revisi laporan dk pemicu 2
DESCRIPTION
Tumbuh Kembang LaporanTRANSCRIPT
LAPORAN PEMICU 2
MODUL TUMBUH KEMBANG
Kelompok 4 :
Agung Priasmoyo
Muthiah Azzahra
Risci Intan Parmita
Tiara Grhanesia Denashurya
Marisa
Melvy Purwanti
Bella Faradiska Yuanda
Ega Kusuma Anindhita
Briegita Adhelsa M.Dommy
Dendy Frannuzul Ramadhan
Yohanes Satrio
Indri Vebrilia
I11112003
I11112071
I1011131002
I1011131016
I1011131034
I1011131038
I1011131041
I1011131050
I1011131057
I1011131065
I1011131076
I1011131083
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pemicu
Seorang bayi perempuan berusia 6 bulan di bawa oleh ibunya ke prakter dokter karena
belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan,
berat lahir 2.100 gr. Kenaikan berat badan selama ini cukup baik, lingkar kepala 39 cm
(mikrosefali). Pada pemeriksaan mata didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap
toksoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan makanan yang dimasak tidak
sempurna seperti lalapan dan sate.
1.2 Klarifikasi dan Definisia. Toksoplasma adalah genus sporozoa yang merupakan parasit intraseluler pada banyak
organ dan jaringan burung,mamalia,termasuk mamalia
b. Mikrosefali adalah suatu keadaan dimana ukuran lingkar kepala lebih kecil normal berdasarkan umur dan jenis kelamin
c. Titer antibody adalah suatu tes laboratorium yang mengukur keberadaan dan jumlah antibodi dalam darah
d. Khorioretinitis adalah suatu peradangan pada koroid yang terdapat di belakang retina
1.3 Kata Kunci
a. Belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala
b. Bayi perempuan usia 6 bulan
c. Titer Antibodi Toksoplasma (+)
d. Khorioenteritis
e. Mikrosefali
1.4 Rumusan Masalah
Bayi perempuan usia 6 bulan lahir dengan berat badan lahir rendah dibawa ke dokter karena
belum bisa tengkurap dan mengangkat kepala, di dapati khorioenteritis dan mikrosefali serta
dengan hasil titer antibodi berupa toksoplasma (+) .
2 |
1.5 Analisis Masalah
1.6 Hipotesis
Diduga bayi perempuan usia 6 bulan mengalami kelainan kongenital karena terinfeksi
Toxoplasma Gondii pada saat intra-uterin.
1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Bagaimana pertumbuhan normal pada bayi ?
2. Bagaimana perkembangan normal pada bayi ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?
4. Bagaimana fisiologis masa embrional ?
5. Bagaimana cara mengukur lingkar kepala pada bayi ?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi berat badan lahir rendah (BBLR) ?
3 |
7. Jelaskan siklus hidup dan proses infeksi Toxoplasma Gondii ?
8. Bagaimana cara mencegah dari terinfeksi toxoplasma ?
9. Mikrosefali :
a. Etiologi
b. Patogenesis
c. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
d. Tata Laksana
10.Khorioenteritis :
a. Etiologi
b. Patofisiologi
c. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
d. Tata Laksana
e. Prognosis
11. Toksoplasmosis :
a. Etiologi
b. Patogenesis
c. Diagnosis
d. Manifestasi Klinis
e. Tata Laksana
f. Respon Imun
12.Bakteri apa saja yang ada apabila makan masakan yang tidak dimasak sempurna ?
13.Jika telur T.gondii masuk kedalam tubuh manusia apakah telur tersebut dapat
menginfeksi manusia tersebut ?
14. Berapa berat badan bayi normal pada usia bulan ?
15.Apa akibat gangguan gizi ibu hamil terhadap tumbuh kembang bayi ?
16.Bagaimana hubungan antara persalinan ibu dengan gangguan tumbuh kembang anak ?
4 |
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertumbuhan normal pada bayi
a. Parameter tumbuh anak usia 0-6 bulan1.
1) Panjang badan bayi normal :
Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)
1 47-54 47-55
2 48-55 48,5-56
3 49-56 49,5-57
4 49,5-57,5 50,5-58
5 50-58 51,5-59
6 51-59 52-60
2) Berat badan bayi normal :
Usia (bulan) Perempuan (kg) Laki-laki (kg)
1 2,5-4,4 2,6-4,6
2 2,6-4,7 2,7-4,9
3 2,9-5 3,1-5,3
4 3,1-5,4 3,3-5,7
5 3,3-5,7 3,6-6
6 3,5-6 3,8-6,3
5 |
3) Lingkar kepala bayi normal :
2.2 Perkembangan normal pada bayi
a. Lahir-3 bulan2
1) Belajar mengangkat kepala
2) Belajar mengikuti objek dengan matanya
3) Melihat kemuka orang dan tersenyum
4) Bereaksi terhadap suara/bunyi
5) Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak
6) Menahan barang yang dipegangnya
7) Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
b. 3-6 bulan2
1) Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang tangan
2) Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau diluar
jangkauannya
3) Menaruh benda-benda dimulutnya
4) Berusaha memperluas lapang pandangan
5) Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
6) Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
6 |
Usia (bulan) Perempuan (cm) Laki-laki (cm)
1 34-39 35-39,5
2 36-40,5 36,5-41,5
3 37-42 38-43
4 38-43 39,5-44
5 39-44 40-45
6 39,5-45 41-46
c. 6-9 bulan2
1) Dapat duduk tanpa dibantu
2) Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
3) Dapat merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
4) Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
5) Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
6) Bergembira dengan melempar benda-benda
7) Mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti
8) Mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing
9) Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-sembunyian
d. 9-12 bulan2
1) Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
2) Dapat berjalan sendiri dengan dituntun
3) Menirukan suara
4) Mengulang bunyi yang didengarnya
5) Belajar menyatakan satu atau dua kata
6) Mengerti perintah sederhana atau larangan
7) Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi rumah sekitarnya, ingin
menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda kemulutnya
8) Berpartisipasi dalam permainan
e. 12-18 bulan2
1) Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah
2) Menyusun 2 atau 3 kotak
3) Dapat mengatakan 5-10 kata
4) Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
f. 18-24 bulan2
1) Naik turun tangga
2) Menyusun 6 kotak
3) Menunjuk mata dan hidung
4) Menyusun 2 kata
5) Belajar makan sendiri
7 |
6) Menggambar garis di kertas atau pasir
7) Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil
8) Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih
besar
9) Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka
g. 2-3 tahun2
1) Meloncat, memanjat, melompat satu kaki
2) Membuat jembatan dengan 3 kotak
3) Menyusun kalimat
4) Bertanya, dan memahami
5) Menggamba lingkaran
6) Bermain bersama anak lain, menyadari ada lingkungan diluar keluarganya
h. 3-4 tahun2
1) Berjalan sendiri mengunjungi tetangga
2) Berjalan Berjinjit
3) Belajar berpakaian dan membuka pakaian
4) Menggambar garis silang
5) Menggambar orang, kepala dan badan
6) Mengenal 2/3 warna
7) Bicara dengan baik
8) Menyebut nama, jenis kelamin, dan umurnya
9) Banyak bertanya
10) Mengenal sisi, atas bawah, depan belakang.
11) Mendengarkan cerita
12) Bermain dengan anak lain
13) Menunjukkan rasa sayang
14) Melaksanakan tugas sederhana
i. 4-5 tahun2
1) Melompat dan menari
2) Menggambar orang, kepala, lengan, badan
3) Menggambar segi empat dan segitiga
8 |
4) Pandai berbicara
5) Menghitung jari
6) Menyebut nama hari dalam seminggu
7) Mendengar dan mengulangi hal penting, bercerita
8) Minat kepada kata baru dan artinya
9) Memprotes larangan
10) Mengenal 4 warna
11) Memperkirakan bentuk dan ukuran benda
12) Menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.
2.3 Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
yaitu:3
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah
dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas
dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah
berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau
bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan
secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik
ini. Sedangkan di negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain diakibatkan
oleh faktor genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang
anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-anak
sebelum mencapai usia balita. Disamping itu, banyak penyakit keturunan yang
disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom Down, sindrom Turner, dan lain-
lain. 3
b. Faktor Iingkungan
9 |
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan.
Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan
lingkungan bio fisika-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari
konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor Iingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi:3
1) Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan (Faktor
pranatal). Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain adalah: 3
a. Gizi ibu pada waktu hamil.
Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu sedang
hamil, lebih senang menghasilkan bayi BBLR (berat badan lahir rendah) atau
lahir mati dan jarang menyebabkan cacat bawaan. Disamping itu dapat pula
menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir,
bayi baru lahir mudah terkena infeksi, abortus, dan sebagainya. Anak yang lahir dari ibu
yang gizinya kurang dan hidup di lingkungan miskin maka akan mengalami
kurang gizi juga dan mudah terkena infeksi dan selanjutnya akan menghasilkan
wanita dewasa yang berat dan tinggi badannya kurang pula.
b. Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan posisi janin pada uterus dapat
mengakibatkan talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis,
atau kranio tabes.
c. Toksin / zat kimia.
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap zat-zat teratogen.
Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin, methadion, obat-obat anti
kanker, dan lain sebagainya dapat menyebabkan kelainan bawaan. Demikian
pula dengan ibu hamil yang perokok berat/peminum alkohol kronis sering
melahirkan bayi berat badan lahir rendah, lahir mati, cacat, atau retardasi
mental. Keracunaan logam berat pada ibu hamil, misalnya karena makan ikan
yang terkontaminasi merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi
serebralis, seperti di Jepang yang dikenal dengan penyakit Minamata.
10 |
d. Endokrin.
Hormon-hormon yang mungkin benperan pada pentumbuhan janin, adalah
soma totropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida lain
dengan aktivitas mirip insulin (Insulin-like growth factors/IGFs). Somatotropin
(growth hormone) disekresi oleh kelenjar hipofisis janin sekitar minggu ke-9.
Produksinya terus meningkat sampai minggu ke-20, selanjutnya menetap
sampai lahir. Perannya belum jelas pada pertumbuhan janin. Hormon plasenta
(human placental lactogen = hormon chorionic somatro mammotropic),
disekresi oleh plasenta di pihak ibu dan tidak dapat masuk ke janin.
Kegunaannya mungkin dalam fungsi nutnsi plasenta.
Hormon-hormon tiroid seperti TRH (Thyroid Releasing Horinon), TSH
(Thyroid Stimulating Hormon), T3 dan T4 sudah diproduksi oleh janin sejak
minggu ke-12. Pengaturan oleh hipofisis sudah terjadi pada minggu ke-13.
Kadar hormon ini makin meningkat sampai minggu ke-24, lalu konstan.
Perannya belum jelas, tetapi jika terdapat defisiensi hormon tersebut, dapat
terjadi gangguan pada pertumbuhan susunan saraf pusat yang dapat
mengakibatkan retardasi mental.
Insulin mulai diproduksi oleh janin pada minggu ke-11, lalu meningkat
sampai bulan ke-6 dan kemudian konstan. Berfungsi untuk pertumbuhan janin
melalui pengaturan keseimbangan glukosa darah, sintesis protein janin, dan
pengaruh nya pada pembesaran sel sesudah minggu ke-30. Sedangkan fungsi
IGFS pada janin belum diketahui dengan jelas. Cacat bawaan sering terjadi pada
ibu diabetes yang hamil dan tidak mendapat pengobatan pada trimester I
kehamilan, umur ibu kurang dan 18 tahun lebih dan 35 tahun, defisiensi yodium
pada waktu hamil, PKU (phenylketonuria) , dan lain- lain.
e. Radiasi.
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan
kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya.
Misalnya pada peristiwa di Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Sedangkan
efek radiasi pada orang laki-laki, dapat mengakibatkan cacat bawaan pada
anaknya
11 |
f. Infeksi
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan
infeksi lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah
varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria, HIV, polio, campak, listeniosis,
leptospira, mikoplasma, virus influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap
hiperpireksia pada ibu hamil dapat merusak janin.
g. Stres
Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh kembang
janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dan lain-lain.
h. Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops fetalis,
kern ikterus, atau lahir mati.
i. Anoksia embrio
Menurunnya oksigenasi janin melaiui gangguan pada plasenta atau tali pusat,
menyebabkan berat badan lahir rendah.
2) Faktor Lingkungan Post-Natal
Lingkungan post-natal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum
dapat digolongkan menjadi: 3
a. Lingkungan biologis, antara lain:
1) Ras/suku bangsa
Pertumbuhan somatik juga dipengaruhi oleh ras/suku bangsa. Bangsa kulit
putih/ ras Eropah mempunyai pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada
bangsa Asia.
2) Jenis kelamin
Dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan,
tetapi belum diketahui secara pasti mengapa demikian.
3) Umur
Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak
mudah sakit dan mudah „terjadi kurang gizi. Disamping itu masa balita
12 |
merupakan dasar pembentukan kepnbadian anak. Sehingga diperlukan
perhatian khusus.
4) Gizi
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana ke butuhan
anak berbeda dengan orang dewasa, karena makanan bagi anak dibutuh kan
juga untuk pertumbuhan, dimana dipengaruhi oleh ketahanan makanan (food
security) keluarga. Ketahanan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan
makanan dan pembagian yang adil makanan dalain keluarga, dimana acapkali
kepentingan budaya bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota
keluarga. Satu aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan (food
safety) yang mencakup pembebasan makanan dan berbagai “racun” fisika, kimia dan
biologis, yang kian mengancam kesehatan manusia.
5) Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi
pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secana rutin setiap bulan, akan
menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas
pelayanan kese hatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang
mencakup aspek aspek promotif, preventif kuratif dan rehabiltatif.
6) Kepekaan terhadap penyakit
Dengan memberikan imunisasi, maka diharapkan anak terhindar dan penyakit
penyakit yang sering menyebabkan cacat atau kematian. Dianjurkan sebelum
anak berumur satu tahun sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 3 kali, DPT 3
kali, Hepatitis-B 3 kali, dan campak. Disamping imunisasi, gizi juga
memegang peranan penting dalam kepekaan ter hadap penyakit.
7) Penyakit kronis
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh kembangnya
dan pendidikannya, disamping itu anak juga meng stres yang berkepanjan gan
akibat dan penyakitnya.
8) Fungsi metabolisme
13 |
Khusus pada anak, karena adanya perbedaan yang mendasar dalam proses
metabolisme pada berbagai umur, maka kebutuhan akan berbagai nutrien
harus di dasarkan atas perhitungan yang tepat atau setidak-tidaknya memadai.
9) Hormon
Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang antara lain
adalah: “growth hormon”, tiroid, hormon seks, insulin, IGFs (Insulin - like
growth fac tors), dan hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal.
a) Somatotropin atau “growth hormon” (GH = hormon pertumbuhan)
Merupakan pengatur utama pada pertumbuhan somatis terutama
pertumbuhan kerangka. Pertambahan tinggi badan sangat dipengaruhi
hormon mi. GH merangsang terbentuknya somatomedin yang kemudian
berefek pada tulang rawan. GH mempunyai “circadian variation” dimana
aktivitasnya meningkat pada malam han pada waktu tidur, sesudah makan,
sesudah latihan fisik, per ubahan kadar gula darah dan sebagainya.
b) Hormon tiroid
Hormon ini mutlak diperlukan pada tumbuh kembang anak,
kanena mem punyai fungsi pada metabolisme protein, karbohidrat dan
lemak. Maturasi tulang juga dibawah pengaruh hormon ini. Demikian pula
dengan pertumbuhan dan fungsi otak sangat tergantung pada tersedianya
hormon tiroid dalam kadan yang cukup.
Defisiensi hormon tiroid mengakibatkan retardasi fisik dan mental
yang kalau berlangsung terlalu lama, dapat menjadi permanen. Sebaliknya
pada hipertiroidisme dapat mengakibatkan gangguan pada kardiovas kular,
metabolisme, otak, mata, seksual, dan lain- lain. Hormon mi mempunyai
intèraksi dengan hormon-hormon lain seperti somatotropin.
c) Glukokortikoid
Mempunyai fungsi yang bertentangan dengan somatotropin,
tiroksin serta androgen, karena kortison mempunyai efek anti-anabolik.
Kalau kortison berlebihan akan mengakibatkan pertumbuhan terhambat
terhenti dan terjadinya osteoporosis.
