ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan...
TRANSCRIPT
KINERJA JANGKA PANJANG PENAWARAN UMUM PERDANA SAHAM DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA: STUDI DI BURSA EFEK
INDONESIA
Gatot Nazir Ahmad*Suherman^
*^Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
RINGKASANTujuan penelitian ini adalah 1)menginvestigasi kinerja (return) jangka
panjang penawaran umum perdana (IPO) saham, dan 2)mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja jangka panjang IPO. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, penelitian kami menggunakan 90 sampel perusahaan yang melakukan IPO tahun 2010 – 2014. Hasil statistik desktiptif menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang yang diukur dengan buy-and-hold abnormal returns (BHARs) menunjukkan outperformance sebesar 23,53% (rata-ratanya). Rata-rata umur perusahaan yang melakukan IPO adalah 20,4 tahun. Rata-rata return awal IPO sebesar 14,29% (return satu hari pasca IPO). Rata-rata kepemilikan institusi adalah 69,78%. Rata-rata gross proceeds IPO adalah 825, 85 milyar rupiah. Rata-rata total asset perusahaan IPO adalah 2,58 trilyun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO selama 1 tahun mengalami outperformed sebesar 23,53%. Return awal dan dana yang diperoleh dari IPO berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Namun, variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO
1.1. Latar Belakang Penelitian
Banyak penelitian menunjukkan terjadinya underperformance setelah
perusahaan menjual saham perdananya ke masyarakat (diantaranya Boissin dan
Sentis, 2014; Brau, et al., 2012; Ahmad-Zaluki, et al., 2007). Underperformance
adalah return perusahaan lebih rendah dibanding return pasar. Fenomena kinerja
(return) yang lebih rendah dibanding return pasar menarik dan penting diteliti
karena investor menderita kerugian sangat besar ketika menginvestasikan dananya
ke pasar modal dalam jangka panjang di mana return yang didapatkannya lebih
rendah dibandingkan dengan return pasar. Ritter (1991) mengemukakan bahwa
kinerja (return) jangka panjang IPO yang underperformed disebabkan oleh para
investor yang sangat optimis dan ini menyebabkan harga saham naik. Dalam
jangka panjang harga saham tersebut akan mengkoreksi kesalahannya sehingga
return menjadi lebih rendah.
Penelitian kinerja jangka panjang pasca IPO di Bursa Efek Indonesia
(BEI) menjadi lebih menarik karena pasar modal berkembang khususnya BEI
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pasar modal lainnya seperti
misalnya dalam hal persyaratan listing, sistem legal, dan institutional settings.
Diharapkan bahwa kondisi di atas mempunyai dampak pada tingkat kinerja jangka
panjang di BEI. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia,
penelitian kami menggunakan periode penelitian tahun 2009 – 2013 (pasca krisis
keuangan), dan menggunakan bootstrapped-skewness-adjusted t-statistics di mana
t-statistik ini meng-adjust skewness dalam menghitung BHARs.
Pada model kedua (diharapkan dapat dikerjakan pada tahun kedua
penelitian), kami mengembangkan model penelitian pertama diatas dengan
mencari faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat
kinerja (return) jangka panjang IPO. Ahmad-Zaluki, et al, (2007) mengatakan
bahwa return jangka panjang dipengaruhi oleh return awal saat IPO. Semakin
besar return awal, semakin buruk return jangka panjang. Lebih jauh, mereka
menemukan bahwa dana yang didapatkan (proceeds) saat IPO berpengaruh pada
kinerja jangka panjang. Semakin besar pendapatan, semakin kecil ketidakpastian
perusahaan. Jadi, semakin besar pendapatan saat IPO, semakin bagus kinerja
jangka panjang.
Ritter (1984), Loughran dan Ritter (1995), dan Brav dan Gompers (1997)
mengemukakan bahwa kinerja jangka panjang pasca IPO dipengaruhi oleh ukuran
perusahaan. Perusahaan yang kecil mempunyai kinerja jangka panjang yang
underperformed dibandingkan dengan perusahaan yang besar. Ritter (1991),
Field (1997), dan Manurung dan Soepriyono (2006) mengungkapkan bahwa
return jangka panjang perusahaan semakin baik seiring semakin tinggi usia
perusahaan. Umur perusahaan merupakan proksi bagi ketidakpastian mengenai
masa depan perusahaan. Semakin tua umur perusahaan, semakin rendah
ketidakpastian, semakin bagus kinerja jangka panjangnya. Field (1997)
menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan institusi yang lebih
besar pasca IPO memperlihatkan return jangka panjang yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki kepemilikan institusi yang
rendah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka masalah dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah kinerja jangka panjang penawaran umum perdana (Initial Public
Offerings – IPOs) saham mengalami underperformance?
