rumus segitiga bola (muhtarom)
TRANSCRIPT
1
RUMUS-RUMUS SEGITIGA BOLA
A. Pendahuluan
Matahari yang bersinar yang terlihat melintas di langit pada siang hari,
kemudian diganti dengan bulan yang bercahaya dan bintang gemintang yang
gemerlapan di malam hari, ketika dipandang terlihat bahwa kesemuanya
hanyalah titik cahaya di langit yang terlihat seakan-akan menempel pada
permukaan sebuah bola raksasa yang mana pusat bola itu adalah kita sebagai
pengamat. Meski begitu sebenarnya benda-benda langit yang seakan
menempel pada satu permukaan merupakan benda yang sangat jauh dengan
jarak yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Kemampuan mata kita tak akan mampu memperkirakan seberapa jauh
jarak matahari, bulan dan bintang-bintang itu dari kita. Meskipun begitu,
dengan menganggap bahwa benda-benda langit tersebut menempel pada
permukaan sebuah bola, kita bisa memperkirakan sudut yang terbentuk dua
benda langit terhadap kita sebagai observer apabila kita menggunakan
instrumen yang sesuai. Bola imajiner yang pada permukaannya tertempel
benda-benda langit ini disebut sebagai bola langit atau celestial sphere.
Bola (sphere) adalah benda tiga dimensi yang unik dimana jarak antara
setiap titik di permukaan bola dengan titik pusatnya selalu sama. Sebagaimana
langit yang diserupakan dengan bola, begitu juga bumi yang memang
berbentuk mendekati bentuk bola, penentuan posisi satu titik pada kedua bola
langit dan bola bumi bisa menggunakan instrumen yang sama dengan
mengandaikan langit dan bumi sebagai bola.
Instrumen yang dapat digunakan untuk pengukuran pada bola bumi dan
bola langit adalah spherical trigonometry atau trigonometri bola yang di
dalamnya membahas komponen-komponen segitiga bola. Penggunaan rumus-
rumus trigonometri bola sangat membantu umat Islam dam menentukan
waktu-waktu syar’inya.
2
B. Pembahasan
1. Trigonometri bola
Kata Trigonometri diambil dari tiga kata dalam bahasa Yunani ‘tries’
(tiga), ‘goni’ (sudut) dan ‘metron’ (pengukuran). Sehingga secara trigonometri
berarti pengukuran pada tiga sudut.
Trigonometri bola merupakan cabang dari geometri bola yang
membahas tentang hubungan antara fungsi-fungsi trigonometri dari sisi dan
sudut pada poligon bola (khususnya trigonometri bola) yang dibentuk oleh
perpotongan lingkaran-lingkaran besar pada permukaan bola. Trigonometri
bola mempunyai peranan yang sangat penting dalam perhitungan di bidang
astronomi, geodesi dan navigasi.
Dalam geometri bola, garis-garisnya adalah lingkaran yang terbentuk
pada permukaan bola hasil dari perpotongan antara bidang dengan bola yang
melalui titik pusat bola. Panjang keliling lingkaran besar yang terdapat pada
suatu lingkaran adalah sama yaitu 2 πR . Setiap titik bisa menjadi titik Polar.
Suatu titik akan menjadi titik Polar apabila ada lingkaran besar pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu yang melalui titik tersebut. Pada dua titik
yang berbeda hanya terdapat satu garis jarak terpendek di antara keduanya.
Dikarenakan panjang keliling lingkaran besar adalah 2 πR , dan dua buah titik
yang berlawanan tempat akan membagi lingkaran besar menjadi dua bagian
yang sama panjang, maka bisa disimpulkan bahwa jarak maksimal di antara
dua titik pada pemukaan bola adalah πR .
Apabila pada sebuah bidang terdapat tiga titik sembarang, maka garis
jarak terpendek yang menghubungkan tiga titik tersebut akan membentuk
sebuah segitiga. Sehingga semua segitiga pasti terdiri atas enam komponen,
yaitu tiga buah garis dan tiga buah sudut. Secara umum 3 garis tersebut tidak
selalu garis lurus melainkan garis geodetic yaitu garis terpendek yang terdapat
pada permukaan bidang. Jika permukaan tersebut merupakan sebuah bidang
maka garis geodetiknya berupa sebuah garis lurus yang membentuk sebuah
segitiga bidang. Jika permukaan tersebut merupakan sebuah bola maka jarak
terdekat merupakan busur yang dibentuk dari pusat lingkaran yang melalui
3
kedua titik tersebut. Segitiga yang dibentuk oleh tiga busur dari lingkaran
besar disebut sebagai segitiga bola.
