

memberikan arahan dan bimbingan kepada saya selama menjadi

mahasiswa prodi Muamalat.

5. Bapak Djaka Badranaya, M.E selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan skripsi ini.

vi

6. PT. Angkasa Pura II yang telah membiayai dan memberikan Beasiswa

BUMN selama saya menempuh Studi S1 di UIN Syarif Hidayatullah

7. Keluarga Besar (Mbak Situn sekeluarga, Mas Samiran sekeluarga, Mbak

Darti sekeluarga, Mas Yusman sekeluarga, Mbak Ari sekeluarga, Mas

Satir sekeluarga, Amelinda Kuswardani sekeluarga, dan adik tercinta Muji

Asih serta Hadi Wiyatno) yang selalu mendukung penulis baik moral

maupun material, semoga Allah akan membalas jasa semuanya.

8. M. Idham Rasyid, Syamsul Ma’arif, dan Alvin Joeshar, Stephani

Hendistia, Yusuf Ahmadi sahabat seperjuangan yang selalu ada untuk

bertukar pikiran.

9. Kanda Arif Soleh dan Kanda Eddy Najmuddin yang selalu memberi

inspirasi.

10. Bapak H. Utob Tobroni, Lc., MCL., dan keluarga selaku ayah kedua dan

sumber inspirasi yang telah mendidik dan membina saya selama berada di

Asrama Ma’had UIN Jakarta

11. Teman-teman kelas G Perbankan Syariah (PS-G) dan teman – teman

angkatan 2009 yang menjadi tempat berdiskusi yang menyenangkan dan

semoga dilancarkan segala urusannya.

12. Kawan – kawan kelompok kajian ekonomi Islam COINS, BEM-J, BEM-F,

Organisasi Ma’had UIN Jakarta, dan HMI KomFakSy cabang Ciputat

yang telah memberikan begitu banyak ilmu beserta pengalaman bagi

penulis sehingga dapat berkembang menjadi seperti sekarang ini

vii

13. Ucapan terima kasih khusus untuk anggota dan pengurus C.O.I.N.S yang

menjadi keluarga ideologis dan tempat mengasah pemikiran bersama.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis baik selama masa pendidikan

hingga pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran

yang dapat membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya di

masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 17 April 2014

Moh Tohir

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 6

C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6

D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 7

F. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 8

G. Studi Review Terdahulu .............................................................................. 8

H. Metode Penelitian ...................................................................................... 11

I. Sistematika Penulisan ............................................................................... 12

BAB II EKONOMI PEMBANGUNAN

A. Definisi Pembangunan Ekonomi ............................................................... 14

B. Tujuan Utama Pembangunan ..................................................................... 15

ix

C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam ......................................................... 17

D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam ................................. 26

E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan ............................. 30

BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi

A. Al-Ghazali .................................................................................................. 41

B. Ibn Khaldun ................................................................................................ 51

C. M. Umer Chapra ........................................................................................ 72

D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi

Indonesia .................................................................................................... 84

BAB IV Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan ............................................................................................... 87

B. Saran .......................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA

1

BAB I

A. Latar Belakang

Kemajuan peradaban dunia dalam bidang ekonomi seperti saat ini adalah

proses panjang pembentukan peradaban manusia. Paradigmanya dari masa ke

masa terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Jika kita melihat secara

kasat mata atau secara parsial, kemajuan peradaban saat ini didominasi oleh

peran negara-negara Eropa yang merepresentasikan kaum sekuler, yakni

masyarakat yang memisahkan nilai-nilai agama dalam berbagai urusan dunia.1

Sementara di lain pihak negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim

bahkan yang menggunakan sistem pemerintahan Islam sekalipun rata-rata berada

dalam kategori negara berkembang bahkan masuk dalam kategori negara

miskin2. Kondisi negara-negara Islam

3 dalam beberapa dekade terakhir yang

cenderung masuk dalam kategori negara terbelakang seolah-olah telah

membenamkan kebesaran para ilmuwan Islam dalam bidang ekonomi, dan

meragukan sistem ekonomi Islam untuk menjawab tantangan-tantangan ekonomi

1 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) /sékulér/ a bersifat duniawi atau

kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian) 2 Untuk lebih lanjut bisa mengakses data di www.undp.org 3 Mengacu pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau The Organisation of the Islamic

Conference (OIC) yang merupakan sebuah organisasi antar-pemerintah dengan 57 (lima puluh tujuh)

negara anggota pada 2002 (sebagian besar negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim).

Organisasi ini didirikan pada September 1969, di antara tujuan lain, untuk memperkuat solidaritas dan

kerjasama antara negara-negara anggota di bidang politik, ekonomi, budaya, ilmiah dan sosial.

2

di lain pihak. Bahkan banyak ilmuwan yang menganggap Islam sebagai

penghambat pembangunan.4

Padahal sesungguhnya peradaban Islam mempunyai pengalaman yang baik

dalam membangun peradaban termasuk dalam bidang ekonomi. Menurut

beberapa ilmuwan Barat seperti Toynbee (1935), Hitti (1958), Hodgson (1977),

Baeck (1994) dan Lewis (1995) berpendapat bahwa Islam pada masanya telah

berperan secara positif dalam pembangunan masyarakat. Hanya karena faktor

Islam yang mampu menjawab kenapa masyarakat Badui (Arab) yang mana

mempunyai karakter saling bermusuhan satu dengan lainnya, kekurangan

sumberdaya, dan iklim yang tidak bersahabat, serta memiliki sedikit kriteria

untuk tumbuh, tetapi mereka bisa tumbuh dengan cepat melawan berbagai

rintangan dan bertahan dengan kokoh menghadapi superioritas kerajaan

Byzantium dan kerajaan Persia5.

Peradaban Islam juga telah melahirkan banyak ilmuwan yang memiliki ide

yang original di bidang ekonomi. Bahkan pemikiran para ilmuwan ekonomi

Islam sebenarnya pelopor dan peletak dasar-dasar ilmu ekonomi telah banyak

menginspirasi tokoh-tokoh barat. Misalnya Ibn Khaldun yang diakui oleh dunia

sebagai bapak ilmu sosial dalam karya monumentanya yaitu Al-Muqaddimah

4 Salah satunya Timur Kuran dalam Why the Middle East is Economically Underdeveloped:

Historical Mechanisms of Institutional Stagnation. The Journal of Economic Perspectives. Selain

Kuran, Noland juga menyimpulkan hal yang sama bahwa Islam, berdasarkan data-data yang ada

memang menghambat pembangunan . untuk lebih lanjut dapat dilihat di Noland, M. Religion, culture,

and economic performance. Unpublished paper, [email protected]. 5 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 846

3

telah menjelaskan teori-teori pembagian kerja, pasar, ekonomi pembangunan,

good governance dan lain-lain berabad-abad sebelum kemunculan buku Adam

Smith the Wealth of Nation. Atau Al-Ghazali yang telah merumuskan konsep

maqashid syaria‟ah, sebuah konsep kedilan yang sangat penting dalam kajian

ekonomi pembangunan saat ini. pemikirinnya jauh sebelum karya John Rawls

“Justice as Fairness” dan “A Theory of Justice” atau teori-teori kedilan Barat

diterbitkan. Serta teori-teori distribusi pendapatan yang juga menjadi tema sentral

dalam ekonomi pembangunan telah menjadi perhatian khusus oleh Ya‟qub bin

Ibrahim Abu Yusuf dalam karyanya Al-Kharaj.

Namun runtuhnya kekuasaan Islam berdampak pada hancurnya sendi-sendi

peradaban Islam dan mulai bergeser pada dominasi Barat. Selama Barat

mengalami masa kebangkitan di lain pihak Islam sedang mengalami

keterpurukan, sehingga terjadi gap sejarah. Para ilmuwan barat mendominasi

ilmu pengetahuan dengan melupakan sumber-sumber yang mereka peroleh, tak

lain berasal dari peradaban Islam. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat bahwa,

ketika Islam dalam masa kejayaan sebaliknya Barat masih dalam zaman

kegelapan atau dark age, bahkan pada tahun 1000 M (Barat) masih sedemikian

terbelakangnya, dan harus hanya bersandar secara total kepada ilmu pengetahuan

Dunia Islam (Kneller)6.

6 Nurcholish Madjid, Islam, Doktrine, dan Peradaban, (Yayasan Paramadina : Jakarta, 2000)

hal. 34

4

Kegagalan sistem pembangunan yang berlandaskan paham Kapitalis dan

Sosialis dalam mewujudkan kesejahteraan di berbagai negara dengan munculnya

berbagai krisis yang terus muncul secara periodik telah membangkitkan para

ilmuwan ekonomi pada umumnya untuk mencari sistem ekonomi alternatif dan

motivasi tersendiri untuk ilmuwan Islam membuktikan serta membangkitkan

kembali sistem ekonomi Islam untuk menggantikan sistem ekonomi yang tidak

memadai lagi. Dalam dunia Islam semangat itu ditandai dengan munculnya

paradigma baru yang diutarakan oleh Muhammad Iqbal mengenai “Pintu Ijtihad

Masih Terbuka”. Paradigma yang dihadirkan oleh Iqbal telah membangkitkan

semangat kebangkitan Islam. Sehingga dalam bidang ilmu ekonomi dewasa ini

telah muncul ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ekonomi Islam di era modern.

Salah satu tokoh ekonomi Islam yang sangat berpengaruh adalah Umer

Chapra. Ia adalah salah satu tokoh ekonomi Islam kontemporer yang sangat

produktif dengan karya-karyanya yang sangat fundamental dan komprehensif.

Umer Chapra dalam tulisan-tulisannya mampu menganalisis dengan tajam

berbagai kebobrokan sistem-sistem ekonomi yang telah mapan, serta mampu

menjelaskan ekonomi Islam dengan baik. Karya-karya Umer Chapra membahas

mengenai sistem ekonomi Islam secara umum, keuangan Islam, sejarah

pemikiran ekonomi, kelembagaan ekonomi Islam, serta ekonomi pembangunan

Islam. Karya-karya Umer Chapra diantaranya adalah; Islam and the Economic

Challenge, Toward a Just Monetary System, The Future of Economic: An Islamic

5

Perspective, Economic Development in Muslim Countries dan lain-lain baik

dalam bentuk buku, jurnal, ataupun paper.

Kebangkitan ilmu ekonomi Islam dan ilmu pembangunan Islam pada

khususnya telah memunculkan inisiatif untuk menerapkan sistem ekonomi Islam

di berbagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim oleh para ilmuwan

ekonomi pembangunan Islam maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat

ataupun organisasi, hal ini juga terjadi di Indonesia. Upaya untuk menerapkan

sistem ekonomi yang berbasiskan ajaran Islam semakin menguat karena

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia serta

ketidakmampuan pemerintah hingga saat ini untuk mewujudkan ekonomi yang

bekeadilan.

Kita sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk masuk Islam secara

kaffah, termasuk dalam bidang ekonomi. Untuk menjalankan ekonomi Islam

yang sesuai konsep maqashid syari‟ah harus dilakukan Islamisasi ekonomi.

Bagaimanapun Islamisasi harus tidak dipahami suatu penawar semua

permasalahan negara-negara muslim. Beberapa masalah yang diciptakan oleh

kemunduran sosio ekonomi, politik dan moral yang telah ada selama berabad-

abad, kebijakan domestik yang salah dan program eksternal yang tidak sehat

pasti akan berlangsung lama. Juga harus dipahami bahwa Islamisasi adalah

6

proses yang bertahap. Ia tidak dapat dicapai dengan serta merta melalui

penggunaan kekuatan atau regimentasi.7

Untuk menerapkan sistem ekonomi Islam dan pembangunan ekonomi Islam

khususnya diperlukan upaya untuk memahami berbagai pemikiran ilmuwan Islam di

bidang ekonomi pembangunan, sehingga akan muncul rumusan konsep ekonomi

pembangunan Islam. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,

maka penulis memilih judul; “Rekonstruksi Pemikiran Pembangunan Ekonomi

Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan M. Umer Chapra”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah yang

ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya,

antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi dalam Islam?

2. Bagaimana konsep pembangunan ekonomi dalam Islam?

3. Bagaimanakah implementasi dari konsep pembangunan ekonomi Islam?

4. Apa tantangan pembangunan ekonomi Islam?

C. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa maka dalam

penelitian ini, penulis hanya akan membatasi permasalahan pada konsep

7 Umer Chapra. Islam dan Tantangan Ekonomi. (Gema Insani : Jakarta 2000) hal. 380

7

pembangunan ekonomi Islam dari para tokoh pembangunan ekonomi Islam

diantaranya Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Umer Chapra. Penulis akan mencoba

untuk merekonstruksi pemikiran ketiga tokoh tersebut. Rekonstruksi adalah

pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula ; Penyusunan atau

penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali

sebagaimana adanya atau kejadian semula.8

D. Rumusan Masalah

Untuk dapat memberikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang masalah

yang akan diteliti, berikut ini diajukan beberapa pertanyaan penelitian yang

dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep pembangunan ekonomi menurut Al-Ghazali, Ibn

Khaldun, dan Umer Chapra?

2. Bagaimanakah relevansi konsep pembangunan Islam dan pembangunan

Indonesia?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tersusunnya format pemikiran pembangunan ekonomi menurut Al-

Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra

8 B.N. Marbun , Kamus Politik, (Pustaka Sinar Harapan: Jakarta1996), hal.469.

8

b. Terumuskannya dimensi-dimensi implementasi pemikiran

pembangunan ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi penulis

khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya terkait ekonomi

pembangunan Islam

b. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepustakaan

dalam hal Ekonomi Pembangunan Islam

c. Menjadi masukan dan saran bagi para penelitian selanjutnya sehingga

bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain

F. Kerangka Berfikir

Pembahasan tentang ekonomi pembangunan termasuk hal yang masih baru,

baik di dunia pada umumnya maupun dalam dunia Islam khususnya. Khasanah

keilmuan Islam khususnya dalam bidang ekonomi sebenarnya telah dimulai

semenjak lahirnya Islam itu sendiri. Telah banyak para ilmuwan Islam yang

menulis tentang ekonomi walaupun belum secara sistematis. Masing-masing para

tokoh memiliki karakteristik pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan latar

belakang dan tantangan yang dihadapi pada masanya.

Tentunya terdapat banyak persamaan maupun perbedaan pemikiran yang

kemudian apabila disatukan akan menjadi rumusan yang akan bisa menjawab

9

tantangan pembangunan ekonomi yang terus berkembang di masa sekarang

maupun masa akan datang.

G. Studi Review Terdahulu

Penulis Dina Rahma Umami

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat,

Fakultas Syariah dan politik, Universitas Islam Negeri Jakarta,

2009).

Judul Pemikiran Ekonomi Mubyarto Dalam Prespektif Ekonomi

Islam

Pembahasan Pada skripsi ini penelitian yang dilakukan adalah untuk

mengetahui konsep filsafat, nilai-nilai dasar dan nilai

instrumental dari sistem ekonomi Islam, konsep filsafat, nilai-

nilai dasar dan nilai instrumental dari pemikiran ekonomi

Mubyarto dan pandangan system ekonomi Islam terhadap

pemikiran ekonomi dari Mubyarto

Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, pemikiran ekonomi Mubyarto

tidak bertentangan dengan sistem ekonomi Islam, sebab:

a. Pemikiran ekonomi Mubayrto berjiwa religious dan

mengedepankan unsur moral yang menginginkan adanya

keseimbangan dan keselarasan hubungan vertical dan

10

horisontal.

b. Bersifat karakyatan yang memberikan perhatian besar pada

penderitaan rakyat kecil yang merupakan korban dari

kesenjangan ekonomi

c. Bersifat humanis dimana ia tidak menginginkan terjadinya

ekspolitasi, penindasan dan dominasi sesame manusia.

e. Penulis kategorikan pemikiran Mubyarto sebagai pemikiran

yang berhaluan soislis religious.

Penulis Arif Soleh

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010).