14 |
d) Hormon-hormon seks
Terutama mempunyai peranan dalam fertilitas dan reproduksi;
Pada permulaan pubertas, hormon seks memacu pertumbuhan badan,
tetapi sesudah bebe rapa lama justru menghambat pertumbuhan. Androgen
disekresi kelenjar adrenal (dehidroandrosteron) dan testis (testosteron),
sedangkan estrogen terutama diproduksi oleh ovarium.
e) Insulin like growth factors (IGFs)
Merupakan somatomedin yang kerjanya sebagai mediator GH dan
kerjanya mirip dengan insulin. Fungsinya selain sebagai growth promoting
factor yang berperan pada pertumbuhan, sebagai mediator GH,
aktifitasnya mirip insulin, efek mitogenik terhadap kondrosit, osteoblas
dan jaringan lainnya. IGFs diproduksi oleh berbagai jaringan tubuh, tetapi
IGFs yang beredar dalam sirkulasi terutama diproduksi di hepar.
10) Faktor fisik, antara lain: 3
a) Cuaca, musim, keadaan geografis suatu daerah.
Musim kemarau yang panjang/adanya bencana alam Iainnya, dapat
berdampak pada tumbuh kembang anak antara lain sebagai akibat
gagalnya panen, sehingga banyak anak yang kurang gizi. Demikian pula
gondok endemik banyak ditemu kan pada daerah pegunungan, dimana air
tanahnya kurang mengandung yodium.
b) Sanitasi
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam
penyediaan ling kungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh kembangnya.
Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang
peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dan kebersihan yang
kurang, maka anak akan sering sakit, misalnya diare, kecacingan, tifus
abdominalis, hepatitis, malaria, demam berdarah, dan sebagainya.
Demikian pula dengan polusi udara baik yang berasal dan pabrik, asap
kendaraan atau asap rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka
kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Kalau anak sering
menderita sakit, maka tumbuh kembangnya pasti terganggu.
15 |
c) Keadaan rumah: struktur bangunan, ventilasi, cahaya dan kepadatan
hunian.Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang
tidak mem bahayakan penghuninya, serta tidak penuh sesak akan
menjamin kesehatan penghuninya.
d) Radiasi.
Tumbuh kembang anak dapat terganggu akibat adanya radiasi yang tinggi.
b. Faktor psikososial antara lain: 3
a) Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tunbuh kembang anak. Anak
yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang diban dingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat
stimulasi.
b) Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan
lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya adanya sekolah yang
tidak terlalu jauh, buku-buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.
c) Ganjaran ataupun hukuman yang wajar
Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi ganjaran, rnisalnya
pujian, ciurnan, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut
akan menim bulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi
tingkah lakunya. Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang wajar
kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan. Yang penting hukuman harus
diberikan secara obyektif, di sertai pengertian dan maksud dan hukuman
tersebut, bukan hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan
terhadap anak. Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang tidak baik, akibatnya
akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak yang penting untuk
perkembangan kepribadian anak kelak kemudian hari.
d) Kelompok sebaya
Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman
sebaya. Tetapi perhatian dan orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau
16 |
dengan siapa anak tersebut bergaul. Khususnya bagi remaja, aspek
lingkungan teman sebaya menjadi sangat penting dengan makin
meningkatnya kasus-kasus penyalahgunaan obat-obat- dan narkotika.
e) Stres
Stres pada anak juga berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya, misalnya
anak akan menarik diri, rendah diri, terlambat bicara, nafsu makan
menurun dan sebagainya.
f) Sekolah
Dengan adanya wajib belajar 9 tahun sekarang ini, diharapkan setiap anak
mendapat kesempatan duduk di bangku sekolah minimal 9 tahun.
Sehingga dengan mendapat pendidikan yang baik, maka diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup anak-anak tersebut. Yang masih menjadi
niasalah sosial saat ini adalah masih banyàknya anak-anak yang terpaksa
meninggalkan bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah
untuk keluarganya.
g) Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak
memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dan orang tuanya. Agar
kelak kemudian akan menjadi anak yang tidak sombong dan bisa
memberikan kasih sayangnya pula kepada sesamanya. Sebaliknya kasih
sayang yang diberikan secara berlebihan yang menjurus kearah
memanjakan, akan menghambat bahkan mematikan perkembangan
kepribadian anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri,
pemboros. sombong dan kurang bisa menerima kenyataan.
h) Kualitas interaksi anak—orang tua
Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan
keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orang tuanya,
sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan
bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua
dan anak.
17 |
Interaksi tidak di tentukan oleh seberapa lama kita bersama anak.
Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dan interaksi tersebut yaitu
pemahaman terhadap kebutuhan masing masing dan upaya optimal untuk
memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling
rnenyayangi.
c.Faktor keluarga dan adat istiadat antara lain:
a) Pekerjaan/pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik
yang primer maupun yang sekunder.
b) Pendidikan ayah/ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam
tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dan luar terutama tentang cara pengasuhan anak
yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan
sebagainya.
c) Jumlah saudara
Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang
yang diterima anak. Lebih-iebih kalau jarak anak terlalu dekat. Sedangkan
pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak
yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan
perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan
perumahan pun tidak térpenuhi. Oleh karena itu Keluarga Berencana tetap
diperlukan.
d) Jenis kelamin dalam keluarga
Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga angka kematian bayi dan malnutnisi
masih tinggi pada wanita. Demikian pula dengan pendidikan, masih
banyak ditemukan wanita yang buta huruf
18 |
e) Stabilitas rumah tangga
Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga yang
harmonis, dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis.
f) Kepribadian ayah/ibu
Kepribadian ayah dan ibu yang terbuka tentu pengaruhnya berbeda
terhadap tumbuh kembang anak, bila dibandingkan dengan mereka yang
kepribadiannya tertutup.
g) Adat-istiadat, norma-norma, tabu-tabu
Adat-istiadat yang berlaku di tiap daerah akan berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak. Misalnya di Bali karena seringnya upacara agama
yang diadakan oleh suatu keluarga, dimana hams disediakan berbagai
makanan dan buah-buahan, maka sangat jarang terdapat anak yang gizi
buruk karena makanan mau pun buah-buahan ter sebut akan dimakan
bersama setelah selesai upacara. Demikian pula dengan norma-norma
maupun tabu-tabu yang berlaku di masyarakat, berpengaruh pula terhadap
tumbuh kembang anak.
h) Agama
Pengajaran agama hams sudah ditanamkan pada anak-anak sedini
mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk berbuat
kebaikan dan kebajikan.
i) Urbanisasi
Salah satu dampak dan urbanisasi adalah kemiskinan dengan segala
permasalahannya. Kehidupan politik dalam masyarakat yang
mempengaruhi prioritas kepentingan anak, penangganan, dan lain-lain.
2.4 Fisiologis masa embrional
a. Fisiologi mata
19 |
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, juga
membutuhkan analisis yang cermat dari bentuk, intensitas cahaya dan warna yang
dipantulkan objel. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak
yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat
untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa yang berfungsi
mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.4
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin didalam aqueous humour. Lubang bundar dibagian tengah iris disebut pupil.
Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain
radial. Apabila otot sirkuler berkontraksi maka pupil akan mengecil, hal itu terjadi
untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Namun apabila otot radialis
memendek, maka ukuran pupil menngkat, itu terjadi untuk meningkatkan jumlah
cahaya yang masuk.5
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan
lensa sehungga baik sumber cahaya maupun jauh dapat difokuskan diretina dikenal
sebagai akomodasi. Kekuatan lensa tergantung pada ototnya, yang diatur oleh otot
siliaris. Otot ini merupakan bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan
koroid disebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa
mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk
menghasilkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat.5
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Jika sistem saraf simpatis
teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak
cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi
dimana intensitas cahaya berubah dan ketika memindahkan arah pandnagan ke
benada atau objek yang dekata atau jauh.6
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aquous humour (n=1.33),
dan lensa (n=1.40).setela cahaya merefraksi, melewati pupil dan mencapai retina,
tahao terakhir dalam proses visual adalah perubahan energy cahaya menjadi aksi
20 |
potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Prses perubahan ini terjadi pada
retina.6 Retina memiliki 2 komponen yaitu,
1) Pigmented retina
Pigmented retina terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang
bersama-sama dengan pigmen koroid membentuk suatu matriks hitam yang
mempertajam penglihatan dengan mengurangi penyebaran cahaya dan
mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada.
2) Sensory retina
Terdapat tiga lapisan neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan
ganglionic. Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plaxiform layer
dimana neuron dari berbagai lapisan bersatu.7
Tajam pengliatan didefinisikan sebagai buruk atau jelasnya penglihatan
yang bergantung pada kejelasan upaya pemfokusan di retina. Ketajaman
penglihatan adalah upaya untuk membedakan berbagai bentuk.penglihatan yang
optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh,
struktur mata yang sehat , serta kemampuan focus mata yang tepat.8
Terdapat beberapa mekanisme yang membantu melindungi mata dari
cidera. Bola mata dilindungi oleh kantung tulang tempat mata berada. Kelopak
mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi anterior mata dari gangguan
lingkungan. Kelopak mata menutup secara refleks unttuk melindung mata dalam
posisi terancam. Sedangkan air mata berfungsi sebagai pelumas, pembersih dan
bahkan bakterisidal (mematikan kuman). Air mata diproduksi oleh kelenjar
lakrimal di sudut lateral atas di bawah kelopak mata.5
21 |
Gambar 1.1 gambaran internal mata. potongan mata pada fetus berumur 15
minggu, menunjukkan anterior chamber, iridopupillary membrane, inner and
outer vascular layers, choroid, and sclera. 9
22 |
23 |
Struktur Fungsi
Humor aquosus Cairan encer jernih yang terus menerus dibentuk dan
membawa nutrient bagi kornea dan lensa
Sel bipolar Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di retina
Titik buta Jalan keluar nervus optikus dan pembuluh darah
Koroid Berpigmen untuk mencegah pembuyaran berkasi sianr di
mata; mengandung pembuluh darah yang memberi
makan retina; disebelah anterior membentuk badan
siliaris dan iris
Badan siliar Menghasilkan humour aquous dan mengandung otot
siliaris
Otot siliaris Penting dalam akomodasi
Sel kerucut Berperan dalam ketajaman penglihatan, penglihatan
warna dan di siang hari
Kornea Berperan besar didalam refraksi mata
Fovea Daerah dalam ketajaman tertinggi
Sel ganglion Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di retina;
membentuk nervus optikus
Iris Mengubah-ubah ukuan pupil dengan kontraksi; berperan
menentukan warna mata
Lensa Bertperan dalam kemampuan refraksi mata selama
akomodasi
Macula lutea Memiliki ketajaman tinggi, karena banyak mengandung
sel kerucut
Diskus optikus Bagian pertama dari jalur penglihatan ke otak
Nervus optikus Bagian pertama dari jalur penglihatan ke otak
Pupil Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
Retina Mengandung fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang)
Sel batang Berperan dalam penglihatan hitam-putihdan malam serta
memiliki sensitivitas tinggi
Sklera Selubung jaringan ikat protektif; membentuk bagian putih
mata yang terlihat; disebelah anterior membentuk
jaringan khusus yaitu kornea
Ligamentum suspensorium Penting dalam akomodasi
Humor vitreus Bahan setengah cair mirip gel yang membantu
Tabel 1.1 anatomi mata dan fungsinya secara umum
Gambaran 1.2 a. anatomi internal mata, potongan sagittal sebuah mata memperlihatkan
hubungan diantara struktur-struktur utama mata, ketiga lapisan utama atau tunika dinding,
adalah region penting di dalam lapisan tersebut dan elemen refraktif (kornea, lensa dan
corpus vitreum)4
24 |
b. Fisiologi kepala
Sistem rangka berkembang dari mesoderm paraksial dan lempeng lateral
(lapisan somatic) dan dari Krista neuralis. Mesoderm paraksial membentuk
serangkaian blok jaringan tersegmentasi dikedua sisi tabung saraf yang dikenal
sebagai somitomer di region kepala dan somit dari region oksipital ke kaudal. Somit
berdiferensiasi menjadi bagian ventromedial, sklerotom, dan bagian dorsolateral,
dermomiotom. Pada akhir minggu ke empat, sel-sel sklerotom menjadi
polimorfikdan membentuk jaringan longgar, mesenkim, atau jaringan ikat mudigah.
Sel mesenkim memiliki cirri dapat bermigrasi dan berdiferensiasi melalui banyak
cara. Sel-sel ini dapat menjadi fibroblast, kondroblas, atau osteoblas (sel pembentuk
tulang).1
Kemampuan mesenkim membentuk tulang tidak terbatas pada sel sklerotom
tetapi juga dilapisan mesoderm somatic dinding tubuh yang menghasilkan sel
mesoderm untuk membentuk gelang bahu dan panggul serta tulang-tulang panjang
ekstremitas. Sel-sel Krista neuralis di daerah kepala juga berdiferensiasi menjadi
mesenkim dan ikut serta membentuk tulang-tulang wajah dan tengkorak. Somitomer
dan somit oksipital juga ikut serta dalam pembentukan kubah cranium dan dasar
tengkorak. Pada sebagian tulang, misalnya tulang-tulang pipih tengkorak, mesenkim
di dermis berdiferensiasi secara langsung menjadi tulang, suatuproses yang dikenal
sebagai osifikasi intra-membranosa. Namun pada sebagian besar tulang, sel-sel
mesenkim mula-mula menghasilkan model kartilago hialain yang kemudian
mengalami penulangan melalui osifikasi endokondral. Salah satu perkembangan
struktur tulang terpenting adalah tengkorak.1
Tengkorak dapat dibagi menjadi 2 bagian: neurokranium yang membentuk
wadah protektif disekitar otak, dan viserokranium yang membentuk rangka wajah.
Pada neurokranium itu sendiri, paling mudah jika dibagi menjadi dua bagian: (a)
bagian membranosa, terdiri dari tulang pipih yang mengelilingi otak sebagai suatu
kubah, dan (b) bagian kartilaginosa atau kondrokranium yang membentuk tulang
dasar tengkorak.9
Jika dihubungkan dengan kejadian mikrosefali yang terdapat pada pemicu,
mikrosefali terjadi karena kubah cranium yang lebih kecil dari normal. Karena
25 |
ukuran cranium bergantung pada pertumbuhan otak, cacat yang mendasarinya adalah
kelainan pembentukan otak.9
2.5 Cara mengukur lingkar kepala pada bayi
Tujuan dari mengukur lingkar kepala pada anak adalah untuk mengetahui lingkar
kepala anak dalam batas normal atau di luar batas normal.10 Pertama alat pengukur
diukur dengan cara melingkarkan alat pengukur pada kepala anak melewati dahi
(prominent frontalis), menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang
kepala yang paling menonjol (prominent occiput), baca angka pada pertemuan
dengan angka 0, tanyakan tanggal lahir dan hitung umur anak tersebut, kemudian
hasil dicatat pada grafik lingkar kepala sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Buat
garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran sekarang.
Gambar 1.3 Gambar seorang bayi, menunjukkan cara pengukuran lingkar kepala pada
anak.
Untuk mengukur lingkar kepala pada bayi,digunakan kurva sebagai pengukuran
lingkar kepala dan sebagai penunjuk apakah anak memiliki lingkar kepala normal atau
tidak. Kurva dibedakan menurut jenis kelamin. Berikut ini adalah gambaran kurva lingkar
kepala,
26 |
Gambar 1.4. a) Kurva Lingkar kepala pada anak laki-laki. b) kurva lingkar kepala pada
anak perempuan. Keterangan : >2 SD : makrosefal atau hidrosefal. 2 SD : normal. <2 SD :
mikrosefal.10
27 |
2.6 Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir rendah
Faktor-faktor penentu Berat Badan Lahir (BBL) meliputi:3
a. Faktor intrinsik yaitu jenis kelamin, genetika, suku bangsa, dan pertumbuhan placenta.
b. Faktor ibu yang meliputi,
1) Faktor biologi, yaitu: umur, paritas, tinggi badan, berat badan pra hamil, pertambahan
berat badan selama kehamilan, LILA (lingkar lengan atas)
2) Faktor lingkungan, yaitu: taraf sosial ekonomi, jarak antar kehamilan, penyakit
infeksi, kegiatan fisik, perawatan kesehatan, pendidikan, kebiasaan merokok, atau
minum alkohol, dan ketinggian tempat tinggal.
