restorative justice pada hukum pidana anak...

207
RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TESIS Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Hukum Islam Oleh: Chindya Pratisti Puspa Devi 10.2.00.0.01.01.0389 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD KONSENTRASI HUKUM ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H

Upload: votuong

Post on 12-Mar-2019

254 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

i

RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA

ANAK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM

TESIS

Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana Sebagai Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Hukum Islam

Oleh:

Chindya Pratisti Puspa Devi

10.2.00.0.01.01.0389

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD

KONSENTRASI HUKUM ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1435 H

Page 2: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

ii

Page 3: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur yang tak terhingga atas segala petunjuk

dan kemurahan-Nya tesis yang berjudul Restorative Justice Pada Hukum Pidana Anak Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam ini bisa

terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah untuk sang

junjungan, Nabi Muhammad yang memberi jalan penerangan melalui

dakwah dan pendidikan.

Atas terselesaikannya tesis ini, penulis banyak berhutang budi

kepada beberapa pihak yang telah membantu, baik moral maupun

material. Kepada mereka, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan setinggi-tingginya dan berdoa semoga Allah Ta’ala

memberikan balasan yang tinggi serta menjadi nilai amal yang baik di

sisi-Nya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut penulis

sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar,

MSPD sebagai pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan

dalam penulisan tesis ini, kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA

dan Prof. Azyumardi Azra, MA sebagai Rektor dan Direktur Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para deputi

yang telah menyiapkan sarana, fasilitas, dan memberikan kebijakan-

kebijakan untuk memacu berkembangnya suasana akademik di

Sekolah Pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada

tim penjamin mutu, Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Yusuf Rahman, Dr.

Fuad Jabali, MA, Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA, Prof. Dr. H. M.

Yunan Yusuf, MA, Prof. Murodi, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, dan Dr.

Sudarnoto Abdul Hakim, MA yang telah memberikan masukan dan

kritikan melalui beberapa ujian work in progress (WIP).

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam membantu

penyelesaian penelitian ini, seperti petugas perpustakaan Sekolah

Pascasarjana, Pak Roviq yang telah membantu penulis dalam mencari

buku-buku yang diperlukan, petugas akademik di sekretariat Sekolah

Pascasarjana yang telah membantu memberikan informasi, Mba Ima,

Mas Adam, keluarga Bapak Sugiarto dan anak-anaknya serta kawan-

kawan diskusi yang banyak memberikan inspirasi dalam penulisan

tesis, Zuhriyah Hidayati, Ali Syukron, Rosdelima, Zaura, Pipit, Riri,

dan teman-teman seangkatan lainnya yang tidak dapat penulis

sebutkan satu-satu.

Page 4: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

iv

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Unit

Penanganan Permasalahan Perempuan dan Anak (UP2A) di

KAPOLRES Bekasi Ibu AKP Tri Murti Rahayu beserta jajaran, UP2A

Polresta Cikarang Bpk Sumantri, SH beserta jajaran, Balai

Pemasyarakatan Kelas II Bogor, Ibu Darmalinggawati, Bc.IP. SH. MH.

M.Si, Ibu Teolina, Ibu Heidy Manurung, S.Pd beserta jajaran,

Pengadilan Negeri Bekasi dan Hakim Anak Bpk Bambang Budi

Mursitoh, SH atas waktu dan informasinya dalam membantu penulis

menyelesaikan penelitian tesis ini.

Terakhir namun teristimewa, ucapan terima kasih penulis

kepada suami tercinta, H. Aminuddin Lc, M.Si atas semua cinta,

tanggung jawab, kesabaran, dan semuanya yang diberikan kepada

penulis, terima kasih telah menjadi terlalu baik untuk penulis. Untuk

orang tua penulis, Ayahanda Djati Pratisto, SE dan Ibunda Hadiatty

Tjatur Dewi, SE, penulis sampaikan salam ta’zhim yang tertinggi atas

semua doa dan ridhonya hingga akhirnya penulis merampungkan

sekolah ini. Untuk adik-adikku, Chandyka dan Chendy terus semangat

belajar dan pantang menyerah untuk mencapai cita-cita. Akhirnya,

tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

Alvaro Asyraf Pasya, Muhammad seorang pemimpin yang mulia.

Sebagai hasil karya penelitian, tesis ini dipastikan banyak

kekurangan dan sarat dengan kelemahan dikarenakan kedangkalan

penalaran penulis dan kurangnya informasi serta referensi. Oleh karena

itu, penulis berharap ada masukan dan kritik yang membangun dan

bisa memperbaiki sehingga penelitian bisa diperbaiki dan

disempurnakan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh

sesama dan kemajuan bangsa dan negara.

Jakarta, 28 April 2014

Penulis,

Chindya Pratisti Puspa Devi

Page 5: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Chindya Pratisti Puspa Devi

NIM : 10.2.00.0.01.01.0389

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 24 September 1987

Alamat : Perumahan Duren Jaya Jl Eboni 3 Blok

C No 409 Bekasi Timur 17111

menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis berjudul RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK INDONESIA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM adalah karya asli penulis, kecuali

kutipan-kutipan yang jelas sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan

kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Jika kemudian hari karya ini terbukti bukan hasil karya penulis atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka penulis bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa

paksaan dari siapapun.

Jakarta, 28 April 2014

Chindya Pratisti Puspa Devi

Page 6: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

vi

Page 7: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

vii

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN

Tesis yang berjudul: Restorative Justice Pada Hukum Pidana

Anak Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam, disusun oleh Chindya

Pratisti Puspa Devi NIM 10.2.00.0.01.01.0389 telah dinyatakan lulus

pada ujian Pendahuluan yang diselengarakan pada hari/tanggal Selasa,

15 April 2014.

Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran dan komentar para

penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi.

Jakarta, 28 April 2014

No Nama Tanda Tangan Tanggal

1. Prof. Dr. Suwito, MA

(Ketua Sidang/ merangkap

Penguji)

2. Prof. Dr. Abdul Mujib, MSi

(Penguji 1)

3. Dr. H.M Asrorun Ni’am,

MA

(Penguji 2)

4. Prof. Dr. H.M. Atho

Mudzhar, MSPD

(Pembimbing/ merangkap

Penguji)

Page 8: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

viii

Page 9: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

ix

ABSTRAK

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan aparat penegak

hukum dalam hal penanganan masalah kenakalan anak dengan

mengedepankan keadilan restoratif telah membangun partisipasi

bersama antara pelaku, korban dan masyarakat dalam menyelesaikan

suatu peristiwa tindak pidana. Pemberian hukuman ta‘zi>r pada tindak

pidana ringan terhadap anak -pelaku tindak pidana- dengan

pengampunan dan pemberian hukuman minimum mengandung banyak

unsur keadilan. Konsep ini sejalan dengan prinsip-prinsip restorative justice. Penelitian ini mendukung pernyataan Nawal H. Ammar (2001)

dan Mutaz M. Qafisheh (2012) yang mengatakan bahwa keadilan

restoratif bertujuan untuk mendamaikan pihak yang berkonflik. Jika

pelanggar bisa direhabilitasi dengan langkah-langkah lain yang lebih

baik maka hukuman harus dihindari. Dalam hukuman ta‘zi>r, pengampunan dan pemberian hukuman minimum merupakan sistem

peradilan pidana Islam yang dapat merubah sistem pidana dari

retributif menjadi restoratif. Penelitian ini menolak pendapat Alf Ross

(1975), John Rawls (1980) dan Kathleen Daly (2001) yang

menyatakan bahwa hukuman diperlukan untuk membela korban,

ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang melakukan

kesalahan dan sanksi pidana bertujuan untuk memberikan penderitaan

kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya.

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dalam

penyajian datanya. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan studi pustaka, wawancara, dan observasi sesuai dengan

jenis-jenis sumber data yang diperlukan. Sumber data diperoleh

melalui wawancara dan observasi dengan instansi hukum terkait yang

menangani perkara tindak pidana anak seperti Kepolisian, Petugas

Peneliti Kemasyarakatan (Bapas) dan Hakim Anak.

Page 10: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

x

Page 11: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xi

ABSTRACT

This study concluded that the policy of law enforcement

officers in the handling of child delinquency problem by promoting

restorative justice have built joint participation among the offender,

the victim and the public in solving an incident of criminal acts.

Establishes punishment ta'zi>r on minor criminal child with forgiveness

and minimum sentencing contained many elements of justice. This

concept is in line with the principles of restorative justice.

This study support the statement of Nawal H. Ammar (2001)

and Mutaz M. Qafisheh (2012) which states that restorative justice

aims to reconcile the conflicting parties. If offenders can be

rehabilitated with the other steps are better than the punishment

should be avoided. In ta‘zir , remission and the minimum punishment

is a criminal justice system of Islam that can change retributive

punishment to be restorative. This study rejects the notion of Alf Ross

(1975), John Rawls (1980) and Kathleen Daly (2001) which state that

the punishment is needed to defend the victim, the imposition of

punishment directed at the suffering of the people who make mistake

and aims to provide criminal sanction for offender suffering as a result

of his action that he felt.

This research is a qualitative research methods with normative

juridical approach in presenting descriptive analytical data. Methods

of data collection in this study using literature study, interview and

observations according to the type of data source types required.

Sources of data obtained through interviews and observations with the

relevant legal agencies that handle criminal cases children as police

officers and judges child social researcher.

Page 12: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xii

Page 13: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xiii

خالطخ

يشكهخ يغ انزؼبيم ف انقب إفبر ػجبؽ سبسخ أ انذساسخ نز انهخض

انؼحخ انجب ث انشبسكخ ثذ قذ انزظبنحخ انؼذانخ رشجغ خالل ي األؽفبل جح

حقشح جبئخ انجب انطفم ػهى انزؼضش .اإلجشايخ األػبل ي انشكهخ حم ف انجزغ

زبشى زا .انؼذانخ ػبطش ي انؼذذ احزهذ قذ انحكى ي األد انحذ انؼقبة ثبنغفشا

.انزظبنحخ انؼذانخ يجبدئ يغ

Nawal H Ammar (2001) انجبحض ثببد طحخ ي انذساسخ ز رذػى

Mutaz M. Qafisheh (2012) األؽشاف ث نهزفق انزظبنحخ انؼذانخ ذف أ ػه

ي انخطاد أفؼم ي غشب يغ رأم إػبدح ك انجشائى يشركت كب إرا. انزبصػخ

نهظبو انؼذانخ ظبو نهؼقبة األدى انحذ انغفشا فإ ,انزؼضش ف . رجج جت انؼقبة صى

. انزظبنحخ انؼقثخ إن انقظبص ػقثخ ي انؼقثخ رغش ك انزي اإلسالي انجبئ

John Rawls (1980), Alf Ross (1975)Kathleen فكشح رشفغ انذساسخ ز

Daly (2001) يؼببح ػقثخ فشع انؼحخ نذفبع رفغ انؼقثخ أ ػهى رظ انز

زجخ فشؼشب انؼببح ػهى نفشع رذف انخطئ ػهى جبئخ ػقثبد انبط

.نزظشفبرى

ثبنطف انطف انؼبسي ثبنج انػ انجحش أسبنت انكبرت سزخذو

ػجش، ؽشقخ ثبسزخذاو انذساسخ ز ف انجببد جغ أسبنت. انجببد ػشع ف انزحهه

حظل رى . انالصيخ انجببد يظبدس ألاع فقب انالحظخ انقبثالد، ، األدثبد يشاجؼخ

انظهخ راد انقبخ انجبد يغ انالحظبد انقبثالد خالل ي ػهب انجببد يظبدس

انطفم أثحبس ػجبؽ انششؽخ ػجبؽ يضم انجبئخ انقؼبب يغ رزؼبيم انز

(Bapas)نهطفم انقبػ.

Page 14: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xiv

Page 15: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xv

PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi Arab-Latin dalam disertasi ini mengacu pada

pedoman ALA-LC Romanization Tables

A. Huruf Arab-Latin

Huruf

Arab

Huruf Latin

’ ا

B ب

T ت

Th ث

J ج

ḥ ح

Kh خ

D د

Dh ذ

R ر

Z ز

S س

Sh ش

ṣ ص

ḍ ض

ṭ ط

ẓ ظ

‘ ع

Gh غ

F ف

Q ق

K ك

L ل

M م

N ن

W و

H ه

’ ء

Y ي

Page 16: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xvi

Huruf (ة) ta> marbūṭah dalam kata benda atau kata sifat nakirah

(indefinite) dan ma’rifah (definite) dilambangkan denggan hukum [h].

S}ala>h صالة

al-risa>lah الرسالة

Huruf (ة) tā marbūṭah dalam kata benda atau kata sifat berfrasa

adjektiva (tarkīb waṣfi) dilambakan dengan huruf [h].

al-risa>lah al-bahi>yah الرسالةالبهية

al-mar‘ah al-s}a>lih}ah المرءةالصالحة

Huruf (ة) tā marbūṭah dalam kata benda atau kata sifat majemuk

(tarkīb iḍāfi) ditambahkan dengan huruf [t]

Ida>rat al-madrasah ادارةالمدرسة

Qa>‘at al-ida>rah قاعةاإلدارة

B. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Rangkap Vokal Panjang

-- -= a و ---= au ا->- = a>

-- -= i ي ---= ay ي ---= a>

-- -=u و ---= u>

C. Kata Sandang

al-Qamar القمر

{Al-S}ubh الصبح

wa al-‘as}r والعصر

Page 17: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xvii

D. Shaddah atau Tashdīd

ta‘allam تعلم

Al-h}ajj الحح

Nu‘‘ima نعم

Maddah

Maddah atau vokal panjang yang panjangnya berupa harkat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

Harkat dan Huruf Huruf dan Tanda

<a آ

<i ---ي

<u ----و

Page 18: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xviii

Page 19: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xix

DAFTAR SINGKATAN

ABH : Anak Berhadapan Dengan Hukum

ADR : Alternative Dispute Resolution Anirat : Pencurian dengan Pemberatan

Bapas : Balai Pemasyarakatan

BKA : Bimbingan Klien Anak

BHT : Berkuatan Hukum Tetap

CRC : Convention on the Right of the Child Curas : Pencurian/ Perampukan dengan Kekerasan

FGC : Family Group Conferencing

Gakum : Penegakan Hukum

JPU : Jaksa Penuntut Umum

Kabareskrim : Kepala Badan Reserse dan Kriminal

KHA : Konvensi Hak Anak

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Lapas : Lembaga Pemasyarakatan

Litmas : Penelitian Masyarakat

LPAS : Lembaga Penempatan Anak Sementara

LPKA : Lembaga Pembinaan Khusus Anak

LPKS : Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial

OVA : Offender Victim Arrangement PH : Penasehat Hukum

PK : Pembimbing Kemasyarakatan

Rutan : Rumah Tahanan

SP3 : Surat Perhentian Penyidik Perkara

SPDP : Surat Pemberitahuan Dimualainya Penyidikan

SKB : Surat Keputusan Bersama

TR : Telegram Rahasia

UP2A : Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

UUPA : Undang-Undang Perlindungan Anak

VOM : Victim Offender Mediation

Page 20: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xx

Page 21: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xxi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................... iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .................................. v

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN\ ......... vii

ABSTRAK ............................................................................. ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................... xv

DAFTAR SINGKATAN ....................................................... xix

DAFTAR ISI .......................................................................... xxi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 12

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 12

D. Signifikasi Penelitian......................................................... 12

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................. 13

F. Metode penelitian ............................................................. 16

G. Sistematika pembahasan ................................................... 18

BAB II: TEORI RETRIBUTIVE JUSTICE, RESTORATIVE JUSTICE DAN TA‘ZI>R DALAM SISTEM HUKUM

PIDANA ANAK

A. Definisi Anak dan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)... 21

B. Konsep Retributive Justice dalam Hukum Pidana ............... 26

C. Restorative Justice sebagai Paradigma Keadilan yang Demokratis

dan Manusiawi ..................................................................... 29

D. Pemberian Hukuman Ta‘zi>r Terhadap Pelaku Tindak Pidana dalam

Hukum Pidana Islam ............................................................ 50

BAB III: KEBIJAKAN HUKUM DALAM MENGEMBANGKAN

KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM HUKUM

PIDANA ANAK INDONESIA DAN ISLAM

A. Arah Kebijakan Restorative Justice sebagai Penanggulangan

Kejahatan ............................................................................. 57

B. Efektifitas Implementasi Restorative Justice dalam perubahan

sikap mental, prilaku, dan menjauhi tindak kiriminal terhadap

anak ..................................................................................... 86

Page 22: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

xxii

C. Hambatan dan Kendala dalam menerapkan konsep Restorative Justice ................................................................................... 90

D. Restorative Justice dan Ta‘zi>r sebagai Praktek Keadilan dalam

Hukum Pidana Anak ............................................................. 92

BAB IV: PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DAN

TA‘ZI>R DALAM PENANGANAN KASUS TINDAK

PIDANA ANAK DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM

A. Penyelesaian Kasus Pembunuhan pada Tindak Pidana Anak..... 97

B. Penyelesaian Kasus Pencurian pada Tindak Pidana Anak ......... 111

C. Penyelesaian Kasus Penipuan dan Penggelapan pada Tindak Pidana

Anak ........................................................................................... 123

D. Penyelesaian Kasus Asusila pada Tindak Pidana Anak ............ 128

E. Ringkasan Perbandingan Antar Kasus Pelaku Tindak Pidana

Anak....................................................................................... 138

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 145

B. Saran .................................................................................... 148

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 151

GLOSSARIUM ........................................................................ 165

INDEX ...................................................................................... 179

BIODATA .................................................................................. 185

Page 23: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep keadilan restoratif bagi Anak yang Berhadapan dengan

Hukum atau yang biasa disingkat menjadi ABH sudah cukup popular

di kalangan dunia akademik. Wacana mengenai keadilan restoratif

bagi ABH juga menjadi perbincangan hangat di kalangan pakar dan

praktisi hukum baik di level legislatif maupun eksekutif. Keadilan

restoratif secara filosofis adalah peradilan yang ramah bagi anak

karena tidak menciderai atau merampas hak-hak anak ketika

berkonflik atau berhadapan dengan hukum. Ironisnya justru di level

masyarakat umum dan terutama di kalangan pelaku maupun korban

ABH, wacana mengenai keadilan restoratif belum banyak dikenal.

Mereka bukan saja tidak mengetahui persoalan keadilan restoratif,

namun juga sebagian besar dari mereka tidak mengetahui hak-hak

mereka, baik dalam konteks korban maupun pelaku di hadapan

hukum.1

Perhatian khusus terhadap proses keadilan restoratif di

kalangan anak sangat diperlukan. Pendekatan keseimbangan yang

mendasar juga harus dilakukan, seperti menjatuhkan sanksi atas dasar

tanggung jawab untuk memulihkan kerugian korban sebagai

konsekuensi tindak pidana, merehabilitasi dan mereintegrasi pelaku

serta memperkuat sistem keselamatan dan mengamankan masyarakat.

Masa remaja membutuhkan bimbingan serta perhatian dan

bukan diisolasi. Remaja memiliki keterikatan dengan lingkungan

khusus seperti sekolah, lapangan kerja, kehidupan agama dan

sebagainya. Memutuskan koneksi dengan lingkungan tersebut karena

kecurigaan, kekhawatiran atau ketakutan terhadap remaja kriminal

disertai dengan pendekatan retributif untuk memidana dan

1Sofian Munawar Asgart, dkk, ‚Keadilan Restoratif Bagi Anak Berhadapan

Dengan Hukum (Kasus Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Medan)‛, Laporan Penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 2011,

https://www.academia.edu/4453465/YLBHI_Keadilan_Restoratif_bagi_Anak_yang_

Bermasalah_dengan_Hukum_ABH_Laporan_Penelitian_2011_ (Diakses pada 19

Oktober 2012).

Page 24: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

2

menerapkan tindakan, justru akan memicu timbulnya perbuatan

kriminal dan kekerasan selanjutnya.2

Persoalan tersisihnya rasa keadilan dalam masyarakat,

khususnya yang berkaitan dengan anak memang selalu muncul ke

permukaan dengan jenis dan pelaku yang berbeda.3

Jalan menuju

kebijakan dekriminalisasi anak harus dilakukan dan menjadi sebuah

prioritas utama. Hal ini bisa dilakukan bila kita mengembangkan apa

yang disebut sebagai juvenile justice system, yakni konsep rehabilitasi

mental dengan meletakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, jaminan

kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, serta partisipasi

masyarakat dalam mencari jalan keadilan bagi anak-anak yang

berkonflik dengan hukum.4

Aparat penegak hukum yang terlalu berlebihan dalam

menjalankan prinsip proposionalitas dalam penanganan permasalahan

hukum terhadap anak di bawah umur terlihat dari kasus ditangkap dan

ditahannya 10 orang anak yang sedang bermain monopoli bertaruh

dengan uang yang dituduh telah melakukan perjudian dan hakim

mengadili mereka dengan pasal 303 KUHP mengisyaratkan sebagai

mata pencaharian alias pekerjaan.5

Begitu juga kasus AAL yang

2Muladi, Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana

dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Semarang, November

2013), 27. 3 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan

Anak Tanpa Pemidanaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), 2. 4 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 17. 5 Kompas, 31 juli 2009,

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/07/31/18511995/Janggal.

Pengadilan.Anak.Bawah.Umur.di.PN.Tangerang. (Diakses pada 16 Oktober 2012).

Lihat juga Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 7. Menurut pengakuan kesepuluh anak

tersebut, mereka sedang bermain sejenis permainan tradisional yang oleh masyarakat

sekitar diberi nama ‚macan buram‛, permainan tebak-tebakan menggunakan koin.

Kadangkala permainan ini juga menggunakan hadiah uang bagi yang tebakannya

tepat atas gambar koin yang muncul. Inilah alasan polisi menetapkan permainan

tersebut sebagai tindak pencurian. Menurut Hadi Supeno, polisi telah melanggar

prinsip proporsionalitas dalam proses penghukuman. Hal ini dikarenakan apa yang

dilakukan oleh anak-anak hanyalah permainan, memanfaatkan waktu luang. Mereka

adalah anak-anak yang gagal mengakses aneka permainan anak elite dan mahal,

seperti Kidzania atau Dunia Fantasi Ancol, atau bahkan lapangan sepak bola, basket,

bulu tangkis dan juga ruang publik lainnya. Perlakuan aparat kepolisian, kejaksaan

hingga pengadilan negeri jelas sebuah tindakan pidana. Menurut Hadi proses hukum

kepada anak-anak merupakan full pidana karena mereka telah menjalani proses

peradilan panjang dari bulan Mei hingga Juli 2009 (ditangkap, disidik, ditahan 29

Page 25: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

3

dituduh mencuri sandal jepit milik seorang anggota polisi. Hal ini

terjadi dikarenakan semua perkara pidana yang ditangani polisi dan

jaksa harus bermuara pada pengadilan. Keadaan seperti ini sangat

mengusik rasa keadilan masyarakat, karena aparat terlalu bertindak

legalistik.6

Dalam Undang-Undang No 3 Th 1997 tentang Pengadilan

Anak masih diberlakukan hukum peninggalan belanda yang bersifat

retributif dimana setiap perbuatan kejahatan anak harus dihukum dan

harus diadakan penumpasan/ pemberatasan/ penindasan setelah

kejahatan terjadi.7 Oleh karena itu perlu adanya kajian ulang tentang

Undang-undang peradilan anak, karena anak adalah generasi penerus

bangsa. Merupakan kewajiban semua pihak, khususnya Negara untuk

mempersiapkan dan melindungi masa depan mereka, sehingga

regenerasi dapat berjalan dengan baik.

Anak-anak tidak seharusnya dihadapkan pada sistem peradilan

jika ada yang lebih baik demi kepentingan terbaik bagi anak untuk

menangani perbuatan anak yang melanggar hukum.8 Untuk melindungi

anak nakal dari tindakan yang menghambat perkembangannya maka

perlu dibuat hukum pidana dan hukum acara pidana yang khusus.9

hari, dan diadili sebanyak 3 kali persidangan), memang keputusan PN Tangerang

adalah mengembalikan anak-anak kepada orang tua mereka, tetapi bunyi putusan

lain (vonis) menyatakan bahwa anak-anak bersalah.

6 Ezra Sihite, Kompas, 06 januari

2012http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/24715-kasus-sandal-bukti-

mendesaknya-aturan-sistem-peradilan-anak.html. (Diakses pada 16 Oktober 2012). 7Paulus Hadisuprapto pada Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang

Kriminologi menyatakan ‚Meskipun UU no 3 Th 1997 tentang Pengadilan Anak

secara normatif sedikit banyak telah memberikan rambu-rambu penanganan anak

pelaku delinkuen, ternyata dalam pelaksanaanya tidak terwujud. Penanganan anak

justru cenderung membekaskan stigma negatif pada diri anak dan pada

mengakibatkan pada anak-anak itu untuk mengulangi perbuatannya lagi di masa

yang datang.‛ Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang Kriminologi pada

Fakultas Hukum UNDIP Semarang dengan judul ‚Peradilan Restoratif: Model

Peradilan Anak Indonesia Masa Datang‛ pada tanggal 18 Februari 2006,

http://eprints.undip.ac.id/336/1/Paulus_Hadisuprapto.pdf. 8 DS.Dewi, ‚Restorative Justice Diversionary Schemes and Special

Children’s Court in Indonesia‛, 1, http://www.general-files.org/go/139189414500

(accessed October 30, 2013). 9Ainal Mardiah, Mohd. Din, Riza Nizarli, ‚Mediasi Penal sebagai Alternatif

Model Keadilan Restoratif dalam Pengadilan Anak‛, Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syia Kuala vol. 1, no. 1, (Agustus 2012), 3,

Page 26: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

4

Dengan adanya UU Sistem Peradilan Anak yang baru, seharusnya

anak-anak yang tersangkut hukum tidak dijebloskan ke penjara, namun

bisa dibina di panti, pemondokan atau asrama khusus.

Beragam tindak kejahatan yang dilakukan anak seharusnya

dipandang sebagai bukan suatu ‛kejahatan murni‛ melainkan suatu

bentuk kenakalan remaja, karena perbuatan yang dilakukan oleh anak

tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan oleh anak itu secara

mandiri. Dalam banyak kasus, tampak jelas bahwa anak sebagai

pelaku kejahatan seringkali juga sekaligus sebagai korban. Anak yang

menjadi pelaku kejahatan seringkali menjadi korban lingkungannya,

korban ketidakberdayaan, dan korban dari sebuah sistem yang

mengabaikannya.10

Hal ini sesuai dengan pendapat Patton yang

menyatakan bahwa kekhususan dalam penanganan masalah kenakalan

anak sangat dibutuhkan karena anak sebagai pelaku bukanlah sebagai

pelaku murni akan tetapi juga sebagai korban. Anak-anak merupakan

individu yang dapat dibentuk dan dibina sehingga bisa menjadi

anggota masyarakat yang produktif.11

Kebanyakan kasus yang terjadi pada anak-anak yang

berhadapan dengan hukum disebabkan karena orang tua atau wali

gagal dalam mendidik dan mengajarkan mereka, karena

ketidakmatangan fisik dan mentalnya.12

Anak-anak membutuhkan

perlindungan khusus termasuk perlindungan hukum yang layak baik

sebelum maupun setelah kelahirannya.13

Begitu juga dalam kasus anak

di Indonesia, meningkatnya berbagai bentuk pengabaian dan

pelanggaran hak anak di Indonesia, menunjukkan bahwa negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua telah gagal

http://prodipps.unsyiah.ac.id/Jurnalmih/images/Jurnal/2012/Agustus/MEDIASI%20P

ENAL%20SEBAGAI%20ALTERNATIF.pdf (diakses pada 3 Maret 2013). 10Sofian Munawar Asgart, dkk, ‚Keadilan Restoratif Bagi Anak Berhadapan

Dengan Hukum (Kasus Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Medan)‛. 11 William Wesley Patton, ‚Contemporary Juvenile Justice System And

Juvenile Detention Alternatives‛ Juvenile Justice System, .http://education.stateuniversity.com/pages/2141/- (accessed Oktober 17, 2012).

12 Rolando V. Del Carmen and Chald R. Trulson, Juvenile Justice: The System, Process and Law (Thomson: Wadsworth, 2006), 22.

13 Santi Kusumaningrum, dkk, ‚Membangun Sistem Perlindungan Sosial

untuk Anak di Indonesia‛, Pusat Kajian Perlindungan Anak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia Bank Dunia, 2011), 3.

Page 27: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

5

menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka dalam memberikan

perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak anak di Indonesia.14

Dalam hal ini peradilan yang tepat untuk pelaku pidana anak

seharusnya adalah model keadilan restoratif yang bersifat memperbaiki

dan memulihkan hubungan pelaku dan korban sehingga harmoni

kehidupan terjaga.15

Penanganan ABH melalui pendekatan keadilan

restoratif dapat menjadi alternatif. Hal ini sejalan dengan prinsip yang

termuat dalam Konvensi Hak Anak (Convention on The Rights of The Child) yang telah diratifikasi melalui Keppres No.36 Tahun 1990

tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak dan kemudian dikukuhkan

lagi dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak. Dalam kedua peraturan itu tampak jelas adanya upaya untuk

melindungi ABH khususnya menyangkut prinsip The Best Interest of The Child. Oleh karena itu pemidanaan terhadap anak harus dijadikan

sebagai langkah akhir (ultimatum remedium).

Penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak

harus lebih mementingkan kepada masalah pendidikan yang perlu

diberikan kepada pelaku pidana anak. Oleh karena itu hakim harus

sadar bahwa hal terpenting bagi anak adalah bukan apakah anak

tersebut harus dihukum, melainkan tindakan yang bagaimana yang

harus diambil untuk mendidik anak itu.

Pada dasarnya sistem peradilan pidana di Indonesia seperti

peradilan pidana pada umumnya di negara-negara lain, bersifat

retributif yang menitik beratkan pada penghukuman pelaku

(retributive punishment). Orientasi penghukuman ini bertujuan untuk

melakukan pembalasan dan pemenuhan tuntutan kemarahan publik

akibat perbuatan pelaku. Alternatif dari retributive punishment ini

adalah gagasan yang menekankan pentingnya solusi untuk

memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan

harmoni pada masyarakat dan tetap menuntut pertanggung jawaban

pelaku. Teori ini dikenal sebagai restorative justice atau keadilan

restoratif.16

14 Komisi Nasional Perlindungan Anak, ‛Menggugat Peran Negara,

Pemerintah, Masyarakat Dan Orang Tua Dalam Menjaga Dan Melindungi Anak‛,

21 Desember 2011, http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-

2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/(Diakses pada 19 Oktober 2012). 15Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 193. 16 DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, ‚Kata Sambutan Mas Achmad

Santosa- Pegiat Akses Terhadap Keadilan, Salah Seorang Penggagas Indonesia

Page 28: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

6

Dalam aturannya, hukum pidana tidak boleh hanya berorientasi

pada perbuatan manusia saja (daadstrafrecht), karena menjadi tidak

manusiawi dan mengutamakan pembalasan. Hukum pidana juga tidak

benar jika hanya memperhatikan si pelaku saja (daderstrafrecht), karena akan timbul kesan memanjakan penjahat dan kurang

memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan korban

tindak pidana.17

Alternatif keadilan retributif mengasumsikan bahwa

perdamaian tidak akan pernah dapat tercapai dengan melakukan

tindakan-tindakan pembalasan sehingga tindakan pemaafan dan

pengampunan dilibatkan dalam menyediakan proses penyehatan yang

sangat diperlukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.18

Konvensi Negara-negara di dunia mencerminkan paradigma

baru untuk menghindari peradilan pidana anak. Restorative Justice

(keadilan restoratif) adalah alternatif yang populer di berbagai belahan

dunia untuk penanganan anak yang bermasalah dengan hukum karena

menawarkan solusi yang komprehensif dan efektif.19

Di banyak negara

konsep restorative justice menjadi satu dari sejumlah pendekatan

penting dalam kejahatan dan keadilan yang secara terus menerus

dipertimbangkan di sistem peradilan dan undang-undang.20

Konsep restorative justice pada dasarnya sederhana. Ukuran

keadilan tidak lagi berdasarkan pembalasan setimpal dari korban

kepada pelaku (baik secara fisik, psikis atau hukuman), namun

perbuatan yang menyakitkan itu disembuhkan dengan memberikan

dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku untuk

bertanggungjawab dengan bantuan keluarga dan masyarakat.21

PBB

Institutefor Conflict Resolution‛, dalam buku Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak Indonesia (Depok: Indie Publishing, 2011), xxiii.

17Kebijakan Perumusan Sistem Pemidanaan Yang Berorientasi Pada Korban

Dalam Bidang Hukum Pidana Formil,

http://eprints.undip.ac.id/35224/3/HasilPenelitian.pdf (diakses pada 10 Maret 2013). 18 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural

(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), 65. 19 DS.Dewi, ‚Restorative Justice Diversionary Schemes and Special

Children’s Court in Indonesia‛, 4. 20 Marlina, Peradilan Pidana anak di Indonesia- Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 196. 21DS.Dewi, ‚Restorative Justice Diversionary Schemes , 4.

Page 29: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

7

juga telah mengesahkan Deklarasi Prinsip-Prinsip Dasar tentang

penggunaan program restorative justice dalam masalah pidana.22

Pada keadilan restoratif perbaikan keadilan ditegaskan kembali

dengan nilai kebersamaan dalam proses bilateral, berbeda dengan

keadilan retributif yang mengacu pada perbaikan keadilan melalui

pemaksaan sepihak. Konsep keadilan restoratif dimana semua pihak

baik korban atau pelaku memiliki suara dalam dialog terbuka untuk

menegaskan kembali keputusan hukuman terbaik.23

Penyelesaian perkara pidana dengan pendekatan keadilan

restoratif tidak berlaku untuk semua jenis tidak pidana. Selandia Baru,

Kanada, Filipina, dan Inggris lebih menerapkannya pada kasus-kasus

pidana yang dilakukan anak-anak. Adapun Afrika Selatan pernah

menerapkan konsep keadilan restoratif untuk aksi kekerasan pada

rezim apartheid. Di Indonesia, konsep keadilan restoratif, telah

diterapkan oleh sejumlah hakim yang berpikiran maju. Dalam sebuah

kasus tindak asusila di Langkat Sumatera Utara, terdakwa dan korban

sama-sama masih di bawah umur. Hakim mencoba mendengar korban,

pelaku, kepala desa, dan kepala sekolah. Kepala desa tidak

berkeberatan pelaku dikembalikan ke masyarakat karena selama ini

juga berkelakuan baik. Putusan ini adalah salah satu putusan mediasi

penal yang menunjukkan hakim menerapkan prinsip-prinsip keadilan

restoratif dengan mendengar semua pihak yang terkait.24

Meskipun istilah atau kalimat restorative justice tidak

digunakan di dalam hukum Islam, tetapi dengan melihat filosofi dan

prinsip-prinsip yang mendasari hukuman dalam Islam ditambah

dengan adanya alternatif untuk hukuman asli yang diajukan oleh

yurisprudensi, dapat disimpulkan bahwa keadilan restoratif ada

22Daniel W. Van Ness, ‚An Overview of Restorative Justice Around the

World‛, International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice, (Bangkok, Thailand, 22 April 2005), 1,

http://www.icclr.law.ubc.ca/publications/reports/11_un/dan%20van%20ness%20fina

l%20paper.pdf (accessed February 21, 2013). 23 Michael Wenzel, Tyler G. Okimoto, Norman T. Feather, Michael J.

Platow, ‚Retributive and Restorative Justice‛, Law and Human Behavior issue 5 vol

32 (Published online: October 24, 2007 ), 385,

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract/14066C48066625370

D7/2?accountid=25704 (accessed March 12, 2013). 24 Muhammad Yasin, dkk, ‚Keadilan Restoratif Dimulai dari Perkara Anak‛

Buletin Media Informasi Hukum dan Peradilan Komisi Yudisial Vol 4 No 4(Januari-

Februari 2012), 17, http://www.komisiyudisial.go.id/files/Buletin/buletin-januari-

februari-2012.pdf (Diakses pada 8 Februari 2014).

Page 30: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

8

sebagai aturan dalam hukum Islam. Sistem peradilan Islam bisa

menjadi bagian dari upaya untuk mengembangkan standar keadilan

restoratif karena ketentuan hukum Islam hampir semua berbentuk

alternatif yang dikenal dalam sistem keadilan restoratif. 25

Dalam pelaksanaan hukum pidana, Ulama-Ulama dahulu

banyak memahaminya lewat pendekatan jawa>bir. Sebagian Ulama

yang lain ada yang memandang bahwa pelaksanaan hukum pidana

disamping mengandung unsur jawa>bir juga mengandung unsur zawa>jir. Jawa>bir artinya hukuman itu dilaksanakan dengan tujuan agar pelaku

kejahatan/ terpidana merasa kapok tidak akan mengulangi lagi

perbuatannya dan pihak lain yang berniat jahat merasa takut sehingga

mengurungkan niat jahatnya tersebut.

Menurut Ibrahim Hosen, dalam rangka pembaharuan hukum

Islam, khususnya di bidang hukum pidana, kita dapat berpedoman dan

menerapkan teori zawa>jir. Atas dasar ini pelaku kejahatan dapat

dikenakan hukuman apa saja, asal dengan hukuman itu dapat dijamin

bahwa yang bersangkutan akan kapok dan tidak mengulangi lagi

perbuatannya. Dengan teori zawa>jir ini pemberian hukuman tidak

harus persis seperti apa yang ditegaskan oleh nas}, namun tidak berarti

kita meninggalkan nas}. Hukuman yang ditetapkan oleh nas} tetap

berlaku dan dianggap sebagai hukuman maksimal. Teori zawa>jir dalam pelaksanaan hukuman ini sebagai cerminan pendekatan ta’a>quli> dalam memahami nas}.26

Dalam hal ini terdapat kesalahan bahwa hukum pidana Islam

hanya bertujuan untuk membalas (retributive justice) karena orang

hanya teringat dengan qis}a>s} saja. Padahal hukuman dalam hukum

pidana Islam bertujuan untuk menegakkan keadilan (lebih tampak pada

hukuman qis}a>s} – diyat), membuat jera pelaku/ prevensi khusus (lebih

nampak pada hukuman hudu>d), memberi pencegahan secara umum/

prevensi general, dan memperbaiki pelaku (lebih tampak pada

hukuman ta‘zi>r).27

25Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice Sciences vol 7 issue 1 (January-June 2012), 503,

http://www.sascv.org/ijcjs/pdfs/mutazaicjs2012istissue.pdf (accessed February 25,

2013). 26 Ibrahim Hosen, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: CV

Putra Harapan, 1990), 127. 27Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta: Gema Insani,

2003) 93.

Page 31: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

9

Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(RKUHP) juga dinyatakan bahwa tujuan pemidanaan dimaksudkan

untuk mencegah dilakukannya lagi tindak pidana dengan menegakkan

norma hukum demi pengayoman masyarakat, memasyarakatkan

terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang

yang baik dan berguna, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh

tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa

damai dalam masyarakat serta membebaskan rasa bersalah pada

terpidana. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia.28

Yurispudensi pidana Islam dan keadilan restoratif umum

meskipun datang dari dua tradisi berbeda tetapi keduanya menekankan

martabat individu dan peluang dukungan untuk rehabilitasi dan

penyembuhan bagi semua pihak yang terkena kejahatan. Dalam

hukum, keterlibatan masyarakat dan korban untuk menetapkan suatu

hukuman sangat dibutuhkan guna mendapatkan kata sepakat dan

kepuasan korban serta keputusan terbaik bagi pelaku dapat tercapai.29

Dalam hukum Islam jenis hukuman yang tidak terdapat di

dalam ketentuan nas} disebut dengan jari>mah ta‘zi>r. Ulama sepakat

bahwa ta‘zi>r dapat diterapkan pada setiap pelanggaran yang tidak ada

hukuman h}ad dan kafarah-nya meskipun dalam pelanggaran atas hak-

hak Allah seperti makan pada waktu siang di bulan ramadhan tanpa

alasan yang jelas, meninggalkan s}alat, riba; ataupun dalam

pelanggaran atas hak adami> seperti berkhalwat, mencuri suatu barang

yang tidak mencapai nis}a>b, mencuri suatu barang yang tidak berada

pada tempat yang terjaga, melakukan penipuan, dan sebagainya yang

merupakan pelanggaran ringan. 30

Menurut mazhab Hanafi, penetapan sanksi ta‘zi>r diserahkan

kepada U>lil ‘Amr termasuk batas minimal dan maksimalnya. Di

kalangan mazhab Maliki penetapan sanksi ta‘zi>r disesuaikan dengan

kondisi pelakunya. Menurut mazhab Syafi’i>, ta‘zi>r pada prinsipnya

28Buku I RKUHP Bab III Pemidanaan, Pidana dan Tindakan Bagian Kesatu

Pemidanaan Paragraf I Tujuan Pemidanaan Pasal 54. 29 Susan C. Hascall, ‛Restorative Justice in Islam: Should Qis}a>s} be

Considered a Form of Restorative Justice‛, Berkeley Journal of Middle Eastern and Islamic Law no 11 (2012), 2,

http://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&context=susan_hascall

(accessed February 25, 2013). 30Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa adilatuhjuz 7, (Beirut: Dār al-Fikr

2007), 5591.

Page 32: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

10

diserahkan kepada U>lil ‘Amr baik tentang jenisnya maupun tentang

kadarnya dan disesuaikan dengan perbedaan jarimahnya. Menurut

mazhab Hanbali, hukuman ta‘zi>r diserahkan kepada U>lil ‘Amr untuk

ditetapkan sesuai dengan jari>mah dan keadaan pelakunya.31

Pemberian hukuman ta‘zi>r adalah sebagai peringatan yang

bersifat mendidik karena tujuan hukum pada umumnya adalah

menegakkan keadilan sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman

pada masyarakat. Oleh karena itu putusan hakim seharusnya

mengandung rasa keadilan dan didasarkan pada pertimbangan akal

sehat dan keyakinan untuk mewujudkan mas}lahah agar dipatuhi oleh

masyarakat.

Islam mengedepankan pandangan realistis terhadap hak-hak

manusia dalam penetapan syariatnya, selaras dengan fitrah

kemanusiaan, dan gambarannya bersifat tetap.32

Menurut Ibnu

Khaldun, meskipun syariat menentukan sanksi-sanksi untuk tindak

pidana, tetapi syariat tidak menentukan secara khusus sarana-sarana

yang dapat digunakan untuk menahan pelaku dan membawanya untuk

diadili. Hal itu terletak pada kekuasaan politik untuk mengadakannya

sesuai dengan kepentingan masyarakat. Jadi prosedur-prosedur

penyidikan dan penuntutannya dianggap dalam wilayah politik

(siya>sah) atau dari kekuasaan yang diserahi.33

Dalam hukum Islam anak-anak diberikan kebebasan dan belum

dibebani oleh tanggungjawab akan hukum. Dalam hadits diriwayatkan

‚Telah menceritakan kepadaku Husyaim, katanya: telah menceritakan kepadaku Yunus dari Ali r.a ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Diangkat pembebanan hukuman dari tiga jenis orang: anak kecil sampai ia baligh, orang tidur sampai ia bangun, dan orang gila sampai ia sembuh. (HR Ahmad).

34

Hukum Islam yang sangat memperhatikan dan mengedepankan

pandangan realistis terhadap hak-hak manusia terdapat kesamaan

dengan hukum yang berlaku di Indonesia, tetapi tampaknya aparat

yang menindak perkara hukum anak di Indonesia terlalu bertindak

legalistik, sehingga secara yuridis normatif perkara pidana sekecil

31Nurrohman, Hukum Pidana Islam (Bandung: Pustaka al-Kasyaf, 2007),

101. 32Muh{ammad Ah{mad Mufti> dan Sa>mi> S{a>lih{ al-Waki>l, H{uqu>q al-Insa>n fi> al-

Fikr as-Siya>si> al-Gharbi> wa ash-Shar’i> al-Isla>mi>(Beirut: Da>r an-Nahd{ah al-Islami>yah,

1992), 21. 33Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, 58. 34Imam Ahmad ibn Hanbal, Musnad jilid 2 (Cairo: Darussalam, 2008), 172.

Page 33: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

11

apapun harus tetap diproses di pengadilan. Hal seperti ini mengusik

rasa keadilan masyarakat.

Dari pemaparan diatas penulis ingin membahas bagaimana

kebijakan dan implementasi restorative justice dalam kasus tindak

pidana anak di Indonesia kemudian melihatnya menurut Hukum Islam.

Pertanyaan penting yang akan dibahas diantaranya adalah apakah

konsep keadilan restoratif dapat dipraktekan pada pelaku tindak

pidana anak dan apakah konsep ta‘zi>r dalam hukum Islam yang

memberi pencegahan dan memperbaiki pelaku kejahatan sejalan

dengan prinsip-prinsip keadilan restoratif serta bisa menjadi sebuah

praktek keadilan bagi anak pelaku tindak pidana. Oleh karena itu

penulis ingin mengkaji lebih dalam dan menjadikannya sebuah tesis

dengan judul ‚Restorative Justice Pada Hukum Pidana Anak Indonesia

Dalam Perspektif Hukum Islam‛.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang ada dalam latar belakang

penelitian ini, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Penerapan Keadilan Restoratif pada kasus pidana anak sebagai

konsep peradilan yang ramah bagi anak dan melihat

kepentingan terbaik bagi anak.

2. Relevansi pemberian hukuman ta‘zi>r dan restorative justice terhadap pelaku tindak pidana anak sebagai konsep keadilan

bagi anak.

3. Konsep ta‘zi>r dan restorative justice dalam pemberian

hukuman terhadap pelaku tindak pidana anak sebagai

pendidikan dan bukan sebagai pembalasan.

4. Kebijakan dan Implementasi Restorative Justice pada kasus

pidana anak dalam perspektif hukum Islam.

5. Restorative Justice pada hukum pidana anak Indonesia dalam

perspektif hukum Islam.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan diatas maka rumusan permasalahan yang akan di bahas

adalah sebagai berikut :

‚Bagaimana Kebijakan dan Implementasi Restorative Justice pada

Hukum Pidana Anak di Indonesia dalam perspektif Hukum Islam?

Page 34: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

12

3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini membahas pada permasalahan kebijakan dan

implementasi Restorative Justice terhadap pelaku tindak pidana anak

perspektif hukum Islam. Penelitian ini dibatasi pada pelaku tindak

pidana anak di Indonesia khususnya di daerah sekitar Bekasi yang

berada dibawah pengawasan BAPAS Kelas II Bogor Periode 2011-

2013.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini secara umum untuk melakukan

perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

Secara rincinya sesuai dengan permasalahan diatas maka tujuan

khusus penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsep kebijakan dan implementasi

restorative justice pada kasus-kasus pidana terhadap anak di

Bekasi.

2. Untuk mengetahui konsep restorative justice dalam

penyelesaian perkara pidana khususnya dalam perkara anak

menurut hukum Islam.

D. Signifikasi Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat:

a. Memberikan pemahaman terhadap konsep restorative justice menurut hukum pidana positif Indonesia dan hukum Islam serta

penerapan dalam sistem peradilan pidana khususnya pidana

anak sehingga menjadi tambahan pengetahuan dan

perbandingan serta memberikan masukan evaluasi khususnya

dalam tata cara penyelesaian perkara pidana anak di Indonesia.

b. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan agar dapat

menciptakan unifikasi dibidang hukum pidana khususnya

pidana anak untuk menuju kodifikasi hukum hingga dapat

mewujudkan hukum pidana anak yang sesuai dengan syariat

Islam di Indonesia.

Page 35: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

13

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Diantara tulisan yang ditemukan mengkaji tentang konsep

restorative justice adalah tulisan Braithwaite yang menyatakan bahwa

dalam proses keadilan restoratif dapat mengembalikan korban, pelaku,

dan masyarakat menjadi lebih baik daripada yang ada dalam praktek

peradilan pidana. Dikatakan bahwa sistem keadilan restoratif juga

dapat mencegah, melumpuhkan, dan merehabilitasi lebih efektif

daripada sistem hukuman.35

Penelitian yang dilakukan oleh OJJDP (Office of Juvenile Justiceand Deliquency Prevention) menunjukkan bahwa keadilan

retributif hanya fokus pada dendam publik dan penyediaan hukuman

melalui proses yang berlawanan. Adapun keadilan restoratif berkaitan

dengan hubungan yang lebih luas antara pelaku, korban, dan

masyarakat, serta memberikan prioritas untuk memperbaiki kerusakan

atau kerugian yang ditanggung korban dan masyarakat korban.

Keadilan restoratif berbeda dari keadilan retributif dalam

pandangannya tentang kejahatan sebagai lebih dari sekedar

pelanggaran hukum karena fungsi yang paling penting dari keadilan

adalah untuk memastikan bahwa bahaya ini diperbaiki.36

Gordon Bazemore menyatakan bahwa wawasan terpenting dari

pendekatan restoratif adalah bahwa praktek, program, dan proses yang

terbaik adalah memenuhi kebutuhan korban dan pelaku. Oleh karena

itu keadilan restoratif memiliki potensi untuk meningkatkan status

program reparatif. Keadilan restoratif dan ‚keseimbangan‛ adalah

sebuah model intervensi untuk menempatkan korban dalam misi

direstrukturisasi.37

Ted Gordon Lewis menunjukkan bahwa inti dari filosofi

restoratif adalah cara di mana masyarakat, korban, dan pelaku harus

mendapat perhatian yang seimbang dalam menanggapi setiap

kejahatan. Dibutuhkan peran aktif dan kerjasama yang nyata antara

35 John Braithwaite, Restorative Justice and Responsive Regulation,

(Oxford: University Press, 2002). 36 OJJDP (Office of Juvenile Justiceand Deliquency Prevention),‚Balanced

and Restorative Justice for Juveniles A Framework for Juvenile Justice in the 21st

Century‛, Balanced and Restorative Justice Project University of Minnesota,

August, 1997. (Shay Bilchik as the Administrator Office of Juvenile Justice and

Delinquency Prevention.) 37Gordon Bazemore, ‚Crime Victims and Restorative Justice in Juvenile

Courts: Judges as Obstacle or Leader?‛, Western Criminology Review, 1998,

http://wcr.sonoma.edu/v1n1/bazemore.html.

Page 36: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

14

para penegak hukum, LSM dan masyarakat dalam mengatasi

permasalahan dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.38

Van Ness menyatakan bahwa pelaku dan korban yang

berpartisipasi melalui pendekatan keadilan restoratif dalam

menyelesaikan permasalahan tindak pidananya cenderung lebih tinggi

tingkat kepuasannya dibandingkan dengan diselesaikan melalui proses

pengadilan. Hal ini disebabkan karena pelaku, korban dan masyarakat

berpartisipasi bersama-sama secara aktif dalam penyelesaian masalah-

masalah yang timbul dari suatu kejahatan untuk mencapai hasil yang

restoratif.39

Menurut Darrell James Fox, dibutuhkan pendekatan yang lebih

untuk mengatasi kebutuhan anak-anak meliputi baik hukum dan

kesejahteraan. Konsep restorative justice membuktikan bahwa antara

korban dan pelaku mencapai tingkat kepuasan yang baik, tingkat

kepatuhan yang tinggi dan pengurangan tingkat kenakalan.40

Penelitian Jeff Latimer, Craig Dowden and Danielle Muise

menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pendekatan tradisional

nonrestorative, keadilan restorative ditemukan lebih berhasil dalam

mencapai tujuan. Program keadilan restoratif adalah metode yang

lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan pelaku dengan restitusi,

dan mengurangi residivisme pelanggar.41

Hadi Supeno menyatakan bahwa model keadilan restorative

lebih pada upaya pemulihan hubungan antara pelaku dan korban.

Kajian ini lebih menekankan pada aspek perlindungan pidana anak

yang dinyatakan dalam tulisannya bahwa sudah saatnya menghentikan

38 Sejak didirikan pada tahun 1999, Barron County Restorative Justice

Programs (BCRJP), dalam kemitraan dengan pemerintah berbasis lembaga di Barron

County, Wisconsin, telah menunjukkan manfaat yang lebih besar mengintegrasikan

layanan berbasis masyarakat dengan sistem peradilan anak, BCRJP telah

menghasilkan sejumlah manfaat, antara lain: kejahatan dan residivisme telah

menurun, Ted Gordon Lewis, ‚A Partnership Model for Balancing Community and

Government Resources for Juvenile Justice Service‛, Journal of Juvenile Justice, Vol

1 Issue 1, Fall 2011. 39Daniel W. Van Ness, ‚An Overview of Restorative Justice Around the

World‛, International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice (Bangkok. Thailand, 22 April 2005).

40Darrell James Fox, ‚Restorative Justice The Current Use of Family Group

Conferencing in the British Youth Justice System‛, IUC Journal of Social Work Theory and Practice, issues 10, 2004/2005.