2. Apakah return awal IPO, gross proceeds, ukuran perusahaan, usia
perusahaan, dan kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh terhadap
kinerja jangka panjang IPO?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Mengetahui kinerja jangka panjang penawaran umum perdana (Initial
Public Offerings – IPOs) saham
2. Mengetahui apakah return awal IPO, gross proceeds, ukuran perusahaan,
usia perusahaan, dan kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh
terhadap kinerja jangka panjang IPO
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Urgensi untuk Pengembangan Ilmu
1. Hasil riset ini memperkaya hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang
IPO yang pernah dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitian
ini dapat memberi konfirmasi, dukungan, dan tanggapan terhadap hasil
penelitian terdahulu.
2. Hasil penelitian ini juga dapat memberi konfirmasi atau tanggapan
terhadap teori kinerja jangka panjang IPO, yaitu: overoptimism theory.
1.4.2. Urgensi untuk Operasional
1. Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada calon investor / investor
tentang tinggi/rendahnya return awal dan return jangka panjang IPO.
2. Hasil riset ini menginformasikan kepada calon emiten atau emiten agar
mereka (bersama penjamin emisi) dapat lebih maksimal lagi dalam
menetapkan harga penawaran perdana sehingga emiten akan mendapatkan
dana IPO yang lebih banyak / maksimal.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai faktor-
faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja jangka panjang
pasca IPO sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menginvestasikan uangnya di perusahaan yang go public.
2.1. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa hubungan keagenan
(agency relationship) muncul ketika satu atau lebih individu (majikan) menggaji
individu lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya,
mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agennya. Hubungan
ini muncul antara: (1)pemilik saham dan manajer, dan (2)pemegang saham dan
kreditur.
Masalah keagenan potensial muncul ketika manajer perusahaan memiliki
kurang dari 100 persen saham perusahaan. Jika perusahaan dikelola sebagai
perusahaan perorangan oleh pemiliknya, maka manajer/pemilik akan menjalankan
perusahaan untuk memaksimalkan kesejahteraannya. Kesejahteraan ini diukur
dari meningkatnya kesejahteraan pribadi, kesenangan, atau barang-barang mewah.
Namun, jika manajer-pemilik menjual beberapa saham kepada pihak luar, maka
konflik kepentingan yang potensial akan segera muncul.
Manajer dapat dimotivasi untuk bertindak demi kepentingan pemegang
saham melalui pemberian insentif berupa imbalan atas kinerja yang baik dan
hukuman untuk kinerja yang buruk. Beberapa mekanisme khusus dapat digunakan
untuk memotivasi manager agar bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang
saham, termasuk (1)kompensasi manajerial, (2)intervensi langsung pemegang
saham, (3)ancaman PHK, dan (4)ancaman pengambilalihan.
2.2. Teori Informasi Asimetri
Informasi asimetri terjadi karena adanya perbedaan dalam penguasaan
informasi dan estimasi risiko antara dua pihak yang bertransaksi. Akerlof (1970)
menjelaskan kasus informasi asimetri dengan contoh transaksi mobil bekas.
Pemilik mobil mengetahui lebih banyak mengenai kondisi mobil yang
sebenarnya, mana yang baik dan mana yang jelek kondisinya dibandingkan
dengan pembeli. Pemilik mobil dalam hal ini bisa mengambil keuntungan dengan
menawarkan harga yang lebih tinggi dari harga yang sebenarnya. Di sisi lain,
pembeli tidak tahu kondisi yang sebenarnya, sehingga untuk menghilangkan
risiko kemungkinan kondisi mobil tidak seperti yang diharapkan ia akan menawar
harga lebih rendah. Dalam hal ini terjadi spread antara harga yang ditawarkan
pemilik mobil dengan pembeli. Semakin tinggi ketidakpercayaan (risiko) maka
spread yang terjadi semakin besar.
2.3. Teori-teori Kinerja Jangka Panjang
2.3.1. Overoptimism
Ritter (1991) berargumentasi bahwa rendahnya kinerja jangka panjang
saham-saham IPO disebabkan oleh investor yang terlalu optimis dan perusahaan
memanfaatkannya sebagai peluang untuk melakukan go public untuk memenuhi
kepentingannya yang terkadang bersifat oportunistik. Dalam jangka panjang pasar
akan mengkoreksi kesalahannya ke arah harga saham yang sebenarnya lebih
rendah.
2.3.2. Perbedaan Opini
Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan fenomena underperformance
adalah bahwa perbedaan opini (divergence of opinion) akan turun dalam beberapa
tahun setelah IPO. Ketika perusahaan baru berdiri, ada ketidakpastian yang besar
terhadap masa depan perusahaan tersebut. Sebagian investor akan merasa sangat
optimis dibanding dengan investor lainnya. Investor yang optimis ini akan
menentukan harga. Akibatnya, perbedaan opini akan lebih besar pada saat
penawaran publik perdana dibanding pada saham yang diperjualbelikan di pasar
sekunder. Pengaruh perbedaan opini yang lebih besar ini adalah akan menaikkan
harga saham. Lebih jauh, ketika perusahaan sudah lama berjalan, akan menjadi
lebih mudah untuk memprediksi laba dan dividen perusahaan. Perbedaan opini
turun. Ini akan menekan return (Miller, 1977).
