s05 - pbl 21 - metabolik endokrin 2 - ketoasidosis metabolik

20
Ketoasidosis Dibetik pada Anak-anak Alexandra Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 1510 [email protected] Pendahuluan Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan semakin menjadi bingung sejak beberapa jam yang lalu. Pemeriksaan awal tampak penurunan kesadaran, denyut jantung 140x/min, TD 80/50 mmHg, suhu afebris, pernafasan cepat dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibunya pasien mengalami penurunan berat badan 3kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu. Ketoasidosis Diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1, akan tetapi keterjadiannya pada

Upload: shionnette

Post on 06-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

TRANSCRIPT

Page 1: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

Ketoasidosis Dibetik pada Anak-anak

Alexandra

Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011

Jalan Arjuna Utara no. 6 Jakarta Barat 1510

[email protected]

Pendahuluan

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan

semakin menjadi bingung sejak beberapa jam yang lalu. Pemeriksaan awal tampak penurunan

kesadaran, denyut jantung 140x/min, TD 80/50 mmHg, suhu afebris, pernafasan cepat dan

dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut ibunya pasien mengalami

penurunan berat badan 3kg sejak beberapa minggu yang lalu, semakin mudah lelah sejak

beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering kencing dan ngompol

pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.

Ketoasidosis Diabetikum paling sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1,

akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 mulai meningkat.

Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut yang serius pada DM tipe 1 terutama

pada pasien anak, dan merupakan kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan

mortalitas. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan kita mengenai

ketoasidosis diabetikum, yang pada makalah ini akan dibahas dari epidemiologi, patofisiologi,

komplikasi, penatalaksanaan, dan pencegahan, serta anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan

fisik dan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang dugaan diagnose penyakit.

Page 2: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

1

Anamnesis

Hal-hal yang kita perlu tanyakan pada kasus batu saluran kemih antara lain: 1

- Pasien datang dengan napas kussmaul, menandakan adanya asidosis

Apakah anak ini mengalami diare berat belakangan ini?

Apakah anak ini mengidap penyakit ginjal kronis?

Apakah anak ini tak sengaja memakan aspirin berlebih? (kedapatan memakan

obat)

- Bila pertanyaan diatas jawabannya negative, arahkan pertanyaan ke diabetes melitus

Apakah anak sering BAK malam hari atau mengompol?

Apakah nafsu makan anak meningkat/baik tapi BB tidak naik/turun?

Apakah kebiasaan minum anak meningkat dari biasanya? Cepat haus?

Apakah ada riwayat DM di keluarga?

Apakah anak sering merasa cepat lelah?

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk melihat lebih lanjut tanda-tanda yang

mendukung dugaan penyakit pasien, pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah tanda-

tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

untuk mendukung diagnosis urotlithiasis dan untuk menyingkirkan diagnosis bandingnya,

antara lain: 2

- TTV : takikardi, takipneu, hipotensi, hipotermia

- Inspeksi : penurunan kesadaran, napas kussmaul dan berbau aseton,

kulit kering,

- Palpasi

- Perkusi

- Reflek : menurun

- Turgor kulit : menurun

- Selaput lendir : kering

Page 3: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menunjang suatu diagnosis yang terdiri atas : 2,3

Laboratorium :

Glukosa : >250 mg / dL.

Klinisi dapat melakukan tes glukosa dengan fingerstick sambil menunggu hasil lab.

Natrium : Hiperglikemia

Mengakibatkan efek osmotik sehingga air dari ekstravaskuler ke ruang intravaskular.

Untuk setiap kelebihan 100mg/dL, tingkat natrium serum diturunkan 1,6 mEq /L

Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang

sesuai.

Kalium : kalium perlu diperiksa secara berkala,

Ketika asidosis kadar kalium normal atau sedikit meningkat (3-5 mmol per liter).

Ketika diberi pemberian insulin maka kalium akan menurun.

Insulin dapat diberikan jika kadar kalium di atas 3.3 mmol/L.

Bikarbonat : untuk mengukur anion gap

Sehingga dapat menentukan derajat asidosis. Kadar bicarbonate <18 mEq.

CBC : leukosit > 15 X 10 9 / L

Mungkin infeksi yang mendasari KAD.

AGD : pH <7,3.

Nilai normal pada AGD :

- Partial pressure of oxygen (PaO2) - 75 - 100 mmHg

- Partial pressure of carbon dioxide (PaCO2) - 38 - 42 mmHg

- Arterial blood pH of 7.38 - 7.42

- Oxygen saturation (SaO2) - 94 - 100%

- Bicarbonate - (HCO3) - 22 - 28 mEq/L

Keton : positif

Untuk menilai ketoasidosis dini pada penderita DM tipe 1.