Trigonometri Bola membahas hubungan di antara komponen segitiga
bola (tiga buah garis dan tiga buah sudut) dan permasalahan yang dapat
diselesaikan melalui hubungan keenam komponen tersebut.
2. Segitiga Bola
Apabila ada bidang datar memotong sebuah bola melalui titik pusatnya
maka perpotongan antara bidang dengan permukaan bola ini akan membentuk
lingkaran yang disebut dengan lingkaran besar. Jadi lingkaran besar pada bola
bumi merupakan lingkaran yang ada hanya secara teoritis, sebagai contoh
adalah lingkaran ekuator, yang dibentuk oleh perpotongan antara permukaan
bumi dengan sebuah bidang imajiner yang menembus bola bumi melalui titik
pusat bumi dan membagi bumi menjadi dua bagian yang sama.
Jika ada bidang datar lain yang memotong bola tersebut akan tetapi
tidak melalui titik pusat bola maka perpotongan antara bidang dengan
permukaan bola akan menghasilkan lingkaran yang dalam hal ini
lingkarannya adalah lingkaran kecil.
Gambar 1. Lingkaran kecil dan lingkaran besar
Sebuah segitiga bola pada permukaan bola dibentuk oleh tiga busur
lingkaran besar yang memotong permukaan bola melalui titik pusat lingkaran
tersebut (lihat Gambar 2). Segitiga bola ABC terdiri atas enam unsur:
- Tiga sudut antara bidang-bidang lingkaran besar, yaitu A, B, C
. P. P. P. P. P. P. P. P. P. P
4
- Tiga busur sisi (sudut pada pusat bola yang ada di hadapan busur),
yaitu a, b, dan c ( COB, COA dan BOA).
Gambar 2: Delapan buah segitiga bola yang dibentuk oleh tiga lingkaran besar
Pada gambar 3 di bawah, EAB merupakan lingkaran besar karena
bidangnya memotong lingkaran melalui titik pusat lingkaran yaitu titik O.
QOP adalah diameter bola tegak lurus terhadap Bing yang membentuk
lingkaran besar EAB. Apabila R adalah sembarang titik yang terletak pada
garis OP yang dilalui oleh bidang yang sejajar dengan bidang EAB, maka
perpotongan antara bidang dengan permukaan bola membentuk sebuah
lingkaran kecil FCD. QOP adalah diameter lingkaran yang dalam hal ini
tegak lurus terhadap lingkaran besar EAB dan lingkaran kecil FCD sehingga
titik P dan Q disebut sebagai kutub dari lingkaran besar dan lingkaran kecil
yang sejajar dengan lingkaran besar EAB. Kemudian kita masukkan PCAQ
sebagai lingkaran besar yang melalui kedua kutub P dan Q dan memotong
lingkaran besar EAB di A dan lingkaran kecil FCD di C. selain itu lingkaran
PDB yang juga merupakan lingkaran besar yang melalui P dan Q. Kita
perhatikan pada gambar di atas bahwa lingkaran besar PA dan PB
berpotongan di P. Kemudian kita gambar garis PS menyinggung lingkaran
PA dan garis PT yang menyinggung lingkaran PB.
5
Gambar 3
Sebagaimana pada gambar 3 garis PT tegak lurus terhadap jari-jari OP
pada lingkaran besar PB pada bidang PBO sehingga sejajar dengan jari-jari
OB sama halnya dengan garis PS sejajar dengan jari-jari OA. Sudut SPT
mendefinisikan sudut bola di P yang dibentuk oleh dua lingkaran besar PA
dan PB, sudut ini sama dengan sudut AOB. AB adalah busur yang terdapat
pada lingkaran besar dengan P adalah kutub dari dua lingkaran besar PA dan
PB. Titik P dan Q dihubungkan oleh garis yang melalui titik pusat lingkaran
dan tegak lurus terhadap lingkaran besar EAB sehingga garis ini PQ disebut
sumbu dari lingkaran besar EAB. Kutub adalah titik potong antara garis
tengah yang tegak lurus bidang lingkaran besar dengan permukaan bola
(Ilyas, 1984: 3). Hal ini menegaskan bahwa sebuah sudut bola hanya bisa
terbentuk oleh busur dari dua lingkaran besar yang saling berpotongan. Segi
tiga bola tidak akan pernah terbentuk oleh busur lingkaran kecil.