41Jeff Latimer, Craig Dowden and Danielle Muise, ‚The Effectiveness of

Restorative Justice Practices‛, The Prison Journal, Vol. 85 No. 2, June 2005.

Page 37: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

15

kriminalisasi anak dengan cara membangun sistem peradilan anak

dengan semangat melindungi dan bukan mengadili.42

Marlina memaparkan tentang peradilan pidana anak di

Indonesia dengan menawarkan konsep diversi dan restorative justice

yang merupakan proses penyelesaian perkara di luar sistem peradilan

untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian dengan mengutamakan

perbaikan, perdamaian, pemulihan dan perlindungan.43

Mutaz M. Qafisheh menjelaskan bahwa keadilan restorative bukanlah suatu hal yang baru dalam sistem peradilan pidana Islam.

Dalam hal ini ditemukan bahwa hukum Islam dianut hampir semua

berbentuk mekanisme restoratif, seperti adanya kompensasi, konsiliasi

dan pengampunan. Hal ini membuktikan bahwa hukuman yang berat

dianggap sebagai pencegahan bukan dianggap sebagai hukuman yang

sebenarnya untuk pelaksanaan.44

Nawal H. Ammar menyatakan bahwa pemberiaan maaf dan

peringanan hukuman terhadap pelaku tindak pidana dengan

pengampunan dari pihak korban serta penyesalan dari pelaku

menghapuskan hukuman berat bagi pelaku. Pemaafan dan perdamaian

merupakan konsep restorative justice dalam Islam yang paling cocok

untuk mengubah keadilan dalam sistem peradilan pidana dari

retributive menjadi restorative.45

Penelitian ini menolak pendapat Alf Ross dan John Rawls yang

menyatakan bahwa hukuman ditujukan pada pengenaan penderitaan

terhadap orang yang melakukan kejahatan.46

Dalam pemberian

hukuman, orang yang melakukan kejahatan harus menderita/

mendapatkan hukuman sebanding dengan apa yang dia lakukan dan

beratnya hukuman yang diberikan harus sesuai dengan perbuatannya.47

42 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan

Anak Tanpa Pemidanaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). 43 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice (Bandung: PT Refika Aditama, 2009). 44Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice Sciences Vol 7 Issue 1 January – June 2012.

45Nawal H. Ammar, ‚Restorative Justice in Islam: Theory and Practice ‚,

The spiritual Roots of Restorative justice, edited by Michael L. Hadley (Albany:

State University of New York Press, 2001). 46 Alf Ross, On Guilty, Responsibility and Punishment, Steven and Sons

Ltd., London, 1975. 47 Richard A. Posner, Retribution and Related Concepts of Punishment, The

journal of Legal Studies Vol 9 no 1 Jan 1980 –jstor.org.

Page 38: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

16

Penelitian ini juga menolak pendapat Kathleen Daly yang

menyatakan bahwa hukuman diperlukan untuk membela korban agar

pelaku bertekad menebus kesalahan dengan menjatuhkannya hukuman.

Daly mengemukakan bahwa hukuman merupakan pengenaan

penderitaan kepada pelaku. Daly juga menambahkan bahwa keadilan

restoratif terlalu banyak memberikan janji kepada masyarakat.48

Dari berbagai penelitian tersebut diatas, peneliti belum

menemukan penelitian yang berkaitan tentang kebijakan dan

implementasi restorative justice terhadap pelaku pidana anak

Indonesia dalam perspektif Hukum Islam.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan

penelitian lapangan (field research) dan juga dilengkapi dengan

penelitian kepustakaan (library research). Penulis menggunakan

metode penelitian kualitatif yang mempunyai tipe yuridis normatif.

Pendekatan yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada

dalam masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dalam

penyajian datanya. Peneliti mencoba menggambarkan dan menganalisa

data mulai dari tahap pengumpulan, penyusunan data kemudian

dianalisis dan diinterpretasi terhadap data tersebut.49

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

studi pustaka, wawancara, dan observasi sesuai dengan jenis-jenis

sumber data yang diperlukan. Metode pengumpulan data primer

dengan metode wawancara dan juga dengan cara membandingkan

beberapa pendapat tentang teori hukuman restorative justice dalam

sistem peradilan pidana, dikaji dengan melakukan kritik konstruktif

kemudian ditinjau dari perspektif hukum Islam. Penulis juga

mengungkap keterkaitan sistem restorative justice yang berlaku di

Indonesia terhadap pelaku pidana anak berdasarkan perundang-

48 Kathleen Dally, ‚Restorative Justice: The Real Story‛, School of

Criminology and Criminal Justice, Griffith University, Brisbane, Queensland,

Australia (Version Revised, 12 July 2001)

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0011/50321/kdpaper12.pdf. 49 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito,

1980), 136.

Page 39: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

17

undangan yang berlaku lalu dianalisa latar belakang teori hukuman

dari sistem peradilan tersebut. Dalam hal ini penulis menganalisa

pendapat aparat penegak hukum tentang sistem restorative justice

pada peradilan anak lalu dibandingkan dengan teori hukuman

perspektif hukum Islam. Adapun studi pustaka dilakukan terhadap

data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang

undangan, literatur, hasil penelitian serta dokumen-dokumen resmi

yang berkaitan dengan obyek penelitian.50

2. Sumber Data dan Metode Analisis Data

a. Sumber Data

1) Data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi dengan

instansi hukum terkait yang menangani perkara tindak pidana anak

seperti Kepolisian, Petugas Peneliti Kemasyarakatan (Bapas) dan

Hakim Anak. Selain menggunakan data primer, penelitian ini juga

menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari: KUHP (Kitab

undang-undang Hukum Pidana), KUHAP (Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana), Undang-undang tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak (UU RI No 3 Th.1997), Undang-undang tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak (UU RI No 11 Th.2012) dan

Undang-Undang Perlindungan Anak (No 23 Th. 2002).

2) Data Sekunder data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku yang membahas tentang hukum pidana anak serta

jurnal-jurnal ilmiah.

b. Metode Analisis Data

Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode

penelitian kualitatif maka data yang diperoleh dari usulan penelitian

tersebut akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk uraian yang

disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisis kasus per-kasus

dengan pendekatan undang-undang yang berkaitan dengan

perlindungan anak dan peradilan anak kemudian dijelaskan dalam

perspektif hukum Islam sehingga menghasilkan laporan penelitian

50Maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna

yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-

undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik

dan putusan hukum. Abu Yasid, Aspek-aspek Penelitian Hukum (Hukum Islam- Hukum Barat) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 77.

Page 40: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

18

yang bersifat deskriptif analitis.51

Semua teknis analisis data kualitatif

berkaitan erat dengan metode pengumpulan data yaitu observasi dan

wawancara ataupun focus group discussion.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I : Bab pertama adalah bab Pendahuluan yang berisi latar

belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian,

signifikasi penelitian, penelitian terdahulu yang relevan,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini membahas tentang definisi anak dan anak yang

berkonflik dengan hukum serta wacana konsep retributive versus restorative justice dan konsep ta‘zi>r dalam menetapkan

putusan hukuman yang diberikan kepada pelaku anak yang

melakukan tindak kriminal, variasi penerapan restorative justice, perkembangan dan pelaksanaan restorative justice di

Indonesia, serta membahas tentang pemberian hukuman ta‘zi>r terhadap pelaku tindak pidana dalam hukum Islam.

Bab III: Bab ini berisi arah kebijakan restorative justice untuk anak

yang terpidana sesuai dengan hukum positif di Indonesia,

serta menjelaskan sistem restorative justice sebagai

penanggulangan tindak kejahatan pidana atas anak dan

dijelaskan tentang efektivitas implementasi restorative justice atas pelaku tindak kriminal anak dalam perubahan sikap

mental, prilaku dan menjauhi pengulangan tindak kriminal.

Dalam bab ini juga dijelaskan hambatan dan kendala dalam

menerapkan konsep restorative justice, dan juga dijelaskan

tentang konsep restorative justice dan ta‘zi>r sebagai praktek

keadilan dalam hukum pidana.

Bab IV:Bab ini menguraikan tentang kasus-kasus yang termasuk

kedalam pidana anak, dianalisa dan dijelaskan bagaimana

kasus tersebut dapat diselesaikan dengan konsep restorative justice menurut hukum positif di Indonesia dan menurut

hukum Islam.

51 Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif untuk

menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam

menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. Zainuddin Ali,

Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 107.

Page 41: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

19

Bab V : Dalam bab ini berisi suatu kesimpulan sebagai jawaban dari

permasalahan dan tujuan penelitian pada bab-bab sebelumnya,

serta saran-saran atau rekomendasi-rekomendasi terkait

dengan judul penelitian.

Page 42: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

20

Page 43: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

21

BAB II

TEORI RETRIBUTIVE JUSTICE, RESTORATIVE JUSTICE DAN

TA‘ZI>R DALAM SISTEM HUKUM PIDANA ANAK

Dunia hukum dalam beberapa tahun ini telah mengalami

reformasi cara pandang dalam penanganan anak yang melakukan

kenakalan dan perbuatan melanggar hukum. Banyak negara yang mulai

meninggalkan mekanisme peradilan anak yang bersifat retributif. Hal

ini disebabkan oleh kegagalan sistem tersebut untuk memperbaiki

tingkah laku dan mengurangi tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh

anak. Pakar hukum dan pembuat kebijakan mulai memikirkan

alternatif solusi yang lebih tepat dalam penanganan anak dengan

memberikan perhatian lebih untuk melibatkan mereka secara langsung

(reintegrasi dan rehabilitasi). Dalam bab ini dijelaskan tentang definisi

anak, anak yang berkonflik dengan hukum dan juga dijelaskan konsep

retributif dalam hukum pidana positif, restoratif menurut hukum

pidana positif dan Islam serta pemberian hukuman ta’zi>r terhadap

pelaku tindak pidana dalam hukum Islam.

A. Definisi Anak dan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)

1. Anak menurut Undang-Undang di Indonesia

Anak dalam konteks perundang-undangan di Indonesia

mempunyai batasan umur yang berbeda-beda. Perserikatan Bangsa-

Bangsa dalam Convention on the Right of the Child (CRC) atau

Konvensi Hak Anak (KHA) menetapkan anak adalah orang yang

berada di bawah umur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan juga

yang sudah menikah.1

Dalam hukum Perdata, ketentuan belum dewasa adalah belum

berumur 21 tahun dan belum pernah kawin.2 Menurut UU No 3 tahun

1Keputusan Presiden No 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak-Hak Anak

Pasal 1. Lihat juga Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak- Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010),

40. 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor

Indonesie) Bab XV Pasal 330 dinyatakan ‚Yang belum dewasa adalah mereka yang

belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila

perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka

mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.‛

Menurut konsep hukum Perdata Pendewasaan ada 2 macam, yaitu:

pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu

Page 44: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

22

1997 tentang Pengadilan Anak dinyatakan bahwa anak nakal adalah

yang telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun

dan belum pernah menikah. UU No 3 tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak ini juga sudah mengalami reformasi menjadi Undang-undang No

11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Menurut Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) frasa 8 tahun

dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 5 ayat (1) UU

Pengadilan Anak berikut penjelasannya bertentangan dengan UUD

1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara

bersyarat. Dengan demikian, MK memutuskan bahwa batas terendah

usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana adalah 12

tahun. Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan perlu

menetapkan batas umur bagi anak untuk melindungi hak

konstitusional anak terutama hak terhadap perlindungan dan hak untuk

tumbuh dan berkembang. Usia 12 tahun secara relatif sudah memiliki

kecerdasan emosional, mental, dan intelektual yang stabil sesuai

psikologi anak dan budaya bangsa Indonesia. Umur 12 tahun lebih

(terbatas). Keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang.

Untuk pendewasaan penuh syaratnya telah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan

untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh (pasal

421 dan 426 KUHPerdata). Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan

mengajukan permohonan kepada Presiden RI dilampiri dengan akta kelahiran atau

surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung,

memberikan keputusannya. Akibat hukum adanya pernyataan pendewasaan penuh

ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa,

tetapi bila ingin melangsungkan perkawinan ijin orang tua tetap diperlukan. Untuk pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan

mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri

akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan setelah mendengar keterangan

orang tua atau wali yang bersangkutan, memberikan ketetapan pernyataan dewasa

dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan,

misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat.

Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan

sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu.

Dalam UU perkawinan No. 1 tahun 1974, diatur tentang batasan umur

seorang anak diantaranya: izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan

perkawinan apabila belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2), umur minimal

untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun

(pasal 7 ayat 2), anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin,

berada didalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1), anak yang belum mencapai

umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada dibawah kekuasaan

orang tuanya, berada di bawah kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1).

Page 45: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

23

menjamin hak anak untuk tumbuh berkembang dan mendapatkan

perlindungan sebagaimana dijamin pasal 28B ayat (2) UUD 1945.3

Undang-Undang tentang sistem peradilan pidana anak yang

baru disahkan dengan Nomor 11 tahun 2012 menyatakan bahwa ‚Anak

yang Berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah

anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun

yang diduga melakukan tindak pidana‛.4 Dalam Undang-Undang ini

juga dinyatakan bahwa penahanan terhadap anak hanya dapat

dilakukan apabila anak telah berumur 14 tahun atau lebih dan diduga

melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau

lebih.5

Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP juga diatur batasan

seorang anak melakukan tindak pidana yaitu pada pasal 113. Dalam

pasal ini diatur bahwa anak yang belum mencapai umur 12 tahun

apabila melakukan tindak pidana maka tidak dapat dipertanggung

jawabkan. Pidana dan tindakan bagi anak hanya berlaku bagi orang

yang berumur antara 12 tahun dan 18 tahun yang melakukan tindak

pidana.6

Istilah Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH)7 muncul dari

Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung, Jaksa

3 Batas Usia Anak Dapat Dipidana Naik,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d669dccee142/batas-usia-anak-dapat-

dipidana-naik, Terbit Online 25 Februari 2011 (Diakses pada 19 Oktober 2012). 4 Ketentuan ini disahkan oleh Dewan Rakyat Republik Indonesia pada

tanggal 3 Juli 2012 dan kemudian disahkan dan ditanda tangani oleh Presiden

Republik Indonesia pada tanggal 30 Juli 2012 dan dimasukkan dalam Lembar Negara

Republik Indonesia No 153, 2012. Bab 1 Pasal 1 ayat 3. 5Undang-Undang No 11 Th 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Pasal 32. 6Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Bab Keempat Pidana dan Tindakan Bagi Anak Pasal 113 ayat (1) dan (2). 7Bab 1 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun

2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. ‚Anak yang berhadapan dengan hukum

adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak

pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Ketentuan ayat ini mengubah Undang-Undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, Bab 1 Pasal 1 ayat 2, yang menyatakan ‚Anak Nakal adalah: anak yang

melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan

terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut

peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

- Bab 1 Pasal 1 ayat 3 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak ‚Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah

Page 46: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

24

Agung, Kepala Kepolisian, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sosial,

dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

tentang Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum, yang

ditandatangani pada tanggal 22 Desember 2009. Penggunaan istilah ini

sesuai dengan semangat menerapkan keadilan restoratif yang

melindungi hak dan kepentingan anak.8

Kelompok Kerja Akses Terhadap Keadilan Bappenas meyakini

bahwa akses terhadap keadilan hanya dapat dicapai apabila inisiatif

pemberdayaan hukum juga mengikutsertakan anak. Setiap anak harus

diberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai hak-haknya yang

dilindungi hukum. Pemenuhan hak-hak anak juga harus didapatkan

dari lingkungan sosialnya. Satu kenyataan bahwa hambatan akses

terhadap keadilan bagi anak justru sering datang dari masyarakat itu

sendiri, yang menyebabkan perilaku birokrasi dan aparat penegak

hukum memperoleh legitimasi dalam memperlakukan anak-anak yang

berkonflik dengan hukum.9

2. Anak menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam yang dimaksud dengan anak adalah yang

belum mencapai dewasa (bulu>gh). Pengertian bulu>gh dapat ditentukan

dengan tanda-tanda alami atau dengan umur. Ada beberapa perbedaan

pendapat ulama tentang tanda-tanda alami seperti:

- Menurut Hanafiyah: seorang anak dikatakan mencapai dewasa

(bulu>gh) jika mengalami ihtila>m bagi laki-laki (maksud dari

ihtila>m adalah keluarnya air mani ketika tidur atau ketika bangun)

berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak

pidana (terdakwa/ tersangka)‛.

- Bab 1 Pasal 1 ayat 4 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak. ‚Dan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak korban dan

anak saksi, anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum

berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental atau kerugian

ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana‛.

- Bab 1 Pasal 1 ayat 5 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak ‚Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang disebut dengan anak

saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan

keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat atau dialami

sendiri‛. 8DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative

Justice di Pengadilan Anak Indonesia, 9. 9Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 89.

Page 47: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

25

dan bisa menghamili wanita10

; sedangkan perempuan dikatakan

dewasa jika sudah mengalami haid dan hamil. Batas umur

dikatakan dewasa seorang anak menurut Hanafiyah adalah 12

tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan.

- Menurut Mazhab Malikiyah: tanda alami seorang anak mencapai

dewasa adalah haid dan hamil khusus untuk perempuan; sedangkan

keluarnya air mani, tumbuhnya rambut disekitar kemaluan,

berubahnya bau badan dan pecahnya suara adalah tanda alami

kedewasaan yang dimiliki baik laki-laki dan perempuan. Batas

umur dikatakan dewasa seorang anak menurut Malikiyah adalah 18

tahun.

- Menurut Mazhab Syafiiyyah: seorang anak dikatakan dewasa

apabila sudah mencapai umur 15 tahun.11

Dalam Islam seorang anak pada dasarnya tidak bisa dimintai

pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukannya. Hal ini

disebabkan anak belum dibebani dengan tanggung jawab dan tidak

dibebani hukum karena belum dewasa.

10Dalil ayat al-Qur’an yang menunjukkan bulu>gh adalah surat an-Nūr ayat

59

‚Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur ba>ligh, Maka hendaklah mereka

meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah

Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha

Bijaksana.‛

Dalil dari khabar yang menunjukkan bulu>gh

زفع انقهى ع ثالثت يا ع انصبي حخى يحخهى

Qalam (pencatat dosa) diangkat (maksudnya: tidak dihitung melakukan dosa) dari

tiga orang salah satuya antara lain anak kecil sampai ia dewasa (ba>ligh). 11Dalil atau bukti yang mengatakan bahwa batasan umur anak mencapai

dewasa 15 tahun adalah khabar Ibn Umar

عسضج عهى انبي صهى هللا عهي سهى يو أحد أا اب أزبع عشس ست فهى يجصي : خبس اب عس

نى يسي بهغج عسضج عهي يو انخدق أا اب خس عشسة ست فأجاشي زآي بهغج

‚Ibn Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengizinkan dirinya

menyertai dalam perang Uhud, pada ketika itu, Ibn Umar berusia 14 tahun. Tetapi

ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengizinkan Ibnu Umar ikut

dalam perang tersebut.‛ Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh (Damaskus:

Da>r al-Fikr, 2005), juz 6, 4472-4474.

Page 48: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

26

Sikap ar-rushd/ cakap bertindak hukum juga dipertimbangkan

untuk menentukan kedewasaan seorang anak. Para ulama berbeda

pendapat tentang cakap bertindak hukum yang di dasarkan kepada

kecerdikan seseorang sebagai berikut :

- Jumhu>r Fuqaha>’ (Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah)

berpendapat bahwa seorang anak sudah memiliki kecerdasan

apabila seorang anak telah mengerti cara melipat gandakan harta

kekayaan, mampu mengambil kemaslahatan dari harta kekayaan

itu dan tidak menggunakan uang tersebut untuk sesuatu yang sia-

sia;

- Sebagian ulama lainnya seperti Imam Syafi’i berpendapat seorang

anak sudah memiliki kecerdasan apabila ia telah dapat

melaksanakan ajaran agamanya dengan baik dan dapat menjaga

hartanya serta menjauhi perbuatan maksiat yang dilarang oleh

agama dan mampu untuk bersikap adil.12

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seorang anak

tidak cakap bertindak hukum jika ada sifat bodoh dalam dirinya.

Kebanyak dari Ulama>’ berpendapat bahwa anak kecil membawa

pengaruh terhadap tidak cakapnya seorang anak bertindak hukum. Hal

ini disebabkan karena masih berstatus anak kecil yang mengakibatkan

gugurnya pertanggung jawaban dari perbuatannya.

Jika terjadi anak berhadapan dengan hukum tentu saja tidak

dapat dibiarkan begitu saja, jelas ada resiko yang harus ditanggung

oleh anak dan keluarganya. Letak seorang anak kurang sempurna

dikenai hukum, maksudnya adalah status anak ketika berhadapan

dengan hukum hanya dibebankan sebagian/ setengah dari pertanggung

jawaban orang dewasa, maka seorang anak tidak pantas ditetapkan

kewajiban-kewajiban kepadanya.13

B. Konsep Retributive Justice dalam Hukum Pidana

Penerapan hukum pidana seharusnya ditujukan dan mempunyai

pengaruh yang efektif untuk mencegah suatu kejahatan terjadi.

12Imam al-Qa>d{i Abu> al-Wali>d Muh{ammad ibn Ah{mad ibn Muḥammad ibn

Aḥmad ibn Rushd al-Qurt}u>bi> al-Andalusi>, Bida>yatu al-Mujtahid wa Niha>yatu al-Muqtas}id (Beiru>t : Da>r al-Fikr, 1995), juz ke 2, 228. Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, 4475. Lihat juga Disertasi Mulyadi Zakaria, ‚Sistem Peradilan

Anak di Indonesia dalam Perspektif Hukum Islam‛ (Disertasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2011), 190-191. 13Mulyadi Zakaria, ‚Sistem Peradilan Anak di Indonesia dalam Perspektif

Hukum Islam‛, 194.

Page 49: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

27

Berkaitan dengan persoalan ini, ada satu pertanyaan yang dapat

dimunculkan yaitu, mungkinkah pemidanaan dapat dijadikan

instrument pencegah kejahatan?. Persoalan ini muncul karena selama

ini banyak anggapan bahwa pemidanaan bukan mengurangi terjadinya

kejahatan, tetapi justru menambah kejahatan semakin marak terjadi.

Untuk mencari jawaban atas persoalan diatas, pembahasan

harus diarahkan untuk mengungkap secara philosopis apa tujuan

sesungguhnya pemidanaan. Alasan philosopis pemidanaan sangat

penting untuk mencari arah kemana nantinya kebijakan hukum pidana

diarahkan. Tanpa itu semua, maka substansi hukum pidana dan

penerapannya akan tercabut dari akar nilai philosopis dan akan

menjadi hukum pidana yang kering serta tidak menyentuh nilai rasa

kemanusiaan yang hidup di dalam masyarakat.

Fatic berpendapat bahwa tujuan pemidanaan disandarkan pada

alasan bahwa pemidanaan merupakan (morally justifed) pembenaran

secara moral karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk

menerimanya atas kejahatan yang sudah diperbuatnya.14

Teori

Retributif memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas

kesalahan yang telah dilakukan. Teori ini berorientasi pada

perbuatan.15

Keadilan retributif ialah sistem peradilan pidana yang

didasarkan pada hukuman untuk para pelaku bukan pada rehabilitasi.16

Keadilan retributif merupakan pembentukan kembali keadilan melalui

pemaksaan hukuman sepihak atas pelaku dengan apa yang

diperbuatanya.17

Keadilan retributif adalah pokok hukum yang

14

Mahmud Mulyadi, ‚Perlindungan Terhadap Anak Yang Berkonflik

Dengan Hukum : Upaya Menggeser Keadilan Retributif Menuju Keadilan

Restoratif‛, Jurnal Equality vol 13 no 1 (Februari 2008), 89,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18419/1/equ-feb2008-

13%20%284%29.pdf (accessed May 13, 2013). 15 Michael Wenzel, Tyler G. Okimoto, Norman T. Feather, Michael J.

Platow, ‚Retributive and Restorative Justice‛ Law and Human Behavior issue 5 vol

32 (Published online: October 24, 2007 ), 381,

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract/14066C48066625370

D7/2?accountid=25704 (accessed March 12, 2013). 16 http://oxforddictionaries.com/us/definition/american_english/retributive%

2Bjustice (accessed July 30, 2013). 17 Sebuah hukuman sepihak berarti bahwa pelanggar harus menanggung

penderitaan bertentangan dengan keinginan mereka. Menurut teori ini pemidanaan

diberikan karena dianggap si pelaku pantas menerimanya diakibatkan oleh

Page 50: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

28

menyatakan bahwa hukuman dapat dilaksanakan asalkan sesuai atau

sebanding dengan kejahatan yang dilakukan dan dihukum sesuai

undang-undang yang sudah ditetapkan dengan istilah eye for eye, and a tooth for a tooth (mata ganti mata dan gigi ganti gigi).

18

Menurut Bemmelen teori retributif melegitimasi pemidanaan

sebagai sarana pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan

seseorang. Kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang amoral dan

asusila di dalam masyarakat, oleh karena itu pelaku kejahatan harus

dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan pemidanaan dilepaskan

dari tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu

tujuan, yaitu pembalasan.19

Menurut M. Sholehuddin, filsafat pemidanaan mempunyai dua

fungsi, yaitu : fungsi fundamental dan fungsi teori. Fungsi

fundamental merupakan landasan dan asas normatif atau kaidah yang

memberikan pedoman. Setiap asas yang ditetapkan sebagai prinsip

maupun kaidah itulah yang diakui sebagai kebenaran atau norma yang

wajib ditegakkan, dikembangkan dan diaplikasikan. Adapun fungsi

teori merupakan filsafat pemidanaan yang berfungsi sebagai teori

yang mendasari dan melatar-belakangi setiap teori pemidanaan.

Berdasarkan ke dua fungsi tersebut dalam proses

implementasinya, penetapan sanksi pidana merupakan program

legislasi dan yudikasi untuk menormatifkan jenis dan bentuk sanksi

(pemidanaan) sebagai landasan keabsahan penegakan hukum melalui

penerapan sanksi.20

Upaya menanggulangi kejahatan pada hakikatnya

merupakan suatu perlindungan masyarakat yang tujuannya untuk

mencapai kesejahteraan.21

kesalahanya sehingga pemidanaan menjadi retribusi yang adil dari kerugian yang

telah diakibatkan. 18 http://www.wisegeek.org/what-is-retributive-justice.htm (accessed July

30, 2013). 19 Mahmud Mulyadi, ‚Perlindungan Terhadap Anak Yang Berkonflik

Dengan Hukum : Upaya Menggeser Keadilan Retributif Menuju Keadilan

Restoratif‛, 85. 20Dwidja Priyatno, ‚Pemidanaan Untuk Anak Dalam Konsep Rancangan

KUHP (Dalam Kerangka Restorative Justice)‛, Makalah disampaikan dalam Rangka

Kuliah Umum di Pascasarjana UNSUR (Cianjur, 18 Juli 2009), 2,

www.unsur.ac.id/file/Jurnalrestoratif2005%20R004.doc (accessed May 13, 2013). 21 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana(Bandung:Nusa

Media, 2011), 20.

Page 51: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

29

Menurut Romli Atmasasmita penjatuhan pidana kepada pelaku

kejahatan dalam teori retributif ini, mempunyai sandaran pembenaran

sebagai berikut:

1) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai pemuasan rasa balas

dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temannya,

maupun keluarganya. Perasaan ini tidak dapat dihindari dan tidak

dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum.

Tipe aliran retributif ini disebut vindicative;

2) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai peringatan kepada pelaku

kejahatan dan anggota masyarakat yang lainnya bahwa setiap

perbuatan yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan

dari orang lain secara tidak wajar, maka akan menerima

ganjarannya. Tipe aliran retributif ini disebut fairness;

3) Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai penunjuk adanya

kesebandingan antara beratnya suatu pelanggaran dengan pidana

yang dijatuhkan. Tipe aliran retributif ini disebut proportionality.22

Tujuan pidana dalam pandangan retributif dianggap terlalu

kejam dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Keadilan

yang ingin dicapai melalui penerapan hukum pidana dalam

penanggulangan kejahatan akan sulit terwujud bila disandarkan pada

tujuan pemidanaan retributif. Oleh karena itu diperlukan pencarian

justifikasi keadilan yang sesuai untuk mencapai keadilan dalam

penerapan hukum pidana.

C. Restorative Justice sebagai Paradigma Keadilan yang Demokratis

dan Manusiawi

1. Definisi dan Posisinya dalam Hukum Pidana.

Dalam dua puluh lima tahun terakhir keadilan restoratif23

telah

menjadi sebuah konsep hukum yang mendunia dan dinamis pada

22Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologidalam

tulisan Mahmud Mulyadi, ‚Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan dalam

Penegakan Hukum Pidana Indonesia‛ (2006), 8,

http://library.usu.ac.id/download/fh/06006999.pdf. (Diakses pada 21 Februari 2013). 23 Istilah ‚restorative justice‛ diciptakan oleh seorang psikolog, Albert

Eglash pada tahun 1977, dalam sebuah tulisannya tentang ganti rugi atau pampasan

(reparation). Keadilan restoratif sangat peduli dengan usaha membangun kembali

hubungan-hubungan setelah terjadinya tindak pidana, tidak sekedar memperbaiki

hubungan antara pelaku dan masyarakat. tetapi juga sebagai pertanda dari sistem

peradilan pidana modern. Muladi, ‚Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem

Page 52: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

30

peradilan pidana. Lebih dari 80 negara di dunia menggunakan bentuk

keadilan restoratif dalam menyelesaikan suatu perkara pidana.24

Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

mendefinisikan restorative justice adalah suatu proses bagi semua

pihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu dan duduk

bersama untuk memecahkan masalah serta memikirkan bagaimana

mengatasi akibat pada masa yang akan datang.25

Keadilan restoratif merupakan pembentukan kembali keadilan

melalui nilai konsensus (kesepakatan) baru.26

Keadilan restoratif

mewajibkan pelaku mengambil tanggung jawab pribadi atas

tindakannya dan kemudian aktif bekerja untuk memperbaiki kerusakan

yang telah menyebabkan kerugian pada korban dan masyarakat.27

Peradilan Pidana dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak‛

(Semarang, 1-2 November 2013), 1.

Beberapa pakar hukum menyatakan ketidak setujuannya terhadap

penerjemahan restorative justice dengan keadilan restoratif karena memiliki makna

yang berbeda, namun lembaga internasional UNICEF dalam seminar internasional

yang digelar di Jakarta tahun 2002 telah mengenalkan istilah ‚keadilan restoratif‛.

Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 195. 24Daniel W. Van Ness, ‚An Overview of Restorative Justice Around the

World‛, International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice(Bangkok. Thailand, 22 April 2005),

1,https://assets.justice.vic.gov.au/njc/resources/c4518c8a-c200-4623-afd1-

42e255b62cf9/01+an+overview+of+restorative+justice.pdf (Accessed February 21,

2013).

Pada tahun 2001, Pusat Keadilan dan Rekonsiliasi di Prison Fellowship International

mengidentifikasi 80 negara di dunia di mana beberapa bentuk intervensi keadilan

restoratif sedang digunakan. Estimasi kenaikan sebesar 20 negara didasarkan pada

dua faktor: meningkatnya jumlah negara di mana pendekatan restoratif sedang diadili

dan literatur tumbuh pada subjek yang membawa praktek restoratif yang ada menjadi

perhatian pengamat. 25 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2009), 135. 26 Michael Wenzel, Tyler G. Okimoto, Norman T. Feather, Michael J.

Platow, ‚Retributive and Restorative Justice‛ Law and Human Behavior issue 5 vol

32 (Published online: October 24, 2007 ), 381-382,

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract/14066C48066625370

D7/2?accountid=25704 (accessed March 12, 2013). 27Mark S. Umbreit, ‚Victim Sensitive Victim Offender Mediation Training

Manual‛,An International Resource Center in Support of Restorative Justice Dialogue, Research and Training Center for Restorative Justice and Mediation(1998), 37,

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resources/Training_Resourc

es/VOM (accessed June 3, 2013).

Page 53: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

31

Menurut Braithwaite restorative justice merupakan sebuah

konsep penyembuhan bukan pembalasan. Konsep restoratif

menggunakan gagasan tradisional seperti pemulihan dan pencegahan

suatu kejahatan untuk menjadikan hukuman pidana lebih demokratis

dan manusiawi.28

Howard Zehr mengemukakan bahwa keadilan

restoratif merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengatasi

bahaya, serta untuk menyembuhkan dan menempatkan hal-hal yang

benar.29

Teori restorative justice merupakan teori normatif peradilan

pidana dan gerakan reformasi yang berkembang. Keadilan restoratif

merupakan suatu bentuk dialog yang berada di luar lembaga peradilan

pidana biasa dan bebas dari prosedur hukum yang formal. Dalam hal

ini korban bisa berkomunikasi dengan pelaku dan pelaku bisa

mengakui kesalahan dan menerima tanggung jawab. Semua bentuk

keadilan restoratif bersifat sukarela, partisipatif, dialog dan

musyawarah untuk menghasilkan beberapa bentuk solusi yang dapat

memuaskan dan menyembuhkan bahaya dan konflik yang akan

terjadi.30

Jeff Christian seorang pakar lembaga permasyarakatan

Internasional dari Kanada mengemukakan bahwa konsep restorative justice adalah sebuah penanganan tindak pidana yang tidak hanya

dilihat dari kacamata hukum semata tetapi juga dikaitkan dengan

aspek-aspek moral, sosial, ekonomi, agama dan adat istiadat lokal

serta berbagai pertimbangan lainnya.31

Oleh karena itu Eva Achjani

Zulfa menyatakan bahwa nilai yang diusung oleh keadilan restoratif

28John Braithwaite, Restorative Justice and Responsive Regulation (Oxford

University Press, 2002), 4-5. 29Howard Zehr, ‚Doing Justice Healing Trauma : The Role of Restorative

Justice in Peacebuilding‛, South Asian Journal of Peacebuilding Vol 1 No 1(Spring

2008), 3-4,

http://www.wiscomp.org/pp-v1/Howard_Zehr_Paper.pdf (accessed May 1, 2013). 30 Albert W. Dzur, ‚Civic Implications of Restorative Justice Theory:

Citizen Participation and Criminal Justice Policy‛, Journal of Social Deliberation : The Practice of Restorative Justice,Vol 36 Issue 3/4 Dec 2003, http://e-

resources.pnri.go.id:2058/docview/221329511?accountid=25704. (accessed May 1,

2013). 31Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Anak Tanpa

Pemidanaan,196

Page 54: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

32

berakar dari nilai-nilai tradisional dalam masyarakat tradisional seperti

keseimbangan, keharmonisan, serta kedamaian dalam masyarakat.32

Model keadilan restoratif memang sebuah pilihan sistem

peradilan anak masa depan di seluruh dunia bila kita ingin melihat

anak-anak di dunia terbebas dari kekerasan karena tuduhan-tuduhan

melakukan tindak pidana. Braithwaite, Ahmed, Morrison, dan

Reinhart mencatat bahwa praktek restoratif fokus pada

mempertahankan dan memperkuat ikatan sosial untuk mencegah anak-

anak dari perasaan terisolasi oleh komunitas sekolah dan masyarakat.33

Dari penjelasan teori retributif dan restoratif diatas kita dapat

menyimpulkan perbedaan antara konsep keadilan retributif dan

restoratif sebagaimana terlihat pada matrik dibawah ini34

32Eva Achjani Zulfa, ‚Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di

Indonesia‛, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol 6 No II(Agustus 2010), 184,

http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1114/1022 (diakses 1 Mei 2013). 33 Glenn Rideout, Karen Roland, Geri Salinitri, Marc Frey, ‚Measuring the

Effect of Restorative Justice Practices: Outcomes and Contexts‛,Journal of Educational Administration and Foundation Vol 21 Issue 2 (2010),

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/896272633/13DC3B704F5BE73CD5/9?ac

countid=25704 (accessed May 14, 2013). 34 http://www.ywcamadison.org/atf/cf/%7B2487BD0F-90C7-49BC-858D-

CC50637ECE23%7D/RestorativeYWCA Madison Racial Justice Resource Guide, 6.

Lihat juga http://www.cscsb.org/restorative_justice/retribution_vs_restoration.html.

(accessed May 14, 2013).

Page 55: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

33

Matrik 1. Perbedaan konsep Keadilan Retributif dan Restoratif

KEADILAN RETRIBUTIF KEADILAN RESTORATIF

Perilaku buruk / tindak pidana

terhadap pelaku kejahatan

yang ditetapkan oleh pihak

yang berwenang atas suatu

pelanggaran hukum.

Perilaku buruk / tindak pidana

yang didefinisikan sebagai

tindakan terhadap korban dan

masyarakat (Kejahatan adalah

tindakan terhadap orang lain dan

masyarakat).

Pelaku bertanggung jawab

kepada otoritas untuk perilaku

atau pelanggaran.

Pelaku bertanggung jawab

kepada korban dan masyarakat.

Pertanggung jawaban

disamakan dengan

penderitaan, jika pelanggar

menderita maka mereka telah

bertanggung jawab atas

kesalahannya.

Pertanggung jawaban

didefinisikan sebagai mengambil

tanggung jawab dan

memperbaiki kerusakan yang

telah diperbuat, sukses diukur

dengan berapa banyak perbaikan

dicapai.

Korban bukanlah fokus utama

dari proses.

Korban dan masyarakat terlibat

langsung dan memainkan peran

kunci dalam respon terhadap

masyarakat.

Pelanggar didefinisikan

sebagai kenakalan / perilaku

buruk dan korban

didefinisakan sebagai material

dan kerugian psikologis.

Pelanggar ditentukan oleh

kemampuan mereka untuk

mengambil tanggung jawab atas

tindakan mereka dan perubahan

perilaku. Korban didefinisikan

sebagai kerugian dan kapasitas

untuk berpartisipasi dalam proses

pemulihan kerugian dan

penyembuhan.

Page 56: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

34

Kenakalan/kejahatan adalah

hasil dari pilihan individu

dengan tanggungjawab

individu.

Kenakalan/kejahatan memiliki

kedua dimensi individual dan

sosial dan merupakan hasil dari

pilihan individu dan kondisi yang

mengarah pada perilaku.

Sistem peradilan anak yang berlandaskan pada keadilan

retributif hanya memberikan wewenang kepada Negara yang

didelegasikan pada aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dan

sipir penjara). Pelaku dan korban sedikit sekali mendapat kesempatan

untuk menyampaikan versi keadilan yang mereka inginkan. Negara

menentukan derajat keadilan bagi korban dengan memberikan

hukuman penjara pada pelaku. Hal seperti ini menyebabkan tindak

kriminal yang dilakukan anak semakin meningkat karena di penjara

mereka justru mendapat tambahan ilmu untuk melakukan kejahatan

dan kemudian merekrut anak lain untuk mengikutinya.35

Hasil penelitian dan pengamatan pakar hukum tentang anak

yang bermasalah atau pelaku delinkuen yang pernah diproses dengan

hukum, tidak terhindar dari penyebutan yang hina atau stigmatisasi

sebagai anak yang pernah dipenjarakan ‚mantan napi kecil‛. Oleh

karena itu pidana penjara yang merupakan perampasan kemerdekaan

untuk anak-anak sebaiknya dihapuskan. Alternatif yang lebih ringan

(less harm) harus diperbanyak sehingga tersedia banyak pilihan bagi

hakim. Kebijakan diskresi dan diversi seharusnya lebih banyak

diterapkan. Pemenjaraan berat untuk kasus-kasus tertentu harus

dijadikan sebagai pilihan terakhir (ultimum remedium).36

Pendekatan keadilan restoratif ini sangat penting dan strategis,

karena dengan proses keadilan restoratif, yang berubah dan bergeser

tidak hanya persoalan kelembagaan dan aspek norma kebijakan serta

regulasi, tetapi juga berkaitan dengan persoalan perubahan budaya

yang berkaitan dengan nilai persepsi, sikap dan filosofi. Konsep

retributif yang hanya berorientasi pada pelaku harus diubah menjadi

konsep restoratif yang berorientasi pada pelaku, korban dan

35DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative

Justice di Pengadilan Anak Indonesia, 26. 36 Eriyantouw Wahid, Keadilan Restoratif dan Peradilan Konvensional

Dalam Hukum Pidana (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2009), 52.

Page 57: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

35

masyarakat untuk menghasilkan dasar pendekatan keseimbangan (the balanced approach).37

Matrik 2. Perbedaaan paradigma dalam penanganan ABH

Perbedaan Restitusi Retribusi Restorasi

Landasan

Filosofi

Memperbaiki

kesalahan

dengan

mengganti atau

memperbarui.

Mencapai

keadilan dengan

memberi

balasan atas

derita/ sakit

yang

ditimbulkan.

Memberikan

maaf sebagai

dasar

memperbaiki

hubungan antar

manusia.

Cara Korban

menerima ganti

rugi.

Pelaku dijatuhi

hukuman yang

setimpal atau

lebih berat.

Pelaku

menyesali

perbuatan,

berjanji tidak

mengulangi

dengan

memberikan

ganti rugi jika

diperlukan.

Fokus Korban. Pelaku. Korban dan

pelaku.

2. Variasi Penerapan Restorative Justice

Bentuk praktik restorative justice yang telah berkembang di

Negara Eropa, Amerika Serikat, Canada Austalia dan New Zealand

dapat dikelompokkan dalam empat jenis praktik penerapan restorative justice yaitu : Victim Offender Mediation, Conferencing/ Family Group Conferencing, Circles dan Restorative Board/ Youth Panel.

2.1 Victim Offender Mediation (VOM)

37Muladi, ‚Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana

dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak‛, 44.

Page 58: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

36

Proses restorative justice terbaru yang pertama adalah victim offender mediation. VOM dimulai sekitar tahun 1960 dan pada tahun

1970 dilaksanakan pada tingkatan lokal. Pada saat dilakukan di tingkat

lokal itulah mulai banyak orang direkrut untuk menjadi mediator,

banyak juga yang ditangani oleh lawyer atau sarjana hukum sukarela

dan belum melakukan pertemuan tatap muka.

VOM adalah proses yang menyediakan korban berkesempatan

untuk bertemu pelaku dalam lingkungan yang aman dan terstruktur

serta terlibat dalam diskusi mediasi kejahatan. Dengan adanya bantuan

seorang mediator yang terlatih, korban dapat memberitahu pelaku

tentang kerugian fisik, emosional, dan keuangan atas dampak

kejahatan itu.38

Tujuan dilaksanakannya VOM adalah memberi penyelesaian

terhadap peristiwa yang terjadi, diantaranya dengan membuat sanksi

alternatif bagi pelaku atau melakukan pembinaan ditempat khusus

bagi pelanggaran yang benar-benar serius. Dalam bentuk dasarnya

proses ini melibatkan dan membawa korban dan pelaku bersama

kepada satu mediator yang mengkoordinasi dan memfasilitasi

pertemuan.

Sasaran dari VOM yaitu proses penyembuhan terhadap korban

dengan menyediakan wadah bagi semua pihak untuk bertemu dan

berbicara secara sukarela serta memberi kesempatan pada pelaku

belajar terhadap akibat dari perbuatannya dan mengambil tanggung

jawab langsung atas perbuatannya serta membuat rencana

penyelesaian kerugian yang terjadi.39

Dalam melaksanakan program

mediasi, mediator harus melakukan segala kemungkinan untuk

memastikan bahwa korban tidak akan dirugikan dengan cara apapun.

Korban juga harus diberikan pilihan mengenai keputusan seperti kapan

dan di mana sidang mediasi akan berlangsung, yang akan hadir, yang

akan berbicara pertama, dll.40

38 http://www.nij.gov/topics/courts/restorative-justice/promising

practices/victim-offender-mediation.htm 5 desember, 2007 (accessed March 6,

2013). 39Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 184. 40 http://www.nij.gov/topics/courts/restorative-justice/promising

practices/victim-offender-mediation.htm 5 desember, 2007 (Accessed March 6,

2013). Lihat juga Ronald M. George, Balanced and Restorative Justice (Council of

California Administratif Office of The Courts, 2006), 22,

http://www.courts.ca.gov/documents/BARJManual3.pdf (accessed March 6, 2013).

Page 59: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

37

Victim offender mediation berbeda dengan tipe mediator yang

lain. Mediasi ini sering dititik beratkan pada tercapainya sebuah

pertanggung jawaban dengan sedikit perhatian terhadap akibat dari

konflik tersebut terhadap kehidupan atau keadaan para pihak yang ikut

terlibat. Jenis mediasi lain lebih menitikberatkan pada pertanggung

jawaban tetapi victim offender mediation mendasarinya dengan dialog

dan perhatian kepada penyembuhan korban serta pertanggungjawaban

pelaku dalam pengembalian kerugian.41

2.2 Family Group Conferencing (FGC) Family Group Conferencing (FGC) adalah proses perencanaan

penetapan hukuman di mana keputusan harus dibuat untuk anak-anak

atau remaja. FGC merupakan pertemuan formal di mana anggota anak

atau keluarga dekat pemuda datang bersama-sama dengan kerabat dan

anggota masyarakat anak yang terlibat untuk mengembangkan sebuah

rencana dalam memutuskan kepentingan terbaik untuk anak yang

melakukan tindak kriminal.42

Family Group Conferencing berakar pada budaya Aborigin, di

mana perawatan dan pengambilan keputusan bagi anak-anak adalah

tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pada tahun 1989 konsep ini

dimasukkan ke dalam model undang-undang Perlindungan Anak

setelah adanya konsultasi ekstensif dengan kelompok masyarakat dan

Maori asli.43

Proses yang dilakukan masyarakat bangsa Maori ini

terkenal dengan sebutan wagga wagga dan telah dipakai untuk

menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat tradisional dan

merupakan tradisi yang ada sejak lama.44

FGC berkembang di New Zealand. Model ini juga telah

diperkenalkan di hampir 20 negara termasuk Australia, Brazil dan

Arab Saudi. Sebuah survei internasional menunjukkan peningkatan

dramatis dalam pembentukan program baru antara tahun 1998 dan

2002, dan diikuti pada tahun 2003. Survei yang sama melaporkan

41Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 187. 42 Ministry of Children and Family Development (Child and Family

Development Division), Family Group Conference Reference Guiede (British

Columbia, August 2005), 2.

http://www.mcf.gov.bc.ca/child_protection/pdf/fgc_guide_internet.pdf (accessed

June 8, 2013). 43 Ministry of Children and Family Development (Child and Family

Development Division), Family Group Conference Reference Guiede, 3. 44Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 188.

Page 60: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

38

bahwa proyek FGC berfokus pada kesejahteraan anak (60%), keadilan

pemuda (58%) diikuti oleh kekerasan dalam rumah tangga/ keluarga

(keduanya 32%) dan kesehatan mental anak (29%).45

Peserta dalam FGC terdiri dari tiga kategori yaitu: keluarga,

anak atau orang muda yang menjadi subyek konferensi dan aparat

penegak hukum yang menangani kasus anak seperti: kepolisian, hakim,

jaksa, balai pemasyarakatan, dll yang terlibat dalam kasus ini.46

Dalam

konsep FGC, keluarga dipandang sebagai "pakar" yang berada dalam

posisi terbaik untuk mengembangkan rencana yang akan menjamin

perawatan dan perlindungan anak-anak mereka.47

Tujuan dari FGC ini mendapatkan kejelasan dari peristiwa

yang terjadi dengan memberi semangat kepada pelaku, mengembalikan

kerugian korban, dan memberi kesempatan kepada pelaku untuk

bertanggung jawab atas kesalahannya. Sasaran dari FGC adalah

melibatkan korban secara langsung dalam diskusi dan melibatkannya

dalam pembuatan keputusan mengenai pelanggaran yang terjadi serta

memberikan kesempatan korban dan pelaku untuk saling berhubungan

dalam memperkuat kembali tatanan masyarakat yang sempat terpecah

karena terjadinya pelanggaran oleh pelaku terhadap korban.48

2.3 Circles

The circle process a path for Restorative dialogue adalah cara

berbicara bersama-sama, dihormati dan diperlakukan sama. Peserta

didorong untuk mempunyai rasa tanggung jawab bersama demi

kesejahteraan masyarakat dan individu yang ada di dalamnya, serta

memberikan pemahaman bahwa apa yang terjadi pada seseorang

mempengaruhi semua.49

45 Lee Barnsdale dan Moira Walker, Examining The Use and Impact of

Family Group Conference (Social Work Research Center University of Stirling :

March 2007), 2, http://www.scotland.gov.uk/Resource/Doc/172475/0048191.pdf.

(accessed June 8, 2013). 46Leone Huntsman, Family Group Conferencing in a Child Welfare Context

(NSW Department of Community Service : July 2006), 7,

http://www.community.nsw.gov.au (accessed June 8, 2013). 47 Melisa Hanson, Judith Wirth and Karin Gunderson, Family Group

Conference Facilitators Manual, 6,

http://www.nrcpfc.org/webcasts/archives/05/trainingmanualnov04.pdf (accessed June

8, 2013). 48Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 189. 49Jean Greenwood, The Circle Process : A Path for Restorative Dialogue

(Center for Restorative Justice and Peacemaking: October 2005), 2,

Page 61: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

39

Circle merupakan versi terbaru dari sanksi hukum pidana dan

merupakan praktek tradisional dari penduduk asli di Kanada dan

Amerika Indian di Amerika Serikat. Konsep ini dibangkitkan pada

tahun 1991 oleh hakim dan komite keadilan masyarakat di Yukon

Territory dan masyarakat Kanada utara lainnya. Circle telah

dikembangkan paling luas di Saskatchewan, Manitoba, dan Yukondan

serta telah digunakan sesekali di beberapa komunitas lain. Penggunaan

konsep ini menyebar ke Amerika Serikat pada tahun 1996.

Circle telah digunakan untuk pelaku dewasa dan remaja, untuk

berbagai pelanggaran, dan pengaturan baik di pedesaan dan perkotaan.

Circle adalah strategi yang dirancang tidak hanya untuk mengatasi

perilaku kriminal dan tunggakan pelaku tetapi juga untuk

mempertimbangkan kebutuhan korban, keluarga, dan masyarakat.50

Keberhasilan dari circle adalah jika adanya kerjasama dengan

sistem peradilan formal dan masyarakat. Sistem peradilan formal perlu

ikut berperan untuk memastikan bahwa proses yang dijalankan telah

memberikan keadilan dan bersifat jujur bagi semua pihak dan tanpa

pemaksaan.

2.4 Reparative Board / Youth Panel Reparative Board merupakan praktek lain yang terinspirasi

oleh keadilan restoratif untuk meningkatkan kontrol sosial di tingkat

lokal dengan melibatkan warga dalam proses peradilan. Dalam konsep

ini sangat dibutuhkan bagi pengamat untuk hadir selain anggota

dewan.51 Program ini adalah versi terbaru yang jauh lebih maju dan lebih

luas komunitasnya terhadap kejahatan remaja. Program ini umumnya

dikenal dengan istilah-istilah seperti youth panels, neighborhood boards, atau community diversion boards. Program ini mulai

dilaksanakan di Negara bagian Vermont pada tahun 1996 dengan

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resources/Peacemaking_He

aling_Circles/The_Circle (accessed June 10, 2013). 50Gordon Bazemore and Mark Umbreit, ‚A Comparison of Four Restorative

Conferencing Models‛, Juvenile Justice Bulletin (Office of Justice Programs,

February 2001), 6,

https://www.nttac.org/views/docs/jabg/balancedRestoreJustice/comparison_four_rc_

models.pdf (accessed June 10, 2013). 51Margarita Zernova, Restorative Justice : Ideals and Realities (England:

Ashgate Publishing, 2007), 20.

Page 62: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

40

lembaga pendamping Bureau of Justice Assictance setelah melihat

respon yang baik dari warga Negara.52

Selama pertemuan, para penegak hukum melakukan diskusi

dengan pelaku, membicarakan sanksi yang pantas untuk para pelaku

sampai adanya kesepakatan tindakan hukuman yang akan ditentukan

bagi pelaku. Dalam hal ini pelaku harus mendokumentasikan

kemajuannya dalam memenuhi ketentuan perjanjian. Setelah

ditetapkan jangka waktu telah berlalu, petugas menyampaikan laporan

kepada pengadilan atas kepatuhan pelaku dengan disepakati sanksi.

Pada titik ini, keterlibatan dewan dengan pelaku berakhir.