Judul Konsep Pembangunan Ekonomi: Studi Komparatif Pemikiran

Mubyarto dan Umer Chapra

Pembahasan Pada Skripsi ini membahas tentang beberapa pokok masalah:

1. Bagaimana konsep pemikiran Mubyarto dan Chapra dalam

konsep pembangunan ekonomi?

2. Bagaimana relevansi pemikiran Mubyarto dan Chapra

terhadap perekonomian Indonesia?

11

Pendekatan yang penulis gunakan untuk mengkaji dan

menganalisa pokok masalah yang telah ditentukan

menggunakan metode library research dengan tekhnik analisa

ANN (Artificial Neuron Network)

Hasil penelitian Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa baik Mubyarto

maupun Chapra memiliki pemikiran yang kesamaan dalam segi

relevansi dan urgensi. Pemikiran keduanya patut untuk

dikembnagkan mengingat perlunya bangsa Indonesia

melepaskan diri dari ketergantungan pihak asing.

Keduanya telah dengan tepat meletakkan dasar-dasar dimensi

moral dan keadilan ditengah keadaan Indonesia yang

membutuhkan reformasi di bidang ekonomi.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library

research) dengan data dan cara analisa kualitatif,9 dengan mendeskripsikan

dan menganalisa objek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai

sumber yang berkaitan dengan topik. Untuk kemudian dilakukan analisis

9 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999)

12

dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk

laporan tertulis.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif

yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer

dan sumber sekunder. Data primer berasal dari tulisan-tulisan para tokoh-

tokoh ekonomi pembangunan Islam diantaranya Al-Muqaddimah karya Ibn

Khaldun, Economic Development in Muslim Countries karya Umer M.

Chapra, Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali. Sedangkan sumber sekunder

berupa pemikiran para tokoh yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk

essay, jurnal, buku, ataupun karya ilmiah lainnya.

3. Teknik Pengambilan Data

Didalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan

dengan menggunakan teknik studi pustaka, dalam hal ini adalah buku,

jurnal dan artikel.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk

mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini,

penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:

13

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang

akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan

sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI

Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori pembangunan

pada umumnya dan konsep dasar ekonomi pembangunan Islam menurut para

tokoh-tokoh ekonomi pembangunan Islam.

BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini akan dijabarkan profil dan pemikiran dari Al-Ghazali dan

Ibn Khaldun sebagai representatif ilmuwan generasi awal kemudian Umer

Chapra sebagai representatif ilmuwan ekonomi pembangunan di era modern.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraukan hasil rekonsrtuksi pemikiran para tokoh

dalam hal ini Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra mengenai konsep

ekonomi pembangunan dalam Islam.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan

saran-saran yang dikemukakan dari pembahasan.

14

BAB II

Pembangunan Ekonomi

A. Definisi Pembangunan Ekonomi

Pada dasarnya, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial. Ilmu ini

menyoroti manusia, serta sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan

aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia pada umumnya dalam rangka

memenuhi berbagai kebutuhannya yang mendasar (yaitu pangan, sandang

dan, papan) dan untuk memenuhi keinginan-keinginannya yang bersifat

nonmaterial (seperti pendidikan, pengetahuan, dan pemuasan spiritual).

Sebagai ilmuawan sosial, para ekonom acapkali berhadapan dengan situasi

yang tidak biasa, oleh karena mereka dan objek studinya, yaitu manusia dan

segenap tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, senantiasa

berubah10

mengikuti perubahan zaman itu sendiri. Kompleksnya

permasalahan dalam ekonomi memunculkan fokus-fokus pembahasan yang

lebih mendetail, diantaranya adalah ekonomi keuangan yang fokus untuk

membahas masalah keuangan, ekonomi politik yang fokus membahas

masalah ekonomi dikaitkan dengan politik, ekonomi mikro dan makro, serta

yang paling baru adalah ekonomi pembangunan yang membahas isu-isu dan

upaya-upaya pembangunan ekonomi. Beberapa tokoh mendefinisikan

pembangunan ekonomi diantaranya adalah;

10

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:

P.T. Gelora Aksara Pratama: 1998) hal. 12

15

a. Menurut Todaro pembangunan merupakan upaya manusia secara sadar

dan sistematik baik individu atau kolektif untuk mewujudkan kehidupan

yang lebih baik, sejahtera dan merupakan proses tanpa henti

b. Definisi yang berbeda disampaikan oleh Lauterbach, menurutnya

pembangunan merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang lebih

baik bagi rakyat suatu negara secara keseluruhan, sesuai dengan

kebutuhan mereka yang sesungguhnya, tanpa mengganggu sistem nilai

dan cara-cara hidup mereka.11

c. Menurut Kartasasmita pembangunan adalah proses perubahan keadaan

menuju pada kondisi yang lebih baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah

upaya sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih

baik melalui perubahan-perubahan yang positif dengna tetap melindungi

nilai-nilai yang dianut masyarakat.

B. Tujuan Utama Pembangunan

Tujuan dari pembangunan yang benar-benar sempurna memang

tidaklah mudah untuk merumuskannya. Perdebatan mengenai hal ini sudah

berlangsung sangat lama dan masing-masing orang berpegang pada

keyakinannya masing-masing. Namun secara keseluruhan dapat terangkum

11

Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif : Demokrasi dan

Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002) hal. 68

16

dalam pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lain yakni terdapat tiga

tujuan pembangunan.

Pertama kecukupan (sustenance), yang dimaksud kecukupan bukan

hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan

kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu

yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan

dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu

saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, maka akan muncul

kondisi keterbelakangan absolut.12

Kedua adalah jati diri (self-esteem) komponen universal yang kedua

dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri

untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak

melakukan atau mengejar sesuatu.13

Pembangunan harus mampu memberikan

penghargaan diri sebagai manusia, dan tidak digunakan sebagai alat dari orang

lain. Artinya, pembangunan harus mampu mengangkat derajat manusia dan

menciptakan kondisi untuk tumbuhnya jati diri (self-esteem)14

.

Ketiga adalah kebebasan dari menghamba (freedom from servitude);

nilai universal terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan

adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini

12

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:

P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 20 13

Ibid hal.. 20 14

Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing

Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2

17

hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak

sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam

kehidupan.15

Pembangunan harus membebaskan atau memerdekakan manusia

dari penghambaan dan ketergantungan akan alam, kebodohan dan

kemelaratan.16

Pembangunan dilakukan untuk tujuan peningkatan kebebasan

setiap orang dari kungkungan atau tekanan-tekanan kepentingan yang ada.

Ketiga inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap

orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan dengan

kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam

berbagai macam manifestasi di hampir semua masyarakat dan budaya

sepanjang jaman.17

C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam

1. Konsep Pembangunan Ekonomi dalam Khasanah Peradaban Islam

Istilah pembangunan dalam khasanah peradaban Islam dan dalam

karya-karya klasik lazimnya dihubungkan dengan konsep „imârah al-ard

(memakmurkan bumi) yang dipahami dari ayat al-qur‟an salah satunya surah

Hud ayat 61.18

Mayoritas penulis berpendapat bahwa kata al-„imârah

15

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:

P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 21 16

Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing

Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2 17

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta:

P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 19 18

Asmuni Mth, Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun

2003. Hal 128-129

18

(memakmurkan atau mengelola bumi untuk kemakmuran hidup manusia)

identik dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah (pembangunan ekonomi)19

Artinya: “dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh.

Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada

bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)

dan menjadikan kamu pemakmurnya[Maksudnya: manusia dijadikan

penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.], karena itu

mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya

Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-

Nya)."

Walaupun dalam bahasa Arab modern arti kata dari isti‟mar diartikan

penjajahan, isti‟mara adalah menjajah. Makna ini tidak dikenal dalam

bahasa Al-Quran, dan memang ia merupakan penamaan yang tidak sejalan

dengan kaidah bahasa Arab dan akar katanya.20

Kata isti‟mara pada ayat di atas terdiri dari huruf sin dan ta‟ yang

dapat berarti meminta seperti dalam kata istighfara, yang berarti meminta

19

Ibid. hal 131 20

Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai

Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558

19

maghfirah (ampunan). Dapat juga kedua huruf tersebut berarti

“menjadikan” seperti pada kata hajar yang berarti “batu” bila digandengkan

dengan sin dan ta‟ sehingga terbaca istahjara yang maknanya adalah

menjadi batu.

Kata „amara dapat diartikan dengan dua makna sesuai dengan objek

dan konteks uraian ayat. Surat Al-Tawbah (9): 17 dan 18 yang

menggunakan kata kerja masa kini ya‟muru, dan ya‟muru dalam konteks

uraian tentang masjid diartikan memakmurkan masjid dengan jalan

membangun, memelihara, memugar, membersihkan, shalat, atau I‟tikaf

di dalamnya. Sedangkan surat Al-Rum (30): 9 yang mengulangi dua kali

kata kerja masa lampau „amaru berbicara tentang bumi, diartikan

sebagai membangun bangunan, serta mengelolanya untuk memperoleh

manfaatnya. Jika demikian, kata ista‟marakum dapat berarti “menjadikan

kamu” atau “meminta/menugaskan kamu” mengolah bumi guna

memperoleh manfaatnya.21

Masalah pembangunan juga dibahas secara mendalam oleh Ibn

Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah. Istilah yang digunakannya adalah

„Umran Al-„Alam. Walaupun sebagaian besar ilmuwan maupun masyarakat

umum memaknai „Umran dengan istilah yang sudah popular yaitu “sosial”

21

Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai

Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558

20

(ijtima‟), “tamadun” (hadarah), dan “perkotaan” (madaniyyah). Namun

yang dimaksud oleh Ibn Khaldun adalah makna yang lebih luas.

Pada hakikatnya, „Umran Al-„Alam merupakan suatu ilmu baru yang

dinamis serta mengandung makna yang sangat luas, bukan saja dari segi

sosial atau pembangunan yang bersifat fisik dan lokal, tetapi meliputi aspek

rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai

kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Teori `umran

al-`alam telah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun untuk menangani krisis

politik dan sosio-ekonomi yang melanda masyarakat Islam di Asia Barat,

khususnya di Andalus dan Afrika Utara pada abad ke-14M akibat terjadinya

keruntuhan agama dan akhlak serta perpecahan sesama umat Islam

disebabkan perbedaan mazhab, di satu pihak, serta dampak dan pengaruh

pemikiran tradisionalis Islam yang diimpor dari kebudayaan dan pemikiran

Persia dan Yunani kuno, di pihak yang lain. Pada waktu yang sama, umat

Islam pada waktu itu tidak memahami hukum masyarakat (ilmu sosial

masyarakat) dan alam yang sudah ditentukan oleh Allah Ta`ala serta kurang

peduli terhadap pemeliharaan dan kelestarian alam sekitar yang berdampak

pada kehidupan.22

Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemegang otoritas tertinggi baik

dalam bidang agama maupun negara sebenarnya telah meletakkan dasar-

22

Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A

Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 3

21

dasar pembangunan ekonomi yang komprehensif atau telah menjalankan

konsep „umran al-„alam. Dasar-dasar pembangunan yang diletakkan oleh

Rasulullah mengintregasikan antara spirit duniawi dan spirit ukhrawi.

Pembangunan aqidah dan akhlak atau attitude sebagai etos kerja menjadi

prioritas utama.

Sebagai bentuk upaya membangun peradaban baru Rasulullah segera

meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat pertama, membangun

masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masjid bukan hanya difungsikan

sebagai tempat ibadah, melainkan untuk berbagai pembinaan masyarakat

serta untuk kegiatan muamalah di sekelilingnya. Kedua, menjalin ukhwah

islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dalam bentuk membuat

entrepreneur partnership baik dalam mengembangkan pertanian maupun

perdagangan. Ketiga, Rasulullah membuat undang-undang yang mengatur

hak dan kewajiban setiap individu masyarakat agar tercipta kehidupan yang

tertib. Keempat, meletakkan dasar-dasar keuangan negara. Dalam hal ini

didirikanlah Batul Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Batul

Mal menjadi pusat pengumpulan pendapatan negara yang berasal dari dana

ziswaf serta retribusi dari negara. Kemudian dana yang dikumpulkan

disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, pendidikan serta

pengentasan kemiskinan.23

2. Pembangunan Ekonomi Islam di Era Modern

23

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 74-80

22

Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah

ibadah, melainkan mengatur semua aspek dalam kehidupan salah satunya

adalah muamalah. Muamalah mengatur berbagai aturan hubungan sesama

manusia termasuk di dalamnya urusan ekonomi. Bahkan seorang orientalis

paling terkenal bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is much more than

a system of theology it‟s a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem

theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap).

Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam pada dasarnya telah

dipraktekkan pada zaman Rasulullah sampai para sahabat-sahabatnya

walaupun belum ada penyusunan prinsip-prinsip ekonomi yang sistematis

pada waktu itu. Tulisan-tulisan pemikiran tentang ekonomi ditulis dalam

kitab-kitab filsafat maupun fiqh. Para cendekiawan muslim berusaha untuk

mengidentifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam.24

Runtuhnya kekuasaan negara-negara Islam dan bahkan mengalami

penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa menyababkan degradasi peradaban

Islam yang sangat signifikan. Peradaban Islam seolah benar-benar tidak penah

ada, termasuk dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam. Josep Schumpeter

misalnya mengatakan, adanya “Great Gap” dalam sejarah pemikian ekonomi

selama 500 tahun yaitu masa yang dikenal sebagai the dark age. Dalam

karyanya, “History of Economics Analysis”, ia menegaskan bahwa pemikir

ekonomi muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno pada abad 4 SM dan

24

Ibid hal. 17

23

bangkit kembali pada abad 13 M di tangan pemikir skolastik Thomas

Aquinas.25

Negara-negara Islam yang sebagian besarnya baru merdeka pasca

Perang Dunia II ternyata belum sepenuhnya bisa mengaktualisasikan sistem

perekonomian yang sesuai ajaran Islam. Hal tersebut dikarenakan bangsa

asing masih ikut campur tangan dalam berbagai hal, termasuk sistem ekonomi

yang berbasis pada kapitalisme dan sekularisme. Penerapan sistem dari Barat

ternyata tidak sepenuhnya berhasil dan cenderung gagal. Kondisi negara-

negara muslim yang hampir seluruhnya masuk dalam kategori negara

berkembang (adapun negara yang maju dikarenakan kekayaan minyak mentah

dan gas alam, maka dibutuhkan upaya untuk merubah struktur ekonomi

kearah pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan), dan sebagiannya

lagi dalam kategori negara miskin.26

Negara-negara Islam pada umumnya tidak mampu menginternalisasi

mesin pertumbuhan. Paradoks yang terjadi di negara muslim adalah bahwa

mereka kaya akan sumber daya alam, namun ekonominya lemah dan miskin.27

Ilmuwan sering menyebut paradoks ini dengan kutukan sumber daya atau

“resorce curse”. Perkonomian mereka tegantung pada negara Barat dalam

banyak hal, misalnya impor bahan makanan, barang-barang manufaktur,

25

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 69 26

Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic

Development, 8th

International Conference on Islamc Economic and Finance 27

Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for

Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. 172

24

tekhnologi, dan lain-lain, disisi lain mereka mengekspor produk primer.

Sebagiannya menderita karena efek dari warisan sistem ekonomi kolonial

yang berlarut-larut, dan ini adalah contoh yang sempurna dari hubungan

“negara maju di pusat – negara miskin pinggiran”.28

Untuk menanggapi semua isu yang berkembang khususnya pada dunia

Islam dan mencari upaya untuk mengatasinya permasalahan tersebut, pada

tahun 1976 Universitas King Abdul Aziz menggelar “International

Conference on Islamic Economics” yang pertama. Konferensi ini di hadiri

oleh 200 ekonom dan ulama dari seluruh dunia. Konferensi ini boleh

dikatakan sebagai awal kebangkitan ilmu ekonomi Islam di era modern serta

lahirnya ilmu ekonomi pembangunan Islam. Pokok-pokok bahasan dalam

konferensi tersebut diantaranya konsep dan metodologi ekonomi Islam,

produksi dan konsumsi dalam ekonomi Islam, peran negara dalam ekonomi

Islam, asuransi dengan konsep syari‟ah, bank bebas bunga, zakat dan

kebijakan fiskal, dan ekonomi pembangunan Islam.29

Ekonomi pembangunan

menjadi topik yang sangat relevan mengingat resep pembangunan yang

ditawarkan oleh barat nyatanya tidak sesuai dengan kondisi sosio-kultur

negara muslim.

3. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam

28

Ibid hal. 172 29

Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for

Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. xvii

25

Istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam

adalah “the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and

decency in life” (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan

ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan).30

Sedangkan

menurut DR. Abdel-Rahman Yousri Ahmed Pembangunan adalah perubahan

struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan

penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas

produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari

sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara

aspek material dan spiritual.31

Atau jika kita mengacu pada literatur klasik bahwa pembangunan

memiliki arti „umran al-„alam maka konsep dari Ibn Khaldun menjadi konsep

pembangunan yang komprehensif. Di atas kaedah inilah maka Ibn Khaldun

mendefinisikan `umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Jabri, iaitu:

“Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang

bekerjasama/bermuafakat di kawasan kota atau desa dalam sebuah negara

yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang

bahagia dan makmur baik segi rohani atau jasmani bersamaan dengan

penerapan ajaran agama dan akhlak serta hukum dan peraturan kejadian alam

30

http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 10:40

31 Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic

Development, 8th

International Conference on Islamc Economic and Finance

26

dan manusia ciptaan Allah Ta`alan” (Muhammad `Abid al-Jabri, 1992:132-

138, 298)

Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang dimaksud

dalam islam adalah upaya yang dilakukan oleh sekumpulan masyarakat yang

saling bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik disertai

dengan pengamalan ajaran Islam yang universal demi kehidupan yang

berkelanjutan.

D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam

Menurut Umer Chapra tujuan dari suatu sistem ekonomi sangat

dipengaruhi oleh pandangan-duniannya. Salah satunya adalah pertanyaan

yang berkaitan dengan bagaimana alam semesta muncul, makna dan tujuan

hidup manusia, kepemilikan dan penggunaan objektif sumber daya yang

langka untuk kehidupan manusia, serta hubungan antar sesama manusia

(termasuk hak dan kewajiban mereka) juga pada lingkungan. Sebagai contoh,

jika pandangan mengenai alam semesta tercipta dengan sendirinya, maka

akibatnya manusia tidak perlu bertanggungjawab pada siapapun dan hidup

bebas sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya sekedar mencari kesenangan,

tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkannya dan apa akibatnya

bagi orang lain dan lingkungannya. Kemudian, pemenuhan kepentingan

pribadi dan seleksi alam menjadi norma-norma yang paling logis dari

kebiasaan. Jika diyakini bahwa manusia hanyalah pion-pion dalam papan

catur sejarah dan kehidupan mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar di

27

mana mereka tidak memiliki kontrol, sehingga meraka tidak bertangung

jawab terhadap apa yang terjadi disekeliling mereka dan tidak perlu khawatir

dengan ketidak adilan yang terjadi.32

Akan tetapi, jika keyakinannya bahwa manusia dan apapun yang

dimilikinya diciptakan oleh Maha Pencipta dan mereka bertanggung jawab

kepada-Nya, mereka mungkin tidak menganggap diri mereka benar-benar

bebas untuk berkehendak sesuka hati atau seperti pion yang tak berdaya di

papan catur sejarah. Lebih dari itu, mereka memiliki misi yang harus

dijalankan, dan harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta saling

peduli satu sama lain dan lingkungannya dalam rangka menjalankan

misinya.33

Oleh karena cara pandang sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu

sistem yang diterapkan maka Islam harus memiliki pandangan-dunia yang

holistik mencangkup unsur kemanusian dan ketuhanan. Menurut Chapra

prinsip utama dalam ekonomi pembangunan Islam adalah tauhid, khilafah,

dan „adalah. Sementara menurut Khurshid Ahmad prinsip utama atau

landasan filosofi ekonomi pembangunan Islam ada empat (4) yaitu; tauhid,

rububiyyah, khilafah, dan tazkiyah. Sedangkan Aidit Ghazali (1990) dalam

bukunya “Development: An Islamic Perspective” membagi filosofi dasar

menjadi lima (5) yaitu; tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah,khilafah, tazkiyyah

32

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad Islamic Reseach Institute

Press : 1993). Hal. 33

Ibid

28

an-nas, dan al-falah. Walaupun terdapat beberapa perbedaan namun pada

dasarnya memiliki persamaan sumber yaitu Qur‟an dan Hadits dan juga tujuan

yang sama yakni maqashid syari‟ah.

Prinsip-prinsip ekonomi pembangunan dalam Islam yaitu;34

1. Tauhid Ulihiyyah, yaitu percaya pada Kemahatunggalan Allah dan semua

yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya

pembangunan manusia harus sadar bahwa semua sumber daya yang

tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan

untuk pemenuhan kepentingan pribadi.

2. Tauhid Rububiyyah, yaitu percaya bahwa tuhan sendirilah yang

menenrukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaanya serta menurut siapa

saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. Dalam konteks upaya

pembangunan, manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan-tujuan

pembangunan tidak hanya bergantung pada upayanya sendiri, tetapi juga

pada pertolongan Tuhan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

Pada satu titik ekstrem, sikap fatalistic tidak dibenarkan sementara pada

titik ekstrem lainnya, kepercayaan sepenuhnya pada upaya-upaya

manusia sendiri dianggap tidak adil bagi Sang Pencipta.

3. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di

samping sebagai wakil atas segala sumber daya yang diamanatkan

34

Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan,

(Jakarta : Penerbit Erlangga2010) hal. 23-24

29

kepadanya, manusia yang beriman juga harus menjalankan tanggung

jawabnya sebagai pemberi teladan atau contoh yang baik bagi manusia

lainnya.

4. Tazkiyyah an-nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian

manusia sebagai prasyarat yang diperlukan sebelum manusia

menjalankana tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya. Manusia

adalah agen perubahan dan pembangunan (agent of change and

development). Oleh karena itu, perubahan dan pembangunan apa pun

yang terjadi sebagai akibat upaya manusia ditujukan bagi kebaikan lain

dan tidak hanya bagi pemenuhan kepentingan pribadi.

5. Al-falah, yaitu konsep keberhasilan dalam Islam bahwa keberhasilan apa

pun yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di

akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai semasa hidup di dunia tidak

menyalahi petunjuk atau bimbingan yang telah Tuhan tetapkan. Oleh

karena itu, tidak ada dikotomi di antara upaya-upaya bagi pembangunan

di dunia ataupun persiapan bagi kehidupan akhirat.

6. „Adalah, tanpa disertai keadilan sosio-ekonomi, persaudaraan yang

merupakan satu bagian integral dari konsep-konsep sebelumnya akan

tetap menjadi konsep yang tidak memiliki substansi. Rasulullah sangat

tegas dalam menghadapi perihal keadilan, bahkan Rasulullah

menyamakan ketidakadilan dengan dzulm “kegelapan mutlak”. Ibnu

Taimiyah juga menegaskan akan pentingnya keadilan. “Tuhan

30

menegakkan negeri yang adil meskipun kafir, tetapi tidak menegakkan

negeri yang tidak adil meskipun beriman.35

Sementara untuk mewujudkan

keadilan tersebut setidaknya harus dilakukan dengan cara ; (1)

pemenuhan kebutuhan, (2) penghasilan yang diperoleh dari sumber yang

baik, (3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, (4) pertumbuhan

dan stabilitas.36

E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan

1. Tantangan Pembangunan

Tantangan dalam pembangunan di manapun dan dalam sistem apapun

hampir semuanya memiliki permasalahan yang sama, yaitu; kemiskinan,

ketimpangan pendapatan, pengangguran, kerusakan lingkungan, ketimpangan

pembangunan, dan kerusakan moral masyarakat.

a. Kemiskinan

Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan

akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan

arti dengan kefakiran yang berasal dari asal kata fakir dengan

awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan

secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat

kekurangan. Al-Qur‟an memakai beberapa kata dalam menggambarkan

kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum,tetapi dua kata

35

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya : Risalah Gusti 1999) hal. 229-

230 36

Ibid. hal 230

31

yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur‟an. Kata fakir

dijumpa dalam al-Qur‟an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut

sebanyak 25 kali, yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang

hampir sama.37

b. Ketimpangan

Ketimpangan dibagi menjadi dua, ketimpangan pendapatan dan

ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan pendapatan adalah

kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara antara kelompok

masyarakat berpenghasilan tinggi masyarakat dan kelompok masyarakat

berpenghasilan rendah. Sedangkan penyebab ketimpangan pembangunan

antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah

tertentu, misalnya di Indonesia pembangunan lebih terpusat di pulau jawa

tepatnya Jakarta. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi

tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi

yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan

ekonomi yang lebih rendah.

c. Pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak

bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari

selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan

37

M Amin Abdullah, Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari

Agama, diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014

32

pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah

angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah

lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran

seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya

pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang

sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-

masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan

kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan

dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah

menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara

berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di

mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit,

dilakukan oleh lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring

dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya

lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja

(minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk

mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan

lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja,

menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri akan berdampak

33

positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh

dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja.38

d. Degradasi Lingkungan

Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas

lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan

oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan

sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan

oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan

terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah.

Akibat dari degradasi lingkungan adalah menurunnya kemampuan

alam untuk menyediakan bahan pemenuh kebutuhan manusia. Beberapa

bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil

secara tidak langsung dari aktivitas manusia sehingga dampaknya bisa

disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan memiliki dampak

terhadap produktivitas pertanian, menurunnya kualitas air, kualitas

lingkungan, dan memiliki efek terhadap ketahanan pangan.

e. Kerusakan Moral

Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh manusia

secara positif-konstruktif maupun secara negative-destruktif tergantung

kepada moral dan mental manusia (Bintarto, 1994:39) yang berperan

sebagai pencipta, pengembang, dan penggunanya, dalam bahasa Djuretna

38

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014

34

A Iman Muhni ilmu pengetahuan dan teknologi selalu terkait dengan

pemilik dan pemakainya yakni manusia yang sering tidak mampu

mengendalikan nafsu serakahnya sendiri dalam artian moral.39

Hal serupa

terjadi dalam pembangunan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan

kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, namun jika tidak ada landasan

moral maka akan menimbulkan masalah yang baru.

Walaupun jarang dibahas terutama dalam ekonomi pembangunan

konvensional, kerusakan moral sesungguhnya memiliki pengaruh yang

kuat dalam pembangunan jangka panjang. Masyarakat yang tidak memiliki

pegangan nilai moral yang benar maka akan mengalami degradasi

peradaban. Misalnya, dalam sistem kapitalis persaingan menjadi pemicu

utama pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada timbulnya

individualism. Pembangunan yang mengabaikan moral berakibat pada

rusaknya generasi sebagaimana menurut professor Thomas Lickona dari

Cortland University dengan cirri-ciri (1) meningkatnya kekerasan

dikalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk,

(3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4)

meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, sex bebas, dan

alkohol, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6)

penurunan etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua

39

Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi

Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 42

35

dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara,

(9) ketidak jujuran yang telah begitu membudaya, (10) adanya rasa saling

curiga dan kebencian di antara sesama.40

2. Indikator Pembangunan

Pada dasarnya arti dari pembangunan sebagaimana diungkapkan

oleh Ginandjar Kartasasmita adalah suatu proses perubahan kearah yang

lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Untuk

mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah sesuai dengan

rencana, maka diperlukan sebuah ukuran (indikator). Walaupun masing-

masing negara memiliki kebutuhan berbeda dalam melaksanakan

pembanguanan, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, maka

indikator-indikator pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi dua,

yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial.

Indikator ekonomi terdiri dari;

a. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB

merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan

untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi,

indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur,

sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

40

Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi

Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 45

36

Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator

makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa

kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah

dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah

ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis

ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan

ekonomi).Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan

indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini

tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan,

termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.41

b. Perubahan Struktural yang Tinggi

Perubahan struktural dalam perubahan ekonomi modern mencangkup

peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industry ke jasa, peru

bahan dalam skala unit-unit produktif.42

Pergeseran intersektoral ini dibarengi

dengan pertumbuhan dalam skala perusahaan, dan terjadi perubahan bentuk

organisasi dalam sektor seperti manufakturing atau perdagangan, yaitu dari

perusahaan kecil tidak berbadan hukum menjadi unit usaha yang besar dengan

struktur industri dan teknologi yang berubah cepat. Adapula perubahan yang

terjadi dengan cepat, yaitu dalam alokasi produk yang terjadi di antara

41

http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal

13 Februari 2014 42

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo

Persada2004) hal. 60

37

berbagai perusahaan produksi dalam segala bentuk dan ukurannya.

Akibantnya terjadi juga perubahan dalam alokasi tenaga kerja.43

c. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern juga ditandai dengan semakin

banyaknya perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan akibat dari

perkembangan industrialisasi di kota. Urbanisasi mempersatukan orang-orang

dari berbagai asal maupun latar belakang. Interaksi di perkotaan menuntut

mereka untuk saling belajar dan bekerja sama. Perubahan juga terjadi pada

angka kelahiran dan bergeser kearah keluarga kecil, selain itu hal ini juga

menciptakan iklim bagi tumbuhnya kegiatan intelektual. Sementara menurut

Simon Kuznet, urbanisasi mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumen

melalui tiga cara. Pertama, menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi

yang makin meningkat, serta meningkatnya usaha dari rumah tangga. Kedua,

meningkatnya harga kebutuhan pokok. Ketiga, berlakunya demonstration

effect kehidupan kota mendorong pengeluaran para urban meningkat.44

d. Tingkat Tabungan

Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat memungkinkan

masyarakat untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung.

Dengan meningkatnya jumlah tabungan ini maka ketersediaan modal usaha

43

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo

Persada2004) hal. 61 44

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo

Persada2004) hal. 62

38

semakin meningkat, dengan meningkatnya modal maka jumlah usaha baru

akan meningkat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas

produksi.

Keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh kinerja indikator

ekonomi tidak sepenuhnya menjamin bahwa pembangunan itu telah berhasil.

Misalnya peningkatan pendapatan tanpa disertai pemerataan pendapatan,

akhirnya akan menghambat kenaikan pendapatan sebagai akibat menurunnya

semangat kerja dan sangat mungkin juga karena meningkatnya ketegangan-

ketegangan sosial.45

Pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan fisik tanpa

mempertimbangkan nilai-nilai terbukti telah gagal. Oleh sebab itu para

ilmuwan mencoba mengembalikan akan pentingnya nilai dan etika dalam

pembangunan. salah satu pendapat yaitu dari Goulet (1995) “Etika

menempatkan konsep pembangunan dalam kerangka kerja yang luas dimana

pembangunan pada akhirnya berarti kualitas hidup dan kemajuan masyarakat

melalui nilai-nilai yang diekpresikan dalam berbagai budaya. Ini adalah tujuan

utama untuk menciptakan kesempatan manusia untuk hidup seutuhnya

sebagai manusia sejati.46

45

Mustopadidjaja AR, Perannya Sekitar10 Januari 1966: Landasan Perekonomian Orde

Baru, dalam “Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro” Editor Moh. Arsyad Anwar dkk.

(Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara2007) hal 78 46

Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human

Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research

Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 4

39

Oleh karena itu dalam Islam indikator sosial menjadi prioritas utama

tentunya dengan tidak mengesampingkan indikator ekonomi. Walaupun

pembangunan dengan perspektif pembangunan manusia relative baru, gagasan

tentang kehidupan yang lebih baik sebenarnya adalah tema-tema ulangan dari

filsuf muslim awal, misalnya Al-Ghazali dan Ibn Khaldun.47

Pada umumnya indikator sosial dinyatakan dalam indeks-indeks yang

meliputi Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup dan

Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia.

1) Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup mengukur

tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggabungkan tiga komponen

penting yaitu; harapan hidup pada umur 1 tahun, angka kematian, dan

tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi

suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan

kinerja ekonomi terendah, sedangkan 100 adalah kinerja ekonomi

tertinggi.48

2) Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia

adalah program UNDP untuk menganalisis perbandingan status

pembangunan sosial ekonomi di berbagai negara. UNDP mengeluarkan

laporan ini setiap tahunnya berupa Human Development Report.

47

Ibid. hal. 7 48

Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5), (Yogyakarta :

UPP STIM YKPN2010) hal.19

40

Komponen dalam HDI meliputi, angka harapan hidup, literasi, dan

pendapatan perkapita riil.

Visi pembangunan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan

akhirat, dengan menjadikan nilai-nilai ajaran ilahi sebagai fondasi dengan

tujuan akhirnya adalah tercapainya maqashid syari‟ah. Maqashid syariah

terdiri dari lima elemen yang sangat penting yang terdiri dari hifz ad-din

(menjaga keimanan), hifz an-nafs (menjaga jiwa), hifz al-aql (menjaga

akal), hifz an-nasl (menjaga keturunan), dan hifz al-mal (menjaga harta).

Untuk mengukur pencapain maqashid syari‟ah Humayon A Dar dan

Saidat F. Otiti membuat sebuah terobosan dengan memasukkan indikator-

indikator ekonomi dan non-ekonomi kedalam unsur-unsur maqashid

syari‟ah misalnya faktor hifz ad-din (menjaga keimanan) diukur dengan

menggunakan indeks kepercayaan, hifz an-nafs (menjaga jiwa) dapat

diukur dengan Angka Harapan Hidup, hifz al-aql (menjaga akal) diukur

menggunakan Indeks Pendidikan hifz an-nasl (menjaga keturunan) dapat

diukur dengan Indeks Nilai Keluarga dan Emisi Karbon.

41

BAB III

Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi

A. Al-Ghazali

1. Profil Al-Ghazali

Lahir pada tanggal 14 Jumadil Akhir 450 / 18 Desember 1058 M di

kota Thusi sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran). Nama lengkapnya

adalah Abu Hamid al-Ghazâli Muhammad ibn Muhammad al- Ghazâli al-

Thusi. Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah,

tepat pada saat kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia hidup ditengah berbagai

masalah yang sedang dialami umat Islam.

Pada masa al-Ghazâli, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di

bidang politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam

ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran

kalam yang masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan

fanatisrne golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga

diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya

kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan.

Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana Menteri

Dinasti Saljuk pertama yang beraliran Mu‟tazilah sehingga mazhab dan

42

aliran lainnya (seperti mazhab Syifi‟i dan Asy‟ari) menjadi tertekan, bahkan

banyak korban dan tokoh-tokohnya.49

Ayah Al-Ghazali wafat ketika ia masih kecil, sehingga untuk

pendidikan formal diperolehnya di Madrasah setelah dianjurkan oleh para

sufi yang mengasuhnya, karena ia tidak mampu lagi memenuhi

kebutuhannya sendiri. Ia belajar fiqh dari Ahmad Ibnu Muhammad ar-

Razkan at-Thusi di Thus dan tasawwuf dari Yusuf an- Nasaj, kemudian

hinggà 470 H. Al-Ghazali, belajar ilmu-ilmu dasar yang lain, termasuk

bahasa Persia dan Arab pada Nasr al-Ismâil di Jurjin. Pada usia 20 tahun

telah menguasai beberapa ilmu-ilmu dasar dan dua bahasa pokok yang lazim

dipergunakan oleh masyarakat ilmiah ketika itu, sehingga dua bahasa ini

mengantarkan dalam memahami buku-buku ilmiah secara otodidak. Tahun

473 H. Al- Ghazâli pergi ke Naizabur untuk belajar di Madrasah an-

Nizamiah, ketika itu Imam al-Haramain Diya ad-Din al-Juwaini (478 H.)

bertindak sebagai kepala dan tenaga pengajar di sana.50

2. Pemikiran Al-Ghazali

Walaupun Al-Ghazali lebih dikenal sebagai tokoh sufi yang

termashur, namun tidak sedikit karya-karyanya yang membahas tentang

masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, diantaranya masalah

ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali mengenai ekonomi boleh dikatakan

49

H. Hadi Mutamam, “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam Al-

Muatashfa”, Mazahib, vol. IX. No. 1, Juni 2007. Hal 13 50

ibid

43

pemikiran yang orisinal karena pemikirannya telah terkonsep jauh sebelum

teori-teori ekonomi yang berkaitan konsep maslahah, dengan pasar, evolusi

uang, serta aktivitas produksi disusun oleh ilmuwan ekonomi Barat.

Diantara banyak pemikiran dalam bidang ekonomi yang paling

menonjol adalah pemikiran tentang konsep maqasid al-syari‟ah. Konsep ini

secara langsung disebutkan baik dalam qur‟an maupun hadits serta telah

dibahas oleh banyak ilmuwan muslim.51

Seluruh alasan syar‟i yang

mendasarinya, yang mana disepakati oleh sebagian besar para ulama adalah

untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia (jalb al-mashalih) serta prinsip

menjauhkan manusia dari segala bahaya (daf‟u al-mafashid). Al-Ghazali

merumuskan maqasid al-syari‟ah kedalam lima kategori utama sebagaimana

terdapat dalam perkataanya “ Tujuan utama syari‟ah adalah meningkatkan

kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan iman, hidup, akal,

keturunan dan harta. Apa saja yang menetapkan perlindungan kelima hal ini

merupakan kemaslahatan umum dan diinginkan, juga apapun yang menyakiti

mereka berarti melawan kemaslahatan public dan tidak diinginkan.”52

Pemikiran Al-Ghazali jika kita cermati, telah menembus batasan ruang

dan waktu. Pemikirannya bisa diaplikasikan dimana saja dan kapan saja.

51

Beberapa tokoh yang sangat terkemuka telah me nguraikan tentang maqasid al-Sharī„ah

mereka adalah : al-Māturīdī (d.333/945), al- Shāshī (d.365/975), al-Bāqillānī (d. 403/1012), al-Juwaynī

(d.478/1085), al-Ghazālī (d.505/111), Fakhr al-Dīn al-Rāzī (d. 606/1209), al-Āmidī (d. 631/1234), „Izz

al-Dīn „Abd al-Salām (d. 660/1252), Ibn Taymiyyah (d. 728/1327), al-Shātībī (d. 790/1388) and Ibn

„Āshūr (d.1393/1973) 52

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah

Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 5-6

44

Misalnya sekarang sedang berkembang paradigm pembangunan inklusif

(inclusive development)53

, pembangunan berkelanjutan (sustainable

development)54

, dan juga MDG‟s (Millennium Development Goals)55

, semua

paradigm pembangunan itu telah terangkum semua dalam konsep maqasid

syariah.

Semua ulama sepakat dengan lima kategori dalam konsep maqasid

syari‟ah, namun terdapat perbedaan dalam menempatkan point mana yang

diutamakan, akan tetapi sebenarnya kelima point tersebut memiliki keutamaan

yang sama jadi penempatan urutan tidak berarti apapun, itu hanya tergantung

dari sudut pandang para ulama saja. Hal terpenting adalah pemihaman dan

pengimplementasian maqasid syariah dalam segala aspek kehidupan dan

khususnya dalam pembangunan ekonomi. Kelima aspek maqasid syariah jika

disederhanakan akan menjadi dua komponen besar, yaitu, komponen non-

material manusia diwakili oleh perlunya menjaga iman (hifdz din) dan

komponen materiil manusia yang terwakili oleh menjaga hidup, akal,

keturunan, dan harta.

53

Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat

tanpa pengecualian, mamberikan akses yang sama untuk ikut serta ataupun meninkmati hasil

pembangunan 54

Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan dalam rangka memenuhi

kebutuhan masa kini dengan tidak mengorbankan kebutuhan generasi penerus akibat dari kerusakan

lingkungan. 55

MDGs adalah kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala negara atau perwakilannya

dari 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000. Tujuan dari kesepakatan ini adalah

peningkatan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat dunia pada tahun 2015. Kesepakatan itu

terdapat dalam butir-butir diantaranya, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar

untuk semua, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas kesehatan.

45

a. Urgensi Menjaga Iman (hifdz din)

Kata hifdz din diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi faith,

kemudian dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kepercayaan atau

iman. Iman menjadi salah satu unsur dalam maqasid syariah karena memang

manusia membutuhkan sebuah kepercayaan. Manusia memerlukan suatu

bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna

menopang hidup dan budayanya. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena

kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.56

Kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang kehidupan

yang kemudian dalam tahapan lebih tinggi akan menghasilkan kebudayaan.

Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan penguasa semesta akan

berimplikasi pada kehidupan dan melahirkan sebuah nilai, yaitu, bahwa segala

sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki manusia sesungguhnya milik Tuhan.

Sehingga segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia mendapat pengawasan

dari Tuhan dan harus dipertanggung jawabkan.

Kepercayaan dalam islam dibahas dalam ajaran tauhid yang

mengajarkan kepercayaan selain percaya pada eksistensi Tuhan, juga harus

percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui Rasul-rasulnya,

serta melalui kitab-kitab sucinya. Memegang teguh ajaran tauhid akan

56

Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam

46

menghasilkan nilai atau perilaku atau akhlak57

mulia yang pada akhirnya akan

membangun peradaban yang tinggi, seperti, sikap saling menolong, peduli

pada lingkungan dan lain-lain.

Tuhan menciptakan manusia bukan hanya terdiri dari unsur fisik saja

melainkan unsur rahani juga. Keduanya telah diakui eksistensinya, keduanya

juga membutuhkan asupan tersendiri. Jika tubuh manusia membutuhkan

makanan untuk bertahan hidup dan berkembang, pakaian dan papan untuk

berlindung, maka jiwa manusia membutuhkan sebuah kepercayaan yang benar

untuk memenuhi kebutuhannya.

Sangat jelas bahwa aspek hifzd din sangat penting dalam

pembangunan. Karena dengan menjadikan kepercayaan atau agama sebagai

unsur penting dalam pembangunan telah menjadikan pembangunan sebagi

konsep yang utuh, yakni meliputi kebutuhan manusia baik fisik maupun non-

fisik.

b. Urgensi Menjaga Kehidupan (an-nafs), Akal (hifdz „aql), Keturunan (an-

nasl), dan Harta (al-mal)

Manusia diciptakan Tuhan ke muka bumi tidak lain untuk menjadi

khalifah. Tugas utama khalifah adalah untuk memakmurkan bumi.

Memakmurkan dalam pembahasan ini sama pengertiannya dengan

57

Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumuddin mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai

(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-

perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau atau direncanakan

sebelumnya

47

pembangunan. Sedangkan pembangunan sangat tergantung pada kualitas

manusia itu sendiri, atau menurut Ibn Khaldun “bangkit dan runtuhnya suatu

peradaban tergantung kualitas manusia.”

Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqasid syari‟ah

seharusnya mengutamakan keselamatan hidup manusia. Pembangunan harus

mengutamakan ketersediaannya kebutuhan hidup. Apa yang dimaksud dengan

kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi baik oleh individu maupun

kelompok sosial. Para fuqaha telah membagi kebutuhan kedalam tiga

kategori, yaitu, kebutuhan pokok (dharuriyyat), kebutuhan sekunder

(hajjiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniat). Semua ini, seperti yang

didefinisikan oleh fuqaha‟, mengacu pada barang dan jasa yang membuat

perbedaan nyata dalam kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan

tertentu, mengurangi kesulitan, atau memberikan kenyamanan.58

Penyelenggara pembangunan harus mengutamakan pemenuhan

kebutuhan dengan meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, menjamin

tersedianya lapangan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan keamanan.

Karena esensi maqasid syari‟ah bukan hanya pembangunan fisik yang

dihitung dengan tingkat PDB ataupun pedapatan perkapita, namun lebih

mengutamakan kualitas hidup manusia. Untuk mengetahui kinerja dari faktor

58

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah

Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 20

48

perlindungan hidup (hifdz nafs) bisa dihitung dengan menggunakan Angka

Harapan Hidup atau Life Expectancy Index.59

Perlindungan terhadap akal (hifdz „aql) menjadi alat pengganda

kualitas hidup manusia. Sejatinya manusia tidak memiliki instrument alami

untuk mempertahankan hidupnya. Manusia tidak seperti macan yang diberi

kecepatan lari dan taring yang kuat untuk memangsa, jerapah diberi leher

yang panjang karena kebutuhannya akan daun yang muda. Manusia hanya

diberi akal sebagai bekal mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan

mengapa syari‟ah harus menjaga akal.

Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan akal dan salah

satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik. Pendidikan harus

melakukan tujuan ganda. Pertama, harus mencerahkan anggota masyarakat

tentang pandangan dunia dan nilai-nilai moral Islam serta misi mereka di

dunia ini sebagai khalifah Allah. Kedua, harus memungkinkan mereka untuk

tidak hanya melakukan pekerjaan mereka secara efisien dengan bekerja keras

dan teliti, tetapi juga harus memperluas pengetahuan dan basis teknologi

masyarakat. Tanpa meningkatkan moral, penguasaan dan pengembangan ilmu

pengetahuan mereka serta peningkatan basis teknologi, tidak mungkin untuk

59

Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human

Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research

Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 13

49

mempercepat dan mempertahankan pembangunan.60

Untuk mengukur kinerja

dari menjaga akal (hifdz „aql) dapat diukur dengan menggunakan tingkat

melek huruf, tingkat pendidikan, dan tingkat penguasaan tekhnologi.

Jika masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan

tekhnologi yang tinggi maka produktivitas masyarakat akan meningkat.

Peningkatan ini akan menyebabkan penghasilan meningkat juga. Pendapatan

yang meningkat memungkinkan masyarakat melakukan transaksi yang tinggi

untuk memiliki barang-barang yang diinginkan. Maka yang penting selain

peningkatan pendapatan adalah perlindungan terhadap harta (hifdz mal).

Perlindungan diimplementasikan dalam bentuk kebebasan untuk memiliki

sesuatu atau diakuinya hak milik. Pengakuan hak milik akan menjadi insentif

bagi seseorang untuk lebih giat bekerja. Sebaliknya jika hak milik tidak diakui

dan tidak dilindungi maka semangat untuk bekerja akan pudar.

Walaupun kebebasan hak milik dijamin dalam ajaran islam namun

cara-cara memperolehnya harus sesuai dengan syariat. Selain itu, dalam ajaran

islam sangat ditekankan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada

orang yang kaya saja.61

Kekayaan harus disalurkan kepada orang-orang yang

membutuhkan dengan akad yang telah disepakati sebelumnnya. Karena

60

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah

Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 19 61

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah

Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 24

50

penumpukan kekayaan pada orang-orang tertentu saja akan menimbulkan

kecemburuan sosial yang berakibat pada ketegangan antar masyarakat.

Untuk mempertahankan generasinya makhluk hidup secara kodrati

melakukan proses reproduksi uktuk melahirkan generasi baru menggantikan

generasi lama atau menambah jumlah spesiesnya. Tentunya perlindungan

keturunan (hifdz nasl) dalam konsep maqasid syari‟ah bukan berarti hanya

menyangkut reproduksi semata. Memang diantaranya diatur masalah

pernikahan untuk menjaga silsilah kekeluargaan yang jelas.