2.3.3. Manajemen Laba
Teoh, et al. (1998) berpendapat bahwa ketika sedikit informasi mengenai
perusahaan diketahui pada saat penawaran perdananya, investor harus
mempercayai informasi yang ada di prospektus perusahaan ketika menilai
perusahaan. Perusahaan-perusahaan dapat saja menyesuaikan accruals,
meninggikan laba mereka. Sebagai konsekuensinya, jika investor menilai
perusahaan berdasarkan apa yang tertulis di prospektus, mereka akan membayar
lebih banyak untuk saham perusahaan tersebut, lebih tinggi daripada nilai
fundamentalnya. Setelah IPO, perusahaan tidak dapat mempertahankan tingkat
laba tersebut dan saham perusahaan akan jatuh. Oleh karena itu, semakin tinggi
sebuah perusahaan membuat laba-nya menjelang IPO, semakin jauh harga saham
akan jatuh dan menyebabkan semakin besar underperformance.
Chaney dan Lewis (1998) menemukan hubungan yang berbeda antara
manajemen laba dan return jangka panjang. Mereka mengatakan bahwa
perusahaan memberikan sinyal tentang kualitas perusahaan dengan memanfaatkan
accruals untuk “memuluskan” laba; yaitu perusahaan menggunakan accruals
untuk meminimalkan variabilitas laba-nya, dengan memberikan tren yang lebih
halus (smooth). Chaney dan Lewis berpendapat bahwa hal tersebut membuat lebih
mudah bagi investor untuk mengetahui nilai sebenarnya perusahaan. Mereka
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempunyai kinerja baik
cenderung memuluskan laba lebih banyak, sementara kebalikannya perusahaan-
perusahaan yang melaporkan laba-nya dengan variabilitas yang lebih besar
cenderung mempunyai returns jangka panjang yang rendah.
2.4. Penelitian-penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai kinerja jangka panjang IPO dilakukan di
Indonesia. Manurung dan Soepriyono (2006) meneliti kinerja jangka panjang IPO
di Bursa Efek Jakarta (sekarang berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia)
periode 2000-2002. Dengan menggunakan perhitungan EWBHAR, mereka
mengungkapkan bahwa performa emiten non privatisasi setelah satu tahun IPO
mengalami underperformance sebesar 8,27%. Sedangkan emiten privatisasi
mengalami underperformance 4,67% setelah satu tahun IPO. Return pasar yang
digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG.
Suroso (2005) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan satu tahun pasca
IPO di Indonesia yang diukur dengan EWBHAR adalah underperformed sebesar
18,95% untuk seluruh perusahaan yang melakukan IPO tahun 1992-2002 yang
berjumlah 216. Untuk sampel manufaktur, perusahaan yang melakukan IPO tahun
1992-1996 mengalami underperformance sebesar 13,81% setelah satu tahun,
tahun 1997-1999 underperformed 14,95%, dan tahun 2000-2002 underperformed
sebesar 24,28%. Jadi, rata-rata underperformance ketiga periode tersebut adalah
17,68%. Return pasar yang digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG.
Hartanto dan Ediningsih (2004) menemukan bahwa setelah satu tahun
melakukan IPO di Indonesia, kinerja perusahaan underperformed sebesar 7,83%
untuk periode 1992-2001. Selama periode sebelum krisis moneter, 1992-Juni
1996, kinerja perusahaan underperformed sebesar 10,00%. Sedangkan periode
Juli 1997-2001 kinerja perusahaan juga underperformed sebesar 5,79%. Returns
dihitung secara equally-weighted. Return pasar yang digunakan sebagai
benchmark ialah return IHSG.
Penelitian tentang kinerja jangka panjang IPO juga dilakukan diluar negeri
seperti Malaysia, Amerika Serikat dan Eropa. Ahmad-Zaluki, et al. (2007)
menginvestigasi kinerja harga saham jangka panjang pada 454 perusahaan IPO
Malaysia yang tercatat di KLSE selama periode tahun 1990-2000. Hasilnya
adalah IPO Malaysia secara signifikan outperform dibanding return pasar ketika
kinerja diukur dengan menggunakan EWCAR dan EWBHAR. Namun demikian,
overperformance yang signifikan tersebut hilang ketika returns dihitung
berdasarkan pada VWCAR, VWBHAR dan diregresikan kedalam model Fama-
French.
Boissin dan Sentis (2014) meneliti kinerja jangka panjang IPO di Perancis.
Periode penelitiannya tahun 1991 sampai 2005. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO menunjukkan
underperformance. Mereka mengelompokkan IPO menjadi dua, yaitu 1)IPO yang
direkomendasi oleh para analisis, dan 2)IPO yang tidak direkomendasikan oleh
analisis. Kinerja jangka panjang IPO yang tidak direkomendasikan oleh analisis
mengalami underperformed yang lebih tinggi. Zarafat dan Vejzagic (2014)
melakukan penelitian tentang kinerja jangka panjang IPO di Malaysia. Sampel
penelitian mereka 166 perusahaan yang melakukan IPO periode tahun 2004-2007.
Hasilnya adalah terjadi underperformance sebesar 10,8% satu tahun pasca IPO.