Tujuan dari program reparative board ini adalah melibatkan

pelaku dan korban secara langsung dalam proses peradilan,

memberikan kesempatan bagi korban dan anggota masyarakat untuk

menghadapi pelaku dengan cara yang konstruktif tentang perilaku

mereka, memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mengambil

tanggung jawab pribadi dan dipertanggungjawabkan secara langsung

atas kerugian yang terjadi pada korban dan masyarakat serta

mengurangi ketergantungan pada pengolahan sistem peradilan

formal.53

3. Restorative Justice dalam Islam

Keadilan restoratif cenderung fleksible, proses keadilan ini

ditentukan sesuai dengan ringan dan beratnya kejahatan yang di

perbuat, kerusakan yang disebabkan, situasi dan kondisi pelaku dan

posisi korban. Dalam hukum Islam bentuk keadilan restoratif ini dapat

berupa kompensasi, konsiliasi dan pengampunan. Hal ini bertujuan

agar pelaku dapat bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan

olehnya terhadap korban dan masyarakat.54

Menurut Andi Hamzah dalam hukum Islam pelaku tindak

pidana bisa mendapatkan pembebasan atau memperoleh keringanan

52 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 194. Lihat juga David

Peebles, Community Reparative Boards, https://www.ncjrs.gov/html/ojjdp/2001_2_1/page2.html (Accessed June 10, 2013).

53Gordon Bazemore and Mark Umbreit, ‚A Comparison of Four Restorative

Conferencing Models‛, Juvenile Justice Bulletin, 3. 54Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice Sciences Vol 7 Issues 1 January-June

2012.http://www.sascv.org/ijcjs/pdfs/mutazaicjs2012istissue.pdf (Acessed February

25, 2013).

Page 63: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

41

hukum dari pengadilan bila mereka mendapat pengampunan dari

korban dengan membayar denda atau diyat. Jika penyelesaian lewat

restoratif tercapai, Negara yang diwakili oleh pengadilan hanya

menetapkan lewat sebuah keputusan agar kesepakatan antara pelaku

dan korban dapat berjalan dengan baik.55

Prinsip-prinsip keadilan

restoratif ini adalah pusat untuk ajaran banyak agama, termasuk

Islam.56

3.1. Kompensasi (Diyat) Kompensasi atau diyat 57

adalah sebuah alternatif untuk

hukuman mati atau hukuman lain atas sebuah kejahatan yang

55

Yustisi.com, Menjaga Keseimbangan Hubungan Pelaku Pidana dan

Korban- Indonesia Sudah Waktunya Punya Peradilan Restoratif,

http://yustisi.com/2012/04/indonesia-sudah-waktunya-punya-peradilan-restoratif/

Terbit Online 4 Maret 2013 (Diakses pada 2 Desember 2013). 56Center for Restorative Justice and Peacemaking, ‚Restorative Justice and

Islam‛, www.cehd.umn.edu/ssw/RJP/PDFs/PowerPoint/Islam-and-Restorative-

Justice.ppt (Accessed November 28, 2013).

Dalam Islam balasan untuk suatu kejahatan dibahas dalam al-Qur’an. Hal

ini diakui sebagai pelanggaran berat untuk korban dan kepada Allah, namun

dijelaskan juga di dalam al-Qur’an bahwa Allah maha penyayang dan pemaaf bagi

hambanya, seperti dijelaskan di dalam ayat berikut:

Ash-Shurā ayat 40. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka

barang siapa memaafkan dan berbuat baik (berbuat baik kepada orang yang berbuat

jahat kepadanya). Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak

menyukai orang-orang yang zalim. 57 Diyat merupakan ganti rugi dalam bentuk uang dengan jumlah yang

banyak yang diberikan pelaku terhadap korban untuk melakukan jalan damai dalam

sebuah permasalahan peradilan. Kriteria dalam menetukan uang kompensasi demi

konsistensi dan kesetaraan. Dalam hal ini biasanya kompensasi diukur oleh gram

emas atau spesifik jumlah ternak untuk setap bagian dari tubuh yang terkena

serangan/ yang mendapatkan kerugian.

Kriteria kompensasi/ diyat berupa 4kg emas / 100 unta / 200 sapi / 2000

domba. Dalam uang hari ini itu akan menjadi sekitar 200.000-300.000 $ Amerika.

Kompensasi harus dibayarkan kepada korban apabila ia masih hidup atau kepada

penerus korban apabila ia telah meninggal.

Hukuman diyat yaitu pembunuh harus membayar kompensasi kepada pihak

keluarga korban. Diyat sebagai satu hukuman memiliki ukuran tertentu yang telah

ditetapkan syari’at, tergantung kepada korban pembunuhan. Hal ini dapat diringkas

sebagai berikut: Jumhu>r Ulama>’ (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi‘i dan

Page 64: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

42

dilakukan pelaku terhadap korban. Jika pelaku kaya, maka ia harus

mengkompensasi dari uangnya sendiri. Adapun jika ia terbukti kurang

mampu secara financial atau perbuatan yang ia lakukan adalah karena

unsur ketidak sengajaan (kealpaan/ kesalahan) maka kompensasi juga

dibebankan kepada ‘aqila58.

Imam Ahmad) sepakat menjadikan diyat Muslim merdeka seratus onta, tidak ada

bedanya dalam hal ini antara pembunuhan sengaja, mirip sengaja dan tidak sengaja

(kesalahan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‚Ketahuilah, sesungguhnya dalam korban pembunuhan mirip sengaja, korban terbunuh oleh cambuk dan tongkat, diyatnya 100 onta‛ (HR Ibnu Ma>jah).

Pembayaran diyat pembunuhan sengaja dengan 100 ekor onta dengan

perincian yaitu 30 ekor onta hiqqah, 30 onta jaz‘ah, 40 onta hamil yang mengandung

janin diperutnya sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‚Siapa yang membunuh dengan sengaja maka diserahkan kepada para wali korban, apabila mereka ingin maka mereka membunuhnya dan bila ingin (lainnya) maka mengambil diyat yaitu 30 hiqqah (onta berusia 3 tahun), 30 jaz‘ah (onta berusia 4 tahun) dan 40 khalifah (onta yang sedang mangandung janin). Semua yang mereka terima dengan damai maka itu hak mereka‛. (HR Ibnu Mājah)‛

Diyat pembunuhan semi sengaja usia ontanya sama dengan diyat pembunuhan disengaja. Hal ini didasarkan kepada hadits ‘Abdullāh bin ‘Amr

Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‚Ketahuilah bahwa diyat pembunuhan yang mirip dengan sengaja yaitu yang dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor onta. Di antaranya empat puluh ekor yang sedang hamil‛.

Diyat wanita Muslimah separuh diyat lelaki Muslim, sebagaimana

dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan kepada

`Amru bin Hazm yang di antara isinya adalah:

جم ل يت انسر أة عهى اننصص ي سل يت انل

Diyat wanita itu separuh dari diyat lelaki. (HR al-Baihaqi)

Hal ini telah menjadi ijmâ’ sebagaimana disampaikan Ibnul-Mundzir rahimahullah :

‚Para Ulama berijmâ bahwa diyat wanita separuh diyat lelaki‛.

Standar pembayaran diyat pembunuhan adalah onta menurut pendapat

mayoritas Ulama. Dalam riwayat s}ah}ih} dari Umar bin al-Khat}a>b Radhiyallahu ‘anhu

ketika berbicara di atas mimbar: ‚Ketahuilah bahwa harga onta telah naik (menjadi

mahal). Lalu Umar mewajibkan diyat kepada orang yang punya emas sebanyak 1000

dinar, kepada pemilik perak 12000 dirham, pemilik sapi 200 sapi dan pemilik

kambing 2000 domba‛. (HR Abu Dāwud). Dalam hal ini nampak Umar Radhiyallahu

‘anhu menaikkan jumlah diyat selain onta disebabkan mahalnya harga onta, sehingga

jadilah onta sebagai standar pembayaran diyat, sedangkan yang lain mengikuti nilai

onta. ‘Abdul Qadi>r ‘Audah, at-Tashri’ al-Jina>’i al-Isla>mi> Muqa>ra>nan bi al-Qanu>n al-Wad{’i, 176-177.

58‘Aqila adalah keluaga yang membantu dalam kompensasi terhadap korban

dan menahan terjadinya konflik. Hal ini dapat diartikan sebagai keluarga inti seperti:

Page 65: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

43

Kompensasi adalah alternatif yang terkenal dalam Hukum

Pidana Islam. Apabila kejahatan dilakukan oleh anak di bawah umur

ataupun oleh orang yang mentalnya terganggu (gila) maka kompensasi

atau diyat dibebankan juga kepada ‘aqila. Kompensasi dapat dibayar

dengan kurun waktu 3 tahun, rentang waktu ini diberikan agar

penerima pembayaran dapat merencanakan dan mengelola angsuran.

Korban atau keluarga korban dapat menerima jumlah yang lebih kecil

daripada diyat jika korban setuju sesuai dengan kesepakatan antara

kedua belah pihak.

3.2. Konsiliasi (S}ulh}) Contoh modern dari praktek keadilan restoratif yang beroperasi

dalam konteks Mayoritas Muslim adalah proses s}ulh}. Proses ini dapat

ditemukan di berbagai bagian di Timur Tengah. Proses ini sejalan

dengan prinsip-prinsip keadilan restoratif. Tiga prinsip dalam s}ulh} yang merupakan bentuk dari keadilan restoratif yaitu: pengampunan,

perdamaian dan perbaikan hubungan.59

Dalam memutuskan suatu perkara, hakim diminta untuk

mempertimbangkan s}ulh} namun hakim tidak bisa memaksakan

perdamaian karena konsiliasi adalah hak dari pihak korban dan bukan

suatu kewajiban. Tujuan dari konsiliasi adalah mengakhiri konflik dan

gesekan. Menurut sejumlah ahli hukum, konsiliasi tidak diperbolehkan

dalam kasus-kasus berat yang melibatkan kejahatan seperti terorisme,

pembunuhan berat dan pemerkosaan, karena mereka melakukan

pelanggaran terhadap Allah, Negara, masyarakat dan melanggar hak

kemanusiaan.

Jika korban meninggal atau menjadi tidak kompeten untuk

memutuskan konsiliasi (seperti anak dibawah umur atau orang gila)

maka konsiliasi dapat diputuskan oleh keluarga atau perwakilan

hukumnya. Konsiliasi dapat dicapai bila keluarga korban setuju untuk

mendapatkan sejumlah uang sebagai pengganti hukuman. Jika korban

meninggal dan tidak mempunyai sanak saudara maka dalam hal ini

konsiliasi diambil alih oleh pemerintah sebagai ahli waris. Dalam hal

ini konsiliasi berubah menjadi denda bagi pelaku yang harus

orang tua, anak-anak, anak perempuan, saudara laki-laki dan perempuan, paman,

sepupu, seluruh suku dan mertua. 59Center for Restorative Justice and Peacemaking, ‚Restorative Justice and

Islam‛.

Page 66: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

44

dibayarkan kepada kas Negara untuk mengganti/ menghindari

hukuman termasuk hukuman mati.

3.3. Pengampunan/ Maaf (al-‘Afwu)

Konsep pengampunan atau al-‘Afwu mirip dengan kompensasi

dan konsiliasi yaitu menghindari hukuman asli. Jika diyat berarti

pengampunan dengan kompensasi penuh (bayar ganti rugi sesuai

dengan ketentuan diyat) dan konsiliasi sama dengan maaf dengan

kompensasi parsial (ganti rugi sesuai persetujuan kedua belah pihak

atau yang ditentukan oleh Negara), maka al-‘afwu mengacu pada

pengampunan tanpa suatu imbalan atau dapat disebut dengan

‚pengampunan penuh‛.

Pengampunan adalah hak korban. Jika ia tetap hidup, korban

dapat memaafkan setiap pelaku yang menyerang atau melukai bagian

dari tubuh dengan pengampunan. Dalam hal ini beberapa ahli hukum

berbeda pendapat. Menurut sebagian ahli hukum, pelaku yang

mendapatkan pengampunan dari korban tidak mendapatkan hukuman

asli tetapi mendapatkan hukuman alternatif yang lebih ringan daripada

aslinya. Adapun sebagian besar ahli hukum lainnya sepakat bahwa

pengampunan dari korban kepada pelaku menjatuhkan kewajiban atas

pelaku terhadap hukuman yang harus diterimanya.

Jika korban meninggal atau tidak dapat memutuskan karena

alasan kekurangan mental atau masih berusia muda (anak-anak) maka

keluarga memiliki wewenang dalam memberikan pengampunan.

Pengampunan dapat diberikan jika anggota keluarga mengatakan

setuju untuk memberikan ampunan. Dalam pandangan sejumlah ulama,

Negara yang diwakili oleh pengadilan bisa memiliki hak untuk

memberikan ampun kepada pelaku dalam kasus-kasus tertentu seperti

membunuh seorang pembunuh sebagai balas dendam dari korban,

ketidakcukupan bukti, dan pembunuhan karena kesalahan. Dalam hal

ini Negara mempunyai hak pengampunan dengan meringankan

hukuman pelaku yang dalam yurispudensi biasa disebut dengan

hukuman ta‘zi>r.60

60Mutaz M. Qafisheh, ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System‛, International Journal of Criminal Justice Sciences vol 7 issue 1 (January-June 2012).

http://www.sascv.org/ijcjs/pdfs/mutazaicjs2012istissue.pdf (accessed February 25,

2013).

Page 67: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

45

Menurut ‘Abdul Qadir ‘Audah al-‘afwu adalah jatuhnya

kewajiban hukuman (seperti qis}a>s}) tanpa ganti rugi sedangkan s}ulh} adalah jatuhnya kewajiban hukuman (seperti qis}a>s}) dengan ganti rugi.

Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mengibaratkan pemaafan/

pengampunan dengan ganti rugi disebut dengan s}ulh} dan bukan ‘afwu.

Hal ini dikarenakan hukuman wajib pembunuhan sengaja adalah qis}a>s} dan diyat tidak diwajibkan, kecuali korban merelakan untuk tidak

dilaksanakan qis}a>s} maka wajib bagi pelaku melaksanakan diyat. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad pengampunan/ pemaafan

dengan diyat dinamakan ‘afwu dan bukannya s}ulh}.61

Konsep is}la>h}/ s}ulh} dikatakan banyak terjadi kemiripan dengan

al-‘afwu. Menurut pendapat Muhammad Shahru>r, tidak ada

sinonimitas dalam al-Qur’an. Anggapan adanya sinonimitas dalam al-

Qur’an akan memberi kemungkinan penggantian firman Allah dan hal

ini sangat tidak mungkin terjadi bagi Allah SWT.62

Menurut kamus ilmiah, s}ulh} atau is}la>h} telah diserap menjadi

satu kata dalam bahasa Indonesia yang berarti perdamaian atau

penyelesaian pertikaian secara damai. Dalam KBBI (Kamus Besar

Bahas Indonesia) damai dimaknai sebagai tidak ada perang, tidak ada

kerusuhan, aman, tentram dan tidak bermusuhan. Mendamaikan

dimaknai sebagai mengusahakan agar kedua belah pihak berbaik

kembali. Adapun maaf dalam KBBI diartikan sebagai pembebasan

seseorang dari hukuman karena suatu kesalahan. Perbedaan dalam segi

bahasa dapat diartikan bahwa is}la>h} adalah proses perdamaian,

sedangkan al-‘afwu adalah memaafkan yang disamakan dengan

pengampunan.63

4. Perkembangan dan Pelaksanaan Restorative Justice di Indonesia

dan beberapa Negara Lain

Di Indonesia banyak hukum adat yang bisa menjadi sistem

keadilan restoratif, namun keberadaannya tidak diakui negara dan

tidak ditetapkan dalam hukum nasional. Beberapa masyarakat adat di

61‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri’ al Jina>’i>al-Isla>mi>, 168. 62 Muhammad Shahru>r, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer terjemahan

Nahwa Us}u>l Jadi>dah li al-Fiqh al-Isla>mi> (elSAQ Press, 2004), 256-257. 63 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), 30 dan 240. Lihat

juga Ahmad Ramzy, ‚Perdamaian dalam Hukum Pidana Islam dan Penerapan

Restorative Justice Dikaitkan dengan Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia‛ (Tesis

Hukum Universitas Indonesia, 2012).

Page 68: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

46

Indonesia seperti di Papua, Bali, Toraja, Minangkabau, dan Komunitas

tradisional lain yang masih kuat memegang kebudayaan, apabila

terjadi suatu tindak pidana oleh seseorang, penyelesaian sengketa

diselesaikan di komunitas adat secara internal tanpa melibatkan aparat

Negara.64

Dengan konsep restoratif ini dapat dibuktikan bahwa hukum

adat bisa menyelesaikan konflik yang muncul di masyarakat dan

memberikan kepuasan pada pihak yang berkonflik.

Munculnya ide restorative justice sebagai kritik atas penerapan

sistem peradilan pidana dengan pemenjaraan yang dianggap tidak

efektif dalam penyelesaian konflik sosial. Hal ini disebabkan pihak

yang terlibat dalam konflik tersebut tidak dilibatkan dalam

penyelesaian konflik. Korban tetap saja menjadi korban, pelaku yang

dipenjara juga memunculkan persoalan baru bagi keluarga dan

sebagainya.

Ciri yang menonjol dari restorative justice, kejahatan

ditempatkan sebagai gejala yang menjadi bagian tindakan sosial dan

bukan sekadar pelanggaran hukum pidana. Kejahatan dipandang

sebagai tindakan yang merugikan orang dan merusak hubungan sosial.

Adapun hukum pidana yang telah menarik kejahatan sebagai masalah

negara, negara berhak menghukum meskipun sebenarnya komunitas

adat bisa saja memberikan sanksi.65

Dalam praktiknya di Indonesia, keadilan restoratif dapat

diterapkan dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Musyawarah kelompok keluarga

Dalam musyawarah kelompok keluarga, perlu diperhatikan:

a) Kehadiran pihak-pihak terkait, meliputi: korban, pelaku,

keluarga pelaku, dan orang-orang penting lain yang datang,

serta siapa saja yang dirugikan oleh perbuatan pelaku.

b) Pihak lain yang perlu dihadirkan, antara lain pihak yang

mendukung korban (dipersiapkan oleh korban); pihak yang

mendukung pelaku (dipersiapkan oleh pelaku dan keluarga

pelaku).

64Ds. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative

Justice di Pengadilan Anak Indonesia, 4. 65Setyo Utomo, ‚Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana yang Berbasis

Restorative Justice‛ Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur vol V no 01 (2010),

86.http://repository.unsur.ac.id/unggah.php?file=berkas/7.%20SISTEM%20PEMID

ANAAN%20DALAM%20HUKUM%20PIDANA%20YANG%20BERBASIS%20R

ESTORATIVE%20JUSTICE.pdf (accessed June 12, 2013).

Page 69: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

47

c) Hal-hal lain yang perlu diperhatikan, antara lain: memberikan

informasi kepada para pihak mengenai adanya pertemuan,

mendapatkan informasi dari para pihak yang akan membantu,

memfasilitasi pertemuan dan menentukan tempat, ruang, dan

pengaturan tempat duduk dalam pertemuan tersebut.

2. Pelayanan di masyarakat

Pelayanan yang bersifat pemulihan dapat dilakukan oleh

lembaga-lembaga dan organisasi independen peduli anak yang

bergerak dibidang perlindungan anak. Dalam kasus anak sebagai

korban maupun pelaku dapat diterapkan nilai-nilai keadilan

restoratif untuk pemulihan korban serta memberikan

pendampingan psikologis bagi korban dan pelaku.

3. Disetiap tahapan sistem peradilan

Pada setiap tahapan sistem peradilan- mulai dari penyidikan,

penuntutan, hingga proses persidangan- wajib dilakukan diversi

melalui forum musyawarah/ mediasi dengan tujuan pemulihan bagi

pelaku, korban dan masyarakat.66

Hasil kesepakatan keadilan

restoratif dapat berupa: 1) perdamaian dengan atau tanpa ganti

kerugian; 2) penyerahan kembali kepada orang tua/wali; 3)

pemberian pendidikan atau pelatihan kepada lembaga pendidikan,

lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial atau lembaga

kesejahteraan sosial.

Sesuai dengan penyebaran proses ini di seluruh dunia maka

timbul beberapa inovasi yang memang terbuka untuk restorative justice. 67

Di Negara Italia menurut aturan pidananya ada beberapa

macam tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan perdamaian

tanpa perlu ke pengadilan yaitu perbuatan melukai seseorang tanpa

sengaja, penghinaan, pencemaran nama baik, penyerangan dan

beberapa permasalahan yang tidak berat. Di Norwegia semua tindak

pidana dapat dilakukan mediasi seperti pencurian, pengrusakan barang,

perbuatan ugal-ugalan dalam berkendara, kecuali tindak pidana sangat

serius dan berat. Di Negara Australia pelanggaran yang dapat

66DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal, 40-41. 67 Helen Duffy, ‚Overview: Truth Commissions as a response to State-

sanctioned Crime‛, Paper to the ancilliary meeting on Restorative Principles in Responde to State Sanctioned Crime at the 10th UN Crime Congress, (Vienna May

2000). Dikutip dari buku Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 196.

Page 70: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

48

dialihkan kepada restorative justice adalah tindak pidana selain yang

terjadi cukup serius seperti pembunuhan, percobaan pembunuhan,

pelanggaran konsumsi alkohol, dan keselamatan jalan raya yang harus

ditangani oleh pengadilan. Pelanggaran selain itu diputuskan dengan

diskresi oleh polisi.68

Di Amerika Serikat dan Eropa, bentuk paling terkenal dari

keadilan restoratif adalah Victim Offender Mediation (VOM) yaitu

proses yang menyediakan korban berkesempatan untuk bertemu pelaku

dalam lingkungan yang aman dan terstruktur dengan dipimpin oleh

seorang mediator yang terlatih. Korban dan pelaku datang bersama-

sama dalam sebuah pertemuan untuk menjawab pertanyaan yang akan

diajukan. Pertemuan dalam konsep VOM awalnya digunakan untuk

kejahatan ringan, namun banyak yurisdiksi saat ini menawarkan

kemungkinan yang sama dalam kasus yang berat. Ribuan program

tersebut beroperasi di Amerika Utara, Eropa dan tempat lain.69

Di Austria, pada mulanya diversi atau pengalihan penuntutan

hanya untuk anak, namun kemudian digunakan juga untuk orang

dewasa dengan bentuk VOM. Menurut Pasal 90g KUHAP Austria

Penuntut Umum dapat mengalihkan perkara pidana dari pengadilan

apabila terdakwa mau mengakui perbuatannya, siap melakukan ganti

rugi dan mendapatkan ancaman dengan pidana tidak lebih dari 5 tahun

penjara atau 10 tahun dalam kasus anak. Di Jerman pada tahun 1990,

OVA (Offender Victim Arrangement) dimasukkan ke dalam hukum

pidana anak secara umum dan dinyatakan sebagai ‚a means of diversion‛. Apabila pelaku memberi ganti rugi/ kompensasi kepada

korban secara penuh atau sebagian besar, maka pidananya dapat

dikurangi atau bahkan dapat dibebaskan dari pemidanaan dengan

syarat apabila diancam dengan maksimum pidana 1 tahun penjara atau

360 unit denda harian.70

Penerapan pendekatan restorative justice yang semakin

berkembang memunculkan anggapan bahwa paradigma ini membawa

68 Lode Walgrave, Repositioning Restorative Justice (UK : Willan

Publishing First edition), 289. Dikutip dari buku Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, 226-227.

69Howard Zehr, ‚Doing Justice Healing Trauma : The Role of Restorative

Justice in Peacebuilding‛, South Asian Journal of Peacebuilding Vol 1 No 1(Spring

2008), 2,

http://www.wiscomp.org/pp-v1/Howard_Zehr_Paper.pdf (accessed June 13, 2013). 70 Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal : Penyelesaian Perkara Diluar

Pengadilan (Semarang: Penerbit Pustaka Magister Semarang, 2010), 52-55.

Page 71: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

49

banyak keuntungan perubahan yang positif terhadap masyarakat dan

negara. Keuntungan dari program ini antara lain adalah : 1)

masyarakat telah diberikan ruang untuk menangani sendiri

permasalahan hukumnya yang dirasakan lebih adil; 2) beban negara

dalam beberapa hal menjadi berkurang misalnya berkurangnya beban

untuk mengurusi tindak pidana yang dapat diselesaikan secara mandiri

oleh masyarakat serta berkurangnya jumlah perkara yang masuk

kedalam sistem peradilan; 3) beban untuk menyediakan anggaran

penyelenggaraan sistem peradilan pidana utamanya dalam hal

penyelenggaraan lembaga pemasyarakatan. Dalam penerapan konsep

ini dapat diharapkan lahirnya bentuk sanksi-sanksi baru yang lebih

baik dan berdayaguna (sebagaimana yang tengah dikembangkan dalam

rancangan KUHP Indonesia saat ini).71

Pada Oktober 2012, Mahkamah Agung RI berkesempatan

untuk menghadiri Konferensi Penyelesaian Sengketa Alternatif yang

diadakan di Supreme Court of Singapore yang di wakili oleh Ketua

Pengadilan Negeri Stabat Ibu Diah Sulastri Dewi. Dalam konferensi

ini para Panelis memaparkan perkembangan Mediasi di masing-masing

negaranya. Hongkong dan Malaysia merupakan Negara-negara yang

menerapkan undang-undang untuk implementasi mediasi dan masih

terus mengembangkan cara untuk menerapkannya.

Adapun Singapura dalam mengembangkan konsep restorative justice telah membentuk Pusat Mediasi Masyarakat (Community Mediation Center atau yang disingkat menjadi CMC) guna

mengantisipasi perkembangan masyarakat di kota yang padat

penduduknya dan membantu masyarakat untuk menyelesaikan konflik

sosial yang tinggi. CMC dimotori oleh para akademisi dan anggota

parlemen dan dalam pelaksanaannya para anggota parlemen langsung

turun ke lapangan untuk melihat potensi konflik dan segera berupaya

mencari pemecahan salah satunya melalui CMC. Hasilnya 72%

konflik di masyarakat berhasil diselesaikan melalui mediasi oleh para

mediator dibawah naungan CMC. Hal ini yang menjadi inspirasi bagi

Indonesia untuk terus mengembangkan konsep restorative justice.72

71 Eva Achjani Zulfa, ‚Restorative Justice di Indonesia-Peluang dan

Tantangan Penerapannya‛, http://evacentre.blogspot.com/p/restorative-justice-di-

indonesia.html (diakses pada 13 Juni 2013). 72 Komparasi Penyelesaian Sengketa Alternatif di Asia Pacific,

http://www.pembaruanperadilan.net/v2/2012/10/komparasi-penyelesaian-sengketa-

alternatif-di-asia-pacific/, Terbit Online 05 Oktober 2012 (Diakses pada 16 Februari

2014).

Page 72: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

50

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa praktik

restorative justice telah digunakan oleh berbagai Negara di dunia

untuk menyelesaikan tindak pidana melalui proses diluar peradilan

pidana formal. Secara umum konsep restorative justice tidak

membatasi tindak pidana apa saja yang dapat diselesaikan dengan

proses ini, hanya saja proses tersebut harus sesuai dengan prinsip

utama restorative justice. Dibutuhkan sumber daya manusia yang ikut

berperan dalam mengembangkan konsep restorative justice untuk

mendapatkan hasil yang terbaik bagi semua pihak yang ikut terlibat.

D. Pemberian Hukuman Ta‘zi>r Terhadap Pelaku Tindak Pidana dalam

Hukum Pidana Islam

Klasifikasi kejahatan dalam hukum pidana Islam yang paling

penting dan paling banyak dibahas para ahli hukum adalah h}udu>d, qis}a>s} dan ta‘zi>r. Kategori pertama adalah hudu>d. Kejahatan h}udu>d adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam hukum pidana

Islam. Kejahatan h}udu>d merupakan kejahatan publik yang berkaitan

dengan hak Allah. H}udu>d merupakan kejahatan yang diancam dengan

hukuman h}ad yaitu hukuman yang ditentukan sebagai hak Allah.

Menurut Mohammad Ibnu Ibrahim Ibnu Jubair yang tergolong

kejahatan h}udu>d ada 7 yaitu: riddah (murtad), al-baghi> (pemberontak),

zina, qadhaf (tuduhan palsu zina), sari>qah (pencurian), hirabah

(perampokan) dan shrub al-khamr (meminum khamar).

Kategori kedua adalah qis}as}. Sasaran dari kejahatan ini adalah

integritas tubuh manusia, sengaja atau tidak sengaja. Jari>mah qis}a>s} dikenal dengan kejahatan terhadap manusia atau crimes against person, seperti: pembunuhan dengan sengaja (qatl al-‘amd),

pembunuhan dengan menyerupai sengaja (qatl shibh} al-‘amd),

pembunuhan karena kealpaan (qatl al-khata>’), penganiayaan, dan

menimbulkan luka/ sakit akibat kealpaan.

Kategori terakhir adalah ta‘zi>r. Landasan dan penentuan

hukumannya didasarkan pada ijma’ (konsensus) untuk menghukum

semua perbuatan yang tidak pantas yang menyebabkan kerugian fisik,

sosial, politik, finansial atau moral bagi individu atau masyarakat.73

Ta‘zi>r dalam pengertian hukum Islam adalah hukuman yang bersifat

mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenakan sanksi h}ad

dan tidak pula membayar kaffarah atau diyat. Dalam hukum Islam

73Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospek

dan Tantangan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), 22-23.

Page 73: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

51

jenis hukuman yang berkaitan dengan hukuman ta‘zi>r diserahkan

semuanya kepada kesepakatan manusia.74

Jika sifat jari>mah dikaji lebih mendalam hanya jari>mah ta‘zi>r yang dapat dianggap sepadan dengan delik dalam hukum pidana.

Karakter jari>mah h}udu>d dan qis}as} lebih dogmatis dan menjadi hak

Allah yang tidak mungkin diubah atau dikurangi oleh kekuasaan

manusia. Karakter jari>mah h}udu>d dan qis}as} berbeda dengan karakter

delik pidana yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan

masyarakat.75

Dalam pelaksanaan hukuman ta‘zi>r, Imam Malik, Imam Abu

Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat jika ta‘zi>r berhubungan dengan

hak-hak Allah, Hakim/ Imam wajib melaksanakan hukuman seperti

h}udu>d kecuali apabila ada pengampunan dan syafa’at dari pihak

korban dan menurut Hakim/ Imam tidak dilaksanakannya hukuman

membawa mas}lahah. Jika ta‘zi>r berhubungan dengan hak-hak adami> maka tidak wajib untuk dilaksanakan hukuman tersebut apabila pihak

korban mau berdamai dan memberikan maaf.76

Hukuman ta‘zi>r suatu ketika bisa dibatalkan, meskipun kita

telah mewajibkannya. Hal tersebut terjadi apabila si pelanggar adalah

seorang anak kecil atau seorang yang sudah dewasa tetapi dia

melakukan pelanggaran kecil, maka tidak wajib baginya dikenakan

hukuman ta‘zi>r. Hal ini dikarenakan tidak adanya hukuman ringan

yang bisa mencegah dan tidak diwajibkan atasnya hukuman yang

berat.77

Kata ta‘zi>r berasal dari bahasa arab dengan asal katanya -

حعصيسا– يعصز – عصز yang berarti mencegah atau menolak dan mendidik.

Disebut mencegah dan menolak karena ta‘zi>r dapat mencegah atau

menolak pelaku kejahatan untuk tidak mengulangi kembali

kejahatannya yang dapat menyakiti dan merusak harta benda orang

lain. Disebut mendidik karena mendidik pelaku kejahatan supaya dapat

menyadari dan merubah sikap dan perilaku buruknya sehingga tidak

mengulangi kembali.78

74Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 10. 75 Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, 16. 76 Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh juz 7, 5283. 77 Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh juz 7, 5284. 78 Mans}u>r ibn Yu>nu>ss al-Bahu>t}i>, Ar Raud} al-Murbi’ bi Sharh} Za>d al-

Mustaqni> (Beirut : Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1996), 511. Lihat juga M. Shabir U,

‚Relevansi Hukuman Takzir Dalam Fikih Dengan Hukuman Sebagai Alat

Pendidikan‛, Jurnal Lentera Pendidikan Vol 11 no 2, (Desember 2008), 209,

Page 74: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

52

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ta‘zi>r adalah hukuman

yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat

di dalam al-Qur’an dan Hadits.79

Tujuan diberikannya hak dalam

menentukan hukuman ta‘zi>r kepada penguasa (aparat penegak hukum)

adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara

kepentingan-kepentingannya serta dapat menghadapi dengan sebaik-

baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.80

Menurut Muhammad ‘Abdulla>h al- Jarda>ni>, ta‘zi>r adalah

pendidikan hukum (ta’di>b) atas dosa yang tidak ada had padanya dan

tidak pula kaffarah.81

Burha>n ad-Di>n Abi> ar-Rifa>’i Ibra>him

menyatakan bahwa ta‘zi>r adalah pendidikan hukum (ta’di>b), perbaikan

(is}la>h}), dan pencegahan (zajr) atas dosa-dosa yang tidak disyariatkan

untuk diberlakukan h}udu>d dan tidak pula kaffarah.82

Menurut Wahbah Zuhaili> ta‘zi>r adalah pertolongan, karena

melarang si pelaku untuk mendapat hukuman berat, kemudian terkenal

dengan istilah bahwa ta‘zi>r merupakan hukuman yang berupa

pendidikan. Hukuman ta‘zi>r merupakan hukuman yang tidak

ditetapkan oleh syari’at dan keputusan hukumannya diserahkan kepada

Negara (aparat penegak hukum) sesuai dengan berat dan ringannya

perbuatan tindak pidana tersebut. 83

Diwajibkan atas seseorang dikenai hukuman ta‘zi>r apabila dia

tidak melakukan kejahatan yang mewajibkan atasnya hukuman h}ad dan qis}as}.84

Meskipun tujuan ta‘zi>r adalah mencegah atau menolak

pelaku kejahatan untuk tidak mengulangi kejahatannya dengan

perbaikan dan pendidikan tetapi syari’ah Islam menghindari hukuman

http://ejurnal.uin-

alauddin.ac.id/artikel/06%20Relevansi%20Hukuman%20Takzir%20dalam%20Fikih

%20-%20M%20Shabir%20U.pdf (diakses pada 26 Juni 2013). 79Kamus Besar Bahasa Indonesia,

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php (diakses pada 15 Juni 2013). 80Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih

Jinayah (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 20. 81Muhammad ‘Abdullāh al- Jarda>ni>, Fath al-‘Alla>m bi Sharh} Mursyid al-

Ana>m (Cairo: Da>r as-Sala>m, 1990), juz 4, 543. 82Burha>n ad-Di>n Abi> ar-Rifa>’i Ibra>him ibn Farhu>n, Tabsirrah al-Hukka>m fi

Us}u>l al-Aqd}i>yah wa Mana>hij al-Ah}ka>m (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1995), Juz

2, 217. 83Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh juz 7, 5591. 84

Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh juz 7,5592.

Page 75: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

53

untuk tujuan penyiksaan dan kesia-siaan sehingga dapat merugikan si

pelaku.85

Dari beberapa uraian diatas terdapat perbedaan antara h}udu>d, qis}a>s dan ta‘zi>r, yaitu:

86

1. Ketetapan (taqdi>r) : hukuman h}udu>d dan qis}as} ditetapkan oleh

ketentuan syariat yang wajib dilaksanakan; sedangkan hukuman

ta‘zi>r diserahkan semuanya kepada keputusan hakim atau penguasa

untuk memberikan hukuman yang pantas dan sesuai kepada pelaku.

2. Hukuman : hukuman h}udu>d dan qis}as} adalah ketetapan yang ada di

dalam al-Qur’an dan merupakan ketetapan dari Allah SWT.

Adapun hukuman ta‘zi>r dapat dirubah oleh hakim atau penguasa

dengan melihat situasi dan kondisi serta membawa mas}lah}ah (kebaikan) bagi pelaku dan korban.

3. Kewajiban dilaksanakanya hukuman : hukuman h}udu>d dan qis}as} wajib dilaksanakan sesuai ketetapan syariat dan tidak boleh

ditangguhkan serta tidak ada maaf, pengampunan dan pembatalan

dalam pelaksanaannya oleh hakim; sedangkan hukuman ta‘zi>r boleh adanya maaf, pengampunan dan peringanan hukuman dari

hakim jika dilihat bahwa maaf dan pengampunan dapat membawa

mas}lah}ah (kebaikan) terhadap pelaku dan juga korban.

Kekuasaaan untuk menjatuhkan hukuman pidana harus

disandarkan pada masyarakat secara luas. Dalam hal ini konsep ta‘zi>r lebih siap untuk dikompromikan dan disepakati ketimbang dalam

konsep h}udu>d dan qis}a>s}. Umat Islam secara umum lebih tidak terikat

oleh ajaran yang fundamental untuk mempidanakan tindakan tertentu

atau membebankan satu bentuk hukuman yang terdapat dalam kasus-

kasus h}udu>d dan qis}a>s}. Sanksi pidana bukanlah satu-satunya mekanisme untuk

menegakkan moralitas dan kemaslahatan umum. Dalam menentukan

ruang lingkup pidana, suatu tingkat toleransi dan niat baik harus ada

dalam perdebatan tersebut jika ingin menghasilkan kebijaksanaan

legislatif dan penerapan yang adil dan diterima secara luas.87

85Abdul Azi>s ‘Ami>r, at-Ta‘zi>r fi as-Shari’ah al-Islami>yah (Beirut : Da>r al-

Fikr al-‘Arabi>, 1976), 293. 86Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh juz 7, 5283. 87Abdullahi Ahmed An-Na’im, Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan

Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam. Terj. Toward an Islamic Reformation; Civil Liberties, Human Right and International Law. Penerjemah Ahmad Suaedy dan Amiruddin ar-Rany (Yogyakarta: LKis Yogyakarta,

2004), 197-198.

Page 76: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

54

Tujuan dari hukuman ta‘zi>r antara lain: 1) mencegah seseorang

dari berbuat maksiat; 2) memberikan hukuman terhadap pelaku tidak

dimaksudkan untuk balas dendam melainkan untuk kemaslahatan; 3)

menjadikan hukuman yang berat adalah upaya terakhir dalam menjaga

seseorang agar tidak jatuh ke dalam suatu maksiat. Diantara hal-hal

yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan hakim adalah besar

kecilnya pelanggaran, adanya unsur sengaja atau kelalaian, baru

pertama kali dilakukan atau sudah berkali-kali dan sebagainya.88

Dalam hukuman ta‘zi>r ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan hapusnya hukuman ta‘zi>r, diantaranya pelaku meninggal

dunia, korban memberikan maaf kepada pelaku, dan pelaku melakukan

taubat. Meninggalnya si pelaku jari>mah ta‘zi>r merupakan salah satu

sebab hapusnya sanksi ta‘zi>r. Hal ini berlaku bila sanksi ta‘zi>r yang

harus dijalani adalah berupa sanksi badan atau sanksi yang berkaitan

dengan diri pelaku. Apabila sanksi ta‘zi>r berupa denda, maka kematian

tidak menyebabkan hapusnya ta‘zi>r dan menjadi utang si pelaku yang

berkaitan dengan harta pusaka yang ditinggalkannya.

Adapun sebab lain terhapusnya sanksi ta‘zi>r adalah pihak

korban memaafkan pelaku. Hal penting dalam penerapan ta‘zi>r adalah

harus sesuai dengan kaidah al-ta‘zi>r yad}urru ma‘a al-mas}lahah (ta‘zi>r itu tergantung kepada maslahat). Apabila ta‘zi>r berkaitan dengan hak

adami maka hanya dapat dimaafkan oleh pihak korban dan tidak dapat

dimaafkan oleh U>lil ‘Amr. Sanksi ta‘zi>r yang berhubungan dengan hak

Allah dapat dihapuskan dengan taubat. Taubat dapat dilihat dengan

adanya rasa menyesal pelaku terhadap perbuatan yang telah

dilakukannya, menjauhkan diri dari perbuatan itu, dan memantapkan

niatnya untuk tidak kembali melakukannya. Apabila jari>mah berkaitan

dengan hak adami maka indikator taubat harus ditambah dengan cara

meminta maaf kepada korban.89

Adakalanya anak-anak melakukan perbuatan jari>mah dan tidak

menutup kemungkinan kejahatan itu disengaja atau tidak disengaja.

Dasar penerapan ta‘zi>r bagi anak berdasarkan makna yang dikandung

dari beberapa hadits Rasulullah SAW diantaranya ‚Dari Abdul Malik

bin Rabi’ bin Sabrah dari bapaknya dan dari kakeknya Rasulullah

SAW bersabda : Ajarkanlah anakmu shalat untuk usia 7 tahun dan

88M. Shabir U, ‚Relevansi Hukuman Takzir Dalam Fikih Dengan Hukuman

Sebagai Alat Pendidikan‛, 211. 89Nurrohman, Hukum Pidana Islam, 103-105.

Page 77: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

55

pukullah mereka karena tidak shalat ketika berusia 10 tahun (HR al-

Baihaqi). 90

Dalam suatu riwayat diceritakan ‚Abdullah bin Busr al-Mazini

berkata: Ibuku mengutusku untuk mengantarkan setangkai anggur kepada Rasulullah, namun aku memakannya sebelum sampai kepada beliau. Ketika aku tiba di tempat beliau, beliau menjewer telingaku (secara halus) dan memanggilku dengan sebutan ‚wahai penghianat kecil‛.

91

Dalam memberikan hukuman ta‘zi>r bagi anak, sanksi yang

diberikan sifatnya harus mendidik dapat diberikan melalui putusan

hakim atau dari orang tua mereka. Pemberian hukuman ta’di>b dilakukan terhadap perbuatan buruk yang telah dilakukan bukan

kekhawatiran perbuatan buruk yang akan dilakukan. Orang tua

dibenarkan memukul anaknya dengan tidak melukai, tidak memukul

bagian rawan yang sensitif dan pemberian ta’di>b tidak boleh

berlebihan.92

Rasulullah juga melarang untuk memanjakan anak dan

menuruti semua kemauannya. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa

Rasulullah bersabda ‚Gantungkan cambuk (alat pemukul) ditempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka‛. Dibalik kecintaan dan kasih sayang orang tua terhadap

anaknya, Rasulullah tidak menginginkan adanya sikap memanjakan

secara berlebihan. Maksud dari hadits ini bukanlah agar orangtua

sering memukul anggota keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar

mereka meninggalkan perbuatan buruk dan tercela. Sikap memanjakan

dan memberikan kasih sayang yang berlebihan mengakibatkan anak

tidak pernah dibiasakan taat kepada Allah dan batasan-batasan

hukumNya.93

90 Abu Bakar Ahmad bin Husen bin Ali al-Baihaqi, Sunan Saghir (Beirut:

Da>r al-Kita>b al-Islami>yah, 1998) Jilid 1, 173. 91Musnad Asy-Syamiyyin : II, 355. 92‘Abdul Qa>dir ‘Audah, at-Tashri> al-Jinā‘ī al-Isla>mi>, 516. 93 Hadits riwayat ‘Abdur Razzaq dalam Al-Mus}annaf : 9/477 dan At}-

T}abra>ni dalam Al-Mu’jamul Kabi>r no. 10671.

Page 78: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

56

Page 79: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

57

BAB III

KEBIJAKAN HUKUM

DALAM MENGEMBANGKAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE DALAM HUKUM PIDANA ANAK

Pada bab ini dijelaskan kebijakan aparat penegak hukum

(Kepolisian, Bapas, Jaksa dan Hakim) dalam mengembangkan dan

mempraktekan konsep keadilan restoratif serta kebijakan menetapkan

suatu hukuman terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

Dalam bab ini dijelaskan hambatan dan kendala dalam menetapkan

konsep keadilan restoratif serta bagaimana efektifitas keadilan

restoratif terhadap perubahan sikap, mental, prilaku dan menjauhi

tindak kriminal terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Pada

bab ini juga dijelaskan penerapan keadilan restoratif pada pelaku

tindak pidana sebagai praktek keadilan.

A. Arah Kebijakan Restorative Justice sebagai Penanggulangan

Kejahatan

Masalah perlindungan anak yang semakin mendapat perhatian

publik menjadikan Indonesia sangat aktif dalam mempromosikan

realisasi hak-hak anak dan perlindungan anak. Tonggak kebijakan

perlindungan anak merupakan upaya untuk meningkatkan

perkembangan, perlindungan, keselamatan dan kesejahteraan anak-

anak, serta penetapan sasaran yang jelas dalam mengurangi kekerasan,

dan eksploitasi terhadap anak-anak.1

1 Tinjauan Tengah Waktu (Mid-Term Review) 2008 tentang program

kolaborasi antara UNICEF dan Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia (RPJMN) 2010-2014

menggarisbawahi beberapa masalah yang mengkhawatirkan. Hampir setengah (44

persen) dari anak-anak Indonesia yang berusia antara 13 sampai 18 tahun tidak

bersekolah. Sebagian anak-anak (22 persen) yang lulus Sekolah Dasar, tidak

melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama. Sekitar tiga juta anak terlibat dalam

sektor pekerjaan berbahaya. Antara 80.000 hingga 100.000 perempuan dan anak di

Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual atau diperdagangkan untuk tujuan

tersebut setiap tahun. Sekitar 30 persen perempuan korban eksploitasi seksual yang

bekerja sebagai pekerja seks merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun,

bahkanditemukan yang semuda 10 tahun.Sekitar 12 persen anak perempuan

Indonesia dipaksa menikah pada usia 15 tahun atau di bawahnya. RPJMN juga

menyoroti angka hasil survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) dan

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang memperkirakan bahwa minimal ada 3

juta perempuan dan anak-anak menjadi korban kekerasan setiap tahun. Sedangkan

Page 80: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

58

Banyak teori ditawarkan dalam upaya memahami sebab-sebab

terjadinya perilaku kenakalan anak. Salah satu teori yang

mengetengahkan sebab-sebab terjadinya perilaku kenakalan anak

adalah Teori Kontrol Sosial dari Travis Hirschi. Hirschi melandaskan

pada pertanyaan berbeda dalam mengetengahkan penjelasan mengapa

anak-anak terlibat kenakalan. Pakar kriminologi anak pada lazimnya

bertanya ‚mengapa seorang anak melakukan kejahatan?‛, sementara

Hirschi berangkat dari pertanyaan dasar ‚mengapa seorang anak patuh

norma‛. Pijakan dasar bukan pada perilaku penyimpangan anak

melainkan pada kepatuhan anak pada norma. Hirschi menyimpulkan

‚semakin anak terikat dengan masyarakatnya, kecil kecenderungannya

terlibat kenakalan, sebaliknya bila ikatan anak dengan masyarakatnya

lemah maka anak akan bebas melakukan kenakalan‛.

Menurut Paulus Hadisuprapto bila pintu masuk seorang anak

melakukan kejahatan adalah lemah atau terputusnya ikatan sosial anak

maka tinggi kecenderungan anak untuk tidak patuh norma (melakukan

kenakalan). Bila hal ini ditanggapi secara tidak proposional maka

besar kemungkinan anak akan mengulangi lagi perbuatan

kenakalannya di masa datang. Hal inilah yang rasanya perlu

diperhatikan dan memperoleh perhatian sebagai salah satu upaya

perlindungan hukum anak-anak yang bermasalah dengan hukum.2

Dalam hal ini perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana

sama pentingnya dengan perlindungan anak sebagai korban. Perbuatan

anak yang melanggar hukum sekiranya dapat dipertimbangkan dan

diperhatikan rasa keadilannya yang berpedoman pada hak-hak asasi

manusia terutama pada anak-anak. Hal ini sangat penting untuk

memberikan gambaran terhadap peradilan pidana anak yang harus

data yang dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Perempuan (Komnas

Perempuan) menunjukkan bahwa hanya sekitar 20.000 perempuan dan anak korban

kekerasan yang menerima bantuan medis, hukum dan sosial yang layak. Santi

Kusumaningrum, dkk, ‚Membangun Sistem Perlindungan Sosial untuk Anak di

Indonesia‛, Pusat Kajian Perlindungan Anak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia Bank Dunia), 2011, 4.

2Paulus Hadisuprapto, ‚Peradilan Restoratif: Model Alternatif Perlindungan

Hukum Anak Dalam Perspektif Hukum Nasional dan Internasional‛ di dalam Hukum Pidana dalam Perspektif Editor Agustinus Pohan, Topo Santoso, Martin Moerings

(Denpasar: Pustaka Larasan, 2012), 255, http://media.leidenuniv.nl/legacy/hukum-

pidana-criminal-law.pdf (Diakses pada 17 Februari 2014).

Page 81: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

59

menggunakan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dan

asas diversi.3

Menurut Dewi dan Syukur prinsip dalam keadilan restoratif

yaitu:

1) membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban dan

masyarakat dalam menyelesaikan suatu peristiwa tindak pidana.

Menempatkan pelaku, korban dan masyarakat sebagai

‚stakeholders‛ yang bekerja bersama dan berusaha menemukan

penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win-win solution);

2) mendorong pelaku/ anak bertanggung jawab terhadap korban atas

peristiwa atau tindak pidana yang telah menimbulkan kerugian pada

korban dan membangun tanggung jawab untuk tidak mengulangi

perbuatan pidana yang pernah dilakukannya;

3) menempatkan peristiwa atau tindak pidana bukan sebagai

pelanggaran antar indvidu, melainkan sebagai pelanggaran oleh

seseorang (sekelompok orang) terhadap seseorang (sekelompok

orang);

4) mendorong untuk menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana

dengan cara yang lebih informal dan personal daripada penyelesaian

dengan cara formal di pengadilan dan inpersonal.4

Perbedaan mendasar restorative justice dengan peradilan

menurut hukum acara KUHAPidana antara lain terlihat pada matrik

dibawah ini5:

3Keadilan Restoratif adalah konsep pidana yang mengedepankan pemulihan

kerugian yang dialami korban dibandingkan memilih untuk menjatuhkan hukuman

penjara bagi pelaku. Asas diversi lebih mengupayakan tindak pidana yang dilakukan

oleh anak tidak harus selalu dibawa ke proses pemidanaan secara formal dan

penyelesaiannya dapat ditempuh di luar pengadilan dengan asas kekeluargaan.

Kompasiana, ‚RUU Peradilan Pidana Anak Lebih Manusiawi Bukan Upaya

Meringankan Hukuman‛, http://hukum.kompasiana.com/2012/07/02/ruu-peradilan-

pidana-anak-lebih-manusiawi-bukan-upaya-meringankan-hukuman/, terbit online 02

Juli 2012 (diakses pada 21 November 2013). 4DS. Dewi dan Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative

Justice di Pengadilan Anak Indonesia (Depok: Indie Publishing, 2011), 32. 5Kuat Puji Prayitno, ‚Restorative Justice Untuk Peradilan di Indonesia‛,

Jurnal Dinamika Hukum Vol 12 No 3 (September 2012), 416,

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/JDH2012/JDHSeptember201

2/3.pdf. (Diakses pada 22 Februari 2014).

Page 82: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

60

Matrik 3. Perbedaan KUHAP dan Restorative Justice

No KUHAP Restorative Justice

1 Mendasarkan pada kejahatan

yang dilakukan;

Menunujuk pada kekeliruan yang

disebabkan karena pelanggaran;

2 Menempatkan korban dalam

kedudukan yang sentral;

Menempatkan korban pada posisi

yang sekunder;

3 Tujuannya berpusat pada

gagasan bagaimana

menghukum yang bersalah

dengan adil;

Dasar tujuannya memberi

kepuasan yang dialami para pihak

yang terlibat dalam pelanggaran;

4 Retributive justice System; Restorative Justice System;

5 Result in prison for the accused;

Dialogue, Negotiation and Resolution;

6 Ditentukan oleh professional

hukum.

Ditentukan oleh para pihak

dalam conferencing/

musyawarah.

1. Dasar Hukum perundang-undangan yang mengatur Anak yang

Berhadapan dengan Hukum (ABH)

Walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan

pemidanaan terhadap anak, namun pada dasarnya sifat pemidanaan

masih bertolak dari asas dan sistem pemenjaraan. Sistem pemenjaraan

yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan

disertai dengan lembaga ‚rumah penjara‛ secara berangsur-angsur

dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan

konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial.

Untuk melaksanakan peradilan pidana anak yang didasarkan

pada konsep keadilan restoratif ada beberapa dasar hukum dan

kebijakan penegak hukum yang digunakan sebagai pedoman untuk

menindak pelaku anak. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur

tentang Anak Berhadapan dengan Hukum diantaranya diatur pada

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat 2 yang menyatakan

bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Dalam Pasal 28H ayat 2 dinyatakan bahwa setiap orang

mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh

Page 83: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

61

kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan

keadilan.6

Ketika seorang anak melakukan tindakan pidana, ada beberapa

kewajiban yang harus diperhatikan demi kesejahteraan anak yang

berhadapan dengan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No 4

tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak. Usaha kesejahteraan anak

harus dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat. Pelaksanaan

kesejahteraan ini dilaksanakan baik di dalam panti maupun di luar

panti. Dalam hal ini pemerintah (para penegak hukum) wajib

mengadakan pengarahan, bimbingan, bantuan dan pengawasan

terhadap usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh masyarakat.7

Undang-undang No 12 tahun 1995 tentang Kemasyarakatan

menyatakan bahwa Sistem Pemasyarakatan dimaksudkan untuk

meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari

kesalahan, memperbaiki diri dan menghindari pengulangan tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.8

Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) juga diatur dalam UU

No 23 Tahun 2002 Pasal 16, 17, 18 tentang Perlindungan hukum bagi

anak yang didasari oleh empat prinsip utama yaitu non diskriminasi,

kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup dan berkembang serta

partisipasi anak. Perlindungan bagi anak ini dimaksudkan agar anak

terhindar dari sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang

kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat anak.9

6Lihat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 perubahan kedua Bab XA Pasal

28B ayat (2) dan Pasal 28H ayat (2). 7Lihat Undang-Undang No 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Bab

IV Usaha Kesejahteraan Anak Pasal 11. 8

Lihat Ketentuan Umum Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang

Kemasyarakatan. 9 Dalam Pasal 16 dinyatakan bahwa ‚(1) setiap anak berhak memperoleh

perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang

tidak manusiawi; (2) setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan

hukum; (3) penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya

dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan

sebagai upaya terakhir.