Gizi ibu pada waktu hamil sangat penting untuk pertumbuhan janin yang dikandungnya.
Angka kejadian BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) lebih tinggi di negara-negara yang
sedang berkembang daripada di negara-negara yang sudah maju. Hal ini disebabkan oleh
keadaan social ekonomi yang rendah mempengaruhi diet ibu.3Pada umumnya, ibu-ibu yang
hamil dengan kondisi kesehatan yang baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak
sering menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra-hamil, akan
menghasilkan bayi yang lebih besar dan lebih sehat daripada ibu-ibu yang kondisinya tidak
seperti itu.
Kurang gizi yang kronis pada masa anak-anak dengan atau tanpa sakit yang berulang,
akan menyebabkan bentuk tubuh yang “stunting/kuntet” pada masa dewasa. Ibu-ibu yang
kondisinya seperti ini sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian
yang tinggi, bahkan ibu tadi juga menderita anemia. Terdapat hubungan antara bentuk tubuh
ibu, sistem reproduksi dan sosial-ekonomi terhadap pertumbuhan janin.
Berat badan lahir (BBL) bayi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain selama
kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi kehamilan, kurang gizi, keadaan stress pada ibu
hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya,
atau pertumbuhan plasenta dan transport zat-zat gizi ke janin.3
Ada dua faktor yang perlu diperhatikan pada wanita hamil di negara berkembang, yaitu:
a. Perkawinan pada masyarakat di pedesaan sering terjadi pada usia muda, yaitu
sekitar usia “menarche”. Menarche adalah pembentukan atau permulaan fungsi
menstruasi. Risiko untuk melahirkan BBLR sekitar dua kali lipat dalam 2 tahun
setelah “menarche”. Disamping itu akan terjadi kompetisi makanan antara janin dan
28 |
ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan
hormonal yang terjadi selama kehamilan, semua ini akan menyebabkan kebanyakan
wanita di negara berkembang mempunyai tinggi badan yang pendek.
b. Pada masyarakat tradisional, wanita mempunyai status yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki, sehingga kurang energi protein (KEP) pada wanita lebih
tinggi dengan akibat tingginya angka kematian bayi.
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) antara lain:3
a. Gangguan perkembangan, salah satunya gangguan perkembangan motorik
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (Retinopati)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronis
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
2.7 Siklus hidup dan proses infeksi Toxoplasma Gondii
a. Daur hidup Toxoplasma gondii
Daur hidup T. gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel dan siklus
ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif seperti kucing.
Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara seperti manusia, kambing
dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista yang keluar bersama tinja kucing belum
bersifat infektif. Setelah mengalami sporulasi, ookista akan berisi sporozoit dan menjadi
bentuk yang infektif. Manusia dan hospes perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan
bentuk ookista tersebut.11
Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga sporozoit bebas.
Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan mengikuti aliran darah dan limfa
menuju berbagai organ tubuh seperti otak, mata, hati dan jantung. Sporozoit bebas akan
membentuk pseudokista setelah berada dalam sel organ-organ tersebut.
Pseudokista tersebut berisi endozoit atau yang lebih dikenal sebagai takizoit.
Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur
29 |
kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya
ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).11
b. Cara infeksi
1) Pada toxoplasma kongenital, transmisi tokoplasma kepada janin terjadi in utero
melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.
2) Pada toxoplasma akuisita, infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau
kurang matang (misalnya sate), kalau daging daging tersebut mengandung kista
jaringan atau takizoit tokoplasma.
3) Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium. Pada orang yang bekerja dengan binatang
percobaan yang diinfeksi Toxoplasma gondii, melalui jarum suntik dan alat
laboratorium lain yang terkontaminasi dengan Toxoplasma gondii. Ibu hamil tidak
dianjurkan bekerja dengan Toxoplasma gondii yang hidup. Infeksi dengan
Toxoplasma gondii juga pernah terjadi waktu mengerjakan autopsi.
4) Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita
toksoplasmosis laten.
5) Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.12
Manusia dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dengan berbagai cara yaitu makan
daging mentah atau kurang rnasak yang mengandung kista Toxoplasma gondii,
termakan atau tertelan bentuk ookista dari tinja kucing, rnisalnya bersarna buah-buahan
dan sayur-sayuran yang terkontaminasi. Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi
organ tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum
pernah terinfeksi Toxoplasma gondii.
Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat laboratorium
lain yang terkontaminasi oleh Toxoplasma gondii. Infeksi congenital terjadi di
intrauterin melalui plasenta. Setelah terjadi infeksi Toxoplasma gondii ke dalam tubuh,
akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit
menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel
inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan
otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling besar.
30 |
Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap
ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan
syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.13
2.8 Cara pencegahan agar tidak terinfeksi toxoplasma
Berikut beberapa pencegahan terhadap toksoplamasis, yaitu13 :
A. Mencegah Infeksi atau Mengurangi Manifestasi pada Janin
1) Mencegah infeksi ibu
a) Mengindentifikasi wanita berisiko dengan uji serologis
b) Mengobati ibu yang terinfeksi secara akut selama hamil untuk mengurangi
(sampai 60%) penularan.
c) Mengindentifikasi janin yang terinfeksi dengan ultrasonografi, amniosintesis
dan sampel darah janin.
d) Obati janin dalam uterus untuk mengurangi keparahan penyakit
2) Mencegah Infeksi dari Daging, Telur dan Susu
a) Masak daging sampai “masak betul” diasap atau direndam dalam air garam
b) Jangan menyentuh membrane mukosa mulut atau mata sementara memegang
daging mentah
c) Cuci tangan menyeluruh sesudah memegang daging
d) Cuci permukaan dapur yang berkontak dengan daging mentah
e) Masak telur. Jangan minum susu yang tidak dipasteurisasi.
3) Mencegah Infeksi Melalui Transfusi Darah atau Transplantasi Organ
a) Jangan menggunakan produk-produk darah dan organ dari donor seropositive
untuk resipien seronegatif.
4) Mencegah Infeksi oleh Ookista yang di ekskresi oleh Kucing
a) Cuci buah-buahan dan sayuran sebelum dikonsumsi
b) Cegah masuknya lalat, kecoa, dll. pada makanan
c) Hindari kontak dengan benda yang kemungkinan terkontaminasi tinja kucing,
misalnya : kotak kotoran kucing atau memakai sarung tangan bila memegang
benda tersebut atau bila berkebun atau bermain dengan anak-anak di kotak
pasir
31 |
d) Desinfeksi kotak kotoran kucing selama 5 menit dengan air yang hampir
mendidih.
2.9 Mikrosefali
Mikrosefali adalah suatu keadaan dimana ukuran lingkar kepala lebih kecil dari normal
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
A. Etiologi
Mikrosefali didefinisikan sebagai lingkar kepala yang berukuran lebi dari tiga standar
deviasi dibawah rata-rata (mean) menurut usia dan jenis kelamin. Mikrosefali terbagi
atas dua kelompok utama yaitu
1) Mikrosefali primer (genetika)
Mikrosefali primer merujuk pada kelompok keadaan yang biasanya tidak
memiliki malformasi lain dan mengikuti pola pewarisan mandelian atau terkait
dengan sindrom genetik tertentu. Bayi-bayi ini biasanya dikenali saat lahir
karena kecilnya lingkar kepala. Tipe yang paling lazim adalah mikrosefali
dominan autosom dan mikrosefali dominan familial. Berikut ini akan diuraikan
etiolgi mikrosefali primer beserta ciri-ciri khususnya:
a) Familial (autosom resesif) Memiliki insiden satu banding empat puluh ribu
kelahiran. Dengan penampakkan khas (ciri-ciri khusus) yaitu, dahi miring,
hidung dan telinga menonjol, retardasi mental berat dan kejang-kejang,
corak pembukaan otak yang berlekuk-lekuk sulit untuk dibedakan, dan
arsitektur sel kacau.
b) Autosom dominan
Autosom dominan memiliki penampakkan yang khas yaitu, muka tidak
khas, celah palpebral tidak miring, dahi sedikit miring dan telinga menonjol,
pertumbuhan linier normal, kejang kejang mudak dikendalikan dan retardasi
mental ringan atau sedang.
3 Sindrom
Berikut ini beberapa sindrom down yang dapat menyebabkan mikrosefali,
a) Sindrom down (trisomy -21)
b) Sindrom Edward (trisomy-18)
32 |
c) Cri-du-cat (5-p)
1) Mikrosefali sekunder (non genetika)
Mikrosefali sekunder akibat dari sejumlah besar agen berbahaya yang dapat
mengenai janin dalam uterus atau bayi selama masa pertumbuhan otak cepat,
terutama pada usia 2 tahun pertama. Berikut ini akan diuraikan etiolgi mikrosefali
sekunder beserta ciri-ciri khususnya15
a. Radiasi menyebabkan mikrosefali dan retardasi mental paling berat jika
pemajanan sebelum kehamilan mingu ke-15
b. Infeksi kongenital
1. Sitomegalovirus (CMV)
CMV merupakan infeksi yang sering terjadi di dunia. Resiko terhadap
janin paling besar apabila wanita hamil mendapatkan infeksi CMV
primer. Sekitar 40% dari kasus tersebut menjadi infeksi janin. Infeksi
CMV kongenital simtomatik pada mulanya disebut penyakit inklusi
sitomegali. Penyakit ini melibatkan banyak organ, tanda – tandanya
meliputi, retardasi pertumbuhan intrauterine, hepatosplenomegaly,
pneumonitis. Sistem saraf pusat sering kali terlibat, seperti yang
dibuktikan oleh mikrosefali dan ventrikulomegali. Selain itu masalah-
masalah neurologis lain aalah korioretinitis dan tuli sensorineural.
2) Rubella
Rubella merupakan virus RNA terselubung, virus rubella dibedakan oleh
kecenderungannya intuk menginfeksi janin. Selama trimester pertama
kehamilan, infeksi primer rubella pada ibu memiliki 80% kemungkinana
penularan pada janin. Penularan ini juga terjadi pada trimester kedua
(50%) dan tetap berlangsung selama kehamilan.
3) Toksoplasmosis
Toksoplasma gondii adalah parasit penyebab penyakit pada binatang dan
manusis. Toksoplasmosis pada manusia khusunya pada bayi dan anak,
dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Dasar dari masalah
adalah sebagian orang telah mempunyai antibody terhadap toksoplasma,
tanpa menyadari telah mendapat infeksi, termasuk wanita hamil .selain
33 |
itu toksoplasmosis kongenital memberikan masalah tersendiri, oleh
karena manifestasi klinis sangat bervariasi, dapat tidak tampak saat lahir,
sampai dijumpai gejala neurologik yang berat. Bahkan dapat
menyebabkan kematian.15
Obat
1) Alcohol janin
Alcohol adalah bahan yang paling sering digunakan saat ini, merupakan
teratogen lingkungan yang penting. Bayi yang terkena, mengalami
retardasi pertumbuhan prenatal dan postnatal, anomaly wajah
(mikrosefali, fisura palpebral pendek, hypoplasia maksila) dan gangguan
psikomotor16
2) Hindantoin janin
Lain –lain, yaitu meningitis, malnutrisi, metabolic, hipertermia,
ensefalopati hipoksis iskemik.15
B. Patogenesis
Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali genetik ini
termasuk mikrosefali familial dan mikrosefali akibat aberasi khromosom. Mikrosefali
akibat penutupan sutura (kraniosinostosis). Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk kepala
abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada anomali serebral yang jelas.
Bakal serebrum mulai terlihat sebagai struktur yang dapat dikenali pada embrio
kehamilan 28 hari, saat ujung anterior tuba neuralis mengalami suatu ekspensi globular,
presensefalon. Dalam beberapa ari berikutnya, prosensefalon membelah menjadi 2
perluasan lateral yang merupakan asal hemisfrum serebri dan ventrikel lateralis.
Dinding ventrikel pada stadium ini dibentuk oleh lapisan benih neuroblas yang aktif
membelah. Neuroblas yang terbentuk bermigrasi dari dinding ventrikel ke permukaan
hemisferium primitive, berakumulasi dan membentuk korteks serebri. Pendatang
pertama membentuk lapisan bawah korteks, pendatang selanjutnya melewati lapisan ini,
membentuk lapisan- lapisan atas. Diferensiasi neuroblas membentuk neuron ekstensi sel
yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson dengan lumen ventrikel
melalui ekstensi sel yang bertambah panjang dan akhirnya membentuk akson substansi
34 |
alba subkortikal. Akson yang menyebrang dari 1 hemisferium ke hemisferium lainnya
untuk membentuk korpus kalosum, terbentuk lengkap pada bulan ke-5. Pada saat ini lah
permukaan akorteks mulai memperlihatkan identitas yang terbentuk progesif selama
trimester terakhir, sehingga pada aterm, siklus dan girus utama telah berbatas tegas. 15
Otak bayi aterm memiliki seluruh komplemen neuron dewasa, tetapi beratnya
hanya sekitar sepertiga otak dewasa. Peningkatan berat postnatal adalah akibat
mielinisasi substansia alba subkortikal, perkembangan penuh prosesus saraf, baik
dendrit maupun akson serta peningkatan selb glia.15
Secara umum pengaruh abnormal sebelum kehamilan bulan ke-6 cenderung
mempengaruhi pertumbuhan struktur makroskopik otak dan mengurangi jumlah neuron
total. Pengaruh perubahan patologik pada periode perinatal cenderung lebih ringan,
seperti keterlambatan mielinisasi dan berkurangnya pembentukan dendrit. Hilangnya
substansi otak akibat lesi destruktif dapat terjadi pada akhir masa janin dan awal masa
bayi, baik secara terpisah ataupun bersama cacat perkembangan lain. 15
Primary Autosomal Recessive Microcephaly (MCPH) atau Mikrosefali
Autosomal Resesif Primer merupakan salah satu gangguan kongenital, ditandai dengan
retardasi mental dan ukuran otak yang kecil tanpa tambahan malformasi otak yang
parah. Beberapa gen yang mendasari terjadinya mikrosefali primer telah teridentifikasi.
Meskipun protein yang dikodekan memiliki fungsi yang beragam, penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat gangguan proses pembelahan mitosis dari
struktur kortikal selama masa perkembangan embrionik. Selama tahap awal
perkembangan kortikal, sel progenitor yang memiliki kemampuan pembelahan secara
simetris sangat penting untuk menghasilkan sel dengan jumlah yang cukup dan secara
bersama-sama berfungsi sebagai inti proses neurogenesis berkelanjutan. Proses
proliferasi dan diferensiasi ini terutama terjadi pada ventrikel dan zona subventrikular
yang melapisi rongga otak. Sel progenitor bagian asimetris saraf menghasilkan sel induk
dan anak dengan hasil yang berbeda. Gangguan dari divisi simetris dapat menyebabkan
menipisnya inti progenitor sel saraf, penurunan selanjutnya di tingkat proliferasi dan
tingkat neuron dapat mengurangi produksi sel. Hasil akhirnya adalah otak yang lebih
kecil dari biasanya dan mikrosefalus. Malformasi otak yang parah biasanya tidak
terdapat pada MCPH.17
35 |
Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat
disebabkan oleh infeksi intrauterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella, sifilis,
toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi, hipotensi sistemik maternal, insufisiensi
plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal seperti diabetes mellitus, penyakit renal
kronis, fenilketonuria; dan kelainan perinatal serta pascanatal seperti asfiksia, infeksi,
trauma, kelainan jantung kronik, serta kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali
ini berhubungan dengan retardasi mental dalam berbagai tingkat.17
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu
induksi daerah dorsal yang terjadi pada minggu ke 3 masa gestasi. Setiap gangguan
pada masa ini mengakibatkan kelainan congenital seperti kranioskisis,totalis,dsb. Fase
selanjutnya terjadi proliferasi neuron yang terjadi pada masa gestasi. Gangguan pada
masa ini dapat menyebabkan mikrosefali.
Sifilis menginfeksi dengan cara melalui kontak langsung dengan lesi. Disebabkan
bakteri Treponema malibu melalui selaput lendir yang utuh/kulit dengan lesi kemudian
masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh (salah satunya otak) ke janin.