Wen dan Cao (2013) melakukan investigasi kinerja jangka panjang IPO di pasar
modal Taiwan. Hasilnya ialah mereka menemukan kinerja jangka panjang IPO
mengalami underperformed sebesar 48.54%.
Gompers dan Lerner (2003) meneliti 3661 perusahaan IPO dari 1935
sampai 1972 untuk periode pengamatan lima tahun setelah IPO di US. Temuan-
temuan mereka memberitahukan bahwa kinerja IPO tergantung pada metode yang
dipakai untuk mengukur returns. Hasil-nya menunjukkan underperformance
terjadi ketika return diukur dengan BHAR. Return IPO menjadi sama dengan
pasar ketika menggunakan calendar-time analysis (FFTFM).
Menggunakan sampel sebanyak 1526 perusahaan Amerika Serikat yang
melakukan penawaran umum perdana antara tahun 1975 dan 1984, Ritter (1991)
menemukan bahwa return rata-rata selama tiga tahun setelah IPO secara
signifikan lebih rendah dibanding return rata-rata pasar. Dengan menggunakan
metode pengukuran CAR, ditemukan bahwa kinerja satu, dua dan tiga tahun
berturut-turut setelah IPO underperformed sebesar 10,23%, 16,89%, dan 29,13%.
Ritter (1998) melakukan studi kinerja jangka panjang setelah IPO di tiga belas
negara. Hasilnya menunjukkan bahwa underperformed terjadi di sebelas negara.
Kiss dan Stehle (2002) dalam penelitiannya di Germany’s Neuer Markt dalam
kurun waktu 1997-2001 menemukan bahwa kinerja jangka panjang IPO setelah
satu tahun mengalami underperformed.
Hasil yang berbeda ditemukan di Malaysia. Dawson (1987) menemukan
adanya outperformance secara signifikan setelah satu tahun IPO. Outperformance
sebesar 18,2% di atas return pasar. Sampel penelitiannya adalah sampel yang
melakukan IPO antara tahun 1978-1984. Jelic, et al (2001), Corhay, et al. (2002),
dan Ahmad-Zaluki, et al. (2007) juga menyatakan outperformance terjadi di pasar
modal Malaysia sebesar 24,83%, 41,71%, dan 32,63%.
Kinerja jangka panjang IPO juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ritter
(1991) mengutarakan adanya hubungan signifikan antara umur perusahaan dan
kinerja jangka panjang dimana perusahaan yang berumur lebih muda
memperlihatkan kinerja jangka panjang yang lebih buruk. Sebaliknya, perusahaan
yang lebih tua mempunyai kinerja yang lebih bagus. Manurung dan Soepriyono
(2006) juga mengungkapkan bahwa umur perusahaan signifikan berpengaruh
kepada kinerja jangka panjang IPO.
Field (1997), dengan sampel 2793 perusahaan IPO selama tahun 1979-
1989, menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan institusi
yang lebih tinggi mengalami kinerja jangka panjang yang lebih tinggi dibanding
dengan perusahaan dengan tingkat kepemilikan institusi yang lebih rendah. Dia
menginterpretasikan hal ini sebagai bukti bahwa investor institusi dapat
mengungkapkan nilai sebenarnya perusahaan yang baru melakukan penawaran
umum perdana, tentunya karena investor institusi mempunyai informasi yang
lebih baik daripada investor non institusi.
Brav dan Gompers (1997) menemukan bahwa ukuran perusahaan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka
memberikan bukti bahwa underperfomance terjadi pada perusahaan-perusahaan
kecil. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar mempunyai kinerja jangka
panjang yang lebih baik. Ahmad-Zaluki, et al. (2007) mengungkapkan kinerja
saham jangka panjang berhubungan signifikan dengan jumlah dana yang
dihasilkan saat IPO dan tingkat return awal IPO. Jumlah dana yang didapatkan
saat IPO berhubungan positif dengan kinerja jangka panjang. Sedangkan
hubungan antara tingkat return awal dan kinerja jangka panjang adalah negatif.
2.5. Hipotesis Penelitian
Berikut hipotesis penelitian ini:
H 1 Kinerja jangka panjang saham IPO mengalami underperformance.
H 2a Return awal IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja jangka panjang
saham IPO.
H 2b Gross proceeds berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang IPO?
H 2c Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang
IPO.
H 2d Usia perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang IPO.
H 2e Kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh positif terhadap kinerja
jangka panjang IPO.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia. Sampel diambil berdasarkan purposive sampling yang mempunyai
kriteria bahwa perusahaan melakukan IPO saham biasa (share-only IPOs), dan
periode IPO adalah tahun 2010 – 2014. Jumlah sampel adalah 90 perusahaan yang
melakukan IPO.
3.2. Definisi dan Pengukuran Variabel
3.2.1. Variabel Kinerja Jangka Panjang
Kinerja jangka panjang adalah return perusahaan jangka panjang pasca
IPO. Periode pengamatan yang digunakan adalah satu tahun setelah perusahaan
melakukan penawaran umum perdana. Kinerja jangka panjang diukur dengan
Buy-and-Hold Abnormal Returns (BHARs)
3.2.2. Variabel Return Awal
Return awal adalah naik atau turunnya harga saham IPO. Return awal
pada penelitian ini menggunakan periode pengamatan selama satu hari pasca IPO.