Pemahaman menjaga keturunan seharusnya dimaknai lebih luas lagi

mengingat eksistensi manusia tidak hanya bergantung dari lahirnya keturunan

baru, namun lebih bagaimana mempersiapkan generasi selanjutnya agar lebih

siap menghadapi hidup, karena tantangan zaman yang semakin sulit. “Dan

hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka.” (Qs : An-Nisa‟: 9). Firman Allah tersebut

memerintahkan kepada kita sebagai individu maupun sebagai kelompok

masyarakat atau negara untuk mempersiapkan generasi penerus sebaik

mungkin. Generasi yang tercukupi kebutuhan sandang, pangan, dan papan,

memiliki keimanan kuat ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan

tekhnologi, sehat jasmani, dan memiliki warisan yang cukup.

Lebih luas lagi bahwa menjaga keturunan berarti harus mengacu pada

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Berkelanjutan

51

memiliki makna kemampuan sebuah sistem atau proses untuk

mempertahankan dirinya sendiri tanpa batas, sehingga pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan kualitas manusia, sosial, dan ekonomi

yang mampu mempertahankan keharmonisan alam tanpa batas dalam sistem

semesta alam.62

Terjaganya lingkungan akibat dari ekploitasi alam yang

berlebihan dan pencemaran akan membuat pembangunan semakin

sustainable.

B. Ibn Khaldun

1. Lingkungan dan Sejarah Pembentuk Karakter Ibn Khaldun

Abad 8 H (14 M) merupakan masa yang relatif sunyi bagi dunia

intelektual Islam jika dipandang secara keseluruhan, dengan kesan kuat akan

adanya dominasi neo-Hanbalisme. Tetapi sunyi tidaklah berarti sama sekali

mandek. Barangkali benar bahwa pada abad itu dunia intelektual Islam telah

banyak kehilangan momentumnya. Tetapi, seperti pernah dialami sebelumnya,

selalu tampak adanya perkecualian. Di Tunisia, yang dari pandangan geopolitik

Dunia Islam termasuk pinggiran, tampil di atas pentas sejarah pemikiran

manusia salah seorang ilmuwan Islam yang sangat cemerlang dan termasuk

yang paling dihargai oleh dunia intelektual modern.63

62

Sustainability Indicators: A Scientific Assessment, Edited by Tomas Hak, Bedrich Moldan,

and Arthur Lyon Dahl, (London : Island Press 2007). Hal. 2 63

Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 929

52

Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H/ 27

Mei 1332. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn

Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama

panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan

kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi‟ di Mesir. Selanjutnya ia lebih

popular dengan sebutan Ibn Khaldun.64

Masa kanak-kanak sampai remaja Ibn Khaldun dihabiskan di Tunisia

sampai usianya 18 tahun (1332 M - 1350 M). Ibn Khaldun sejak kecil mendapat

pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Muhammad ibn Muhammad adalah

ayah Ibn Khaldun yang tak lain adalah seorang yang tinggi ilmunya. Ibn

Khaldun merasakan pendidikan langsung dari ayahnya tidak lama karena

ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349.

Ibn Khaldun adalah pemuda yang sangat berbakat dan bersemangat

untuk menuntut ilmu, Ia belajar membaca dan menghafal Al-Qur‟an dan fasih

dalam Qirā‟āt sab‟ah (tujuh cara membaca Al-Qur‟an). Ia juga memperlihatkan

perhatian yang seimbang antara mata pelajaran tafsir, hadist, fiqh, gramatika

bahasa Arab65

, ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, tasawuf,

dan metafisika. Selain itu ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah, ekonomi,

64

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 225 65

Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1,

(juni 2012) hal. 207

53

geografi, fisika, dan matematika. Dalam semua bidang studinya, ia mendapat

nilai yang sangat memuaskan dari guru-gurunya.66

Ketika Ibn Khaldun berumur delapan belas tahun, terjadi dua peristiwa

penting yang menyebabkannya berhenti belajar. Pertama, berkecamuknya wabah

kolera (pes) tahun 747 H/ 1345 M di bagian besar belahan dunia bagian timur

dan bagian barat, yang meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga

Maghribi, Italia, dan sebagian besar negara-negara Eropa dan Andalusia. Wabah

kolera ini menimbulkan banyak korban jiwa. Di antaranya adalah ayah dan ibu

Ibn Khaldun dan sebagian besar guru yang pernah mengajarnya. Kedua, setelah

terjadinya malapetaka tersebut, banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat

dari wabah itu pada tahun 750 H/ 1348 M berbondong-bondong meninggalkan

Tunisia dan berpindah ke Afrika Barat Laut. Dengan terjadinya dua peristiwa ini

jalan pemikiran Ibn Khaldun berubah. Ia terpaksa berhenti belajar dan

mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat dalam pemerintahan

dan peran dalam percaturan politik di wilayah itu.67

Karier politik Ibn Khaldun

dimulai dengan mengabdi kepada pemerintah Abu Muhammad ibn Tafrakin

pada tahun 751 H/ 1349 M. Pada pemerintahan ini, Ibn Khaldun menduduki

jabatan sebagai penulis kata-kata al-hamdulillāh dan al-shukrulillāh dengan

pena serta tulisan basmalah yang mengawali surat atau instruksi. Jabatan ini

66

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 226 67

Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1,

(juni 2012) hal. 208

54

membutuhkan suatu keahlian di bidang mengarang sehingga rangkaian kata-kata

syukur dan isi surat dapat terpadu menjadi satu kesatuan tulisan yang serasi.68

Jabatan sebagai juru tulis tidak berlangsung lama karena adanya

pergolakan politik. Pada tahun 753 H/ 1351 M Amir Qusanthinah yang tak lain

adalah cucu dari Sultan Abu Yahya al-Hafsi penguasa sebelumnya, menyerang

Tunisia dan merebut kembali kekuasaanya. Ibn Khaldun menyelamatkan diri

berpindah ke Baskarah sebuah kota di Aljazair.

Ibn Khaldun mendapatkan sambutan yang hangat di Baskarah selain itu

ia juga diangkat menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan di Fez atau sekarang

dikenal dengan Maroko. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi sekretaris

sultan. Namun, jabatanya tidak sampai berumur 2 tahun ia harus menghadapi

tuduhan bersekongkol dengan salah seorang lawan politik sultan. Sehingga ia

dijebloskan ke penjara selama 2 tahun.

Ibn Khaldun bebas setelah meninggalnya sultan, namanya direhabilitasi

dan mendapat beberapa jabatan penting, ia diangkat menjadi sekretaris negara

dan urusan hukum. Lagi-lagi karena kondisi politik yang tidak stabil

mengharuskan ia pindah ke Granada di Andalusia. Di Granada ia diangkat oleh

Sultan Bani Amhar menjadi duta kerajaan di Castilla, sebuah kerajaan Kristen di

Seville.69

68

Ibid, hal. 208 69

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal.227

55

Ibn Khaldun selama karir politiknya berada dalam keadaan politik yang

tidak stabil, pergantian rezim yang berulang-ulang mengharuskan ia berpindah-

pindah tempat. Dari Fez ke Granada kemudian ia kembali lagi ke Basrah, untuk

dua kalinya ia juga harus kembali ke Granada namun karena rezim tidak

menginginkannya ia harus kembali ke Maghribi. Setelah berbagai pergolakan

politik yang dialaminya ia berjanji untuk berhenti dari dunia politik. Ibn

Khaldun kemudian fokus untuk menulis buku dan mengajar di Universitas Al-

Azhar.

2. Pemikiran Ibn Khaldun

Asal usul teori pertumbuhan atau pembangunan ekonomi menurut

Boulakia dan Desomogyi ditelusuri oleh Ibn Khaldun. Khaldun mendahului

pemikiran Adam Smith dalam hal teori pembagian tenaga kerja, Karl Marx

tentang tenaga kerja yang diperlukan dan surplus tenaga kerja, serta teori David

Ricardo yang menjadikan emas dan perak sebagai ukuran baku dan sebagai

komoditas. Meskipun pemikiran Ibn Khaldun tidak sejelas Marx dan Ricardo.

Namun, konsep-konsep utama ekonomi yang sudah ia bahas meliputi; nilai,

pertumbuhan, distribusi, pembangunan, uang, harga, keuangan public, siklus

bisnis, sewa, manfaat perdagangan dan ekonomi politik.70

Pemikiran Ibn Khaldun yang berkaitan dengan pembangunan dapat kita

temukan pada maha karyanya yakni Muqaddimah. Buku Ibn Khaldun

70

Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, Ph.D., Principles of Sustainable Development in

Ibn Khaldun‟s Economic Thought, Malaysia Journal of Real Estate, Vol. 5 No. 1 tahun 2010. Hal 5

56

dinamakan Muqaddimah karena memang merupakan landasan teoretis tentang

sejarah (termasuk di dalamnya dasar ilmu-ilmu sosial) yang dia tulis menjadi

buku yang jauh lebih besar dan berjilid-jilid, berjudul Kitâb Al-„Ibar. Kata Al-

„Ibar bisa berasosiasi dengan kata-kata pinjaman dari bahasa Arab, yaitu

ibarat, atau mengambil tamsil (pelajaran yang tersembunyi). Jadi, Kitâb Al-

„Ibar berarti kitab yang mengambil pelajaran-pelajaran dari sejarah bangsa

Arab dan bangsa Barbar.71

Pembahasan mengenai pembangunan termasuk tema yang penting

dalam karyanya. Istilah pembangunan dalam karyanya mengacu pada istilah

„umran al-„alam atau memakmurkan dunia. Istilah „umran al-„alam dibentuk

dari tiga komponen yaitu; sejarah (tarikh), kerjasama masyarakat (al-ijtima` al-

insani) dan alam semesta (al-kawn). Ada juga pendapat yang lain membaginya

menjadi tiga komponen, yaitu manusia (insan), kehidupan (al-hayat) dan alam

(al-kawn) (Muhamad Sa`id Ramadan al-Buti, 1998: 19-20). Ketiga-tiga

komponen ini berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakat yang

digerakkan oleh semangat persaudaraan (solidaritas atau ashabiyah) sehingga

melahirkan negara (dawlah) dan kemakmuran („umran). Di atas kaidah inilah

Ibn Khaldun mendefinisikan „umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-

Jabri, yaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan

masyarakat yang bekerjasama/bermufakat di kawasan kota atau desa dalam

71

Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, (Jakarta : Yayasan Abad

Demokrasi2011) Edisi Digital, Hal. 2126

57

sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi

keperluan hidup yang menyenangkan dan makmur baik dari segi rohani atau

jasmani yang dipandu dengan agama dan akhlak serta hukum dan peraturan

penciptaan alam serta manusia ciptaan Allah Ta`ala.”72

Sebelum membahas mengenai teori pembangunan Ibn Khaldun terlebih

dahulu kita harus mengetahui spirit dari teori pembangunan Ibn Khaldun yang

terdapat dalam konsep asabiyyah. Asabiyyah merupakan faktor ynag dominan

penentu dari bangkit dan runtuhnya suatu negara. Kata asabiyyah dalam

perkembangannya dimaknai sebagai “empati kelompok”, “solidaritas

persaudaraan”, dan “kesadaran kelompok”. Walaupun kata asabiyyah

dimaknai lebih dangkal oleh oleh muslim tradisional yaitu “dukungan buta dari

seseorang pada suatu kelompok tanpa memperhatikan aspek keadilan. Namun

ia memaknai asabiyyah lebih luas dan lebih dalam meliputi aspek lingkungan,

psikologis, sosiologi, ekonomi dan kekuatan politik.73

Asabiyyah dibentuk dari

sikap altruis atau mementingkan kepentingan orang lain terlebih dahulu

sebagaimana menurut Hegel. Hegel membagi sikap altruis kedalam tiga

kelompok yaitu; pertama, particular altruism yang terbatas pada keluarga saja.

Kedua, universal ego, sikap altruis ini cangkupannya lebih besar yaitu

masyarakat, namun dalam hal ini kepentingan pribadi menjadi prioritas utama

72

Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A

Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 4 73

Fida Mohammad, Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel,

Marx, and Durkheim, The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II. Hal. 27

58

dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Ketiga, universal altruism, dalam

tahap ini kesadaran masyarakat lebih tinggi, kepentingan individu diselaraskan

dengan kebutuhan bersama.

Namun dimensi asabiyyah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan

pendapat Hegel. Sikap mementingkan kepentingan bersama dalam konsep

asabiyyah bukan berasal dari teori survival of the fittes namun lebih condong

kepada sifat dasar manusia yang berasal dari anugerah Tuhan yaitu sifat ingin

saling membantu. Selain itu dimensi asabiyyah tidak melulu dalam hal

material tapi mencangkup dimensi spiritual juga. Asabiyyah berasal dari

perintah Tuhan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan (Qs: Al-

Mai‟idah : 2).

Dalam memahami masyarakat Ibnu Khaldun menggunakan sejarah

sebagai alat untuk memahami dinamika alami suatu masyarakat. Pada mulanya

masyarakat adalah kelompok kecil yang kemudian berkembang menjadi

masyarakat yang lebih kompleks. Ia membagi masyarakat dalam dua kelompok

yaitu, badui (badawa) yang hidup secara nomaden, dan yang hidup menetap di

suatu tempat (hadarah).

Teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam muqaddimah

menjelaskan bagaimana sebuah negara bangkit dan terpuruk. Dasar teori itu

dituangkan dalam istilah Ibn Khaldun “delapan nasehat utama” (kalimat

hikamiyyah) dari kearifan politik, antara satu dengan yang lainnya memiliki

hubungan yang kuat, jika diurutkan maka antara yang awal dan yang akhir

59

tidak dapat dipisahkan.74

Delapan nasehat itu adalah; 1) Pemerintah yang kuat

tidak akan terwujud kecuali melalui pelaksanaan syariah75

, 2) Syariah tidak

dapat diwujudkan kecuali melalui pemerintahan (al-mulk), 3) Kerajaan tidak

akan meningkatkan kekuatannya kecuali melalui masyarakat (ar-rijal), 4)

Masyarakat tidak akan bertahan kecuali dengan kekayaan (al-mal), 5)

Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan (al-imarah), 6)

Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan (al-adl), 7)

Keadilan adalah kriteria (al-mizan) yang mana digunakan oleh Tuhan untuk

menilai manusia, dan 8) Pemerintahan dibebankan tanggung jawab untuk

merealisasikan keadilan.76

Delapan nasehat yang diistilahkan oleh Ibn Khaldun merupakan inti

dari muqaddimah atau dengan kata lain muqaddimah adalah elaborasi dari

delapan prinsip tersebut. Kelebihan dari analisa dan penjelasan Khaldun karena

multidisiplin dan karakter yang dinamis. Multidisiplin karena analisis dari Ibn

Khaldun menghubungkan semua variable penting sosio-ekonomi dan politik

yaitu; pemerintahan atau otoritas politik (G), keyakinan dan aturan berperilaku

atau Syariah (S), masyarakat (N), kekayaan atau cadangan sumberdaya (W),

pembangunan (g), dan keadilan (j).

74

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 839 75

Kata syariah secara harfiah mengacu pada makna keyakinan, kelembagaan, atau aturan

perilaku dalam masyarakat, namun sekarang kata syariah lebih dikaitkan dengan Islam 76

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). hal 849

60

Kesemua variabel tidak dapat berdiri sendiri bahkan dalam teori yang

dibangun Ibn Khaldun tidak mengenal istilah cateris paribus77

karena pada

dasarnya antara satu variabel dengan variabel lainnya saling mempengaruhi.

Masing-masing variabel jika dijabarkan sebagai berikut;

1. Peran Manusia atau ar-rijal (N)

Perhatian utama dari analisis-analisis dari Ibn Khaldun menurut Franz

Rosenthal adalah manusia itu sendiri. Dalam muqaddimah dijelaskan bahwa

manusia berbeda dengna makhluk lain, karena manusia memiliki cirri-ciri

sendiri yaitu; a) manusia memiliki pengetahuan dan keahlian yang merupakan

hasil dari berfikir, b) manusia butuh akan pengaruh yang sanggup

mengendalikan, dan kepada kekuasaan yang kokoh, sebab tanpa itu (yang

dimaksud adalah organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani) eksistensinya nihil,

c) manusia bisa melakukan berbagai usaha untuk menciptakan penghidupan, d)

manusia menginginkan peradaban yang maju, maksudnya adalah manusia

senang mengambil tempat, dan menetap di kota-kota atau di desa-desa tempat

beramah tamah dengan kaum kerabat, serta tempat unruk memenuhi semua

kebutuhan, sesuai dengan watak alami manusia yang senang bantu

membantu.78

77

Cēterīs pāribus adalah istilah dalam bahasa Latin, yang secara harafiah dalam bahasa

Indonesia dapat diterjemahkan sebagai "dengan hal-hal lainnya tetap sama", dan dalam bahasa Inggris

biasanya diterjemahkan sebagai "all other things being equal." 78

Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.