Isi Pasal 17 adalah ‚ (1) setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak

untuk : a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan

dari orang dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara

efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan

memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak

dalam sidang tertutup untuk umum; (2) setiap anak yang menjadi korban atau pelaku

kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Page 84: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

62

Undang-undang tentang Peradilan Anak No 3 Tahun 1997

masih menganut pendekatan penghukuman (retributive) dan belum

sepenuhnya menganut pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Dalam UU ini belum sepenuhnya bertujuan untuk

memberikan perlindungan secara khusus bagi anak yang berhadapan

dengan hukum. Dalam pelaksanaan UU ini, anak diposisikan sebagai

objek dan perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum

cenderung merugikan anak. UU No 3 Th 1997 ini sudah tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara

komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang

berhadapan dengan hukum.

Oleh karena itu perlu adanya perubahan paradigma dalam

penanganan anak yang berhadapan dengan hukum didasarkan pada

peran dan tugas masyarakat, pemerintah dan lembaga Negara lainnya

yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan

kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus terhadap

anak yang berhadapan dengan hukum. Penyusunan Undang-Undang

No 11 Tahun 2011 ini merupakan penggantian terhadap UU No 3

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dengan tujuan agar dapat

terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan

kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagai

penerus bangsa.10

Dalam Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Anak yang

baru No 11 Tahun 2012 dinyatakan bahwa dalam hal tindak pidana

yang dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun harus

diajukan ke sidang pengadilan anak.11

Anak hanya dapat dijatuhi

pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam undang-

undang. Anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai

Isi Pasal 18 menyatakan bahwa ‚ Setiap anak yang menjadi korban atau

pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. 10 Penjelasan atas Undang-Undang RI No 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, http://ngada.org/uu11-2012pjl.htm (Diakses pada 19 Februari

2014). 11 Bab 3 Pasal 20 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Sesuai dengan asas praduga tidak bersalah, seorang anak

yang sedang dalam proses peradilan tetap dianggap tidak bersalah sampai adanya

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Anak yang sudah kawin

dan belum berumur 18 tahun tetap diberikan hak dan kewajiban keperdataan sebagai

orang dewasa.

Page 85: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

63

tindakan.12

Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak dan keadaan

pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat

dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana.

Tindakan terhadap pelaku anak harus didasarkan dengan

mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.13

Dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak

dinyatakan bahwa pidana penjara terhadap anak hanya digunakan

sebagai upaya terakhir.14

Sistem Peradilan Pidana Anak wajib

mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.15

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, ketika menangani

perkara anak -anak korban dan anak saksi- aparat penegak hukum

seperti lembaga pemasyarakatan, penyidik, penuntut umum, hakim,

advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan

kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana

kekeluargaan tetap terjaga dan terpelihara. Hal ini sejalan dengan

12Bab 5 Pasal 69 ayat 1 dan 2 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Berdasarkan catatan hukumonline, dalam pembahasan UU Sistem Peradilan Anak ini

terungkap adanya usulan dari PBB, melalui lembaga Unicef, untuk menaikkan

tanggung jawab pidana ke usia 14 hingga 18 tahun. Dalam hal ini pemerintah dan

DPR bergeming dengan tetap memasukkan usia 12 hingga 18 tahun ke dalam

undang-undang. Akhirnya, sebagai jalan tengah, dimasukkan Pasal 69 ayat (2) ke

undang-undang ini.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt522dd6efdb3fa/pakar--tanggung-jawab-

pidana-tak-bisa-dialihkan terbit online 9 September 2013, (diakses pada 26

September 2013). 13 Lihat Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Bab 5 Pasal 70 Undang-undang

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 14

Pasal 81 ayat 5 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. 15 Pasal 5 ayat 1 Undang-undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

Penyelesaian perkara terhadap Anak yang Berhadapan Hukum (ABH)

dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif sejalan dengan UU No. 5

Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan

Perlakuan/Hukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan (Convention

Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

yang menyatakan bahwa untuk memuat perlindungan terhadap semua orang dari

sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau

merendahkan martabat manusia diperlukan langkah-langkah yang mencakup

perbaikan cara interogasi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan

pejabat publik lain untuk mencegah segala bentuk tindak penyiksaan baik jasmaniah

maupun rohaniah.

Page 86: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

64

Rancangan Undang-Undang KUHPidana Pasal 54 bahwa pemidanaan

bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan

menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat, membina

pelaku tindak pidana, menyelesaikan konflik, memulihkan

keseimbangan di masyarakat, membebaskan rasa bersalah pada

terpidana, memaafkan terpidana. Pemidanaan tidak dimaksudkan

untuk menderitakan dan merendakan martabat manusia.16

Dalam RUU KUHPidana juga dijelaskan tentang pedoman

pemidanaan. Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan besar atau

kecilnya kesalahan yang diperbuat, motif dan tujuan melakukan

tindak pidana, cara melakukan tindak pidana, sikap dan tindakan

pelaku sesudah melakukan tindak pidana, riwayat hidup dan keadaan

sosial pelaku, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku, ` pengaruh

tindak pidana terhadap korban, pemaafan dari korban / keluarganya

serta pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.17

16Lihat RUU KUHPidana 2013 Bab 3 Pemidanaan, Pidana dan Tindakan

Pasal 54 Tujuam Pemidanaan. Lihat Juga Apong Herlina ‚Mengakomodir Hak Anak

Dalam KUHP‛, Lembaga Advokasi dan Pemberdayaan Anak (Aliansi Nasional

Reformasi KUHP). 17RUU KUHP Paragraf 2 Pedoman Pemidanaan Pasal 55.

Page 87: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

65

Bagan 1: Sistem Peradilan Pidana Anak

Sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012

Anak yang Berkonflik dengan Hukum:

adalah Anak yang berusia 12 (dua belas) tahun

tapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun

Penyidik (Kepolisian) – BAPAS (Balai Pemasyarakatan)

Penuntut Umum – BAPAS (Balai Pemasyarakatan)

Anak yang Berkonflik dengan Hukum

yang berusia di bawah 12 tahun

diserahkan kembali kepada orang tua/ wali/ orang tua asuh atau

mengikutsertakan dalam program

pendidikan, pembinaan selama 6 bulan

Pengadilan Pidana Anak – BAPAS (Balai Pemasyarakatan)

Terhadap Anak yang belum

berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan :

-diserahkan kembali kepada

orang tua/ wali/ -

-Perawatan di rumah sakit

jiwa

-Perawatan di LPKS

(Lembaga Penyelenggara

Kesejahteraan Sosial)

-Kewajiban mengikuti

pendidikan formal atau

pelatihan yang diadakan

pemerintah atau badan swasta

-Pencabutan surat izin

mengemudi

-Perbaikan akibat tindak

pidana

Terhadap Anak yang

dikenakan sanksi pidana penjara/ kurungan di

LPKA (Lembaga

Pembinaan Khusus

Anak):

-Apabila perbuatan anak

membahayakan

masyarakat,

- Pidana penjara bagi

anak ½ dari pidana

dewasa

- Pembinaan di LPKA

sampai anak berumur 18 tahun

Terhadap Anak yang

dikenakan sanksi pidana bersyarat

berupa denda atau

pengawasan dapat

kembali ke

masyarakat.

Apabila dalam hukum

materiil diancam

pidana kumulatif

berupa penjara dan

denda, pidana denda

diganti dengan pelatihan kerja.

Page 88: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

66

2. Penyelesaian Sengketa Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH)

Perlindungan anak dan akses keadilan bagi anak adalah bagian

dari implementasi nilai-nilai hak asasi manusia.18

Pemenjaraan pada

pelaku tindak pidana anak pada dasarnya tidak menyebabkan anak

lebih baik. Di dalam penjara, anak memperoleh pengalaman dan

pembelajaran kriminal lain, terlebih jika penghuni penjara anak lebih

banyak penghuni orang dewasa. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan

jika LP Anak didominasi napi dewasa dengan kasus narkoba.

Pemenjaraan yang bersifat retributif lebih menekankan anak

menjadi jera jelaslah tidak akan merubah sikap dan perilaku anak ke

arah yang lebih baik dan tidak menimbulkan kesadaran anak akan

perilakunya. Oleh karenanya intervensi lembaga sosial (pemerintah

maupun swasta) semakin dibutuhkan untuk membina sosial psikologis

anak. Konsekuensinya Lembaga sosial yang ada di masyarakat perlu

siap menangani anak berkonflik hukum.19

Consedine memaparkan beberapa fakta menarik tentang

peradilan pidana yang menghukum pelaku dalam penjara. Salah satu

fakta yang ada di dalam penjara dan secara umum berlaku di semua

Negara kebanyakan adalah orang miskin dan lemah yang menghuni

penjara.20

Hal ini juga telah diteliti di Indonesia, menurut Data

18Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak- Tawaran Gagasan Radikal Peradilan

Anak Tanpa Pemidanaan, 116. 19Alit Kurniasari dkk, Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum (Hasil

penelitian Puslitbang Kessos, Departemen Sosial RI, 2007), 118,

http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/48df6bda92fc77fb5c4407e88859dc5a.pdf

(diakses pada & Oktober 2013). 20 Jim Consedine, Restorative Justice : Healing the Effects of Crime

(Lyttelton: Ploughshares Publication, 1995), 30-39. Dikutip dari DS. Dewi dan

Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak Indonesia. 22-23.

Dan beberapa fakta lainnya yang diungkapkan oleh consedine diantaranya:

- penjara menyebabkan kenaikan tingkat kriminalitas karena penjara adalah

tempat utama untuk belajar segala jenis kejahatan, tempat untuk merekrut orang

baru juga untuk merencanakan suatu tindak pidana;

- penjara menyebabkan tahanan menjadi brutal, khususnya bagi tahanan dalam

jangka panjang yang seluruh tanggung jawab pribadinya tercabut. Tahanan

hanya menjalankan apa yang diperintah hingga kehilangan kendali terhadap

hidup mereka sendiri;

- penjara merusak hubungan. Secara otomatis penjara memisahkan tahanan

dengan keluarganya hingga tidak bisa menjalin hubungan baik. Penjara tidak

Page 89: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

67

Pusdatin Depsos (tahun 2003) menunjukkan bahwa faktor yang

mempengaruhi anak melakukan pelanggaran hukum atau melakukan

tindak pidana diantaranya faktor kemiskinan yang menempati urutan

tertinggi yaitu 29,35%.21

Faktor kemiskinan menjadi penyebab utama

kriminalitas juga dinyatakan oleh Makmur dalam kegiatan Sosialisai

Anak Berhadapan Dengan Hukum di PSMP Todopuli Makassar.

Menurut Makmur persoalan yang paling besar dalam mengatasi

permasalahan sosial adalah permasalahan anak, dan juga persoalan

kemiskinan. Faktor kemiskinan mendorong anak melakukan berbagai

tindakan kriminalitas. Persoalan utama seseorang melakukan tindak

pidana karena mereka butuh makan, uang dan kehidupan.22

Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana, penyelesaian

dengan cara mediasi merupakan pilihan terbaik dalam menyelesaikan

perkara ABH dibandingkan dengan memasukkan anak ke dalam

hanya merusak hubungan tahanan dan keluarganya tapi juga merusak hubungan

keluarga dengan masyarakat akibat stigma negatif karena mempunyai anggota

keluarga sebagai tahanan;

- penjara adalah tempat maraknya narkoba dan obat terlarang. Banyak tahanan

yang sebelumnya bersih jadi mengenal dan memakai narkoba ketika di penjara;

- efek jera penjara adalah sebuah mitos. Banyak hakim beralasan ketika

menjatuhkan putusan penjara agar pelaku pidana jera atau kapok untuk

mengulangi perbuatan melanggar hukum. Ancaman ini hanya mitos karena

walaupun ancaman hukuman tindak pidana terus ditingkatkan, angka

kriminalitas tetap naik;

- penjara menyebabkan biaya tinggi. Biaya penyelenggaraan kehidupan dan

pemeliharaan gedung penjara adalah mahal. Begitu banyak biaya yang harus

dikeluarkan namun sedikit sekali yang digunakan untuk rehabilitasi atau

pendidikan para tahanan. 21

Faktor kemiskinan menduduki urutan tertinggi penyebab seseorang

(dewasa/ anak) melakukan tindak pidana, disusul oleh faktor lingkungan 18,07%,

salah didik sebesar 11,3%, keluarga tidak harmonis sebesar 8,9% dan minimnya

pendidikan agama 7,28%. Dengan demikian penyebab faktor eksternal seperti

kemiskinan dan faktor lingkungan yang buruk pada anak nakal sampai melakukan

tindak kriminal lebih menonjol dibandingkan faktor disharmonis keluarga. Yanuar

Farida Wismayanti, ‚Model Penanganan Anak Berkonflik Hukum‛, Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Informasi Vol 12 No 03 (2007),

42,

http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/94184bf44dcc60197750f862750921c1.pd

f(Diakses pada 8 Oktober 2013). 22 Makmur, ‚Anak Perlu Mendapat Perlindungan- Kenali, Pahami dan

Lindungi‛, Organisasi Hukum dan Humas (Kementerian Sosial: Rabu, 28 April

2010), http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=743

(Diakses pada 9 Oktober 2013).

Page 90: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

68

penjara. Mediator wajib melihat dan menganalisis semua aspek yang

melingkupi perkara tersebut secara komprehensif, tidak sekedar fakta

hukum yang terjadi. Mediasi juga sering dikenal dengan istilah Victim Offender Mediation (VOM) dan merupakan salah satu bentuk keadilan

restoratif.23

Dalam perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai

negara, ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi sebagai

salah satu alternatif penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Ide

dan prinsip dalam mediasi antara lain24

:

a. penanganan konflik (conflict handling/ konfliktbearbeitung).

Dalam melakukan mediasi, tugas mediator adalah membuat para

pihak melupakan kerangka hukum dan mendorong mereka terlibat

dalam proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada ide, bahwa

kejahatan telah menimbulkan konflik interpersonal. Konflik itulah

yang dituju oleh proses mediasi;

b. berorientasi pada proses (process orientation/ prozessorientierung).

Mediasi lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil,

yaitu: menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya,

kebutuhan-kebutuhan konflik terpecahkan, ketenangan korban dari

rasa takut dsb;

c. proses informal (informal proceeding/ informalität). Mediasi

merupakan suatu proses yang informal, tidak mempunyai sifat

birokratis dan menghindari prosedur hukum yang ketat;

d. ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (active and autonomous participation/ parteiautonomie/subjektivierung). Dalam hal ini para pihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai

objek dari prosedur hukum pidana, tetapi lebih sebagai subjek yang

mempunyai tanggungjawab pribadi dan kemampuan untuk berbuat.

Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri.

23 Mediasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses terstruktur namun

informal, dilakukan oleh beberapa pihak terkait, tidak ada paksaan selama sesi

mediasi, kedua pihak yang terlibat konflik mempresentasikan pandangan mereka dan

mediator bekerja dengan kedua belah pihak secara aktif membantu mereka dalam

merancang sebuah keputusan yang memuaskan diantara kedua belah pihak. Mark S.

Umbreit, ‚Mediation of Youth Conflict :A Multi System Perspective‛, Child and Adolescent Social Work Vol 8 No 2 (April 1991), 142.

http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF00757555#page-1 (accessed October 4,

2013). 24 Barda Nawawi Arief, Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara Pidana di Luar

Pengadilan, 6-7.

Page 91: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

69

Konsep mediasi (VOM) dalam penanganan anak yang

berkonflik dengan hukum sangat diperlukan, selain itu partisipasi aktif

dari masyarakat juga dibutuhkan. Dalam hal ini perlu dibentuk

kelompok atau komunitas peduli anak yang melakukan kegiatan

berupa forum pertemuan/ musyawarah dengan masyarakat melalui

Family Group Conference (FGC) oleh Komunitas Peduli Anak.

Melalui forum ini juga didorong munculnya kepedulian komunitas

remaja melalui berbagai upaya diantaranya mendorong munculnya

sebuah kelompok kepemudaan atau kelompok anak yang melakukan

upaya pencegahan atas tindak kriminal oleh anak-anak di

lingkungannya.25

Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak

yang sangat rentan untuk terlibat atau dilibatkan dalam kenakalan atau

suatu perbuatan melanggar hukum adalah perlindungan khusus

terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Melibatkan

anak (ABH) dalam proses hukum harus melalui suatu penanganan yang

khusus dan bukan penjara yang seharusnya mereka hadapi sebagai

keputusan terakhir.26

3. Kebijakan dan Implementasi Aparat Penegak Hukum dalam

Mewujudkan Keadilan yang Restoratif

3.1. Polisi

Polisi berwenang melakukan penyidikan27

dan penahanan

terhadap pelaku tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dan jelas.

25 Yanuar Farida Wismayanti, ‚Model Penanganan Anak Berkonflik

Hukum‛, Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Informasi

Vol 12 No 03 (2007), 44,

http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/94184bf44dcc60197750f862750921c1.pd

f(Diakses pada 8 Oktober 2013). 26 Makmur, ‚Anak Perlu Mendapat Perlindungan- Kenali, Pahami dan

Lindungi‛, Organisasi Hukum dan Humas (Kementerian Sosial: Rabu, 28 April

2010), http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=743

(Diakses pada 9 Oktober 2013). 27UU RI no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dalam Bab 3 diatur

Tugas dan Wewenang Kepolisian. Begitu juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) Bab IV Penyidik dan Penuntut Umum Pasal 5 dan Pasal 7

yang menyatakan bahwa penyidik yang karena kewajibannya mempunyai wewenang

untuk: (a) menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana; (b) melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; (c) menyuruh

berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; (d)

Page 92: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

70

Demi kepentingan umum, aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri

dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik

profesi kepolisian.28

Dalam menindak anak yang berhadapan dengan hukum, aparat

kepolisian membuat peraturan khusus yang diatur dalam Peraturan

KAPOLRI No 10 Th 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan dan

Anak (UP2A). Dalam peraturan ini, UP2A bertugas memberikan

pelayanan dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak

yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap

pelakunya.29

Dalam hal ruang pelayanan khusus yang diatur dalam

Perkap No 3 Th 2008, dinyatakan bahwa ruangan haruslah aman dan

nyaman dan diperuntukkan khusus bagi saksi atau korban tindak

pidana serta tersangka tindak pidana yang terdiri dari perempuan dan

anak yang patut diperlakukan secara khusus, dan perkaranya sedang

ditangani di kantor polisi.30

Dalam Undang-Undang No 3 Th 1997 tentang penyidikan

anak, polisi (penyidik) mempunyai wewenang untuk melakukan

penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana

berdasarkan bukti yang cukup. Dalam hal ini penyidik juga wajib

memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.31

UU yang baru

melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; (e) melakukan

pemeriksaan dan penyitaan surat; (f) mengambil sidik jari dan memotret seorang; (g)

memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; (h)

mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara; (i) mengadakan penghentian penyidikan; (j) mengadakan tindakan lain

menurut hukum yang bertanggung jawab. 28Hal ini diatur dalam UU RI no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

RI Bab 3 Tugas dan Wewenang Kepolisian Pasal 18. 29Peraturan KAPOLRI No 10 Th 2007 tentang Unit Pelayanan Perempuan

dan Anak Pasal 3. 30Perkap No 3 Th 2008 Tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus

dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/ atau Korban Tindak Pidana. 31 UU No 3 Th 1997 tentang Peradilan Anak Pasal 41-42 tentang

Penyidikan.

Dalam UU No 3 Th 1997 tentang penahanan terhadap anak dinyatakan bahwa

‚Penahanan untuk anak berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari, jangka waktu

tersebut diperlukan guna kepentingan pemeriksaan. Jika belum selesai, atas

permintaan Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang,

paling lama 10 (sepuluh) hari. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Penyidik

sudah harus

Page 93: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

71

tentang Peradilan Anak No 11 Th 2012 juga mengatur perihal

penyidikan dan penuntutan terhadap tersangka pidana anak yang harus

dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan

diupayakan konsep diversi.32

Kebijakan diversi inilah yang menjadi

acuan aparat kepolisian untuk mewujudkan keadilan anak yang

restoratif.

Dasar hukum penerapan diversi ini juga diatur dalam pasal 18

ayat 1 huruf L yang diperluas oleh Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang

No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian yang berbunyi ‚Polisi dapat

mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

dengan batasan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan

hukum yang berlaku, tindakan tersebut selaras dengan kewajiban

hukum/ profesi yang mengharuskan dilakukannya tindakan, tindakan

tersebut harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup

jabatannya, serta didasarkan pada pertimbangan yang layak

berdasarkan keadaan yang memaksa dan menghormati Hak Asasi

Manusia‛.

Pada TR Kabareskrim juga terdapat pengertian mengenai

diversi, yaitu ‚suatu pengalihan bentuk penyelesaian dari penyelesaian

yang bersifat proses pidana formal ke alternatif penyelesaian dalam

bentuk lain yang di nilai terbaik menurut kepentingan anak‛.33

Dalam

hal ini dapat diartikan bahwa pengalihan kasus-kasus yang berkaitan

dengan anak yang berhadapan dengan hukum atau anak sebagai pelaku

tindak pidana dapat diselesaikan melalui jalur diversi.34

menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum. Apabila

jangka waktu dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus

dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Namun, proses penahanan ini dianggap terlalu lama, oleh karena itu dalam UU No 11

Th 2012 sebagai pengganti UU No 3 Th 1997 tentang penahanan anak Pasal 33

dinyatakan bahwa ‚Penahanan tersangka anak untuk kepentingan penyidikan

dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari. Jangka waktu penahanan atas permintaan

Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari.

Dalam hal jangka waktu telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum. 32UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 12. 33TR Kabareskrim No. Pol.: TR/1124/XI/2006, Butir DDD. 2. 34TR Kabareskrim Polri No.Pol.: TR/ 1124/XI/2006 yang memberi petunjuk

dan aturan tentang teknik diversi yang dapat dilakukan terhadap anak yang

berhadapan dengan hukum. TR Kabareskrim Polri yang berpedoman pada Pasal 18

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang membahas masalah Diskresi Kepolisian. Hal ini memberi pedoman dan

wewenang bagi penyidik Polri untuk mengambil tindakan lain yang bertujuan untuk

Page 94: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

72

Menurut UU No 11 Th 2012 tentang Peradilan Anak, diversi

adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan

pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi bertujuan untuk: 1)

mencapai perdamaian antar korban dan Anak; 2) menyelesaikan

perkara Anak di luar proses peradilan; 3) menghindarkan anak dari

perampasan kemerdekaan; dan 4) menanamkan rasa tanggung jawab

kepada Anak.

Diversi hanya dapat dilakukan dalam hal tindak pidana penjara

di bawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak

pelaku dan orang tua serta korban dan orang tua, petugas pembimbing

kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan

pendekatan keadilan restoratif. Kesepakatan Diversi untuk

menyelesaikan tindak pidana tidak lebih dari nilai upah minimum

provinsi setempat dan dapat dilakukan bersama-sama serta dapat

melibatkan tokoh masyarakat.

Penyidik wajib mengupayakan diversi paling lama 7 hari

setelah melakukan penyidikan. Diversi dilaksanakan paling lama 30

hari setelah dimulainya diversi. Apabila proses diversi berhasil

mencapai kesepakatan, penyidik menyampaikan berita acara diversi

beserta kesepakatan kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat

penetapan. Apabila diversi gagal, penyidik wajib menyampaikan berita

acara diversi dan melimpahkan perkara ke penuntut umum dengan

melampirkan berita acara diversi dan laporan hasil penelitian

kemasyarakatan.35

Kewenangan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak

pidana ditentukan oleh Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia yang ditegaskan bahwa dalam melakukan penyidikan

terhadap perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau

saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana

dilaporkan atau diadukan. Dalam hal dianggap perlu, Penyidik juga

dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog,

psikiater, tokoh agama dan tenaga ahli lainnya.36

Dalam setiap pemeriksaan, anak wajib diberikan bantuan

hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau

kepentingan terbaik bagi anak dalam menangani anak yang berhadapan dengan

hukum. 35UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 29. 36UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 26-27.

Page 95: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

73

pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Penyidik dapat menghentikan proses pemeriksaan pada

tahap penyelidikan atau penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti,

peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, adanya pencabutan

laporan dari korban atau adanya pemberhentian penyidikan

dikarenakan alasan hukum seperti pelaku meninggal dunia atau karena

asas oportunitas.37

Bagan 2: Implementasi Kebijakan Penyidikan Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Anak

3.3. Balai Pemasyarakatan

Peran Balai Pemasyarakatan (Bapas) sangat diperlukan dalam

penentuan keputusan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum melalui hasil penelitian masyarakat (Litmas). Hasil olah data

wawancara dengan anak yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh

37Penyidikan dihentikan karena tidak terdapat cukup bukti ini dilakukan

sehubungan dengan tidak terpenuhinya syarat-syarat yaitu minimal 2 alat bukti.

Terjadi tindak pidana

dengan anak sebagai pelaku

Ada laporan atau aduan

tindak pidana anak kepada

penyidik Bagian Pelayanan Masyarakat

BAPAS Ada proses Restorative

Justice : Musyawarah yang

melibatkan penyidik, pelaku

dan orang tuanya, korban

dan keluarganya,

Pembimbing

Kemasyarakatan, LSM,

masyarakat setempat dan

pihak lain yang terkait.

Menerima hasil

musyawarah dan setuju

dilakukan Diversi

Menolak hasil musyawarah,

perkara dilimpahkan ke

Penuntut Umum dan

berlanjut ke Pengadilan Anak

Page 96: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

74

petugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dengan cara melihat

riwayat hidup si anak, kondisi keluarga, keadaan ekonomi dan

lingkungan masyarakat tempat tinggal anak tersebut.

Laporan penelitian kemasyarakatan ini berguna sebagai bahan

dasar guna menentukan program pembinaan, baik sebelum maupun

sesudah keputusan Hakim. Dalam hal ini juga diharapkan Hakim dapat

mempertimbangkan pemberian hukuman pidana bersyarat dan bahan

pertimbangan pemberian lepas bersyarat sehingga dapat memutuskan

perkara yang sesuai dengan keputusan terbaik bagi anak.

Dalam hal memberikan rekomendasi atas hukuman yang akan

diberikan kepada pelaku anak, Bapas sudah berupaya semaksimal

mungkin agar pelaku tindak pidana anak dapat diupayakan putusannya

dengan konsep keadilan restoratif. Dalam hal putusan hukuman

pidana, Bapas tidak mempunyai kewenangan karena keputusan

hukuman terhadap anak berada di tangan hakim yang mempunyai

wewenang penuh atas putusan. Faktanya Perlindungan Anak masih

jauh dari memuaskan. Rendahnya pemahaman masyarakat dan aparat

terhadap isu ABH (Anak berhadapan dengan hukum) dan belum

adanya kesamaan persepsi serta kurangnya koordinasi aparat penegak

hukum menyebabkan pidana penjara masih merupakan primadona

pemidanaan. Secara yuridis hal ini menyebabkan peran Bapas pasif.38

Bagan 3: Posisi Bapas dalam Sistem Peradilan Pidana

38Hasil Wawancara Pribadi dengan Ibu Heidy Manurung, S.Pd bagian Badan

Klien Anak (BKA) di Balai PemasyarakatanKelas II Bogor pada 02 September 2013.

M

A

S

Y

A

R

A

K

A

T

BAPAS M

A

S Y

A

R

A

K

A

T

JAKSA HAKIM RUTAN/ LP POLISI

TINDAKAN

Page 97: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

75

Tugas dan Kewajiban Bapas diatur dalam UU No 12 Th 1995

tentang Kemasyarakatan. Dalam Undang-undang ini Balai

Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah pranata untuk

melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Sistem pembinaan

pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas pengayoman,

pendidikan, pembimbingan penghormatan harkat dan martabat

manusia serta asas kekeluargaan.39

Pada Pasal 6 UU No 12 Th 1995, bimbingan oleh Bapas

terhadap anak pelaku tindak pidana dilakukan terhadap anak yang

mendapat hukuman terpidana bersyarat, pembebasan bersyarat atau

cuti menjelang bebas, putusan pengadilan yang pembinaannya

diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial serta anak yang

mendapat penetapan pengadilan bimbingannya dikembalikan kepada

orang tua atau walinya. Penelitian Kemasyarakatan terhadap anak

yang bermasalah dengan hukum, dilaksanakan untuk memberikan

bantuan kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim guna

kepentingan pemeriksaan dalam proses persidangan. Dalam Pasal 59

UU Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak disebutkan bahwa

guna kepentingan anak, hakim wajib memperhatikan hasil Penelitian

Kemasyarakatan.

Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-

PK.04.10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa tugas Pembimbing

Kemasyarakatan Bapas yaitu:

1) melakukan penelitian kemasyarakatan untuk : a) membantu tugas

penyidik, penuntut umum dan hakim dalam perkara anak nakal

(bermasalah dengan hukum); b) menentukan program pembinaan

narapidana di LAPAS dan anak didik pemasyarakatan di LAPAS

anak; c) menentukan program perawatan tahanan di RUTAN; d)

menentukan program bimbingan dan atau bimbingan tambahan bagi

klien pemasyarakatan;

2) melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi

klien pemasyarakatan;

3) memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang

meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu;

4) mengkoordinasikan pekerja sosial dan pekerja sukarela yang

melaksanakan tugas pembimbingan; dan

5) melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi

pidana pengawasan dan terhadap terpidana anak didik

39UU No 12 Th 1995 tentang Kemasyarakatan Pasal 5.

Page 98: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

76

pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali atau orang

tua asuh serta memberikan pengawasan terhadap orang tua, wali

dan orang tua asuh yang diberi tugas pembimbingan atas anak

terpidana.

Lahirnya Undang-Undang No 11 Th 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak memberikan peran besar bagi Bapas dalam

penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Melalui

tugas ini, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) tidak hanya menjadi

instansi yang melakukan penelitian masyarakat berkaitan dengan anak

yang terlibat dalam perkara pidana saja, tetapi menjadi salah satu

unsur penting dalam proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan

atau melibatkan anak.

UU SPPA ini mengatur secara jelas dan tegas peran yang harus

dijalankan oleh Bapas. Peran tersebut bergerak sejak tahap

penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani

pidana dengan mengedepankan upaya pemulihan secara berkeadilan

dan menghindarkan anak dari proses peradilan. Jika dalam hal tertentu

anak harus masuk ke dalam proses peradilan maka Bapas mempunyai

kewajiban untuk memberikan pendamping terhadap anak dalam setiap

tingkat pemeriksaan.40

Dalam proses diversi, Bapas mempunyai peran strategis yaitu:

1) pembimbing kemasyarakatan harus terlibat dalam proses diversi

yang dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan. Keterlibatan

petugas PK Bapas adalah dengan memberikan pertimbangan kepada

penyidik, penuntut umum dan hakim selama proses diversi yang

dimuat dalam penelitian masyarakat;

2) memberikan rekomendasi tentang bentuk kesepakatan diversi yang

dilakukan oleh penyidik untuk menyelesaikan tindak pidana yang

berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa

korban atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah

mínimum provinsi setempat.

3.4. Jaksa

Dasar pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan

tuntutan pidana bagi anak nakal yang paling utama adalah berdasarkan

40 Andi Wijaya Rivai, Bapas Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana

Anak. http://www.ditjenpas.go.id/pasnew/article/bapas-dalam-perspektif-sistem-

peradilan-pidana-anak,Terbit Online Kamis 15 Agustus 2013. (Diakses pada 6

Desember 2013).

Page 99: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

77

hasil penelitian masyarakat. Keputusan Jaksa dalam menuntut

hukuman terhadap anak selain dari penelitian Litmas antara lain:

1. latar belakang anak melakukan tindak pidana tersebut. Hal-hal atau

penyebab seorang anak melakukan tindak pidana adalah salah satu

alasan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan

pidana;

2. status pendidikan dari anak yang melakukan tindak pidana

tersebut. Bagi Jaksa Penuntut Umum perlu mempertimbangkan

keadaan status pendidikan dari anak tersebut, apakah ia masih

dalam masa pendidikan atau sudah berhenti;

3. kondisi mental/ psikologis anak tersebut. Seorang anak yang

dibawah umur/ belum dewasa masih memiliki sifat yang labil dan

memiliki kesiapan mental yang lebih rendah dibandingkan orang

dewasa;

4. perubahan tingkah laku anak dengan hukuman yang dijatuhkan

terhadapnya. Hukuman yang diberikan kepada anak dapat merubah

tingkah laku, sikap dan sifatnya, seperti merasa minder, malu dan

berkurangnya rasa percaya diri si anak terhadap lingkungan

keluarganya, rumahnya, sekolahnya dan terhadap teman-temannya

akibat hukuman yang diterimanya.

Di dalam Surat Edaran Jaksa Agung dinyatakan apabila

tersangka belum berumur 10 tahun pada saat melakukan perbuatan

tersebut agar Jaksa Peneliti (calon Penuntutan Umum) melakukan

pendekatan kepada penyidik untuk tidak melanjutkan penyidikan

tetapi cukup diberikan bimbingan/ penerangan secara bijaksana kepada

tersangka maupun kepada orangtua/ walinya sehingga perkaranya

tidak perlu dikirimkan ke kejaksaan.41

Kebijakan jaksa dalam menerapkan konsep restorative justice ketika melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana anak

terlihat di dalam Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum

tentang petunjuk teknis peuntutan terhadap anak. Sebelum melakukan

penuntutan, ketika menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya

Penyidikan (SPDP) jaksa penuntut umum harus memperhatikan usia

dari tersangka. Apabila usia tersangka masih di bawah 16 tahun jaksa

41Surat Edaran Jaksa Agung SE-02/JA/6/1989 tentang Penuntutan terhadap

anak.

Page 100: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

78

harus segera mencari bukti-bukti authentik seperti akte kelahiran atau

akte kenal lahir, data di Sekolah, Kelurahan, dll.42

Dalam hal tuntutan terhadap anak dibawah umur jaksa harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) apabila terdakwa anak -dibawah umur- tidak ditahan, supaya

mengajukan tuntutan agar anak tersebut dikembalikan kepada

orangtua/ wali untuk dididik dan kalau orang tua/wali menolak

hendaknya dituntut untuk diserahkan kepada pemerintah sebagai

anak negara atau diserahkan kepada organisasi/suatu badan tertentu

untuk mendapat pendidikan sebagaimana mestinya tanpa, pidana

apapun atau;

2) dalam hal tersangka ditahan, agar Jaksa Penuntut Umum menuntut

pidana penjara minimum sama dengan masa selama dalam tahanan

atau;

3) dalam hal Jaksa Penuntut Umum memandang perlu menuntut

pidana penjara, agar selalu mempedomani Surat Edaran Jaksa

Agung RI Nomor : SE001/JA/4/1995 tentang pedoman Tuntutan

Pidana.43

3.5. Hakim

Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak

dilakukan oleh hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua

42Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tentang petunjuk teknis

peuntutan terhadap anak Nomor B-532/E/11/1995 ditetapkan di Jakarta 9 Nopember

1995. Petunjuk teknis ini guna melengkapi Surat Edaran Jaksa Agung RI. Nomor :

SE-02/JA/6/1989 tanggal 10 Juli 1989 tentang Penuntutan Terhadap anak. 43 Berdasarkan laporan-laporan yang diterima dan hasil pengamatan

berkenaan semakin meningkatnya perkembangan penanganan perkara-perkara tindak

pidana, dimana permasalahan penegakan hukum dihadapkan pada penyelesaian yang

sangat komplek ternyata tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum

selama ini masih belum memenuhi harapan maka pedoman tuntutan pidana

sebagaimana Indonesia Nomor: SE-003/J.A/8/1988 disempurnakan dengan maksud

untuk mewujudkan tuntutan pidana yang lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup

dan berkembang didalam masyarakat, membuat jera para pelaku tindak pidana,

mampu menimbulkan dampak pencegahan dan mempunyai daya tangkal bagi yang

lainnya, menciptakan kesatuan kebijakan penuntutan sejalan, dengan asas bahwa

Kejaksaan adalah satu dan tidak bisa dipisah-pisahkan, menghindari adanya

disparitas tuntutan pidana untuk perkara - perkara sejenis antara satu daerah dengan

daerah yang lainnya dengan memperhatikan faktor kastustik pada setiap perkara

pidana. http://www.scribd.com/doc/106433322/SEJA-001-JA-4-1995-PEDOMAN-

TUNTUTAN-PIDANA (Diakses pada 22 Februari 2014).

Page 101: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

79

Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua

Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri yang

bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi. Dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung No 6 Th 1987 tentang Tata Tertib Sidang Anak

dinyatakan bahwa dalam pemeriksaan perkara pidana di muka sidang

pengadilan yang terdakwanya adalah anak-anak, diperlukan

pendalaman oleh hakim yang memeriksa perkara tersebut baik yang

menyangkut unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan maupun yang

menyangkut lingkungan pengaruh serta keadaan jiwa anak itu. Dalam

menyidangkan anak yang berhadapan dengan hukum juga dibutuhkan

seorang hakim yang mempunyai perhatian (interesse) terhadap anak.

Dalam sidang anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/

wali atau pendamping/ advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya

dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi anak. Sidang

bagi anak tertutup untuk umum, hal ini sesuai dengan Surat Edaran

Mahkamah Agung (SEMA) No 6 Th 1959 yang menyebutkan bahwa

persidangan bagi anak haruslah dilakukan secara tertutup.

Sebelum menjatuhkan putusan, hakim memberikan kesempatan

kepada orang tua/ wali atau pendamping untuk mengemukakan hal

yang bermanfaat bagi anak. Walaupun hakim diberi kebebasan dalam

memutuskan suatu perkara tindak pidana, bukan berarti hakim dengan

sesuka hati menjatuhkan pidana tanpa dasar pertimbangan yang

lengkap. Dalam hal ini hakim mempertimbangkan laporan penelitian

kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum

mnejatuhkan putusan perkara.

Dalam menentukan hukuman pidana atau tindakan yang dapat

dijatuhkan kepada anak, hakim memperhatikan berat ringannya tindak

pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang bersangkutan.

Hakim juga wajib memperhatikan keadaan anak, keadaan rumah

tangga orang tua, wali atau orang tua asuh, hubungan antara anggota

keluarga dan keadaan lingkungannya. Dalam hal ini hakim juga wajib

memperhatikan laporan pembimbing kemasyarakatan. Dengan

memperhatikan seluruh aspek-aspek tersebut, diharapkan hakim dapat

menjatuhkan putusan yang sesuai dengan rasa keadilan.

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 mewajibkan

hakim menjalankan mediasi terlebih dahulu sebelum memutuskan

hukuman terhadap pelaku tindak pidana. Perdamaian menjadi sesuatu

yang wajib diusahakan pada semua tingkatan pengadilan. Dalam

lapangan hukum pidana, penyelesaian kasus melalui jalur damai seolah

Page 102: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

80

masih sulit dijalankan. Oleh karena itu, hakim perlu memahami konsep

atau filosofinya. Model apapun yang dipilih, keadilan restoratif harus

diarahkan pada pemulihan korban, pelaku dan masyarakat sekaligus.44

Hakim Anak tidak berbeda dengan hakim pada umumnya yaitu

memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan

kepadanya serta tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan

dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Terkhusus dalam

menjatuhkan putusan, hakim anak berperan memberikan keadilan

sekaligus melindungi dan mengayomi anak melalui putusannya yang

dilandasi dengan berbagai pertimbangan demi mengusahakan yang

terbaik bagi anak yang bersangkutan.

Dalam menyidangkan perkara pidana dan memutuskan

hukuman pada suatu perkara tindak pidana khususnya dalam tindak

pidana anak, hakim tidak berlaku kaku (maksudnya adalah mengikuti

jalan yang terkait dengan perkara itu sesuai perkembangan pada saat

sidang). Prinsip hakim dalam menyidangkan suatu perkara adalah

sesuai dengan yang terjadi di persidangan. Dalam hal ini hakim diberi

wewenang untuk memutuskan menggunakan konsep keadilan

restoratif apabila kedua belah pihak antara pelaku dan korban berniat

untuk saling berdamai, karena proses pemidanaan berada di tangan

hakim bukan di tangan penuntut umum.

Istilah keadilan restoratif atau yang biasa disebut restorative justice telah sering dilakukan oleh hakim dalam memutuskan suatu

perkara tindak pidana anak dengan memperhatikan situasi dan kondisi

anak. Dalam hal ini misalnya; tindak asusila yang dilakukan oleh anak

dibawah umur (baik pelaku maupun korban) dikenakan hukuman

tindak pidana perkara persetubuhan pasal 81 UU RI No 23 Th 2002,

tetapi hakim memutuskan bahwa pelaku anak ini harus dikembalikan

kepada kedua orang tua karena tindakannya bukanlah pemerkosaan

tetapi atas dasar suka sama suka (bujuk rayu). Apabila pelaku

dihukum, ini tidak menyelesaikan masalah karena korban akan

melahirkan seorang anak tanpa ayahnya, maka hakim memutuskan

baik pelaku maupun korban dikembalikan kepada kedua orang tuanya

44 Muhammad Yasin, dkk, ‚Hakim dan Penerapan Keadilan Restoratif‛,

Buletin Media Informasi Hukum dan Peradilan Komisi Yudisial Vol 4 No 4(Januari-

Februari 2012), 13.

Page 103: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

81

untuk diputuskan hal yang terbaik bagi mereka berdua dengan jalan

dinikahkan untuk menutupi aib masing-masing keluarga.45

Kebijakan untuk menerapkan konsep keadilan restoratif juga

tertuang dalam himbauan ketua Mahkamah Agung RI pada tanggal 16

Juli 2007. Dalam himbauan ini dinyatakan untuk menghindari

penahanan pada anak dan mengutamakan putusan tindakan daripada

penjara bagi anak pelaku tindak pidana. Menurut DS Dewi ada lima

hal dimana seorang hakim berani melakukan terobosan hukum

keadilan restoratif : pertama: pelaku harus mengakui perbuatannya

jangan sampai dia hanya disuruh orang lain untuk mengaku satu

perbuatan yang bukan perbuatannya; kedua: korban mau memaafkan

pelaku; ketiga: masyarakat mendukung terjadinya perdamaian kedua

belah pihak; keempat: pelaku pidana anak bukanlah seorang residivis;

kelima: perkara tersebut kasuistik (bertalian/ sesuai dengan kasus).46

Dalam Undang-Undang Peradilan Anak No 11 th 2012, hakim

atau majelis hakim yang menangani perkara anak wajib mengupayakan

diversi paling lama 7 hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan

negeri sebagai hakim anak. Diversi dapat dilakukan paling lama 30

hari dan proses ini dilaksanakan di ruang mediasi penal. Dalam hal

proses diversi berhasil hakim menyampaikan berita acara diversi

beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk

dibuat penetapan. Jika diversi tidak berhasil maka perkara dilanjutkan

ke tahap persidangan.47

45 Hasil Wawancara Pribadi dengan Hakim Anak Bapak Bambang Budi

Mursitoh, SH di Pengadilan Negeri Bekasi pada tanggal 02 Desember 2013. 46 Diah Sulastri Dewi, ‚KY (Komisi Yudisial) Perlu Meriset Hakim yang

Menerapkan Keadilan Restoratif‛, Buletin Media Informasi Hukum dan Peradilan Komisi Yudisial Vol 4 No 4(Januari-Februari 2012), 19.

47 UU No 11 Th 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 52 Bagian

Keenam Pemeriksaan di Sidang Pengadilan.

Page 104: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

82

Bagan 4: Skema Restorative Justice di Pengadilan Anak di Indonesia

192

192 DS Dewi, Proses Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia- Skema

Restorative Justice di Pengadilan Anak di Indonesia, (Expert Consultant Meeting:

Kuta Bali, Juni 2013).

Laporan

Masyarakat

Berkas Anak

diterima Pengadilan

Negeri

Penyidik/ Polisi Jaksa Penuntut

Umum

Berkas Anak

diterima Pengadilan

Negeri

KPN

menunujuk

Hakim

Anak

Sidang

KUHAP UU

Peradilan

Anak (PA)

Litmas, Dakwaan,

Saksi, Bukti,

Terdakwa

(KUHAP)

Pendekatan

Restorative

Justice/

Mediasi

Penal

Pendekatan

Restorative

Justice (Mediasi

Penal) (Hakim

Anak, JPU, PH,

PK Bapas,

P/Ortu, K/Ortu,

Tokoh

Masyarakat

Berhasil

RJ Kesepakatan

Sidang

KUHAP

PA

Requisitor UUPA

Tindakan

Pledoi Kesepakatan

Putusan

UUPA

Tindakan

Putusan BHT

Tidak Berhasil RJ

Sidang KUHAP PA

REQUISITOR PLEDOI PUTUSAN

HAKIM

Page 105: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

83

4. Kebijakan dan Pengembangan Penegak Hukum di Wilayah Bekasi

dalam mewujudkan Keadilan Restoratif

Sepanjang Januari-Mei 2013, 32 anak dibawah umur di wilayah

hukum Kota Bekasi terlibat kejahatan tindak pidana berbagai kasus.

Selama kurun waktu itu pula, sebanyak 11 anak menjadi korban

kejahatan baik sesama anak di bawah umur maupun orang dewasa.

Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Bekasi, Agus Setiadi, mengatakan kasus

kejahatan yang melibatkan anak beragam. Mulai tindak pidana ringan

hingga berat, seperti penganiayaan, pencurian, narkoba maupun tindak

pidana pencabulan.1

Kasus pembunuhan oleh anak di bawah umur yang terjadi di

daerah Bekasi menjadi perhatian aparat kepolisian dan Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kasus anak membunuh teman

sepermainan ini dikarenakan pelaku (YI- 8th) merasa kesal dengan

korban (NAK- 6th) karena korban mempunyai utang Rp 1.000 yang

belum dibayar, akibatnya terjadi sebuah perkelahian kemudian pelaku

mendorong korban ke galian air Summarecon yang mengakibatkan

kematian korban.

Koni Cut Siti Alimah ibu dari pelaku YI sangat menyesali

perbuatan anaknya, Koni juga menyesali bahwa ia telah menelantarkan

YI sehingga terjadi pembunuhan. Koni dan keluarganya akan segera

mendatangi rumah korban untuk menyampaikan permohonan maaf

kepada pihak korban. Koni mengaku bahwa tindak pidana yang

dilakukan oleh anaknya adalah merupakan kesalahannya sebagai orang

tua karena telah menelantarkan YI. Dalam hal ini Ketua Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bekasi Muhammad Syahroni

menuturkan bahwa pihaknya akan berupaya menjadi fasilitator

penyelesaian kasus antara keluarga pelaku dan korban.

Kapolres Bekasi Kota Kombes Pol Priyo Widyanto

menambahkan, meski melanggar Undang-Undang No 23 Th 2002

tentang Perlindungan Anak, namun YI tidak bisa di dakwa melakukan

tindak pidana kejahatan karena masih anak-anak. Dalam masalah ini

YI dititipkan ke panti sosial untuk dibina dan nantinya dikembalikan

kepada orang tua agar dapat dibina pula.2

1 http://m.merdeka.com/peristiwa/januari-mei-32-anak-di-bawah-umur-di-

bekasi-terlibat-kejahatan.html, Reporter Adi Nugroho, Terbit online 08 Juni 2013. 2 http://www.koran-sindo.com/node/311908 Terbit online 10 November

2013.

Page 106: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

84

Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Kepolisian Resor Kota

Bekasi mencatat telah menangani sedikitnya 89 kasus kekerasan

terhadap anak dan perempuan sepanjang 2013. Berdasarkan data

tersebut, jumlah kasusnya relatif mengalami penurunan bila

dibandingkan kasus yang sama selama periode 2012 (pada periode

2012 tercatat 106 kasus). Menurut AKP Bambang Wahyudi pihaknya

telah menjalin sinergi dengan Komisi Perlindungan Anak dan

Perempuan dalam rangka meredam laju pertumbuhan kasus tersebut di

wilayah hukum setempat. Pihak aparat kepolisian juga melakukan

penyuluhan dan memberikan proses pembelajaran pada saat yang

bersangkutan mengalami perkara.3

Data yang diterima oleh penulis dari Unit Perlindungan

Perempuan dan Anak (UP2A) Polresta Bekasi, kebanyakan pelaku

tindak pidana anak berasal dari lingkungan setempat, jejaring sosial

(kenalan dari facebook), teman sekolah, kenalan melalui telepon

selular. Kasus terbanyak yang ditangani oleh UP2A Polresta Bekasi

adalah kasus tindak asusila (suka sama suka). Faktor terbanyak anak

melakukan tindak pidana adalah faktor kemiskinan dan kurang

perhatian orang tua yang menyebabkan anak salah bergaul. Hal ini

harus menjadi perhatian penting bagi aparat penegak hukum tidak

hanya di Bekasi tetapi juga di Indonesia.

Aparat kepolisian di wilayah hukum Bekasi dalam

menindaklanjuti tersangka tindak pelaku pidana oleh anak bekerjasama

dengan pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak yang

terdapat di Walikota dalam menyelesaikan perkara pidana anak.4

Ketika aparat kepolisian menindak seorang anak yang melakukan

tindak pidana dan masih di bawah umur 18 tahun, hal ini menjadi

sangat dilematis karena disamping polisi harus melaksanakan Gakum

(Penegakan Hukum), polisi juga mempunyai kewajiban untuk

melindungi anak. Dalam penanganan pelaku tindak pidana anak,

3 http://wartakota.tribunnews.com/2013/11/17/polres-bekasi-tangani-89-

kasus-kekerasan-anak-dan-perempuan Terbit online 17 November 2013. 4Dengan menimbang Peraturan Daerah Kota Bekasi No 12 Th 2012 tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak maka ditetapkan Peraturan Walikota Bekasi No

19 Th 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bekasi No 12 Th

2012 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Adanya Peraturan Walikota ini

dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan pelayanan penanganan perempuan dan

anak dari tindak kekerasan , perdagangan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya.

Peraturan ini bertujuan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu

dalam rangka perlindungan bagi perempuan dan anak.

Page 107: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

85

penyidik atau kepolisian yang berhadapan dengan pelaku anak harus

mempunyai rasa sensitif terhadap psikologi anak, mengutamakan

kepentingan terbaik bagi anak, menyelesaikan perkara tidak dengan

hukuman formal (jika bisa diselesaikan dengan musyawarah antara

korban dan pelaku), mempunyai kreatifitas dalam mencari alternatif

penyelesaian permasalahan anak, menjalin kerjasama dengan pihak

yang memiliki kepedulian terhadap anak dan melakukan penahanan

terhadap anak sebagai langkah terakhir.

Dalam menyelesaikan kasus tindak pidana anak, aparat

kepolisian melihat beberapa kriteria perkara pidana dimana anak

sebagai pelaku bisa diupayakan penyelesaiannya secara diversi dan

restorative justice. Kriteria tersebut antara lain:

1. prioritas perkara pidana dengan sanksi pidana 1 tahun;

2. sanksi pidana diatas 1-5 tahun dapat dipertimbangkan sesuai

dengan usia anak (semakin muda usia sebagai pelaku semakin

dibutuhkan penyelesaian secara diversi dan restorative justice);

3. faktor pendorong anak terlibat dalam kasus pidana / faktor

yang ada di luar kendali anak;

4. kerugian yang diakibatkan bersifat kebendaan tidak terkait

dengan tubuh atau nyawa.

Dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak, polisi boleh

memberikan alternatif. Jika pihak korban dan pelaku ingin melakukan

perdamaian, maka dapat dilakukan dengan model mediasi/ pihak

korban memaafkan pelaku dan mencabut laporannya dengan melihat

situasi dan kondisi korban. Pada saat sudah dilakukan diversi atau

restorative justice dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak

serta tidak adanya tuntutan dari korban, maka penyidik kepolisian

berhak memberhentikan perkara demi kepastian hukum dengan surat

perhentian penyidik perkara (SP3).