Perhatikan gambar 4 di bawah, B adalah kutub dari lingkaran besar DC
dan A adalah kutub dari lingkaran besar EC. BO adalah garis normal terhadap
bidang ODC dan AO adalah garis normal terhadap bidang OEC. DO dan EO
keduanya merupakan garis normal terhadap garis perpotongan kedua bidang,
yaitu CO. Dengan demikian, sudut di antara bidang dua lingkaran besar dapat
didefinisikan sebagai busur dari sebuah lingkaran besar yang melalui kutub
dua lingkaran besar dengan bidang yang dimaksud, dalam ilustrasi gambar ini
6
sudut tersebut adalah EOD, dan EOD = BOA. Garis CT menyinggung
lingkaran besar CD di C dan CT’ menyinggung lingkaran besar CE di C.
Sudut bola DCE didefinisikan sebagai sudut di antara garis persinggungan
lingkaran-lingkaran besar yang digambar pada titik perpotongan, jadi TCT’
adalah sudut bola yang dibentuk oleh dua lingkaran besar di C, sehingga
.TCT’ = EOD
Gambar 4
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa sisi-sisi dari segitiga bola
hanya bisa dibentuk oleh busur lingkaran besar, tidak pernah terbentuk oleh
lingkaran kecil, maka segitiga bola didefinisikan sebagai sebuah segitiga yang
terbentuk pada permukaan sebuah bola karena perpotongan busur dari tiga
lingkaran besar (lihat gambar 5). Busur-busur yang melingkupi atau
membentuk segitiga bola dikatakan sebagai sisi-sisi dari segitiga bola
tersebut. Tiga sisi dan tiga sudut diistilahkan sebagai bagian dari segitiga bola
walaupun jarang digunakan karena pada kenyataannya kesemuanya adalah
sudut karena sisi-sisinya sebenarnya adalah sudut. Panjang sisi pada segitiga
bola didefinisikan sebagai besar sudut yang ada di hadapan sisi tersebut pada
pusat bola. Sebagai contoh, panjang sisi PB adalah POB; sisi PA = POA
dan seterusnya. Jadi, satuan sisi memakai satuan yang sama dengan sudut,
yaitu derajat, menit dan detik busur.
7
Gambar 5
Sesuai kesepakatan, untuk busur yang menghubungkan dua titik selalu
diambil segmen yang lebih kecil dari lingkaran besar yang melalui dua titik
tersebut. Maka pada segitiga PAB dengan busur PA, yang dimaksud adalah
PA yang sebenarnya, bukan PQA (gambar 6). Setiap sisi pada segitiga bola
pasti lebih kecil daripada 180o, dengan besar sudutnya lebih kecil dari pada
180 o, hasil penjumlahan dari ketiga sisi bernilai antara 0 o sampai 360 o, hasil
penjumlahan dari ketiga sudut bernilai antara 180 o sampai 540 o dan luas area
dari sebuah segitiga bola pasti bernilai lebih kecil dari 2R2. Di mana R
adalah panjang jari-jari bola.
Gambar 6
8
3. Rumus-Rumus Segitiga Bola
a. Rumus/aturan Cosinus
Perhatikan segitiga ABC sebagaimana pada gambar di bawah, O adalah
titik pusat bola, sisi a, b, dan c merupakan sudut-sudut pada pusat
bola, AE dan AD tegak lurus terhadap OA, dan EAD = A.
Gambar 7
Maka bisa kita peroleh sebagai berikut;
Pada segitiga datar AED berlaku aturan sinus
DE2 = AE2 + AD2 – 2AE AD Cos A, ....................... (1)
Sedang pada OED,
DE2 = OE2 + OD2 – 2OD OD cos a ....................... (2)
Sedangkan
OE2 = AE2 + OA2 dan OD2 = AD2 + OA2,
maka persamaan (2) menjadi
DE2 = 2OA2 + AE2 + AD2 – 2OD OD cos a ......... (3)
dari persamaan (1) dan (3)
2OA2 – 2OE OD cos a = - 2AE AD cos A
OE OD cos a = OA2 + AE AD cos A
cos a = OAOE
.OAOD
+ AEOE
.ADOD
cos A
cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
dengan cara yang sama dapat diperoleh
cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B
cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
9
dengan mengubah urutan rumus di atas maka bisa diperoleh
cos A = cosa−cosb cosc
sin b sin c
cos B = cosb−cos a cosc
sin a sin c
cos C = cosc−cosb cosc
sin b sin c
aturan cosinus untuk segitiga bola yang kita peroleh adalah bahwa
untuk setiap segitiga bola akan berlaku:
Contoh 1: pada PXZ , P = 50o , z = 70o 45’, x = 62o10o.