Rubella menginfeksi embrio pd 3 bulan pertama kehamilan. Menyebabkan malformasi
mata,telinga bagian dalam,jantung dan gigi.17
Herpes menginfeksi bayi lahir lewat vagina (ibu terkena herpes) sehingga bayi
jadi terinfeksi. Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-mana serta
pada hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia, bukti adanya infeksi janin
ditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus. Sesudah terjadinya infeksi primer
yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin menimbulkan simtomatik saat
kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele. Pada beberapa negara infeksi CMV 1 %
didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada masa prenatal. Virus tersebut menjadi laten
dan terdapat reaktivasi periodik dengan pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam
serum. Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperantarai oleh sel
tampaknya merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan
kekebalan yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-
obatan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang
serius. Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel,
menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya
36 |
sekuele pada infeksi ini. Sedangkan, Rubeinstein-Taybi Syndrome terjadi karen
ketiadaan gen yang menyebabkan ketidaknormalan pada protein pengikat CREB.17
C. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Diagnosis mikrosefali berdasarkan pada manifestasi klinis dan gambaran
radiologis. Riwayat keluarga menyeluruh harus diperhatikan, mencari kasus mikrosefali
tambahan atau gangguan yang mengenai sistem saraf. Adalah penting untuk mengukur
lingkar kepala penderita saat lahir. Lingkaran kepala yang sangat kecil menunjukkan
suatu proses yang dimulai pada awal perkembangan embrional atau perkembangan
janin. Gangguan pada otak yang terjadi pada kehidupan akhir, terutama sesudah usia 2
tahun, kurang mungkin dapat mengakibatkan mikrosefali berat. Pengukuran lingkar
kepala berkali-kali adalah lebih berarti daripada pengukuran satu kali, terutama saat
kelainan minimal. Selain itu, lingkar kepala orang tua dan saudara kandung masing-
masing harus dicatat.15
Mikrosefali ditentukan dengan melakukan pengukuran sirkumferensia fronto
oksipital dengan menggunakan pita pengukur dan melingkari tulang cranium dengan
melewati bagian terlebar dari dahi dan bagian yang menonjol pada area occipital.
Definisi lingkar kepala normal yang diterima secara luas pada pengukuran
sirkumferensia fronto-oksipital ini bila tidak melebihi dari 2 standar deviasi.18,19
Pemeriksaan laboratorium anak mikrosefali ditentukan melalui riwayat dan
pemeriksaan fisik. Jika penyebab mikrosefali tidak diketahui, kadar fenilalanin serum
ibu harus diukur. Kadar fenilalanin serum ibu yang tinggi pada ibu yang tidak bergejala
dapat mengakibatkan cedera otak yang nyata pada bayi non fenilketonuria yang lainnya
normal. Kariotipe diperiksa jika sindrom kromosom dicurigai atau jika anak memiliki
wajah abnormal, perawakan pendek dan anomali kongenital tambahan. CT Scan atau
MRI dapat berguna dalam mengenali kelainan struktural otak atau klasifikasi
intraserebrum. Penelitian tambahan meliputi analisis asam amino palsma dan urin
puasa: amonium serum : titer toksoplasmosis, rubella, citomegalovirus dan herpes
simpleks (TORCH) ibu dan anak serta sampel urin untuk biakan citomegalovirus.15
D. Tata Laksana
37 |
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif, satu hal yang penting
adalah Pemantauan perkembangan saraf. Perlu ditekankan pada orangtua penderita
mikrosefali, bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak menadi seperti anak
normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada oada anak tersebut
seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit bantuan.15
Bila penyebab mikrosefali telah ditegakkan, dokter harus mmberikan nasehat
keluarga yang tepat dan pendukung genetik. Karena banyak anak penderita mikrosefali
juga akan mengalami retardasi mental, maka dokter juga harus membantu dengan
penempatan pada program-program yang tepat yang akan memberikan perkembangan
anak secara maksimal.15
2.10 Toxoplasma
A. Etiologi
Kucing yang terinfeksi mengekskresikan ookista toxoplasma dalam tinjanya, ookista
adalah infeksius. Toxoplasma diperoleh kucing yang rentan dengan menelan daging
terinfeksi yang mengandung bradizoit dalam kista atau dengan menelan ookista yang
diekskresikan oleh kucing lain.38
38 |
Gambar 1. Cara Penularan Toksoplasmosis30
Toxoplasma secara aktif diperoleh dari: (1) Makan daging setengah matang
yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mengandung kista), misalnya daging sapi,
kambing, domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lain-lain. Kemungkinan besar
penularan toxoplasma ke manusia melalui jalur ini, yaitu makan sate setengah
matang atau masakan lainnya yang dimasak tidak sempurna. (2) Makan-makanan
tercemar ookista dari feses kucing yang menderita toxoplasmosis. Feses kucing yang
mengandung ookista akan mencemari tanah (lingkungan), dan dapat menjadi sumber
penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko infeksi
toxoplasmosis melalui tanah yang tercemar, karena ookista bersporulasi bisa
bertahan di tanah sampai beberapa bulan, air minum dan susu. (3) Penularan
toxoplasmosis dapat juga melalui transfusi darah (trofozoit), transplantasi organ
atau cangkok jaringan (trofozoit, kista), kecelakaan di laboratorium yang
menyebabkan T.gondii masuk kedalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka.
Toxoplasmosis disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Toxoplasma
gondii adalah parasit intraseluler obligat yang termasuk phyllum Apicomplexa, class
Sporozoea, ordo Eucoccidiida, family Sarcocystidae dan genus Toxoplasma. Parasit
ini dapat menginfeksi semua vertebrata termasuk manusia dan berbagai hewan
termasuk unggas serta hewan berdarah panas lainnya. Stadium infektif T. gondii
yaitu, oosista yang hanya terdapat pada feses hospes definitif, sedangkan stadium
takizoit dan bradizoit terdapat dalam bentuk sista jaringan di hospes perantara.
Adanya antibodi dalam serum untuk keperluan diagnosis toxoplasmosis,
merupakan manifestasi dari respon hospes terhadap keberadaan T. gondii di dalam
tubuhnya. Antibodi IgM terbentuk pada awal infeksi dan dapat dideteksi 5 hari
setelah infeksi. Antibodi ini meningkat cepat selama 2 minggu dan menghilang
setelah 2–3 bulan. Antibodi IgG dibentuk kemudian yang bisa bertahan cukup lama
sampai 1 tahun. Adanya IgG merupakan tanda infeksi kronis. Takizoit yang
menginfeksi hospes cepat berreplikasi dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
hospes. T. gondii secara mudah melewati barier darah retina, otak dan plasenta.
Hospes yang mempunyai imunitas, menyebabkan takizoit berubah menjadi bradizoit.
Bradizoit berada di dalam sel, membentuk kista jaringan yang resisten.
39 |
Ibu hamil yang menderita toxoplasmosis 25% akan menular ke janinnya.
Penularan toksoplasmosis kongenital terjadi apabila infeksi pada saat gestasi dan
menyebabkan abortus pada trimester pertama kehamilan.
Resiko penularan terhadap janin pada trimester pertama adalah 15%, 25% pada
trimester kedua dan 65% pada trimester ketiga. Namun derajat infeksi terhadap janin
paling besar adalah bila infeksi terjadi pada trimester pertama. Sekitar 75% kasus
yang terinfeksi tidak memperlihatkan gejala saat persalinan namun 25-50% bayi
yang dilahirkan akan mengalami hidrosefalus, korioretinitis, mikrosefali,
mikroptalmia, hepatosplenomegali, kalsifikasi serebral, adepati, konvulsi dan
perkembangan mental terganggu.31,32
B. Patogenesis
T.gondii biasanya didapat oleh anak dan orang dewasa karena memakan makanan
yang mengandung kista atau yang terkontaminasi ookista. Pada banyak daerah di dunia,
sekitar 5-35% daging babi, 9-60% daging kambing, dan 0-9% daging sapi mengandung
T.gondii . Ookista dutelan pada bahan yang terkontaminasi oleh tinja dari kucing yang
terinfeksi akut. Ookista juga mungkin dipindahkan pada makanan oleh lalat dan kecoa.
Bila organisme tertelan, bradizoit terlepas dari kista atau sprozoit dari ookista, dan
organisme kemudian masuk ke sel saluran pencernaan. Mereka memperbanyak diri, sel
pecah, dan menginfeksi sel yang berdekatan. Mereka dipindahkan melalui vase limfatika
dan menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh. Takizoi berproliferasi, menghasilkan
fokus nekrotik yang dikelilingi oleh reaksi seluler. Pada perkembangan respon imun
normal (humolar dan seluler), takizoid menghilang dari jaringan. Pada individu dengan
immunodefisiensi dan beberapa penderita yang tampak secara imunologis normal, infeksi
akut berkembang dan dapat menyebabkan keterlibatan yang mungkin mematikan seperti
pneumonitis, miokarditis, dan ensefalitis nekrotikan. Bentuk kista terjadi secepatnya 7
hari sesudah infeksi dan menetap sepanjang umur hospes. Mereka sedikit atau tidak
menimbulkan respon radang tetapi menyebabkan penyakit berulang pada penderita
dengan gangguan imun atau korioretinitis pada anak yang lebih tua yang telah
mendapatkan infeksi secara kongenital.21
Bila ibu mendapat infeksi selama kehamilan, organisme dapat menyebar secara
hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi, infeksi dapat ditularkan pada janin secara
40 |
parenteral atau selama persalinan pervaginaam. Jika infeksi didapat oleh ibu pada
trisemester pertama dan tidak diobati, 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi
biasanya berat . Jika infeksi didapat oleh ibu pada trisemester ketiga dan tidak diobati,
sekitar 65% janin terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir.
Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran darah plasenta, virulensi
dan jumlah T.gondii yang didapat, dan kemampuan imunologis ibu membatasi
parasitemia.21
Hampir semua individu dengan infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau
gejala-gejala infeksi, seperti korioretinitis, pada remaja jika mereka tidak diobati pada
masa neonatus. Beberapa bayi yang terlibat infeksi kongenital yang lebih parah, tampak
limfositnya mengalami anergi antigen-spesifik Toxoplasma, yang mungkin penting dalam
patogenesis penyakitnya. Gamopati monoklonal kelas IgG telah ditemukan pada bayi
dengan infeksi kongenital, dan kadar IgM dapat meningkat pada bayi baru lahir dengan
toksoplasma kongenital. Glomerulus nefritis dengan pengendapan IgM, fibrinogen, dan
antigen Toxoplasma, telah dilaporkan pada individu dengan infeksi kongenital. Kompleks
imun yang bersikulasi telah dideteksi pada serum bayi dengan toksoplasmosis kongenital
dan pada individu yang lebih tua dengan bentuk toksoplasmosis sistemik, demam, dan
limfadenopati, tetapi hal ini tidak menetap sesudah tanda-tanda dan gejala-gejala mereda.
Mengurangnya kadar IgA serum total dapat terjadi pada bayi dengan infeksi kongenital,
namun telah dilaporkan bukan merupakan predileksi kearah infeksi terkait. Predileksi
kearah keterlibatan utama SSS dan mata pada infeksi kongenital ini belum sepenuhnya
terjelaskan.21
Terdapat perubahan yang mendalam dan berkepanjangan pada subpopulasi
limfosit T selama infeksi T.gondii akut didapat. Hal ini telah dikorelasikan dengan
sindrom penyakit, tetapi tidak dengan hasil akhir (outcome) penyakit. Beberapa penderita
dengan demam dan malaise yang lama mengalami limfositosis, bertambahnya kadar sel T
supresor, dan menurunya rasio sel-T helper terhadap sel-T supresor. Penderita ini
mungkin mempunyai sedikit sel helper walaupun mereka tidak bergejala. Pada beberapa
penderita dengan limfadenopati, jumlah sel helper menurun selama lebih dari 6 bulan
sesudah mulainya infeksi. Penderita asimtomatik juga dapat mempunyai rasio
subpopulasi sel-T yang abnormal. Beberapa penderita dengan penyakit diseminata
41 |
mengalami penurunan dalam jumlah sel T yang sangat mencolok dan mengalami depresi
yang berat dalam rasio limfosit T-helper terhadap T-supresor. Pengosongan limfosit T
induser dengan penderita dengan sindrom immunodefisiensi didapat (AIDS) dapat turut
menyebabkan manifestasi toksoplasmosis yang berat yang ditemukan pada penderita
ini.21
C. Diagnosis
Diagnosis toksoplasmosis akut ditegakkan bila ditemukan parasite dalam darah
atau cairan tubuh, ditemukan kista dalam plasenta atau jaringan lain pada neonates,
adanya antigen dan organisme dalam pathogen preparat jaringan atau cairan tubuh,
didapatkannya antigen dalam serum dan cairan tubuh atau tes serologikyang positif.
Tetapi oleh karena tekhnik isolasi tidak selamanya dapat dikerjakan, maka terdapat
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis.33
1. Pemeriksaan laboratorium33
a) Cairan serebrospinal
Kelainan cairan ini pada toksoplasmosis kongenital selalui dijumpai. Cairan ini
berwarna santokrom, terdapat pleositosis mononuclear, dan peningkatan kadar
protein. Kelainan ini juga terdapat pad acairan ventrikel. Apabila ditemukan igM
dalam cairan serebrospinal, maka infeksi masih aktif.
b) Gambaran darah tepi
Baik leukopenia maupun leukositosis dapat terjadi pada toksoplasmosis. Pada
fase awal infeksi, dapat ditemukan limfositosis dan monositosis
2. Pemeriksaan histologic33
Bila ditemukan takizoid dalam jaringan (misalnya pada biopsy otak, aspirasi sum-
sum tulang) tau cairan tubuh (cairan ventrikel atau serebrospinal, akua-humour,
sputum) maka diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan apabila ditemukan kista ,
belum dapat dipastikan adanya infeksi akut.
3. Pemeriksaan serologic33
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan terpenting untuk membantu diagnosis. Pada
tes serologic dapat diukur titer zat anti igM dan igG. Zat anti igM dapat dideteksi
pada 2 minggu setelah infeksi. Sedangkan igG mencapai konsentrasi tertinggi pada
1-2 bulan setelah infeksi terjadi.
42 |
Tes serologic yang lazim digunakan adalah
a) Tes pewrnaan sabin-feldman (dye test)
b) Tes hemaglutinasi indirek (tes IHA)
c) Tes komplemen fiksasi
d) Tes aglutinasi
e) Tes fluresen antibody indirek
f) IgM-ELISA
Diagnosis serogik pada neonatus
Untuk tes ini sebaiknya diambil dari ibu dan bayi secara bersamaan. Pada
bayi diambil dari darah tali pusat dan darah tepi. Zt anti igG yang ditemukan pada
darah bayi didapatkan pasif secara transplasental dari ibu yang mendapat infeksi
akut atau laten. Sedangkan infeksi akut pada bayi dibuktikan dengan ditemukan
igM pada darah bayi. Hal ini karena igM mempunyai berat molekul besar
(950.000) sehingga tidak dapat melalui plasent, maka bila ditemukan igM maka
berarti berasal dari bayi.
Pada toksoplasmosis kongenital, biasanya dijumpai titer antibodi igG yang
tinggi dan titer antibody IGm positif, bila diperiksa oleh ELISA. Pemeriksaan
antibody dianjurkan diperiksa bersamaan bayi dan ibu, oleh karena igG ibu dapat
melewati plasenta, sehingga akan tetap dapat ditemukan baik pada neonatus yang
terinfeksi atau yang tidak terinfeksi. Pada bayi yang terinfeksi, titer igG akan tetap
tinggi, sedangkan pada bayi yang tidak terinfeksi, maka titer igGnya akan
menurun dan tidak dijumpai antibody igM. Zat anti igG dari ibu lambat laun akan
menghilang, kemudian pada umur 2-3 bulan, bayi dapat membentuk zat anti igG
sendiri. Maka diagnosis toksoplasmosis kongenital ditegakkan bila dapat dideteksi
igM spesifik atau igG spesifik yang menetap setalah igG dari ibu menghilang.