Beberapa pertimbangan penyidik kepolisian dalam melakukan

tindak diversi/ restorative justice yaitu:

1. diversi langsung (bentuk formil): terhadap kasus-kasus yang

sifatnya ringan, tidak berdampak/ beresiko dikemudian hari;

2. diversi tidak langsung (diskusi- komprehensif): kasus-kasus

biasa yang agak serius, ada maaf dari korban dan keluarga serta

komponen masyarakat baik dengan persyaratan tertentu atau

tidak.

3. undiverted (tidak dapat dilakukan diversi): kasus-kasus yang

berat/ serius dan berhubungan dengan kerugian fisik seperti;

Page 108: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

86

pembunuhan, Curas (pencurian/ perampokan dengan

kekerasan), Anirat (Pencurian dengan pemberatan) dan

Pemerkosaan.

Hambatan yang dialami oleh aparat kepolisian ketika

melaksanakan proses restorative justice adalah ketika penyidik

kepolisian menghentikan perkara atau berupaya untuk mendamaikan

kedua belah pihak, masyarakat menganggap bahwa polisi telah

menerima suap dari pihak pelaku dan tidak berlaku adil terhadap

korban. Hal ini disebabkan karena faktor kesan yang sudah melekat

pada masyarakat bahwa polisi mempunyai watak koruptif.5

B. Efektivitas Implementasi Restorative Justice dalam perubahan

sikap mental, prilaku, dan menjauhi tindak kiriminal terhadap anak

Konsep pemidanaan berdasarkan restorative justice merupakan

konsep pemasyarakatan yang dikaitkan dengan konsep hukum

‚pengayoman‛. Menurut Sahardjo penjatuhan pidana hendaknya

memperhatikan tujuan yang bersifat mendidik dan tidak hanya

diarahkan agar mereka bertaubat semata khususnya tindak kejahatan

dimana ‚kerusakan‛ yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut

masih bisa di restorasi.6

Hal diatas sejalan dengan penelitian T. Caputo dan M. Vallee.

Penelitian ini menyatakan bahwa orang-orang yang bekerja sama

dengan anak-anak dan remaja dalam mencegah kejahatan mereka

dengan mengembangkan alternatif berbasis masyarakat menyadari

bahwa mereka harus dipahami secara holistik, sehingga upaya

penegakan hukum yang sedang berlangsung diusahakan untuk

memberikan hukuman dimaksudkan atas dasar pendidikan dan bukan

pembalasan.7

5Hasil Wawancara Pribadi dengan Bpk Sumantri, SH bagian penanganan

permasalahan anak dan perempuan POLRESTA CIKARANG dan AKP Tri Mutri

Rahayu bagian penanganan permasalahan anak dan perempuan di KAPOLRES

Bekasi pada Maret 2013. 6 Heru Susetyo, ‚Laporan Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem

Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative Justice‛, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, (2012), 15,

http://www.bphn.go.id/data/documents/pkj_2012_-_7.pdf (Di akses pada 20

Desember 2013). 7 Tullio Caputo and Michel Vallee, ‚A Comparative Analysis of Youth

Justice Approaches‛ (Centre for Initiatives on Children, Youth and Community

Carleton University, 2007)

Page 109: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

87

Menurut Ketua MA M. Hatta Ali penerapan restorative justice

harus dilakukan sejak tahap penyidikan sampai pelaksanaan putusan

pengadilan sehingga substansi hukum harus mampu memberikan

peluang penerapan penyelesaian yang mengandung keadilan restoratif

baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan, persidangan dan

pelaksanaan putusan.8

Penyidik dan Pembimbing Kemasyarakatan

mempunyai andil besar untuk mendamaikan kedua belah pihak (pelaku

dan korban) dengan melakukan pendekatan keadilan restoratif

sehingga proses penyidikan bisa dihentikan dan tidak dilanjutkan ke

persidangan. Bagi anak sistem peradilan merupakan suatu keadaan

yang menakutkan. Proses peradilan merupakan proses yang tidak

dikenal dan tidak biasa bagi anak sehingga proses peradilan

menimbulkan stress dan trauma pada anak.9

Dari sisi anak (pelaku), upaya restorative justice ini dinilai

lebih positif karena mereka merasa dilindungi dan dihargai. Melalui

penyuluhan dan bimbingan yang intensif dan hati-hati dari Bapas,

anak-anak pelaku kejahatan ini menyadari serta menerima diri mereka

sebagai pihak yang bersalah, untuk kemudian tidak mengulangi

kejahatan di kemudian hari. Tentu saja ini berbeda ketika yang

diberlakukan adalah upaya retributive justice. Upaya ini dianggap si

pelaku –yang pada kasus-kasus tertentu juga menjadi korban—sebagai

bentuk hukuman semata. Kalaupun dalam penjara mereka mendapat

bimbingan, tetap saja bimbingan tersebut berada dalam lingkup

hukuman.

Bapas selalu berusaha untuk membimbing klien anak dengan

cara memotivasi dan memberikan arahan yang bijak dan baik dengan

pendekatan agama, pendidikan budi pekerti, pendidikan formal

ataupun pendidikan keterampilan kerja agar anak pelaku tindak pidana

dapat merubah prilaku dan kebiasaannya yang buruk untuk menjadi

lebih baik. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat memantapkan

kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta dapat bersikap

optimis akan masa depannya serta mampu berintegrasi dengan baik di

http://www.children.gov.on.ca/htdocs/English/topics/youthandthelaw/roots/volume4/

comparative_analysis.aspx (Accessed January 9, 2013). 8 https://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?bid=3842 Implementasi

Paradigma Restorative Justicedalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. (Diakses pada

08 Februari 2014). 9 Hasil Wawancara Pribadi dengan AKP Tri Mutri Rahayu bagian

penanganan permasalahan anak dan perempuan di KAPOLRES Bekasi pada 01

Maret 2013.

Page 110: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

88

masyarakat. Pendekatan restoratif dipandang sebagai alat yang

berharga dalam membantu anak-anak untuk memikirkan dan

mengambil tanggung jawab untuk merubah perilaku mereka.

Perubahan mental dan prilaku yang dialami oleh anak pelaku

tindak pidana dapat dilihat dari tidak adanya pengulangan kesalahan

atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang berakibat buruk

kepada orang lain dan dirinya sendiri. Pada saat anak diberi putusan

untuk dikembalikan kepada orang tua, anak tetap berada dibawah

pengawasan Bapas, meskipun ada beberapa anak yang sudah dilakukan

diversi dan mengulangi kesalahannya, hal ini disebabkan karena

kurangnya pengawasan orang tua dan kembalinya anak ke pergaulan

yang salah.10

Tabel di bawah ini adalah beberapa data tentang putusan

diskresi kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum

dengan bantuan pengawasan dan pengayoman dari Bapas terhadap

anak pelaku tindak pidana dengan menggunakan konsep diversi dan

pendekatan keadilan restoratif.

Tabel 1. Pemberian Diskresi oleh Kepolisian Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Anak (Bapas Bogor Th 2011-2013)

Undang-Undang 2011 2012 2013

Undang-Undang Perlindungan Anak

No 23 Th 2002 (Pasal 80-81)

4 4 7

Pasal 363 (Pencurian) 3 2 7

Pasal 351 (Penganiayaan) 2 3 1

Pasal 378 (Perbuatan Curang) - - 2

Pasal 480 (Pemudahan) - - 1

Pasal 359 (Menyebabkan Mati atau

Luka-luka karena Kealpaan)

- - 1

Pasal 365 (Perampokan) - 2 -

Undang-Undang Darurat No 12 Th

1951 (Kepemilikan Senjata Tajam)

- 5 2

JUMLAH 9 16 21

10Hasil Wawancara Pribadi dengan Ibu Heidy Manurung, S.Pd bagian Badan

Klien Anak (BKA) di Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas II Bogor pada 02

September 2013.

Page 111: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

89

Data di atas menunjukkan bahwa wacana mengenai keadilan

restoratif diantara aparat penegak hukum semakin meningkat.

Beberapa kebaikan dari sistem restorative justice diantaranya: bagi

korban konsep ini lebih mampu memberi atau memenuhi lebih baik

kebutuhan dan rasa puas dibandingkan dengan proses peradilan pidana

biasa; bagi pelaku konsep ini memberi kesempatan meraih kembali

rasa hormat masyarakat daripada terus menerus dicaci; sedangkan bagi

masyarakat menjadikan pelaku tidak berbahaya lagi.

Dalam konsep restorative justice system ada dua segi tindakan

yang dapat dilakukan yaitu:

a) segi represif : dengan diterapkannya konsep restorative justice system, maka yang diutamakan adalah kepentingan pelaku, korban

dan masyarakat. Tindakan represif yang dapat dilakukan dalam hal

ini adalah diberikannya fasilitas bagi pelaku untuk direhabilitasi,

diberikannya kompensasi bagi korban sebagai permohonan maaf

dari pelaku dan dijaminnya keamanan bagi masyarakat sendiri;

b) segi preventif : dalam pelaksanaan atau praktek konsep restorative justice system ini mengupayakan agar si pelaku dan korban saling

bertemu di hadapan anggota masyarakat yang lain. Pelaku

diharuskan untuk meminta maaf kepada korban dan masyarakat

setempat. Setelah adanya kesepakatan dari anggota masyarakat

maka dapat ditentukan hukuman untuk pelaku yang sesuai dengan

perbuatannya. Hukuman terhadap pelaku dapat berupa rehabilitasi,

atau kompensasi yaitu pelaku diwajibkan untuk membayar kerugian

si korban, sehingga keseimbangan masyarakat pun tetap terjaga.

Dengan dihadapkannya si pelaku kepada masyarakat, pada

prinsipnya konsep restorative justice system mempunyai tujuan agar si

pelaku merasa malu untuk melakukan perbuatan kejahatan lagi, dan

untuk anggota masyarakat pun otomatis akan merasa malu dalam

melakukan kejahatan serupa.11

Dalam hal ini pendekatan restorative justice membawa partisipasi antara pelaku, korban dan masyarakat

dalam menyelesaikan suatu perkara tindak pidana.

11Lihat Nuryana Sumekar ‚Restorative Justice System Sebagai Alternatif

Penegakan Hukum Di Indonesia Dikaitkan Dengan UU No 3 Th 1997 Tentang

Pengadilan Anak‛, Laporan Penelitian Universitas Padjajaran Bandung (2010).

Page 112: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

90

C. Hambatan dan Kendala dalam menerapkan konsep Restorative Justice

Bagi banyak sistem peradilan saat ini dipandang gagal untuk

mengurangi kejahatan dan untuk mengurus kebutuhan para korban,

pelaku atau masyarakat. Banyak klaim telah dibuat tentang

kemampuan keadilan restoratif untuk mengatasi masalah ini. Kritik

keterbatasan dan kekhawatiran dalam mengadopsi pratek restorative justice ke dalam hukum formil juga diragukan. Dalam menerapkan

konsep restorative justice terdapat beberapa hambatan dan kendala

yang dialami oleh penindak hukum.12

1. Aspek tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur 18

tahun akan menjadi sangat dilematis, disamping para penegak

hukum harus menegakan hukum demi keadilan, para penindak

hukum juga harus melindungi anak yang berhadapan dengan

hukum.

2. Belum ada kesepakatan antara para penegak hukum sendiri

maupun dengan masyarakat dalam menerapkan konsep restorative justice.

3. Keseriusan para penegak hukum dalam menangani kasus anak yang

berhadapan dengan hukum belum merata.

4. Masih banyak orang tua dari pihak korban bersifat emosional puas

dengan balas dendam dan tidak mau mendengarkan ajuan

perdamaian dari pihak pelaku sehingga kurang mendukung fungsi

pembinaan.

5. Belum memadai sarana dan prasarana yang dapat memfasilitasi

proses perlidungan anak/ tahanan anak.

Hambatan yang dialami oleh para penegak hukum dalam

menerapkan konsep restorative justice di antaranya pada pelanggaran

yang sangat serius yang dilakukan oleh anak. Pelaksanaan restorative justice yang dilaksanakan dengan kurangnya pelatihan dalam

mengatasi konflik dan teknik mediasi yang kurang sempurna dapat

menyebabkan kurangnya keberhasilan dalam pelaksanaan restorative justice. 13

Kegagalan konsep restorative justice juga dikarenakan

gagalnya pelaksanaan kesepakatan restitusi oleh pelaku serta

12Hasil Wawancara dengan Penegak hukum (Kepolisian, Bapas, dan Hakim)

dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum. diolah. 13 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia- Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice, 229.

Page 113: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

91

kurangnya peran keluarga dan masyarakat dalam menjaga pelaku

(anak) untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi.14

Kathleen Daly dalam tulisannya ‚The Limits of Restorative Justice‛ juga menambahkan ada beberapa keterbatasan dalam

melakukan konsep keadilan restoratif, diantaranya:15

pertama: tidak

adanya kesepakatan dalam mendefinisikan konsep keadilan

restorative; kedua: RJ harus berkaitan dengan hukuman bukan fakta

tahap proses pidana; dan ketiga: permintaan maaf yang tulus sulit

untuk diterima. Salah satu permasalahan ketidaksepakatan adalah apakah

konsep keadilan rerstoratif harus dipandang sebagai suatu proses atau

hasil. Johnstone menunjukkan bahwa pendukung keadilan restoratif

telah terlalu sempit terfokus pada upaya mempromosikan konsep

restorative justice dengan mengklaim efek positif dalam mengurangi

pengulangan kejahatan terhadap pelaku dan meningkatkan kepuasan

korban. Daly juga membatasi penggunaan istilah RJ dengan tidak

menetapkan bahwa RJ adalah konsep untuk perubahan sosial

melainkan konsep praktek keadilan secara konkrit bukan sebagai

aspirasi atau nilai-nilai.

Dalam hal ini Daly berpendapat bahwa RJ tidak membahas

bagaimana kejahatan terjadi atau apakah tersangka mengakui

kesalahannya, sebaliknya RJ berfokus pada apa yang harus kita

lakukan setelah orang mengakui bahwa ia telah melakukan

pelanggaran. Fokus RJ pada hukuman dapat dilihat sebagai kekuatan

yang memungkinkan kita untuk menjadi lebih imajinatif dalam

pembuatan konsep yang tepat untuk merubah perilaku dan membuka

jalur potensial komunikasi dan pemahaman antar pelaku, korban dan

antar keluarga. Komunikasi dan interaksi antara keluarga pelaku dan

korban sangat penting karena korban ingin jawaban atas pertanyaan

yang diberikan kepada pelaku.

Menurut Dally ada dua jenis permintaan maaf, pertama adalah

pengampunan dari korban untuk pelaku dan kedua adalah permintaan

maaf yang tulus di mana ada saling pengertian antara kedua belah

pihak. Penyelesaian permasalahan yang paling diinginkan oleh korban

14 Hasil wawancara dengan Hakim Anak Bapak Bambang Budi Mursitoh,

S.H di Pengadilan Negeri Bekasi pada tanggal 02 Desember 2013. 15 Kathleen Daly, ‚The Limits of Restorative Justice‛, 15 January 2005,

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0013/50314/rj_paper3_the_limits_

of_rj.pdf (Accessed December 18, 2013).

Page 114: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

92

adalah reparasi/ perbaikan terutama permintaan maaf dari pelaku. Pada

dasarnya korban ingin para pelaku berhenti merugikan dan menyakiti

mereka (korban) atau orang lain. Hasil dari penelitian ini

mengungkapkan bahwa terdapat sebuah kegagalan dalam komunikasi

antara korban dan pelaku ketika permintaan maaf diucapkan. Korban

menganggap bahwa pelaku tidak benar-benar menyesal atas apa yang

telah mereka lakukan.

Memasukkan peraturan restorative justice dalam sistem hukum

secara lengkap terasa amat sulit karena keberhasilan dari proses ini

sangat tergantung dari pihak keluarga yang menjadi tempat anak

dikembalikan. Banyak orang yang menganggap restorative justice

adalah keadilan yang lunak (soft justice). Restorative Justice dapat

dilaksanakan secara teori untuk semua kasus tapi sangat sulit untuk

kasus-kasus yang serius hal ini yang menjadi sangat sulit untuk

menghindarkan anak dari pemidanaan secara retributive apabila

melakukan pelanggaran yang sangat serius.16

Pakar hukum pidana Andi Hamzah juga menjelaskan beberapa

hambatan penerapan keadilan restoratif di Indonesia. Hambatan

pertama adalah ketiadaan payung hukum yang mengaturnya karena

perkara kriminal diambil alih oleh Negara yang diwakili jaksa, maka

walaupun kedua belah pihak berdamai, perkara tetap berjalan kecuali

delik aduan. Hambatan lain juga muncul dari aspek kultural dimana

masayarakat cenderung sulit untuk memaafkan dan mempunyai jiwa

pendendam. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan di beberapa

Negara lain seperti di Den Haag Belanda 60% perkara pidana

diselesaikan di luar pengadilan dengan ganti rugi dan denda,

sedangkan di Norwegia lebih tinggi lagi sekitar 74%.17

D. Restorative Justice dan Ta‘zi>r sebagai Praktek Keadilan dalam

Hukum Pidana

Prinsip dasar keadilan restoratif bukan hanya berakar dari kitab

hukum kuno. Beberapa ahli hukum mengulas konsep dasar agama

sebagai sumber dari model keadilan restoratif. Landasan filosofis,

16 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia- Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice, 232. 17Hukum Online, ‚Keadilan Restoratif Dalam Putusan-Putusan MA‛, Terbit

online Jum’at 27 April 2012.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f9ac62885275/keadilan-restoratif-

dalam-putusan-putusan-ma (Diakses pada 21 Desember 2013).

Page 115: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

93

doktrin, tradisi, dan pengalaman praktik penerapan pendekatan

keadilan restoratif telah lama ada dan diberlakukan umat Hindu,

Budha, Islam, Yahudi, Sikh, Tao dan Kristen.18

Dalam hukuman ta‘zi>r, pengampunan dan hukuman minimum

untuk pelaku tindak pidana merupakan konsep utama dalam hukuman

ini. Ta‘zi>r merupakan kekuatan diskresi hakim (kebijakan aparat

penegak hukum) dalam memberikan hukuman terhadap pelaku tindak

pidana.

Konsep ta‘zi>r adalah klasifikasi hukuman yang paling bisa

menerima pendekatan rekonsiliasi korban dan pelaku, resolusi konflik,

meredam kemarahan, dan kompensasi. Sebagai hukuman, ta‘zi>r juga

mengandung banyak unsur keadilan restoratif termasuk menghormati

dan menjaga martabat pelaku. Satu-satunya unsur keadilan restoratif

dalam Hukum Islam adalah gagasan tentang perbaikan/ pemulihan. Hal

ini menjadikan hukuman ta‘zi>r sangat restoratif.19

Penerapan keadilan restoratif dalam masyarakat Islam bukanlah

tugas yang sulit. Interpretasi Islam yang memungkinkan untuk

mempertemukan antara pelaku dan korban serta partisipasi masyarakat

dalam menyelesaikan suatu permasalahan menjadikan konsep keadilan

restoratif pada tingkat teoritis bukanlah hal yang baru dalam Islam

sebagai penyelesaian konflik. Komunitas muslim sudah terbiasa

melakukan praktek mediasi, diskresi, kompensasi, pengampunan/

pemaafan (al-‘afwu). Oleh karena itu konsep keadilan restoratif

bukanlah hal asing dalam hukum Islam baik secara teori maupun

praktek.20

Dalam hukum pidana Islam yang berlaku hukum qis}as}-diyat. Hukuman bagi pelakunya adalah setimpal sesuai perbuatannya (qis}as}) dan ini sesuai rasa keadilan korban, tetapi perbuatan memaafkan dan

perdamaian dari korban/ keluarganya dipandang sebagai sesuatu yang

lebih baik. Pihak pelaku bisa dijatuhi sanksi diyat (yaitu ganti rugi

sejumlah harta tertentu untuk korban dan keluarganya). Hal ini

membawa kebaikan bagi kedua belah pihak dan tidak ada lagi dendam

antara kedua pihak itu. Pihak korban mendapat perbaikan dari sanksi

18Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, 198. 19Nawal H. Ammar, ‚ Restorative Justice in Islam: Theory and Practice ‚

The Spiritual Roots of Restorative Justice edt by Michael L. Hadley,(Albany: State

University of New York Press, 2001), 175. 20Nawal H. Ammar, ‚ Restorative Justice in Islam, 178.

Page 116: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

94

yang dijatuhkan, serta ada peranan korban dalam sistem dan proses

peradilan pidana.21

Disinilah sebenarnya aspek penting dalam hukum

pidana Islam, yaitu aspek restorative justice. Jika pelanggar bisa

direhabilitasi dengan cara selain hukuman berat, tujuan akan tercapai.

Hukuman harus dihapus, namun korban harus selalu memiliki

kemungkinan untuk mendapatkan obat yang efektif.

Syariah Islam menginginkan kemudahan kepada pemeluknya

dan hukuman itu dibuat untuk kemudahan dan kebaikan serta terhindar

dari berbagai kerusakan agar tercapai kemaslahatan.22

Syari’at

ditegakan untuk mewujudkan mas}lah}ah dan menolak mafsadah.

Mas}lah}ah adalah mengambil suatu manfaat dan menolak kerugian

(mud}arrah) atau kerusakan (mafsadah) bagi individu dan masyarakat.

Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mas}lah}ah adalah

pertimbangan kepentingan publik. Kecenderungan fukaha untuk kasus-

kasus baru, terutama untuk utilitas akhirnya memunculkan pengakuan

konsep mas}lah}ah sebagai istilah teknis dalam pembahasan hukum

Islam.23

Dalam Islam hukuman untuk kejahatan yang ringan atau biasa

disebut (minor felonies) tidak ditentukan secara tegas dalam al-Qur’an

maupun Sunnah, sehingga para hakim bebas menetukan bentuk

hukumannya sesuai dengan situasi dan keadaan yang ditemui. Dalam

menentukan bentuk hukuman yang akan ditimpakan kepada para

pelaku kejahatan, hakim biasanya akan mendasarkan keputusannya

pada prinsip-prinsip keadilan sesuai dengan besar kecilnya kejahatan

yang dilakukan.24

Sanksi pidana bukanlah satu-satunya mekanisme untuk

menegakkan moralitas dan kemaslahatan umum. Dalam menentukan

ruang lingkup pidana, suatu tingkat toleransi tertentu dan niat baik

21Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam : Penegakan Syariat

dalam Wacana dan Agenda (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 93. 22 Mas}lah}ah secara harfiah adalah "kesejahteraan, kepentingan umum,"

dipandang sebagai tujuan dasar Shari’ah dan juga sebagai sumber independen

hukum. Farhat J. Ziadeh, ‚Usu>l al Fiqh‛, Journal Oxford Islamic Studies, http://www.oxfordislamicstudies.com/article/opr/t236/e0831?_hi=3&_pos=3#match.

(accessed, July 11, 2013). 23 Nik Abdul Rahim NikAbdulGhani,Hayatullah Laluddin , Amir Husin

MatNor, Mas}lah}ah as a Source of Islamic Transactions (Mu'amalat), http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/1012196427/13F4615F5FC7739BB8D/1?a

ccountid=25704. (accessed, May 11, 2012). 24Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, 97.

Page 117: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

95

harus ada dalam perdebatan tersebut jika ingin menghasilkan

kebijakan legislatif dan penerapan yang adil dan diterima secara luas.25

Pada kejahatan kategori ta‘zi>r kita bisa menemukan logika kemajuan

dalam sistem pidana Islam. Hukuman tidak lagi didasarkan pada

pernyataan kitab suci yang kaku tapi lebih kepada kebutuhan untuk

mengikuti rasa keadilan yang ada di tengah masyarakat.26

Meskipun dalam kerangka normatif proses keadilan restoratif

banyak dipertanyakan, namun dalam kenyataannya terdapat pula

praktek penyelesaian perkara pidana diluar sistem peradilan pidana,

utamanya oleh lembaga pengadilan adat. Keadilan restoratif berakar

dari nilai-nilai tradisional dalam masyarakat seperti nilai

keseimbangan, keharmonisan serta kedamaian dalam masyarakat. Oleh

karena itu di beberapa negara tercatat bahwa lembaga peradilan adat

tetap dipertahankan sebagai sarana bagi masyarakat untuk

menyelesaikan sengketa atau permasalahan yang dialaminya termasuk

didalamnya perkara pidana.27

Sasaran akhir konsep peradilan restoratif ini mengharapkan

berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara, menghapuskan

stigma/cap dan mengembalikan pelaku kejahatan menjadi manusia

normal, menyadarkan pelaku kejahatan atas kesalahannya sehingga

tidak mengulangi perbuatannya serta mengurangi beban kerja polisi,

jaksa, rutan, pengadilan, dan lapas, menghemat keuangan Negara,

tidak menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan oleh

korban dan korban cepat mendapatkan ganti rugi, memberdayakan

masyarakat dalam mengatasi kejahatan serta mengintegrasikan

kembali pelaku kejahatan dalam masyarakat.28

25Abdullahi Ahmed An-Na’im, Dekonstruksi Syari’ah, 198. 26Ratno Lukito, Tradisi Hukum Indonesia, 73-74. 27Eva Achjani Zulfa, ‚Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga Adat di

Indonesia‛, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol 6 No 2 (Agustus 2010), 184,

http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1114/1022 (diakses pada 1 Mei

2013). 28Setyo Utomo, ‚Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana yang Berbasis

Restorative Justice‛, Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur vol V no 01 (2010), 25,

http://repository.unsur.ac.id/unggah.php?file=berkas/7.%20SISTEM%20PEMIDAN

AAN%20DALAM%20HUKUM%20PIDANA%20YANG%20BERBASIS%20REST

ORATIVE%20JUSTICE.pdf (accessed June 12, 2013).

Page 118: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

96

Page 119: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

97

BAB IV

PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DAN TA‘ZI>R DALAM PENANGANAN KASUS TINDAK PIDANA ANAK DI

INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Pada bab ini dijelaskan beberapa kasus tindak pidana anak yang

diselesaikan dengan konsep restorative justice oleh beberapa aparat

penegak hukum. Dalam pembahasannya dianalisis sesuai dengan

hukum positif yang berlaku di Indonesia dan dalam perspektif hukum

Islam.

A. Kasus Pembunuhan

Tingkat kenakalan anak/ remaja yang semakin meningkat

disebabkan bukan hanya karena anak tersebut bandel, namun ada sebab

lain seperti orang tua yang salah mendidik atau terlalu keras, terlalu

memanjakan, pengaruh lingkungan dan ada penyebab lain pula seperti

anak yang sering bermain game online dan sering menonton film di

warnet tanpa pengawasan orang tua.1

Pada prinsipnya pendekatan hukum pada kasus Anak yang

Berhadapan dengan Hukum didasari dua asumsi. Asumsi pertama:

anak-anak dianggap belum mengerti benar kesalahan yang telah

diperbuat, sehingga sudah sepantasnya diberikan pengurangan

hukuman. Dalam hal ini diharuskan adanya pembedaan pemberian

hukuman bagi anak-anak dengan orang dewasa. Asumsi

kedua: apabila dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak

diyakini lebih mudah dibina dan disadarkan.2

Jika anak belum ba>ligh (dewasa), anak tidak dapat dihukum

dengan hukuman seperti orang dewasa. Hal ini dikarenakan asas

dalam pemberian hukuman tersebut adalah pelakunya mesti memiliki

maksud dan tujuan yang jelas dan sempurna (benar-benar disengaja).

Anak kecil tidak memiliki tujuan atau maksud yang jelas dari tindak

pidananya, karena akalnya belum sempurna. Kesadaran dan

1Hj. Ciptaningsih Utaryo, ‚Sosialisasi Kabupaten Layak Anak‛ (Bantul 14

Agustus 2013), dikutip dari http://thesaintsrow19.blogspot.com/2013/05/beberapa-

kasus-kenakalan-remaja.html (Diakses pada 25 Januari 2014). 2Arini Retnaningsih, ‚Batas Tanggung Jawab Pidana Anak‛, http://hizbut-

tahrir.or.id/2013/10/12/batas-tanggungjawab-pidana-anak/ (Diakses pada 25 Januari

2014).

Page 120: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

98

pemahamannya pun belum lengkap, termasuk pemahamannya tentang

hakekat kejahatan.

Meskipun dalam Islam belum ada ketentuan yang jelas

bagaimana ketetapan hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana anak,

namun sangat dibutuhkan sistem peradilan pidana anak yang dapat

memberikan manfaat demi kepentingan terbaik bagi anak karena

sistem peradilan pidana anak yang saat ini banyak menimbulkan

permasalahan disebabkan ketidaksesuaian dengan hak-hak anak. Oleh

karenanya harus diciptakan aturan perundang-undangan tentang sistem

peradilan pidana anak yang berhadapan dengan hukum dengan

memfasilitasi adanya diversi untuk mencapai suatu keadilan yang

restoratif dengan konsep restorative justice.

Dibawah ini adalah contoh kasus pembunuhan yang dilakukan

oleh anak di bawah umur yang masih berusia 8 tahun.

Kronologi Peristiwa

Hari Rabu tanggal 24 Maret 2013 pukul 16.00, YI (8 tahun)

dan AB (12 tahun) selesai berenang di danau galian Summarecon

Bekasi, Margamulya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Mereka

berpapasan dengan NAK (6 tahun) yang datang bersama LH (7 tahun)

dan MAS (7 tahun) menuju danau galian untuk memancing. YI yang

tinggal di Harapan Jaya, Bekasi Utara, memang pernah bermain

dengan NAK warga Harapan Mulya, Medan Satria. Pelaku mengenal

korban saat orangtua korban mengontrak di dekat rumah pelaku.

Saat berpapasan, YI menyatakan bahwa NAK pernah

berhutang padanya Rp 1.000 dan YI menagihnya. NAK

menyanggahnya sehingga berujung perkelahian. Saat YI dan NAK

berkelahi, ketiga teman mereka menghindar dan menjauh. Dalam

perkelahian itu, NAK sempat mencakar YI. YI mendorong NAK ke

danau galian yang dalamnya sekitar 80 sentimeter. YI bahkan

menceburkan diri lalu beberapa kali menenggelamkan NAK.

Akibat ditenggelamkan, NAK kehabisan napas sehingga mulut

mengeluarkan ludah berbusa bercampur darah. Melihat itu, YI

menghentikan aksinya. YI kemudian mengangkat korban dan berusaha

menyelamatkan NAK dengan menekan dada guna memicu jantung dan

memberi napas buatan. Pada saat NAK tidak bereaksi, YI pun panik

dan menceburkan NAK ke danau galian lalu melarikan diri.

YI tertangkap seusai bermain playstation di tempat persewaan

di Pasar Kranji, Bekasi Barat, Jumat pukul 02.30. YI didakwakan

Page 121: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

99

dengan UU No 3 Tahun 1997 ayat 4 tentang anak-anak yang dapat

diajukan ke sidang peradilan sekurang-kurangnya berusia 8 tahun dan

Pasal 80 ayat 3 UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

mengenai kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.3

Analisis Kasus

Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam KUHP Bab XIX Pasal

338-340. Kejahatan terhadap nyawa dapat diartikan sebagai kejahatan

yang menyangkut kehidupan seseorang. Kejahatan terhadap nyawa

dapat dikelompokkan menjadi 2 dasar yaitu:

(a) atas dasar unsur kesalahan :

1. Dilakukan dengan sengaja. Hal ini diatur dalam pasal 338

KUHP: "Barang siapa yang sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun‛. Adapun pembunuhan yang

dilakukan karena direncanakan, diatur pasal 340 KUHP:

"Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan yang direncanakan dengan hukuman penjara seumur hidup/penjara selama-lamanya 20 tahun‛.

2. Dilakukan karena kelalaian atau kealpaan. Hal ini diatur dalam

pasal 359 KUHP: ‚Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun‛.

3. Disebabkan oleh tindak pidana lain yang mengakibatkan

kematian. Hal ini diatur dalam pasal 339 KUHP: ‚Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun‛.

3 http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/27/08455736/Terinspirasi.Fil

m..Anak Reporter Ambrosius Harto, Terbit Online Sabtu 27 April 2013.

Page 122: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

100

(b) atas dasar obyeknya (nyawa) : kejahatan terhadap nyawa orang

terdapat pada pasal 338, 339, 340, 344 dan 345 KUHP. Adapun

kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah

dilahirkan terdapat pada pasal 341, 342 dan 343 KUHP. Kejahatan

terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibunya

(janin) terdapat pada pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP.4

Dalam hal menyebabkan seorang anak meninggal maka pelaku

dikenakan tuntutan pasal 80 Undang-Undang Perlindungan anak No 23

Th 2002 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan

kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, penganiayaan terhadap

anak dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan. Apabila anak

sebagaimana diatas mengalami luka berat maka pelaku dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Apabila anak tersebut mati

maka pelaku dipidana dengan pidana 10 tahun.5

Dalam hukum Pidana Islam pembunuhan diatur dalam al-Qur’an surat

al-Isra’ ayat 33 yaitu :6

Menurut Wahbah Zuhaili>, dalam Islam membunuh merupakan

dosa besar karena menghilangkan nyawa seseorang dan mengusik rasa

4Kitab Undang-Undang Hukum PidanaBab XIX Pasal 338-349. 5Pasal 80 Undang-Undang No 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak. 6 ‚Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar, dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan‛. Maksudnya yang

dibenarkan oleh syara' seperti qiṣaṣ membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.

Maksud dari kekuasaan di sini ialah hak ahli waris yang terbunuh atau penguasa

untuk menuntut qis}a>s} atau menerima diyat.

Page 123: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

101

keamanan masyarakat. Pembunuhan dalam Islam dibagi menjadi 2

macam: pertama: pembunuhan yang diharamkan yaitu semua jenis

pembunuhan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa seseorang;

kedua: kewajiban untuk membunuh. Menurut Syafi’iyyah ada 5

macam hukum dalam membunuh, yaitu (a) membunuh menjadi wa>jib

kepada orang murtad yang tidak mau bertaubat7 dan musuh perang jika

belum masuk Islam; (b) membunuh menjadi hara>m jika yang dibunuh

adalah orang yang darahnya terjaga seperti orang mu’min dan turis/

orang kafir yang tidak memerangi kaum muslim dan yang mendapat

jaminan keamanan dari Negara; (c) membunuh menjadi makru>h jika

yang yang dibunuh seorang kafir yang tidak menghina Allah dan

Rasulnya; (d) membunuh menjadi mandu>b jika yang dibunuh adalah

seseorang yang hampir kafir dan menghina Allah dan RasulNya; (e)

membunuh menjadi muba>h yaitu membunuh orang yang dikenai qis}a>s}, membunuh karena melakukan pembelaan.

8

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 10/MUNAS

VII/MUI/14/2005 tentang hukuman mati dalam tindak pidana tertentu

menyatakan bahwa Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan

memberlakukannya dalam jari>mah h}udu>d, qis}a>s} dan ta‘zi>r. Fatwa ini

sekaligus memberikan legalitas bahwa Negara boleh melaksanakan

hukuman mati kepada pelaku kejahatan pidana tertentu.9

YI adalah anak dari satu keluarga yang tidak harmonis (broken home). YI jarang tinggal di rumah bersama ibunda dan ayahanda

tirinya. YI kerap menghabiskan waktu di jalanan dengan mengamen

dan mengemis bersama anak-anak sebaya. Uang yang didapat YI dari

hasil mengamen dan mengemis digunakan untuk jajan dan bermain

playstation.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Bekasi Kota Komisaris

Besar Priyo Widyanto, pelaku mengaku pada awalnya ingin memberi

pelajaran, tetapi ternyata malah berujung kematian korban. Menurut

7Dalam Islam hukuman terhadap orang murtad adalah wajib dibunuh setelah

diberi kesempatan taubat dan ia tidak mau kembali kepada Islam. Hukuman berat ini

dijatuhkan atasnya karena setelah mengetahui kebenaran ia meninggalkan kebenaran

dan menentangnya. Semakin dibenarkannya membunuh orang yang murtad apabila ia

terang-terangan berani menghina dan mencerca Allah dan Rasulnya dan ajaran Islam. 8Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5616. 9 Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, ‚Fatwa Tentang

Hukuman Mati Dalam Tindak Pidana Tertentu‚

http://id.wikisource.org/wiki/Fatwa_Majelis_Ulama_Indonesia_Nomor_10/MUNAS

_VII/MUI/14/2005, ditetapkan di Jakarta 28 Juli 2005.

Page 124: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

102

Priyo, pelaku juga mengaku menenggelamkan korban karena

terinspirasi dari film dan game atau permainan. Hal ini juga terlihat

dari cara pelaku mencoba menyelamatkan korban yang juga dilihatnya

dari film.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka

Sirait mengatakan, sekeji apa pun tindakan bocah adalah kenakalan.

Dalam kasus YI, tindakan yang dilakukan olehnya terhadap korban

ternyata merupakan pengaruh dari tontonan yang menampilkan adegan

perkelahian dengan teknik membunuh seseorang yang sering dilihat

oleh YI. Kenakalan anak yang luar biasa ini merupakan bukti

hilangnya perhatian dari keluarga dan masyarakat.10

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota

Bekasi M Syahroni menduga kenakalan yang dilakukan oleh YI

disebabkan orangtuanya yang tak peduli terhadap perkembangan

anaknya. Syahroni juga menyatakan bahwa perbuatan kasar yang

dilakukan YI terhadap temannya diduga ada perlakuan kasar yang

sering diterima anak itu di rumah.

Menurut Syahroni, pelaku tidak mengerti akibat perbuatannya

yang menghilangkan nyawa teman mainnya, sehingga diberi hukuman

atau dipenjara sekalipun ia tidak akan mengerti dan tidak akan

menimbulkan efek jera pada pelaku. Hal ini disebabkan karena YI

hanya ingin uang yang dipinjam oleh temannya itu harus

dikembalikan. Dalam masalah ini KPAI masih terus melakukan

pendampingan terhadap YI pelaku pembunuhan.

Berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun

2010, anak berusia di bawah 12 tahun belum bisa dihukum.11

Ketua

10 http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/27/08455736/Terinspirasi.Fi

lm..Anak Reporter Ambrosius Harto, Terbit Online Sabtu 27 April 2013. 11Dalam putusan Nomor 1/PUU-VIII/2010, yang dimohonkan oleh Komisi

Perlindungan Anak Indonesia dan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak

Medan. Pemberian kategori ‚Anak Nakal‛ merupakan justifikasi yang dapat

dilakukan melalui sebuah proses peradilan yang standarnya akan ditimbang dan

dibuktikan di muka hukum. Dengan perubahan batasan usia minimal

pertanggungjawaban hukum bagi anak adalah 12 (dua belas) tahun maka Mahkamah

berpendapat hal tersebut membawa implikasi hukum terhadap batas umur minimum

(minimum age floor) bagi Anak Nakal (deliquent child) sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 1 ayat (1) UU Pengadilan Anak yang menyatakan, ‚Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin‛. Oleh karenanya,

Mahkamah berpendapat bahwa meskipun Pasal a quo tidak dimintakan pengujiannya

Page 125: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

103

Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, menilai anak 8

tahun tersebut bisa diserahkan ke negara atau kepada orangtuanya. Hal

ini dikarenakan anak usia 8 tahun belum bertanggung jawab secara

hukum.12

Aparat kepolisian mengaku kesulitan menangani kasus ini,

karena tindakan YI memenuhi unsur dengan sengaja menghilangkan

nyawa. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dinyatakan bahwa anak berusia kurang dari

delapan tahun tidak bisa didakwa telah melakukan kejahatan.

Dalam hukum pidana Islam diatur tentang masalah

pembunuhan dan sanksi-sanksi yang pantas untuk diberikan kepada

pelaku. Pembunuhan yang termasuk dalam jari>mah qis}a>s}-diyat ini

adalah pembunuhan dengan sengaja (qatl al-‘amd), pembunuhan semi

sengaja/ menyerupai sengaja (qatl shibhu al-‘amd), pembunuhan

dengan cara penganiayaan yang dilakukan dengan sengaja dan

pembunuhan yang menyebabkan kematian seseorang karena suatu

kesalahan (qatl al-khot}o>’).13

Menurut mazhab Hanafiyah pembunuhan dibagi menjadi 5

macam: pertama: qatl al-‘amd (membunuh dengan sengaja) yaitu

menghilangkan nyawa seseorang dengan benda tajam seperti pedang,

pisau, alat panah, atau dengan sesuatu yang dapat menyebabkan

kematian seseorang secara langsung seperti besi yang berat/ tajam, api

(membakar) dan jarum yang menyebabkan kematian dan disertai niat

untuk membunuh; kedua: qatl shibhu al-‘amd (membunuh dengan

menyerupai sengaja) yaitu membunuh tanpa menggunakan benda

tajam seperti memukul menggunakan tongkat, batu, kayu, dan tidak

berniat untuk membunuh hanya berniat untuk memberi pelajaran yang

mengakibatkan kematian; ketiga: qatl al-khot}o>’ (membunuh karena

kealpaan/ kesalahan) yaitu tidak bermaksud untuk membunuh;

keempat: ma ajr mujr al-khot}o>’ (membunuh hampir mirip dengan

kealpaan/ kesalahan) seperti berbalik ketika tidur dan menindih yang

lainnya dan menyebabkan kematian yang ditindih; kelima: qatl bi

oleh para Pemohon, namun Pasal a quo merupakan jiwa atau ruh dari Undang-

Undang Pengadilan Anak, terutama Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UU

pengadilan Anak, sehingga batas umur minimum juga harus disesuaikan agar tidak

bertentangan dengan UUD 1945, yakni 12 (dua belas) tahun. 12 http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=325705 Reporter Dwi

Putro, Terbit Online 1 Mei 2013. 13Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, 34.

Page 126: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

104

attasabib (membunuh karena sebab kealpaan/ kesalahan) seperti

menggali lubang di jalan atau ditempat yang bukan miliknya tanpa izin

Negara atau pemiliknya dan menyebabkan orang lain jatuh dan

meninggal.14

Menurut pendapat Ulama seperti Syafi’iyyah dan Hanabilah

bahwa pembunuhan dibagi menjadi 3 macam: qatl al-‘amd (pembunuhan sengaja), qatl shibhu al-‘amd (pembunuhan menyerupai

sengaja) dan qatl khoto>’. Adapun qatl al-‘amd/ pembunuhan sengaja

menurut hukum pidana Islam adalah bermaksud sungguh-sungguh

membunuh. Pembunuhan sengaja dapat berupa spontan atau adanya

perencanaan dan dengan menggunakan benda-benda tajam yang dapat

membunuh seperti pedang, pisau dll.

Sanksi bagi pembunuhan sengaja ada beberapa jenis yaitu

hukuman pokok, hukuman pengganti dan hukuman tambahan.

Hukuman pokok pembunuhan adalah qis}a>s}. Jika keluarga korban

memaafkan pelaku maka hukuman penggantinya adalah diyat. Jika

sanksi qis}a>s} atau diyat dimaafkan maka hukuman penggantinya adalah

ta‘zi>r. Hukuman tambahan bagi jari>mah ini adalah terhalangnya hak

atas warisan dan wasiat.15

Menurut Malikiyah, jika tidak diwajibkan atas pelaku hukuman

qis}a>s} maka wajib bagi pelaku dikenakan hukuman ta‘zi>r dengan

memberikan hukuman 100 kali dera dan di penjara selama 1 tahun.

Menurut Hanafiyah hukuman ta‘zi>rnya adalah di penjara seumur

hidup. Adapun menurut Jumhu>r , tidak diwajibkan atas pelaku

dikenakan hukuman ta‘zi>r. Dalam hal ini hakim diberikan kebebasan

untuk memilih hukuman yang lebih maslahat bagi pelaku.16

14Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5618. 15 Qis}a>s} ialah mengambil pembalasan yang sama yaitu memberlakukan

seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan orang lain, karena pelaku

menyebabkan kematian korban maka dia harus dihukum sesuai perbuatannya yaitu

dengan dibunuh (qatlu). Qis}a>s} itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat

maaf dari ahli waris yang terbunuh, yaitu dengan membayar diyat (ganti rugi) yang

wajar. Pembayaran diyat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak

yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik,

umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. Apabila ahli waris si korban

membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima

diyat, maka terhadapnya di dunia diambil qis}a>s} dan di akhirat dia mendapat siksa

yang pedih. 16 Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5717

Page 127: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

105

Dasar hukum qis}a>s} terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah

ayat 178-179: 17

Unsur jari>mah pembunuhan sengaja diantaranya adalah : (1)

korban merupakan orang yang hidup; (2) perbuatan si pelaku

menyebabkan kematian korban; dan (3) ada niat bagi si pelaku untuk

menghilangkan nyawa korban.18

Adapun syarat diberlakukannya

hukum qis}a>s} bagi pelaku pembunuhan adalah : (1) pelaku pembunuhan

haruslah seorang yang mukallaf. orang gila atau anak-anak tidak wajib

baginya dikenakan hukum qis}a>s}; (2) pelaku pembunuhan haruslah

mempunyai niatan/ sengaja untuk menghilangkan nyawa seseorang

(muta’ammidan fi al-qatl) dan bukanlah pembunuhan karena

17‚Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qis}a>s} berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qis}a>s} itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa‛.

18‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 12. Lihat juga Topo

Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, 37.

Page 128: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

106

kesalahan; (3) pelaku pembunuhan haruslah dalam keadaan sadar dan

bukan karena paksaan seseorang.19

Gugurnya pelaksanaan hukuman qis}a>s} disebabkan oleh 3 (tiga)

hal; pertama: hilangnya si pelaku seperti meninggal dunia sebelum

dijatuhkan qis}a>s} kepadanya; kedua: adanya pengampunan (al-‘afwu) dari pihak korban terhadap pelaku; ketiga: adanya perdamaian (s}ulh}) antara kedua belah pihak (pelaku dan korban).

Adapun sebab pertama, apabila si pelaku meninggal dunia

maka keluarganya tidak berkewajiban melaksanakan hukuman itu,

karena qis}a>s} tidak dapat diwariskan. Jika seorang pelaku pembunuhan

meninggal dan mempunyai anak tidak wajib bagi anak itu untuk

melaksanakan hukuman qis}a>s} orang tuanya. Dalam hal ini fuqaha>

sepakat apabila telah hilang kewajiban qis}a>s} pada pelaku maka tidak

wajib menggantinya dengan diyat. Adapun sebab kedua, Jumhu>r fuqaha> sepakat bahwa jika sudah

ada pengampunan dari keluarga korban maka tidak wajib bagi pelaku

mendapat hukuman qis}a>s}. Dalam hal ini memberikan maaf lebih utama

daripada melaksanakan qis}a>s}. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad

pengampunan adalah menghilangkan kewajiban qis}a>s} secara cuma-

cuma. Barangsiapa dihilangkan kewajiban qis}a>s} atasnya dengan cuma-

cuma disebut pengampunan, begitu juga apabila dihilangkan

kewajiban qis}a>s} atasnya dengan cara membayar diyat disebut juga

pengampunan. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah mensyaratkan

pengampunan harus dengan persetujuan keluarga korban.

Adapun sebab ketiga, Jumhu>r fuqaha> sepakat bahwa boleh

melakukan perdamaian antara kedua belah pihak (pelaku dan korban)

untuk tidak dilaksanakannya hukuman qis}a>s}. Dalam hal ini perdamaian

dapat berupa ganti rugi sesuai dengan jumlah diyat atau lebih sedikit

dari diyat. Apabila pelaku dan keluarga pelaku tidak mempunyai harta,

maka perdamaian dilakukan dengan musyawarah antara kedua belah

pihak dan hakim menetapkan ganti rugi sesuai kemampuan pelaku dan

kesepakatan keduanya.20

Qatlu shibhu al-‘amd atau pembunuhan semi sengaja

(menyerupai sengaja) adalah perbuatan penganiayaan terhadap

seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya tetapi

mengakibatkan kematian. Pembunuhan yang dilakukan dengan alat

19Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5665. 20‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 155.

Page 129: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

107

yang tidak biasa digunakan untuk membunuh juga termasuk dalam

jenis ini. Perbuatan ini adalah perbuatan yang dimaksudkan untuk

memberi pelajaran tetapi mengakibatkan kematian seseorang.

Unsur-unsur dalam pembunuhan semi sengaja adalah (1)

adanya pelaku yang mengakibatkan kematian; (2) adanya maksud

penganiayaan disebabkan pertikaian antara kedua belah pihak (jadi

bukan niat untuk membunuh); dan (3) adanya hubungan sebab akibat

antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.

Hukuman pokok pada pembunuhan semi sengaja adalah diyat dan kaffarat. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta‘zi>r, sedangkan hukuman tambahannya adalah terhalang menerima warisan

dan wasiat.21

Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad bin Hanbal, diyat untuk pembunuhan semi sengaja ini

dibebankan pada ‘aqilah (keluarga pelaku) dan tidak dibebankan pada

si pelaku. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh

Abu Hurairah, dia berkata: ‚Dua orang perempuan dari Hudzail berkelahi, salah seorang melempar lawannya dengan batu dan menewaskan orang yang dilempar, maka Rasul menghukum dengan membebankan diyatnya wanita itu pada keluarganya, (yakni keluarga wanita yang menganiaya itu). Mereka mengatakan bahwa pembunuhan sengaja berbeda dengan pembunuhan semi sengaja, pembunuhan jenis pertama ada unsur sengaja berbuat dan sengaja menewaskan sehingga hukumannya harus diperberat sedang pada jenis pembunuhan kedua si pelaku hanya bermaksud menganiaya korban dan tidak bermaksud membunuh.22

Menurut Jumhu>r fuqaha> (Hanafiyah Syafi’iyyah dan

Hanabilah), pembayaran diyat pada pembunuhan semi sengaja dengan

cara tolong menolong antar keluarga yaitu diangsur (dimudahkan/

diringankan). Dalam hal diwajibkannya diyat pada pembunuhan semi

21 Hukumandiyat pada pembunuhan semi sengaja sama halnya seperti

hukuman diyat pada pembunuhan sengaja . Jika hukuman pelaku pembunuhan

merasa tidak mampu untuk melaksanakan hukuman diyat, maka dikenakan hukuman

kafarat yaitu dengan memerdekan hamba sahaya yang mukmin. Jika pelaku

pembunuhan merasa tidak mendapatkan hamba sahaya maka hukumannya diganti

dengan berpuasa dua bulan berturut-turut. Dalam hukuman pengganti berupa ta‘zi>r, hakim harus memilih hukuman yang sesuai dengan perbuatan pelaku dan pihak

kelurga korban diberikan kesempatan oleh hakim untuk bersikap dalam memilih

hukuman atau memaafkan pelaku pembunuhan. 22 ‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 191. Lihat juga

Nurrohman, Hukum Pidana Islam (Bandung: Pustaka al-Kasyaf, 2007), 57.

Page 130: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

108

sengaja berbeda dengan diyat pembunuhan sengaja. Pembayaran diyat pada pembunuhan sengaja dibebankan pada si pelaku dan disegerakan

tidak boleh ditunda-tunda, sedangkan pembayaran diyat pada

pembunuhan semi sengaja dibebankan pada ‘aqilah (keluarga pelaku)

dan dapat diangsur/ pembayarannya dapat dicicil selama 3 tahun.

Dalam hal ini mazhab Malikiyah berbeda pendapat dengan

mazhab Jumhu>r fuqaha>. Menurut mazhab Malikiyah kewajiban untuk

membayar diyat pembunuhan semi sengaja disamakan dengan diyat pembunuhan sengaja yaitu dibebankan atas harta pelaku dan harus

disegerakan. Hal ini di karenakan menurut Malikiyah pembunuhan

hanya ada 2 jenis yaitu qatlu al-‘amd (pembunuhan sengaja) dan qatlu al-khoto>’ (pembunuhan karena kesalahan/ kealpaan).