Return awal tersebut diukur dengan menggunakan logaritma natural dengan
maksud untuk lebih mendekatkan hasil penghitungan ke distribusi normal. Return
awal diukur sebagai berikut:
LnRAi,t= Ln(cpi,t/opi,t) (3.1)
dimana; RAi,t = return awal saham i periode t, cpi,t= closing price (harga
penutupan) saham i periode t, dan opi,t = offering price (harga penawaran) saham i
periode t.
3.2.3. Variabel Kepemilikan Institusi Pasca IPO
Kepemilikan institusi pasca IPO adalah investor institusi yang memiliki
saham biasa pasca penawaran umum perdana. Pengukurannya adalah total
kepemilikan oleh investor institusi (total institutional shareholdings). Mengetahui
struktur kepemilikan dengan segera pasca IPO adalah sangat sulit karena
perusahaan tidak langsung mempublikasikannya kepada masyarakat. Untuk itu,
data kepemilikan institusi diambil dari publikasi ICMD beberapa waktu setelah
perusahaan melakukan IPO.
3.2.4. Variabel Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah besar kecilnya total aset menjelang perusahaan
melakukan penawaran umum perdana. Nilai total aset yang diambil ialah total aset
tahun terakhir sebelum tahun IPO perusahaan yang bersangkutan. Semakin besar
aset perusahaan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan. Aset
perusahaan yang besar memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai
prospek. Pengukurannya adalah logaritma natural total aset.
3.2.5. Variabel Umur Perusahaan
Variabel ini mencerminkan jumlah tahun operasi perusahaan sebelum IPO.
Variabel ini juga dapat digunakan untuk melihat stabilitas perusahaan. Semakin
lama perusahaan ini beroperasi berarti semakin mapan perusahaan tersebut. Selain
itu, semakin tua usia perusahaan berarti semakin banyak informasi yang dapat
diperoleh investor atas perusahaan tersebut. Variabel ini diperoleh dari salah satu
bagian prospektus perusahaan penerbit, yaitu sejarah perusahaan. Umur
perusahaan diubah kedalam logaritma natural.
3.2.6. Variabel Dana yang Didapatkan dari IPO
Dana yang diterima dari IPO adalah penerimaan kotor dari penjualan
saham saat penawaran umum perdana. Penerimaan tersebut diukur dalam rupiah
dan diubah dalam logaritma natural. Penerimaan dihitung dengan mengalikan
jumlah lembar saham yang diterbitkan dengan harga penawaran perdana saham.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan untuk keperluan penelitian ini adalah data
sekunder. Kinerja jangka panjang membutuhkan data return bulanan berdasarkan
tanggal IPO perusahaan, bukan setiap akhir bulan. Harga saham bulanan
didapatkan di sg.yahoo.finance.com. Karena pengukuran kinerja jangka panjang
diatas disesuaikan dengan return pasar, maka dibutuhkan harga pasar. Harga pasar
pada penelitian ini menggunakan proksi nilai IHSG Tanggal data IHSG
disesuaikan dengan tanggal data harga saham perusahaan. Data return awal yang
dibutuhkan adalah harga penawaran saat IPO dan harga penutupan. Karena
periode pengamatan return awal adalah satu hari, maka harga penutupan yang
diambil adalah harga penutupan di hari pertama. Data harga penawaran dan harga
penutupan diambil dari www.e-bursa.com.
Data kepemilikan institusi pasca IPO dilihat di ICMD. Mengetahui
struktur kepemilikan dengan segera pasca IPO adalah sangat sulit karena
perusahaan tidak langsung mempublikasikannya kepada masyarakat. Untuk itu,
data kepemilikan institusi diambil dari publikasi ICMD beberapa waktu setelah
perusahaan melakukan IPO. Data dana yang diperoleh dari IPO adalah harga
penawaran saat IPO dan saham yang dijual. Harga penawaran dan jumlah saham
yang dijual saat IPO didapatkan dari www.e-bursa.com.
3.4. Metode Analisis Data
3.4.1. Analisis Kinerja Jangka Panjang
3.4.1.1. Buy-and-Hold Abnormal Returns (BHARs)
Penelitian ini juga menggunakan metode BHARs untuk mengukur kinerja
jangka panjang. BHARs dipakai untuk mengurangi bias statistik dalam mengukur
kinerja kumulatif jangka panjang pada metode CARs (Conrad dan Kaul, 1993).
Market adjusted buy-and-hold return perusahaan i pada bulan t dihitung
sebagai berikut:
= (3.2)
dimana ri,t adalah return mentah bulanan perusahaan i pada bulan t; rm,t merupakan
return pasar pada bulan t; dan T adalah bulan ke 12. Metode ini mengukur total
return dari strategi buy-and-hold dimana saham dibeli pada harga penutupan di
hari listing dan ditahan sampai pada tahun 1.