Urinalysis : Cari ketosis glycosuria dan urin.

Untuk mendeteksi mendasari infeksi saluran kencing.

Osmolalitas : osmolalities > 330 mOsm / kg H 2 O (koma)

Jika osmolalitas kurang dari ini pada pasien yang koma, cari penyebab lain.

BUN meningkat.

Page 4: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

3

Page 5: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

4

Different Diagnose (DD)

HONK. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari

diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi pada

penderita diabetes tipe II. Gejala-gejala meliputi : agak mengantuk, insiden stupor atau

sering koma; poliuria selama 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul; tidak ada

hiperventilasi dan tidak ada bau napas; penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi,

hipovolemi); glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl; kadang-kadang terdapat

gejala-gejala gastrointestinal; hipernatremia; kegagalan mekanisme haus yang

mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat; osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP

minimal (disorientasi, kejang setempat); kerusakan fungsi ginjal; kadar HCO3 kurang dari 10

mEq/L; kadar CO2 normal; celah anion kurang dari 7 mEq/L; kalium serum biasanya normal;

tidak ada ketonemia; asidosis ringan.4, 5

Diabetes Melitus tipe 2 dikenal sebagai penyakit gula yang tidak tergantung Insulin.

DM tipe 2 ini berkembang ketika tubuh masih mampu menghasilkan insulin tetapi tidak

cukup dalam pemenuhannya atau bisa juga disebabkan karena insulin yang dihasilkan

mengalami resistance insulin dimana insulin tidak bekerja secara maksimal. Gejala klinis

meliputi : 3P (polifagi, polidipsi, poliuri), dapat disertai komplikasi penglihatan kabur,

kesemutan, baal, gangguan berkemih, diare kronik, gangguan memori, sirosis hepatis (ascites,

kaput medusa, kollateral), TBC (batuk-batuk >3 we).4,5

Working Diagnose (WD)

Ketoasidosis diabetikum ec Diabetes mellitus tipe 1. Ketoasidosis diabetik adalah

kondisi medis darurat yang disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang

terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan

growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas terutama

berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh kematian

akibat KAD.7 Ketoasidosis diabetik pada umumnya dikategorisasi berdasarkan derajat

keparahan asidosis, dari ringan (pH < 7,30; bikarbonat <15 meq/L), moderat (pH < 7,20;

bikarbonat < 10 meq/L) dan berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 meq/L).5

Page 6: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

5

Epidemologi

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan

bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah.

Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka

kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti,

yaitu 10 dari 100.000 anak. Pada statistic internasional, tingkat diabetes tipe 1 meningkat.

Di Eropa, Timur Tengah, dan Australia, tingkat diabetes tipe 1 meningkat 2-5% per tahun.

Skandinavia memiliki tingkat prevalensitertinggi untuk DM tipe 1 (yaitu, sekitar 20% dari

jumlah total penderita DM), sementara Cina dan Jepang memiliki tingkat prevalensi

terendah, dengan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes. Beberapa perbedaan

ini mungkin berhubungan dengan masalah definisi dan kelengkapan pelaporan.6, 7

Etiologi

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis akut,

penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Tidak

adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :

1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.

2. Keadaan sakit atau infeksi.

3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

Patofisiologi

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai

lanjutan dari kegagalan sel beta secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan

kadar atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan

peningkatan kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan,

perubahan keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari

glikogenolisis maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara

langsung, keadaan ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau >

200 mg/dL), diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi

glomerulus, dan hiperosmolaritas.5-7

Page 7: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

6

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi

akan turut memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan

hidroksibutirat (keton) secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis

metabolik (pH<7,3). Keadaan ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis

laktat akibat perfusi jaringan yang buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif,

hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit akan semakin memperberat ketidak-

seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini berlanjut membentuk semacam

siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan progresif. Manifestasi klinis

berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan dalam, akan menurunkan

nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut menjadi koma. Derajat

keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi: ringan (pH 7,2 – 7,3),

moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).5-7

Manifestasi Klinis

Tanda umum pada pasien dengan dugaan asidosis yang disebabkan oleh diabetes

(KAD) ditemukan :2, 3, 5-7

- Napas Kussmaul (cepat dan dalam) - Turgor kulit menurun

- Kulit kering - Selaput lendir kering

- Penurunan reflex - Mual, muntah, nyeri perut

- Takikardi - Hipotensi

- Takipneu - Hipotermia

Gejala khas pada ketoasidosis diabetic didapakan adanya Napas berbau aseton

(berbau buah/ Fruity breath Odor) yang adalah hasil pernapasan dari aseton yang berlebih.