4. Foto kepala33
43 |
Pada foto kepla dapat ditemukan kalsifikasi multipel diameter 1-3 mm menyebar
ke daerah periventrikuler, oksiparietal dan temporal atau berbentuk linier pada basal
ganglia
5. Elektroensefalografi33
Tampak aktivitas yang menurun, fokal, focus iritatif, paroksismalitas umum atau
normal
6. CT-scan atau USG kepala33
Pada CT-scanning kepala, kaldifikasi intra cerebral akan lebih jelas terlihat. Lokasi
kalsifikasi biasanya periventricular atau tersebar. CT –scanning kepala dapat pula
untuk menilai luas kerusakan jaringan otak. Bila ubun-ubun masih terbuka,
kalsifikasi kerusakan jaringan otak dapat dilihat pada pemeriksaan USG.4
D. Manifestasi Klinis
1) Ibu
Gejala-gejala dari infeksi toxoplasma akut pada wanita hamil dapat bersifat
sementara dan tidak spesifik, dan sebagian besar kasus menjadi tidak terdiagnosa tanpa
tersedianya skrining antibodi universal. Ketika gejala-gejala timbul, biasanya terbatas
pada limfadenopati dan kelelahan; adenofati dapat menetap selama berbulan-bulan dan
melibatkan suatu nodus limfatikus tunggal. Kadang dapat pula ditemukan sindrom mirip
mononukleosis dengan karakteristik berupa demam, malaise, tenggorokan gatal, nyeri
kepala, mialgia, dan limfositosis atipikal. 15
2) Anak
Seorang anak dengan infeksi toxoplasma kongenital dapat muncul dengan satu
dari empat pola yang dikenal dengan: (1) penyakit neonatus simptomatik; (2) penyakit
simptomatik yang timbul pada bulan pertama kehidupan; (3) sekuele atau relaps; dan (4)
infeksi subklinis. 15
Kebanyakan anak dengan toxoplasmosis kongenital tidak menunjukkan gejala atau
kelainan yang nyata pada waktu lahir. Mengenai apakah infeksi kongenital ini
menggambarkan reaktifasi dari infeksi Toxoplasma sebelumnya atau infeksi yang baru
didapat belum dapat dipastikan, namun gambaran riwayat penyakit dari anak dengan
infeksi kongenital menunjukkan bahwa perawatan prenatal dan postnatal selama paling
44 |
sedikit satu tahun dapat meningkatkan kualitas hidup secara signifikan, bahkan pada anak
dengan kalsifikasi susunan saraf pusat atau kelainan retina. 15
Secara umum manifestasi klinis dari toxoplasmosis dibagi menjadi 2; manifestasi
sistemik dan neurologik. Yang digolongkan ke dalam manifestasi sistemik meliputi
demam, hepatosplenomegali, anemia, serta pneumonitis yang terjadi karena adanya
parasitemia. Sedangkan kelainan-kelainan seperti korioretinitis, hidrosefalus, serta
serangan kejang tergolong manifestasi neurologik, yang terjadi karena adanya invasi
parasit melewati barier otak, maupun deposit dari kista parasit di jaringan otak15.
Trias klasik dari toxoplasmosis kongenital, yaitu korioretinitis, hidrosefalus, dan
kalsifikasi intrakranial, hanya ditemukan dalam proporsi yang sedikit pada kasus-kasus
simptomatik. Demam, hepatosplenomegali, anemia, dan ikterik merupakan tanda-tanda
yang lebih sering muncul. Bercak-bercak merah, trombositopenia, eosinofilia, dan
pneumonitis kadang dapat ditemukan. Cairan spinal sering mengalami abnormalitas. 15
Keterlibatan sistem neurologis dan okular seringkali timbul kemudian apabila tidak
ditemukan pada saat kelahiran. Kejang, retardasi mental, dan kekakuan adalah sekuele
yang sering ditemukan15
Toksoplasmsosis Kongenital. Penularan. Sekitar 50% wanita yang tidak diobati
yang mendapat infeksi selama kehamilan menularkan parasite pada janinnya, insiden
penularan paling sedikit pada awal kehamilan dan paling besar pada kehamilan akhir, dan
makin awal infeksi didapat oleh janin pada kehamilan, makin lebih mungkin
menimbulkan manifestasi janin yang berat. Tanda-tanda dan gejala yang terkait dengan
infeksi Toxoplasma didapat akut pada wanita hamil adalah sama seperti tanda-tanda dan
gejala-gejala yang ditemukan pada anak yang secara imunologis normal, paling sering
adalah limfadenopati. Infeksi congenital dapat juga ditularkan oleh wanita asimtomatik
dengan imunosupresi (misalnya, mereka yang diobat dengan kortikoseroid dan mereka
yang dengan infeksi HIV). 13
Genetik.Pada kembar monozigot, gambaran keterlibatan klinis adalah paling
serupa, sedangkan pada kembar dizigot, manifestasi sering berbeda. Pada kembar dizigot,
manifestasi berat pada satu kembarnya. Juga infeksi congenital telah terjadi hanya pada
satu kembar dari sepasang kembar dizigot. 13
45 |
Spektrum dan Frekuensi Tanda-Tanda dan Gejala-Gejala. Penyakit congenital
dapat muncul sebagai penyakit neonates ringan atau berat, dimulai pada usia 1 bulan
pertama, atau dengan sekuele atau relaps dari infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya
pada setiap saat selama masa bayi atau dikemudian hari.Berbagai manifestasi infeksi
congenital terjadi pada masa perinatal.Kisaran ini mulai dari tanda-tanda yang relative
ringan, seperti ukuran kecil menurut umur kehamilan, prematuritas, parut retina perifer,
icterus menetap, trombositopenia ringan, dan pleositosis cairan serebrospinal, sampai
trias tanda-tanda klasik yang terdiri atas korioretinitis, hidrosefalus, dan klasifikasi otak.
Infeksi dapat mengakibatkan eritroblastosis, hidropsfetalis, dan kematian perinatal.Lebih
dari setengah bayi dengan infeksi congenital dianggap normal pada masa perinatal, tetapi
hampir semua anak demikian akan mempunyai keterlibatan okuler dikemudian hari.
Tanda-tanda neurologis pada neonates, yang meliputi kejang-kejang, tanda sunset
(matahari terbenam) dan bertambahnya lingkaran kepala tidak sebanding dengan
parameter pertumbuhan lain,dapat disertai dengan cacat otak yang besar. Namun tanda-
tanda demikian dapat juga terjadi dalam hubungannya dengan ensefalitis tanpa kerusakan
yang luas atau radang yang berdekatan yang relative ringan dan penyumbatan akuaductus
sylvii.Jika bayi demikian segera diobati, tanda-tanda dan gejala-gejala mungkin sembuh,
dan anak dapat berkembang secara normal. 13
Infeksi pada kebanyakan dari 210 bayi yang dirujuk, pada mulanya dicurigai
karena ibunya teridentifikasio leh program skrining serologis yang mendeteksi wanita
hamil dengan infeksi T.gondii akut di dapat. Dua puluh satu (10%) menderita
toxoplasmosis congenital berat dengan keterlibatan SSS, lesimata, dan manifestasi
sistemik menyeluruh. Tujuh puluh-satu (34%) menderita keterlibatan ringan dengan hasil
normal pada pemeriksaan klinis selain dari parut retina atau kalsifikasi intracranial murni.
Seratus enam belas (55%) tidak mempunyai manifestasi yang terdeteksi. Gambaran
terakhir ini dapat menggambarkan kesukaran-kesukaran yang terkait dengan pemeriksaan
funduskopi retina perifer pada bayi dan anak muda. Gambaran ini menggambarkan
penaksiran yang terlalu rendah dari frekuensi relative infeksi congenital berat karena
alasan-alasan berikut : kasus yang paling berat, termasuk kebanyakan dari mereka yang
meninggal, tidak dirujuk, aborsi terapeutik sering dilakukan bila infeksi ibu didapat akut
di diagnosis saat awal kehamilan, terapi spiramisin in utero mungkin mengurangi
46 |
keparahan infeksi, dan hanya 13 bayi menjalani CT scan dan 23% tidak menjalani
pemeriksaan cairan serebrospinal. Pemeriksaan bayi baru lahir secara rutin sering normal
pada bayi dengan infeksi kongenital, tetapi evaluasi yang lebih cermat menunjukkan
kelainan yang bermakna, secara spesifik dari 28 bayi yang di deteksi dengan program
skrining serologis universal state untuk IgM spesifik T.Gondii, 26 mempunyai hasil
pemeriksaan bayi baru lahir rutin normal dan 14 mengalami kelainan yang bermakna
dengan evaluasi yang lebih cermat. Kelainan ini meliputi parut retina (tujuh bayi),
korioretinitis aktif (tiga bayi), dan kelainan SSS (delapan bayi).Lebih dari 80% anak ini
mempunyai IQ <70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta penglihatan yang
terganggu berat. 13
a) Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan toxoplasmosis congenital meliputi petekie,
ekimosis, atau perdarahan luas akibat trombositosipenia, dan ruam.Ruam mungkin
merupakan bintik-bintik halus, makulo popular difus, lentikuler, macular merah-kebiruan
tua, berbatas tegas, dan papula biru difus.Ruam mekuler melibatkan seluruh tubuh
termasuk telapak tangan dan telapak kaki, dermatitis eksfoliativa dan kalsifikasi kulit
telah diuraikan.Ikterus karena keterlibatan hati dengan T.gondii dan atau hemolisis,
sianosis karena pneumonitis interstisial akibat infeksi congenital ini, dan edema akibat
miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin ditemui. Ikterus dan hiperbilirubinemia
terkonjugasi dapat menetap selama berbulan-bulan. 13
Tanda-Tanda Sistemik . Dua puluh lima sampai lebih dari 50% bayi dengan
penyakit yang tampak secara klinis pada saat lahir, dilahirkan secara premature. Skor
apgar rendah juga biasa.Retardasi pertumbuhan intrauterine dan ketidakstabilan
pengaturan suhu dapat terjadi. Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati,
hepatosplenomegali, tanda-tanda miokarditis, pneumonitis, dan sindrom nefrotik,
muntah, diare, dan masalah makan.Hipodensitas garis metafisis dan ketidakteraturan
garis klasifikasi sementara pada garis epifisis dapat terjadi tanpa reaksi periosteum pada
kosta, femur, dan vertebra. Toxoplasmosis congenital dapat terancukan dengan
isosensitisasi yang menyebabkan fetalis, uji Coombs biasanya negative pada infeksi
T.gondii kongenital. 13
47 |
Kelainan Endokrin. Kelainan endokrin dapat terjadi akibat keterlibatan
hipothalamus atau pituitari atau keterlibatan organ-akhir (end-organ). Yang berikut ini
telah dilaporkan: miksedema, hipernatremia persisten dengan diabetes
insipidusvasopresin-sensitif tanpa poliuria dan polidipsia, seksual-prekoks, dan
hipopituitarisme anterior sebagian. 13
Sistem Saraf Sentral. Manifestasi neurologis toksoplasmosis kongenital bervariasi
dari ensefalopati masif akut ke sindrom neurologis yang tidak kentara. Toksoplasmosis
harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit neurologis yang tidak terdiagnosis
pada anak di bawah umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina.
Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi neurologis klinis
toksoplasmosis kongenital dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan
pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin muncul pada masa perinatal, berkembang
sesudah masa perinatal, atau jarang, muncul di kemudian hari. Pola kejang-kejang
berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan
grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching), opistotonus dan hipsaritmia (yang dapt
sembuh dengan terapi hormon adrenokortikotropik (ACTH). Keterlibatan spinal dan
bulber mungkin dimanifestasikan oleh paralisis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan
distres pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat,
tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplasmosis kongenital, yang telah
diobati, tampak berfungsi secara normal pada umur tahun-tahun pertama.
Toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat
menyebabkan pengurangan yang banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan
perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak dengan infeksi
subklinis, walaupun dilakukan pengobatan dengan pirimentamin dan sulfonamid selama
1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata setelah masa
neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis. 13
Kelainan Cairan Serebrospinal (CSS). Terjadi pada sekurang-kurangnya sepertiga
bayi dengan toksoplasmosis kongenital. Produksi lokal antibodi spesifik-T. gondii dapat
ditunjukkan pada cairan CSS individu dengan infeksi kongenital. CT scan otak yang
diperkuat dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi, menentukan ukuran
ventrikel, mencitra lesi radang aktif, dan menggambarkan struktur kistik porensefalik.
48 |
Kalsifikasi terjadi di seluruh otak, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan khusus
perkembangan lesi demikian pada nukleus kaudatus (yaitu terutama pada area ganglia
basalis), pleksus koroid, dan subependim. Ultrasonografi mungkin berguna untuk
memantau ukuran ventrikel pada bayi dengan infeksi kongenital. Pencitraan resonansi
magnetik (MRI), CT dengan penguatan kontras, dan sken radionukleotid oak dapt
berguna untuk mendeteksi lesi radang aktif. 13
b) Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak diobati akan
berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita
gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada
individu dengan infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan retina.
Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, temasuk makula. Saraf optikus
mungkin terlibat, dan lesi toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak
atau korteks visual juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam kaitannya
dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang, menyebabkan
eritrema pada mata luar. Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan
anterior (kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada
iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan perkembangan
glaukoma. Otot-otot ekstrakuler dapat juga terlibat secara langsung, bermanifestasi
sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro-oftalmia. Diagnosis banding
lesi yang menyerupai toksoplasmosis okuler meliputi cacat kolobomatosa kongenital dan
lesi radang lain karena sitomegalovirus, Treponema pallidum, Mycobacterium
tuberculosis, atau vaskulitis. Toksoplasmosis okuler adalah penyakit yang berulang dan
progresif yang memerlukan pemberian terapi multipel. Couvreur et al mempunyai data
terbatas, yang memberi kesan bahwa kejadian lesi pada tahun-tahun awal kehidupan
dapat dicegah dengan memberi pengobatan antimikroba (dengan pirimentamin dan
sulfanomid selang sebulan dengan spiramisin) selama setahun pertama kehidupan.13
c) Telinga
Kehilangan pendengaran sensorineural, baik ringan maupun berat, dapat terjadi.
Belum diketahui apakah keadaan ini merupakan gangguan statis atau progresif. 13
49 |
Infeksi yang Terjadi Bersamaan. Toksoplasmosis pada bayi dengan inveksi HIV biasanya
tampak sebagai penyakit fulminan dan berat dengan banyak keterlibatan CSS tetapi
dapat juga gambarannya lebih lambat dengan defisit neurologis fokal atau manifestasi
sistemik seperti pneumonitis. 13
Toksoplasmosis Didapat pada individu yang secara Imunologis Normal. Anak yang
secara imunologis normal yang mendapat infeksi pascalahir mungkin tidak menderita
penyakit yang dapat dikenali secara klinis. Manifestasi yang paling lazim adalah
pembesaran satu atau beberapa limfobodi pada daerah servikal. Kasus limfadenopati
toxoplasma jarang menyerupai mononukleosis infeksiosa (karena virus Epstein-Barr,
sitomegalovirus, parvovirus), penyakit Hodgkin, atau limfadenopati lain. Di daerah
pektoral pada anak wanita yang lebih tua dan wanita dewasa, limfonodi ini dapat
terancukan dengan neoplasma payudara. Limfonodi mediastinum, mesenterika, dan
retroperitoneum mungkin terlibat. Keterlibatan limfonodi intrabdomen dapat disertai
dengan demam dan apendisitis. Nodus dapat nyeri tetapi tidak bersupurasi. Adenopati
mungkin mucul dan hilang dalam 1 tahun. Bila muncul manifestasi klinis, mereka dapat
mencakup hampir setiap kombinasi demam, kaku kuduk, mialgia, artralgia, ruam
makulopapular kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, limfadenopati setempat
atau menyeluruh, hepatomegali, hepatitis, limfositosis reaktif, meningitis, abses otak,
ensefalitis, kebingungan, malaise, pneumonia, polimiositis, perikarditis, efusi
perikardium, dan miokarditis. Korioretinitis biasanya unilateral, terjadi pada sekitar 1%
kasus. Gejala-gejala dapat timbul setelah beberapa hari saja atau dapat menetap
beberapa bulan. 13
Kebanyakan penderita dengan malaise dan limfadenopati sembuh secara spontan
tanpa terap antimikroba. Keterlibatan organ yang bermakna pada individu yang secara
imunologis normal tidak lazim, tetapi beberapa individu demikian mempunyai
morbiditas yang bermakna. 13
Keterlibatan Okuler pada Anak yang Lebih Tua. Di Amerika Serikat dan Eropa
Barat, T.gondii telah diperkirakan menyebabkan 30% kasus korioretinitis.