67-68

61

Sebab Ibn Khaldun sangat mengutamakan analisisnya terhadap

manusia adalah karena pada dasarnya bangkit dan terpuruknya suatu negara

tergantung dari manusia itu sendiri. Bahkan Tuhan sendiri tidak akan merubah

nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau berubah (QS 13:11). Sedangkan

untuk melakukan perubahan manusia harus memiliki suatu keahlian. Namun

keahlian saja tidak cukup, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya

sendiri melainkan harus saling bekerja sama. Bekerja sama yang dimaksud

adalah membentuk organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani. Misalnya, tak ada

seorangpun dengan sendirian dapat memperoleh sejumlah gandum yang

dibutuhkan untuk makanan. Namun bila enam atau sepuluh orang, terdiri dari

tukang besi dan tukang kayu untuk membuat alat-alat, dan yang lain bertugas

menjalankan sapi, mengolah tanah, mengetam hasil tanaman dan semua

kegiatan pertanian lainnya, bekerja untuk memperoleh makanan secara

terpisah-pisah atau berkumpul bersama, dan dengan kerja itu akan dapat

memenuhi kebutuhan penduduk beberapa kali lipat. Pekerjaan yang

terkombinasi menghasilkan lebih banyak daripada kebutuhan dan kepentingan

para pekerja.79

Contoh tersebut tidak hanya berlaku untuk memperoleh

makanan melainkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas

ekonomi untuk pembangunan.

79

Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.

417

62

Pembangunan dalam teori Khaldun menempatkan manusia sebagai

actor utama pembangunan. Semua upaya pembangunan ditujukan untuk

kemakmuran manusia yang haqiqi, yaitu selamat dunia dan akhirat.

2. Peran Pembangunan atau al-imarah (g) dan Keadilan atau al-adl (j)

Jika manusia menjadi pusat analisis, maka pembangunan menjadi dan

keadilan menjadi hubungan paling penting dalam rangkaian sebab-akibat

bangkit dan runtuhnya suatu negara. Pembangunan menjadi sangat penting

karena tanpa adanya perbaikan nyata dalam kesejahteraan rakyat, mereka tidak

termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Selain itu, dengan tidak adanya

pembangunan, masuknya cendekiawan, seniman, tenaga kerja dan modal yang

harus diadakan dari masyarakat lain untuk mendorong pembangunan lebih

lanjut mugkit tidak terjadi. Hal ini dapat mempersulit untuk mempertahankan

pembangunan dan akhirnya dapat menyebabkan kemunduran.80

Dalam analisisnya mengenai pembangunan ada dua kelompok alami

dalam masyarakat yakni masyarakat pedesaan dan masyarakat kota.

Masyarakat desa digambarkan dengan masyarakat yang masih memiliki

standar kehidupan sederhana. Mereka menjadi petani, peternak atau

mengembala. Sedang masyarakat kota sebenarnya adalah evolusi dari

masyarakat desa yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan

menginginkan penghidupan yang lebih baik lagi. Keduanya adalah unsur

80

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal 840

63

utama dalam pembangunan sebuah peradaban. Menurutnya, perbedaan kondisi

yang diamati antara generasi (Ikhtilaf al-ajyāl) masyarakat pedesaan dan

perkotaan adalah hasil dari cara yang berbeda dalam mereka mencari nafkah.

Ibn Khaldun mengatakan bahwa motivasi alami mereka adalah perbaikan

kondisi sosial ekonomi dan akuisisi lebih banyak kekayaan dan kenyamanan

yang lebih dari yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa bersantai dan

menikmati hidup.

Berangkat dari kondisi sosial-ekonomi ini, Ibnu Khaldun mengatakan

bahwa karena ini adalah kasus untuk masyarakat baik di pedesaan dan

perkotaan, adalah wajar bahwa "pertemuan sosial mereka memungkinkan

mereka untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan itu (yaitu mencari nafkah),

dan mulai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang sederhana, sebelum

mereka sampai pada tahap kemudahan dan kemewahan.81

Meskipun dalam karyanya Ibn Khaldun mengutip beberapa pemikiran

para “hukama” (filsuf Yunani) serta sependapat bahwa “menurut fitrahnya

manusia adalah makhluk sosial”, bukan berarti ia setuju dengan semua

pemikiran mereka. Terlebih mengenai konsep masyarakat kota menurut Plato

dan Aristoteles yang cenderung sekuler yang dikenal dengan dikenal

“masyarakat Madani” (civil society), karena pada saat yang sama, ia

81

Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of

Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences,

University of Oslo 1983. P 146-242

64

mengecam hebat pandangan filsuf Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh

Imam al-Ghazali.82

Pembangunan yang dimaksudkan dalam analisis Ibn Khaldun tidak

selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang hanya mementingkan

pembangunan secara fisik saja. Namun pembangunan yang dimaksud adalah

pembangunan yang terintegrasi yang meliputi aspek rohani dan jasmani yang

bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran

manusia di dunia dan di akhirat.

Namun semaju apapun pembangunan yang dicapai suatu bangsa tidak

akan berarti apa-apa tanpa adanya keadilan, karena pada dasarnya

pembangunan dan keadilan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibn Khaldun

memaknai keadilan bukan hanya dalam hal ekonomi yang sempit, melainkan

keadilan dalam segalan bidang sebagaimana apa yang diungkapkannya

“Jangan berpikir bahwa ketidakadilan terdiri hanya mengambil uang atau harta

dari pemiliknya tanpa kompensasi atau sebab, meskipun ini adalah apa yang

umumnya dipahami. Ketidakadilan lebih komprehensif daripada ini. Siapapun

yang menyita milik seseorang atau memaksa dia untuk bekerja untuknya, atau

menekan klaim dibenarkan terhadap dirinya, atau memaksakan pada dirinya

tugas tidak diperlukan oleh Syariah, telah melakukan ketidakadilan. Pungutan

pajak tidak dapat sesuai juga ketidakadilan, perampasan pada properti orang

82

Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A

Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 7-8

65

lain atau membawanya pergi dengan paksa atau pencurian merupakan

ketidakadilan; menyangkal orang lain hak-hak mereka juga ketidakadilan”83

Nilai inti dalam sistem Islam dan pandangan dunia adalah keadilan

disertai dengan kemurahan hati. Ibn Khaldun menegaskan bahwa keadilan

sebagai ciri khas dari kehidupan Islam dan masyarakat, dan sebagai bagian tak

terpisahkan dari hukum, sosial dan kemajuan ekonomi (Ahmad 2003). Selain

itu, Islam menekankan bahwa keadilan tidak hanya berakar dalam sistem

masyarakat tetapi juga harus beresonansi melalui semua tingkat kehidupan

sosial, dalam semua hubungan dan urusan dari keluarga kepada negara.84

Konsep keadilan merupakan bagian integral dalam pemahaman konsep

solidaritas sosial atau “Asabiyyah” yang diuraikan oleh Ibn Khaldun. Hal ini

menetapkan keseimbangan melalui pemenuhan hak dan kewajiban, dan dengan

menghilangkan kesewenang-wenangan serta kesenjangan semua bidang

kehidupan. Misalnya, manfaat dan biaya dari skema kerjasama sosial harus

dibagi secara proporsional dengan kontribusi yang dibuat oleh masing-masing

peserta. Selain itu, individu harus dijamin hak dan kesempatan untuk

kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, pendidikan, kesehatan,

transportasi dan pekerjaan (Parvez 2000).85

83

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841 84

Dr. Asyraf Wadji Dasuki, Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication

To Group-Based Lending Scheme, 4th

International Islamic Banking and Finance Conference, Monash

University, Kuala Lumpur, Malaysia. Hal. 4 85

Ibid. hal 5

66

Keadilan diwujudkan dalam kegiatan ekonomi dapat berupa redistribusi

dengan penyesuaian pungutan pajak kepada masyarakat. Ibn Khaldun

berpendapat “apabila pembebanan dan kewajiban pajak atas rakyat, kecil,

mereka bersemangat dan senang bekerja. Usaha cultural berkembang dan

meningkat, sebab pajak yang rendah membawa kepuasan hati. Apabila usaha

cultural meningkat, jumlah kewajiban dan pembebanan pajak individu menjadi

naik. Konsekuensinya, pendapatan pajak, yang merupakan total pembebanan

individu, bertambah banyak.”86

Kemudian pengalokasian atau redistribusi juga

harus merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga wajib

member perlindungan kepada orang atau instansi yang telah membayar pajak.

Ibn Khaldun mengemukakan bahwa para pemilik modal membutuhkan wibawa

dan proteksi, karena mereka telah banyak membantu kebutuhan masyarakat.

Pembangunan berperan besar dalam membentuk sebuah peradaban

yang makmur. Karena dengan pembangunan akan memberikan stimulus

kepada masyarakat untuk giat bekerja. Dengan adanya pembangunan para

tenaga ahli dan para pekerja akan dapat menyalurkan keahliannya masing-

masing. Sementara keadilan adalah prinsip yang sangat penting dalam

pembangunan, karena dengan tidak adanya keadilan akan menjadi pemicu

utama keruntuhan suatu bangsa.

3. Peran Lembaga (S) dan Pemerintahan (G)

86

Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.

349

67

Keadilan, bagaimanapun, membutuhkan aturan perilaku tertentu dalam

bentuk sebuah lembaga yang disebut Ekonomi Kelembagaan dan nilai-nilai

moral dalam pandangan keagamaan. Semua itu adalah standar bagi orang (N)

berinteraksi dan memenuhi kewajiban mereka terhadap satu sama lainnya (M:

157-58; R: I. 319-21). Semua masyarakat memiliki aturan tersebut berdasarkan

pandangan dunia mereka sendiri. Dasar utama dari aturan ini dalam

masyarakat Muslim adalah Syariah (S). Ibn Khaldun memaknai syariah

sebagai “Hukum Ilahi perintah melakukan yang baik dan melarang melakukan

apa yang jahat dan merusak” (M: 304; R: II 142.). Oleh karena itu, semua itu

menurunya syariah “untuk kebaikan manusia dan melayani kepentingan

mereka” (M: 143; R: I. 292). Sifat dasar ketuhanan (dalam diri manusia)

membawa mereka meningkatkan potensi kesediaan untuk saling membantu

dan kepatuhan terhadap syariah dan kesediaannya untuk menjadi agen

persatuan antar kelompok sehingga tetap bersatu kuat (M: 151-52; R: I. 305-8

dan 319-22). Hal ini dapat membantu mengekang perilaku yang

membahayakan secara sosial, menjamin keadilan (j), dan meningkatkan

solidaritas dan saling percaya antara orang-orang, sehingga memungkinkan

untuk meningkatkan pembangunan (g).87

Walau bagaimanapun, sebaik apapun sebuah peraturan tidak akan

berarti jika tidak dilaksanakan secara adil dan tidak memihak. Syariah pada

87

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 841-842

68

hakikatnya hanya bisa memberikan sebuah aturan dalam masyarakat, ia tidak

dapat berjalan dengan sendirinya. Oleh karena itu diperlukan sebuah otoritas

yang bisa menjalankan semua aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, dan pedoman.

Sangat jelas bahwa kehadiran pemerintahan dalam menjalankan syariah

sangat diperlukan. Rasulullah juga dengan jelas berpendapat mengenai

pentingnya sebuah pemerintahan melalui hadist yang diriwayatkan Anas bin

Malik, “Allah itu mencegah melalui sultan (berdaulat) apa yang dia tidak bisa

mencegah melalui Qur'an”. Makna dari mencegah yang dimaksud dalam hadits

tersebut adalah mencegah ketidak adilan dan mencegah penderitaan rakyat,

maka peran pemerintah menjadi sangat vital dalam urusan tersebut.

Maka kehadiran pemerintah akan bermakna jika pemerintah berperan

sebagai mana mestinya. Menurut Ibn Khaldun “Makna sebenarnya dari otoritas

kerajaan (al-mulk) terwujud ketika penguasa membela dan berpihak pada

rakyatnya. Kemudian menjadikan mereka ke arah kebaikan dan

kedermawanan, semua itu adalah bagian dari meringankan mereka dan

menunjukkan perhatian kepada mereka dalam hal mencari nafkah. Hal ini

penting bagi penguasa dalam memperoleh cinta rakyatnya.” Aspek ekonomi di

sini jelas menjadi perhatian utama, dengan ekspresi “untuk menunjukkan minat

pada cara mereka mencari nafkah”.88

4. Peran Kekayaan atau Al-Mal (W)

88

Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of

Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences,

University of Oslo 1983. P 146-242

69

Kekayaan dalam kehidupan sangatlah penting, karena kekayaan

menyediakan bahan utama yang diperlukan untuk memastikan keadilan dan

pembangunan berjalan dengan baik, memacu efetifitas pelaksanaan aturan-

aturan oleh pemerintah, serta terciptanya kesejahteraan masyarakat. Kekayaan

tidak tergantung pada bintang-bintang. Atau adanya tambang emas dan perak

(Desfosses dan Levesque, 1975). Hal ini tergantung lebih pada kegiatan

ekonomi (M: 360 dan 366; R:. II 271 dan 282), Luasnya pasar, insentif dan

fasilitas yang diberikan oleh negara dan alat-alat produksi, kesemuanya itu

yang pada gilirannya tergantung pada tabungan atau “surplus” yang tersisa dari

pendapatan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

Semakin besar aktivitas perekonomian, semakin besar pula pendapatan.

Pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi untuk tabungan

lebih besar dan investasi yang lebih besar dalam alat atau infrastruktur, yang

pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada pembangunan (g) dan

kekayaan (W) yang lebih besar. Dia menekankan peran investasi lebih lanjut

dengan mengatakan: “Dan ketahuilah bahwa kekayaan tidak tumbuh ketika

ditimbun dan mengumpulkan dalam brankas”. Kekayaan itu akan lebih tumbuh

dan berkembang bila digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk memberi

hak-hak mereka, dan untuk menghilangkan kesulitan mereka (M: 306; R:. II

146). Hal ini membuat rakyat lebih makmur, eksistensi negara menguat, zaman

yang sejahtera, dan meningkatkan prestise (negara) (M: 306; R:. II 146).

Faktor-faktor yang bertindak sebagai katalis adalah rendahnya tingkat pajak

70

(M: 279-81; R:. II 89-91), keamanan jiwa dan harta benda (M: 286; R:. II 103),

dan lingkungan fisik yang sehat berlimpah tersedia dengan pohon-pohon dan

air dan fasilitas lain dari kehidupan89

Dalam analisanya Ibn Khaldun juga menekankan pentingnya

pembagian kerja dan spesialisasi dengan kata lain untuk memenuhi berbagai

kebutuhan dalam masyarakat diperlukan peningkatan produktivitas

masyarakat. Selain itu masyarakat juga harus bekerja sama membentuk

organisasi masyarakat (ijtima‟ insani) untuk suatu tujuan bersama. Dengan

adanya organisasi masyarakat baik dalam bentuk usaha pertanian bersama,

kerajinan, jasa ataupun industri efisiensi akan semakin baik dan produktivitas

akan terus meningkat. Faktor tekhnologi juga tidak luput dari analisa Ibn

Khaldun, dalam analisanya disebutkan bahwa kelebihan manusia dengan

binatang lainnya adalah kemampuan manusia untuk menghasilkan perkakas

atau tekhnologi. Dengan adanya perkakas manusia bisa mengolah sumber daya

yang ada menjadi lebih berguna, dan juga dengan meningkatnya kualitas

tekhnologi tentunya akan semakin mempermudah pekerjaan manusia.