Ketika kadar insulin tidak mencukupi atau kekurangan asupan karbohidrat, sel-sel membakar

lemak lebih cepat sehingga keton menjadi produk akhir asam. Sehingga terjadi penumpukan

keton di darah dan urin. Untuk mengimbangi nya terjadi respirasi kussmaul untuk mengusir

karbon dioksida dan aseton. 2, 3, 5-7

Page 8: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

7

Komplikasi

Cerebral edema paling sering terjadi pada 4 – 12 jam setelah terapi diberikan, namun

dapat pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun

selama terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi

dan meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran,

nadi yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.7

Penatalaksanaan

Anak dengan ketoasidos dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi

berat dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Anak dengan tanda-tanda

KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau penurunan derajat kesadaran)

atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5 tahun dan onset baru) harus

dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat lima penanganan

prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan pemantauan jalan

napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes glukosa, dan pemeriksaan status

mental. Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain. 2, 3, 5-7

Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,

breathing, dan circulation. 

Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,

suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.

Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan

laboratorium adalah: 

- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau

kurang.

- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250

– 300 mg/dL selama rehidrasi. 

Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis

dan ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi

glukosa darah pada level 150 - 250 mg/dL. 

Page 9: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

8

Monitoring perlu dilakukan dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien,

mencakup medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode

penanganan. Monitoring yang dilakukan harus mencakup:

Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam. 

Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat

gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan. 

Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil

hiperkalemia atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T. 

Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa

darah vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau

perfusi perifer yang buruk) 

Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus

diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.

Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan

tanda infeksi. 

Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan

adanya tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah

berulang, peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status

neurologik (gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik

dapat ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil. 

Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian

insulin akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton

dimetabolisme. Penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal

yang menurun, sehingga meningkatkan ekskresi asam organik dan mencegah asidosis laktat.7

Edema Serebri . Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah

gejala dan tanda muncul. Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Manitol

intravena diberikan 0,25 – 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri

sebelum terjadi kegagalan respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak

terdapat respons positif setelah pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10

mL/Kg selama 30 menit dapat digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi

mungkin perlu dilakukan sesuai kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait

dengan edema serebri yang terkait dengan KAD. 2, 3, 5-7

Page 10: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

9

Penilaian rutin derajat kesadaran. Menentukan derajat kesadaran per jam sampai

dengan 12 jam, terutama pada anak yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama

kali. Penilaian menggunakan GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat

kesadaran. Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan

gangguan kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri

yang semakin berat. 2, 3, 5-7

Pencegahan

Sebelum Diagnosis. Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi

terhadap anak dengan risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi

terhadap individu dengan riwayat keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan

risiko KAD. Berbagai strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-

anak akan menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran

dan pemahaman masyarakat mengenai tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar

diagnosis dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.6-7

Sesudah Diagnosis. Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat

diturunkan dengan edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk

pada episode KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain

dengan pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan

status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan.6-7

Prognosis

Prognosis KAD biasanya baik menuju sedang tergantung keparahan kondisinya.

Prognosis dapat diperbaiki dengan terapi cairan serta insulin yang adekuat, tepat, dan cepat.

Pemantauan kondisi fisik serta hal-hal lain juga turut andil dalam memperbaiki prognosis.

KAD yang berat serta ditunjang dengan terapi yang buruk tentu akan mempeburuk prognosis.

Apalagi kalau sudah pada tahap komplikasi KAD yaitu edema serebrum dimana angka

kematian sekitar 31% dari total KAD.2.4

Page 11: S05 - PBL 21 - Metabolik Endokrin 2 - Ketoasidosis Metabolik

10

Penutup

KAD merupakan komplikasi dari diabetes mellitus tipe 1 yang merupakan kondisi

gawat darurat. Gejala dari KAD yang khas adalah terdapatnya napas berbau aseton,

penurunan kesadaran, napas kussmaul, dan dehidrasi. Ketoasidosis diabetic membutuhkan

tatalaksana yang kompleks sehingga tidak terjadi komplikasi edema serebri yang sering

menyebabkan mortalitas.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.

2. Guillermo E, Murphy MB, Kitabchi AE. Diabetic ketoacidosis and hyperglycemic

hyperosmolar syndrome. Diabetes Spectrum 2002; 15(1):28-36

3. Latief A. Hot topics in pediatrics. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI; 2007.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2007.

5. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s

principles of internal disease. 15th edition. USA: McGraw-Hill; 2001.

6. Kliegman RM, Behrman RE, Arvin, et all. Diabetes mellitus. Dalam: Ilmu kesehatan

anak nelson. Edisi ke-15. Volume 3. Jakarta: EGC; 2000.h.2005-2028

7. Batubara JRL, Soesanti F. Ketoasidosis diabetic pada anak. International symposium

pediatric challenge. Medan: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.h.121-129.