23

Jika tidak diwajibkan hukuman diyat atas si pelaku dengan

suatu sebab, maka hukuman diyat digantikan dengan hukuman ta‘zi>r. Menurut Malikiyah, dalam hukuman ta‘zi>r hakim harus memberikan

hukuman yang sesuai terhadap pelaku. Adapun menurut Jumhu>r

Fuqah>a’ hukuman ta‘zi>r diserahkan kepada kebijakan hakim dalam

menentukan hukuman terhadap pelaku untuk kemaslahatan bersama.24

Qatl al-Khot}o>’ atau pembunuhan karena kealpaan/ kesalahan

adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain

tetapi tidak berniat sama sekali untuk menciderai orang tersebut, yang

dituju adalah makhluk lain. Dalam hal ini, misalnya seseorang

bermaksud menembak rusa tetapi yang terkena adalah manusia

sehingga menyebabkan kematian orang tersebut.25

Sanksi pokok pembunuhan karena kealpaan (kesalahan) adalah

diyat dan kaffarat. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta‘zi>r, sedangkan hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak

wasiat. Dasar hukum qatl al-khot}o>’ terdapat dalam surat an-Nisā ayat

92:26

23Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5722. 24 Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5733. 25Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, 96. 26‚Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang

lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah (membebaskan si pembunuh dari pembayaran diyat). Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar

Page 131: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

109

Menurut mazhab Hanafiyah dan Hanabilah ukuran diyat qatl al-khoto>’ (pembunuhan karena kesalahan) adalah 1/5 dari ukuran diyat qatl al-‘amd (pembunuhan sengaja). Dalam sebuah hadits Rasul yang

diriwayatkan oleh Ibnu mas’ūd, Rasulullah SAW bersabda: ‚Diyat qatl al-khoto>’ adalah 20 hiqqah, 20 jaz‘ah, 20 bintu makha>d}, 20 bintu labu>n, 20 bani makha>d}‛.27

Dalam hal pembunuhan dengan menenggelamkan dan

membakar seseorang, Ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Syafi’ī

dan Imam Ahmad, menenggelamkan seseorang ke dalam air atau

memasukkannya ke dalam api yang tidak memungkinkan bagi korban

untuk keluar dari air atau api merupakan qatl al-‘amd, begitu juga

apabila pelaku melarang korban untuk keluar dari air dengan cara

menenggelamkannya terus menerus juga merupakan pembunuhan

sengaja karena menyebabkan kematian. Jika korban dimasukkan ke

dalam air/ api yang memungkinkan korban bisa keluar, namun ia tetap

berada di dalam air/ api sampai meninggal maka pelaku tidak

bertanggung jawab atas kematian korban.

diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana‛.

27Wahbah Zuhaili>, Fiqh al-Isla>mi> wa adlillatuh, 5709.

Page 132: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

110

Dalam hal ini Imam Abu Hanifah membedakan antara

menenggelamkan dan membakar. Membakar seseorang sama seperti

membunuh dengan pedang karena api merupakan alat pembunuhan

yang menyebabkan seseorang langsung meninggal. Apabila orang yang

dibakar langsung meninggal maka perbuatannya disebut dengan qatl al-‘amd. Jika hanya menyebabkan luka bakar maka perbuatannya

dinamakan dengan qatl shibhu al-‘amd. Dalam hal pembunuhan korban

dengan cara dibakar Imam Abu Hanifah sepakat dengan Imam Syafi’i

dan Imam Ahmad. Adapun dengan menenggelamkan, Imam Abu

Hanifah berpendapat bahwa korban yang dimasukkan ke dalam air

merupakan perbuatan qatl shibhu al-‘amd karena seperti melempar

seseorang dengan batu berat yang tidak langsung menyebabkan korban

itu meninggal. Imam Malik berpendapat bahwa membakar dan

menenggelamkan seseorang merupakan perbuatan qatl al-‘amd dengan

syarat ada niat melakukan pembunuhan tersebut dan bukan main-main

(karena kesalahan).

Perbedaan pendapat fuqaha dalam hal diatas adalah perbedaan

dengan melihat alat pembunuhannya. Pembunuhan dengan cara

membakar atau menenggelamkan apakah sesuai dengan qatl al-‘amd yang mensyaratkan bahwa alat dari pembunuhan sengaja adalah alat

yang dapat langsung membunuh korban disertai dengan niat untuk

membunuh, atau sesuai dengan qatl shibhu al-‘amd yang merupakan

alat yang tidak dapat membunuh secara langsung dan tidak diniatkan

untuk membunuh tetapi hanya ingin memberi pelajaran.28

Perbuatan pelaku yang terinspirasi dari film dan game

permainan yang sering dilihatnya menandakan bahwa selain anak

menjadi pelaku tindak pidana, anak juga menjadi korban kurangnya

perhatian dan pengawasan orangtuanya dan juga korban salah

pergaulan. Dalam hal ini kesalahan pelaku tidak dapat dibebankan atas

dirinya saja, tetapi orangtua juga harus bertanggung jawab atas

kesalahan anaknya.

Dalam hal kasus pembunuhan yang dilakukan oleh YI anak

berusia 8 tahun yang membunuh temannya adalah akibat dari suatu

perkelahian diantara keduanya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa

pembunuhan yang dilakukan oleh YI adalah pembunuhan menyerupai

sengaja (qatl shibhu al-‘amd) dan bukanlah merupakan pembunuhan

sengaja (qatl al-‘amd) seperti yang diungkapkan oleh kepolisian pada

pernyataan diatas.

28‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>,69-70.

Page 133: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

111

Dalam hal ini pelaku YI yang hanya ingin memberikan

pelajaran kepada korban, dia hanya berniat untuk memukul yang

dilanjutkan dengan perkelahian antara keduanya. Penyebab kematian

korban bukanlah merupakan niatan pelaku untuk membunuh.

Adapun, jika dilihat dari segi umur, anak yang berumur 8 th

belum termasuk mukallaf. Dalam hukum Islam salah satu syarat

seseorang dikenai hukuman adalah mukallaf (sudah dewasa dan

berakal). Apabila seorang anak melakukan tindak pidana maka tidak

wajib bagi dia dikenai hukuman. Dalam perundang-undangan di

Indonesia, jika seorang melakukan tindak pidana hukumannya diatur

dalam Undang-Undang Peradilan Anak yang mana hukumannya

setengah dari hukuman dewasa.

Bagi anak pelaku tindak pidana yang belum berumur 14 tahun

hanya dapat dikenai tindakan. Melihat kondisi orangtua YI yang tidak

dapat menjaga dan membina YI dikarenakan harus bekerja untuk

menghidupi anak-anaknya, oleh karena itu diserahkannya YI kepada

dinas sosial untuk dibimbing dan dibina merupakan hal yang tepat

untuk kebaikan anak.

Dalam forum mediasi yang telah dilakukan oleh aparat

kepolisian keluarga korban sudah mengikhlaskan kejadian ini.

Mardiana –Ibunda korban- sudah memaafkan pelaku dan menyerahkan

semuanya kepada proses hukum yang berlaku.29

Kesimpulan

Pembunuhan yang dilakukan oleh YI dalam perspektif hukum

Islam merupakan pembunuhan shibhu al-‘amd jika dilihat dari unsur-

unsur pembunuhan semi sengaja yang telah disebutkan diatas yaitu ada

maksud penganiayaan dan adanya hubungan sebab akibat antara

perbuatan pelaku dengan kematian korban yang disebabkan oleh

perkelahian keduanya. Dalam hal tindakan anak yang masih dibawah

umur dan setelah dilakukan mediasi antara keluarga pelaku dan

keluarga korban, maka putusan menempatkan YI ke dinas sosial

merupakan keputusan terbaik bagi YI untuk dibina dan dibimbing.

Adanya pemaafan dari pihak korban merupakan konsep restorative justice dalam hukum pidana.

B. Kasus Pencurian

29Koran Sindo, ‚Kasus Pembunuhan Anak di Bawah Umur‛, http://m.koran-

sindo.com/node/311726 Terbit online 08 November 2013.

Page 134: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

112

Pakar Hukum Pidana Indonesia, Andi Hamzah dari

kunjungannya ke Belanda, berpendapat bahwa ternyata 60% perkara

yang ada di tangan jaksa di Belanda diselesaikan melalui afdoening buiten process atau settlement out of judiciary (penyelesaian perkara

di luar pengadilan) atau dengan kata lain dengan menerapkan

restorative justice. Menurut Andi Hamzah, Indonesia yang menganut

asas legalitas, Lembaga Pemasyarakatannya semakin sesak karena

banyak perkara-perkara pidana ringan yang dilimpahkan ke

pengadilan, salah satunya pencurian ringan. Penjatuhan pidana penjara

kepada pelaku belum tentu menimbulkan efek jera dan diduga menjadi

pembelajaran yang negatif bagi seorang narapidana, sebagaimana

dikatakan ‚too short for rehabilitation, too long for corruption‛ (di

dalam penjara, terlalu singkat untuk pemulihan dan terlalu lama untuk

pembusukan).30

Fenomena yang terjadi di masyarakat menunjukkan tindak

pidana yang dilakukan oleh anak mengalami peningkatan dari waktu

ke waktu termasuk kasus pencurian. Faktor anak melakukan tindak

pidana disebabkan karena adanya keinginan untuk memiliki, hal ini

dikarenakan faktor ekonomi yang kurang, tidak adanya pendidikan

moral dalam keluarga, atau sekedar menarik perhatian, dan lingkungan

pergaulan yang salah.

Pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur mungkin

dapat diartikan sebagai pencurian khusus atau pencurian yang bersifat

lebih ringan, namun tidak menutup kemungkinan dapat diancam

dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih dari pidana yang

diancamkan dalam Pasal 362 KUHP.31

Dalam pemeriksaan terhadap

anak pelaku tindak pidana harus diperhatikan tujuan peradilan dengan

melakukan koreksi dan rehabilitasi sehingga anak dapat kembali ke

kehidupan yang normal dan tidak merusak masa depannya.

Kronologi Peristiwa

30 Albert Aries, ‚Penyelesaian Perkara Pencurian Ringan dan Keadilan

Restoratif‛,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt519065e9ed0a9/penyelesaian-perkara-

pencurian-ringan-dan-keadilan-restoratif, Terbit Online Kamis 13 Juni 2013 (Diakses

pada 8 Oktober 2013). 31Pingkan F. Tambalean, ‚Penegakan Hukum atas Tindak Pidana Pencurian

yang dilakukan oleh Anak di bawah Umur‛, Lex et Societatis Vol 1 No 2 (April-Juni

2013).

Page 135: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

113

Dalam kasus ini bahwa terdakwa ARK pada hari Jum’at

tanggal 15 Februari 2013 sekitar pukul 11.00 WIB atau setidak-

tidaknya dalam waktu lain pada bulan Februari 2013 bertempat di Kel.

Sukamaju Kec. Cilodong Depok ‚mengambil suatu barang berupa

handphone yang seluruhnya kepunyaan saksi korban RIN dengan

maksud untuk memiliki dan menjual kembali HP tersebut guna dipakai

terdakwa jajan dan ke warnet‛. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa

sebagai berikut:

Bahwa pada hari Jum’at 15 Februari 2013 sekitar pukul 06.00

WIB terdakwa dan kedua orang temannya RIN dan HF pulang pagi

dari Pasar Agung Depok. Mereka pulang kerumah terdakwa lalu

mereka tidur di rumah terdakwa di Depok. Sekitar pukul 11.00 WIB

terdakwa bangun dan melihat di dekat RIN tergeletak sebuah HP merk

Cross lalu terdakwa mengambil dan menyimpannya di lemari pakaian.

Sekitar pukul 13.00 RIN dan HF menanyakan pada terdakwa tentang

HP nya namun terdakwa mengatakan tidak mengetahui dan tidak

mengambilnya. Setelah sore hari ketika teman terdakwa pulang dari

rumah terdakwa, terdakwa langsung menjual HP tersebut ke tetangga

terdakwa seharga Rp.50.000. Pada saat terdakwa menyetel lagu-lagu

HP terdakwa di dengar oleh korban dan kawa-kawannya, akhirnya

korban mengetahui bahwa terdakwa yang mencuri HP korban ketika

tidur di rumah terdakwa.

Perbuatan terdakwa mengambil sebuah handphone tidak

memiliki izin dari pemilik sehingga saksi korban RIN mengalami

kerugian atas kehilangan handphonenya dan rugi waktunya dijadikan

saksi Korban. Perbuatan terdakwa diancam Pasal 362 KUHP dan Pasal

26 ayat (1) UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.32

Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa saat melakukan tindak pidana terdakwa

masih merupakan anak dibawah umur yaitu tepatnya berusia 17 tahun.

Dalam melakukan tindak pidana ini, anak tersebut belum dapat

dipertanggungjawabkan sepenuhnya atas pidana yang dilakukan

karena anak sebagai pelaku tindak pidana bukanlah sebagai pelaku

murni akan tetapi anak sebagai pelaku juga korban.

32Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh petugas PK

Bapas Kelas II Bogor, No Register 14/Lit.PN/II/2013 memenuhi surat permintaan

dari Ka. Polsek Sukmajaya No. B/…/II/2013Sek SKJ 22 Pebruari 2013.

Page 136: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

114

Dalam hal ini anak sebagai korban ekonomi (kemiskinan

keluarga) dan korban kurang perhatian dari orang tua karena kedua

orang tua terdakwa bercerai. Ibu terdakwa bekerja sebagai pembantu

rumah tangga, sedangkan ayah terdakwa tidak bertanggung jawab atas

biaya kehidupan terdakwa dan keluarga, sehingga dapat dikatakan

anak melakukan suatu perbuatan tindak pidana bukanlah atas

kehendak pribadi akan tetapi adanya faktor dorongan eksternal.

Dalam hal ini anak tidak seharusnya bertanggung jawab

sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukannya. Anak pelaku tindak

pidana haruslah dilindungi hak-haknya, haruslah dipulihkan menjadi

anak bangsa yang memiliki masa depan sebagai harapan bangsa.

Menimbang, bahwa adanya keterangan dari orang tua/ ibu

kandung terdakwa bahwa orang tua terdakwa masih mampu mendidik

dan membimbing anak tetapi tidak mampu menyekolahkan anak

karena faktor ekonomi. Untuk mencari nafkah ibu terdakwa bekerja

sebagai pembantu rumah tangga.

Dalam hal ini, sebagai orang tua akan berusaha meneruskan

niat terdakwa untuk mendukung cita-cita terdakwa yang ingin sukses

dibidang Informatica Telecomunication (IT) walaupun harus belajar

secara otodidak (belajar sendiri) karena tidak ada biaya untuk

bersekolah. Dalam permohonannya, orang tua terdakwa mengharapkan

agar terdakwa dikembalikan kepada orang tua.

Menimbang, bahwa dalam forum mediasi di kepolisian telah

ditandatangani kesepakatan perdamaian pada hari Selasa tanggal 19

Februari 2013 oleh pihak-pihak terkait dengan tujuan pemulihan dan

keadilan bagi pelaku, korban dan masyarakat yang pada pokoknya

klausul-klausul kesepakatan tersebut sebagai berikut:

1. Bahwa korban telah mencabut laporannya kepada polisi.

2. Bahwa terdakwa dan orang tua telah meminta maaf kepada

korban, dan sebaliknya korban telah memafkan perbuatan

terdakwa.

3. Bahwa korban berharap terdakwa tidak mengulangi

perbuatannya lagi.

4. Bahwa orangtua terdakwa berjanji mampu untuk menjaga dan

membina terdakwa untuk tidak melakukan pelanggaran hukum

lagi.

Menimbang, bahwa lebih lanjut ada beberapa hal yang

meringankan bagi terdakwa, yaitu:

Page 137: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

115

1. Terdakwa bersikap sopan, mengaku terus terang dan menyesali

perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

2. Terdakwa masih muda dan besar harapan dapat memperbaiki

dirinya demi masa depan yang lebih baik.

3. Terdakwa dan orangtua terdakwa telah meminta maaf kepada

korban dan keduanya telah saling bermaafan.

4. Bahwa terdakwa baru pertama kali berhadapan dengan hukum

dan belum pernah berbuat yang meresahkan masyarakat

dilingkungan tersebut.

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan fakta hukum

tersebut di atas, maka aparat kepolisian memberhentikan penyidikan

terhadap anak pelaku tindak pidana didasarkan oleh adanya

pencabutan laporan dari korban, serta adanya kesepakatan mediasi

antara kedua belah pihak. Dalam hal ini terdakwa dapat dibebaskan

dan dapat segera mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi ibunya

dan menjadi warga negara yang baik.33

Putusan

1. Dengan adanya pencabutan laporan korban atas terdakwa dan

adanya kesepakatan perdamaian antara kedua belah pihak,

maka perkara diberhentikan dan tidak dilanjutkan ke

persidangan.

2. Dalam forum mediasi juga telah ditandatangani kesepakatan

perdamaian pihak-pihak terkait dengan tujuan pemulihan dan

keadilan bagi pelaku, korban dan masyarakat dengan pokok

kesepakatan seperti yang telah disebutkan diatas.

3. Putusan Diskresi Kepolisian kepada terdakwa untuk

dikembalikan kepada orang tuanya berdasarkan pencabutan

laporan yang dilakukan oleh korban di tempat korban

melapor.

Analisis Kasus

Menurut Undang-undang yang berlaku bagi tindak pidana di

Indonesia pada kasus pencurian mengacu pada pasal 362- 367

33Hasil Kesimpulan dan Rekomendasi Penelitian yang dilakukan oleh PK

Bapas Kelas II Bogor.

Page 138: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

116

KUHP.34

Adapun dalam sistem peradilan Anak apabila ia melakukan

tindakan pidana maka diberi putusan pidana mengacu pada pasal 26

ayat 1 UU No 3 Th 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU RI No 23

Th 2002 tentang Perlindungan Anak.35

Dalam Hukum Islam pencurian termasuk jari>mah h}udu>d. Dasar

hukum penjatuhan sanksi bagi jari>mah as-Sari>qoh adalah firman Allah

al-Maidah ayat 38:36

Jika sudah ditetapkan seseorang sebagai pencuri wajib baginya dikenai

hukuman h}ad potong tangan, atau dikenai denda ganti rugi apabila

tidak wajib baginya dikenakan h}ad potong tangan.37

34‚Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah‛. Dalam hal perkara pencurian ringan

sangatlah tidak tepat apabila di dakwa dengan menggunakan pasal 362 yang

ancaman pidananya 5 tahun. Dalam hal pencurian ringan seharusnya masuk ke dalam

kategori tindak pidana ringan dengan ancaman pidananya 3 bulan penjara dan denda

250,00. Sedangkan dalam masalah pidana denda diatur dalam Perma dalam hal

pidana denda, Mahkamah Agung menyatakan bahwa untuk penyesuaian nilai rupiah

berpedoman pada harga emas. Pada tahun 1960 harga emas murni perkilogram

adalah 50.510,80, sementara itu harga emas per 2012 adalah 509.000. Berdasarkan

perbandingan ini maka MA menetapkan bahwa pidana denda dikali 10.000 dari

jumlah denda yang ditetapkan di undang-undang. Hal ini dimaksudkan agar para

penegak hukum mudah dalam memutuskan perkara. 35

Pasal 26 ayat 1 UU no 3 Th 1997 menyatakan ‚Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa‛.

36‚Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.‛

37Ulama sepakat apabila barang yang dicuri masih ada ditangan pencuri

maka wajib untuk dikembalikan kepada pemiliknya, namun apabila barang tersebut

sudah tidak ada pada si pencuri, ada beberapa perbedaan pendapat. :

- Menurut Hanafiyah: apabila barang sudah tidak ada di tangan pencuri, maka

pencuri wajib dikenai hukuman h}ad potong tangan atau denda sesuai nilai barang

tersebut, apabila pencuri memilih untuk membayar denda ganti rugi maka tidak

wajib baginya hukuman h}ad potong tangan.

إذا قطع انسازق فال غسو عهي

Page 139: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

117

Mencuri berarti mengambil hak orang lain yang menyebabkan

kerugian sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri

menunjukkan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukum potong

tangan adalah pencuri yang profesional bukan pencuri iseng atau

bukan karena keterpaksaan.38

Dalam Islam hukuman potong tangan dapat dilaksanakan

apabila terpenuhi syarat-syaratnya. Adapun syarat pertama: barang/

harta yang diambil/ dicuri oleh pelaku dilakukan secara diam-diam

dengan tanpa diketahui dan sudah berpindah dari penguasaan si

pemilik ke penguasaan si pencuri; kedua: barang/ harta yang dicuri

harus memiliki nilai. Hukuman potong tangan tidak akan dijatuhkan

bagi pencuri rumput atau pasir atau juga barang-barang yang tidak

legal seperti minuman atau makanan; ketiga: barang/ harta yang dicuri

berasal dari tempat yang aman; keempat: barang/ harta yang dicuri

merupakan milik orang lain; kelima: barang/ harta yang dicuri haruslah

mencapai nilai mínimum tertentu (nis}a>b).39

Jumhur Fuqaha> (Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam

Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal), sepakat bahwa mencuri barang

yang tidak berharga (tidak mempunyai nilai) tidak dikenai h}ad potong

tangan. Menurut Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanbali, yang dimaksud

dengan benda berharga adalah benda yang dimuliakan syara’ dan

bukanlah benda yang diharamkan oleh syara’ seperti mencuri anjing,

babi, khamr (minum-minuman keras) karena menurut Islam dan kaum

muslimin benda tersebut tidak ada harganya, maka tidak wajib bagi si

pencuri dikenai h}ad potong tangan. Menurut Imam Abu Hanifah yang

‚Jika sudah dikenai hukuman potong tangan maka ia tidak wajib membayar ganti

rugi‛.

- Sedangkan menurut Syafi’iyyah dan Hanabillah: wajib bagi pencuri dikenakan

hukuman h}ad potong tangan dan ganti rugi barang yang dicurinya karena ganti

rugi merupakan hak wajib terhadap manusia sedangkan potong tangan merupakan

hak terhadap Allah.

- Menurut Wahbah Zuhaili> pendapat Syafi’iyyah dan Hanabillah adalah pendapat

yang ra>jih karena hadits yang dipakai oleh Hanafiyah adalah hadits d}o‘ i>f. Wahbah

Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adilatuh, 5425-5426. 38Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 67. 39 Menurut Imam Malik nis}a>b/ batasan minimum barang curian adalah

sebesar harga ¼ dinar atau lebih. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah nis}a>b

pencurian senilai 10 dirham atau 1 dinar. Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam- Penegakan Syari’at Dalam Wacana dan Agenda (Jakarta: Gema Insani,

2003), 28-29.

Page 140: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

118

dimaksud dengan benda berharga adalah benda yang dapat

menyebabkan si pencuri menjadi kaya dengan hasil curiannya.40

Seorang pencuri dapat dikatakan mencuri apabila dia

mengambil barang curiannya dari tempat penyimpanan harta (h}irz).

Para ulama sepakat bahwa tempat penyimpanan harta (h}irz)

dikategorikan menjadi 3 macam: pertama: h}irz bi al maka>n yaitu

tempat penyimpanan harta yang berbentuk bangunan seperti rumah,

gedung, toko, kandang dan sebagainya yang berbentuk bangunan;

kedua: h}irz bi nafsihi yaitu penyimpanan harta yang dijaga oleh diri

sendiri seperti cincin yang sedang dipakai; ketiga: h}irz bi al h}a>fiẓ atau

h}irz bi goirihi yaitu suatu tempat yang bukan untuk menyimpan

barang tetapi tempat itu bisa dijadikan h}irz jika ada yang menjaganya

seperti di tempat parkiran, lapangan, masjid dan lain-lain.41

Ketentuan yang mengatur masalah pengembalian anak sebagai

pelaku tindak pidana kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya

diatur dalam ketentuan Pasal 24 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor

3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam pasal ini dinyatakan

bahwa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal adalah

mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh. Adapun

aturan lebih lanjutnya tidak diatur sehingga dalam prakteknya aparat

penegak hukum masih mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum

Pidana.

Pengembalian seorang anak kepada orang tua, wali atau orang

tua asuhnya harus dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini:

1. Bahwa pada waktu melakukan penuntutan terhadap anak sebagai

pelaku tindak pidana haruslah belum berumur 18 tahun ataupun

belum pernah menikah sebelum umur 18 tahun.

2. Bahwa tujuan dikembalikan anak kepada orang tua, wali atau

orang tua asuhnya adalah agar anak dapat dididik sendiri dengan

memperhatikan tindakan-tindakan lain yang perlu diambil agar

jangan sampai anak melakukan tindakan pidana kembali.

Undang-undang tidak mengatur jenis tindak pidana yang

membolehkan anak pelaku tindak pidana dikembalikan kepada orang

tua, wali atau orang tua asuh. Dalam hal ini bukan merupakan suatu

hambatan bagi aparat penegak hukum untuk memerintahkan agar anak

dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh. Aparat

40‘Abdul Qa>dir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 547. 41 Muhammad Idris as-Shafi‘i> , al-Um (Cairo: al- Faniyah Muttahidah,

1961), juz 6, 148.

Page 141: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

119

penegak hukum haruslah memiliki keyakinan bahwa pendidikan untuk

membentuk kembali pribadi dan kepribadian dari anak tersebut dapat

dipercayakan kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

Dalam kasus ini terdakwa ARK dan korban RIN (pelaku dan

korban) saling mengenal karena mereka adalah teman main band.

Keputusan pelaku untuk memaafkan kesalahan korban yang telah

mencuri Hp miliknya adalah putusan yang tepat setelah mendapat

pengarahan dari para penegak hukum (Polisi dan PK Bapas). Korban

juga telah memaafkan dan telah mengadakan perdamaian dengan

pelaku dihadapan kepolisian, bapas dan masyarakat setempat. Apabila

korban tidak memaafkan pelaku, hal ini bisa mengakibatkan pelaku

masuk ke dalam sel penjara hanya karena urusan yang kecil. Pelaku

juga sudah mengakui kesalahannya dan merasa malu dengan teman-

teman pelaku lainnya karena ketahuan mencuri barang milik temannya

sendiri.

Pencurian yang dilakukan oleh ARK adalah termasuk pencurian

kecil. Menurut ‘Abdul Qadir ‘Audah pencurian kecil adalah

mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi. Kategori

hukuman bagi pencuri ada 2 macam yaitu pencurian yang diancam

dengan hukuman ta‘zi>r apabila syarat-syarat pelaksanaan hukuman h}ad tidak terpenuhi dan hukuman h}ad potong tangan bagi pencuri yang

mencapai nis}a>b barang curiannya.

Rukun pencurian adalah sesuatu yang sangat penting karena

apabila salah satu rukunnya tidak terpenuhi maka hukuman h}ad potong

tangan tidak akan dilaksanakan. Menurut ‘Abdul Qadir ‘Audah rukun

pencurian ada 4 (empat) yaitu: (a) barang yang dicuri harus diambil

secara sembunyi-sembunyi atau secara diam-diam; (b) barang yang

diambil adalah harta; (c) barang/ harta tersebut milik orang lain; (d)

adanya maksud/ niat jahat atau niat berbuat tindakan pencurian.42

Menurut Sayid Sabiq syarat seorang pencuri dikenai hukuman

h}ad potong tangan adalah sebagai berikut:

a. takli>f (cakap hukum) yaitu pencuri tersebut sudah ba>ligh dan

berakal. Apabila pencuri tersebut adalah seorang yang gila atau

anak kecil, maka tidak wajib baginya hukuman h}ad potong tangan.

Adapun bagi anak kecil yang mencuri dapat dikenakan sanksi yang

bersifat mendidik;

b. kehendak sendiri/ kemauan sendiri dan bukan karena paksaan.

Apabila ia terpaksa mencuri maka tidak dianggap sebagai pencuri,

42‘Abdul Qa>dir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 517-518.

Page 142: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

120

karena paksaan meniadakan ikhtia>r tidak adanya ikhtia>r menggugurkan takli>f. Apabila seseorang mencuri karena suatu

paksaan maka dia tidak dijatuhi hukuman h}ad karena pencurian

yang dia lakukan adalah bukan kehendak sendiri melainkan suatu

paksaan;

c. sesuatu yang dicuri bukan merupakan barang yang syubhat. Jika

yang dicuri adalah barang syubhat maka pencuri tidak divonis

potong tangan.43

Sanksi potong tangan dalam tindak pidana pencurian menurut

ulama merupakan sanksi maksimal. Dengan demikian, tidak setiap

pencurian dikenakan sanksi potong tangan. Hal ini dibuktikan dengan

ditentukannya syarat dan rukum pencurian, apabila salah satu syarat

atau rukunnya tidak dipenuhi maka sanksi potong tangan diganti

dengan alternatif sanksi lainnya. Dalam hal pencurian yang dilakukan

oleh anak disini termasuk kategori jari>mah ta‘zi>r dan bukanlah jari>mah h}udu>d. Pencurian yang dilakukan oleh ARK tidak mencapai nis}a>b.

Hukuman ta‘zi>r merupakan hukuman yang tidak ditetapkan

ketentuannya dalam syari’at. Ketentuan hukuman ta‘zi>r diserahkan

kepada Wali> al ‘Amr/ Negara. Hukuman ta‘zi>r ditentukan sesuai

dengan tujuan pencegahan dan perbaikan dilihat dari besar kecilnya

perbuatan jari>mah. Hukuman ta‘zi>r terdapat pada setiap jari>mah yang

tidak ada hukuman h}adnya dan tidak juga ada kaffarah, meskipun

menyangkut hak Allah (seperti makan pada siang hari di bulan

Ramadhan tanpa alasan yang jelas, riba, meninggalkan shalat, dll),

maupun hak adami (seperti berkhalwat, mencuri suatu barang yang

tidak mencapai nis}ab, mencuri barang yang tidak dijaga, berbuat

curang/ penipuan, dll).44

Dalam kasus pencurian ini ARK masih berusia 17 tahun. Dalam

hukum yang berlaku di Indonesia, ARK masuk ke dalam kategori

peradilan anak dan kesalahannya belum dapat dipertanggungjawabkan

sepenuhnya atas pidana yang dilakukan oleh anak tersebut. Anak

sebagai pelaku tindak pidana bukanlah sebagai pelaku murni akan

tetapi anak sebagai pelaku juga korban. Dalam hal ini ARK termasuk

sebagai korban ekonomi (kemiskinan keluarga) dan korban kurang

perhatian dari orang tua karena kedua orang tua ARK bercerai.

43Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1998), Juz 2, 441. 44 Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adilatuh, 5300-5301.

Page 143: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

121

Dalam hukum Islam, ARK tetaplah sebagai pelaku pencurian,

karena dia mengambil barang dengan cara diam-diam dan dengan niat

jahat. Pengertian niat jahat adalah terpenuhinya unsur niat jahat

apabila si ja>ni> (pencuri) mengambil sesuatu dan ia mengetahui bahwa

mengambilnya itu diharamkan. Jika mengambil sesuatu yang telah

dibuang maka hukumnya muba>h dengan syarat si pengambil

mengetahui bahwa pemiliknya telah membuang benda tersebut dan

yakin bahwa si pemilik akan ridho jika ia mengambil barang yang

telah dibuang oleh si pemilik.45

Dalam putusannya aparat penegak hukum melihat bahwa

sistem peradilan pidana anak yang dilakukan dengan mengadili anak

oleh badan-badan peradilan anak tidak mengutamakan pidananya saja

tetapi juga ikut serta memikirkan bagaimana tindak lanjutnya bagi

kesejahteraan anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan demikian

putusan aparat penegak hukum untuk mengembalikan pelaku ARK

kepada orang tua dirasa lebih baik, karena pelaku sudah mendapatkan

sanksi untuk menjalani hukumannya di penjara selama masa

penyidikan. Hal ini dirasa oleh pihak kepolisian sudah cukup membuat

pelaku sadar atas kesalahannya. Aparat penegak hukum juga sudah

melihat bahwa korban sudah mencabut laporannya serta memaafkan

pelaku.

Pemaafan yang diberikan korban kepada pelaku merupakan

salah satu konsep restorative justice. Keputusan diskresi dari

kepolisian kepada pelaku juga merupakan suatu konsep restorative justice yang sesuai dengan sistem peradilan pidana anak.

Kesimpulan

Dalam hukum Islam pencurian yang dilakukan oleh ARK

merupakan pencurian ringan. Kategori jari>mah yang dilakukan oleh

ARK juga merupakan jari>mah ta‘zi>r karena barang curiannya tidak

mencapai nis}a>b.

Perbuatan pencurian yang dilakukan oleh ARK karena ingin

memiliki barang tersebut dan dijual kembali agar bisa mendapatkan

uang, menyebabkan terdakwa harus berurusan dengan aparat penegak

hukum. Adanya mediasi antara keluarga kedua belah pihak (terdakwa/

pelaku dan korban) dan adanya maaf dari korban maka pelaku/

terdakwa dapat dibebaskan dan dikembalikan kepada orang tuanya.

45‘Abdul Abdul Qa>dir ‘Audah, at-Tashri>’ al-Jina>’i> al-Isla>mī, 589.

Page 144: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

122

Dalam hal ini pelaku/ terdakwa berjanji untuk mengembalikan

barang curiannya yang sudah ia jual kepada tetangganya. Pelaku sudah

mengakui kesalahannya dan merasa malu kepada teman-temannya

terkhusus kepada korban karena telah mencuri barang korban.

Pemaafan yang diberikan dari korban kepada pelaku

menghapuskan hukuman ta‘zi>r yang ditetapkan oleh aparat penegak

hukum. Pemberian maaf dari korban merupakan salah satu konsep

restorative justice yang sesuai dengan sistem peradilan anak.

C. Kasus Penipuan dan Penggelapan

Secara yuridis, suatu hubungan hukum yang dilakukan

seseorang dengan orang lain yang semula sangat bersifat keperdataan

(individual contract), seringkali dapat berkembang menjadi problem

yang kompleks karena mengandung aspek yuridis lain, misalnya

dimensi kepidanaan. Perjanjian atau hubungan hutang piutang yang

dilakukan antara dua orang ketika realisasi dari perjanjian atau

hubungan hukum hutang piutang tersebut tidak sesuai rencana semula

atau terjadi "pengkhianatan" di antara mereka, seringkali berubah

menjadi kasus-kasus pidana sebagai penipuan, penggelapan, dan

sebagainya. Jika sudah demikian, maka pengetahuan dan kehati-hatian

tentang aspek-aspek hukum dalam suatu tindakan hukum menjadi

sangat penting untuk dipahami oleh setiap manusia sebagai subyek

hukum.46

Islam melarang dan mengharamkan seluruh bentuk penipuan

baik dalam jual beli maupun dalam seluruh macam muamalat

(hubungan antara individu). Dalam hukum Islam kontrak perjanjian

(akad) dalam penipuan adalah fa>sid (rusak). Penipuan dipandang

sebagai moral yang salah dan tidak terpuji. Kejujuran dan i’tikad baik

dalam setiap transaksi antar individu juga ditekankan dalam Al-Qur’an

dan Sunnah.47

46M. Abdul Kholiq, ‚Tinjauan Yuridis Tentang Perbedaan Wan Prestasi,

Penipuan, Penggelapan‛, http://pkbh.uii.ac.id/analisa-hukum/analisa-

hukum/tinjauan-yuridis-tentang-perbedaan-wan-prestasi-penipuan-dan-

penggelapan.html Terbit online 23 Januari 2011 (Diakses pada 1 Februari 2014). 47Yu>suf al-Qard}a>wi>, The Lawful and The Prohibited in Islam (London: al-

Bīr Foundation, 2003), 239.

‚Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu

Page 145: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

123

Perbuatan menipu dapat mengakibatkan hilangnya rasa

kepercayaan di antara masyarakat dan rasa tolong menolong pun akan

lenyap. Tolong menolong adalah faktor terpenting bagi

terselenggaranya hubungan muamalah yang sehat. Dibawah ini adalah

salah satu kasus penipuan dan penggelapan suatu barang yang

dilakukan oleh anak di bawah umur.

Kronologi Peristiwa

Dalam kasus ini bahwa terdakwa RAR pada hari Rabu tanggal

6 Februari 2013 sekitar pukul 07.30 WIB atau setidak-tidaknya dalam

waktu lain pada bulan Februari 2013 bertempat di Kp. Baru kaum

Desa/Kec. Cileungsi Kab. Bogor ‚melakukan tindak pidana penipuan

dan penggelapan sebuah sepeda motor temannya untuk dijual dan

uangnya digunakan terdakwa untuk kebutuhannya‛. Perbuatan

tersebut dilakukan terdakwa sebagai berikut :

Peristiwa penipuan dan penggelapan sepeda motor bermula dari

profesi terdakwa yang sehari-hari sebagai montir Elektronik (Service

HP Free lane). Pada hari Rabu 6 Februari 2013 sekitar pukul 07.30

WIB terdakwa mendatangi rumah temannya yang bernama BNA yang

bermaksud menservice HP ber-merk Nokia type 5130. Untuk

memperbaiki HP tersebut membutuhkan onderdil dan onderdilnya

berada di Counter miliknya di Plaza Cibubur. Plaza Cibubur dengan

rumah korban BNA sangat jauh, oleh karena itu terdakwa berpura-pura

meminjam sepeda motor merek Yamaha Jupiter milik temannya untuk

mengambil onderdil di Plaza Cibubur. Terdakwa menjual sepeda motor

milik korban melalui bantuan seorang temannya BR dan berhasil

menjual kedua barang tersebut seharga Rp.1.600.000- dan sebuah

Handphone seharga Rp. 150.000.-

Perbuatan terdakwa membawa sebuah sepeda motor untuk

pergi ke Plaza Cibubur dengan tujuan mengambil onderdil handphone

yang akan diservice memiliki izin dari pemilik tetapi kedua barang

tersebut disalahgunakan oleh terdakwa dengan dijual kembali dan

uangnya digunakan untuk keperluan pelaku tanpa seizin korban.

kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang

lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.‛

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam

bersabda: ل غشرا فهيلس يرا ي الح فهيلس يرا م عهيلا انسن ل ح ي

‚Barangsiapa yang mengarah senjata kepada kami maka dia bukan dari golongan

kami. Dan barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.‛ (HR.

Muslim no. 101).

Page 146: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

124

Korban mengalami kerugian berupa satu unit Sepeda Motor dan

sebuah Handphone.

Perbuatan terdakwa diancam Pasal 378 dan 372 KUHP serta

Pasal 26 ayat (1) UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.48

Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa saat melakukan tindak pidana terdakwa

masih merupakan anak dibawah umur yaitu tepatnya berusia 15 tahun.

Dalam melakukan tindak pidana, kategori umur 15 tahun masuk ke

dalam kategori peradilan anak karena masih di bawah umur 18 tahun.

Perbuatan yang dilakukan oleh anak belum dapat

dipertanggungjawabkan sepenuhnya atas pidana yang dilakukan

karena anak sebagai pelaku tindak pidana bukanlah sebagai pelaku

murni akan tetapi anak sebagai pelaku juga korban. Dalam hal ini anak

sebagai korban salah pergaulan dan kurangnya pendidikan terhadap

diri terdakwa.

Kondisi ekonomi keluarga terdakwa tergolong keluarga yang

cukup mampu dan kedua orangtua terdakwa mempunyai pekerjaan

masing-masing. Ayah terdakwa bekerja sebagai penyedia jasa jual beli

kendaraan bermotor/ mobil, sedangkan Ibu terdakwa sebagai pengelola

salon dan sekaligus pemilik salon kecantikan di kawasan Cileungsi-

Cibubur.

Terdakwa hanya mengikuti pendidikan formil sampai kelas III

MTs dan tidak melanjutkan ke SLTA dikarenakan terdakwa lebih suka

menggeluti dan menggandrungi tekhnik elektronik terutama tehnik

electronik telepon genggam/ seluler. Hal ini menunjukkan bahwa anak

mendapatkan pergaulan yang salah karena kurangnya pendidikan yang

didapatnya. Anak pelaku tindak pidana haruslah dilindungi hak-

haknya, haruslah dipulihkan menjadi anak bangsa yang memiliki masa

depan sebagai harapan bangsa.

Menimbang, bahwa adanya keterangan dari orang tua kandung

terdakwa bahwa orang tua terdakwa masih mampu mendidik dan

membimbing anak dan akan menyekolahkan terdakwa ke jenjang SMK

sesuai dengan keinginan terdakwa apabila permasalahan hukumnya

48Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh petugas PK

BapasKelas II Bogor, No Register 11/Lit.PN/II/2013 memenuhi surat permintaan

dari Kepolisian Sektor Cileungsi Kab. Bogor No. B/22/II/2013/ Reskrim 20 Pebruari

2013.

Page 147: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

125

telah selesai. Terdakwa telah menyadari bahwa kesenangan dan

kegandrungannya terhadap tehnik electronik tanpa diikuti dengan

pendidikan formal menyebabkan terdakwa memilih teman yang salah

dan berhadapan dengan hukum.

Menimbang, bahwa adanya pengampunan/ pemaafan dari pihak

korban dan tidak adanya tuntutan yang memberatkan dari pihak

korban serta adanya perdamaian antara kedua belah pihak yang

diselesaikan dengan cara kekeluargaan oleh pihak-pihak terkait dengan

tujuan pemulihan dan keadilan bagi pelaku, korban dan masyarakat.

Kesepakatan perdamaian tersebut terdapat pada klausul-klausul

sebagai berikut:

1. Bahwa korban telah memaafkan terdakwa dan bersedia

berdamai dengan diselesaikan secara kekeluargaan.

2. Bahwa terdakwa dan orang tua telah meminta maaf kepada

korban, dan sebaliknya korban telah memafkan perbuatan

terdakwa.

3. Bahwa korban berharap terdakwa tidak mengulangi

perbuatannya lagi.

4. Bahwa orangtua terdakwa berjanji mampu untuk menjaga dan

membina terdakwa untuk tidak melakukan pelanggaran hukum

lagi.

Menimbang, bahwa lebih lanjut ada beberapa hal yang

meringankan bagi terdakwa, yaitu:

1. Terdakwa bersikap sopan, mengaku terus terang dan menyesali

perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

2. Terdakwa masih muda dan besar harapan dapat memperbaiki

dirinya demi masa depan yang lebih baik.

3. Terdakwa dan orangtua terdakwa telah meminta maaf kepada

korban dan keduanya telah saling bermaafan.

4. Bahwa terdakwa baru pertama kali berhadapan dengan hukum

dan belum pernah berbuat yang meresahkan masyarakat

dilingkungan tersebut.

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan fakta hukum

tersebut di atas dihubungkan dengan dakwaan alternatif tersebut maka

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang di dukung oleh Sidang Team

Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Balai Pemasyarakatan Kelas II

Bogor pada hari Kamis tanggal 28 Februari 2013 merekomendasikan

Page 148: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

126

agar kepada terdakwa diberi putusan untuk dikembalikan kepada orang

tua.49

Putusan

1. Menyatakan terdakwa RAR terbukti secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana ‚Penipuan dan Penggelapan‛.

2. Menjatuhkan tindakan terhadap terdakwa dikembalikan kepada

orang tuanya dibawah pengawasan BAPAS Kelas II Bogor sampai

terdakwa dewasa.

Analisis Kasus

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana

atau kejahatan terhadap harta benda. Tindak pidana ini diatur dalam

pasal 378-395 bab XXV KUHP. Penipuan tidak menggunakan paksaan

akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi

orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.

Unsur-unsur penipuan pokok dalam pasal 378 KUHP dapat

dirumuskan menjadi: unsur- unsur objektif yang meliputi perbuatan

menggerakan atau membujuk, perbuatan yang bertujuan agar orang

lain menyerahkan suatu benda dengan tipu muslihat dan rangkaian

kebohongan dan unsur- unsur subjektif dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum.

Adapun penggelapan diatur pada pasal 372 KUHP.

Penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain

dimana penguasaan barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan

itu terjadi secara sah. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang

atau uang yang ada dalam penguasaannya yang mana barang/uang

tersebut milik orang lain. Jika dilihat dari obyek dan tujuannya,

penipuan lebih luas daripada penggelapan. Jika penggelapan terbatas

pada uang atau barang, penipuan termasuk juga untuk memberikan

hutang maupun menghapuskan hutang..50

49Hasil Kesimpulan dan Rekomendasi Penelitian yang dilakukan oleh PK

Bapas Kelas II Bogor. 50 Isi pasal 372 dan 378 KUHP:

- Pasal 372 Penggelapan ‚Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum

memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang

lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena

penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda

paling banyak sembilan ratus rupiah.‛

Page 149: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

127

Akad/ perjanjian yang terjadi antara pelaku dan korban

merupakan akad yang sah dimana diantara keduanya terdapat kontrak /

ijab qabul yang disetujui oleh keduanya.51

Dalam hal ini pelaku telah

menyalahgunakan perjanjian yang telah disepakatinya dengan

melakukan penipuan.

Kategori penipuan merupakan jari>mah ta‘zi>r yang

menyinggung hak adami (individu).52

Oleh karena itu ta‘zi>r didasarkan

pada pertimbangan kemaslahatan dengan tetap mengacu kepada

prinsip keadilan masyarakat.

Dalam kasus ini pelaku tindak pidana (terdakwa) adalah teman

korban dan keduanya sudah saling mengenal. Dengan demikian hakim

anak sebelum menjatuhkan hukuman telah memperhatikan Laporan

Hasil Penelitian Kemasyarakatan atas nama terdakwa. Hakim juga

telah mempertimbangkan kondisi orangtua terdakwa yang pada

pokoknya orangtua terdakwa masih mampu mendidik dan

membimbing anak dengan kondisi ekonomi yang cukup mampu untuk

menyekolahkan terdakwa.

Dengan demikian hakim memberikan kesempatan kepada

korban, orang tua korban, pelaku (terdakwa) dan orang tua terdakwa

untuk melakukan forum mediasi untuk mencapai suatu kesepakatan

dan menjadikan hukuman penjara adalah hukuman terakhir dan

bukanlah hukuman utama. Kesepakatan perdamaian bertujuan untuk

pemulihan dan keadilan bagi pelaku, korban dan masyarakat dengan

pokok kesepakatan bahwa terdakwa dan orang tua telah meminta maaf

kepada korban, dan sebaliknya korban telah memafkan perbuatan

terdakwa. Korban berharap terdakwa tidak mengulangi perbuatannya

- Pasal 378 Penipuan ‚Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau

martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau

supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan

dengan pidana penjara paling lama empat tahun.‛ 51Secara etimologi akad (al-aqd) berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan (al-ittifaq). Ikatan antara dua perkara baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara

maknawi dari satu segi maupun dari dua segi. Adapun al-ahd secara etimologis

berarti masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian. Secara terminology

akad merupakan perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan

syara; yang berdampak pada objeknya. Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, jilid 4, 2919.

52Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh , 5301.

Page 150: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

128

lagi dan orangtua terdakwa berjanji mampu untuk menjaga dan

membina terdakwa untuk tidak melakukan pelanggaran hukum lagi.

Perbuatan terdakwa menipu dan menggelapkan barang milik

orang lain yang dilakukan terdakwa semata-mata karena terdakwa

ingin membantu temannya yang mengalami kesulitan ekonomi. Hal ini

berkaitan dengan sifat dan kepribadian terdakwa serta rasa sosial dan

setia kawan yang tinggi, namun belum dapat mempertimbangkan

dampak dari perbuatannya. Perbuatan terdakwa dengan menolong

temannya bisa dianggap suatu kebaikan apabila dengan cara yang baik.

Allah selalu memerintahkan agar manusia tolong menolong dalam

ketaatan dan ketakwaan dan bukan menolong dalam kejahatan.

Dengan proses musyawarah/ mediasi yang berlangsung antara

pelaku dan korban. Pelaku sudah mengakui kesalahannya dan berjanji

mengembalikan motor yang telah dijualnya dan juga mengembalikan

Hp milik korban yang telah dijualnya dengan perjanjian tertulis diatas

materai. Pelaku dijatuhi putusan agar dikembalikan kepada orang tua

dibawah pengawasan Polisi dan Bapas dan wajib untuk melaporkan

kegiatannya serta perkembangan perubahan dirinya kepada Bapas.

Kesimpulan

Penipuan yang dilakukan oleh terdakwa termasuk kategori

jari>mah ta‘zi>r. Perbuatan pelaku/ terdakwa yang melakukan tindak

pidana penipuan dan penggelapan barang korban telah menimbulkan

kerugian terhadap korban. Perbuatan terdakwa yang ingin menolong

temannya dengan cara yang salah menyebabkan terdakwa harus

berurusan dengan para penegak hukum.

Dengan adanya proses mediasi yang dilakukan antara korban

dan terdakwa yang menghasilkan suatu kesepakatan bahwa terdakwa

dan orang tua terdakwa berjanji akan mengembalikan barang-barang

korban yang telah dijualnya, maka korban memaafkan terdakwa,

disamping itu terdakwa dan korban sudah saling mengenal.

D. Kasus Asusila/ Persetubuhan

Perilaku generasi muda yang semakin banyak melanggar etika

dan kurangnya moral serta kurangnya pendidikan agama harus menjadi

perhatian serius bagi kita semua. Perbuatan persetubuhan yang

dilakukan antara pasangan yang belum menikah merupakan salah satu

perbuatan asusila yang layak dijauhi. Berita tentang tindak pidana

persetubuhan anak di bawah umur yang banyak kita jumpai di media

Page 151: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

129

televisi maupun media cetak baik yang dilakukan secara terpaksa

maupun atas dasar suka sama suka disebabkan oleh pergaulan bebas

yang berkembang dan sangat memprihatinkan disekitar kita.

Dibawah ini adalah kasus tindak pidana asusila (persetubuhan)

yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang sudah pernah melakukan

proses mediasi namun tidak berhasil dan dilanjutkan ke proses

peadilan.

Kronologi Peristiwa

Dalam kasus ini bahwa terdakwa SYH pada hari Sabtu tanggal

23 Februari 2013 pergi menjemput korban AK di sekolahnya. Setelah

Terdakwa dan korban pergi kerumah teman korban di daerah Bekasi

yang berdekatan dengan rumah terdakwa. Korban diajak oleh terdakwa

untuk bermain di rumahnya. Pada saat dirumah terdakwa, terdakwa

dan korban menonton TV diruang tamu sambil mengobrol. Tidak

berapa lama terdakwa mencium kening korban, saat dicium keningnya

korban diam saja, kemudian terdakwa langsung mencium pipi korban

dan bibir korban, karena tidak ada perlawanan dari korban maka

terdakwa mengajak korban untuk melakukan persetubuhan.

Pada pertengahan bulan Mei 2013 terdakwa menjemput korban

di gang tempat mereka biasa bertemu. Pada hari itu korban sedang

tidak masuk sekolah, kemudian terdakwa membawa korban

kerumahnya. Korban bercerita kepada terdakwa bahwa orang tua

korban tidak setuju dengan hubungan mereka. Terdakwa memeluk

korban untuk menenangkan hati korban dan mengajak korban untuk

kembali melakukan persetubuhan.

Pada bulan Juni 2013 ketika korban bermain kerumah

terdakwa, korban bercerita bahwa korban positif hamil karena sudah

tidak menstruasi sejak bulan Maret 2013. Pada bulan Juli, datang

orang tua korban kerumah terdakwa untuk meminta pertanggung

jawaban terdakwa karena korban telah hamil 7 bulan atas perbuatan

terdakwa. Pada hari Jum’at tanggal 26 Juli 2013 terdakwa menikahi

korban di KUA Pabayuran dengan dihadiri oleh keluarga inti pelaku

dan keluarga inti korban, ketua RT setempat dan petugas KUA.

Setelah menikah terdakwa dan korban mengontrak rumah di

dekat rumah orang tua korban, namun karena tidak ada biaya lagi

terdakwa mengajak korban untuk tinggal dirumah terdakwa. Hal ini

tidak disetujui oleh orang tua korban, sehingga akhirnya terdakwa

Page 152: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

130

kembali ke rumah orang tuanya dan korban tinggal bersama orang

tuanya di Karawang.

Pada pertengahan bulan Agustus terdakwa dipanggil oleh

Komnas Anak untuk dimintai keterangan atas perbuatannya kepada

korban. Terdakwa sudah menjelaskan bahwa terdakwa sudah berusaha

untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dengan menikahi korban.

Pihak Komnas Anak menyarankan kepada orang tua terdakwa dan

orang tua korban untuk mengadakan mediasi.

Pada tanggal 8 Oktober 2013 datang 4 orang petugas dari

Polresta kerumah terdakwa, terdakwa saat itu tidak berada dirumah,

petugas Polresta memberitahukan kepada orang tua terdakwa agar

terdakwa datang ke Kantor Polisi Polres Kota Bekasi. Pada tanggal 10

Oktober 2013 terdakwa datang untuk dimintai keterangan dan

diperiksa lebih lanjut.

Terdakwa dan korban sudah berpacaran sejak bulan Februari

2013, persetubuhan yang dilakukan keduanya di dasari atas suka sama

suka. Terdakwa dan korban melakukan persetubuhan sebanyak 3 kali

pada bulan Februari, Mei dan Juni 2013 sehingga mengakibatkan

korban hamil 7 bulan (keterangan kehamilan berdasarkan hasil USG Bidan).

Terdakwa diduga melakukan tindak pidana Persetubuhan

sebagaimana dimaksud Pasal 81 UU RI No. 23 Th 2002 dan Pasal 26

ayat (1) UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.53

Pertimbangan Hukum

Berdasarkan dari data yang berhasi dihimpun dan dianalisa

dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa saat melakukan tindak pidana

terdakwa masih merupakan anak dibawah umur yaitu tepatnya berusia

17 tahun. Terdakwa merupakan anak sulung dari dua bersaudara yang

dibesarkan dalam kondisi ekonomi yang kurang sehingga kedua orang

tua terdakwa sangat sibuk dan jarang berada dirumah. Hal ini

menyebabkan terdakwa kurang perhatian dan pengawasan dari orang

tua dan tidak adanya didikan agama pada diri terdakwa.