Setelah mendapatkan BHARi,t kemudian menghitung mean buy-and-hold
abnormal return untuk period t sebagai berikut:
= (3.3)
Ketika return dihitung secara tertimbang rata-rata (equally-weighted), ωi = 1/n.
4.4.2. Analisis Regresi
Sedangkan untuk menguji hipotesis kedua yaitu variabel return awal,
umur perusahaan, ukuran perusahaan, dana yang didapatkan saat IPO, dan
kepemilikan institusi pasca IPO mempunyai pengaruh terhadap kinerja jangka
panjang pasca IPO digunakan analisis regresi berganda sebagai berikut:
KIN_JGK_PJGtit = β0 + β1LnRAit + β2KPMLK_INSTIit +
β3LnUMURit + β4LnUKURANit +
β5LnDANA_IPOit + eit (3.4)
dimana KIN_JGK_PJG ialah raw BHAR satu tahun setelah IPO; LnRA adalah
logaritma natural return awal satu hari perdagangan; KPMLK_INSTI ialah total
kepemilikan institusi pasca IPO; LnUMUR ialah logaritma natural umur
perusahaan; LnUKURAN adalah logaritma natural ukuran perusahaan (total
aset); dan LnDANA_IPO ialah penerimaan (proceeds) dari IPO
3.5. Uji Hipotesis
3.5.1. Hipotesis Pertama
Ketika BHAR dipakai untuk mengukur kinerja, maka t hitung yang
digunakan adalah t hitung konvensional dan t hitung yang disesuaikan dengan
skewness (bootstrapped skewness-adjusted t-statistic) (Lyon, Barber, dan Tsai,
1999) yaitu sebagai berikut:
(3.5)
dimana; , (3.6)
(3.7)
dimana ŷ adalah estimasi koefisien skewness, n0.5S merupakan t hitung
konvensional. Setelah t hitung ditentukan, maka t tabel dicari. Bila t hitung lebih
besar (kecil) daripada t tabel, maka underperformance / outperformance
signifikan (tidak signifikan) terjadi. Tingkat signifikansi adalah 1%, 5%, dan
10%.
3.5.2. Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis kedua dilakukan secara parsial terhadap koefisien
regresi dengan menggunakan uji t yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Merumuskan hipotesis
H0 : βi = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen Xi dan variabel dependen.
Ha : βi ≠ 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen Xi dan variabel dependen.
b. Menentukan tingkat signifikansi α = 0,01; 0,05; dan 0,10 dan degree of freedom
df = n – k untuk menentukan nilai t tabel.
c. Menghitung nilai t hitung dengan rumus:
t hitung = βi / Se(βi)
dimana; βi ialah koefisien perubahan nilai setiap variabel independen, dan
Se(βi) adalah standar deviasi koefisien variabel independen ke i.
Hasil t hitung dibandingkan dengan t tabel. Kriteria penerimaan sebagai berikut:
H0 diterima bila t hitung < t tabel,
Ha diterima bila t hitung > t tabel.
4.1. Statistik Deskriptif
Rata-rata raw BHAR pada penelitian ini sebesar 132,19% dengan nilai
maksimum sebesar 649,68%. Nilai minimum raw BHAR sebesar 35,76% dan
standar deviasi dari BHAR sebesar 96,27%. Rata-rata adjusted BHAR 23,53%.
Ini artinya rata-rata saham outperformance (return sampel lebih tinggi dibanding
return pasar). Adjusted BHAR terendah dan tertinggi adalah -78,20% dan
513,36%.
Rata-rata umur perusahaan pada penelitian ini sebesar 20,40 tahun dengan
nillai maksimum sebesar 90 tahun yang dimiliki oleh PT. Jaya Agra Wattie Tbk.
(JAWA), dan standar deviasi dari umur perusahaan sebesar 15,82. Ini
menunjukkan bahwa umur perusahaan pada perusahaan non finansial periode
2010 sampai 2014 setelah melakukan IPO selama 12 bulan memiliki umur
terlama sebesar 90 tahun.
Rata-rata dana yang diperoleh dari IPO (proceeds) pada penelitian ini
sebesar 825,85 miliar rupiah. Nilai maksimum sebesar 6.291,6 miliar rupiah yang
dimiliki oleh PT. Indofood ICB Sukses Makmur Tbk. (ICBP), sedangkan nilai
minimumnya sebesar 30,1 miliar rupiah dimiliki oleh PT. Golden Rentailindo
Tbk. (GOLD) dan standar deviasi sebesar 1.179,12 miliar rupiah. Ini
menunjukkan bahwa dana yang diperoleh dari IPO oleh perusahaan pada
perusahaan non finansial periode 2010 sampai 2014 memiliki nilai tertinggi yaitu
6.291,6 miliar rupiah.
Rata-rata ukuran perusahaan (size) pada penelitian ini sebesar 2.582,47
milliar rupiah. Nilai maksimum sebesar 21.063,71 milliar rupiah yang dimiliki
oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), sedangkan nilai minimumnya
sebesar 22,18 milliar rupiah yang dimiliki oleh PT. Skybee Tbk. (SKYB) dan
standar deviasi sebesar 3.700,06 milliar rupiah.