Dengan semangat asabiyyah, skill individu yang baik, dan tekhnologi

yang baik maka tingkat produktivitas akan meningkat yang berkolerasi dengan

meningkatnya pendapatan masyarakat dan juga pendapatan negara. Sehingga

fasilitas dan pelayanan negara akan semakin baik seiring dengan meningkatnya

89

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low

Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008). Hal. 843

71

pendapatan negara dan pada akhirnya kemakmuran menjadi hal yang mungkin

terwujud.

Analisa teori pembangunan Ibn Khaldun sangat kompleks, antar satu

faktor dengan faktor lainnya tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat

dipisahkan. Masing-masing faktor member kontribusi yang penting yang tidak

dapat diabaikan. Penulis mencoba mengilustrasikan pemikiran pembangunan

Ibn Khaldun ke dalam sebuah gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur Unsur Pembangunan

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kesejahteraan menjadi tujuan

utama. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpeliharanya agama, akal, jiwa,

keturunan, dan harta. Sedangkan masyarakat yang menjadi pusat analisa Ibn

Khaldun bertindak sebagai actor utama dalam mewujudkan kemakmuran.

Tetunya masyarakat secara individu agar bisa mencapai kemakmuran harus

memiliki spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu untuk memenuhi segala

kebutuhannya.

72

Sedangkan pembangunan berperan sebagai pemacu semangat

masyarakat untuk semakin produktif. Dengan meningkatnya pembangunan

berarti semakin banyak fasilitas yang tersedia, seperti fasilitas pendidikan,

kesehatan, infrastruktur, tekhnologi, pasar, dan sarana umum. Fasilitas-

fasilitas tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan

meningkatkan produktivitas. Meningkatnya produktivitas masyarakat juga

akan berpengaruh terhadap tabungan masyarakat dan pendapatan negara pada

sektor pajak.

Pembangunan yang tinggi tanpa disertai dengan keadilan tidak akan

berarti apa-apa karena ketidakadilan akan menimbulkan berbagai konflik di

tengah masyarakat. Selanjutnya, faktor-faktor yang lain memrlukan lembaga

yang memiliki legitimasi dan kekuatan untuk menjalankan kesemuanya itu,

maka diperlukanlah pemerintahan yang berdaulat dan berwibawa. Sementara

untuk keseimbangan dan keberlanjutan pembangunan maka pemerintahan

harus berpegang kuat pada syariah. Terakhir faktor yang paling penting adalah

semangat menjaga asabiyyah karena dengan semangat kebersamaan apapun

tujuannya dan dalam kondisi apapun akan dapan teratasi.

C. Umer Chapra

1. Biografi Umer Chapra

M. Umer Chapra dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933, di Bombay

India M. Umer Chapra adalah ekonom yang lahir di Bombay India pada tanggal

1 Februari 1933, ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra

73

dilahirkan dikeluarga yang kental dengan nilai-nilai agama Islam yang kelak

menjadi pegangan kuat dalam mengembangkan pemikirannya tentang ekonomi

Islam. Selain itu ia juga terlahir dikeluarga yang berkecukupan sehingga ia bisa

memperoleh kehidupan dan pendidikan yang baik.

Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15

tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana

sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke

29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia

tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan

Ayman.90

Umer Chapra memulai karirnya di bidang akademik pada tahun 1950

dengan memperoleh medali emas saat ujian masuk di Universitas Sindh, ia

menempati urutan pertama mengalahkan 25.000 mahasiswa lainnya. Kemudian

ia melanjutkan studinya di Universitas Karachi 1954 sampai 1956. Bidang yang

didalaminya adalah ekonomi dan bisnis, ia memperoleh gelar M.BA (Master

Business Administration). Kecintaan akan ilmu membawanya untuk melanjutkan

pendidikannya jenjang yang lebih tinggi, yakni melanjutkan studi doktoralnya di

Universitas Minnesota di Minneapolis. Chapra dikenal oleh hampir seluruh

kalangan di kampus ia berada karena kecemerlangannya serta sikap rendah

hatinya. Pembimbing Chapra selama program doctoral adalah Prof. Harlan

Smith yang memujunya karena akhlak dan prestasi akademiknya.

90

http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014

74

Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian

yang berkonsentrasi pada ekonomi Islam. Saat ini dia menjadi penasehat pada

Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah Arab Saudi.

Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetary Agency

(SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasihat peneliti senior.

Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri

kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri

Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Tidak hanya itu saja,

lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga

yang berkaitan dengan persoalan ekonomi diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6

tahun di Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu

banyak kegiatan ekonomi yang dikutinya, termasuk kegiatan yang

diselenggarakan oleh lembaga ekonomi dan keuangan dunia

seperti IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dan lain-lain.91

2. Pemikiran Umer Chapra

Pemikiran Umer Chapra tentang pembangunan sangat dipengaruhi oleh

kondisi ekonomi pada saat itu, khususnya di negara-negara Muslim yang rata-

rata masih dalam kategori negara berkembang dan masih menggantungkan pada

sistem serta bantuan dari Barat dan Amerika yang menganut sekularisme.

Pemikiran Chapra, khususnya dalam buku Islam and Economic Development

merupakan kritik atas kecacatan sistem ekonomi Barat, penyadaran akan

91

http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014

75

pentingnya menggunakan sistem yang berbasis ajaran Islam, serta tawaran

solusi-solusi untuk pembangunan yang lebih baik.

Setidaknya hal ini dapat dilihat dari argumen dasar (basic thesis) yang

dibangun dalam bukunya Islam and Economic Development. Dalam basic

thesis-nya Chapra mengungkapkan “Ketika masyarakat sekuler terus

meremehkan kebutuhan untuk pengembangan moral, mereka semua sekarang

menyatakan komitmennya untuk pembangunan dengan keadilan. Ini adalah tesis

dasar dari buku ini bahwa bahkan pengembangan material dengan keadilan tidak

mungkin tanpa pengembangan moral. Alasan logis untuk anggapan ini adalah

bahwa pembangunan yang berkeadilan membutuhkan „efisien‟ dan „pemerataan‟

penggunaan dari semua sumber daya, baik „efisiensi‟ maupun „keadilan‟ tidak

bisa didefinisikan atau diaktualisasikan tanpa suntikan dimensi moral dalam

kegiatan ekonomi.92

Umer Chapra sepakat dengan nilai dasar dan tujuan ekonomi

pembangunan yang telah dibahas oleh ilmuwan dan ulama‟ sebelumnya, oleh

karena itu tidak akan dibahas dalam bab ini. Menurut penulis pemikiran Chapra

lebih pada upaya penyegaran pemikiran, respon, dan tawaran solusi atas

masalah-masalah ekonomi pada umumnya dan pembangunan khususnya yang

dihadapi umat Islam. Pemikiran Umer Chapra diantaranya adalah sebagai

berikut;

92

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute

Press 1993). Hal. 7

76

a. Efisiensi, Keadilan, dan Moral

Efisiensi dan keadilan didefinisikan dalam beberapa sudut pandang.

Dalam sudut pandang syariah, definisi yang paling tepat adalah sesuatu yang

dapat mewujudkan visi pembangunan Islam. Maka dari itu, efisiensi yang

optimal dapat dicapai dalam alokasi sumber daya apabila jumlah batas

maksimum dari barang dan jasa pemenuh-kebutuhan diproduksi dengan

tingkat stabilitas ekonomi yang wajar dan tingkat pertumbuhan yang

berkelanjutan.93

Efisiensi dapat diindikasikan dengan kemampuan untuk mencapai hasil

yang dapat lebih diterima secara sosial tanpa menciptakan ketidakseimbangan

makroekonomi yang berkepanjangan dan tanpa terlalu menguras sumber daya

tak terbarukan atau merusak lingkungan. Sedangkan pemerataan dapat

dikatakan tercapai dengan optimal jika distribusi sumber daya yang dibutuhkan

untuk memenuhi kebutuhan semua individu memadai dan ada pemerataan

pendapatan dan kekayaan yang tidak mengurangi motivasi untuk bekerja,

menabung, investasi dan berwirausaha.

Definisi untuk efisiensi dan pemerataan yang diberikan di atas,

bagaimanapun, tidak bisa eksis dengan absennya moral. Hal ini sesuai dengan

prinsip yang paling penting dari ilmu fisika yaitu materi tidak dapat diciptakan

dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga total output akan selalu sama dengan

93

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute

Press 1993). Hal. 7

77

total input dalam hukum fisika. Definisi efisiensi yang benar bisa jadi akan

seperti pendapat yang disampaikan Frank Knight, peerbandingan antara output

yang berguna dengan total output atau input, bukan antara total output dengan

jumlah input. Ini berarti bahwa ukuran „kegunaan‟ diperlukan untuk mengukur

efisiensi.94

Jadi segala sesuatu dikatakan efisien jika tingkat input maupun

output sama dengan kegunaannya.

Pandangan mengenai efisiensi dan keadilan sangatlah penting menjadi

landasan dalam pembangunan, karena selama ini asumsi yang dibangun oleh

teori selalu tentang kelangkaan dihadapkan dengan maksimalisasi kepuasan.

Akibatnya adalah timbulnya keserakahan dan ketimpangan dalam berbagai

bidang. Oleh karena itu, pembangunan dalam islam („umran al-„alam) harus

bisa menciptakan efisiensi dan pemerataan sumber daya yang terbatas diantara

kebutuhan manusia yang tak terbatas.

b. Peran Negara

Dalam sistem perekonomian apapun sering terjadi pertentangan antara

peran negara dan pasar. Misalnya para menganut paham liberal berpendapat

bahwa “pemerintah yang baik adalah yang semakin kecil campur tangannya”.

Paham liberal mengagungkan kebebasan pasar dan menginginkan peran negara

seminimal mungkin, di sisi lain paham komunis menginginginkan semua

berada di bawah kendali negara termasuk hak milik.

94

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute

Press 1993). Hal 8

78

Bagaimanapun, sebuah kepercayaan (iman) tidak akan bisa membantu

menyejahterakan manusia. Suatu hal yang tidak realistis jika beranggapan

bahwa semua orang akan menjadi manusia yang sepenuhya sadar bermoral di

tengah-tengah masyarakat, hanya karena percaya akan Tuhan dan pertanggung

jawaban di hari akhir. Selain itu, bahkan jika manusia sadar akan moral,

mungkin mereka tidak menyadari prioritas sosial dalam penggunaan sumber

daya. Hal ini alasan kenapa kehadiran negara diperlukan, untuk memainkan

perannya untuk menjalankan syari‟ah, melakukan pembangunan dan

pemerataan.95

Peran pemerintah yang dimaksudkan disini tidaklah sama dengan apa

yang diterapkan di pemerintahan Tiangkok dan Uni Soviet yang totaliter. Hal

ini lebih merupakan peran pelengkap yang akan dimainkan oleh pemerintah

melalui internalisasi nilai-nilai Islam di masyarakat, penciptaan lingkungan

sosial ekonomi yang sehat, dan pengembangan lembaga-lembaga yang

memungkinkan tepat, dan tidak melalui kontrol yang berlebihan, pelanggaran

yang tidak perlu terhadap kebebasan individu , dan penghapusan hak milik.96

Peran-peran pemerintah yang dimaksud diantaranya;

1) Membangun Kualitas Sumber Daya Manusia (People Centre of

Development)

95

Umer Chapra, Islam and Economic Development (revised edition), (Jeddah : Islamic

Reseach Institute Islamic Development Bank 2007). Hal 36 96

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute

Press 1993). Hal 62

79

Manusia merupakan elemen kehidupan yang tak terpisahkan dari setiap

program pembangunan. Manusia adalah tujuan dan aktor dalam pembangunan.

Mereka tidak akan memberika kontribusi positiv terhadap pembangunan,

kecuali jika ada stimulus dan jaminan atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan

mereka dalam batasan kesejahteraan sosial, tidak ada yang lain, selain manusia

yang bisa berhasil dalam mewujudkan tujuan dasar Islam. Oleh karena itu,

tugas yang paling menantang di hadapan negara-negara Muslim adalah untuk

memotivasi faktor manusia, untuk melakukan semua yang diperlukan untuk

kepentingan pembangunan yang berkeadilan. Individu harus bersedia untuk

membuat yang terbaik dengan bekerja keras dan efisien dengan integritas,

kesadaran dan disiplin, dan berkorban untuk mengatasi hambatan dalam

pembangunan. Mereka juga harus bersedia untuk mengubah pola konsumsi,

tabungan dan investasi perilaku mereka sesuai dengan apa yang dibutuhkan

untuk menaikkan tingkat pertumbuhan dengan pemerataan dan meminimalisir

ketidakseimbangan.97

Agar pembangunan dapat berjalan dengan cepat maka kualitas dan etos

kerja sumber daya manusianya perlu terus ditingkatkan. Peningkatan dalam hal

keahlian, kemampuan menejemen, dan penguasaan tekhnologi melalui

peningkatan mutu pendidikan, mengadakan pelatihan-pelatihan, dan penelitian.

Meningkatnya kualitas SDM dengan sendirinya akan meningkatkan produksi

97

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad : Islamic Reseach Institute

Press 1993). Hal 64

80

dan juga kenaikan pendapatan masyarakat. Pada kenyataanya negara-negara

muslim penduduknya mendapat upah yang rendah walaupun jam kerja tinggi,

sehingga kesejahteraan sukar dicapai. Oleh karena itu tugas pemerintah adalah

melakukan reformasi dalam hal ketenaga kerjaan.

2) Mengurangi Pemusatan Kekayaan

Rintangan paling serius dalam merealisasikan maqashid adalah

pemusatan kepemilikan atas sarana-sarana produksi di negara-negara Muslim,

sebagaimana juga di negara-negara di seluruh negara-negara ekonomi pasar.

Cara untuk mengatasi masalah ini salah satunya dengan cara pengambilan

langkah-langkah radikal yang diperbolehkan syariat. Namun, strategi ini sangat

berbeda dengan sosialisme dalam menghilangkan ketidakadilan dalam

kapitalisme dengan pemerintah yang totaliter.

Agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan maka kebijakan land reform

(reformasi pertanahan). Penguasaan tanah oleh sebagian kelompok tertentu

akan menyebabkan kemiskinan sulit untuk dihapuskan. Karena pada dasarnya

yang miskin tidak punya faktor produksi yaitu tanah. Selain kebijakan land

reform negara juga harus pro terhadap usaha mikro dengan pemberian akses

keuangan untuk permodalan. Usaha mikro adalah bentuk kemandirian

masyarakat oleh karenanya harus menjadi agenda khusus negara.

Pemusatan kekayaan juga bisa terjadi karena kebijakan negara yang

melakukan pembangunan hanya terpusat di kota-kota saja. Desa hanya

dijadikan penopang kebutuhan masyarakat kota. Pembangunan yang terpusat

81

di kota berakibat pada arus urbanisasi yang tak terbendung, sehingga di desa

mengalami masalah karena kurangnya SDM untuk membangun desa,

sementara di kota mengalami masalah karena jumlah penduduk yang

membludak. Pembangunan di desa pada dasarnya akan mereduksi pemusatan

kekayaan.