Manifestasinya merupakan penglihatan yang kabur, fotofobia, epifora, dan dengan
keterlibatan makula, kehilangan visus sentral. Tanda-tanda yang disebabkan oleh
50 |
toksoplasmosis okuler kongenital juga meliputi strabismus, mikro-oftalmia,
mikrokornea, katarak, anisometropia, dan nistagmus. Sering terjadi episode berulang.
Toksoplasmosis pada Penderita dengan Gangguan Imun. Infeksi T.gondii
kongenital pada bayi dengan AIDS biasanya merupakan gangguan fulminan, yang
dengan cepat mematikan, melibatkan otak dan organ-organ lain seperti paru-paru dan
jantung. Infeksi T.gondii di seminata juga terjadi pada anak yang lebih tua dengan
gangguan imun karena AIDS, keganasan dan terapi sitotoksik atau kortikosteroid, atau
karena obat- obat imunosupresif yang di berikan pada transplantasi organ. Individu
dengan gangguan imun mengembangkan bentuk klinis infeksi Toxoplasma seperti yang
terjadi pada individu normal secara imunologis. Tanda- tanda dan gejala yang dapat di
rujuk pada SSS merupakan manifestasi penyakit yang paling sering ( terjadi pada 50%
penderita) terjadi pada penyakit berat, walaupun orang lain juga dapat terlibat. 13
Resipien transplan sum-sum tulang menimbulkan masalah khusus, karena infeksi
aktif pada penderita sukar di diagnosis. Antibodi spesifik mungkin tidak meningkat
dalam serum atau tidak ada. Pada kebanyakan keadaan, infeksi aktif terjadi pada anak
dengan bukti adanya infeksi laten seebelumnya. 13
Individu yang mempunyai antibodi terhadap T. gondii dan infeksi HIV mempunyai
risiko yang bermakna untuk berkembang menjadi ensefalitis toksoplasma, yang dapat
merupakan gambaran manifestasi AIDS. Pada penderita dengan AIDS, ensefalitis
toksoplasma mematikan jika tidak di obati. Penemuan khas toksoplasmosis CSS pada
penderita dengan AIDS meliputi demam, nyeri kepala, perubahan status mental,
psikosis, gangguan kognitif, kejang- kejang, dan cacat neurologis lokal, termasuk
hemiparesis, afasia, ataksia, kehilangan medan penglihatan, kelumpuhan saraf kranial,
dan dismetria atau gangguan gerakan. Penemuan yang jarang dari keterlibatan SSS atau
organ lain adalah meningismus, tanda- tanda yang didasarkan pada keterlibatan jantung,
saluran pencernaan, tetes, panhipopituitarisme, dan sindrom hormon antidiuretik yang
tidak sesuai. Pada penderita dewasa dengan AIDS, lesi retina toksoplasma sering besar
dan nekrosis diffus, dan berisi banyak organisme tetapi sedikit infiltrat radang seluler. 13
Ensefalitis toksoplasma dan toksoplasmosis kongenital merupakan masalah khusus
seperti pada individu dengan ganngguan imun yang berasal dari dearah di mana insiden
infeksi laten tinggi. Secara spesifik, sekitar 25-50% penderita dengan AIDS dan
51 |
antibodi Toksoplasma akhirnya akan berkembang menjadi ensefalitis toksoplasmik.
Alasan mengapa hanya subpopulasi individu yang terinfeksi secara laten yang
berkembang menjadi ensefalitis toksoplasma, belum diketahui. Pada diagnosis dugaan
ensefalitis toksoplasma pada penderita dengan AIDS harus segera di lakukan trial
terapeutik dengan obat- obat yang efektif melawan T.gondii. Perbaikan klinis yang jelas
dalam 7-14 hari dan perbaikan pada pemeriksaan neuroradiologis dalam 3 minggu
sesudah terapi di mulai, membuat diagnosis dugaan menjadi hampir pasti. 13
E. Tatalaksana
Pengobatan toksoplasmosis kongenital sangat spesifik dan harus di lihat
kasus per kasus, oleh karena manifestasi klinis yang bervariasi. Tidak adanya
parameter klinis menyebabkan sulitnya penilaian terhadap pengobatan , di samping
morbiditas yang tinggi. Di lain pihak, diagnosis sering terlambat di tegakkan
sehingga pada keadaan klinis berat evaluasi pengobatan makin sulit di nilai.
Pada pengobatan spesifik ini, parasit tidak dapat hilang seluruhnya( berlainan
dengan pengobatan antibiotik pada infeksi bakteri) dan yang di bunuh adalah bentuk
proliferatif sedangkan bentuk kista tidak. Maka tujuan pengobatan untuk mencegah
invasi parasit dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Pada penelitian di buktikan
bahwa pengobatan mengurangi gejala derajat sisa. Faktor lain yang mempengaruhi
hasil pengobatan ialah jenis strain parasit, saat terjadinya infeksi dan saat pengobatan
di berikan.
Obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh stadium takizoit
Toxoplasma gondii dan tidak membasmi stadium kista, sehingga obat dapat
memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun, yang
dapat menjadi aktif kembali.12
Pirimetamin dan sulfonamide bekerja secara sinergistik, maka dipakai
sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan. Pirimetamin menekan hemopoiesis
dan dapat menyebabkan trombositopenia dan leucopenia. Untuk mencegah efek
samping, dapat ditambahkan asam folinat atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik,
maka obat ini tidak dianjurkan untuk ibu hamil.12
52 |
Pirimetamin diberikan dengan dosis 50mg sampai 75 mg sehari untuk dewasa
selama 3 hari kemudian dikurangi menjadi 25 mg sehari (0,5-1 mg/kg berat
badan/hari) selama beberapa minggu pada penyakit berat. Karena waktu paruh
adalah 4-5 hari, pirimetamin dapat diberikan 2 hari sekali atau 3-4 hari sekali. Asam
folinat (leucovorin) diberikan 2-4 mg sehari atau dapat diberikan ragi roti 5-10 gr
sehari, 2 kali seminggu.12
Sulfonamid dapat menyebabkan trombositopenia dan hematuria, diberikan
dengan dosis 50-100 mg/kg berat badan/hari selama beberapa minggu atau bulan.
Spiramisin adalah antibiotik macrolide, yang tidak menembus plasenta, tetapi
ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta. Spiramisin diberikan dengan dosis
100 mg/kg berat badan/hari selama 30-45 hari. Obat ini dapat diberikan pada ibu
hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai obat profilaktik untuk mencegah
transmisi Toxoplasma gondii ke janin dalam kandungannya. Obat ini diberikan
sampai aterm atau sampai janin terbukti terinfeksi Toxosoplasma. Bila janin terbukti
terinfeksi Toxoplasma gondii maka pengobatan yang diberikan adalah pirimetamin,
sulfonamide dan asam folinat dan diberikan setelah kehamilan 12 minggu atau 18
minggu.12
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat
menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau kolitis ulserativa, maka tidak
dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan ibu hamil. Kortikosteroid
digunakan untuk mengurangi peradangan pada mata, tetapi tidak dapat diberikan
sebagai obat tunggal.12
Obat macrolide lain yang efektif terhadap Toxoplasma gondii adalah
klaritromisin dan azitromisin yang diberikan bersama pirimetamin pada penderita
AIDS dengan ensefalitis toxoplasmik. Obat baru adalah hidroksinaftokuinon
(atovaquone) yang bila dikombinasi dengan sulfadiazin atau obat lain yang aktif
terhadap Toxoplasma gondii, dapat membunuh kista jaringan pada mencit.12
Toxoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan.
Seorang ibu hamil dengan infeksi primer harus diberikan pengobatan profilaktik.
Pada bayi dengan toksoplasmosis kongenital diberikan pirimetamin dengan loading
dose 2 mg/kg berat badan per hari selama 2 hari kemudian 1 mg/kg berat badan per
53 |
hari selama 2-6 bulan, kemudian diberikan 3 kali seminggu. Sulfonamid 2 kali 50 mg
sehari. Asam folat 10 mg diberikan 3 kali seminggu. Sulfonamid 2 kali 50 mg sehari.
Asam folinat 10 mg diberikan 3 kali seminggu. Toksoplasmosis kongenital harus
diberikan pengobatan selama sedikitnya 1 tahun.12
Penderita imunokompromais (AIDS, keganasan) yang terjangkit
toxoplasmosis akut harus diberi pengobatan sebagai berikut:12
Terapi awal: diberikan selama 6 minggu
1. Primetamin 200 mg loading dose dilanjutkan 50-75 mg setiap 6 jam diberikan
bersama sulfadiazin 1000 (<60kg)-1500 mg (≥60 kg) setiap 6 jam dan
asam folinat 10-20 mg perhari
2. Alternatif:
a) Primetamin + asam folinat + klindamissn 600 mg iv atau eroral tiap 6 jam
b) Trimetoprim-sulfametoksazol (trimetoprim 5mg/kgBB dan sulfametoksazo
c) 25 mg/kgBB) iv atau per oral tiap 12 jam
d) Primetamin + asam folinat + salah satu obat ini:
a. Dopson 100 mg per oral setiap 6 jam
b. Klaritromisin 500 mg per oral tiap 12 jam
c. Azitromisin 900-1200 mg per oral tiap 6 jam
d. Atovaquon 1500 mg per oral tiap 12 jam diberikan bersama makan atau
suplemen nutrisi
1) Atovquon + sulfadiazine
2) Atovaquon saja bila ada intoleransi terhadap primetamin dan
sulfadiazin. Pemberian steroid jika ada edema.
Terapi pemeliharaan ( supresif, profilaksis sekunder ): diberikan seumur hidup,
jika rekonstitusi imun tidak terjadi.12
1) Pirimetamin 25-50 mg per oral tiap 6 jam + asam folinat 10-25 mg/oral tiap 6
jam + sulfadiazine 500-1000 mg per oral tiap 6 jam.
2) Alternative :
a. Klindamizin 300-450 mg tiap 6-8 jam + pirimetamin + asam folinat 10 mg
( per oral )
54 |
b. Atovaquone 750 mg tiap 6-12 jam ±pirimetamin 25 mg tiap 6 jam + asam
folinat 10 mg tiap 6 jam ( per oral )
3) Terapi supresif dapat dipertimbangkan untuk dihentikan jika : terapi
diberikan sedikitnya selama 6 minggu :
a. Pasien tidak mempunyai gejala dan tanda klinis ensefalitis toxoplasmatik.
b. CD4+ dipertahankan > 200 sel/mm3 selama ≥ 6 bulan pada terapi
antiretroviral
c. Profilaksis sekunder dimulai kembali jika CD4+ menurun sampai < 200
sel/mm3
Profilaksis Primer
1. Profilaksis primer terhadap ensenfalitis toxoplasmatik diberikan pada pasien
yang seropositif terhadap toxoplasma dan mempunyai CD4+ < 100 sel/mm3
a. TMP-SMX 1 tablet forte peroral tiap 6 jam
b. Dapson 50 mg tiap 6 jam +pirimetamin 50 mg 4 kali seminggu + asam
folinat 25 mg 4 kali seminggu ( peroral )
c. Dapson 200 mg + pirimetamin 75 mg + asam folinat 25 mg 4 kali
seminggu ( per oral )
d. Atovaquon 1500 mg tiap 6 jam ± perimetamin 25 mg tiap 6 jam
+ asam folinat 10 mg tiap 6 jam ( per oral )
2. Profilaksis primerdihentikan jika pasien respon terhadap terapi antiretroviral
dengan peningkatan hitung CD4 +>200 sel/mm3 selama sedikitnya 3
bulan.profilaksis diberikan kembali jika CD4 + menurun sampai < 100-200
sel/mm3
F. Respon imun
Sebagaimana respons imun terhadap patogen yang lain, respons imun
akibat infeksi Toxoplasmagondii dapat berupa respons imun humoral maupun
respons imun seluler. Lucia Tri Suwanti melakukan penelitian terhadap
hewan coba mencit dan mendapatkan hasil dimana terdapat enam macam
protein utama pada membran T. gondii strain RH stadium takizoit, yaitu
protein dengan massa molekul relatif 70, 60, 56, 47, 38 dan 27 kDa.
55 |
Protein permukaan tersebut bertanggung jawab terhadap timbulnya
respons imun pada inang. Pada penelitian ini respons imun seluler desidua
ditentukan berdasarkan perubahan persentase jumlah limfosit desidua yang
meng - ekspresikan IFN-γ. Sitokin IFN-γ yang dihasilkan sel NK
mengaktifkan makrofag TNF -α dan IFN-γ bekerja secara sinergis dengan
TNF -α menginduksi ekspresi intracellular nitric oxide synthase (iNOS),
yang menghasilkan nitric oxide (NO) untuk membunuh T.gondii
intraseluler.Respons tersebut berbeda pada tiap umur kebuntingan (minggu
pertama, kedua maupun ketiga).
Penelitian lebih lanjut tentang pengaruh respons imun seluler desidua
melawan infeksi T.gondii terhadap patologi plasenta dan kelainan kongenital
perlu dilakukan. Hal ini karena mengingat kenyataan bahwa untuk me
mpertahankan kebuntingan, tubuh menghambat respons imun seluler karena
berbahaya bagi fetus.32
Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. IgG terhadap
toksoplasma biasanya muncul setelah 1-2 minggu setelah infeksi dan
biasanya menetap seumur hidup. IgM pada penderita immunokompromais
biasanya tidak terdeteksi. Tes yang sering digunakan adalah ELISA untuk
deteksi snti bodi IgG dan IgM.33
Adanya zat anti IgM pada neonatus menunjukkan bahwa zat anti dibuat
oleh janin yang terinfeksi dalam uterus, karena zat anti IgM dari ibu yang
berukuran lebih besar tidak dapat melalui plasenta tidak sepertihalnya zat anti
IgG. Maka jika ditemukan zat anti IgM toksoplasma pada neonatus, diagnosis
toksoplasmosis kongenital sudah dapat dipastikan.
Untuk memastikan diagnosis toksoplasma kongenital pada neonatus perlu
ditemukan zat anti IgM, tetapi zat anti IgM tidak selalu dapat ditemukan. Zat
anti IgM cepat menghilang dalam darah, walaupun kadang-kadang dapat
ditemukan selama beberapa bulan bahkan sampai setahun atau lebih. Bila
tidak dapat ditemukan zat anti IgM, maka bayi yang tersangka
toksoplasmosis kongenital harus di follow up. Zat anti IgG pada neonatus
yang secara pasif didapatkan dari ibunya melalui plasenta, berangsur-angsur
56 |
berkurang dan menghilang pada bayi yang tidak terinfeksi T. Gondii. Pada
bayi yang terinfeksi T.gondii, zat anti IgG mulai dibentuk sendiri pada umur
2-3 bulan dan pada waktu ini titer zat anti IgG tetap ada atau naik. Tes
serologik tidak selalu dapat dipakai untuk mendapatkan diagnosis
toksoplasmosis akut dengan cepat dan tepat karena IgM tidak selalu terdapat
pada neonatus, atau karena IgM dapat ditemukan selama berbulan-bulan
bahkan sampai lebih dari setahun, sedangkan penderita imunodefisiensi tidak
dibentuk antibodi IgM dan tidak dapat ditemukan titer IgG yang meningkat.34
2.12 Khorioretinitis
a. Etiologi
Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh:20
Penyakit Infeksi
- Virus
CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus
epstein barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut
- Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan
endemic, nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium avium-
intracellulare, yersinia, dan borrelia (penyebab penyakit Lyme)
- Fungus
Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.
- Parasit
Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.