Tentukan p dan Z.
Penyelesaian:
cos p = cos x cos z + sin x sin z cos P
= cos 62o10’ cos 70o45’ + sin 62o10’ sin 70o45’ cos
50o
= 0.6906
p = 46o 19’
cos Z = cos z−cos p cos x
sin p sin x
cos Z = cos7 0o 45’−cos4 6o 19’ cos62o 10 ’
sin 4 6o 19’ sin 6 2o 10’
= 0.01128
Z = 89o 21’
cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B
cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
10
b. Rumus/aturan sinus
Gambar 8
Gambar di atas adalah sebuah segitiga bola dan O adalah pusat bola. P
merupakan titik sembarang yang terletak pada garis OA. Dari titik P
ditarik garis PD ke bawah tegak lurus terhadap bidang OBC kemudian
tarik garis DF tegak lurus terhadap OC dan DE tegak lurus terhadap
OB, hubungkan garis PF, PE dan OD.
Maka PDF, PDE, dan PDO semuanya adalah sudut siku-siku,
begitu juga DFO, dan DEO merupakan sudut siku-siku.
Untuk menunjukkan bahwa DEO juga merupakan siku-siku, kita
bisa membuktikan:
PF2 = PD2 + DF2
= (PO2 – OD2) + (OD2 – OF2)
= PO2 – OF2
Sehingga PFO adalah bersudut siku-siku di F. Begitu juga PEO
bersudut siku-siku di E. Dari perbandingan trigonometri maka kita
dapati:
PF = PO sin b ; PD = PF sin C
PD = PO sin b sin C ..................... (4)
PE = PO sin c ; PD = PE sin B
PD = PO sin c sin B ..................... (5)
Dari persamaan (4) dan (5)
sin b sin c = sin c sin B
11
sin bsin B
= sin csin C
Dengan cara yang sama, dengan menarik sebuah garis tegak lurus dari
buah titik di OB ke bidang OAC, maka bisa didapatkan
sin asin A
= sin csin C
Maka :
Rumus sinus menyatakan hubungan antara dua sudut dan dua sisi yang
ada di hadapannya, apabila tiga bagian ini diketahui maka bagian
keempat bisa ditemukan. Kesulitan yang ada pada rumus sinus
berkenaan dengan kenyataan bahwa sin A = sin (180o – A), artinya baik
A maupun (180o – A) keduanya adalah jawaban yang untuk persamaan
yang dihitung. Untuk mengatasi hal ini kita bisa menggunakan seting
fisik dari permasalahan atau sisi yang lebih besar menghadap ke sudut
yang lebih besar sehingga (A – B) dan (a – b) tandanya harus sama.
Contoh 2: Pada segitiga bola PAB, P merupakan titik kutub, A dan B
adalah dua tempat pada belahan bumi utara. Diketahui A = 68o ,
AB = p = 60o 30o, P= 80o 16o, tentukan posisi lintang titik B !
Penyelesaian:
sin asin A
= sin bsin B
Sin a = sin A sin p
sin P
= sin 6 8o sin 60o 30o
sin 80o 16o = 0.8188
a = 54o 58’ atau a = 125o 02’
sin asin A
= sin bsin B
= sin csin C
12
Sehingga nilai lintang B adalah 90o – 54o 58o = 35o 02’
dikarenakan P A p a maka 54o 58’ adalah jawaban yang
tepat, bukan 125o 02’
Contoh 3: dua tempat di muka bumi mempunyai posisi lintang dan
bujur sebagai berikut, A (40o U, 18o T) dan B (0o U, 58o T). Tentukan
sudut untuk berangkat dari A menuju B dengan rute melalui lingkaran
besar!