3) Restukturasi Ekonomi dan Keuangan

Restrukturisasi ekonomi dilaksanakan melalui realokasi sumber-sumber

daya yang diperlukan untuk pembangunan yang merata tidak akan berjalan,

tanpa adanya suatu penataan kembali perekonomian yang meliputi semua

aspek ekonomi, termasuk konsumsi swasta, keuangan pemerintah, formasi

kapital dan produksi.98

Upaya yang dilakukan adalah dengan mengubah

preferensi konsumen melalui memperkenalkan filter moral, membedakan

antara kebutuhan dan kemewahan, kriteria untuk mengklasifikasi kedalam dua

kategori tersebut adalah norma-norma Islam dalam konsumsi dengan

ketersediaan sumber-sumber daya dan dampaknya pada persaudaraan dan

persamaan sosial.99

Keuangna adalah senjata politik, sosial, dan ekonomi yang ampuh di

dunia modern. Ia berperan penting tidak hanya dalam alokasi dan distribusi

sumber daya yang langka, tetapi juga dalam stabilitas dan pertumbuhan

ekonomi. Ia juga menentukan sumber kekuatan, status sosial dan kondisi

98

M. Umer Chapra, Islam and Economic Development, terjemah Ikhwan Abidin Basri : Islam

dan Pembangunan Ekonomi, hal.112 99

Ibid, h,. 113

82

ekonomi individu. Dengan begitu, tidak ada reformasi sosio-ekonomi tanpa

restrukturisasi sistem keuangan sesuai dengan tujuan-tujuan sosial-ekonomi

dari masyarakat. Restrukturisasi harus cukup menyeluruh agar lembaga

keuangan dapat memberikan sumbangan penuh terhadap penghapusan

ketidakseimbangan, dan terhadap intermediasi yang adil dan efisien dari

sumber-sumber keuangan.100

Karena sumber-sumber lembaga keuangan berasal dari deposit yang

diletakkan oleh lembaga bagian yang representative mewakili seluruh

penduduk, cukup rasional kalau ia dianggap sebagai kekayaan nasional. Oleh

sebab itu, seluruhnya harus digunakan untuk kesejahteraan bagi semua sektor

penduduk dan bukan untuk lebih memperkaya mereka yang sudah kaya dan

berkuasa.101 Namun yang lebih penting adalah bahwa sistem keuangan

berbasih bunga yang diterapkan oleh hampir seluruh perekonomian di dunia ini

terbukti tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi, dan cenderung

menambah parah keadaan ekonomi. Penggunaan riba yang diharamkan

tentunya mengharuskan negara-negara Muslim harus meninggalkan sistem riba

dan menjalankan sistem keuangan yang Islami.

100

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (terj), Ikhwan Abidin dari juldul asli

Islam and Economic Challenge, (Jakarta : Gema Insani Press 2000) hal. 351 101

Ibid. hal. 351

83

Pemikiran ketiga tokoh di atas dapat dilihat dalam table berikut ini;

Al-Ghazali Ibn Khaldun Umer Chapra

Indikator

Pembangun

an

Tercapainya maslahah

(terlindunginya

kebebasan

berkeyakinan,

perlindungan

kehidupan,

perlindungan pikiran,

perlindungan harta,

perlindungan

keturunan)

Tercapainya

maslahah

(terlindunginya

kebebasan

berkeyakinan,

perlindungan

kehidupan,

perlindungan pikiran,

perlindungan harta,

perlindungan

keturunan)

Tercapainya

maslahah

(terlindunginya

kebebasan

berkeyakinan,

perlindungan

kehidupan,

perlindungan pikiran,

perlindungan harta,

perlindungan

keturunan)

Objek dan

Subjek

Pembangun

an

Manusia, Lingkungan

dan Spiritual

Manusia,

Lingkungan dan

Spiritual

Manusia,

Lingkungan dan

Spiritual

Peran

Pemerintah

dan

Masyarakat

Pemerintah sebagai

lembaga pengatur

distribusi keadilan

ekonomi

Hukum saling

ketergantungan

(linked) antar faktor-

faktor pendorong

pembangunan

Pemerintah sebagai

perencana dan

pembuat regulasi dan

masyarakat sebagai

partisipator aktif

dalam pembangunan

Keuangan Uang sebagai alat tukar

menggantikan sistem

barter yang sulit

terwujud

Emas dan perak

sebagai mata uang

sah, pentingnya

departemen

pengelola pajak,

untuk

memaksimalkan

pendapatan dan

pengeluaran negara

Revitalisasi

keuangan publik

(ZISWAF),

reformasi keuangan

publik dengan

mengatur prioritas

pengeluaran, pajak

yang adil dan efisien,

membatasi defisit.

Pasar Mekanisme pasar akan

bekerja jika ada tempat

bertemu antara

permintaan dan

penawaran, serta

diperlukannya alat

tukar sebagai

pengganti sitem barter

yang sulit diterapkan

Mekanisme pasar

akan menentukan

harga, dan harga

sangat dipengaruhi

oleh faktor produksi

dan pajak

Liberalisasi pada

sektor tertentu untuk

kepentingan

masyarakat

84

D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Sebagai negara dengan penduduk masyoritas memeluk agama islam

yakni di atas 80%. Sudah selayaknya sistem ekonomi di Indonesia

berlandaskan ajaran Islam. Namun yang terjadi adalah para founding father

tidak meletakkan islam sebagai landasan negara. Ekonomi Indonesia disusun

berdasarkan konstitusi yang telah disepakati oleh seluruh founding father

negara Indonesia yaitu UUD 1945. Asas perekonomian Indonesia diatur

dalam UUD 1945 pasal 27, pasal 33, dan pasal 34. Walaupun tak sepenuhnya

sama, namun, sistem pembangunan ekonomi baik Indonesia maupun

pembangunan ekonomi Islam memiliki substansi yang sama dan saling

akomodatif. Hal ini dapat dilihat dalam table berikut ini:

Indonesia Islam

bentuk usaha

Pasal 33

1. usaha bersama berdasarkan

kekeluargaan

Kebersamaan, ukhwah,

kepedulian, dan solidaritas sosial

kepemilikan 2. cabang produksi strategis

dikuasai negara

kepemilikan individu, umum, dan

negara.

Sumber

ekonomi

strategis

3. bumi dan air dan kekayaan

alam dikuasai oleh negara

untuk kesejahteraan rakyat

Konsep fay‟ ;bumi dan

kandungannya dikuasai negara dan

diperuntukan untuk masyarakat

umum

peran negara 4. Perekonomian nasional Peran negara dalam menyediakan

85

didasarkan pada demokrasi

ekonomi dengan prinsip

kebersamaan, efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan,

kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan

ekonomi nasional.

fasilitas dan pelayanan umum

kebebasan,

keadilan, dan

kerjasama

5. ketentuan lebih lanjut

mengenai pelaksanaan pasal ini

diatur dalam undang-undang.

Kebebasan yang

bertanggungjawab, persaingan

yang berkeadilan dan kerjasama

serta keseimbangan

Fakir miskin Pasal 34

1. fakir miskin dan anak-anak

yang terlantar dipelihara oleh

negara

Salah satu karakter dasar dari

ekonomi Islam adalah

keberpihakannya terhadap

perlindungan orang-orang lemah,

seperti kaum fakir, miskin, anak

terlantar dan orang tidak mampu

lainnya

Sistem

jaminan sosial

2. negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan

memberdayakan rakyat yang

lemah dan tidak mampu sesuai

dengna martabat kemanusiaan

Islam secara spesifik

memperkenalkan beberapa

instrumen untuk melindungi

orang-orang lemah, yaitu Zakat,

Pelarangan riba, Kerjasama

ekonomi, Jaminan sosial, dan

Peranan negara

Peran negara 3. negara bertanggung jawab Sistem fay‟ sebagai sumber untuk

86

atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan

fasilitas umum yang layak

menyediakan pelayanan dan

fasilitas umum

Fasilitas dan

pelayanan

umum

4. ketentuan lebih lanjut

mengenai pelaksanaan pasal ini

diatur dalam undang-undang.

Konsep kerja

Pasal 27

2. Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan

Islam sangat menganjurkan dan

menghargai setiap individu yang

bekerja untuk kepentingan dirinya

dan keluarga yang ditanggungnya

Halal dan

Thayyib

Islam mengatur perihal etika

dalam bekerja khususnya terkait

dengan cara dan objeknya yang

tidak boleh bertentangan dengan

syari‟at Islam

Peran Negara Negara punya kewajiban untuk

menyediakan perkerjaan yang

layak bagi rakyatnya beserta

sistem pengupahan yang adil

Sumber: Sistem Ekonomi dan Pembangunan Islam oleh Makhlani

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Indonesia

sejalan dengan sistem ekonomi Islam. Dengan kata lain apabila bangsa

Indonesia konsisten dalam menjalankan UUD 1945 berarti penerapan

ekonomi Islam secara substansial telah terlaksana dengan baik.

87

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelaahan yang telah penulis kemukakan pada bab-bab

sebelumnya, maka penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut;

1. Pembangunan ekonomi dalam khasanah islam dikenal dengan istilah

„umran al-„alam yang berarti memakmurkan bumi yang tak lain adalah

tugas utama manusia sebagai khalifah. Pembangunan ekonomi dalam islam

diartikan sebagai upaya secara sadar untuk membuat perubahan struktural

dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan

penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas

produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik

dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan

antara aspek material dan spiritual.

2. Sumbangsih dari pemikiran Al-Ghazali dalam pembangunan ekonomi

berupa tujuan utama dalam pembangunan ekonomi yaitu tercapainya unsur

maqashid syari‟ah, yakni, untuk melindungi iman (hifdz din), melindungi

jiwa (hifdz nafs), melindungi akal (hifdz „aql), melindungi keturunan (hifdz

nasl), dan melindungi harta (hifdz mal). Sedangkan pemikiran Ibn Khaldun

menguraikan tentang harmonisasi semua unsur pembangunan, manusia

sebagai unsur utama pembangunan haruslah menjadi focus utama, unsur

yang lain seperti sumber daya alam, organisasi masyarakat, syariah

88

semuanya digerakkan oleh otoritas yang memiliki legitimasi yaitu

pemerinta. Semua unsur tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa

adanya semangan asabiyyah. Sedangkan Umer Chapra menekankan

pentingnya unsur moral, keadilan dan efisiensi dalam upaya pembangunan.

Beberapa gagasan Umer Chapra mengenai strategi pembangunan dalam

islam diantanya adalah peningkatan SDM, penghapusan penumpukan

kekayaan pada kelompok tertentu, restrukturisasi ekonomi, dan juga

restrukturisasi sistem keuangan.

3. Kesamaan prinsip-prinsip ekonomi Indonesia dengna ekonomi Islam

sangatlah substansial, dimana pembangunan ekonomi baik Indonesia

maupun Islam tidak hanya mengedepankan pembangunan fisik, namun

mengutamakan kesejahteraan manusia seutuhnya. Dalam konstitusi

Indonesia perekonomian diatur dalam UUD 1945 pasal 27, 33, dan 34 yang

semuanya sejalan dengna konsep khilafah, ukhwah, dan „adl.

B. Saran

Setelah melakukan telaah pembangunan ekonomi islam, penulis ingin

menyampaikan beberapa saran, diantara sebagai berikut;

1. Penelitian yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam islam perlu

ditingkatkan, mengingat sebagian besar negara-negara Muslim masih dalam

taraf negara berkembang, sehingga diperlukan formula khusus untuk

menangani berbagai masalah yang ada.

89

2. Bagi para pembaca skripsi ini, hendaknya menelaah dengan kritis sehingga

dan penulis berharap pembaca dapat memberikan masukan, saran, dan kritik

yang akan sangat berguna bagi penulis.

3. Kepada siapa saja yang akan memimpin negara ini, diharapkan bisa

menjadikan pembangunan ekonomi islam sebagai landasan pembangunan.

90

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia

Abdullah, M Amin. Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau

dari Agama. diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal

23 Maret 2014

Agustianto. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi

islam makalah diakses dari http://www.agustiantocentre.com diakse pada

tanggal 19 Februari 2014

Ahmad, Khurshid (ed). Studies In Islamic Economics, Jeddah: International Centre

for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University,1980.

Ahmed, Abdel Rahman Yousri. An Introduction to an Islamic Theory of Economic

Development, 8th

International Conference on Islamc Economic and Finance.

Makalah diakses dari http://conference.qfis.edu.qa/app/media/248 pada

tanggal 24 Jnuari 2014

Al-Araki, Abdul Magid From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of

Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic,

Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. Diakses dari

http://home.online.no/~al-araki/arabase/ibn/Ibn%20Khaldun_04.pdf pada

tanggal 14 Maret 2014

91

AM, Daud Effendy. Manusia, Lingkungan dan Pembangunan : Prospektus Islami.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata, 2010.

AR, Mustapadidjaja dkk, ed. BAPPENAS dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan

Indonesia 1945-2025. Jakarta: LP3ES, 2012.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas, 2010.

Budhy, Munawar-Rachman. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta: Yayasan Abad

Demokrasi, 2011.

Chapra, M. Umer. "Ibn Khaldun's theory of development: Does it help explain the

low performance of the present-day Muslim world?." The Journal of Socio-

Economics 37.2 (2008): 836-863. Diakses dari http://ie.um.ac.ir/ pada tanggal

24 Desember 2013

Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. Islamabad Islamic Reseach

Institute Press, 1993.

Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Surabaya: Risalah Gusti, 1999.

Chapra, M Umer. The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah.

Jeddah: Islamic Research and Training Institute IDB. 2007.

92

Dar, Humayon A and Saidat F. Otiti. Construction of an Ethics-augmented Human

Development Index with a Particular Reference to the OIC Member

Countries. Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University,

2002. Diakses dari https://dspace.lboro.ac.uk pada tanggal 14 November

2013.

Dasuki, Asyraf Wadji. Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its

Implication To Group-Based Lending Scheme, 4th

International Islamic

Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur,

Malaysia.

Hák, Tomás, Bedrich Moldan, and Arthur Lyon Dahl, eds. Sustainability indicators:

a scientific assessment. Island Press, 2007.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014

http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret

2014

http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses

tanggal 13 Februari 2014

Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: P.T. Raja Grafindo

Persada, 2004.

93

Khaldun, Ibn. Muqaddimah. Alih bahasa Ahmadie Thaha. Pustaka Firdaus Jakarta:

2000.

Kuncoro, Mudrajat. Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5). Yogyakarta :

UPP STIM YKPN, 2010.

Kuncoro, Mudrajat. Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan.

Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.

Ladzi, Muhammad. Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan

Paradigma Humanizing Development. Makalah diakses dari

http://makalahpendidikanagama.blogspot.com/ pada tanggal 20 Februari 2014

Lane, Jan-Erik, and Svante Ersson. "Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan

Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif." (2002)

Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Madjid, Nurcholish. Islam: doktrin dan peradaban: sebuah telaah kritis tentang

masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf

Paramadina, 2000.

Marbun, B.N. Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no.

1, (juni 2012)

94

Moh. Arsyad Anwar dkk, ed. Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro. Jakarta :

PT. Kompas Media Nusantara, 2007.

Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,

1999.

Mth, Asmuni. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X

tahun (2003): 128-151. Diakses dari https://forum.uii.ac.id pada tanggal 12

Januari 2014

Mohammad, Fida. Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with

Hegel, Marx, and Durkheim. The American Journal of Islamic Social

Science, Vol. 15, No. II.

Mutamam, H. Hadi. “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya

dalam Al-Muatashfa”, Mazahib. vol. IX. No. 1, Juni 2007

Novack, David E., Robert Lekachman, and David E. Novack, eds. Development and

society: the dynamics of economic change. St. Martin's Press, 1964.

Shihab, Moh Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996.

Tjokrowonoto, Moeljanto. Pembangunan : Dilema dan Tantangan.Yogjakarta:

Pustaka Pelajar, 1996.

Todaro, Michael P. Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I).

Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama, 1998.

95

Sasana, Hadi. "Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan." Jurnal Dinamika

Pembangunan (JDP) 1.Nomor 1 (2004): 31-38. Diakses dari

https://eprints.undip.ac.id pada tanggal 14 Februari 2014

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana, 2006.

Nitisastro, Widjojo. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan

Uraian Widjojo Nitisastro. Jakarta: Kompas, 2010.

Yahaya ,Mahayudin Hj. „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A

Paradigm Change. International Journal of West Asian Studies. Vol. 3, No.1

(2011). Diakses dari

http://www.ukm.my/ijwas/images/koleksi_jurnal_pdf/vol3_n1_2011a/1_UM

RAN_IKRAB pada tanggal 21 Maret 2014