Rata-rata return awal pada penelitian ini sebesar 0,14 dengan nilai
maksimum sebesar 0,7 yang dimiliki oleh PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbk.
(MFMI). Nilai minimum sebesar -0,85 yang dimiliki oleh PT. Sarana Menara
Nusantara Tbk. (TOWR) dan standar deviasi dari return awal sebesar 0,23. Ini
menunjukkan bahwa initial return pada perusahaan non finansial periode 2010
sampai 2014 setelah melakukan IPO selama 12 bulan memiliki nilai tertinggi
initial return sebesar 70%, nilai terendah sebesar -85%.
Rata-rata kepemilikan institusi pada penelitian ini sebesar 69,79 dengan
nilai maksimum sebesar 100 yang dimiliki oleh PT. Perumahan Pembangunan
Tbk. (PTPP). Nilai minimum sebesar 0 dan standar deviasi dari kepemilikan
institusi sebesar 21,58. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusi pada
perusahaan non finansial periode 2010 sampai 2014 setelah melakukan IPO
selama 12 bulan memiliki nilai tertinggi 100%, nilai terendah sebesar 0%.
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Raw BHAR 90 ,3576 6,4968 1,3219 ,9627
Adjusted BHAR
AGE (tahun)
90
90
-,7820
0
5,1336
90
,2353
20,40
,9488
15,816
Proceeds (milyar rp) 90 30,1 6.291,6 825,85 1.179,12
Size (milyar rp) 90 22,185 21.063,71 2.582,47 3.700,06
Return awal 90 -,8504 ,7000 ,1429 ,2335
KepemiIikan institusi 90 ,0000 100,0000 69,7876 21,5845
4.2. Analisis Buy and Hold Abnormal Return
Gomper dan Lerner (2003) berargumen bahwa metode pengukuran dengan
menggunakan CAR menjadi tidak tepat ketika return sangat volatile. Oleh karena
itu, mereka menyarankan untuk menggunakan metode pengukuran Buy and Hold
Abnormal Return (BHAR).
Tabel 4.2. Kinerja Jangka Panjang Diukur Dengan BHAR
Disesuaikan Dengan IHSGPeriode 1 Tahun
BHAR % 23,53
T 2,97
N 90
Sumber: data diolah
Pada tabel 4.2, terlihat bahwa nilai BHAR sebesar 23,53% (t-
stat=2,97,signifikansi 5%). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang
IPO mengalami outrperformance terhadap return IHSG selama 12 bulan sebesar
23,53%. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara hasil penelitian ini dengan
hasil penelitian Suherman (23,53% vs -18,78%).
4.3. Analisis Regresi
Konstanta sebesar 7,770 menyatakan bahwa jika variable independen
dianggap konstan, maka rata abnormal return saham saham sebesar 7,770.
Koefisien regresi umur perusahaan (AGE) sebesar -0,006 yang berarti umur
perusahaan berpengaruh negatif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR
mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami penurunan
sebesar -0,006 dengan asumsi variable lain konstan. Umur perusahaan memiliki
nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,326. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel independen AGE tidak berpengaruh signifikan
terhadap BHAR. Dita (2013) berpendapat bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap kinerja saham.
Tabel 4.3. Hasil Regresi
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.BStd. Error Beta
1 (Constant) 7,770 2,571 3,023 ,003
AGE -,006 ,006 -,102 -,987 ,326
GP -,246 ,096 -,330 -2,558 ,012
S 3,177E-8 ,000 ,122 ,957 ,341
IR -,923 ,437 -,224 -2,111 ,038
KI ,004 ,005 ,088 ,837 ,405
a. Dependent Variable: Raw BHAR
Koefisien regresi dana yang diterima dari IPO (GP) sebesar -0,246 yang
berarti dana yang diterima dari IPO berpengaruh negatif terhadap BHAR yang
berarti jika BHAR mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan
mengalami penurunan sebesar -0,246 dengan asumsi variable lain konstan. Dana
yang diterima dari IPO memiliki nilai signifikansi t lebih kecil daripada 0,05 yaitu
sebesar 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen dana yang
diterima dari IPO berpengaruh signifikan terhadap BHAR.
Koefisien regresi ukuran perusahaan (S) sebesar +3,17 yang berarti
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR
mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami kenikan
sebesar +3,17 dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki
nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,341. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel independen ukuran perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap BHAR. Dita (2013) berpendapat bahwa ukuran perusahaan
tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Di sisi lain, Beatty (1989) berpengaruh
negatif terhadap kinerja saham.Koefisien regresi return awal (IR) sebesar -9,23 yang berarti return awal
berpengaruh negatif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR mengalami
kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami penurunan sebesar -9,23
dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki nilai
signifikansi t lebih kecil daripada 0,05 yaitu sebesar 0,038. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen return awal berpengaruh signifikan terhadap BHAR.