Menimbang, tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

dilatarbelakangi atas dasar suka sama suka antara terdakwa dan korban

dan tidak ada paksaan (pemerkosaan) terhadap korban. Terdakwa

53Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh petugas PK

BapasKelas II Bogor, No Register 17/Lit.PN/X/2013 memenuhi surat permintaan

dari Kepolisian Resor Kota Bekasi No. B/960/X/2013/ Resta BKS 16 Oktober 2013.

Page 153: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

131

mengakui bahwa ketika terdakwa melakukan persetubuhan terhadap

korban karena terdakwa merasa sayang kepada korban.

Menimbang, bahwa terdakwa baru pertama kali menjalani

proses hukum dan terdakwa sudah berusaha bertanggung jawab

terhadap korban dengan menikahi korban dan terdakwa berjanji akan

merubah prilaku terdakwa dan sangat menyesali perbuatannya dan

berjanji akan memperhatikan korban sebagai istrinya dan bertanggung

jawab penuh terhadap korban dan anak-anaknya kelak.

Menimbang, bahwa berdasarkan data diatas maka diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa terdakwa masih mempunyai kedua orang tua yang utuh

untuk mengarahkan terdakwa ke jalan yang benar.

2. Bahwa terdakwa mengaku sangat menyesali perbuatannya dan

berjanji tidak akan mengulangi pelanggaran hukum.

3. Masyarakat setempat masih memberikan tanggapan yang

positif terhadap diri terdakwa. Terdakwa selalu berperilaku

baik kepada tetangga dan tidak pernah berbuat sesuatu yang

meresahkan.

4. Bahwa orangtua terdakwa berjanji mampu untuk menjaga dan

membina terdakwa untuk tidak melakukan pelanggaran hukum

lagi.

Menimbang, bahwa lebih lanjut ada beberapa hal yang

meringankan bagi terdakwa, yaitu:

1. Terdakwa bersikap sopan, mengaku terus terang dan menyesali

perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

2. Terdakwa masih muda dan besar harapan dapat memperbaiki

dirinya demi masa depan yang lebih baik.

3. Terdakwa dan orangtua terdakwa telah meminta maaf kepada

korban dan bertanggung jawab atas semua kesalahan terdakwa.

4. Bahwa terdakwa tidak pernah berbuat yang meresahkan

masyarakat dan perilakunya dinilai baik dan sopan oleh

masyarakat setempat.

Hal yang memberatkan terdakwa adalah orang tua korban tidak

mau memaafkan terdakwa. Orang tua terdakwa sudah beberapa kali

menemui orang tua korban dengan maksud musyawarah namun

pembicaraan tidak mempunyai titik temu.

Page 154: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

132

Menimbang, bahwa dengan memperhatikan fakta hukum

tersebut di atas dihubungkan dengan dakwaan alternatif tersebut maka

Pembimbing Kemasyarakatan (PK) merekomendasikan agar kepada

terdakwa diberi putusan ‚Pidana Penjara seringan-ringannya‛ mengacu

pada pasal 26 ayat 1 UU No 3 Th 1997 tentang Pengadilan Anak dan

UU RI No 23 Th 2002 tentang Perlindungan Anak sehingga terdakwa

dapat kembali bekerja dan menjadi warga Negara yang baik

dikemudian hari.54

Tuntutan Jaksa

Terdakwa dituntut pidana penjara 3 tahun dan denda

Rp60.000.000,- yang kemudian pidana denda diganti menjadi wajib

bekerja di Dinas Sosial selama 60 hari (3 jam setiap harinya).

Putusan

1. Menyatakan terdakwa SYH terbukti secara sah dan menyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan.

2. Menjatuhkan tindakan pidana penjara selama 2 tahun dan denda

Rp40.000.000,- yang kemudian pidana denda diganti menjadi wajib

bekerja di Dinas Sosial selama 40 hari (2 jam setiap harinya).55

Analisis Kasus

Di dalam KUHP diatur berbagai jenis tindak pidana atau delik,

termasuk diantaranya delik kesusilaan namun KUHP tidak mengatur

secara eksplisit tentang tindak pidana/ kejahatan kesusilaan, melainkan

hanya mengatur tentang kejahatan terhadap kesusilaan. KUHP

membagi delik kesusilaan menjadi dua kelompok tindak pidana

yaitu:kejahatan kesusilaan yang diatur dalam Bab XIV Buku II dan

pelanggaran kesusilaan yang diatur dalam Bab IV Buku III. Delik-delik

yang termasuk kejahatan kesusilaan diatur pada Pasal 281 sampai

dengan Pasal 303 KUHP. Adapun delik-delik yang termasuk

pelanggaran kesusilaan diatur dalam Pasal 532 sampai dengan Pasal

547.

Di dalam Pasal 27 BW, seseorang dianggap oleh hukum telah

melakukan perzinaan apabila bersetubuh dengan orang lain selain isteri

54 Hasil Kesimpulan dan Rekomendasi Penelitian yang dilakukan oleh PK

Bapas Kelas II Bogor. 55 Penulis mengikuti sidang anak di Pengadilan Negeri Bekasi pada 11

Desember 2013.

Page 155: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

133

atau suaminya sendiri (berlaku asas monogami), sedangkan hubungan

seksual di luar suatu pernikahan antara dua orang yang masih berstatus

lajang sama sekali bukan merupakan tindakan perzinaan.56

Jika hukum

ini digunakan di Indonesia jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan masyarakat Indonesia yang religius dan mayoritas beragama

Islam.

Dalam hukum Islam kasus asusila/ persetubuhan disebut

dengan zina yang berarti fahishah (tindakan yang tidak terpuji). Zina

dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang

lelaki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat

dalam hubungan perkawinan, melakukan hubungan yang dinyatakan

haram bukan karena syubhat dan atas dasar syahwat.57

Menurut Jumhur Ulama> pelaku zina yang dapat dikenai sanksi

h}ad dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu: yang sudah menikah

disebut juga muh}s}an /muh}s}anah dan yang belum menikah disebut

dengan goiru muh}s}an /muh}s}anah. Hukuman bagi pelaku zina yang

belum menikah di dasarkan pada ayat al-Qur’an surat An-Nu>r ayat 2:58

Adapun bagi orang yang sudah menikah (muh}s}an /muh}s}anah)

hukumannya adalah rajam59. Hukuman ini disandarkan pada sunah

56Laila Mulasari, ‚Kebijakan Formulasi Tentang Tindak Pidana Kesusilaan

Di Dunia Maya Dalam Perspektif Hukum Islam‛, Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 41 No 1 (Januari 2012), 103.

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/4165 (Diakses pada 28

Januari 2014). 57Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, 37. 58‚Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-

tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman‛

59Menurut para ahli hukum Islam rajam adalah dilempari batu sampai mati.

Page 156: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

134

Nabi SAW ketika beliau merajam seorang laki-laki bernama Maiz

yang telah berbuat zina dan hal ini disaksikan oleh para sahabat lalu

disyariatkan.60

Hukuman h}ad pada zina lebih berat dibanding dengan jari>mah h}udu>d lainnya karena zina merupakan dosa besar.

61 Seseorang dapat

dikenai hukuman h}ad zina dengan beberapa syarat, diantaranya:

a. orang yang melakukan zina haruslah dewasa, bagi anak-anak yang

belum dewasa maka tidak wajib baginya h}ad zina menurut

kesepakatan ulama;

b. orang yang berzina haruslah orang berakal, dan tidak wajib dikenai

h}ad zina bagi orang gila;

c. orang yang berzina haruslah orang Islam. Dalam hal ini beberapa

ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Malikiyah, orang yang

60

سة قال جاء ياعص ل أبي سيل ت ع ل أبي سه س ع ل ع د بل ر ل يح او ع ر ع انل أبي شيلبت حدرثا عبرا بل س بل حدرثا أب بكل

ل ثىر قال إني سض ع ل ثىر قال إني قدل شيلج فأعل سض ع سهرى فقال إني شيلج فأعل عهيل يانك إنى انربين صهرى هللار بل

ا أصابخل انلحجازة ر جى فه ل يسل أ اث فأيس ب بع يسر ل حخرى أقسر أزل سض ع ل ثىر قال قدل شيلج فأعل سض ع شيلج فأعل

يسرخل انلحجازة سهرى فساز حي عهيل م فضسب فصسع فركس نهربين صهرى هللار ي ج نحل خد فهقي زجم بيد بس يشل أ ل

خ فقال فالر حسكل

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah

menceritakan kepada kami Abbad bin Al Awwam dari Muhammad bin Amru dari

Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata; "Maiz bin Malik datang menemui Nabi

shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah aku telah berzina.' Akan

tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengacuhkannya. Lalu ia berkata

kembali, "Aku telah berzina." Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun

mengacuhkannya. Kemudian ia berkata lagi, "Aku telah berzina." Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam tetap mengacuhkannya. Lalu ia berkata kembali, "Aku

telah berzina." Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tetap tidak

memperdulikannya sampai ia mengikrarkan perihal tersebut sebanyak empat kali.

Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar ia dihukum rajam.

Di saat tubuhnya terkena lemparan batu, ia pun melarikan diri karena kesakitan.

Kemudian bertemu dengan seorang yang membawa tulang rahang unta di tangannya,

laki-laki ini akhirnya memukul Maiz sampai pingsan. Perihal larinya Maiz saat

terkena lemparan batu itu diceritakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,

lalu beliau bersabda: "Tidakkah sebaiknya kalian membiarkannya?" (Hadist Ibnu

Majjah:2544) 61 Dalam surat Al-Isra> ayat 32 dijelaskan bahwa perbuatan zina merupakan

perbuatan yang keji dan merupakan dosa besar.

‚Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan

yang keji. dan suatu jalan yang buruk.‛

Page 157: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

135

dikenai h}ad zina adalah orang Islam, karena berzina dengan orang

kafir dinamakan juga zina shubhat dan tidak menjadi

disyariatkannya h}ad zina. Menurut Jumhur Ulama orang kafir yang

melakukan zina juga wajib dikenai h}ad tetapi tidak dikenai

hukuman rajam hanya dikenai hukuman dera (cambuk) saja;

d. orang yang melakukan zina dikenai h}ad zina apabila

mengerjakannya bukan karena unsur paksaan;

e. orang yang diajak melakukan berzina (baik laki-laki atau

perempuannya) haruslah sudah dewasa, apabila berzina dengan

anak kecil maka tidak dikenai h}ad zina.62

Sanksi terhadap pelaku zina demikian berat mengingat dampak

negatif yang ditimbulkan akibat perbuatan zina baik terhadap diri

sendiri, keluarga dan masyarakat. Di antara dampak negatif melakukan

zina, antara lain sebagai berikut:

a. dapat terinfeksi penyakit kelamin seperti HIV / AIDS, penyakit

gonorchoo atau siphilis, penyakit tersebut berjangkit melalui

hubungan kelamin; b. perbuatan zina menjadikan seseorang enggan melakukan

pernikahan sehingga dampak negatif akibat keengganan seseorang

untuk menikah cukup kompleks baik terhadap kondisi mental

maupun fisik seseorang;

c. keharmonisan hubungan keluarga sebagai suami isteri berkurang

lantaran salah satu pihak yaitu suami atau isteri telah mengadakan

hubungan lawan jenis yang bukan suami/ istrinya yang sah.63

Dalam Undang-undang sistem peradilan anak, apabila seorang

anak melakukan tindakan persetubuhan dengan seseorang yang juga

masih dibawah umur maka pasal yang disangkakan terhadap tersangka

anak adalah pasal 81 ayat (2) UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya paling sedikit 3 tahun dan

paling lama 15 tahun.64

Dalam putusannya aparat penegak hukum

62Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adilatuh, jilid 7, 5360-5361. 63Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, 51. 64Pasal 81 UU Perlindungan Anak berbunyi sebagai berikut:

‚(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Page 158: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

136

memperhatikan bahwa tersangka masih dibawah umur menurut

batasan umur dalam Undang-Undang Peradilan Anak, maka penegak

hukum memperhatikan UU RI No. 11 tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Anak.

Dalam kasus ini terdakwa SYH melakukan tindak pidana

Persetubuhan terhadap AK yang didasarkan atas suka sama suka. Hal

ini menyebabkan perbuatan yang dilakukan oleh SYH bermasalah

dengan hukum. Dalam kasus ini SYH dituntut oleh jaksa penuntut

dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda wajib Rp60.000.000,-

Kasus persetubuhan yang dilakukan SYH meskipun menurut

pengakuan SYH kasus itu dilakukan secara ‚suka sama suka‛ tapi ia

tetap dipidanakan. Demikian pula ketika kasus ini dibawa ke ranah

mediasi, keluaga korban menolak untuk berdamai. Keluarga pelaku

telah berulangkali meminta berdamai dengan keluarga korban, namun

keluarga korban tetap tidak mau memaafkan dengan alasan bahwa

pelaku tidak dapat bertanggung jawab.65

Dalam hal in SYH sudah

berusaha untuk bertanggung jawab dengan menikahi AK.

Dalam Hukum Islam kasus persetubuhan atau zina yang

dilakukan oleh SYH dan AK termasuk kategori goiru muh}s}an /muh}s}anah (belum menikah, masih berstatus lajang). Dalam kategori

bulu>gh, SYH dan HK termasuk orang yang sudah dewasa jika dilihat

dari syarat-syarat bulu>gh dalam Islam yaitu bisa menghamili wanita

(bagi laki-laki) dan bisa hamil (bagi perempuan).

Jika seorang bikr (perawan/ perjaka) melakukan zina maka

hukumannya adalah dengan di dera 100 kali (jild) dan diasingkan

(taghri>b). Hukuman jild merupakan hukuman yang ditetapkan

ukurannya dan bagi hakim tidak boleh untuk mengurangi atau

menambahkannya dengan sebab apapun. Dalam hukuman jild tidak

ada kompensasi pengganti hukum dan tidak ada pengampunan.

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap

orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.‛

Dengan adanya Undang-undang Perlindungan anak khususnya Pasal 81 maka dapat

dikatakan bahwa Pasal 287 KUHP sudah tidak dapat diterapkan lagi bagi pelaku

persetubuhan yang dilakukan terhadap anak, sebab dalam Pasal 81 Undang-undang

Perlindungan Anak telah diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana materiil

delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak. 65 Hasil wawancara dengan terdakwa di Pengadilan Negeri Bekasi 11

Desember 2013.

Page 159: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

137

Selain hukuman jild seorang pezina bikr juga dikenai hukuman

pengasingan, namun fuqaha> berbeda pendapat dalam kewajiban

melaksanakannya. Imam Abu Hanifah tidak mewajibkan hukuman

pengasingan tetapi membolehkan untuk menghukum dengan keduanya

(jild dan taghri>b). Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i dan Imam

Ahmad hukuman wajib bagi pezina bikr adalah menggabungkan

hukuman jild dan pengasingan (taghri>b) karena pengasingan (taghri>b) merupakan hukuman had seperti jild. Menurut ‘Abdul Qadir ‘Audah

pengasingan (taghri>b) termasuk hukuman h}ad seperti jild.66 Menurut mazhab Hanafiyah, hukuman taghri>b (diasingkan) dan

jild (dera) tidak bisa dilakukan dalam satu hukuman. Menurut Imam

Hanafi taghri>b bukanlah h}ad, namun jika menurut Imam/ hakim

taghri>b mendatangkan kebaikan, boleh dilakukan. Menurut mazhab

Syafi’i>yah dan Hanabilah, membolehkan untuk menggabungkan

hukuman jild dan taghri>b dalam satu hukuman. Menurut Malikiyah

bagi laki-laki hukuman taghri>b atau dimasukkan ke dalam penjara

selama 1 tahun, sedangkan bagi perempuan tidak wajib baginya

hukuman taghri>b.67

Dalam hal ini hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara

dan wajib kerja di Dinas Sosial selama 40 hari setelah keluar dari

penjara kepada pelaku. Hukuman yang diterima oleh terdakwa adalah

hukuman ta‘zi>r yang bersifat penjara (h}abs). Maksud dari h}abs disini

adalah menahan pelaku tindak pidana dan mencegahnya dari perbuatan

maksiat terhadap Allah.68

Pidana penjara merupakan suatu pidana yang berupa

pembatasan kebebasan seseorang untuk bergerak dengan mewajibkan

orang tersebut untuk menaati peraturan tata tertib yang berlaku.

Dengan dibatasinya kebebasan bergerak, jelas pidana penjara membuat

SYH tidak dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai Kepala

Keluarga dan tidak dapat menafkahi kebutuhan isteri dan anak-

anaknya.

Dengan demikian dalam penjatuhan pidana terhadap SYH

terdapat dua kepentingan yang bertentangan yakni kepentingan

Negara untuk menjalankan hukum dan menghukum orang-orang yang

melanggar hukum dan kepentingan korban dan anak korban yang akan

66‘Abdul Qadir ‘Audah, at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi>, 379-380. 67 Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adilatuh, 5363-5364. 68 Wahbah Zuhaili>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adilatuh, 5593.

Page 160: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

138

mengalami penderitaan apabila SYH menjalani pidana penjara karena

tidak dapat mencari nafkah dan tidak dapat menghidupi keluarganya.

Kesimpulan

Dalam persidangan telah menjadi alasan umum terdakwa

bahwa persetubuhan yang dilakukan terhadap korban atas dasar suka

sama suka. Apa yang mereka lakukan didasari kehendak dan kemauan

masing-masing meski terdakwa menyadari bahwa korban masihlah di

bawah umur dan belum layak untuk dikawini begitu juga dengan

pelaku yang belum cukup umur untuk melakukan pernikahan apabila

melihat Undang-undang RI No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

dimana bagi laki-laki harus berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun.

Hukuman yang diterima oleh terdakwa adalah hukuman ta‘zi>r yang bersifat penjara (h}abs) yaitu hukuman 2 tahun penjara dan wajib

kerja di Dinas Sosial selama 40 hari setelah keluar dari penjara kepada

pelaku. Putusan majelis hakim terhadap terdakwa di dalamnya juga

sedikit mengandung keadilan restoratif dengan dikurangi hukuman

atas tuntutan jaksa terhadap pelaku, dan mengganti hukuman denda

dengan wajib bekerja di dinas sosial.

E. Ringkasan Perbandingan Antar Kasus Pelaku Tindak Pidana Anak

Berikut adalah laporan singkat terhadap hasil penelitian

terhadap anak pelaku tindak pidana. Laporan ini diteliti berdasarkan

aspek kondisi pelaku, kondisi keluarga pelaku, kondisi lingkungan

pelaku, jenis tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, pasal yang

disangkakan terhadap pelaku, modus operandi pelaku, motivasi

pelakumelakukan tindak pidana, akibat yang ditimbulkan oleh

perbuatan pelaku, tuntutan keluarga korban, reaksi masyarakat atas

perbuatan pelaku, putusan aparat penegak hukum, pertimbangan dan

putusan yang dijatuhkan kepada pelaku. Hal ini dapat dilihat pada

matrik di bawah ini:

Page 161: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

139

Matrik 4: Ringkasan Perbandingan Antar Kasus Pelaku Tindak Pidana

Anak

Perihal Pelaku

Pembunuhan.

Pelaku Pencurian Pelaku Penipuan

dan Penggelapan

Pelaku Tindak

Asusila

Inisial Pelaku YI ARK RAR SYH

Umur Pelaku 8 tahun. 17 tahun. 16 tahun. 17 tahun.

Jenis Kelamin Laki-Laki. Laki-Laki. Laki-Laki. Laki-Laki

Kondisi Pelaku Tidak bersekolah,

dan sering

menghabiskan

waktunya di

warnet dan

mengamen

dijalanan.

Berhenti sekolah

saat duduk di

kelas 2 SMK

karena kurang

biaya sekolah

sebab ayah pelaku

menikah lagi dan

tidak bertanggung

jawab terhadap

anak-anaknya.

Pelaku bernah

bekerja di sebuah

warnet dengan

gaji Rp 500.000

per bulan untuk

tambahan biaya

sekolah.

Belakangan ini

pelaku berhenti

bekerja di warnet

dan menganggur.

Sudah tidak

bersekolah lagi

sejak berhenti di

kelas 3 SMP.

Pelaku

mendalami tehnik

Electronic Hand

Phone dan sempat

kursus

Operasional

Bongkar Pasang

Telepon Selular

di Jakarta.

Pada saat

melakukan tindak

pidana pelaku

masih duduk di

kelas II SMEA.

Kondisi

Keluarga

Tidak harmonis

(Kedua Orangtua

bercerai). Ibu

pelaku menikah

lagi. Ibu pelaku

bekerja mencari

nafkah sehingga

pelaku kurang

mendapat

perhatian dan

kasih sayang.

Tingkat sosial

ekonomi keluarga

sangat minim.

Kedua Orangtua

bercerai. Ibu

pelaku bekerja

sebagai pembantu

rumah tangga.

Tingkat sosial

ekonomi keluarga

sangat minim

untuk membiayai

2 orang anak,

sedangkan ayah

pelaku tidak ada

tanggung jawab.

Kedua Orangtua

utuh. Kondisi

ekonomi keluarga

pelaku tergolong

keluarga cukup

mampu dan kedua

orangtua pelaku

mempunyai

pekerjaan masing-

masing. Ayah

pelaku bekerja

sebagai penyedia

jasa jual beli

kendaraan

bermotor. Ibu

pelaku bekerja

Kedua Orangtua

utuh. Ayah pelaku

bekerja sebagai

sopir pada Toko

Furniture,

sedangkan ibunya

bekerja di kuwait

untuk membantu

memenuhi

kebutuhan sehari-

hari dan biaya

sekolah anak-

anaknya.

Page 162: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

140

sebagai pengelola

salon dan

sekaligus pemilik

salon kecantikan/

pengrias

pengantin.

Kondisi

Lingkungan

Penduduk

setempat

mayoritas adalah

pendatang serta

merupakan

keluarga dengan

kondisi ekonomi

menengah

kebawah.

Mata pencaharian

penduduk setempat

terdiri dari

berbagai usaha

seperti PNS,

karyawan swasta,

buruh serabutan,

usaha dagang, dll.

Sosial ekonomi

keluarga rata-rata

golongan

menengah

kebawah.

Penduduk

setempat

mayoritas adalah

pendatang dari

berbagai daerah

serta merupakan

keluarga dengan

kondisi ekonomi

menengah

kebawah.

Penghasilan

masyarakatnya

didapat dari

pekerjaan sebagai

karyawan,

wiraswasta dan

buruh.

Warga sekitar

rumah tinggal

orangtua pelaku

mayoritas bekerja

sebagai buruh

harian. Latar

belakang

pendidikan

masyarakat

setempat beragam

dari tingkat SD

sampai dengan

SLTA. Mayoritas

tamatan SLTP.

Jenis Tindak

Pidana

Pembunuhan. Pencurian. Penipuan dan

Penggelapan.

Tindakan Asusila.

Pasal yang

disangkakan

terhadap pelaku

Pasal 80 ayat 3

UU RI No 23 Th

2002 tentang

Perlindungan

Anak mengenai

kesengajaan

menghilangkan

nyawa orang lain.

Pasal 362 KUHP. Pasal 378 KUHP. Pasal 81 UU RI

No 23 Th 2002.

Modus

Operandi

YI yang berumur

8 tahun berkelahi

dengan NAK

yang berumur 6

tahun. YI

menyatakan

bahwa NAK

pernah berhutang

padanya sebesar

Rp 1.000 kepada

YI, ketika ditagih

NAK

menyanggah.

Dalam

ARK mengambil

HP milik

temannya yang

sedang tidur dan

menyimpan- nya

di lemari

pakaiannya.

Korban RIN tidak

mengetahui

bahwa Hpnya

telah dicuri oleh

terdakwa ARK.

Pelaku menjual

HP korban kepada

Korban meminta

tolong kepada

pelaku untuk

menservice Hp

pelaku.

Dikarenakan

pelaku harus

mengambil

onderdil di

Counter Plaza

Cibubur. Pelaku

berpura-pura

meminjam motor

korban. Sepeda

Pelaku berpacaran

dengan korban

sejak bulan

Februari 2013.

Atas dasar suka

sama suka pelaku

dan korban

melakukan

persetubuhan

dirumah pelaku

sebanyak 3 kali

pada bulan

Februari, Mei dan

Juni 2013

Page 163: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

141

perkelahian YI

mendorong NAK

ke danau galian

yang dalamnya

sekitar

80sentimeter dan

sempat

menenggelamkan

korban sehingga

menyebabkan

kematian korban.

tetangganya

seharga Rp

50.000,-. Pada

saat pelaku

menyetel lagu-

lagu di HP

pelaku, hal ini

didengar oleh

korban. Korban

merasa lagu-lagu

tersebut mirip

dengan lagu di

memory card

yang ada di HP

korban. Akhirnya

RIN (korban)

mengetahui

bahwa ARK

(pelaku) yang

telah mencuri HP

korban ketika

sedang tidur

dirumahnya.

motor yang

dipinjam pelaku

dari korban

dijualnya melalui

bantuan seorang

temannya. Pelaku

berhasil menjual

HP dan motor

korban. Pada saat

pelaku bermain di

sekitar SHC,

pelaku bertemu

dengan korban.

Pada saat

pertemuan pelaku

sempat cekcok

mulut dengan

korban dan

sempat dipukuli

korban. Pelaku

dijemput oleh

aparat kepolisian

untuk diamankan

dan diminta

keterangan

sehubungan

dengan adanya

laporan korban

atas kehilangan

sepeda motor dan

Hand Phonenya.

sehingga

mengakibatkan

korban hamil 7

bulan (keterangan kehamilan berdasarkan hasil USG bidan).

Motivasi

melakukan

tindak pidana

Menuntut hak

utang piutang dan

memberi

pelajaran

terhadap korban,

namun berujung

kematian.

Ingin memiliki

Handphone

tersebut untuk

dijual guna

dipakai pelaku

untuk jajan dan

ke warnet.

Ingin membantu

temannya yang

mengalami

kesusahan dan

membutuhkan

biaya. Hal ini

berkaitan dengan

sifat dan

kepribadian rasa

sosial serta setia

kawan yang

tinggi, namun

belum dapat

mempertimbangk

an dampak dari

perbuatannya.

Pelaku melakukan

hal tersebut

terhadap korban

atas dasar suka

sama suka.

Page 164: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

142

Akibat yang

ditimbulkan

oleh perbuatan

pelaku

Menyebabkan

kematian korban.

Pelaku harus

menghadapi

proses penyidikan

kepolisian.

Keluarga korban

merasa sedih dan

kecewa. Keluarga

pelaku sangat

menyesal atas

kejadian yang

menimpa pelaku

dan korban.

Pelaku ditahan di

Kepolisian

setempat.

Sebelum ditahan

pelaku sempat

dipukul oleh

teman-temannya

dan juga diarak

keliling kampung.

Orang tua pelaku

sangat merasa

malu dan susah

memikirkan

pelaku. Korban

merasa rugi

dengan

kehilangan

Handphone dan

merasa rugi

waktunya

dijadikan saksi

korban.

Pelaku menjalani

pemeriksaan dan

penahanan di

kepolisian

setempat. Pihak

keluarga merasa

sedih dan prihatin

atas tindakan

yang telah

dilakukan oleh

pelaku dan

merasa tidak

berdaya untuk

membinanya.

Korban

mengalami

kerugian berupa

satu buah motor

dan sebuah

Handphone.

Pelaku harus

menjalani

penahanan di

Rutan Polres Kota

Bekasi dan untuk

sementara waktu

tidak dapat

bekerja. Keluarga

pelaku malu

terhadap tetangga,

merasa sangat

sedih dan terpukul.

Korban merasa

malu terhadap

lingkungan sekitar

serta tidak dapat

melanjutkan

sekolah karena

telah hamil.

Tuntutan

Keluarga

Korban

Putusan hukum

diserahkan

kepada pihak

yang berwajib.

Korban meminta

agar Handphone

yang dicurinya

dapat

dikembalikan lagi

kepada korban.

Korban meminta

ganti rugi

terhadap pelaku.

Menyerahkan

kepada pihak yang

berwajib.

Reaksi

Masyarakat

Masyarakat

setempat

menyerahkan

semuanya kepada

pihak yang

berwajib.

Masyarakat

dilingkungan

TKP sempat

mendamaikan

kedua belah pihak

sebelum diurus ke

kantor kepolisian.

Masyarakat

setempat sudah

memaafkan

perbuatan pelaku

karena dinilai

bahwa pelaku

tidak pernah

berbuat yang

meresahkan

masyarakat

sebelumnya.

Hubungan

Masyarakat

menyesalkan atas

perbuatan pelaku

yang seharusnya

tidak perlu

dilakukan, karena

pelaku tergolong

keluarga yang

mampu dari segi

ekonomi.

Masyarakat

menyangka

bahwa hal ini

terjadi

kemungkinan

pengaruh

perasaan sosial

yang peka dan

solidaritas sesama

Masyarakat di

tempat tinggal

orang tua pelaku

menyatakan ikut

prihatin dengan

pelanggaran

hukum yang telah

dilakukan oleh

pelaku. Menurut

para tetangga di

lingkungan

tinggalnya, selama

ini perilaku pelaku

dinilai baik dan

sopan serta

menurut kepada

orangtua.

Page 165: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

143

masyarakat

setempat dengan

keluarganya

(Ibunya) biasa

saja.

teman yang tinggi

dengan tanpa

melihat dampak

akibat yang telah

diperbuatnya.

Hubungan

keluarga pelaku

juga sangat baik

terhadap

masyarakat

setempat. Ibu

pelaku saat

sebelum kejadian

sedang

dicalonkan

sebagai Kepala

Desa setempat

yang

pemilihannya

akan berlangsung

pada bulan

berikutnya.

Putusan Aparat

Penegak Hukum

Dibina dan

dibimbing di

Dinas Sosial.

Dikembalikan

kepada orangtua

dengan putusan

dikresi kepolisian.

Pembinaaan

mental dan

spiritual di Panti

Rehabilitasi

Sosial.

Menjatuhkan

hukuman terhadap

pelaku dengan

tindakan penjara

selama 2 tahun

dan bekerja di

Dinas Sosial

selama 40 hari 2

jam setiap harinya.

Pertimbangan

Putusan

Dengan

dilakukannya

sebuah mediasi

dan adanya

pemaafan dan

pengampunan

dari pihak korban,

maka keputusan

yang disepakati

antara kedua

belah pihak

adalah pelaku

dibina dan

dibimbing di

Dinas Sosial demi

kepentingan

Dengan adanya

maaf dari korban

terhadap pelaku

serta adanya

pencabutan

laporan dari

korban agar

permasalahan-nya

tidak dilanjutkan

ke persidangan.

Oleh karena itu

kepolisian

memberhentik-an

penyidikan dan

melepaskan

pelaku dari

Pihak korban

telah memaafkan

pelaku dan

bersedia untuk

berdamai dengan

diselesaikan

secara

kekeluargaan.

Pihak pelaku

bersedia

memberikan ganti

rugi kepada

korban.

Pelaku mengakui

kesalahannya dan

sangat menyesali

perbuatannya.

Pelaku bersikap

sopan di dalam

persidangan.

Tidak ada

tuntutan yang

memberatkan dari

masyarakat karena

pelaku tidak

pernah berbuat

yang meresahkan.

Oleh karena itu

Hakim

Page 166: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

144

terbaik bagi

pelaku. Hal ini

dikarenakan

pelaku adalah

anak dibawah

umur yaitu 8

tahun.

tahanan

kepolisian.

memberikan

peringanan hukum

dari tuntutan yang

diberikan oleh

jaksa yaitu pidana

penjara 3 tahun

dan bekerja di

Dinas Sosial 60

hari ( dengan 3

jam setiap

harinya).

Dari paparan data diatas maka dapat dijelaskan bahwa

partisipasi antara pelaku/ keluarga pelaku, korban/ keluarga korban

serta keikut sertaan masyarakat dalam memutuskan hukuman bagi

anak sangat diperlukan demi kepentingan terbaik bagi anak. Adanya

maaf dan pengampunan yang diberikan dari pihak korban kepada

pelaku merupakan prinsip restorative justice yang telah diupayakan

oleh aparat penegak hukum untuk mendamaikan kedua belah pihak.

Page 167: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

145

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian kasus pada bab-bab lalu tesis ini

berkesimpulan bahwa kebijakan aparat penegak hukum dalam hal

penanganan masalah kenakalan anak dengan mengedepankan keadilan

restoratif telah membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban

dan masyarakat dalam menyelesaikan suatu peristiwa tindak pidana.

Pemberian hukuman ta‘zi>r pada tindak pidana ringan terhadap anak

pelaku tindak pidana dengan pengampunan dan pemberian hukuman

minimum mengandung banyak unsur keadilan. Konsep ini sejalan

dengan prinsip-prinsip restorative justice. Penelitian ini mendukung pernyataan Nawal H. Ammar (2001)

dan Mutaz M. Qafisheh (2012) yang mengatakan bahwa keadilan

restoratif bertujuan untuk mendamaikan pihak yang berkonflik. Jika

pelanggar bisa direhabilitasi dengan langkah-langkah lain yang lebih

baik maka hukuman harus dihindari. Dalam hukuman ta‘zi>r, pengampunan dan pemberian hukuman minimum merupakan sistem

peradilan pidana Islam yang dapat merubah sistem pidana dari

retributif menjadi restoratif. Penelitian ini menolak pendapat Alf Ross

(1975), John Rawls (1980) dan Kathleen Daly (2001) yang

menyatakan bahwa hukuman diperlukan untuk membela korban,

ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap orang yang melakukan

kesalahan dan sanksi pidana bertujuan untuk memberikan penderitaan

kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya.

Aparat penegak hukum yang menangani permasalahan

kenakalan anak selalu berusaha untuk menggunakan konsep keadilan

restoratif dalam menyelesaikan konflik antara pelaku dan korban.

Dalam hal ini Penelitian Kemasyarakatan (Bapas) juga ikut dihadirkan

sebagai mediator (penengah) guna memberikan pengarahan untuk

menghasilkan keputusan terbaik bagi pelaku tindak pidana yang

dilakukan oleh anak di bawah umur, dengan melihat kepentingan

terbaik bagi pelaku dan korban.

Pemberian hukuman yang dimaksudkan membuat anak menjadi

jera dan tidak mengulangi perbuatannya tidak jarang menurunkan

harga diri anak, menimbulkan dendam dan kebencian pada anak. Oleh

karena itu, hukuman berupa retributif atas kejahatan yang diberikan

Page 168: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

146

kepada anak-anak telah diupayakan menjadi restoratif dan

mengedepankan azaz kepentingan terbaik bagi anak.

Berbagai kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang

berakhir di pengadilan disebabkan karena pemahaman masyarakat

yang sangat kurang mengenai keadilan restoratif. Dalam banyak kasus,

masyarakat yang menjadi korban lebih banyak yang tidak bersedia

memakai jalur restoratif. Masih banyak korban yang bersifat

emosional puas dengan balas dendam dan tidak mau mendengarkan

ajuan perdamaian dari pihak korban sehingga kurang mendukung

fungsi pembinaan.

Setiap perundang-undangan yang ditentukan oleh Negara

dalam menghukum pelaku tindak pidana didasarkan pada kebijakan

untuk menghasilkan suatu mas}lahah/ kebaikan untuk masyarakatnya.

Undang-Undang yang dibuat oleh Negara juga bisa dikatakan dengan

hukuman ta‘zi>r . Menurut Wahbah Zuhaili>, hukuman ta‘zi>r diserahkan

semuanya kepada kebijakan Negara dengan melihat kemas}lahatan

penduduknya. Hukuman yang ditetapkan oleh Undang-Undang (qanu>n al-wad}i>) masuk kedalam kategori ta’zi>r.

Pemberian hukuman minimum serta adanya pengampunan dan

pemaafan di dalam hukuman ta‘zi>r terhadap pelaku tindak pidana

dalam hukum Islam, menjadikan hukuman ta’zi>r mengandung prinsip-

prinsip keadilan restoratif. Tujuan pemberian hukuman ta‘zi>r diantaranya untuk mencegah seseorang dari berbuat maksiat dan

memberikan hukuman sesuai kebutuhan kemaslahatan masyarakat.

Pemberian hukuman pada orang yang melakukan kejahatan

dimaksudkan bukan untuk membalas dendam melainkan untuk

kemaslahatan. Pemberian hukuman adalah upaya terakhir dalam

menjaga seseorang agar tidak jatuh ke dalam suatu maksiat. Hal ini

sejalan dengan prinsip restorative justice yang juga ditentukan oleh

kebijakan aparat penegak hukum dengan melihat keputusan terbaik

bagi pelaku dan korban. Salah satu unsur keadilan restoratif dalam

hukum Islam adalah gagasan tentang perbaikan dan pemulihan.

Ta‘zi>r dalam pengertian hukum Islam adalah hukuman yang

bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenakan

sanksi h}ad dan tidak pula membayar kaffarah atau diyat. Dalam hukum

Islam jenis hukuman yang berkaitan dengan hukuman ta‘zi>r diserahkan semuanya kepada kesepakatan manusia. Hukuman ta‘zi>r terdapat dalam setiap jari>mah, baik dari segi hukuman yang

menyinggung hak Allah seperti makan siang pada bulan Ramadhan

Page 169: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

147

tanpa alasan yang jelas, meninggalkan shalat, riba; maupun hukuman

yang menyinggung hak adami> seperti berkhalwat, mencuri sesuatu

yang tidak sampai nis}ab, mencuri barang yang tidak dijaga, berbuat

curang/ melakukan penipuan dan lain sebagainya.

Jika kita cermati terdapat unsur-unsur persamaan konsep

restorative justice yang terdapat dalam pengertian hukum Islam dan

dalam pengertian hukum positif. Konsep keadilan restoratif dalam

hukum positif yang merupakan pembentukan kembali keadilan melalui

sebuah kesepakatan yang melibatkan pelaku, masyarakat serta korban

dalam menyelesaikan konflik permasalahan, sejalan dengan konsep

keadilan restoratif dalam Islam yang juga bertujuan untuk

mendamaikan pihak yang berkonflik dan merehabilitasi pelaku dengan

langkah-langkah lain yang lebih baik serta menghindari hukuman yang

retributif.

Penyelesaian tindak pidana yang dilakukan dengan kebijakan

restorative justice telah membawa partisipasi masyarakat dan

mediator sebagai salah satu kumponen penting selain aparat penegak

hukum. Gagasan yang digunakan dalam konsep restorative justice

merupakan gagasan tradisional seperti pemulihan dan pencegahan

kejahatan untuk menjadikan hukuman pidana lebih demokratis dan

manusiawi. Hal ini membuktikan bahwa keadilan restoratif lebih

mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan permasalahannya.

Dalam penulisan tesis ini juga ditemukan hambatan para

penegak hukum dalam menindak pelaku tindak pidana anak yang

masih dibawah umur. Masih banyaknya orang tua dari pihak korban

bersifat emosional puas dengan balas dendam dan tidak mau

mendengarkan ajuan perdamaian dari pihak pelaku, menyebabkan

inisiatif aparat penegak hukum dalam melaksanakan konsep ini justru

khawatir melanggar hukum. Hal ini dikarenakan, disamping aparat

penegak hukum harus menegakkan hukum demi keadilan, aparat

penegak hukum juga harus melindungi ABH.

Dengan adanya Undang-Undang Sistem Peradilan Anak yang

baru No 11 Th 2012 tentang peradilan pidana anak, maka dengan

demikian dapat menjadi pedoman sistem peradilan yang baru bagi

anak dengan mengubah konsep retributif menjadi konsep keadilan

restoratif.

Page 170: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

148

B. Saran

Pertama, upaya perlindungan anak yang berkonflik dengan

hukum apabila diberlakukan secara konkrit baik substansi, struktural

maupun kultural diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan maka

akan menciptakan mekanisme sistem peradilan pidana anak yang

bernuansa restoratif, bervisikan penyelesaian konflik dan mempunyai

misi keadilan bagi semua kepentingan, terutama the best interest of child.

Kedua, untuk para penegak hukum sangat diperlukannya

koordinasi atau persamaan resepsi dengan masyarakat setempat (yang

sedang berurusan dengan hukum baik orang tua pelaku maupun orang

tua korban, ketua RT atau orang yang dianggap penting untuk bisa

mendamaikan keduanya). Dalam menentukan hukuman yang terbaik

bagi anak seharusnya diadakan forum mediasi/ musyawarah, karena

perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana menjadi

suatu permasalahan yang wajib untuk diperhatikan mengingat anak

dinilai sebagai subyek hukum yang belum cakap dan masih memiliki

sifat labil. Ketiga, apabila forum mediasi tidak berhasil dan putusan sudah

berlanjut ke dalam ruang sidang maka di dalam forum sidang

seharusnya orang tua diikut sertakan baik orang tua pelaku maupun

orang tua korban. Keduanya harus mengikuti persidangan sampai

adanya putusan hakim atas pelaku anak. Hal ini sangat dibutuhkan

pada psikologi anak, agar dia tidak merasa menanggung beban

kesalahnnya sendirian, karena perbuatan pidana yang dilakukan oleh

anak tidak sepenuhnya murni kesalahan anak. Orang tua juga harus

bertanggung jawab atas kesalahan anaknya.

Keempat, sistem restorative justice dalam Islam seperti

kompensasi (diyat), konsiliasi (s}ulh}) dan pengampunan (‘afwu)

merupakan klasifikasi hukuman yang paling bisa menerima pendekatan

rekonsiliasi korban dan pelaku, resolusi konflik, meredam kemarahan,

dan kompensasi mengandung banyak unsur keadilan restoratif. Hal ini

dapat menjadi inspirasi bagi hukum pidana positif yang berlaku di

Indonesia.

Penulis menyadari bahwa hasil dari penelitian ini masih jauh

dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang

sifatnya konstruktif demi sempurnanya tulisan ini. Hasil yang digagas

tentang kebijakan dan implementasi restorative justice pada kasus

Page 171: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

149

pidana anak perlu untuk dilanjutkan dan dibuktikan dengan penelitian

lainnya dan semoga penelitian ini bisa menjadi inspirasi bagi peneliti

selanjutnya dalam kajian hukum.

Page 172: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

150

Page 173: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

151

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Abu Yasid. Aspek-aspek Penelitian Hukum (Hukum Islam- Hukum Barat). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika,

2010.

Ami>r, ‘Abdul Azi>s. at-Ta‘zi>r fi as-Shari’ah al-Islamiyyah. Beirut : Da>r

al-Fikr al-‘Arabi>, 1976.

Ammar, Nawal H. Restorative Justice in Islam: Theory and Practice - The spiritual Roots of Restorative justice, edited by Michael

L. Hadley. Albany: State University of New York Press,

2001.

al-Andalusy, Imam al-Qa>ḍi Abu> al-Wali>d Muh}ammad ibn Aḥmad ibn

Muh}ammad ibn Aḥmad ibn Rushd al-Qurṭubi>. Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayatu al-Muqtas}id. Beirut : Da>r al-Fikr,

1995.

Anshori, Ibnu. Perlindungan Anak dalam Agama Islam. Jakarta: KPAI

2006.

Arief, Barda Nawawi. Mediasi Penal : Penyelesaian Perkara Diluar Pengadilan. Semarang: Penerbit Pustaka Magister Semarang,

2010.

‘Audah, ‘Abdul Qa>dir. at-Tashri>‘ al-Jina>’i> al-Isla>mi> Muqa>rana>n bi al-Qanu>n al-Wad}‘i>. Beirut: ar-Risa>lah, 1997.

al-Bahu>t}i>, Mansu>r ibn Yu>nu>s. Ar Raud} al-Murbi’ bi Sharh}Za>d al- Mustaqni>. Beirut : Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1996.

Baidhawy, Zakiyuddin.Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.

al-Baihaqi,Abu Bakar Ahmad bin Husen bin Ali. Sunan Saghir. Beirut:

Da>r al-Kita>b al-Islami>yah, 1998.

Braithwaite, John. Restorative Justice and Responsive Regulation. Oxford: University Press, 2002.

Chawazi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT

RajaGrafindo, 2001.

Del Carmen, Rolando V and Chald R. Trulson. Juvenile Justice: The System, Process and Law. Thomson: Wadsworth, 2006.

Page 174: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

152

Dewi, DS. dan Fatahillah A. Syukur. Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice di Pengadilan Anak Indonesia. Depok:

Indie Publishing, 2011.

Hosen, Ibrahim. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: CV

Putra Harapan, 1990.

Ibn Farhu>n, Burha>n ad-Di>n Abi> ar-Rifa>’i> Ibra>him. Tabshirrah al-Hukka>m fi Us}u>l al-Aqd}i>yah wa Mana>hij al-Ah}ka>m. Beirut:

Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995.

Ibn Hanbal, Imam Ahmad. Musnad. Cairo: Darussalam, 2008.

al-Jarda>ni>, Muhammad ‘Abdulla>h. Fath al-‘Alla>m bi Syarh} Mursyid al-Ana>m. Cairo: Da>r al-Sala>m, 1990.

Lukito, Ratno. Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi Tentang Konflik dan Resolusi Dalam Sistem Hukum Indonesia.

Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008.

. Tradisi Hukum Indonesia. Cianjur: IMR Press, 2012.

Marlina. Peradilan Pidana anak di Indonesia- Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung: PT Refika

Aditama, 2009.

Mufti>, Muh}ammad Ah}mad dan Sa>mi> S}a>lih} al-Waki>l.H}uqu>q al-Insa>n fi> al-Fikr as-Siya>si> al-Gharbi> wa ash-Shar‘i> al-Isla>mi>. Beirut:

Da>r an-Nahd}ah al-Islami>yah, 1992.

Mukhaimar, Fua>d ‘Ali>.ash-Shaba>b wa Qada>ya> al-‘As}r. Cairo: al-

Jam’i>yah ash-Shar’i>yah ar-Rai>si>yah, 1993.

Muladi, ‚Pendekatan Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan

Pidana dan Implementasinya Dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak‛. Materi Kuliah Program Magister Hukum Universitas Diponegorodan Universitas Semarang. November 2013.

Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika,

2005.

. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

an-Na’im, Abdullahi Ahmed. Dekonstruksi Syari’ah; Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam. Terj. Toward an Islamic Reformation; Civil Liberties, Human Right and International Law. Penerjemah Ahmad Suaedy dan Amiruddin ar-Rany.

Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2004.

Nurrohman. Hukum Pidana Islam. Bandung: Pustaka Al-Kasyaf, 2007.

Page 175: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

153

Prasetyo, Teguh. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung:Nusa

Media, 2011.

Perlindungan Anak dan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak. Jakarta: Permata Press, 2013.

Ramzy, Ahmad. ‚Perdamaian dalam Hukum Pidana Islam dan

Penerapan Restorative Justice Dikaitkan dengan Pembaruan

Hukum Pidana di Indonesia‛. Tesis Hukum Universitas

Indonesia, 2012.

Sabiq, Sayid. Fiqh Sunnah juz 2. Beirut: Dār al-Fikr, 1998.

Santoso, Topo.Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema

Insani, 2003.

Saraswati, Rika. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandung:

PT Citra Aditya Bakti, 2009.

as-Shafi’ī, Muhammad Idris. al-Um juz 6. Cairo: al- Faniyah

Muttahidah, 1961.

Sinaga, Ali Imran. ‚Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Hukuman

Ta’zīr Umar ibn al-Khattab‛. Disertasi Program Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah, 2005.

Suma, Muhammad Amin. Dkk. Pidana Islam di Indonesia Peluang Prospek dan Tantangan. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

Supeno, Hadi.Kriminalisasi AnakTawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2010.

Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito,

1980.

Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak. Yogyakarta: Pustaka

Mahardika, 2013.

Wahid, Eriyantouw. Keadilan Restoratif dan Peradilan Konvensional Dalam Hukum Pidana. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,

2009.

Zakaria, Mulyadi. ‚Sistem Peradilan Anak di Indonesia dalam

Perspektif Hukum Islam‛ (Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2011), 190-191.

Zernova, Margarita. Restorative Justice : Ideals and Realities.

England: Ashgate Publishing, 2007.

Zuhaili>, Wahbah.al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh. Beirut: Da>r al-Fikr,

2007.

Page 176: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

154

JURNAL :

Ammar, Nawal H. and Robert R. Weaver. ‚Crime, Punishment, and

Justice Among Muslim Immates‛. African Journal of Criminology and Justice Studies Vol 2 No 2. November 2006.

http://www.umes.edu/assets/0/22/910/9CB2417A-689E-

4A57-9397-AC2DF9A271A8.pdf.

Arief, Barda Nawawi. ‚Mediasi Penal: Penyelesaian Perkara Pidana di

Luar Pengadilan‛. Seminar Nasional Pertanggungjawaban Hukum Korporasi dalam Konteks Good Corporate Governance. Inter Continental Hotel. Jakarta: 27 Maret 2007.

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=

web&cd=1&cad=rja&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F

%2Fbardanawawi.files.wordpress.com%2F2009%2F12%2Fm

ediasi-penal-edit-30-10-

20081.doc&ei=c2NOUumHB4a3kAXW-

IHgDA&usg=AFQjCNHZyYYFgEfZyai7huKwaMRKN5ki-

Q&bvm=bv.53537100,d.dGI. Asgart, Sofian Munawar. Dkk. ‚Keadilan Restoratif Bagi Anak

Berhadapan Dengan Hukum (Kasus Jakarta, Surabaya,

Denpasar dan Medan)‛. Laporan Penelitian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. 2011.

https://www.academia.edu/4453465/YLBHI_Keadilan_Restor

atif_bagi_Anak_yang_Bermasalah_dengan_Hukum_ABH_La

poran_Penelitian_2011_.

Barnsdale Lee and Moira Walker. ‚Examining The Use and Impact of

Family Group Conference‛. Social Work Research Center University of Stirling. March 2007.

http://www.scotland.gov.uk/Resource/Doc/172475/0048191.p

df.

Bazemore, Gordon and Mark Umbreit. ‚A Comparison of Four

Restorative Conferencing Models‛. Juvenile Justice Bulletin. Office of Justice Programs: February 2001.

https://www.nttac.org/views/docs/jabg/balancedRestoreJustic

e/comparison_four_rc_models.pdf.

. ‚Conferences, Circles, Boards, and Mediations: Restorative Justice

and Citizen Involvement in the Response to Youth Crime‛.

OJJDP Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention Bulletin. September, 1999.

Page 177: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

155

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resou

rces/Other_Approaches/Conferences_Circles_Boards_Mediati

ons.PDF.

Bazemore, Gordon. ‚Crime Victims and Restorative Justice in

Juvenile Courts: Judges as Obstacle or Leader?‛. Western Criminology Review. 1998.

http://wcr.sonoma.edu/v1n1/bazemore.html.

Caputo, Tullio and Michel Vallee. ‚A Comparative Analysis of Youth

Justice Approaches‛. Centre for Initiatives on Children, Youth and Community Carleton University, 2007.

http://www.children.gov.on.ca/htdocs/English/topics/youthan

dthelaw/roots/volume4/comparative_analysis.aspx.

Daly, Kathleen. ‚The Limits of Restorative Justice‛. 15 January 2005.

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0013/50314/

rj_paper3_the_limits_of_rj.pdf.

. ‚Restorative Justice: The Real Story‛. School of Criminology and Criminal Justice, Griffith University,

Brisbane, Queensland, Australia (Version Revised, 12 July

2001)

http://www.griffith.edu.au/__data/assets/pdf_file/0011/50321/

kdpaper12.pdf.

Dewi, DS. Restorative Justice Diversionary Schemes and Special

Children’s Court in Indonesia. http://www.general-

files.org/go/139189414500.

. ‚KY (Komisi Yudisial) Perlu Meriset Hakim yang

Menerapkan Keadilan Restoratif‛. Buletin Media Informasi Hukum dan Peradilan Komisi Yudisial Vol 4 No 4. Januari-

Februari 2012.

http://www.komisiyudisial.go.id/files/Buletin/buletin-januari-

februari-2012.pdf.

Dzur, Albert W. ‚Civic Implications of Restorative Justice Theory:

Citizen Participation and Criminal Justice Policy‛. Journal of Social Deliberation : The Practice of Restorative Justice, Vol

36 Issue 3/4. Dec 2003. http://e-

resources.pnri.go.id:2058/docview/221329511?accountid=257

04.

Fox, Darrell James. ‚Restorative Justice The Current Use of Family

Group Conferencing in the British Youth Justice System‛.

IUC Journal of Social Work Theory and Practice, issues

Page 178: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

156

10.2004/2005.

http://www.bemidjistate.edu/academics/publications/social_w

ork_journal/issue10/articles/3_justice.htm.

George, Ronald M. ‚Balanced and Restorative Justice‛. Council of California Administratif Office of The Courts, 2006.

http://www.courts.ca.gov/documents/BARJManual3.pdf.

Ghani, Nik Abdul Rahim NikAbdul. Dkk.Mas}lah}ah as a Source of Islamic Transactions (Mu'amalat).http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/10121

96427/13F4615F5FC7739BB8D/1?accountid=25704.

Greenwood, Jean. ‚The Circle Process : A Path for Restorative

Dialogue‛. Center for Restorative Justice and Peacemaking.

October 2005.