Penyakit Non Infeksi
- Autoimun
Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis
nodosa, oftalmia simpatis, vaskulitis retina
57 |
- Keganasan
Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi
metastatik
- Etiologi tak diketahui
Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid
multifokal akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigment retina
b. Patofisiologi
Chorioretinitis dapat terjadi akibat infeksi bakteri ataupun reaksi radang
lainnya. Proses inflamasi ini akan menyebabkan perubaan kondisi di struktur
uvea itu sendiri. Bila peradangan korioretinitis terjadi di bagian perifer, maka
tidak akan mengganggu pada ketajaman penglihatan. Tajam atau tidaknya suatu
penglihatan tergantung pada penyerbukkan sel radang ke dalam badan kaca atau
media penglihatan. Makin tebal kekeruhan, maka akan mengakibatkan
penurunan ketajaman penglihatan.21
Tergantung pada penyebabnya, tanda radang dapat difus atau setempat.
Radang infeksi ini biasanya disebabkan oleh infeksi yang meluas seperti
tuberkulosis dan infeksi fokal lainnya.Apabila peradangan mengenai daerah
macula lutea, maka penglihatan akan cepat memburuk tanpa tanda kelainan dari
luar. Biasanya radang sentral ini disebabkan oleh infeksi kongenital akibat
toxoplasma. Akibat terbentuknya jaringan fibroblast, akan terbentuk jaringan
organisasi yang merusak seluruh susunan jaringan koroid dan retina. Jaringan
fibrosis ini akan berwarna pucat putih. Warna putih ini juga terjadi akibat sklera
terlihat melalui koroid yang menipis.24 Pada banyak tipe akibatnya adalah parut
khorioretina atrofi yang dibatasi oleh pigmentasi (sering dengan gangguan
penglihatan). Komplikasi sekunder meliputi pengelupasan retina, glaucoma atau
ftisis.22
c. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Umur pasien
Penyakit koroiditis ini sendiri disesuaikan dengan epidemiologi pada umur-
umur tertentu.15
Lateralisasi
58 |
Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat
toksoplasmosis, kandidiasis, toksocariasis, sindrom nekrosis retina akut atau
infeksi bakteri endogen.15
Gejala
1. Penurunan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada semua jenis
uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis
banding.15
2. Injeksi mata
Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang
terkena. Jadi gejala ini jarang pada toksoplasmosis dan tidak ada pada
histoplasmosis.15
3. Sakit
Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut,
sifilis, infeksi bakteri endogen, sikleritis posterior, dan pada kondisi-
kondisi yang mengenai nervus optikus. Pasien toksoplasmosis,
toksokariasis dan retinitis sitomegalovirus yang tidak disertai glaucoma
umumnya tanpa rasa sakit pada mata. Penyakit segmen posterior
noninfeksi lain yang khas tidak sakit adalah epiteliopati pigmen plakoid
multifocal akut, koroiditis geografik dan sindrom Vogt-Koyanagi-
Harada.15
4. bintik terbang (floater)20, 23, 24, 25
5. fotofobia 20, 23, 24
Tanda
Tanda yang penting untuk diagnose uveitis posterior adalah hipopion,
pembentukan granuloma, glaucoma, vitritis, morfologi lesi, vaskulitis,
hemolagi retina dan parut lama.15
1. Hipopion
Penyakit segmen posterior yang menunjukkan perubahan-perubahan
peradangan dalam uvea anterior disertai hipopion adalah leukemia,
penyakit Behcet, sifilis, toksokariasis dan infeksi bakteri endogen.15
59 |
2. Jenis uveitis
Uveitis granulomatoa anterior dapat disertai kondisi yang mengenai
retina posterior dan koroid. Sarkoidosis, tuberculosis, toksoplasmosis,
sifilis, sindrom Vogt-Kayanagi-Harada dan oftalmia simpatis dapat
menimbulkan perubahan peradangan dalam segmen posterior mata dan
umumnya disertai KP “mutton fat”. Sebaliknya, uveitis posterior
nongranulomatosa dapat menyertai penyakit Behcet, epiteliopati
pigmen plakoid multifocal akut, brucellosis, sarcoma sel retikulu dan
sindrom nekrosis retina akut.15
3. Glaucoma
Sindroma sekunder mungkin terjadi pada pasien sindrom nekrosis retina
akut, toksoplasmosis, tuberculosis atau sarkoiditis.15
4. Vitritis
Peradangan corpus vitreum dapat menyertai uveitis posterior.
Peradangan dalam vitreum berasal dari focus-fokus radang disegmen
posterior mata. Peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien
koroiditis geografik atau histoplasmosis. Sedikit sel radang dalam
vitreus terlihat pada pasien sarcoma sel reticulum, infeksi
sitomegalovirus dan rubella dan pada beberapa kasus toksoplasmosis
dengan focus-fokus lesi kecil pada retina. Sebaliknya , peradangan berat
dalam vitreus dengan banyak sel dan eksudat terdapat pada
tuberculosis, toksokasiasis, sifilis, penyakit Behcet, nonkardiosis dan
toksoplasmosis dan pada pasien endoftalmitis bakteri atau kandida
endogen.15
5. Morfologi dan Lokasi Lesi
a. Retina
Retina adalah sasaran utama banyak jenis agen infeksi.
Toksoplasmosis adalah contoh khas, yang terutama menimbulkan
retinitis dengan peradangan koroid didekatnya. Selain ini, infeksi
sitomegalovirus, virus herpes, virus rubella, dan virus rebeola pada
60 |
umumnya mengenai retina secara primer dan lebih banyak
mnyebebkan retinitis daripada koroiditisnya.15
b. Koroid
Pada pasien tuberculosis, koroid adalah sasaran utama proses
granulomatosa yang juga mengenai retina. Pasien tuberculosis
mungkin menunjukkan koroiditis geografik. Sebalikya, pasien
dengan dengan sindrom histoplasmosisokuler memiliki banyak lesi
mirip uang logam kecil yang tidak pernah mengeruhkan vitreus
diatasnya. Sering ada tanda parut peripapiler dan lesi macular yang
berakibat neovaskularisasi subretina. Pada umumnya, tidak ada
tanda penyakit sistemik pada pasien dengan sindroma
histoplasmosis okuler, namun sinar-X toraks dapat menunjukkan
adanya disseminasi dan pekapuran diperifer paru. Koroiditis
geografik terutama mengenai koroid dengan sedikit atau tanpa
merusak retina dan pasien tidak menderita penyakit sistemik.
Koroid, sebaliknya, terlibat secara primer pada oftalmia simpatis
dan penyakit Lyme.15
c. Ciri morfologi
Lesi aktif pada berbagai penyakit yang menyebabkan uveitis
posterior bervariasi bentuknya, ada yang geografik dan yang lain
punctata atau nummular . lesi geografik terlihat pada retinitis
sitomagalovirus, tuberculosis, toksokariasis, koroiditis geografik
dan sindroma nekrotik retina akut. Lesi pnctata atu nummular
terlihat pada pasien dengan infeksi virus Epstein-Barr, rubella,
rubeola, penyakit Behcet, epiteliopati pigmen plakoid multifocal
akut (AMPPE) dan toksoplasmosis. Pada sindrom Vogt-Kayanagi-
Harada dan oftalmia simpatis, tampak nodul Dalen-Funchs.
Sarkoiditis merusak sembarangan jaringan mata dan dapat
menunjukkan lesi geografik, vaskulitis retina dan candle wax
drippings, eksudat yang khas disepanjang pembuluh darah retina.
Pada pasien infeksi sitomegalovirus, herpes simplek, rubella,
61 |
rubeola dan sindrom nekrosis retina akut lesi ini semata-mata
diretina dengan sedikit atau tanpa peradangan pada jaringan
didekatnya. Pada pasien dengan infeksi virus Epstein-Barr,
histoplasmosis, tuberculosis, sifilis, sifilis nonendemik dan
kriptokokosis, lesi radangnya koroidal dan multifocal. Sebaliknya
pada pasien sindrom Vogt-Kayanagi_Harada dan AMPPE, lesi itu
terdapat diepitel pigmen retina. Lesi putih nekrotik meninggi
terdapat pada pasien retinitis kandida dan toksoplasmosis. Selain
itu, pasien retinitis kandida dapat pula menunjukkan tampilan string
of pearls didalam vitreus selain kekeruhan mirip bola salju
mengapung didalam vitreus. Ablasio retina eksudatif secara khas
terlihat pada pasien dengan sindrom Vogt-Kayanagi-Harada dan
penyakit Lyme. Koroiditis difus terlihat pada sindrom vogt-
kayanagi-harada, oftalmia simpatis, leukemia dan penykit lyme.15
d. Trauma
Riwayat trauma penting untuk menyingkirkan benda asing
intraokuler atau oftalmia simpatis pada pasien dengan uveitis,
trauma bedah termasuk operasi rutin termasuk ekstraksi katarak,
dapat memasukkan mikroorganisme kedalam mata. Infeksi berat
seperti endoftalmitis stafilokok, bila tidak diobati dapat merusak
seluruh struktur intern mata.15
e. Modus onset
Onset uveitis posterior bias akut dan mendadak atau lambat
tanpa gejala. Penyakit pada segmen posterior mata yang onsetnya
mendadak adalah retinitis toksoplasmi, ekrosis retina akut dan
infeksi bacterial. Kebayakan penyebab uveitis posterior yang lain
beronset diam-diam.15
Serta, dapat pula ditemukan tanda-tanda lain, seperti:
- edema papil
- perdarahan retina
- vascular sheating20
62 |
Pemeriksaan Funduskopi
Pada pemeriksaan funduskopi koroid akan terlihat daerah yang meradang berwarna
kuning akibat tertimbunnya sel radang. Gambaran pembuluh darah diatasnya atau retina
semakin jelas terlihat pada dasar fundus yang lebih pucat ini. Bila sel badan koroid
masuk ke dalam retina, maka retina akan lebih pucat. Pembuluh darah retina akan
terbungkus sel radang yang akan mengakibatkan warna pembulub darah ini tidak cerah
lagi.25
Gambar 5. Hasil pemeriksaan Funduskopi26
d. Tatalaksana
Penderita diberi pirimetamin, sulfadiazin, dan leukovorin selama sekitar 1
bulan. Dalam 10 hari tepi-tepi lesi retina akan menajam dan kabut korpus vitreum
akan menghilang pada 60-70% kasus. Apabila lesi melibatkan makula, pangkal
nervus optikus atau berkas papulomakuler, diberikan kortikosteroid sistemik.
Fotokoagulasi juga digunakan untuk mengobati lesi aktif dan mencegah penyebaran.
Virektomi dan pembuangan lensa kadang diperlukan.27
e. Prognosis
Kecuali bila disebabkan oleh toksoplasmosis kongenital, prognosis untuk individu
dengan chorioretinitis tergantung pada asal proses tetapi cenderung terbatas pada
penderitanya. Chorioretinitis karena toksoplasmosis kongenital bersifat progresif,
dan hasilnya biasanya tidak dapat diprediksi. Onset akhir lesi retina dapat terjadi
bertahun-tahun setelah kelahiran, tetapi prognosis okular keseluruhan toksoplasmosis
63 |
kongenital memuaskan ketika infeksi diidentifikasi dini dan pengobatan oleh
lembaga yang tepat.36
2.12 Bakteri yang ada apabila makan masakan yang tidak dimasak sempurna
Berikut 7 mikroorganisme dalam makanan yang dapat menyebabkan penyakit,
antara lain:35
a. Bakteri E. coli
Bakteri Escherichia coli hidup dalam usus manusia dan hewan mamalia
seperti sapi, domba dan kambing. Bakteri ini sering ditemukan dalam daging
yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan air yang terkontaminasi.
Gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri E. coli adalah diare berat, sakit
perut dan muntah yang dapat berlangsung hingga 5 sampai 10 hari. Meskipun
sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh bakteri E. coli relatif tidak
berbahaya, tetapi jenis tertentu seperti E. coli O157: H7 dapat menyebabkan
diare berdarah, gagal ginjal dan bahkan kematian.
Untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri E. coli, masaklah daging
hingga benar-benar matang, cuci buah dan sayuran sebelum makan atau
memasaknya, dan hindari mengonsumsi susu yang mentah dan tidak
dipastuerisasi.
b. Campylobacter
Campylobacter adalah bakteri berbentuk spiral dan tumbuh pada ayam dan
sapi yang menginfeksi tanpa disertai tanda-tanda penyakit. Kebanyakan orang
yang terinfeksi bakteri ini umumnya akan mengalami diare, kram, nyeri perut,
dan demam dalam waktu 2-5 hari setelah terpapar bakteri.
Diare yang terjadi mungkin akan berdarah dan dapat disertai mual dan
muntah, biasanya berlangsung sekitar satu minggu. Menurut WHO, kasus
infeksi Campylobacter atau campylobacteriosis umumnya ringan, tetapi bakteri
bisa berakibat fatal pada anak-anak yang sangat muda, orang tua dan orang
yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.
Cara untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah dengan memasak
daging hingga benar-benar matang, mencuci tangan dan membersihkan semua
64 |
peralatan dapur setelah menangani daging, dan hanya minum susu yang telah
dipasteurisasi.
c. Listeria
Listeria monocytogenes adalah bakteri yang ditemukan di dalam tanah dan
air, selain itu juga terdapat dalam makanan mentah maupun makanan olahan
dan susu yang tidak dipasteurisasi. Tidak seperti bakteri lainnya, Listeria dapat
tumbuh dan berkembang biak bahkan dalam suhu dingin kulkas sekalipun.
Gejala infeksi Listeria termasuk demam, menggigil, sakit kepala, sakit perut
dan muntah. Tetapi bagi sebagian orang, penyakit ini dapat menjadi lebih
serius dan bahkan berakibat fatal, yaitu pada wanita hamil, orang dewasa di
atas usia 50, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Untuk mencegah infeksi Listeria, cucilah sayur dan buah-buahan seperti
melon dan mentimun sampai bersih sebelum dikonsumsi. Jika cairan daging
tumpah di dalam kulkas, segeralah bersihkan tumpahan tersebut untuk
mencegah perkembangbiakan dan penyebaran bakteri Listeria.
d. Vibrio
Bakteri Vibrio parahaemolyticus hidup di air asin dan sering ditemukan
dalam makanan laut yang mentah. Orang yang makan kerang mentah atau
setengah matang dapat terinfeksi bakteri jenis ini.
Bakteri Vibrio parahaemolyticus akan menunjukkan gejala infeksi setelah
24 jam. Gejala yang muncul seperti diare berair dengan kram perut, mual,
demam, muntah, dan badan menggigil. Gejala dapat bertahan hingga tiga hari.
Infeksi yang lebih parah jarang terjadi dan infeksi ini lebih sering terjadi
pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Infeksi dapat dicegah
dengan memasak makanan laut hingga benar-benar matang.
e. Toxoplasma
Kebanyakan orang yang mengalami infeksi toksoplasmosis karena melakukan
kontak dengan kotoran kucing yang membawa parasit, makan daging mentah
65 |
yang telah terkontaminasi atau tidak dimasak dengan matang, atau minum air
yang mengandung parasit.
Orang yang mengembangkan toksoplasmosis, mengalami gejala mirip flu
seperti nyeri tubuh, sakit kepala, dan demam. Tapi gejala yang disebabkan
oleh bakteri toxoplasma sangat sedikit karena sistem kekebalan tubuh
biasanya menjaga tubuh Anda dari infeksi parasit ini.
Parasit ini juga dapat menyebabkan masalah serius seperti kerusakan pada
otak, mata dan organ lainnya pada wanita hamil dan orang dengan sistem
kekebalan yang lemah. Untuk mencegah infeksi akibat toxoplasma,
masaklah makanan pada suhu aman, mencuci tangan saat memegang
makanan, minum air yang steril, dan jika hamil, jauhi kotoran kucing.
f. Salmonella
Salmonella adalah sekelompok bakteri yang biasa ditemukan dalam
unggas, telur, daging sapi, dan kadang-kadang pada buah dan sayuran yang
tidak dicuci. Infeksi salmonellosis dapat menyebabkan gejala seperti demam,
diare, kram perut dan sakit kepala, yang dapat berlangsung hingga 4 sampai 7
hari.
Kebanyakan oranga kan sembuh dari infeksi tanpa pengobatan, tetapi
infeksi karena bakteri Salmonella akan berakibat serius jika terjadi pada orang
tua, bayi dan orang dengan sistem imun yang lemah.
Anak di bawah usia 5 tahun paling mungkin terjangkit infeksi
salmonellosis. Jika tidak segera ditangani, Salmonella dapat ditularkan
melalui darah ke organ lain dan berisiko terhadap kematian.