Koefisien regresi kepemilikan institusi (KI) sebesar +0,004 yang berarti
kepemilikan institusi berpengaruh positif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR
mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami kenaikan
sebesar 0,004 dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki
nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,405. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel independen kepemilikan institusi tidak berpengaruh
signifikan terhadap BHAR.
5. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO
selama 1 tahun mengalami outperformed sebesar 23,53%. Return awal dan dana
yang diperoleh dari IPO berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang
IPO. Namun, variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan
institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad-Zaluki, N., Campbell, K., dan Goodacre, A. 2007. The Long Run Share Price Performance of Malaysian Initial Public Offerings (IPOs). Journal of Business Finance & Accounting, vol. 34., Iss.1-2, pp. 78-110.
Akerlof, G. 1970. The Market for ‘Lemons’: Quality Uncertainty and the Market Mechanism. Quarterly Journal of Economics, 84, pp.488-500.
Boissin, R. dan Sentis, P. 2014. Long-Run Performance of IPOs and the Role of Financial Analysts: Some French Evidence. European Journal of Finance, vol.20, issue 2, p.125—149.
Brau, J. C., Couch, R. and Sutton, N. 2012. The Desire to Acquire and IPO Long-Run Performance. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 47 (03), p.493-510
Brav, A., dan Gompers, P.A. 1997. Myth or Reality? The Long-Run Underperformance of Initial Public Offerings: Evidence from Venture and Non-Venture Capital-Backed Companies. Journal of Finance, vol.56, pp.1791-1821.
Chaney, P. & Lewis, C. M. 1998. Income Smoothing and Underperformance in Initial Public Offerings. Journal of Corporate Finance, vol. 4, pp. 1-29
Corhay, A., Teo, S. and Tourani-Rad. 2002. The Long Run Performance of Malaysian Initial Public Offerings (IPO): Value and Growth Effects. Managerial Finance, vol.28, pp.52-65.
Dawson, S.M. 1987. Secondary Stock Market Performance of Initial Public Offers, Hong Kong, Singapore, and Malaysia: 1978-1984. Journal of Business Finance and Accounting, vol.40, pp.65-162.
Field, L. C. 1997. Is Institutional Investment in Initial Public Offerings Related to the Long-Run Merformance of These Firms?. working paper, University of California at Los Angeles.
Gompers, P.A., dan Lerner, J. 2003. The Really Long Run Performance of Initial Public Offerings: The Pre-Nasdaq Evidence. Journal of Finance, vol.58, pp.1355-1392.
Hartanto, I. B. & Ediningsih, S. I. 2004. Kinerja harga saham setelah penawaran perdana (IPO) pada Bursa Efek Jakarta. Usahawan, no.8, th.xxxiii, agustus, hal.36-43.
Jelic, R., Saadouni B. & Briston, R. 2001. Performance of Malaysian IPOs: Underwriters Reputation and Management Earnings Forecasts. Pacific-Basin Finance Journal, 9, pp.457-486
Jensen, Michael C. & Meckling, William H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 4, pp.305-350.
Kiss, I. & Stehle, R. 2002. Underpricing and Long-Term Performance of Initial Public Offerings at Germany’s Neuer Markt, 1997-2001. working paper, Humboldt Universitat zu Berlin.
Loughran, T. & Ritter, J. R. 1995. The New Issue Puzzle. Journal of Finance, vol.50, pp.23-51.
Lyon, J. D., Barber, B. M. & Tsai, C. 1999. Improved Methods for Tests of Long-Run Abnormal Stock Returns. Journal of Finance, vol. 54, no. 1, 165–201.
Manurung, A. H. & Soepriyono, G. 2006. Hubungan Antara Imbal Hasil IPO dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja IPO di BEJ. Usahawan, No.3, th. XXXV, maret, hal.14-26.
Miller, E.M. 1977. Risk, Uncertainty, and Divergence of Opinion. Journal of Finance, 32, pp.1151-1168.
Ritter, J. R. 1984. The ‘Hot Issue’ Market of 1980. Journal of Business 57, p.215-240.
Ritter, J. R. 1991. The Long Run Performance of Initial Public Offerings. Journal of Finance, vol.46, pp.3-27.
Ritter, J. R. 1998. Initial Public Offerings. Contemporary Finance Digest, 2, pp.5-30.
Suroso. 2005. Hubungan Kinerja Jangka Panjang Saham Pasca-IPO dengan Optimisme dan Divergensi Opini Investor serta Tindakan Oportunitis Emiten. Disertasi, Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Universitas Indonesia, tidak publis.
Teoh, S. H., Welch, I. & Wong, T.J. 1998. Earnings Management and the Long-Run Market Performance of Initial Public Offerings. Journal of Finance, 53, pp.1935-1974.
Wen, Y. F., dan Cao, M. H. 2013. “Short-Run and Long-Run Performance of IPOs: Evidence from Taiwan Stock Market”, Journal of Finance and Accounting, vol.1, No.2, pp.32-40.
Zarafat, H., dan Vejzagic, M. 2014. “The Long-Term Performance of Initial Public Offerings: Evidence from Bursa Malaysia”, Journal of Applied Economics and Business Research, 4(1), pp.42-51.