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resou

rces/Peacemaking_Healing_Circles/The_Circle_Process.pdf.

Hadisuprapto, Paulus. Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam Bidang

Kriminologi pada Fakultas Hukum UNDIP Semarang.

‚Peradilan Restoratif: Model Peradilan Anak Indonesia Masa

Datang‛. 18 Februari 2006.

http://eprints.undip.ac.id/336/1/Paulus_Hadisuprapto.pdf.

Hanson, Melisa and others, eds. Family Group Conference Facilitators Manual.http://www.nrcpfc.org/webcasts/archives/05/training

manualnov04.pdf.

Hascall, Susan C. ‛Restorative Justice in Islam: Should Qiṣaṣbe

Considered a Form of Restorative Justice‛. Berkeley Journal of Middle Eastern and Islamic Law no 11. 2012.

http://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&c

ontext=susan_hascall.

Her Majesty’s Inspectorate of Constabulary (HMIC), Her Majesty’s

Inspectorate of Probation (HMI Probation), Her Majesty’s

Crown Prosecution Service Inspectorate (HMCPSI) and Her

Majesty’s Inspectorate of Prisons (HMIP). ‚Facing Up to

Offending: Use of Restorative Justice in The Criminal

Justice‛. Criminal Justice Joint Insepction.September 2012

http://www.hmic.gov.uk/media/facing-up-to-offending-

20120918.pdf#page=4&zoom=auto,0,726.

Huntsman, Leone. ‚Family Group Conferencing in a Child Welfare

Context‛. NSW Department of Community Service. July

2006. http://www.community.nsw.gov.au.

Page 179: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

157

Iksan, Mokhamad. Dkk. ‚Perlindungan Hukum Terhadap Tahanan

Anak yang Melakukan Tindak Pidana‛. 2013.

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=

web&cd=1&ved=0CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fhuku

m.ub.ac.id%2Fwp-

content%2Fuploads%2F2013%2F05%2FJURNAL-

IKHSAN2.docx&ei=hZcyUsO-

NJCurAfG9IBg&usg=AFQjCNEi6PkHGpvm1VPMZXoqGzc

y1FlS0A&bvm=bv.52164340,d.bmk.

Kholiq, M. Abdul. ‚Tinjauan Yuridis Tentang Perbedaan Wan

Prestasi, Penipuan, Penggelapan‛.

http://pkbh.uii.ac.id/analisa-hukum/analisa-hukum/tinjauan-

yuridis-tentang-perbedaan-wan-prestasi-penipuan-dan-

penggelapan.html. Terbit online 23 Januari 2011.

Kurniasari, Alit. Dkk. ‚Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum‛.

Hasil penelitian Puslitbang Kessos. Departemen Sosial RI,

2007.

http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/48df6bda92fc77fb

5c4407e88859dc5a.pdf.

Kusumaningrum, Santi. dkk. ‚Membangun Sistem Perlindungan Sosial

untuk Anak di Indonesia‛. Pusat Kajian Perlindungan Anak (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia Bank Dunia, 2011.

Latimer, Jeff and others, eds. ‚The Effectiveness of Restorative Justice

Practices‛. The Prison Journal, Vol. 85 No. 2. June 2005.

http://www.d.umn.edu/~jmaahs/Correctional%20Assessment/rj

_meta%20analysis.pdf.

Lewis, Ted Gordon. ‚A Partnership Model for Balancing Community

and Government Resources for Juvenile Justice Service‛.

Journal of Juvenile Justice, Vol 1 Issue 1. Fall 2011.

http://www.journalofjuvjustice.org/JOJJ0101/article02.htm.

Mardiah, Ainal. Dkk. ‚Mediasi Penal sebagai Alternatif Model

Keadilan Restoratif dalam Pengadilan Anak‛. Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syia Kuala vol. 1, no. 1.

Agustus 2012.

http://prodipps.unsyiah.ac.id/Jurnalmih/images/Jurnal/2012/A

gustus/MEDIASI%20PENAL%20SEBAGAI%20ALTERNA

TIF.pdf.

Page 180: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

158

Ministry of Children and Family Development (Child and Family

Development Division). Family Group Conference Reference Guiede. British Columbia, August 2005.

http://www.mcf.gov.bc.ca/child_protection/pdf/fgc_guide_int

ernet.pdf.

Mulasari, Laila. ‚Kebijakan Formulasi Tentang Tindak Pidana

Kesusilaan Di Dunia Maya Dalam Perspektif Hukum Islam‛.

Jurnal Masalah-Masalah Hukum, Jilid 41 No 1 (Januari 2012).

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/4165

(Diakses pada 28 Januari 2014).

Mulyadi, Mahmud. ‚Perlindungan Terhadap Anak Yang Berkonflik

Dengan Hukum : Upaya Menggeser Keadilan Retributif

Menuju Keadilan Restoratif‛. Jurnal Equality vol 13 no 1,

Februari 2008.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18419/1/equ-

feb2008-13%20%284%29.pdf.

,‚Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan dalam

Penegakan Hukum Pidana Indonesia‛. 2006.

http://library.usu.ac.id/download/fh/06006999.pdf.

Priyatno, Dwidja. ‚Pemidanaan Untuk Anak Dalam Konsep

Rancangan KUHP (Dalam Kerangka Restorative Justice)‛.

Makalah disampaikan dalam Rangka Kuliah Umum di

Pascasarjana UNSUR, Cianjur, 18 Juli 2009.

www.unsur.ac.id/file/Jurnalrestoratif2005%20R004.doc. Patton, William Wesley. ‚Contemporary Juvenile Justice System And

Juvenile Detention Alternatives‛. Juvenile Justice System. http://education.stateuniversity.com/pages/2141/-.

Peebles, David. Community Reparative Boards.

https://www.ncjrs.gov/html/ojjdp/2001_2_1/page2.html

(accessed June 10, 2013).

Posner, Richard A. Retribution and Related Concepts of Punishment.

The journal of Legal Studies Vol 9 no 1 (Jan 1980 –jstor.org).

Qafisheh, Mutaz M. ‚Restorative Justice in the Islamic Penal Law: A

Contribution to the Global System‛. International Journal of Criminal Justice Sciences vol 7 issue 1, January-June 2012.

http://www.sascv.org/ijcjs/pdfs/mutazaicjs2012istissue.pdf.

al-Qara>d}awi>, Yu>su>f. The Lawful and The Prohibited in Islam. London:

al-Biir Foundation, 2003.

Page 181: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

159

Rideout, Glenn and others, eds. ‚Measuring the Effect of Restorative

Justice Practices: Outcomes and Contexts‛. Journal of Educational Administration and Foundation Vol 21 Issue 2,

2010.

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/896272633/13DC3

B704F5BE73CD5/9?accountid=25704.

Ross, Alf. On Guilty, Responsibility and Punishment. Steven and Sons

Ltd., London, 1975.

Sambas, Nandang. ‚Kebijakan Legislatif Sistem Pemidanaan Sebagai

Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak di Indonesia‛.

Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol 19 No 3. Juli 2012.

http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/JurnalNo

-3-Vol-19-JULI-2012/Nandang-SMBS-Full-Text-No-3-Vol-

19-JULI-2012.pdf.

Shabir, M. ‚Relevansi Hukuman Takzir Dalam Fikih Dengan

Hukuman Sebagai Alat Pendidikan‛. Jurnal Lentera Pendidikan Vol 11 no 2, Desember 2008. http://ejurnal.uin-

alauddin.ac.id/artikel/06%20Relevansi%20Hukuman%20Takz

ir%20dalam%20Fikih%20-%20M%20Shabir%20U.pdf.

Soeharno. ‚Benturan Antara Hukum Pidana Islam Dengan Hak-hak

Sipil dalam Perspektif Hak Asasi Manusia‛. Lex Crimen Vol

1 No 2. April- Juni 2012.

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/4

17.

Takagi, Paul and Gregory Shank. ‚Critique of Restorative Justice‛.

Social Justice Vol 31 No 3. 2004.

http://www.socialjusticejournal.org/pdf_free/97Takagi.pdf.

Tambalean, Pingkan F. ‚Penegakan Hukum atas Tindak Pidana

Pencurian yang dilakukan oleh Anak di bawah Umur‛, Lex et Societatis Vol 1 No 2 (April-Juni 2013).

Umbreit, Mark S. ‚Mediation of Youth Conflict :A Multi System

Perspective‛. Child and Adolescent Social Work Vol 8 No 2.

April 1991.

http://link.springer.com/article/10.1007%2FBF00757555#page

-1.

. ‚Victim Sensitive Victim Offender Mediation Training Manual‛. An International Resource Center in Support of Restorative Justice Dialogue, Research and Training Center for Restorative Justice and Mediation, 1998.

Page 182: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

160

http://www.cehd.umn.edu/ssw/rjp/resources/rj_dialogue_resou

rces/Training_Resources/VOM.

Utomo, Setyo. ‚Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana yang

Berbasis Restorative Justice‛. Mimbar Justitia Fakultas Hukum Universitas Suryakancana Cianjur vol V no 01. 2010.

http://repository.unsur.ac.id/unggah.php?file=berkas/7.%20SI

STEM%20PEMIDANAAN%20DALAM%20HUKUM%20PI

DANA%20YANG%20BERBASIS%20RESTORATIVE%20J

USTICE.pdf.

Van Ness, Daniel W. ‚An Overview of Restorative Justice Around the

World‛. International Journal Workshop Enhancing Criminal Justice Reform Including Restorative Justice. Bangkok,

Thailand, 22 April 2005.

http://www.icclr.law.ubc.ca/publications/reports/11_un/dan%

20van%20ness%20final%20paper.pdf.

Weatherburn, Don and Megan Macadam. ‚A Review of Restorative

Justice Responses to Offending‛. Evidence Base, issue 1,

2013 (NSW Bureau of Crime Statistics and Research)

http://journal.anzsog.edu.au/publications/4/EvidenceBase2013

Issue1.pdf.

Wenzel, Michael and others, eds. ‚Retributive and Restorative

Justice‛. Law and Human Behavior issue 5 vol 32. 24

October 2007.

http://eresources.pnri.go.id:2058/docview/204150778/abstract

/14066C48066625370D7/2?accountid=25704.

Wismayanti, Yanuar Farida. ‚Model Penanganan Anak Berkonflik

Hukum‛. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Informasi Vol 12 No 03. 2007.

http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/94184bf44dcc601

97750f862750921c1.pdf.

Yasin, Muhammad. Dkk. ‚Hakim dan Penerapan Keadilan Restoratif‛.

Buletin Media Informasi Huukm dan Peradilan Komisi Yudisial Vol 4 No 4. Januari-Februari 2012.

http://www.komisiyudisial.go.id/files/Buletin/buletin-januari-

februari-2012.pdf.

Zehr, Howard. ‚Doing Justice Healing Trauma : The Role of

Restorative Justice in Peacebuilding‛. South Asian Journal of Peacebuilding Vol 1 No 1, Spring 2008.

http://www.wiscomp.org/pp-v1/Howard_Zehr_Paper.pdf.

Page 183: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

161

Ziadeh, Farhat J. ‚Uṣūl al Fiqh‛. Journal Oxford Islamic Studies,

http://www.oxfordislamicstudies.com/article/opr/t236/e0831?

_hi=3&_pos=3#match.

Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif dan Revitalisasi Lembaga

Adat di Indonesia. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol 6 No II. Agustus 2010.

http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1114/102

2.

WEBSITE :

,Center for Restorative Justice and Peacemaking. ‚Restorative

Justice and Islam‛.

www.cehd.umn.edu/ssw/RJP/PDFs/PowerPoint/Islam-and-

Restorative-Justice.ppt (Accessed November 28, 2013).

,Kamus Besar Bahasa Indonesia,

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php (diakses 15 Juni

2013).

,Kebijakan Perumusan Sistem Pemidanaan Yang Berorientasi

Pada Korban Dalam Bidang Hukum Pidana Formil.

http://eprints.undip.ac.id/35224/3/HasilPenelitian.pdf (diakses

10 Maret 2013).

,Komisi Nasional Perlindungan Anak.

‛Menggugat Peran Negara, Pemerintah, Masyarakat Dan

Orang Tua Dalam Menjaga Dan Melindungi Anak‛, 21

Desember 2011.

http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/21/catatan-akhir-

tahun-2011-komisi-nasional-perlindungan-anak/ (diakses 19

Oktober 2012).

,Batas Usia Anak Dapat Dipidana Naik,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d669dccee142/b

atas-usia-anak-dapat-dipidana-naik, Terbit Online 25 Februari

2011 (Diakses pada 19 Oktober 2012).

,YWCA Madison Racial Justice Resource Guide.

http://www.ywcamadison.org/atf/cf/%7B2487BD0F-90C7-

49BC-858D-CC50637ECE23%7D/Restorative. (accessed

May 14, 2013).

Aries, Albert. ‚Penyelesaian Perkara Pencurian Ringan dan Keadilan

Restoratif‛,

Page 184: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

162

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt519065e9ed0a9/

penyelesaian-perkara-pencurian-ringan-dan-keadilan-

restoratif, Terbit Online Kamis 13 Juni 2013 (Diakses pada 8

Oktober 2013).

Dewi, DS. ‚Restorative Justice, Diversionary Schemes and Special

Children Courts in

Indonesia‛.http://www.kemlu.go.id/canberra/Lists/LembarInfor

masi/Attachments/61/Restorative%20Justice,%20Diversionary

%20Schemes%20and%20Special%20Children%E2%80%99s%

20Courts%20in%20Indonesia.pdf (Diakses pada 8 Februari

2014).

Gatra, Sandro. ‚Undang-Undang Sistem Peradilan Anak Disahkan‛.

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/03/14574571/UU.Sis

tem.Peradilan.Pidana Terbit Online 3 Juli 2012 (Diakses pada

19 Oktober 2012).

https://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?bid=3842.

Implementasi Paradigma Restorative Justicedalam Sistem

Pemidanaan di Indonesia. (Diakses pada 8 Februari 2014).

http://hukum.kompasiana.com/2012/07/02/ruu-peradilan-pidana-anak-

lebih-manusiawi-bukan-upaya-meringankan-hukuman/, terbit

online 02 Juli 2012 (diakses pada 21 November 2013).

http://oxforddictionaries.com/us/definition/american_english/retributiv

e%2Bjustice (accessed July 30, 2013).

http://www.cscsb.org/restorative_justice/retribution_vs_restoration.ht

ml. (accessed May 14, 2013).

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt522dd6efdb3fa/pakar--

tanggung-jawab-pidana-tak-bisa-dialihkan terbit online 9

September 2013, (diakses 26 September 2013).

http://www.nij.gov/topics/courts/restorative-justice/promising

practices/victim-offender-mediation.htm, 5 desember, 2007

(accessed March 6, 2013).

http://www.wisegeek.org/what-is-retributive-justice.htm (accessed

July 30, 2013).

http://yustisi.com/2012/04/indonesia-sudah-waktunya-punya-

peradilan-restoratif/ Terbit Online 4 Maret 2013 (Diakses 2

Desember 2013).

http://megapolitan.kompas.com/read/2013/04/27/08455736/Terinspiras

i.Film..Anak Reporter Ambrosius Harto. Terbit Online Sabtu

27 April 2013.

Page 185: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

163

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=325705 Reporter

Dwi Putro. Terbit Online 1 Mei 2013.

Hukum Online, ‚Keadilan Restoratif Dalam Putusan-Putusan MA‛,

Terbit online Jum’at 27 April 2012.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f9ac62885275/ke

adilan-restoratif-dalam-putusan-putusan-ma (Diakses pada 21

Desember 2013).

Majidah, Alfi. Hukum Pidana dan Perdata Bagi Anak.

http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/29/hukum-pidana-

dan-perdata-bagi-anak-64125.html (Diakses pada 10 Oktober

2012).

Makmur. ‚Anak Perlu Mendapat Perlindungan- Kenali, Pahami dan

Lindungi‛. Organisasi Hukum dan Humas. Kementerian

Sosial: Rabu, 28 April 2010.

http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=pri

nt&sid=743 (Diakses 9 Oktober 2013).

Rivai, Andi Wijaya. Bapas Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana

Anak. http://www.ditjenpas.go.id/pasnew/article/bapas-

dalam-perspektif-sistem-peradilan-pidana-anak. Terbit Online

Kamis 15 Agustus 2013 (Diakses pada 6 Desember 2013).

Sihite, Ezra. Kompas, 06 januari 2012.

http://www.beritasatu.com/mobile/nasional/24715-kasus-

sandal-bukti-mendesaknya-aturan-sistem-peradilan-

anak.html. (Diakses pada 16 Oktober 2012).

Susetyo, Heru. ‚Laporan Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem

Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative Justice‛. Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 2012.

http://www.bphn.go.id/data/documents/pkj_2012_-_7.pdf (Di

akses pada 20 Desember 2013).

Yurnaldi. Pengadilan Anak Bawah Umur di PN Tanggerang. Kompas,

31 juli 2009.

http://megapolitan.kompas.com/read/2009/07/31/18511995/J

anggal. (Diakses pada 16 Oktober 2012).

Zulfa, Eva Achjani. ‚Restorative Justice di Indonesia-Peluang dan

Tantangan Penerapannya‛.

http://evacentre.blogspot.com/p/restorative-justice-di-

indonesia.html (diakses pada 13 Juni 2013).

Page 186: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

164

,Komparasi Penyelesaian Sengketa Alternatif di Asia Pacific.

http://www.pembaruanperadilan.net/v2/2012/10/komparasi-

penyelesaian-sengketa-alternatif-di-asia-pacific/. Terbit

Online 05 Oktober 2012 (Diakses pada 16 Februari 2014).

, Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, ‚Fatwa

Tentang Hukuman Mati Dalam Tindak Pidana Tertentu‚

http://id.wikisource.org/wiki/Fatwa_Majelis_Ulama_Indonesia

_Nomor_10/MUNAS_VII/MUI/14/2005, ditetapkan di Jakarta

28 Juli 2005.

Page 187: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

165

GLOSSARIUM

A

‘Aqila : adalah keluaga yang membantu dalam kompensasi

terhadap korban dan menahan terjadinya konflik. Hal ini

dapat diartikan sebagai keluarga inti seperti: orang tua,

anak-anak, anak perempuan, saudara laki-laki dan

perempuan, paman, sepupu, seluruh suku dan mertua.

ABH : singkatan dari Anak Berhadapan dengan Hukum,

maksudnya adalah seorang anak yang sedang terlibat

dengan masalah hukum atau sebagai pelaku tindak pidana,

sementara anak tersebut belum dianggap mampu untuk

mempertanggung jawabkan perbuatannya, mengingat

usianya yang belum dewasa dan sedang bertumbuh, dan

berkembang.

ADR : singkatan dari Alternative Dispute Resolution adalah

alternatif penyelesaian sengketa yang banyak dikenal pada

ranah hukum privat atau hukum perdata. Apabila dikaji

lebih lanjut alternatif penyelesaian ini tidak hanya

dilakukan di ranah hukum perdata melainkan juga di ranah

hukum pidana. ADR menjadi pedoman bagi penyidik untuk

memberlakukan alternatif penyelesaian perkara sebelum

dilakukan proses pidana.

Advokat : secara bahasa berasal dari bahasa latin yaitu advocare,

yang berarti to defend (mempertahankan), dalam bahasa

Inggris pengertian advokat diungkapkan dengan kata

advocate yang berarti to defend by argument (mempertahankan dengan argumentasi). Dalam kamus

hukum advokat diartikan sebagai pembela, seorang ahli

hukum yang pekerjaannya mengajukan dan membela

perkara di dalam atau di luar sidang pengadilan. Sedangkan

menurut UU advokat Indonesia menerangkan bahwa

advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum

baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi

persyaratan berdasarkan undang-undang ini.

Afdoening buiten process atau settlement out of judiciary: adalah

alternatif proses penyelesaian perkara di luar pengadilan

yang dilakukan pada masa kolonial belanda.

Page 188: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

166

al-‘Afwu : secara etimologi al-‘afwu berarti memaafkan atau memberi

maaf kepada orang lain, juga dapat berarti menahan diri,

menghapuskan dan menggugurkan kesalahan orang lain

padanya. Secara terminologi adalah sikap memberi maaf

dengan lapang dada yakni meringankan dan menggugurkan

kesalahan orang lain pada dirinya, serta tidak menyimpan

rasa dendam atau sakit hati dalam pergaulan antar

manusia.

Asas Oportunitas: merupakan salah satu asas hukum acara pidana

yaitu asas yang menyatakan bahwa Penuntut Umum

memiliki hak untuk menuntut atau tidak menuntut sebuah

perkara.

B

al-Baghyu: menurut bahasa adalah memilih sesuatu atau minta sesuatu

yang tidak halal atau melanggar hak. manusia tanpa alasan

yang benar. al-Baghyu disebut juga pemberontakan yaitu

orang-orang yang menyalahi imam/ pemimpin dengan cara

tidak mentaatinya dan melepaskan diri darinya.

Bapas : adalah Balai Pemasyarakatan yaitu unit pelaksana teknis

pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi

penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan,

dan pendampingan.

Bulu>gh : adalah jama’ dari ba>ligh, merupakan istilah dalam hukum

Islam yang menunjukkan seseorang telah mencapai

kedewasaan. Ba>ligh diambil dari bahsa arab yang secara

bahasa memiliki arti ‚sampai‛ maksudnya telah sampainya

usia seseorang pada tahap kedewasaan.

BKA : adalah singkatan dari Bimbingan Klien Anak. Klien Anak

adalah Anak yang berada di dalam pelayanan,

pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan

Pembimbing Kemasyarakatan.

BHT : adalah singkatan dari Berkuatan Hukum Tetap maksudnya

adalah putusan hakim yang merupakan proses terakir

dalam proses perkara perdata maupun pidana di

pengadilan.

C

Circles : adalah salah satu model keadilan restorative dengan cara

berbicara bersama-sama, dihormati dan diperlakukan sama.

Page 189: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

167

Peserta didorong untuk berbagi rasa tanggung jawab

bersama untuk kesejahteraan masyarakat dan individu di

dalamnya, dan pemahaman bahwa apa yang terjadi pada

seseorang mempengaruhi semua.

CRC : adalah singkatan dari Convention on the Right of the Child

atau Konvensi Hak Anak (KHA) adalah konvensi

internasional yang mengatur hak-hak sipil, politik,

ekonomi, sosial, dan cultural anak-anak. Negara-negara

yang meratifikasi konvensi internasional ini terikat untuk

menjalankannya sesuai dengan hukum internasional.

D

Diskresi : adalah wewenang dari aparat penegak hukum yang

menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan

meneruskan perkara atau menghentikan perkara,

mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakannya.

Diversi : atau pengalihan adalah proses yang telah diakui secara

internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam

menangani anak yang berhadapan dengan hukum.

Diyat : merupakan ganti rugi dalam bentuk uang dengan jumlah

yang banyak yang diberikan pelaku terhadap korban untuk

melakukan jalan damai dalam sebuah permasalahan

peradilan.

E

Efektivitas: pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan

yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan

menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.

Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran

keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah

ditentukan.

F

Fahishah : artinya keji atau jelek merupakan perlakuan yang dianggap

sangat jelek dan keji oleh Syari’at, oleh akal sehat dan

fitrah manusia karena mengandung pelanggaran terhadap

hak Allah, hak wanita, hak keluarganya atau suaminya, dan

merusak kehidupan rumah tangga serta tercampurnya

(kacaunya) nasab keturunan.

Page 190: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

168

Fairness : merupakan salah satu tipe aliran retributif yang

menyatakan bahwa penjatuhan pidana dimaksudkan

sebagai peringatan kepada pelaku kejahatan dan anggota

masyarakat yang lainnya bahwa setiap perbuatan yang

merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari

orang lain secara tidak wajar, maka akan menerima

ganjarannya.

FGC : adalah singkatan dari Conferencing/ Family Group Conferencing, merupakan proses perencanaan penetapan

hukuman di mana anggota anak atau keluarga dekat

pemuda korban datang bersama-sama dengan kerabat dan

anggota masyarakat anak yang terlibat (pelaku/ terdakwa)

untuk mengembangkan sebuah rencana untuk memutuskan

kepentingan terbaik untuk anak yang melakukan tindak

kriminal.

G

Gara>r : adalah keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan

untuk merugikan pihak lain. Gara>r merupakan suatu akad

yang mengandung unsur penipuan karena tidak adanya

kepastian baik mengenai ada atau tidak adanya objek akad,

besar kecilnya jumlah maupun kemampuan menyerahkan

objek yang disebutkan di dalam akad tersebut. Seperti

melakukan jual beli terhadap burung yang masih di udara

atau ikan yang masih di air.

Gonorchoo: atau Gonorea adalah penyakit menular seksual yang

disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang

menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum,

tenggorokan dan bagian putih mata.

H

Hira>bah : adalah salah satu bentuk perkara kriminal (jarīmah) yang

lebih dahsyat dari pembunuhan semata. Secara tata bahasa

hirabah artinya perang, secara istilah adalah suatu

perbuatan yang dimurkai oleh Allah yaitu melakukan

gabungan dari perampasan, penteroran, pembunuhan dan

juga merusak di muka bumi.

Page 191: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

169

H}irz bi al Maka>n: yaitu tempat penyimpanan harta yang berbentuk

bangunan seperti rumah, gedung, toko, kandang dan

sebagainya yang berbentuk bangunan.

H>{irz bi Nafsihi: yaitu penyimpanan harta yang dijaga oleh diri sendiri

seperti cincin yang sedang dipakai.

H}irz bi al H}a>fiz} atau H}irz bi goirihi: yaitu suatu tempat yang bukan

untuk menyimpan barang tetapi tempat itu bisa dijadikan

h}irz jika ada yang menjaganya seperti di tempat parkiran,

lapangan, masjid dan lain-lain.

I

Ihtila>m : adalah keluarnya air mani ketika tidur atau ketika bangun.

J

Jari>mah : berasal dari bahasa arab yang artinya perbuatan dosa atau

tindak pidana. Dalam terminologi hukum Islam jari>mah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang

menurut syara’ dan ditentuka hukumannya oleh Tuhan,

baik dalam sanksi-sanksi yang sudah ditetapkan

hukumannya maupun sanksi-sanksi yang belum ditetapkan

hukumannya.

Jari>mah H}udu>d: adalah jari>mah yang diancam hukuman h}ad yaitu

hukuman yang telah ditentukan oleh syara’dan menjadi

hak Allah, artinya bahwa hukuman tersebut tidak bisa

dihapuskan oleh perseorangan (orang yang menjadi korban

atau keluarganya).

Jarimah Qis}a>s}: adalah jari>mah yang diancam dengan hukuman qis}a>s}

atau diyat dan keduanya adalah hukuman yang ditentukan

oleh syara’. Perbedaan dengan hukuman h}ad adalah bahwa

h}ad merupakan hak Allah, sedangkan qis}a>s} dan diyat

adalah hak manusia dalam artian bahwa hukuman tersebut

bisa dihapuskan dan dimaafkan oleh korban atau

keluarganya.

Jari>mah Ta‘zi>r: adalah jarīmah yang diancam dengan hukuman ta‘zi>r.

Menurut bahasa adalah ta’di>b atau memberi pelajaran,

sedangkan menurut istilah adalah hukuman pendidikan

atas dosa yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’

dan hukuman diserahkan kepada ulil amri / pemimpin/

Page 192: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

170

pihak yang berwenang baik penentuannya maupun

pelaksanaannya.

Jawa>bir : adalah penebus dosa. Hukuman jawa>bir ditetapkan dalam

al-Qur’an dan merupakan hukum yang tetap. Hukum

syari’ah Islam ketika diterapkan kepada orang-orang yang

melakukan tindak kriminal dan ketika pada mereka

diberlakukan hukum syari’ah maka dosa mereka di dunia

telah terhapus, inilah yang dinamakan sebagai jawa>bir.

Jild : adalah hukuman dera sanksi bagi pelaku zina yang belum

menikah/ masih bujang.

JPU : adalah singkatan dari Jaksa Penuntut Umum yaitu jaksa

yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim

K

Kaffarah : artinya adalah penutup suatu kesalahan/ dosa, maksudnya

adalah denda yang dikenakan kepada orang-orang yang

membatalkan puasanya karena melakukan hubungan suami

isteri di siang hari pada saat bulan ramadhan.

Kasuistik : adalah sebab-sebab timbulnya sesuatu.

Keadilan restoratif: atau yang biasa dikenal dengan restorative justice

merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana

yang melbatkan masyarakat, korban, dan pelaku kejahatan

dengan tujuan agar tercapainya keadilan bagi seluruh pihak

sehingga diharapkan terciptanya keadaan yang sama

seperti sebelum terjadi kejahatan dan mencegah terjadinya

kejahatan lebih lanjut.

Keadilan retributif: atau yang biasa dikenal dengan retributive justice

adalah teori keadilan yang menganggap hukuman itu

merupakan respon yang diterima secara moral sebagai

kejahatan dengan penglihatan untuk manfaat kepuasan dan

psikologis yang dapat dilimpahkan kepada pihak yang

dirugikan, teman-teman dan masyarakat. Penekanan utama

pada keadilan retributif adalah penghukuman pelaku atas

apa yang mereka lakukan.

Keadilan distributif: penekanan utamanya adalah pada rehabilitasi

pelaku kejahatan.

Kompensasi: adalah ganti rugi atau pencarian kepuasan dalam suatu

bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan

Page 193: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

171

dalam bidang lain. Menurut Peraturan Pemerintah No 3 Th

2002 Kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan

oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti

kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya.

L

LPAS : adalah Lembaga Penempatan Anak Sementara tempat

sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.

LPKA : adalah singkatan dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak,

yaitu merupakan lembaga atau tempat anak menjalani

hukuman. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila

keadaaan dan perbuatan anak akan membahayakan

masyarakat, pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai

anak berumur 18 tahun.

LPKS : adalah singkatan dari Lembaga Penyelenggara

Kesejahteraan Sosial, fungsinya adalah sebagai lembaga

yang menyelenggarakan proses-proses rehabilitasi

perubahan prilaku khusus terhadap anak yang berhadapan

dengan hukum.

M

Mas}lah}ah : adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan,

(keselamatan, dsb). Menurut istilah umum mas}lah}ah

mendatangkan segala bentuk kemanfaatan tau menolak

segala kemungkinan yang merusak. Mas}lah}ah tidak

didasarkan pada penilaian akal manusia yang bersifat

relatif- subyektif dan dibatasi ruang dan waktu tetapi harus

sesuai petunjuk syara’ yang mencakup kepentingan dunia

dan akhirat.

Mediasi : adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan

pihak ketiga yang netral yang tidak berpihak pada salah

satu pihak manapun dan mengambil keputusan yang

membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai

penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.

Minor felonies: perbuatan tindak pidana/ bentuk kejahatan ringan.

Morally justifed: merupakan pembenaran secara moral karena pelaku

kejahatan dapat dikatakan layak untuk menerimanya atas

kejahatan yang sudah diperbuatnya.

Page 194: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

172

Mud}arrah : atau yang biasa disebut dengan mudarat dalam KBBI

(Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah sesuatu yang tidak

menguntungkan atau kerugian.

Mafsadah : yaitu kebinasaan, kejahatan atau perbuatan jahat.

Mukallaf : adalah orang yang dipertanggungjawabkan dengan

kewajiban dan perintah untuk menjalankan hukum

tuntutan agama Islam serta menjauhi laranganNya atas

dasar orang tersebut sudah mencapai usia dewasa dan

mempunya akal (‘a>qil ba>ligh) serta telah sampai seruan

agama (syariat Islam) kepadanya. Orang yang tidak waras

atau gila tidak termasuk mukallaf begitu juga anak kecil

yang belum dewasa (ba>ligh).

N

Nis}a>b : dalam bahasa artinya adalah batasan. Menurut Hukum

Islam dalam hal pencurian seseorang dapat dikenai

hukumanh}ad jika barang yang diambilnya mencapai nis}a>b

(batas minimal pencurian) yaitu ¼ dinar emas atau 3

dirham perak.

P

Proportionality: salah satu aliran retributif yang menyatakan bahwa

pidana dimaksudkan untuk menunjukkan adanya

kesebandingan antara beratnya suatu pelanggaran dengan

pidana yang dijatuhkan.

Penyidik : adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi

wewenang khusus oleh undang-undang.

Penyidikan :adalah kegiatan polisi dalam membuat terang suatu kasus

yang terjadi dengan mengumpulkan alat bukti yang sah,

baik berupa barang bukti, keterangan saksi, keterangan

saksi ahli, surat, dsb.

PH : adalah singkatan dari Penasehat Hukum yaitu mereka yang

memberikan bantuan atau nasihat hukum, baik dengan

bergabung atau tidak dalam suatu persekutuan Penasihat

Hukum, baik sebagai mata pencaharian atau tidak, yang

disebut sebagai Pengacara/Advokat dan Pengacara

Praktek.

Page 195: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

173

Pledoi : adalah Pembelaan terhadap tuntutan jaksa penuntut umum.

Kata pledoi berasal dari bahasa Belanda, yaitu Pleidooi

yang artinya pembelaan. Pledoi merupakan upaya terakhir

dari seorang terdakwa atau pembela dalam rangka

mempertahankan hak-hak dari kliennya, membela

kebenaran yang diyakininya, sesuai bukti-bukti yang

terungkap dalam persidangan. Upaya terakhir maksudnya,

upaya dari terdakwa/pembela dalam persidangan perkara

tersebut, sebelum dijatuhkan putusan oleh Pengadilan

Negeri.

Q

Qadhaf : atau tuduhan palsu zina secara bahasa yaitu ramyu shai berarti melempar sesuatu. Menurut istilah syara’ adalah

melempar tuduhan zina kepada orang lain yang karenanya

mewajibkan hukuman had bagi tertuduh. Hukum Islam

juga mengancamkan hukuman yang tak kalah beratnya

bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina kepada

orang lain. Hukuman tersebut tidak dijatuhkan ketika

tuduhannya mengandung kebohongan. Apabila tuduhannya

dapat dibuktikan kebenarannya, maka jari>mah qadzhaf itu

tidak ada lagi dan di jatuhkan kepada orang yang menuduh.

Artinya, bila si penuduh tak dapat membuktikan

tuduhannya karena lemahnya pembuktian atau

kesaksiannya, hukuman qadhaf dijatuhkan bagi si penuduh.

Qatl al-‘amd : pembunuhan dengan sengaja adalah suatu perbuatan

dimana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa

disertai dengan niat untuk membunuh korban atau

pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan

sengaja dengan menggunakan alat yang dipandang layak

untuk membunuh.

Qatl shibhu al-‘amd : pembunuhan dengan menyerupai sengaja adalah

perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada

orang lain dengan tujuan untuk mendidik tanpa diniati

untuk membunuh. Dikatakan pembunuhan semi sengaja

karena mempunyai dua unsur: yang pertama unsur

kesengajaan dilihat dari sengaja berbuat pukul, yang kedua

unsur kekeliruan dalam ketiadaan niat membunuh.

Page 196: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

174

Qatl al-khot}o>’ : pembunuhan karena kealpaan penganiayaan, dan

menimbulkan luka/ sakit akibat kealpaan yaitu

pembunuhan yang terjadi tanpa maksud melawan hukum

baik dalam perbuatannya maupun objeknya. Pembunuhan

karena kelalaian atau kekeliruan tidak mengandung unsur

sengaja apabila terjadi pembunuhan.

R

Reintegrative Shaming: adalah salah satu teori keadilan restoratif

dengan cara mempermalukan pelaku yaitu dengan cara

pelaku harus mengakui kesalahannya dan diikuti dengan

permintaan maaf dan pertobatan. Dalam hal ini pelaku

akan malu menghadapi korban atas kesalahan yang telah

diperbuatnya dan biasanya mereka meminta maaf dan

berjanji untuk memperbaiki kesalahan serta berniat akan

mengganti kerugian korban apabila korban meminta, tetapi

dalam hal ini pelaku tetap membutuhkan perawatan dan

perlindungan.

Reparative : usaha perawatan untuk merubah perilaku buruk pelaku

tindak pidana menjadi lebih baik. Fungsi reparatif yaitu

fungsi yang memperbaiki atau mencegah terjadinya

kerusakan.

Represif : merupakan upaya pengendalian sosial setelah terjadinya

pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat sehingga

keadaan pulih kembali seperti sediakala.

Requisitor: adalah kesimpulan proses pemeriksaan mulai dari awal

persidangan sampai dengan pembuktian.

Residivis : adalah orang yang pernah dihukum karena melakukan

tindak pidana dan mengulangi kembali tindak pidana

kejahatan yang mengakibatkan orang tersebut harus

kembali berurusan dengan para penegak hukum dan

persidangan.

Restitusi : Menurut KBBI adalah ganti rugi yaitu memperbaiki

kesalahan dengan mengganti atau memperbarui. Restitusi

adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau

keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa

pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian

untuk kehilangan atau penderitaan, atau penggantian biaya

untuk tindakan tertentu.

Page 197: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

175

Restorative Board/Youth Panel: adalah pertemuan para penegak

hukum berdiskusi dengan pelaku, membicarakan sanksi

yang pantas untuk para pelaku dan berdiskusi dengan

pelaku sampai tercapai kesepakatan tindakan yang akan

ditentukan untuk pelaku. Selanjutnya, pelaku

mendokumentasikan kemajuannya dan petugas

menyampaikan laporan kepada pengadilan atas kepatuhan

pelaku dengan disepakati sanksi.

Riddah : artinya keluar dari agama (kembali kekufuran). Orang yang

semula telah memeluk agama islam dan kemudian ia keluar

dari agama Islam orang yang demikian disebut murtad.

Sebab-sebab orang menjadi murtad adalah karena dua

faktor: Pertama , faktor dari dalam dirinya dan kedua ,

faktor dari luar dirinya.

S

Sari>qah : artinya adalah pencurian yaitu mengambil harta orang lain

dengan sembunyi-sembunyi dari tempat yg semestinya.

pengambilan harta selain pada definisi sariqoh di atas tidak

terkategorikan sari>qoh, misal mengambil uang yg

berserakan di jalanan umum, mengambil jam tangan atau

dompet yg tertinggal olh pemiliknya di kamar mandi

umum atau tempat wudhu, mengambil harta secara paksa

pada pemiliknya/ merampok, menjambret, memeras,

korupsi, semua itu tidak memenuhi kriteria sari>qoh yg

kemudian pelakunya tidak dijatuhi h}ad sari>qoh betapapun

harta yg diambilnya mencapai nis}a>bnya.

Shrub al-khamr : atau meminum khamar atau mabuk-mabukan

merupakan kejahatan mengerikan dalam hukum Islam

hukuman yang dianggap hudud dan disampaikan dalam

bentuk 80 cambukan.

SP3 : Surat Perhentian Penyidik Perkara adalah surat yang

dikeluarkan oleh Penyidik Polri yang menetapkan

dihentikannya suatu penyidikan perkara pidana.

Siphilis : adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh

bakteri spirosetTreponema pallidum sub-spesies pallidum.

Rute utama penularannya melalui kontak seksual; infeksi

ini juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama

kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan

Page 198: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

176

terjadinya sifilis kongenital. Penyakit lain yang diderita

manusia yang disebabkan oleh Treponema pallidum

termasuk yaws (subspesies pertenue), pinta(sub-spesies

carateum), dan bejel (sub-spesies endemicum).

Stakeholders: adalah kelompok atau individu yang dukungannya

diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup

organisasi.

S}ulh} : secara bahasa berarti menghentikan sengketa. Secara syar’i

adalah kesepakatan yang diperoleh dengan menghilangkan

persengketaan di antara dua orang yang bermusuhan. S}ulh}

hanya dapat dilakukan atas hak-hak manusia yang dimiliki

sebagiannya atas sebagian yang lain, yang mana hak

tersebut dapat digugurkan atau dijual. Adapun hak-hak

Allah yang seperti hukuman had dan zakat, maka tidak

bisa menerima s}ulh}}. Sebab s}ulh} dalam hak Allah caranya

ialah dengan menunaikannya secara sempurna.

SKB : adalah singkatan dari Surat Keputusan Bersama.

T

Ta‘a>quli> : adalah yang bisa diketahui dengan akal. Perbuatan taāqulī

bisa dianalisis secara rasional.

Ta’di>b : Lafal ta’dib setidaknya memiliki empat macam arti, yaitu:

education- pendidikan, discipline- ketertiban, punishment,

chastisement- hukuman, disciplinary punishment-hukuman

demi ketertiban. Pendidikan (ta’di>b) adalah pengisian dan

penanaman adab ke dalam diri manusia, ta’di>b merupakan

bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’di>ban, yang

berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut

istilah ta’dīb diartikan sebagai proses mendidik yang di

fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak

atau budi pekerti pelajar. Nampaknya, lafal ini lebih

mengarah kepada perbaikan tingkah laku.

Tadli>s : adalah transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak

diketahui oleh salah satu pihak, biasa disebut dengan

penipuan.

Takli>f : penetapan beban atas penerima titah (al-Mukhat}ab). Dalam

arti lain, takli>f ialah tuntutan yang mengandung

pembebanan dan keperberatan. Takli>f merupakan Khit}ab

syara' yang isinya tuntutan ( طهب) yang mengandung

Page 199: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

177

pembebanan atas penerima khit}ab (al-Mukhat}ab). Unsur-

unsur yang terkandung dalam konsep atau pengertian taklif

tersebut ialah: titah syara' (khit}ab al-syara'), penerima titah

(al-Mukhat}ab), dan pembebanan (al-Katfah).

U

Ulil Amri : adalah orang-orang yang Allah wajibkan untuk ditaati

yaitu penguasa dan pemerintah.

Ultimatum remedium: Artinya bahwa sanksi pidana dipergunakan

manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya.

Dengan perkataan lain, dalam suatu undang-undang sanksi

pidana dicantumkan sebagai sanksi yang terakhir, setelah

sanksi perdata, maupun sanksi administratif. Mekanisme

ini dipergunakan agar selain memberikan kepastian hukum

juga agar proses hukum pidana yang cukup panjang dapat

memberikan keadilan baik terhadap korban maupun

terhadap pelaku itu sendiri. Dalam perkembangan ilmu

hukum pidana yang sudah jauh maju, upaya ‚ultimum

remedium’ merupakan senjata terakhir dipergunakan.

V

Vindicative: salah satu tipe aliran retributif yang menyatakan dengan

dijatuhkannya pidana akan memuaskan perasaan balas

dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya,

temannya, maupun keluarganya.

VOM : adalah singkatan dari Victim Offender Mediation yaitu

proses yang menyediakan korban berkesempatan untuk

bertemu pelaku dalam lingkungan yang aman dan

terstruktur serta terlibat dalam diskusi mediasi kejahatan

yang dipimpin oleh seorang mediator.

W

Wagga wagga: Proses yang dilakukan masyarakat bangsa Maori ketika

pelaku tindak pidana kejahatan adalah anak- anakbahwa

perawatan dan pengambilan keputusan bagi anak-anak

adalah tanggung jawab keluarga dan masyarakat.

Page 200: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

178

Z

Zawa>jir : adalah pencegah dari kejahatan. Hukuman zawa>jir

merupakan sanksi atau hukuman yang diberikan oleh

Imam/ Khalifah / Pemimpin / diberikan kepada yang

berwenang untuk menetapkan suatu hukuman.

Zina : adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan

perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan

(perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat

manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi segala

aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan

manusia termasuk dikategorikan zina.

Zinā ghoiru muh}s}an/ muh}s}anah: yaitu zina yang dilakukan oleh orang

yang belum bersuami/ istri. Hukuman bagi seorang pezina

yang ghoiru muh}s}an/ muh}s}anah adalah dicambuk 100 kali

lalu keduanya diasingkan selama 1 tahun. Setelah itu boleh

menikah, bagi wanita yang hamil di luar nikah maka dia

tidak boleh menikah dalam keadaan hamil karena

pernikahan tersebut tidak sah.

Zinā muh}s}an/ muh}s}anah: yaitu zina yang taubatnya adalah sama

dengan taubat pelaku dosa maksiat dan harus ditambah

hukumannya dengan rajam- dilempari batu sampai mati,

melempar batu sebesar kepalan tangan kearah ulu hati

bukan kearah kepala. Melemparnya tidak boleh kasian dan

tidak boleh benci. Ucapan ketika melempar adalah

Bismillahi Allahuakbar.

Page 201: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

179

INDEX

‘Afwu · 43, 166

A

ABH · 1, 5, 21, 23, 35, 60, 61,

63, 66, 67, 69, 74, 146, 147,

154, 165

Adat · 31, 95, 161

ADR · 165

Advokat · 63, 165, 172

Alf Ross · 15, 145

Anak · 1, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 12,

15, 17, 21, 22, 23, 24, 26, 27,

28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 38,

39, 45, 47, 58, 59, 60, 61, 62,

63, 64, 65, 66, 67, 69, 70, 71,

72, 73, 74, 75, 76, 79, 80, 81,

82, 83, 84, 88, 89, 90, 91, 92,

93, 97, 99, 100, 102, 103,

110, 111, 112, 113, 115, 118,

123, 129, 130, 131, 135, 136,

146, 147, 151, 152, 153, 154,

156, 157, 158, 159, 160, 161,

162, 163, 165, 166, 167, 171

Anak Korban · 63

Anak Saksi · 63

Anak yang Berhadapan dengan

Hukum · 1, 60, 97

Aqila · 42, 165

Asusila · 128

B

Bapas · 17, 57, 73, 74, 75, 76,

87, 88, 90, 113, 115, 118,

123, 125, 128, 130, 132, 145,

163, 166

Berkonflik · 23, 27, 28, 66, 67,

69, 157, 158, 160

BHT · 166

BKA · 74, 88, 166

C

Circle · 38, 39, 156

CRC · 21, 167

D

Diskriminasi · 61

Diversi · 6, 15, 72, 76, 81, 82,

85, 90, 92, 152, 167

Diyat · 41, 42, 109, 167

F

Fairness · 168

FGC · 37, 38, 69, 168

Page 202: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

180

G

Gara>r · 168

H

H}udu>d · 169

Hak · 5, 21, 53, 61, 64, 71, 86,

152, 159, 163, 167

Hakim · 7, 17, 57, 74, 75, 78,

79, 80, 81, 90, 91, 127, 138,

155, 160

Hambatan · 86, 90, 92

Hirschi · 58

Hukum Islam · 8, 10, 11, 12,

16, 17, 24, 26, 50, 93, 116,

127, 132, 136, 151, 152, 153,

158, 172, 173

Hukum Pidana · 6, 8, 10, 11,

12, 17, 23, 26, 28, 29, 34, 42,

45, 46, 50, 52, 58, 92, 94, 95,

100, 103, 105, 107, 111, 116,

117, 118, 127, 133, 135, 151,

152, 153, 158, 159, 160, 161,

163

Hukuman · 41, 50, 51, 53, 54,

59, 63, 93, 95, 101, 104, 107,

108, 117, 133, 134, 136, 153,

159, 164, 170, 173, 178

I

Ihtila>m · 169

Implementasi · 11, 12, 69, 73,

86, 87, 162

J

Jaksa · 23, 57, 76, 77, 78, 132,

170

Jari>mah · 127, 169

Jawa>bir · 170

Jild · 170

John Rawls · 15, 145

Justice · 3, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 24, 26, 27, 28,

29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 38,

39, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 47,

48, 49, 57, 59, 60, 66, 82, 86,

87, 89, 90, 91, 92, 93, 95,

151, 152, 153, 154, 155, 156,

157, 158, 159, 160, 161, 162,

163

K

Kaffarah · 170

Kasuistik · 170

Kathleen Daly · 16, 91, 145

Keadilan · 1, 3, 4, 5, 7, 11, 13,

24, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34,

40, 59, 69, 80, 81, 83, 92, 95,

112, 153, 154, 155, 157, 158,

160, 161, 163, 170

Kebijakan · 6, 11, 12, 34, 57,

69, 71, 73, 77, 81, 83, 132,

158, 159, 161

Kejahatan · 28, 33, 46, 50, 57,

99, 151

Kenakalan · 33, 102

Kendala · 90

Page 203: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

181

Kepolisian · 17, 24, 57, 69, 70,

71, 72, 84, 88, 90, 101, 115,

123, 130

Keseimbangan · 40

Kesejahteraan · 61, 67, 69, 160,

171

Kesepakatan · 72, 127

Kewajiban · 53, 75, 101

Khot}o>’ · 108

Kompensasi · 41, 42, 170

Konflik · 68, 152

Konsiliasi · 43

Korban · 6, 33, 35, 36, 40, 42,

46, 70, 113, 118, 123, 161

Kriminologi · 3, 29, 31, 95,

156, 161

L

LPAS · 171

LPKA · 171

LPKS · 171

M

Maaf · 43

Manusiawi · 59, 63

Mas}lah}ah · 94, 156, 171

Masyarakat · 5, 49, 161

Mazhab · 25

Mediasi · 3, 6, 24, 34, 36, 45,

47, 48, 49, 59, 66, 68, 151,

152, 154, 157, 171

Mukallaf · 172

Musyawarah · 46, 101, 164

Mutaz M. Qafisheh · 8, 15, 40,

44, 145

N

Nawal H. Ammar · 15, 93, 145

P

Partisipasi · 61

Pasal · 21, 22, 23, 24, 48, 60,

61, 62, 63, 64, 69, 70, 71, 72,

75, 81, 88, 99, 100, 102, 112,

113, 116, 118, 123, 126, 130,

132, 135

Pelaku · 33, 34, 35, 40, 73, 88,

98, 118, 121, 128

Pelanggaran · 47

Pembelaan · 173

Pembunuhan · 97, 99, 100, 103,

104, 106, 108, 111, 174

Pencurian · 86, 88, 111, 112,

117, 119, 159, 161

Penegak Hukum · 69, 83

Pengadilan Anak · 22, 82, 102,

116

Pengampunan · 43, 44

Penggelapan · 122, 125, 126,

157

Penipuan · 122, 125, 126, 157

Penjara · 66, 67, 131

Penyidikan · 70, 73, 77, 172

Perkembangan · 45

Page 204: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

182

Perlindungan · 4, 5, 17, 24, 27,

28, 30, 37, 58, 61, 66, 67, 69,

74, 83, 84, 88, 99, 100, 102,

103, 116, 131, 135, 151, 153,

157, 158, 159, 161, 163

Pidana · 6, 7, 15, 17, 22, 23, 24,

29, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 45,

47, 50, 51, 59, 62, 63, 64, 65,

68, 69, 70, 73, 74, 76, 77, 78,

82, 88, 90, 92, 97, 100, 101,

108, 112, 116, 131, 132, 152,

153, 154, 157, 158, 159, 162,

163, 164

Pledoi · 173

Proportionality · 172

Q

Qatl · 104, 108, 173, 174

Qis}a>s} · 104, 169

R

Represif · 89, 174

Residivis · 174

Restitusi · 35, 174

Restorasi · 35

Restoratif · 1, 3, 4, 7, 11, 27,

28, 31, 33, 34, 40, 58, 59, 69,

80, 81, 83, 92, 95, 112, 153,

154, 155, 156, 157, 158, 160,

161, 163

Restorative · 3, 6, 7, 8, 9, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 24, 27, 28,

29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 38,

39, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 47,

48, 49, 57, 59, 60, 66, 82, 86,

87, 89, 90, 91, 92, 93, 95,

151, 152, 153, 154, 155, 156,

157, 158, 159, 160, 161, 162,

163, 175

Retribusi · 35

Retributif · 27, 28, 33, 158

Retributive · 7, 26, 27, 30, 60,

160

S

S}ulh} · 43, 176

Sanksi · 53, 85, 94, 104, 108,

119, 135

Syari’at · 117, 167

T

Ta‘zi>r · 11, 50, 52, 92, 93, 146,

151, 169

Teori · 5, 27, 31, 58

Terdakwa · 114, 124, 125, 129,

130, 131, 132

U

Ulil Amri · 177

V

Vindicative · 177

Page 205: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

183

VOM · 30, 35, 36, 47, 48, 68,

69, 160, 177

Y

Yurispudensi · 9

Z

Zawa>jir · 178

Zina · 133, 178

Page 206: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

184

Page 207: RESTORATIVE JUSTICE PADA HUKUM PIDANA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41492/1/CHINDYA... · tulisan ini penulis persembahkan untuk putra tersayang, Muhammad

185

RIWAYAT HIDUP

Nama : Chindya Pratisti Puspa Devi

Kelahiran : Jakarta 24 September 1987

Alamat : Perumahan Duren Jaya Jl. Eboni 3 Blok C no 409 Rt

08 Rw 10 Bekasi Timur 17111

Telepon : 082124341551

e-mail : [email protected]

Pendidikan Formal :

Sekolah Dasar Bani Saleh 1 (1993-1998)

Kulliyatu al-Mu’allima>t al-Isla>mi>yah (KMI) (1999-2005)

S1 Universitas Al-Azhar Cairo Mesir (2006-2010)

S2 Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta (2011-2014)