Penyelesaian:
Dari lintang dan bujur yang telah diketahui, AN = 50o, BN = 90o dan
ANB = 58o – 18o = 40o, pertama kita menentukan sisi AB
menggunakan rumus cosinus:
cos AB = cos AN cos BN + sin AN sin BN cos ANB
= cos 50o cos 90o + sin 50o sin 90o cos 40o
= 0.5868
a
p
b
Meridian utama
equator
13
AB = 54o 04’
Kemudian kita hitung sudut dari A ke B atau NAB menggunakan
aturan sinus:
sin NABsin BN
= sin ANBsin AB
Sin NAB = sin ANB sin BN
sin AB
= sin 40o sin 90o
sin54o 4 '
= 0.7939
NAB = 52o 33’ atau 127o 27’
Dengan melihat keadaan gambar, bisa kita simpulkan bahwa
NAB = 127o 27’
4. Urgensi Rumus-Rumus Segitiga Bola dalam Ilmu Falak
Pelaksanaan ibadah dalam Islam tidak lepas dari peredaran matahari,
bulan dan keadaan bumi sebagai tempat berpijak manusia. Dengan
keadaan langit dan bumi yang diasumsikan berbentuk bola sempurna,
maka umat Islam menggunakan rumus-rumus segitiga bola untuk
menentukan kedudukan matahari dan bulan membantu pelaksanaan
ibadah. Pelaksanaan ibadah yang berkaitan dengan kedudukan matahari,
bulan dan bumi ini dibahas dalam kajian ilmu falak, sehingga Ilmu falak
tidak bisa lepas dari rumus-rumus segitiga bola. Di antara pengaplikasian
rumus-rumus segitiga bola dalam perhitungan Ilmu Falak secara garis
besar adalah sebagaimana berikut:
a. Untuk menghitung panjang siang dan malam
b. Untuk menghitung sudut waktu (t)
c. Untuk menghitung arah kiblat suatu tempat
d. Untuk menghitung posisi hilal
C. Penutup
Sebagai penutup dari makalah ini, diambil beberapa simpulan dari
pembahasan di atas yaitu sebagai berikut:
14
Segitiga bola adalah sebuah segitiga pada permukaan bola yang
dibentuk oleh perpotongan busur tiga lingkaran besar dengan ketentuan;
jumlah semua sisi selalu kurang dari 360o, jumlah semua sudut pusatnya lebih
besar dari 180o dan kurang dari 540o, jumlah dua sisi selalu lebih besar dari
pada panjang sisi yang ketiga.
Rumus cosinus untuk segitiga bola adalah sebagai berikut:
cos a = cos b cos c + sin b sin c cos A
cos b = cos a cos c + sin a sin c cos B
cos c = cos a cos b + sin a sin b cos C
sedangkan untuk nilai Sinus adalah seimana berikut::
sin asin A
= sin bsin B
= sin csin C
Urgensi rumus-rumus segitiga bola dalam Ilmu Falak secara garis
besar adalah untuk menghitung panjang siang dan malam Untuk menghitung
sudut waktu (t), untuk menghitung arah kiblat suatu tempat dan untuk
menghitung posisi hilal
DAFTAR PUSTAKA
Ichtijanto SA. 1981. Almanak Hisab Rukyat Badan Hisab & Rukyat Dep. Agama. Jakarta: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.
Ilyas, Mohammad, 1984, A Modern Guide do Astronomical Calculations of Islamic Calendar, Times & Qibla, Kuala Lumpur: Berita Publishing Sdn. Bhd.
Izzudin, Ahmad. 2012. Kajian Terhadap Metode-Metode Penentuan Arah Kiblat Dan Akurasinya. Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia.
Kartunnen, Hannu dkk, Fundamental Astronomy, Fifth Edition, 1995, New York: Springer.
Khazin, Muhyiddin. 2005. Kamus Ilmu Falak. Yogyakarta: Buana Pustaka.
Murray, Daniel A. 1908. Spherical Trygonometry, for Colleges and Secondary Schools. New York, Amerika Serikat: Longman, Green and Co.
15
Murray, Daniel A., 1908, Spherical Trigonometry for Colleges and Secondary School, New York: Long Man
Nur, Muhaimin dkk. 1983. Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah dengan Ilmu Ukur Bola. Jakarta: Bagian Proyek Pembinaan Administrasi Hukum dan Peradilan Agama.
Rietz, H.L. dkk. 1936. Plane And Spherical Trigonometry. New York, Amerika Serikat: The Macmillan Company.
Smart, William Marshall. 1977. Textbook on Spherical Astronomy. Melbourne, Australia: Cambridge University Press.