Untuk mencegah infeksi, hindari makan telur, unggas, atau daging yang
mentah atau setengah matang. Daging mentah harus disimpan terpisah dari
bahan makanan lain agar tidak terjadi kontaminasi silang. Cuci tangan dan
peralatan dapur dengan bersih setelah menyentuh makanan mentah.
g. Norovirus
Norovirus adalah jenis virus yang menyebabkan gastroenteritis, suatu
penyakit yang menyebabkan peradangan pada lambung dan usus. Virus ini
66 |
biasanya ditemukan dalam makanan atau minuman yang terkontaminasi tetapi
juga dapat menyebar melalui kontak dengan orang yang terinfeksi.
Radang lambung dapat sangat menular. Gejala-gejalanya termasuk
mual, kejang perut, muntah, diare, sakit kepala, demam dan kelelahan, yang
dapat berlangsung selama beberapa hari.
Kebanyakan orang bisa sembuh dari penyakit ini dengan sendirinya,
tetapi bagi orang yang tidak minum cukup cairan untuk menggantikan apa
yang telah hilang karena muntah dan diare, mungkin diperlukan perawatan
rumah sakit.
Untuk mencegah terinfeksi oleh norovirus, cuci tangan Anda dengan
sabun dan air dan selalu menjaga kebersihan makanan yang anda makan.
2.13 Telur T.gondii yang masuk kedalam tubuh manusia
Daur hidup T. gondii melalui dua siklus yaitu siklus enteroepitel dan
siklus ekstraintestinal. Siklus enteroepitelial di dalam tubuh hospes definitif
seperti kucing. Siklus ekstraintestinal pula di dalam tubuh hospes perantara
seperti manusia, kambing dan domba. Pada siklus ekstraintestinal, ookista
yang keluar bersama tinja kucing belum bersifat infektif. Setelah mengalami
sporulasi, ookista akan berisi sporozoit dan menjadi bentuk yang infektif.
Manusia dan hospes perantara lainnya akan terinfeksi jika tertelan bentuk
ookista tersebut. Di dalam ileum, dinding ookista akan hancur sehingga
sporozoit bebas. Sporozoit-sporozoit ini menembus mukosa ileum dan
mengikuti aliran darah dan limfa menuju berbagai organ tubuh seperti otak,
mata, hati dan jantung. Sporozoit bebas akan membentuk pseudokista setelah
berada dalam sel organ-organ tersebut. Pseudokista tersebut berisi endozoit
atau yang lebih dikenal sebagai takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan
membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista
yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada
infeksi menahun (infeksi laten).11
Jadi, untuk menginfeksi manusia dengan telurnya (ookista) harus
mengalami sporulasi sehingga menjadi infektif. Jika hanya ookista non-
67 |
infektif (tidak mengandung sporozoit) yang masuk ke dalam tubuh manusia
maka ookistanya tidak akan berkembang menjadi takizoit karena manusia
bukan hospes definitivenya sehingga tidak akan membahayakan karena
telurnya dalam bentuk non – infektik.
2.14 Berat Badan Bayi Normal
Kenaikan berat badan anak pada tahun pertama kehidupan, kalau anak
mendapat gizi yang baik, adalah berkisar antara :3
700-1000 gram/bulan pada triwulan I
500-600 gram/bulan pada triwulan II
350-450 gram/bulan pada triwulan III
250-350 gram/bulan pada triwulan IV
Jadi, diperkirakan berat badan bayi yang normal mengalami penambahan
atau kenaikan berat badan yang sesuai dengan penjelasan sebelumnya dari
berat badan lahirnya dan tiap-tiap anak berbeda
2.15 Akibat gangguan gizi pada pertumbuhan janin
Dibawah ini diberikan berbagai contoh akibat defisiensi gizi pada janin:3
1. Kekurangan energi dan protein (KEP)
Meskipun kenaikan berat badan ibu, kecil selama trimester I
kehamilan, namun sangat penting artinya karena pada waktu inilah janin
dan plasenta dibentuk. Kegagalan kenaikan berat badan ibu pada trimester
I dan II akan meningkkan bayi BBLR. Hal ini disebabkan adanya KEP
akan mengakibatkan ukuran plasenta kecil dan kurangnya suplai zat-zat
makanan ke janin. Bayi BBLR mempunyai risiko kematian lebih tinggi
dari pada bayi cukup bulan. Kekurangan gizi pada ibu lebih cenderung
mengakibatkan BBLR atau kelainan yang bersifat umum daripada
menyebabkan kelainan anatomic yang spesifik. Kekurangan gizi pada ibu
yang lama dan berkelanjutan selama masa kehamilan akan berakibat lebih
buruk pada janin daripada malnutrisi akut.
68 |
Pada saat ini dikembangkan penelitian tentang mekanisme selular
pertumbuhan organ-organ tubuh, yaitu dengan cara mengukur banyaknya
DNA dari organ sebagai indeks dari banyaknya sel dan kandungan protein
untuk indeks dari besarnya sel. Pertumbuhan organ tubuh pada awalnya
dimulai dengan pembelahan sel, kemudian diikuti dengan pembesaran sel.
Kalau terdapat gangguan gizi pada saat pembelahan sel, maka secara
bermakna akan mempengaruhi besarnya organ, dimana perubahan ini tidak
bisa normal kembali.
Akibat lain dari KEP adalah kerusakan struktur SSP terutama pada
tahap pertama pertumbuhan otak (hyperplasia) yang terjadi selama dalam
kandungan. Dikatakan bahwa masa rawan pertumbuhan sel-sel saraf
adalah trimester III kehamilan sampai sekitar 2 tahun setelah lahir.
Kekurangan gizi pada masa dini perkembangan otak akan menghentikan
sintessis protein dan DNA. Akibatnya adalah berkurangnya pertumbuhan
otak, sehingga lebih sedikit sel-sel otak pada masa kehidupan mendatang,
sehingga berpengaruh pada intelektual anak.
Pemberian suplementasi makanan kepada ibu hamil akan mengurangi
kematian perintal dan menaikkan berat badan bayi.
Sedangkan mekanisme terjadinya BBLR pada ibu hamil yang menderita
KEP adalah sebagai berikut:
69 |
2. Anemia gizi
Anemia gizi merupakan masalah gizi dengan prevalensi tinggi
pada ibu hamil, terutama dinegara berkembang. Anemia gizi ini sering
akibat kekurangan Fe, asam folat dan vitamin B12
Anemia gizi itu dapat megakibatkan antara lain, kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, abruption, plasenta, cadangan
zat besi yang berkurang pada bayi/bayi dilahirkan sudah dalam keadaan
anemia. Sehingga mortalitas dan morbiditas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi
3. Defisiensi yodium
Defisiensi yodium pada ibu hamil dalam trimester pertama
kehamilan merupakan faktor utama terjadinya kretin endemic. Pemberian
yodium pada wanita didaerah endemik dapat mengurangi angka kejadian
kretin endemik. Akibat lain dari defisiensi yodium bisa
mengakibatkan janin diresorpsi, abortus, lahir mati atau bayi lahir lemah,
masa hamil yang lebih lama atau partus lama.
4. Defisiensi seng (Zn)
70 |
Defisiensi seng selama kehamilan dapat mengakibatkan hambatan
pada pertumbuhan janin, kehamilan serotinus atau partus lama. Bayi yang
dilahirkan dengan defisiensi Zn, gejalanya mungkin baru akan Nampak
setelah anak berada dalam masa pertumbuhan cepat.
5. Defisiensi vitamin A
Defisiensi vitamin A pada masa kehamilan akan mengakibatkan
meningkatnya prevalensi prematuritas dan retardasi janin.
6. Defisiensi thiamin
Kalau defisiensi berat dapat mengakibatkan penyakit beri-beri kongenital.
7. Defisiensi kalsium
Defisiensi kalsium pada ibu hamil akan mengakibatkan kelainan
struktur tulang secara menyeluruh pada bayi. Pentingnya gizi ibu hamil
telah diketahui sejak lama, dimana gizi ibu hamil dapat mempengaruhi
kesehatan ibu maupun bayinya. Diet ibu yang baik sebelum hamil maupun
selama hamil akan memberikan dampak yang positif yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan cukup, sehat dan mortalitasnya rendah, ibunya pun
sehat.
2.16 Hubungan Persalinan dengan Tumbuh Kembang Anak
Bila terjadi gangguan dalam persalinan, yang paling berbahaya adalah hambatan aliran
darah dan oksigen keseluruh tubuh bayi termasuk otak. Jika otak telah terganggu maka
kualitas hidup anak akan terpengaruhi, begitu pula perilakunya.37,38,39
1. Melahirkan terlalu cepat (precipitate delivery) ialah suatu bentuk cara melahirkan
yang berlangsung terlalu cepat. Dapat mengganggu aliran normal darah bayi dan
tekanan pada kepala bayi dapat menyebabkan pendarahan. Pada sisi lain, anoxia
(tidak cukupnya pasokan udara), dapat terjadi jika proses melahirkan berlangsung
terlalu lama. Anoxia dapat menyebabkan kerusakan otak. Asfiksia dapat menimulkan
disfungsi plasenta dan prolem-problem dengan tali pusat, atau pada pendarahan
71 |
selama kelahiran yang lambat dan sulit karena sebab apapun. Hipoglikemia postnatal,
hiperbilirubinemia atau kejang-kejang dapat dalam kombinasi atau tersendiri,
menambah enselofati hingga menuju ke gangguan-perkembangan psikomotorik.
2. Sungsang (breech position) Kepala bayi yang sungsang (seharusmya kepala keluar
duluan tetapi tidak demikian dalam masalah ini) masih di dalam peranakan ketika
sisa tubuhnya di luar, yang dapat menyebabkan masalah pernafasan.
3. Pembedahan cesar (cesarean section) Dapat menyebabkan tingkat infeksi tinggi pada
ibu dan stress yang menyertai pembedahan.
4. Penggunaan obat-obatan selama kelahiran anak bertujuan untuk menghilangkan sakit
dan cemas untuk mempercercepat melahirkan selama proses kelahiran. Oxytoxin,
suatu hormon yang merangsang dan mengatur irama kontraksi peranakan, telah
digunakan sebagai obat untuk mempercepat proses kelahiran, meningkatkan resiko
mengalami penyakit kuning dan diduga memiliki dampak panjang.
5. Bayi yang dilahirkan premature karena adanya indikasi terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan bayi dikarenakan berbagai faktor yaitu berupa
defisiensi nutrisi dan stress kehamilan yang merupakan faktor resiko yang
berdampak secara langsung maupun tidak langsung dalam dihasilkannya
katekolamine (adrenalin dan noradrenalin) yang memicu terjadinya kontraksi rahim
dan berpotensi menyebabkan kelahiran prematur.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bayi perempuan berusia 6 bulan mengalami kelainan kongenital karena terinfeksi
toxoplasma gondii pada saat intrauterine.
72 |
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kurva Pertumbuhan WHO. 2013 [diakses tanggal 22
September 2013] tersedia di idai.or.id/professional-resource/growth-chart/kurva-
pertumbuhan-who.html
2. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta:Penerbit
FKUI; 2002. p: 21-27
73 |
3. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC : 2012
4. Junqueira, L.C. Histologi Dasar, Teks Dan Atlas. Ed.10. Jakarta: EGC. 2007
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Ed.6. Jakarta: EGC. 2012, P.229
6. Saladin, K.S. Anatomy and Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd Ed.
Philadelphia: Saunders. 2006
7. Seeley, R.R. Anatomy and Physiology. 7th Ed. New York: Mcgraw-Hill. 2006
8. Riodan-Eva, P. Oftalmologi Umum Vaughan and Asbury. Ed.17. Jakarta: EGC. 2009
9. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. Edisis Ke-10. Baltimore : Lippincott Williams
& Walkins; 2010
10. World Health Organization. Training Course on Child Growth Assessment. Version 1 –
November 2006. Geneva: WHO; 2006
11. Gandahusada, S., Ilahude, H.H., dan Pribadi, W. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta:
FKUI. 2003, p.156-160
12. Inge Sutanto, et al. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Jakarta:badan penerbit FKUI; 2008,
p.162-171
13. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Ed.
15, Vol 2. Jakarta : EGC ; 2000
14. Torrey FE and Yolken RH. Toxoplasma gondii and Schiszophrenia. 2006.15. Haslem, Robert HA. The Nervous System In: Behrem RE, Kliegman RM, Jenson HB. (Eds)
Nelson Textbook Of Pediatrics. 17th Ed. Philadelphia: Saunders a N Imprints Of Elsivier
Science. 2004, P.2451-2452.
16. Kumar V., Ramzi S.C., Robbins, S. Buku Ajar Patologi. Ed.7. Vol.1. Jakarta: EGC. 2013.
17. Wollnik, Bernd. A Common Mechanism for Microcephaly. Nature Genetics. 2010, p.42(11):
923-4.
18. Abuelo, D. Microcephaly Syndromes. Sem Pediatr Neurol. 2007, p.14(3): 118-27.
19. Rollins JD, Collins JS, Holden KR. United States head circumference growth reference
charts: birth to 21 years. J Pediatr. 156(6):907-13,913. el-2.
20. Pediatric Infectious Diseases, University of Florida College of Medicine Jacksonville
Medicine . 2014 [diakses tanggal 19 September 2014] tersedia di
www.eMedicine.com/Cystosarcoma/Phyllodes.mht.
74 |
21. Ilyas, Sidarta. Korioretinitis Dalam Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005, p.144-145
22. Behrem, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.3, Ed. 15; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, A. Samik Wahab. Jakarta: EGC. 2000
23. The Chinese University of Hong Kong : Department of Ophthalmology and Visual
Sciences .2014 (diakses tanggal : 19 September 2014) tersedia di
http://www.afv.org.hk/uveitis_e.htm.
24. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Radang Uvea dalam Ilmu Penyakit Mata, Ed. 2. Jakarta:
CV. Agung Seto. 2002, p.159-175.
25. Ilyas, Sidarta. Penglihatan Turun Mendadak Tanpa Mata Merah dalam Ilmu Penyakit Mata,
Ed. 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p.199.
26. E. Lang, Gabriele dan Gerhard K. Lang. Uveal Tract (Vascular Pigmented Layer) dalam
Opthalmologhy – A Pocket Textbook Atlas, Ed. 2. New York: Thieme-Stuttgart. 2007, p.205-
207.
27. Behrman, Richard E., et al. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume 1. Jakarta: EGC.
2000.
28. Djaenudin Natadisastra. Parasitologi Kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
29. Dubey J and Jones, J.L. Toxoplasma gondii Infection in Human and Animals in United State.
Int.J.Parasitol; 2008, p. 38: 1257-1278.
30. Filliseti D and Candolfi, E. Immune response to Toxoplasma gondii. Ann.Ist.Super Sania;
2004. p. 40(1): 71-80.
31. Garna H, Sumarmo SPS, Sri RSH, Hindra IS. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Ed. 2
cetakan ketiga. Jakarta: IDAI; 2012.
32. Lucia Tri Suwanti. Respons Imun Seluler Plasenta t erhadap Infeksi Toxoplasma gondii pada
Berbagai Umur Kebuntingan Mencit (Mus musculus).Media Kedokteran Hewan Vol. 22, No.
3. 2006 pp: 168-173
33. Pinardi Hadidjaja. Dasar Parasitologi Klinik Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2011. pp :44-47
34. Hiswani. Toxoplasmosis Penyakit Zoonosis yang Perlu Diwaspadai oleh Ibu Hamil. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara. h: 5-6
75 |
35. Volk, Wesley A dan Wheeler, Margaret F. Basic Microbilogy Fifth Edition. Jakarta. Penrbit
Erlangga ; 1990.
36. Wallon M, Kodjikian L, Binquet C, et al. Long-term ocular prognosis in 327 children with
congenital toxoplasmosis. Pediatrics. Jun 2004;113(6):1567-72. [Medline].
37. Hurlock, Elizabeth B, 1999, Perkembangan Anak Jilid 1, Jakarta, Penerbit Erlangga
1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta,
Penerbit Erlangga
38. Njiokiktjien, Charles, 2003, Masalah-masalah dalam Perkembangan Motorik, Semarang,
Wonodri Offset.
39. Santrock, John W, 2002, Life Span Development, Jakarta:Penerbit Erlangga.
76 |